pengantar sinematografi

30
Pengantar Sinematografi Fajar Junaedi Bahan Kuliah PBKM Fakultas Kedokteran UMY

Upload: niddy-rohim-febriadi

Post on 16-Feb-2015

187 views

Category:

Documents


58 download

DESCRIPTION

Sinematograpfi Jun UMY

TRANSCRIPT

Page 1: Pengantar Sinematografi

Pengantar Sinematografi

Fajar Junaedi

Bahan Kuliah PBKM Fakultas Kedokteran UMY

Page 2: Pengantar Sinematografi

Kata sinematografi secara etimologis (asal usul kata) berasal cinematography (Bahasa Inggris) yang bersumber dari Bahasa Yunani kinema yang berarti gerakan dan graphoo yang berarti menulis

Page 3: Pengantar Sinematografi

Shot

Shot bisa diartikan sebagai bagian dari adegan. Shot, jika disejajarkan dengan ”kata”. ”Kata-kata” jika dijajarkan belum tentu membentuk satu kalimat. Demikian juga dengan rangkaian gambar yang bersambungan dalam rangkaian tertentu belum tentu mampu menyampaikan pesan kepada audiens. Jika hubungan antargambar dimaksudkan untuk menceritakan sesuatu, maka harus ada sesuatu yang menunjukannya, seperti dengan komposisi gambar, obyek yang bergerak dalam frame dan relasi antara penonton dengan obyek yang berada dalam cerita (Junaedi,2011:50).

Page 4: Pengantar Sinematografi

Scene

Dalam logika bahasa tulis, jika kalimat-kalimat dirangkai maka akan terbentuk paragraf, namun penyusunan kalimat-kalimat untuk membentuk paragraf tidak bisa sembarangan. Kalimat-kalimat yang disusun harus membentuk logika yang bisa diterima akal sehat (common sense). Dalam bahasa audio-visual inilah yang dinamakan sebagai scene, sehingga secara mudah scene bisa dipahami sebagai paragraf yang berarti gabungan scene-scene sehingga membentuk logika yang logis dan bisa dipahami oleh penonton (Junaedi,2011:50-51).

Page 5: Pengantar Sinematografi

Untuk membuat scene, shot-shot digabungkan atau dirangkai satu dengan yang lain.

Dalam perangkaian ini dikenal istilah transisi yang digunakan untuk menggabungkan shot-shot menjadi scene.

Page 6: Pengantar Sinematografi

Beberapa transisi yang jamak dikenal adalah sebagai berikut Cut yaitu perpindahan atau pergantian langsung

dari satu shot ke shot yang lain. Cut berfungsi untuk kesinambungan adegan dimana pengambilan gambar kamera tidak mampu lagi mengikuti adegan yang terjadi.

Misalnya, kita mengambil adegan demontrasi yang sedang melakukan long march. Pada saat kamera following (mengikuti) adegan demonstrasi terhalang oleh gedung, maka kita dalam melakukan cut dan kemudian kita berpindah ke shot lain dengan camera angle yang berbeda untuk menyajikan kesinambungan shot (Junaedi,2011:51).

Page 7: Pengantar Sinematografi

Selain itu, transisi cut juga berfungsi untuk mengeksplorasi detil obyek. Misalnya, dengan extreme long shot kita menampilkan gambar ribuan orang yang sedang berdemonstrasi, kemudian dipotong dan disambung dengan cut berupa gambar poster/spanduk yang dibawa oleh para pengunjuk rasa, agar penonton tahu apa yang sebenarnya disuarakan oleh pengunjuk rasa.

Page 8: Pengantar Sinematografi

Transisi cut juga berfungsi untuk membangun suasana dalam peristiwa yang ditampilkan, seperti dengan cut to cut secara cepat (fast cutting) akan menciptakan suasana dinamis dan tegang.

Misalnya kita ingin menampilkan suasana dinamis dalam persiapan sebuah grup band yang akan tampil dipanggung, maka kita dapat melakukan fast cutting, sehingga muncul kesan dinamis dari persiapan yang dilakukan oleh band tersebut.

Sebaliknya, dengan cut to cut secara pelan (slow cutting) akan memberikan kesan tenang dan lamban, misalnya kita ingin menampilkan suasana desa yang tenang dan damai maka kita dapat memilih transisi cut yang berjenis slow cutting.

Page 9: Pengantar Sinematografi

Fungsi terakhir dari transisi cut adalah untuk menyatakan perubahan tempat dan waktu. Untuk menyatakan perubahan waktu, kita dapat menggunakan gambar yang diambil siang dan kemudian cut dengan malam. Demikian juga untuk menyatakan perubahan tempat, kita dapat menggunakan eksterior kemudian cut dengan interior.

Page 10: Pengantar Sinematografi

Kedua adalah transisi dissolve, yang berarti perpindahan gambar yang dilakukan secara tumpang tindih dari akhir shot tertentu dengan bagian awal dari shot sesudahnya. Transisi ini dimanfaatkan sebagai jembatan yang menghubungkan dua shot yang berbeda tempat, adegan, waktu dan sebagainya

Page 11: Pengantar Sinematografi

Ketiga adalah transisi wipe, yang berarti efek optik yang memiliki fungsi sebagai transisi dari adegan ke adegan. Pada layar hal ini terlihat dari munculnya semacam garis yang menghapus gambar terdahulu, sementara gambar dari shot sesudahnya mulai muncul mengikuti garis tersebut (Junaedi,2011:51).

Page 12: Pengantar Sinematografi

Keempat adalah transisi fade yang berarti efek optik yang dimanfaatkan untuk kepentingan transisi, dimana gambar berubah secara berangsur-angsur menjadi lebih gelap (fade out) atau sebaliknya secara perlahan menjadi terang.

Page 13: Pengantar Sinematografi

Sequence

Berbagai scene jika ditata menjadi sebuah kesatuan akan menjadi sequence, dimana dengan demikian kita akan paham tentang kejadian tersebut secara utuh. Umumnya rangkaian scene dapat menjadi sequence karena adanya dihubungkan adanya kesatuan lokasi atau kesatuan waktu.

Page 14: Pengantar Sinematografi

Camera Angle

Camera angle atau yang biasa diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai tata kamera adalah sudut pandang dari penonton.

Mata penonton akan diwakili oleh mata kamera. Penempatan sudut pandang kamera akan mempengaruhi sudut pandang penonton.

Misalnya dalam sebuah aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan pengunjuk rasa, maka camera angle yang dipilih harus mampu mewakili sudut pandang dari penonton, mulai dari banyaknya orang yang terlibat dari aksi unjuk rasa tersebut, sampai isu yang disuarakan oleh pengunjuk rasa (Junaedi,2011:53).

Page 15: Pengantar Sinematografi

dua hal besar yang perlu diperhatikan dalam camera angle

Pertama, seberapa besar atau banyak wilayah yang harus diambil?

Kedua, sudut pandang terbaik manakah yang bisa dipilih untuk mewakili mata penonton.

Page 16: Pengantar Sinematografi

Penempatan Kamera dari Sudut Pandang Obyek

Objective Camera Angle Sudut pandang ini dilakukan dengan prinsip

kamera seolah tersembunyi. Kamera ditempatkan di satu titik dengan seolah-olah tidak mewakili siapapun. Penonton tidak dilibatkan dalam adegan yang di-shot. Subjective camera angle

Sudut pandang ini mengasosiasikan penonton menjadi bagian yang terlibat dalam gambar yang ditampilkan.

Page 17: Pengantar Sinematografi

Penempatan Kamera dari Sudut Pandang Penonton

Eye Level Penempatan ini berarti kamera ditempatkan sejajar dengan mata

subyek. Ini akan melahirkan kesan relasi yang sifatnya sejajar antara subyek dan penonton. Low Angle

Penempatan low angle berarti kamera ditempatkan lebih bawah daripada subyek. High Angle

Penempatan kamera high angle berarti kamera ditempatkan lebih tinggi dari subyek sehingga kesan yang terbangun adalah subyek memiliki status sosial rendah, sedang bersedih, lemah dan sebagainya.

Page 18: Pengantar Sinematografi

Shot Size

Extreme Long Shots (ELS) Tujuan dari pengambilan gambar ELS adalah untuk menampilkan

keseluruhan lokasi atau adegan. Tujuan ini diwujudkan dengan komposisi yang sangat jauh, luas dan berdimensi lebar. Very Long Shot (VLS)

Tujuan dari pengambilan gambar VLS adalah untuk menambahkan adegan kolosal yang banyak melibatkan orang atau obyek. Tujuan ini diwujudkan dalam komposisi panjang dan luas, namun lebih kecil dari ELS. Long Shot (LS)

Tujuan dari pengambilan gambar ini adalah untuk memperkenalkan obyek. Jika obyeknya berupa orang, ini bisa dilakukan dengan menampilkannya secara utuh lengkap dengan latar setting-nya. Tujuan ini diwujudkan dalam komposisi total yang menampilkan keseluruhan obyek, misalnya jika menampilkan orang, maka ditampilkan dari ujung rambut sampai ujung kepala.

Page 19: Pengantar Sinematografi

Medium Long Shot (MLS) Medium Long Shot atau MLS dilakukan dengan mengambil

gambar yang ditarik dari garis imajiner dari LS lalu di zoom in sehingga kita akan mendapatkan gambar dalam ukuran MLS yang lebih padat daripada LS. Medium Shot (MS)

Medium Shot atau MS dilakukan untuk pengambilan gambar orang yang memperlihatkan dari tangan sampai kepala. Ukuran ini biasa digunakan saat melakukan wawancara Medium Close up (MCU)

Secara sederhana Medium Close up atau MCU bisa diartikan sebagai ”gambar setengah badan”, karena memang menampilkan obyek, seperti manusia dalam ukuran setengah badan dengan latar belakang yang masih bisa dinikmati oleh penonton.

Page 20: Pengantar Sinematografi

Close up (CU) Pengambilan gambar secara Close up dilakukan dengan cara

obyek, misalnya manusia, direkam dari leher sampai ujung batas kepala. Jika kita menggunakan Close up, maka kita dapat mengeksplorasi orang secara sangat detil, mulai dari ekspresi, kedipan mata, raut muka dan sebagainya. Demikian juga, jika Close up digunakan untuk pengambilan gambar berupa benda maka kita dapat mengeksplorasi secara detil benda tersebut. Big Close up (BCU)

Teknik ini bisa digunakan untuk menampilkan kedalaman pandangan mata, ekspresi kebencian pada wajah, keharuan dan sebagainya. Ini juga dapat dilakukan pada benda, dimana kita dapat menampilkan sisi kedalaman dari obyek. Tanpa kata-kata, dengan teknik ini, gambar sudah berbicara.

Page 21: Pengantar Sinematografi

Extreme Close up (ECU) Pengambilan gambar ini dilakukan dengan cara Close up yang di

zoom in untuk mengeksplorasi bagian tertentu dari obyek secara lebih detail. Misalnya jika obyek tersebut berupa orang, maka ECU bisa dilakukan dengan mengeksplorasi bagian mata, sehingga akan diperoleh kedalaman dari mata tersebut. ECU biasa digunakan untuk perpindahan (transisi) gambar dari angle dan komposisi yang berbeda. Over Shoulder Shot (OSS)

Over Shoulder Shot (OSS) adalah pengambilan gambar obyek, yang bisa berupa manusia ataupun benda dari belakang bahu seseorang. Bahu ini menempati kurang lebih sepertiga frame gambar (Junaedi,2011:54-58)

Page 22: Pengantar Sinematografi

OSS

Page 23: Pengantar Sinematografi
Page 24: Pengantar Sinematografi

Gerakan Kamera

Panning / Pan Panning atau pan adalah menggerakan

kamera secara mendatar atau horizontal ke arah kanan (pan right) atau ke arah kiri (pan left) dengan menggunakan kepala tripod sebagai poros.

Page 25: Pengantar Sinematografi
Page 26: Pengantar Sinematografi

Tilting / Tilt

Tilting atau tilt adalah gerakan kamera secara vertikal ke atas atau ke bawah. Jika ke atas disebut sebagai tilt up dan jika ke bawah dinamakan sebagai tilt down. Gerakan ini dilakukan untuk mengikuti gerakan obyek, sehingga dapat menciptakan efek dramatis. Untuk itu perlu ditentukan titik awal dan titik akhir shot sebelum pengambilan gambar

Page 27: Pengantar Sinematografi
Page 28: Pengantar Sinematografi

Zoom

Zoom adalah gerakan lensa zoom untuk mendekati dan menjauhi obyek secara optik dengan melakukan pengubahan terhadap panjang fokal lensa dari sudut pandang sempit ke sudut pandang lebar (wide angle) atau sebaliknya. Ini berarti ada dua jenis zoom yaitu zoom in yang berarti mendekatkan obyek, seperti dari long shot menuju close up dan zoom out yang menjauhkan obyek seperti dengan close up menuju long shot.

Page 29: Pengantar Sinematografi

Komposisi gambar

Page 30: Pengantar Sinematografi

Referensi

Junaedi, Fajar (2011). Membuat Film Membuat Film Dokumenter, Sebuah Dokumenter, Sebuah Panduan PraktisPanduan Praktis. Yogyakarta, Lingkar Media