penentuan potensi antibiotika_kelompok xiii_npm 24 dan 25.pdf
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI FARMASI
PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA
UJI POTENSI TIGA DOSIS
Kamis , 7 Mei 2015
Kelompok XIII
Kamis, Pukul 10.00 – 13.00 WIB
Nama NPM Tugas
Farianti Eko Nur K. 260110130024 Teori dasar ,Data
Pengamtan dan Hasil
Perhitungan, dan Editor
Irma Rahayu L. 260110130025 Prinsip &Pembahasan
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
Nilai TTD
(Sani Asmi ) (Casuarina)
PENENTUAN POTENSI ANTIBIOTIKA
UJI POTENSI TIGA DOSIS
I. Tujuan
- Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap
antibiotika standar.
II. Prinsip
2.1. Potensi Antibiotika
Suatu teknik untuk menetapkan sutu potensi antibiotik dengan
mengukur efek senyawa tersebut terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji yang peka dan sesuai. Efek yang ditimbulkan dapat
berupa hambatan pertumbuhan (E. Jawetz,2001).
2.2. Metode lempeng
Berdasarkan difusi antibiotika dari silinder yang dipasang tegak
lurus pada bagian agar padat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga
mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah
berupa lingkaran atau zona disekeliling nya (Boyd, 2008).
2.3. Teknik Aseptis
Merupakan teknik yang digunakan untuk mrncegah kontaminan
masuk ke area kultur yang dibuat (Pratiwi, 2008).
2.4. Pengenceran Antibiotik
Merupakan suatu cara untuk mengurangi konsentrasi suatu
antibiotik dengan menggunakan suatu pengencer hingga di dapat
konsentrasi yang lebih kecil dari sebelumnya (Chaidir, 2004).
2.5. Zona Hambat/bening
Merupakan dasar penentuan tingkat resistensi bakteri terhadap
suatu antibiotik (Melnik , 1996).
III. Teori Dasar
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer, untuk menghambat
pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme. Salah satu jenis antibiotik
adalah kloramfenikol. Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang
efektif terhadap beberapa jenis bakteri dan kuman anaerob (Dian, 2015).
Secara garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yang
membunuh kuman (bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan
kuman (bakteriostatik). Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara
lainpenisilin, sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol,
rifampisin, isoniazid danlain-lain. Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat
bakteriostatik, dimana penggunaanya tergantung status imunologi pasien,
antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim,
linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Utami,
2011).
Antibiotik adalah zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang
mempunyai khasiat antimikroba. Mekanisme kerja antibiotik antara lain
adalah menghambat sintesis dinding sel, merusak permeabilitas membran
sel, menghambat sintesis RNA (proses transkripsi), menghambat sintesis
protein (proses translasi), menghambat replikasi DNA (Immanudin, 2010).
Kemoterapeutika dapat melakukan aktivitasnya lewat beberapa
mekanisme, terutama dengan penghambatan sintesa materi penting dari
bakteri, misalnya dari (Tjay, 2002):
1. Dinding sel: sintesanya terganggu sehingga dinding menjadi kurang
sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis dari plasma dengan
akibat pecah. Contohnya : kelompok penisilin dan sefalosporin.
2. Membran sel: molekul lipoprotein dari mambran plasma (di dalam
dinding sel) dikacaukan sintesanya, hingga menjadi lebih permeable.
Hasilnya, zat-zat penting dari isi sel dapat merembas keluar. Contohnya
: polipeptida dan polyen (nistatin, amfoterisin) dan imidazol (mikonazol,
ketokonazol, dan lain-lain).
3. Protein sel: sintesanya terganggu, misalnya kloramfenikol, tetrasiklin,
aminoglikosida, dan makrolida.
4. Asam-asam inti (DNA, RNA): rifampisin (RNA), asam nalidiksat dan
kinolon, IDU, dan asiklovir (DNA).
5. Antagonisme saingan. Obat menyaingi zat-zat yang penting
metabolisme kuman hingga pertukaran zatnya terhenti, antara lain
sulfonamida, trimetoprim, PAS, dan INH.
Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif. Istilah
ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak
membahayakan inang. Umumnya toksisitas selektif lebih bersifat relatif dan
bukan absolut, ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu
dapat ditoleransi oleh inang namun dapat merusak parasit (Tjay, 2002).
Kadar merupakan jumlah per satuan berat per volume. Potensi
merupakan ukuran kekuatan per daya hambat atau daya bunuh zat aktif
terhadap mikroorganisme tertentu (Depkes RI, 1995).
Aktivitas atau potensi antibiotik dapat ditunjukan pada kondisi yang
sesuai dengan efek daya hambat terhadap mikroorganisme. Suatu
penuruanan aktivitas antimikroba dapat menunjukan perubahan kecil yang
tidak dapat ditujukan oleh metode kimia sehingga pengujian secara
mikrobiologi atau biologi biasanya merupakan stansar untuk mengatasi
keraguuan tentang kemungkinan hilangngnya aktivitas. Ada dua metode
umum yang dapat digunakan, yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau
cara lempeng dan penetapan turbidimetri atau cara tabung. Metode pertama
beerdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada
lapisan agar padat dalamcawan petri atau lempeng.. jadi, mikroorganisme
yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa
lingkarann atau zona di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik.
Metode turbidimetri berdasarkan hambatan pertumbuhan biakan
mikroorganisme dalam larutan antibiotik serba sama dalam media cair yang
dapat menumbuhkan mikroorganisme dengan cepat jika tidak terdapat
antibiotik (Harmita,2008).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan
metode pengenceran. Metode difusi merupakan salah satu metode yang
sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu
metode parit, metode lubang dan metode Cakram kertas. Uji difusi
dilakukan dengan mengukur diameter clear zonei (zona bening yang tidak
memperlihatkan adanya pertumbuhan bakteri yang terbentuk di sekeliling
zat antimikroba pada masa inkubasi bakteri) yang merupakan petunjuk
adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri. Seakin besar zona
hambatan yang terbentuk, maka semakin besar pula kemampuan aktivitas
zat antimikroba. Syarat bakteri untuk uji kepekaan atau sensitivitas yaitu
105-10
8 CFU/ ml (Hermawan et all, 2007).
Adapun faktor-faktor teknis yang mempengaruhi ukuran daya hambat
pada metode difusi cakram, antara lain : kepekatan inokulum, waktu
pemasangan cakram, suhu inkubasi, waktu inkubasi, ukuran lempeng,
ketebalan media agar, dan pengaturan jarak cakram antimikroba, potensi
cakram antimikroba, komposisi media (Darsana,2012).
Rifampisin merupakan turunan semisintetik dari Streptomyces
mediterranei, yang bekerja sebagai bakterisid intraseluler maupun
ekstraseluler. Obat ini menghambat sintesis RNA dengan mengikat atau
menghambat secara khusus RNA polymerase yang tergantung DNA.
Rifampisin berperan aktif invitro pada kokus gram positif dan gram negatif,
mikobakterium, chlamydia, dan poxvirus (Riyanto, et al. 2006. Wallace, et
al. 2004).
Rifampisin merupakan obat yang aktif terhadap MTB yang tumbuh
dan juga aktif terhadap Mtb dalam fase stasioner. Daya antibakterial
rifampisin terjadi melalui hambatan sintesa RNA, yaitu dengan jalan
berikatan pada RNA polimerase kuman. RNA polimerase ini merupakan
oligomer yang tersusun dari empat ratai, yaitu 2 rantai alfa dan satu rantai
beta dan satu rantai beta nascen. Tiap rantai disandi oleh leh berbeda,
dengan rantai beta disandi oleh ben rpobeta (Sjahrurachman, 2010).
IV. Alat dan Bahan
4.1.Alat
a. Cawan petri
b. Inkubator
c. Jangka sorong
d. Labu ukur 100 ml
e. Mikropipet
f. Mortir dan stamper
g. Pembakar spiritus
h. Perforator
i. Pinset
j. Spatel
k. Tabung reaksi + rak tabung
l. Volum pipet 1 ml dan Volum pipet 10 ml
4.2.Bahan
a. Air suling steril
b. Larutan desinfektan
c. Media nutrien agar
d. Pelarut sediaan uji
e. Sediaan antibiotika baku dan sampel (Rimfampisin)
f. Suspensi bakteri Bacillus substilis FA
4.3.Gambar alat
Cawan petri
Inkubator
Jangka sorong
Labu ukur 100 ml
Mikropipet
Mortir dan stamper
Pembakar Spiritus
Perforator
Pinset
Spatel
Tabung reaksi besar +
rak tabung
Volume pipet 1 ml dan
10 ml
V. Prosedur
Suspensi bakteri Bacillus substilis yang berumur 18-24 jam disiapkan
dalam Nutrien broth dan dihomogenkan. Nutrien agar disiapkan dengan
cara melarutkan sejumlah tertentu nutrien agar dalam aquades kemudian
disterilkan dalam otoklaf selama 15 menit pada 1210C. Sediaan uji
dimasukan ke dalam labu ukur, larutkan dengan sedikit pelarutnya.
Kemudian tambahkan air suling steril sampai tanda batas. Jika sediaan uji
berbentuk padat, gerus dahulu dalam mortir, sebelum dimasukkan dalam
labu ukur. Kemudian dilakukan pengeceran larutan sampel dan larutan baku
hingga didapat variasi tiga seri dosis yang diinginkan (dosis tinggi, dosis
sedang dan dosis rendah).Selanjutnya, larutan inoculum dibuat dengan cara
memasukkan suspensi biakan bakteri ke dalam nutrien agar yang telah
disterilisasi. Dalam keadaan masih cair, nutrien agar yang telah
mengandung suspensi bakteri tersebut dituangkan ke dalam cawan petri
secara aseptis sebanyak 20 ml, dan media didiamkan hingga memadat.
Kemudian permukaan dasar cawan dibagi menjadi enam area sama besar,
masing-masing area tersebut diberi label berdasarkan variasi seri dosis yang
akan digunakan. Selanjutnya, pada masing-masing area dibuat enam
reservoir (lubang) dengan menggunakan perforator secara aseptis. Bila agar
tidak berlubang dengan perforator maka untuk membuang agar yang ada
dalam cetakan reservoir tersebut digunakan spatel. Hasil buangan tersebut
dimasukan ke dalam larutan desinfektan yang telah disediakan. Selanjutnya,
larutan sampel dan baku dimasukan pada masing-masing reservoir sesuai
dosis yang ditentukan dengan menggunakan mikropipet secara aseptis.
Dinkubasikan dalam inkubator pada suhu 370C selama 18-24 jam.
Kemudian, diameter daerah bening (zone lisis) di sekeliling reservoir diukur
dengan jangka sorong dan dicatat. Selanjutnya dilakukan perhitungan
potensi antibiotik (Rifampisin).
VI. Data Pengamatan Dan Hasil Perhitungan
6.1.Data Pengamatan
No. Cawan
petri
Gambar Keterangan
1. Pertama
Bakteri :
Bacillus substilis
Antibiotik :
Rifampisin
Pada masing-
masing
konsentrasi
antibiotik
terdapat zona
hambat berupa
daerah bening di
seliling lubang
antibiotik.
2. Kedua
Bakteri :
Bacillus substilis
Antibiotik :
Rifampisin
Pada masing-
masing
konsentrasi
antibiotik
terdapat zona
hambat berupa
daerah bening di
seliling lubang
antibiotik.
3. Ketiga
Bakteri :
Bacillus substilis
Antibiotik :
Rifampisin
Pada masing-
masing
konsentrasi
antibiotik terdapat
zona hambat
berupa daerah
bening di seliling
lubang antibiotik.
4. Kontrol
Bakteri :
Bacillus substilis
Bakteri tumbuh
pada media.
Cawan
Petri
Diameter hambat (mm) Diameter hambat (mm)
BR BM BT SR SM ST
1 14,6 15,7 17,9 14,9 16,1 18,7
2 14,4 16,1 18,3 14,1 15,0 17,6
3 15,0 16,4 17,9 14,4 16,8 17,9
Jumlah 44,0 48,2 54,1 43,4 47,9 54,2
Rata-
rata
14,67 16,07 18,03 14,45 16 18,07
Keterangan :
BR = antibiotik Baku dengan konsentrasi Rendah
BM = antibiotik Baku dengan konsentrasi Medium
BR = antibiotik Baku dengan konsentrasi Tinggi
SR = antibiotik Sampel dengan konsentrasi Rendah
SM = antibiotik Sampel dengan konsentrasi Medium
ST = antibiotik Sampel dengan konsentrasi Tinggi
6.2.Hasil Perhitungan
a). Pengenceran Rifampisin
Larutan stock 1000 µg/mL
V1.N1 = V2.N2
V1.1000 = 5. 50
V1 = 0,25 µg/ml, add aquades steril 4,75 ml
Tabung ke II
V1.N1 = V2.N2
1. 50 = V2. 25
V2 = 2 ml, add aquades steril 1 ml
Tabung ke III
V1.N1 = V2.N2
1. 25 = V2. 12,5
V2 = 2 ml, add aquades steril 1 ml
b). Perhitungan Potensi
I [
] = log [
]
= [
] = log [
]
= 0,301
E =
) ))
=
) ))
=
)
=
= 1,745
b =
=
= 5,79
F =
) ))
=
) ))
=
)
=
)
= - 0,089
M =
=
= -0,01532
Potensi = antilog M x 100%
= antilog -0,01532 x 100%
=0,965 x100%
= 96,5 %
VII. Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untuk menentukan besarnya potensi
sampel antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standard.
Potensi adalah perbandingan dosis sediaan uji dengan dosis larutan
standar atau larutan pembanding yang menghasilkan derajat hambatan
pertumbuhan yang sama pada biakan jasad renik yang peka dan sesuai.
Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai
dengan efek daya hambatannya pada mikroba. Suatu penurunan aktivitas
antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat
ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi
atau biologi biasanya merupakan suatu standar untuk mengatasi keraguan
tentang kemungkinan hilangnya aktivitas. Farmakope Indonesia
menentukan bahwa potensi antibiotika standar berkisar antara 95-105%.
Namun potensi tersebut dapat menurun karena kadaluwarsa, penyimpanan
yang tidak benar dan terjadinya penguraian obat yang menghasilkan zat lain
yang tidak memiliki efek lagi (Ditjen POM, 1995).
Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh organisme
hidup yang dalam konsentrasi rendah dapat menghambat atau membunuh
organisme lain (Zahner, 1972 dalam Hasim, 2003).
Antibiotik mempunyai nilai tinggi terutama di bidang kesehatan
karena berguna dalam mengobati berbagai penyakit infeksi. Selain
mempunyai arti penting dalam bidang kesehatan manusia, antibiotik juga
berguna dalam bidang kedokteran hewan untuk mengobati penyakit infeksi
dan untuk meningkatkan pertumbuhan hewan ternak. Antibiotik
diaplikasikan juga di bidang pertanian untuk meningkatkan hasil-hasil
pertanian (Rahayu, 2006).
Ada 2 metode yang digunakan untuk penentuan potensi antibiotika
ini yaitu metode penetapan dengan lempeng silinder dan metode penetapan
dengan turbidimetri. Pada praktikum kali ini digunakan metode penetapan
dengan lempeng silinder.
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan
metode pengenceran. Disc diffusion testatau uji difusi disk dilakukan
dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan
petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu
senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji
kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk., 2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan.
Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode
lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu
membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri.
Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian
lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan
inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah
hambatan disekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007).
Penentuan potensi antibiotika ini dilakukan dengan 3 dosis untuk
masing-masing sampel dan standard (baku). Yang masing-masing sampel
dan baku terdiri dari dosis tinggi, dosis tengan dan dosis rendah. Hal yang
pertama kali dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Alat-alat yang
digunakan harus dalam keadaan steril.
Sterilisasi alat dan bahan perlu dilakukan agar tidak terjadi
kontaminasi yang dapat merusak hasil uji. Alat-alat gelas (tabung reaksi,
petridisk, gelas ukur, spreader glass) dan tusuk sate disterilkan dengan oven
pada suhu 170oC selama 1 jam. Alat-alat tersebut harus dalam keadaan
kering dan tidak terdapat titik-titik air agar tidak timbul noda yang sulit
dihilangkan setelah disterilkan. Tabung reaksi disumbat dengan kapas
secukupnya, labu takar, tusuk sate dan alat-alat gelas lainnya dibungkus
kertas dengan rapat. Untuk media, akuades, blue tips dan yellow tips
disterilkan dengan autoklaf (pemanasan basah) pada suhu 121oC selama 15
menit. Alat yang telah disterilkan dapat langsung dipakai atau disimpan
untuk digunakan lain waktu tetapi harus dalam keadaan tertutup rapat
(Abdusyafi, 2013).
Selanjutnya menyiapkan suspense bakteri dalam Nutrient broth yang
berumur 18-24 jam, bakteri ini harus homogen.
Media adalah tempat untuk pertumbuhan mikroorganisme, yang
berupa kaldu nutrisi (Nutrient Broth). Komposisi kaldu nutrisi adalah 10 g
pepton, 5 g ekstrak daging, 5 g garam dapur (NaCl), 1,25 mL buffer fosfat
pH 6,8 dan akuades sampai volume akhir 1 L. Inokulum berupa biakan
bakteri bakteri Staphylococcus aureus diencerkan dengan larutan NaCl
fisiologis 0,9% hingga diperoleh kekeruhan 0,5 Mc Farland III. Selanjutnya
inokulum biakan yang telah diencerkan diisikan ke dalam tabung reaksi
sebanyak 0,5 mL/tabung. Perlakuan yang sama dikenakan juga terhadap
inokulum berupa biakan bakteri (Setiawan, dkk, 2013).
Bakteri uji yang digunakan dalam percobaan kali ini berupa Bacillus
subtillis. Bacillus subtilis berbentuk basil (batang) dan merupakan bakteri
gram positif. Jenis ini memiliki endospora yang letaknya di tengah. Bacillus
subtilis merupakan bakteri yang berbentuk batang yang Gram-positif.
Bakteri ini tersusun atas peptidoglycan, yang merupakan polimer dari sugars
dan asam amino. Peptidoglycan yang yang ditemukan di bakteri yang
dikenal sebagai murein. Sel membentuk tembok penghalang antara
lingkungan dan bakteri sel yang berguna untuk mempertahankan bentuk sel
dan withstanding sel yang tinggi internal tekanan turgor.
Setelah itu, siapkan perbenihan nutrient agar dengan cara melarutkan
sejumlah tertentu nutrient agar dalam aquades kemudian disterilkan dalam
otoklaf selama 15 menit pada 1210C.
Lalu,memasukan sediaan uji kedalam labu ukur, larutkan dengan
sedikit pelarutnya, kemudian tambahkan air suling steril sampai tanda batas.
Sampel yang digunakan adalah antibiotik Rifampisin.
Rifampisin merupakan senyawa antimikroba yang sampai saat ini
masih menjadi pilihan sebagai obat anti TB (Tuberculosis). Dalam sediaan,
rifampisin sering dikombinasikan dengan INH dan etambutol untuk
mencapai efek farmakologi yang lebih baik. Bentuk sediaan yang banyak
ditemukan diperdagangan umumnya tablet, kapsul atau kaplet, baik tunggal
maupun kombinasi. Efek farmakologi rifampisin sebagai anti tuberkulotik
berlangsung melalui mekanisme kerja penghambatan polimerase RNA yang
bergantung pada DNA bakteri. Spektrum kerjanya luas, disamping terhadap
mikobakteri, juga efektif terhadap sejumlah bakteri gram positif dan negatif
(Mutschler, 1996). Rifampisin ini ialah Antimikroba yang menghambat
sintesis asam nukleat sel mikroba.Setelah itu, membuat pengenceran sampel
dan larutan baku hingga didapat variasi tiga seri dosis yang diinginkan.
Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan
hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing
konsentrasi ditambahkan suspensibakteri uji dalam media cair. Perlakuan
tersebut akan diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri,
yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri
pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpaadanya pertumbuhan bakteri
uji, ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimal
Inhibitory Concentration (MIC). Larutan yang ditetapkan sebagai KHM
tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan
bakteri ujiataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam.
Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericidal
Concentration(MBC) (Pratiwi, 2008).
Variasi dosisnya yaitu 50µg/ml untuk dosis tinggi; 25µg/ml untuk
dosis tengah; dan 12.5 µg/ml untuk dosis rendah. Konsentrasi larutan stock
yang tersedia yaitu 1000 µg/ml. Setelah dilakukan perhitungan dengan
rumus V1 x N1 = V2 x N2, untuk dosis tinggi dimasukan 0.25 µg/ml larutan
sampel rifampisin dimasukan ke dalam tabung reaksi, kemudian add dengan
aquades sampai 5ml, homogenkan. Untuk dosis tengah, masukan 1 ml dari
tabung dosis tinggi, ke tabung dosis tengah kemudian add dengan aquades
sampai 2 ml, homogenkan. Untuk dosis rendah, masukan 1 ml larutan
sampel dari dosis tengah ke dalam tabung dosis rendah, add aquades hingga
2 ml. Lakukan hal yang sama untuk larutan antibiotik yang baku, dengan 3
variasi dosis.
Alat yang digunakan untuk memasukan larutan sampel ataupun baku
pada ukuran kecil, digunakan mikropipet. Sedangkan untuk memasukan
aquades dapat digunakan pipet biasa. Sebelumnya, harus disiapkan
pembakar spirtus untuk nyala apinya, karena pengerjaan yang dilakukan
harus tetap steril aseptis agar tidak ada kontaminan yang masuk dan
mengganggu pengamatan. Menurut Riana, Irna ( 2013 ) Aseptis adalah
segala upaya yang dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh yang kemungkinan besar akan mengakibatkan infeksi.
Tindakan asepsis ini bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan
mikroorganisme yang terdapat pada permukaan benda hidup atau benda
mati.
Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media maupun
mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Semua proses
baik fisika, kimia, dan mekanik yang membunuh semua bentuk kehidupan,
terutama mikroorganisme disebut dengan sterilisasi (Waluyo 2007).
Dibuat larutan inokulum dengan cara memasukan suspense biakan
bakteri ke dalam nutrient agar yang telah disterilisasi. Dalam keadaan masih
cair, tuangkan nutrient agar yang telah mengandung suspense bakteri
tersebut ke dalam cawan petri secara aseptic sebanyak 20 ml. Homogenkan
campuran tersebut dengan cara digoyang-goyangkan, Kemudian biarkan
hingga membeku.
Setelah itu membagi permukaan dasar cawan menjadi 6 area sama
besar dengan menggunakan spidol. Beri label masing-masing area tersebut
sesuai dengan variasi seri dosis yang digunakan. Penempatan label antara
dosis yang sama harus ditempatkan bersebrangan, tujuannya agar tidak
terjadi penyatuan daerah diameter zona bening antara dosis tinggi
khususnya, apabila ditempatkan bersebelahan.
Buat enam cetakan reservoir (lubang) pada masing-masing cawan
petri dengan menggunakan perforator secara aseptic. Pembuatan lubang
harus dilakukan tegak lurus agar bentuk lubang benar-benar bulat dan tidak
lonjong. Karena hal tersebut akan menyulitkan perhitungan diameter zona
bening. Buat reservoir tersebut dengan cara membuang agar yang ada dalam
cetakan reservoir tersebut dengan menggunakan spatel secara hati-hati.
Masukan hasil buangn tersebut ke dalam larutan desinfektan yang telah
disediakan. Setiap pembukaan cawan petri harus selalu difiksasi dengan
nyala api agar tidak ada kontaminan yang masuk ke dalam cawan dan
mempengaruhi pengamatan.
Masukan larutan sampel dan baku pada masing-masing reservoir
sesuai dosis yang ditentukan dengan menggunakan mikropipet secara
aseptic. Setelah semua terisi, inkubasikan dalam incubator pada suhu 37oC
selama 18-24 jam untuk pembetukan diameter zona bening. Setelah 24 jam,
ukur dan catat diameter zona bening (zona lisis) yang terjadi disekeliling
reservoir yang telah mengandung antibiotika tersebut dengan menggunakan
jangka sorong.
Pada pengamatan kelompok kami, terdapat beberapa zona bening
yang terkontaminasi, ditandai dengan adanya bercak-bercak disekitar zona
bening. Hal ini dapat disebabkan karena praktikan yang kurang baik dalam
melakukan fiksasi baik ketika pembukaan cawan ataupun tabung reaksi.
Dari data yang diperoleh terlihat bahwa dosis antibiotik yang tinggi baik
untuk baku maupun standard memiliki diameter zona bening yang lebih
besar dibandingkan dengan dosis rendah dan tengah. Menurut Pelczar (
1986 ) Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat
pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah
daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar
oleh antibiotik.
Setelah itu dihitung potensi antibiotika sampel dibandingkan dengan
standard (baku). Perhitungan dimulai dari menghitung log dosis, perbedaan
respon yang disebabkan oleh dosis rendah dan dosis tinggi (E), kelandaian
(b), perbedaan respon yang disebabkan oleh perbedaan sampel dan baku (F),
serta log dari perbandingan potensi sampel terhadap baku (M). Dari hasil
percobaan di dapatkan Aktivitas dari rifampisin terhadap bakteri Bacillus
subtilis dengan ukuran rata-rata zona hambat pada BT = 18.03 ; BM = 16.07
; BR = 14.67 dan ST = 18.07 ; SM = 16 ; SR = 14.45. Dari data yang
didapat maka ditentukan potensi antibiotik rifampisin sebesar 96.5 %.
VIII. Kesimpulan
- Berdasarkan dari perhitungan potensi antibiotika yang dilakukan
dengan metode lempeng difusi, diperoleh potensi antibiotika
rifampisin sampel sebesar 96,5 % terhadap antibiotika rifampisin
standar atau baku.
Daftar Pustaka
Boyd, Robert F., 2008. General Microbiology. Second Edition. Times
Mirror/Mosby College Publishing
Chaidir. 2004. Obat Antimikroba. Jakarta: EGC
Darsana, I Gede Oka, Besung, I Nengah Kerta dan Mahatmi, Hapsari.2012.
Potensi Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Escherichia Coli secara In Vitro.
Indonesia Medicus Veterinus 2012 1(3) : 337 – 351.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Dian, Fatimawali, Budiarso. 2015. Uji Resistensi Bakteri Escherichiacoli Yang
Diisolasi Dari Plak Gigi Terhadap Merkuri Danantibiotik
Kloramfenikol. Jurnal E-Biomedik (Ebm), Volume 3, Nomor 1,
Januari-April 2015.
Ditjen POM ( 1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen.
Kesehatan R.I
Waluyo, L. 2007. Mikrobiologi Umum. Malang : UMM Press.
E. Jawetz, George F. Brooks, Janet S. Butel, Stephen A. Morse. 2001. Jawetz,
Melnick and Adelberg's Medical Microbiology. Mc Graw-Hill ( Lange
Medical Books )
Harmita dan Radji, Maksum. 2008. Buku Ajar Analisi Hayati Edisi 3. Jakarta :
EGC.
Hermawan, A.,Hana, W., dan Wiwiek, T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih
(Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Skripsi : Unversitas
Erlangga..
Immanudin H. Pola Pertumbuhan Dan Toksisitas Bakteri Resisten Hgcl2. Jurnal
Ekosains. 2010;2(1).
Kusmayati dan Agustini, N. W. R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga (Porphyridium cruentum). Biodiversitas. 8(1) : 48-53.
M. Abdusyafi. 2013. Potensi Antibiotik Isolat Actinomycetes Dari Material
Vulkanik Gunung Merapi Erupsi Tahun 2010 Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Multiresisten. Skripsi thesis, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Mutschler E. 1996. Arzneimittelwirkungen, 7 neu bearbeitete Auflage,
Wissenschaftliche Verlagsgeselschaft mbH Stuttgart, 702-703.
Pratiwi, Sylvia. T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Rahayu, Triastuti. 2006. Potensi Antibiotik Isolat Bakteri Rizosfer Terhadap
Bakteri Escherichia Coli Multiresisten. Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, Vol. 7, No. 2, 2006: 81 – 91
Riana, Irna. 2013. Teknik Aseptis. Tersedia di
http://bedahminor.com/index.php/main/page/tindakan-aseptik [Diakses
pada 12 Mei 2015]
Riyanto BS, Wilhan. Management of MDR TB Current and Future dalam Buku
Program dan Naskah Lengkap Konferensi Kerja Pertemuan Ilmiah
Berkala. PERPARI.Bandung. 2006.
Setiawan, Didik dkk. 2013. Perbandingan Efektifitas Disinfektan Kaporit,
Hidrogen Peroksida, Dan Pereaksi Fenton (H2o2/Fe2+). Indonesian E-
Journal of Applied Chemistr. Volume 1, No. 2, 2013
Sjahrurachman, Agus. 2010. Diagnosis “ Multi Drug Resistant Mycobacterium “
Tuberculosis. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Vol. 7 - Oktober 2010
ISSN 1829 - 5118
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo
Utami, Eka Rahayu. 2011. Antibotika, Resistensi dan Rasionalitas Terapi. El-
Hayah Vol. 1, No.4 Maret 2011.
Wallace RJ, Griffith DE. 2004.Antimycrobial Agents in Kasper DL, Braunwald E
(eds), Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed. New York :
Mc Graw Hill.
Zahner dan Mass.1972 Dalam Hasim (2003). Menanam Rumput, Memanen
Antibiotik. Kompas 2003. No. 127/tahun ke-39.