penerapan model pembelajaran kooperatif tipe group .../penerapan... · bab ii kajian teori,...
TRANSCRIPT
i
PEN ERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENGAPRES IASI CERITA RAKYAT PADA S IS WA KELAS X F
S MA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2009-2010
TES IS
Untuk Memenuhi Sebagian Persy aratan M encapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Bahasa Indon esia
Oleh :
Sumanti
S.840209120
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PEN ERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENGAPRES IASI CERITA RAKYAT PADA S IS WA KELAS X F
S MA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2009-2010
Diajukan Oleh :
Sumanti
NIM : S.840209120
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. S arwiji S uwandi, MPd ....................... .................... NIP. 19620407198703 1 001 Pembimbing II Dr. Bu dhi S etiawan, MPd ......................... ..................... NIP. 19610524198901 1 001 M engetahui
Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, MPd NIP 194403151978041001
iii
PEN ERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP
INVESTIGATION (GI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
MENGAPRES IASI CERITA RAKYAT PADA S IS WA KELAS X F
S MA NEGERI 1 GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN
TAHUN PELAJARAN 2009-2010
Disusun Oleh:
Sumanti
S .840209120
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Team Penguji
Pada Tanggal: ………………….
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua : Prof. Dr. Herman J.Waluyo, MPd …………………
Sekretaris : Dr.Nugraheni Eko Wardani, M.Hum …………………
Anggota : 1. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, MPd. ....………………
2. Dr. Budhi Setiawan, MPd. ………………....
Surakarta,…………………………
M engetahui
Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. S uranto, MSc, PhD. NIP. 195708201985031004
M engetahui
Ketua Program Pendidikan Bahasa Indonesia
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, MPd . NIP. 194403151978041001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Sumanti
NIM : S.840209120
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul ” PENERAPAN
MODEL PEM BELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI)
UNTUK M ENINGKATKAN KEMAM PUAN MENGAPRESIASI CERITA
RAKYAT PADA SISWA KELAS X F SMA NEGERI 1 GEM OLONG
KABUPATEN SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009-2010” adalah betul-betul
karya saya sendiri.
Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam
daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berup a pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, M ei 2010
Yang membuat pernyataan
Sumanti
v
MOTTO
1. Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “ Berlapang-
lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.
Dan Allah M aha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
( QS. Al Mujaadilah. 11)
2. Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, maka apabila engkau telah
menyelesaikan (urusan dunia), bersungguh-sungguhlah (dalam beribadah) dan
hanya kepada Tuhanmulah berharap.
(Q.S. Al-Insyirah: 6-8)
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini Penulis persembahkan kepada:
1. Bapak Karno Suharjo dan Ibu Sih Kartini (alm), kedua
orang tuaku yang telah menyayangiku.
2. Bapak Pawirorejo (alm) dan Ibu Suminah, kedua
mertuaku yang telah memberiku dukun gan.
3. Drs. M arno, M.Pd, suami tercinta yang telah
mendukung dan menyemangatiku.
4. Asri Wahyu Azzahro, M aulida Niswatul Asri
M unawaroh, Funica Asri Rahmawaty, Rosa Alba Asri
Larasati, buah hatiku yang menjadi nafas hidup ku.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa p enulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang M aha Esa atas
karunia dan pertolongan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan makalah
kualifikasi ini. Dalam menyelesaikan makalah kualifikasi yang berjudul “Penerapan
M odel Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk M eningkatkan
Kemampuan M engapresiasi Cerita Rakyat Kelas Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Gemolong Kabupaten Sragen” ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan
pengarahan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada p ihak-p ihak
yang telah mendukung terselesaikannya tesis ini:
1. Prof. Dr. M uch. Syamsul Hadi, dr. Sp Kj (K), Rektor Universitas Sebelas M aret
Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menempuh
studi sampai selesai di Program Pascasarjana Teknologi Pendidikan Universitas
Sebelas M aret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M .Sc, Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas
Sebelas M aret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis
sehingga penulis mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam melakukan
penelitian.
3. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
yang telah memberi dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan
makalah ini;
viii
4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M .Pd, yang telah memberi pengarahan dan
pembimbingan secara teliti dan penuh kesabaran;
5. Dr. Budhi Setiawan, M .Pd, Pembimbing II yang telah memberi pengarahan,
petunjuk, dan masukan berharga sehingga tesis ini dapat diselesaikan;
6. Drs. Mohammad Amir Zubaidi, selaku Kepala Sekolah SMA N 1 Gemolong
yang telah memberi izin p enelitian untuk penyusunan tesis ini;
7. Jumadi, S.Pd, selaku guru Bahasa Indon esia Kelas X F SMA N 1 Gemolong
yang telah menjadi mitra peneliti dalam penelitian tesis ini;
8. Bapak Karno Suharjo dan Ibu Sih Kartini (alm), kedua orang tuaku yang
senantiasa mencurahkan kasih sayangnya;
9. Drs. Marno, M. Pd, suami tercinta yang selalu mendukung dan memberiku
semangat dalam penyusunan tesis ini;
10. Anak-anakku (Asri Wahyu Azzahro, M aulida Niswatul Asri M unawaroh, Funica
Asri Rahmawaty, Rosa Alba Asri Larasati) yang sangat penulis sayangi.
Akhirnya, penulis hanya dapat berdoa semoga Tuhan Yang M aha Esa
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak tersebut di atas, dan
mudah-mudahan tesis ini bermanfaat bagi pembaca.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman
JUDUL …………………………………………….………....................
PERSETUJUAN ......................................................................................
PENGESAHAN ......................................................................................
PERNYATAAN ......................................................................................
MOTTO ...................................................................................................
PERSEMBAHAN ...................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................
DAFTAR ISI ...........................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
ABSTRAK ..............................................................................................
ABSTRACT ............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................
B. Perumusan M asalah .........................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................
D. Manfaat Penelitian ..........................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
xi
xiv
xvii
xix
xx
1
7
7
7
x
BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA
BERPIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Teori ........................................................................
1. Hakekat Kemampuan M engapresiasi Cerita Rakyat..........
2. Hakekat Model Pembelajaran Kooperatif Type Group
Investigation (GI)................................................................
B. Penelitian yang Relevan .....................................................
C. Kerangka Berpikir ..............................................................
D. Hipotesis .............................................................................
BAB III M ETODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian...............................................................
B. Subjek Penelitian...............................................................
C. Sumber Data.......................................................................
D. Teknik Pengumpulan Data..................................................
E. Uji Validitas Data ..............................................................
F. Teknik Analisis Data ..........................................................
G. Indikator Kinerja ................................................................
H. Prosedur Penelitian ...........................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEM BAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal ...................................................
B. Pelaksanaan Penelitianaan................................................
1. Siklus I...........................................................................
10
10
27
40
42
43
44
45
46
46
48
49
50
51
55
61
62
Halaman
xi
2. Siklus II ........................................................................
3. Siklus III .......................................................................
C. Hasil Penelitian ..................................................................
1. Penerapan M odel Pembelajaran Kooperatif Type Group
Investigation (GI) dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita
Rakyat............................................................................
2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita
Rakyat.............................................................................
D. Pembahasan Hasil Penelitian ..............................................
1. Penerapan M odel Pembelajaran Kooperatif Type Group
Investigation (GI) dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita
Rakyat..............................................................................
2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita
Rakyat...................................................................................
BAB V SIM PULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................................
B. Implikasi......................................................................................
C. Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
82
99
112
112
113
116
116
119
129
130
133
135
Halaman
xii
DAFTAR TABEL Tabel Halaman
1. Pergeseran Pembelajaran ......... …………………………….. 1
2. Langkah-langkah M odel Pembelajaran Koop eratif ................ 33
3. Perbandingan Pendekatan dalam Pembelajaran Koop eratif.... 40
4. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian…..…………... 45
5. Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru …..……………... 72
6. Lembar Penilaian Proses Pembelajaran……………………... 77
7. Daftar Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat……….… 78
8. Skor/Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat......………. 127
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1.
2.
3.
Penilaian Proses Siklus I .........................................................
Nilai Kemampuan M engapresiasi Cerita Rakyat ..................
Perbandingan Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita
Rakyat Siklus II dan III ....................………………………..
78
79
110
4. Perbandingan Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita
Rakyat Pratindakan dan Siklus I............................................
125
5. Perbandingan Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita
Rakyat Siklus I dan II.............................................................
126
6. Perbandingan Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita
Rakyat Prasiklus, Siklus I, II dan III …..……………….…...
128
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Berp ikir ......... …………………….............…….. 43
2. Lokasi SMA N 1 Gemolong ................................................. 44
3. Siklus Rancangan Penelitian .................................................. 52
4. Alur Penelitian Tindakan Kelas …………….…..…………... 52
5. Wawancara Peneliti dengan Siswa…………………..……... 57
6. Wawancara peneliti dengan Guru …………………………... 62
7. Guru M embuka Pelajaran .…………………….…………… 66
8. Kelompok Siswa sedang Presentasi .................................... 68
9. Kelompok Siswa sedang Presentasi..................................... 70
10. Siswa Sedang Bertanya ....................................................... 75
11. Siswa Berdiskusi Kelompok …….……....…………….…... 87
12. Siswa M enyiapkan Laporan Hasil Investigasi………..…... 89
13. Guru sedang M enyimpulkan Pembelajaran ……………….. 92
14. Aiswa sedang Berb icara dengan Teman ……………...….… 93
15.
16.
17.
18.
19.
Siswa sedang Bertanya ................................……….............
Kelompok sedang Presentasi dan M enjawab Pertanyaan.......
Siswa sedang M engerjakan Tes .............................................
Peneliti Duduk di Kursi Belakang ........................................
Kelompok Siswa sedang Presentasi ......................................
Siswa sedang Bertanya ..........................................................
94
95
97
105
106
106
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.1. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Peneliti dengan Guru
(Survey Awal)……………… …………………………….
139
1.2. Catatan Lapangan Hasil Wawancara Peneliti dengan
Siswa ……………………………………………………...
143
1.3. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pratindakan…………. 147
1.4. Kisi- Kisi Angket M otivasi Belajar ………………........... 151
1.5. Angket Pembelajaran Cerita Rakyat …………………….. 152
1.6. Lembar Kerja Siswa Pratindakan ……………………….. 157
1.7. Rekap Nilai Hasil Uji Pratindakan ...................................... 160
2.1. Catatan Hasil Wawancara Peneliti dengan Guru (Pasca Uji
Coba Pratindakan) ...............................................................
161
2.2. Silabus ................................................................................. 164
2.3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ........................ 165
2.4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Siklus I .............................. 174
2.5. Angket Evaluasi Kinerja Anggota Kelompok Siklus I ....... 177
2.6. Rekap Hasil Angket Evaluasi Kinerja Anggota Kelompok
Siklus I ................................................................................
178
2.7. Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru Siklus I ............ 179
xvi
2.8. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus I Pertemuan
Pertama ...............................................................................
181
2.9. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus I Pertemuan
kedua...................................................................................
184
2.10. Rekap Penilaian Proses Siklus I .......................................... 187
2.11. Rekap Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
Siklus I................................................................................
188
3.1. Silabus ................................................................................. 189
3.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .................... 190
3.3. Lembar Kegiatan Siswa ..................................................... 196
3.4. Angket Evaluasi Kinerja Kelompok Siklus II …………… 199
3.5. Rekap hasil angket Evaluasi Kinerja Kelompok Siklus II .. 200
3.6. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II ......................... 201
3.7. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus II Pertemuan
Pertama ...............................................................................
204
3.8. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus II Pertemuan
Kedua ..................................................................................
207
3.9. Rekap Penilaian Proses Siklus II ........................................ 209
3.10. Rekap Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
Siklus II …………………………………………………...
210
4.1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III ................... 211
Halaman
xvii
4.2. Rekap Nilai Kemampuan M engapresiasi Cerita Rakyat
Siklus III ..............................................................................
217
4.3. Angket Evaluasi Kinerja Anggota Kelompok Kelompok
Siklus III .............................................................................
218
4.4. Rekap Hasil Angket Evaluasi Kinerja Anggota Kelompok
Siklus III ..............................................................................
219
4.5. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus III ........................ 220
4.6. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus III Pertemuan
Pertama ...............................................................................
223
4.7. Catatan Lapangan Hasil Observasi Siklus III Pertemuan
Kedua ..................................................................................
226
4.8. Lembar Penilaian Proses Siklus III ..................................... 229
4.9. Permohonan Ijin Penelitian Dari Direktur Program
Pascasarjana Universitas Sebels M aret Surakarta ………
230
4.10 Surat Keterangan M elaksanakan Penelitian Dari Kepala
SM A Negeri 1 Gemolong ...................................................
231
4.11 Hasil Pekerjaan Siswa ......................................................... 232
Halaman
xviii
ABSTRAK Sumanti, S.840209120.2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) untuk Meningkatkan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat pada Siswa Kelas XF SMA Negeri 1 Gemolong, Kabupaten Sragen Tahun Pelajaran 2009/2010. Tesis: Program Pascasar jana Universitas Sebelas M aret Surakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan, menjelaskan pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation (GI) dan dengan penerapan model pembelajaran tersebut untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat pada siswa kelas XF SMA Negeri 1 Gemolong.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yang diaksanakan dalam tiga siklus dan tiap-tiap siklus terdiri dari perencanaan (planning), tindakan (action), pengamatan (observation), dan refleksi (reflection). Subyek penelitian adalah siswa kelas XF SMA Negeri 1 Gemolong Kabup aten Sragen tahun pelajaran 2009/2010. Sumber data diperoleh dari guru dan siswa , tempat dan peristiwa berlangsungnya aktivitas pembelajaran dan doku mentasi. Teknik dan alat pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan wawancara. Validitas data menggunakan trianggulai sumber data. Analisis data menggunakan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menun jukkan bahwa sebelum diadakan penelitian tindakan kelas, rata-rata kemampuan siswa dalam mengapresiasikan cerita rakyat mendapat skor 64,16, setelah diadakan siklus pertama, mereka mendapat skor 68,32, setelah siklus kedua 72,65, dan setelah siklus ketiga mendapat skor 80,16. Sementara, pembelajaran mengapresiasi cerita rakyat juga meningkat st iap siklus, siklus pertama 73,26, siklus kedua 74,84, dan siklus ketiga 78.81. Berdasarkan hasil observ asi kinerja guru juga mengalami peningkatan sehingga hal tersebut mempengaruhi kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas XF SM A Negeri 1 Gemolong.
Berdasarkan hasi l penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Group Investigation (GI) dapat meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas XF SMA Negeri 1 Gemolong, kabup aten Sragen tahun pelajaran 2009/2010.
xix
ABSTRACT Sumanti, S.840209120.2010. The Application of Co-operative Teaching and Learning Model of the Investigation Group (GI) to Increase the Appreciating Folktale Ability on the Tenth Grade Students of F at SMA 1 Gemolong, Sragen Regency in 2009/2010. Thesis: Post Graduate Program of Sebelas M aret University.
The aim of this research is to describe, to explain the app lication of teaching and learn ing model of the Investigation Group (GI) and to increase the appreciating folktale ability on the tenth grade students of F at SMA 1 Gemolong by applying this model.
This research is as classroom action research done three times and each cycle consists of planning, action, observation, and reflection. The research subject is the students of the tenth grade of F at SMA 1 Gemolong, Sregen regency in 2009/2010. The source of d ata is taken fro m the teacher and the students, the p lace and the event of teaching and learn ing process activity, and documents. The technique and the data collecting use quest ionnaires, observ ation, and interview. The data validity uses the data triangulation. The data analysis uses the qualitative analysis.
The result of this research shows that before being held the classroom action research, the average of the students’ ability in appreciating fo lktale 64,16, 68,32 after getting the first cycle, 72,65 on the second cycle, and 80,16 on the third cycle. M eanwhile, based on the evaluation process, teaching and learning of folktale appreciation also increases in every cycle, 73,26 on the first cycle, 74,84 on the second cycle, and 78,81 on the third cycle. Based on the observation of teacher’s work also supp orts his increase so that it influences the appreciating folktale ability on the tenth grade students of F at SM A 1 Gemolong.
Based on the result of the above r esearch, it is concluded that application of co-operative teaching and learning model of the Invest igation Group (GI) can increase the appreciating folktale ability on the tenth grade students at SM A 1 Gemolong, Sragen regency in 2009/2010.
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan proses yang panjang untuk menciptakan manusia-
mnusia berkualitas. Pendidikan memerlukan inovasi-inovasi yang sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa mengabaikan nilai-nilai
kemanusiaan. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-
insan yang cerdas, kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berbudi
pekerti luhur.
Paradigma pembelajaran dewasa ini telah bergeser dari pembelajaran
tradisional ke pembelajaran baru. Pergeseran pembelajaran itu dapat dilihat pada
Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Pergeseran Pembelajaran
Traditional Learning New Learning Teacher Centered Single Media Isolated Work Information Delivery Factual, Knowledge Push
Student Centered Multimedia Collaborative Work Informatioan Exchang e Critical Thinking and Informed Decision Making Pull
Source: ISTE National Education Technology Standards for Teachers (USA).
Tony Chen, dalam Suyanto (2007: 2 )
Pendidikan merupakan inti dari proses memajukan suatu bangsa. Pendidikan
di Indonesia dalam perkembangannya belum menunjukkan hasil seperti yang
diharapkan. Hal ini terlihat dari perny ataan yang dikeluarkan oleh UNESCO yang
1
2
menempatkan Indonesia di peringkat 119. Laporan UNDP tahun 2000 menunjukkan
mutu sumber daya manusia Indonesia berada pada urutan 109, jauh dibawah
M alaysia dan Brunai yang berada pada urutan ke - 69 dan ke - 32 (Paulus Hariyono,
2005: 4).
Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa upaya peningkatan mutu yang
selama ini dilakukan belum dapat memecahkan masalah dasar pendidikan. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan
bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana
pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, d inamis dan dialogis,
mempuny ai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan serta
memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai
dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk melakukan inovasi dalam
dunia pendidikan. Inovasi yang dilakukan biasanya mempertimbangkan tiga alasan,
yaitu efisien, efektif dan keny amanan. Efisien artinya waktu yang tersedia bagi guru
harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Efektif artinya pelajaran yang diberikan harus
menghasilkan manfaat bagi siswa atau masyarakat. Kenyamanan artinya sumber
belajar, media alat bantu belajar, metode yang ditentukan sedemikian rupa sehingga
memberikan gairah belajar mengajar bagi siswa dan guru.
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, usaha-usaha yang telah
dilakukan pemerintah belum menunjukkan hasil yang memuaskan, khususnya mata
3
pelajaran bahasa Indonesia pada kompetensi dasar sastra. Hal ini dapat dilihat dari
nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) pada KD sast ra menunjukkan hasi l yang relatif
rendah dibandingkan dengan KD kebahasaan.
Faktor guru sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan proses belajar
mengajar. Keberhasilan proses pembelajaran tidak lepas dari peran guru. Guru
dituntut untuk melaksanakan tugasny a dengan profesional. Guru profesional harus
memiliki empat kompetensi yaitu: kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional,
dan sosial. Guru tersebut diharapkan mampu mengaplikasikan berbagai teori belajar
dalam pembelajaran, mampu memilih dan menerapkan metode pembelajaran yang
efektif dan efisien, mampu melibatkan siswa berpartisipasi aktif, dan mampu
menciptakan suasana belajar yang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Proses
pembelajaran tidak berpusat pada guru tetap i pada siswa sehingga siswa yang aktif
dan guru hanya sebagai fasilitator dalam belajar. Guru harus mampu menerapkan
metode yang sesuai dengan kondisi siswa dengan harapan dapat mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah ditentukan.
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sa lah satu upaya untuk
meningkatkan kemampuan siswa agar dapat berkomunikasi dengan baik, mampu
menggunakan bahasa dengan tepat dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia masing- masing memiliki empat aspek keterampilan yaitu
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis baik kebahasaan maupun
kesusastraan. Keempat keterampilan ini harus dikuasai oleh siswa karena merupakan
keterampilan dasar yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
4
Pada kenyataannya, pembelajaran sastra belum mendapatkan porsi yang sama
jika dibandingkan dengan pembelajaran bahasa. Porsi waktu dan muatan materinya
kurang mendukung siswa untuk belajar sastra dengan baik. Banyak kalangan yang
menganggap bahwa pembelajaran sastra kurang penting. Padahal fungsi pembelajaran
sastra sangat penting yaitu untuk penghalusan bud i , peningkatan rasa kemanusiaan
dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan, imajinasi,
dan eksp resi secara konstruktif baik secara lisan maupun secara tertulis (Depdiknas,
2004: 5).
Rendahny a minat terhadap pembelajaran sastra , termasuk p embelajaran cerita
rakyat perlu segera di atasi. M elalui cerita rakyat dapat diketahui kekayaan budaya
bangsa d an kebesaran masa lampau untuk kepentingan pembentukan nilai dan budaya
sekarang dan masa yang akan datang.
Pembelajaran cerita rakyat dan hasil kemampuan mengapresiasi cerita rakyat
di kelas X F SMA N 1 Gemolong belum memuaskan. Hal ini terjadi karena guru
dalam memberikan materi sebagian besar dengan ceramah. Guru mendominasi
pembelajaran. Siswa cenderung pasif. Siswa tidak dilibatkan dalam pembelajaran.
M ateri yang disampaikan guru sudah ada di buku paket. Contoh cerita rakyat juga
diambil dari paket. Hal ini menyebabkan siswa bosan mengikuti pembelajaran cerita
rakyat. Akhirnya hasil pembelajaran cerita rakyat yang diperoleh siswa rendah. Kelas
X F mempunyai rata-rata kelas 64,16 untuk materi cerita rakyat.
Berdasarkan hasi l wawancara dengan guru bahasa dan sastra Indonesia kelas
X F pada hari Jumat, 5 Februari 2010 di ruang guru SMA N 1 Gemolong dapat
5
diketahui bahwa nilai siswa untuk KD cerita rakyat masih rendah, metode yang
digunakan guru adalah ceramah, siswa banyak yang berbisik-bisik dengan teman
semejanya, bahk an ada yang berbincang-bincang dengan teman. Siswa sering merasa
kesulitan dalam mengapresiasi cerita rakyat. Siswa kurang antusias. Ketika guru
membuka tanya jawab yang bertanya hanya dua siswa, sedangkan siswa yang lain
diam. Siswa sering mengalami kesulitan dalam mengapresiasi cerita rakyat. Siswa
beranggapan bahwa cerita rakyat kurang bermanfaat dalam kehidupan nyata dan
dianggap sudah kuno.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang d ilaksanakan pada 4 Februari
2010 di kelas X F guru kurang tegas dalam mengajar. Ketika ada siswa yang
berbisik-bisik dengan teman semejanya atau berbincang-bincang, guru hanya diam
saja. Guru belum menggunakan pendekatan tertentu untuk mengapresiasi cerita
rakyat misalnya pendekatan kooperatif tipe Group Investigation (GI).
Dari hasil wawancara dengan siswa kelas X F yang bernama Siti Nasibah
pada hari Jumat, 5 Februari 2010 pukul 9.15 – 9.30 WIB diperoleh informasi bahwa
pembelajaran cerita rakyat kurang menarik atau kurang menyenangkan. Hal ini
karena guru dalam memberikan materi dengan ceramah dan penugasan, guru tidak
menggunakan media pembelajaran, akibatnya siswa kurang aktif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti di kelas X F disimpulkan
bahwa hasil pekerjaan siswa untuk mengapresiasi cerita rakyat belum memuaskan.
Siswa belum paham antara perwatakan tokoh dengan pendeskripsian tokoh. Siswa
juga belum begitu memahami latar cerita. M ereka mayoritas hanya menyebutkan latar
6
tempat, sedangkan latar waktu dan suasana banyak yang belum paham. Untuk nilai-
nilai sastra, siswa hanya menyebutkan nilainya tidak memberi contoh.
Pada kenyataannya dalam pembelajaran memahami cerita rakyat yang
dituturkan guru menerapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 68. Untuk
memenuhi kriteria ini siswa harus mampu mangapresiasi cerita rakyat, antara lain
siswa harus mampu menulis kembali isi cerita dengan bahasa yang efektif, mampu
menemukan tema, amanat, latar, dan hal-hal yang menarik dari cerita tersebut. Agar
tujuan pembelajaran apresiasi cerita rakyat tercapai, siswa harus senang
mendengarkan dan membaca cerita rakyat. Siswa harus banyak berlatih
mengapresiasi cerita rakyat.
Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan yang dilaksanakan pada hari
Kamis, 4 Februari 2010 di kelas X F, dengan jumlah siswa 31 setelah diadakan
ulangan cerita rakyat diperoleh nilai 41 – 50 = 1 siswa, 51 – 60 = 9 siswa, 61 – 70 =
19 siswa, 71 – 80 = 3 siswa. Jadi, dapat disimpulkan siswa yang memenuhi KKM
hanya 10 siswa sedangkan 21 siswa belum memenuhi KKM .
Kegiatan pembelajaran sast ra khusunya memahami cerita rakyat diharapkan
dapat mencapai hasil yang maksimal. Semua siswa diharapkan dapat mencapai
Kriteria Ketuntasan M inimal (KKM ) yang sudah ditetapkan di SMA N 1 Gemolong
sebesar 68. M asalah rendahny a kompetensi sastra khususnya memahami cerita rakyat
pada siswa kelas X F tersebut perlu diberi pemecahan berupa usaha untuk
meningkatkan kompetensi dasar tersebut.
7
Dari uraian yang telah diungkapkan di atas, maka penelitian tentang
pembelajaran cerita rakyat pada siswa kelas X F di SM A N 1 Gemolong ini perlu
segera dilaksanakan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang ingin diteliti pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group
Investigation (GI) dalam pembelajaran mengapresiasi cerita r akyat pada kelas
X F SMA N 1 Gemolong?
2. Apakah penerapan model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
(GI) dapat meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini untuk:
1. Mendeskripsikan dan menjelaskan pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita
rakyat dengan menerapkan model pembelajaran GI pada siswa kelas X F
SMA N 1 Gemolong.
2. M eningkatkan kemampuan apresiasi cerita rakyat dengan menerapkan model
pembelajaran GI pada siswa kelas X F SMA N 1 Gemolong.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai referensi
atau acuan dalam pembelajaran sastra terutama pembelajaran cerita rakyat
yang dipengaruhi oleh model pembelajaran GI.
8
2. Secara Praktis
a. Bagi Siswa;
Hasil penelitian ini diharapkan siswa;
1) dapat meningkatkan kemampuan apresiasi cerita rakyat;
2) dapat berinteraksi dengan sesama temannya, melatih kerja sama dalam
tim, melatih tanggung jawab individu, dan sebagainya;
3) dapat lebih aktif dan kreatif.
b. Bagi Guru;
Hasil penelitian ini diharapkan guru dapat;
1) memperoleh informasi tentang tingkat kemampuan siswa dalam
mempelajari apresiasi cerita rakyat untuk menjadi acuan pada
pembelajaran berikutnya;
2) melaksanakan pembelajaran dengan metode yang inovatif yaitu dengan
Group Investigation (GI) terutama terhadap pembelajaran sastra
khususnya pada apresiasi cerita rakyat;
3) memberi solusi pada kesulitan pelaksanaan pembelajaran sastra
khususnya pada apresiasi cerita rakyat;
4) meningkatkan kualitas mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
c. Bagi S ekolah;
Hasil penelitian ini diharapkan sekolah dapat;
1) masukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme
guru;
9
2) menerapkan model pembelajaran yang bervariasi pada pembelajaran
apresiasi cerita rakyat yang dapat pula diterapkan untuk mata pelajaran
yang lain;
3) menumbuhkan iklim pembelajaran yang kondusif sehingga tercipta
kualitas pembelajaran aktif, inov atif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM).
10
BAB II
KAJIAN TEORI, PEN ELITIAN YANG RELEVAN, KERANGKA BERPIKIR,
HIPOTES IS TINDAKAN
A. Kajian Teori
1. Hakikat Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
a. Hakikat Kemampuan
Kemampuan atau kompetensi adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berp ikir dan bertindak
(Depdiknas, 2004: 5). Kemampuan atau kompetensi adalah suatu keterampilan
untuk mengeluarkan sumber daya internal atau bakat dalam diri seseorang yang
dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan terus
berkembang dan berproses sesuai dengan bertambahnya usia seseorang.
Kemampuan seseorang dapat berkembang dengan baik jika disertai dengan
usaha yang sungguh-sungguh. Senada dengan hal tersebut, Mulyasa (2007: 215)
menegaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki peserta didik perlu dinyatakan
sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu
pada pengalaman langsung.
Kemampuan belajar digunakan untuk menyebutkan kemampuan individu
yang berfungsi dalam lingkungan yang membutuhkan suatu usaha yang bersifat
kognitif.
Kemampuan dapat juga diartikan sebagai suatu kompetensi seseorang
dalam penguasaan suatu aspek keterampilan. Setiap manusia mempuny ai
10
11
kemampuan yang berbeda-beda misalnya ada yang terampil menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. M enurut Martinis Yamin (2007: 1) kompetensi adalah
kemampuan yang dapat dilakukan siswa yang mencakup tiga aspek, yaitu;
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Setiap kompetensi harus merupakan perpaduan dari pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berp ikir dan
bertindak (M ulyasa, 2007: 215). Kemampuan mengapresiasi berarti kemampuan
seseorang yang diwujudk an dalam penguasaan keterampilan untuk dapat
mengapresiasi.
Kemampuan mengapresiasi karya sastra seseorang sebagaimana
kemampuan pencapaian belajar lainnya dapat diukur dengan tes. Ada empat
tingkatan tes kesastraan menurut M oody dalam Burhan Nurgiyantoro (1987: 308-
314), yaitu mulai dari yang sederhana hingga tingkatan yang kompleks. Keempat
tingkatan tersebut adalah: a) tingkat informasi, berkaitan dengan hal-hal pokok
yang berkenaan dengan data-data atau fakta-fakta dalam cerita; b) t ingkat konsep,
berkaitan dengan persepsi tentang bagaimana data-data atau fakta-fakta serta
unsur-unsur cerita itu diorganisasikan; c) tingkat persp ektif, berkaitan tentang
pandangan pembaca sehubungan dengan unsur-unsur cerita yang dibacanya; d)
tingkat apresiasi, berkaitan dengan permasalahan pemakaian bahasa atau unsur
linguist ik yang dipandang dari asp ek keefektifan dalam pengungkapan cerita.
Menurut Sarwiji Suwandi (2009 : 45) tes digunakan untuk mengukur
tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan dalam kegiatan belajar
12
mengajar. Tingkat keberhasi lan siswa ini dimaksudkan juga tingkat kemampuan
siswa yang diperoleh setelah atau sebelum mengikuti kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan
adalah suatu kekuatan yang memerlukan keterampilan, sikap, pengetahuan untuk
melakukan sesuatu dengan tepat dan dapat diukur.
b. Hakikat Apresiasi Cerita Rakyat
1) Pengertian Apresiasi
Kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris “appreciation” secara harfiah dapat
diberi pengertian sebagai pemahaman, pengenalan, pertimbangan, penilaian, dan
pernyataan yang berisi evaluasi (Hornby dalam Herman J Waluyo dan Nugraheni Eko
Wardani, 2009 : 43).
Kata apresiasi secara harfiah berarti “penghargaan” terhadap suatu objek, hal,
kejadian, atau pun peristiwa. Apabila yang dimaksud sesuatu itu karya sastra maka
apresiasi artinya menghargai karya sastra baik prosa maupun puisi dengan sebaik-
baiknya. Untuk dapat memberi penghargaan terhadap karya sastra, harus mengenal
karya sastra itu dengan baik. Tujuan mengenal karya sastra dengan baik adalah agar
dapat bertindak dengan seadil-adilnya terhadap karya tersebut. Dengan demikian,
diharapkan dalam pemberian penghargaan dapat objektif.
Hakikat apresiasi sastra adalah sikap menghargai sastra secara proporsional
(pada tempatnya). M enghargai sast ra artinya memberikan harga pada sastra sehingga
sastra memiliki “kapling” dalam hati kita, dalam batin kita (Abdul Rozak Zaidan,
2007: 1). Maksud istilah “kapling” tersebut adalah sastra mempuny ai tempat di hati
13
dan di batin pembacanya. M asih menurut Abdul Rozak Zaidan (2001: 21) bahwa
apresiasi sastra itu berlangsung dalam sebuah proses yang mencakup pemahaman,
penikmatan, dan penghayatan.
Effendi, (1978: 18) memberikan definisi apresiasi sast ra adalah kegiatan
menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian,
penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap
cipta sastra. Hornby dalam Wilson Nadeak (1989: 44) menjelaskan bahwa apresiasi
yaitu penimbangan, penilaian, pengalaman, dan pengenalan secara memadai atau
dapat diartikan sebagai menimbang nilai dengan tepat akan sesuatu, mengerti dan
menikmatinya.
Apresiasi merupakan hasil usaha pembaca dalam mencari dan menemukan
nilai hakiki suatu karya lewat pemahaman dan penafsiran sistematik yang dapat
dinyatakan dalam bentuk tertulis (Suminto A. Sayuti, 2002: 365).
Herman J. Waluyo (2005: 44-45) mengemukakan bahwa sy arat untuk dapat
mengapresiasi adalah kepekaan batin terhadap nilai-nilai karya sast ra, sehingga
seseorang dapat mengenal, memahami, mampu menafsirkan, mampu menghayati,
dan dapat menikmati karya sastra tersebut. Dick Hartoko dalam Herman J. Waluyo
(2005: 45) menyebutkan ada empat tingkatan apresiasi yaitu: tingkat menggemari,
tingkat menikmati, tingkat mereaksi, dan tingkat produktif. Pendapat ini sama dengan
IG. A. K. Wardani (1981: 1) bahwa ada empat tahap dalam mengapresiasi karya
sastra. Keempat tahap tersebut adalah :
14
(1) tingkat menggemari, yang ditandai oleh adanya rasa tertarik pada buku-buku
sastra serta ada keinginan untuk membacanya;
(2) tingkat menikmati, yaitu mulai dapat menikmati cipta sastra karena mulai
tumbuh p engertian;
(3) tingkat mereaksi, yaitu mulai ada keinginan untuk menyatakan pemdapat
tentang cipta sastra yang dinikmati misalnya dengan menulis sebuah resensi
atau debat dalam diskusi sastra;
(4) tingkat produksi, yaitu mulai ikut menghasilkan cipta sastra.
Pendapat lain dari M aidar Arsjad dalam Sofa (2008: 2) bahwa ada lima tahap
dalam mengapresiasi sastra sebagai berikut:
(1) tahap penikmatan atau menyenangi. Tindakan operasionalnya adalah membaca
karya sastra ( cerita rakyat, cerpen, novel, puisi);
(2) tahap penghargaan. Tindakan operasionalnya, antara lain melihat kebaikan,
nilai, atau manfaat karya sast ra, dan merasakan pengaruh karya sastra ke dalam
jiwanya;
(3) tahap pemahaman. Tindakan operasionalnya adalah meneliti dan menganalisis
unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik suatu karya sastra, serta berusaha
menyimpulkannya;
(4) tahap penghayatan. Tindakan op erasionalnya mencari hakikat atau makna suatu
karya sastra.
(5) tahap penerapan. Tindakan operasionalnya adalah melahirkan ide baru,
mengamalkan penemuan, atau mendayagunakan hasil operasi dalam mencapai
material, moral, dan struktural untuk kepentingan sosial, politik, dan budaya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tahap mengapresiasi karya sastra
meliputi menyenangi, menghargai, memahami, menghayati dan memproduksi. Tahap
paling rendah adalah menyenangi sedangkan tahap paling tinggi adalah
memproduksi. Namun demikian, pembelajaran apresiasi sastra tidak semata-mata
15
mencetak sastrawan. Tujuan pembelajaran sastra (Indonesia) di sekolah menurut
M aman S. M ahayana (2007: 1) adalah agar siswa dapat menikmati dan
memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi p ekerti,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. Selain itu, para siswa
agar dapat menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia.
2) Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat merupakan sastra lisan yang berkembang di masyarakat,
terutama pada masa lalu. Cerita rakyat adalah cerita yang pada dasarnya disampaikan
oleh seseorang kepada orang lain melalui penuturan lisan, yakni penciptaan,
penyebaran, dan pewarisanny a dilakukan secara lisan melalui tutur kata dari mulut ke
mulut di kalangan masyarakat pendukungnya secara turun – temurun dari satu
generasi ke generasi. C erita rakyat terdiri dari berbagai versi, biasanya tidak diketahui
pengarangnya (anonim).
Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk folklor yang banyak dijumpai di
Indonesia. M enurut James Danandjaya (1972: 4) kata folklor berasal dari bahasa
Inggris, yaitu folk dan lore. Folk adalah kolektifa dari orang-orang yang memiliki
ciri-ciri pengenal kebudayaan yang membedakannya dari kelompok lain. Ciri-ciri
pengenal tersebut dapat berupa: mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama,
agama yang sama, tingkat pendidikan yang sama, dan lain sebagainya. Dalam hal ini
yang terpenting mereka telah mempuny ai suatu tradisi berupa kebudayaan yang telah
diwariskan secara turun-menurun, yang dapat mereka akui sebagai milik
16
kelompoknya dan menyebabkan mereka sadar akan identitas kelompok mereka
sendiri (Dundes, 1965: 2).
Alan Dundes dalam James Danandjaja (2007: 1) berpendapat bahwa kata
folk berarti:
Sekelompok orang yang mempuny ai ciri-ciri pengenal fisik, sosial,
kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainny a.
Ciri-cir i pengenal itu dapat berwujud warna kulit yang sama, mata
pencaharian yang sama serta bahasa, taraf pendidikan, dan agama yang sama.
Namun yang lebih penting bahwa mereka telah memiliki suatu tradisi yakni
kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun- temurun. Di samping itu,
yang penting pula adalah bahwa mereka sadar akan identitas kelompoknya.
Kata lore adalah tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaan yang diwarisi
secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat yang lain (mnemonic device). Pendapat
tersebut sejalan dengan Bruvand (1968: 5) yang mendefinisikan folklor sebagai
berikut: “Folklore may be defined as those materials in culture that circulate that
circulate traditionally among members of any group in different versions, whether in
oral or by means of customary example”. Dalam pendapatnya ini Bruvand
menekankan bahwa folklor adalah bagian dari kebudayaan yang diwariskan secara
turun-temurun secara tradisional dalam versi yang berbeda.
M enurut Achyar (2009: 1) folklor adalah sekelompok orang yang memiliki
ciri-ciri khas yang unik sehingga dapat dibedakan dengan kelompok lainnya. Folklor
diwariskan secara turun-temurun secara lisan dengan isy arat. M aksud dari pendapat
17
ini adalah folklor yang ada di Indonesia berbeda-beda. M isalnya daerah M inang
Kabau dengan Papua dalam upacara pernikahan akan berbeda. Daerah M inang Kabau
pakaian adat pengantin tertutup sedangkan di Papua agak terbuka. Jadi, folklor yang
ada di setiap daerah berb eda-beda.
Pengertian folklor dijelaskan dalam Undang-Undang Hak Cipta pasal 10
nomor 19 tahun 2002 sebagai berikut:
Folklor adalah sebagian sekumpulan ciptaan tradisional, baik yang dibuat oleh
kelompok maupun perorangan dalam masy arakat yang menunjukk an identitas
sosial dan budayanya berdasarkan standar dan nilai-nilai yang diucapkan atau
diikuti secara turun-temurun.
Folklor secara umum didefinisikan sebagai bagian kebudayaan kolektif yang
tersebar dan diwariskan secara turun - temurun. Pengertian folklor menurut Bascom
dalam Nani Pollard (2009: 1) bahwa folklor mencerminkan suatu aspek kebudayaan,
baik yang langsung maupun yang tidak langsung, dan tema-tema yang mendasar,
misalnya; kelahiran, k ehidupan keluarga, bencana alam yang universal.
Cerita t radisi lisan atau folklor yang berasal dari berbagai pulau di Indon esia
yang berbeda ini mengandung norma-norma kehidupan yang pantas dijadikan contoh
dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya di lingkun gan sosial tertentu, tetapi juga
dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas (Nani Pollard, 2009: 1). Senada dengan
pendapat di atas, Suci Budhi Hariyani ( 2008: 2) berpendapat bahwa folklor
mempuny ai dua fungsi yaitu fungsi sosial dan pengelompokan sosial. Fungsi sosial
meliputi pengendalian sosial, media sosial, dan norma sosial.
18
Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk (genre) dari folklor. Folklor dapat
disejajarkan dengan kebuday aan rakyat sehingga mempunyai pengertian dan lingkup
yang lebih luas daripada cerita rakyat. Sejalan dengan hal ini, James Danandjaja
(2007: 14) menyatakan bahwa koleksi folklor Indonesia terdiri dari: kepercayaan
rakyat, upacara, cerita prosa rakyat (mite, legenda, dan dongeng), nyany ian kanak-
kanak, arsitektur rakyat, teater rakyat, musik rakyat, dan lain-lain.
Dalam masyarakat Jawa, cerita rakyat adalah ragam cerita yang berkembang
dalam masyarakat. Cerita ini telah mengakar di hati masy arakat. Dalam cerita rakyat
ini, ada yang berbau dongeng. M enurut Ema Husnan, Bachtiar, M artono dan
Kumalaningrum (1984: 82) dongeng adalah cerita khayal atau fantasi semata-mata,
atau adakalanya yang dikaitkan dengan keadaan sebenarnya tetapi ditambah atau
dibumbui dengan keanehan dan keajaiban sesuatu yang tidak masuk akal. M asyarakat
Jawa pada umumnya menganggap cerita itu disebut dongeng jika tokohnya binatang,
tumbuhan atau yang lainnya. Mereka beranggapan jika cerita itu tokohny a manusia
disebut cerita rakyat. Pemahaman sepert i itu perlu diluruskan agar tidak terjadi
penafsiran yang keliru tentang cerita rakyat.
3) Ciri-Ciri Cerita Rakyat
Berikut ini adalah ciri-ciri fo lklor yang dapat membedakan antara folklor
dengan kebuday aan lain. M enurut James Danandjaja (2007: 3-4) ciri-cir i folklor
dapat dirumuskan sebagai berikut:
a) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni
disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh
19
yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu
generasi ke generasi b erikutnya;
b) folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau
dalam bentuk standar. Disebarkan di antara koleksi tertentu dalam waktu yang
cukup lama (paling sedikit dua generasi);
c) Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal
ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya
bukan melalui cetakan atau rekaman.
d) folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptaannya sudah tidak diketahui lagi;
e) folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berp ola;
f) folklor mempuny ai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita
rakyat mempunyai kegunaan sebagai berikut; alat pendidik, pelipur lara,
protes social, dan proy eksi keinginan terpendam;
g) folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai
dengan logika umum;
h) folklor menjadi milik bersama (collective) dari ko lektif tertentu. Hal ini
disebabkan karena penciptaannya yang pertama sudah tidak diketahui lagi,
sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya;
i) folklor pada umumya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali
kelihatannya kasar,terlalu sp ontan.
4). Bentuk-Bentuk Cerita Rakyat
Cerita rakyat tidak dapat dipisahkan dari folklor karena cerita rakyat bagian
dari folklor. M enurut Brunvand dalam James Danandjaja (2007: 21-22) bahwa
folklor dapat digolongkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
a) folklor lisan adalah folklor yang memang murni lisan. Bentuk-bentuk
folklor ini antara lain : bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan,
titel kebangsawanan ; ungkapan tradisional seperti peribahasa, pepatah,
20
pemeo ; pertanyaan tradisional, sepert i teka-teki ; puisi rakyat, seperti
pantun, gurindam, dan sy air ; cerita prosa fiksi, seperti mite, legenda,
dongeng ; dan nyany ian rakyat.
b) folklor sebagian lisan merupakan fok lor yang bentuknya berupa campuran
unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk folklor jenis ini adalah
kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat
istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.
c) folklor bukan lisan merupakan folklor yang bentuknya bukan lisan
meskipun cara pembuatanny a diajarkan secara lisan. Bentuk folklor jenis
ini antara lain arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan
perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, obat-obatan
tradisional, gerak isyarat tradisional (gesture), buny i isyarat untuk
komunikasi, dan musik rakyat.
Sejalan dengan pendapat di atas, Inne Inge (2007: 2) berpendapat di
Indonesia folklor dibagi menjadi tiga yaitu folklor lisan (verbal folklor), folklor
sebagian lisan (partly verbal folklor), dan folklor bukan lisan (non verbal). Folklor
lisan adalah fo lklor yang bentuknya murni lisan. Folklor sebagian lisan adalah folk lor
yang bentukny a merupakan campuran unsur lisan dan bukan lisan. Folklor buk an
lisan adalah folklor yang bentuknya selain bentuk lisan walaupun cara pembuatannya
diajarkan secara lisan.
William R. Bascom dalam James Danandjaja (2007 : 50) membagi cerita
rakyat atau cerita prosa rakyat (folk literature) ke dalam tiga kelompok, yaitu (1)
mite, (myth) (2) legenda (legend), (3) dongeng (folktale). Sejalan pembagian yang
dilakukan oleh Bascom, Haviland (1993 : 230) juga membagi cerita rakyat ke dalam
tiga kelompok besar, yaitu (1) mitos, (2) legenda, (3) dongeng.
21
Menurut Suripan Sadi Hutomo (1991 : 62-65) membagi cerita prosa rakyat
menjadi enam yaitu: (1) cerita-cerita biasa (tales), (2) mite (myths), (3) legenda
(legends), (4) ep ik (epical), (5) cerita tutur (ballads), dan memori (memorates).
Berikut ini penjelasan tentang jenis cerita rakyat yang hanya dibatasi
pada mite/mitos, legenda, dan dongeng.
a) Mite/Mitos
Mite atau mitos bersal dari bahasa Yunani mythos yang berarti cerita yakni
cerita tentang dewa-dewa dan pahlawan-pahlawan yang dipuja-puja. M itos adalah
cerita tentang dewa-dewa suci yang mendukung sistem kepercayaan atau agama
(religi), contohny a adalah cerita-cerita yang menerangkan asal usul dunia, kehidupan
manusia dan kegiatan-kegiatan hidup seperti bercocok tanam, misa lnya tentang
kepercayaan Dewi Sri atau adat istiadat yang lain (Suripan Sadi Hutomo, 1991 : 63).
Senada dengan pendapat di atas, Ema Husnan, Bachtiar, S. M artono, dan
Kumalaningrum (1984: 84) berpendapat mite adalah cerita tentang dewa-dewi atau
pahlawan yang dikaitkan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus atau bekas-bekas
kepercayaan animisme. Sejalan dengan Husnan, Setya Yuwana Sudikan (1985: 42)
menyatakan bahwa mite adalah cerita tentang roh-roh halus dan dewa-dewa yang ada
di kayangan. Panuti Sudjiman (1986: 32) mite adalah cerita rakyat legendaris atau
tradisional, biasanya bertokoh makhluk y ang luar biasa dan mengisahkan perist iwa-
peristiwa yang tidak dijelaskan secara rasional.
James Danandjaja (2007 : 50-51) menyatakan bahwa mite (mitos) adalah
prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang
22
empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Pada
umumya mite mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama,
terjadinya maut, bentuk khas binatang, bentuk topografi, gejala alam, dan sebagainya.
M ite juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah
perang mereka, dan sebagainya.
M ite bercerita tentang makhluk setengah dewa, dewa-dewi, asal- usul dunia,
asal-usul manusia, dan lain sebagainya. Contoh cerita tentang dewa-dewi adalah
Dewi Sri. M enurut cerita mite jenazahya menitis menjadi padi, sehingga Dewi Sri
dipercaya sebagai Dewi Padi dan lambang kesuburan. Pemahaman terhadap cerita
mitos sering menjadi sebuah keyakinan. Keyakinan ini dapat mengarah ke takhayul
jika keyakinannya secara berlebihan. Akibatnya banyak masyarakat yang
menganggap keramat terhadap suatu mitos. M ite yang berkembang luas dalam
kehidupan masyarakat Jawa adalah Nyi Loro Kidul, Ki Ageng Sela, dan sebagainya.
b) Legenda
Legenda adalah cerita yang mengisahkan asal-usul satu tempat atau peristiwa
zaman silam. M enurut Panuti Sudjiman (1986: 29) legenda adalah cerita rakyat
tentang tokoh, p eristiwa, atau tempat tertentu yang mencampurkan fakta historis dan
mitos. Sudikan (1985: 43) berpendapat bahwa legenda adalah sebuah cerita yang
dihubungkan dengan keajaiban alam.
Menurut Haviland (1993: 230) legenda adalah cerita- cerita semihistoris
yang memaparkan perbuatan para pahlawan, perpindahan penduduk, dan terciptanya
adat kebiasaan lokal, dan selalu berupa campuran antara realisme dan yang
23
supernatural yang luar biasa. Legenda dapat memuat tentang keterangan langsung
atau tidak langsung tentang se jarah, kelembagaan, hubun gan, nilai, dan gagasan-
gagasan.
Legenda memang erat dengan sejarah kehidupan masa lampau meskipun
masa lampau tingkat keberadaannya seringkali tidak bersifat murni lagi. M asyarakat
yang mempuny ai cerita tersebut, legenda dianggap sebagai perist iwa-peristiwa
sejarah, maka ada yang mengatakan bahwa legenda adalah ‘sejarah rakyat’ (Suripan
Sadi Hutomo, 1991: 64). Menurut William R. Bascon dalam Raminah Bar ibin (1986:
6) legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri mirip mite dan dianggap benar-
benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh di dalam legenda ini ialah manusia
biasa yang kadang-kadang mempuny ai sifat yang luar biasa atau sering juga dibantu
oleh makhluk gaib.
Bruvand dalam James Danandjaja (2007: 67) membagi legenda ke dalam
empat kelompok, y aitu: (1) legenda keagamaan (religius legend), (2) legenda alam
gaib (supernatural legend), (3) legenda perorangan (personal legend), dan (4)
legenda setempat (local legend).
Legenda keagamaan biasanya berhubungan dengan agama tertentu, misalnya
mengisahkan orang-orang suci dalam Nasrani. Legenda untuk orang-orang saleh di
Jawa namanya Wali Sanga. Legenda alam gaib biasanya berbentuk kisah yang benar-
benar terjadi dan pernah dialami seseorang yang bercerita tentang makhluk gaib,
hantu, siluman, gejala-gejala alam gaib, dan sebagainya. Fungsiny a adalah untuk
memperkuat kebenaran ’takhayul’ atau kepercayaan rakyat, contohny a Sundel
24
Bolong di Jawa Tengah. Legenda perseorangan merupakan jenis legenda yang
menceritakan tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh pemilik cerita benar-benar
terjadi (James Danandjaja, 2007: 73-75). M isalnya; Jaka Tingkir di Jawa Tengah,
cerita Panji di Jawa Timur, dan sebagainya. Legenda setempat adalah legenda yang
berhubungan dengan asal mula suatu tempat, nama tempat dan topografi, yaitu bentuk
permukaan suatu daerah yang berbukit-bukit, berjurang, dan sebagainya (James
Danandjaja, 2007: 75-83). Contoh legenda adalah C andi Loro Jonggrang, Tangkub an
Perahu, Danau Toba, dan sebagainya.
c) Dongeng
M enurut Panuti Sudjiman ( 1986: 15) dongeng adalah cerita tentang makhluk
khayalis. M akhluk khayali yang menjadi tokoh-tokoh cerita semacam itu biasanya
ditampilkan sebagai tokoh yang memiliki kebijaksanaan untuk mengatur masalah
manusia dengan segala macam cara. Bascom dalam James Danandjaja ( 2007: 50)
menyatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap tidak benar-
benar terjadi oleh yang mempuny ai cerita, dan dongeng tidak terikat oleh waktu
maupun tempat. Dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi terutama
pada zaman dahulu.
Dongeng dapat dibagi ke dalam empat golongan besar, yaitu:
(1) dongeng binatang (animal tales), yakni don geng yang tokohny a banatang
yang dapat berbicara dan memiliki akal budi seperti manusia. Bentuk khusus
dongeng binatan g adalah fabel. Fabel yang terkenal di Jawa adalah dongeng
Kancil. Variasi dongeng Kancil menjadi menjadi beberapa sub dongeng,
25
antara lain: (a) Kancil Nyolong Timun, (b) Kancil dengan Buaya, (c) Kancil
dengan Siput, (d) Kancil dengan Buaya, (e) Kancil dengan Kera, dan
sebagainya;
(2) dongeng biasa (ordinary folk tales), yaitu dongeng yang tokohny a manusia
dan biasanya ada kisah suka dan duk a seseorang. M isalnya: Bawang M erah
dan Bawang Putih, Ande-Ande Lumut, dan sebagainya;
(3) lelucon dan anekdot (fokes and anecdotes), lelucon adalah kisah lucu anggota
suatu kolektif berupa sifat atau tabiatnya sehingga menyebabkan tertawa,
sedangkan anekdot adalah kisah lucu pribadi seseorang atau beberapa tokoh
yang benar-benar ada;
(4) dongeng berumus (formula tales) yaitu dongeng yang strukturnya terdiri dari
pengulangan-pengulangan atau berantai. Dongeng-don geng berumus
mempuny ai beberapa subbentuk, yaitu: (a) dongeng bertimbun banyak atau
dongeng berantai (chain tales) yaitu dongeng yang dibentuk dengan cara
menambah keterangan lebih terperinci pada setiap pengulangan inti cerita; (b)
dongeng untuk mempermainkan orang (cacth tales) adalah cerita yang khusus
untuk memperdayai orang karena akan menyebabkan pendengarnya
mengeluarkan pendapat bodoh. (c) dongeng yang tidak mempunyai akhir
(endless tales) adalah dongeng yang jika diteruskan tidak akan sampai pada
batas akhir.
Senada dengan Antti Aarne dan Stith Thomson dalam Maria Indra Rukmi (1978:
23-24) yang termasuk dongeng adalah lelucon dan anekdot. Antara keduany a
26
dibedakan sebagai berikut: lelucon itu tidak menyangkut kisah pribadi seorang tokoh
yang benar-benar hidup (contoh cerita Pak Belalang). Sedangkan anekdot
menyangkut kisah pribadi seorang tokoh yang benar-benar hidup. Selanjutnya lelucon
dan anekdot dibagi lagi menjadi:
(1) dongeng menganai orang-orang pandir (unskull stories),
(2) dongeng mengenai sepasang suami isteri (stories about married a coup le),
(3) dongeng mengenai seorang wanita atau gadis (stories about a woman,girl),
(4) dongeng mengenai seorang laki-laki atau anak laki-laki (stories about a man,
boy). Dongeng ini terbagi lagi atas :
(a) orang laki-laki cerdik ( the clever man),
(b) kecelakaan yang membawa keberuntungan ( lucky accidents),
(c) orang laki-laki bodoh ( the stupid man),
(d) lelucon mengenai pejabat-pejabat agama dan badan-badan keagamaan (joces
about person and religious onders), yaitu lelucon mengenai pendeta Nasrani
dan para haji,
(e) anekdot mengenai kelompok lain (anecdote about o ther groups of people),
(f) anekdot mengenai tokoh-tokoh mayarakat atau negara,
(g) anekdot mengenai orang laki-laki malang.
5). Fungsi Cerita Rakyat
Cerita rakyat dalam wujudny a banyak yang berupa sastra lisan. Folklor p ada
umumnya mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu ko lektif
misalnya cerita rakyat sebagai alat pendidik, hiburan, protes sosial, dan proyeksi
27
suatu keinginan yang terpendam. M enurut Bascom dalam James Danandjaja ( 2007:
19) pengkajian sast ra lisan termasuk cerita rakyat memiliki fungsi, antara lain: (a)
sebagai sistem proy eksi, yakni yang mencerminkan angan-angan kelompok (b)
sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebud ayaan; (c)
sebagai alat pendidik anak; dan (d) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-
norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh kolektifnya ( Suripan Sadi Hutomo,
1991: 69). Keempat fungsi inilah yang mendorong pentingnya kajian tentang cerita
rakyat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat sangat penting
diajarkan kepada siswa karena mengandung nilai moral, budaya, sosial, pendidikan,
dan cerita rakyat berfungsi sebagai hiburan, kritik sosial, proyeksi suatu keinginan,
dan alat pendidikan. Dengan demikian, peserta didik diharapkan dapat menerapkan
nilai-nilai cerita tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
2. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
a. Pembelajaran kooperatif
1) Landasan Pemikiran
Model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan p restasi belajar siswa.
M odel pembelajaran ini ada beberapa macam antara lain STAD, TGT, Jigsaw, GI,
TAI, dan lain sebagainya. Hampir semua model pembelajaran koop eratif berdampak
positif bagi pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson, Johnson, dan
Stanne (2000: 1) bahwa :
28
All eight cooperative learning methods had a significant positive impact on
student achievement. When the impact of cooperative learning was compared
with competitive learning, Learning Together (LT) promoted the greatest
effect, followed by Academic Controversy (AC), Student-Team-Achievement-
Divisions (STAD), Teams-Games-Tournaments (TGT), Group Investigation
(GI), Jigsaw, Teams-Assisted-Individualization (TAI), and finally Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC). When the impact o f cooperative
lessons was compared with individualistic learning, LT promotes the greatest
effect, followed by AC, GI, TGT, TAI, STAD, Jigsaw, and CIRC. The
consistency of the results and the diversity of the cooperative learning
methods provide strong validation for its effectiveness.
M aksud kutipan di atas adalah kedelapan model pembelajaran kooperatif
yaitu LT, AC, STAD, TGT, GI, Jigsaw, TAI, dan CIRC mempuny ai dampak yang
signifikan dalam kesuksesan siswa . Ketika pembelajaran dibandingkan dengan
pembelajaran kompetisi, Learning Together memberikan efek terbesar baru diikuti
oleh model pembelajaran yang lain. Konsistensi hasil dan keanekaragaman
pembelajaran kooperatif menghasi lkan validasi yang baik untuk efektivitas
pembelajaran.
Pembelajaran yang bernaung dalam teori kontruktivis adalah kooperatif. Para
kontrukt ivis berargumen tentang lingkungan belajar dalam konteks yang kaya (rich
environment). Pengetahuan dan keterampilan yang kokoh dan bermakna- guna
(meaningful-use) dapat dikonstruk melalui tugas-tugas dan pekerjaan yang otentik
(CORD, 2001: 1). Pembelajaran koop eratif muncul dari konsep bahwa siswa akan
lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
29
berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk
saling membantu memecahkan masalah-masalah yang komp leks. M enurut Gokhale,
1995: 6 bahwa model pembelajaran kooperatif diyakini dapat memberi peluang pada
siswa untuk terlibat dalam diskusi, berpikir kr itis, berani dan mau mengambil
tanggung jawab untuk p embelajaran sendiri.
Sejalan dengan pendapat Gokhale, Wong &Wong (2010: 1) berpendapat
bahwa :
Cooperatif learning is not so much learning to cooperate as it is cooperating to
learn. Most researchers of the pass fifty years have come to the consensus that
cooperative learning increases student achievement and develops socialization
sk ills.
M aksud dari pendapat Wong &Wong di atas adalah pembelajaaran kooperatif
tidak seperti belajar kelompok yang lain yaitu bekerja sama untuk belajar. Sebagian
besar peneliti selama 50 tahun terakhir berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan p restasi belajar dan keterampilan sosialisasi.
M odel pembelajaran kooperatif beranjak dari pemikiran ”getting better
together,” yang menekankan pada pembelajaran kesempatan belajar y ang lebih luas
dan suasana yang kondusif kepada siswa untuk memperoleh dan mengembangkan
pengetahuan, sikap, nilai, serta keterampilan-ketarampilan sosial yang bermanfaat
bagi kehidupannya di masy arakat. Dalam pembelajaran ini siswa tidak hanya belajar
dan menerima apa yang disajikan guru dalam PBM , tetapi bisa juga belajar dari siswa
lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain
(Arief Achmad, 2005: 2).
30
M odel pembelajaran adalah representasi realitas yang disajikan dengan suatu
derajat st ruktur dan urutan Richey dalam Burh anudin dan Soejoto (2008: 5). M odel
pembelajaran kooperatif mengutamakan peran aktif siswa bukan berarti guru tidak
berpartisipasi, sebab dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai perancang,
fasilitator, dan pembimbing proses pembelajaran. Dalam implementasi, setiap
kelompok presentasi atas hasil invest igasi di depan kelas. Tugas kelompok lain ketika
satu kelompok p resentasi di depan kelas adalah melakukan evaluasi sajian kelompok
(Sutama, 2007 : 1). Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif,
siswa dapat aktif belajar baik dari guru, diri sendiri, maupun teman yang lainny a
bahkan siswa dapat membelajarkan kepada teman-teman di kelas.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil yang terdiri dari 4 - 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan,
jenis kelamin, suku/ ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya
kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kep ada semua siswa untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja
dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompokny a untuk mencapai
ketuntasan belajar.
Sebagaimana model – model pembelajaran lain, model pembelajaran
kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah – langkah, dan lingkun gan belajar dan
sistem pengelolaan yang khas.
31
2) Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok st rategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama
(Enggen and Kauchak, 1996: 279 ). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebu ah
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama – sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda
yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk
mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan
berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di
luar sekolah.
Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka
hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan tersebut.
Tujuan – tujuan pembelajaran ini mencakup tiga hal penting, yaitu hasil belajar
akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial
(Ibrahim M, Rachmadiarti F., Nur M ., Ismono, 2000 : 7 ).
Pembelajaran kooperatif juga mempunyai efek yang berarti terhadap
keragaman ras, budaya, agama, st rata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan
Ibrahim M., Rachmadiarti F., Nur M., Ismono dalam Trianto ( 2007: 44).
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar
belakang untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugas mereka. Pembelajaran
32
kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatih keterampilan-keterampilan bekerja
sama dan kolaborasi serta keterampilan tanya-jawab Ibrahim M ., Rachmadiarti F.,
Nur M ., Ismono dalam Trianto ( 2007: 44-45).
Pembelajaran kooperatif dapat mencegah dan mengobati masalah sosial
sepert i keragaman rasisme, seksisme, perilaku antisosial (kenakalan, kekerasan,
ketidaksopanan), kurangnya nilai-nilai dan sebagainya. Hal ini sesuai pendapat
Johnson, Johnson, Stanne (2000: 2) di bawah ini.
The diverse and positive outcomes that simultaneously result from cooperative
efforts have sparked numerous research studies on cooperative learning focused
on preventing and treating a wide variety of social problems such as diversity
(racism, sexism, inclusion of handicapped), antisocial behavior (delinquency,
drug abuse, bullying, violence, incivility), lack of prosocial values and
egocentrism, aliena tion and loneliness, psychological pathology, low self-esteem,
and many more (see reviews by Cohen, 1994a; Johnson & Johnson, 1974, 1989,
1999a; Johnson, Johnson, & Maruyama, 1983; Kohn, 1992; Sharan, 1980;
Slavin, 1991). For preventing and a lleviating many of the social problems related
to children, adolescents, and young adults, cooperative learning is the
instructional method of choice.
M aksud kutipan di atas adalah hasil penelitian pembelajaran kooperatif
dinyatakan berhasil kemudian menyulut berbagai penelitian dibidang penelitian
kooperatif yang difokuskan untuk mencegah dan mengobati berbagai masalah
keragaman seperti rasisme, seksisme, p erilaku antisosial (kenakalan, penyalahgunaan
narkoba, kekerasan, ketidaksopanan), kurangnya nilai-nilai prososial dan
egosentrisme, keterasingan dan kesep ian, rendah diri dan masih banyak lagi. Untuk
33
mencegah dan mengurangi banyak masalah yang berkaitan dengan anak-anak,
remaja, dan dewasa, pembelajaran kooperatif adalah p ilihan yang tepat.
3) Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan
Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan
Herbert yang menyatakan bahwa pendidikan dalam masyarakat yang demokratis
seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung. Tingkah laku kooperatif
dipandang dasar demokrasi dan sekolah merupakan laboratorium untuk
mengembangkan tingkah laku demokrasi.
Ciri pembelajaran kooperatif adalah proses demokrasi dan peran aktif
siswa. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan st ruktur t ingkat tinggi, dan
mendefinisikan semua prosedur. Akan tetapi, guru tidak boleh mengelola tingkah
laku siswa dalam kelompok, dan siswa bebas melakukan aktivitas-aktivitas di dalam
kelompoknya. Pembelajaran koop eratif akan efektif jika materi pembelajaran
tersedia lengkap di kelas, ruang guru, perpustakaan, ataupun di pusat media Ibrahim,
dkk, dalam Trianto ( 2007: 45).
Pembelajaran kooperatif akan berjalan lancar dan sesuai dengan harapan
apabila siswa mempunyai keterampilan koop eratif. Keterampilan tersebut berfungsi
untuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat
dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan
peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok.
34
4) Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama dalam pembelajaran koop eratif. Langkah-
langkah itu ditunjukkan pada tabel 1 ber ikut ini.
Tabel 2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi
siswa
Guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar.
Fase- 2
Menyajikan informasi
Guru menyaj ikan inrformasi dengan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan .
Fase- 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok kooperatif
Guru menjelaskan cara membentuk kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase- 4
Membimbing kelompok bekerja dan
belajar
Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka.
Fase- 5
Evaluasi
Guru mengev aluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari
atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase- 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar
individu dan kelompok.
Sumber: Ibrahim, dkk dalam Trianto, (2007: 48-49)
Pembelajaran kooperatif seperti yang disebutkan oleh Oslen dan Kagan dalam
Richards dan Rodgers (2001: 192) bahwa pembelajaran kooperatif adalah:
Cooperative learning is group learning activity organized so that learning is
dependent on the socially structured exchange of information between
learners in groups and in which each learner is held accoun table for his or
her own learning and is motivated to increase the learning o f others.
M aksud dari kutipan di atas adalah pembelajaran koop eratif adalah kelompok
belajar yang mengutamakan aktivitas setiap anggota kelompok. Dengan demikian
35
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang
mengutamakan kerja sama dengan anggota kelompok maupun antar kelompok lain
sehingga terjadi tukar informasi dan membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar.
b. Model Pembelajaran Kooperatit Tipe Group Investigation (GI)
1) Pengertian Group Investigation (GI)
M odel pembelajaran kelompok invest igasi (group investigation) adalah suatu
model pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan
pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasi l belajar sesuai pengembangan
yang dilalui siswa (Al Krismanto, 2003: 7). Group Investigation merupakan
perencanaan pengaturan kelas yang umum di mana para siswa bekerja dalam
kelompok kecil menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, p erencanaan
dan proyek ( Sharan dan Sharan dalam Slavin, 2009: 24). M enurut Setiawan (2006:
7), dalam investigasi siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap
dan pengetahuannya tentang materi yang dipelajari sesuai dengan kemampuan
masing-masing, sehingga memberikan hasi l yang lebih bermakna pada siswa.
Pada kenyataannya, model pembelajaran GI tidak dapat lepas dari belajar
kelompok. Akan tetapi, tidak semua belajar kelompok itu termasuk model
pembelajaran GI. M enurut Sardiman (2006: 114) belajar kelompok merupakan
kebutuhan sosial siswa. Guru harus dapat menciptakan suasana kerja sama antar
siswa dengan harapan dapat melahirkan suatu pengalaman belajar yang lebih baik.
Lebih lanjut, Oemar Hamalik (2000: 152) berpendapat bahwa belajar kelompok
dilaksanakan dalam suatu proses kelompok. Para anggota kelompok saling
36
berhubungan dan berpartisipasi, memberikan sumbangan untuk mencapai tujuan
bersama. Pada pembelajaran kooperatif tipe GI, John Dewey dalam Slavin (2009:
214-215) berpendapat bahwa kooperasi di dalam kelas sebagai prasyarat untuk bisa
menghadapi masalah kehidup an yang kompleks dalam masyarakat demokrasi. Kelas
adalah tempat kreativitas guru dan siswa membangun proses pembelajaran yang
didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan
kebutuhan mereka masing-masing.
M odel kooperatif tipe GI dapat mengubah pembelajaran yang positif di kelas.
Netherlands (2005: 1) berpendapat sebagai berikut:
A modified GI method was implemented during the course of an action
research effort consisting of two yearlong projects. Students’ writings, which
had been produced twice a year, were ana lyzed to reveal their reflections
concerning the GI method. The students were positive about how GI altered
the ways their learning occurred in the classrooms. They also reported
several positive learning outcomes resulting from the GI implementation.
M aksud kutipan di atas adalah pembelajaran di kelas menjadi berbeda setelah
GI diterapkan. Hasil pekerjaan siswa menjadi lebih baik. M ereka juga mempuny ai
beberapa keuntungan setelah penerapan GI.
2) Implementasi Group Investigation
M odel pembelajaran Group Investigation merupakan model pembelajaran
yang melibatkan siswa mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi.Penerapan GI
dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan p restasi belajar peserta didik dan
peserta didik diharapkan dapat mengatasi masalah sosial.
37
M enurut Wong &Wong (2010 : 1) Group Investigation adalah :
Group Investigation. These activities are open-ended problem solving
investigations. The group is given a topic or an issue, which the students
divede into smaller parts. Each student is accountable for one of these
subtopics, into which he or she much conduct research. Working together as a
group, the students create and end product that syn the sizes the information
from each subtopic. They then present theisr findings on the main top ic or
their solutions to the issue to the class in a formal presentation, as a group.
M aksud dari kutipan tersebut adalah kegiatan dalam GI merupakan
penyelidikan masalah secara terbuka untuk diselesaikan. Kelompok diberikan suatu
topik atau masalah dan siswa bertanggung jawab untuk salah satu top ik tersebut.
M ereka bekerja dalam sebuah kelompok. Para siswa membuat produk akhirnya
mensintesiskan informasi dari setiap subtopik. Setelah diskusi selesai, mereka
mempresentasikan hasil kelompokny a.
Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas kesenangan berteman atau
kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu. Para siswa memilih topik yang ingin
dipelajarinya, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai subtop ik yang telah
dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara
keseluruhan. Adapun deskripsi mengenai langkah-langkah metode investigasi
kelompok menurut Slavin (2009: 218-220) dapat dikemukakan sebagai berikut :
Tahap I Mengidentifikasi Topik dan M engatur M urid ke dalam Kelompok. Tahap II
M erencanakan tugas yang dipelajari. Tahap III M elaksanakan Investigasi. Tahap IV
38
M enyiapkan laporan akhir. Tahap V Mempresentasikan laporan akhir. Tahap VI
Evaluasi.
Tahap pertama pembelajaran GI adalah mengidentifikasi top ik dan mengatur
murid ke dalam kelompok berdasarkan kesenangan pada topik yang sama. Guru
memberikan beberapa topic, siswa memilih topik yang disenangi. Tahap kedua
adalah merencanakan tugas yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan bersama
mengenai apa yang akan dipelajari. M isalnya: guru memberikan topik cerita rakyat
dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap kelompok memilih topik cerita rakyat dari
daerah mana yang akan dipelajari.
Tahap ketiga adalah melaksanakan invest igasi. M aksudny a adalah setiap
kelompok setelah memilih top ik cerita rakyat tersebut, kemudian membagi anggota
kelompoknya untuk menginvestigasi cerita. M isalnya siswa A menginvestigasi
karakteristik cerita rakyat, siswa B menginvest igasi unsur intrinsik, siswa C
menginvestigasi nilai-n ilai sastra, dan siswa D membuat sinopsis.
Tahap keempat adalah menyiapkan laporan akhir. Setiap anggota kelompok
menentukan pesan-pesan penting dari proyek mereka. Anggota kelompok
merencanakan apa yang akan dilaporkan misalnya karakteristik cerita rakyat, unsur
intrinsik, nilai-nilai sastra, dan sinopsis cerita. Kemudian wakil-wakil kelompok
membentuk panitia acara untuk presentasi.
Tahap kelima adalah mempresentasikan laporan akhir. Setiap kelompok
mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Ada yang menjadi moderator, penyaji dan
notulis. Anggota kelompok yang lain memperhatikan dan mencatat hasil kelompok
39
yang sedang presentasi. Setelah kelompok yang presentasi selesai memaparkan
hasilnya, anggota kelompok y ang lain diberi waktu untuk menanggapi. Tanggapan itu
dapat berupa pertanyaan, kritikan, atau saran.
Tahap terakhir adalah evaluasi. Pada tahap ini para siswa saling memberikan
umpan balik mengenai topik yang telah dipresentasikan. Guru dan siswa saling
berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran yang telah berlangsung. Setiap
anggota kelompok diperbolehkan untuk bertanya kepada anggota kelompok yang lain
tentang materi yang telah dipresentasikan. Para siswa juga boleh bertanya kepada
guru tentang materia atau topik yang telah dibahas. Baik siswa maupun guru yang
mendapatkan pertanyaan menjawab soal yang diajukan. Jadi, dalam pembelajaran GI
siswa tidak hanya bertanya kepada guru saja, tetapi boleh juga bertanya kepada teman
antarkelompok maupun teman dalam kelompoknya.
Keenam tahap pembelajaran GI tersebut dilaksanakan guru dan siswa secara
berurutan agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Khusus pada tahap evaluasi,
guru dan siswa dapat berkolaborasi dalam membuat soal tes. M isalnya dalam satu
kelas ada 7 kelompok, setiap kelompok disuruh mengumpulkan soal sebanyak lima
buah. Guru dapat memilih dua soal dari setiap kelompok. Jadi, jika satu kelas ada 7
kelompok berarti ada 14 soal tes yang dapat digunakan guru untuk mengevaluasi
siswanya.
3) Variasi Model Cooperative Learning
Pembelajaran koop eratif ada empat model yaitu STAD, JIGSAW, GI
(Group Investisation) dan pendekatan st ruktural, yang meliputi Think Pair Share
40
(TPS) dan Numbered Head Together (NHT). Tabel 2 berikut ini mengikhtisarkan dan
membandingkan empat pendekatan dalam pembelajaran menurut Ibrahim,dkk, dalam
Trianto (2007: 50-51).
Tabel 3. Perbandingan Empat Pendekatan dalam Pembelajaran Kooperatif
STAD Jigsaw Investigasi Kelompo k
Pendekatan Struktural
Tujuan
Kognitif
Informasi
Akademik sederhana
Informasi akademik
sederhana
Informasi akademik
tingkat tinggi & keterampilan inkuiri
Informasi akademik
sederhana
Tujuan Sosial
Kerja kelompok dan kerjasama
Kerja kelompok dan kerjasama
Kerjasama dalam kelompok kompleks
Keterampilan kelompok &
keterampilan sosial Strutur Tim Kelompok belajar
heterogen dengan 4-5 orang
Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 orang anggota menggunakan pola kelompok ’asal’ & kelompok ’ ahli’
Kelompok belajar heterogen dengan 5-6 anggota homogen
Bervariasi, berdua, bertiga, kelompok dengan 4-5 orang anggota
Pemilihan Topik
Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru Biasanya guru
Tugas
Utama
Siswa dapat
menggunakan lembar kegiatan dan saling
me mbantu untuk menuntaskan materi belajarnya
Siswa mempelajari
materi dalam kelompok ’ ahli’ kemudian me mbantu anggota
kelompok asal me mpelajari materi itu
Siswa menyelesaikan
inkuiri kompleks
Siswa mengerjakan
tugas-tugas yang diberikan secara sosial dan kognitif
Penilaian Tes Mingguan Bervariasi dapat berupa
tes mingguan
Menyelesaikan
proyek dan menulis laporan, dapat menggunakan tes
uraian
Bervariasi
Pengakuan Lembar pengetahuan & publikasi lain
P ublikasi lain Lembar pengakuan dan publikasi lain
Bervariasi
Sumber: Ibrahim (dalam Trianto, 2007: 50-51)
B. Penelitian yang Relevan
Asror Juwaini (2008) dalam tesisnya yang berjudul ” Penerapan Pembelajaran
Kooperatif M odel Group Investigation (GI) untuk M eningkatkan Kemampuan
M embaca Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Bangkal 01 Kecamatan Binangun
41
Kabupaten Cilacap” menunjukkan adanya aktivitas belajar yang efektif dalam
pembelajaran membaca pemahaman.
Sutrisno, A.B (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Kemampuan
Pemecahan M asalah Siswa dalam Geometri M elalui Model Pembelajaran Investigasi
Kelompok : Studi Eksp erimen pada Siswa Kelas II SLTPN 4 Bandar Lampung”,
memperoleh kesimpulan bahwa rataan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam
geometri yang pembelajarannya menggunakan investigasi kelompok lebih baik
daripada siswa yang menggunakan model tradisional dalam pembelajarannya.
Penelitian Asror Juwaini dengan penelitian yang akan penulis lakukan ada
perbedaan pada materi ajarnya. Jika Asror Juwaini memilih materi membaca
pemahaman, maka penulis memilih materi cerita rakyat. Sedangkan persamaannya
adalah sama-sama penelitian tindakan kelas dan menggunakan model koop eratif tipe
GI.
Penelitian Sutrisno, A.B dengan penelitian yang akan dilakukan peneliti juga
ada persamaan dan perbedaannya. Persamaannya adalah sama-sama menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe GI. Perbedaannya adalah Sutrisno, A.B termasuk
penelitian eksperimen sedangkan peneliti PTK. Perbedaan yang lain adalah Sutrisno,
A.B meneliti matematika khususnya geometri, sedangkan peneliti memilih materi
pembelajaran apresiasi cerita rakyat.
Peneliti memilih model pembelajaran koop eratif tipe GI dalam
mengapresiasi cerita rakyat dengan harapan siswa lebih tertarik atau senang dengan
model pembelajaran yang inovatif tersebut. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe
42
GI ini dapat mengatasi masalah sosial, antara lain siswa yang dulu ego diharapkan
tidak ego setelah menerapkan GI. Siswa yang du lu antisosial menjadi punya rasa
sosial. Siswa yang minder menjadi percaya diri, dan pembelajaran GI membantu
remaja untuk keluar dar i berbagai masalahny a.
Peneliti memilih materi apresiasi cerita rakyat karena dalam cerita rakyat ini
mengandung nilai moral, sosial, budaya, pendidikan yang baik untuk dicontoh oleh
generasi muda khususnya siswa SMA. Selain itu, siswa dapat memperhalus budi
pekerti lewat pembelajaran sastra khususnya cerita rakyat. Dengan demikian,
diharapkan siswa setelah melaksanakan pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan
model GI dapat mengatasi masalah sosial dan dapat menerapkan nilai-nilai cerita
tersebut dalam kehidupan sehari-hari serta dapat memperhalus budi pekertinya.
C. Kerangka Berpikir
Kerangka berp ikir penelitian ini adalah kondisi awal sebelum tindakan
dilaksanakan, diperoleh gambaran (yang dilakukan pada kegiatan prasurvei dengan
observasi, wawancara, dan angket) bahwa pembelajaran cerita rakyat yang selama ini
berlangsung di SMA Negeri 1 Gemolong, (1) nilai kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat masih rendah, dan (2) guru menggunakan metode ceramah dalam
penyampaian materi sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran.
(3) siswa kurang tertarik atau kurang senang dengan materi pelajaran cerita rakyat
karena mereka menganggap kurang bermanfaat dalam kehidupan nyata dan cerita
rakyat itu kuno. Dari kondisi ini, peneliti mencoba menawarkan pembelajaran
kooperatif model Group Investigation (GI) untuk pembelajaran apresiasi cerita
43
rakyat. M odel pembelajaran melalui enam tahap yaitu pertama mengidentifikasikan
topik, kedua merencanakan tugas yang akan dipelajari, tiga melaksanakan invest igasi,
empat menyiapkan laporan akhir, lima mempresentasikan laporan akhir, dan tahap
enam evaluasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 ber ikut.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis dan kerangka berpikir, maka hipotesis penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Terjadi Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil
Kemampuan M engapresiasi Cerita Rakyat dengan M enerapkan M odel Pembelajaran
Guru
Perencanaan Tindakan Pelaksanaan Tindakan
Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat M eningkat
Observasi dan Interp retasi
Kondisi Awal 1. Kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat rendah. 2. Guru menggunakan metode ceramah. 3. Siswa kurang tertarik atau kurang
senang dengan materi cerita rakyat
Analisis dan Refleksi
PTK Penerapan M etode GI
44
Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) pada Siswa Kelas X F SMA N 1
Gemolong, Sragen.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Seting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Gemolong, Sragen yang beralamat di
Jalan Citrosancakan , Gemolong, Sragen. Sekolah ini mempunyai 21 kelas. Tindakan
penelitian ini dilaksanakan di kelas X F karena pada kelas ini terdapat permasalahan
yang perlu segera diatasi.
Hasil belajar siswa untuk apresiasi cerita rakyat masih rendah. Kriteria
Ketuntasan M inimal (KKM ) untuk materi apresiasi cerita rakyat adalah 68. Hasi l
belajar siswa kelas X F rata-rata belum mencapai 75% dari KKM . Siswa kelas X F
berjumlah 31 siswa.
Gambar 2. Lokasi SMA N 1 Gemolong
44
46
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester dua bulan Januari sampai bulan
M ei 2010. Prosedur kegiatan dan jadwal penelitian meliputi tahap persiapan, tahap
pelaksanaan penelitian, analisis data dan penyusunan laporan penelitian. Secara rinci
tahapan pelaksanaan penelitian adalah sesuai pada tabel 3 ber ikut ini.
Tabel 4. Rincian Waktu dan Jenis kegiatan Penelitian
No
Waktu Ke giatan 2009/2010
Januari Februari Mare t Apr il Mei
Minggu 1 2 4 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan survai awa l
x x
2 Persiapan instrumen dan alat
x
3 Uj i pratindakan dan pelaksanaan
x
4 Pelaksanaan
Siklus 1
x
Siklus 2
x x
Siklus 3
x
5 Ana lisis data
x x x x x X x x
6 Peny usunan laporan
x x x x
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X F SM A N 1 Gemolong tahun
ajaran 2009-2010. Siswa kelas tersebut berjumlah 31 anak. Pembelajaran apresiasi
cerita rakyat dengan menggunakan model GI yang akan dilaksanakan berdasarkan
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sesuai dengan Kuriku lum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) Kelas X semester 2. Guru dalam hal ini bertindak sebagai mitra
peneliti.
47
C. Sumber Data
Sumber data penelitian meliputi:
1. Tempat dan peristiwa penelitian, yakni berbagai kegiatan pembelajaran apresiasi
cerita rakyat yang berlangsung di dalam kelas yang dialami oleh siswa dan guru
baik sebelum tindakan (survei awal) maupun setelah tindakan dengan
menggunakan model pembelajaran GI, dan setelah dilaksanakan kegiatan.
2. Informan dalam penelitian ini adalah Jumadi, S.Pd guru bahasa dan sastra
Indonesia dan seluruh siswa kelas X F SMA N 1 Gemolong, Sragen.
3. Dokumen yang berupa silabus, RPP, foto kegiatan pembelajaran apresiasi cerita
rakyat dengan model pembelajaran GI, angket, hasil pekerjaan siswa, buku
pelajaran Bahasa dan Sast ra Indonesia, dan daftar nilai.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: observasi, wawancara, dan
angket. Teknik pengumpulan data ini dilakukan untuk mengamati kinerja guru, dan
kinerja siswa. Format kinerja guru dan k inerja siswa terlampir di lamp iran.
1. Observasi
Teknik ini digunakan untuk mengamati perkembangan pembelajaran
yang dilakukan siswa dan guru sejak sebelum diberikan tindakan, pada saat
pelaksanaan tindakan, sampai akhir tindakan. Kegiatan yang diamati meliputi
pembelajaran cerita rakyat yang dilakukan oleh guru sesuai dengan RPP y ang
dibuat oleh peneliti dan guru. Peran peneliti dalam kegiatan ini adalah sebagai
partisipan pasif. Peneliti mengambil tempat duduk paling belakang,
48
mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang
terjadi selama proses pembelajaran berlangsung.
Hasil observasi didiskusikan dengan guru yang bersangkutan, kemudian
dianalisis untuk mengetahui berbagai kelemahan yang ada dan untuk mencari
solusi terhadap kelemahan tersebut. Hasil diskusi berupa solusi untuk
berbagai kelemahan tersebut kemudian dilaksanakan dalam siklus berikutnya.
2. Wawancara
Wawancara dilakukan terhadap siswa, guru, serta informan lain jika
diperlukan untuk menggali data tentang kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat, serta hambatan yang dihadapi guru saat pembelajaran apresiasi cerita
rakyat.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data dari informan tentang
pelaksanaan pembelajaran, berbagai infor masi mengenai kesulitan yang
dialami guru dalam pembelajaran dan faktor penyebabnya. Wawancara
dengan siswa untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap metode GI yang
diterapkan dalam pembelajaran cerita r akyat. Dalam hal ini tidak semua siswa
diwawancarai tetapi diambil sampel beberapa siswa saja.
3. Angket
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara meminta siswa
menjawab beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan pelaksanaan
penelitian. Jenis angket yang digunakan peneliti adalah angket tak langsung
yang tertutup. Artinya angket tak langsung adalah bila ítem pertanyaannya
49
bermaksud menggali atau merekam informasi dari apa yang diketahui
responden mengenai objek atau subjek tertentu, dan informasi dimaksud tidak
berbicara langsung mengenai diri resp onden bersangkutan. Sedangkan angket
tertutup adalah bila ítem pertanyaannya pada angket disertai kemungkinan
jawaban yang dinilainya paling sesuai (Sanapiah Faisal, 1981: 4-5). Angket
dalam penelitian ini diterapkan pada siswa kelas X F yang berjumlah 31
orang. Format angket untuk penelitian ini terlampir di lampiran.
E. Uji Validitas Data
Agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka
diperlukan adanya validitas data. Teknik validitas data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teknik trianggulasi, yaitu trianggulasi sumber data dan
trianggulasi metode.
a. Trianggulasi sumber data yaitu menggali data yang sejenis dari berbagai sumber
data yang berbeda. Peneliti menggali dari informan yang berbeda- beda posisinya
dengan wawancara sehingga informasi dari informan satu dapat dibandingkan
dengan informan lain. Selain itu, peneliti juga menggali data dari arsip atau
dokumen, dan hasi l observasi terhadap aktivitas p embelajaran yang dilakukan.
b. Trianggulasi metode adalah menggali data yang sama dengan menggunakan
metode pengumpulan data yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk menggali data
tentang pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita rakyat yang diperoleh dari
metode wawancara dengan informan guru dan siswa, dari metode análisis
50
dokumen berupa persiapan tertulis yang sudah dibuat oleh guru dan dari observasi
pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita rakyat yang berlangsung.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menganalisis secara
deskriptif dan kualitatif. Menurut Suharsimi Arikunto, dkk., (2008: 131-132), analisis
deskritif adalah menganalisis data kuant itatif yang berupa nilai hasil belajar siswa.
Teknik analisis deskriptif dapat digunakan untuk mengolah data yang
berkaitan dengan menjumlah, merata-rata, mencari persentasi, dan menyajikan data
secara menarik, mudah dibaca dan diikuti alur berpikirnya (tabel, grafik, chart).
Teknik ini digunakan untuk membandingkan nilai tes antarsiklus. Peneliti
membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap siklus.
Teknik analisis data secara kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berupa
informasi berbentuk kalimat yang memberikan gambaran tentang tingkat pemahaman
(kognitif) siswa, pandangan atau sikap siswa terhadap metode belajar yang baru
(afektif), dan aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Untuk data kualitatif yang
berupa hasil wawancara baik wawancara peneliti dengan guru maupun peneliti
dengan siswa, hasil pengamatan, dan angket, peneliti biasanya melakukan proses
koding untuk mengorganisasi data. Tahapan proses koding adalah membuat matrik
dari data yang terkumpul, memberi kode untuk masing-masing se l, membaca data
secara menyeluruh dan menentukan sesuai tema, mengelompokkan masing-masing
pernyataan ke dalam kotak-kotak sel, mengaitkan antara sel sehingga mengandun g
makna, membuat interpretasi dari data yang terdapat dalam sel, dan mendeskripsikan
51
secara jelas data dalam sel atau matrik sehingga menjadi suatu kesimpulan (Suharsimi
Arikunto, dkk., 2008: 132). Ananlisis data merupakan usaha (proses) memilih,
memilah, membuang dan menggolongkan data untuk menjawab dua permasalahan
pokok, yaitu : (1) tema apa yang dapat ditemukan pada data-data ini dan (2) seberapa
jauh data-data ini dapat menyokong tema tersebut (Sukidin, Basrowi, Suranto: 2008:
111).
Hasil analisis deskriptif maupun analisis kualitatif dijadikan dasar dalam
menyusun p erencanaan tindakan untuk tahap berikutnya sesuai dengan siklus yang
ada. Analisis data dilakukan bersamaan dan atau setelah pengumpulan data.
G. Indikator Kinerja
Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan di SMA N 1
Gemolong, Kabupaten Sragen pada kelas X F untuk meningkatkan kemampuan
mengapresiasi cerita rakyat dengan model pembelajaran koop eratif tipe Group
Investigation (GI), indikator proses pembelajaran yang harus dicapai antara lain:
1. siswa merasa tertarik atau senang dengan pembelajaran apresiasi cerita rakyat;
2. siswa mampu mengapresiasi cerita rakyat antara lain; siswa dapat menemukan
karakterist ik cerita rakyat, unsur intrinsik, nilai-nilai cerita rakyat, dan dapat
membuat sinopsis;
3. guru mampu membangkitkan minat siswa terhadap materi cerita rakyat;
52
4. guru mampu menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI;
5. guru mampu mengelola kelas.
Indikator yang harus dicapai dalam meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat meliputi:
1. siswa mampu menemukan karakterist ik cerita rakyat, unsur intrinsik cerita dan
nilai-nilai cerita rakyat yang disertai data tekstual yang mendukung, serta mampu
membuat sinopsis cerita rakyat dengan bahasa y ang efektif;
2. siswa mampu beker ja sama dan berdiskusi dengan anggota kelompok dan antar
kelompok untuk memecahkan suatu masalah sesuai top ik yang dipilih
kelompokny a;
3. siswa mampu mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas;
4. siswa mampu menanggapi kelompok lain dengan pertanyaan, kritik, maupun
saran untuk p erbaikan pembelajaran di kelas.
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah suatu rangkaian tahap-tahap penelitian dari awal
sampai akhir. Prosedur PTK ini menurut Suharsimi Arikunto, dkk (2008: 74)
mencakup tahap-tahap : (1) perencanaan, (2) pelaksanaa, (3) pengamatan, (4) refleksi.
Keempat kegiatan tersebut saling terkait dan secara urut membentuk sebuah siklus.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1 berikut.
53
Gambar 3. Siklus Rancangan Penelitian Tindakan
PTK merupakan penelitian yang bersiklus. Artinya penelitian dilakukan
secara berulang dan berkelanjutan sampai tujuan penelitian dapat tercapai, apabila
dalam satu siklus belum berhasil maka dilanjutkan ke siklus ber ikutnya. Alur PTK
dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
PPPPPPP
Gambar 4. Alur Penelitian Tindakan Kelas
Adapun prosedur penelitian tindakan ini secara rinci diuraikan sebagai
berikut:
Pengembangan Perangkat
Tindakan
Observasi
Refleksi
Rencana
P ermasalahan Perencanaan
Tindakan I
P engamatan/Pengu mpulan data 1
Refleksi 1
Perencanaan
Tindakan II
Refleksi II
Dilanjutkan dengan siklus berikutnya
P elaksanaan Tindakan II
P engamatan/Pengu
mpulan Data II
P elaksanaan Tindakan
I
Apabila ada
permasalahan
Permasalahan Baru
Hasil Refleksi
revisi
(Suharsimi Arikunto,dkk. 2008: 74)
54
1. Rancangan Siklus I
a. Tahap Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini, menyusun rencana penerapan metode GI dalam pembelajaran
apresiasi cerita rakyat, yang antara lain berisi upay a:
1) peneliti bersama guru menyusun RPP Bahasa Indonesia sesuai dengan
silabus;
2) peneliti bersama guru menetapkan aspek-aspek yang perlu dibina dalam
meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat;.
3) peneliti bersama guru menyusun sistem penilaian yang meliputi penilaian
proses dan penilaian hasil.
b.Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan ini, guru melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan RPP y ang telah disusun bersama peneliti dengan menerapkan metode
GI untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa.
c. Tahap Observasi
Pada tahap ini dilakukan pengamatan langsung dan penginterpretasian
terhadap tindakan guru maupun siswa selama pembelajaran cerita rakyat
dengan menerapkan metode GI untuk mendapatkan data tentang kekurangan
dan kemajuan aplikasi t indakan pertama.
d. Tahap Refleksi
Pada tahap refleksi, dilaksanakan dengan menganalisis dan mengevaluasi
hasil observasi (pengamatan langsung) dan interpretasinya sehingga diperoleh
55
simpulan, pada bagian mana yang perlu dibina, diperbaiki, atau
disempurnakan, dan pada bagian mana yang telah mencapai keberhasilan.
2. Rancangan Siklus II
Pada siklus II perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasil
yang telah dicapai pada tindakan dalam siklus I sebagai upaya perbaikan dari
siklus tersebut.
3. Rancangan Siklus III
Pada siklus ini perencanaan tindakan dilakukan dengan bercermin pada hasi l
yang telah dicapai pada tindakan sik lus II sebagai upaya perbaikan dari siklus
tersebut.
56
BAB IV
HAS IL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian sebagai jawaban atas rumusan masalah disajikan dalam Bab
IV ini. Sebelum hasi l penelitian dipaparkan, terlebih dahulu diuraikan mengenai
kondisi awal (pratindakan) pembelajaran apresiasi cerita rakyat siswa kelas X F SMA
Negeri 1 Gemolong. Deskripsi hasil penelitian meliputi: (1) kondisi awal proses
pembelajaran serta kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas X F SMA
Negeri 1 Gemolong, (2) pelaksanaan tindakan dari hasil penelitian, (3) temuan hasil
penelitian, (4) p embahasan hasil penelitian.
Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam 3 siklus dengan empat tahap dalam
tiap siklusnya, yaitu tahap: (1) Perencanaan (Planning), (2) Tindakan (Acting), (3)
Pengamatan (Observ ing) dan (4) Refleksi (Reflekting).
A. Deskripsi Kondisi Awal
Kondisi awal pembelajaran mengapresiasi cerita rakyat dan tes kemampunan
awal siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat pada kelas X F masih rendah
berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada hari Kamis, 4 Februari 2010 pukul
08.30-9.15 dan 9.30-10.15 WIB. Sedangkan hasil wawancara dengan guru ada
indikasi bahwa siswa merasa kurang tertarik terhadap materi cerita rakyat. Di
samping itu siswa beranggapan bahwa cerita rakyat itu kuno dan kurang bermanfaat
dalam kehidupan nyata. Kondisi serupa juga diungkapkan siswa berdasarkan hasi l
wawancara yaitu siswa kurang antusias dan kurang aktif karena metode yang dipakai
55
57
guru masih monoton (ceramah) dan kurang variatif sehingga minat siswa terhadap
pembelajaran apresiasi cerita rakyat rendah. Dengan demikian kondisi ini perlu
ditindaklanjut untuk materi apresiasi cerita rakyat agar siswa lebih termotivasi
(tertatrik) melalui model pembelajaran Group Investigation (GI).
Kegiatan pratindakan untuk mengawali penelitian. Kegiatan ini meliputi (a)
pembahasan tentang permasalahan dalam proses pembelajaran apresiasi cerita rakyat;
(b) p elaksanaan uji pratindakan; (c) pembahasan tentang upaya peningkatan kualitas
proses pembelajaran khususny a pada apresiasi cerita rakyat.
Kegiatan awal penelitian melalui wawancara terhadap guru pada hari Jumat,
5 Februari 2010. Hal ini untuk membahas permasalahan yang dihadapi guru dalam
proses pembelajaran yang berlangsung. Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa
pembelajaran apresiasi cerita rakyat siswa memperoleh nilai rendah. Kondisi ini
disebabkan karena siswa sering mengalami kesulitan dalam mengapresiasi cerita
rakyat. Selain itu, siswa beranggapan bahwa mempelajari cerita rakyat kurang
memberi manfaat dalam kehidupan nyata dan dianggapnya sudah kuno. Pendapat ini
mengakibatkan rendahnya minat siswa untuk mempelajari cerita rakyat, sehingga
mereka kurang sungguh-sungguh dalam mengapresiasi cerita rakyat.
Alasan lain yaitu selama ini, metode yang digunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran masih didominasi dengan metode ceramah (monoton) dan pemberian
tugas. Peran guru yang masih mendominasi pelajaran seh ingga kurang memberi
kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak menggauli karya sastra dengan
membaca sendiri berbagai bentuk karya sastra khususnya cerita rakyat. Siswa kur ang
58
dapat memahami unsur-unsur inst rinsik dalam cerita rakyat, atau untuk menceritakan
kembali cerita rakyat yang telah didengar atau dibaca.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa kelas X F dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran cerita rakyat kurang menarik atau kurang menyenangkan. Hal
ini terjadi karena guru dalam menyampaikan materi dengan ceramah. Guru tidak
menggunakan media pembelajaran. Siswa kurang semangat dalam mengikuti
pembelajaran. Siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pelajaran.
Gambar 5. Wawancara Peneliti dengan Siswa.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan yang
dihadapi guru dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat adalah metode
pembelajaran yang kurang variatif, sehingga kurang dapat membangkitkan motivasi
siswa dalm belajar.
Pelaksanaan uji pratindakan bertujuan untuk mengetahui kondisi awal
terhadap 31 siswa kelas X F SM A Negeri 1 Gemolong tahun pelajaran 2009-2010,
kegiatan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 Februari 2010. M ateri uji pratindakan
59
adalah cerita rakyat “Pak Belalang”. Dari hasil uji pratindakan yang diberikan
dengan lima soal uraian yang berkaitan dengan ciri-ciri cerita rakyat, unsur intrinsik
cerita, dan hal-hal yang menarik dari cerita hanya 10 siswa (32, 25 %) yang
memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), siswa yang lainny a
yaitu 21 siswa (67,74%) memperoleh nilai di bawah KKM (rekap nilai pratindakan
terlampir di lampiran 1.7). Nilai rata-rata yang dicapai juga rendah, yaitu 64,16
masih di bawah KKM yang ditetapkan dalam kurikulum. Berdasarkan hasil tes yang
telah dilakukan tersebut diketahui bahwa kemampuan apresiasi cerita rakyat siswa
masih rendah dan perlu ditingkatkan sesuai dengan tujuan dan harapan yang sudah
ditetapkan dalam KTSP SMA N 1 Gemolong, yaitu nilai ketuntasan minimal adalah
68 dan ketuntasan klasikal minimal adalah 75%.
Dari hasil pengamatan peneliti selama proses uji pratindakan dilaksanakan,
dapat dijelaskan bahwa kegiatan p embelajaran tersebut masih bersifat konvensional.
Pembelajaran masih berpusat pada guru meskipun siswa diberi kesempatan untuk
bertanya. M etode yang diterapkan pun kurang bervariatif. Pembelajaran yang
dilakukan masih berorientasi pada metode ceramah, dan penugasan, siswa
mendengarkan, dan mencatat materi sehingga keaktifan siswa sangat rendah.
Sikap siswa juga menunjukkan kurang proaktif, siswa terlihat pasif dan
kurang tertarik dengan materi cerita rakyat. Beberapa siswa memang tampak
memperhatikan penjelasan guru namun ada pula siswa yang berbisik-b isik dengan
teman semejanya, bahkan ada yang berbincang-bincang sendir i. Sikap siswa seperti
ini sangat berpengaruh terhadap prestasi kemampuan mengapresiasi cerita rakyat
60
yang dipelajari. Akhirnya kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa rendah
sebagaimana hasil uji pratindakan di awal. Hal ini perlu segera diatasi dengan cara
mengubah paradigma pengajaran menjadi pembelajaran. Guru sebagai fasilitator
dalam pembelajaran di kelas harus dapat memilih dan menerapkan metode
pembelajaran yang tepat, yaitu metode pembelajaran yang menarik dan melibatkan
siswa dalam proses pembelajaran.
Dari pengamatan selama uji pratindakan dilaksanakan dan wawancara yang
telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran apresiasi
cerita rakyat masih rendah sehingga perlu untuk segera ditingkatkan. Adapun
penyebab rendahnya kemampuan apresiasi cerita rakyat diantaranya adalah dalam
proses pembelajaran yang berlangsung :
1) Guru masih menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran yaitu
dengan ceramah.
2) Guru belum menggunakan media pembelajaran.
3) Siswa kurang tertarik atau kurang senang dengan materi cerita rakyat karena
mereka beranggapan bahwa cerita rakyat kurang bermanfaat bagi kehidupan
nyata dan kuno.
Dari proses yang dilakukan pada survei awal diketahui bahwa kemampuan
mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas X F SMA Negeri 1 Gemolong masih
tergolong rendah. Rendahny a kemampuan mengapresiasi cerita rakyat tersebut
tampak dalam indikator berikut ini :
61
1) siswa belum mampu menemukan unsur-unsur intrinsik dari cerita rakyat yang
dipelajri;
2) siswa belum mampu menyusun urutan peristiwa dari cerita rakyat yang dipelajari
dengan bahasa yang efektif;
3) siswa belum mempunyai keberanian untuk menceritakan kembali cerita rakyat
yang sudah dipelajari.
Dari hasil uji pratindakan di atas, perlu segera diambli solusi sebagai upaya
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan peningkatan kemampuan
mengapresiasi cerita rakyat. Peneliti berasumsi bahwa tindakan perlu dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut. Pada kesempatan diskusi dengan guru, peneliti
menawarkan metode tipe Group Investigation (GI). Alasan pemilihan metode ini
karena diperkirakan akan mampu mengatasi permasalahan di atas. M etode ini
termasuk ke dalam metode diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif
dengan menempatkan siswa dalam kelompok heterogen. Pembagian kelompok juga
didasarkan atas kesenangan berteman atau kesamaan minat. Hal ini sangat
memungkinkan siswa untuk belajar mengapresiasi cerita rakyat secara kelompok
dengan memanfaatkan potensi interaksi dan ker ja sama antarsiswa. Namun demikian,
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa lebih ditekankan pada kompetensi
individual meskipun dilakukan dalam bentuk diskusi kelompok.
Dalam metode ini, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan
empat sampai enam orang dengan karakteristik yang heterogen. Guru
mengidentifikasikan top ik dan mengatur murid ke dalam kelompok. Para siswa
62
meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah top ik, dan mengategor ikan saran-
saran. Kemudian para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari
topik yang telah mereka pilih. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan
siswa pada topik yang sama dan bersifat heterogen. Guru membantu dalam
pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan. Guru merencanakan tugas
yang akan dipelajari. Para siswa merencanakan bersama mengenai; apa yang akan
dipelajari, bagaimana kita mempelajarinya, untuk tujuan apa kita menginvestigasi
topik ini.
Tahap berikutnya melaksanakan invest igasi. Para siswa mengumpulkan
informasi, dan saling berdiskusi, mengklarifikasi dan mensintesis semua gagasan.
Para siswa menyiapkan laporan akhir, kemudian mempresentasikan laporan tersebut,
dan diakhiri dengan evaluasi.
M etode ini pun dibantu oleh metode penugasan, dan tanya jawab sehingga
ketuntasan materi dapat terwujud.
B. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan tindakan kelas yang dilakukan melalui tiga siklus yang
berkelanjutan dari siklus pertama, kedua, ketiga. Setiap siklus terdiri dari empat
tahap, yakni : (a) tahap perencanaan (plann ing), (b) tahap implementsi tindakan
(acting), (c) tahap observasi (observing), dan (d) tahap refleksi (reflecting).
1. Siklus I
a. Perencanaan Tindakan Siklus I
63
Berdasar pada survei awal yang dilakukan dari kegiatan pratindakan,
diketahui bahwa ada dua permasalahan utama dalam pembelajaran apresiasi
cerita rakyat, yaitu proses pembelajaran yang masih menggunakan metode
pembelajaran konvensional atau ceramah dan masih rendahnya kemampuan
siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat. Sesuai dengan penawaran dari peneliti
tentang pemilihan metode GI untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi
cerita rakyat yang sudah disepakati oleh guru, maka dirancang Penelitian
Tindakan Kelas, pada siklus I tahap perencanaan.
Kegiatan perencanaan dilaksanakan oleh guru dan peneliti pada 15
Februari 2010, bertempat di ruang tamu kepala sekolah.
Pada kesempatan ini peneliti berdiskusi dengan guru. Hal-hal yang
didiskusikan antara lain :
1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang
dilakukan;
2) sesuai dengan usul peneliti pada diskusi sebelumnya, bahwa akan diterapkan
metode Group Investigation (GI) dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat
serta menjelaskan cara penerapannya;
3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I;
Gambar 6. Wawancara Peneliti dengan Guru
64
4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan ind ikator pencapaian tujuan;
5) guru dan peneliti bersama-sama membuat lembar penilaian siswa yaitu
inst rumen penelitian berupa tes dan non tes. Instrumen tes berupa lembar
kegiatan siswa (LKS) yang berisi butir-butir soal digunakan untuk menilai
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat. Instrumen non tes digunakan untuk
menilai sikap siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Instrumen
non tes ini berbentuk lembar observasi dengan kriteria penilaian yang sudah
ditentukan, dan
6) menentukan jadwal pelaksanaan tindakan.
Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan akan d iterapkan
dalam sik lus I sebagai berikut :
1) Guru mengondisikan kelas dengan mengabsen siswa yang tidak masuk,
kemudian melakuk an apersepsi dengan tanya jawab ringan dengan siswa
tentang cerita rakyat yang pernah dibaca di bangku SM P.
2) Guru menerangkan karakterist ik atau cirri-ciri cerita rakyat juga
menjelaskan unsur intrinsik cerita rakyat yang meliputi; latar/setting, tokoh
dan penokohan, amanat, dan nilai-nilai cerita rakyat secara singkat.
3) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang sudah ditentukan
berdasarkan kesenangan dalam memilih topik. M asing-masing kelompok
terdiri dari 4 - 6 anak. Guru memberi bacaan cerita rakyat dari berbagai
daerah di nusantara beserta dengan LKS;
65
4) Guru menugaskan semua kelompok untuk menginvest igasi karakteristik
cerita rakyat, isi, latar, hal-hal yang menarik dari tokoh, amanat, dan nilai-
nilai dari cerita rakyat, secara berdiskusi dengan anggota kelompoknya;
5) Guru mengamati jalannya diskusi yang dilakukan oleh anggota kelompok
tentang materi cerita rakyat yang dipilihnya;
6) Guru menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh siswa yang
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok;
7) Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak untuk mempresentasikan
hasil diskusi, sedangkan kelompok y ang lain mengamati dengan seksama;
8) Guru bersama-sama siswa merangkum materi yang telah didiskusikan
anggota kelompok;
9) Guru memberikan evaluasi berupa tes uraian singkat untuk mengetahui
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa;
10) Guru menyimpulkan pembelajaran dan memberikan tugas PR, kemudian
kemudian menutup kegiatan belajar mengajar dengan salam.
Dari kegiatan diskusi tersebut disepakati pula bahwa tindakan dalam
siklus I dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu pada hari Kamis, 18
Februari 2010 dan hari Sabtu, 20 Februari 2010.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I
1) Pertemuan Pertama
Sesuai dengan perencanaan, tindakan pada siklus I pertemuan pertama
dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Februari 2010 selama 2 x 45 menit yaitu pada
66
jam pelajaran ke 3-4. Pada pertemuan pertama ini, guru akan menerapkan metode
GI dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat.
Pada pertemuan ini, guru akan mengajak siswa untuk mengapresiasi
cerita rakyat dari berbagai daerah di nusantara. Guru menyampaikan kompetensi
dasar yang harus dicapai oleh siswa melalui beberapa indikator. Guru
menjelaskan kepada siswa bahwa metode yang akan diterapkan adalah GI. Agar
siswa tertarik dengan metode pembelajaran tersebut guru menyampaikan manfaat
dari penerapan metode ini, yaitu dapat menumbuhkan jiwa sosial, dapat
mengurangi rasa ego, kenakalan remaja, kekerasan, seksisme. dan menanamkan
keyakinan bahwa di dunia ini tidak ada kesuksesan tanpa adanya kerja sama yang
baik dengan orang lain.
Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran cerita rakyat
pada tindakan siklus I ini adalah sebagai berikut :
a). Pembukaan
Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam dengan ucapan
assalamualaikum, mengondisikan kelas, menanyakan siswa yang tidak masuk,
mengadakan apersepsi, menjelaskan SK, KD, dan tujuan pembelajaran serta
memberitahu bahwa pembelajaran akan menggunakan model kooperatif learning
tipe Group Investigation (GI).
67
Gambar 7. Guru M embuka Pembelajaran.
b). Kegiatan Inti
Guru mengidentifikasikan top ik cerita rakyat dari berbagai daerah di
nusantara antara lain dari Sulawesi yang berjudul “La Dana dan Kerbaunya,”
dari Jawa Barat dengan judul “Telaga Warna” dan dari Jawa Tengah yang
berjudul “Jaka Tingkir”. Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok
heterogen yang d idasarkan kesamaan kesenangan dalam memilih top ik. Masing-
masing kelompok terdiri dari 4 anak. Tempat duduk siswa diatur memutar.
Langkah guru selanjutnya adalah memberikan bacaan cerita rakyat dari
berbagai daerah di nusantara tersebut p ada masing-masing kelompok. Kemudian
guru membacakan cerita rakyat “ La Dana dan Kerbaunya” dengan lafal,
intonasi, dan penghayatan yang tepat. Siswa menyimak dengan sungguh-
sungguh. Aktivitas selanjutnya adalah setiap anggota kelompok berdiskusi
dengan teman kelompoknya. Ketua kelompok membagi anggotanya untuk
68
menginvestigasi cerita. Anggota A, mencari karakterististik cerita rakyat, anggota
B menemukan unsur intrinsic cerita, anggota C mencari nilai-nilai sastra, dan
anggota D membuat sinopsis. Mereka mengumpulkan informasi, menganalisis
data dan saling bertukar informasi.
Langkah berikutnya, anggota kelompok menyiapkan laporan tentang
cerita rakyat yang diinvest igasi. Guru mengamati jalannya diskusi. Guru
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa yang mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tugas kelompok. Guru menugaskan salah satu kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Presentasi tersebut berisi antara
lain karakteristik cerita rakyat, isi, amanat, hal-hal yang menarik dari tokoh, dan
nilai-nilai cerita rakyat. Kelompok yang lain memperhatikan dengan seksama.
Gambar 8. Kelompok Siswa sedang Presentasi.
Guru dan siswa merangkum materi yang telah dibahas di kelas X F
tersebut. Kemudian guru memberikan kuis kepada siswa untuk dikerjakan.
Waktu mengerjakan ku is 10 menit. Sekali-kali guru mengingatkan agar siswa
69
mengerjakan send iri dan tidak bekerja sama dengan teman semejanya. Guru juga
mengingatkan agar teliti dalam mengerjakan kuis. Setelah waktu habis, guru
menyuruh siswa untuk mengumpulkan pekerjaannya di meja guru.
c). Penutup
Guru menyimpulkan materi, memberikan kesempatan untuk bertanya
bagi siswa yang belum jelas, dan memberi PR pada kelompok yang belum
mempresentasikan laporan akhir untuk menyelesaikan di rumah. Kemudian guru
menutup pelajaran dengan bacaan wasalamualaikum.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 jam ke
5-6 yaitu pukul 10.15-11.45 WIB, bertempat di ruang kelas X F. Guru
menyampaikan hasil kuis pertemuan pertama.
2) Pertemuan Kedua
Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan
kedua dalam pelaksanaan tindakan siklus I adalah :
a). Pembukaan
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan assalamualaikum.
Guru mengondisikan kelas dengan menyuruh siswa untuk berkelompok
sesuai dengan kelompokny a pada pertemuan pertama. Kemudian siswa
disuruh mempersiapkan pekerjaan mereka pada pertemuan sebelumnya,
yaitu mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang karakteristik cerita
rakyat, isi, amanat, latar, hal-hal yang menarik dari tokoh, nilai-nilai dan
sinop sis singkat cerita.
70
b). Kegiatan Inti
Guru menunjuk kelompok y ang belum maju pada pertemuan pertama.
Kelompok yang lain menyimak dengan seksama sambil mencatat informasi
yang disampaikan kelompok tersebut. Para siswa saling memberikan umpan
balik mengenai top ik cerita rakyat yang disampaikan kelompok lain. Setelah
semua kelompok selesai presentasi, guru dan siswa berkolaborasi dalam
mengevaluasi pembelajaran cerita rakyat.
Gambar 9. Kelompok Siswa sedang Presentasi.
Kemudian guru memberi kuis kepada siswa untuk mengetahui
kemajuan dalam mengapresiasi cerita rakyat. Guru mengingatkan bahwa
mereka tidak boleh bekerja sama dengan anggota kelompok maupun antar
kelompok. Guru juga mengingatkan agar siswa dalam mengerjakan kuis
teliti dan cermat. Setelah waktu habis, guru meminta siswa untuk
mengumpulkan pekerjaannya di meja guru.
c). Penutup
71
Guru berkolaborasi dengan siswa menyimpulkan pembelajaran. Guru
menutup pelajaran dengan mengucapkan wassalamualikum. Bel berbunyi
tiga kali menandakan istirahat kedua telah tiba. Guru dan peneliti
meninggalkan ruang kelas X F diikuti para siswa untuk beristirahat.
Guru dapat menyelesaikan semua langkah tersebut sesuai dengan
waktu yang tersedia. Begitu bel tanda istirahat kedua berbunyi, guru sudah
pada tahap menutup pelajaran. Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai
pemimpin jalannya kegiatan pembelajaran apresiasi cerita rakyat di dalam
kelas, sedangkan peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.
c. Observasi Siklus I
Obervasi dilakukan saat pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan model
koop eratif tipe GI berlangsung pada Kamis, 18 Februari 2010 pukul 08.30 –
10.15 WIB (jam ke 3 – 4) dan Sabtu, 20 Februari 2010 pukul 10.15 – 11.45 WIB
(jam ke 5 – 6). Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran,
kegiatan yang dilaksanakan guru serta aktivitas siswa dalam pembelajaran
apresiasi cerita dengan menerapkan model GI. Dalam observasi ini, peneliti
menggunakan pedoman observasi (terlampir pada lampiran). Pada saat observasi,
peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku p aling belakang.
1) Pengamatan terhadap Guru
Pada pertemuan pertama siklus 1 ini, guru berusaha melaksanakan
pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah disusun bersama peneliti.
Guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang heterogen dan juga
72
berdasarkan kesamaan kesenangan dalam memilih topik. Guru memberi
kesempatan kepada siswa yang ingin bertanya mengenai permasalahan kelompok
yang mereka hadapi selama diskusi. Pada pertemuan pertama siklus I ini, guru
masih terlihat belum dapat mengontrol dengan baik jalanny a kerja kelompok.
M asih didapatinya siswa yang hanya diam saja, atau ada siswa yang berbicara
dengan teman semejanya tentang topik yang lain. Kegiatan guru dalam proses
pembelajaran belum dapat berjalan dengan baik. Suasana sangat gaduh ketika
siswa sibuk mencari anggota kelompok dan menata tempat duduknya.
Pada pertemuan kedua siklus I ini, peneliti menggunakan lembar penilaian
kinerja guru yang meliputi indikator sebagai ber ikut :
a) Guru melaksanakan p embelajaran sesuai dengan rencana yang telah disusun.
b) Guru menjalin komunikasi dan interaksi multi arah.
c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
d) Guru mampu menciptakan suasana yang menyenangkan.
e) Guru berkeliling mengontrol kerja masing-masing kelompok.
f) Guru memberikan motivasi kepada siswa yang belum berpartisipasi dalam
kerja kelompok.
g) Guru mengingatkan bahwa setiap anggota kelompok harus melakukan
invest igasi.
h) Guru menekankan pentingnya kerja sama dalam pembelajaran kooperatif.
i) Guru menekankan kepada siswa bahwa kepahaman anggota kelompok
terhadap materi pelajaran menjadi tanggung jawab kelompok.
73
j) Guru menyimpulkan materi sebelum mengakhiri proses pembelajaran.
Tabel 5. Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru
Lembar Observasi Penilaian Kinerja Guru
No. Indikator 1 2 3 1 Jumlah
Keterangan :
1. Selalu, skor : 3
2. Kadang-kadang, skor : 2
3. Tidak pernah, skor : 1
Penghitungan nilai akhir dalam skala 0-100 adalah sebagai berikut :
Nilai akhir = � � � � � � � � � � � � �
� � � � � � � � � � � � (� � ) × Skor Ideal (100) = ......
Berdasarkan lembar pengamatan dan penilaian, diperoleh hasil
bahwa kinerja guru pada siklus I mencapai skor 76,67. Dari indikator y ang
ditentukan diketahui bahwa guru masih pada posisi jawaban “kadang-
kadang” dalam proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini wajar karena
guru belum terbiasa melaksanakan model kooperatif tipe GI, tetapi pada
pertengahan pelajaran guru mulai dapat melaksanakan tugasny a dengan
lebih baik. Guru lebih bersemangat dalam membimbing siswa untuk
menyelesaikan tugas kelompok mereka. Guru mulai aktif mengontrol
kegiatan kelompok secara bergiliran dan suasana kelas lebih hidup. Guru
kadang-kadang memberi masukan kepada kelompok yang tampil ke depan
74
kelas untuk menyampaikan karakteristik cerita rakyat, isi singkat, amanat,
latar, hal-hal yang menarik dari tokoh cerita rakyat, dan nilai-nilai yang
terkandung di dalam cerita rakyat.
2) Pengamatan terhadap S iswa
Pada pertemuan pertama siklus I yang dilaksanakan pada hari
Kamis, 18 Februari 2010, siswa tampak belum aktif dan masih tampak
bingung dengan apa yang harus dikerjakan. Hal ini karena baik guru
maupun siswa belum terbiasa dengan pembelajaran dengan model
koop eratif tipe GI. Siswa sangat gaduh ketika mencari anggota
kelompokny a dan ketika menata tempat duduk kelompokny a. Didapati
beberapa siswa hanya diam saja, tidak mampu berpendapat, tetapi ada juga
siswa yang sangat aktif di dalam kelompoknya. Namun, siswa yang aktif
ini hanya beberapa orang sa ja. Ketika guru menunjuk secara acak anggota
kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi, kebetulan yang ditunjuk
guru kelompok 6 yang beranggotakan Anang, Andryas, Dian, dan Novilia.
Kelompok ini dalam mempresentasikan hasil diskusi sangat monoton,
kurang menarik, sehingga kelompok yang lain ramai sendiri. Pada saat
kelompok 6 membuka tanya jawab, terlihat hanya dua siswa yang
mengacungkan tangan. Penanya pertama (Siti) mengkritik tulisan yang di
tayangkan kurang jelas karena bagrounnya sangat mencolok dan
75
menanyakan contoh latar suasana yang menegangkan, sedangkan penanya
kedua (Eti) menanyakan gaya bahasa yang menarik dalam cerita rakyat
“Jaka Tingkir”.
Gambar 10. Siswa sedang Bertanya (berdiri).
Aktivitas siswa dalam berdiskusi membuat suasana kelas sangat
ramai. Guru masih belum dapat mengendalikan situasi tersebut. Dalam hal
ini, penilaian yang dilakukan oleh guru difokuskan pada partisipasi siswa
dalam menyumbangkan pikirannya, bukan pada kualitas jawaban siswa
benar atau salah.
Pertemuan kedua pada sik lus 1 ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 20
Februari 2010. Pada pertemuan kedua ini mulai ada peningkatan. Siswa
sudah mulai aktif dalam kegiatan pembelajaran. Suasana ke las sudah tidak
seramai seperti pada pertemuan pertama. Siswa menjalankan tugasnya
dalam berdiskusi kelompok lebih tertib. Guru menunjuk kelompok 3 untuk
mempresentasikan hasil diskusinya dengan judul “Asal M ula Sragen.”
76
Kelompok 3 beranggotakan Fandy , Kurniawan, Muh Anggie, dan M uh
Jafar. Presentasi kelompok ini sudah tidak monoton. Ada variasi dalam
penyampaian materi. Ketika kelompok ini membuka tanya jawab juga ada
dua penanya. Penanya pertama (Arni) menanyakan inti cerita tersebut.
Sedangkan penanya kedua (Dian Kirana) menanyakan tokoh utama,
setting, dan alur cerita. Dalam menjawab pertanyaan kelompok 3 masih
membaca teks, belum menggunakan bahasanya sendiri. Hal ini wajar
karena siswa belum terbiasa presentasi dan belum terbiasa menjawab
pertanyaan teman di depan kelas. Penerapan model kooperatif tipe GI
untuk meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat belum dapat
berjalan dengan op timal. M asih ada sebagian siswa yang dalam berdiskusi
kelompok belum berpartisipasi aktif, baru sekedar mendengarkan saja.
Mereka masih menggantungkan jawaban pada teman yang pandai.
Berdasarkan hasi l angket yang diberikan kepada siswa tentang
kinerja anggota kelompok yang diberikan setelah pembelajaran dengan
model koop eratif tipe GI siklus I diketahui bahwa dalam kerja kelompok
GI, partisipasi siswa sebagai peserta diskusi masih rendah. M ereka belum
dapat melakukan kerja sama dengan baik dan kerja kelompok masih
didominasi oleh anggota kelompok tertentu. Penilaian proses untuk
individu berdasarkan lembar penilaian proses yang dised iakan diperoleh
hasil sebagai berikut :
Tabel 6. Lembar Penilaian Proses Pembelajaran
77
Lembar Penilaian Proses
Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat dengan Menerapkan Model GI
S IKLUS I
No Nama Siswa 1 2 3 4 5 N 1
Jumlah Keterangan :
Aspek Nilai
1. Kedisip linan 10-20
2. Minat 10-20
3. Kerjasama 10-20
4. Keaktifan 10-20
5. Tanggung jawab 10-20
Penghitungan nilai akhir dalam skala 10-100
Berdasarkan p enilaian proses pembelajaran yang dilakukan diperoleh n ilai
rata-rata kelas 73,26 dengan nilai tertinggi 86 dan terendah 65 (rekap hasil penelitian
terlampir di lampiran 2.10 Siklus I).
Perhatikan grafik 1. Penilaian Proses M engapresiasi Cerita Rakyat berikut ini .
Grafik 1. Penilaian Proses Siklus I
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Sisw a
Nila
i ya
ng D
iper
ole
h
SIKLUS I
78
Penilaian kemampuan mengapresiasi cerita rakyat dengan aspek penilaian : (1)
ketepatan mengungkapkan isi cerita rakyat; (2) kemampuan menjelaskan amanat
cerita dengan data yang mendukung; (3) ketepatan menemukan n ilai-nilai dalam
cerita rakyat; (4) kemampuan membandingkan nilai-nilai cerita rakyat yang telah
dipelajari; (5) kemampuan membuat synopsis cerita rakyat yang dipelajari. Dari
indikator di atas diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 7. Daftar Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat
Daftar Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat Siklus I
Kelas X F S MA N 1 Gemolong
No Nama Siswa I
(0-20) II
(0-20) III
(0-20) IV
(0-20) V (0-
20) Jumlah Rata-rata
Keterangan :
I = Ketepatan mengungkapkan isi cerita rakyat secara tepat.
II = Kemampuan menjelaskan amanat yang terdapat dalam cerita
dengan data yang mendukung.
III = Ketepatan menemukan n ilai-nilai dalam cerita rakyat.
IV = Kemampuan membandingkan nilai-nilai cerita rakyat dengan
kehidupan masa kini.
V = Kemampuan membuat sinopsis cerita rakyat yang dipelajari.
Berdasarkan lembar penilaian kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat pada siklus I diperoleh nilai rata-rata kelas sebesar 68,32 dengan
nilai tertinggi 85 dan nilai terendah 49 (terlampir di lampiran 2.11).
79
Perhatikan grafik 2. Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
berikut ini .
Grafik 2. Nilai Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
d. Analisis dan Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasi l pengamatan penelitian pada siklus I, dapat
dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat belum
mengalami peningkatan yang cukup berarti. Hal ini ditandai oleh beberapa hal
berikut.
1) Siswa yang mampu memperoleh nilai di atas batas ketuntasan minimal
(KKM ) baru 16 siswa atau 51,61%.
2) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja
kelompok belum maksimal. Hal ini terbukti dari jawaban siswa yang
menjawab kadang-kadang masih tinggi yaitu 49,03%, yang menjawab selalu
hanya 26,45%, dan yang menjawab tidak pernah 24,52% (rekap hasil angket
evaluasi kinerja kelompok terlampir di lampiran 2.6). Partisipasi seluruh
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
1 3 5 7 9 11 1 3 15 17 19 21 23 25 27 29 31
Siswa
Nila
i ya
ng
Dip
ero
leh
SIKLUS I
80
anggota kelompok, tukar pendapat, bertanya dan saling membantu antar
anggota kelompok masih rendah. M ereka masih terlihat pasif dan
pembicaraan dalam kelompok masih didominasi oleh beberapa orang.
3) Siswa kurang aktif dalam pembelajaran, kurang konsentrasi, sehingga
mereka juga kurang dalam kedisiplinan, ker ja sama, dan kurang bertanggung
jawab dalam kerja kelompok untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Ketika proses kerja atau diskusi kelompok berlangsung maupun saat ada
kelompok yang presentasi di depan, masih saja ada siswa yang berbincang-
bincang sendir i.
4) Guru sudah mampu mengelola kelas dengan menerapkan model kooperatif
tipe GI namun belum maksimal. Rata-rata kinerja guru baru 76,67 (rekap
observasi penilaian kinerja guru terlampir di lampiran 2.7). Guru belum
mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk
aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Pengawasan guru
dalam kelompok masih kurang.
Berdasarkan analisis hasil tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai
dari kegiatan pembelajaran belum terpenuhi. Suasana pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI belum dapat berjalan dengan
baik. Berdasarkan analisis tersebut, berikut ini dikemukakan refleksi dari
kekurangan yang d itemukan.
81
1) Guru diharapkan lebih aktif dalam melakukan pengawasan dalam kinerja
masing-masing kelompok. Selain itu, guru juga harus menguasai semua
prosedur dalam pembelajaran dengan model GI, dan cara penilaiannya.
2) Siswa diharapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran yang berlangsung,
dengan menyumbangkan pemikirannya dalam kerja kelompok. Siswa yang
begitu mendominasi jalanny a kerja kelompok seharusnya disadarkan agar ia
juga memberi kesempatan kepada temanny a.
3) Siswa yang belum aktif dalam pembelajarannya, guru dimohon membimbing
siswa agar mampu mengeluarkan pendapat.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus I
dikatakan berhasi l akan tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan
memang terjadi pada beberapa indikator yang telah ditentukan pada survei awal
antara lain siswa sudah dapat menemukan latar suasana, waktu, siswa sudah
dapat menentukan nilai-nilai cerita beserta bukt i pendukungnya. Pada survei
awal atau pratindakan mereka mayoritas hanya mengetahui latar waktu dan
dalam menyebutkan nilai-nilai cerita tidak disertai bukt i pendukung. Nilai rata-
rata apresiasi cerita rakyat siswa masih di bawah batas Kriteria Ketuntasan
M inimal (KKM = 68). Oleh karena itu, siklus II sebagai perbaikan proses
pembelajaran pada siklus I perlu dilaksanakan. Pelaksanaan siklus II in i disetujui
oleh guru setelah peneliti mengajukan hasil analisis dan refleksi siklus I pada hari
Kamis, 25 Februari 2010.
82
2. Siklus II
a. Perencanaan Tindakan Siklus II
Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, disepakati bahwa siklus II perlu
dilakukan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Kamis, 25
Februari 2010 di ruang guru SMA Negeri 1 Gemolong. Peneliti menyampaikan
kembali hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran apresiasi cerita rakyat
dengan menerapkan pembelajaran koop eratif tipe GI yang dilakukan pada siklus
I. Kepada guru yang bersangkutan disampaikan segala kelebihan dan kekurangan
proses pembelajaran apresiasi cerita yang telah dilakukan.
Untuk mengatasi h al tersebut, akhirnya disepakati hal-hal yang sebaiknya
dilakukan oleh guru sebagai upaya perbaikan pada siklus I. Dalam diskusi
kelompok, siswa belum melaksanakan dengan op timal. M asih ada anggota
kelompok yang belum berpartisipasi aktif, sehingga terkesan mengikut teman-
teman dalam kelompokny a. Juga masih ada kelompok yang didominasi oleh
siswa yang pandai bicara, sehingga diskusi masih terkesan kaku dan kuran g
hidup . Hal-hal tersebut yang akan diperbaiki pada siklus II.
Pada perencanaan tindakan ini, guru dan peneliti menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan
menerapkan pembelajaran koop eratif tipe GI. Dalam diskusi antara guru dan
peneliti disepakati bahwa cerita rakyat yang akan dipelajari adalah “Telaga
Warna” cerita rakyat Jawa Barat. Pada siklus II, proses penilaian lebih
ditekankan p ada penilaian proses dan penilaian hasil.
83
Penilaian proses pembelajaran dengan menggunakan lembar penilaian
sikap (afektif) yang terdiri dari aspek : (1) kedisiplinan (2) minat; (3) kerja sama;
(4) keaktifan; (5) tanggung jawab. Penilaian hasil apresiasi cerita rakyat
digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menanggapi cerita rakyat,
aspek yang dinilai meliputi : (1) ketepatan mengungkapkan isi cerita rakyat; (2)
kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; (3) k etepatan
menjelaskan hal-hal yang menarik dari latar cerita rakyat; (4) kemampuan
menyebutkan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita rakyat yang telah dipelajari;
(5) kemampuan membandingkan nilai-nilai cerita rakyat dengan kehidupan masa
kini. Lembar penilaian yang digunakan sama dengan yang digunakan pada sik lus
I.
Disepakati bahwa tindakan siklus II dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan, yaitu Kamis, 4 Maret 2010 pukul 08.30 – 10.15 WIB (jam ke 3-4 )
dan Sabtu, 6 Maret 2010 pukul 10.15 – 11.45 WIB ( jam ke 5-6) di ruang kelas X
F SMA N 1 Gemolong. Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan dan
akan diterapkan dalam siklus II sebagai berikut :
1) guru mengondisikan kelas dengan mengucapkan salam kemudian
mengabsen siswa siapa yang tidak masuk, kemudian melakukan apersepsi
tentang cerita rakyat dan tanya jawab tentang cerita rakyat;
2) guru menerangkan relevansi cerita rakyat dengan situasi dan kehidupan
sekarang;
84
3) guru memberikan motivasi pada siswa dengan memaparkan manfaat model
pembelajaran kooperatif tipe GI.
4) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok seperti siklus I dan
memberi alokasi waktu bagi masing-masing kelompok untuk
menginvest igasi cerita rakyat yang berjudul “Kisah Telaga Warna”.
5) Guru memberi bacaan cerita rakyat yang berjudul “Kisah Telaga Warna”.
6) Guru menugaskan siswa untuk menginvest igasi cerita rakyat “Kisah Telaga
Warna” tentan g isi, latar, hal-hal yabg menarik dari latar, nilai-n ilai yang
terdapat dalam cerita, dan membandingkan nilai-nilai tersebut dengan
kehidupan masa kini.
7) Guru menunjuk kelompok secara acak dan siswa yang merasa kelompokny a
ditunjuk maju untuk mempresentasikan hasil diskusi.
8) Guru dan siswa (anggota kelompok yang lain) mengevaluasi kejelasan dan
penampilan kelompok yang maju.
9) Guru menyimpulkan pembelajaran, siswa yang belum jelas dipersilahkan
bertanya;
10) Guru memberikan tes uraian singkat untuk mengetahui peningkatan
kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat;
11) Guru menutup pelajaran.
85
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II
1) Pertemuan Pertama
Sesuai yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus II
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Kamis, 4 Februari 2010 dan
Sabtu, 6 M aret 2010 di ruang kelas X F SMA N 1 Gemolong. Pada
pertemuan pertama siklus II dilaksanakan pada Kamis, 4 Februari 2010
mulai pukul 08.30-10.15 WIB (jam ke 3-4). Langkah-langkah yang
dilakukan guru dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat pada tindakan
siklus II ini adalah sebagai berikut
a) Pembukaan
Guru membuka pelajaran dengan mengucap assalamualaikum. Guru
mengondisikan kelas dengan melakukan presensi, apersepsi, menerangkan
relevansi cerita rakyat dengan kehidupan sekarang dan memberikan
motivasi pada siswa dengan memaparkan manfaat model pembelajaran
koop eratif tipe GI.
b) Kegiatan Inti
Guru membagi kelompok sepert i pada siklus I. Kemudian guru
membagikan bacaan cerita rakyat yang berjudul “Kisah Telaga Warna.”
Setelah siswa duduk sesuai kelompoknya, guru memberi waktu bagi masing-
masing kelompok untuk menginvestigasi cerita rakyat “Kisah Telaga
Warna”. Guru menyuruh tiap kelompok untuk mengumpulkan informasi
tentang cerita rakyat “Kisah Telaga Warna”. Tiap anggota kelompok
86
berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompok. Misalnya
kelompok V anggota A menemukan isi, anggota B mencari latar, anggota C
mencari hal-hal yang menarik dari latar, anggota D menemukan nilai-nilai
dalam cerita dan seterusnya.
Gambar 11. Siswa Berdiskusi Kelompok.
Para siswa dalam kelompok itu saling bertukar informasi, berdiskusi,
mengklarifikasi semua gagasan. Guru mengingatkan tiap kelompok untuk
menyiapkan laporan akhir. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan
mereka laporkan. Guru menekankan keaktifan dari masing-masing anggota
kelompok dengan menjelaskan bahwa aspek yang dinilai dalam proses
pembelajaran adalah : a) kedisiplinan; b) minat; c) kerja sama; d) keaktifan;
dan e) tanggungjawab. Kelompok yang seluruh anggotanya menunjukkan
kinerja sesuai dengan indikator tersebut dengan baik akan mendapatkan
point yang bagus. Guru menekankan kepada siswa bahwa setiap anggota
berpartisipasi aktif sesuai tugas yang diberikan oleh kelompoknya. Ketika
para siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling kelas, memberi
87
pujian kepada kelompok yang bekerja dengan baik, dan kadang guru duduk
dengan tiap kelompok untuk mendengarkan bagaimana para anggota
kelompok bekerja.
c) Penutup
Sampai pada langkah ketujuh ini, bel berbunyi menunjukkan bahwa
waktu pelajaran sudah selesai. Guru menyuruh tiap kelompok untuk
mempresentasikan hasil investigasi pada pertemuan berikutnya. Kemudian
guru menutup pelajaran. Pembelajaran dilanjutkan pertemuan selanjutnya
pada hari Sabtu, 6 M aret 2010 pukul 10.15-11.45 WIB (jam ke 5-6).
2) Pertemuan Kedua
Sesuai kesepakatan dengan guru, maka pertemuan kedua pada siklus
II ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 6 M aret 2010 pukul 10.15-11.45 WIB
(jam ke 5-6). Langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan guru pada
pertemuan kedua dalam pelaksanaan tindakan siklus II adalah :
a) Pembukaan
Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam. Guru
mengondisikan kelas dengan melakukan p resensi dan menyuruh siswa untuk
berkelompok sesuai dengan kelompokny a pada saat pertemuan pertama
siklus II.
88
b) Kegiatan Inti
Guru menyuruh siswa mempersiapkan pekerjaan mereka pada
pertemuan sebelumnya, yaitu mempresentasikan hasil investigasi cerita
rakyat “Kisah Telaga Warna.”
Gambar 12. Siswa Menyiapkan Laporan Hasil Investigasi.
Presentasi itu antara lain berisi tentang isi, latar, hal-hal yang menarik
dari latar, nilai-nilai yang terdapat dalam “Kisah Telaga Warna”, dan
perbandingan nilai-nilai dalam cerita tersebut dengan kehidupan masa kini.
Guru menunjuk kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil
invest igasi dari cerita rakyat “Kisah Telaga Warna” tersebut. Setelah semua
kelompok maju, guru dan siswa mengevaluasi penampilan tiap kelompok.
Guru dan siswa berkolaborasi mnyimpulkan pembelajaran cerita rakyat
“Kisah Telaga Warna.” Guru memberi evaluasi berupa tes uraian tentang
cerita rakyat “Telaga Warna”. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat yang telah dipelajari. Semua siswa
89
mengerjakan evaluasi secara individu. Siswa diminta mengumpulkan kertas
jawaban hasil tes ketika waktu yang ditetapkan guru sudah selesai.
c) Penutup
Guru menutup pelajaran dengan salam. Buny i bel tanda ist irahat kedua
berbunyi. Guru dan peneliti serta siswa keluar kelas untuk beristirahat.
Guru dapat menyelesaikan semua langkah tersebut sesuai dengan
waktu yang tersedia. Begitu bel tanda pergantian pelajaran berbunyi, guru
sudah pada tahap menutup pelajaran. Dalam tahap ini, guru bertindak
sebagai fasilitator jalannya kegiatan pembelajaran apresiasi cerita rakyat di
dalam kelas, sedangkan penelti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.
c. Observasi Siklus II
Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan
model GI berlangsung pada Kamis, 4 M aret 2010 pukul 08.30-10.15 WIB ( jam
ke 3-4 ) dan hari Sabtu, 6 Maret 2010 pukul 10.15-11.45 WIB (jam ke 5-6 ).
Observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan pembelajaran apresiasi cerita
dengan menerapkan model GI, kegiatan yang dilaksanakan guru dan aktivitas
siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Dalam observasi ini, peneliti
ikut melakukan penilaian dengan memegang lembar penilaian proses kegiatan
anggota kelompok dan lembar penilaian apresiasi cerita rakyat. Pada saat
observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan pasif dan duduk di bangku palin g
belakang.
90
1) Pengamatan terhadap Guru
Pengamatan kepada guru dilakukan dengan menggunakan lembar penilaian
dan observasi kinerja guru yang sama seperti pada siklus I. Dari hasil penilaian
yang dilakukan diperoleh skor 83,33 untuk kinerja guru. Guru berusaha
melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah disusun
bersama peneliti. Setelah guru membagi siswa dalam kelompok kecil sesuai
kelompok yang sudah ditetapkan, guru mengontrol jalannya diskusi kelompok.
Guru sudah menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan kooperatif.
Guru telah mampu membangkitkan minat, keaktifan dan tanggung jawab siswa.
Guru terlihat lebih aktif dalam memantau kinerja setiap kelompok. Guru
menekankan kepada siswa bahwa mereka mempunyai hak yang sama untuk
mengeluarkan pendapatnya. Ketika para siswa sedang bekerja dalam kelompok,
guru berkeliling kelas, menjelaskan pertanyaan yang diajukan siswa dalam
kelompok tersebut. Kadang-kadang guru duduk dengan tiap kelompok untuk
mendengarkan bagaimana para anggota kelompok bekerja.
Pada akhir pelajaran guru menyimpulkan pembelajaran dengan memberi
kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Guru dapat menguasai penerapan
model pembelajaran koop eratif tipe GI.
91
Gambar 13. Guru sedang M enyimpulkan Pembelajaran.
2) Pengamatan terhadap Siswa
Pada pertemuan pertama siklus II yang dilaksanakan pada har i Kamis,
4 M aret 2010, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan tindakan
siklus I. Namun, siswa masih sangat gaduh ketika mencari anggota
kelompoknya dan ketika menata tempat duduk kelompoknya. Didapati pada
awal pelajaran siswa masih kurang memperhatikan tugasnya. Ketika guru
menulis beberapa topik cerita rakyat, beberapa siswa masih berbicara
sendiri. Meskipun demikian, setelah berjalan beberapa waktu siswa dapat
berdiskusi dengan teman anggota kelompoknya.
92
Gambar 14. Siswa sedang Berbicara dengan Teman Semejanya.
Pembelajaran pada siklus II difokuskan agar siswa dapat menjelaskan
isi, latar, hal-hal yang menarik dari latar, nilai-nilai dalam cerita rakyat,
perbandingan nilai-nilai cerita rakyat tersebut dengan kehidupan masa kini.
Siswa sudah tampak antusias dan memiliki motivasi yang tinggi dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa menjadi terpacu untuk
membuat kelompokny a menjadi kelompok yang terbaik. Mereka terlibat
lebih aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab
mereka. Misalnya; ketika kelompok 7 yang beranggotakan Agustina, Ismi,
Leyla, dan Purnama tampil mempresentasikan hasil invest igasi, ada
beberapa siswa yang menanggapi. Hal ini berbeda pada siklus I dulu, siswa
yang menanggapi paling banyak dua orang.
93
Gambar 15. Siswa sedang Bertanya.
Pada pertemuan kedua siklus II yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 6
Maret 2010, kegiatan pembelajaran dapat berlangsung sesuai rencana. Siswa
semakin antusias mengikuti kegiatan pembelajaran. Suasana agak ramai
karena siswa berdiskusi, saling mengeluarkan pendapat adalah hal yang
wajar terjadi dalam pembelajaran koop eratif. Dengan demikian dapat
melatih siswa untuk dapat menyelesaikan permasalahan secara bekerja sama,
memacu kreativitas dan kekritisan mereka. Siswa sudah dapat merasakan
manfaat pembelajaran dengan diskusi kelompok dengan model GI.
Partisipasi dan tanggung jawab siswa untuk dapat menyelesaikan tugas
semakin meningkat. Tampak mereka membantu anggota kelompok yang
belum paham atau untuk menemukan jawaban. Ketika anggota kelompok
presentasi, kelompok yang lain aktif bertanya dan memberikan saran.
94
Demikian pula untuk kelompok yang sedang presentasi, semua anggotanya
lancar memberikan jawaban dari pertanyaan kelompok lain.
Gambar 16. Kelompok sedang Presentasi dan M enjawab Pertanyaan.
Namun demikian, masih ada beberapa siswa yang masih kurang
percaya diri dan tidak mau bertanya, tetapi sudah ada peningkatan daripada
pertemuan pada siklus I. Dari 8 (delapan) kelompok yang presentasi ada 5
kelompok yang sudah bagus, sedangkan 3 kelompok belum bagus karena
penyampaiannya masih monoton, bahasa yang digunakan kurang efektif dan
dalam menjawab pertanyaan dari kelompok lain kurang jelas.
Dalam kinerja kelompok, mereka juga berlatih untuk merencanakan
tugas y ang akan dipelajari, mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan
menyimpulkan cerita rakyat yang diinvestigasi. Ketika mereka presentasi,
tanggapan dan saran dari kelompok lain juga mengalami peningkatan. Hal
tersebut selain berdasarkan hasil pengamatan peneliti, juga ditunjukkan
melalui hasi l angket proses kinerja kelompok.
95
Berdasarkan angket yang telah disebarkan dapat dijelaskan bahwa
dalam kerja kelompok GI, partisipasi siswa sebagai peserta diskusi sudah
mengalami peningkatan dibandingkan dengan partisipasi pada siklus I.
Peningkatan dilihat dari jumlah siswa yang menjawab “selalu” dari setiap
point pertanyaan mengalami peningkatan dari 26,45% menjadi 43,23%,
yang menyatakan “kadang-kadang” sebesar 38,70% sedangkan yang
menyatakan “tidak pernah” sebesar 18,07% (rekap hasil evaluasi kinerja
kelompok siklus II terlampir di lampiran 3.5). Hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata siswa sudah mengalami peningkatan dalam kinerja kelompok,
walaupun peningkatan tersebut belum mencapai sesuai yang diharapkan.
Selain dari angket, peneliti juga melakukan penilaian proses
pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan menerapkan model GI seperti
pada siklus I, dengan indikator meliputi : a) kedisiplinan; b) minat; c) kerja
sama; d) keaktifan; dan e) tanggung jawab. Berdasarkan penilaian proses
pembelajaran yang dilakukan diperoleh nilai rata-rata kelas 74,84 dengan
nilai tertinggi 86 dan terendah 63 (rekap hasil penilaian terlampir di lampiran
3.9 Siklus II).
Nilai hasil tes yang diambil dari tes yang diberikan pada akhir siklus
II ini diperoleh hasil yang cukup bagus, dengan nilai rata-rata kelas 72,65
nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 53 (terlampir di lampiran 3.10 siklus II).
Namun, masih banyak siswa yang belum mampu menjelaskan hal-hal yang
menarik dari latar. Dari hasil siklus II ini, baru 24 siswa atau 77,41% siswa
96
yang mampu mengerjakan soal tes y ang diberikan dengan nilai di atas KKM .
Masih ada 7 siswa atau 22,59% yang masih di bawah KKM.
Gambar 17. Siswa sedang M engerjakan Tes.
d. Analisis dan Refleksi Siklus II
Berdasarkan hasil pengamatan penelitian pada siklus II, dapat
dikemukakan bahwa kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat sudah
mengalami peningkatan yang cukup berarti, tetapi belum sesuai dengan yang
diharapkan. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut :
a) Siswa yang memperoleh nilai di bawah ketuntasan minimal (KKM) masih
cukup tinggi yaitu 22,59%.
b) Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja
kelompok sudah mengalami peningkatan tetapi belum maksimal. Partisipasi
seluruh anggota kelompok, tukar pendapat, bertanya dan saling membantu
antar anggota kelompok masih belum maksimal, dari angket yang diisi oleh
97
siswa masih banyak yang menyatakan kadang-kadang dan tidak pernah.
Keaktifan mereka masih kurang maksimal dan pembicaraan dalam
kelompok masih didominasi oleh satu orang.
c) Keseriusan dan konsentrasi siswa masih kurang, sehingga mereka juga
kurang dalam kedisip linan, kerja sama, keaktifan dan tanggung jawab dalam
kerja kelompok menyelesaikan tugas yang diberikan. Ketika proses kerja
atau diskusi kelompok berlangsung maupun saat ada kelompok yang
presentasi di depan, masih saja ada siswa yang berb incang-bincang send iri.
d) Keterampilan guru dalam mengelola kelas meningkat. Guru telah mampu
mengelola kelas dengan menggunakan model GI dengan baik. Guru telah
mampu menciptakan situasi pembelajaran yang mendukung siswa untuk
aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk belajar. Kontrol atau
pengawasan guru dalam kelompok cukup baik, bahkan guru berkeliling ke
tiap-tiap kelompok dan kadang duduk untuk mendengarkan pembicaraan
siswa dalam berdiskusi dengan anggota kelompoknya.
Berdasarkan analisis hasil tersebut, dapat diungkapkan bahwa kualitas
proses pembelajaran sudah baik. Kekurangan ditemui pada sikap siswa yang
masih kurang konsentrasi dan serius, terkadang bercakap-cakap dengan siswa
yang lain. Siswa yang nilainya belum mencapai KKM masih ada 7 siswa atau
masih 22,58%. Keaktifan, tanggungjawab, kerja sama dan kedisiplinan siswa
juga masih perlu ditingkatkan. Suasana pembelajaran dengan menerapkan
cooperative learn ing dengan model GI belum dapat berjalan dengan baik.
98
Berdasarkan analisis tersebut, berikut ini dikemukakan refleksi dari kekurangan
yang ditemukan.
Berdasarkan hasi l analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus II
dikatakan berhasi l akan tetapi belum mencapai hasil yang maksimal. Peningkatan
memang terjadi pada beberapa indikator dibandingkan siklus sebelumnya, tetapi
masih banyak kekurangan seperti yang disebutkan di atas. Oleh karena itu, siklus
III sebagai proses perbaikan pembelajaran pada siklus II perlu dilaksanakan.
Pelaksanaan siklus III disetujui oleh guru setelah peneliti mengajukan hasil
analisis dan refleksi siklus II pada Senin, 8 Maret 2010.
3. Siklus III
a. Perencanaan Tindakan Siklus III
Berdasarkan hasi l refleksi pada siklus II, disepakati bahwa siklus III perlu
dilaksanakan. Persiapan dan perencanaan tindakan dilakukan pada hari Senin, 8
M aret 2010 di ruang guru SMA Negeri 1 Gemolong, setelah peneliti
menyampaikan hasil observasi dan refleksi terhadap pembelajaran yang
dilakukan pada siklus II. Peneliti menyampaikan kepada guru yang bersangkutan
segala kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran apresiasi cerita rakyat
yang telah dilakukan.
Pada perencanaan tindakan ini, guru dan peneliti menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan
menerapkan model GI. Dalam diskusi antara guru dan peneliti disepakati bahwa
cerita rakyat yang akan dipelajari adalah “Cerita Rakyat dari Daerah Sekitar
99
Siswa.” Pada siklus III, proses penilaian tetap ditekankan pada penilaian proses
dan penilaian hasi l. Kegiatan pembelajaran lebih ditekankan pada kompetensi
dasar “menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh cerita rakyat yang
disampaikan secara langsung atau melalui rekaman.
Lembar penilaian yang digunakan pada siklus III adalah penilaian proyek
dan penilaian proses. Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap
suatu tugas yang harus diselesa ikan dalam waktu tertentu (Sarwiji Suwandi,
2009: 86). Indikator penilaian proses dengan menggunakan lembar penilaian
sikap (afektif) yang terdiri atas asp ek : (1) kedisiplinan; (2) minat; (3) kerja sama;
(4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab.
Penilaian proyek apresiasi cerita rakyat digunakan untuk mengetahui
kompetensi siswa dalam menanggapi cerita rakyat, aspek yang dinilai meliputi ;
(1) perencanaan terdiri dari persiapan dan rumusan judul, (2) pelaksanaan terdiri
dari sistematika penulisan, keakuratan sumber data, kuantitas sumber data,
analisis sumber data, dan penarikan kesimpulan , (3) laporan proyek terdiri dari
performans dan penguasaan materi (Sarwiji Suwandi, 2009 : 87). Isi proyek
meliputi:
1) M engidentifikasi unsur intrinsik cerita, yaitu (1) ketepatan mengungkapkan
hal-hal yang menarik dari tokoh disertai data tekstual; (2) kemampuan
menjelaskan amanat yang terkandung dalam cerita; (3) kemampuan
menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung; (4) kemampuan
menemukan nilai-nilai cerita rakyat dengan tepat.
100
2) Kemampuan menuliskan kembali cerita rakyat yang telah dipelajari atau
membuat sinop sis cerita.
Disepakati bahwa tindakan siklus III dilaksanakan dalam dua kali
pertemuan yaitu Kamis, 11 Maret 2010 dan Sabtu, 13 M aret 2010 di ruang kelas
X F SMA Negeri 1 Gemolong. Adapun urutan tindakan yang sudah direncanakan
dan akan diterapkan dalam siklus III sebagai berikut :
Kegiatan Awal
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
2) Guru dan siswa bertanya jawab tentang relevansi isi cerita rakyat dengan
kehidupan masa kini.
Kegiatan Inti
1) Guru menjelaskan teknik penulisan narasi d an deskripsi.
2) Guru menyuruh siswa untuk berkelompok sesuai siklus II.
3) Setiap kelompok melakukan invest igasi untuk menentukan top ik cerita
rakyat yang dipilih.
4) Setiap kelompok mendata informasi, menganalisis, dan menyimpulkan
masukan dari anggota kelompok terutama tentang unsur intrinsik dan
synopsis cerita rakyat.
5) Setiap anggota kelompok berkontribusi terhadap kelompoknya.
6) Guru menunjuk salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi.
Setelah semua kelompok selesai presentasi, guru dan siswa mengevaluasi
pembelajaran cerita rakyat dari berbagai daerah d i sekitar siswa.
101
7) Guru memberi penilaian pada hasil pekerjaan (p royek) setiap kelompok dan
pada saat presentasi.
Kegiatan Penutup
1) Guru mengumpulkan hasil pekerjaan kelompok (p royek) untuk dinilai.
2) Guru menyimpulkan pembelajaran dan menutup dengan salam.
b. Pelaksanaan Tindakan Siklus III
Sesuai yang telah direncanakan, maka tahap tindakan siklus III
dilaksanakan dalam dua kali pertemuan yaitu Kamis, 11 Maret 2010 p ukul 08.30
– 10.15 WIB dan Sabtu, 13 Maret 2010 pukul 10.15-11.45 WIB di ruang kelas X
F SMA Negeri 1 Gemolong. Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam
pembelajaran apresiasi cerita rakyat pada tindakan siklus III sebagai berikut.
1) Pertemuan pertama
Pertemuan pertama yang dilaksanakan pada hari Kamis, 11 M aret 2010 pukul
08.30-10.15 WIB adalah sebagai berikut:
a) Guru membuka pelajaran dengan mengucap salam;
b) Guru mengondisikan kelas dengan melakukan presensi, guru memberikan
motivasi pada siswa dengan memaparkan manfaat model pembelajaran
kooperatif tipe GI;
c) Guru bertanya jawab dengan siswa tentang relevansi cerita rakyat dengan
kehidupan sekarang;
102
d) Guru membagi siswa dalam kelompok-kelompok sesuai dengan kelompok
pada siklus II, guru menyuruh siswa membuat proyek tentang cerita rakyat
yang ada di daerah sekitar siswa;
e) Guru menugaskan kelompok untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik
cerita rakyat yang dibuat proyek dan menemukan nilai-nilai dalam cerita
rakyat tersebut;
Guru menyuruh siswa untuk melanjutkan tugas di rumah. Kemudian guru
dan siswa berkolaborasi untuk mengevaluasi pembelajaran cerita rakyat pada
hari itu. Guru menutup pelajaran dengan salam.
Pada langkah kelima ini bel tanda pergantian pelajaran telah berbunyi.
Pertemuan kedua akan dilaksanakan pada har i Sabtu, 13 M aret 2010.
2) Pertemuan kedua
a) Guru membuka pelajaran dengan salam.
b) Guru menyuruh kelompok untuk menyiapkan proyek tentang cerita
rakyat terutama unsur intrinsik dan sinopsis sebagai bahan presentasi;
c) Guru menunjuk kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompok. Kelompok yang lain menanggapi penampilan
kelompok y ang maju.
d) Setelah semua kelompok presentasi, guru dan siswa berkolaborasi
mengevaluasi pembelajaran cerita rakyat dari berbagai daerah yang telah
didiskusikan.
103
e) Guru memberi evaluasi pada setiap kelompok pada saat presentasi dan
hasil pekerjaan (p royek) yang dikumpulkan.
f) Guru menyimpulkan pembelajaran dan menutup pelajaran dengan salam.
Guru dapat menyelesaikan semua langkah tersebut sesuai dengan waktu
yang tersedia baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua. Begitu bel
tanda pergantian pelajaran berbunyi, guru sudah pada tahap menutup pelajaran.
Dalam tahap ini, guru bertindak sebagai pemimpin jalanny a kegiatan
pembelajaran apresiasi cerita rakyat di dalam kelas, sedangkan peneliti hanya
bertindak sebagai partisipan pasif.
c. Observasi Siklus III
Observasi dilaksanakan saat pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan
model pembelajaran kooperatif tipe GI dalam tindakan siklus III yang
berlangsung pada hari Kamis, 11 Maret 2010 pukul 08.30 WIB -10.15 WIB ( jam
ke 3 - 4) dan Sabtu, 13 M aret 2010 WIB pukul 10.15 – 11.45 WIB (jam ke 5 –
6). Seperti pada siklus II, observasi difokuskan pada situasi pelaksanaan
pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan menerapkan model GI, kegiatan
yang dilaksanakan guru, serta aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran
berlangsung. Dalam observasi ini, peneliti menggunakan pedoman observasi
(terlampir pada lampiran) serta ikut melakukan penilaian dengan memegan g
lembar penilaian proses kegiatan anggota kelompok dan lembar penilaian proyek
apresiasi cerita rakyat. Pada saat observasi, peneliti bertindak sebagai partisipan
pasif dan duduk di bangku p aling belakang.
104
Gambar 18. Peneliti Duduk di Kursi Belakang.
a) Pengamatan terhadap Guru
Guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perencanaan
yang telah disusun bersama peneliti. Guru sudah menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif dan koop eratif. Guru telah mampu
membangkitkan minat, keaktifan dan tanggung jawab siswa. Guru terlihat
lebih aktif dalam memantau kinerja setiap kelompok. Guru menekankan
kepada setiap anggota kelompok bahwa mereka mempunyai tanggung jawab
untuk melakukan investigasi. Guru juga menegaskan bahwa dalam membuat
proyek cerita lebih ditekankan pada kerja masing-masing anggota kelompok,
kemudian hasil tulisan kelompok dip resentasikan di depan kelas.
105
Gambar 19. Kelompok Siswa sedang Presentasi.
Kelompok yang lain mendengarkan dan memberikan komentar,
berupa pertanyaan, saran atau pujian. Memang suara gaduh, riuh, dan ramai
masih tampak. Akan tetapi, suasana ramai tersebut mengarah pada situasi
yang kondusif.
Gambar 20. Siswa sedang Bertanya.
Sewaktu para siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru
berkeliling kelas dan kadang guru duduk dengan tiap kelompok untuk
mendengarkan bagaimana para anggota kelompok bekerja. Langkah
106
selanjutnya, guru menugaskan siswa untuk mengisi angket yang disiapkan
oleh peneliti. Angket tersebut digunakan peneliti untuk mengetahui sikap
serta minat mereka terhadap pembelajaran apresiasi cerita rakyat pasca
tindakan berupa penerapan model GI. Pada kesempatan tersebut, peneliti
menyampaikan terima kasih kepada siswa dan guru yang telah membantu
penelitian. Tepat pukul 11.45 WIB pembelajaran diakhiri dengan
mengucapkan salam. Pada tahap ini guru bertindak sebagai pemimpin
jalannya kegiatan pembelajaran cerita rakyat di dalam kelas sedangkan
peneliti hanya bertindak sebagai partisipan pasif.
b) Pengamatan terhadap Siswa
Pada pertemuan pertama siklus III yang dilaksanakan pada hari
Kamis, 11 M aret 2010, siswa tampak lebih aktif daripada pelaksanaan
tindakan pada siklus II. Proses pembelajaran pada siklus III ini situasi kelas
sudah lebih kondusif. Pada saat guru mengawali pembelajaran dengan
menanyakan tentang pemberian tugas (proyek) melalui diskusi kelompok
model GI, siswa menjawabnya bahwa pelajaran lebih menyenangkan
sehingga pembelajaran terasa lebih mudah. Siswa dapat menikmati proses
pembelajaran dengan keterlibatan siswa secara langsung dalam
mengapresiasi cerita rakyat.
Suasana kelas tampak terkendali, walaupun memang agak ramai
karena masing-masing siswa dalam kelompok bekerja dan berdiskusi.
Pembelajaran berlangsung efektif dan tepat waktu. Siswa mempuny ai
107
antusias yang tinggi untuk menjadikan kelompoknya menjadi kelompok
yang terbaik.
Kelompok demi kelompok telah tampil untuk presentasi semua,
ternyata ada satu kelompok yang kurang tepat dalam memilih top ik, yaitu
kelompok 2. Kelompok ini beranggotakan Atik, Felina, Meykawati, dan
Olivia. Kelompok itu memilih cerita rakyat dari Lampung Selatan. Padahal
guru menyuruh setiap kelompok untuk memilih cerita rakyat dari daerah
sekitar siswa. Jika siswa dari Gemolong kabupaten Sragen dan sekitarnya
mengambil cerita rakyat dari Lampung Selatan, maka terlalu jauh. Isi proyek
dari kelompok 2 sudah cukup bagus. Jadi, dari 8 kelompok hanya satu
kelompok yang kurang tepat dalam memilih topik.
Siswa sudah dapat memahami tugas dan tanggung jawabnya dalam
kelompok. M ereka juga memahami pentingnya kedisiplinan dan kerja sama
dalam mengerjakan tugas. M ereka menyatakan bahwa dengan GI
menjadikan mereka lebih percaya diri. M ereka dapat berkomunikasi lebih
lancar tanpa rasa minder. Kerja sama yang dibangun menjadikan hubun gan
antarsiswa lebih akrab dan komunikatif. Saling berpendapat, bertanya,
memberikan saran dan komentar sudah menjadi hal yang biasa di antara
siswa. Hal ini dibuktikan dengan hasil angket tentang sikap siswa setelah
mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan angket yang sudah diisi oleh siswa dapat diketahui
bahwa dalam kerja kelompok GI, partisipasi siswa sebagai peserta diskusi
108
sudah mengalami peningkatan yang cukup tajam dibandingkan dengan
partisipasi pada siklus II. M ereka sudah saling membantu, saling
mendengarkan, saling memberi komentar ketika ada kelompok yang
mempresentasikan hasil proyekny a. Hasil angket untuk point pertanyaan
tentang adanya siswa yang mendominasi kerja kelompok sudah semakin
sedikit ditunjukkan dengan yang menjawab selalu hanya 4 siswa atau
12,90%. Rata-rata keaktifan dengan indikator jawaban “selalu” sudah
menunjukkan rata-rata 77,41%, jawaban “kadang-kadang” hanya 13,50%,
dan jawaban “tidak pernah” 10,90% (rekap hasil evaluasi kinerja kelompok
siklus III terlampir di lampiran 4.4).
Selanjutnya untuk nilai kemampuan mengapresiasi cerita rakyat dari
proyek diperoleh hasil yang sangat bagus, terutama kemampuan kelompok
menuliskan sinopsis cerita rakyat yang sudah diinvest igasi dengan bahasa
mereka sendiri. Kelompok yang sudah mampu membuat proyek apresiasi
cerita rakyat yang diinvestigasi secara runtut meningkat dibandingkan
dengan siklus II. Dari hasi l siklus III ini, diperoleh nilai rata-rata kelas 80,16
dengan nilai tertinggi 92 dan terendah 60. M asih ada tiga siswa yang belum
tuntas atau 9,67%. Pada siklus II siswa yang mampu mengerjakan soal tes
cerita rakyat di atas KKM adalah 77,41% sedangkan pada siklus III siswa
yang mampu mengerjakan soal tes cerita rakyat di atas KKM adalah 90,33%
(rekap nilai hasil kemampuan mengapresiasi cerita rakyat terlampir di
109
lampiran 4.2 siklus III). Perbandingan nilai kemampuan mengapresiasi cerita
rakyat antara siklus II dan siklus III dapat di lihat pada grafik 3. berikut.
d. Analisis dan Refleksi Siklus III
Berdasarkan hasi l pengamatan penelitian pada siklus III, dapat
dikemukakan bahwa pembelajaran apresiasi cerita rakyat dengan menerapkan
model pembelajaran tipe GI sudah mengalami peningkatan yang sangat bagus.
Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih efektif, lebih lancar, bahkan
lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus sebelumnya, baik
siklus I maupun siklus II. Hal ini ditandai dengan beberapa hal berikut :
1) Siswa yang memperoleh nilai di atas batas ketuntasan minimal (KKM) 28
siswa atau ketuntasan klasikal 90,33%, dengan nilai rata-rata kelas 80,16.
2)Keaktifan siswa dalam pembelajaran yang berlangsung dalam kerja kelompok
sudah mengalami peningkatan. Partisipasi seluruh anggota kelompok, tukar
pendapat, bertanya dan saling membantu antar anggota kelompok sudah cukup
110
bagus, hal ini dilihat dari pengamatan peneliti juga dari angket yang diisi oleh
siswa. Siswa yang menyatakan “selalu” untuk point pertanyaan partisipasi, saling
menanggapi, kedisiplinan, k erja sama dan tanggung jawab semakin meningkat.
3) Keseriusan dan konsentrasi siswa meningkat, walaupun memang masih saja
ada siswa yang berbincang-bincang sendiri. Kedisip linan, kerja sama,
keaktifan, dan tanggung jawab dalam kerja kelompok menyelesaikan tugas
yang diberikan sudah semakin bagus.
4) Keterampilan guru dalam mengelola kelas meningkat. Guru telah mampu
mengelola kelas dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI
dengan baik. Guru telah mampu menciptakan situasi pembelajaran yang
mendukung siswa untuk aktif, berkonsentrasi, serta termotivasi untuk
belajar. Kontrol atau pengawasan guru dalam kelompok cukup baik, bahkan
guru berkeliling ke tiap-tiap kelompok dan kadang duduk untuk
mendengarkan pembicaraan siswa dalam berdiskusi dengan anggota
kelompoknya.
Berdasarkan hasil analisis dan refleksi di atas, tindakan pada siklus III
dikatakan berhasil. Peningkatan terjadi pada beberapa indikator dibandingkan
siklus sebelumnya. Nilai rata-rata kelas sudah mencapai batas ketuntasan
meskipun masih ada siswa yang belum mencapai nilai di atas KKM . Meskipun
demikian, penelitian dipandang cukup untuk dilaksanakan dengan berbagai
pertimbangan, antara lain alokasi waktu untuk materi apresiasi cerita rakyat
dianggap cukup dengan mempertimbangkan materi yang lain.
111
C. Hasil Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan
dan deskripsi hasil penelitian, berikut ini dirumuskan hasil penelitian penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe GI pada pembelajaran apresiasi cerita rakyat di
kelas X F SMA Negeri 1 Gemolong.
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat
Sebelum tindakan penelitian ini dilaksanakan, siswa telihat kuran g
tertarik mengikuti pembelajaran cerita rakyat. Siswa menganggap bahwa cerita
rakyat adalah cerita kuno yang kurang menarik, dan kurang bermanfaat dalam
kehidupan nyata. Proses pembelajaran masih didominasi oleh guru dengan
menggunakan metode ceramah sehingga siswa pasif dan potensi kerja sama
antarsiswa belum dioptimalkan. Setelah pembelajaran dilaksanakan dengan
model koop eratif tipe GI, siswa menjadi tertarik dan antusias. Model kooperatif
tipe GI dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, mereka
terlibat langsung dalam mengapresiasi cerita rakyat yang dipelajari.
Suasana kelas dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI
memang agak gaduh dan ramai, karena siswa saling berdiskusi, berpendapat,
mengkritik, atau menanggapi temanny a. Pada saat pindah tempat duduk dan
berkelompok dengan teman satu kelompoknya suasana ramai lebih terasa. Akan
tetapi, kelas yang ramai tetap terarah pada pencapaian tujuan pembelajaran.
112
Peran guru sebagai motivator, fasilitator, evaluator, sangat mendukun g
keberhasilan proses pembejalaran. Guru dituntut lebih aktif dan kreatif dalam
penyiapan bahan dan melakukan pengawasan pada saat proses pembelajaran
berlangsung. Dari peneltian yang dilakukan, guru lebih siap dalam mengajar
mulai dari tahap perencanaan pembelajaran, penguasaan materi pembelajaran
sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung lebih terarah.
2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat
Proses pembelajaran yang berkualitas lebih mudah untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat dilihat
dari faktor-faktor berikut :
a) Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa dalam pembelajaran meningkat dilihat dengan
lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari asp ek : (1) kedisiplinan; (2)
minat; (3) kerja sama; (4) keaktifan; dan (5) tanggungjawab. Keaktifan siswa
diamati selama proses pembelajaran berlangsung.
b) Minat dan M otivasi Siswa
Siswa lebih berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran
apresiasi cerita rakyat. Minat dan motivasi sangat menentukan keberhasilan
belajar siswa. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe GI dapat
menumbuhkan motivasi internal dalam diri siswa sehingga siswa lebih
berminat dan tertarik dalam belajar.
c) Tanggung Jawab dan Keberanian
113
Penerapan model pembelajaran koop eratif tipe GI dapat melatih rasa
sosial siswa, diantaranya adalah rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan
belajar teman-temannya dalam satu kelompok. Tanggung jawab dan
keberanian siswa meningkat dalam proses pembelajaran yang dilakukan.
Diharapkan tanggung jawab dan keberanian siswa akan terasah untuk proses
pembelajaran selanjutnya.
d) Keterampilan Guru dalam M engelola Kelas
Guru lebih terampil dalam melakukan proses pembelajaran dan
kesiapan guru lebih matang. Mulai dari tahap persiapan RPP, penyiapan
materi, dan media. Pengkondisian kelas dengan kelompok kecil perlu
pengontrolan yang tepat dari guru. Peran guru semakin bagus dari siklus I, II
dan III. Guru semakin menguasa i kelas dan mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang menyenangkan.
e) Peningkatan Kemampuan Siswa dalam M engapresiasi Cerita Rakyat
Peningkatan kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat
dilihat dari nilai hasil tes yang dilakukan sesuai dengan indikator yang telah
ditentukan.
f) Kelebihan dan Kekurangan M odel Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
1) Kelebihan model GI yaitu mampu membangun jiwa sosial siswa dengan
menerapkan sikap kerja sama, mengurangi rasa rendah diri siswa,
membantu siswa terhindar dari rasa ego, kekerasan, dan bertanggung
jawab terhadap keberhasilan kelompoknya, meningkatkan keberanian
114
siswa, minat dan keaktifan siswa seh ingga tujuan pembelajaran lebih
tercapai.
2) Kekurangan model GI, bahwa dalam penerapan model GI dapat memicu
munculnya potensi penghalang, yaitu adanya siswa yang pandai dan
percaya diri mendominasi pembicaraan dalam kelompok sehingga
semua tugas dikerjakan oleh seorang siswa. Kemungkinan kedua yaitu
siswa yang tidak banyak berpartisipasi dan hanya mengikut temannya
yang pandai. Hal tersebut memunculkan pembagian tugas yang tidak
merata dalam satu kelompok. Kedua kelemahan ini dapat diatasi dengan
membuat siswa bertanggung jawab secara individual atas pembelajaran
mereka. M asing-masing kelompok dihargai berdasarkan jumlah skor
individual atau hasil kerja individual lainnya.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan yang dirumuskan dalam bagian pendahuluan
serta deskripsi hasil penelitian, berikut ini dijabarkan pembahasan hasil penelitian
penerapan model pembelajaran koop eratif tipe GI untuk meningkatkan kemampuan
mengapresiasi cerita rakyat di kelas X F SMA Negeri 1 Gemolong.
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
dalam Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat
Berdasarkan hasil survei awal, diperoleh gambaran bahwa minat dan
motivasi siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat masih rendah. Siswa
kurang tertarik dengan cerita rakyat dan pembelajarannya. Hal tersebut
115
merupakan akibat dari proses pembelajaran yang kurang memperhatikan
keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Dari hasil pengamatan awal diperoleh
permasalahan sebagai berikut : (a) kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa
rendah, (b) guru menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan mater i
sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam KBM , dan (c) siswa kurang
tertarik atau kurang senang dengan materi cerita rakyat.
Guru masih menjadi pusat pembelajaran, akibatnya pembelajaran menjadi
kurang kondusif dan kurang menyenangkan. Kondisi tersebut membawa dampak
yang negatif terhadap kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa. Dari hasil
uji pratindakan, dengan materi uji pratindakan “Pak Belalang” dengan lima soal
uraian yang berkaitan mengenai unsur intrinsik cerita, hanya 10 siswa (32,25%)
yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan M inimal (KKM) y aitu 68,00.
Jadi, masih ada 21 siswa (67,74%) memperoleh nilai di bawah KKM . Nilai rata-
rata yang dicapai juga rendah, yaitu 64,16 masih di bawah KKM yang ditetapkan
dalam kur ikulum.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa antara proses pembelajaran
dan hasil mempuny ai hubungan timbal balik yang erat. Guru harus mengubah
paradigma dalam pembelajaran sesuai dengan perkembangan zaman. Pemilihan
model pembelajaran yang efektif menjadi hal penting bagi guru. Berdasarkan
permasalahan tersebut, tindakan yang telah dilakukan dalam penelitian adalah
menerapkan model pembelajaran koop eratif tipe GI untuk meningkatkan
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat. Alasan pemilihan model ini karena
116
diperkirakan akan mampu mengatasi permasalahan di atas. M odel ini termasuk
ke dalam metode diskusi kelompok berbasis pembelajaran kooperatif dengan
menempatkan siswa dalam kelompok heterogen juga berdasarkan kesamaan
kesenangan dalam memilih top ik. Hal ini sangat memungkinkan siswa untuk
belajar mengapresisi cerita rakyat secara berkelompok dengan memanfaatkan
potensi interaksi dan kerja sama antarsiswa.
Dengan model pembelajaran koop eratif tipe GI dapat menjadikan siswa
lebih aktif dalam proses pembelajaran, mereka terlibat lansung dalam menyimak
(mendengarkan), membaca, memahami, menganalisis dan membuat sinopsis
cerita rakyat yang dipelajari. Pembelajaran ini disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa
yang berbeda latar belakangnya. Dengan bekerja secara ko laboratif untuk
mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan
keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat berguna
bagi kehidupan di luar sekolah.
M odel pembelajaran kooperatif tipe GI telah diterapkan dalam
pembelajaran apresiasi cerita rakyat melalui tindakan sebanyak tiga siklus. Pada
siklus I, siklus II, dan siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan.
Berdasarkan hasi l observasi dan hasil tes yang telah dilakuk an dari sik lus I
sampai siklus III p embelajaran apresiasi cerita rakyat mengalami p eningkatakan.
117
Peningkatan mencakup peningkatan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerita
rakyat dan peningkatan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa kelas X F
SMA N 1 Gemolong.
2. Peningkatan Kualitas Pembelajaran Apresiasi Cerita Rakyat
Setelah diterapkan model pembelajaran koop eratif tipe GI dalam
pembelajaran apresiasi cerita rakyat, maka dalam proses pembelajaran selama
berlangsung terasa lebih hidup daripada sebelumnya. Tindakan-tindakan yang
dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
apresiasi cerita rakyat siswa kelas X F SMA Negeri 1 Gemolong. Hal ini dapat
dilihat pada indikator-indikator berikut :
a) Keaktifan Siswa
Keaktifan siswa dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat
mengalami peningkatan. Keterlibatan siswa yang diwujudkan dalam kerja
sama antarsiswa dalam kelompok selama proses pembelajaran meningkat.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran dipantau dengan lembar penilaian sikap
(afektif) yang terdiri dari aspek : (1) kedisip linan; (2) minat; (3) kerja sama;
(4) keaktifan; dan (5) tanggung jawab.
Dari pantauan peneliti dan dari angket yang diisi siswa pada setiap
akhir siklus, didapatkan bahwa pada siklus I hanya 26,45% yang
menyatakan bahwa setiap anggota kelompok sudah berpartisipasi. Pada
siklus II mengalami peningkatan sebesar 16,78% sehingga siswa yang aktif
118
berpartisipasi dalam kerja kelompok menjadi 43,23%. Siklus III keaktifan
siswa mengalami kenaikan sebesar 34,18 sehingga menjadi 77,41%.
Sesuai dengan konstruktivisme dalam pembelajaran dan perubahan
paradigma dalam pembelajaran, maka siswa sebagai subjek dalam
pembelajaran bukan objek sehingga siswa yang harus aktif. Teori kognitif
memandang pelajar sebagai seseor ang yang bertindak, memben tuk, dan
merancang daripada sekedar menerima rangsangan (stimulus) dari
lingkun ganny a. Belajar adalah pemerolehan keterampilan kognitif yang
kompleks, sehingga belajar harus menjadi “belajar yang bermakna” yaitu
belajar y ang dapat dihubungkan dengan yang sudah diketahui, bukan belajar
hafalan (Hadley, 1993: 53). Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
menjadi sangat penting sehingga harus dipahami oleh guru, bahwa guru
harus menciptakan proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai
subjek dan guru tidak mendo minasi dalam proses pembelajaran.
b) Minat dan Motivasi Siswa
Setelah dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe GI siswa tampak lebih berminat dan termotivasi mengikuti
pembelajaran apresiasi cerita rakyat.
Minat dan motivasi dapat dibangkitkan dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe GI dari struktur tujuannya yaitu tujuan
kooperatif yang melakukan usaha beror ientasi tujuan dari tiap individu
memberi kont ribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain (Slavin, 2009:
119
34). Siswa yang bekerja keras dan membantu temanny a akan dipuji dan
didukung oleh teman-teman satu kelompokny a.
c) Tanggung Jawab dan Keberanian Siswa
Pembelajaran kooperatif dengan model GI dapat melatih tanggung
jawab siswa untuk mengerjakan tugas kelompoknya, juga bertanggung
jawab terhadap teman sekelompoknya untuk dapat memahami apa yang
dibahas. Siswa menyatakan bahwa model GI menjadikan mereka lebih
percaya diri. M ereka dapat berkomunikasi lebih lancar tanpa rasa minder.
Kerja sama yang dibangun menjadikan hubungan antarsiswa lebih akrab dan
komunikatif. Saling berpendapat, bertanya, memberikan saran dan komentar
sudah menjadi hal yang biasa di antara siswa. Keberanian siswa untuk
presentasi hasil investigasi cerita rakyat yang sudah dipelajari di depan kelas
meningkat.
Keberanian siswa sangat berkaitan dengan rasa harga diri. Seperti
yang diungkapkan Slavin (2009: 122) bahwa rasa harga diri yang dimiliki
oleh siswa adalah perasaan bahwa mereka memang disukai oleh teman-
teman mereka dan perasaan bahwa siswa dapat melakukan hal-hal yang
berbau akademik. Para siswa merasa keberadaannya dapat diterima oleh
teman-temannya.
d) Keterampilan Guru dalam Mengelola Kelas
Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu
penentu keberhasilan proses pembelajaran. Guru yang profesional
120
mempunyai ciri-ciri : (1) memiliki kepribadian yang matang dan
berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk
membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4)
pengembangan profesi secara berkesinambungan. Dalam pembelajaran
kooperatif dengan model GI, peran guru sebagai pengontrol kegiatan diskusi
kelompok. Pembelajaran sudah tidak didominasi dengan metode ceramah.
Guru sudah menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan
kooperatif. Guru telah membangkitkan minat, keaktifan, dan tanggung jawab
siswa. Guru aktif dalam memantau k inerja setiap kelompok dan menekankan
kepada siswa bahwa mereka mempunyai tanggung jawab untuk memastikan
bahwa teman satu kelompok mereka telah mempelajari materinya. Sewaktu
para siswa sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling kelas, dan
kadang guru duduk dengan tiap kelompok untuk mendengarkan bagaimana
para anggota kelompok bekerja.
e) Peningkatan Kemampuan Mengapresiasi Cerita Rakyat
Peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi cerita rakyat juga
berimplikasi pada kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita rakyat.
Berdasarkan hasil pengamatan awal dan hasi l pra-tindakan, diperoleh nilai
siswa yang rendah. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang
belum menyentuh taraf apresiatif. Keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran masih kurang, juga belum memanfaatkan potensi kerja sama
antarsiswa. Hasil uji pratindakan sebelum tindakan dengan nilai rata-rata
121
yang dicapai masih rendah, yaitu 64,16 masih dibawah KKM yang
ditetapkan dalam kurikulum yaitu 68,00. Berdasarkan permasalahan tersebut
peneliti melaksanakan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan
kemampuan mengapresiasi siswa terhadap karya sast ra khususnya cerita
rakyat dengan menerapkan model GI. Tujuannya agar siswa memiliki
kemampuan sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan, juga
mencapai batas KKM yang ditetapkan dalam kurikulum yakni 68,00 dan
daya serap mencapai 75%.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan menerapkan model
GI baru pertama kali dialami oleh siswa. Kerja kelompok yang pernah
dilakukan merupakan kerja kelompok biasa. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa para siswa belum memiliki pengalaman belajar dengan
kerja kelompok model GI. Guru pun menyadari bahwa minat siswa terhadap
cerita rakyat masih rendah sehingga berpengaruh terhadap nilai mereka.
Guru belum pernah menerapkan st rategi pembelajaran khusus yang mampu
membangkitkan minat siswa dan melibatkan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran apresiasi cerita
rakyat belum berjalan dengan baik. Setelah diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe GI dalam pembelajaran aprsiasi cerita rakyat dari siklus satu
sampai siklus tiga mengalami peningkatan yang bagus.
Peningkatan tersebut dilihat dari penilaian p roses dan penilaian hasil.
Penilaian proses sudah dijelaskan di depan, sedangkan penilaian hasil yang
122
digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menanggapi cerita
rakyat. Penilaian hasi l pada siklus I dan siklus II ditekankan pada
kemampuan siswa mengapresiasi cerita rakyat yang diperdengarkan
kemudian mampu menemukan unsur-unsur intrinsik, hal-hal yang menarik,
relevansi isi cerita rakyat dengan situasi kehidupan sekarang, serta
kemampuan membuat sinop sis cerita rakyat yang sudah d iinvestigasi. Asp ek
yang dinilai meliputi : (1) ketepatan menyebutkan karakteristik cerita rakyat;
(2) ketepatan mengungkapkan isi cerita dan amanat; (3) kemampuan
menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung dan hal-hal yang
menarik dari latar tersebut;(4) kemampuan menemukan hal-hal yang
menarik dari tokoh (5) ketepatan menemukan nilai-n ilai dalam cerita rakyat
dan kemampuan membandingkan nilai-nilai cerita rakyat dengan kehidupan
masa kini; (6) kemampuan menuliskan kembali cerita rakyat yang telah
dipelajari.
Pada siklus I jumlah siswa yang mencapai KKM masih belum
mencapai 75%. Namun ada peningkatan dari uji pratindakan, yaitu dari 10
siswa (32,25%) yang memperoleh nilai di atas Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM ) meningkat menjadi 16 siswa (51,61%). Kenaikan sebesar 19,36%.
Setelah dilakuk an analisis dan refleksi kekurangan pada sik lus I, disepakati
untuk dilaksanakan sikus II. Peningkatan tersebut dapat dilihat pada grafik 4
berikut ini.
123
Pada siklus II siswa diberikan pembelajaran apresiasi cerita rakyat
dengan tetap menerapkan pembelajaran koopretarif tipe GI tetapi diiringi
dengan beberapa perbaikan. Guru membantu kelompok yang mengalami
kesulitan dalam menginvestigasi cerita rakyat. Peran guru dalam melakukan
pengawasan dan pengontrolan lebih diperhatikan. Pada siklus II mengalami
peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Nilai yang diperoleh di
siklus II meningkat sebanyak 24 siswa atau 77,41% sudah mencapai KKM
atau peningkatan sangat besar yaitu sebesar 25,8% dari siklus I. Siswa yang
belum tuntas masih 7 siswa atau 22,59% sehingga pembelajaran apresiasi
cerita rakyat dilanjutkan pada siklus III. Peningkatan tersebut tampak pada
grafik 5. berikut ini.
124
Pada siklus III p embelajaran apresiasi cerita r akyat dilakukan dengan
menerapkan pembelajaran kooperatif tipe GI dengan beberapa perbaikan-
perbaikan atas kekurangan pada siklus II. Siklus III ini juga mengalami
peningkatan dilihat dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian
proses seperti dijelaskan sebelumnya, sedangkan penilaian hasil yang
digunakan untuk mengetahui kompetensi siswa dalam menanggapi cerita
rakyat. Penilaian hasil pada siklus III ditekankan pada kemampuan :
1) M engidentifikasi unsur-unsur intrinsik cerita rakyat dari berbagai
daerah yang meliputi : (1) ketepatan mengungkapkan tokoh-tokoh
dengan penokohannya atau karakterist ik tokoh disertai data tekstual; (2)
kemampuan menjelaskan amanat yang terkandung dalam cerita; (3)
kemampuan menjelaskan latar cerita dengan data yang mendukung;
2) M ampu menyebutkan urut-urutan peristiwa dalam cerita rakyat sebagai
bahan untuk menulis sinopsis;
125
3) M ampu menuliskan kembali sinopsis cerita dengan bahasa sendir i yang
efektif.
Setelah dilakukan uji kompetensi siklus III siswa yang dapat
mencapai KKM sebanyak 28 siswa atau 90,32%. Sebelumnya 24 siswa atau
77,41%. Pada siklus III ini pencapaian ketuntasan klasikal sebesar 75%
dapat tercapai dan hanya tiga siswa yang belum memenuhi KKM sebesar
68,00 sehingga penelitian tindakan kelas yang dilakukan dinyatakan berhasil
dan dianggap selesai. Peningkatan nilai siswa dijelaskan dalam tabel 7
berikut.
Tabel 8. S kor/Nilai Kemampuan Apresiasi Cerita Rakyat
Kelas X F S MA Negeri 1 Gemolong
Tindakan Nilai
Terendah
Nilai
Tertinggi
Nilai
Rata-
rata
Siswa
Mencapai
KKM
Siswa
Belum
M encapai
KKM
Pratindakan 50 77 64,16 10 21
Siklus I 49 85 68,32 16 15
Siklus II 53 90 72,65 24 7
Siklus III 60 92 80,16 28 3
126
Perbandingan nilai kemampuan mengapresiasi cerita rakyat pada
pratindakan, siklus I, siklus II, dan siklus III dapat dijelaskan pada grafik 6.
berikut ini.
GRAFIK 6. PERBANDINGAN NILAI KEMAMPUAN MENGAPRESIASI
CERIT A RAKYAT PRASIKLUS, SIKLUS I, II DAN III
Berdasarkan grafik di atas tergambar jelas bahwa bahwa secara teoretis dan
secara empiris hasil penelitian tersebut cukup bermanfaat dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran dan meningkatkan kemampuan mengapresiasi cerita rakyat.
Secara teoretis penelitian yang dilakuk an oleh peneliti didukung dengan teori-teori
yang relavan dengan masalah yang dihadapi. Secara empiris tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh peneliti memiliki dampak yang bermanfaat bagi peningkatan
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat.
Terhadap tiga siswa yang belum mencapai batas Kriteria Ketuntasan
M inimal (KKM ) yaitu 68,00, peneliti telah melakukan wawancara mendalam baik
pada siswa tersebut maupun pada guru yang bersangkutan. Dari wawancara pada
guru terungkap bahwa ketiga siswa tersebut tergolong siswa yang rajin dan patuh,
127
akan tetapi dalam bidang akademik memang berbeda dengan teman-teman
sekelasnya. Siswa tersebut memang lebih lambat dalam pembelajaran. Ketiga siswa
tersebut mendapat nilai kurang dibandingkan dengan siswa yang lain. Biasanya guru
memberikan remidi lagi untuk siswa yang nilaianya masih kurang.
128
BAB V
S IMPULAN, IMPLIKASI, DAN S ARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dalam
pembelajaran mengapresiasi cerita rakyat pada kelas X F SMA N 1 Gemolon g
dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam KBM. Siswa lebih antusias dalam
mengikuti pembelajaran karena secara langsung siswa dilibatkan mulai
pemilihan topik, p engumpulan informasi, penyiapan laporan, pembuatan laporan,
presentasi, dan evaluasi. Guru tidak lagi mendominasi pembelajaran. Sebelum
guru menerapkan model pembelajaran koop eratif tipe GI yaitu dan masih
menggunakan metode ceramah, siswa kurang tertarik dan kurang antusias siswa
pasif. Kemudian guru menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe GI
sehingga siswa tertarik dan antusias dalam mengikuti KBM. Selain itu, guru juga
memilih bahan dan sumber pembelajaran dari beberapa sumber tidak hanya dari
buku paket. Media yang digunakan guru tidak hanya papan tulis, kapur, spidol,
tetapi juga menggunakan LCD sehingga siswa lebih tertarik dalam mengikuti
KBM .
2. M elalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI)
ternyata dapat meningkatkan hasil kemampuan mengapresiasi cerita rakyat pada
siswa kelas X F SMA N 1 Gemolong. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil nilai
kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa dari pratindakan, siklus I, sik lus
129
129
II, dan siklus III. Nilai rata-rata pratindakan adalah 64,16 naik menjadi 68,32
pada silus I. Siklus II nilai rata-rata 72,65 dan siklus III nilai rata-rata menjadi
80,16. Jumlah siswa yang memenuhi KKM juga mengalami kenaikan. Pada
pratindakan siswa yang memenuhi KKM hanya 10 siswa sedangkan 21 siswa di
bawah KKM. Setelah dilakukan tindakan siklus I siswa yang memenuhi KKM
menjadi 16, yang belum memenuhi KKM 15 siswa. Pada siklus II siswa yang di
atas KKM naik menjadi 24 siswa (77,41%) dan yang di bawah KKM 7 siswa
(22,59%). Siklus III siswa yang memenuhi KKM 28 siswa (90,33%), dan yang
belum memenuhi KKM hanya 3 siswa (9,67%).
Selain kenaikan nilai kemampuan tersebut juga terjadi kenaikan pada
kinerja guru dan penilaian p roses. Kinerja guru pada siklus I, nilai akhirnya 76,67
menjadi 83,33 pada siklus II. Pada siklus III nilai akhir kinerja guru mengalami
kenaikan sebesar 3,34 seh ingga menjadi 86,67. Penilaian proses ternyata juga
mengalami kenaikan. Rata-rata penilaian proses siklus I adalah 73,26, siklus II
74,84, dan siklus III menjadi 78,81. Jadi, dapat disimpulkan antara proses
pembelajaran, kinerja guru, dan nilai kemampuan mengapresiasi cerita rakyat
saling terkait. Semakin bagus proses pembelajaran dan kinerja guru
mengakibatkan nilai yang diraih siswa juga bagus.
B. Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas, dinyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran
apresiasi cerita rakyat di kelas X F SMA Negeri 1 Gemolong Kabup aten Sragen dapat
berjalan dengan efektif dengan menerapkan model pembelajaran Group Investigation
130
(GI). Kemampuan mengapresiasi cerita rakyat siswa dapat meningkat setelah
melakukan tindakan-tindakan dalam penelitian yang dilakuk an pada masing-masing
siklus. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan proses pembelajaran dan
peningkatan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu : guru, siswa,
model pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar. Keterampilan guru
dalam mengelola kelas dan memilih serta menerapkan model pembelajaran yang
kurang akan menjadi siswa tidak berminat sehingga tidak memperhatikan pelajaran.
M odel pembelajaran GI merupakan salah satu jenis kooperatif learning yang dapat
mengatasi berbagai permasalahan siswa antara lain siswa menjadi tidak minder,
terhindar dari egoeisme, kekerasan, dan sebagainya, sehingga dapat menimbuhk an
minat dan motivasi siswa. Dalam pembelajaran kooperatif model GI, siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar sehingga siswa yang aktif dan dilibatkan mulai
pemilihan top ik, mengumpulkan informasi, menyiapkan laporan, membuat laporan,
mempresentasikan atau melaporkan sampai pada tahap evaluasi. Dengan demikian,
belajar akan menjadi bermakna.
Jadi, tujuan utama pembelajaran sastra di sekolah adalah menumbuhkan dan
mengembangkan daya apresiasi siswa terhadap karya-karya sastra. M engapresiasi
sastra berarti menanggapi sastra dengan kemampuan afektif.
Pemberian tindakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III menggambarkan
bahwa ada bebarapa kelemahan dalam pembelajaran apresiasi cerita rakyat. Dari
kegiatan analisis dan refleksi yang dilaksanakan setelah tindakan, diketahui terdapat
peningkatan baik kualitas proses maupun hasil berupa kemampuan siswa dalam
131
mengapresiasi cerita rakyat mulai dari menganalisis unsur-unsur intrinsiknya,
menemukan hal-hal yang menarik dari cerita rakyat, menemukan relevansi cerita
rakyat dengan situasi kehidupan sekarang, kemampuan mempresentasikan hasi l
diskusi, dan menulis sinopsis cerita yang dipelajari. Segi proses, terdapat peningkatan
keterampilan guru dalam mengelola kelas, keaktifan, perhatian, konsentrasi, minat
dan motivasi siswa dalam pembelajaran. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan
nilai rata-rata siswa siklus I sampai siklus III. Dari penerapan tersebut menunjukkan
bahwa model pembelajaran GI sangat baik diterapkan oleh guru dalam proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
C. S aran
Saran yang dapat dikemukakan dalam peneliti ini adalah ,
1. Kepala Sekolah
a. M embuat kebijakan untuk meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan
IHT, Workshop, pertemuan forum-forum ilmiah seperti seminar, dan diklat.
b. M emotivasi guru untuk lebih aktif, kreatif dan inovatif melalui berbagai
model pembelajaran.
c. M enyediakan sarana prasarana penunjang pembelajaran yang memadai,
sepert i kelengkapan koleksi buku-buku di perpustakaan, CD interaktif, dan
sebagainya.
2. Guru
a. Guru sebaiknya membuat RPP yang jelas dan lengkap sebelum proses
pembelajaran dilaksanakan.
132
b. Guru perlu mengembangkan pembelajaran apresiasi sastra yang inovatif
misalnya dengan menerapkan model pembelajaran GI karena model ini
melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan mengapresiasi siswa.
c. Guru sebaiknya sering memberikan motivasi kepada siswa, terutama siswa
yang belum aktif dalam pembelajaran dan juga memberikan bimbingan
kepada siswa yang kemampuanya rendah.
d. Guru harus segera mengetahui berbagai bentuk hambatan yang terjadi selama
proses pembelajaran dan mampu untuk mengatasiny a.
e. Guru harus membuat evaluasi dan sistem penilaian yang tepat untuk
mnengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan.
3. Siswa
a. Siswa sebaiknya melakukan kerja sama yang baik dengan teman-temannya,
dengan sering melakukan diskusi dan tukar pengalaman dengan membentuk
kelompok belajar.
b. Siswa harus banyak menambah wawasan dengan sering membaca buku-buku
di perpustakaan, sering membuka internet yang memuat sast ra khususnya
cerita rakyat, berlatih soal-soal, dan tidak malu untuk meminta bimbingan
kepada guru.
Harapan peneliti semoga memberikan manfaat dan sumbangan bagi
pengembangan pembelajaran secara umum.
134
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak Zaidan. 2001. Pedoman Penyuluhan Apresiasi Sastra. Jakarta: Depdiknas
________.2007.Apresiasi Sastra dalam http://jokp in.blogsp ot.com/2007/09/apresiasi-
sast ra 13. html. diunduh tanggal 28 April 2010 pukul 07.39 WIB Achyar. 2009. Folklor dan Kearifan Bangsa, dalam http://achyar89.wordp ress.
com/2009/01/13/folklor-kearifan-bangsa/diunduh tanggal 29 April 2010 pukul 09.30 WIB
Al Krismanto. 2003. Beberapa Teknik, Model, dan Strategi Dalam Pembelajaran
Matematika (Makalah Pelatihan Instruktur/ Pengembang SMU). Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen. Depdiknas. PPPG. Matematika.
Arief Achmad. 2005. Implementasi Model Cooperative Learning Dalam Pendidikan
IPS Di Tingkat Persekolahan dalam http://www.co-peration.org/pages/cl-Methods.html. diunduh tanggal 20 Januari 2010 pukul 11.15 WIB
Asror Juwaini. 2008. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation (GI) untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri Bangkal 01 Kecamatan Binangun Kabupaten Cilacap dalam http://pasca.uns.ac.18p m345 diunduh tanggal 26 Januari 2010 pukul 10.00 WIB
Bruvand, Jan Harold. 1968. The Study of American Folklore: An Introduction. New
York: W.W. Norton & Company Inc. Burhan Nurgiyantoro. 1987. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra.
Yogyakarta: BPFE Burhanuddin dan Soeyoto. 2008. Upaya Meningkatkan Minat Belajar Geografi
Melalui Model pembelajaran GI, dalam http://ptkguru.wordpress.com/2008/05/19/penelitian-tindakan-kelas-ptk-upaya-meningkatkan-minat-belajar-geografi diunduh tanggal 29 April 2010 pukul 09.50 WIB
CORD. 2001. Contextual Learning Resource dalam
http://www.cord.org/lev2.cfm/65.diunduh tanggal 12 Februari 2010 pukul 12.30 WIB
134
135
Depdiknas. 2004. Stándar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas.
Dundes, Alan. 1965. The Study of Folklor. Englewood Cliffs, Nj., Prentice-Hall,Inc. Effendi, S. 1978. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta : Nusa Indah Ema Husnan, Bachtiar, S. M artono dan Kumalaningrum. 1984. Apresiasi Sastra
Indonesia. Bandung: An gkasa Enggen, Paul D & Kaucak, Donald, P. 1996. Strategis for Teachers Teaching Content
and Thinking Skills. Boston: Allyn and Bacon Gokhale, A.A. 1995. “Collaborative Learning Enhances Critical Thinking”, Journa l
of Technology Education 7(1) diunduh tanggal 9 februar i 2010 pukul 8.30 WIB
Hadley, Alice Omoggio. 1993. Teaching Language in Context. Boston:
Heinle&Heninly Publidhers. Haviland, William A. 1993. Antropologi. Terjemahan R. G. Soekodijo. Jakarta:
Erlangga Herman J. Waluyo. 2005. Apresiasi Puisi untuk Pelajar dan Mahasiswa. Jakarta: PT
Gramedia M edia Utama Herman J. Waluyo dan Nugraheni Eko Wardani. 2009. Pengkajian Prosa Fiksi.
Surakarta: Pro gram Pascasarjana UNS Ibrahim, M., Rachmadiarti, F., Nur, M ., dan Ismoyo. 2000. Pembelajaran Kooperatif.
Surabaya: University Press IG. A.K. Wardani. 1981. Pengkajian Apresiasi Prosa. Jakarta: P3G Depdikbud Undang-Undang Hak Cip ta No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Inne Inge. 2007. Tradisi & Folklor dalam
http://innegypt.blogsp ot.com/2007/07/tradisi-dan-folklore.html diunduh tanggal 28 April 2010 pukul 13.36 WIB
James Danandjaja. 1972. Penuntun Cara Pengumpulan Folklore bagi Pengarsipan.
Jakarta, diperbanyak oleh Panitia Nasional Tahun Buku Internasional, d.a. Jalan Merdeka Selatan 11.
136
----------. 2007. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta:
Grafiti. Johnson, David W., Roger Johnson, dan M ary Beth Stanne. 2000. “Cooperative
Learning Methods: A Meta-Analysi is” Vol. 2 Number 3/june 2000. International journal of Science and M athematics Education dalam http://www.co-operation.org/pages/cl-methodeds.html.2000. diunduh tanggal 22 Februari pukul 12.30 WIB
M aman S. M ahayana. 2007. Apresiasi Sastra Indonesia di Sekolah dalam
http://Johnherf.wordpress. com/2009/02/apresiasi-satra-indonesia-di-sekolah diunduh tanggal 28 ap ril 2010 pukul 08.30 WIB
M aria Indra Rukmi. 1978. Pak Belalang Suatu Cerita Humor Melayu. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebuday aan. M artinis Yamin. 2007. Kiat Membelajarkan Sastra. Jakarta: Gaung Persada Press M ulyasa E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sebuah Panduan Prak tis.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Nani Pollard. 2006. Penga jaran Bahasa Indonesia untuk Pembelajaran Asing
Melalui Cerita Tradisi Lisan dalam http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/Nani Pollard. doc. diunduh tanggal 28 April 2010 pukul 09.24 WIB
Netherlands, Springer. 2005. “Students’ Reflection on Implemen tation of Group
Investigation in Korean Secondary Science Classrooms” Volume 3 Number 2/june 2005. International Journal of Science and Mathematics Education dalam http://www.Springerlink.com/content/u34u634q340ju13 diunduh tanggal 22 Februari p ikul 13.00 WIB
Oemar Hamalik. 2000. Media Pendidikan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Panuti Sudjiman. 1986. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Gramedia. Paulus Haryono. 2005. Pendidikan Berbasis Realitas. Makalah Seminar Nasional. Unika Soegijapranata, Semarang. Raminah Baribin. 1986. “Cerita Panji Jejak dan Pengaruhny a dalam Kesusasteraan
Indonesia” makalah yang dipersembehkan kepada Prof. Dr. Zoetmul ier pada peringatan hari ulang tahunn ya.
137
Richards, Jack dan Theodore S. Rodgers. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching. Chambridge University Press.
Sanapiah Faisal. 1981. Dasar dan Teknik Menyusun Angket. Surabaya : Usaha
Nasional Sardiman, A.M . 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada Sarwiji Suwandi. 2009. Model Assesment dalam Pembelajaran. Surakarta: Panitia
Sertifikasi Guru Rayon 13 Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi
(Makalah Pelatihan Instruktur Pengembangan SMU). Yogyakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas. PPPG Matematika Yogyakarta
Setya Yuwana Sudikan. 1985. Apresiasi Sastra Untuk Anda (Pengantar Teori dan
Perkembangan Sastra Indonesia Lama). Surabaya: Sinar wijaya Slavin, Robert E. 2009. Cooperative Learning Teori, Riset dan Prak tik. Terjemahan
Linda. Bandun g: Nusa Media Sofa. 2008. Apresiasi Prosa Indonesia dalam http://massofa.
Wordp ress.com/2008/03/07/apresiasi-prosa-indonesia diunduh tanggal 5 Februari 2009 pukul 13.05 WIB
Suci Budi Hariyani. 2008. Kajian Folklor Upacara Adat Suran di Desa Sarirejo
Kecamatan Pati Kabupaten Pati, Jateng dalam http://krp2.krpdiy.org/elearning/sherefik/file/19112008200639 M PP New doc diunduh tanggal 29 april 2010 p ukul 11.15 WIB
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Bumi Aksara Sukidin, Basrowi, Suranto. 2008. Manajemen Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:
Insan Cendikiawan Suminto A. Sayuti. 2002. Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama M edia
138
Suripan Sadi Hutomo. 1991. Mutiara yang Terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI Jawa Timur.
Sutama. 2007. “Model pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation untuk
Pengembangan Kreativitas Mahasiswa “ Varidika.Vol.19.no.1, Juni 2007. Journal International dalam http://eprint.ums.ac.id/760 diunduh tanggal 12 Februari 2010 pukul 12.50
Sutrisno A.B. 2006. “Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa dalam Geometri
Melalui Model Pembelajan Investigasi Kelompok: Studi Eksp erimen pada Siswa Kelas II SLTP N 4 Bandar Lampung” Tesis tidak diterbitkan. PPS UPI Bandung.
Suyanto. 2007. ”Tantangan Profesional Guru di Era Global”. Makalah disampaikan
dalam rangka Dies Natalis ke 43 Universitas Negeri Yokyakarta. Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kon truktivistik
Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Jakarta: Prestasi Pustaka
Wilson Nadeak. 1989. Pengajaran Apresiasi Puisi untuk sekolah Lanjutan Atas.
Bandung: Sinar Baru Wong & Wong. 2010. Cooperatif learning dalam
http://edweb.sdsu.edu/eet/articles/cooperativeling/index.html diunduh tanggal 29 April 2010 pukul 14.10 WIB