pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif …repository.unjaya.ac.id/862/2/melina...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP FUNGSI KOGNITIF
PADA POPULASI LANJUT USIA DI DUSUN NGEBEL YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan
STIKES Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun Oleh :
MELINA WIDIASTUTI
09/PSIK/3209104
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
YOGYAKARTA
2013
ii
iii
PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP FUNGSI KOGNITIF
PADA POPULASI LANJUT USIA DI DUSUN NGEBEL YOGYAKARTA
Melina Widiastuti1, Paulus Subiyanto
2, Fajriyati Nur Azizah
3
INTISARI
Latar Belakang: Semakin bertambahnya umur seseorang, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif dan status kesehatan.
Penurunan fungsi kognitif pada lansia ini apabila tidak segera ditangani dapat
menyebabkan kepikunan yang akan berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia.
Oleh karena itu, telah banyak dikembangkan program latihan yang dapat
meningkatkan fungsi kognitif salah satunya yaitu Brain Gym.
Tujuan penelitian: Mengetahui pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif
pada populasi lanjut usia di Dusun Ngebel, Bantul.
Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan
desain penelitian quassy experiment (eksperimen semu). Uji statistik
menggunakan Independent t-test dan Paired t-test dengan tingkat kemaknaan α =
0,05. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purpossive sampling dengan
responden sebanyak 36 responden yang dibagi kedalam dua kelompok yaitu,
kelompok intervensi (n=18) dan kelompok kontrol (n=18). Kelompok intervensi
mendapatkan 8 kali sesi brain gym, sedangkan kelompok kontrol tidak mendapat
latihan. Instrumen pengukuran fungsi kognitif yang digunakan adalah Mini-
Mental State Examination (MMSE).
Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia di kelompok
intervensi dengan brain gym memiliki nilai rerata posttes yang lebih tinggi 1,17
poin dari nilai pretes sedangkan kelompok kontrol justru mengalami sedikit
penurunan nilai rerata 0,39 poin lebih rendah pada nilai posttesnya. Hasil uji t-tes
berpasangan dengan tingkat kepercayaan 95%, didapatkan nilai p=0,004(t=-3,378)
pada kelompok intervensi sedangkan nilai p=0,168 (t=1,441) pada kelompok
kontrol. Sedangkan menurut uji t-tes independen, nilai p = 0,001 (t=3,549), maka
selisih rerata nilai fungsi kognitif pada kelompok intervensi berbeda secara
bermakna setelah dilakukan brain gym yang artinya intervensi brain gym
berpengaruh meningkatkan nilai fungsi kognitif lansia jika dibandingkan dengan
nilai fungsi kognitif lansia di kelompok kontrol.
Kesimpulan: Brain gym memiliki pengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia
secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa brain gym.
Kata Kunci: Brain Gym, Fungsi Kognitif, Lanjut Usia
1 Mahasiswa PSIK Stikes Jend. A. Yani Yogyakarta
2 Dosen Akper Panti Rapih Yogyakarta
3 Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jend.A.Yani Yogyakarta
iv
THE INFLUENCE OF BRAIN GYM ON COGNITIVE FUNCTION OF
ELDERS IN NGEBEL YOGYAKARTA
Melina Widiastuti1, Paulus Subiyanto
2, Fajriyati Nur Azizah
3
ABSTRACT
Background: As human aging, the degenerative aging process occurs that could
impact on the changes in a human being, not just physical changes but also
cognitive and health status. Cognitive decline in elders if doesn’t get any notice it
could lead to dementia which would affect the elders quality of life. Therefore, the
training program has been developed that could improve cognitive functions, one
of them which we knew as Brain Gym.
Objective: Determine the influence of Brain Gym on cognitive function in elders
in Ngebel, Bantul, Yogyakarta.
Methods: This study is an experimental research study with quassy experimental
design. Statistics test which used are Independent t-test dan Paired t-test with
significancy α=0,05. The sampling methods which used was purposive sampling
technique with the total respondents were 36 respondents and divided in to two
groups, the intervention group (n=18) and control group (n=18). The intervention
group get 8 times of the Brain Gym sessions, while the control group received no
training. The instrument to measure cognitive function which used was Mini-
Mental State Examination (MMSE).
Result: Based on the research, elders in intervention group with brain gym has an
average value of post-test 1,17 points higher than the pre-test value while the
average value of post-test in control group without brain gym 0,39 points lower
than pre-test value. The result of paired t-test with 95% of CI, p=0.004 (t=-3,378)
in intervention group while p=0,168 (t=1,441) in control group. Then, the result
of independent t-test, p-value was 0,001 (t=3,549), it means brain gym has an
influence in increasing the cognitive functions among elders compared to control
group.
Conclusions: Brain gym effective has an influence on enhance the cognitive
function among elders.
Keywords: Brain gym, Cognitive Function, Elderly
1 Student of Nursing Science in School of Health Science Jend.A.Yani
Yogyakarta 2
Lecturer in Nursing Academy of Panti Rapih Yogyakarta 3 Lecturer of Nursing Study Program in School of Health Science Jend.A.Yani
Yogyakarta
v
PERNYATAAN KEASLIAN NASKAH PENELITIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa naskah Penelitian Skripsi dengan judul:
Pengaruh Brain Gym terhadap Fungsi Kognitif pada Populasi Lanjut Usia di
Dusun Ngebel Yogyakarta ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan
bukan merupakan hasil penjiplakan, pengutipan, penyusunan oleh orang/pihak
lain, atau cara-cara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan akademik yang
berlaku di STIKES A.Yani Yogyakarta dan etika yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan.
Apabila dalam Naskah Penelitian Skripsi ini ditemukan adanya pelanggaran
atas apa yang saya nyatakan di atas, atau pelanggaran atas etika keilmuan,
dan/atau ada klaim terhadap kealian Naskah Penelitian Skripsi saya ini, maka saya
siap menanggung sanksi dari pihak akademik.
Yogyakarta,19 Agustus 2013
Melina Widiastuti
NPM: 3209104
viii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat yang tak terhitung
banyaknya. Sholawat dan salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Segenap syukur kepada Allah atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat dukungan dan
bantuan serta pengarahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. I. Edy Purwoko, Sp.B selaku Ketua STIKES A.YANI Yogyakarta
2. Dwi Susanti, S.Kep., Ns selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES A.YANI Yogyakarta
3. Paulus Subiyanto, Sp.KMB selaku pembimbing I yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan yang
sangat berarti bagi penulis
4. Fajriyati Nur Azizah, S.Kep., Ns selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan nasihat dalam mengerjakan skripsi ini
5. Wenny Savitri., S.Kep., Ns., MNS selaku penguji yang telah memberikan
saran untuk kebaikan skripsi ini.
6. Kepala Dukuh Dusun Ngebel, Ketua RT dan Kader Posyandu Adji Yuswa
yang telah membantu mempermudah penelitian ini
7. Seluruh lansia yang bersedia tergabung dalam penelitian ini
8. Semua pihak yang belum tercantum yang telah membantu dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang lebih baik
dari Allah SWT. Harapan penulis skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, khususnya
di bidang ilmu keperawatan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yogyakarta, 19 Agustus 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
INTISARI ............................................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................................ v
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Keaslian Penelitian.................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 9
A. Lanjut Usia ................................................................................................ 9
1. Pengertian Lansia ................................................................................. 9 2. Klasifikasi Lansia ............................................................................... 10 3. Perubahan yang Terjadi pada Lansia ................................................. 10 4. Struktur dan Fungsi Otak ................................................................... 14
5. Fungsi Kognitif pada Lansia .............................................................. 17 B. Brain Gym ............................................................................................... 25
1. Pengertian ........................................................................................... 25
2. Manfaat brain gym ............................................................................. 25 3. Keuntungan brain gym ....................................................................... 26 4. Mekanisme Kerja Brain Gym ............................................................. 27 5. Gerakan Brain Gym ............................................................................ 28
C. Landasan Teori........................................................................................ 33
D. Kerangka Teori ....................................................................................... 34 E. Kerangka Konsep .................................................................................... 35
F. Hipotesis ................................................................................................. 35
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 36
A. Rancangan Penelitian .............................................................................. 36
x
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 36 C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 37
D. Variabel Penelitian .................................................................................. 39 E. Definisi Operasional ............................................................................... 40 F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ...................................................... 41 G. Validitas dan Reliabilitas ........................................................................ 43 H. Analisa dan Model Statistik .................................................................... 44
I. Etika Penelitian ....................................................................................... 46
J. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 51
A . Hasil ........................................................................................................ 51 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 51 2. Analisis Hasil Penelitian .................................................................... 52
a. Analisis Univariat .......................................................................... 52
b. Analisis Bivariat ............................................................................ 56
B . Pembahasan............................................................................................. 58
C . Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 65
A. Simpulan ................................................................................................. 65
B. Saran ....................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................... 72
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skor MMSE .......................................................................................... 21
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................ 40
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Kel.Kontrol ................................................ 52
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Kel.Intervensi .............................................. 53
Tabel 4.3 Rata-Rata Hasil Pengukuran Nilai Fungsi Kognitif Kel.Kontrol ........ 54
Tabel 4.4 Rata-Rata Hasil Pengukuran Nilai Fungsi Kognitif Kel.Intervensi ..... 54
Tabel 4.5 Normalitas Data ................................................................................... 56
Tabel 4.6 Hasil Analisis Paired t-Test Fungsi Kognitif Lansia ...........................57
Tabel 4.7 Hasil Analisis Independent t-Test........................................................ .57
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Data Demografi Responden
Lampiran 2. Lembar Permohonan Menjadi Partisipan
Lampiran 3. Lembar Persetujuan menjadi Responden
Lampiran 4. Prosedur Pelaksanaan Brain Gym (Senam Otak)
Lampiran 5.Gambar Gerakan brain gym
Lampiran 6. Lembar Mini Mental State Examination (MMSE)
Lampiran 7. Jadwal Penyusunan Skripsi
Lampiran 8. Rekapan Data Responden
Lampiran 9. Data Distribusi Frekuensi
Lampiran 10. Hasil Analisis Uji Hipotesis
Lampiran 11. Surat Izin Studi Pendahuluan dari Kampus
Lampiran 12. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Gubernur
Lampiran 13. Surat Keterangan Izin Penelitian dari BAPPEDA
Lampiran.14 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kampus
Lampiran 15. Lembar Bimbingan Skripsi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya
tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh
(Nugroho, 2008). Lanjut Usia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia. Menurut Depkes RI (2003) dalam Maryam, Ekasari,
Rosidawati, Jubaedi, Batubara (2008), lansia diklasifikasikan dalam 5 kelompok
yaitu: pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia 45-59 tahun, lansia yang
berusia 60 tahun atau lebih, lansia beresiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70
tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan, lansia potensial yaitu lansia yang mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/ jasa, dan lansia tidak
potensial.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya
secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti
dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantindes, 1994 dalam
Nugroho, 2008). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami
berbagai masalah kesehatan atau yang disebut sebagai penyakit degeneratif
(Maryam, Ekasari, Rosidawati, Jubaedi, Batubara, 2008).
Membedakan perubahan pada lanjut usia yang berlangsung secara normal
atau patologis merupakan bagian penting bagi perawatan kesehatan untuk lanjut
usia (lansia). Hal ini juga penting bagi seorang perawat untuk memahami
perubahan fisiologis yang normal pada lanjut usia (lansia). Dengan demikian,
perawat akan mampu mengetahui bagaimana cara membedakan perubahan pada
lanjut usia ini yang normal ataupun tidak (Wallace,2008).
Salah satu perubahan yang terjadi pada usia lanjut yaitu perubahan perlahan
pada fungsi persarafan yang akan mempengaruhi fungsi kognitif pada usia lanjut.
Banyak orang percaya sebagai akibat dari bertambahnya usia, kerusakan kognitif
merupakan suatu hal yang tidak dapat dicegah dan dihindari. Ketika terjadi
2
berbagai perubahan pada fungsi persarafan seseorang sebagai akibat dari proses
bertambahnya usia, perubahan ini tidak akan berakibat pada fungsi kognitif
seseorang secara berlebihan. Kerusakan kognitif yang kronis merupakan
perubahan patologis dari penuaan sebagai akibat dari demensia. Demensia adalah
istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan mengenai gangguan kognitif
secara patologis pada seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun sebagai akibat
dari berbagai proses penyakit, faktor keturunan, gaya hidup, dan mungkin
pengaruh lingkungan. Hal ini didefenisikan oleh Asosiasi Alzheimer sebagai
kehilangan pada dua area atau lebih seperti bahasa, memori, kemampuan visual
dan spasial, atau penilaian yang keseluruhan gangguan tersebut akan berakibat
cukup parah mengganggu kehidupan sehari-hari (Wallace, 2008).
Penurunan fungsi kognitif pada lansia dapat meliputi berbagai aspek yaitu
orientasi, registrasi, atensi dan kalkulasi,memori dan juga bahasa. Penurunan ini
dapat mengakibatkan masalah antara lain pada memori jangka panjang dan proses
informasi. Untuk memori jangka panjang, lansia akan kesulitan dalam
mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu menarik
perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang orang. Keluhan
kehilangan memori atau penurunan proses mengingat dapat direfleksikan dengan
proses neurodegeneratif yang berkaitan dengan fakta bahwa dalam proses menua
terjadi insidensi peningkatan fungsi kognitif yang tidak digunakan dan aspek non-
psikologis seperti berkurangnya mobilitas atau pergerakan fisik (Azizah, 2011).
Kurangnya latihan dapat menyebabkan kesulitan pergerakan fisik yang
mempengaruhi aktivitas motorik (seperi mandi, berpakaian, berdiri tegak dengan
membawa beban padanya; perubahan proses kognitif (memori, perhatian, dan
kinerja) dan bahkan perubahan cerebral. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Lautenschlager (2008) mengemukakan bahwa mereka yang dengan kerusakan
memori subjektif, program aktivitas fisik yang dilakukan selama 6 bulan dapat
meningkatkan fungsi kognitifnya. Pada beberapa penelitian, demensia
diasosiasikan dengan meningkatnya risiko jatuh (Nugroho,2008). Hal ini
menggambarkan bahwa penurunan fungsi kognitif apabila tidak segera diatasi
dapat mengakibatkan kepikunan yang berpengaruh terhadap kualitas hidup lansia.
3
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai program yang bertujuan untuk
menstimulasi peningkatan fungsi kognitif yang akan berdampak kepada
peningkatan kualitas hidup lanjut usia (lansia). Salah satu program yang saat ini
banyak diperkenalkan yaitu Brain Gym. Brain gym adalah suatu program latihan
yang berfokus pada kegiatan fisik yang spesifik untuk mengaktifkan fungsi otak,
sehingga meningkatkan kinerja kognitif dan membuat lebih mudah dalam
menerima pembelajaran. Pembelajaran yang meliputi seluruh bagian otak melalui
gerakan ini memungkinkan seseorang untuk mengakses area di dalam otak
mereka yang sebelumnya jarang digunakan (Barnes,2003).
Brain gym awalnya lebih banyak dikenalkan kepada kelompok usia anak-
anak, yang biasa digunakan oleh guru sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan konsentrasi siswanya sehingga diharapkan kalau kedepannya dapat
berdampak pada peningkatan prestasi akademik anak didiknya. Namun, akhir-
akhir ini juga banyak ditemukan bahwa brain gym tidak hanya baik untuk
kelompok anak-anak tetapi juga untuk lanjut usia dalam upaya meningkatkan
kemampuan kognitifnya. Seperti yang telah dibuktikan dalam penelitian Barnes
(2003); Festi (2010); dan Sangundo (2008) menyatakan bahwa lanjut usia yang
memperoleh latihan brain gym menunjukkan kemampuan kognitif yang lebih baik
daripada mereka yang tidak dilakukan brain gym.
Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat
dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara pada
meningkatnya kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup
sehingga menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia dari tahun ke tahun akan
semakin meningkat (Menkokesra, 2012). Populasi terbesar penduduk lansia,
sekitar 80%, diperkirakan hidup di negara berkembang, termasuk Indonesia.
Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk diketahui bahwa jumlah
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia
harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta
(9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan
sebesar 28,8 juta (11,34%) dengan usia harapan hidup 71,1 tahun (Menkokesra,
2012). Menurut survei Komisi Nasional Lanjut Usia Jakarta (2009), jika dilihat
4
sebaran penduduk lanjut usia menurut provinsi, presentase penduduk lansia diatas
10 persen ada di provinsi D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan D.I Yogyakarta itu sendiri mengenai
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota pada tahun 2010 diperoleh rasio data sebaran
kepadatan penduduk usia lanjut tertinggi pertama berada di Kabupaten Bantul
yaitu sebesar 10.5% penduduk lansia dari seluruh total penduduk berdasar
kelompok usia dibandingkan dengan Kabupaten Sleman dan Kulon Progo.
Kecamatan Kasihan merupakan salah satu kecamatan yang ada di wilayah Bantul
dengan kepadatan penduduk lansia yang tergolong lebih banyak dibandingkan
kecamatan lainnya menurut data dari Biro Pusat Statistik (BPS) Yogyakarta tahun
2011.
Prevalensi kejadian demensia berdasarkan data dari penelitian yang
dilakukan oleh Amirullah (2008) diketahui bahwa nilai fungsi kognitif yang
diukur menggunakan Mini-Mental State Examinantion (MMSE) kategori normal
di posyandu Adji Yuswo Dusun Ngebel ini sebesar 54,9%, sedang sebesar 29,4%,
dan berat sebesar 11,8%. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti diketahui bahwa beberapa lansia di dusun Ngebel ini ada yang
mengeluhkan masalah memorinya yang cepat lupa hal ini ditunjukkan
berdasarkan skor pengukuran yang dilakukan peneliti menggunakan MMSE
dengan hasil ada yang mengalami demensia tahap ringan dan sedang. Dari hasil
wawancara dengan ketua posyandu lansia, tidak ada upaya khusus yang dilakukan
dalam menanggulangi masalah penurunan kognitif ini karena masalah ini belum
menjadi sorotan. Aktivitas yang rutin dilakukan lansia di dusun ngebel ini adalah
senam lansia satu bulan sekali yang digunakan sebagai upaya meningkatkan
aktivitas olahraga pada lansia.
Penelitian serupa terhadap pengaruh brain gym pada lansia telah banyak
dilakukan, namun terdapat perbedaan dalam hal partisipan antara partisipan di
lembaga sosial dan komunitas. Penelitian mengenai brain gym yang ada
sebelumnya lebih banyak dilakukan di lembaga sosial. Lansia dalam lingkungan
lembaga sosial dan komunitas memiliki perbedaan karakteristik yang akan
memengaruhi fungsi kognitifnya juga, salah satunya dalam lembaga sosial
5
tersebut lansia memiliki keteraturan jadwal kegiatan seperti olahraga, sedangkan
lansia di lingkungan masyarakat tidak. Selain itu, dukungan sosial yang diperoleh
yang akan berakibat pada status kesehatan fisik dan mental lansia yang juga
memengaruhi fungsi kognitif ini akan berbeda pula di kedua lingkup ini. Untuk
itu, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh brain
gym dalam konteks lingkungan masyarakat umum khusunya di Dusun Ngebel,
Kasihan, Bantul.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada pengaruh Brain Gym terhadap
fungsi kognitif pada populasi lanjut usia di Dusun Ngebel, Kasihan, Bantul?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh brain gym
terhadap fungsi kognitif pada populasi lanjut usia di Dusun Ngebel.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui karakteristik lanjut usia di Dusun Ngebel, Kasihan, Bantul.
b. Diketahui nilai rerata fungsi kognitif lansia pada kelompok kontrol di Dusun
Ngebel yang tidak dilakukan intervensi Brain Gym.
c. Diketahui nilai rerata fungsi kognitif lansia pada kelompok intervensi di
Dusun Ngebel sebelum dan sesudah intervensi Brain Gym.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan di bidang kesehatan
khususnya keperawatan jiwa dan gerontik mengenai pengaruh brain gym
6
terhadap fungsi kognitif pada lanjut usia dengan harapan hidup lansia yang
semakin meningkat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Puskesmas
Puskesmas dapat menjadikan penelitian ini sebagai rujukan dalam
memasukkan program penunjang dalam kegiatan posyandu lansia yang
diadakan di masing-masing daerah yang akan berguna dalam
meningkatkan kemampuan kognitif dari populasi lanjut usia.
b. Bagi Praktek Keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan oleh perawat untuk mensosialisasikan
manfaat latihan kognitif ini pada populasi usia lanjut mengingat perawat
sebagai profesi yang terdekat dengan pasien.
.
E. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian dilakukan terkait dengan pengaruh brain gym terhadap
fungsi kognitif lansia. Beberapa penelitian serupa antara lain sebagai berikut:
1. Barnes (2003), melakukan suatu penelitian mengenai Enhancing cognitive
performance in dementia care: Using Brain Gym exercises to access and
enhance cognitive performance. Hasil penelitian menunjukkan dari 24
responden yang diberikan intervensi Brain Gym, sebanyak 16 dari mereka
menunjukkan fungsi kognitif yang lebih baik setelah memperoleh latihan
Brain Gym. Dilakukan pengukuran fungsi kognitif 10 menit sebelum
dilakukan Brain Gym dan kemudian diulang kembali untuk pengukuran
fungsi kognitif setelah dilakukan latihan Brain Gym. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan oleh Barnes (2003) yaitu dalam hal
instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur fungsi kognitif
responden, dalam penelitian ini menggunakan instrumen MMSE (Mini-mental
State Examination) sedangkan penelitian Barnes (2003) menggunakan Tes
7
Tugas Individu untuk mengetahui pengaruh brain gym pada fungsi
kognitifnya.
2. Festi (2010), telah melakukan penelitian tentang pengaruh Brain Gym
terhadap Peningkatan Fungsi Kognitif Lansia dikarang Werdha Peneleh
Surabaya. Hasil penelitian menyatakan bahwa perbedaan fungsi kognitif yang
signifikan antara sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi brain gym serta
terdapat perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sesudah
pelaksanaan intervensi brain gym. Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode penelitian Quassy Experiment dengan uji analisis Mc.Neemar dan chi
square. Penelitian yang dilakukan oleh Festi (2010) ini memberikan
perlakuan selama 3 minggu dengan durasi 2 kali dalam sehari yakni
menjelang dan setelah bangun tidur dengan durasi + 15 menit. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Festi (2010) yaitu, pada
penelitian ini tidak menggunakan uji analisis Mc.Neemar tetapi menggunakan
Uji Paired t-Test dan juga dalam penelitian ini intervensi diberikan sebanyak
2 kali dalam 1 minggu selam 4 minggu dengan durasi + 15 menit.
3. Sangundo (2008), melakukan penelitian mengenai Pengaruh Pelaksanaaan
Brain Gym terhadap fungsi Kognitif pada populasi usila di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Luhur, Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Hasil Penelitian
menunjukkan bahwa Latihan Brain Gym memberikan efek yang signifikan
terhadap fungsi kognitif pada usia lanjut yang diukur menggunakan MMSE.
Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimental lapangan dengan
analisis data Independent sample t-test. Perbedaan penelitian yang dilakukan
oleh Sangundo (2008) dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu mengenai
metode intervensi yang diberikan. Penelitian yang dilakukan oleh Sangundo
(2008) ini memberikan intervensi sebanyak 5 kali dalam 1 minggu dengan
durasi 15 menit selama 3 pekan, sedangkan penelitian ini hanya memberikan
intervensi sebanyak 2 kali dalam satu minggu dengan durasi 15 menit selama
4 minggu. Selain itu, penelitian ini juga berbeda dalam hal analisa data,
populasi, dan jumlah sampel yang ada. Pada penelitian ini penelitian
8
dilakukan pada populasi di komunitas dan dianalisa menggunakan uji Paired
t-test.
.
51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A . Hasil
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dukuh III Ngebel yang merupakan salah
satu dusun di kelurahan Tamantirta, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,
Yogyakarta. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Dukuh Dusun
Ngebel, wilayah Dukuh III Ngebel berbatasan dengan Dusun Geblagan di
sebelah utara, berbatasan dengan Dukuh IV Ngrame di sebelah selatan,
berbatasan dengan Dukuh I Tlogo di sebelah barat, dan berbatasan dengan
Dukuh II Rukeman, Gatak di sebelah Timur.
Dusun Ngebel memiliki beberapa kegiatan rutin yang dilaksanakan baik
secara menyeluruh satu dukuh atau dalam lingkup kecil tiap RT antara lain,
arisan RT, pengajian ibu-ibu/bapak-bapak, serta posyandu lansia. Dusun
Ngebel ini memiliki jumlah penduduk lansia yang cukup banyak berdasarkan
data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan penuturan dari Kepala
Dukuh setempat sehingga kegiatan posyandu lansia dapat berjalan dengan
baik diikuti oleh hampir seluruh lansia yang ada disana. Posyandu ini berdiri
pada tanggal 28 September 2010 dan sampai dengan saat ini semua RT yang
ada dalam wilayah pudukuhan ini telah aktif dalam kegiatan Posyandu
tersebut. Kegiatan yang dilakukan dalam posyandu lansia ini selain kegiatan
pokok posyandu seperti penimbangan berat badan, pemeriksaan dasar, dan
pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS) juga terdapat kegiatan senam lansia.
Senam lansia tersebut dilakukan satu bulan sekali sesuai dengan jadwal
posyandu lansia yang diikuti oleh hampir seluruh lansia yang hadir. Senam
lansia biasanya dipimpin oleh instruktur senam yang dipanggil dari sanggar
senam. Selain kegiatan senam lansia di posyandu tersebut, tidak ada lagi
kegiatan senam lainnya yang dilaksanakan di Dukuh Ngebel ini.
52
2. Analisis Hasil Penelitian
a. Analisis Univariat
1) Karakteristik Responden
Populasi dalam penelitian ini adalah rata-rata lansia yang aktif
mengikuti kegiatan di Posyandu Lansia Adji Yuswa selama periode
kunjungan bulan desember 2012-februari 2013 yaitu sebanyak 60
lansia. Dalam penelitian ini diambil sebanyak 36 responden yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Lansia yang mendapat perlakuan
brain gym sebanyak 18 orang sedangkan kelompok kontrol tanpa brain
gym yaitu sebanyak 18 orang. Karakteristik responden dalam penelitian
ini meliputi usia, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan. Responden
dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia 60-74 tahun.
Hasil analisis univariat berfungsi untuk mendeskripsikan
karakteristik dari subjek penelitian sehingga kumpulan data tersebut
berubah menjadi informasi yang bermakna.
Tabel 4.1
Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
tingkat pendidikan di kelompok kontrol (n=18)
Karakteristik n %
a. Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
2
16
11,1
88,9
b. Usia
60-64
65-69
70-74
3
4
11
16,7
22,2
61,1
c. Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
9
7
0
2
50,0
38,9
0,0
11,1
Total 18 100,0
Sumber: Data Primer
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden yang diambil dalam
kelompok kontrol yaitu sebanyak 18 responden dengan jumlah
responden berjenis kelamin wanita sebanyak 16 orang sedangkan pria
53
sebanyak 2 orang. Usia responden terbanyak dalam penelitian ini yaitu
rentang usia 70-74 tahun dengan presentase sebesar 61,1 % dan usia
responden paling sedikit yaitu dengan rentang usia 60-64 sebesar
16,7%. Tingkat pendidikan responden paling banyak dengan tingkat
pendidikan tidak sekolah yaitu sebanyak 9 orang dan yang paling
sedikit yaitu lansia dengan tingkat pendidikan SMA ada 2 orang
sedangkan tidak ada lansia dengan tingkat pendidikan SMP.
Tabel 4.2
Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin, usia, dan
tingkat pendidikan di kelompok intervensi periode Juni 2013
(n=18)
Karakteristik n %
a. Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
2
16
11,1
88,9
b. Usia
60-64
65-69
70-74
2
4
12
11,1
22,2
66,7
c. Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
10
7
1
0
55,6
38,9
5,6
0,0
Total 18 100,0
Sumber: Data Primer
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa lansia pada kelompok intervensi
terdapat sebanyak 16 orang yang berjenis kelamin perempuan dan 2
orang yang berjenis kelamin laki-laki. Usia lansia paling banyak berada
di rentang usia 70-74 yaitu sebesar 66,7% dan yang paling sedikit ada
di rentang usia 60-64 terdapat sekitar 11,1%. Untuk Tingkat pendidikan
disini paling banyak yang tidak sekolah yaitu sebesar 55,6% sedangkan
yang paling sedikit yaitu SMA tanpa ada seorangpun dan 1 orang
(5,6%) untuk lansia di tingkat pendidikan SMP.
54
2) Gambaran Rata-Rata Hasil Pengukuran Fungsi Kognitif pre-tes dan
post-tes MMSE pada kelompok kontrol
Tabel 4.3
Rata-Rata Hasil Pengukuran Nilai Fungsi Kognitif pre-tes dan
post-tes pada kelompok kontrol
Kategori N Mean Std. Dev Min Max
Nilai Pretes MMSE 18 25,06 2,48 19 29
Nilai Posttes MMSE 18 24,67 2,84 20 29
Sumber: Data Primer
Tabel 4.3 Menunjukkan bahwa rata-rata nilai MMSE lansia pada
kelompok kontrol saat pretes adalah 25,06 dan nilai post-tes 24,67.
Untuk nilai fungsi kognitif yang diukur menggunakan instrumen Mini-
Mental State Examination (MMSE) memiliki nilai tertinggi pada saat
pre-tes 29 dan nilai terendah 19, sedangkan nilai tertinggi pada saat
post-tes 29 dan nilai terendah posttes yaitu 20 di kelompok kontrol.
Selisih rata-rata nilai MMSE pretes dan posttes pada kelompok
kontrol yaitu -0,39, yang artinya nilai posttes MMSE pada kelompok
kontrol lebih rendah 0,39 poin daripada nilai pretes MMSE di kelompok
kontrol.
3) Gambaran Rata-Rata Hasil Pengukuran Fungsi Kognitif pre-tes dan
post-tes MMSE pada kelompok intervensi
Tabel 4.4
Rata-Rata Hasil Pengukuran Nilai Fungsi Kognitif pre-tes dan
post-tes pada kelompok intervensi di Dusun Ngebel, Kasihan,
Bantul di kelompok intervensi periode Juni-Juli 2013
Kategori N Mean Std.Dev Min Max
Nilai pretes MMSE 18 23,50 2,91 17 27
Nilai posttes MMSE 18 24,67 2,78 20 29
Sumber: Data Primer
Tabel 4.4 Menunjukkan bahwa rata-rata nilai MMSE lansia pada
kelompok intervensi adalah saat pretes adalah 23,50 dan nilai post-tes
24,67. Untuk nilai fungsi kognitif yang diukur menggunakan instrumen
Mini-Mental State Examination (MMSE) memiliki nilai tertinggi pada
saat pre-tes 27 dan nilai terendah 17, sedangkan nilai tertinggi pada saat
post-tes 29 dan nilai terendah posttes yaitu 20 di kelompok intervensi.
55
Selisih rata-rata nilai MMSE pretes dan posttes pada kelompok
intervensi yaitu 1,17, yang artinya nilai posttes MMSE pada kelompok
kontrol lebih tinggi 1,17 poin daripada nilai pretes MMSE di kelompok
intervensi.
4) Gambaran Perbedaan Perubahan Fungsi Kognitif Post-tes MMSE pada
Kelompok Kontrol dan Perlakuan
Bagan 4.1
Perbedaan Perubahan Fungsi Kognitif Post-tes MMSE pada
kelompok Kontrol dan Perlakuan
Gambaran hasil nilai MMSE pada kedua kelompok
Bagan 4.1 Menunjukkan hasil nilai MMSE pada kelompok
perlakuan yang meningkat yaitu sebanyak 13 orang (72,2%), tetap
sebanyak 2 orang (11,1%), dan menurun sebanyak 3 orang (16,7%).
Hasil MMSE pada kelompok kontrol yang mengalami peningkatan ada
sebanyak 4 orang (22,2%), tetap ada sebanyak 5 orang (27,8%), dan
menurun sebanyak 9 orang (50%).
0
2
4
6
8
10
12
14
Kel. Intervensi Kel. Kontrol
Naik
Tetap
Menurun
56
b. Analisis Bivariat
1) Hasil Uji Normalitas Data Nilai Pretes, Posttes Fungsi Kognitif dan
Selisih Nilai MMSE pada Kelompok Kontrol dan Intervensi Brain
Gym
Tabel 4.5
Output Hasil Normalitas Data
PERLAKUAN
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig
Nilai
Pre-Tes
Dilakukan Brain
Gym
Tanpa brain
gym
.141
18 .200x .913 18 .097
.148 18 .200 x .959 18 .582
Nilai
Post-Tes
Dilakukan Brain
Gym
.214
18 .028 .930 18 .193
Tanpa brain
gym
.120 18 .200 x .939 18 .278
Selisih
Nilai
MMSE
Dilakukan Brain
Gym
.215 18 .027 .908 18 .079
Tanpa brain
gym
.203 18 .048 .921 18 .133
Sumber: Data Primer
Untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak
maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau Shapiro-Wilk. Uji
Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk sampel yang besar (lebih dari
50) sedangkan Shapiro-Wilk untuk sampel yang sedikit (kurang atau
sama dengan dari 50). Dari tabel 4.5 Diketahui bahwa nilai
signifikansi dengan Shapiro-Wilk (untuk sampel kecil) pada nilai
fungsi kognitif pretes, posttes, dan selisih nilai MMSE menunjukkan
nilai yang lebih dari 0,05 sehingga dapat dikatakan data berdistribusi
normal dan uji parametrik dapat digunakan.
57
2) Hasil penelitian yang menggambarkan tentang kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut:
Tabel 4.6
Hasil Analisis Paired t-Test Fungsi Kognitif Lansia yang
tergabung dalam Kelompok Kontrol tanpa intervensi brain gym
dan Kelompok Intervensi brain gym
Pasangan n Mean + SD t Sig.(2-
tailed)
Ket
Intervensi 18 Pre-tes 23,50+ 2.91
Post-tes 24,67+ 2,78
-3,378 ,004 Bermakna
Kontrol 18 Pre-Tes 25,06+2,48
Post-Tes 24,67+2,84
1,441 ,168 Tidak
Bermakna
Sumber: Data Primer
Tabel 4.6 Menunjukkan hasil dari uji t-berpasangan (Paired t-
Test) antara pre-tes dan post-tes pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Hasil penghitungan didapatkan bahwa nilai
signifikansi yaitu 0,004 (p < 0,05) pada kelompok intervensi yang
berarti bahwa brain gym dapat memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap fungsi kognitif pada lanjut usia.
Tabel 4.7
Hasil Analisis Independent t-Test Selisih Nilai Fungsi Kognitif
(MMSE) pada lansia di Kelompok Kontrol dan Kelompok
Intervensi Brain Gym
Perlakuan
N
Mean
Std.Deviation
Std.Error
Mean
Selisih Nilai
MMSE
Dilakukan brain
gym
18 1,17 1,465 ,345
Tidak dilakukan
brain gym
18 -,39 1,145 ,270
Levene’s Test
for Equality
of Variances
t-test for Equality of
Means
F Sig. t df Sig. (2-
tailed)
Selisih Nilai
MMSE
Equal variances
assumed
.829 .369 3.549 34 .001
Equal variances
not assumed
3.549 32.119 .001
Sumber: Data Primer
58
Tabel 4.7 Menunjukan rata-rata (Mean) selisih nilai MMSE
pada kelompok intervensi adalah sebesar 1,17 dan kelompok kontrol
sebesar -0,39. Angka tersebut menunjukkan bahwa pada kelompok
perlakuan diperoleh rata-rata nilai post-tes MMSE yang meningkat
sebanyak 1,17 poin lebih besar daripada nilai saat pre-tes, sedangkan
pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata nilai post-tes MMSE yang
menurun sebanyak 0,39 poin lebih rendah daripada rata-rata nilai
pre-tes.
Nilai Levene’s tes memperoleh nilai 0,369 yang artinya lebih
besar dari 0,05 yang berarti variabel pada dua kelompok tersebut
memiliki varians yang sama, sehingga nilai signifikansi yang
digunakan adalah hasil uji t baris yang pertama yaitu equal variances
assumed. Hasil uji t-independen diperoleh nilai signifikansinya
0,001. Hal ini berarti bahwa nilai p< 0,05 dan dapat diambil
kesimpulan ada perbedaan rerata selisih nilai MMSE yang bermakna
antara kelompok intervensi brain gym dan kelompok kontrol.
B . Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Pada penelitian ini, jenis kelamin responden paling banyak diikuti oleh
perempuan yaitu sebanyak 16 orang pada masing-masing kelompok kontrol
dan intervensi apabila dibandingkan dengan responden berjenis kelamin laki-
laki yang hanya sebanyak 2 orang saja pada masing-masing kelompok. Hal
ini seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati (2008)
mengenai jenis kelamin dengan pengaruhnya terhadap fungsi kognitif
diketahui bahwa perempuan lebih banyak mengalami gangguan fungsi
kognitif dibanding laki-laki. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli
menyatakan bahwa perempuan mempunyai risiko lebih tinggi dari pria untuk
menderita penyakit demensia alzheimer, ini dapat disebabkan karena umur
59
perempuan yang lebih panjang daripada pria (Santoso, 1996 dalam
Rachmawati, 2008).
Responden dalam penelitian ini didominasi oleh lansia dengan kisaran
usia yaitu 70-74 tahun yaitu sebanyak 11 responden (61,1%) pada kelompok
kontrol dan 12 responden (66,7%) pada kelompok intervensi. Sedangkan
jumlah paling sedikit sebanyak 3 responden (16,7%) pada kelompok kontrol
dan 2 responden (11,1%) pada kelompok intervensi yaitu lansia dengan
rentang usia 60-64 tahun. Menurut Gossard (2013) sedikitnya 10% seseorang
yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% dari mereka yang berusia 85 tahun
memiliki beberapa bentuk kemunduran fungsi kognitif, dengan rentang
penurunan fungsi kognitif ringan sampai demensia. Penurunan fungsi kognitif
terkait dengan penuaan bukanlah penyakit namun lebih merupakan akibat dari
perubahan struktur dan fungsi otak yang normal terjadi selama penuaan.
Seluruh orang yang tumbuh dan berkembang akan mengalami penurunan
kapasitas kognitif seiring dengan perkembangan waktu/usia. Data
menunjukkan bahwa kerangka biologis yang mendasari penurunan
kemampuan berpikir dan bernalar termasuk didalamnya antara lain penurunan
volume otak, kehilangan integritas myelin, penipisan korteks, gangguan
serotonin,asetilkolin, dan dopamin yang merupakan reseptor pengikat sinyal,
akumulasi neurofibril yang kusut, dan kerusakan konsentrasi yang
diakibatkan oleh berbagai sistem metabolis otak.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 kembali, tingkat pendidikan lansia
yang tergabung dalam penelitian ini banyak diikuti oleh lansia yang tidak
mengenyam pendidikan yaitu sebesar 9 lansia (50,0%) untuk kelompok
kontrol dan 10 lansia (55,6%) pada kelompok intervensi yang kemudian
diikuti oleh tingkat pendidikan lansia yang paling sedikit yaitu SMP pada
kelompok kontrol dan SMA pada kelompok intervensi dengan tidak ada
satupun pada tingkat pendidikan tersebut atau 0,0%. Menurut Turner dan
Helms (1995) dalam Dariyo (2003) individu yang memiliki latar belakang
pendidikan ataupun status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperoleh
60
tantangan tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung
menurun kemampuan intelektualnya secara kualitatif dan kuantitatif.
2. Pengaruh Brain Gym terhadap Fungsi Kognitif pada Lansia
Hasil analisis statistik dalam penelitian ini digunakan untuk
menunjukkan adanya pengaruh dari intervensi brain gym terhadap fungsi
kognitif pada lanjut usia. Fungsi kognitif lansia tersebut diukur dengan
menggunakan instrumen Mini-Mental State Examination (MMSE) yang nilai
tersebut akan digunakan sebagai data pre-tes dan data post-tes pada kedua
kelompok.
Setelah diberikan brain gym selama 4 minggu dengan 2 kali pertemuan
setiap minggunya selama 15 menit dilakukan analisis data menggunakan uji t
berpasangan (Paired t-Test) yang disajikan dalam tabel 4.5 diperoleh nilai
p=0,004 pada kelompok intervensi yang artinya bahwa brain gym memiliki
pengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia. Nilai rata-rata fungsi kognitif
pada kelompok intervensi mengalami peningkatan dari rata-rata pretes 23,50
menjadi 24,67 saat posttes. Sedangkan rerata nilai fungsi kognitif pada
kelompok kontrol tidak jauh berbeda antara nilai pre-tes yaitu 25,06 yang
berubah menjadi 24,67 pada saat post-tes. Hal tersebut dibuktikan dengan
hasil uji analisis menggunakan Independent t-Test yang disajikan dalam tabel
4.6 yang diperoleh hasil rata-rata nilai MMSE pada kelompok intervensi 1,17
poin lebih tinggi pada nilai posttes dibandingkan dengan nilai pretes,
sedangkan pada kelompok kontrol mengalami penurunan 0,39 poin lebih
rendah pada nilai posttes jika dibandingkan dengan nilai pretes. Nilai
signifikansi yang diperoleh dengan uji t-independen yaitu sebesar 0,001 yang
artinya p < 0,05 dan diperoleh kesimpulan ada perbedaan rerata nilai MMSE
yang bermakna antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil
tersebut seiring dengan penelitian yang dilakukan oleh Sangundo (2008)
tentang pengaruh dari brain gym terhadap peningkatan fungsi kognitif pada
lanjut usia. Intervensi brain gym yang diberikan sebanyak 5 kali dalam
seminggu dengan durasi 15 menit ini memperoleh hasil perbedaan rerata
selisih nilai MMSE yang bermakna antara usila yang memperoleh brain gym
61
dengan usila yang berada di kelompok kontrol, dimana selisih nilai MMSE
bernilai positif lebih besar terdapat pada kelompok perlakuan atau rerata
selisih nilai MMSE usila pada kelompok intervensi lebih besar secara
bermakna dibandingkan kelompok kontrol.
Responden dalam kelompok kontrol dan kelompok intervensi
didominasi oleh lansia dengan rentang usia 70-74 yaitu sebanyak 61,1% dan
66,7% dengan tingkat pendidikan yang mendominasi yaitu tidak sekolah
sebanyak 54,6% di kelompok kontrol dan 66,7% pada kelompok intervensi.
Responden dengan rentang usia 70-74 dan tidak memiliki dasar pendidikan di
kelompok kontrol dan intervensi ini mengalami perubahan fungsi kognitif
yang berbeda dimana responden dengan kriteria tersebut di kelompok
intervensi lebih banyak yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan
kelompok kontrol yang lebih banyak mengalami penurunan. Hal tersebut
dikaitkan dengan pengoptimalan fungsi otak yang tidak dilakukan di
kelompok kontrol. Paparan terhadap proses pembelajaran yang baru yang
mampu mengasah kemampuan intelektual dan kegiatan fisik yang mampu
meningkatkan aliran darah ke otak tidak dilakukan di kelompok kontrol dapat
mendasari terjadinya perbedaan skor fungsi kognitif diantara dua kelompok
tersebut.
Penelitian lainnya yang serupa dengan penelitian ini seperti yang
dilakukan oleh Barnes (2003) yang meneliti mengenai penggunaan brain gym
pada pasien alzheimer untuk meningkatkan fungsi kognitif di lembaga
perawatan demensia. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa terjadi
peningkatan hasil pengukuran tugas individu post-tes pada kelompok
perlakukan sebanyak 23% apabila dibandingkan dengan kelompok kontrol
yang hanya mengalami peningkatan sebanyak 3% peningkatan hasil
pengukuran tugas individu. Peningkatan nilai post-tes pada kelompok
perlakuan tersebut dialami setelah dilakukan brain gym selama 45 menit
sedangkan kelompok kontrol tidak mendapatkan latihan brain gym. Penelitian
ini berhasil membuktikan bahwa latihan gerakan (Educational Kinesiology)
tidak memiliki efek yang sama pada semua pasien alzheimer. Pada tes
62
pengukuran yang kedua di kelompok kontrol, 11 orang memiliki hasil yang
lebih baik jika dibandingkan dengan hasil pengukuran tes yang pertama
sedangkan 3 orang lainnya memiliki hasil yang cenderung tidak berubah. Hal
tersebut dapat dihubungkan dengan pengulangan terhadap tugas individu
yang ada relatif hanya dengan waktu yang singkat. Brain gym merupakan
program latihan yang berfokus pada aktifitas fisik yang spesifik yang dapat
mengaktifkan otak, dengan demikian dapat meningkatkan kinerja fungsi
kognitif dan membuat proses belajar menjadi lebih mudah. Pembelajaran
menggunakan seluruh otak melalui gerakan ini dapat membuat seseorang
mengakses area di otak mereka yang sebelumnya jarang digunakan oleh
mereka (Barnes, 2003).
Otak tersusun dari kumpulan neuron, dimana neuron merupakan sel
saraf panjang seperti kawat yang mengantarkan pesan-pesan listrik lewat
sistem saraf dan otak. Sel-sel pada suatu daerah otak menghubungkan bagian-
bagian tubuh yang lain secara kontinyu dan otomatis. Neuron mengirimkan
sinyal dan menyebar secara terencana, semburan listrik terhentak-hentak yang
membentuk bunyi yang jelas (kertak-kertuk) yang timbul dari gelombang
kegiatan neuron yang terkoordinasi, dimana gelombang itu sebenarnya
sedang mengubah bentuk otak dan membentuk sirkuit otak menjadi pola-pola
yang lama kelamaan akan menyebabkan seseorang mampu menangkap suara,
sentuhan, dan gerakan. Otak mempunyai lima bagian utama yaitu otak besar
(serebrum), otak tengah (mesenfalon), otak kecil (serebelum), jembatan varol,
dan sumsum sambung (medula oblongata) yang memiliki fungsi dan peranan
penting sehingga fungsinya saling terkait satu sama lain (Price, 2006).
Beberapa mekanisme yang mungkin dari aktifitas fisik sehingga dapat
mempengaruhi fungsi kognitif antara lain peningkatan sirkulasi darah ke otak,
mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan serebrovaskuler, dan
menstimulasi pertumbuhan neuron dan pertahanannya. Menurut Barnes
(2003) brain gym berfungsi untuk menunda meningkatnya masalah persepsi
dan defisit koordinasi motorik. Latihan brain gym ini sendiri dapat
merangsang kemudahan dan keseimbangan gerakan sepanjang tiga dimensi
63
tubuh yaitu dimensi lateralis (otak kiri-kanan), dimensi pemfokusan (otak
depan-belakang), dan dimensi pemusatan (otak atas-bawah). Penelitian yang
juga dilakukan oleh Festi (2010) tentang pengaruh brain gym terhadap
peningkatan fungsi kognitif lansia, metode brain gym yang dilakukan 2 kali
sehari dengan durasi 15 menit selama 3 pekan ini memperoleh hasil terdapat
perbedaan fungsi kognitif antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
sebelum dan sesudah intervensi brain gym. Perbedaan fungsi kognitif lansia
antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol terjadi karena pada
kelompok kontrol tidak terjadi pengoptimalan fungsi otak kembali secara
menyeluruh dan efektif karena pada lansiia terjadi beberapa perubahan,
diantaranya perubahan fisik dan psikologis, perubahan ini mempengaruhi
penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
Dalam mode paralel, dengan meningkatkan kemudahan pergerakan di
dalam dimensi tubuh tersebut secara teoritis dapat menstimulasi integrasi
koneksi saraf antara pusat otak dalam dimensi yang sama. Pusat otak yang
terletak berlawanan dari masing-masing dimensi menyediakan fungsi
komplementer untuk suatu tugas kinerja. Ketika bagian berlawanan dari
masing-masing dimensi diintegrasi, kemampuan atau kinerja secara umum
akan meningkat; kemampuan tersebut yang disebut dengan ―komunikasi‖
untuk dimensi hemisfer kanan-kiri, ―organisasi‖ untuk dimensi atas bawah,
dan ―pemahaman/perhatian‖ untuk dimensi depan dan belakang otak. Suatu
waktu, dimensi tersebut tidak terintegrasi untuk melakukan suatu tugas
karena stress dan faktor lainnya. Pada keadaan ini, penggunaan latihan brain
gym dapat meningkatkan kemudahan seseorang dalam melakukan gerakan
fisik dan penerimaan informasi diantara pusat-pusat otak terhadap tugas yang
diberikan sehingga dapat meningkatkan kinerja dan fungsi kognitif mereka
(Dennison, 2004).
Berdasarkan evaluasi dari responden yang mendapatkan perlakuan
brain gym mengatakan bahwa mereka sekarang lebih mudah mengingat
sesuatu, kemampuan komunikasi dan bahasa lebih baik, dan juga badan
mereka terasa lebih ringan dan kuat setelah mengikuti kegiatan brain gym.
64
C . Keterbatasan Penelitian
1. Kesulitan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti mengalami kesulitan sebagai berikut :
a. Kesulitan dalam melakukan screening nilai fungsi kognitif karena
peneliti harus berkeliling satu dusun untuk mencari rumah dari setiap
lanjut usia yang ada di wilayah tersebut.
b. Kesulitan yang berhubungan dengan proses pengenalan gerakan-gerakan
brain gym pada awalnya kepada lansia.
c. Ada beberapa peserta brain gym yang tidak secara rutin mengikuti
kegiatan karena memiliki beberapa kesibukkan sehingga peneliti harus
mencarikan ganti jadwal untuk responden tersebut.
d. Peneliti harus melakukan perubahan kriteria inklusi (perubahan batas
nilai MMSE) karena kesulitan mendapatkan responden dengan kriteria
awal yang ditetapkan.
2. Kelemahan Penelitian
a. Jeda waktu dalam memberikan intervensi brain gym kurang
dipertimbangkan sehingga dapat mempengaruhi hasil penelitian.
b. Tidak ada pemberian informasi tentang gerakan brain gym pada keluarga
dan responden di kelompok kontrol, hanya secara umum saja sehingga
untuk kendali untuk tidak melakukan brain gym pada kelompok kontrol
kurang reliabel.
c. Apersepsi dengan asisten peneliti kurang demonstrasi bersama sehingga
akan berpengaruh terhadap kesetaraan intepretasi hasil pengukuran nilai
MMSE.
d. Responden yang diambil hanya responden yang mengikuti kegiatan
posyandu lansia saja, padahal di wilayah tersebut masih ada lansia yang
tidak terdaftar dalam kegiatan posyandu lansia.
e. Homogenitas dalam kedua kelompok kurang dapat dilakukan karena
jumlah responden yang digunakan dalam lingkup kecil sehingga
homogenitas sulit dilakukan.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebagian besar responden didominasi berjenis kelamin wanita yaitu
sebanyak 88,9% dan laki-laki 11,1% pada masing-masing kelompok dimana
rentang usia tertinggi yaitu 70-74 sebanyak 61,1% di kelompok kontrol dan
66,7% di kelompok intervensi dengan tingkat pendidikan tidak sekolah
yaitu 50% di kelompok kontrol dan 55,6% di kelompok intervensi.
2. Nilai pretes MMSE yaitu dari 23,50 menjadi 24,67 yang artinya terdapat
peningkatan pada nilai posttes sebanyak 1,17 poin lebih tinggi pada
kelompok intervensi.
3. Nilai pretes MMSE yaitu 25,06 berubah menjadi 24,67 yang artinya
terdapat perbedaan 0,39 poin lebih rendah pada nilai posttes untuk
kelompok kontrol.
4. Ada pengaruh brain gym terhadap fungsi kognitif pada kelompok intervensi
dengan diperoleh nilai p=0,001 (p<0,05) dengan menggunakan analisis t
berpasangan. Sedangkan menurut analisis independent t-test diperoleh nilai
p= 0,001 yang artinya terdapat perbedaan selisih rerata yang bermakna pada
kelompok intervensi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan
kata lain brain gym efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif lansia.
B. Saran
1. Bagi pihak Puskesmas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah
satu program yang ditawarkan dan dikenalkan kepada lansia melalui
kegiatan Posyandu Lansia mengingat kegiatan tersebut berada dibawah
naungan Puskesmas dan banyak lansia yang terlibat dalam kegiatan tersebut
sebagai metode untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia sehingg
diharapkan kualitas hidup lansia dapat terus meningkat.
66
2. Bagi keperawatan gerontik, hasil penelitian ini diharapkan dapat
disosialisasikan sehingga disini dapat diketahui bahwa menjadi tua tetapi
masih dapat memiliki fungsi kognitif yang baik.
3. Bagi Posyandu Adji Yuswa, Kasihan, Bantul, hasil penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan sebagai dasar dalam pelaksanaan senam brain gym yang
diselipkan dalam kegiatan posyandu lansia.
4. Bagi peneliti selanjutnya dapat menjadikan penelitian ini sebagai salah satu
acuan dan lebih mengembangkannya lagi, namun lebih dispesifikasi lagi
terhadap pertimbangan jeda waktu pemberian perlakuan karena akan
mempengaruhi hasil penelitian, kriteria inklusi penelitian dapat lebih
dispesifikasikan lagi, misalnya saja tingkat pendidikan responden yang
dapat dibuat dua jenis tingkat pendidikan saja dan dapat menambah jumlah
sesi pertemuan untuk melakukan intervensi agar dapat diperoleh pengaruh
yang lebih spesifik.
DAFTAR PUSTAKA
Aamodt, S & Wang, S. (2007). Exercise on the Brain. The New York Times edisi 8
november 2007. Diakses melalui
http://www.nytimes.com/2007/11/08/opinion/08aamodt.html?ei=5070&e
m=&en=875b1c15ea6447c9&ex=1194670800&pagewanted=print pada
31 Desember 2013.
Amirullah. (2008). Evaluasi Keaktifan Lansia dalam Mengikuti Program
Posyandu Lansia terhadap Tingkat Demensia Lansia di Posyandu Adji
Yuswo Ngebel Tamantirta Kasihan Bantul. Skripsi Fakultas
Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Anonim. (2010). Profil Lanjut Usia 2009. Jakarta: Komisi Nasional Lanjut Usia.
Anonim. (2012). Bantul dalam angka 2012. Yogyakarta: Biro Pusat Statistik.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penlitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi
2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Azizah, L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Barnes, I. (2003). Enhancing Cognitive Performance in Dementia Care. Reading
in Dementia Care Journals Volume 14, Number 1, February-March
2003.Volume 14, Number 1, 33-37.
Dahlan, M. S. (2012). Statistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,
Bivariat dan Multivariat. Jakarta: Salemba Medika.
Dariyo, Agus. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta: Grasindo.
Demuth, Ellisabeth. (2005). Meningkatkan Potensi Belajar Melalui Gerakan dan
Sentuhan: Sebuah Pengantar dan Pedoman Dasar ―Edu-K‖ dan ―Brain-
Gym‖. Intim-Jurnal Teologi Konstektual Edisi No.8.
Dennison, P.E & Dennison, G.E. (2004). Buku Panduan Lengkap Brain Gym
(Senam Otak). Jakarta: Grasindo.
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan. (2003).
Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta.
Festi, P. (2010). Pengaruh Brain Gym terhadap Kognitif Lansia di Karang Werdha
Peneleh Surabaya. Jurnal Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Surabaya.
Goldman, H.H. (2000). Review of General Psychiatry: An Introduction to Clinical
Medicine 5th
ed. Singapore: McGraw-Hill.
Gossard, B. (2013). Age Related Cognitive Decline. An article from Life
Extension Foundation 2013. Diakses melalui
http://www.lef.org/protocols/neurological/age_related_cognitive_decline
_01.htm pada 20 juni 2013.
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
Hernandez, C.R., Gonzalez, M.Z., Lucas, A.F., Aloneo, T.O. (2008). The Effect
of motor activity on improved memory and emotional well-being in
elderly women. International Journal of Sport Science VOLUMEN IV
No.13 October 2008.
Khasanah, Novia. (2010). Hubungan antara Tingkat Pendidikan dengan Kejadian
Penurunan Daya Ingat (Demensia) pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Yogyakarta. Jurnal Publikasi Skripsi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
King, L.A. (2010). Psikologi Umum Sebuah Pandangan Apresiatif (The Science
of Psychology: An Appreciate View). Jakarta: Salemba Humanika.
Lautenschlagner, N.T., Cox, K.L., Flicker, L., Foster, J.K., Bockxmeer, F.M.,
Xiao, J., Greenop, K.R., Almeida, O.P. 2008. Effect of Physical Actiity
on Cognitive Function in Older Adults at Risk for Alzheimer Disease.
JAMA Volume 300, No.9. America: American Medical Association.
Lumbantobing, S.M. (2006). Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta: Penerbit FKUI
Markam, S., Mayza, A., Pujiastuti, H., Erdat, M. S., Suwardhana., & Solichien, A.
(2006). Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta: Grasindo.
Maryam,S.R., Ekasari, F.M., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. (2008).
Mengenal Lanjut Usia dan Perawatannya. Jakarta:Salemba Medika.
Maskel, B., Shapiro D.R., Ridley, C. (2004). Effects of Brain Gym on Overhand
Throwing in First Grade Students: A Preliminary Investigation. Physical
Educator 61, 14-23.
McDowell, I. (2006). Measuring Health: A Guide to Rating Scales and
Questionnaires, Third Edition. New York: Oxford University Press
Meiner, S.E. (2012). Gerontologic Nursing 4th
Edition. United States of America:
Elsevier Mosby.
Myers, J.S. (2008). Factors Associated with Changing Cognitive Function in
Older Adults: Implication for Nursing Rehabilitation. Reading in
Rehabilitation Nursing, Vol.33 No.3. Diakses melalui
http://www.rehabnurse.org/pdf/rnj285.pdf pada 12 mei 2013.
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik edisi 3. Jakarta: EGC.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Papalia., Olds., & Feldman. (2009). Human Development Perkembangan Manusia
edisi 10 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Papalia., Olds., & Feldman. (2008). Human Development (Psikologi
Perkembangan) Bagian V s/d IX Masa Remaja, Dewasa Awal, Dewasa
Pertengahan, dan Dewasa Akhir (Scanlan, Binkin, Michieletto, Lessig,
Elizabeth, & Borson, Agustus)Sebuah Kehidupan Edisi Kesembilan.
Jakarta: Salemba Humanika.
Price, S.A., Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Rachmawati, S.D . (2008). Pengaruh Jenis Kelamin, Pendidikan, dan Status
Perkawinan terhadap terjadinya Demensia pada Lansia. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sangundo, M.F. (2008). Pengaruh Pelaksanaan Brain Gym terhadap Fungsi
Kognitif pada Populasi Usila di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur,
Kasongan, Bantul, Yogyakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Santrock, J.W. (2009). Psikologi Pendidikan (Educational Psychology) Edisi 3.
Jakarta: Salemba Humanika.
Situmorang, P.A. (2010). Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat
Lansia di Panti Werha Karya Kasih Monginsidi Medan. Skripsi Ilmu
Keperawatan. Universitas Sumatra Utara.
Scanlan, J. M., Binkin, N., Michieletto, F., Lessig, M., Elizabeth, Z., & Borson, S.
(2007). Cognitive Impairment, Chronic Disease Burden, and Functional
Disaility: A Population Study of Older Adults. Am J Geriatr Psychiatry
15:8 . Diakses melalui
http://pdfs.journals.lww.com/ajgponline/2007/08000/Cognitive_Impairm
ent,_Chronic_Disease_Burden,_and.10.pdf pada 26 januari 2013 jam
20.00.
Setyopranoto, I. (2002). Reliabilitas dan Validitas Mini-Mental State Examination
untuk Penapisan Demensia. Logika vol 8 No.9 September 2002. Diakses
melalui http://data.dppm.uii.ac.id/uploads/l080901.pdf pada 13 februari
2013 pukul 14.00 WIB
Situs Resmi Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. (2012).
Lansia Masa Kini dan Mendatang. Diakses pada tanggal 7 mei 2012 dari
http://oldkesra.menkokesra.go.id.
Vertesi, A., Lever, J. A., Molloy, D. W., Sanderson, B., Tuttle, I., Pokoradi, L., et
al. (2001). Standardized Mini-Mental State Examination Use and
Interpretation. Canadian Family Physician vol.47 .
Wallace, M. (2008). Essentials of Gerontologic Nursing. New York: Springer
Publishing Company.
Weuve, J., Kang, J.H., Manson, J.E., Breteler, M.M., Ware, J.H., & Grodstein, F.
(2007). Physical Activity, Including Walking, ad Cognitive Function in
Older Women. The Journal of the American Medical Association,
September 22/29,2004—Vol 292, No.12. Diakses melalui
jamanetwork.com/.