penerapan sembilan elemen jurnalisme bill kovach … · ushuluddin yang tidak dapat penulis...
TRANSCRIPT
PENERAPAN SEMBILAN ELEMEN JURNALISME BILL KOVACH DAN TOM
ROSENTIEL PADA JURNALIS KRAKATAU RADIO 93,7 FM PANDEGLANG
BANTEN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Disusun Oleh:
Kiki Ulfah
NIM: 1110051100005
JURUSAN KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016M/1437H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) di UIN Suarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang Selatan, 18 September 2016
Kiki Ulfah
i
ABSTRAK
Kiki Ulfah
Penerapan Sembilan Elemen Jurnalisme oleh Jurnalis Krakatau Radio
Pembangunan nasional bergantung pada pembangunan daerah di segala bidang, termasuk pembangunan sumber daya manusia (SDM). Pandeglang merupakan salah satu daerah tertinggal. Sebab itu di daerah ini diperlukan pembangunan SDM tadi, termasuk di bidang informasi. Krakatau Radio sebagai salah satu radio yang mampu menjangkau hampir seluruh pelosok Pandeglang, idealnya diharapkan mampu menjalankan perannya yang krusial sebagai media massa, yaitu menjadi tenaga penggerak penyebar informasi yang cepat dan akurat. Semakin masyarakat mendapat informasi yang akurat, lengkap dan komprehensif, semakin terdidik pula mereka dalam bidang informasi.
Untuk mencegah distorsi informasi, jurnalis harus mematuhi kode etik jurnalistik. Ada banyak kode etik yang berguna bagi pekerja media, salah satunya pedoman etik yang dirumuskan Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Keduanya menyajikan sembilan elemen jurnalisme..
Berdasarkan latar belakang di atas, timbul pertanyaan sejauhmana prinsip sembilan elemen jurnalisme diterapkan jurnalis Krakatau Radio? Bagaimana kebijakan redaksi Krakatau Radio terkait penerapan sembilan elemen jurnalisme?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian etnometodologi dan penjabaran yang bersifat deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Observasi yang dilakukan bersifat interaktif dengan mengamati langsung proses kerja jurnalistik kru Krakatau Radio. Wawancara mendalam dan studi dokumen dilakukan untuk memperkuat analisis data.
Dari hasil analisis, didapatkan fakta bahwa tidak semua elemen dijalankan sesuai dengan konsep yang dimaksud Kovach. Dari Sembilan elemen, hanya lima konsep yang penerapannya sesuai dengan teori, masing-masing: elemen tunduk pada kebenaran, verifikasi, menyediakan forum publik, memberitakan secara komprehensif dan menggunakan nurani. Sedangkan empat konsep lainnya, -- loyalitas pada warga, independensi, watchdog dan elemen membuat berita menjadi menarik -- bukan berarti tidak dipahami dan diterapkan oleh jurnalis Krakatau Radio, melainkan konsep yang dipahami oleh jurnalis Krakatau Radio dan Kovach berbeda. Dengan demikian, apa yang diharapkan Kovach dalam teorinya menjadi tidak tercapai oleh Krakatau Radio.
Kata kunci: Sembilan elemen jurnalisme Kovach, Penerapan teori jurnalistik, daerah tertinggal, peran media massa, Krakatau Radio.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang telah memberikan karunia, serta kebahagiaan yang diberikan pada
penulis, hingga membuat penulis yakin bahwa Ia hanya menciptakan orang baik di
kehidupan penulis. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah pada Rasulullah
Muhammad Saw. yang darinya kita belajar untuk menjadi manusia bermartabat dan
bermanfaat.
Dalam menyelesaikan tugas ilmiah ini penulis mengakui banyak kendala yang
justru bersumber dari diri penulis sendiri. Namun, dukungan yang selalu mengalir
berhasil membangunkan semangat yang sering layu. Sebab itu penulis dalam
kesempatan ini ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak
yang telah berperan positif dalam kehidupan penulis. Secara khusus ucapan
terimakasih penulis sampaikan kepada orangtua yang sangat luar biasa, Lilis Tsalisa
dan Karmin Lesmana, yang sangat menghargai pendidikan meski mereka tidak
sempat merasakannya, penulis persembahkan karya ilmiah ini untuk mereka. Semoga
Allah mengganti lelah mereka dengan firdaus-Nya. Selanjutnya penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
iii
1. Prof. Dr, Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beserta jajarannya.
2. Dr. Arief Subhan, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
beserta jajarannya.
3. Kholis Ridho, M.Si., Ketua Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, dan Drs. Hj.
Musyfirah Laily, Sekertaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik.
4. Ade Rina Farida M.Si., Dosen Pembimbing Akademik mahasiswa Jurnalistik
A angkatan 2010. Beserta seluruh dosen yang telah memberikan ilmu selama
perkuliahan pada penulis.
5. Drs. Helmi Hidayat, MA., terimakasih sudah bersedia meluangkan waktu
untuk membimbing dengan sabar di tengah kesibukan yang luar biasa.
Terimakasih sudah menjadi sumber ilmu baru bagi penulis. Semoga Allah
membalas dengan pahala.
6. Keluarga besar Krakatau Radio atas segala bantuan yang diberikan, Nyimas
Dian Gayatri, A. Sonhaji Arrafat, Illa Nurlailla, khususnya kepada Ula Ifham,
hatur nuhun, Aa, karena tidak pernah sedikitpun menunjukkan rasa bosan dan
terbebani diikuti kemanapun selama proses penelitian.
7. Keluarga besar Hj. Ja’iyah, Nenek dari Ibu dan Abah Sabid Alm. Kakek dari
Ayah dan keluarga besar Bandung, terimaksih atas dukungan dan kepercayaan
yang diberikan. Juga untuk keenam adik penulis, Irma Fahmi, Naefis
Maulana, Alma Almeria, Ikmal Fadhli, Farhat Pasha Lesmana dan Fadhel
iv
Aulia Lesmana, ayo kita wujudkan cita-cita Mama dan Bapak untuk jadi
orang terdidik dan bermanfaat!
8. Sahabat seperjuangan yang selalu memahami penulis: Dini Halimah, Intan
Nuraini, Atin Kurniatin, Nurhasanah, Jojon suhendar, Sintia Aulia, Sadam
Husein dan kawan ‘Beach Vacation’ yang selalu membuat penulis merasa
dicintai: Tria Malida, Kurtubi Nafis, Anggi Afra, Tyara Sy, Raisa Rahmi, Lia
Fitriani dan Pradita Puteri.
9. Teman diskusi yang selalu sabar menanggapi meski penulis lebih banyak
marah dalam menyanggah dibanding memberi masukan: Basudewa, Ika
Fandini, Wishnugroho, Jean Pierre dan semua yang telah menyumbangkan
keilmuan pada penulis. Merci pour notre precieuse discussion. On garde
contact!!
10. Kawan selama kuliah, Budi Rahman S., Astari Puteri, Sayyid Mu’arif,
Ruliyan Akbar, Fajar F, Valen, Makhruzi R, Rizki Solehuddin dan seluruh
kawan Konsentrasi Jurnalistik 2010, Pecinta Alam Arkadia dan PIUSH
Ushuluddin yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
11. Saudara di komunitas, pergerakan dan himpunan yang mengajarkan banyak
hal kepada penulis. Teater Tempo Doeloe Kota Tua, Backpacker Jakarta,
Banten Creative Community, Front Revolusioner Bantenica, Kahfi Motivator
School dan secara khusus untuk Himpunan Mahasiswa Banten (HMB)
Jakarta, terimakasih banyak. Berpisah kita bejuang, bertemu kita berhimpun!
v
12. Terakhir, namun bukan berarti tidak penting, kepada guru, ustadz dan
ustadzah dalam kehidupan penulis, penulis ucapkan terimakasih.
Akhir kata, penulis sangat terbuka untuk menerima saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Ciputat, 17 September 2016
Kiki Ulfah
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 8
1. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8 2. Manfaat Penelitian ........................................................................ 9
a. Manfaat Akademis ..................................................................... 9 b.Manfaat Praktis .......................................................................... 9
D. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9 E. Metode Penelitian ............................................................................. 10
1. Metodologi Penelitian .................................................................. 10 2. Subjek dan Objek Penelitian ......................................................... 11 3. Sumber Data ................................................................................ 11 4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 12 5. Waktu Penelitian .......................................................................... 13 6. Analisis Data ................................................................................ 14
F. Pedoman Sistematika Penulisan ........................................................ 14
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Teori Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ......................................................................................... 16 1. Tentang Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ..................................... 16 2. Konsep Teori Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach .............. 19
B. Tinjauan Tentang Radio.................................................................... 60
vii
1. Radio Sebagai Media Massa ......................................................... 60 2. Karakteristik Radio dan Perkembangan Teknologi Media
Massa ........................................................................................... 62
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sejarah dan Profil Krakatau Radio 93.7 Fm ...................................... 66 B. Segmentasi Pendengar Krakatau Radio 93.7 Fm ............................... 67 C. Visi dan Misi Krakatau Radio 93.7 Fm ............................................. 68 D. Produksi dan Distribusi Radio 93.7 Fm ............................................ 68
BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Tunduk pada Kebenaran ................................................................... 72 B. Loyalitas pada Warga ....................................................................... 75 C. Disiplin dalam Masalah Verifikasi .................................................... 83 D. Independensi .................................................................................... 90 E. Menjadi Pemantau Kekuasaan .......................................................... 98 F. Menyediakan Forum Publik untuk Kritik, Komentar Maupun
Dukungan Bagi Warga .................................................................... 101 G. Berupaya Membuat Hal Penting Menjadi Menarik dan Relevan ...... 104 H. Menjaga Berita agar Komprehensif dan Proporsional ...................... 107 I. Keharusan Bagi Seorang Jurnalis Menggunakan Nurani .................. 112
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 116 B. Saran ............................................................................................... 118
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 120
LAMPIRAN .................................................................................................................. 125
viii
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Table 2.1 Daftar Pertanyaan Tentang Akurasi ................................................................. 35
Tabel 3.1 Struktur Organisasi Krakatau Radio................................................................. 68
Tabel 4.1 Menyampaikan Kebenaran .............................................................................. 74
Tabel 4.2 Inovasi Berita Mengandung Promosi ............................................................... 77
Tabel 4.3 Hadiah Diterima Jurnalis Krakatau Radio Setelah Menyiarkan Berita .............. 94
Tabel 4.4 Hadiah Diterima Jurnalis Krakatau Radio Sebelum Berita Dibuat dan
Disiarkan .............................................................................................. 95
Gambar 4.5 Program Paket Acara Berita Mumuluk ........................................................ 101
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar
mengatakan, lebih dari 100 kabupaten masih berstatus tertinggal dan sebagian besar
ketertinggalan berada di luar Pulau Jawa. 1 Umumnya ketertinggalan disebabkan
karena kondisi geografis, seperti letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan,
pegunungan, atau pulau-pulau terpencil. Daerah tertinggal adalah daerah yang relatif
kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional, meliputi aspek
ekonomi, sosial, budaya aksesibilitas dan keamanan.2
Kabupaten Pandeglang, Banten, adalah salah satu dari sekian banyak kabupaten
yang tertinggal. Dalam skala provinsi saja, kabupaten Pandeglang menduduki
peringkat terbawah dalam Indeks Pembangunan Kesehatan (IPK) dan Indeks
Pembangunan Manusianya (IPM) dibanding dengan kabupaten lain di
Banten, 3 terbukti jumlah buta huruf di Pandeglang relatif masih tinggi, yakni
mencapai 5,68 persen,4 padahal jaraknya dengan Ibu Kota hanya berjarak 108 Km
1Rachmat Hidayat, “Pandeglang Harus Segera Lepas Predikat Kabupaten Tertinggal”,
Tribunnews.com, 28 Februari 2015. 2Bappenas.go.id/sub-direktorat-daerah-tertinggal 3BPS, Indikator Kesejahteraan Rakyat Pandeglang 2011, h. 88 4Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang (BPS), Indikator Kesejahteraan Rakyat
Pandeglang 2011 (Pandeglang: BPS, 2011), h. 44
2
dan dapat ditempuh relatif sebentar, dengan waktu 2 jam 4 menit saja.5 Pandeglang
berbatasan dengan Kabupaten Serang di utara, Kabupaten Lebak di Timur, serta
Samudra Indonesia di barat dan selatan.
Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan kesejahteraan, salah satunya
pengetahuan dan informasi yang tidak merata diterima masyarakat. Hal ini dibuktikan
dengan salah satu penelitian yang dilakukan pada 1964 sampai 1967 oleh Roy dan
kawan-kawan yang kemudian dianalisis kembali oleh Galloway pada 1974bahwa
akses informasi dan pengetahuanlah yang menyebabkan ketimpangan terjadi di
negara berkembang.6
Ketertinggalan dan tidak meratanya kesejahteraan memang seolah menjadi
masalah pelik bagi setiap negara berkembang, terlebih karena pembangunan nasioal
bergantung pada pembangunan daerahnya, jika kesejahteraan di daerah masih jauh
dari kemajuandan ketimpangan masih terjadi,maka pembangunan nasional belum
menunjukkan kemajuan pembangunan.7Untuk sampai kepada meratanya masyarakat
yang sejahtera tanpa ketimpangan memang dibutuhkan waktu yang tidak sebentar dan
usaha yang tidak mudah dari berbagai elemen, seperti pemerintah dan media sebagai
penyebar informasi dan pengetahuan.
5Jaraktempuh.com 6Everett M. Rogers, Communication and Development: Critical Perspectives (California:
Sage Publications, Inc, 1976), h.90-97. 7Michael Todaro, Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga, (Jakarta: Erlangga, 1998), h.121
3
Maka dari itu penyebaran informasi dan pengetahuan yang cepat dan tepat diperlukan
dalam upaya mengentaskan ketimpangan dan ketertinggalan karena media massa
adalah lumbung informasi dan pengetahuan yang mampu bekerja secara luas dan
holistik secara simultan, perannya memungkinkan komunikasi antarmasyarakat
berlangsung dalam jarak jauh. Media massa juga menjadi sarana yang cepat untuk
menyebarkan infomasi dan berita walaupun proses komunikasi antar komunikator
dan komunikan berjarak.8
Kedudukan media adalah sebagai pemberi penerangan dengan keseimbangannya
menciptakan lalu lintas informasi sehingga terjalin jaring-jaring penghubung
antarmanusia. Dalam hal ini media menjadi tenaga penggerak perkembangan dunia
yang tiada hentinya, tenaga yang sekaligus memberikan kehidupan dan pertolongan
pada pergaulan hidup umat manusia berupa informasi.9
Dari informasi-informasi yang diperoleh, kehidupan kita senantiasa ditata dan
diatur oleh informasi tersebut. Informasi ini menjadi landasan dan pertimbangan
masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pemilihan alternatif dalam menjalani
kehidupan. Sedikit atau banyak informasi yang diserap akan memengaruhi perilaku
dan tindakan masyarakat. Semakin masyarakat mendapat informasi yang akurat,
lengkap dan komprehensif, semakin tepat pula pilihan keputusan dan tindakan yang
diambil atas suatu persoalan tertentu. Melalui media, misalnya, petani bisa
8Onong Uchjana Effendi, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta, Erlangga, 1987) 9Rochady S, Surat Kabar, (Bandung: Alumni 1970), h.7
4
mengetahui harga komoditas di pasar sehingga memiliki posisi tawar di hadapan para
tengkulak. Lewat media pula masyarakat mampu mengungkapkan aspirasi mereka
kepada pemerintah. Di sisi lain, pemerintah bisa merumuskan sebuah kebijakan yang
tepat untuk daerah tertentu setelah mendapatkan informasi dari media. Singkatnya,
media sebagai penyampai pesan dapat menjadi jembatan penghubung di antara
berbagai pihak yang saling terkait, sehingga dapat menciptakan hubungan sinergis
yang mampu mendorong agenda pembangunan di daerah tertinggal.
Sebagai pilar keempat, media massa mempunyai beberapa peranan antara lain; to
inform, menyiarkan informasi. Merupakan fungsi utama media massa. Kedua, to
educate, fungsi mendidik. Media menyajikan pesan-pesan atau tulisan yang
mengandung pengetahuan. Ketiga, to entertain, fungsi menghibur. Biasanya media
menyajikan program-program atau rubrik yang menghibur, bertujuan untuk
mengimbangi berita-berita atau pesan yang berat (hard news) yang menguras
perhatian dan pikiran pembaca. Dan yang keempat adalah to influence, fungsi
mempengaruhi.10
Kesemua fungsi media tersebut dapat diterapkan dalam pembangunan dan
pengentasan ketimpangan, terlebih media dapat melakuan kontrol sosial (social
control) secara bebas dan bertanggung jawab. Ia dapat memengaruhi proses
pembentukan etika sosial, mekanisme interaksi dan bahkan proses pengambilan
10Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik, (Ciputat, PT Logos
Wacana Ilmu Bukit Pamulang Indah, 1999), h.73
5
keputusan pada lembaga-lembaga pemegang kebijakan formal.11 Ini terjadi karena
media memegang peranan penting dalam kehidupan, baik sosial, buadaya, politik dan
ekonomi.12
Persoalannya adalah sejauhmana media mampu memberikan informasi yang
benar dan akurat, tanpa ditunggangi oleh kepentingan yang dapat mendistorsi
informasi dan pengetahuan tersebut. Sebagai sebuah mekanisme kontrol, tidak bisa
tidak, media harus bersikap independen, berlaku jujur dan sejumlah kewajiban lain
yang mengharuskan media serta proses jurnalismenya berjalan dan mampu
memertahankan peran yang krusial. Untuk mencegah terjadinya distorsi itu, wartawan
sebagai pencari berita sebenarnya sudah dibekali oleh kode etik jurnalistik. Namun,
kode etik jurnalistik bukan satu-satunya pedoman etik bagi pekerja media dalam
melaksanakan tugas-tugasnya.
Berkata benar, melakukan verifikasi dan sejumlah etika lain guna mencegah
distorsi informasi dalam proses penyebarannya juga dijelaskan dalam al-Quran,
seperti pada Q.S al-Ahzab [33]: 70 dan Q.S. Hujurat [49]: 6. Al-Quran juga
menerangkan bagaimana seharusnya kebenaran disampaikan, yaitu dengan tidak
mencampuradukkan fakta dengan kebohongan, dalam QS Al-Baqarah [2]: 42 Allah
berfirman:
11Ibid., h. 84-85 12Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran
6
ولا تلبسوا ٱلحق بٱلبـطل وتكتموا ٱلحق وأنتم تعلمون
Artinya: “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui”. (QS Al-Baqarah [2]: 42).
Kemudian, dalam QS Al-Maidah [5]: 8 etika lain pun disebutkan, ayat ini
menjadi landasan bagi jurnalis untuk berlaku adil, objektif dan berimbang dalam
setiap kerja jurnalistik mereka. Allah berfirman:
م شنـان قوم على ألا تعدلوا ٱلذین ءامنوا كونوا قوٲمین للھ شہداء بٱلقسطیـأیہا ٱعدلوا ھو أقرب ولا یجرمن
إن ٱللھ خبیر بما تعملون وٱتقوا ٱللھ للتقوى
Artinya; “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan [kebenaran] karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS Al-Maidah [5]: 8).
Apa yang termaktub dalam al-Quran hendaknya menjadi landasan khususnya
bagi jurnalis yang beriman kepada Allah untuk senantiasa berlaku sesuai etika dalam
kerja jurnalistiknya demi mencapai kemaslahatan. Selain itu, ada banyak pedoman
lain yang juga bisa berguna bagi pekerja media. Salah satunya adalah pedoman etik
yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel. Dalam bukunya yang
berjudul Sembilan Elemen Jurnalisme, Kovach dan Rosenstiel merumuskan sembilan
elemen yang harus dimiliki oleh pekerja media. Sembilan elemen ini dimaksudkan
oleh Kovach dan Rosenstiel sebagai pedoman yang seharusnya diketahui wartawan
7
dan yang diharapkan publik, masing-masing: 1) tunduk pada kebenaran; 2) loyal pada
warga; 3) disiplin dalam masalah verifikasi; 4) Independensi; 5) menjadi pemantau
kekuasaan; 6) menyediakan forum kritik maupun komentar bagi warga; 7) berupaya
membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan; 8) menjaga berita agar
komprehensif dan proporsional; dan 9) wajib menggunakan nurani. 13 Kesembilan
elemen tersebut adalah kewajiban yang harus dimiliki dan dipenuhi oleh setiap
jurnalis dan media massa dalam setiap proses jurnalismenya. Prinsip-prinsip tersebut
memungkinkan para jurnalis bergerak dalam koridor ideal untuk mewujudkan tujuan
mendukung masyarakat berkembang ke arah kemajuan.
Pandeglang adalah kabupaten yang minim media lokal. Media lokal yang paling
akrab dengan masyarakat pandeglang adalah radio. Namun demikian, buta huruf yang
memang merupakan masalah yang dimiliki oleh penduduk pelosok tidak menjadi
kendala bagi khalayak pendengar radio untuk mengetahui berita dan informasi yang
mereka butuhkan.14
Ada 47 stasiun radio yang mengudara di Banten, namun hanya beberapa radio
yag mampu menjangkau wilayah Kabupaten Pandeglang.15 Sedangkan di kabupaten
sendiri, stasiun radio yang mampu menjangkau hampir seluruh pelosok Pandeglang
hanya ada beberapa saja, salah satunya Krakatau Radio,berada di kecamatan yang
13Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,(New York: Crown Publishers,
2001) 14Helena Olii dan Lala Hozillah, Reportasi Radio & Televisi, Edisi 2 (Jakarta: Permata Puri Media, 2013), h.6 pada 2010
15Data Aplikasi Android, Erdioo, diunduh pada 20 Agustus 2015
8
paling padat sebaran penduduknya yakni kota Labuan sebanyak 3.439 jiwa/Km2
dengan rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Pandeglang 419 jiwa/Km2.16 Radio
ini mengudara pada frekuensi 93,7 Fm.
Dengan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui secara
mendalam bagaimana Krakatau Radio menerapkan prinsip sembilan elemen
jurnalisme dalam semua jenis pemberitaannya, ini penting agar masyarakat buta huruf
tidak mengalami distorsi informasi. Untuk itu penelitian ini tertuang dalam judul
“Penerapan Prinsip Sembilan Elemen Jurnalisme pada Jurnalis Krakatau
Radio 93. 7 FM Banten”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Peneliti membatasi penelitian ini pada cara kerja jurnalis Krakatau Radio dalam
menerapkan sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach. Berdasarkan hal ini peneliti
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Sejauhmana prinsip sembilan elemen jurnalisme diterapkan jurnalis Krakatau
Radio 93. 7 FM Banten.
2. Bagaimana kebijakan redaksi Krakatau Radio 93.7 FM terkait penerapan
sembilan elemen jurnalisme?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
16Pandeglang Dalam Angka, Bappeda Kabupaten Pandeglang, 2011.
9
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:
a). Sejauhmana prinsip sembilan elemen jurnalisme diterapkan jurnalis
Krakatau Radio 93. 7 FM Banten dan;
b). Bagaimana kebijakan redaksi Krakatau Radio 93.7 FM terkait penerapan
sembilan elemen jurnalisme.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
kajian studi ilmu komunikasi khususnya dalam bidang jurnalistik tentang
prinsip sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach pada jurnalis radio.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi industri media
penyiaran khususnya radio untuk:
1) Menjadikan penelitian ini sebagai sebuah pertimbangan dan masukan
berupa prinsip-prinsip yang seharusnya dimiliki oleh jurnalis Krakatau Radio
2) Dapat menjalankan fungsi media yang keempat yakni mencerdaskan
bangsa.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang penerapan sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach dan
Tom Rosentiel pernah dilakukan oleh Rizqi Syafruddin mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang pada 2009 dengan judul Tingkat Kesesuaian Berita
10
Liputan 6 SCTV dengan Prinsip Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
(Analisis Isi Pemberitaan Pemilu Tanggal 18-24 Maret 2009).
Perbedaan studi peneliti dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek
dan subjek penelitian, jenis media dan metodologi penelitian yang digunakan.
Rizqi Syafruddin menggunakan analisis isi dengan metode deskriptif kuantitatif
untuk menghitung tingkat kesesuaian pemberitaan pemilu pada Liputan 6 SCTV,
sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
penelitian etnometodologi dan penjabaran yang bersifat deskriptif
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan
fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-
dalamnya.17
Peneliti mengamati dan menggali penerapan sembilan elemen jurnalisme
yang dilakukan oleh jurnalis Krakatau Radio dengan pendekatan kualitatif
menggunakan metode etnometodologi dan penjabarannya bersifat deskriptif.
Etnometodologi adalah metode yang digunakan untuk mengungkap
bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata
17Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Prenada Media Group,
2009), h.56.
11
hidup yang mereka jalani,18 dalam hal ini masyarakat yang dimaksud adalah
jurnalis Krakatau Radio. Etnometodologi memiliki argumen bahwa ungkapan
sehari-hari, percakapan sehari-hari di tengah masyarakat dapat dijadikan
indikasi bagaimana kerangka berpikir beserta asumsi-asumsi mereka di dalam
memahami, menafsirkan dan menyikapi berbagai hal yang dihadapi.19
Metode ini merupakan pengamatan langsung yang bersifat interaktif
kemudian memaparkan temuan berupa data yang telah didapat dengan tujuan
mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai faktor-faktor, sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti.20
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian adalah jurnalis Krakatau Radio. Pemilihan jurnalis
Krakatau Radio dikarenakan sembilan elemen jurnalisme sepenuhnya
berhubungan erat dengan kerja jurnalis radio berita itu sendiri. Sedangkan
objek penelitiannya adalah berita-berita yang disiarkan oleh Krakatau Radio.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian dapat diperoleh dari subjek yang diteliti. Sumber
data dari penelitian ini adalah:
a. Data primer, yaitu data-data yang diperoleh dari sumber utama yakni
juranlis Krakatau Radio
18 Ellys Lestari Pambayun, One Stop Qualitative Research Methodology in Communication
Konsep, Panduan dan Aplikasi (Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia, 2013), h. 146 19 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2009) Edisi I, Cet. Ke-3, h. 44. 20S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tasili, 1989), h.9
12
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari naskah siaran, website
resmi dan facebook Krakatau Radio (yang juga menjadi alat penyebar
luasan berita dan informasi oleh Krakatau Radio) juga literatur yang
berhubungan dengan penelitian guna memperoleh teori-teori maupun
pemahaman yang dapat mendukung penelitian mengenai sembilan
elemen jurnalisme Bill Kovach.
4. Teknik Pengumpulan Data
Ada tiga cara yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian
ini, yaitu analisis skrip berita pada objek, observasi dan wawancara terhadap
subjek.
a. Observasi
Observasi adalah kegiatan mengamati secara langsung, tanpa mediator atau
suatu obyek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakaukan oleh
subyek penelitian, subyek penelitian di sini adalah jurnalis Krakatau Radio.
Peneliti menggunakan teknik observasi partisipatoris atau partisipan
artinya observer (peneliti) sebagai partisipan, orang luar yang netral yang
mempunyai kesempatan untuk bergabung dalam kelompok dan berpartisipasi
dalam kegiatan dan pola hidup kelompok sambil melakukan pengamatan.
b. Wawancara
13
Wawancara adalah bentuk komunikasi anatara dua orang, melibatkan
seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.21
Penulis melakukan dua pendekatan wawancara dalam tahap pengumpulan
data. Pertama, wawancara informal berdasarkan pertanyaan spontan penulis
yang berkembang selama observasi dalam interaksi ilmiah. Pendekatan
kedua, yakni wawancara terbuka secara tatap muka dan mendalam (indepth
interview).
c. Dokumentasi
Doumentasi adalah teknik pengumpulan data oleh penulis dengan
melakukan studi pustaka melalui naskah siaran berita, laman website dan
facebook guna memperoleh teori-teori maupun pemahaman yang dapat
mendukung penelitian mengenai sembilan elemen jurnalisme Bill Kovach.
5. Waktu Penelitian
Peneliti melakukan observasi partisipatif dengan mengikuti kegiatan jurnalis
Krakatau Radio sebanyak dua kali. Observasi pertama dilakukan oleh peneliti
dari tanggal 12 Oktober s/d 19 Desember 2015. Dengan berbagai pertimbangan
termasuk observasi yang penulis rasa belum cukup, maka penulis memutuskan
untuk melakukan observasi kembali pada 18 hingga 28 Juli 2016 dengan
observasi yang lebih intensif dari sebelumnya. Sehingga dapat dihitung waktu
21Deddy Mulyana, Teori Komunikasi Suatu Pengantar ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 200 8), h.34.
14
penelitian dan observasi peneliti terhadap kerja jurnalis Krakatau Radio sebanyak
20 hari.
6. Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah analisis deduktif, data
yang diperoleh dari hasil wawancara akan dideskripsikan secara konkret dengan
didukung oleh data-data yang didapat selama penelitian dan menggambarkan
hasil penelitian dari hasil pengamatan kemudian menganalisisnya dengan teori
Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosentiel.
F. Pedoman dan Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti mengacu pada Pedoman Penulisan
Karya Ilmiah yang berlaku di UIN Syarif hidayatullah Jakarta yang diterbitkan
oleh CeQDA tahun 2007.
Sedangkan untuk mempermudah memahami pembahasan pada penelitian ini,
sistematika penulisan dibagi menjadi lima bab, pada masing-masing bab terdiri
atas sub bab.
BAB I PENDAHULUAN yang mengabstraksi keseluruhan bahasan. Bab ini
memuat: latar belakang masalah, batsan dan rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan
BAB II KAJIAN TEORI pada bab ini pembahasan mengenai kajian teoritis dan
konseptual Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Rossential.
15
BAB III PROFIL KRAKATAU RADIO 97.3 FM, meliputi sejarah berdirinya,
struktur organisasi dan program serta segmentasi pendengar Krakatau
Radio.
BAB IV TEMUAN DAN HASIL ANALISIS adalah penyajian data-data yang
diperoleh dari subjek dan objek penelitian mengenai penerapan sembilan
elemen jurnalisme Bill Kovach.
BAB V PENUTUP adalah bagian yang berusaha menarik kesimpulan dari seluruh
masalah yang telah dibahas pada penulisan skripsi ini, selain juga
disampaikan saran-saran yang diperlukan.
16
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Teori Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
1. Tentang Bill Kovach dan Tom Rosenstiel
Teori Sembilan Elemen Jurnalisme ditulis dan dirumuskan oleh Bill
Kovach dan koleganya Tom Rosenstiel pada April 2005 dengan judul The
Element of Journalism: What Newspeople ShouldKnow and the Public
Should Expect, yang kemudian terbit di Indonesia dengan Judul Sembilan
Elemen Jurnalisme. Buku dengan tebal 205 halaman dalam versi aslinya ini,
menurut Neil Rudenstine, Rektor Harvard University, Amerika Serikat (AS),
merupakan karya hebat yang secara luar biasa menggambarkan problem,
risiko dan tantangan hingga solusi dan nilai-nilai jurnalisme yang bisa
dipahami dan dipraktikkan untuk menanggapi kesulitan yang dialami
jurnalisme saat ini. Elemen jurnalisme layak menjadi bacaan wajib setiap
institusi dan siapa pun yang terlibat dalam jurnalisme.1
Kovach adalah salah satu wartawan AS yang reputasinya menembus
banyak batas negara. Hal itu terbukti dari banyaknya mahasiswa, wartawan,
pemilik media dan reporter di Indonesia yang menyatakan kekaguman
1 Andreas Harsono, Agama saya Jurnalistik, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h. 19.
17
padanya.2 Ia memulai karirnya pada 1959 di harian Johnson City Press-
Chronicle. Sejak tahun 1960-1967 ia menjadi reporter surat kabar Nashville
Tennesseean. Di surat kabar ini, Kovach banyak meliput soal gerakan
persamaan hak orang kulit hitam di Amerika, politik wilayah Selatan, dan
kemiskinan di daerah pegunungan Appalachian. Menurutnya generasi
sebelum dirinya menganggap berita orang kulit hitam tak perlu diliput,
generasinyalah yang mengubah keadaan itu.3
Kovach lahir dari keluarga Amerika keturunan Albania pada 1932 di
Tennessee. Ayahnya seorang Muslim asal Albania. Ibunya seorang Katolik
Ortodox juga imigran dari Albania. Di AS mereka mengganti nama marga
dari “Kovachi” menjadi “Kovach” agar terasa nuansa Inggris.4
Koleganya, Tom Rosenstiel, adalah mantan kritikus media harian Los
Angeles Times dan kepala koresponden mingguan Newsweek. Saat ini ia
menjabat sebagai direktur Project for Excellence in Journalism. Rosenstiel
tinggal di Washington DC.5
Buku ini terlahir dari kegelisahan 25 wartawan yang berkumpul di
Harvard Faculty Club, Cambridge, AS, Juni 1997. Mereka terdiri atas
2http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-bill-kovach.html diakses Selasa,
29September 2015 pukul 22.00.
3http://www.cimethics.org/newsletter/feb2012/bill-kovach-interview.htm diakses selasa, 29 September 2015 pukul 22:40
4http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-bill-kovach.html diakses Selasa, 29September 2015 pukul 22.00.
5Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism. (halaman Tentang Penulis)
18
redaktur surat kabar papan atas dan orang-orang yang namanya cukup
berpengaruh di televisi dan radio, beberapa pengajar jurnalis dan penulis
menonjol yang dimiliki oleh AS. Mereka merasakan ada yang salah dengan
profesi mereka. Para wartawan ini gelisah akan hasil kerja kebanyakan rekan
mereka yang mereka anggap sebagai jurnalisme. Mereka khawatir, alih-alih
kewajiban mereka melayani kepentingan publik, justru mereka merusaknya.6
Ketakutan mereka terbukti, masyarakat AS kian tak percaya akan kerja
wartawan, bahkan membencinya. Keadaan ini makin memburuk pada 1999,
ketika semakin menurunnya kepercayaan masyarakat. Hanya 21 persen warga
AS yang percaya bahwa pers peduli akan nasib mereka, menurun dari 41
persen pada 1985.7
Para jurnalis yang gelisah ini pun membentuk sebuah grup dan
mempunyai sebuah rencana, yakni menyatukan masyarakat dan wartawan
dalam sebuah pengajian bagaimana sebenarnya jurnalisme seharusnya
bekerja. Lalu mereka menyiapkan dua pertanyaan bagi pihak media. Pertama,
apakah produk jurnalis dengan komunikasi yang lain itu sama? Apa
perbedaannya? Kedua, prinsip apa saja dari konsep yang sudah ada di AS
yang harus dihapus dan ditambah jika ada?8
6Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 3. 7Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism.h.3. 8Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism.h.4.
19
Setelah dua tahun berselang, para wartawan ini menamai grup mereka
dengan Committee of Concerned Journalist. Komite inilah yang kemudian
mengatur dan menguji secara sistematis dan komprehensif tentang aturan-
aturan dan prinsip wajib yang dipegang oleh jurnalis yang kemudian tertuang
dalam sebuah buku yang tidak hanya memuat argumen-argumen semata,tapi
juga pengujian yang sistematis dan komprehensif untuk melahirkan sebuah
teori dan budaya jurnalisme. Selama tiga tahun, sedikitnya 3000 orang
menghadiri 21 fora dan dibutuhkan 103,5 jam untuk mewawancarai 300
wartawan untuk mempelajari sejarah jurnalisme dan nilai-nilainya. Mereka
menyimak apa saja yang disampaikan anggota masyarakat dan wartawan.
Buku ini adalah hasil dari penelitian yang bersifat empiris dan pembacaan
terhadap sejarah profesi kewartawanan ketika berkembang di AS.9
2. Konsep Teori Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom
Rosentiel
a. Tunduk Pada Kebenaran
Bill Kovach dan tim mengatakan bahwa kewajiban pertama jurnalis
adalah tunduk pada kebenaran. Bagi mereka kebenaran adalah prinsip yang
paling utama dan paling membingungkan. “Apa arti dari kebenaran?”, kata
mereka. Bagaimana seseorang atau sesuatu dikatakan benar? Seperti apa
bentuk kebenaran? Lalu untuk apa dan siapa kebenaran tersebut? Inipun
9Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,(New York: Crown Publishers,
2001), h. 4-5.
20
menjadi perdebatan yang menyita waktu pemikir-pemikir dunia. Apa yang
dikatakan Kovach sebenarnya banyak dibahas dalam Epistemologi sebagai
cabang filsafat, mengawali dengan mengajukan pertanyaan mendasar:
Bagaimana kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa apa yang kita lakukan
adalah benar?10
Menurut Oxford Learner’s Pocket Dictionary, truth atau kebenaran
adalah “the true facts about something, rather than things that have been
invented or guessed; quality or state of being based on fact; fact that is
generally accepted as true”.11 Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kebenaran berasal dari kata benar yang diberi awalan dan
imbuhan (ke-an), benar berarti: cocok dengan keadaan sesungguhnya, betul,
tidak salah, tidak bohong, sejati.12 Ensiklopedia bebas Wikipedia memberikan
definisi kebenaran sebagai suatu persesuaian antara pengetahuan dan obyek,
bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai
dengan (atau tidak ditolak oleh) orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. 13
Kebenaran dapat menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran
dan kebenaran inilah yang menjadi sebuah intisari dari berita. Pada sebuah
survey yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and the
10 Justin Sudarminta, Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan, (Kanisius,
Yogyakarta: Kanisius 2002) 11Oxford Learner’s Pocket Dictionary 12Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005) 13https://wikipedia.org
21
Press dan Commitee of Concerned Journalist ditemukan jawaban bahwa
seluruh wartawan yang diwawancarai menjawab bahwa kebenaranlah yang
menjadi nilai tertinggi dalam proses kerja mereka. Kejujuran merupakan
hasrat mendasar dalam setiap manusia.14
Kebenaran memang menjadi perhatian serius kaum jurnalis. Menurut
mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja, kebenaran dalam
jurnalisme lebih bersifat early warning system (sistem peringatan dini), yaitu
pada umumnya, kebenaran bagi pers dicapai dengan memenuhi prinsip dasar
peliputan seperti akurat dan berimbang. Bukti kebenarannya, misalnya,
terlihat dalam bentuk dokumen dan wawancara.15 Dalam konteks inilah
mengapa Kovach menegaskan bahwa berita adalah materi yang digunakan
oleh masyarakat untuk mempelajari dan berpikir tentang hal di luar diri
mereka, sehingga kualitas terpenting berita adalah usable and reliable.16
Pendek kata, seperti dikatakan Luwi Ishwara, bagi wartawan memberitakan
fakta tanpa melenceng adalah sebuah kebenaran, akurasi berita dan
transparansi narasumber serta metode-metode yang benar akan mampu
menggiring masyarakat kepada penilaian mereka tentang informasi yang
disajikan oleh wartawan.17
14Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,(New York: Crown Publishers,
2001). 15Samsuri, “Memaknai Pencarian, Merayakan Keberagaman,” Lampung Post, 6 Mei 2004. 16Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h. 38-39 17Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas (PBK),
2010), h. 10.
22
Kovach menjelaskan, untuk memahami sebuah kebenaran dalam proses
jurnalisme adalah dengan memahami kebenaran sebagai sebuah proses, yakni
perjalanan berkelanjutan menuju suatu pemahaman. Sebagai contoh, pada
satu peristiwa yag baru akan dijadikan sebuah berita, wartawan memulainya
dengan melaporkan sesuatu yang sederhana. Sebuah kecelakaan lalu lintas,
misalnya, akan dicatat waktu dan tempat kecelakaan, kerusakan yang
ditimbulkan, jenis kendaraan, kondisi cuaca dan hal lain yang terlihat dari
fisik luar sebuah kasus dan semua fakta ini dapat dicatat dan diperiksa
kebenarannya. Begitu mereka memverifikasi fakta-fakta, para wartawan akan
menyampaikan laporan yang jujur dan valid untuk saat itu dan dapat
dijadikan subjek untuk reportase lebih lanjut. Kovach kemudian mengutip
Bernstein yang mengatakan bahwa verifikasi atas fakta-fakta itu merupakan
“the best obtainable version of the truth” (versi terbaik dari kebenaran yang
bisa didapatkan).18
Bagi Kovach, sekalipun kebenaran adalah sesuatu yang rumit dan
membingungkan, namun bukan berarti wartawan tidak dapat
menjalankannya. Ungkapan Kovach menarik untuk dikutip.
"The truth is a complicated and sometimes contradictory phenomenon, but if it seen as a process over time, journalism can get at it. First by stripping information of any attached misinformation, disinformation, or self-promoting bias and then by letting the community react, in the sorting-out process that ensues. As always, the search for truth becomes a conversation. This definition helps reconcile the way we use the
18Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h. 35
23
words true and false every day with the way deconstruct those words in the petri dish of a philosophical debate. This definition comes closer to journalists' intuitive understanding of what they do than the crude metaphors of mirors and reflection that are commonly handed out."19
Bagaimanapun, menurut Kovach, kebenaran adalah sebuah tujuan,
sekalipun rumitnya sangat luar biasa, namun seperti halnya proses belajar,
sama halnya dengan stalagmit yang tumbuh di dalam sebuah gua, ia tumbuh
setetes demi setetes dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Berita
pertama disusul dengan berita-berita selanjutnya yang membuatnya semakin
lengkap dan menjadikan sebuah pemahaman kepada masyarakat tentang
kebenaran yang terjadi.20 Karena itu, Walter Lippman, seorang jurnalis AS
yang juga penulis buku Publik Opinion, membedakan berita dan kebanaran
sebagai dua hal yang mempunyai fungsi yang berbeda. Fungsi berita adalah
menandai sebuah peristiwa, sedangkan fungsi kebenaran menerangi fakta-
fakta tersembunyi, menghubungkannya satu sama lain, dan membuat sebuah
gambaran realitas yang dari sanalah orang dapat bertindak.21
b. Loyalitas Pada Warga
Dalam bisnis media ada sebuah segitiga, media, pengiklan dan warga.
Secara tegas Kovach menyebutkan bahwa di antara ketiganya, kedudukan
19Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h. 36 20Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 36-37 21Cassandra Tate, “What Do Ombudsmen Do”, Colubia Journalism Review, Mei/Juni 1984,
h.37.
24
wargalah yang lebih diutamakan dibanding yang lainnya.22 Hubungan ini
disebut oleh McQuail sebagai Triangulasi Media, yakni hubungan antara
negara, pasar dan warga, yang masing-masing mempunyai kepentingan yang
berbeda-beda.23
Untuk memahami mengapa jurnalis harus menyerahkan kesetiaannya
pada masyarakat atau warga ada baiknya Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, khususnya poin ‘b’ dirujuk. Dalam
poin itu disebutkan bahwa spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya
terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Singkatnya, seperti air,
tanah dan udara spektrum frekuensi juga merupakan sumber daya alam yang
penggunaannya harus berlangsung adil dan bermanfaat bagi publik. Publik
berhak menggunakan, menikmati dan mendapatkan manfaat dari frekuensi,
baik frekuensi yang dikelola oleh komunitasnya sendiri maupun yang
dikelola perusahaan dan bersifat komersil.24
Dalam konteks ini, sistem komunikasi massa memang menjadi bagian
dari industri, kepentingan ekonomi tidak dapat dielakkan, begitu pula
kepetingan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang mungkin
22Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 54 23Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h.245. 24Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentag Penyiaran.
25
memengaruhi kerja media seperti isi media (media content), informasi yang
disajikan dan makna-makna yang ditawarkan oleh media, namun, semua
kepentingan-kepentingan di atas harus dikalahkan oleh kepentingan publik
atau warga. Inilah yang dimaknai sebagai independensi media, yang dengan
prinsip tersebut diharapkan media tidak menjadi ajang komersialisme, alat
politik atau penyajian-penyajian kebenaran yang bias oleh media demi
kepentingan-kepentingan tertentu.25
Berbeda dengan kebanyakan bisnis, yang menjadikan konsumen sebagai
objek, dalam bisnis media, pemirsa, pendengar atau pembaca bukanlah
pelanggan (customer). Kebanyakan media, termasuk televisi, radio dan
internet memberikan berita secara gratis. Orang tidak membayar untuk
menonton televisi, membaca internet, atau mendengarkan radio, bahkan
dalam bisnis suratkabar pun, pembaca hanya membayar sebagian kecil dari
ongkos produksi. Jelas bahwa dalam elemen ini, loyalitas kepada publik
bukan berarti media memosisikan masyarakat sebagai pelanggan, sebab apa
yang diinginkan masyarakat tidak lantas menjadi berita. Wartawan tidak
menjajakan produk kepada audiens.26
Kata pelanggan bukanlah kata yang akurat untuk menggambarkan
loyalitas karena media bukanlah barang atau jasa yang dapat dibeli. Hal ini
ditekankan Kovach karena ia prihatin oleh banyaknya media AS yang
25Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 54 26Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 54-55
26
mengaitkan besarnya bonus atau pendapatan redaktur mereka dengan
besarnya keuntungan yang diperoleh perusahaan bersangkutan. Sebuah survei
menemukan, 71 persen redaktur media di AS menerapkan sebuah gaya
manajemen yang biasa disebut management by objections. Model ini
ditemukan oleh guru manajemen Peter F. Drucker. Idenya sederhana, para
manajer diminta menentukan target sekaligus imbalan bila mereka berhasil
mencapainya. Manajemen model ini, menurut Kovach dan Rosenstiel, bisa
mengaburkan tanggungjawab sosial para redaktur. Mengkaitkan pendapatan
seorang redaktur dengan penjualan iklan atau keuntungan perusahaan sangat
mungkin untuk mengingkari prinsip loyalitas redaktur terhadap masyarakat.
Loyalitas mereka bisa bergeser pada peningkatan keuntungan perusahaan
karena dari sana pula mereka mendapatkan bonus.27
Karena itu suatu komisi yang dibentuk oleh masyarakat profesional
jurnalis di AS tahun 1947, yakni komisi yang dipimpin oleh Robert M.
Hutchins, yang kemudian dikenal sebagai Komisi Hutchin, merumuskan lima
tanggung jawab media terhadap masyarakat, masing-masing:28
1. Media harus menyajikan pemberitaan yang benar, komprehensif dan
cerdas. Dalam masyarakat modern, isi media merupakan sumber
27Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h. 71-75. 28William L. River dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Kencana, 2003),
h.81-100
27
informasi dominan sehingga media dituntut untuk menyajikan berita
dengan benar dan jelas.
2. Media massa harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, gagasan,
komentar dan kritik. Artinya media harus berfungsi sebagai penyebar
gagasan, yakni menyodorkan suau masalah kepada khalayak untuk
dibahas bersama, karena dengan kepemilikan media di tangan segelintir
orang akan membuat wahana ekspresi publik menjadi sempit.
3. Media massa harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok
masyarakat, memahami kondisi semua kelompok masyarakat secara
akurat, tanpa terjebak dalam stereotip.
4. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai
masyarakat. Tanpa harus mendramatisasi pemberitaan, media harus
mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan
masyarakat dan hal-hal yang harus diraih. Hal ini karena media massa
adalah instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus memikul
tanggung jawab sebagai pendidik dalam memaparkan segala sesuatu
dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.
5. Media harus membuka akses penuh ke berbagai sumber informasi. Hal ini
merupakan tuntutan agar media massa lebih berupaya mendapatkan akses
kepada data dan informasi. Karena itu “hak untuk tahu” (right to know)
dan kebebasan informasi tidak saja penting bagi masyarakat, tetapi juga
28
menjadi penting bagi media massa yang menyajikannya. Kepentingan
terhadap informasi bukan hak perseorangan, tetapi banyak orang yang
memiliki kepentingan dengan keberadaan media untuk menyiarkan
informasi tersebut.
Menurut Kovach, bagaimanapun pendekatan yang diambil organisasi
media, masalah loyalitas pers kepada warga sangatlah penting dan jangan
sampai diabaikan ataupun disalahpahami. Jika ini tidak dilakukan,
ketidakpercayaan publik kepada pers semakin besar; warga tidak berharap
kesempurnaan wartawan, setiap kata tereja dengan benar misalnya,
masalahnya ada pada hal yang lebih mendasar. Masyarakat melihat
sensasionalisme, eksploitasi dan lebih parah lagi seperti berbahagia di
atas penderitaan orang lain adalah hal yag sedang dilakukan para
wartawan saat ini.29
Agar masyarakat kembali memercayai bahwa apa yang dilakukan
wartawan memang benar-benar demi kepentingan mereka, Kovach
menawarkan lima gagasan kunci dalam prinsip loyalitas terhadap warga
bagi media dan jurnalisnya. Kelima prinsip itu masing-masing:30
1. The owner must be commited to citizens first
Menurut Kovach, prinsip pertama untuk mengembalikan kepercayaan
publik terhadap jurnalis adalah dengan cara pemilik media harus
29Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.52-57 30Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 57-60
29
mendahulukan komitmennya untuk warga. Prinsip ini merupakan
jalan agar jurnalisme berjalan dalam kondisi terbaiknya, perusahaan
benar-benar bekerja dengan menerapkan nilai-nilai jurnalisme sebagai
prioritas utama.
2. Hire business managers who also put citizens first
Mempekerjakan manajer yang juga mempunyai komitmen tinggi
terhadap warga adalah jalan selanjutnya yang ditawarkan oleh
Kovach. Sekalipun menjajakan iklan atau membangun sirkulasi
adalah pekerjaan yang berbeda dari menghasilkan tulisan, namun
komitmen dan pemahaman harus mengalir di semua bagian
organisasi, termasuk bagian bisnis.
3. Journalists have final say over news
Kovach berpendapat bahwa kata akhir dalam sebuah berita ada di
tangan jurnalis. Apa yang dia maksud adalah jurnalis mempunyai
kewajiban untuk berbicara dan memberikan keputusan ketika
medianya melakukan hal yang melenceng dari idealisme mereka
sebagai organisasi berita.
4. Set and communicate clear standards internally
Prinsip keempat menurut Kovach adalah menetapkan dan
mengomunikasikan standar yang jelas secara internal. Menetapkan
30
standar yang jelas dalam setiap lini perlu untuk memastikan mereka
mengerti dan menghormati peran masing-masing.
5. Communicate clear standards to the public
Demi mendukung prinsip-prinsip sebelumnya, prinsip kelima menurut
Kovach adalah mengomunikasikan standar yang jelas kepada publik.
Menjelaskan pada publik standar yang dimiliki oleh media merupakan
upaya memberi pemahaman kepada publik bagaimana organisasi
mereka bekerja.
Pada akhirnya Kovach mengatakan, dua prinsip tersebut yakni
menjunjung kebenaran dan loyalitas kepada warga hanyalah merupakan dua
langkah awal. Elemen selanjutnya adalah metode yang dipakai agar wartawan
dapat memenuhi proses jurnalismenya.
c. Disiplin Dalam Masalah Verifikasi
Elemen selanjutnya adalah dispilin dalam verifikasi. Berikut adalah
contoh yang diambil oleh Kovach untuk menjelaskan elemen ketiga dari
kesembilan teorinya, sebuah metodologi kebenaran yang ditulis oleh
wartawan Yunani, Thucydides, lima abad sebelum Masehi, dalam pengantar
laporan Perang Pelopponesia.31
31Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h. 61
31
With regrad to my factual reporting of events ... I have made it a principle not to write down the first story that came my way, and not even to be guided by my own general impressions; either I was present myself at the events which I have described or else thoroughness as possible. Not that even so the truth was easy to discover: different eyewitnesses gave different accounts of the same events, speaking out of partiality for one side or the other, or else from imperfect memories.32
Kovach menerangkan bahwa langkah yang diambil Thucydides dengan
menyampaikan metode pembuatan laporannya terlebih dahulu merupakan
sebuah usaha yang seharusnya dilakukan juga oleh seorang yang menamai
dirinya sebagai jurnalis. Langkah tersebut diambil sebab ia ingin meyakinkan
pembacanya bahwa ia dapat dipercaya dan laporannya adalah laporan yang
independen serta dapat diandalkan karena ia mengecek ulang fakta yang ia
temukan. Ia memverifikasi karena memori, perspektif, dan politik telah
mengaburkan daya ingatnya.33
Verifikasi adalah proses menyaring isu, desas-desus,prasangka yang
keliru, kebohongan dan semacamnya. Karena wartawan adalah pencari dan
penyaji kebenaran, verifikasi merupakan bentuk dari tanggung jawab
wartawan. M. Djenar Amar dalam bukunya yang berjudul Hukum
Komunikasi Jurnalistik merumuskan Sebelas Pegangan bagi Wartawan yang
salah satu poinnya menyebutkan bahwa check dan re-check merupakan
konsep yang perlu diperhatikan untuk menghindari kasus yang menimpa atau
32Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h. 61 33Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h. 61-62
32
yang dibuat oleh wartawan, bahkan hal-hal fatal seperti pelanggaran kode etik
dan perkara delik pers, karena pada hakikatnya verifikasi merupakan jaminan
akurasi bagi jurnalis.34
Jurnalisme menyampaikan berita, bukan cerita, karena fokus jurnalisme
adalah menceritakan kejadian setepat-tepatnya. Dengan kata lain, disiplin
dalam masalah verifikasi merupakan ihwal yang membedakan jurnalistik
dengan hiburan, opini, propaganda dan fiksi atau seni. Kovach dan Rosenstiel
merumuskan lima konsep inti tentang disiplin verifikasi, yaitu:35
a. Jangan Menambahi
Konsep pertama adalah larangan bagi jurnalis untuk menambahi hal-
hal yang tidak pernah terjadi. Jurnalis menyampaikan beritanya
berdasarkan apa yang terjadi di lapangan, bukan mengada-ada atau
menyatukan suatu peristiwa yang berbeda, menggabungkan karakter,
waktu dan tempat dalam satu berita sehingga menjadi tidak faktual.
b. Jangan Menipu
Kovach menjelaskan maksud jangan menipu adalah, seorang jurnalis
seharusnya tidak pernah menyesatkan audiens dengan kebohongan.
Ketika jurnalis melakukan sebuah kebohongan, berarti ia bertindak
membodohi khalayak sekaligus menghina dasar jurnalisme, yaitu
kejujuran.
34M. Djenar Amar, Hukum Komunikasi Jurnalistik, (Bandung: Penerbit Alumni,1984), h.110. 35Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.95-106.
33
c. Transparansi
Kovach mengharuskan jurnalis berlaku transparan tentang metode dan
tujuan yang mereka miliki, termasuk bersikap terbuka tentang apa
yang mereka tahu dan tidak tahu. Jurnalis memberitakan apa yang
mereka ketahui; dan apabila mereka tidak mengetahui sesuatu hal,
maka ada baiknya mereka mencarinya terlebih dahulu.
Kemudian, aturan transparansi juga berkenaan dengan cara
wartawan berurusan dengan sumber-sumber mereka. Sudah pasti
wartawan tidak boleh menyesatkan dan membohongi sumber-sumber
mereka dalam proses pencarian dan penyampaian berita pada publik,
berbohong pada sumber, seperti menyamar atau menyesatkan sumber
ketika menggali kebenaran sering dilakukan wartawan dengan
anggapan transparansi atau keterusterangan mereka akan
membelenggu dan menyulitkan usaha mereka.36 Contoh ini
ditunjukkan oleh Jill Zuckman reporter politik harian Bostone Globe
dan Reporter Washington Post, Jay Mathews. Zuckman berpendapat
bahwa kejujuran dan keterbukaan terhadap sumber berita justru akan
menjadikan hasil yang jauh lebih baik karena sumber mengetahui
tujuan dan maksud untuk apa penggalian informasi tersebut
dilakukan. Begitupun dengan Mathews, yang terbiasa memperlihatkan
36Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, 99-106
34
draf tulisan kepada sumbernya untuk mendapatkan akurasi dan
meningkatkan nuansa pada tulisannya.37
Lalu, kapan seorang wartawan boleh menyamar? Kovach dan
Rosenstiel menuliskan setidaknya tiga langkah pengujian sebelum
wartawan melakukan penyamaran, pengukuran pantas atau tidaknya
sebuah penyamaran dilakukan. Penyamaran dibenarkan jika informasi
yang akan digali merupakan hal yang benar-benar vital. Selanjutnya
penyamaran dibenarkan jika tidak ada jalan lain untuk mendapatkan
informasi, kemudian langkah selanjutnya wartawan harus
menerangkan kepada publik tentang metode pencariannya,
menjelaskan kepada publik mengapa mereka melakukan penyamaran
termasuk alasan mengapa laporan mereka dibenarkan walaupun
melalui proses ketidak transparanan.38
d. Orisinalitas
Kovach berpendapat, mengandalkan reportase sendiri merupakan
bentuk dalam menghargai nilai sebuah laporan berita. Ia mengatakan
menelpon sumber untuk melakukan sebuah konfirmasi akan jauh
lebih baik ketimbang memublikasikan berita dari media lain hanya
dengan mencantumkan referensi atau sumber medianya saja. 39
37Jay Mathews, wawancara oleh Dante Chinni, 12 September 2000. 38Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.102-103. 39Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.105.
35
e. Kerendahan Hati
Kerendahan hati menurut Kovach adalah hal yang penting bagi para
juranlis. Mereka harus mempunyai sifat rendah hati atas kemampuan
yang mereka miliki. Jurnalis tak hanya harus skeptis dengan apa yang
mereka lihat, lebih dari itu mereka juga harus skeptis, bertanya-tanya
selanjutnya mengetahui sejauh mana kemampuan mereka terhadap
sesuatu yang mereka ketahui dalam sebuah peristiwa yang sedang
mereka liput, apakah inrepretasi mereka sudah sesuai dengan yang
sebenarnya terjadi. Ini merupakan sebuah kunci bagi wartawan untuk
menghindari penyebaran berita yang tidak tepat, artinya rendah hati
adalah sikap wartawan yang memahami keterbatasan juga
kemampuannya dalam memahami pengetahuan dan daya pikir yang
mereka miliki.40
Tidak hanya pada tataran konsep, metode yang kongkrit pun disusun
Kovach agar proses reportase menggunakan “metode ilmiah” terpenuhi.
Pertama, dengan penyuntingan secara skeptis. Penyuntingan harus dilakukan
baris demi baris, kalimat demi kalimat, dengan sikap skeptis, yaitu banyak
pertanyaan dan banyak gugatan.41 Apabila memungkinkan, menurut Sandra
40Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.106 41Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 109.
36
Rowe, penyuntingan ala skeptis ini melibatkan redaktur media mereka
dengan duduk berdampingan.42
Kedua, memeriksa akurasi. David Yarnold dari San Jose Mercury News
mengembangkan satu daftar pertanyaan yang ia sebut “accuracy checklist”.
Mereka harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:43
Tabel 2.1
Daftar Pertanyaan tentang Keakuratan
Pertanyaan Keakuratan Checklist
Apakah alinea pertama (lead) sudah cukup didukung oleh alinea-
alinea sesudahnya?
√
Adakah yang memeriksa ulang, menelepon atau menghubungi
semua sumber? Apakah alamat, nama dan gelar, situs dsb. Yang
tercantum dalam tulisan sudah benar?
√
Apakah materi latar belakang (background) diperlukan untuk
membantu khalayak memahami tulisan?
Apakah pihak yang terlibat dalam berita sudah teridentifikasi
semua? Apakah mereka sudah mendapatkan hak untuk
berbicara?
42Wawancara Sandra Rowe oleh Tom Rosenstiel untuk Pew Research Center for People and
the Press pada 13 April, 2000. 43Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 109-110.
37
Apakah berita yang dibuat memihak atau menghakimi baik
secara jelas ataupun tersembunyi?
Apakah ada sesuatu yang kurang?
Apakah semua kutipan sudah jelas? Apakah kutipan tersebut
sudah menangkap apa yang dimaksud oleh orang tersebut?
Langkah ketiga setelah memeriksa akurasi, Kovach melarang wartawan
berasumsi dan percaya pada sumber-sumber resmi begitu saja. Menurutnya
wartawan harus mendekat pada sumber-sumber primer sedekat mungkin.
David Protess dari Northwestern University, seperti dikutip Kovach,
memakai tiga lingkaran yang konsentris sebagai metodenya. Lingkaran paling
luar berisi data-data sekunder terutama kliping media lain. Lingkaran yang
lebih kecil adalah dokumen-dokumen misalnya laporan pengadilan, laporan
polisi, laporan keuangan dan lainnya. Lingkaran terdalam adalah saksi mata.44
Larangan berasumsi dan kewajiban wartawan atas pemeriksaan akurasi juga
disebutkan dalam kode etik jurnalistik Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) yang
menjabarkan bahwa informasi yang diperoleh oleh wartawan haruslah diuji
dengan melakukan cek dan re-cek terlebih dahulu dan tidak menghakimi atau
44Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 110.
38
berasumsi dengan mencampurkan opininya dengan fakta yang sudah mereka
miliki.45
Metode keempat, pengecekan fakta a la Tom French yang disebut Tom
French’s Colored Pencil. Metode ini sederhana. French, seorang spesialis
narasi panjang nonfiksi dari surat kabar St. Petersburg Times, Florida, seperti
dikutip Kovach, memakai pensil berwarna untuk mengecek fakta-fakta dalam
karangannya, baris per baris, kalimat per kalimat.46
Terakhir, Kovach meminta agar wartawan selalu menguji sumber
anonimnya dengan dua pengujian. Ini untuk berjaga-jaga jika wartawan
dengan terpaksa harus menggunakan sumber anonim. Pengujian pertama,
seberapa banyak pengetahuan langsung yang dimiliki oleh sumber anonim
terhadap suatu peristiwa?47 Pemilihan narasumber dan penggunaan sumber
anonym dalam sebuah peristiwa juga diungkapkan oleh mantan Ketua Dewan
Pers, Atmakusumah Astraatmadja pada Workshop Kode Etik Jurnalistik
untuk Reporter, Ia mengatakan bahwa kebenaran karya jurnalistik berasal dari
kebenaran narasumber, oleh karena itu narasumber yang dipilih oleh jurnalis
haruslah benar-benar kredibel dan jelas motif atau latar belakangnya. Jika
dengan terpaksa jurnalis harus menggunakan sumber anonim, wartawan harus
tetap berbuat adil dengan cara tetap menulis ketidaksediaan narasumber untuk
45 Kode Etik Aliansi Jurnalis Indonesia pasal 3/14 Maret 2006 46Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.112 47Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.112-113
39
diungkap identitasnya. Ia menambahkan bahwa kelemahan dalam karya
jurnalistik merupakan sumbangan bagi kelemahan pers, maka wartawan
dituntut untuk berbuat adil dalam memilih dan menggunakan narasumber.48
Pengujian kedua tentang sumber anonim menurut Kovach adalah apa
motif sumber anonim (jika ada) untuk menyesatkan wartawan, berpura-pura
atau menyembunyikan fakta penting, yang akan mengubah pandangan
wartawan terhadap informasi tersebut? Hanya jika sudah mendapatkan
jawaban yang memuaskan akan kedua pertanyaan tersebut, maka menurut
Kovach penggunaan sumber anonim baru diperbolehkan. Sementara itu,
dikutip Kovach, Deborah Howell, Redaktur Washington untuk jaringan surat
kabar Newhouse mempunyai aturan sendiri tentang sumber yang anonim,
yakni: Aturan pertama menurut Howelltentang penggunaan sumber anonim
adalah menyangkut pemberian opini, sumber anonim tidak bisa digunakan
oleh jurnalis sebagai pemberi opini terhadap orang lain. Kedua, Jurnalis
menurut Howell, tidak diperbolehkan menggunakan sumber anonim sebagai
kutipan pertama dalam sebuah tulisan.49
Pada akhirnya, Kovach mengatakan, setiap orang dalam proses jurnalistik
mempunyai peranan dalam perjalanan menuju suatu kebenaran. Penerbit dan
48 PernyataanAtmakusumah Astraatmadja saat menjadi pembicara pada Workshop Kode Etik
Jurnalistik untuk Reporter dikutip dari Berita Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Jakarta, Rabu, 16 Februari 2011.
49Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.112-113
40
pemilik media harus bersedia dan mampu secara konsisten mengklaim karya
jurnalisme yang mereka buat semata-mata hanya untuk kepentingan publik.
Redaktur harus bertindak sebagai contoh bagi junior dan rekan di bawahnya
untuk secara tegas menolak tekanan perintah dari pihak penguasa, baik
pemerintah, perusahaan, pihak-pihak yang berperkara, pengacara, atau
pembuat berita lain yang menyesatkan atau memanipulasi dan memutar
balikan fakta.50
d. Independensi
Dalam elemen keempat ini, Kovach mencoba menjelaskan sikap
independen jurnalis dengan pertanyaan mendasar tentang publisistik; ia
bertanya apakah setiap orang yang memublikasikan atau menyiarkan sesuatu
bisa dikatakan seorang jurnalis? Kemudian, apakah aktivis politik juga
seorang jurnalis karena mereka memublikasikan sesuatu? Kovach
mengatakan bahwa pertanyaan yang ia ajukan adalah pertanyaan yang sama
yang muncul pada perubahan gerakan sosial 1960-an. Menurutnya, jawaban
untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah bahwa sesuatu baru dapat
dikatakan kegiatan jurnalisme jika kejujuran dan komitmen kepada warga ada
dan menjadi bagian di dalamnya.51
50Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.114. 51Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h.87-90
41
Pandangan Kovach ini juga dijelaskan dalam sebuah buku yang ditulis
oleh salah satu muridnya yang berasal dari Indonesia, Andreas Harsono,
menurut dia jika yang memublikasikan tulisan atau informasi adalah seorang
politisi, maka itu tidak bisa disebut sebagai produk jurnalistik. Mengapa?
Jawabannya, cara pandang politisi dengan jurnalis terhadap informasi tentu
berbeda, ia juga mengutip kalimat Presiden Jimmy Carter tentang perbedaan
cara pandang terhadap informasi, “Ketika Anda memiliki kekuasaan, Anda
menggunakan informasi untuk membuat orang mengikuti kepemimpinan
Anda. Namun apabila Anda wartawan, Anda menggunakan informasi untuk
membantu orang mengambil sikap mereka sendiri.”52
Kovach menambahkan pertanyaan lagi dengan pertanyaan apakah
wartawan tidak boleh berpendapat? Menurutnya tentu saja wartawan boleh
berpendapat. Wartawan boleh mengemukakan pendapatnya dalam kolom
opini (tidak dalam berita). Mereka tetap dikatakan wartawan walau
menunjukkan sikapnya dengan jelas. Namun, yang perlu diingat, wartawan
yang beropini tetap harus menjaga akurasi dari data-datanya. Mereka harus
tetap melakukan verifikasi, mengabdi pada kepentingan masyarakat dan
memenuhi berbagai ketentuan lain yang harus ditaati seorang wartawan.
52 http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-bill-kovach.html diakses Selasa,
29September 2015 pukul 22.00.
42
Mengutip kata-kata redaktur The Manchester (Great Britain) Guardian, C.P
Scott, bahwa komentar sifatnya bebas, namun fakta itu suci.53
Kesetiaan pada fakta inilah dalam teori Kovach yang membedakan
wartawan dengan juru penerangan atau propaganda. Kebebasan berpendapat
ada pada setiap orang. Tiap orang diperbolehkan berbicara apa saja, termasuk
propaganda ataupun menyebar luaskan sebuah kebencian, namun jurnalisme
dan komunikasi bukanlah hal yang sama. Dalam bukunya ia mengutip
pernyataan Maggie Gallagher, seorang kolumnis Universal Press Syndicate,
yang mengatakan ada tiga hal yang membedakan wartawan yang melakukan
jurnalisme dengan orang yang hanya memublikasikan saja. Perbedaan
pertama ada pada komitmen yang dijunjung oleh jurnalis, jurnalis
menjunjung tiggi kebenaran, kedua, jurnalis memegang prinsip kejujuran, dan
terakhir ia akan dikatakan seorang jurnalis jika ia bersikap adil.54
Penjelasan untuk poin ketiga, menurut Gallagher, ketika seorang
wartawan mengisi kolom opini, dan ia tetap bersifat sebagai orang yang adil
kepada mereka yang tidak sepakat dengannya. Hal itu dilakukan dengan cara
tetap melaporkannya secara terbuka kepada publik bahwa apa yang ia sajikan
adalah berupa opini dan berdasarkan pandangannya. Maka dengan seperti ini
53Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h.124. 54Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h.120-122
43
publik akan mengetahui bias yang dimiliki si wartawan ketika mengisi kolom
opini. Setelah itu keputusan dan kesimpulan akan diserahkan pada publik.55
Independensi menurut Kovach berbeda dengan netralitas. Netral atau
ketidakberpihakan wartawan bukanlah konsep jurnalisme karena konsep
jurnalisme bukanlah sikap tidak berpihak sama sekali. Kata dia, wartawan
diwajibkan memihak pada masyarakat dan inilah yang dimaksud dengan
independensi dalam jurnalisme. Dalam konsep jurnalisme independensi
adalah keberpihakan kepada warga. Menjadi netral bukanlah prinsip dasar
jurnalisme. Imparsialitas juga bukan yang dimaksud dengan objektivitas.
Prinsipnya, wartawan harus bersikap independen terhadaporang-orang yang
mereka liput. Semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih
penting ketimbang netralitas.Wartawan bersikap independen terhadap orang-
orang yang mereka liput. Independen baik dari institusi pemerintah, bisnis,
sosial, maupun, politik agar dapat melayani warga dengan sebaik-baiknya.56
Alasan jurnalis harus bersikap independenpun dikatakan oleh Ketua
Bidang Pendidikan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Marah Sakti
Siregar, yang berpendapat bahwa media massa adalah media pembelajaran
bagi masyarkatnya karenanya mereka harus mampu bekerja untuk
55Bill Kovach & Tom Rosenstiel, Sembilan Elemen Jurnalisme, h.120-122. 56Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.121.
44
kepentingan publik, bukan bekerja untuk kelompok tertentu meski wartawan
pasti mempunyai opini dan pandangan masing-masing dalam bersikap.57
Salah satu contoh kasus dalam konsep independensi yang diambil Bill
Kovach adalah kasus Sandy Nelson, Kovach mengatakan kasus ini
merupakan gambaran kasus penghianatan terhadap independensi jurnalisme.
Pada 1991, diberlakukan aturan tegas yang mendukung independensi
jurnalisme dengan melarang jurnalisnya berpartisipasi dalam dunia politik.
Morning News Tribune di Tacoma menurunkan jabatan Sandy Nelson yang
sebelumnya menjabat sebagai reporter pendidikan menjadi korektor naskah
karena terbukti melakukan kegiatan politik, yaitu membantu mengorganisir
sebuah referendum kota untuk melarang diskriminasi berdasarkan jenis
kelamin. Hal tersebut menurut Kovach, terjadi karena partisipasi Nelson
dianggap membuat rentan terhadap kredibilitasnya sebagai seorang jurnalis.58
Kredibiltas seorang jurnalis disebutkan dalam teori Kovach dapat diukur
dari akarnya, yakni dedikasi yang pada akurasi, verifikasi, dan kepentingan
publik. Dengan demikian, menurut teorinya, konsep independen ini dapat
disimpulkan dengan sebuah pertanyaan barukepada seorang yang melakukan
publikasi, pertanyaan yang biasanya diajukan adalah apakah ia seorang
57 Antara, sambutan saaat membuka Safari Jurnalistik PWI-ASTRA 2014 Sesi II, di
Bandarlampung, Jumat, 13 Juni 2014. 58Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 94-95.
45
wartawan? Menjadi, pertanyaan baru, apakah publikasi yang dia lakukan
merupakan kegiatan jurnalisme?59
Pentingnya independensi menjadi kian jelas saat menyimak kewajiban
lain jurnalisme yang merupakan prinsip selanjutnya yang harus dipenuhi oleh
wartawan, yakni sebagai anjing penjaga, menjadi pemantau kekuasaan.
e. Menjadi Pemantau Kekuasaan
Pada elemen kelima, yakni elemen tentang keharusan seorang jurnalis
menjadi pemantau kekuasaan, Kovach mencoba menjabarkan teorinya
dengan mengambil sebuah contoh sebuah ajang penghargaan pada 1964,
yaitu penghargaan paling didambakan oleh media cetak di seluruh AS,
penghargaan Pulitzer, salah satu kategori penghargaan tersebut dimenangkan
oleh Philadelphia Bulletin untuk sebuah kategori baru dalam reportase.
Penghargaan itu bukan tanpa alasan. Harian tersebut memberitakan dengan
memaparkan opsir-opsir polisi di Philadelphia yang terlibat dalam kegiatan
undian berhadiah dan merupakan kegiatan ilegal. Informasi yang
dipublikasikan oleh surat kabar tersebut menjadi awal pergerakan besar di AS
yang memperketat pemantauan terhadap koruptor polisi di kota-kota AS.
Selain itu hadiah Pulitzer tersebut merupakan penanda bahwa era baru
59Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, 92-94
46
jurnalisme di AS telah lahir. Inilah menurut Kovach salah satu peran yang
harus dilakukan oleh media di negara demokratis.60
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai
tatanan aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara, termasuk
memberikan ruang bagi media massa yang bebas untuk menjalankan fungsi
persnya. Salah satu konsep dari sistem negara yang demokratis, menurut
Huntington, adalah adanya peran media massa yang bebas. Bebas di sini
berarti tanpa adanya intervensi dari pihak manapun serta tidak takut akan
tuntutan dan hukuman sehingga hak publik untuk tahu dapat tersampaikan
dengan baik melalui media massa.61 Hal ini juga merupakan konsep
jurnalisme Kovach yang kelima, yaitu memantau kekuasaan dan
menyambung lidah mereka yang tertindas.62
Itulah mengapa menurut Kovach pers diberi kebebasan secara
konstitusional untuk melakukan upaya-upaya penyelidikan. Hal ini bertujuan
agar pemerintah atau penguasa bekerja lebih transparan.63 Mahkamah Agung
AS dan di negara-negara lainnya yang menganut sistem demokratis secara
metodis telah membangun tempat yang aman dan dapat melindungi wartawan
60Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.141 61Aryanti, Aprilia Dwi, and Happy Luh Desitiya Rusitawati. "academia.edu share and
research." Academia. February 4, 2014. 62Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,107-121 63Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.143.
47
dari hukum sehingga mereka dapat secara agresif melayani kebutuhan publik
akan informasi yang menyangkut masalah kesejahteraan bersama.64
Prinsip watchdog ini, menurut teori Kovach, bermakna tidak sekadar
memantau pemerintahan, namun juga meluas hingga pada semua tatanan
lembaga yang dianggap kuat dan mempunyai peran di masyarakat. Watchdog
berfungsi untuk mengawasi mereka yang memiliki kekuasaan baik dalam
bidang politik (pemerintah), organisasi nirlaba maupun dalam sektor swasta.
Pengawasan terhadap mereka yang memiliki kekuasaan perlu dilakukan agar
tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).65 Agar wartawan
mampu memelihara kebebasan murninya dalam menjalankan fungsi
watchdog, media massa dituntut untuk memupuk kekuatan modalnya sendiri,
menjalankan swadaya agar media dan wartawannya tidak ditempatkan di
bawah kehendak penguasa atau siapa saja yang mampu membayarnya
sebagai balas jasa.66
Kovach mengatakan, peran pers sebagai watchdog biasanya dijalankan
melalui peliputan investigatif (investigative reporting) terhadap bagaimana
sebuah kekuasaan dijalankan. Dengan demikian, pers akan mampu memberi
informasi yang berbeda dengan informasi yang mungkin sudah ‘diatur’ oleh
para pemegang kekuasaan untuk menjaga citra mereka. Namun sayangnya
64Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.144. 65Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 108-109 66Hikmat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2005) h. 27-29
48
prinsip ini kemudian dikenal bahkan oleh wartawan sendiri sebagai upaya-
upaya membuat orang senag menjadi susah, dan menyenangkan orang yang
susah. Hal ini disebabkan bayaknya wartawan yang salah paham akan hakikat
peran watchdog yang mereka jalankan.67
Apa yang diungkap wartawan mungkin mengakibatkan hilangnya
reputasi seseorang atau perubahan pemikiran dan peristiwa publik dan hal ini
mendatangkan tanggung jawab yang lebih besar bagi si wartawan dibanding
sekadar mengungkap dan menuntut. Kovach menjelaskan lebih lanjut bahwa
menjadi pemantau kekuasaan bukan hanya sekadar menjadikan manajemen
dan pelaksana kekuasaan berlaku transparan semata, namun juga membuat
tujuan kekuasaanya dipahami, logisnya, pers harus memberitakan juga ketika
lembaga kekuasaan bekerja secara efektif dan baik, memberitakan kapan
mereka benar dan kapan mereka melenceng.68
Hal tersebut harus dilakukan karena dalam pandangan Kovach memantau
kekuasaaan bukan hanya menggambarkan melulu tentang kegagalan yang
dilakukan pemegang kekuasaan, mengkritik tanpa ujung akan menjadikan
laporan dan berita tanpa makna. Jika semua yang dilaporkan adalah
keburukan, publik tidak bisa membedakan lagi mana yang baik dan mana
67Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 107 68Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 107-109
49
yang buruk karena mereka tidak mempunyai dasar atau pertimbangan untuk
perbandingan.69
f. Menyediakan Forum Publik untuk Kritik, Komentar
Maupun Dukungan Bagi Warga
Elemen selanjutnya yang menjadi kewajiban jurnalis adalah
menyediakan forum baik untuk kritik, komentar maupun dukungan bagi
publik. Menurut Kovach dan Rosenstiel, bagi negara yang menganut sistem
demokrasi, konsep forum atau ruang publik merupakan bagian vital, dimana
setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
menyampaikan idenya. Rasa ingin tahu yang menurut Kovach dianggap
sebagai sifat manusiawi publik nantinya akan membuat mereka mengolah
informasi yang mereka dapatkan dari media menjadi pertanyaan-pertanyaan
bahkan kesimpulan sebagai bentuk reaksi, dan pada momen inilah menurut
Kovach suara publik harus terdengar oleh pihak yang berwenang. Atas dasar
itulah forum publik atau ruang publik harus dibangun.70
Ruang publik merupakan konsep yang bebas dari campur tangan negara,
tidak dirancang oleh negara dan tidak pula dikelola oleh negara. Artinya,
negara tidak mempunyai wewenang untuk mengatur persoalan-persoalan apa
saja yang harus menjadi perhatian publik. Publik memiliki wewenang
sepenuhnya untuk mengangkat persoalan yang mereka anggap penting. Selain
69Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.146 70 Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.124-127
50
itu, setiap partisipan berhak mendapatkan perhatian yang sama,
mendengarkan maupun menyampaikan pemikirannya tanpa khawatir dengan
paksaan maupun kontrol dari orang lain.71
Sementara itu, gagasan ruang publik disebut-sebut sebagai gagasan yang
diusung pertama kali oleh seorang filsuf dari Jerman, Jurgen Habermas. Ia
mengenalkan konsep ruang publik melalui bukunya The structural
Transformation of the Public sphere: an Inquiry into a Category of Bourgeois
Society. Konsep ruang publik (public sphere) menurut Jurgen Habermas
meliputi tempat yang memungkinkan masyarakat untuk mengekspresikan
pandangannya yang relatif bebas. Pembicaraan ini berupa diskusi atau
pertukaran pendapat secara terbuka mengenai hal-hal yang menyangkut isu-
isu umum, kesetaraan dan status pada ruang ini dikesampingkan sehingga
terbebas dari segala kepentingan (tidak adanya interferensi), dan tugas
pertama dari ruang publik adalah mengawasi kebijakan pemerintah secara
sistematis dan kritis.72 Senada dengan itu, menurut Komisi Hutchin, dalam
kegiatan jurnalisme, forum pertukaran pendapat, gagasan dan komentar ini
merupakan tugas media massa sebagai wahana ekspresi publik.73
71Alan McKee, The Public Sphere an Introduction, (Cambridge: Cambridge University Press,
2005), h.8 72 Jurgen Habermas, Ruang Publik: Sebuah Kajian tentang Kategori Mayarakat Borjuis,
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008)
73William L. River dkk, Media Massa dan Masyarakat Modern, (Jakarta: Kencana, 2003), h.81-100
51
Kovach dan Rosenstiel menerangkan, zaman dahulu banyak surat kabar
yang menjadikan ruang tamu mereka sebagai forum publik di mana orang-
orang bisa datang, menyampaikan pendapatnya, kritik, dan sebagainya. Di
sana juga disediakan cerutu serta minuman. Dewasa ini, dengan konsep yang
sama, media menghadirkan sebuah forum untuk mengkritik, kompromi dan
mendiskusikan suatu masalah, acara radio yang menyedikan telepon interaktif
bagi pendengarnya, bincang-bincang di televisi dan opini pada halaman
opinion and editorial page pada surat kabar. 74
Hal yang paling penting dalam konsep ini menurut teori Kovach adalah
ruang publik harus benar-benar dibangun di atas prinsip jurnalisme, yakni
kejujuran, fakta dan verifikasi yang harus tetap dijunjung tinggi. Forum yang
tidak menghormati prinsip jurnalisme berupa penghormatan terhadap fakta-
fakta akan gagal memberi informasi. Sebuah forum yang hanya
mengandalkan prasangka dan pengandaian saja menurut Kovach akan
berujung debat yang meninggalkan amarah dan membuat publik bingung.75
Hal yang harus diingat menurut Kovach adalah realita bahwa talk is
cheap, forum publik tentu saja akan menimbulkan berbagai macam opini
yang mencerminkan kemajemukan masyarakat, namun forum harus selalu
mengingat bahwa demokrasi pada akhirnya dibangun atas dasar kompromi.
Tujuan akhir dari forum publik tersebut menurut teori Kovach harus
74Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.174 75Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.175
52
menyatakan kesepakatan yang diyakini oleh sebagian besar publik sebagai
jalan keluar dari masalah yang ada.76
g. Berupaya Membuat Hal Penting Menjadi Menarik dan
Relevan
Elemen ketujuh dari kesembilan Elemen Jurnalisme Kovach adalah
jurnalis harus menarik minat khalayak dengan berita yang relevan. Jurnalis
menurut Kovach harus mampu mengambil perhatian khalayak terkait
pemberitaan sebuah peristiwa.77 Kewajiban membuat hal yang penting dan
menarik tidak hanya diungkapkan Kovach, banyak teori dari pakar jurnalis
yang mengatakan bahwa salah satu nilai dari sebuah berita adalah sifatnya
yang menarik, ungkapan tersebut juga dijabarkan oleh Mitchel V. Charnley
dalam buku yang berjudul Reporting yang ia tulis, Charnley mengatakan
bahwa ketika jurnalis melaporkan sesuatu, maka sesuatu itu baru dapat
dikatakan berita apabila yang ia laporkan berupa informasi yang memiliki
daya tarik dan dianggap penting oleh masyarakat.78
Menurut Kovach, membuat hal penting menjadi menarik bertujuan untuk
menunjukkan kepada khalayak bahwa informasi yang media sajikan adalah
76Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.175 77Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.192. 78 Mitchel V. Charnley, Reporting Third Edition, (New York: Holt Reinhart & Winston,
1975), h. 44
53
sebuah informasi yang benar-benar penting yang wajib diketahui oleh mereka
dan hal ini adalah bagian dari tugas seorang jurnalis79.
Untuk membuat khalayak mengetahuinya, menurut Kovach, jurnalis
harus membuat beritanya menarik juga relevan. Namun menurut Kovach,
ironisnya, dua faktor ini justru sering dianggap dua hal yang
bertolakbelakang. Laporan yang memikat dianggap laporan yang lucu,
sensasional, menghibur, dan penuh tokoh selebritas. Sebaliknya, laporan yang
relevan dianggap kering, angka-angka dianggap sulit dipahami oleh sebagian
besar publik, beritapun dianggap membosankan. Tugas wartawan menurut
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah meramu campuran yang tepat dalam
menyajikan berita.80
Kovach menawarkan beberapa pendekatan inovatif, namun ia juga
mengatakan bahwa ramuan terbaik agar berita menjadi enak disimak dan
relevan akan didapatkan dari proses jurnalis itu sendiri jika memang ia mau
belajar dan mencoba, salah satu yang ditawarkan oleh Bill Kovach adalah
dengan membuat definisi baru dari 5W+1H, ide ini dibangun oleh seorang
profesor penulisan di Poynter Institute di Florida bernama Roy Peter Clark, ia
membuat ramuan untuk "melumerkan berita" dengan cara mengubah definisi
lama 5W+1H menjadi who becomes character. What becomes scene. Where
79Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.192. 80Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.192.
54
become setting. When is chronology. Why becomes motivation or caution.
Finally, how becomes narrative.81
Kovach menjelaskan, elemen ketujuh ini untuk mengingatkan jurnalis
bahwa jurnalisme adalah seni mendongeng dengan sebuah tujuan, tujuan
menyampaikan informasi yang dibutuhkan publik dalam memahami dunia di
sekelilingnya. Menurutnya, inilah yang menjadi tantangan bagi seorang
jurnalis, menemukan apa yang dibutuhkan publik dan membuatnya bermakna
dan menarik sehingga mudah dan enak disimak.82 Andreas Harsono sebagai
salah satu murid Kovach dari Indonesia meminjam istilah motto majalah
Tempo untuk menggambarkan elemen ketujuh ini, yaitu jurnalisme itu harus
“enak dibaca dan perlu.”83
h. Menjaga Berita Komprehensif dan Proporsional
Keharusan menjaga berita agar komprehensif dan proporsional menurut
Kovach dan tim didasarkan pada terbatasnya ruang dan sumber daya media
yang membuat media tidak dapat meliput dan menyajikan semua peristiwa
yang terjadi. Lantas bagaimana media membuat khalayaknya merasa apa
yang disajikan media adalah merupakan sebuah informasi yang lengkap dan
proporsional sehingga khalayak yang beragam menganggap media tersebut
81Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h. 143 82Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.192 83 Andreas Harsono, Agama saya Jurnalistik, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), h.28
55
sudah mewakili golongannya? Menurut Kovach, ide keberagaman dalam
berita bagi jurnalisme diasumsikan sebagai seorang pembuat peta sosial
(kartografi sosial) yang harus mampu menggambarkan semua komunitas
sosial.84 Pada penafsiran pasal 1 Kode Etik Jurnalistik pun disebutkan terkait
proporsional atau keberimbangan dalam berita, di sana tertulis bahwa semua
pihak atau golongan harus mendapatkan kesempatan setara dalam
pemberitaan yang disiarkan.85
Dalam teori Kovach, menjaga berita komprehensif dan proporsional
merupakan tugas jurnalis yang bersifat subjektif, berita yang besar dan
penting bagi sejumlah orang belum tentu penting bagi sebagian yang lain.
Namun, ketika khalayak sudah menaruh keyakinan pada jurnalis bahwa
mereka bekerja untuk kepentingan khalayak, maka khalayak akan berusaha
memahami bahwa itulah yang dibutuhkan dan layak untuk diketahui walau
menurut mereka tidak begitu penting.86
Jurnalis diumpamakan sebagai kartograf, pembuat peta, oleh Kovach
karena jurnalis harus mampu menggambarkan secara menyeluruh dan luas
dengan mencari fakta-fakta lebih jauh dan menyusunnya dalam sebuah
konteks sehingga masyarakat mampu melihat apa yang ada di luar komunitas
mereka, apa yang belum mereka ketahui dan apa yang sedang terjadi di luar
84Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 211-213 85 Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 86Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.218-219
56
sana, sehingga mereka memahami secara utuh dan luas sebuah informasi
yang nantinya membantu mereka untuk mengambil keputusan yang baik dan
mengetahui apa saja kebutuhan mereka.87
Namun menurut Kovach, kesalahan yang dilakukan oleh banyak media
dengan ide keberagaman dalam berita malah membuat mereka melebih-
lebihkan berita dalam penyajiannya untuk menarik minat khalayaknya.
Sehingga media menurut Kovach, gandrung membuat berita dan judul
sensasional dengan penekanan pada aspek emosional. Selain itu, penyajian
beritanyapun tidak proporsional. Untuk menjelaskan kasus dalam elemen ini,
Kovach dan Rosenstiel mengambil contoh yang menarik, yaitu
membandingkan antara seorang yang bertelanjang dengan seorang pemain
gitar andal. Menurut mereka, cerita sensasional diibaratkan seseorang yang
ingin menarik perhatian pembaca dengan pergi ke tempat umum lalu melepas
pakaian, bertelanjang. Tentu saja ia akan menarik perhatian. Pertanyaannya
adalah bagaimana orang telanjang itu menjaga kesetiaan pemirsanya, orang
yang sudah ia tarik perhatiannya? Ia mungkin akan mampu menarik perhatian
dan membuat kerumunan orang banyak, namun, bagaimana si telanjang ini
mempertahankan kerumunannya agar tetap setia pada pertunjukan yang ia
buat?88
87Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, 156 88Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.219
57
Lain halnya dengan pemain gitar andal yang juga menginginkan
perhatian, cara yang berbeda dilakukan olehnya, ia datang ke tempat umum,
memainkan gitar, lalu ada sedikit orang yang memperhatikan. Seiring dengan
kualitas permainan gitarnya, makin hari makin banyak orang yang datang
untuk mendengarkan. Pemain gitar ini adalah contoh suratkabar yang
proporsional. Jika permainannya indah, orang yang sudah tertarik padanya
akan setia, penonton tidak akan berkurang, sehingga ia tak perlu repot
mencari penonton baru untuk mengganti penonton yang bosan atau tak
menyukai permainannya.89
Elemen ini menurut Kovach, berhubungan dengan ekonomi dalam media,
ekonomi mempengaruhi proses laporan berita. Media akan menarik
sebanyak-banyaknya perhatian khalayak, untuk membaca hariannya,
mendengarkan siarannya, menonton program TV yang dikelolanya atau
mengunjungi situsnya. Media menaruh porsi besar untuk hal-hal yang
sebenarnya tidak penting untuk khalayak hanya karena tujuan ekonomi
mereka. Menurut Kovach, idealnya hal yang penting bagi hajat hidup orang
banyak memperoleh porsi pemberitaan yang besar, sedangkn hal yang trivial
atausepele sekontroversial apapun (misalnya berita adanya kelinci yang lahir
dengan dua kepala) cukuplah sebagai berita selingan dengan porsi kecil.
89Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.219
58
Bagaimanapun, media yang menyajikan berita yang hanya menyajikan hal
serius dan penting saja tanpa menyajikan sesuatu yang ringan atau manusiawi
menurut Kovach membuat media tersebut tidak seimbang.90
i. Keharusan Bagi Seorang Jurnalis Menggunakan Nurani
Elemen terakhir teori Kovach mewajibkan jurnalis agar menggunakan
nurani mereka dalam setiap proses jurnalisme mereka, karena menurut
Kovach dalam aktivitas jurnalisme tidak ada hukum jurnalisme, tidak ada
peraturan, tidak ada surat izin, bahkan tidak ada pengaturan resmi tentang
kepribadian jurnalis. Ia menyatakan bahwa pada akhirnya jurnalisme terletak
pada karakter. Saat khalayak memilih sebuah majalah, program TV, siaran
radio atau koran, semua berita yang disajikan kepada mereka tidak lain adalah
hasil dari otoritas, kejujuran dan penilaian media. Maka elemen terakhir ini
adalah konsep dan prinsip yang paling sulit, namun prinsip inilah yang
menyatukan semua prinsip yang sudah dijabarkan sebelumnya. 91
Untuk menjelaskan bahwa jurnalis mempunyai kewajiban terhadap
nurani Kovach mengutip pendapat kritikus Bill Kurtis dan Jon Kartz, Kurtis
menyatakan bahwa setiap jurnalis secara personal harus membuat aturan bagi
dirinya sendiri. Standar sendiri, dan membentuk karir untuknya sendiri.
Dalam hal ini Kartz wartawan AS mencoba menjabarkan bahwa konsep
90Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 153-154 91Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.236
59
kesembilan ini diukur dengan moralitas. Apapun yang jurnalis lakukan, harus
sesuai dan memenuhi rasa puas secara moral bagi dirinya sebagai jurnalis.
Menurut mereka, bagi sebagian besar jurnalis, hal ini tidak lagi asing, karena
masalah moral dan nuranilah yang pertama kali justru membuat mereka
menginginkan dan memilih profesi menjadi seorang jurnalis.92 Hal tersebut
juga diungkapkan oleh Robert Fisk salah satu wartawan Inggris yang
mengatakan bahwa memihak pada kebenaran dan hati nurani merupakan
sebuah keharusan yang dimiliki oleh wartawan sebab hati nuranilah yang
akan menjadi portal bagi setiap wartawan dalam menjalankan profesinya.93
Masalahnya, menurut Kovach, membiarkan setiap wartawan
menyuarakan hati nurani mereka akan membuat urusan manajemen menjadi
lebih kompleks. Namun menurutnya, tugas setiap redakturlah untuk
memahami persoalan ini, redaktur memang mengambil keputusan final tapi
redaktur harus senantiasa membuka diri agar tiap orang yang hendak
memberi kritik atau komentar bisa datang langsung padanya.94
Menciptakan suasana ini tak mudah karena berdasarkan kebutuhannya,
ruang redaksi bukanlah tempat di mana demokrasi dijalankan. Ruang redaksi
bahkan punya kecenderungan menciptakan kediktatoran. Seseorang di puncak
92Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.239 93Sirikit Syah, Rambu-rambu Jurnalistik: dari undang-undang Hingga Hati Nurani, (2011:
Pustaka Belajar), h. 156 94Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 172-175
60
organisasi media memang harus bisa mengambil keputusan apakah sebuah
laporan layak diterbitkan atau tidak, memilih diksi dengan niat melembutkan
sebuah kutipan atau membiarkan apa adanya adalah otoritas mereka, maka di
sinilah tantangan menjadi jurnalis sebenarnya, tentang bagaimana mereka
mengikuti apa kata hati mereka.95
B. Tinjauan tentang Radio
1. Radio sebagai Media Massa
Pada awal penemuannya oleh seorang ahli fisika berkebangsaan
Skotlandia, James C Maxwell, radio yang cara kerjanya memodulasi radiasi
elekteomagnetik masih terpusat sebagai alat teknologi transmisi terbatas saja,
yang mana penggunaannya masih sempit dan kebanyakan digunakan oleh
angkatan militer atau pemerintahan sebagai alat pertukaran informasi
terbatasdi kalangan mereka. Namun,sejalan dengan perkembangannya,
radiopun mulai dilirik oleh kalangan jurnalis sebagai alat dan alternatif baru.
Hal ini dikarenakan radio dianggap mampu menyebarluaskan informasi lebih
cepat dan luas dibanding dengan media sebelumnya, yakni media cetak.96
Kecepatan radio dalam menyebarluaskan sebuah informasi menjadikan
radio menempati posisi penting dan disebut-sebut sebagai pemegang
kekuasaan kelima setelah pers. Perang Dunia II dianggap menjadi awal
95Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h.173 96 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikas teori dan praktek (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2009), hlm. 152.
61
kejayaan radio sebagai media jurnalisme. Menurut John Vivian, November
1916 merupakan titik tolak jurnalisme radio ketika radio-radio di AS
menyiarkan hasil pemilu. Contoh lain pada 1930-an radio menjadi media
kampanye efektif ketika Frankin D. Roosevelt melakukan siaran selama 40
kali dalam masa kampanye 1933, Ia berbicara dengan lebih dari 30% warga
(pendengar) AS melalui media radio. 97 Sedangkan di Indonesia, khususnya
Kota Surabaya, pada era kemerdekaan RI, radio juga dianggap memiliki
peran penting dalam perjuangan mempertahankan proklamasi setelah
kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, radio menjadi satu-satunya sumber
informasi atas setiap kejadian di dunia maupun di Indonesia.98
Gambaran di atas menunjukkan bahwa radio, seperti juga media massa
lainnya, mempunyai andil dalam membentuk dan memengaruhi khalayaknya.
Bahkan kecepatan radio dalam menyebarluaskan sebuah informasi dianggap
pernah meredupkan eksistensi media cetak pada 1920-1930 di AS, di mana
perang antara pers dan radio yang dikenal dengan the Press Radio War
terjadi. Perang ini disebabkan karena pers pada waktu itu merasa tersaingi
oleh kecepatan radio dalam mpenyebaran berita, padahal pada dasarnya
jurnalisme radio merupakan kelanjutan dari media cetak.99
97 Jhon Vivian, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta:Kencana, 2008) 98www.redio.in diakses pada 20 0ktober 2015, 19:29. 99 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikas teori dan praktek (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset, 2009), hlm. 152.
62
2. Karakteristik Radio dan Perkembangan Teknologi Media Massa
Salah satu karakteristik radio siaran adalah sifatnya yang auditif,
sehingga menyebabkan penyampaian pesannya lebih banyak dilakukan
dengan menggunakan bahasa lisan.100 Ini juga yang menjadikan radio sering
disebut-sebut sebagai media buta karena hanya menampilkan audio tanpa
visual. Meski demikian, dalam menjalankan perannya sebagai sarana
komunikasi, radio tetap dipercaya oleh khalayaknya. Fakta ini diungkapkan
oleh Albert C. Book dan Norman D. Cary yang menyatakan bahwa radio
merupakan media komunikasi yang bersifat ekonomis, partisipatif dan cepat
dalam menyampaikan informasi.101
Agar lebih memahami penjelasan persaingan antara radio siaran dengan
media cetak melalui karakteristiknya, Ardianto menjelaskan bahwa surat
kabar sebagai media massa memiliki lima karakteristik berbasis publisitas,
periodisitas, universalitas, aktualitas dan dokumentasi. Sedangkan media
cetak lainnya, misalnya majalah yang penyajiannya mengacu pada khalayak
yang lebih spesifik, mempunyai karakteristik tersendiri berupa penyajiannya
yang lebih mendalam, nilai aktualitas yang lebih lama, gambar-gambar dan
100Asep Syamsul M. Romli, Broadcast Journalism: Panduan Reporter, Penyiar, dan
Scripwriter, (Penerbit Nuansa, Bandung: 2009) h.19. 101Albert C. Book and Norman D. Cary,The Radio and Television Commercial, (Ntc
Business Books, Illinois: 1996)h. 43.
63
foto lebih banyak, serta memiliki kelebihan pada covernya sebagai daya
tarik.102
Morison juga menjelaskan kelebihan dan kekurangan antara radio siaran
dengan media cetak dengan penjelasan dimensi waktu dan ruang, Ia
berpendapat bahwaradio siaran mempunyai sifat menguasai ruang tetapi tidak
menguasai waktu. Ini berbeda dengan media cetak yang menguasai waktu
tetapi tidak menguasai ruang. Artinya, siaran dari suatu radio dapat diterima
di mana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang), namun
kekurangannya, siaran radio tidak dapat didengar kembali (tidak menguasai
waktu). Lain halnya dengan media cetak yang memerlukan waktu untuk
sampai pada pembacanya (tidak menguasai ruang) sedang kelebihan media
cetak dapat dibaca kapan saja dan dapat dibaca kembali berulang-ulang
(menguasai waktu).103
Kemajuan teknologi yang terus berkembang menjadikan persaingan
radio siaran sebagai media massa tidak hanya degan media cetak saja.
Televisi sebagai media elektronik audiovisual jauh lebih maju dibanding
radio. Televisi tidak hanya menggunakan audio seperti radio yang bersifat
auditif, tapi juga menggabungkan tiga kekuatan sekaligus, yaitu kekuatan
verbal, audio, dan teknlogi dramatikal. Kekuatan verbal berhubungan dengan
102Ardianto, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2004) h. 104-144 103Morison, Jurnalistik Televisi Mutakhir, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 4-6
64
kata-kata yang disusun secara singkat, padat dan efektif. Selanjutnya
kekuatan visual yang ditawarkan televisi menekankan bahasa gambar yang
tajam, jelas, hidup, memikat. Kemudian kekuatan teknologikal, berkaitan
dengan daya jangkauan siaran, kualitas suara, dan gambar yang dihasilkan
serta dapat diterima oleh khalayaknya, sedangkan aspek dramatikal televisi
bersinggungan dengan aspek serta nilai dramatikal yang dihasilkan oleh
rangkaian gambar secara simultan. Aspek dramatikal televisi inilah yang
tidak dimiliki media massa radio dan surat kabar.104 Dalam buku Penyiaran
Televisi Indonesia disebutkan bahwa televisi juga yang membawa nilai
hedonis pada khalayaknya, sehingga mempengeruhi integritas sosial.105
Kelebihan-kelebihan yang dimilik televisi tidak lantas menjadikan radio
kehilangan khalayaknya, daya tarik yang dimiliki oleh radio sebagai media
auditif mampu mengajak khalayaknya untuk terlibat dengan cara
menempatkan pendengarnya sebagai subjek dan peserta dalam
komunikasinya. Tidak seperti televisi yang melalui proses yang rumit dalam
proses penyebaran informasinya, radio siaran bersifat langsung dan mampu
menyebarluaskan informasi dengan tidak melalui proses rumit seperti yang
dilalui oleh televisi.106
104 Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita Dan Feature (Bandung: Simbiosis
Rekatama Media, 2005), h.5. 105 Rieka Mustika,S.Pd,”Budaya Penyiaran Televisi Indonesia”,Masyarakat Telematika dan
Informatika, Volume III, 1 (Juni 2012), h.55. 106Www.academia.edu.makalahkomunikasidiakses pada 27 April 2016, pukul 00:34 WIB
65
Tidak hanya media cetak dan televisi, dewasa ini hadir medium baru
yang disebut dengan internet yang melahirkan tipe baru jurnalisme bernama
jurnalisme online. Jurnalisme online memiliki karakteristik yang berbeda dari
jurnalisme tradisional, misalnya fitur dari teknologi yang disodorkan
menawarkan kemungkinan-kemungkinan tak terbatas dalam memroses dan
menyebarkan informasi kepada khalayak luas. J. Pavlik dalam bukunya
Journalism and New Media yang dikutip Santana, menyebutkan bahwa tipe
baru jurnalisme ini disebut contextualized journalism karena jurnalisme
online mengintegrasikan tiga fitur komunikasi yang unik, yaitu platform
digital, kualitas interaktif dan penataan fitur yang dimiliki.107 Namun,
kecanggihan yang dimiliki oleh internet tidak dapat sepenuhnya
menggantikan bentuk media lama karena sesungguhnya yang berubah
hanyalah mode produksi dan perangkatnya, bukan substansinya. Seperti juga
radio yang tidak dapat menghapus dan mengganti kedudukan surat kabar,
begitupula jurnalisme online, ia tidak menggantikan media tradisioanl, namun
ia menjadi sebuah alternatif baru dalam jurnalisme.108
107Septiawan K Santana, Jurnalisme Kontemporer, ( Yayasan Obor: Jakarta, 2005), h. 137 108Www.academia.edu.jurnalismeonline diakses pada 27 April 2016, pukul 00:34 WIB
65
BAB III
GAMBARAN UMUM KRAKATAU RADIO 93,7 FM LABUAN,
PANDEGLANG, BANTEN.
A. Sejarah dan dan Profil Krakatau Radio 93,7 Fm
Krakatau Radio berdiri sejak 23 Nopember 1990, yang mana 70% dari
penduduk Kabupaten Pandeglang, Banten adalah pendengar Krakatau Radio
dengan jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk di bulan Mei
2010, sebanyak 1.145.792 penduduk. Krakatau Radio merupakan satu-
satunya radio yang menjangkau hampir seluruh pelosok Pandeglang Banten.
Radio ini kental dengan etnik Sunda Banten yang kaya dengan para jawara
namun tetap santun dalam tradisi.1
Tepatnya 25 tahun yang lalu, sebelum bergabung dengan Etnikom Grup
yang berpusat di Jakarta, radio ini bernama Radio Kemiri yang status
kepemilikannya atas nama Emung. Kemudian pada 23 Nopember 1990
berganti menjadi Krakatau Radio setelah diakuisisasi oleh Benjamien Su‟eb.
Bertempat di Jl. Jend A. Yani Ruko Buana Blok G 3 – 4 Ciateul
Labuan,Pandeglang, Banten, radio ini menggunakan frekuensi 93.7 Fm.
Dengan format siaran khas Etnik Sunda Labuan Banten, Krakatau Radio
1Www.krakataufm.com
66
berusaha mengemas dengan kreatif budaya masa lalu, sekarang dan masa
yang akan datang agar masyarakat Pandeglang dapat terus menerus
beradaptasi dengan perubahan jaman.2
Radio ini dinamai Krakatau karena lokasinya yang dekat dengan Gunung
Krakatau, Banten. Saat ini radio yang kepemilikannya merupakan
kepemilikan keluarga dikelola oleh penerus Benjamien Su‟eb, yaitu H. Biem
T Benjamien, B.Sc., MM. Sebagai anaknya. Ia mengelola Krakatau Radio
sebagai perusahaan keluarga. Krakatau Radio merupakan salah satu radio unit
jaringan di Indonesia, empat belas jaringan etnikom tersebut, masing-masing:
1). Bens Radio 106.2 Fm, Jakarta. 2). Ads 105.2 Fm Cikampek, 3). Gsp 88.3
Fm, Pamanukan. 4). Cirebon 89.2 Fm, Cirebon. 5). Bandung 95.2 Fm,
Bandung. 6). Pasundan 93.1 Fm, Pasundan. 7). Serang 89.8 Fm, Serang. 8).
Krakatau 93,7 Fm, Labuan. 9). Banten 95.3 Fm, Cilegon. 10). Leampuri
103.1 fm, Baturaja. 11). Kayuagung 90.4 Fm, Kayuagung. 12). Indralaya 10.3
Fm, Indralaya. 130. Sriwijaya 94.3 Fm, Palembang. 14). Aljabar Serumpun
91.7 Fm, Batam.3
B. Segmentasi Pendengar Krakatau Radio 93.7 Fm
Radio yang mempunyai tag line “Ear Sajagat” ini mempunyai target
pendengar umum dengan presentase berdasarkan jenis kelamin pria sebanyak
2 Mudofar, pada siaran Profil Krakatau Radio 25 Tahun, 2015 3Wawancara dengan Ipah/ Dian Risdiana
67
45%, wanita 55%. Sedangkan berdasarkan usia pendengarnya diperkirakan
15 – 45 tahun. Berdasarkan kategori profesi, pendengar Krakatau Radio
adalah 30% karyawan, wiraswata sebanyak 30%, pelajar 25% dan umum
mencapai 15%, yang tersebar di empat wilayah, yakni kota Labuan,
Pandeglang, Anyer dan Lebak.
C. Visi dan Misi Krakatau Radio 93.7 Fm
Radio yang terus berinovasi ini mempunyai sapaan pendengar „kakak‟
untuk pendengar laki-laki dan „teteh‟ untuk perempuan, mempunyai visi
menjadi radio dengan program dan manajemen yang dapat menjadi acuan
terdepan dalam mendapatkan informasi, edukasi dan hiburan di tengah-tengah
masyarakat. Sedangkan misinya adalah mengembangkan radio etnik yang
menggali potensi budaya lokal menjadi program radio, agar pendengar dapat
merasakan budayanya sendiri, berkesenian dengan tradisinya sendiri, bertutur
dan berdialog dengan bahasanya sendiri.
D. Produksi dan Distribusi Radio
Dalam usaha menghasilkan siaran yang menarik pendengarnya, Krakatau
Radio menyajikan seluruh format siarannya, baik informasi, berita,
keagamaan atau hiburan dengan format santai dan lau-lagu yang disajikan
dengan proporsi sebagai berikut:
1. Pop Indonesia sebanyak 50%,
2. Dangdut sebanyak 30%,
68
3. Etnik sebanyak 10%, dan
4. Lain-lain sebanyak 10%.
Keseluruhan paket acara Krakatau Radio diawali pada 05.00 – 24.00
WIB atau sebanyak 19 jam setiap harinya. Semua acara disusun dengan
sedemikian rupa agar sesuai dan tepat dengan apa yang dibutuhkan oleh
para pendengarnya. Secara keseluruhan pelaksanaan operasional dan
ketatalaksanaan sehari-hari Krakatau Radio didukung oleh 14 karyawan
termasuk penyiar, dengan gambaran secara umum struktur organisasi
sebagai berikut:
Tabel 3.1
Struktur organisasi 93.7 FM Krakatau Radio
Direktur H. Biem Trijani Benjamin Bsc
General Manager Imam Musaman
Operational Manager Nyimas Dian Gayatri
Front Office Bayi Haryati
Program Director
Music Director
Redaksi
Creative Director
Part Time I
A. Sonhaji Arrafat
Ari Jumhana
Ula Ifham
Herman Herdian
Egi Permana
69
Part Time II Ita Mustika
Accounting Executive
Traffict
Ahmad Assyfudin
Ila Nurlaila
General affair and Finance
Security I
Security II
Driver
OB
Dian Risdiana
Opan Bastian
Yudi
Rudi
Yopi
Penyiar Nyimas Dian Gayatri (Unah), Bayi
Haryati (Intan/Jamsah), Dian
Restiana (Ipah), Ila Nurlaela (Saeti),
Ahmad Asifudin (Wadil), A. Sonhaji
(Samlawi), Ari Jumhana (Engkuy
Askuri), Herman Herdian (Amsar),
Ula Ifham (Mudofar), Egi Permana
(Sueb Jawir), Ita Mustika
(Maesaroh).
Sumber: Wawancara langsung dengan Ila Nurlaela 9 Nopember 2015
70
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bab ini peneliti memaparkan hasil penelitian tentang Penerapan Prinsip
Sembilan Elemen Jurnalisme pada Jurnalis Krakatau Radio 93.7 FM dengan
menjawab pertanyaan penelitian yaitu sejauhmana prinsip sembilan elemen
jurnalisme Bill Kovach diterapkan jurnalis Krakatau Radio dan bagaimana kebijakan
redaksi Krakatau Radio 93.7 FM terkait penerapan sembilan elemen jurnalisme
tersebut.
Adalah Ula Ifham yang bekerja sebagai wartawan sekaligus merangkap redaktur
juga reporter. Seluruh kegiatan jurnalisme dimulai dari mencari, mengumpulkan,
menyiarkan hingga menyunting berita menjadi tanggung jawab Ula sepenuhnya.
Namun, kesendirian Ula dalam keredaksian tidak lantas menjadikannya sebagai
pemegang otoritas dalam memproduksi dan menyiarkan berita. Untuk berita yang
yang dianggap perlu peninjauan lebih jauh, wewenang untuk menentukan berita
tersebut layak atau tidak layak untuk diliput untuk kemudian disiarkan ada pada
seorang program director, yakni A. SonhajiArrafat.
Setelah 20 hari secara terus menerus mengikuti jurnalis Krakatau Radio, peneliti
menemukan fakta-fakta yang berkaitan dengan sembilan elemen jurnalisme, berikut
hasil analisis kesembilan elemen, masing-masing:
71
1. Tunduk Pada Kebenaran
Dalam Teori Kovach, konsistensi dalam menyaring desas-desus, menyaring
berita bohong, serta melakukan verifikasi adalah indikator menuju kebenaran dalam
jurnalisme. Berita akurat yang diperoleh berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran ini
berfungsi sebagai sarana untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas
tentang fakta sosial yang terjadi di tengah mereka. Dengan dibiasakan membaca
berita-berita akurat pula masyarakat dengan sendirinya dididik untuk menjadi
komunitas yang beperadaban tinggi dan mulia yang karenanya mereka mampu
menilai norma baik dan buruk seraya bertindak secara beradab.
Berdasarkan pemantauan etnometodologis selama 20 hari atas kerja jurnalistik
kru Krakatau Radio, peneliti berkesimpulan bahwa kru radio ini telah melakukan dan
terus berupaya melaksanakan elemen „‟Tunduk pada Kebenaran‟‟ dalam teori
jurnalistik Kovach. Ini terbukti dari tiga fakta. Pertama, secara organisatoris,
manajemen Krakatau Radio dengan tegas melarang jurnalisnya untuk menelan
mentah-mentah informasi yang didapat di lapangan, Berita yang masih merupakan
desas-desus dan belum terbukti kebenarannya dilarang untuk disiarkan.1 Fakta kedua,
di lapangan, peneliti menyaksikan langsung tindakan dan sikap kru Krakatau Radio
yang berusaha menegakkan prinsip „‟Tunduk pada Kebenaran‟‟ itu. Saat terjadi
gempa bumi di Kabupaten Pandeglang pada 4 Nopember 2015, misalnya, kru
Krakatau Radio berusaha keras menyajikan hanya berita benar dan akurat yang
1 Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015, 10:22 WIB.
72
terverifikasi oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ketika
banyak media sosial saat itu hanya mencari sensasi dengan memberitakan
kemungkinan terjadi Tsunami di Pandeglang.2
Kru Kratakau Radio tidak ingin
terjebak dalam desas-desus penduduk kota itu tentang akan terjadinya gempa susulan
yang mengakibatkan Tsunami. Jurnalis Krakatau Radio mengambil posisi ini untuk
membuktikan bahwa radio tempat mereka bekerja merupakan media yang
menyajikan kebenaran dengan menyajikan data akurat dan terverifikasi oleh BMKG.
Fakta selanjutnya, Pada 23 Juli 2016 Krakatau Radio mendapatkan press release
berisi tentang aksi bersih pantai yang sedang dilakukan oleh dinas pariwisata dan
pemerintah setempat. Meski esensi berita sudah terpenuhi dalam press release yang
diterimanya, ia tidak serta merta menyiarkan aksi tersebut. Di sana disebutkan bahwa
aksi dilakukan di sepanjang pantai Carita dan dimulai dari pantai Lagundi. Namun,
ketika jurnalis mendatangi tempat tersebut ternyata tidak ditemukan adanya aksi
bersih pantai, sehingga dalam proses verifikasinya, Jurnalis Krakatau harus
menyusuri sepanjang garis pantai Carita untuk membuktikan kebenaran berita
tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Jurnalis Krakatau berusaha menyajikan
kebenaran pada khalayaknya dengan membuktikan terlebih dahulu kebenaran dari
press release yang medianya terima.3
2 Observasi lapangan pada 4 Nopember 2015 3 Observasi lapangan pada 23 Juli 2016
73
Fakta keempat yang dapat digunakan sebagai indikator tunduk pada kebenaran
oleh Jurnalis Krakatau Radio selanjutnya adalah ancaman serius yang didapat
Krakatau Radio karena telah menyampaikan kebenaran. Kebenaran yang berbuah
ancaman didapat setelah ia menyiarkan berita mengenai bencana banjir di sejumlah
desa di Kabupaten Pandeglang yang masih belum mendapatkan bantuan. Dalam
laporannya, ia menyampaikan bahwa desa yang terkena bencana banjir tersebut
memerlukan bantuan, namun pejabat setempat masih belum dapat dikonfirmasi dan
dimintai keterangan baik secara langsung maupun via telepon karena sampai berita
disiarkanpun nomor pejabat tersebut masih belum aktif. Berdasarkan keyakinannya
pemberitahuan tentang kesulitan dalam mengonfirmasi pejabat tersebut adalah
penting untuk diketahui masyarakat dan merupakan sebuah kejujuran. Namun,
kebenaran yang disampaikannya berbuah ancaman. Ia diancam akan digorok karena
dianggap sudah menyebarkan berita fitnah dan mencemarkan nama baik pejabat
terkait.4
Ketika penulis mewawancarai secara terpisah dengan waktu yang berbeda, baik
Aji sebagai Program Director yang bertanggung jawab atas kerja keredaksian
ataupun Ula sebagai jurnalis tidak bersedia menyebutkan kepada penulis pada tanggal
berapa berita disiarkan dan siapa pejabat yang mereka maksud dalam kasus tersebut.
Hal ini terus berlangsung, hingga penulis menemukan naskah berita yang penulis
4Wawancara langsung dilakukan dengan terpisah, A Sonhaji Arrafat 9 Nopemper 2015, 10:22
WIB dan Ula Ifham/Mudofar, 10 Nopember 2015.
74
yakini naskah siaran inilah yang dimaksud oleh keduanya. Berikut kutipan siarannya
pada 2 Desesmber 2015:
Tabel 4.1
Menyampaikan Kebenaran
Judul Berita
Korban Banjir Belum Terima Bantuan Logistik
Isi berita
Korban bencana banjir di sejumlah Desa di Kabupaten Pandeglang,
belum menerima bantuan logistik dari Pemerintah Daerah. Korban
banjir tersebut, diantaranya di Desa Teluk, Kecamatan Labuan dan
Desa Kubangkampil, Kecamatan Sukaresmi.
Seperti diketahui, hujan yang terus mengguyur Pandeglang
beberapa hari terakhir, mengakibatkan bencana banjir di 10
Kecamatan di Kabupaten Pandeglang. Sementara, Kepala BPBD
Pandeglang, Encep Suryadi, belum bisa dihubungi. Nomer ponselnya
tidak mengangkat panggilan dari Krakatau Radio.(Mudofar/Ula Ifham)
Sumber: Krakatauradio.com
2. Loyalitas Pada Warga
Pembahasan loyalitas terhadap warga ini didasari dari hubungan dan
posisi media yang disebut dengan Triangulasi Media, yakni posisi media yang
berada dalam tiga sisi kepentingan berbeda-beda, yang mana antara ketiganya,
kedudukan wargalah yang lebih diutamakan dibanding yang lainnya.
Kesimpulan peneliti terhadap proses jurnalisme Krakatau Radio dinilai belum
sesuai dengan “Loyalitas terhadap Warga” seperti yang dimaksud oleh
75
Kovach. Peneliti memaparkan hasil pengamatan selama penelitian dengan
membagi pembahasan ke dalam tiga bagian. Pertama, menilai loyalitas
jurnalis melalui hubungan antara media, warga dan pemerintah. Hubungan
pertama ini menggambarkan posisi media dalam negara sebagai pemegang
kekuasaan. Kedua, hubungan antara media, warga dan pasar, dalam hal ini
posisi media dalam kepentingan bisnis dan industri media. Bagian ketiga,
pengukuran dengan menggunakan lima prinsip yang telah dirumuskan
Kovach untuk mengetahui sejauhmana loyalitas Krakatau Radio terhadap
warga.
Pada hubungan pertama, yakni hubungan antara media, warga dan
pemerintah, penulis melihat bahwa jurnalis Krakatau Radio memosisikan
dirinya sebagai mediator yang bertugas menjembatani semua pihak. Jika
Kovach mengatakan keberpihakan jurnalis terhadap warga harus 100%,
jurnalis Krakatau Radio memilih posisi 50%: 50% alias netral. Artinya, jika
Kovach mengatakan jurnalisme akan berjalan pada kondisi terbaiknya dengan
memosisikan masyarakat sebagai pihak yang harus selalu diutamakan, lain
halnya dengan jurnalis Krakatau Radio yang menganggap bahwa masyarakat
pun terkadang harus dikritik.
Temuan tersebut didasari atas pandangan jurnalis Krakatau Radio yang
mengatakan bahwa loyalitas terhadap warga adalah upaya ikut serta media
merekonstruksi kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik, dengan demikian,
76
loyalitas terhadap warga tidak bisa diartikan dengan melulu berpihak kepada
warga. Sikap tersebut berdasar pada pemikiran yang menurutnya dalam
banyak kasus, konflik yang terjadi antarpemerintah dan warga tidak selalu
pemerintah yang salah dan warga benar. Dalam sebuah konflik tidak jarang
masyarakatlah yang harus diyakinkan bahwa pihak merekalah yang salah,
maka di sinilah menurutnya bagaimana ia dapat mengaplikasikan
keberpihakan media terhadap masyarakat dengan memberi pemahaman
sekaligus memerjuangkan hak mereka. Memberi pemahaman kepada warga
tentang konflik, misalnya, dengan cara memberikan informasi perihal apa saja
kebijakan atau rencana pemerintah di balik konflik yang dihadapi, bagaimana
seharusnya warga menyikapinya dan apa saja hak-hak yang harus mereka
tuntut dari pemerintah jika ada. 5
Pendekatan jurnalis Krakatau adalah proses kerja melalui penyampaian
informasi serta mediasi antara masyarakat dan pemerintah agar keduanya
berperan dan bersinergi ke arah yang membangun. Sebab itu pihak penguasa
pun menjadi tanggung jawab medianya. Krakatau Radio bertanggung jawab
atas berlangsungnya good governance dengan cara mengawasi dan
mendorong kerja penguasa sebagai pengatur pemerintahan yang baik.6
5 Wawancara langsung dengan Ula Ifham/Mudofar, 10 Nopember 2015 6Wawancara langsung dengan Ula Ifham/Mudofar, 10 Nopember 2015
77
Pembagian kedua, media ditempatkan sebagai bagian dari industri.
Sebagai bagian dari industri tentu media tidak dapat lepas dari kepentingan
ekonomi. Dalam teori Kovach, warga dan pelanggan atau klien adalah dua hal
yang berbeda. Menurut teorinya, saat akuntabilitas bisnis dibawa ke redaksi,
ikut pula bersamanya bahasa bisnis. Inilah fakta selanjutnya yang menjadi
alasan belum diterapkannya teori Kovach tentang loyalitas terhadap warga
oleh jurnalis Krakatau. Ketika jurnalis Krakatau meliput dan memberitakan
terkait serba-serbi tahun ajaran baru 2016/2017 secara sadar ia melakukan
promosi dengan menyebutkan salah satu klien dari medianya.7 Ketika penulis
mengonfirmasi perihal promosi yang tidak dipesan ini, Jurnalis Krakatau
Radio berpendapat bahwa menurutnya hal tersebut adalah salah satu dari
inovasi dalam teks berita yang dapat dilakukan oleh jurnalis.8 Berikut inovasi
berita yang mengandung promosi yang dibuat Jurnalis Krakatau Radio
tersebut.
Tabel 4.2
Inovasi Berita Mengandung Promosi
Judul Berita
Masuki Tahun Ajaran Baru, Omset Pedagang Buku Melejit
Isi Berita
Memasuki Tahun Ajaran Baru 201602017, banyak pedagang yang diuntungkan.
Selain pedagang baju seragam dan pedagang sepatu, pedaganag yang menjual buku
dan alat tulis juga meraup banyak keuntungan.
Salah satu penjual buku tulis di Pasar Labuan, Ahmad Khotib mengaku, sampai
dengan hari Senin (18/07), masih banyak siswa dan siswi yang membeli buku dan
7 Hasil observasi Senin 18 Juli 2016 8 Konfirmasi langsung saat observasi 18 Juli 2016, 14:23 WIB.
78
alat tulis baru. Hal ini dikarenakan saat ini sudah memasuki tahun ajaran baru.
Adapun yang dijual oleh khotib sendiri mulai dari buku, pulpen, pensil, dan tipe-x.
“Rata-rata lebih dari 20 orang yag membeli buku dan alat tulis baru. Semuanya
merata, baik siswa dari tingkatan SD sampai ke SMA, Cuma kalo yang belinya untuk
anak SD, biasanya yang beli ibunya.” Ujarnya saat ditemui di Pasar Labuan, Senin
(18/07).
Khotib yang berjualan di depan Toko 255 di Pasar Labuan ini menerangkan,
dirinya sudah berjualan buku dan alat tulis sekira 3 tahun lalu. Disaat memasuki
tahun ajaran baru, diakuinya dirinya mendapat keuntungan yang lebih besar dari hari
biasanya.
“Pembeli datang sekitar 2 minggu sebelum masuk sekolah. Sampai dengan sekarang
juga permintaan masih tinggi. Alhamdulillah keuntungan yang didapat dari penjualan
ini bisa mencapai 1 sampai 1,5 juta,” tambahnya.
Diterangkannya, untuk harga 1 pak buku dari Rp 10.000 sampai dengan 35.000 per
pak tergantung dengan merk tertentu. Sementara harga pulpen per pak Rp 10.000
sampai Rp 25.000. Untuk harga pensil Rp 10.000 sampai dengan Rp 40.000.
(Mudofar)
Sumber: Naskah Berita Krakatau Radio
Dalam teks berita pada tabel di atas, jurnalis Krakatau Radio menyebutkan
Toko 255 sebagai pelengkap informasi lokasi berita yang jelas-jelas
merupakan bahasa promosi. Meski promosi tersebut bukanlah pesanan dan
tidak ada upaya dari jurnalis Krakatau untuk memberitahukan kliennya terkait
promosi yang ia lakukan dalam sebuah berita, namun jelas apa yang ia buat
merupakan upaya untuk menyenangkan klien atau pelanggan medianya. Meski
yang ia lakukan bersifat suka rela, membawa bahasa pemasaran dalam redaksi
bukanlah hal yang benar dalam teori Kovach. Redaktur atau jurnalis yang baik
bukanlah jurnalis yang pandai berdagang. Lebih lanjut, menurut Kovach,
mungkin sebagian orang berpendapat bahwa jurnalis harus menjual, tapi
79
sesungguhnya orang yang bergerak di pemberitaan tidak menjajakan produk
yang berisi kepentingan pelanggan. Mereka membangun hubungan dengan
audiensnya berdasarkan nilai-nilai yang mereka anut, seperti pengambilan
sikap, kewenangan, keberanian, profesionalisme dan komitmen terhadap warga
yang dari situlah tercipta ikatan dengan publik yang selanjutnya disewakan
pada pemasang iklan. Elemen ini menjelaskan bahwa loyalitas terhadap warga
tidak sama dengan loyalitas terhadap klien.
Ketiga, penulis mencoba membuktikan loyalitas media dan jurnalisnya
dengan lima prinsip di bawah ini, prinsip ini menurut teori Kovach adalah
ukuran untuk melihat sejauhmana loyalitas media terhadap warganya. Pertama,
loyalitas media diukur dari bagaimana pemilik Krakatau Radio menggunakan
medianya, apakah untuk kepentingan masyarakat? Faktanya, pemilik Krakatau
Radio merupakan anggota partai politik dan menjabat sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR RI). Namun, menurut pengakuan A. Sonhaji, Program
Director, ataupun Ula Ifham sebagai jurnalis, pemilik media mereka tidak
pernah mengintervensi proses jurnalisme mereka. Bahkan, menurut Aji, ketika
Biem Trijani Benjamin mempunyai hajat dalam kegiatan politiknya pun Aji
tidak pernah diminta untuk memberitakan atau mendukungnya melalui media
yang ia miliki.9 Meski ini tidak dapat membuktikan bahwa pemilik Krakatau
Radio mengabdikan diri terhadap kepentingan warga, namun hal ini
9 Wawancara langsung dilakukan dengan terpisah, A Sonhaji Arrafat 9 Nopemper 2015,
10:22 WIB dan Ula Ifham/Mudofar, 10 Nopember 2015.
80
mengindikasikan kebebasan medianya terhadap kepentingan-kepentingan
pemilik.
Pengukuran kedua, dilihat dari bagian organisasi dan manajer bisnis,
sekalipun menjajakan iklan atau membangun sirkulasi adalah pekerjaan yang
berbeda dari menghasilkan tulisan, namun komitmen dan pemahaman harus
mengalir di semua bagian organisasi, termasuk bagian bisnis. Menurut
pengamatan peneliti, meskipun pemahaman tentang loyalitas terhadap warga
masih diartikan sebagai membantu warga yang kesulitan oleh sebagian besar
kru Krakatau Radio. Namun, hal ini cukup untuk mengetahui bahwa kerja
mereka, termasuk juga manajer bisnis media Krakatau Radio, mengabdi untuk
kepentingan public, meskipun sekali lagi, kepentingan publik diartikan sebagai
pengabdian terhadap publik yang berarti dipraktikkan dengan bakti sosial.10
Pengukuran selanjutnya, apakah jurnalis diberikan kebebasan penuh oleh
medianya untuk menentukan sebuah pelaporan? Meskipun Ula Ifham adalah
satu-satunya yang bergerak dan bertugas di keredaksian, keputusan akhir dari
sebuah berita masih ada di tangan Program Director (PD). Posisi keredaksian
yang dibawahi PD membuat Ula Ifham sebagai jurnalis dinilai tidak dapat
memegang secara penuh setiap keputusan dalam proses jurnalismenya. Dalam
10Hasil pengamatan dan wawancara dengan Ila Nurlaila pada tanggal 21 Februari 2016
81
hal ini, Krakatau Radio tidak memberikan kebebasan pada jurnalis untuk
memutuskan sendiri arah berita mereka.11
Pengukuran keempat, apakah media tersebut sudah mengomunikasikan
standar yang jelas secara internal? Krakatau Radio sudah menjalankan prinsip
ini dengan menetapkan dan mengomunikasikan standar yang jelas secara
internal. Menetapkan standar yang jelas dalam setiap lini dilakukan oleh
Krakatau Radio agar pekerja mereka mengerti dan menghormati peran masing-
masing. Hal ini juga didukung dengan penerapan punishment dan reward oleh
Krakatau Radio bagi setiap krunya.12
Reward atau penghargaan ini akan
diberikan setiap tahunnya pada perayaan ulang tahun Krakatau Radio, seperti
pada ulang tahun Krakatau Radio yang ke-25 yang diperoleh oleh Ula Ifham
sebagai pegawai teladan Krakatau Radio 2015.13
Pengukuran terakhir adalah tentang standar media yang harus
dikomunikasikan pada publik. Fakta ditemukan bahwa Krakatau Radio sebagai
media siaran belum mengomunikasikan dan menjelaskan standar yang jelas
pada publik apa saja prinsip-prinsip yang dimiliki oleh mereka agar publik
paham bagaimana organisasi mereka bekerja.
Dari pemaparan-pemaparan di atas jelas bahwa loyalitas terhadap warga
dipahami secara berbeda baik oleh Jurnalis Krakatau maupun lini lain dalam
11 Hasil observasi selama penelitian 12Wawancara dengan Ila Nurlaila pada tanggal 21 Februari 2016 melalui aplikasi WhatsApp 13 Krakatauradio.com
82
medianya, sehingga penerapan yang dilakukan pun menjadi berbeda dari yang
dimaksud dalam teori Kovach.
3. Disiplin Dalam Masalah Verifikasi
Dalam teori Kovach, verifikasi berfungsi sebagai penyaring isu,
desas-desus dan propaganda yang mungkin terlihat benar dan sesuai fakta.
Maka, memberitakan dengan benar saja tidak cukup. Berita yang ditulis oleh
wartawan dalam teori Kovach harus menceritakan kejadian dengan setepat-
tepatnya, bebas dari isu dan desas-desus. Dalam upaya mendapatkan berita
setepat-tepatnya oleh jurnalis, konsep yang telah dirumuskan Kovach harus
dijalani, masing-masing: jurnalis dilarang membuat berita dengan opini yang
bukan fakta. Kedua, jurnalis dilarang menyembunyikan identitas pada
narasumber tentang metode dan motivasi yang dimiliki; keempat, dilarang
menyiarkan plagiarisme; kelima jurnalis dilarang bersikap arogan. Temuan
peneliti selama mengikuti jurnalis Krakatau Radio dalam proses jurnalisme
yang ditempuh terkait elemen verifikasi dapat disimpulkan, secara umum,
jurnalis Krakatau Radio telah memahami bahwa fokus jurnalisme adalah
menceritakan kejadian dengan benar dan sesuai fakta. Namun, kelima konsep
yang dirumuskan Kovach dalam elemen verifikasi tidak semua dijalankan
oleh Jurnalis Krakatau Radio.
83
Dalam konsep pertama dan kedua, tentang larangan menambahi dan
larangan bagi jurnalis untuk menipu, penulis dengan mudah dapat
menyimpulkan bahwa kedua konsep ini sudah diterapkan dengan baik oleh
Jurnalis Krakatau Radio sesuai dengan teori Kovach. Hal ini dapat dibuktikan
dengan fakta-fakta yang sudah dipaparkan pada elemen sebelumnya, yaitu
elemen “Tunduk pada Kebenaran”. Fakta-fakta tersebut merupakan indikator
bahwa laporan yang disiarkan oleh Krakatau Radio merupakan berita yang
sesuai dengan fakta dan terbebas dari penambahan-penambahan dari jurnalis
yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya dengan maksud menipu. Jika
pun ada, penambahan-penambahan yang jurnalis Krakatau lakukan
merupakan penambahan berdasarkan pengamatan lapangan yang memang
benar dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Pengamatan
lingkungan tersebut biasanya menggambarkan keadaan sekitar yang membuat
berita tersebut lebih hidup. Seperti penambahan informasi tentang keadaan
dan aktivitas sekitar. Untuk setiap penambahan tersebut Jurnalis Krakatau
akan menggunakan kalimat pengantar “Berdasarkan pantauan
Krakatauradio.com”.14
Konsep ketiga tentang transparansi, Kovach mengharuskan setiap jurnalis
berlaku transparan tentang metode dan motivasi yang mereka miliki kepada
publik, termasuk bersikap terbuka tentang apa yang mereka tahu dan tidak
14 Krakatauradio.com
84
tahu. Pada 25 Juli 2016, saat bencana longsor menimpa Kecamatan Carita,
sebelum menuju lokasi bencana untuk bertemu dengan Jurnalis Krakatau dan
menyaksikan cara kerja jurnalistiknya, penulis sempat memantau siaran
Krakatau Radio yang menjelaskan bahwa telah terjadi bencana longsor di
Kecamatan Carita dan menelan korban. Sementara, informasi yang beredar di
media sosial Facebook tentang korban sudah santer beredar termasuk sebab
dan jumlahnya, Namun, Krakatau Radio masih berhati-hati untuk
menyebarluaskan informasi tersebut. Dalam siarannya, penyiar Krakatau
Radio menyampaikan apa saja informasi sementara yang sudah diperoleh
serta menyebutkan bahwa jurnalis Krakatau sudah ditugaskan di lokasi
kejadian dan akan segera melakukan live report untuk melengkapi informasi
sekaligus memverifikasi berita yang masih simpang siur terkait penyebab
jatuhnya korban. Fakta ini mebuktikan bahwa kru Krakatau Radio bersikap
terbuka dan transparan tentang apa yang mereka ketahui dan apa yang tidak
mereka ketahui kepada publik.
15
Selanjutnya, aturan transparansi juga berkenaan dengan pendekatan para
jurnalis terhadap narasumber mereka. Maksud Kovach dalam konsep ini
adalah penyamaran atau penutupan dengan sengaja identitas jurnalis. Dalam
teori Kovach, penyamaran dalam peliputan merupakan tindakan membohongi
narasumber. Hal ini merupakan salah satu factor yang membuat cacat
15 Hasil observasi pada 25 Juli 2016
85
metodologi pengambilan informasi. Selama peneliti melakukan observasi,
fakta atau temuan langsung di lapangan tentang penyamaran tidak ditemukan,
sehingga tidak ada bukti yang menunjukkan apakah jurnalis Krakatau Radio
menerapkan transparansi terhadap sumber mereka atau tidak. Namun, penulis
tetap mewawancarai jurnalis Krakatau Radio untuk mengetahui bagaimana
konsep ini diterapkan dalam proses jurnalismenya.
Jurnalis Krakatau menganggap bahwa penyamaran ketika berhubungan
dengan narasumber adalah hal yang wajar. Menurutnya, jika memang
penyamaran diperlukan dan dapat mempermudah proses dalam menggali
informasi karena narasumber akan lebih terbuka jika tidak mengetahui motif
jurnalis. Maka penyamaran menjadi langkah yang ia ambil. Ia pun meyakini
bahwa hal tersebut adalah wajar dan benar serta tidak merugikan narasumber.
Penyamaran yang ia lakukan merupakan usaha untuk menggali informasi-
informasi yang memang vital dan mendesak, sedangkan dalam proses
produksi atau pembuatan berita, ia menggunakan beberapa langkah seperti
yang biasa dilakukan jurnalis lain untuk menutupi identitas narasumbernya,
misalnya dengan menyebutkan alamat narasumber tanpa menyebutkan nama,
atau hanya menyebutkan profesi, atau bahkan jika perlu ia akan mengubah
sedemikian rupa voice dari narasumber tersebut.16
16 Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB.
86
Konsep keempat dalam elemen verifikasi adalah tentang orisinalitas.
Mengandalkan reportase sendiri atau orisinalitas merupakan bentuk dalam
usaha menghargai nilai sebuah berita. Dengan banyaknya kebutuhan
informasi dari masyarakat yang majemuk tampaknya orisinalitas untuk setiap
laporan berita merupakan hal yang sulit bagi jurnalis Krakatau, mengingat
terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Krakatau dalam ruang
keredaksiannya. Hal ini berdasar pada fakta bahwa Ula Ifham atau yang lebih
akrab disapa Mudofar harus mampu bekerja sebagai redaktur merangkap
editor, jurnalis juga sekaligus penyiar. Meskipun Krakatau Radio dalam hal
manajemen media juga mengakui keterbatasan ini, namun tampaknya ini tidak
lantas membuat pihak manajemen berminat menambah personil dalam ruang
redaksinya.17
Hal ini dapat dipahami mengingat pertukaran informasi
antarsesama wartawan merupakan hal yang lumrah dan dianggap biasa
sehingga kebutuhan akan informasi yang luas tidak akan menjadi kendala
selama mereka menjalin hubungan baik dengan rekan seprofesi.18
Pertukaran informasi sesama rekan wartawan diperbolehkan dalam
manajemen organisasi Krakatau Radio. A. Sonhaji Arrafat sebagai PD
memperbolehkan jurnalisnya menyadur atau mengutip informasi atau berita
dari sumber manapun, baik cetak maupun elektronik, bahkan dari rekan
sesama wartawan yang dianggap tepercaya dan dapat diuji keabsahan
17 Obrolan santai dengan Ula Ifham selama observasi pada 22 Juli 2016 18 Hasil observasi pertukaran informasi sesama rekan wartawan
87
informasinya. Kelonggaran ini merupakan upaya mempermudah kerja
reporter. Meski kemudian kelonggaran ini mengakibatkan factor orisinalitas
terabaikan, akurasi informasi dalam berita tetap menjadi syarat utama. Sebab
itu verifikasi merupakan hal utama yang harus dilakukan Jurnalis Krakatau.
Sonhaji atau Aji sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap keredaksian
mewajibkan jurnalisnya untuk tidak menyadur sebuah berita yang didapat
dengan mentah-mentah. Meski berita yang didapat bukan merupakan karya
asli jurnalisnya, ia mewajibkan jurnalisnya untuk mendapatkan statement dari
narasumber setidaknya via telepon yang kemudian rekaman audionya
digunakan untuk menjadi bahan statement voice pada berita yang mereka
siarkan.19
Fakta kelima adalah kerendahan hati yang dimiliki jurnalis Krakatau
Radio. Pentingnya poin ini bagi para juranlis menurut Kovach adalah untuk
menghindari penyebaran berita yang tidak tepat. Artinya, rendah hati adalah
sikap wartawan yang memahami keterbatasan juga kemampuannya dalam
memahami pengetahuan dan daya pikirnya, seraya memosisikan diri sebagai
orang yang belajar dan mau menerima masukan baik saran maupun kritik.
Berdasarkan kegiatan jurnalistik Krakatau Radio, penulis dapat
menyimpulkan bahwa konsep kerendahan hati sudah diterapkan oleh jurnalis
Krakatau. Pada berita yang Ula Ifham siarkan mengenai kedatangan Bupati
19Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015, 10:22 WIB.
88
Pandeglang ke salah satu sekolah dasar yang berada di desa Sukaresmi,
Pandeglang, Ula melakukan sebuah kesalahan dengan memberitakan bahwa
sekolah dasar tersebut adalah Sekolah Dasar Negeri Sidamukti I. Bahkan,
tidak hanya menyiarkan, Ula pun memosting berita tersebut di media sosial
dan website milik Krakatau Radio. Saat penulis memberitahu Ula bahwa
sekolah tersebut bukanlah SDN Sidamukti I melainkan SDN Sidamukti II, ia
langsung memperbaiki dan mengoreksi berita tersebut.20
Kerelaannya
mengoreksi berita tersebut adalah salah satu bentuk kerendahan hatinya untuk
menerima masukan dari orang lain.
Koreksi tentu hanya dapat dilakukan pada berita yang Ula posting saja.
Inilah salah satu kekurangan yang dimiliki oleh radio siaran sebagai media
yang tidak dapat menyiarkan berulang-ulang atau menyiarkan perbaikan
berita dan informasi yang salah. Hal ini menyebabkan kesalahan yang
dilakukan oleh jurnalis radio dengan terpaksa berlalu begitu saja tanpa adanya
siaran revisi karena berita tersebut sudah tidak mungkin disiarkan ulang
dengan alasan aktualitas.
Berbagai fakta di atas merupakan temuan yang penulis dapatkan selama
meneliti elemen verifikasi menggunakan lima konsep yang sudah dirumuskan
Kovach. Setelah mengikuti dan menyaksikan secara intens kerja kru Jurnalis
Krakatau radio, peneliti akhirnya dapat menyimpulkan bahwa dalam
20Berita siaran Sabtu, 31 Oktober 2015
89
penyaduran, atau berita yang informasinya didapatkan melalui sumber lain,
untuk berita lokal yang sekira masih dalam jangkauan, jurnalis Krakatau
Radio akan berusaha untuk mengejar dan mengecek langsung keabsahannya.
Jurnalis Krakatau Radio juga berusaha untuk mendapatkan statement dari
sumber terkait yang kemudian rekaman voice nya dijadikan penguat berita.
Lain halnya dengan berita nasional atau jenis berita lainnya yang tidak
memungkinkan untuk dicek langsung keabsahannya, verifikasi hanya
dilakukan cukup melalui telepon, bahkan untuk berita nasional yang
bersumber dari sumber-sumber yang dianggap terpercaya seperti surat kabar
atau situs online nasional tidak dilakukan verifikasi sama sekali.
Nampaknya itulah yang menjadi alasan mengapa jurnalis Krakatau selalu
berusaha menyajikan berita mendalam atau deep news untuk hampir setiap
berita lokal yang diangkat, lain dengan berita nasional yang penyajiannya
terkesan lebih singkat dan sekilas.
4. Independensi
Independen menurut Kovach berarti media dituntut untuk bekerja demi
kepentingan publik semata, bukan untuk kepentingan tertentu. Independen
baik dari pemilik media, institusi pemerintah, bisnis maupun poiltik. Seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, Krakatau Radio sendiri adalah media yang
kepemilikannya dimiliki oleh keluarga yang juga aktif dalam dunia politik,
sehingga tidak menutup kemungkinan hal ini menyebabkan penyimpangan
90
fungsi media oleh jurnalisnya terjadi. Sebab itu penulis berusaha mempelajari
dan mencari bukti yang mungkin dapat mengindikasi adanya campur tangan
pemilik terhadap medianya sehingga menjadikan Krakatau Radio sebagai
media yang tidak independen. Dari naskah-naskah berita selama tahun 2015-
2016 yang penulis pelajari ataupun berita yang diposting pada laman
Facebook, Twitter dan Website Karakatau, tidak ada satupun berita tentang
keluarga Biem T. Benjamin baik tentang kehidupan pribadi maupun politik
mereka.21
Hal ini diperkuat oleh statement A. Sonhaji Arrafat, bahwa ia tidak
pernah mendapatkan perintah ataupun larangan dari pemilik tentang apa yang
mereka beritakan. Kata dia:
"Tidak ada sama sekali larangan-larangan khusus dari pihak
perusahaan, terkait pemilihan berita yang akan disiarkan. Bahkan ketika
atasan mempunyai hajat dalam partainya, mereka tidak meminta bahkan
menginstruksikan untuk membuat berita tentang mereka. Sejauh ini tidak ada
campur tangan pemilik media kami terhadap berita mana yang boleh dan tidak
boleh kami siarkan."22
Uraian di atas menunjukkan bahwa Krakatau Radio mencari posisi yang
aman dengan memilih jalan untuk tidak sama sekali memberitakan perihal apa
pun yang menyangkut pemilik medianya. Maka dapat dikatakan Krakatau
Radio merupakan media independen dari kepentingan pemilik medianya.
Sedangkan untuk mengetahui independensi dari pihak pemerintah atau pihak
tertentu dapat diukur dengan mengetahui cara pandang dan penggunaan
21 Hasi study dokumen: analisa naskah berita satu tahun Krakatau Radio 22 Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015, 10:22 WIB.
91
jurnalis terhadap sebuah informasi, apakah ia menggunakan informasi sebagai
alat untuk mendukung pemerintah atau mendukung masyarakat. Sehingga
dapat diketahui ke arah mana jurnalis tersebut lebih condong.
Kesimpulan selama observasi dan wawancara langsung dengan jurnalis
Krakatau Radio, penulis menemukan fakta bahwa Jurnalis Krakatau
memandang informasi sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh kedua pihak,
baik oleh pemerintah atau pun masyarakat. Hal ini yang menjadi alasan
Jurnalis Krakatau untuk memosisikan dirinya dan medianya sebagai mediator
yang tidak memiliki kecondongan terhadap sisi manapun. Menurut
keyakinannya, ia bekerja sebagai jembatan bagi pemerintah dan masyarakat
dengan usaha memberikan pemahaman kepada keduanya untuk saling
memahami dan mengerti kedudukan masing-masing sehingga tercapai sebuah
hubungan yang bersinergi dalam usaha pembangunan.23
Secara sederhana
sikap yang diambil oleh Jurnalis Krakatau merupakan sikap netral atau
imparsial, yaitu sikap untuk tidak memihak, tidak berdiri di sisi manapun. Hal
ini dipandang oleh Jurnalis Krakatau sebagai sikap yang adil untuk keduanya.
Namun, menurut Kovach, tidak berpihak sama sekali bukanlah sikap
independensi dan bukan merupakan tujuan jurnalisme. Netralitas dan
imparsialitas tidak sama dengan independensi. Independensi mewajibkan
loyalitas jurnalisnya ditujukan secara penuh kepada warga, sehingga
kesimpulannya jurnalis yang independen merupakan jurnalis yang berada di
23 Wawancara langsung dengan UlaIfham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB.
92
pihak warga secara penuh, bukan sebagai mediator atau penghubung saja
sebab semangat dan pikiran untuk bersikap independen ini lebih penting
ketimbang netralitas. Independen di sini berarti Jurnalis bersikap tidak terikat
terhadap orang-orang yang mereka liput, tidak terikat atau bebas baik dari
institusi pemerintah, bisnis, sosial, maupun, politik agar dapat melayani warga
dengan sebaik-baiknya.24
Banyak hal yang dapat merusak independensi jurnalis terhadap pihak
yang mereka liput, salah satunya adalah praktik suap atau pemberian-
pemberian kepada jurnalis yang dilakukan dengan maksud melunakkan berita
atau bahkan jurnalis dipaksa untuk menutup mata. Dalam hal ini, tidak semua
pemberian dapat dikatakan suap, namun pemberian sejumlah uang atau
fasilitas yang diberikan kepada jurnalis dikhawatirkan dapat menciptakan
jalinan timbal balik, sehingga dapat menggoyahkan bahkan mengubah hasil
reportase.
Pemberian hadiah kepada Jurnalis Krakatau, jika belum bisa dikatakan
suap, sempat teridentifikasi oleh penulis selama meneliti. Pada 12 Desember
2015, setelah membuat berita dengan judul “Sebanyak 498 Mahasiswa
UNMA Diwisuda”, Jurnalis Krakatau mengatakan kepada penulis bahwa ia
baru saja menerima pesan singkat bahwa di sore hari akan datang pihak dari
Universitas Mathla‟ul Anwar (UNMA), Banten, yang akan memberikan
hadiah sebagai bentuk terimakasih karena sudah bersedia meliput dan
24Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism,h.121.
93
menyiarkan acara besar kampus tersebut. Sayangnya saat itu penulis tidak
dapat menyaksikan langsung siapa yang memberikan dan apa bentuk hadiah
tersebut.25
Sedangkan pada 27 Juli 2016 penulis menyaksikan secara langsung
Jurnalis Krakatau menerima sejumlah uang dari Ikatan Adhyaksa
Dharmakarini Banten setelah meliput aksi sosial yang mereka adakan untuk
korban banjir Kecamatan Labuan.26
Jika sebelumnya jurnalis karakatau
menerima hadiah setelah berita tersebut disiarkan, berbeda kali ini ia
menerima hadiah tersebut sebelum berita tersebut dibuat dan disiarkan.
Peneliti tidak menemukan petunjuk atau tanda-tanda Jurnalis Krakatau
meminta hadiah tersebut. Ketika penulis mengonfirmasi apa yang terjadi, ia
dengan tegas menjelaskan bahwa ada atau tidak ada hadiah, ia tetap bekerja
dengan profesional. Ia mengakui bahwa hadiah atau hal semacamnya bukan
hal yang baru dalam pekerjaannya, pada awal karirnya sebagai jurnalis di
pertengahan 2011, ia sempat ragu apakah uang atau hadiah yang diberikan
merupakan haknya yang halal dan boleh ia terima ataukah sesuatu yang harus
ia hindari, namun seiring berjalannya waktu dan saran serta masukan yang ia
terima, akhirnya ia meyakini bahwa hadiah tersebut merupakan rizki jika ia
25 Hasil observasi pada 12 Desember 2015 26 Hasil observasi pada 27 Juli 2016
94
benar-benar bekerja tanpa menyangkut-pautkan hadiah yang ia terima dengan
tugas dan kewajibannya.27
Untuk membuktikan bahwa hadiah yang ia terima tidak memengaruhi
hasil berita yang dibuat, penulis menyajikan kedua berita untuk melihat
apakah ada perbedaan pembuatan berita setelah dan sesudah menerima
hadiah, berikut tabel kedua berita tersebut.
Tabel 4.3
Hadiah diterima jurnalis Krakatau setelah menyiarkan berita
Judul Berita
Sebanyak 498 Mahasiswa UNMA Diwisuda
Isi Berita
Sebanyak 498 mahasiswa Sarjana dan Diploma Universitas Mathla'ul
Anwar (UNMA) Banten melaksanakan prosesi wisuda gelombang ke
21 bertempat di Hotel Wira, Kecamatan Carita, Kabupaten
Pandeglang, Sabtu (12/12/2015).
Acara ini dihariri oleh Ketua Majelis Amanah Mathla'ul Anwar, Drs.
H. M. Irsyad Djuwaeli, Rektor UNMA Prof. DR. HM. Bambang
Pranowo MA, Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa Republika,
Parnia Hadi, perwakilan dari Universitas Sains Islam Malaysia, Prof.
Datuk Dr. Musa bin Ahmad, Kapolres Pandeglang, AKBP
Widiatmoko, beserta sejumlah guru besar, anggota senat dan pimpinan
fakultas, dosen dan tokoh-tokoh sesepuh Mathlaul Anwar.
Dalam sambutannya, Rektor UNMA Banten, Prof. DR. HM. Bambang
Pranowo MA, mengingatkan kepada para mahasiswa yang di wisuda
hari ini, agar terus berjuang dalam mencapai pendidikan tinggi serta
mampu menghadapi cobaan dan rintangan di masa yang akan datang.
"Perlu saya ingatkan bahwa wisuda bukan akhir dari sebuah
perjuangan. Wisuda hanyalah salah satu momentum dari perjalanan
27 Konfirmasi langsung saat observasi pada 27 Juli 2016
95
mencapai pendidikan tinggi, karena setelah ini jalan panjang dengan
berbagai rintangan dan cobaan akan dilalui oleh para sarjana. Tetapi
dengan keyakinan yang kuat yang dilandasi iman dan taqwa kepada
Allah, kami yakin para wisudawan akan mempu menghadapinya,"
katanya.
Rektor melanjutkan, diusianya yang hampir 15 tahun, UNMA terus
melakukan pembenahan, baik itu dari segi kemajuan teknologi dan
peningkatan mutu pendidikan kepada masyarakat.
"UNMA pada usianya yang hampir 15 tahun terus melaksanakan
pembenahan, perbaikan dan perubahan-perubahan sesuai dengan
kemajuan teknologi informasi masyarakat global yang dinamis. Kami
berusaha meningkatkan mutu pelayanan pendidikan tinggi dalam
upaya memperoleh standar akademik pendidikan tinggi melalui
manajemen jaringan informasi yang luas baik di dalam maupun luar
negeri,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, juga diberikan penyerahan penghargaan
untuk wisudawan terbaik oleh BJB Cabang Labuan. Adapun orasi
ilmiah disampaikan oleh ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa
Republika, Parnia Hadi. (Mudofar)
Sumber: Krakatau.com
Tabel 4.4
Hadiah diterima jurnalis Krakatau sebelum berita dibuat dan disiarkan
Judul Berita
Ikatan Adhyaksa Darma Karini Wilayah Banten Bantu Korban Banjir
Isi Berita
Ikatan Adhyaksa Dharmakarini wilayah Banten, bersama Krakatau
Radio, menyerahkan sumbangan untuk para korban banjir di Kampung
Sukarame, Desa Kalanganyar, Kecamatan Labuan, Kabupaten
Pandeglang, Banten, Rabu (27/07/2016) siang. Bantuan ini diberikan
secara simbolis kepada Ketua RT 4 RW 3, Ali Marhani, dirumahnya.
Ikatan Adhyaksa Dharmakarini adalah organisasi dimana didalamnya
beranggotakan istri pegawai Kejaksaan, pegawai perempuan
Kejaksaan, istri pensiunan pegawai Kejaksaan, Pensiunan Pegawai
Perempuan Kejaksaan dan Janda pegawai Kejaksaan yang mandiri,
non politik dan tidak terikat pada organisasi politik manapun yang
mempunyai maksud dan tujuan dalam bidang kemanusiaan, sosial
96
budaya, ekonomi dan pendidikan.
Ketua Bidang Ekonomi Ikatan Adhaksa Dharmakarini Wilayah
Banten, Putu Nurmahendra mengatakan, maksud dan tujuan dari
pemberian sumbangan ini merupakan wujud kepedulian pihaknya
kepada masyarakat yang menjadi korban bencana banjir yang terjadi di
Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
“Membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah. Kami pilih
disini karena layak untuk dibantu karena dilihat dari kondisi yang
sangat memprihatinkan. Menurut kami kondisi disini sangat harus
dibantu. Harus ada perhatian yang lebih dari pemerintah khususnya
untuk kondisi lingkungannya,” ujarnya saat ditemui saat memberikan
bantuan.
Bantuan yang diberikan berupa kebutuhan sembako seperti beras
sebanyak 150 Kg, minyak 50 liter, gula pasir sebanyak 50 Kg, mie
instan 150 dus, susu kotak 3 dus, popok bayi 1 dus dan makanan bayi
2 dus.
Sementara itu, Ketua RT 4 RW 3, Kampung Sukarame, Ali Marhani
mengaku merasa sangat terbantu dan mengucapkan terima kasih atas
perhatian kepada korban banjir.
“Saya mengucapkan terimakasih atas bantuan ini. Memang ketika
banjir kemarin airnya mencapai 2 meteran. Disini ada sekitar 80 rumah
yang semuanya terkena banjir,” katanya. (Mudofar)
Sumber: Krakatau.com
Dari kedua berita di atas dapat dilihat bahwa kedua berita tersebut
memang merupakan berita yang menceritakan tentang kejadian atau peristiwa,
seperti layaknya sebuah berita, esensi berita seperti apa, siapa, kapan dan
bagaimana digambarkan pada kedua berita tersebut. Namun, penulis menilai
bahwa kedua berita tersebut lebih menonjolkan aspek “siapa?”.
97
5. Menjadi Pemantau Kekuasaan
Prinsip watchdog menurut Kovach adalah upaya memenuhi
kebutuhan publik akan informasi yang menyangkut masalah kesejahteraan
bersama dengan mengawasi mereka yang memiliki kekuatan agar tidak
melakukan penyalahgunaan kekuasaan. Dari temuan-temuan yang penulis
dapatkan selama meneliti, penulis mengambil kesimpulan bahwa jurnalis
Krakatau Radio belum menerapkan elemen “Memantau Kekuasaan” yang
dimaksud dalam prinsip Kovach.
Temuan pertama yang membuktikan bahwa jurnalis Krakatau Radio
belum menerapkan elemen ini adalah sikap netral yang dipilih oleh Krakatau
Radio. Krakatau Radio memosisikan medianya sebagai mediator masyarakat
dan pemerintah, sehingga berita yang dibuat penilaiannya diserahkan secara
penuh kepada publik. Publik oleh Krakatau Radio dibebaskan untuk menilai
dan mengambil sikap sendiri karena medianya hanya bertugas sebatas
penyampai informasi, bukan penilai atau penggiring opini, sehingga fungsi
media sebagai pengontrol kekuasaan menjadi tidak terisi.28
Temuan kedua, minimnya kritik tajam yang disampaikan Krakatau Radio
terhadap pemerintah dan tidak ditemukannya berita atau pelaporan yang
berdasar pada penyelidikan oleh jurnalis Krakatau Radio. Kesimpulan bahwa
minimnya Krakatau Radio dalam membuat pemberitaan-pemberitaan yang
bersifat investigatif didapat oleh penulis dari naskah berita yang dipelajari dan
28 Observasi peneliti berdasarkan kerja dan pandangan jurnalis Krakatau Radio
98
kegiatan jurnalisme yang disaksikan langsung oleh penulis selama meneliti.
Berita penyelidikan yang dimaksud adalah berita pengusutan yang dilakukan
oleh media tanpa harus menunggu suatu masalah atau peristiwa timbul untuk
diberitakan. Sedangkan pelaporan yang dibuat oleh jurnalis Krakatau Radio
baru sebatas informasi yang terlihat di permukaan saja. Dengan kata lain
penggalian fakta yang membutuhkan riset dan analisa yang matang masih
belum diterapkan oleh Jurnalis Krakatau Radio. Meski penyampaian
informasi tersebut tidak selalu berisi dukungan bagi penguasa, tingkatan
informasi yang dilaporkan oleh Krakatau Radio masih sebatas general
reports.
Temuan ketiga yang didapat oleh penulis tampaknya menjadi alasan
mengapa jurnalis Krakatau Radio bisa dianggap tidak mampu mengambil
peran watchdog. Tidak adanya senjata untuk menjadi media oposan adalah
alasan akan minimnya kritik tajam yang disampaikan oleh Krakatau Radio
kepada penguasa. Senjata yang dimaksud adalah analisa dan hasil riset dari
proses reportase dan penggalian fakta yang membutuhkan waktu serta
kecermatan tinggi dari jurnalisnya. Senjata tersebut berfungsi sebagai alat
penilai apakah penguasa tersebut benar atau salah, sehingga dalam pelaporan
yang dibuat media mampu melahirkan judgement yang didasari fakta.
Memang tidak sedikit berita yang dibuat Krakatau Radio memuat
informasi tentang permasalahan dan pekerjaan rumah yang harus segera
diselsaikan oleh pemerintah, namun lagi-lagi pelaporan menjadi sebatas
99
melaporkan saja sebab selain kritik yang tidak tajam, pemilihan narasumber
oleh Jurnalis Krakatau pun masih menggunakan sumber-sumber resmi.
Selektif dan skeptis dalam memilih sumber berita merupakan persoalan
selanjutnya dalam memantau kekuasaan. Artinya, memantau kekuasaan tidak
dapat dilakukan jika pelaporan berita hanya berisi konfirmasi sumber-sumber
resmi saja.
Sumber berita yang dipilih oleh Krakatau Radio hampir selalu sumber
berita konvensional. Artinya, sumber yang digunakan merupakan informan
yang biasa didapat dan ditemui wartawan manapun dalam proses operasional
mencari berita. Padahal, memantau kekuasaan berarti media dituntut mampu
memberi informasi yang berbeda dengan informasi yang sudah diatur oleh
para pemegang kekuasaan untuk menjaga citra mereka.29
Selain tumpulnya kritik dan pemilihan sumber yang kurang selektif,
minimnya skeptisme wartawan terhadap konfirmasi sumber yang akan
digunakan sebagai kutipan berita juga merupakan alasan tidak terpenuhinya
penerapan elemen memantau kekuasaan oleh Jurnalis Krakatau. Skeptisme
yang dimaksud adalah kecurigaan yang harus dimiliki oleh wartawan terhadap
narasumber.
Wartawan harus mengasumsikan narasumber sebagai orang yang mampu
memelintirkan fakta, sehingga klarifikasi yang diberikannya tidak dapat
dengan serta merta dikutip. Jurnalis Krakatau tidak jarang menganggap
29 Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Element of Journalism, h.107
100
verifikasi cukup dengan mengonfirmasi sumber, bahkan konfirmasi melalui
saluran telepon untuk mendapatkan jawaban dari pihak penguasa merupakan
hal yang dibenarkan dan mencukupi dalam prosesnya. Klarifikasi dari sumber
tersebut oleh Jurnalis Krakatau kemudian dituangkan sebagai kutipan dalam
pelaporan yang seharusnya menjadi penguat gonggongan terhadap penguasa
yang lalim. Dengan kata lain jurnalis Krakatau mudah menaruh kepercayaan
kepada orang yang sebenarnya memiliki kepentingan.
Verifikasi dan pengecekkan fakta berulang-ulang termasuk mengecek dan
mengevaluasi narasumber merupakan sebagian proses panjang dalam upaya
penggalian fakta oleh media untuk mendapatkan senjata dalam menjalankan
kewajibannya, memantau kekuasaan. Lagi-lagi sumber daya yang dimiliki
Krakatau Radio menjadi penyebab lemahnya penerapan elemen dalam teori
Kovach ini.
6. Menyediakan Forum Publik untuk Kritik, Komentar Maupun Dukungan
Bagi Warga
Forum publik adalah wadah di mana setiap orang mempunyai
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi menyampaikan idenya, bertukar
pendapat, gagasan, komentar maupun kritik. Forum ini kata Kovach, berisfat
bebas dari campur tangan negara dan tidak dirancang maupun dikelola oleh
negara. Menyediakan forum bagi publik adalah salah satu kewajiban media
yang negaranya menganut sistem demokratis. Krakatau Radio sudah
menerapkan elemen keenam ini dengan menyediakan wadah bagi
101
khalayaknya untuk berpartisipasi menyampaikan ide mereka melalui segmen
Babak Ngobrol Pas Isuk (Ngopi).
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa secara teknis Babak Ngopi adalah
forum publik yang ideal seperti yang digambarkan oleh Kovach. Ini dapat
dibuktikan dengan diberikannya kesempatan yang sama oeleh Krakatau Radio
bagi setiap orang untuk menyampaikan idenya. Tidak hanya itu publik pun
diberi wewenang sepenuhnya untuk mengangkat sendiri persoalan apa saja
yang mereka anggap penting. Agar lebih memahami konsep ruang publik
yang dimiliki oleh Krakatau Radio, penulis membuat skema dengan diagram
di bawah ini.
Mumuluk, yang berarti sarapan, merupakan program siaran berita yang
dimiliki Krakatau Radio yang penyajiannya dibagi menjadi beberapa segmen.
PROGRAM PAKET ACARA BERITA
MUMULUK
Pengaduan Masyarakat
(Babak Kumaha Ieu)
Ruang Publik
Babak Ngobrol Pas
Isuk (NGOPI)
Polling Harian
Berita dan Fenomena
yang terjadi
102
Salah satu segmen Ngopi merupakan wahana ekspresi publik atau ruang
publik yang disediakan oleh Krakatau Radio untuk khalayaknya. Dalam
konsep Ruang publik, negara sama sekali tidak mempunyai wewenang untuk
mengatur persoalan-persoalan apa saja yang harus menjadi perhatian publik.
Karena itu Krakatau Radio memberikan wewenang kepada khalayaknya untuk
menentukan dan mengangkat sendiri persoalan yang mereka anggap penting.
Dengan kata lain persoalan yang diangkat dalam forum diskusi tersebut
merupakan hasil dari pengaduan, keluhan, informasi maupun fenomena yang
terjadi di masyarakat selain juga hasil dari polling yang dilakukan oleh
Krakatau Radio. Polling merupakan salah satu metode ilmiah yang diterapkan
oleh Krakatau Radio agar permasalahan yang diangkat oleh medianya sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa Krakatau Radio sudah
menerapkan elemen keenam ini, meski elemen ini dipandang oleh A. Sonhaji
Arrafat, sebagai jalan untuk menyadarkan kedua belah pihak. Meski forum ini
menurutnya bertujuan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat namun
sebenarnya forum ini bertujuan agar masyarakat dapat secara langsung
menyampaikan kepada pihak berwenang terkait keluhan, pengaduan bahkan
fenomena yang terjadi, dan Krakatau Radiolah yang menjadi mediatornya. Aji
berharap konfirmasi atau penjelasan dari narasumber yang kemudian
dihadirkan di segmen selanjutnya akan menjadi informasi sekaligus masukan
103
bagi masyarakat yang belum mengetahui dan memahami kewajiban dan hak-
hak yang mereka miliki.
Lebih lanjut dalam pandangannya, Aji berharap masyarakat akan semakin
cerdas dengan menyadari tugas-tugas mereka, membangun tidak akan selesai
jika hanya melimpahkan semua beban pada satu pihak atau pemerintah saja.
Harapan Aji, masyarakat dapat menyadari bahwa perubahan dapat dicapai jika
semua pihak sadar akan tugas masing-masing. Menurutnya, inilah yang
diharapkan Krakatau Radio dari Babak Ngopi tersebut terhadap masyarakat
dan pemerintahnya. 30
7. Berupaya Membuat Hal Penting Menjadi Menarik dan Relevan
Jurnalis menurut Kovach harus mampu mengambil perhatian
khalayak terkait pemberitaan sebuah peristiwa dengan mengemas peristiwa
tersebut menjadi menarik dan relevan. Menarik dan relevan, dua faktor ini
justru sering dianggap dua hal yang bertolakbelakang. Laporan yang menarik
dianggap laporan yang lucu, penuh selebritas dan sensasional. Sebaliknya,
laporan yang relevan dianggap kering, angka-angka menjadi hal yang sulit
dipahami dan berita pun dianggap membosankan, sehingga membuat laporan
yang menarik dan relevan dianggap sulit. Untuk mengetahui penerapan
elemen ini oleh jurnalis Krakatau Radio, penulis mengikuti alur proses
pembuatan berita yang dilakukan oleh jurnalis Krakatau. Kesimpulan yang
30Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015, 10:22 WIB.
104
penulis dapatkan adalah jurnalis Krakatau Radio belum mempunyai formula
khusus dalam menguapayakan berita yang mereka sajikan menjadi berita yang
menarik perhatian khalayaknya.
Kesimpulan tersebut berdasar pada dua hal. Pertama, selama penulis
mengikuti secara intens proses jurnalisme yang dilakukan kru Krakatau Radio
dalam mencari hingga mengemas berita, penulis tidak menemukan adanya
formula khusus atau ramuan yang digunakan oleh jurnalis Krakatau untuk
membuat beritanya menjadi lebih menarik.31
Ini pun dibenarkan oleh jurnalis
Krakatau Radio, bahwa ia tidak menggunakan trik atau cara khusus dalam
meramu berita.32
Kedua, dari dua faktor, yaitu menarik dan relevan, jurnalis Krakatau
Radio lebih mementingkan berita yang relevan dibanding berita yang sekedar
menarik. Menurutnya, dengan membuat berita yang relevan, ia berharap
mampu membuat khalayaknya mengerti dan memahami secara utuh kejadian
atau peristiwa yang sedang terjadi.33
dan itulah tujuan utama yang ingin ia
capai, menyajikan apa yang dibutuhkan oleh khalayak. Meski begitu, bukan
berarti tidak ada upaya dari jurnalis Krakatau untuk mengemas hal yang
dibutuhkan khalayak tersebut menjadi menarik.
31 Observasi penulis selama mengikuti proses pembuatan dan editing berita di ruang redaksi
Krakatau Radio 32 Konfirmasi langsung selama proses observasi pada tanggal 9 Nopember 2015 33 Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB.
105
Namun, seperti pekerja media pada umunya, tentu saja jurnalis Krakatau
dituntut oleh medianya untuk menarik sebanyak mungkin khalayak agar
mereka bersedia mendengarkan siaran atau membaca berita yang juga ia
posting dalam laman website dan fanspage radionya. Upaya yang dilakukan
oleh jurnalis Krakatau Radio untuk membuat beritanya menjadi perhatian
khalayak sekaligus meyakinkan mereka bahwa apa yang medianya laporkan
merupakan hal yang penting adalah dengan cara mengangkat sisi lain dari
berita tersebut. Mencari angle yang berbeda dari angle yang umum dilakukan
diharapkan dapat membuat berita atau pelaporan menjadi tidak kering.34
Hal lain yang penulis temukan terkait membuat berita menarik adalah
penemuan bahwa dalam proses jurnalismenya, jurnalis Krakatau tidak pernah
membuat judul berita yang sensasional apalagi meracik dan mengada-ada,
menambahkan sesuatu yang tidak ada demi tujuan mendongkrak minat
khalayak terhadap berita yang ia buat. Ini berkaitan dengan tunduknya
Krakatau Radio terhadap kebenaran.35
Dalam pandangan jurnalis Krakatau,
membuat berita menarik memang hal yang penting, namun kehormatan
jurnalis dan medianya lebih penting. Ia tidak ingin membuat khalayaknya
kecewa dengan menyuguhkan berita sensasional seperti judul yang bombastis
namun isi beritanya terkesan mengada-ngada, tidak layak disimak dan tidak
34 Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB. 35Observasi penulis selama meneliti
106
relevan. Menurut penilaiannya, wartawan yang melakukan hal tersebut sedang
melakukan sebuah fitnah dalam berita. 36
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa belum ada formula khusus
yang dimiliki oleh Jurnalis Krakatau dalam upaya membuat berita penting
yang disajikannya menjadi menarik, selain berupaya mencari sisi lain dari
sebuah peristiwa yang akan dijadikan berita.
8. Menjaga Berita agar Komprehensif dan Proporsional
Pada elemen ini Kovach mengumpamakan jurnalis sebagai pembuat
peta. Penulis menilai Jurnalis Krakatau sudah mampu membuat dan
menggambarkan peta, ia mampu menyajikan berita dengan detail dan akurat
layaknya pembuat peta meski jangkauan peta yang dibuat belum cukup luas.
Komprehensif berarti menyeluruh dan luas, proporsional berarti seimbang dan
sebanding. Jurnalis Krakatau sudah menerapkan keberimbangan dalam berita
dengan memberikan kesempatan setara kepada pihak-pihak yang terkait
dalam pemberitaan. Proporsional juga berarti pemberitaan yang dibuat oleh
Jurnalis Krakatau tidak melulu berita berat atau terus-terusan menyajikan
berita trivial.
Sebagaimana fungsi peta, Krakatau Radio berusaha menjadi media
rujukan bagi khalayaknya yang ingin mengetahui secara jelas dan mendetail
apa yang sedang terjadi dan yang belum mereka ketahui. Sebagai contoh
36Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB.
107
masyarakat menggunakan informasi dari Krakatau untuk mengetahui tarif
angkutan lebaran yang menjadi isu tahunan pemudik. Sebelumnya, pemudik
merasa tidak ada penetapan tarif yang jelas oleh dinas perhubungan sehingga
kenaikan tarif secara sepihak oleh pengurus Organisasi Angkutan Darat
(Organda) yang melonjak jauh dibanding hari biasanya dinilai merugikan
pemudik. Di sinilah Krakatau Radio menjalankan fungsinya sebagai media
rujukan. Krakatau Radio menjelaskan secara mendetail berapa sebenarnya
tarif yang disepakati bersama pada rapat kordinasi Dishub dan Organda,
kemudian Krakatau Radio menjelaskan alasan-alasan dinaikkannya tarif
tersebut secara jelas agar kedua pihak baik pemudik ataupun Organda tidak
merasa dirugikan.37
Contoh lain dari penerapan elemen kedelapan ini adalah ketika media-
media online di Banten berusaha menarik khalayaknya dengan cara
menggembor-gemborkan pemberitaan terkait penghinaan terhadap umat islam
yang dilakukan oleh Manajmen Sinetron Anak Jalanan. Masyarakat Banten
khususnya warga Anyer, Labuan dan Pandeglang menjadi tersulut dan
membutuhkan kejelasan dari kebenaran berita tersebut. Jurnalis Krakatau
menyiarkan berita dengan menguraikan masalah secara jelas tanpa
menyudutkan atau menyalahkan pihak manapun. Saat itu Krakatau Radio
adalah satu-satunya media yang menyajikan berita berimbang dengan
memberi kesempatan pada pihak Manajemen Anak Jalanan untuk
37 Hasil observasi pada 24 Juni 2016
108
mengklarifikasi sekaligus meminta maaf kepada pihak yang merasa terhina.
Saat itulah Krakatau Radio hadir menjadi media rujukan masyarakat Banten
untuk mengetahui secara mendetail fakta-fakta yang tersembunyi atau
terabaikan.38
Namun, seperti permasalahan yang juga dihadapi oleh media lain,
terbatasnya ruang dan sumber daya media pun membuat Krakatau Radio tidak
mampu meliput dan menyajikan semua peristiwa yang terjadi, Ula Ifham
sebagai satu-satunya jurnalis harus mampu dan siap dengan luasnya
jangkauan tugas yang diberikan. Kesulitan bagaimana memenuhi kebutuhan
masyarakat yang kompleks pun diakui Jurnalis Krakatau, terlebih ia bekerja
sendiri dalam setiap langkah jurnalismenya, dimulai dari mencari, mengemas,
sampai menyiarkan sebuah berita. Terlalu luasnya jangkauan tugas Jurnalis
Krakatau membuat tidak jarang peliputan dipercayakan kepada orang lain dari
luar keredaksian ketika beberapa peristiwa terjadi serentak dan dalam waktu
bersamaan. Inilah yang menjadi alasan belum sempurnanya penerapan elemen
kedelapan ini. Meski akurasi dan esensi berita dapat diperoleh dengan
mempercayakan peliputan kepada orang lain, namun keluasan dan kedalaman
akan fakta-fakta yang digali dalam peliputan tidak sedalam peliputan langsung
oleh jurnalis. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan mengapa peliputan
yang dilakukan oleh orang lain menjadi alasan untuk dihindari,
38 Hasil observasi pada 18 Juli 2016
109
Poin tentang komprehensif dan proporsional dalam berita berhubungan
dengan ekonomi dalam media, bagaimana media mampu menarik sebanyak-
banyaknya perhatian khalayak dan membuat khalayak percaya bahwa apa
yang dibutuhkan oleh mereka mampu disajikan oleh medianya. Maka ide
keberagaman dalam berita pun lahir, sebagai bukti bahwa media tersebut
mampu menjangkau secara luas dan mewakili setiap lapisan dapat digunakan
sebagai pegangan informasi. Beragamnya berita yang disajikan diharapkan
membuat seluruh golongan masyarakat mempercayai bahwa berita yang
disajikan oleh media merupakan gambaran dari semua komunitas dan
informasi yang penting dan harus diketahui oleh mereka saat itu, meski
masyarakat bisa saja merasa berita yang disajikan tidak ada kaitannya dengan
kehidupannya. 39
Meski begitu khalayak tetap harus mendengarkan radio,
membaca koran atau mengunjungi situs sebab informasi itulah yang saat ini
harus diketahui.
Jurnalis Krakatau memang mampu menggambarkan secara detail dan
dalam akan fakta-fakta yang terjadi dan menyusunnya dalam sebuah konteks
untuk membuat masyarakat memahami informasi secara utuh. Namun,
terbatasnya sumber daya membuat jangkauan jurnalis Krakatau terlalu luas
sehingga ide keberagamaan berita untuk masyarakat yang kompleks menjadi
terkendala.
39Bill Kovach & Tom Rosenstiel, The Elements of Journalism, h. 211-213
110
Ketidakmampuan media menjangkau seluruh peristiwa, kata Kovach,
membuat kebanyakan media melebih-lebihkan pemberitaan yang didapat.
Namun, hal semacam ini tidak dilakukan oleh Jurnalis Krakatau. Jurnalis
Krakatau tidak membuat judul-judul yang sensasional yang mengedepankan
aspek emosional untuk menarik minat masyarakat terhadap medianya.
Jurnalis Krakatau memang mengakui ia tidak dapat memprediksi berita
seperti apa yang paling dibutuhkan oleh masyarakatnya. Menurutnya, berita
yang besar dan penting bagi sejumlah orang belum tentu penting bagi
sebagian yang lain. Sebab itu metode ilmiah untuk mengetahui permasalahan
apa yang harus diangkat oleh medianya pun diterapkan. Metode ini bertujuan
tidak hanya untuk membuat medianya mengetahui apa tema yang akan
diangkat dan mampu menarik khalayaknya, tetapi juga berfungsi untuk
mengetahui permasalahan apa yang sedang dihadapi dan informasi apa yang
sedang dibutuhkan masyarakat saat itu.
Metode survey dan polling adalah metode yang digunakan oleh Krakatau
Radio sebagai jalan untuk mengetahui realita yang sedang dihadapi
masyarakat dan informasi seperti apa yang saat itu mereka butuhkan.40
Polling
dan pengaduan masyarakat adalah upaya yang dilakukan oleh Krakatau Radio
dalam memenuhi keberagaman berita, agar masyarakat memahami secara
utuh dan luas sebuah informasi yang nantinya membantu mereka untuk
mengambil keputusan yang baik dan mengetahui apa saja kebutuhan mereka.
40Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB.
111
9. Keharusan Bagi Seorang Jurnalis Menggunakan Nurani
Media merupakan pemandu khalayaknya, ke mana media
mengarahkan, ke arah sanalah mereka menuju. Itulah mengapa aturan tentang
nurani pada dasarnya adalah aturan tentang penyerahan kompas pemandu
kepada individu jurnalis. Elemen terakhir dari teori Kovach ini diukur dengan
moralitas sebab pada dasarnya tidak ada hukum dan pengaturan resmi tentang
kepribadian jurnalis. Berdasarkan dua fakta yang akan penulis jabarkan
tentang nurani, penulis dapat menyimpulkan bahwa jurnalis Krakatau sudah
menerapkan elemen kesembilan teori Kovach ini.
Pertama, dalam tatanan idealisme, Jurnalis Krakatau Radio memiliki
aturan-aturan sendiri untuk memenuhi kepuasan moralnya. Aturan tersebut
berfungsi untuk menyortir apa yang boleh ia lakukan dan tidak boleh
dilakukan, mana yang boleh ia laporkan dan mana yang tidak, termasuk
bagaimana hal tersebut dilaporkan. Standar-standar yang wajib ia penuhi
tersebut diantaranya yaitu peliputan yang berimbang, pembuatan dan
pelaporan berita yang baik serta bermanfaat dan memberitakan kebenaran
dengan jalan dan cara yang benar. Sebagai jurnalis, dia mengatakan bahwa
kesuksesan kerjanya dapat diketahui dari kepuasan hatinya. Ketika ia sudah
112
memberitakan sebuah kebenaran dengan jalan dan cara yang benar, maka
kepuasan akan kebutuhan nuraninya terpenuhi.41
Kedua, di lapangan, ketika ia beserta wartawan lokal Banten lainnya
meliput secara intens lokasi kejadian bencana longsor dan banjir yang
menimpa kecamatan Carita dan Labuan, bantuan dan tenda-tenda posko yang
didirikan oleh pemerintah saat itu tergolong lambat berdiri. Hal ini terjadi
karena tenda itu didirikan sehari setalah bencana. Saat itu Jurnalis Krakatau
berpendapat bahwa seharusnya pemerintah lebih tanggap, terlebih banjir
sudah surut dan bantuan yang turun adalah bantuan yang diperlukan di hari H
bencana terjadi. Ia mengatakan kepada penulis bahwa apa yang dilakukan
pemerintah membuatnya “gagal paham” ke mana saja mereka sehingga harus
menunggu banjir surut dan membiarkan warganya dalam kesulitan, meski ia
mengakui bahwa pada akhirnya bantuan yang terlambat ini pun harus
disyukuri walau terkesan baru turun setelah media nasional turut gencar
memberitakan.
Sementara itu isu di lapangan menyebutkan bahwa Gubernur Banten,
Rano Karno, dan Presiden Jokowidodo dijadwalkan mengunjungi posko
Banjir Labuan dan Longsor Carita pada hari itu. Ula sempat menunggu
sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan posko Banjir Labuan
menuju Kecamatan Carita untuk mewawancarai Kepala Pelaksana Badan
41 Wawancara langsung dengan Ula Ifham 10 Nopember 2015, 10:47 WIB
113
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banten, Doni Hermawan. Alih-alih
meliput aktivitas gubernur, Ula malah memutuskan untuk pulang dan
melewatkan liputan karena menurutnya, ia berhak untuk tidak memberikan
wadah untuk pencitran elit politik.42
Ini membuktikan bahwa sebagai jurnalis
ia membiarkan nuraninya ikut bekerja.
Sementara itu, di tatanan regulasi media, elemen ini dianggap bukanlah
elemen yang dapat diterapkan dalam urusan manajemen organisasi sebuah
medi. Dalam hal ini meski Ula Ifham adalah satu-satunya yang bekerja di
bagian redaksi dan seharusnya tidak ada baginya kesulitan urusan keredaksian
seperti yang terjadi dalam ruang redaksi pada umumnya, namun
kedudukannya sebagai yang „berkuasa‟ di bagian keredaksian tidak serta
merta membuatnya dapat melenggang bebas, adalah Program Director (PD)
yang membawahi langsung dan bertanggung jawab menentukan layak atau
tidaknya berita yang ia buat. Adalah PD yang bertugas sebagai gate keeper
keredaksian. Ketika wawancara langsung dengan Aji pada 9 Nopember 2015,
ia mengatakan bahwa sebagai PD ia berhak dan mempunyai otoritas terhadap
kerja keredaksian. Ia pun mengakui bahwa dirinya tidak jarang memberi
masukan terkait peliputan dan pemberitaan, bahkan ia pun berhak melarang
42 Pernyataan Ula Ifham pada 26 Juli 2016, 14: 30 WIB.
114
Ula Ifham untuk membuat berita yang membahayakan dirinya sebagai jurnalis
dan Krakatau sebagai medianya.43
43 Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015, 10:22 WIB.
116
BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dengan cara observasi intensif atas
proses kerja jurnalistik Krakatau Radio selama 20 hari, ditambah wawancara serta
studi pustaka melalui naskah siaran berita, laman website dan facebook yang telah
dipaparkan pada Bab IV, penulis dapat menyimpulkan bahwa penerapan sembilan
elemen jurnalisme Bill Kovach oleh jurnalis Krakatau Radio sebagai berikut:
1. Tidak tebukti Krakatau Radio menerapkan prinsip jurnalisme Bill Kovach
secara utuh dan konsisten. Prinsip jurnalisme Kovach yang tidak diterapkan
secara konsisten yaitu loyalitas pada warga, independensi, watchdog dan
elemen membuat berita menjadi menarik. Dalam kaitan tersebut, penulis
berpandangan bahwa bagi industri penyiaran, idealisme sebagaimana yang
dipahami Kovach menjauhkan pangsa pasar mereka sehingga sulit untuk
diterapkan. gagasan “berpihak pada warga” semata adalah utopis yang tidak
mendasar dalam dunia bisnis penyiaran.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran pun disebutkan, bahwa spektrum frekuensi radio
merupakan sumber daya terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang
harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
117
besarnya kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita Proklamasi 17 Agustus
1945, artinya pada dasarnya loyalitas pada warga yang dimaksud Kovach juga
sejalan dengan apa yang tertulis dalam hukum penyiaran Indonesia.
Di atas segalanya, penulis berkesimpulan bahwa agenda penyiaran radio
yang berprinsip pada edukasi demi mencerdaskan publik adalah loyalitas yang
paling utama dan penting untuk diperjuangkan. Kovach telah menetapkan
filosofi jurnalisme yang jujur dan loyal pada warga di tengah gelombang
industrialisasi yang tak mudah dilewati. Kemampuan Krakatau Radio dalam
menerapkan lima dari sembilan elemen jurnalisme yang ideal menurut
Kovach merupakan hal yang pantas diapresiasi.
2. Perihal kebijakan redaksi Krakatau Radio terkait penerapan sembilan elemen
jurnalisme ditemukan fakta bahwa kewajiban jurnalis yang dirumuskan dalam
teori Kovach juga merupakan kewajiban yang harus dipatuhi oleh jurnalis
Krakatau Radio secara organisatoris. Manajemen organisasi Krakatau Radio
mewajibkan kru nya untuk tunduk pada kebenaran, disiplin dalam verifikasi
dan menjaga berita agar komprehensif dan proporsional.
B. Saran
Dengan berkaca pada hasil analisis penerapan sembilan elemen jurnalisme Bill
Kovach oleh jurnalis Krakatau Radio, peneliti merasa perlu menyampaikan saran
118
sebagai masukan demi kemajuan bersama, baik kepada Krakatau Radio, pemerintah,
masyarakat maupun akademisi.
Pertama, kepada Krakatau Radio, ada tiga poin yang penulis ingin sampaikan.
Poin satu, Krakatau Radio diharapkan lebih meningkatkan kualitas diri dengan
menjalankan empat elemen yang belum terpenuhi dari sembilan elemen sebagaimana
yang dirumuskan Kovach. Poin kedua, medium radio ini perlu menambah jumlah
anggota redaksi demi terpenuhinya kebutuhan pemberitaan. Poin ketiga, jurnalis
Krakatau Radio diharapkan untuk terus belajar dan memperkaya ilmu jurnalistik
sebagai bekal dalam melaksanakan tugas.
Kedua, kepada pemerintah sebagai pelaksana regulasi diharapkan untuk
mendukung kualitas dan kemajuan media lokal dengan membantu memberikan
pelatihan-pelatihan jurnalistik atau workshop keahlian yang dibiyai oleh pemerintah
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Ketiga, kepada masyarakat diharapkan untuk lebih mengontrol media dan kerja
pemerintah mereka dengan ikut serta dan berpartisipasi memanfaatkan ruang publik
yang telah disediakan Krakatau Radio. Mereka bisa menyampaikan saran dan kritik
kepada radio ini dalam ruang publik itu.
Keempat, kepada para akademisi dan mahasiswa jurnalistik, penelitian yang
termaktub dalam skripsi ini hendaknya bisa menjadi bahan masukan dan studi lebih
mendalam tentang ilmu komunikasi, khususnya tentang penyiaran radio.
119
DAFTAR PUSTAKA
Amar, M. Djenar. Hukum Komunikasi Jurnalistik. Bandung: Penerbit
Alumni,1984.
Ardianto. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2004.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang (BPS). Indikator Kesejahteraan
Rakyat Pandeglang 2011. Pandeglang: BPS, 2011.
Bappeda Kabupaten Pandeglang. Pandeglang Dalam Angka. 2011.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya . Jakarta: Kencana, 2009.
C. Book, Albert and Norman D. Cary. The Radio and Television Commercial.
Illinois: Ntc Business Books, 1996.
Charnley, Mitchel V. Reporting Third Edition. New York: Holt Reinhart &
Winston, 1975.
Effendi, Onong Uchjana. Ilmu Komunikas Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 2009.
Effendi, Onong Uchjana. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga, 1987.
Habermas, Jurgen. Ruang Publik: Sebuah Kajian tentang Kategori Mayarakat
Borjuis. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008.
Harsono, Andreas. Agama saya Jurnalistik. Yogyakarta: Kanisius, 2010
Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset, 2005.
Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas (PBK), 2010.
120
Kovach, Bill & Tom Rosenstiel. Sembilan Elemen Jurnalisme. Jakarta:
Pantau, 2006.
Kovach, Bill & Tom Rosenstiel. The Elements of Journalism. New York:
Crown Publishers, 2001.
Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada
Media Group, 2009.
McKee, Alan The Public Sphere an Introduction. Cambridge: Cambridge
University Press, 2005.
McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
Morison. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana, 2008.
Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik. Ciputat: PT
Logos Wacana Ilmu Bukit Pamulang Indah, 1999.
Mulyana, Deddy. Teori Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2008.
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tasili, 1989.
Olii, Helena dan Lala Hozillah, Reportasi Radio & Televisi, Edisi 2. Jakarta:
Permata Puri Media, 2013.
Pambayun, Ellys Lestari. One Stop Qualitative Research Methodology in
Communication Konsep, Panduan dan Aplikasi. Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia.
2013.
River, William L. dkk. Media Massa dan Masyarakat Modern. Jakarta:
Kencana, 2003.
Rochady S. Surat Kabar. Bandung: Alumni. 1970.
Rogers, Everett M. Communication and Development: Critical Perspectives.
California: Sage Publications, Inc, 1976.
121
Santana, Septiawan K. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor,
2005.
Sudarminta, Justin. Epistemologi Dasar: Pengantar Filsafat Pengetahuan.
Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Sumadiria, Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita Dan Feature.
Bandung: Simbiosis Rekatama Media, 2005.
Syah, Sirikit. Rambu-rambu Jurnalistik: dari undang-undang Hingga Hati
Nurani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Syamsul, Asep M. Romli. Broadcast Journalism: Panduan Reporter, Penyiar,
dan Scripwriter. Bandung: Penerbit Nuansa, 2009.
Todaro, Michael. Pembangunan Ekonomi di dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga,
1998.
Vivian, Jhon. Teori Komunikasi Massa. Jakarta:Kencana, 2008.
Jurnal
Aryanti, Aprilia Dwi, and Happy Luh Desitiya Rusitawati. "academia.edu
share and research." 2014.
Cassandra Tate. “What Do Ombudsmen Do”. Columbia Journalism Review,
Mei/Juni 1984.
Rieka Mustika,S.Pd,”Budaya Penyiaran Televisi Indonesia”,Masyarakat
Telematika dan Informatika, Volume III, Juni 2012.
Tom Rosenstiel. Pew Research Center for People and the Press. New York,
2000.
Berita
122
Antara, Safari Jurnalistik PWI-ASTRA 2014 Sesi II. Jumat, 13 Juni 2014.
Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Workshop Kode Etik Jurnalistik untuk
Reporter. Rabu, 16 Februari 2011.
Naskah Berita Siaran Satu Tahun Krakatau Radio 2015
Rachmat Hidayat, “Pandeglang Harus Segera Lepas Predikat Kabupaten
Tertinggal”, Tribunnews.com, 28 Februari 2015.
Samsuri, “Memaknai Pencarian, Merayakan Keberagaman,” Lampung Post, 6
Mei 2004.
Undang-undang dan Kode Etik
Kode Etik Aliansi Jurnalis Indonesia pasal 3/14
Kode Etik Jurnalistik Pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentag
Penyiaran.
Internet dan Aplikasi
Aplikasi android, Erdioo.
Bappenas.go.id/sub-direktorat-daerah-tertinggal
http://jaraktempuh.com
http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-bill-kovach.html
http://www.andreasharsono.net/2004/01/independensi-bill-kovach.html
http://www.cimethics.org/newsletter/feb2012/bill-kovach-interview.htm
https://wikipedia.org
www.academia.edu.jurnalismeonline
123
www.krakatauradio.com
www.redio.in
Wawancara
Wawancara langsung dengan A. Sonhaji Arrafat 9 Nopember 2015.
Wawancara langsung dengan UlaIfham 10 Nopember 2015.
Wawancara langsung Ila Nurlaila pada tanggal 21 Februari 2016
Kamus
Oxford Learner’s Pocket Dictionary
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
124
LAMPIRAN – LAMPIRAN