penerapan spesifikasi teknik untuk pelaksanaan …

21
PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK UNTUK PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON Disampaikan dalam Pelatihan : Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Upload: others

Post on 11-Mar-2022

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENERAPAN SPESIFIKASI TEKNIK

UNTUK

PELAKSANAAN PERKERASAN JALAN BETON

Disampaikan dalam Pelatihan :

Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

4.1. PENGERTIAN UMUM

4.1.1. Pendahuluan

Empat elemen kompetensi yang telah ditentukan dalam SKKNI

Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton, yaitu:

1. Menetapkan bahan/material yang akan digunakan untuk membuat

perkerasan jalan beton.

2. Menerapkan rancangan campuran beton untuk membuat

perkerasan jalan beton.

3. Menerapkan ketentuan sambungan memanjang, sambungan

ekspansi melintang atau sambungan kontraksi melintang.

4. Menerapkan ketentuan tentang pengecoran beton dan percobaan

penghamparan.

4.1.2. Pengertian Umum

Spesifikasi Teknik adalah bagian dari Dokumen Pelelangan yang berisi

ketentuan-ketentuan mengenai persyaratan teknis pekerjaan yang

dilelangkan.

Persyaratan Teknis tersebut mencakup :

• persyaratan teknis bahan baku,

• persyaratan teknik bahan olahan,

• persyaratan teknis cara pelaksanaan pekerjaan termasuk persyaratan

teknis peralatan yang dipergunakan, dan

• persyaratan teknis produk akhir yang harus dicapai.

Dapat dikatakan bahwa Spesifikasi Teknik merupakan standar mutu

yang ingin dicapai dari hasil Pekerjaan yang dilelangkan.

Dalam tahap pelaksanaan Kontrak, Spesifikasi Teknik menjadi

lampiran Kontrak yang wajib dilaksanakan oleh Kontraktor

Pelaksana.

4.1.3. Ruang Lingkup

Lingkup Materi Unit Kompetensi ini meliputi Penerapan Spesifikasi

Teknik Pekerjaan Perkerasan Jalan Beton, yaitu pembuatan lapisan

perkerasan beton semen-portland, sebagaimana disyaratkan dengan

ketebalan dan bentuk penampang melintang seperti yang tertera pada

Gambar Rencana.

Perkerasan jalan beton terdiri dari plat beton semen (slab) yang

bersambungan (tidak menerus) dengan atau tanpa tulangan, atau

plat beton menerus dengan tulangan, yang terletak di atas lapis

pondasi bawah, tanpa atau dengan lapisan aspal beton (AC) sebagai

lapis permukaan.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, maka plat beton tersebut

dianggap sebagai lapis pondasi (base course), dan di atasnya dapat

dilapisi dengan aspal beton (hot mix asphalt) sebagai lapis permukaan

(surface course), sedangkan di bawahnya terdapat lapis pondasi bawah

(subbase course) yang terdiri dari lapisan lean concrete atau agregat.

Struktur perkerasan jalan beton dan bagian-bagiannya

Lapis pondasi bawah dalam struktur perkerasan jalan beton tidak selalu

dipasang, tergantung dari kondisi tanah dasarnya, dan pada umumnya

didesain untuk tidak ikut menahan beban (non struktural).

Toleransi dimensi untuk perkerasan jalan beton harus dimonitor dengan

pengukuran ketinggian (levelling) dan penggunaan “Crown Template dan

Straight Edge” berukuran panjang 3 meter. Pemeriksaan ketinggian untuk

menetapkan ketebalan plat beton harus dilakukan dengan jarak antara

maksimum 10 meter dari poros ke poros.

1) Perkerasan beton semen

dengan sambungan

tanpa tulangan (Jointed

Unreinforced/Plain

Concrete Pavement /

JPCP);

2) Perkerasan beton semen

dengan sambungan

dengan tulangan (Jointed

Reinforced Concrete

Pavement / JRCP);

3) Perkerasan beton semen

menerus (tanpa

sambungan) dengan

tulangan (Continuously

Reinforced Concrete

Pavement / CRCP);

4) Perkerasan beton semen

pratekan (Prestressed

Concrete Pavement /

PCP).

Jenis-jenis Perkerasan Beton Semen

4.2.1. Penetapan Bahan Pokok Beton

4.2.1.1 Air

•Air yang dipergunakan untuk beton harus diuji sesuai dengan SNI 03-

6817-2002 (AASHTO T26).

•Jika dapat diminum, maka air tersebut dapat dipakai untuk pembuatan

perkerasan jalan beton tanpa melalui pengujian laboratorium.

4.2.1.2 Semen

•Semen yang digunakan memenuhi SNI 15-2049-1994 (AASHTO M85)

kecuali jenis IA, IIA, IIIA dan IV. Terkecuali diperkenankan oleh

Konsultan Pengawas, bahan tambahan (aditiv) yang dapat

menghasilkan gelembung udara dalam campuran tidak boleh

digunakan.

•Hanya satu merk semen portland yang dapat digunakan di dalam

proyek.

• Admixture (Bahan Tambah / Aditiv) tidak boleh digunakan tanpa

persetujuan tertulis dari Konsultan Pengawas.

4.2.1.3 Agregat

•Gradasi agregat kasar dan halus harus memenuhi ketentuan yang

diberikan dalam Tabel 4.1.1.1.(1). :

•Agregat harus bebas dari bahan organik seperti yang ditunjukkan oleh

pengujian SNI 03-2816-1992 tentang Metode Pengujian Kotoran Organik

dalam Pasir untuk Campuran Mortar dan Beton dan harus memenuhi

sifat-sifat lainnya yang diberikan dalam Tabel 4.1.1.1.(2)

4.2.2. Penetapan Baja Tulangan•Baja tulangan (reinforcing steel) harus sesuai dengan ketentuan

Spesifikasi Struktur Beton dan detailnya tertera pada Gambar Rencana.

•Tulangan baja harus sesuai dengan persyaratan dari AASHTO M 35,

AASHTO M 221 dan AASHTO M 31.

4.2.3. Penetapan Bahan Pengisi Sambungan, Membran

Kedap Air dan Bahan Perawatan Beton4.2.3.1 Bahan Pengisi Sambungan (Joint Filler) harus sesuai dengan

persyaratan AASHTO ybs.

4.2.3.2 Membran Kedap Air harus sesuai dengan persyaratan AASHTO

4.2.3.3 Bahan Perawatan Beton harus sesuai dengan persyaratan

AASHTO

4.3.PENETAPAN RANCANGAN CAMPURAN BETON

4.2.1. Penetapan Rancangan Campuran Awal

4.2.2. Percobaan Campuran (Trial Mix)

4.2.3. Penetapan Rancangan Campuran Kerja (Job Mix)

Persyaratan Mutu Beton

a. Proporsi Bahan Campuran Beton

Jumlah semen dalam setiap meter kubik beton padat tidak boleh

kurang dari jumlah dalam percobaan campuran yang disetujui.

Pemakaian semen yang terlalu tinggi tidak dikehendaki dan Kontraktor

harus mendasarkan disain campurannya (mix design) pada campuran

yang paling hemat yang memenuhi semua persyaratan.

Agregat kasar dan agregat halus harus sesuai dengan ketentuan

Spesifikasi Struktur Beton. Untuk menentukan perbandingan agregat

kasar dan agregat halus, proporsi agregat halus harus dibuat

minimum.

Setiap perubahan terhadap perbandingan itu harus mendapat

persetujuan Konsultan Pengawas.

b. Kekuatan Beton

Kuat lentur (flexural strength) minimum tidak boleh kurang

dari 45 kg/cm2 pada umur 28 hari, bila diuji sesuai dengan SNI

03-4431-1997.

Kuat lentur beton minimum pada umur 7 hari disyaratkan 80%

dari kuat lentur (flexural strength) minimum pada umur 28 hari.

c. Kemudahan Pengerjaan (Nilai Slump)

Slump sebagaimana diukur dengan cara pengujian SNI 03-1972-

1990 untuk acuan tetap (fixed form) harus antara 40 mm sampai

60 mm dan untuk acuan gelincir (slip form) harus antara 20 mm

sampai 40 mm.

Peralatan untuk Pengujian Kuat Tekan Beton

Penentuan Kuat Lentur Beton (fx)

Berkaitan denganworkabilitycampuranbeton

Peralatan untuk Pengujian Slump Beton

4.4. PENERAPAN KETENTUAN SAMBUNGAN-

SAMBUNGAN (JOINTS)

4.4.1. Penerapan Ketentuan Sambungan Memanjang

(Longitudinal Joints)Sambungan Memanjang perlu dibuat apabila lebar plat ≥ 4,50 m,

dan dimaksudkan untuk mengakomodasi gerakan lenting dari plat

beton akibat panas-dingin siang-malam hari.

4.4.2. Penerapan Ketentuan Sambungan Ekspansi

Melintang (Transversal Expansion Joints)Sambungan Ekspansi dimaksudkan untuk mengakomodasi

gerakan muai susut plat perkerasan beton semen. Biasanya

dibuat pada jarak 150 – 300 m panjang perkerasan beton semen.

4.4.3. Penerapan Ketentuan Sambungan Kontraksi

Melintang (Transversal Contraction Joints)

Sambungan kontraksi melintang dibuat pada jarak sekitar 5,0 m

untuk perkerasan beton semen dengan sambungan tanpa

tulangan, dan jarak 10 – 15 m untuk perkerasan beton semen

dengan sambungan dengan tulangan, yang dimaksudkan untuk

mengakomodasi gerakan susut dari plat beton semen pada

waktu proses pengerasan beton berlangsung akibat dari

terjadinya reaksi kimia antara semen dengan air.

Sambungan Konstruksi/Pelaksanaan Melintang

(Transversal Construction Joints) Sambungan ini harus dibuat bila pengecoran beton berhenti lebih

dari 30 menit. Sambungan konstruksi melintang tidak boleh

dibuat pada jarak kurang dari 3 m dari sambungan ekspansi,

sambungan kontraksi, atau bidang yang diperlemah lainnya.

4.4. PENERAPAN KETENTUAN PENGECORAN DAN

PENGHAMPARAN BETON

4.4.1. Penerapan Ketentuan Pengangkutan dan

Pengecoran BetonKapasitas Batching Plant harus dapat memasok kebutuhan alat

Slipform Concrete Paver agar dapat terus bergerak tanpa terhenti.

Untuk campuran beton dengan slump rendah dapat digunakan Dump

Truck sebagai alat pengangkut beton.

4.4.2. Penerapan Ketentuan Penghamparan,

Pemadatan dan Finishing Permukaan Beton

4.4.2.1 Penghamparan Dengan Mesin Penghampar Jenis Acuan

Bergerak (Slipform Paver).

Merupakan satu unit mesin yang berfungsi menghampar,

meratakan, memadatkan dan membentuk perkerasan

sekaligus memberi arah dan mengatur elevasi sesuai

kebutuhan dalam sekali gerak maju.

4.4.2.2. Penghamparan Dengan Mesin Penghampar Jenis Acuan

Tetap (Fixform Finisher).

Digunakan jika lokasi perkerasan sempit atau bentuknya tidak

beraturan yang tidak memungkinkan beroperasinya mesin

Slipform Concrete Paver.

4.4.2.10. Percobaan PenghamparanKontraktor harus menyediakan peralatan dan

menunjukkan metode pelaksanaan pekerjaan dengan

cara menghamparkan lapisan percobaan sepanjang tidak

kurang dari 30 m di lokasi yang disediakan oleh

Kontraktor di luar daerah kerja permanen.

4.4.3. Penerapan Ketentuan Toleransi Dimensi

4.4.3.1. Toleransi Dimensi (Elevasi dan Kerataan Permukaan).

Pada umumnya hal ini harus dilakukan dengan pengukuran

ketinggian (levelling) dan penggunaan “Crown template dan

straight edge” berukuran panjang 3 meter.

4.4.3.2. Toleransi Ketebalan Perkerasan.

Ketebalan perkerasan akan ditentukan dengan metoda

"average caliper measurement of cores" diuji menurut

AASHTO T 148,

4.4.4. Penerapan Ketentuan Dokumentasi Pelaksanaan

Sebelum memulai suatu pekerjaan, Kontraktor harus mengajukan

permohnan ijin untuk memulai pekerjaan kepada Direksi Teknik dengan

mengajukan informasi rinci mengenai jenis pekerjaan yang akan

dikerjakannya, meliputi:

• Jenis Pekerjaan

• Nomor Mata Pembayaran

• Nama Mata Pembayaran

• Volume / Kuantitas Pekerjaan Lokasi Pekerjaan

• Gambar Rencana / Gambar kerja yang terkait

• Jenis dan Jumlah personil yang akan ditugaskan

• Jenis dan kuantitas peralatan yang akan digunakan

• Jenis dan kuantitas material yang akan dipakai.

Pembuatan catatan pelaksanaan pekerjaan harus dilakukan

mengikuti formulir-formulir standar yang disetujui dan ditetapkan

Pemberi Tugas, yang biasanya berisi informasi mengenai:

• Jenis Pekerjaan

• Nomor Mata Pembayaran

• Nama Mata Pembayaran

• Tanggal pelaksanaan pekerjaan

• Lokasi pekerjaan

• Jenis Bagian / Komponen Pekerjaan

• Tanggal dan jam kedatangan material

• Tanggal dan jam penggunaan

• Rincian hasil pengukuran (panjang, lebar, tinggi dan volume)

• Keterangan lainnya (besi tulangan, dsb.).

• Masalah yang timbul dan pemecahannya