pengantar latar belakang -...

28
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Epidemi atau wabah penyakit merupakan salah satu faktor penyebab terbesar kematian penduduk. Wabah dapat menyerang tanpa pandang bulu, dapat menimpa anak-anak, orang tua, wanita, pria, dan dari kalangan sosial manapun. Penyebab berjangkitnya wabah yang menimbulkan kematian bisa disebabkan faktor alam, manusia, maupun kegaganasan penyakit yang menyerang. Faktor alam dapat berupa gunung meletus, banjir, dan kekeringan. Faktor manusia misalnya berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari seperti masalah pembuangan limbah rumah tangga dan cara memperdayakan sumber daya alam. 1 Timbulnya wabah dapat memberikan gambaran buruknya kondisi kesehatan penduduk. Berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi masyarakat meliputi gizi atau nutrisi yang tidak baik, kurang dalam hal menjaga kebersihan lingkungan dan penyediaan air bersih maupun pelayanan kesehatan. Gambaran semacam ini umum terjadi 1 Lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 5 (Jakarta: PT Adi Cipta Pustaka, 1989) hm. 140

Upload: vunhu

Post on 07-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Epidemi atau wabah penyakit merupakan salah satu faktor

penyebab terbesar kematian penduduk. Wabah dapat menyerang

tanpa pandang bulu, dapat menimpa anak-anak, orang tua, wanita,

pria, dan dari kalangan sosial manapun. Penyebab berjangkitnya

wabah yang menimbulkan kematian bisa disebabkan faktor alam,

manusia, maupun kegaganasan penyakit yang menyerang. Faktor

alam dapat berupa gunung meletus, banjir, dan kekeringan. Faktor

manusia misalnya berkaitan dengan kehidupannya sehari-hari

seperti masalah pembuangan limbah rumah tangga dan cara

memperdayakan sumber daya alam.1

Timbulnya wabah dapat memberikan gambaran buruknya

kondisi kesehatan penduduk. Berbagai faktor yang mempengaruhi

kondisi masyarakat meliputi gizi atau nutrisi yang tidak baik, kurang

dalam hal menjaga kebersihan lingkungan dan penyediaan air bersih

maupun pelayanan kesehatan. Gambaran semacam ini umum terjadi

1 Lihat Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 5 (Jakarta: PT Adi

Cipta Pustaka, 1989) hm. 140

Page 2: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

2

di negara-negara miskin atau sedang berkembang dengan

pertumbuhan penduduk besar, hal ini juga menimpa penduduk di

pulau Jawa pada masa kolonial khususnya di daerah pedesaan.

Salah satu akibat dari pertumbuhan penduduk Jawa yang

besar ialah semakin meningkat kepadatan penduduknya.2 Dalam

satu sisi jumlah penduduk yang besar memang menguntungkan

yaitu untuk sumber tenaga kerja perkebunan dan sumber tenaga

pada industri milik pemerintah. Akan tetapi, bagi pemerintah kolonial

jumlah penduduk yang besar menuntut konsekuensi lain, yakni

menyediakan mata pencaharian yang lebih banyak lagi.3 Sudah

selama berabad-abad pulau Jawa terkenal sangat padat

penduduknya dan salah satu penyebabnya adalah tingkat kelahiran

yang tinggi.

Kepadatan penduduk berpengaruh terhadap kapasitas agraris

yang tersedia. Jalan yang termudah ditempuh adalah penduduk

mulai menyebar ke seluruh bagian pulau Jawa dan terjadilah

pembukaan lahan-lahan baru. Bersamaan dengan dibukanya lahan

baru tersebut maka berkembang pula jalur transportasi ke seluruh

2 J. Van Gelderen, et al., Tanah dan Penduduk di Indonesia.

(Jakarta: Bhratara, 1974), hlm. 20. 3Ibid.

Page 3: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

3

wilayah pulau Jawa. Pusat perniagaan dan pemukiman meluas

seiring meluasnya aktivitas penduduk. Kepadatan penduduk

biasanya terjadi di daerah yang menjadi sentra perekonomian.

Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi tentu saja memberi

dampak hampir di semua aspek. Salah satu aspek yang terkena

dampak dengan adanya tingkat kepadatan yang tinggi adalah aspek

kesehatan masyarakat. Dengan kondisi semacam ini masyarakat

cenderung rentan terkena berbagai macam penyakit. Penyakit yang

sering terjadi misalnya, tifus, disentri, pes atau sampar, kolera,

malaria dan lain-lain.

Dari berbagai jenis penyakit tersebut, penyakit sampar

pernah menjangkiti hampir seluruh penduduk Jawa. Penyakit

sampar masuk ke Jawa pada akhir tahun 1910. Penyakit ini muncul

beberapa saat setelah adanya usaha pemerintah Hindia Belanda

mempertahankan harga beras dengan melakukan impor beras.

Sebagian besar beras didatangkan Burma. Ternyata perkakas atau

alat yang digunakan untuk mengangkut beras tidak sehat dan

banyak sekali ditemukan tikus yang sudah terinfeksi penyakit

sampar. Tikus-tikus yang sudah terinfeksi penyakit sampar tersebut

kemudian menularkan penyakitnya kepada para penduduk melalui

gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

Page 4: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

4

sampar pertama ditemukan di Turen, Malang yang mengakibatkan

sekitar 17 orang meninggal. Penyakit sampar muncul ketika beras

disimpan di gudang-gudang penyimpanan di Malang karena adanya

bencana banjir yang memutus jalur kereta api dari arah Malang

menuju Wlingi. Dari daerah inilah penyakit sampar menyebar ke

seluruh Jawa.4

Dinas kesehatan daerah Malang dikerahkan untuk mengatasi

wabah ini, akan tetapi kewalahan karena sudah terlanjur menyebar

atau meluas. Penduduk desa yang terkena wabah ini diungsikan ke

tempat-tempat khusus atau diisolasikan di barak-barak sementara.

Lama-kelamaan kota Malang dipenuhi dengan barak-barak yang

menampung 48 ribu dan mereka tidak bekerja selama satu bulan.5

Menurut penyebarannya, penyakit sampar di Jawa

dikelompokkan ke dalam empat jalur. Pertama, jalur Pelabuhan

Surabaya tahun 1910, kemudian menjalar ke Malang Selatan, Kediri,

Madiun, Surakarta dan Yogyakarta. Jalur yang kedua adalah pada

tahun 1919 penyakit sampar mulai masuk ke Pelabuhan Semarang

4Arsip Nasional Republik Indonesia, Memori Serah Jabatan

1921-1930 :Jawa Timur dan Tanah Kerajaan. (Jakarta: ANRI, 1978), hlm. LII

5Van Geuns, “De Gouverneur Generaal naar de Peststreken”,

dalam Weekblad voor Indie tahun 1913-1914, hlm. 1118.

Page 5: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

5

masuk ke Ambarawa, Salatiga, Magelang, Wonosobo, Banyumas dan

Pekalongan. Jalur ketiga adalah masuk dari Pelabuhan Tegal pada

tahun 1922 merembes ke Bumiayu. Jalur terakhir melalui Pelabuhan

Cirebon pada tahun 1924 dan menyebar ke Majalengka, Kuningan,

dan Bandung Selatan.6

Menurut waktu terjadinya, epidemi sampar di Jawa dibedakan

dalam tiga gelombang, yaitu gelombang pertama terjadi pada 1910

sampai 1914. Pada tahun 1912 korban meninggal karena sampar ini

sekitar 2000 orang. Pada tahun 1915 penyakit ini sudah menyebar

ke wilayah Surakarta dan mengakibatkan pemerintah Kolonial

mengerahkan semua mantri dan para dokter untuk menanggulangi

penyakit sampar ini.7 Gelombang kedua di Jawa Tengah 1919 sampai

1928. Epidemi diawali dari Pegunungan Ungaran, Gunung Sundoro

dan Sumbing, Merbabu dan Merapi. Gelombang ketiga adalah di

Jawa Barat 1930-1934. Wabah sampar mengakibatkan kematian

2000 orang pertahun. Total tahun 1932 mencapai 4. 366 dan 1933

mencapai 15.000 orang. Hingga tahun 1939 jumlah kematian akibat

6Departemen Kesehatan, Sejarah Kesehatan Nasional Indonesia. Jilid 2. ( Jakarta: Depkes, 1980 ), hlm. 41.

7Baca Dienst der Pestbestrijding, “Verslag over het Eerste kwartal 1916”. ( Batavia: Javasche Boekhandel & Drukkerij, 1917),

hlm. 3-7.

Page 6: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

6

sampar sebanyak 215.020 orang. Korban terbesar adalah pada tahun

1934 sebanyak 55.080 orang.8

Wabah sampar sendiri menjangkiti warga di wilayah

Karesidenan Surakarta pada tahun 1915. Diperkirakan penyakit ini

muncul di Surakarta adalah terbawa oleh barang-barang dagangan

yang sudah terkontaminasi oleh kutu-kutu tikus yang dibawa melalui

jalur kereta api dari Jawa Timur. Barang dagangan tersebut terutama

beras yang sebelumnya sudah disimpan di gudang-gudang dalam

waktu yang lama sehingga banyak sekali ditemukan kutu-kutu

dalam beras tersebut. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya tikus

yang mati dalam jumlah besar di gudang beras dekat stasiun Jebres.

Pada bulan Juli di tahun yang sama penyakit sampar ditemukan di

daerah Pasar Legi (Kampung Lor). Dari sinilah kemudian menyebar

ke Kota, Pasar Kliwon, Serengan dan terakhir adalah Laweyan. Pada

bulan November 1915 seluruh kota tertular. Pada bulan Januari

1916 wabah mulai menurun di kota dengan perlahan-lahan. Akan

tetapi di wilayah lain wabah sampar justru belum dapat teratasi.

8Restu Gunawan, “Wabah Pes di Jawa 1915-1925”, dalam

LIPI, Sejarah dan Dialog dan Peradaban: Persembahan 70 Tahun Prof. Dr. Taufik Abdullah. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm.

977-978.

Page 7: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

7

Daerah yang parah terkena wabah adalah Klaten, Boyolali dan

Sragen.9

Untuk memberantas wabah ini pemerintah Belanda bekerja

sama dengan penguasa pribumi mengambil beberapa tindakan.

Selama tahun 1916 ternyata kasus sampar sudah menjalar hingga

Afdeeling Klaten, Boyolali dan Sragen, sehingga daerah ini

ditempatkan juru penerang. Tindakan kedua adalah mendirikan

laboratorium untuk memeriksa semua tikus yang mati apakah

terjangkit sampar ataukah tidak. Selain itu dibuat pula barak-barak

khusus untuk menampung para penderita sampar ini. Tindakan

lainnya adalah dengan melakukan penyemprotan rumah yang

terjangkiti penyakit sampar atau pes. Perbaikan rumah pun

diberlakukan di beberapa kawasan yaitu, Afdeeling Klaten, Sragen,

Boyolali, serta daerah perdagangan seperti Wonogiri, Sukoharjo,

Karanganyar, Tasikmadu, Kartasura, pengging, Delanggu, Beji dan

Wedi. Penduduk yang tidak mampu membiayai perbaikan rumahnya

akan menerima uang muka yang ditetapkan oleh pengawas

perbaikan rumah yang akan menerima bahan bangunan berupa

9Departemen Kesehatan, Sejarah Kesehatan Nasional

Indonesia. Loc.cit.

Page 8: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

8

kayu, genting, paku, kapur dan bahan-bahan bangunan yang lain.10

Dengan melihat fenomena ini dapat diperkirakan keadaan sanitasi

lingkungan masyarakat pada waktu itu sangat buruk. Atap rumah

penduduk masih banyak yang menggunakan jerami dan dinding

masih menggunakan dinding bambu yang sering dijadikan tikus

sebagai sarang.11 Masyarakat juga masih belum mempunyai sarana

MCK yang memadai. Banyak masyarakat yang melakukan kegiatan

cuci dan membuang hajat di sungai yang mengakibatkan lingkungan

menjadi tidak sehat. Selain itu masyarakat masih banyak yang

membuang sampah di sembarang tempat sehingga tikus pun banyak

yang bersarang di sampah tersebut.

Luasnya areal perkebunan dan semakin lancarnya kegiatan

perekonomian seperti perdagangan dan pengangkutan barang

memicu wabah sampar semakin cepat menyebar. Pasar-pasar yang

semakin banyak secara otomatis lingkungan di sekitar pasar tersebut

menjadi tidak sehat. Banyaknya tumpukan sampah organik maupun

non organik membuat tikus senang bersarang.

10Arsip Nasional Republik Indonesia, Memori Serah Jabatan

1921-1930 : Jawa Timur dan Tanah Kerajaan. (Jakarta: ANRI, 1978), hlm. CCLVII

11Baca tulisan M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern.

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990), hlm. 235.

Page 9: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

9

Kondisi semacam ini didukung pula dengan adanya

diskriminasi yang diterapkan oleh pemerintah Kolonial pada masa

itu. Rumah-rumah yang terbuat dari batu dengan pekarangan yang

luas biasanya hanya dimiliki oleh para priyayi, pegawai tinggi dan

pegawai menengah. Sedangkan para pegawai rendahan bertempat

tinggal di rumah-rumah yang terbuat dari kayu dan penduduknya

pada umumnya tinggal di rumah-rumah yang terbuat dari anyaman

bambu.12 Wabah atau epidemi ternyata sangat mempengaruhi

kehidupan masyarakat yang dijangkitinya. Hal ini juga terjadi ketika

penyakit sampar menjangkiti hampir seluruh warga masyarakat di

wilayah Karesidenan Surakarta.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

Dari latar belakang yang diungkapkan, permasalahan utama

yang dibahas pada tulisan ini adalah mengenai wabah sampar dan

efektifitas usaha pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat pascawabah di Karesidenan Surakarta pada paruh

pertama abad ke-20. Permasalahan yang telah dirumuskan akan

dibahas berdasarkan tiga pertanyaan penelitian utama. Pertanyaan

12 Sartono Kartodirdjo, “Struktur Sosial dari Masyarakat

Tradisional dan Kolonial”, dalam Lembaran Sejarah, vol. 4, 1969, hlm.

49.

Page 10: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

10

pertama mengenai penyebaran penyakit sampar dan akibatnya pada

kondisi kesehatan masyarakat, yaitu bagaimanakah proses

penyebaran wabah sampar di Karesidenan Surakarta ? Faktor-faktor

apa sajakah yang menyebabkan wabah sampar mudah berkembang ?

Golongan masyarakat mana dan wilayah mana sajakah yang paling

parah terkena dampak wabah sampar ini ? Seberapa jauh dan dalam

hal apa sajakah dampak yang ditimbulkan oleh wabah sampar ini ?

Pertanyaan penelitian yang kedua mengenai tindakan

pencegahan wabah sampar yang dilakukan negara dan masyarakat

pascawabah, yaitu kapan dan dimana sajakah usaha pencegahan

yang dilakukan pemerintah dan masyarakat pascawabah sampar itu

dilakukan ? Dalam bentuk apa sajakah usaha pencegahan yang

dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat pascawabah sampar

dilakukan ? Apakah usaha pencegahan yang dilakukan pemerintah

dan masyarakat pascawabah ini berhasil dilakukan ? Kendala-

kendala apa yang dialami oleh pemerintah dan masyarakat pada saat

pencegahan wabah ?

Penulisan ini merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah

lokal.13 Tema yang menjadi perhatian dari sejarah Karesidenan

13Taufik Abdullah, Sejarah Lokal di Indonesia. ( Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press, 1996 ), hlm. 15.

Page 11: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

11

Surakarta adalah masalah sosial terutama tentang kesehatan

masyarakatnya. Dengan demikian penulisan ini termasuk ke dalam

cakupan sejarah kesehatan masyarakat. Batasan temporal penelitian

ini adalah 1915 sampai dengan 1930, sedangkan batasan spatialnya

adalah Karesidenan Surakarta yang meliputi Afdeeling Surakarta,

Klaten, Sragen, Boyolali serta daerah Wonogiri, kartasura dan

Karanganyar.

Pengambilan tahun 1915 didasarkan pada data yang

menerangkan wabah sampar atau pes mulai berjangkit di

Karesidenan Surakarta pada tahun tersebut. Selain itu pengambilan

angka tahun 1915 didasarkan beberapa alasan bahwa data-data

kependudukan mulai lengkap pada sekitar tahun-tahun ini yaitu

mengenai data mortalitas dan fertilitas penduduk. Data-data tersebut

meliputi pelbagai satuan lokal dan dinyatakan dengan jumlah

mutlak. Dengan demikian data kependudukan dapat untuk melihat

tingkat kematian penduduk jika suatu waktu tertentu terjadi tingkat

kematian tinggi. Apakah wabah tersebut berjangkit kembali dan

apakah keadaannya menjadi lebih buruk atau sebaliknya. Dengan

kebijakan pemerintah apakah dapat mencegah berjangkitnya wabah

kembali dan menjadikan Surakarta bebas dari wabah sampar.

Peneliti menutup tahun penelitian pada tahun 1930 dengan alasan

Page 12: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

12

mulai terlihatnya dampak-dampak positif dalam bidang kesehatan

masyarakat dengan adanya usaha pencegahan wabah yang

dilakukan negara dan dukungan masyarakat pascawabah di

Karesidenan Surakarta.

Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Karesidenan

Surakarta dengan alasan bahwa kawasan ini merupakan kawasan

yang subur untuk pertanian dan perkebunan, sehingga

perekonomian penduduk tergantung pada tanah. Selain itu

Surakarta merupakan karesidenan yang mempunyai 3 pemerintahan

yaitu pemerintah Kolonial Belanda, pemerintah Kasunanan

Surakarta dan pemerintah Mangkunegaran. Dengan melihat hal

tersebut apakah ada bentuk kerja sama antara pemerintah Kolonial

dengan pemerintah tradisional dalam menangani masalah epidemi

ini, Apakah sebaliknya yakni bekerja sendiri-sendiri.

Selain itu wilayah Karesidenan Surakarta adalah wilayah yang

paling penting di jawa tengah bagian selatan. Banyak kantor-kantor

penting yang didirikan di wilayah ini dan jalur transportasi pun

sudah lancar. Akan tetapi, ternyata dibalik semua itu kondisi

masyarakat khususnya dalam hal kesehatan sangat buruk sehingga

sering muncul wabah salah satunya adalah sampar atau pes ini.

Page 13: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Mengacu pada latar belakang dan permasalahan tujuan penelitian

ini ialah menjelaskan usaha pencegahan yang dilakukan pemerintah

dan masyarakat pascawabah sampar di Karesidenan Surakarta,

membandingkan tingkat keberhasilan usaha pencegahan

pascawabah sampar yang dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat tiap Afdeeling di Karesidenan Surakarta dan

mengembangkan studi sejarah sosial-ekologi yang didasarkan pada

aspek-aspek kesehatan.

Manfaat dari penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai bahan

acuan atau pedoman dalam hal pencegahan penyakit menular,

terutama penyakit sampar. Selain itu dapat memberikan dorongan

kepada masyarakat untuk hidup lebih sehat.

D. Tinjauan Pustaka

Sampai saat ini memang telah banyak dihasilkan tulisan, baik

itu berupa buku, desertasi ataupun tesis yang membahas mengenai

kesehatan penduduk di Indonesia. Pembahasan kesehatan penduduk

Indonesia antara lain peter Boomgaard, dengan desertasi berjudul

Children of The Colonial State: Population Growth and Economic

Development in Java 1795-1880. disertasi ini membahas mengenai

Page 14: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

14

penduduk di Indonesia pada masa kolonial. Boomgaard

menggambarkan bahwa penduduk jawa sangat miskin, akan tetapi

tingkat pertumbuhan penduduknya per tahun sangat tinggi yakni

mencapai 2.2%-2.3%. Data-data kependudukan yang dipakai sangat

lengkap baik dari arsip-arsip Belanda maupun Inggris dan dari data

statistik Indonesia.

Tulisan Peter Boomgaard yang lain adalah Health Care in Java

Past and Present, tulisan ini lebih mengarah kepada pembahasan

pemikiran tradisional mengenai kesehatan dan penyakit. Tulisan ini

juga membahas mengenai perawatan kesehatan di masa sekarang.

Buku ini lebih menekankan pada kebijakan kesehatan masyarakat

dan beberapa menegenai masuk akal dan tidaknya perawatan

kesehatan secara tradisional.

Peter Boomgaard juga menulis sebuah artikel yang

menggambarkan tingkat kematian penduduk Jawa dan Asia

Tenggara pada abad XIX-XX sangat tinggi yang disebabkan oleh

adanya penyakit. Artikel dapat ditemukan dalam buku Death and

Disease in Southeast Asia: Explorations in Social Medical and

Demographic History, yang disunting oleh Norman G. Owen.

Disertasi Djoko Suryo yang berjudul Sejarah Sosial Pedesaan

Karesidenan Semarang 1830-1900 membahas mengenai sejarah

Page 15: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

15

kesehatan di pedesaan. Akan tetapi cakupan kajianya hanya sebatas

karesidenan semarang.

Tesis S2 yang membahas mengenai epidemi adalah yang ditulis

oleh Dina Dwikurniarini yang mengambil judul “Epidemi di

Karesidenan Banyumas tahun 1870-1940”. Tesis ini membahas

epidemi yang terjadi di Karesidenan Banyumas antara tahun 1870-

1940 dan juga membahas menegenai penanggulangan epidemi-

epidemi tersebut baik secara tradisional maupun medis.

Beberapa tulisan yang disebutkan diatas lebih banyak

menyoroti tentang masalah kesehatan masyarakat di Jawa secara

umum dan hanya beberapa yang membahas secara lebih sempit

cakupannya seperti disertasi Djoko Suryo dan tesis yang ditulis oleh

Dina Dwikurniarini.

Tulisan-tulisan yang membahas mengenai Surakarta pun

sebagian besar membahas persoalan dengan aspek sosial-politik,

ekonomi dan budaya saja. Seperti Kehidupan Dunia Kraton Surakarta:

1830-1935 karya Darsiti Soeratman. Buku ini membahas bagaimana

kehidupan di dalam Keraton Surakarta dan juga kebiasaan-

kebiasaan yang dilakukan oleh para penghuni keraton termasuk para

abdi dalem keraton. Karya yang sejenis adalah buku yang ditulis oleh

S. Margana Keraton Surakarta dan Yogyakarta 1796-1874.

Page 16: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

16

Buku yang lain adalah karya dari Kuntowijoyo yaitu Raja,

Priyayi, dan Kawula Surakarta 1900-1915. Buku ini tidak hanya

membahas mengenai kebiasaan yang dilakukan masyarakat di

Surakarta saja akan tetapi juga membahas intelektualitas dari

masyarakat Surakarta pada masa itu.

George D. Larson dalam Masa Menjelang Revolusi Keraton dan

Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942. Buku ini lebih

memfokuskan pada aspek politik yakni mengungkapkan latar

belakang politik yang menyebabkan kedua kraton di Surakarta

mengalami nasib yang buruk pada masa revolusi. Dalam buku ini

juga diungkapkan sedikit tentang bagaimana wabah sampar

menjangkiti masyarakat di Surakarta.

Karya yang hampir sama adalah Pedesaan Surakarta 1830-

1920: Perubahan Kedudukan Tanah Apanage dan Perubahaban

Peranan Bekel oleh Suhartono. Buku ini menjelaskan bagaimana

eksistensi dari para bekel. Buku ini lebih membicarakan

permasalahan sosial-politik terutama dalam hal pergolakan para

petani di Surakarta pada abad 19 dan 20. pergolakan semacam ini

sering disebut gerakan radikal atau radical movement.

Takashi Shiraishi dalam An Age in Motion: Popular Radicalism in

Java, 1912-1926 mengungkapkan tindakan dan pikiran para

Page 17: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

17

pemimpin serta pengikut pergerakan yang dibahas dalam konteks

sosial, budaya dan politiknya khususnya di wilayah Surakarta.

Sedangkan Soegijanto Padmo dalam bukunya The Cultivation of

Vorstenlands tobacco in Surakarta Recidency lebih mengungkapkan

pada persoalan perekonomian masyarakat Surakarta pada abad 20

terutama dalam hal perkebunan tembakau.

Beberapa laporan penelitian mengenai Surakarta pun sebagian

besar berhubungan dengan masalah politik, sosial dan budaya

seperti karya dari Julianto Ibrahim dalam ”Runtuhnya Swapraja di

Surakarta di Awal Revolusi (1946)”, ”Kriminalitas di Kota Oposisi:

Kerusuhan di Surakarta pada Masa Revolusi 1945-1949” dan juga

karya Harlem Siahaan dan Julianto Ibrahim ”Madat di Kota

Bengawan: Perdagangan Candu di Surakarta pada Masa Revolusi”.

Laporan ini mengupas mengenai gerakan sosial dan politik di

Surakarta.

Dengan melihat hal di atas maka penelitian mengenai wabah

sampar dan efektifitas usaha pencegahan yang dilakukan pemerintah

dan masyarakat pascawabah di Karesidenan Surakarta pada paruh

pertama abad ke-20 merupakan penelitian yang asli. Penelitian ini

dihaparapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya.

Page 18: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

18

Sebagai dasar penelitian ini maka peneliti mengacu pada karya

David Henley yang meneliti tentang penyakit malaria di daerah

Minahasa, Sulawesi Utara. Penelitian ini juga mengungkapkan

keadaan lingkungan sangat mempengaruhi kondisi kesehatan

masyarakat.

Karya Vincent J.H. Houben Kraton and Kumpeni: Surakarta and

Yogyakarta, 1830-1890 merupakan sumber yang dipakai sebagai

landasan utama terutama pada permasalahan-permaslahan yang

membahas tentang Surakarta. Vincent menjelaskan tentang

perubahan-perubahan yang terjadi di Vorstenlanden terutama setelah

adanya campur tangan atau intervensi pemerintah kolonial terhadap

pemerintah lokal serta perubahan-perubahan yang terjadi setelah

adanya Western Commercial Agriculture. Pada bab terakhir vincent

mengupas tentang perubahan sosial dalam pemerintahan yang

diikuti dengan perubahan-perubahan dalam aspek kehidupan yang

lain.

E. Kerangka Konseptual dan Pendekatan

Untuk mengkaji sejarah kesehatan khususnya di Karesidenan

Surakarta diperlukan akan pemahaman konsep kesehatan secara

jelas. Konsep kesehatan diperlukan untuk mengungkap wabah atau

Page 19: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

19

epidemi khususnya epidemi sampar atau pes yang melanda wilayah

Karesidenan Surakarta ini.

Kajian yang pertama yang dibahas adalah mengenai epidemi.

Epidemi merupakan penyakit menular yang berjangkit dengan cepat

di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban.14 Dengan

perkataan lain epidemi merupakan penyakit yang tidak secara tetap

berjangkit di suatu daerah dan terkadang pula disebut wabah.

Epidemi suatu penyakit dapat mempengaruhi sejumlah besar

individu di beberapa kawasan. Populasi penduduk yang diserang

disebut “ambang epidemik”, dan apabila kasusnya melebihi ambang

epidemik maka disebut “epidemik” dan jika seluruh dunia mengalami

gejala yang sama disebut “pandemik”.

Terdapat konsep lain mengenai epidemi yakni peristiwa

timbulnya penyakit, gejala atau keluhan penduduk yang berlebihan

dan berbeda makna dari keadaan biasa atau keadaan sebelumnya.

Akan tetapi pengertian yang lebih sesuai dengan penelitian ini

adalah peristiwa penjalaran suatu penyakit di suatu daerah tertentu,

dimana jumlah para penderita semakin meningkat dari sebelumnya

14Pengertian penyakit menular saat ini adalah penyakit-

penyakit yang dapat dicegah dengan melakukan imunisasi atau vaksinasi pada waktu tertentu. Lihat Sri Kardjati, d.k.k., Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita. ( Jakarta: yayasan Obor Indonesia,

1985 ), hlm. 43.

Page 20: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

20

dalam waktu singkat sehingga harus dilakukan isolasi penderita dari

orang lain di sekitarnya.15

Faktor utama yang menjadi penyebab munculnya epidemi atau

wabah adalah lingkungan. Peran lingkungan sebagai sarana

timbulnya penyakit bermacam-macam. Salah satunya adalah yang

sering disebut Environtmental reservoir yaitu tempat hidup yang

paling sesuai bagi bibit penyakit seperti genangan air, lingkungan

yang kumuh, sampah, dan lain-lain.16

Salah satu bagian dari lingkungan adalah pemukiman.

Pemukiman berarti daerah tempat bermukim atau hal yang bertalian

dengan bermukim.17 Pemukiman sebagai tempat sarana hidup

manusia dapat digolongkan menjadi dua skala, yaitu permukiman

(skala makro) human settlement dan perumahan (skala mikro)

housing. Unsur-unsur permukiman itu sendiri antara lain berupa

wadah atau lahan yang digunakan dan pengisi yang terdiri dari

makhluk hidup dan benda tak hidup.

15Ensiklopedi Indonesia, Vol. 2. (Jakarta: Ikhtiar Baru—Van Hoeve, 1980), hlm. 943.

16Azrul Anwar, Pengantar Epidemiologi. ( tanpa kota terbit: Bina

Para Aksara, 1988 ), hlm. 24. 17 Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua ( Jakarta:

Balai Pustaka, 1995 ) hlm. 670.

Page 21: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

21

Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011, pemukiman

mempunyai pengertian bagian dari lingkungan hunian yang terdiri

atas lebih dari satuan perumahan yang mempunyai prasarana,

sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi

lain di kawasan perkotaan atau kawasan pedesaan.18 Kegunaan dari

sebuah pemukiman adalah tidak hanya untuk menyediakan tempat

komunikasi, pendidikan, dan rekreasi.

Menurut Constantinos A. Doxiadis, pemukiman mempunyai

lima elemen dasar, yaitu:

a. Nature (alam), yang bisa dimanfaatkan untuk membangun

rumah dan difungsikan semaksimal mungkin,

b. Man (Manusia), baik pribadi maupun kelompok,

c. Society (Masyarakat), bukan hanya kehidupan pribadi yang

ada tetapi juga hubungan sosial masyarakat,

d. Shells (rumah) atau bangunan yang didalamnya tinggal

manusia dengan fungsinya masing-masing,

e. Networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan

yang mendukung fungsi pemukiman baik alami maupun

buatan manusia.19

18Undang-undang Pemerintah No. 1 tahun 2011, tentang

Pengertian Pemukiman.

Page 22: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

22

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah

pendekatan kesehatan masyarakat dalam arti luas. Pendekatan

dalam arti luas ini mengartikan kesehatan lebih dari kehidupan yang

tanpa penyakit. Pendekatan ini memandang keadaan sehat-sejahtera

dalam pengertian sehat jiwa dan fisik serta meliputi perasaan

memiliki kontrol tertentu atas hidup. Pendekatan yang luas ini

mengaitkan ilmu kesehatan masyarakat dengan kebijakan, tindakan

dan struktur yang disepakati masyarakat dan bertujuan untuk

memperbaiki serta mempertahankan kesehatan. Model teoritis yang

dipakai lebih mengarah kepada konsep sosio-kultural. Pendekatan ini

berfokus pada lingkungan yang lebih luas dan berupaya memahami

faktor-faktor yang memudahkan orang dalam melakukan pilihan

yang sehat atau malah menghambatnya.

Basis evidens bagi pendekatan yang luas berasal dari

epidemiologi yang lebih sesuai untuk menggali konteks sosiokultural

tersebut. Pendekatan yang luas memandang kasus serta solusi dalam

jangka waktu yang lama dan menangani masalah struktural dalam

masyarakat. Kerugian pendekatan yang luas adalah resiko kegagalan

karena cakupan terlalu luas.

19 Lihat Eny Endang Surtiani, “Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Terciptanya Kawasan Permukiman Kumuh di Kawasan Pusat Kota (Studi Kasus: Kawasan Pancuran, Salatiga)”,

Tesis S-2, Universitas Diponegoro Semarang, 2006, hlm. 43-44.

Page 23: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

23

Dengan bedasarkan pendekatan tersebut, kesehatan

masyarakat bisa diukur dengan melihat tiga hal. Tiga hal tersebut

adalah kebijakan negara atau pemerintah, keadaan lingkungan, dan

tingkat kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan.

Apabila keadaan lingkungan baik, kesadaran masyarakat tinggi

dalam hal kesehatan, dan pemerintah juga mendukung maka

kesehatan masyarakat pun akan terwujud.

Figur I

Skema Hubungan antara Kebijakan Pemerintah, Keadaan

Lingkungan dan Kesadaran Masyarakat terhadap Kesehatan

Masyarakat

KEBIJAKAN NEGARA /

PEMERINTAH

KEADAAN

LINGKUNGAN

KESADARAN

MASYARAKAT

KESEHATAN MASYARAKAT

Page 24: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

24

F. Sumber dan Metode Penelitian

Terdapat beberapa sumber yang digunakan dalam penelitian

ini. Pertama arsip-arsip dari masa pemerintahan Hindia Belanda

periode 1900-an-1930-an yang terdapat dalam koleksi arsip nasional

yang belum diterbitkan maupun yang sudah diterbitkan atau

dipublikasikan. Arsip-arsip tersebut berupa surat-surat dari pejabat

pemerintah Hindia Belanda mengenai keadaan penduduk dan

kesehatan yang dilengkapi tabel-tabel jumlah penduduk, kematian,

kelahiran, jenis penyakit, vaksinasi dan tenaga medis.

Kedua, dokumen yang digunakan kolonial verslag, memori

serah jabatan 1921-1930 jawa tengah, regeering almanak, staatsblad

van Nederlandsch-Indie. Koleksi arsip yang sudah dipublikasikan

tersebut berisi keterangan mengenai kondisi kesehatan dengan

cukup lengkap juga kebijkan Pemerintah Belanda dalam mengatasi

wabah penyakit di Indonesia. Oleh karena itu, koleksi tersebut sangat

mendukung untuk membahas kesehatan penduduk di Karesidenan

Surakarta.

Ketiga, sumber-sumber tradisional seperti babad, serat dapat

digunakan untuk melengkapi sumber. Terutama yang membahas

mengenai penduduk, kebudayaan dan adat istiadat yang ada di

dalam masyarakat itu sendiri.

Page 25: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

25

Penelitian ini merupakan penelitian sejarah yang mencoba

untuk merekonstruksi kembali peristiwa masa lampau tentang

penyakit sampar dan upaya pencegahan pascawabah di Karesidenan

Surakarta 1915-1930, untuk itu metode penelitian yang digunakan

adalah metode sejarah yang merupakan usaha untuk mendapatkan

hasil penelitian secara sistematis, kritis, terarah dan terpadu.20

Berkenaan dengan hal tersebut metode penelitian yang

digunakan adalah metode sejarah yang mengacu pada langkah-

langkah sebgai berikut yakni: pencarian sumber ( Heuristik ), kritik

sumber, perumusan fakta ( Auffasung), dan penyajian pemikiran

baru ( Darstellung ) dalam bentuk cerita sejarah.21

Dalam penelitian ini digunakan sumber primer, sekunder

maupun tersier yang diperoleh dari hasil pelacakan di berbagai

perpustakaan dan kantor kearsipan. Sumber primer diperoleh dari

arsip-arsip yang tersimpan di kantor arsip. Sumber-sumber

penelitian mencakup laporan kolonial, seperti kolonial verslaag,

verslaag van burgerlijke geneeskundige dients dan dienst van

gezondheid. Selain itu dalam penelitian ini juga menggunakan

20Baca Louis Gottsclak., Mengerti Sejarah. Terjemahan Nugroho

Notosutanto ( Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1975 ).

21G. J. Reiner., History its Purpose and Method. ( London:

George Allen & Unwin ltd, 1950 ), hlm. 106-110.

Page 26: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

26

beberapa jurnal kesehatan yang diterbitkan pada masa pemerintahan

Hindia Belanda yang mencakup Mededeelingen van den Burgerlijken

Geneeskundigen Dienst in Nederlandsch-Indie (MBGD), Dienst der

Pestbestrijding, Geneeskundige Tijdschrijft voor Nederlandsch-Indie.

Jurnal kesehatan ini merupakan rekaman sejaman yang ditulis oleh

para dokter Eropa yang ditugaskan dalam menanggulangi wabah

sampar di wilayah Hindia Belanda. Sumber-sumber tersebut dilacak

di Kantor Arsip Nasional dan Perpustakaan Nasional di Jakarta.

Sumber-sumber sekunder dan tersier diperoleh dari berbagai

buku dan artikel serta karya peneliti terdahulu seperti tesis maupun

disertasi yang terkait dengan pembahasan. Penelitian ini juga akan

menggunakan sumber-sumber yang berasal dari perpustakaan baik

di lingkungan UGM seperti Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya

UGM, UPT Perpustakaan Pusat UGM, Perpustakaan Fakultas

Kedokteran UGM, serta dari perpustakaan lain yang mendukung

penelitian ini. Setelah dilakukan kritik terhadap sumber-sumber

tersebut kemudian diperoleh fakta sejarah yang selanjutnya

dirangkaikan dengan fakta-fakta yang lain dalam kesatuan yang

serasi sehingga menghsilkan cerita sejarah

Page 27: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

27

G. Sistematika Penulisan

Permasalahan pokok dan tujuan penulisan ini disampaikan

dalam bagian pertama. Pada Bab II perhatian diarahkan kepada

pembahasan kondisi geografi wilayah Karesidenan Surakarta. Dalam

hal ini dibahas mengenai batas-batas wilayah Karesidenan Surakarta

secara terperinci. Keadaan ekologi dan lingkungan hidup juga akan

dibahas pada bab ini yang meliputi struktur tanah, keadaan iklim

termasuk kondisi topografisnya. Kondisi sosio-ekonomi dan juga

keadaan demografi penduduk juga akan dibahas dalam bab II ini.

Selain itu akan disinggung masalah kondisi kesehatan masyarakat

Karesidenan Surakarta. Hal yang tidak kalah penting, yakni kondisi

sarana transportasi yang ada di Surakarta yang menjadi sarana

pendukung dalam hal mobilitas penduduk juga akan dibahas pada

bab ini. Mobilitas penduduk yang sangat tinggi ini juga dapat menjadi

penyebab merebaknya berbagai macam penyakit menular.

Pada Bab selanjutnya dibahas mengenai kronologi masuknya

wabah sampar di wilayah Surakarta. Dengan masuknya wabah

sampar di wilayah Surakarta ini tentu saja akan mempengaruhi

kehidupan masyarakat di Surakarta. Aspek demografi adalah aspek

yang paling jelas terlihat, bagaimana angka kematian penduduk

semakin meningkat. Sehingga aspek demografi ini dibahas kembali

Page 28: PENGANTAR Latar Belakang - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79718/potongan/S2-2015...gigitan pinjal atau kutu yang ada di badan tikus tersebut. Kasus

28

sebagai perbandingan sebelum dan sesudah terjadi wabah sampar.

Pada bab ini juga dibahas sebab-sebab wabah sampar mudah

menjalar di Surakarta. Faktor-faktor apa saja yang memudahkan

sampar cepat menjalar akan dibahas pula dalam bab ini.

Tindakan-tindakan apa saja yang dilakukan oleh pemerintah

dan masyarakat dalam upaya pencegahan pascawabah sampar akan

dibahas pada Bab IV. Dalam bab ini juga akan membahas Kendala-

kendala yang dihadapi pemerintah dalam upaya penanggulangan

wabah ini. Apakah masyarakat mendukung atau menolak juga akan

dibahas pada Bab ini. Sebagai penilaian akhir dari penulisan tesis

ini diberikan kesimpulan pada Bab V.