penentuan dimensi vertikal dan relasi sentrik pada complete dan single denture(1)

27
PENENTUAN DIMENSI VERTIKAL DAN RELASI SENTRIK PADA COMPLETE DAN SINGLE DENTURE FARID YURISTIAWAN 1210343001

Upload: aulina-refri-rahmi

Post on 16-Jan-2016

2.449 views

Category:

Documents


488 download

DESCRIPTION

Penentuan Dimensi Vertikal Dan Relasi Sentrik Pada Complete Dan Single Denture

TRANSCRIPT

PENENTUAN DIMENSI VERTIKAL DAN RELASI SENTRIK PADA COMPLETE DAN SINGLE DENTURE

FARID YURISTIAWAN1210343001

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS ANDALAS

2015

1. Pendahuluan

Dalam perawatan prostodonti, kita mengenal adanya pembuatan gigi tiruan, yaitu

suatu bentukan gigi yang menggantikan sebagian maupun seluruh gigi asli yang

hilang dan atau jaringan pendukungnya, serta bisa dipasang dan dilepas sendiri oleh

pemakainya (Phinney dan Hasteet, 2004), untuk perawatan pada pasien yang telah

kehilangan seluruh giginya, baik pada satu lengkung rahang maupun pada keduanya

maka dilakukan perawatan gigi tiruan penuh.

Dalam menangani kasus pembuatan gigi tiruan, pada pasien dengan kehilangan

seluruh gigi pada satu rahang maka perawatan yang dilakukan ialah pembuatan dari

single denture ditambah dengan pembuatan dari gigi tiruan lain apabila pada rahang

yang berlawanan terdapat kehilangan beberapa namun tidak seluruh gigi, sedangkan

pada pasien dengan kehilangan seluruh gigi pada kedua rahang maka perawtan yang

dilakukan ialah pembuatan dari complete denture untuk menggantikan keseluruhan

dari gigi yang telah hilang

Beberapa komponen penting harus diperhatikan dalam pembuatan gigi tiruan agar

perwatan yang diberikan dapat memuaskan kebutuhan pasien seperti dimensi vertikal

dan relasi sentrik, hal ini disebabkan karena fungsi mastikasi, berbicara, maupun

estetika wajah, semuanya bergantung pada hubungan vertikal dan horizontal

mandibula dengan maksila. Menurut Miller, penentuan dimensi vertikal yang tepat

sangatlah penting, tidak hanya untuk membangun oklusi yang harmonis, tetapi juga

untuk kenyamanan dan estetika wajah pasien. Apabila dimensi vertikal tidak

ditentukan dengan tepat, selain mengakibatkan berkurangnya efisiensi mastikasi,

tetapi juga dapat merusak sisa ridge (residual ridges), gigi-geligi yang tersisa, serta

sendi temporomandibular.

2. Pembahasan

2.1 Dimensi Vertikal

Dimensi vertikal didefinisikan sebagai sepertiga panjang wajah bagian bawah.

Berdasarkan The Glossary of Prosthodontic Terms Journal of Prosthetic Dentistry

Volume-94 no. 1, dimensi vertikal adalah the distance between two selected anatomic

or marked points (usually one on the tip of the nose and the other upon the chin), one

on a fixed and one on a movable member. Dan juga dapat didefinisikan sebagai jarak

dari maksila dan mandibular pada bidang frontal, jarak dari makasila dan mandibular

tersebut sangat bergantung kepada sendi temporomandibular dan tonus tonus otot

mastikasi, apabila berubah, maka dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang hebat

pada sendi temporomandibular dan otot otot pasien.

Faktor faktor yang mempengaruhi dimensi vertikal adalah seperti gigi yang masih

ada dan otot pasien, dimana gigi berefungsi sebagai vertikal stop yang alami, dan otot

biasanya berperan dalam proses membuka dan menutup dari kedua rahang itu sendiri,

perubahan dari dimensi vertikal, dapat berupa penambahan maupun pengurangan dari

dimensi vertikal tersebut, dan masing masingnya dapat menimbulkan masalah

tersendiri.

Akibat dimensi vertikal terlalu tinggi :

a. dapat menyebabkan trauma pada daerah penyangga gigi tiruan

b. penambahan tinggi wajah bagian bawah

c. cheek biting

d. kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara

e. terdapat rasa sakit dan clicking pada sendi temporomandibular

f. otot otot muka terasa tegang

g. penambahan volume dari rongga mulut (cubical space of the oral cavity)

h. resorpsi tulang

Akibat dimensi vertikal terlalu rendah :

a. terdapat trauma pada daerah penyangga gigi tiruan, namun tidak separah

apabila dimensi vertikal terlalu tinggi

b. kurangnya tinggi wajah

c. dapat menimbulkan angular chelitis karena ujung bibir terlipat

d. kesulitan menelan

e. terdapat rasa sakit dan clicking pada sendi temporomandibular biasanya

diikuti oleh sakit kepala dan neuralgia

f. terdapat kesan ukuran bibir yang berkurang, vermillion border berkurang

g. menimbulkan obstruksi pada pembukaan Eustachian tube akibat peninggian

palatum yang disebabkan oleh peninggian letak lidah dan mandibula

h. kehilangan tonus otot

i. sudut mulut menjadi turun

j. berkurangnya volume dari rongga mulut

Pada umumnya, terdapat dua jenis dimensi vertikal yang dapat diukur, yaitu

dimensi vertikal oklusal, DVO (occlusal vertical dimension) dan dimensi vertikal

fisiologis, DVF (rest vertical dimension). DVO adalah jarak vertikal rahang saat gigi-

geligi beroklusi. Sedangkan DVF adalah jarak vertikal saat otot-otot pembuka dan

penutup mandibula dalam kondisi istirahat pada tonic contraction, di mana gigi-geligi

tidak saling berkontak. Oleh karena itu, DVF selalu lebih besar daripada DVO Selisih

antara DVF dengan DVO disebut freeway space atau interocclusal gap atau

interocclusal clearance. Besar rata-rata freeway space yang dianggap normal adalah 2

sampai 4 mm.

Rumus yang digunakan dalam penghitungan dimensi vertikal adalah :

Dimensi vertikal istirahat (DVF), didefinisikan sebagai tinggi wajah pada saat

mandibular dalam keadaan istirahat, posisi ini dipengaruhi oleh otot pengunyahan,

DVO = DVF – Free Way Space

DVO = Dimensi Vertikal saat oklusiDVF= Dimensi vertikal saat istirahat fisiologis

berbicara, penelanan, dan benafas, sangatlah penting untuk menentukan ukuran dari

dimensi vertikal istirahat karena akan berfungsi sebagai acuan utama dalam

menetukan dimensi vertikal oklusi pasien, pada pasien yang mengalami kehilangan

gigi pada kedua rahang dan akan dilakukan perawatan complete denture, maka

keadaan mandibulanya akan bergeser pada posisi habitual rest, sangatlah penting

dalam pembuatan complete denture pengukuran yang dilakukan adalah menggunakan

dimensi vertikal istirahat, bukan menggunakan posisi habitual rest.

Posisi istirahat fisiologis harus ditentukan sebelum menentukan dimensi vertikal

istirahat dari mandibula, posisi keadaan istirahat fisiologis ini dapat dilihat ketika

adanya gerakan fungsional seperti menelan atau membasahi bibir, dimana mandibular

akan berada pada posisi istrahat fisiologis sebelum akhirnya berpindah ke posisi

habitual rest, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan ketika menetukan posisi

istirahat fisiologis, seperti :

a. gravitasi, dalam penentuan posisi istirahat fisiologis, pasien diintruksikan agar

posisi kepala tegak lurus dan pandangan kedepan agar reid’s base line dapat parallel

dengan lantai.

b. instruksikan pasien untuk merilekskan keadaan mental otot otot pada wajahnya,

karena rasa gugup dan tegang pada otot dapat mempengaruhi dari posisi istirahat

fisiologisnya.

c. Keberadaan dari penyakit neuromuscular dapat mempengaruhi dari posisi istirahat

fisiologis

d. Pasien tidak dapat mempertahankan posisi istirahat fisiologis dalam waktu lama,

oleh karena itu pengukuran harus dilakukan secepatnya

Dalam menentukan ukuran dimensi vertikal istirahat (DVF) ada beberapa cara,

yaitu :

a. Pengukuran wajah setelah melakukan gerakan menelan atau membasahi bibir

- Instruksikan pasien untuk rileks

- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien

- Intruksikan pasien untuk melakukan gerakan fungsional seperti menelan

atau membasahi bibir

- Instruksikan pasien untuk merilekskan bahunya agar otot supra dan

infrahyoid ikut rileks

- Ketika pasien telah menelan atau membasahi bibirnya, maka mandibular

akan berada pada posisi istirahat fisiologis sebelum bergeser ke posisi

habitual rest, ukur secepatnya ketika mandibular masih berada pada posisi

istirahat fisiologis.

b. Pengukuran dengan sensasi taktil

- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu.

- Instruksikan pasien untuk membuka mulutnya lebar lebar hingga merasa

ada rasa tidak nyaman pada ototnya.

- Instruksikan pasien untuk menutup mulutnya secara perlahan dan segera

berhenti ketika merasa ototnya telah rileks dan nyaman kembali.

- Hitung jarak dari titik acuan, bandingkan dengan hasil pengukuran

menggunakan metode menelan dan membasahi bibir, karena metode ini

dapat bervariasi antar individu karena persepsi rileks yang relatif, oleh

sebab itu metode ini memerlukan perbandingan.

c. Pengukuran dengan landmark anatomis

- Ukur jarak dari pupil mata ke sudut mulut pasien (rima oris), dan jarak dari

bagian anterior tulang nasal ke batas bawah mandibular.

- Sesuaikan pembukaan rahang agar didapat jarak yang sama

- Apabila jaraknya telah sama maka itulah posisi istriahat fisiologisnya

- Metode ini tidak dapat digunakan pada pasien yang wajahnya tidak simetris

d. Pengukuran dengan cara bicara

- Tentukan 2 titik acuan pada ujung hidung dan ujung dagu pasien

- Instruksikan pasien untuk melafalkan bunyi menggumam “mmmmm”

- Atau dapat juga dilakukan dengan operator yang mengajak pasien untuk

berbicara

- Lakukan pengukuran segera setelah pasien berhenti menggumam atau

berhenti bicara

e. Pengukuran dengan ekspresi wajah

- Pengukuran dilakukan dengna memperhatikan keadaan dimana kulit di

sekitar mata dan dagu dalam keadaan rileks, tidak tertarik, berkilap maupun

keriput.

- Perhatikan keadaan lubang hidung dalam keadaan rileks dan tidak terdapat

hambatan atau obstruksi dalam bernafas

- Perhatikan posisi bibir, dimana bibir atas dan bawah berkontak secara

ringan dalam satu bidang.

Setelah didapat dimensi vertikal istirahat (DVF), maka dimensi vertikal oklusi

(DVO) dapat ditentukan dengan menggunan rumus yang telah disebutkan, selain itu

dimensi vertikal oklusi juga dapat ditentukan melaluihubungan parallel antar ridge,

dimana diukur pembukaan rahang sebesar 50, namun metode ini tidak dapat dilakukan

pada pasien yang mengalami penyakit periodontal dan hanya dapat dilakukan pada

pasien yang mengalami kehilangan gigi pada kedua rahang dalam waktu yang

bersamaan, informasi mengenai ukuran dimensi vertikal pasien juga dapat diketahui

dari rekam profil pasien berupa foto profil wajah maupun hasil foto radiologi sebelum

dilakukan ekstraksi gigi, dan juga dari hasil pengukuran perwatan yang lalu apabila

pasien telah pernah dilakukan pembuatan gigi tiruan complete denture sebelumnya.

Pengukuran dimensi vertikal pada pasien dengan single denture

Ketika ditemukannya pasien dengan kasus kehilangan gigi pada satu lengkung

rahang, sedangkan lengkung rahang yang lain masih mempunyai gigi, maka ini akan

mempersulit dalam pengukuran dari relasi rahang pasien dan juga perawatan pasien

secara keseluruhan, hal ini disebabkan oleh terdapatnya berbagai macam masalah

seperti gigi yang ada dapat malposisi, tipping dan ekstrusi, serta terdapatnya resorpsi

pada linggir yang berlawanan akibat adanya tekanan dari gigi yang ada, dan

perubahan mukosa menjadi lebih flabby.

Masalah yang ada bukan hanya mempengaruhi dari kesulitan sebelum

dilakukanya perawatan, namun juga dapat memperburuk prognosa dari perawatan itu

sendiri, dimana kemungkinan protesa akan patah dan menjadi tidak stabil akan

bertambah besar akibat tidak ratanya distribusi tekanan kunyah yang diberikan oleh

pasien, karena pasien akan merasa lebih nyaman mengunyah menggunakan gigi

aslinya dibandingkan gigi protesanya, dan hal ini bertambah parah pada kasus single

denture pada rahang bawah yang kehilangan seluruh gigi namun masih ada gigi pada

rahang atas, stabilisasi protesa akan sangat minim karena selain dari kontak yang

sedikit dengan mukosa rongga mulut, dapat juga diperparah dengan posisi lidah yang

berubah karena sebelumnya tidak ada lagi igigi yang mendukung posisi lidah tersebut.

Selain itu masalah juga dapat timbul dalam pemilihan gigi artifisial, karena

dapat menimbulkan abrasi pada gigi artifisialnya apabila terbuat dari resin, dan abrasi

pada gigi asli apabila gigi artifisialnya terbuat dari keramik.

Apabila terdapat keadaan pasien yang hanya mengalami kehilangan seluruh

gigi pada satu lengkung rahang (single denture) pada rahang atas, maka dilakukan

metode stansburry, yaitu modifikasi pada oklusal rim pasien pada bagian lingual

untuk memberikan kebebasan pada insisal rahang bawah yang berada lebih kebawah

dari bibir atas (lip line) dan parallel dengan garis proyeksi ala nasal, modifikasi ini

berupa pengurangan pada bagian labio (pada single denture rahang bawah) lingual

(pada single denture rahang atas) dengan tujuan mengakomodasi gigi pada rahang

bawah yang masih ada, setelah dikurangi tambahkan lagi wax pada oklusal rim lalu

instruksikan pasien untuk melakukan gerakan eksentrik berupa gerakan mengunyah,

wax yang ditambahkan tadi kan mencetak gerakan fungsional yang ada dan bagian

wax yang telah dikurangi tadi akan menggambarkan dimensi vertikal pasien, metode

ini dilakukan dengan megnikuti prinsip prinsip dasar dalam mengukur relasi sentrik

dan dimensi vertikal rahang.

Setelah dilakukan pengukuran dimensi vertikal, selanjutnya dilakukan

penyesuaian pada bidang oklusal pada oklusal rim, penyesuaian dilakukan pada

rahang bawah oklusal rim berada pada bagian tengah retromolar pad dan sedikit

dibawah sudut mulut, sesuaikan kontak oklusal rim atas dan bawah sesuai dengan

dimensi vertikal yang telah diukur, oklusal rim diuji dengan menginstruksikan pasien

agar melafalkan bunyi yang berdesis seperti bunyi “s” dalam kata “yes” atau bunyi

“ssssss”, dilihat apakah ada jarak antar oklusal rim, jarak ini disebut closest speaking

space atau interocclusal clearance, pada kasus tertentu apabila setelah dilakukan

pengukuran yang tepat, namun kondisi oklusal rim atas lebih tinggi dari oklusal rim

bawah, maka oklusal rim atas dikurangi, tetapi biasanya ketinggian antar kedua

biterim tidak jauh berbeda dengan ketinggian sesuai dengan dimensi vertikal oklusi,

dan selalu pertimbangkan fungsi estetik dan fonetik pada saat melakukan perubahan

pada oklusal rim.

Pengurangan bagian lingual

2.2 Relasi Sentrik

Relasi sentrik mempunyai berbagai macam definisi, di dalam Glossary of

prostodontic terms (GPT) ada 7 definisi mengenai relasi sentrik, namun yang sering

dipakai adalah GPT5, yaitu avascular portion of their respective disks with the

complex in the anterior-superior position against the shapes of the articular

eminencies. This position is independent of tooth contact. This position is clinically

discernible when the mandible is directed superior and anteriorly. It is restricted to a

purely rotary movement about the transverse horizontal axis (GPT-5), namun, untuk

pengertian dari relasi sentrik secara umum ialah berupa hubungan paling posterior

dari mandibular dan maksila pada dimensi vertikal yang telah ditentukan, dimana

dalam posisi ini gerakan lateral dapat dilakukan, dan kondilus berada dalam posisi

antero posterior terhadap fossa gleinoidalis, dan dimana apabila ada posisi mandibular

dalam bidang horizontal selain relasi sentrik maka posisi tersebut disebut relasi

eksentrik.

Relasi sentrik merupakan salah satu komponen acuan yang penting ditentukan

sebelum pembuatan gigi tiruan, dimana posisi relasi sentrik ini merupakan posisi yang

konstan selama hidup manusia, sehingga digunakan dalam menjadi point referensi

yang penting dalam menentukan oklusi sentrik dan hubungan rahang, selain itu, relasi

sentrik juga mempunyai fungsi sebagai :

a. Berfungsi sebagai pusat dari seluruh gerakan mandibular

b. Apabila mandibular bergerak dari satu posisi eksentrik ke posisi eksentrik lain,

maka akan melewati keadaan relasi sentrik sebelum melanjutkan ke posisi

eksenterik yang dikehandaki

c. Kegiatan fungsional mengunyah dan menelan dilakukan dalam posisi ini

d. Pengaturan otot yang mempermudah mandibular agar berpindah ke posisi ini

e. Hasil cetakan rahang yang akan ditempatkan di articulator harus berada dalam

posisi ini karena posisi ini merupakan awal dari semua gerakan rahang

f. Dapat membantu mengatur condylar guidance pada articulator agar

tercapainya oklusi seimbang

Dari berbagai macam tekhnik untuk penentuan posisi relasi sentrik, tidak

semuanya dapat diaplikasikan terhadap pasien edentulous, ini diakibatkan oleh

bentuk dari rresidual ridge yang berbeda beda dari pasien, posisi dari relasi sentrik

ini juga berhubungan dengan postur dan bentuk kepala, oleh karena itu maka

kepala pasien harus selalu tegak lurus, posisi tangan operator juga merupakan

salah satu faktor penting dalam penetuan posisi relasi sentrik, dan menjaga dari

hasil pengukuran dalam posisi yang benar, tangan operator juga berguna untuk

membantu pasien untuk menentukan posisi relasi sentrik yang tepat dan

meminimalisir gerakan dari jaringan pendukung.

Posisi dari relasi sentrik lumayan sulit untuk ditentukan, oleh karena itu ada

baiknya agar kita dapat melatih pasien terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil

yang tepat, instruksikan pasien untuk merilekskan rahang dan proses latihan

dilakukan berulang kali agar pasien terbiasa dengan posisi yang tepat.

Ada beberapa metode dalam menentukan keadaan pasien dalam relasi sentrik,

yaitu :

1. metode fungsional chew in

a. metode needle house

- menggunakan oklusal rim dengan 4 jarum metal yang akan membuat

jejak apabila mandibular digerakan

b. metode Peterson

- menggunakan campuran dari plaster dan coburundum yang ditempatkan

pada parit yang telah dibuat pada oklusal rim, pergerakan dari

mandibular akan meninggalkan bekas kurva pada campuran plaster dan

coburundum tadi

c. metode Meyers

- menggunakan soft wax pada oklusal rim dan tin foil yang telah diberikan

lubrikan untuk membuat suatu bekas pergerakan yang dilakukan

mandibular

2. metode excursi, dengan menggunakan gothic arch tracer

a. extraoral tracing (height tracer)

b. intraoral tracing (intraoral balancer dan s-aghotic arch tracer)

3. menggunakan hasil pengecekan taktil dan inter oklusal

4. metode terminal hinge axis

5. metode dengan memanaskan salah satu dari oklusal rim

6. metode dengan menggunakan lapisan wax lunak yang diberikan pada bagian

oklusal dari oklusal rim

7. menggunakan cone lunak yang terbuat dari wax yang ditempatkan pada bagian

bawah basis trial denture

8. cara aktif/fungsional

a. instruksikan pasien untuk merelaksasikan mandibulanya sementara operator

menggerakan mandibular pasien kearah atas dan belakang hingga pasien

merasakan kontak oklusi pertama pada bagian posterior

b. metode nucleus walkhoff, yaitu pasien diinstruksikan untuk mengangkat dan

meletakan ujung lidahnya pada posisi paling atas dan belakang mulut

c. beritahu pasien untuk memajukan rahang atasnya dibandingkan mandibulanya

dalam keadaan bagian posterior berkontak, dan bantuan tekanan ringan dari

operator pada daerah dagu

d. menengadahkan pasien dengan bantuan kursi agar terdapat bantuan gravitasi

untuk meretrudkan posisi mandibular.

Ketika sudah didapatkan posisi relasi sentrik dari pasien, maka beritahu pasien

untuk mengingat posisi ini.

Penentuan relasi sentrik pada pasien dengan kasus single denture

Sebelum dilakukan penentuan posisi relasi sentrik maka harus diperhatikan

keadaan gigi yang masih ada pada rahang, perhatikan bagaimana keadaan giginya,

karena pada kebanyak kasus pasien yang kehilangan seluruh gigi hanya pada satu

rahang maka gigi antagonisnya dapat mengalami malposisi seperti ekstrusi, dan

tipping, solusinya adalah dengan melakukan pengaturan pada bidang oklusinya

terlebih dahulu.

Setelah diketahui bagian gigi yang dapat menghalangi proses penentuan relasi

rahang maka dilakukan proses seperti oklusal grinding, pada gigi yang ekstrusi, agar

bisa kembali sesuai dengan bidang oklusal, oklusal grinding dilakukan apabila masih

bisa ditoleransi, selanjutnya yaitu dengan perawatan ortho pada gigi yang tipping dan

ekstraksi pada gigi yang sama sekali tidak bisa dilakukan perawatan.

Setelah dilakukan penyesuaian bidang oklusal, barulah dilakukan penentuan

posisi relasi sentrik pasien dengan metode yang ada, terutama menggunakan metode

aktif yang fungsional setelah sebelumnya pasien telah dilatih untuk memposisikan

mandibulanya pada posisi relasi sentrik.

Pada penentuan posisi relasi sentrik yang menggunakan metode excursi

menggunakan gothic arch tracing, yaitu sebuah alat berbentuk panah yang diletakan

pada lengkung yang berlawanan, apabila menggunakan metode ini, gigi yang ada

dapat menimbulkan halangan dalam penempatan alat, maka perlu digunanakan check

bites (rekaman gigitan) agar didapatkan bidang yang sesuai, alat ini terdiri dari 2

ujung apeks, ujung yang tajam dan yang tumpul, apabila titik yang telah ditentukan

telah berada tepat pada bagian bawah apeks yang tajam maka tercapailah posisi relasi

sentrik dari pasien.

3.Penutup

Dalam pembuatan gigi tiruan penuh baik pada kasus yang kehilangan seluruh

gigi pada satu rahang maupun kedua rahang, maka perlu dilakukan penentuan relasi

rahang terlebih dahulu agar perawatan yang diberikan dapat memuaskan pasien,

dalam penentuan hubungan rahang terdapat komponen penting seperti dimensi

vertikal dan relasi sentrik yang harus ditentukan sebelum melakukan proses

pembuatan gigi tiruan.

Dimensi vertikal adalah merupakan sepertiga panjang wajah bagian bawah

yang kita tentukan melalui 2 titik, dimensi vertikal sendiri dibagi atas dimensi vertikal

istirahat dan dimensi vertikal oklusi yang dapat ditentukan dengan menggunakan

rumusa dan metode tertentu sedangkan untuk penentuan dimensi vertikal pada kasus

single denture, maka perlu dilakukan sedikit perubahanatau modifikasi pada cara yang

dilakukan karena adanya obtruksi dari gigi yang masih ada.

Relasi sentrik merupakan hubungan paling posterior dari maksila dan

mandibular dimana kondilus berada dalam posisi anteroposterior terhadap fossa

gleinoidalis, dalam menentukan posisi relasi sentrik terdapat berbagai macam metode

dengan menggunakan alat maupun dengan gerakan fungsional yang dapat dilakukan

pasien dengan bantuan operator, namun pada saat kasus single denture sama seperti

dimensi vertikal, perlu dilakukan penyesuaian sebelum dilakukan penentuan relasi

sentrik karena adanya obstuksi dari gigi yang masih ada.

4.Referensi

1. D.L. Saranda. 2007. Textbook of Complete Denture Prosthodontics: Jaypee

Brothers Medical Publisher.

2. J.J. Sharry. 1974. Complete Denture Prosthodontics

3. Langland E.Olaf, Anglais P. Robert, Preece W. John. 2002. Principles of

Dental Imaging: Lippincott Williams & Walkins.

4. M. Lovely. 2005. Review of Complete Dentures: Jaypee Brothers Medical

Publisher.

5. Nallaswamy Deepak. 2003. Textbook of Prosthodontics: Jaypee Brothers

Medical Publisher.

6. Rahn O. Arthur, Ivanhoe R. john, Plummer D. Kevin. 2009. Textbook of

Complete Dentures: People’s Medical Publishing house-USA.