penentuan dosis internal berbagai organ pada...

154
UNIVERSITAS INDONESIA PENENTUAN DOSIS INTERNAL BERBAGAI ORGAN PADA PEMERIKSAAN BONE SCAN 99 Tc m -MDP DENGAN METODE MIRD TESIS RINI SURYANTI 0906600131 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA MEDIS JAKARTA JULI 2011 Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    PENENTUAN DOSIS INTERNAL BERBAGAI ORGAN PADA PEMERIKSAAN BONE SCAN 99Tcm-MDP

    DENGAN METODE MIRD

    TESIS

    RINI SURYANTI 0906600131

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA MEDIS

    JAKARTA JULI 2011

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • ii

    UNIVERSITAS INDONESIA

    PENENTUAN DOSIS INTERNAL BERBAGAI ORGAN PADA PEMERIKSAAN BONE SCAN 99Tcm-MDP

    DENGAN METODE MIRD

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master Sains

    RINI SURYANTI 0906600131

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER FISIKA KEKHUSUSAN FISIKA MEDIS

    JAKARTA JULI 2011

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Rini Suryanti

    NPM : 0906600131

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 14 Juli 2011

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Tesis ini diajukan oleh Nama : Rini Suryanti NPM : 0906600131 Program Studi : Magister Fisika Kekhususan : Fisika Medis Judul Tesis : Pengukuran Dosis Internal Berbagai Organ Pada

    Pemeriksaan Bone Scan 99Tcm-MDP Dengan Metode MIRD

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Master Sains pada Program Studi Magister Fisika Kehususa Fisika Medis, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing : Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko ()

    Penguji I : Dr. Mussadiq Musbach

    Penguji II : Seruni Udyaningsih Freisleben, Ph.D

    Penguji III : Prof. Ng Kwang Hong, Ph.D

    Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Juli 2011

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • v

    KATA PENGANTAR

    Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

    Penyayang. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat

    dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan

    dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains

    pada program studi Magister Fisika Kekhususan Fisika Medis Fakultas

    Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Saya menyadari

    bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan

    sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan

    tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Prof. Dr. Djarwani Soeharso Soejoko, selaku dosen pembimbing yang telah

    menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam

    penyusunan tesis ini.

    2. Dr. Mussadiq Musbach, selaku dosen penguji yang telah memberikan

    masukan dalam penyusunan tesis ini.

    3. DR. Seruni Udyaningsih, Freisleben, selaku dosen penguji yang telah

    memberikan masukan dalam penyusunan tesis ini.

    4. Prof. Ng Kwang Hoong, Ph.D, selaku dosen penguji yang telah memberikan

    masukan dalam penyusunan tesis ini.

    5. Para Dosen dan Staf Administrasi Departemen Fisika Universita Indonesia.

    6. Direktur RSPP Pertaminan Jakarta Pusat atas izin yang telah diberikan

    untuk penelitian di RSPP Pertamina.

    7. Kepala unit Kedokteran Nuklir, Dr. Chafied Varuna, Sp.KN yang telah

    memberikan keleluasaan dan fasilitas dalam pengambilan data di unit

    Kedokteran Nuklir RSPP Pertaminan Jakarta Pusat.

    8. Dr. Bambang yang telah memberikan fasilitas untuk pengambilan data di

    unit radioterapi RSPP Pertamina.

    9. Dr. Fadil Nasir, Sp.KN yang telah banyak meluangkan waktu memberikan

    informasi dan diskusi mengenai hal hal yang terkait dengan tesis ini.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • vi

    10. Bapak Tetratma KSW, sebagai staf senior di unit Kedokteran Nuklir yang

    telah banyak membantu dalam menyediakan pasien untuk pelaksanaan

    pengambilan data scanning pasien.

    11. Bapak Erwin dan Duta Kamesworo sebagai staf di unit Kedokteran Nuklir

    yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk membantu mempersiapkan

    radiofarmaka dan pelaksanaan scanning pasien.

    12. Suami ku tercinta yang telah memberikan bantuan secara material dan

    dukungan moral serta kritik-kritik yang membangun.

    13. Mr. Kitiwat Khamhan yang telah banyak memberikan informasi terkait

    metode MIRD.

    14. Teman seperjuangan ku Arreta Rei atas semangat 101 mCi nya sehingga

    kita bisa melewati semua ini dengan baik.

    15. Teman Fisika Medis angkatan 2009 dan 2010 yang telah berkesempatan

    hadir pada saat sidang.

    16. Orang tua dan kakak-kakak yang telah memberikan dorongan semangat dan

    semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

    Saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan

    dan perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, saya berharap Allah SWT

    berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dan

    semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

    Penulis

    2011

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • vii

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Rini Suryanti NPM : 0906600131 Program Studi : Magister Fisika Departemen : Fisika Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Penentuan Dosis Internal Berbagai Organ Pada Pemeriksaan Bone Scan 99Tcm-MDP Dengan Metode MIRD beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada tanggal : 14 Juli 2011

    Yang menyatakan

    (Rini Suryanti)

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • viii

    ABSTRAK

    Nama : Rini Suryanti Program Studi : Magister Fisika Kekhususan : Fisika Medis Judul : Penentuan Dosis Internal Berbagai Organ Pada Pemeriksaan

    Bone Scan 99Tcm-MDP Dengan Metode MIRD Telah dilakukan penelitian penentuan dosis internal berbagai organ pada pemeriksaan bone scan dengan radiofarmaka 99Tcm-MDP yang bertujuan untuk menentukan dosis internal yang diterima oleh permukaan tulang rangka, sumsum tulang, dinding jantung, ginjal, dinding kandung kemih dan total tubuh, dan untuk mengetahui waktu tinggal (residence time) 99Tcm di dalam organ. Penelitian dilakukan terhadap 20 pasien dengan usia 20 – 70 tahun dengan melakukan beberapa sesi pengambilan data melalui scanning planar AP dan PA pada organ yang menjadi objek dalam penelitian ini. Selanjutnya dari setiap citra planar scanning organ dibuat region of interest (ROI) untuk menentukan aktivitas 99Tcm yang terendap dalam organ sehingga dapat dibuat sebuah kurva aktivitas kumulatif pada setiap organ, kemudian diolah dengan program Maple untuk mendapatkan suatu nilai aktivitas kumulatif yang digunakan dalam penentuan dosis internal sesuai dengan metode MIRD. Berdasarkan data pengamatan selama 3 - 4 jam setelah penyuntikan diperoleh dosis serap paling tinggi terjadi pada dinding kandung kemih 5,8 ± 1,6 µGy/MBq, yang diikuti berturut-turut pada ginjal 4,7 ± 1,0 µGy/MBq, pada dinding jantung 4,0 ± 0,8 µGy/MBq, pada permukaan tulang 2,1 ± 0,2 µGy/MBq, pada sumsum tulang 1,7 ± 0,2 µGy/MBq, dan pada total tubuh 0,8 ± 0,1 µGy/MBq. Khusus untuk sumsum tulang, nilai masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai batas dosis yang direkomendasikan oleh ICRP dalam publikasi ICRP nomor 103. Sedangkan waktu tinggal 99Tcm dalam permukaan tulang mendekati sama dengan pada total tubuh sekitar 1,9 jam, kemudian diikuti kandung kemih sekitar 1,4 jam, dan dalam jantung dan ginjal masing-masing sekitar 0,2 jam. Disamping perhitungan dosis internal juga diakukan pengukuran dosis permukaan pada tiga titik pengukuran yang berada pada daerah sternum (a), daerah ginjal kanan (b) dan kandung kemih (c). Pengukuran dilakukan sampai dengan dua jam setelah penyuntikan, diperoleh hasil sekitar 4,3 µGy/jam per 1 MBq pada titik pengukuran a, dan sekitar 3,9 µGy/jam per 1 MBq masing-masing pada titik pengukuran b dan c. Kata kunci : dosis internal, bonescan, MIRD, 99Tcm-MDP xiii + 141 halaman : 20 Gambar; 16 Tabel; 14 Lampiran Daftar Acuan : 36 (1975 – 2009)

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • ix

    ABSTRACT

    Name : Rini Suryanti Study Program : Physics Master Major : Medical Physics Title : Estimation of Internal Dose in Bone Scan Examination

    using 99Tcm-MDP for Various Organs By MIRD Method

    The Study of estimation of the internal dose for various organs in bone

    scan using 99Tcm-MDP have been conducted, the aim of this study are to determine the internal dose for bone surfaces, bone marrow, heart wall, kidneys, bladder wall and total body, and to found the residence time of 99Tcm in the organ. The study conducted on 20 patients with age 20-70 years by doing several session of data collection through scanned AP and PA planar the organ which is the object in this study. The Region of Interest (ROI) from the planar images of the organ were made to determine the activity of 99Tcm deposited in the organ than can be made a cumulated activity curve for each organ. Then the data were processed with the Maple Program to obtain cumulated activity values that are used in estimation of the internal dose according to the MIRD method. With observational data for 3 - 4 hours obtained the highest internal dose in the bladder wall is 5.8 ± 1.6 µGy/MBq and then followed the kidney is 4.7 ± 1.0 µGy/MBq, the heart wall is 4.0 ± 0.8 µGy/MBq, the bone surfaces is 2.1 ± 0.2 µGy/MBq, bone marrow is 1.7 ± 0.2 µGy/MBq, and the total body is 0.8 ± 0.6 µGy/MBq. Special to the bone marrow, the value is still lower than the value of the threshold in the ICRP publication number 103. The residence time 99Tcm in the bone surfaces equal to the total body about 1.9 hours, followed the bladder about 1.4 hours, and the heart and the kidney each about 0.2 hours. In this study also measured the surface dose at three points in the region on the sternum (a), on the right kidney (b) and on the bladder (c). Measurements were made up to two hours after injection, the result obtained about 4.3 µGy/h per 1 MBq at the point a and about 3.9 µGy/h per 1 MBq each at the point b and c. Keyword : Internal dose, bonescan, MIRD, 99Tcm-MDP xiii + 141 pages : 20 Figures; 16 Tables; 14 Appendics References : 36 (1975 – 2009)

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL …………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………. HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… KATA PENGANTAR ….……………………………………………… LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………….. ABSTRAK ………………………………………………………………. ABSTRACT …………………………………………………………….. DAFTAR ISI …………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR …………………………………………………. DAFTAR TABEL …………………………………………………….. DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… 1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang ………………………………………………… 1.2. Rumusan Masalah ……………………………………………… 1.3. Batasan Penelitian ……………………………………………… 1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………………… 1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kamera Gamma ………………………………………………… 2.2. Radiofarmaka yang Digunakan ………………………………… 2.3. Dosis Radiasi Internal…………………………………………… 2.4. Metode MIRD …………………………………………………. 2.5. Dosis Efektif Ekivalen ………………………………………….

    3. METODE PENELITIAN

    3.1. Peralatan, Bahan dan Penentuan Sampel …..…………………… 3.2. Metode …………………………………………………………

    3.2.1. Penentuan Faktor Konversi Organ …...………………… 3.2.2. Penentuan Dosis Internal Organ …..……………………… 3.2.3. Pengukuran Dosis Permukaan …...………………………

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil …………………………………………………………… 4.2. Pembahasan ………………………………………………………

    5. KESIMPULAN DAN SARAN … …………………………………

    DAFTAR ACUAN ……………………………………………………

    ii iii iv v

    vii viii ix x xi xii xiii

    1 2 3 3 3 5 6 8 12 16

    18 19 19 21 25

    27 37

    48

    50

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • xi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Skema Kamera Gamma ……………………………………… 6 Gambar 2.2 Hubungan Fisis yang Mungkin Antara Organ Sumber dan

    Organ Target ………………………………………………… 9

    Gambar 2.3 Kurva Aktivitas Kumulatif …………………………………… 14 Gambar 3.1 Kamera Gamma Merk SkyLight-Philips …………………… 18 Gambar 3.2 Contoh Irisan a: sagital b: axial …………………….……… 20 Gambar 3.3 Skema Posisi Fantom, Radionuklida dan Kamera Gamma

    dalam Penentuan Faktor Konversi …………………..………

    21 Gambar 3.4 Contoh ROI untuk Ginjal dan Kandung Kemih …...…………. 22 Gambar 3.5 Titik Pengukuran TLD ………………………………………. 26 Gambar 4.1 Kurva Aktivitas Kumulatif 99Tcm Dalam Berbagai Organ Salah

    Satu Pasien …………………………………………………..

    29 Gambar 4.2 Eliminasi 99Tcm di Dalam Berbagai Organ Salah Satu Pasien… 30 Gambar 4.3 Grafik Rata-rata Waktu Tinggal 99Tcm dalam Berbagai Organ.. 31 Gambar 4.4 Sebaran Aktivitas Kumulatif Berbagai Organ pada Ke20

    Pasien ………………………………………………………..

    32 Gambar 4.5 Bagan Waktu Tinggal (τ) 99Tcm dan Dosis Serap (D) Berbagai

    Organ ………………………………………………………….

    34 Gambar 4.6 Sebaran Dosis Serap Berbagai Organ pada Ke20 pasien …….. 35 Gambar 4.7 Bagan Dosis Permukaan Pada Setiap Titik Pengukuran ……… 36 Gambar 4.8 Perbandingan Waktu Terjadinya Aktivitas 99Tcm Maksimum

    pada Setiap Organ ……………………………………………

    39 Gambar 4.9 Citra Dinamika 99Tcm di Dalam Tubuh Setelah Penyuntikan .... 40 Gambar 4.10 Grafik Dosis Serap Berbagai Organ Dalam Penelitian Ini ….. 42 Gambar 4.11 Perbandingan Penelitian Ini dengan Penelitian Lain …………. 45 Gambar 4.12 Dosis Permukaan pada Pemeriksaan Bone Scan ……………. 46

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Persen Aktivitas 99Tcm Berdasarkan Waktu Elusi ………….. 8 Tabel 2.2 Rekomendasi ICRP 103 untuk Faktor Kualitas Radiasi …… 17 Tabel 2.3 Rekomendasi Faktor Bobot Jaringan ……………………… 17 Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Citra… …………………………….. 22 Tabel 4.1 Kedalaman Organ dari AP dan PA Tubuh………………… 27 Tabel 4.2 Faktor Konversi Laju Cacah menjadi Aktivitas Sumber …. 28 Tabel 4.3 Rentang Aktivitas Kumulatif, Rata-rata Waktu Tinggal,

    Dalam Berbagai Organ ……………………………………

    31 Tabel 4.4 Nilai S untuk Berbagai Organ …………….…………….. 33 Tabel 4.5 Dosis Serap dan Dosis Efektif Ekivalen Berbagai Organ … 33 Tabel 4.6 Rentang Dosis Permukaan pada Ketiga Titik Pengukuran … 36 Tabel 4.7 Dosis Permukaan dalam 1 MBq pada Ketiga Titik

    Pengukuran ………………………………………………….

    36 Tabel.4.8 Perbandingan Waktu Tinggal Dengan Penelitian Lain ….. 41 Tabel 4.9 Perbandingan antara Rentang Dosis Hasil Penelitian dengan

    Batasan ICRP 103 ………………………………………..

    43 Tabel 4.10 Kemungkinan Terjadinya Kasus Kanker dari Pemeriksaan

    Bone Scan …………………………………………………..

    43 Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Penelitian ini Dengan Penelitian Lain ... 45 Tabel 4.12 Perbandingan Dosis Permukaan setelah 6, 9, 48 dan 60 jam.. 47

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Hasil Observasi CT Scan…………………………………... 53 Lampiran 2 Hasil Perhitungan Faktor Konversi Laju Cacah Menjadi

    Aktivitas …………………………………………………. 57

    Lampiran 3 Aktivitas Tcm yang Disuntikkan Kepada Pasien ...……… 59 Lampiran 4 Tabel dan Kurva Hasil Perhitungan …………………….. 60 Lampiran 5 Aktivitas Kumulatif Pada Organ …..……………………… 100 Lampiran 6 Aktivitas Kumulatif dan Waktu Tinggal 99Tcm dalam

    Organ ……………………………………………………..

    101 Lampiran 7 Perhitungan Nilai S………………………………………. 106 Lampiran 8 Hasil Perhitungan Dosis Internal Organ …...……………… 107 Lampiran 9 Hasil Perhitungan Dosis Permukaan …………………….. 113 Lampiran 10 Waktu Terjadinya Aktivitas Maksimum pada Setiap Organ 115 Lampiran 11 Perbandingan Waktu Pengamatan dalam Penelitian ini

    dengan Waktu Pada Saat Aktivitas Mendekati Aktivitas Latar ……………………………………………………..

    121 Lampiran 12 Perbandingan Hasil Penelitian ini dengan Hasil

    Ekstrapolasi ………………………………………………

    122 Lampiran 13 Demografi Pasien dalam Penelitian ini …..…………….. 123 Lampiran 14 Persetujuan Tindakan Medis ……………………………. 125

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 1 Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Untuk memastikan keselamatan penggunaan radionuklida yang digunakan

    dalam pemeriksaan kedokteran nuklir, sangat perlu untuk mengevaluasi dosis

    radiasi yang diterima oleh pasien. Dosis radiasi ini berasal dari radionuklida yang

    berada di dalam tubuh, karenanya disebut dengan dosis internal. Berbeda dengan

    dosis yang diterima dari sumber radiasi yang berada di luar tubuh seperti sinar-X,

    dosis internal tidak akan pernah dapat diukur secara langsung, karenanya dosis

    internal dihitung dari asumsi-asumsi dan prosedur standar. Metode yang umum

    digunakan untuk menghitung dosis internal adalah metode yang dikembangkan

    oleh komite masyarakat kedokteran nuklir yaitu Medical Internal Radiation

    Dosimetry (MIRD).

    Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh UNSCEAR (United Nations

    Scientific Committee on the effect of Atomic), pemeriksaan bone scan merupakan

    jenis pemeriksaan diagnostik kedokteran nuklir yang mempunyai kontribusi

    terbesar terhadap jumlah total tahunan pemeriksaan kedokteran nuklir disusul oleh

    thyroid scan dan cardiovasculer [12].

    Dalam pemeriksaan bone scan, radionuklida yang digunakan adalah

    Technitium-99m (99Tcm) dengan senyawa kimia pembawanya adalah MDP

    (methylene diphosponate). MDP sebagai senyawa kimia pembawa akan membawa 99Tcm mengikuti metabolisme tubuh menuju organ tulang. Aktivitas 99Tcm yang

    disuntikkan ke pasien pada pemeriksaan bone scan cukup tinggi yaitu 10 - 20 mCi

    atau sekitar 320 MBq - 740 MBq, jika dibandingkan dengan pemeriksaan

    renogram yang hanya sekitar 3 mCi atau 111 MBq. Pemeriksaan bone scan

    merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan pada setiap pasien post kanker

    untuk mengetahui penyebaran sel kanker pada tulang rangka secara dini dan juga

    untuk pasien kanker yang telah diduga terjadi metastase pada tulang. Selain itu

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 2

    Universitas Indonesia

    pemeriksaan bone scan juga dilakukan pada pasien yang menderita kelainan pada

    tulang karena infeksi atau fraktur. Karena pemeriksaan bone scan merupakan

    pemeriksaan yang rutin dengan aktivitas 99Tcm yang cukup tinggi maka dianggap

    perlu untuk mengetahui dosis internal organ dan waktu tinggal 99Tcm di dalam

    organ pada pemeriksaan bone scan. Selain itu perlu juga diketahui dosis

    permukaan untuk keperluan proteksi radiasi.

    Dalam model biokinetik 99Tcm MDP yang disuntikkan melalui vena

    kemudian mengikuti metabolisme tubuh, masuk ke dalam jantung, selanjutnya

    dipompakan dari jantung ke seluruh tubuh, akan ditahan di dalam tulang rangka

    sebanyak 50 % dan kemudian diekskresikan 50% ke dalam kandung kemih

    melalui sistem ginjal[5][8] . Untuk itu organ yang diamati dalam penelitian ini

    adalah tulang rangka, jantung, ginjal, kandung kemih dan total tubuh.

    Pada prinsipnya karena pemeriksaan bone scan ditujukan agar pasien

    memperoleh manfaat langsung, maka dosis pasien tidak dibatasi. Tetapi setiap

    pemeriksaan sebaiknya mengikuti prinsip dasar yang diberikan oleh ICRP bahwa

    semua dosis radiasi harus diusahakan as low as reasonably achievable (ALARA ).

    Artinya dosis pasien diusahakan rendah, tetapi tidak sampai mengganggu tujuan

    untuk memperoleh diagnosa optimal yang diperlukan pasien [11], [12].

    1.2 Rumusan Masalah

    Pemeriksaan bone scan merupakan pemeriksaan rutin secara berkala yang

    dilakukan pada setiap pasien post kanker, pemeriksaan wajib untuk pasien dengan

    kasus metastase dan juga pemeriksaan pendahuluan bagi pasien menderita kanker

    untuk melanjutkan ke tahap tindakan selanjutnya. Mengingat pemeriksaan bone

    scan menggunakan radiofarmaka dengan aktivitas tinggi, ditambah lagi

    kemungkinan individu menjalani pemeriksaan lebih dari satu kali, maka dosis

    internal pada berbagai organ penting untuk diketahui. Begitu pula dosis

    permukaan perlu diketahui untuk proteksi radiasi.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.3 Batasan Penelitian

    Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai evaluasi terhadap dosis

    di permukaan tulang rangka, sumsum tulang, jantung, ginjal, kandung kemih dan

    total tubuh pada pemeriksaan bone scan dan membahas waktu tinggal 99Tcm di

    dalam organ-organ tersebut, selain itu juga membahas dosis permukaan pada

    pasien. Untuk perhitungan dosis internal menggunakan metode Medical Internal

    Radiation Dosimetry (MIRD).

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah menentukan dosis internal yang diterima oleh

    permukaan tulang rangka, sumsum tulang, jantung, ginjal, kandung kemih dan

    total tubuh berdasarkan citra kedokteran nuklir pada pemeriksaan bone scan

    dengan radiofarmaka 99Tcm MDP dan mengetahui waktu tinggal 99Tcm di dalam

    organ tersebut. Selain itu dengan melalui pengukuran dosis pada titik permukaan

    tubuh tertentu dengan menggunakan TLD akan diperoleh informasi mengenai

    dosis permukaan.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini bermanfaat bagi unit kedokteran nuklir sebagai masukan

    mengenai dosis yang diterima organ dalam pemeriksaan bone scan. Disamping itu

    juga dapat diketahui waktu tinggal 99Tcm dalam tubuh dan tulang rangka, jantung,

    ginjal dan kandung kemih pada pemeriksaan bone scan. Begitu pula dengan

    diketahuinya dosis permukaan maka dapat melakukan tindakan optimisasi

    proteksi radiasi terhadap masyarakat di sekitar.

    Sedangkan bagi pasien dapat mengetahui dosis organ secara kumulatif atau

    secara tunggal karena pemeriksaan bone scan merupakan pemeriksaan rutin

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 4

    Universitas Indonesia

    secara berkala yang dilakukan oleh pasien yang telah menderita kanker. Dengan

    demikian dosis yang diterima organ dapat dibandingkan dengan batasan yang

    dipublikasikan oleh ICRP nomor 103.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 5 Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kamera Gamma

    Kamera gamma merupakan peralatan untuk mencitrakan distribusi

    radionuklida secara statik atau dinamik pada pemeriksaan in vivo kedokteran

    nuklir sehingga nantinya dapat diketahui jumlah radionuklida yang mengendap di

    dalam suatu organ. Gambar 2.1 memperlihatkan skema kamera gamma dan

    peralatan sehingga didapatkan suatu citra dalam kedokteran nuklir. Kolimator

    pada kamera gamma berfungsi untuk mengarahkan radiasi sinar gamma yang

    masuk ke dalam kristal scintilasi (NaI(Tl)). Sinar yang dipancarkan di dalam

    kristal berjalan ke semua arah dan di deteksi oleh array Photo Multiplier Tube

    (PMT) dan kemudian diubah ke dalam bentuk signal elektronik. Sistem

    penjumlahan menggabungkan sinyal ke dalam posisi sinyal x dan y dengan

    mencari centroid distribusi cahaya. Sinyal-sinyal ini harus dinormalisasi di sirkuit

    rasio yang membagi mereka dengan sinyal energi. Sinyal yang diproses lebih

    lanjut hanya sinyal yang masuk ke dalam rentang energi sesuai dengan energi

    sinar gamma dari radionuklida yang dipilih. Akhirnya informasi posisi x dan y

    diproses digunakan untuk membentuk gambar (kejadian per kejadian) dari

    distribusi radionuklida baik pada tampilan analog sebagai CRT atau dalam

    memori digital [27].

    Kolimator Parallel hole umum digunakan untuk kedokteran nuklir akhir-

    akhir ini, mempunyai sensitifitas yang lebih tinggi daripada kolimator pin hole,

    mempunyai field of view yang konstan sama dengan diameter scintilasi kamera

    [27].

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 6

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.1. Skema Kamera Gamma [23]

    Telah diolah kembali dari http://www.nuclearonline.org/PI/BRACCO%20MDP%20doc.pdf

    2.2. Radiofarmaka yang Digunakan

    Radiofarmaka yang digunakan dalam kedokteran nuklir harus mudah

    diproduksi, tidak mahal, tersedia untuk semua pengguna, mempunyai waktu paruh

    pendek dan tidak toksik. Waktu paruh sangat pendek berguna untuk pemeriksaan

    yang memerlukan aktivitas yang cukup tinggi. Radiofarmaka terkumpul dalam

    organ yang akan diperiksa melalui berbagai mekanisme seperti penghalang

    kristal detektor

    komponen kamera gamma Photo Multiplier Tube

    komputer dan elektronik

    kolimator

    citra yang tertampil di

    layar komputer

    lead housing memastikan hanya sinar gamma dari pasien yang

    terdeteksi

    peralatan kamera gamma

    elektronik dan komputer

    kolimator memberikan citra yang tajam melalui seleksi sinar gamma yang hanya dapat

    melewati kolimator

    setiap sinar gamma diubah mejadi cahaya

    sensor mengubah sinar menjadi signal elektronik

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 7

    Universitas Indonesia

    kapiler, pagositosis, transportasi aktif, pertukaran ion dan lokalisasi secara

    farmakologi [34].

    Radiofarmaka yang digunakan dalam pemeriksaan bone scan adalah

    radionuklida 99Tcm dengan senyawa kimia pembawa methylene diphosponate

    (MDP). Technitium-99m (99Tcm)-MDP cepat di hilangkan dari dalam darah dan

    selanjutnya sebagaian besar terakumulasi di dalam sistem rangka. Mekanisme

    uptake adalah pertukaran ion dan chemisorption (serapan kimia) dalam matrik

    inorganic tulang, dalam ionic hydroxyapatite (Ca10(PO4)6(OH)2). Kelompok

    phosphate dari permukaan matrik tulang bereaksi dengan kelompok PO3H2 dari

    MDP yang terikat dengan Technitium. Kemudian hasil reaksi pertukaran ion ini

    terlihat dari aktivitas 99Tcm di dalam matrik tulang [33].

    Secara signifikan jumlah terkecil dari radiofarmaka yang disuntikkan

    ketubuh pasien, diikat oleh protein plasma darah yang menghasilkan latar seluruh

    tubuh yang rendah. Radiofarmaka yang tidak terikat oleh plasma darah tetapi

    terdistribusi di semua organ akan diekskresikan melalui urin, sedangkan ekskresi

    melalui sistem hepatobilliary biasanya diabaikan. Pemberian 99Tcm-MDP

    dikeluarkan dari dalam darah ada tiga langkah yaitu fase cepat, dengan T1/2 adalah

    3,5 menit, fase moderat dengan T1/2 adalah 27 menit dan fase lambat dengan T1/2

    adalah 144 menit. Dalam fase cepat, 99Tcm-MDP dibersihkan dari darah ke daerah

    extravascular. Fase moderat ekuivalen dengan proses uptake oleh tulang, dalam

    fase lambat 99Tcm-MDP terikat ke plasma protein dari darah. Uptake tulang

    terhadap 99Tcm-MDP pada 1 sampai 2 jam setelah penyuntikan menunjukkan nilai

    tertinggi, dan selanjutnya 99Tcm-MDP diekskresikan melalui urin [33].

    Technitium-99m (99Tcm) akan terbentuk di dalam generator sebagai akibat

    peluruhan 99Mo sebagai radionuklida induk dengan memancarkan sinar beta,

    sedang 99Tcm selanjutnya akan meluruh menjadi 99Tc dengan memancarkan sinar

    gamma dengan waktu paruh 99Tcm adalah 6 jam. 99Tc merupakan radioisotop yang

    memiliki waktu paruh sangat panjang (2,13x105 tahun) akan meluruh dengan

    memancarkan sinar beta menjadi 99Ru yang stabil. Lebih jelasnya reaksi

    peluruhan dapat dilihat sebagai berikut [34].

    RuTcTcMo m 99439943

    9943

    9942 →→→

    βγβ

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 8

    Universitas Indonesia

    Jumlah aktivitas 99Tcm yang dihasilkan dari generator 99Mo tergantung

    pada selang waktu dari elusi terakhir. Kira-kira 44% dari maksimum 99Tcm yang

    didapat setelah 6 jam dari elusi terakhir dan 87% setelah 24 jam dari elusi

    terakhir. Untuk 99Tcm setelah dielusi (berada di luar generator) akan meluruh

    sesuai dengan konstanta peluruhannya dengan waktu paruh 6 jam. Tabel 2.1

    memperlihatkan waktu elusi yang baik untuk 99Tcm [35].

    Tabel 2.1. Persen Aktivitas 99Tcm Berdasarkan Waktu Elusi [35]

    Waktu elusi

    (jam)

    Aktivitas 99Tcm

    (% dari aktivitas 99Mo)

    1 9,8

    2 18

    3 26

    4 32

    5 39

    6 44

    7 49

    8 54

    9 58

    10 61

    11 65

    12 68

    18 80

    24 87

    2.3. Dosis Radiasi Internal

    Dosis radiasi internal tidak bisa diukur, tetapi harus dikalkulasi

    berdasarkan pada pengukuran atau estimasi intake atau estimasi kuantitas aktivitas

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 9

    Universitas Indonesia

    sumber di dalam organ atau jumlah yang dieliminasi dari tubuh [26]. Perhitungan

    dosis radiasi internal dimulai dengan definisi dosis serap, yaitu energi (joule atau

    erg) yang terdeposit per unit massa. Dalam perhitungan terdapat beberapa asumsi,

    pertama diasumsikan bahwa deposit radionuklida (yang diekspresikan sebagai

    aktivitas dalam µCi atau Bq) terdistribusi seragam melalui massa jaringan dari

    organ sumber. Kedua, radionuklida memancarkan energi ketika di dalam organ

    sumber S yang diserap oleh organ target T yang disebut dengan fraksi yang

    terserap AF(T←S). Organ sumber juga bisa sebagai organ target, dan jika yang

    terdeposit adalah radionuklida yang memancarkan sinar murni alfa dan beta,

    radiasi hanya diserap oleh organ target dan semua energi terdeposit di dalam

    organ target itu sendiri AF(T←S) = 1,0. Untuk sinar-X dan sinar Gamma,

    AF(T←S) umumnya akan lebih kecil dari 1 dan akan bervariasi tergantung pada

    energi photon dan massa dari organ sumber dan organ target [26].

    Fraksi-fraksi yang terserap ini dapat dihitung dengan menerapkan metode

    monte carlo pada interaksi-interaksi dan kemungkinan foton atau elektron setelah

    partikel-partikel tersebut dipancarkan dari radionuklida yang diendapkan.

    Gambar 2.2. Hubungan Fisis yang Mungkin antara Organ Sumber (S) dan Organ Target (T)

    Telah diolah kembali dari buku ”Introduction to Health Physics” karangan Herman Chember

    S=T

    S=T S

    S=T

    T

    S=T

    S S=T

    T S=T

    S

    S=T

    T

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 10

    Universitas Indonesia

    Dalam penyelesaian dengan menggunakan metode monte carlo, foton-

    foton yang tersimulasi secara tersendiri “diikuti” dalam suatu komputer dari

    interaksi yang satu ke interaksi berikutnya. Karena radionuklida diasumsikan

    bersifat tersebar secara merata diseluruh volume tertentu, dan karena transformasi

    radioaktif merupakan suatu proses random (acak) yang terjadi pada suatu angka

    menengah yang bersifat karakteristik bagi suatu isotop tertentu, maka kita dapat

    memulai proses tersebut dengan mengajukan suatu transformasi radioaktif secara

    acak (baik dalam ruang dan waktu dalam kendala-kendala batas volume serta

    konstanta laju transformasi yang diketahui dari radionuklida). Untuk sembarang

    transformasi ini, kita mengetahui besarnya energi radiasi yang dipancarkan, titik

    awalnya, serta arah awalnya. Karena jumlah energi awal dari partikel-partikel ini

    diketahui, maka energi pancaran yang diserap oleh jaringan “target” dapat

    dihitung [6]:

    sumberolehndipancarkayangenergi

    ettolehdiserapyangenergiterserapyangFraksi

    arg== ϕ (2.1)

    Karena lintasan bebas rata-rata dari foton biasanya cukup besar relatif

    terhadap dimensi organ dimana isotop pemancar foton tersebar, maka fraksi foton

    yang terserap selalu kurang dari 1 (satu). Untuk radiasi yang bersifat tidak

    menembus, fraksi yang terserap biasanya satu atau nol, yang tergantung pada

    apakah organ sumber dan organ target merupakan organ yang sama atau berbeda.

    Dalam perhitungan dosis internal, angka pancaran energi oleh radionuklida

    dalam sumber tersebut dalam sembarang waktu yang dibawa oleh partikel ke-i

    dinyatakan dengan [6]:

    (2.2)

    Xei adalah angka pancaran energi dalam satuan J/det, As merupakan aktivitas

    dalam sumber dalam satuan Bq, Ei adalah energi partikel ke-i dalam satuan MeV,

    sedangkan ni adalah jumlah partikel jenis ke-i per peluruhan.

    sec/106.1

    /106.1///113

    13

    JnEAX

    MeVJtpartnpartMeVEBqtpsBqAX

    iisei

    iisei

    ×××=

    ×××××=−

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 11

    Universitas Indonesia

    Jika fraksi energi yang dipancarkan yang terserap oleh target tersebut

    disebut φi, maka jumlah energi yang terserap oleh target karena adanya emisi dari

    sumber tersebut dinyatakan dengan [6]:

    det/106,1 13 JnEAXX iiisieiei ϕϕ ×××××=×=− (2.3)

    Karena 1 gray bersesuaian dengan penyerapan 1 joule per kg, maka angka

    dosis dari partikel ke-i terhadap target yang beratnya m kilogram dinyatakan

    dengan:

    kgmGykg

    JJnEA

    D iiisi×

    ×××××=

    1

    det/106.1 13 ϕ& (2.4)

    Jika kita menganggap

    det106.1 13

    Bq

    GykgEn iii ×××=∆

    − (2.5)

    Kemudian persamaan dapat ditulis sebagai berikut

    det/Gym

    AD ii

    si ∆××= ϕ& (2.6)

    ∆i merupakan angka dosis dalam suatu massa jaringan homogen yang tak

    berhingga besarnya yang memuat suatu radionuklida yang tersebar secara merata

    dengan konsentrasi 1 Bq/kg. Nilai-nilai numeris bagi ∆i untuk masing-masing

    radiasi yang ditimbulkan oleh radionuklida dalam suatu massa jaringan yang tak

    berhingga besarnya dimasukkan dalam bagian Data Masukan pada skema

    peluruhan serta parameter-parameter nuklir untuk dipergunakan dalam penafsiran

    dosis radiasi yang telah dipublikasikan oleh Komite Dosis Radiasi Internal Medis

    (MIRD) dari Lembaga Kedokteran Nuklir. Dengan mempertimbangkan semua

    tipe partikel yang dipancarkan dari sumber tersebut, maka angka dosis bagi organ

    target tersebut adalah [6]:

    iis

    m

    AD ∆∑= ϕ& (2.7)

    Karena Ḋ merupakan suatu fungsi dari As yang mana As merupakan suatu fungsi

    waktu, maka Ḋ juga merupakan suatu fungsi waktu. Dosis total yang disebabkan

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 12

    Universitas Indonesia

    oleh peluruhan lengkap dari radionuklida yang terendap, didapat dengan

    mengintegrasi angka dosis terhadap waktu [6]:

    ∫∫∞∞ ∆∑

    ==00

    )()( dttAm

    dttDD siiϕ& (2.8)

    Jika kita menyebut integral waktu dari radioaktivitas yang diendapkan sebagai

    aktivitas kumulatif Ã,

    ∫∞

    =0

    )(~

    dttAA s (2.9)

    maka dosis total bagi organ target dapat dinyatakan dengan [6]

    ∑ ∆= iimA

    D ϕ~

    (2.10)

    Tiga faktor dalam menentukan dosis radiasi internal adalah aktivitas radionuklida

    yang digunakan, energi dan massa dari organ dimana radionuklida tersebut

    mengendap [1,2,3,13].

    2.4. Metode MIRD

    Radionuklida buatan mulai tersedia untuk kedokteran pada akhir tahun

    1930 dan 1940, dan metode perhitungan dosis serap jaringan juga mulai

    dikembangkan pada tahun-tahun tersebut. Pada tahun 1948, Marinelli dkk,

    mempubilkasikan tiga artikel tentang dosimetri radionuklida, makalah ini

    merupakan tanda dimulainya dosimetri radiasi modern dalam kedokteran nuklir.

    Akhir tahun 1948 ada beberapa kontribusi pada dosimetri radionuklida, dengan

    ringkasan penting oleh beberapa nama penting dalam fisika medis diantaranya

    L.H. Gray and W.V. Mayneord di United Kingdom dan R.D. Evans, G. Failla,

    L.D. Marinelli dan E.H. Quimby di United State, semua kontibusi mengikuti

    pendekatan dasar Marinelli dkk. Pada tahun 1964 dan 1965 pendekatan marinelli

    berkontribusi dalam dua artikel yang dibuat oleh Ellet dkk, mereka

    mendefinisikan fraksi serapan sebagai fraksi energi yang dipancarkan oleh sumber

    sinar gamma yang diserap dalam volume atau jaringan tertentu. Mereka

    melakukan perhitungan montecarlo untuk sumber foton berbagai energi dan untuk

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 13

    Universitas Indonesia

    volume organ target berbagai ukuran dan bentuk. Ini merupakan aplikasi pertama

    metode montecarlo dalam perhitungan dosimetri radionuklida. Konsep fraksi

    serapan yang dikerjakan oleh Ellet dkk menyederhanakan persamaan dosimetri.

    Distimulasi oleh Ellet dkk, Loevinger dan Berman mengakui bahwa persamaan

    untuk dosimetri internal dapat dirumuskan secara umum. Pada tahun 1968 mereka

    di rekrut sebagai anggota baru Komite Dosis Radiasi Internal Medis (MIRD) dan

    skema MIRD yang pertama kali dipublikasikan dalam MIRD pamplet no.1[22] .

    Ellet dkk menggunakan persamaan yang terkait dengan fraksi serapan –

    dosis serap, dan persamaan tersebut merupakan titik awal dari perkembangan

    metode MIRD. Persamaan dosis serap untuk sinar gamma dapat ditulis dalam

    persamaan MIRD seperti berikut [22]:

    ( ) ( )∑←∆

    =←i v

    iis m

    svAsvD

    φγ

    ~ (2.11)

    ( )svD ←γ adalah dosis serap rata-rata untuk volume v dari radionuklida dalam sumber s, symbol Ãs menunjukkan integral kurva waktu-aktivitas yang

    dalam metode MIRD disebut aktivitas kumulatif. Ãs merupakan jumlah total

    transformasi nuklir di dalam sumber selama waktu yang dikehendaki. ∆i

    menunjukkan energi radiasi jenis i yang dipancarkan pertransformasi inti, φi

    merupakan fraksi serapan untuk radiasi i yang dipancarkan oleh sumber dan

    diserap oleh target v dan mv massa target v. Kemudian Ellet dkk menghilangkan

    simbol gamma pada persamaan diatas menjadi.

    ( ) ( )∑←∆

    =←i v

    iis m

    svAsvD

    φ~ (2.12)

    Persamaan ini menunjukkan dosis serap ke volume target v dari semua

    radiasi oleh organ sumber apapun jenis radiasinya. Agar persamaan tersebut

    berlaku secara umum bukan saja untuk organ target yang mempunyai volume

    tetapi juga untuk organ target berbentuk titik, garis atau permukaan maka dibuat

    suatu istilah fraksi serapan jenis yang didefinisikan sebagai fraksi serapan dan

    massa target seperti persamaan dibawah ini[22].

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 14

    Universitas Indonesia

    ( ) ( )vm

    svsv

    ←=←Φ φ (2.13)

    Dalam MIRD, fraksi serapan jenis dapat ditulis seperti ( )hk rr ←Φ sebagai fraksi dari serapan energi per unit massa pada daerah organ target rk dari berbeagi

    organ sumber rs. Sehingga dosis serap rata-rata pada target dapat ditulis lebih

    umum seperti berikut [22].

    ( ) ( )∑ ←Φ∆=←i

    hkiihhk rrArrD~

    (2.14)

    Persamaan 2.14 adalah persamaan penuh dalam metode MIRD untuk dosis

    organ target rk dari radiasi i yang dipancarkan oleh organ sumber rh [22]. Pada

    tahun 1988 Loevinger dkk menyederhanakan persamaan 2.14 menjadi [1,2]:

    SASAD ××== τ0.~

    (2.15)

    Aktivitas kumulatif (Ã) diwakili oleh daerah yang berada di bawah kurva

    pada Gambar 2.3. Aktivitas kumulatif tergantung pada dua faktor yaitu jumlah

    aktivitas maksimum pada waktu tertentu (A0) dan waktu tinggal radionuklida

    dalam tubuh atau organ yang diteliti (τ). Sehingga karakteristik faktor fisika dan

    biologi akan mempengaruhi aktivitas kumulatif [1,2,3,19,22].

    Gambar 2.3 Kurva Aktivitas Kumulatif

    aktivitas

    waktu

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 15

    Universitas Indonesia

    Satuan aktivitas kumulatif yang digunakan adalah µCi-jam, jika aktivitas

    dalam satuan Bq dan waktu dalam satuan detik maka aktivitas kumulatif akan

    mempunyai satuan Bq-detik. Faktor S merupakan kombinasi dari beberapa faktor,

    massa organ target, jenis dan jumlah ionisasi radiasi yang dipancarkan

    perpeluruhan, dan kombinasi fraksi dari pancaran radiasi yang mencapai dan yang

    diserap organ sumber dan organ target [2]. Umumnya faktor S diberikan dalam

    tabel untuk radionuklida yang umum digunakan dalam diagnostik atau terapi.

    Dalam MIRD Pamplet No.11, nilai S ini sudah ditabulasikan untuk 117

    radionuklida dan 20 organ sumber dan organ target[13]. Jika aktivitas kumulatif

    dapat diestimasi, dosis serap untuk organ target dapat ditentukan dengan

    persamaan berikut.

    ∑ ←→ =h

    rhrkhrhrk SAD )()(~

    (2.16)

    Sigma dalam persamaan 2.16 merupakan jumlah dosis serap yang diperkirakan

    dapat diterima oleh suatu organ target, karena organ target (rk) dapat menerima

    radiasi yang berasal dari beberapa organ sumber (rh) [13,22].

    Sesuai persamaan 2.15 waktu tinggal (τ) dari radionuklida dalam organ

    sumber didefinisikan sebagai berikut [2,3,22].

    0

    ~

    A

    A=τ (2.17)

    Karena itu waktu tinggal (τ) radionuklida dapat dikatakan umur rata-rata atau

    umur efektif dari radionuklida yang terendap di dalam organ dan perlu diingat

    bahwa waktu tinggal radionuklida memperhitungkan peluruhan fisika dan

    metabolisme biologi.

    Metode MIRD ini secara siknifikan memperbaiki metode sebelumnya

    yang direkomendasikan oleh ICRP dalam publikasinya nomor 2 tahun 1959.

    Meskipun demikian bukan berarti MIRD sempurna tetapi MIRD juga mempunyai

    batasan, asumsi dan penyederhaan dalam perhitungan, diantaranya radionuklida

    diasumsikan terdistribusi secara merata pada organ sumber, deposisi energi setara

    dengan seluruh massa dari organ target, untuk memperkirakan anatomi manusia

    digunakan geometri dan interkoneksi antara satu organ dengan organ lain dalam

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 16

    Universitas Indonesia

    bentuk sederhana, fantom menggunakan referensi manusia dewasa, remaja, anak-

    anak yang mendekati dimensi fisik pada individu tertentu, setiap organ

    diasumsikan mempunyai komposisi dan densitas yang homogen, radiasi

    bremsstrahlung diabaikan dan energi rendah foton serta semua partikel radiasi

    diasumsikan diserap secara lokal [27]. Meskipun demikian metode MIRD ini

    cukup akurat karena mempunyai model yang tetap dan perhitungan dapat dibuat

    setepat yang diinginkan, fraksi serapan jenis atau fraksi serapan yang dihitung

    dengan montecarlo, dalam prakteknya batasan ketepatan diatur dengan standar

    deviasi dari fraksi serapan selama perhitungan. Nama model berhubungan dengan

    nama organ sehingga dapat membandingkan hasil dosis serap dengan respon

    klinis.

    2.5. Dosis Efektif Ekivalen

    Untuk mengukur atau mengetahui efek biologi dari radiasi, publikasi ICRP

    nomor 2 memperkenalkan konsep dosis ekivalen yang didefinisikan sebagai

    berikut [36].

    NQDH T ××= (2.18)

    Dalam hubungan ini, dosis serap DT diukur dalam rads atau Grays dan keefektifan

    dosis serap ini dalam jaringan atau organ dimodifikasi oleh faktor kualitas Q dan

    factor kerusakan N. Q menunjukkan relative biological effectiveness (RBE). N

    adalah relatif faktor kerusakan yang ditunjukkan melalui distribusi spasial dari

    radionuklida. Sebagai contoh faktor kualitas Q untuk radiasi alfa adalah 10 dan

    untuk radiasi gamma adalah 1. N mempunyai nilai 1 untuk distribusi spasial yang

    seragam, nilai 5 untuk distribusi spasial yang tidak seragam seperti radium dalam

    tulang. Semenjak RBE tergantung kepada LET (Linear Energy Transfer) maka

    sangat beralasan menyatakan bahwa LET menunjukkan efektifitas biologi dari

    radiasi [29,36]. Untuk N, faktor kerusakan distribusi spasial dikaitkan dengan

    konsep Spesific Effective Energy (SEE) yang direkomendasikan oleh publikasi

    ICRP nomor 26 adalah 1. Rekomendasi ICRP 103 untuk Faktor kualitas radiasi

    diberikan dalam Tabel 2.2 [9].

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 17

    Universitas Indonesia

    Tabel 2.2 Rekomendasi ICRP 103 untuk Faktor Kualitas Radiasi

    Jenis Radiasi Faktor Kualitas (Q)

    Sinar X, sinar Gamma, partikel beta, dan elektron 1

    Netron termal 10

    Netron cepat, proton, partikel alfa. 20

    Dosis efektif ekivalen (HE) diperoleh dari perkalian dosis ekivalen (HT)

    dengan faktor bobot jaringan (WT) seperti persamaan berikut[1,6].

    TTE HWH = (2.19)

    WT yang merupakan faktor bobot jaringan menunjukkan resiko organ terkena efek

    stokastik atau resiko kanker dan efek non stokastik. Faktor bobot jaringan yang

    direkomendasikan oleh ICRP 103 [3,9] diberikan dalam Tabel 2.3.

    Tabel 2.3. Rekomendasi Faktor Bobot Jaringan

    Jaringan WT ∑WT

    Sumsum tulang (merah), usus besar, paru-paru,

    lambung, payudara, remainder tissues* 0,12 0,72

    Gonads 0,08 0,08

    Kandung kemih, Oesophagus, hati, tiroid 0,04 0,16

    Permukaan tulang, otak, kelenjar ludah, kulit 0,01 0,04

    Total 1,00

    *Remainder tissue: Adrenal, daerah Extrathoracic (ET), Kandung empedu, Jantung, Ginjal, Lymphatic nodes, Otot, mukosa mulut, Pankreas, Prostat, usus halus, spleen, Thymus, Uterus/leher rahim.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 18 Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1. Peralatan, Bahan dan Penentuan sampel

    Peralatan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 unit

    kamera gamma merk SkyLight – Philips milik RSPP Pertamina Jakarta dan

    Pegasys Blade dari ADAC yang terintergrasi ke unit kamera gamma untuk

    melakukan proses citra, kalibrator dosis radionuklida merk Capintec CRC 15R

    S/N 158459 dengan tipe dosimeter ionisasi chamber untuk mengukur aktivitas

    sumber radiasi 99Tcm, fantom acrylic perpex untuk menentukan faktor atenuasi

    jaringan. Dosimeter Thermo Luminisence Dosimetry (TLD), type TLD 100,

    produksi Harshaw digunakan untuk mengukur dosis permukaan dekat organ

    spesifik antara lain sternum, ginjal dan kandung kemih.

    Gambar. 3.1 Kamera Gamma Merk SkyLight - Philips

    detektor atas

    detektor bawah

    konsul monitor

    meja pemeriksaan

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 19

    Universitas Indonesia

    Sesuai dengan penggunaan klinis radionuklida yang digunakan adalah 99Tcm yang

    dielusi dari generator 99Mo produksi Batan Teknologi Indonesia dan senyawa

    kimia pembawa MDP buatan dari GE Healthcare United Kingdom.

    Sampel dipilih dari pasien pemeriksaan bone scan dengan kriteria usia di

    atas 20 tahun, tidak hamil, tidak sedang menyusui dan tidak menderita penyakit

    atau kelainan jantung. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan

    Nomogram Harry King [20]. Dengan diketahui jumlah populasi pasien bone scan

    kira-kira 73 orang perbulan, maka jumlah minimum untuk tingkat kepercayaan

    85% dan tingkat kesalahan 15% ditentukan sebagai 0.28 x 73 = 20 orang.

    Demografi data pasien diberikan dalam Lampiran 13 dalam Tabel. 13.1.A dan

    13.2.A.

    3.2. Metode

    3.2.1 Penentuan Faktor Konversi Organ.

    Untuk keperluan ini dilakukan observasi pada citra CT Scan dari pasien

    radioterapi RSPP Pertamina yang ditujukan untuk memperoleh informasi

    kedalaman Antero Posterior (AP) dan Postero Anterior (PA) berbagai organ bagi

    pasien pada umumnya. Organ yang diobservasi adalah tulang rangka, kandung

    kemih, ginjal dan jantung. Untuk organ tulang rangka dipilih sternum untuk

    atenuasi AP dan tulang belakang untuk atenuasi PA, mengingat keduanya dekat

    dengan permukaan kulit, sehingga faktor konversi menjadi lebih rendah dan

    atenuasi lebih kecil sehingga cacahan lebih tinggi.

    Kedalaman organ ditentukan dari citra irisan sagital dan axial dan dipilih

    pada irisan melalui pertengahan organ yang dianggap sebagai kedalaman rata-rata.

    Kedalaman AP dan PA organ dinyatakan sebagai rata-rata dari irisan sagital dan

    axial. Gambar 3.2 adalah contoh citra CT Scan irisan sagital dan axial.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 20

    Universitas Indonesia

    a b

    Gambar 3.2. Contoh Irisan a: sagital dan b: axial

    Selanjutnya data ini diperlukan untuk melakukan pengukuran faktor

    konversi dengan simulasi organ pada fantom acrylic. Fantom terbuat dari susunan

    lapisan acrylic perspex dengan ukuran 30 x 30 cm yang ketebalan disesuaikan

    dengan organ yang akan diamati. Nomor atom efektif acrylic perspex adalah 7,55

    mendekati nomor atom efektif air yaitu 7,4 [25]. Posisi radionuklida dalam fantom

    merupakan simulasi organ dalam tubuh yang kedalaman AP dan PA mengikuti

    hasil observasi pada citra CT Scan. Khusus untuk simulasi total tubuh,

    radionuklida di dalam syringe dideteksi langsung tanpa menggunakan fantom.

    Untuk memperoleh faktor konversi laju cacah menjadi satuan aktivitas,

    radionuklida 99Tcm dengan aktivitas yang bervariasi 10 mCi s/d 20 mCi dengan

    interval 2,5 mCi di dalam syringe diletakkan pada posisi organ di dalam fantom.

    Selanjutnya radionuklida dalam fantom dideteksi dengan kamera gamma selama

    tiga menit. Hasil cacahan ditayangkan langsung pada monitor control panel.

    Skema pengukuran cacahan radionuklida dalam fantom dapat dilihat dalam

    Gambar 3.3.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 21

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.3. Skema Posisi Fantom, Radionuklida 99Tcm dan Kamera Gamma dalam Penentuan Faktor Konversi

    3.2.2 Penentuan Dosis Internal Organ

    Persiapan radiofarmaka 99TCm – MDP dilakukan oleh pelaksana RSPP

    Pertamina, pada umumnya setiap pasien untuk pemeriksaan bone scan

    memerlukan 12 mCi – 17 mCi dengan volume sesuai dengan umur Molibdenum

    (Mo99). Pada prakteknya sebagian volume Radiofarmaka akan tertinggal di dalam

    syringe pada proses penyuntikan pasien. Dengan demikian aktivitas 99Tcm yang

    masuk ke dalam tubuh perlu dikoreksi dengan aktivitas 99Tcm yang tersisa dalam

    syringe.

    Pengambilan citra planar dengan mengatur waktu scanning seperti yang

    tercantum dalam Tabel 3.1.

    detektor bawah

    detektor atas

    Syiringe berisi 99Tcm

    meja pemeriksaan

    jarak organ ke permukaan anterior tubuh (AP) sesuai hasil observasi CT Scan

    jarak organ ke permukaan posterior tubuh (PA) sesuai

    hasil observasi CT Scan

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 22

    Universitas Indonesia

    Tabel 3.1. Jadwal Pengambilan Citra

    Sesi Waktu

    (detik)

    Peruntukan Citra Keterangan

    1 36 Jantung dan ginjal Sesi pertama dilakukan sesaat setelah penyuntikan dan dilakukan secara dinamik dari 36 s.d 180 detik untuk citra jantung dan ginjal.

    72 Jantung dan ginjal 108 Jantung dan ginjal 114 Jantung dan ginjal 180 Jantung dan ginjal 300 Ginjal dan kandung kemih Dilakukan secara statik 600 Seluruh tubuh Dilakukan secara statik 1500 Jantung dan ginjal Dilakukan secara statik 2 3600 Ginjal dan kandung kemih Sesi ke dua dilakukan 1 jam setelah

    penyuntikan dan dilakukan secara statik 3900 Seluruh tubuh 3 7200 Ginjal dan kandung kemih Sesi ke tiga dilakukan 2 jam setelah

    penyuntikan dan dilakukan secara statik 7500 Seluruh tubuh 4 9800 Ginjal dan kandung kemih Sesi ke empat dilakukan 3 jam setelah

    penyuntikan dan dilakukan secara statik 10100 Seluruh tubuh 5 14400 Ginjal dan kandung kemih Sesi ke lima dilakukan 4 jam setelah

    penyuntikan dan dilakukan secara statik 14700 Seluruh tubuh

    Yang termasuk Region Of Interest (ROI) adalah seluruh daerah organ yang

    dimaksud baik hot area maupun cold area. Cacahan dari ROI akan ditayangkan

    langsung secara otomatis pada layar monitor. Gambar 3.4 adalah contoh ROI

    untuk ginjal dan kandung kemih.

    Gambar 3.4. ROI untuk Ginjal dan Kandung Kemih

    ROI ginjal

    ROI kandung kemih

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 23

    Universitas Indonesia

    Selanjutnya aktivitas 99Tcm dalam organ (A) dikalkulasi berdasarkan nilai

    cacahan AP (CA) dan PA (Cp) dengan mengikuti formula berikut ini.

    ( ) ( )posteriorPanteriorA xFKCxxFKCA= (3.1)

    Aktivitas kumulatif dikalkulasi menggunakan program Maple dengan

    memasukkan data peluruhan sumber 99Tcm secara eksponensial.

    Aktivitas kumulatif untuk kandung kemih didapatkan dari imaging planar

    bukan dari perhitungan urin pasien yang seharusnya, hal ini dikarenakan metode

    tersebut agak sulit dilaksanakan di lapangan karena keterbatasan di rumah sakit

    sehingga untuk memudahkan pengambilan data maka aktivitas kumulatif kandung

    kemih didapat dari imaging planar dengan membuat ROI dari kandung kemih

    pada waktu waktu tertentu sesuai dengan jadwal scanning dalam Tabel 3.1.

    Dosis internal organ yang merupakan dosis serap organ berasal dari

    radionuklida yang berada di dalam organ itu sendiri ditambah dengan dosis yang

    berasal dari radionuklida yang berada di dalam organ lain dengan mengikuti

    metode MIRD. Untuk dosis serap permukaan tulang diperoleh dari radionuklida 99Tcm yang berada di dalam cortical bone dan trabecular bone, kandung kemih,

    kedua ginjal, jantung dan seluruh tubuh. Menurut ICRP no 30 [27] aktivitas

    kumulatif pada cortical bone dan trabecular bone adalah 50% dari aktivitas

    kumulatif tulang apabila radioaktif terkonsentrasi di permukaan tulang dan begitu

    juga dalam MIRD 11 [13] dan MIRD no.13 [14] menggunakan asumsi yang sama.

    Secara matematik dosis serap permukaan tulang dapat ditulis sebagai berikut.

    ( ) ( ) ( ) ( )TBBSHCBSKIDsBSBLDCBSTrabBBSCortBBSBS DDDDDDD ←←←←←← +++++= )()(

    (3.2)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBBSTBHCBSHCKidsBSKIDsBLDCBSBLDCTrabBBSBSCortBBSBSBS SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.3)

    Dosis serap sumsum tulang diperoleh dari dosis pada cortical bone dan trabecular

    bone dan ditambah dengan dosis kandung kemih, kedua ginjal, jantung dan total

    tubuh, secara matematik dosis serap sumsum tulang dapat ditulis sebagai berikut.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 24

    Universitas Indonesia

    ( ) ( ) ( ) ( )TBRMHCRMKIDsRMBLDCRMTrabBRMCortBRMRM DDDDDDD ←←←←←← +++++= )()( (3.4)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBRMTBHCRMHCKidsRMKIDsBLDCRMBLDCTrabBRMBSCortBRMBSRM SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.5)

    Untuk dosis serap dinding kandung kemih diperoleh dari dosis yang berasal dari

    isi kandung kemih ditambah dengan dosis cortical dan trabecular bone, kedua

    ginjal, jantung dan total tubuh, sehingga mengikuti persamaan matematik berikut.

    ( ) ( ) ( ) ( )TBBWHCBWKIDsBWBLDCBWTrabBBWCortBBWBW DDDDDDD ←←←←←← +++++= )()(

    (3.6)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBBWTBHCBWHCKidsBWKIDsBLDCBWBLDCTrabBBWBSCortBBWBSBW SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.7)

    Untuk dosis serap kedua ginjal berasal dari kedua ginjal itu sendiri ditambah

    dengan dosis cortical dan trabecular bone, kandung kemih, jantung dan total

    tubuh, secara matematik dapat ditulis sebagai berikut.

    ( ) ( ) ( ) ( )TBGJHCGJKIDsGJBLDCGJTrabBGJCortBGJGJ DDDDDDD ←←←←←← +++++= )()(

    (3.8)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBGJTBHCGJHCKidsGJKIDsBLDCGJBLDCTrabBGJBSCortBGJBSGJ SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.9)

    Untuk dosis serap dinding jantung yang diperhitungkan adalah dosis pada jantung

    itu sendiri ditambah dengan dosis yang berasal dari cortical dan trabecular bone,

    kandung kemih, jantung dan seluruh tubuh. Persamaan matematik dapat ditulis

    sebagai berikut.

    ( ) ( ) ( ) ( ) ( )TBHWHCHWKIDSHWBLDCHWTrabBHWCortBHWHW DDDDDDD ←←←←←← +++++= )( (3.10)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBHWTBHCHWHCKidsHWKIDsBLDCHWBLDCTrabBHWBSCortBHWBSHW SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.11)

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 25

    Universitas Indonesia

    Untuk dosis serap total tubuh berasal dari dosis total tubuh ditambah dengan dosis

    yang berasal dari cortical bone dan trabecular bone, kandung kemih, kedua ginjal

    dan jantung. Secara matematik dapat ditulis sebagai berikut.

    ( ) ( ) ( ) ( )TBTBHCTBKIDsTBBLDCTBTrabBTBCortBTBTB DDDDDDD ←←←←←← +++++= )()(

    (3.12)

    ( ) ( ) ( ) ( )TBTBTBHCTBHCKidsTBKIDsBLDCTBBLDCTrabBTBBSCortBTBBSTB SASASASASASAD ←←←←←← ×+×+×+×+×+×=~~~~~

    5,0~

    5,0 )()(

    (3.13)

    Nilai S untuk radionuklida yang berada di dalam permukaan tulang, kandung

    kemih, kedua ginjal dan seluruh tubuh menggunakan nilai yang ada di dalam tabel

    MIRD no.11. Sedangkan nilai S untuk radionuklida yang berada di dalam jantung

    di hitung dengan cara mengalikan fraksi serapan jenis dengan ∆i dari 99Tcm yang

    berdasarkan referensi adalah 0,3029 [29]. Fraksi serapan jenis untuk 99Tcm dengan

    energi 140 KeV (0,14 MeV) didapat dari extrapolasi energi dengan fraksi serapan

    jenis yang terdapat di dalam tabel MIRD no.5[15].

    Selanjutnya dosis efektif ekivalen organ dapat diperkirakan sebagai

    perkalian dosis ekivalen (HT) dengan bobot jaringan (WT). Dosis ekivalen didapat

    dari perkalian dosis serap (D) dengan bobot kualitas radiasi (Q). Secara matematik

    dosis efektif ekivalen (HE) untuk setiap organ dapat ditulis sebagai berikut.

    organTTorganE HWH = (3.14)

    3.2.3 Pengukuran Dosis Permukaan

    Untuk keperluan proteksi radiasi dilakukan pengukuran dosis permukaan,

    tiga titik lokasi pengukuran TLD dipilih pada daerah depan di sternum (a) dan

    kandung kemih (c) dan pada daerah belakang di ginjal kanan (b), lebih jelas dapat

    dilihat dalam Gambar 3.5. Untuk setiap titik diletakkan 3 TLD yang sudah

    dikalibrasi oleh BATAN dengan foton 10,2 mmCu.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 26

    Universitas Indonesia

    Gambar 3.5. Titik Pengukuran TLD: a. daerah sternum, b. daerah ginjal kanan dan c. daerah kandung kemih

    a

    b sc

    depan belakang

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 27 Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Hasil

    4.1.1 Faktor Konversi Laju Cacah menjadi Satuan Aktivitas

    Untuk mengetahui faktor konversi laju cacah menjadi satuan aktivitas

    radionuklida dalam organ, diperlukan informasi kedalaman organ. Dengan citra

    CT Scan dari 20 orang pasien telah diperoleh informasi kedalaman organ AP dan

    PA tulang, ginjal, kandung kemih, jantung. Hasil pengukuran dapat dilihat dalam

    Tabel. 4.1 dan data keseluruhan dari hasil observasi pada citra CT untuk setiap

    organ diberikan dalam Lampiran 1.

    Tabel. 4.1 Kedalaman Organ dari Antero Posterior dan Postero Anterior Tubuh

    ORGAN Kedalaman Organ (cm)

    AP PA

    Tulang 1,38 ± 0,44 1,70 ± 0,53

    Kandung Kemih 4,18 ± 0,98 8,61 ± 1,34

    Ginjal 11,04 ± 1,21 3,97 ± 0,96

    Jantung 3,12 ± 0,61 8,06 ± 0,95

    Telah dilakukan pengukuran faktor konversi laju cacah menjadi satuan

    aktivitas untuk berbagai organ tertentu dengan menggunakan fantom acrylic yang

    ketebalannya berdasarkan data dalam Tabel 4.1. Seluruh hasil pengukuran

    aktivitas sumber 99Tcm dengan fantom simulasi organ tulang, kandung kemih,

    ginjal, jantung dan total tubuh dapat dilihat dalam Lampiran 2. Dari data dalam

    Lampiran 2 tersebut, diperoleh faktor konversi laju cacah dalam satuan count per

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 28

    Universitas Indonesia

    second (cps) menjadi satuan aktivitas untuk berbagai organ yang ditunjukkan

    dalam Tabel 4.2.

    Tabel 4.2. Faktor Konversi Laju Cacah menjadi Satuan Aktivitas

    Organ

    Faktor Konversi (mCi/cps)

    x 10-4

    AP PA

    Tulang 2,8 3,9

    Kandung Kemih 4,2 9,4

    Ginjal 8,6 5,2

    Jantung 5,1 11,7

    Total Tubuh 2,3 3,0

    4.1.2 Waktu Tinggal 99Tcm di Dalam Organ

    Aktivitas rata-rata sumber 99Tcm yang disuntikkan ke dalam tubuh 20

    orang pasien pada pemeriksaan bone scan dalam penelitian ini 13,9 ± 1,5 mCi

    atau dalam rentang 432 – 629 MBq. Data aktivitas sumber untuk masing-masing

    pasien dapat dilihat pada Lampiran 3 dalam Tabel 3.1.A. Hasil laju cacah (cps)

    pada ROI dan aktivitas hasil perhitungan berbagai organ untuk semua pasien

    dengan variasi waktu diberikan pada Lampiran 4 dalam Tabel 4.1.A s.d 4.20.A.

    Dengan data dalam tabel tersebut dibuat kurva aktivitas kumulatif sumber 99Tcm

    pada setiap organ untuk masing-masing pasien, yang dapat dlihat pada Lampiran

    4 dalam Gambar 4.1.A s.d 4.20.A.

    Gambar 4.1. merupakan contoh kurva aktivitas kumulatif salah satu pasien

    untuk semua organ. Nilai t maksimum ditentukan dari kurva aktivitas kumulatif

    yang menunjukkan nilai akitivitas maksimum.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 29

    Un

    iversitas Ind

    on

    esia

    tAmax = 0,05 jam tAmax = 0,05 jam tAmax = 0,05 jam

    tAmax = 0,17 jam tAmax = 1,42 jam tAmax = 0,17 jam

    Gambar 4.1. Kurva Aktivitas Kumulatif 99Tcm dalam Berbagai Organ Salah Satu Pasien

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 30

    Universitas Indonesia

    Kemudian dengan program Excel ditentukan peluruhan eksponensial dari t

    maksimum sampai t akhir scanning. Contoh peluruhan eksponensial dari

    eliminasi 99Tcm dalam berbagai organ salah satu pasien dapat dilihat dalam

    Gambar 4.2.

    Gambar 4.2. Eliminasi 99Tcm di Dalam Berbagai Organ Salah Satu Pasien

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 31

    Universitas Indonesia

    Selanjutnya dengan program Maple, aktivitas kumulatif ditentukan dengan

    integrasi fungsi eksponensial tersebut mulai dari t maksimum sampai dengan

    waktu scanning terakhir. Aktivitas kumulatif dalam berbagai organ untuk ke 20

    pasien dapat dilihat dalam Lampiran 5 pada Tabel 5.1.A. Dari tabel tersebut dapat

    dihitung waktu tinggal (residence time) 99Tcm di dalam organ yang ditunjukkan

    pada Tabel 6.1.A s.d Tabel 6.5.A dalam Lampiran 6. Rentang aktivitas kumulatif

    dan rata-rata waktu tinggal 99Tcm dalam berbagai organ dapat dilihat dalam Tabel

    4.3. Grafik rata-rata waktu tinggal 99Tcm dalam berbagai organ ditunjukkan pada

    Gambar 4.3 dan sebaran aktivitas kumulatif dalam setiap organ untuk semua

    pasien diberikan pada Gambar 4.4 dalam grafik boxplot.

    Tabel 4.3. Rentang Aktivitas Kumulatif, Rata-Rata Waktu Tinggal 99Tcm dalam Berbagai Organ

    Organ Sumber Rata-rata à Rentang à τ (mCi-jam) (mCi-jam) (jam)

    Permukaan tulang 6,6 ± 1,4 4,2 - 9,4 1,9± 0,4

    Kandung kemih 1,7 ± 0,5 0,6 - 2,6 1,4 ± 0,4

    Ginjal 1,1 ± 0,3 0,6 - 1,7 0,2 ± 0,1

    Jantung 2,0 ± 0,4 1,3 - 2,6 0,2 ± 0,04

    Total Tubuh* 11,5 ± 1,6 9,0 - 15,0 1,9 ± 0,6

    *Tidak termasuk kandung kemih

    Gambar 4.3. Grafik Rata-rata Waktu Tinggal (τ) 99Tcm dalam Berbagai Organ

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 32

    Universitas Indonesia

    Median 25%-75% 10%-90% permukaan tulang

    kandung kemihginjal

    jantungtotal tubuh

    0

    2

    4

    6

    8

    10

    12

    14

    16

    aktiv

    itas

    kum

    ulat

    if (m

    Ci-j

    am)

    Gambar 4.4. Sebaran Aktivitas Kumulatif Berbagai Organ pada Ke20 Pasien

    4.1.3 Dosis Internal

    Dosis internal yang merupakan dosis serap organ diperoleh dari perkalian

    aktivitas kumulatif dengan nilai S yang mengikuti persamaan 3.2 s.d 3.13. Adapun

    nilai S dalam perhitungan tersebut menggunakan nilai yang diberikan oleh

    MIRD 11 [13] (Tabel 4.4).

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 33

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.4. Nilai S untuk Berbagai Organ Sumber dan Organ Target

    S (rad/µCi-jam) Organ Sumber

    Organ Target Rangka cortical

    bone trabecular

    bone Kandung Kemih Ginjal

    Total Tubuh Jantung

    Tulang 1,20E-05 1,00E-05 9,20E-07 1,40E-06 2,50E-06 1,60E-06*

    Sumsum tulang 4,10E-06 9,10E-06 2,20E-06 3,80E-06 2,90E-06 2,28E-06*

    Dinding kandung kemih 5,10E-07 5,10E-07 1,60E-04 2,80E-07 2,30E-06 5,86E-08*

    Ginjal 8,20E-07 8,20E-07 2,60E-07 1,90E-04 2,20E-06 1,07E-06*

    Total tubuh 2,00E-06 2,00E-06 1,90E-06 2,20E-06 2,00E-06 7,57E-07*

    Dinding jantung L 7,65E-07** 1,45E-06** 2,96E-08** 1,09E-06** 2,20E-06** 7,22E-05**

    Dinding jantung P 9,40E-07** 1,51E-06** 5,62E-08** 1,32E-06** 2,72E-06** 9,58E-05**

    *Nilai S dari ekstrapolasi energi, ditunjukkan pada Tabel 7.2.A dalam Lampiran 7. **Nilai S dari referensi nomor 30

    Nilai dosis serap dan dosis efektif ekivalen pada berbagai organ untuk semua

    pasien diberikan pada Tabel 8.1.A s.d Tabel 8.6.A dalam Lampiran 8. Rata-rata

    dosis serap untuk berbagai organ dapat dilihat dalam Tabel 4.5 dan Gambar 4.5

    memperlihatkan waktu tinggal 99Tcm dan dosis serap pada berbagai organ dalam

    pemeriksaan bone scan pada penelitian ini dalam bentuk bagan tubuh manusia.

    Tabel 4.5. Dosis Serap dan Dosis Efektif Ekivalen Berbagai Organ

    Organ Target

    Dosis Serap

    Dosis Efektif Ekivalen Organ

    (mGy) (µGy/MBq) (mSv)

    Permukaan tulang 0,7 – 1,5 2,1 ± 0,2 0,01 – 0,02 Sumsum tulang 0,6 - 1,2 1,7 ± 0,2 0,08 – 0,14

    Dinding kandung kemih 1,3 - 4,6 5,8 ± 1,6 0,05 – 0,18

    Ginjal 1,5 - 3,6 4,7 ± 1,0 0,17 – 0,43

    Dinding Jantung 1,2 - 2,9 4,0 ± 0,8 0,14 – 0,35 Total Tubuh* 0,3 - 0,6 0,8 ± 0,1 0,32 – 0,55

    * Tidak termasuk kandung kemih

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 34

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.5. Bagan Waktu Tinggal (τ) 99Tcm dan Dosis Serap (D) Berbagai Organ Sebaran nilai dosis serap berbagai organ untuk semua pasien dalam grafik box

    plot dapat dilihat dalam Gambar 4.6.

    Total tubuh (tidak termasuk kandung kemih) τ = 1,9 ± 0,6 jam D = 0,8 ± 0,1 µGy/MBq

    Ginjal τ = 0,2 ± 0,1 jam D = 4,7 ± 1,0 µGy/MBq

    Jantung τ = 0,2 ± 0,04 jam D = 4,0 ± 0,8 µGy/MBq

    Kandung kemih τ = 1,4 ± 0,4 jam D = 5,8 ± 1,6 µGy/MBq

    Permukaan tulang τ = 1,9 ± 0,4 jam D = 2,1 ± 0,2 µGy/MBq

    Sumsum tulang D = 1,7 ± 0,2 µGy/Mq

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 35

    Universitas Indonesia

    Median 25%-75% 10%-90% permukaan tulang

    sumsum tulangdinding kandung kemih

    ginjaldinding jantung

    total tubuh

    0,0

    0,5

    1,0

    1,5

    2,0

    2,5

    3,0

    3,5

    4,0

    4,5

    dosi

    s se

    rap

    (mG

    y)

    Gambar 4.6. Sebaran Dosis Serap Berbagai Organ pada Ke20 Pasien 4.1.4 Dosis Permukaan

    Pemeriksaan bone scan merupakan pemeriksaan kedokteran nuklir yang

    menggunakan jumlah aktivitas yang tinggi, untuk itu perlu diketahui dosis

    permukaan pada pasien, agar dapat dilakukan tindakan proteksi radiasi terhadap

    masyarakat disekitar agar tidak terkena radiasi yang tidak perlu. Adapun dosis

    permukaan yang diperoleh dari penelitian untuk seluruh pasien dapat dilihat pada

    Tabel 9.1.A. dan Tabel 9.2.A.dalam Lampiran 9. Rentang dosis permukaan pada

    titik di daerah sternum (a), ginjal kanan (b) dan kandung kemih (c) pada 0, 1 dan 2

    jam setelah penyuntikan dengan aktivitas yang disuntikkan pada pasien 446 – 629

    MBq ditunjukkan dalam Tabel 4.6 dan rata-rata dosis permukaan per 1 MBq

    diberikan dalam Tabel 4.7 dan dalam bentuk bagan tubuh manusia diberikan

    dalam Gambar 4.7.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 36

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.6. Rentang Dosis Permukaan pada Ketiga Titik Pengukuran dalam mGy/jam

    Titik Pengukuran

    waktu setelah penyuntikan (jam)

    0 1 2

    a 0,9 – 3,8 1,4 - 4,5 1,1 - 4,1

    b 1,0 - 4,3 1,0 - 4,3 0,6 - 3,7

    c 1,0 – 4,3 1,5 - 4,8 0,7 - 3,0

    Tabel 4.7. Dosis Permukaan dalam 1 MBq pada Ketiga Titik Pengukuran

    dalam µGy/jam per 1 MBq

    Titik Pengukuran

    waktu setelah penyuntikan (jam)

    0 1 2

    a 3,6 ±1,4 5,3 ±2,1 4,3 ±1,9

    b 3,8 ±1,4 5,1 ±1,9 3,9 ±1,5

    c 3,7 ±1,4 5,5 ±1,9 3,9 ±1,3

    Gambar 4.7. Bagan Dosis Permukaan Pada Setiap Titik Pengukuran

    a (µGy/jam per 1 MBq) 0 jam = 3,6 ± 1,4 1 jam = 5,3 ± 2,1 2 jam = 4,3 ± 1,9

    b (µGy/jam per 1 MBq) 0 jam = 3,7 ± 1,4 1 jam = 5,5 ± 1,9 2 jam = 3,9 ± 1,3

    c (µGy/jam per 1 MBq) 0 jam = 3,7 ± 1,4 1 jam = 5,5 ± 1,9 2 jam = 3,9 ± 1,3

    depan belakang

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 37

    Universitas Indonesia

    4.2 Pembahasan

    Pemeriksaan bone scan merupakan pemeriksaan kedoktreran nuklir yang

    menggunakan aktivitas tinggi berkisar 10 – 20 mCi atau 370 MBq – 740 MBq.

    Disamping itu pemeriksaan bone scan juga dilakukan secara berkala setiap enam

    bulan bagi pasien post kanker untuk mengecek adanya metastase pada tulang.

    Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dosis pada pasien yang menjalani pemeriksaan

    bone scan. Mengingat pasien dalam kedokteran nuklir menjadi sumber radiasi

    maka informasi dosis permukaan pasien juga menjadi penting.

    Penelitian diawali dengan pengukuran kedalaman berbagai organ dalam

    tubuh dengan ukuran rata-rata tubuh pasien. Data kedalaman tersebut digunakan

    sebagai dasar pembuatan fantom guna memperoleh faktor konversi laju cacah

    menjadi satuan aktivitas. SPECT yang digunakan tidak dilengkapi dengan CT

    sehingga tidak dapat diperoleh informasi kedalaman organ di dalam tubuh, untuk

    mengatasi keterbatasan ini, kedalaman organ diambil dari citra CT pasien

    radiotherapi yang tersimpan dalam Treatment Planning System (TPS) di Rumah

    Sakit Pusat Pertamina

    Pada mulanya penentuan faktor konversi dirancang berasal dari sumber

    dengan volume sesuai volume organ, namun dengan percobaan menggunakan

    sumber dalam tabung suntik ternyata hasilnya sama dengan apabila sumber dalam

    volume sesuai dengan volume organ. Oleh karena itu penentuan faktor konversi

    dalam penelitian ini menggunakan sumber yang berada dalam tabung suntik yang

    diletakkan dalam fantom sesuai ketebalan AP dan PA organ dalam tubuh.

    Pada umumnya pengambilan citra pemeriksaan bone scan dilakukan satu

    kali pada dua jam setelah penyuntikan, untuk memperoleh data yang diperlukan

    dalam penelitian ini, pengambilan citra dilakukan beberapa kali sehingga perlu

    kerjasama khusus dengan pasien. Tidak semua pasien bersedia untuk menjadi

    sampel penelitian sehingga untuk pemperoleh dua puluh sampel membutuhkan

    empat bulan. Kalibrasi TLD yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

    sinar-X dengan HVL 10,2 mmCu, kualitas ini mendekati energi gamma yang

    dipancarkan oleh 99Tcm sebesar 140 KeV. Dalam penelitian ini pengamatan

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 38

    Universitas Indonesia

    difokuskan kepada waktu tinggal (residence time) 99Tcm dalam organ, dosis

    internal organ dan dosis permukaan.

    4.2.1 Waktu Tinggal 99Tcm-MDP Dalam Organ

    Dari penelitian ini sebagian besar 99Tcm-MDP diserap oleh tulang dan

    kemudian sedikit oleh ginjal dan diekskresikan melalui sistem urinaria melalui

    kandung kemih sebagai tempat penampungan sebelum dikeluarkan melalui uretra

    [8], hal ini diperlihatkan dalam penelitian ini dengan aktivitas kumulatif yang

    tinggi di permukaan tulang yaitu 6,6 ± 1,4 mCi-jam dengan rentang 4,2 – 9,4

    mCi-jam, sedangkan dalam kandung kemih 1,7 ± 0,5 mCi-jam dengan rentang

    0,6 – 2,6 mCi-jam, dalam ginjal 1,1 ± 0,3 mCi-jam dengan rentang 0,6 – 1,7

    mCi-jam. Untuk waktu tinggal 99Tcm dalam organ diperlihatkan dalam

    Gambar 4.3 dan Tabel 4.3, dari tabel tersebut terlihat bahwa waktu tinggal yang

    paling tinggi terjadi dalam permukaan tulang mendekati sama dengan total tubuh

    sekitar 1,9 jam dan diikuti oleh kandung kemih sekitar 1,4 jam dan yang paling

    rendah dalam ginjal mendekati sama dengan jantung sekitar 0,2 jam. Dalam

    metabolisme tubuh, 99Tcm disuntikkan melalui vena yang langsung menuju

    jantung, dan kemudian langsung dicurahkan kembali ke seluruh tubuh dengan

    kecepatan 5600 ml/menit [32]. Khusus curahan ke ginjal 1200 ml/menit [32].

    Pergerakan 99Tcm sedemikian cepat dalam jantung dan ginjal, mengakibatkan

    waktu tinggal 99Tcm dalam kedua organ menjadi rendah begitu juga dengan waktu

    tinggal 99Tcm dalam kandung kemih. Berbeda dengan yang terjadi di dalam

    jantung dan ginjal, pergerakan 99Tcm sangat lambat dalam tulang, oleh karenanya

    waktu tinggal 99Tcm dalam tulang relatif jauh lebih tinggi.

    Temuan dalam penelitian ini mendukung hasil penelitian Peller dkk [24],

    yang menyatakan bahwa pada awalnya 99Tcm–MDP terakumulasi dalam jaringan

    lunak seperti jantung, paru-paru, liver, otot, mukosa mulut. Dalam penelitian ini

    diperoleh informasi jantung menyerap sumber 99Tcm maksimum pada 5 menit

    setelah peyuntikan dan ginjal menyerap sumber 99Tcm maksimum pada 4 menit

    setelah penyuntikan. Setelah sekitar 10-15 menit terjadi uptake maksimum pada

    kandung kemih yang menurun dengan lambat melalui uretra, begitu juga dengan

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 39

    Universitas Indonesia

    total tubuh terjadi uptake maksimum sekitar 10 - 15 menit setelah penyuntikan.

    Untuk tulang, uptake maksimum terjadi relatif lambat, maksimum sekitar 1 – 1,5

    jam setelah penyuntikan yang sesuai dengan yang dinyatakan oleh ICRP 53 [8].

    Pada Lampiran 10 dalam Tabel 10.1.A sampai dengan Tabel 10.6.A diberikan

    waktu terjadinya aktivitas maksimum pada setiap organ untuk semua pasien.

    Gambar 4.8 memperlihatkan grafik perbandingan waktu terjadinya aktivitas

    maksimum pada setiap organ dan Gambar 4.9 menunjukkan citra dinamika 99Tcm

    di dalam tubuh.

    Gambar 4.8. Perbandingan Waktu Terjadinya Aktivitas Maksimum pada Setiap Organ

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 40

    Universitas Indonesia

    a b c

    Gambar 4.9. Citra Dinamika 99Tcm di dalam Tubuh Setelah Penyuntikan. a. 36 Detik b. 180 Detik c. 25 Menit.

    Dalam Tabel 4.8 diberikan perbandingan waktu tinggal 99Tcm antara hasil

    penelitian ini dengan penelitian lain, jika dibandingkan dengan hasil penelitian

    lain, waktu tinggal 99Tcm dalam organ pada penelitian ini untuk beberapa organ

    seperti kandung kemih dan kedua ginjal mendekati sama sedangkan waktu tinggal 99Tcm dalam permukaan tulang berbeda. Perbedaan waktu tinggal 99Tcm dalam

    tulang antara hasil penelitian ini dengan penelitian lain diperkirakan karena

    perbedaan waktu pengamatan. Dalam penelitian ini pengamatan dilakukan hanya

    3-4 jam setelah penyuntikan padahal pada waktu tersebut aktivitas pada tulang

    belum mendekati aktivitas latar, lain halnya dengan aktivitas yang ada di dalam

    kandung kemih, kedua ginjal dan jantung pada waktu tersebut sudah hampir

    mendekati aktivitas latar. Dalam Lampiran 11 Tabel 11.1.A diberikan

    perbandingan waktu pengamatan dalam penelitian ini dengan waktu pada saat

    aktivitas dalam organ mendekati nilai latar yang diperoleh dari ekstrapolasi

    dengan menggunakan konstanta peluruhan yang didapat dari penelitian ini,

    sedangkan Tabel 11.2.A dalam Lampiran 11 merupakan aktivitas latar dalam

    masing-masing organ. Dalam tabel 4.8, jika dibandingkan hasil ekstrapolasi

    dengan hasil penelitian ini terlihat bahwa waktu tinggal 99Tcm hasil ekstrapolasi

    untuk ginjal, jantung dan kandung kemih tidak berubah secara siknifikan,

    sedangkan permukaan tulang dan total tubuh terjadi kenaikan yang siknifikan dari

    hasil penelitian ini. Jika hasil ekstrapolasi dibandingkan dengan penelitian lain

    maka waktu tinggal 99Tcm hasil ekstrapolasi dalam organ ditemukan sedikit lebih

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 41

    Universitas Indonesia

    besar, hal ini disebabkan karena perbedaan metabolisme tubuh antara orang

    indonesia dengan orang eropa.

    Tabel 4.8. Perbandingan Waktu Tinggal (dalam jam) 99Tcm dalam Organ Sumber dengan Penelitian Lain

    Organ sumber Penelitian ini

    (2011)

    Extrapolasi

    (2011)

    MIRD 13[14]

    (1989)

    AAPM[30]

    (1988)

    ICRP 53[8]

    (1988)

    Permukaan Tulang:

    a. Trabecular bone

    b. Cortical bone

    1,9 ± 0,4 4,0 ± 0,9

    1,36

    1,36

    3,01

    3,01

    Kandung kemih 1,4 ± 0,4 1,9 ± 0,6 0,782 1,15 1,15

    Kedua ginjal 0,2 ± 0,1 0,3 ± 0,1 0,148 0,13

    Jantung 0,2 ± 0,04 0,3 ± 0,02

    Total tubuh 1,9 ± 0,6 2,5 ± 0,3

    4.2.2 Dosis Internal Organ

    Dalam penentuan dosis internal atau dosis serap untuk masing-masing

    organ target yang diperhitungan bukan hanya dosis yang didapat dari organ target

    itu sendiri melainkan dosis yang berasal dari organ sumber lainnya, selain itu

    massa organ sumber juga termasuk dalam perhitungan. Dengan demikian dapat

    dimaklumi bahwa dosis serap yang tertinggi terjadi pada dinding kandung kemih

    5,8 ± 1,6 µGy/MBq, kemudian diikuti oleh ginjal 4,7 ± 0,1 µGy/MBq, jantung 4,0

    ± 0,8 µGy/MBq, permukaan tulang 2,1 ± 0,2 µGy/MBq, sumsum tulang 1,7 ± 0,2

    µGy/MBq dan total tubuh 0,8 ± 0,1 µGy/MBq (Tabel 4.5), meskipun aktivitas

    kumulatif tertinggi terjadi pada total tubuh, kemudian diikuti permukaan tulang,

    jantung, kandung kemih dan ginjal (Tabel 4.3), Gambar 4.10 memperlihatkan

    grafik dosis serap yang diperoleh dari penelitian ini.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 42

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.10. Grafik Dosis Serap Berbagai Organ

    Dalam penelitian ini waktu pengamatan hanya 3-4 jam setelah penyuntikan,

    sedangkan pada waktu tersebut aktivitas di dalam organ belum mendekati

    aktivitas latar sehingga perhitungan dosis serap yang diperoleh belum optimal,

    untuk itu dilakukan ekstrapolasi untuk mendapatkan dosis serap yang optimal.

    Hasil ekstrapolasi dapat dilihat pada Lampiran 12 dalam Tabel 12.1.A.

    Dalam publikasi ICRP nomor 103 [9] disebutkan batas dosis yang

    menyebabkan efek terhadap jaringan untuk sumsum tulang yaitu penurunan

    proses pembentukan darah adalah 0,5 Gy sedangkan penyebab kematian untuk sel

    sumsum tulang adalah 2-3 Gy. Apabila dibandingkan dengan nilai tersebut maka

    sumsum tulang dalam pemeriksaan bone scan pada penelitian ini aman dari efek

    radiasi tersebut. Perbandingan rentang dosis yang didapat dari penelitian ini

    dengan nilai batas ambang diberikan dalam Tabel 4.9.

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 43

    Universitas Indonesia

    Tabel 4.9. Perbandingan Rentang Dosis Serap Hasil Penelitian dengan Batasan Publikasi ICRP Nomor 103

    Organ Target

    Rentang Dosis Serap dalam Penelitian Ini

    Rentang Dosis Serap hasil ekstrapolasi

    Batas Ambang Kematian Sel (ICRP 103)

    Batas Ambang Penurunan

    Komponen Darah (ICRP 103)

    mGy mGy Gy Gy

    Permukaan Tulang 0,7 – 1,5 1,3 – 3,0 Sumsum tulang 0,6 - 1,2 1,1 – 2,2 2-3 0,5 Kandung kemih 1,3 - 4,6 2,8 – 6,1 Kedua ginjal 1,5 - 3,6 1,6 – 3,3 Jantung 1,2 - 2,9 2,1 – 2,7 Total Tubuh 0,3 - 0,6 0,5 – 0,9

    Dengan adanya angka koefisien risiko berdasarkan risiko kanker yang

    dipublikasikan oleh ICRP nomor 103 [9], dapat diketahui probabilitas kasus yang

    terjadi pada pemeriksaan bone scan, yang diberikan dalam Tabel 4.10.

    Kemungkinan organ terkena kanker untuk permukaan tulang terdapat 1 - 2 kasus

    dalam 100.000 orang, untuk sumsum tulang terdapat 6 - 11 kasus dalam 10.000

    orang dan untuk kandung kemih terdapat 3 – 11 kasus dalam 10.000 orang.

    Dengan melihat hasil tersebut maka sekecil apapun dosis serap yang diperoleh

    organ kemungkinan akan terkena risiko selalu ada dan kenaikan dosis akan

    meningkatkan risiko.

    Tabel 4.10. Kemungkinan Terjadinya Kasus Kanker dalam Pemeriksaan Bone Scan pada Penelitian Ini.

    Organ Target

    Rentang Dosis Efektif Ekivalen dalam penelitian

    ini

    Rentang Dosis Efektif Ekivalen hasil ekstrapolasi

    Angka koefisien resiko kanker (ICRP 103)

    Kemungkin dalam 10.000 orang

    terkena kanker dari hasil ekstrapolasi

    mSv mSv kasus per 104 orang / mSv

    orang

    Permukaan Tulang 0,01 – 0,02 0,01 – 0,03 7 0,07 - 0,21

    Sumsum tulang 0,08 – 0,14 0,12 – 0,26 42 5,0 - 10,9 Kandung kemih 0,05 – 0,18 0,06 – 0,25 43 2,6 – 10,8 Kedua ginjal 0,17 – 0,43 0,19 – 0,45 - Jantung 0,14 – 0,35 0,16 – 0,37 - Total Tubuh 0,32 – 0,55 0,45 – 0,92 -

    Penentuan dosis..., Rini Suryanti, FMIPA UI, 2011

  • 44

    Universitas Indonesia

    Perbandingan dosis serap yang diperoleh dari penelitian ini dengan

    penelitian lain diberikan dalam Tabel 4.11 dan Gambar 4.11, jika dibandingkan

    dengan penelitian lain dosis serap untuk p