penelitian disertasi doktor

60
PENELITIAN DISERTASI DOKTOR MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PERIKANAN KERAPU LUMPUR (EPINEPHELUS COIOIDES) DI TELUK KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA DEWI SHINTA ACHMAD, S.PI, M.SI 0901128102 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO SEPTEMBER 2018 Nama Rumpun Ilmu : Ilmu Perikanan Bidang Fokus : Kemaritiman

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PERIKANAN KERAPU LUMPUR

(EPINEPHELUS COIOIDES) DI TELUK KWANDANG KABUPATEN

GORONTALO UTARA

DEWI SHINTA ACHMAD, S.PI, M.SI

0901128102

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

SEPTEMBER 2018

Nama Rumpun Ilmu : Ilmu Perikanan

Bidang Fokus : Kemaritiman

Page 2: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

ii

Page 3: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

iii

RINGKASAN

Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang bernilai ekonomis penting yang

dieksploirasi secara terus-menerus oleh nelayan di Teluk Kwandang. Untuk itu, perlu

dilakukan pengelolaan sehingga keberlanjutan populasi ikan kerapu di perairan ini terjaga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (1) kondisi biologi reproduksi

ikan kerapu lumpur, (2) kondisi stok ikan kerapu lumpur, dan (3) strategi pengelolaan ikan

kerapu lumpur di Teluk Kwandang berdasarkan model dinamik agar terjadi optimasi

produksi. Sampel ikan kerapu diperoleh dari tempat pelelangan ikan Kwandang dan

pedagang pengumpul. Data biologi reproduksi disajikan dalam bentuk deskriptif, analisis

data dinamika populasi menggunakan software FISAT II dan model dinamik dianalisis

menggunkan software Stella 5.0. Sebagian besar ikan kerapu lumpur yang tertangkap di

Teluk Kwandang merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil

ikan muda. Puncak pemijahan terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni, dan Juli. Perubahan

kelamin dari betina menjadi jantan terjadi pada ukuran 79 cm dengan berat 6500 g.

Fekunditas berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir. Panjang total ikan jantan dan betina

masing-masing 800-1000 mm (903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60 mm).

Mortalitas total 0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas penangkapan

0,54/tahun. Potensi lestari sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal sebesar 68 unit kapal.

Rekomendasikan berdasarkan model ini dapatkan skenario terbaik perikanan yang

berkelanjutan dengan pendapatan tertinggi adalah skenario dengan melakukan pembatasan

penangkapan selama saru bulan pada puncak pemijahan secara simultan melakukan

restocking sebsar 30.000 3kor dengan berat rata rata 50-75 gram per ekor. Menerapkan

manajemen konservasi secara efektif meskipun jumah alat meningkat 10 -15 persen.

Kata Kunci: Model Dinamik, Ikan kerapu, biologi reproduksi, dinamika populasi, Teluk

Kwandang.

Page 4: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

iv

PRAKATA

Pertama-tama peneliti mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat,

Taufik, dan Hidayah yang diberikan sehingga penelitian dan Laporan Akhir Hibah

Penelitian Disertasi Doktor dapat diselesaikan. Tema penelitian yang telah dilakukan

adalah kemaritiman yang difokuskan pada kajian pengelolaan perikanan karang. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui model dinamik ikan kerapu lumpur dan merumuskan

strategi pengelolaannya.

Ucapan terima kasih dan penghargaan Kepada Direktur Penguatan Riset dan

Pengembangan DIKTI atas bantuan dana dalam penelitian penyelesaian doktor. Terima

kasih juga peneliti ucapkan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Ketua

LPPM Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Pak Firyal Kabid Penelitian UMGO dan Ibu

Narti sekretaris LPPM UMGO, terima kasih kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Gorontalo Utara, Kepala stasiun karantina ikan, pengendalian mutu dan

keamanan hasil perikanan (SKIPM) kelas I Gorontalo, Kepala Laboratorium SKIPM Kelas

I Kota Gorontalo, dan juga pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Dengan segala kerendahan hati kami menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam

laporan ini sehingga kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan. Akhirnya laporan ini

dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang dapat

diaplikasikan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan kerapu lumpur demi

kesejahteraan manusia sekarang dan akan datang.

Page 5: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

v

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Rumusan masalah 2

1.3 Rencana target capaian tahunan 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Biologi reproduksi 4

2.2 Dinamika populasi 5

2.3 Pengelolaan ikan kerapu 6

2.4 Road map penelitian 7

2.5 Kebaruan 7

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 8

3.1 Tujuan Penelitian 8

3.2 Manfaat Penelitian 8

BAB 4. METODE PENELITIAN 9

4.1 Lokasi dan waktu 9

4.2 Pegamatan parameter dan analisis data 9

4.2.Biologi reproduksi 10

4.2.Dinamika populasi 11

4.2 Konsep dan desain model 12

4.3 Bagan alir penelitian 12

Page 6: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

vi

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 13

5.1 Biologi Reproduksi 13

5.1.1Tingkat kematangan gonad 13

5.1.2 Indeks kematangan gonad 17

5.1.3 Fekunditas 18

6.1 Dinamika populasi 20

6.2.1 Ukuran 20

6.2.2 Mortalitas 21

6.2.3 Potensi lestari dan CPUE 21

7.1 Model Dinamik 25

7.1.1 Desain dan Struktur model 25

7.1.2 Hasil Simulasi Model Dinamik 28

7.1.3 Pengaruh Penangkapan 33

7.1.4 Perubahan berdasarkan Hasil tangkapan 36

8.1. Luaran yang dicapai 40

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 40

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 41

7.1 Kesimpulan 41

7.2 Saran 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN

Page 7: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

vii

DAFTAR TABEL

nomor

halaman

1 Rencana Target Capaian Penelitian ..........................……… 3

2 Hubungan antara Indeks Gonad dengan Tingkat

Kematangan Gonad...............................................…………

10

3 Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas

ukuran .................................................……………………..

20

4 Fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa

perairan di dunia....................................................................

30

5 Mortalitas ikan kerapu lumpur ……………………………. 31

Page 8: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

halaman

1 Road map penelitian ikan kerapu di Teluk Kwandang ........ 7

2 Lokasi Penelitian di Teluk Kwandang ................................. 9

3 Bagan alir penelitian ...........................…………………….. 12

4 Distribusi TKG ikan kerapu tiap bulan ................................ 13

5 Frekuensi ikan kerapu muda, matang dan mijah ………...... 14

6 Struktur mikroskopik gonad ikan kerapu lumpur................. 15

7 Perkembangan IKG ikan kerapu lumpur............................... 17

8 Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk

Kwandang..............................................................................

22

9 Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk

Kwandang

22

10 Fluktuasi tingkat pemanfaatan............................................. 23

11 Kurva hasil maksimum lestari model Schaefer................... 24

12 Digram Sub Model Perikanan Tangkap 26

13 Diagram Sub Model Ekonomi 27

14 Diagram Lengkap Model Pengelolaan Perikanan Kerapu di

Teluk Kwandang. 28

15 Perubahan Biomassa, Populasi Ikan Kerapu, Pertumbuhan,

Recruitment, Penangkapan, Mati alami, selama 10 Tahun. 30

16 Perubahan Biomassa, Recruitment, Rec Alami, Biomassa

populasi betina selama 10 tahun

33

17 Perubahan Biomassa, Penangkapan, Jumlah Alat, Jumlah

Trip, dan laju Penangkapan selama 10 tahun

35

18 Perubahan Biomassa, Penangkapan, Pendapatan,

Penerimaan, dan Pengeluaran selama 10 Tahun

38

Page 9: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

1

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang yang bernilai ekonomis penting

yang terdapat di perairan Indonesia (AndamaridanSuwirya, 2010; MujiyantodanSugianti,

2014). Ikankerapudieksporkekawasan Asia Tenggara sejak dekade 80an dan Indonesia

dikenal sebagai pemasok terbesar ketiga ikan kerapu dengan tujuan ekspor yaitu Singapura,

Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, AmerikaSerikat, Tiongkok, dan beberapa negara di

Eropa (Nuraini dan Hartati, 2006; Sudirman dan Karim, 2008).

Perkembangan permintaan pasar untuk komoditas ikan kerapu hidup terjadi karena

adanya perubahan selera konsumen dari ikan beku kepada ikan segar dalam keadaan hidup

(Mujiyanto dan Sugianti, 2014). Sebagian nelayan menggunakan racun atau potassium

untuk membius ikan kerapu sehingga dapat ditangkap dalam keadaan hidup, cara

menangkap yang destruktif menyebabkan terjadinya tekanan eksploitasiyang tinggi (WWF,

2011).MenurutMusick et al., (2000) ikan yang mengalami tekanan eksploitasi yang tinggi

sangat beresiko terhadap ancaman kepunahan.

Sampai saat ini pemasok utama kebutuhan pasar kerapu dalam dan luar negeri

masih mengandalkan dari hasil tangkapan laut (Langkosono,2005). Untuk mencukupi

kebutuhan pasar maka dilakukan eksploitasi kerapu secara besar-besaran di alam (Ismi,

2013), sehingga kelestarian ikan kerapu di alam terancam (Nuraini, 2007). Penangkapan

ikan kerapu di Gorontalo dilakukan di Teluk Kwandang didominasi oleh jenis

Epinepheluscoioides. Berdasarkan data statistik hasil perikanan Kabupaten Gorontalo Utara

menunjukkan produksi ikan kerapu mengalami fluktuasi, pada tahun 2008 produksi ikan

kerapu sebesar 252 ton menurun sampai tahun 2012 mencapai 222,57 ton lalu menurun lagi

pada tahun 2013 menjadi 129,7 ton kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 176,3

ton. Sedangkan jumlah upaya pada tahun 2008 sebesar 1947 unit meningkat pada tahun

2012 menjadi 2515 unit dan menurun sedikit pada tahun 2015 menjadi 2315 unit(DKP

Gorontalo, 2016).

Tingginya intensitas penangkapan ikan kerapu di Provinsi Gorontalo tanpa

dibarengi oleh pengelolaan yang tepat dapat menyebabkan kepunahan pada sumberdaya

tersebut sehingga dibutuhkan konsep pengelolaan berkelanjutan. Konsep dasar

Page 10: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

2

pengelolaaan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan di Teluk Kwandang adalah

optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu dengan memaksimalkan penangkapan

tanpa mengganggu kelestarian populasi. Konsep ini mengacu pada pendekatan biologi

reproduksi dan dinamika populasi.

1.2 RumusanMasalah

Perikanan kerapu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai

prospek cerah di Provinsi Gorontalo dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Produksi

kerapu Indonesia meningkat lima kali lipat dalam dua dekade akibat tingginya permintaan

terhadap kerapu (Yuliantoet al., 2015). Permintaan dan harga ikan kerapu yang tinggi

mendorong para nelayan untuk melakukan penangkapan yang intensif dan tidak terkontrol

yang akibatnya dapat menyebabkan terjadinya overfishing (Sudirman dan Karim, 2008).

Ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang, cepat atau lambat tidak tertutup kemungkinan

akan masuk dalam resiko ancaman kepunahan jika tidak ada tindakan pengelolaan dengan

baik. Di beberapa tempat tertentu ikan kerapu telah mengalami overfishing seperti di

Kepulauan Spermonde (Ernaningsihet al., 2014) dan di Laut Arab (Mehannaet al., 2013).

Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan harus berdasarkan

informasi penelitian ilmiah yang akurat seperti biologi reproduksi, dinamika populasi dan

model dinamik. Data dan informasi tersebut menjadi dasar pertimbangan dalam perumusan

strategi pengelolaan perikanan kerapu lumpurberkelanjutan di Teluk Kwandang.

Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai pertanyaan

penelitian yaitu :

1. Bagaimana kondisi biologi reproduksi ikan kerapu lumpur seperti TKG, IKG, dan

fekunditas di Teluk Kwandang ?

2. Bagaimana kondisi dinamika populasi ikan kerapu lumpur seperti ukuran, mortalitas,

MSY, dan CPUE di Teluk Kwandang ?

3. Bagaimana strategi pengelolaan ikan kerapu macan di Teluk Kwandang berdasarkan

model dinamik agar terjadi optimasi produksi ?

Page 11: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

3

1.3 Rencana Target Capaian Tahunan

Tabel 1. Rencana Target Capaian Penelitian

No Jenis Luaran Indikator Capaian

Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS1)

TS+1 TS+2

1 Artikel ilmiah dimuat di

jurnal

Internasional

bereputasi

Accepted/

published

Nasional

Terakreditasi

2 Artikel ilmiah dimuat di

prosiding

Internasional

Terindeks

Nasional Sudah

dilaksanakan

3 Invited speaker dalam temu

ilmiah

Internasional

Nasional

4 Visiting Lecturer Internasional

5 Hak Kekayaan Intelektual

(HKI)

Paten

Paten sederhana

Hak Cipta

Merek dagang

Rahasia dagang

Desain Produk

Industri

Indikasi

Geografis

Perlindungan

Varietas Tanaman

Perlindungan

Topografi Sirkuit

Terpadu

6 Teknologi Tepat Guna

7 Model/Purwarupa/Desain/K

arya seni/ Rekayasa Sosial

8 Buku Ajar (ISBN)

9 Tingkat Kesiapan Teknologi Skala 3

10 Disertasi Draf

Page 12: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Reproduksi

Salah satu aspek yang perlu diketahui dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

tangkap adalah aspek biologi reproduksinya (Mariskha dan Abdulgani, 2012). Kajian aspek

biologi ikan kerapu meliputi tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad

(IKG), dan fekunditas (Andrade et al., 2003; Alamsyah et al., 2013; Ozen dan Balci, 2012).

Tingkat kematangan gonad (TKG)merupakan aspek penting dalam biologi reproduksi

(Alamsyah et al., 2013; Mariskha dan Abdulgani, 2012). TKG dapat diketahui melalui

pengamatan morfologi dan histologi gonad. Secara histologi, perkembangan anatomi

gonad dan telur dapat diketahui lebih jelas (Mujimin, 2008; Ozen dan Balci, 2012; Widodo,

2006), sedangkan secara morfologi kematangan diketahui melalui perubahan bentuk,

ukuran, berat, dan warna gonad (Sitepu, 2014; Alamsyah et al., 2013; Mariskha dan

Abdulgani, 2012).

Alamsyah et al., (2012) melaporkan ikan jantan kerapu sunu di perairan di Perairan

Karang Kapota Kabupaten Wakatobi ditemukan memiliki TKG I sampai TKG IV dan ikan

betina memiliki TKG I sampai TKG V. Ikan jantan didominasi oleh TKG IV dan betina di

dominasi oleh TKG III. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Mariskha dan Abdulgani

(2012), memperoleh TKG pada ikan kerapu macan di perairan Glondonggede Tuban, pada

bulan Oktober TKG untuk ikan jantan didominasi oleh ikan fase muda TKG I dan II

sedangkan pada ikan betina didominasi oleh ikan fase matang dan mijah.

Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan informasi yang dibutuhkan untuk

mengetahui waktu pemijahan ikan kerapu (Andrade et al., 2003; Andamari dan Suwirya,

2010).Seyboth et al., (2011), melaporkan nilai IKG ikan kerapu jenis Epinephelus

marginata di Perairan Brazil Barat lebih rendah dari 0,2 selama penelitian. Sebaliknya,

studi serupa di pantai Kwazulu Natal (Afrika tenggara) menunjukkan Nilai IKG berubah

dari sekitar 0,2-3,0, dengan nilai yang lebih tinggi (> 1,5) pada musim panas (Fenessy,

2006). Al-Marzouqi et al., (2015), melaporkan ikan kerapu jenis Epinephelus diacanthusdi

Laut Arab melakukan pemijahan pada bulan Mei-Juni sementara ikan kerapu jenis

Page 13: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

5

Epinephelus guazayang tertangkap di perairan Mediterania melakukan pemijahan pada

bulan Juni dan September (Ozen dan Balci, 2012).

Fekunditas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas

dan resilensi ikan kerapu. Fekunditas yang diperoleh dapatdibandingkan dengan ukuran

dari setiap individu ikan sehingga akan didapatkan informasi tentang jumlah anak yang

dihasilkan pada ukuran yang berbeda-beda (Alamsyah et al., 2013). Jumlah fekunditas pada

spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan, dan ukuran

diameter telur. Semakin kecil ukuran diameter telur, kemungkinan jumlah fekunditasnya

lebih besar. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama musim pemijahan bergantung

pada jumlah fekunditas dan frekuensi pemijahannya.

Nilai fekunditas ikan kerapu sunu yang ditemukan di Perairan Wakatobi berkisar

antara 13.959 - 807.749 butir (Alamsyah et al., 2013). Sedangkan Andamari dan Suwirya

(2010), melaporkan fekunditas ikan kerapu jenis Plectropomus leopardus yang ditangkap

di 14 daerah di Indonesia memiliki fekunditas berkisar antara 45.768-492.243 butir.

2.2 Dinamika Populasi

Pengelolaan perikanan yang rasional harus melibatkan suatu pemikiran tentang

sejauh mana ikan-ikan yang akan dieksploitasi, apakah termasuk suatu kelompok diskrit,

seragam dan mampu mempertahankan diri, evaluasi terhadap parameter-parameter

dinamika populasi diperlukan untuk mengetahui pengaruh eksploitasi terhadap suatu

spesies ikan (Mehanna et al., 2013; Ernaningsih et al., 2014; Sudirman dan Karim,

2008).Penelitian dinamika populasi ikan kerapu di Indonesia masih sangat

terbatas.Penelitiandinamika populasi ikan kerapu di Indonesia, diantaranya telah dilakukan

di Perairan Kepulauan Spermonde (Ernaningsih et al., 2014) dan di perairan Teluk

Lasongko (Prasetya, 2010). Hasil dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa

parameterpopulasi ikan kerapu juga bervariasi antar lokasi perairan.

Secara umum, ikan akan mengalami kematian (mortalitas) yang dapat disebabkan

oleh kematian alami dan penangkapan. Eksploitasi optimal dari suatu stok ikan terjadi jika

mortalitas penangkapan sebanding dengan mortalitas alaminya, sehingga laju eksploitasi

optimal (E) = 0,5. Cheung et al., (2013) melaporkan mortalitas total (Z), alami (M), dan

penangkapan (F) ikan kerapu jenis Epinephelus striatus pada periode penangkapan

Page 14: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

6

1998/1999, 1999/2000, dan 2000/2001 masing-masing Z = 0,45, 0,42, dan 0,36, M = 0,18,

0,18, dan 0,18 F = 0,27, 0,24, dan 0,18.

Potensi lestari maksimum (MSY) bertujuan untuk melindungi stok pada tingkat

yang aman agar tetap berada pada level yang seimbang sehingga tidak terjadi penurunan

produksi pada berikutnya. MSY ini dapat berlangsung secara terus-menerus jika segala

faktor lingkungan lainnya berjalan dengan baik. Santoso (2016), melaporkan potensi

tangkapan lestari ikankerapu di Selat Alas diestimasisebesar 259,1 ton/tahun, dan upaya

optimum (F) sebesar 74.563,5trip/tahun sementara potensi lestari maksimum beberapa ikan

kerapu yang tertangkap di Teluk Lasongko yaitu kerapu tikus3,72 ton, kerapu macan31,73

ton, kerapu lumpur66,57 ton, dan kerapu sunu44,90 ton (Prasetya, 2010).

2.3 Pengelolaan Ikan Kerapu

Ikan kerapu merupakan sumber daya ikan karang yang dapat diperbaharui,

mempunyai kapasitas untuk pulih sendiri, dengan syarat pemanfaatan tidak melebihi

kapasitas reproduksinya dalam suatu periode tertentu. Untuk menjaga pemanfaatan

sumberdaya ikan kerapu secara berkelanjutan maka diperlukan suatu bentuk pengelolaan

yang dapat dipertanggung jawabkan secara bioekologi dan sosial ekonomi.

Pengelolaan perikanan karang berkelanjutan mengacu pada (WWF, 2011):

1) Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan cara (a) memastikan kondisi terumbu

karang terjaga dan tidak rusak; (b) memastikan tersedianya stok perikanan

berdasarkan kuota dan ukuran tangkapan; (c) menaati peraturan pemerintah

khususnya zonasi penangkapan; dan (d) tidak menangkap ikan di daerah

perlindungan.

2) Penanganan perikanan untuk perdagangan: membangun kesepakatan penanganan

antara nelayan, pengepul, dan pembeli tentang tata cara penanganan yang baik dan

bermanfaat untuk peningkatan mutu, kualitas perikanan serta kualitas sumberdaya

perikanan.

3) Praktek perikanan karang harus mengikuti prinsip-prinsip pemanfaatan yang ramah

lingkungan dan berkelanjutan.

Sementara menurut Sudirman dan Karim (2008), beberapa hal yang perlu dilakukan

dalam rangka pengelolaan kerapu, yaitu: (1) Menjaga dan mempertahankan kelestarian

Page 15: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

7

terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu; (2) Diperlukan suatu penelitian secara

sistematis mengenai perubahan jenis kelamin dan pada ukuran berapa ikan kerapu

melakukan pemijahan; (3) Membuat regulasi legal minimum size untuk setiap jenis ikan

kerapu; (4) Membuat pengaturan selektivitas alat tangkap; (5) Penegakan hukum bagi

penggunaan alat penangkapan ikan yang merusak untuk memberikan efek jera bagi pelaku

destruktif fishing; dan (6) Penelitian tentang potensi reproduksi dan dinamika populasi

untuk setiap jenis ikan kerapu sangat diperlukan.

2.4 Road Map Penelitian

Gambar 1. Road map penelitian ikan kerapu di Teluk Kwandang

2.5 Kebaruan

Kebaruan dalam penelitian ini terletak pada konsep model dinamik pengelolaaan

sumberdaya ikan kerapulumpur di Teluk Kwandang yang berdasarkan pada kajian ilmu

biologi reproduksi dan dinamika populasi.

Page 16: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

8

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan permasalahan maka penelitian bertujuan:

1. Menganalisis kondisi biologi reproduksi ikan kerapu lumpur.

2. Menganalisis kondisi dinamika populasi ikan kerapu lumpur.

3. Menganalisis strategi pengelolaan ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang

berdasarkan model dinamik agar terjadi optimasi produksi.

3.2 Manfaat Penelitian

Menjadi referensi pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat dalam merumuskan

kebijakan dan strategi pengelolaan perikanan kerapu secara berkelanjutan di Teluk

Kwandang.

Page 17: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

9

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Teluk Kwandang perairan Gorontalo (Gambar 2).

Sampel diambil dari sekitar daerah penangkapan ikan kerapu yaitu di perairan Teluk

Kwandang. Sampel diambil pada dua pedagang pengumpul terbesar, masing-masing yaitu

CV. Ruslan dan CV. Nurluthfi. Pemilihan tempat tersebut didasarkan pada pertimbangan

bahwa di tempat tersebut merupakan : (1) pengumpul ikan kerapu terbesar di daerah Teluk

Kwandang; (2) tempatnya mudah diakses, didekat TPI Kwandang; dan (3) Spesies kerapu

lumpur yang diteliti banyak di tempat tersebut.Penelitian dilakukan mulai Januari-

Desember 2018. Analisis sampel dilakukan di Balai karantina ikan Provinsi Gorontalo.

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Teluk Kwandang

4.2 Pengamatan Parameter dan Analisis Data

Sampel diidentifikasi untuk memisahkan jenis Epinephelus coioides dari spesies

lain. Metode pengamatan dan pengukuran parameter dilakukan sebagai berikut:

Page 18: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

10

4.2.1 Biologi Reproduksi

Parameter biologi reproduksi diamati setiap bulan. Untuk analisis biologi reproduksi

dilakukan pengamatan dan pengukuran parameter-parameter sebagai berikut : tingkat

kematangan gonad, berat gonad, indeks kematangan gonad, dan fekunditas. Tingkat

kematangan gonad (TKG) ditentukan berdasarkan pengamatan histologi. Pembuatan

preparat histologi dilakukan di stasiun karantina ikan,pengendalian mutu dan

keamananhasil perikanan (SKIPM) kelas IGorontalo.. Jumlah sampel yang dibuat preparat

histologi adalah 40 ekor. Sedangkan pengamatan berdasarkan makroskopik gonad sesuai

dengan klasifikasi Tan dan Tan (2002) yaitu terlebih dahulu menghitung indeks gonadnya

kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kematangan gonadnya berdasarkan nilai

indeks gonad (Tabel 2) tersebut sebagai berikut:

GI = 3L

gw x 107(1)

Keterangan: GI = Indeks Gonad, Gw = berat gonad (g) dan L = Panjang tubuh.

Menurut Tan dan Tan (2002), klasifikasi TKG berdasarkan indeks gonadnya tertera

pada Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara Indeks Gonad dengan Tingkat Kematangan Gonad

Indeks Gonad Kelas (TKG)

Lebih kecil dari 1 gonad belum matang I

1,0-5,0 gonad mematang II

5,0-10,0 gonad mematang III

10,0-20,0 gonad matang IV

Lebih besar dari 20 gonad lanjut matang V

Indeks kematangan gonad (IKG) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat

gonad (BG) dalam satuan gram, dan berat tubuh ikan (BT) dalam satuan gram dikali

seratus persen (2) (Andrade et al.,2003) sebagai berikut:

x100%BT

BGIKG (2)

Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode gravimetrik seperti yang

disarankan oleh Braum dan Bagenal (1968) sebagai berikut:

FSBs

BgF (3)

Keterangan F = fekunditas total (butir); Fs = jumlah telur pada sebagian gonad (butir);

Bg = bobot seluruh gonad (g); dan Bs = bobot sebagian kecil gonad.

Page 19: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

11

4.2.2 Dinamika Populasi

Untuk pengamatan parameter dinamika populasi dilakukan pengukuran adalah

panjang total dan berat total. Panjang ikan diukur di atas papan ukur dengan mistar

berskala 0,1 cm, berat total diukur dengan timbangan elektrik ketelitian 0,01 kg.

Pendugaan mortalitas dilakukan dengan metode kurva konversi hasil tangkapan dengan

panjang pada paket program FISAT II (Sparre dan Venema, 1999).

Data produksi tangkapan serta data upaya penangkapan yang digunakan adalah

data runtun waktu dari tahun 2008 hingga 2016 yang dicatat dari statistik perikanan

Provinsi Gorontalo. Data produksi dan upaya penangkapan digunakan untuk menganalisis

CPUE, dan potensi hasil maksimum lestari (MSY). Analisis hasil maksimum lestari

(MSY) digunakan model Shaefer (Sparre dan Venema, 1999) dengan persamaan linier

sebagai berikut:

bf(i)af(i)

Y(i)

(4)

Apabila persamaan tersebut dikalikan dengan f (i) akan diperoleh persamaan kurva

parabola:

2bf(i)af(i)Y(i) . (5)

Dari persamaan tersebut diperoleh model untuk menghitung hasil maksimum lestari (MSY)

dan upaya optimal (fmsy) masing-masing sebagai berikut:

4b

aMSY

2 (6)

2b

afmsy

(7)

dimana Y(i) = hasil tangkapan, f(i) = upaya penangkapan, a = intersep garis, b =

kemiringan garis, MSY = hasil tangkapan maksimum lestari, dan fmsy = jumlah upaya

penangkapan optimal untuk mencapai MSY. Untuk menghitung Catch Per Unit Effort

(CPUE) ikan kerapu digunakan Formulasi King (1995) (8) sebagai berikut:

CPUE = P/E (8)

dimana CPUE = hasil tangkapan per Unit Upaya (kg/trip), P = hasil tangkapan (kg), dan E

= jumlah upaya (trip).Karena kemampuan tangkap tiap alat tangkap berbeda-beda, maka

perlu dilakukan standardisasi upaya penangkapansebagai berikut (Gulland, 1982) (9):

FPI = CPUEdst/CPUEst (9)

Page 20: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

12

Dimana FPI = fishing power index; CPUEdst = CPUE alat tangkap yang akan

distandarisasi (ton/trip); CPUEst = CPUE alat tangkap standar (ton/trip).

Fs= FPI x fdst (10)

Fs = upaya penangkapan hasil standarisasi (Trip); FPI = fishing power index; dan fdst =

upaya penangkapan yang akan distandarisasi (Trip).

4.2.3 Konsep dan Desain Model

Konsep dasar model dinamik Pengelolaaan Sumberdaya Ikan Kerapu di Teluk

Kwandang adalah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu dengan

memaksimalkan penangkapan tanpa mengganggu kelestarian populasi. Konsep ini

mengacu pada pendekatan dinamika populasi yang berbasis pada potensi daya dukung

lingkungan dan pendekatan keberlanjutan yang berbasis pada manajemen pengelolaan

lingkungan dan regulasi penangkapan. Mengacu pada tujuan penelitian maka dalam model

ini dibuat beberapa skenario yang akan disimulasikan. Skenario-skenario tersebut

merupakan kombinasi antara 4 faktor yaitu : Laju Penangkapan (3 level), Waktu

Penangkapan (2 level), Restocking (3 level) dan Manajemen Luas Wilayah (3 level). Secara

keseluruhan jumlah skenario yang akan disimulasikan sebanyak 3x2x3x3 =54 skenario.

4.3 Bagan Penelitian

Gambar 3. Bagan alir penelitian

Page 21: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

13

BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI

5.1 Biologi Reproduksi

5.1.1 Tingkat Kematangan Gonad

Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kerapu lumpur

Epinephelus coioidessetiap bulan disajikan pada Gambar 4. Secara umum tingkat

kematangan gonad terdiri dari TKG 1I 27 ekor (19,15%), TKG II 40 ekor (28,37 %),

TKG III 19 ekor (13,48 %), TKG IV 6 ekor (4,26%), dan TKG V 49 ekor (34,75 %).

Distribusi persentase jumlah individu setiap tingkat kematangan gonad pada setiap bulan

secara total menunjukkan TKG I dan II ditemukan sepanjang tahun dengan persentase

paling tinggi masing-masing pada Maret (55,55 %) dan Desember (75%), TKG III

ditemukan sampai Oktober (14,28%), TKG IV hanya dijumpai selama empat bulan dengan

persentase tertinggi pada bulan Oktober (14,28%), sedangkan TKG V mencapai puncak

pada bulan Juni (53,33 %). Distribusi TKG bulanan menunjukkan bahwa puncak

ditemukan gonad yang masak terjadi pada Mei, Juni, dan Juli.

Gambar 4. Distribusi TKG ikan kerapu tiap bulan

Sebagian besar (80,85%) ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang

merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil ikan muda (19,15%)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

TKG

(%

)

Bulan

V

IV

III

II

I

Page 22: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

14

(Gambar 5). Besarnya jumlah ikan matang gonad dan ikan mijah yang tertangkap

membuktikan bahwa penangkapan ikan kerapu bertepatan dengan musim pemijahan.

Gambar 5. Frekuensi ikan kerapu muda, matang dan mijah

Berdasarkan pengamatan secara histologi terhadap perkembangan gonad

menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur matang gonad pada ukuran 42 cm dengan berat

1800 g (Gambar 6). Perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (transisi) pada ikan

kerapu lumpur terjadi pada ukuran 79 cm dengan berat 6500 g. Untuk usaha pembenihan,

perlu diperhatikan jantan dan betina yang sebanding, penyediaan induk (Andamari, 2005)

yakni ikan-ikan yang beratnya diatas 7000 g untuk ikan jantan dengan asumsi ikan tersebut

sudah berubah kelamin menjadi jantan sedangkan untuk betina beratnya diatas 3000 g.

0

2

4

6

8

10

12

Frek

uen

si

Bulan

Muda Matang Mijah

Page 23: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

15

Gambar 6. Struktur mikroskopik gonad ikan kerapu lumpur

(a) Immature females (PO = primary oocyte; PVO = previtellogenic oocyte; AO = atresia

oocyte), panjang 33 cm, berat 386 g.

(b) Mature developing female, panjang 42 cm, berat 1800 g.

(c) Mature active female (MO = mature oocyte; CA = cortical alveoli oocyte), panjang 60

cm, berat 2900 g)

Page 24: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

16

(d) Transitional (SC = spermatocyte; SG = spermatogonium; SD = spermatid; PO =

primary oocyte; PVO = previtellogenic oocyte; O = oogonium; OC = ovarian cavity),

panjang 79 cm, berat 6500 g.

(e) Immature male (SC = spermatocyte; SG = spermatogonium; SD = spermatid; SZ =

spermatozoa), panjang 80 cm, berat 7000 g.

(f) Mature developing male, panjang 83 cm, berat 12000 g.

Pada fase awal perkembangan ovari ikan kerapu lumpur, gonad mengandung

oogonia primary oocyte, dan previtellogenic yang terletak di pinggiran sepanjang lamella

oocit. Pada fase transisi secara seksual, lamellae gonad sebagian besar terdiri dari primary

oocyte yang sedang berkembang dan jaringan spermatogenic yang belum berkembang

menyebar pada daerah tersebut yang terdiri dari gonia dan kista spermatocyte awal.

Jaringan ovari dan testes secara fisik belum terpisah karena jaringan spermatogenic ada di

sepanjang lamella dan bercampur dengan oosit. Gonad tidak menunjukkan bukti morfologis

pematangan seksual sebelumnya sebagai jantan atau betina (Erisman etal., 2007).

Gonad dalam fase transisi mengandung fokikel atresia dan/atau muscle bundle,

kedua ciri-ciri tersebut mengindikasikan fungsi betina sebelumnya (Sadovy dan Shapiro,

1987) yang bercampur dengan proliferasi jaringan testicular yang meliputi spermatosit,

spermatid, dan spermatozoa (Brulé et al., 2016). Perubahan awal jenis kelamin dicirikan

oleh degenerasi primary oocyte dan proliferasi simultan spermatogonia pada epitelium

germinal lapisan lumen ovarium. Saat degenerasi berlangsung, oocyte diserap dan

proliferasi bakal sel spermatogenic meningkat (Bhandari et al., 2003).

Pada fase akhir transisi, hanya sedikit degenerasi pre-vitellogenic oocyte yang

tersisa dalam lamellae dan ada kecenderungan peningkatan sel-sel bakal spermatogenic,

yang meliputi hampir 75% dari lamellae ovari. Pada akhir fase ini, hampir semua oosit

atresia diserap dan gonad ditransformasi menjadi testis yang mengandung sel-sel bakal

spermatogenic dalam berbagai stadia perkembangan dari spermatogonia hingga spermatid

(Bhandari et al., 2003).

Page 25: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

17

5.1.2 Indeks Kematangan Gonad

Hasil perhitungan rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan kerapu lumpur,

Epinephelus coioides setiap bulan disajikan pada Gambar 7. IKG ikan kerapu lumpur

mengalami perkembangan relatif lambat selama penelitian. Berdasarkan perkembangan

IKG, maka puncak pemijahan ikan kerapu lumpur terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni,

dan Juli. Pada bulan Mei secara umum rata-rata IKG mulai meningkat (0,1476± 0,1219%).

Pada bulan Juni secara umum mencapai puncaknya (0,1788±0,1709%), kemudian pada

bulan Juli secara umum menurun (0,1646± 0,0828%). Pada bulan Juni ketika terjadi rata-

rata IKG tertinggi maka banyak ditemukan ikan-ikan yang memiliki berat gonad

maksimum 63 gram, serta banyak ikan yang tertangkap baru selesai melakukan pemijahan.

Gambar 7. Perkembangan IKG ikan kerapu lumpur

Puncak pemijahan ikan kerapu lumpur di Perairan Oman Utara juga terjadi selama

tiga bulan yaitu Maret, April, dan Mei (McIlwain et al., 2016). Pada bulan terjadinya

puncak pemijahan ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang bertepatan dengan musim panas

(kemarau). Alasan utama, ikan kerapu melakukan pemijahan pada musim panas karena

pengaruh suhu (Cushion et al., 2008; Teruya et al., 2008; McIlwain et al., 2016).

0.0000

0.0200

0.0400

0.0600

0.0800

0.1000

0.1200

0.1400

0.1600

0.1800

0.2000

Ind

eks

Kem

atan

gan

Go

nad

(%

)

Bulan

Page 26: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

18

Peningkatan suhu permukaan laut bertepatan dengan meningkatnya IKG ikan

kerapu (Ohta dan Ebisawa, 2015) yang memicu terjadinya pemijahan. Saat suhu permukaan

laut rendah tidak ditemukan ikan kerapu jantan di daerah pemijahan (spawning ground)

(Gaspare dan Bryceson, 2013; Nanamiet al., 2017) sehingga diduga kuat tidak akan terjadi

pemijahan.

Suhu permukaan laut secara umum mempunyai peran penting dalam merangsang

sistem organ endokrin dan aktivitas reproduksi seperti sekresi hormon gonadotropin oleh

sel-sel pituitary yang mendukung perkembangan telur dan sperma dan menstimulasi

produksi steroid androgen jantan dan steroid estrogen betina yang akan mengendalikan

aktivitas dan tingkah laku reproduksi (Ali et al., 2005; Nanamiet al., 2017).

Kondisi suhu yang mendukung juga menjadikan proses fotosintesis bisa

berlangsung dengan baik sebagai bakal produksi primer dan penyedia makanan.

Ketersediaan makanan sangat memberi pengaruh yang sangat besar dalam membantu

proses kematangan gonad. Semakin melimpah makanan yang tersedia akan mempercepat

proses kematangan gonad (Kantun et al., 2011).

Ikan kerapu yang mencapai puncak pemijahan pada musim panas juga ditemukan

pada spesies Epinephelus itajara di Brazil Selatan (Gerhardinger et al., 2006; Bueno et al.,

2013), Mycteroperca marginata di bagian selatan Brazil (Seyboth et al., 2011), dan

Epinephelus areolatus di Teluk Suez (Osman et al., 2018).

5.1.3 Fekunditas

Fekunditas ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang dari hasil analisis 40 ekor

contoh berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir (rataan 713.186 ± 275.335 butir). Dari hasil

penelitian ini memberikan informasi bahwa potensi reproduksi ikan kerapu lumpur cukup

besar. Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas ukuran berkisar antara

174.553 butir hingga 567.616 butir, tertinggi ditemukan pada kelas ukuran 65 - 74 cm, dan

terendah pada kelas ukuran 55 - 64 cm (Tabel 3).

Page 27: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

19

Tabel 3. Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas ukuran

Kelas Ukuran (cm) Jumlah (ekor) Panjang Total (cm) Fekunditas (butir)

45-54 6 51,92±2,61 183.069

55-64 23 59,74±3,15 174.553

65-74 6 70±3,33 567.616

75-84 4 76,88±1,65 450.880

85-94 1 92 192.662

Analisis regresi berganda pengaruh panjang total dan bobot tubuh terhadap

pertambahan fekunditas menunjukkan bobot tubuh berpengaruh sangat nyata (P<0,05)

terhadap pertambahan fekunditas total. Persamaan regresi antara fekunditas total (Y)

dengan panjang total (X1) dan bobot tubuh (X2) adalah sebagai berikut:

𝑌 = 868755,26 − 25288,08𝑋1 + 299,31𝑋2

Peningkatan jumlah fekunditas akibat pertambahan bobot tubuh ikan kerapu

lumpur karena semakin bertambah bobot tubuh ikan maka volume tubuh induk betina

dalam mengandung telur semakin besar sehingga kemungkinan volume ovari lebih besar

dan mengandung fekunditas lebih besar.

Fekunditas ikan kerapu lumpur yang ditemukan pada penelitian ini masih dalam

kisaran fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa perairan di dunia, yaitu

masing-masing berkisar 785-7.984.835 butir (Tabel 4). Fekunditas ikan kerapu tertinggi

ditemukan di Laut Mediterania bagian Barat (Renones et al., 2010) dan terendah ditemukan

di Kuala Dungun Perairan Trengganu Malaysia (Kadir et al., 2016). Fekunditas ikan kerapu

lumpur pada penelitian ini lebih rendah daripada fekunditas ikan kerapu lumpur di Teluk

Arab (Tharwat et al., 2005) tapi lebih besar dari ikan kerapu lumpur yang ditemukan di

perairan India (Kandula et al., 2015).

Page 28: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

20

Tabel 4. Fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa perairan di dunia

No Spesies Fekunditas (butir) Sumber

1 Epinephelus diacanthus 13.100-145.700 Rao dan Krishnan,2009

2 Epinephelus marginatus 65.424-7.984.835 Renones et al., 2010

3 Epinephelus coioides 957.270-3.287.515 Tharwat et al., 2005

4 Epinephelus guttatus 240.000-2.400.000 Whiteman et al., 2005

5 Epinephelus coioides 43.618–463.940 Kandula et al., 2015

6 Epinephelus areolatus 785-84.258 Kadir et al., 2016

Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada genus yang samapun fekunditas ikan kerapu

berbeda-beda. Perbedaan fekunditas di antara spesies mencerminkan strategi reproduksi

yang berbeda, fekunditas ikan kerapu dapat bervariasi karena adaptasi yang berbeda pada

lingkungan (Murua et al., 2003). Variasi fekunditas juga sangat dipengaruhi oleh gizi,

tekanan penangkapan, dan selektifitas penangkapan (Morgan, 2008). Faktor lain yang

mempengaruhi variasi fekunditas seperti umur, parasitisme, kepadatan, suhu, pasokan

makanan, spesies, dan stres (Rao dan Krishnan, 2009; Renones et al., 2010; Prianto et al.,

2015; Gustiarisanie et al., 2017).

5.2 Dinamika Populasi

5.2.1 Ukuran

Secara umum panjang total ikan kerapu lumpur (Epinephelus coioides) jantan dan

betina masing-masing 800-1000 mm (903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60

mm). Panjang total ikan kerapu lumpur jantan lebih besar daripada betina, hal ini identik

dengan yang ditemukan di Laut Arab, Oman (Al Marzouqi et al., 2015), Perairan Atlantik

barat daya (Condini et al., 2014), dan Perairan Australia (Pears et al., 2006).

Perbedaan ukuran jantan dan betina disebabkan oleh pola reproduksi ikan kerapu

lumpur yang tergolong hermaprodit protogini, dimana fase awal adalah betina lalu berubah

menjadi jantan pada ukuran dan umur tertentu. Ukuran dan umur ikan kerapu melakukan

pergantian kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti selektivitas alat

Page 29: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

21

tangkap, kondisi lingkungan, kompetisi interspesifik, dan tekanan penangkapan (Condini et

al., 2014).

Ukuran ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang lebih kecil

daripada ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Arab Selatan (Grandcourt et al.,

2009) dan perairan Oman Utara (McIlwain et al., 2016). Perbedaan ukuran kerapu dapat

disebabkan oleh habitat (Mamauag et al., 2000), daerah penangkapan (Ernaningsih et al.,

2014), dan selektifitas alat tangkap (Pears et al., 2006; Al Marzouqi et al., 2015).

5.2.2 Mortalitas

Nilai laju mortalitas total (Z), alami (M), dan penangkapan (F) diduga dengan

menggunakan metode kurva konversi hasil tangkapan dengan panjang total yang dikemas

dalam program FISAT II dengan memasukkan nilai L∞ dan k. Berdasarkan hasil analisis

diperoleh nilai mortalitas total 0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas

penangkapan 0,54/tahun (Tabel 5).

Tabel 5. Mortalitas ikan kerapu lumpur

No. Paramater Nilai

1 Mortalitas Total (Z) 0,99

2 Mortalitas Alami (M) 0,46

3 Mortalitas Penangkapan (F) 0,54

5.2.3 Potensi Lestari dan CPUE

Produksi dan upaya ikan kerapu dari tahun 2008 hingga 2017 di Teluk Kwandang

mengalami fluktuasi (Gambar 8). Produksi tertinggi pada tahun 2011 sebesar 45,12 ton

dengan jumlah upaya 87 unit kapal dan produksi terendah pada tahun 2017 sebesar 14,6 ton

dengan jumlah upaya 107 unit kapal.

Page 30: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

22

Gambar 8. Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk Kwandang

Hasil Analisis perkiraan potensi lestari (MSY) model Shaefer dari tahun 2008

sampai dengan 2017 berkisar antara 16,84 ton sampai 27, 49 ton (Gambar 9). Potensi MSY

dari tahun 2008 hingga 2017 menujukkan terjadinya fluktuasi.

Gambar 9. Potensi lestari model Schaefer selama 10 tahun (2008-2017).

0

20

40

60

80

100

120

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Up

aya

(u

nit

)

Pro

duks

i (to

n)

Tahun

Produksi Upaya

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Pot

ensi

Les

tari

(ton

)

Tahun

Page 31: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

23

Apabila hasil tangkapan aktual dibandingkan dengan potensi lestari pada tahun

yang sama maka tingkat pemanfatan ikan kerapu bervariasi setiap tahun atau berfluktuasi

diantara garis keseimbangan potensi maksimum lestari (Gambar 10).

Gambar 10. Fluktuasi tingkat pemanfaatan

Kurva potensi lesari maksimum ikan kerapu disajikan pada Gambar 11.

Berdasarkan model kuadratik Schaefer; 𝑌𝑖 = 0,8093𝑓 − 0,0059𝑓2 menghasilkan MSY

sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal (fMSY) sebesar 68 unit kapal.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Tin

gkat

pem

anfa

atan

pot

ensi

MS

Y (

ton)

Page 32: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

24

Gambar 11. Kurva hasil maksimum lestari model Schaefer

Setiap tahun upaya penangkapan cenderung meningkat, sebaliknya produksi

cenderung menurun. Penurunan produksi yang diikuti oleh pertambahan unit upaya terjadi

pada tahun 2009, 2010, 2012, 2015, 2016, dan 2017. Menurut Ali et al., (2004),

peningkatan jumlah upaya yang tidak terkendali merupakan salah satu faktor yang

menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Namun demikian, tidak selalu penurunan jumlah

upaya penangkapan diikuti oleh kenaikan produksi pada tahun yang sama. Fenomena ini

menunjukkan peningkatan jumlah upaya penangkapan bukanlah satu-satunya faktor

penyebab penurunan hasil tangkapan, melainkan mungkin dipengaruhi oleh faktor lain

seperti faktor perubahan cuaca dan kemampuan penangkapan yang terbatas (Sumiono et

al., 2010).

Fluktuasi tingkat pemanfaatan ikan kerapu dapat disebabkan karena menurunnya

ukuran populasi akibat penangkapan secara berlebihan (Kirubasankar et al., 2013; Bulanin

et al., 2017) yang dapat mengurangi kapasitas reproduksi (Astuti, 2016). Sebaliknya hasil

tangkapan meningkat dapat disebabkan karena meningkatnya ukuran populasi akibat

rendahnya upaya penangkapan tahun sebelumnya. Penurunan upaya penangkapan dapat

disebabkan oleh kondisi oseanografi dan iklim (Yulianto et al., 2013; Pitchaikani dan

0

5

10

15

20

25

30

1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101

106

111

116

121

126

131

136

Pro

du

ksi (

ton

)

Upaya (Unit)

MSY=27, 75 tonf max=68 unit

Page 33: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

25

Lipton, 2016), kejadian ini memiliki dampak biologis yang menguntungkan terhadap

pemulihan (recovery) sehingga populasi ikan kerapu akan meningkat kembali.

Penurunan produksi dari MSY cenderung terjadi setelah berlangsung penangkapan

yang melampaui MSY, seperti yang terjadi pada tahun 2012 MSY menurun disebabkan

tahun sebelumnya produksi telah melebihi MSY. Apabila upaya optimal (fMSY) 86 unit

menjadi standar acuan untuk mencapai MSY 27, 75 ton, dengan menggunakan pendekatan

kehatia-hatian (precautionary approach) yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan

Perikanan Republik Indonesia, maka jumlah tangkapan ikan kerapu yang dibolehkan

(TAC) sebesar 80% dari MSY yaitu 22, 20 ton. Apabila mengacu pada produksi tahun 2014

maka total produksi telah melampaui TAC. Hal ini yang menyebabkan hasil tangkapan

mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir walaupun upaya penangkapan telah

ditambah.

7.1 Model Dinamik

7.1.1 Desain dan Struktur Model

Model dinamik yang dihasilkan dengan menggunakan software Stella.5.0 terdiri

dari dua sup model utama yaitu sub model perikanan tangkap dan sub model ekonomi.

Dalam sub model perikanan tangkap meliputi : biomasssa populasi ikan kerapu sebagai

kompartemen (stok) yang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan

peningkatan dan penurunan biomassa populasi ikan kerapu. Faktor faktor yang

menyebabkan peningkatan sebagai (inflow) terdiri dari pertumbuhan dan recruitment,

sedangkan faktor faktor yang menyebabkan pengurangan (outflow) terdiri dari

penangkapan dan mati alami. Bangunan sub model seperti ditunjukkan dalam Gambar 12.

Page 34: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

26

Gambar12. Diagram sub model perikanan tangkap.

Struktur model dalam diagram gambar diatas menjelaskan bahwa pertumbuhan

yang dipengaruhi laju pertumbuhan dan biomassa stok populasi ikan kerapu dikendalikan

oleh potensi maksimum daya dukung lahan, menyebabkan peningkatan/penambahan

biomassa populasi. Recruitment dipengaruhi oleh recruitment alami dan banyaknya

populasi recstocking, dimana keduanya menyebabkan peningkatan/penambahan stok

populasi ikan kerapu. Banyaknya recruitment alami ditentukan oleh fekunditas dan

biomassa bobot betina TKG V, sedangkan biomassa populasi ditentukan oleh jumlah

restocking sesuai dengan skenario yang dipilih. Penambahan recruitment juga dipengaruhi

oleh skenario manajemen konservasi yang nilainya ditentukan proporsional terhadap

recruitment alami. Efek skenario restocking dan skenario manajemen konservasi ditentukan

melalui inflow recruitment. Pengurangan populasi dhitung melalui outflow mati alami yang

nilainya proposional biomassa populasi ikan kerapu. Penangkapan menunjukkan biomassa

populasi yang tertangkap, yang dipengaruhi oleh laju tangkap dan maksimum populasi

layak tangkap. Laju penangkapan ditentukan oleh banyaknya alat tangkap dan banyaknya

trip dimana semua aspek yang mempengaruhi penangkapan sangat ditentukan oleh skenario

regulasi laju tangkap.

Page 35: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

27

Sub model ekonomi meliputi aspek penerimaan (inflow) dan pengeluaran (outflow)

sebagai kedua faktor yang mempengaruhi peningkatan/pengurangan nilai pendapatan

(kompartemen/stok). Penerimaan dihitung secara sederhana melalui nilai hasil penjualan

ikan yang tertangkap (ikan kerapu dan ikan ekonomis tangkapan lainnya, sesuai hargaanya)

sedangkan pengeluaran ditentukan dari biaya operasional penangkapan dan biaya

restocking, serta biaya biaya lain seperti pajak, dan biaya tambahan lainnya. Diagram sub

model ekonomi seperti ditunjukkan dalam gambar 13, sedangkan setelah digabungkan

swngan sub model perikanan tangkap maka diperoleh model lengkap dengan desain dan

struktur seperti yang ditunjukkan dalam gambar 14.

Gambar 13. Diagram sub model ekonomi

Page 36: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

28

Gambar 14. Diagram lengkap model pengeloaan perikanan kerapu di Teluk Kwandang.

7.1.2 Hasil Simulasi Model Dinamik

Model Dinamik ini memungkinkan untuk mensimulasikan 54 kemungkinan

kombinasi skenario yaitu 3 level laju penambahan jumlah alat tangkap, dan 2 level

pembatasan waktu penangkapan (skenario regulasi laju tangkap), 3 level manajemen

konservasi dan 3 level restocking. Berdasarkan pertimbangan efesiensi dan perbandingan

antar level skenario maka dalam pembahasan ini dijalankan 3 skenario yang dapat

dikategorikan menjadi skenario pesimis (skenario 1), moderat (skenario 2), optimis

(skenario 3). Skenario 1 (pesimis) mensimulasikan kondisi existing, yaitu presentase

tambahan alat 1 sampai 5 persen pertahun, tidak ada pembatasan penangkapan pada setiap

juli, tidak ada manajemen konservasi, dan tidak ada restocking. Skenario 2 (moderat) :

presentase tambahan alat 5 sampai 10 persen pertahun, dibatasi menangkap selama 1 bulan

pada setiap bulan juli. Manajemen konservasi berjalan sedang dan dilakukan restocking

sebanyak 10.000 ekor setiap bulan juli. Skenario 3 (optimis) presentase tambahan alat 10

sampai 15 %, dibatasai menangkap selama 1 bulan setiap bulan juli, manajemen konservasi

berjalan efektif, dan dilakukan restocking sebanyak 30000 ekor setiap bulan juli.

Page 37: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

29

7.1.3 Perubahan biomassa ikan kerapu

Hasil simulasi model pada skenario satu (pesimis) menunjukkan bahwa perubahan

biomassa populasi ikan kerapu mengalami penurunan yang cukup tajam, dari 200 ton

diawal sampai menurun lebih dari stengak pada bulan ke 20 mencapai 99,12 ton, dan terus

mengalami penurunan sehingga tersisa sekitar 4,5 ton setelah 10 tahun (120 bulan).

Penurunan populasi ini disebabkan oleh tidak berimbangnya antara jumlah penangkapan

dan laju pertumbuhan dimana proporsi laju penangkapan jauh lebih besar melampaui laju

pertumbuhan dan pertambahan populasi recruitment. Akibatnya terjadi penurunan yang

signifikan terutama pada tahun tahun awal, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 15a

pesimis.

Hasil simulasi model skenario dua (moderat) menunjukkan kecenderungan perubahan

biomassa populasi, dengan pola penurunan yang lebih lambat dari skenario satu. Pola

penurunan biomassa populasi ikan kerapu diteluk kwandang menunjukkan pola penurunan

yang proporsinya cenderung konstan dari waktu ke waktu, dengan tipikal ritme perubahan

tahunan yang jelas. Pola ini terutama disebabkan pengaruh pembatasan waktu penangkapan

selama 1 bulan yaitu setiap bulan juli pada puncak pemijahan mengakibatkan adanya

kesempatan penambahan recruitment karena ikan ikan yang matang gonad diberi

kesempatan memijah sebelum ditangkap. Faktor tersebut menyebabkan pola perubahan

biomassa ikan dan hasil tangkapan seperti disajikan dalam gambar 15b moderat

Hasil simulasi pada skenario tiga (optimis) menunjukkan pola perubahan biomassa populasi

ikan yang fluktuatif dalam kisaran nilai yang tidak jauh berbeda dengan populasi awal ( 200

ton) meskipun mengalami penurunan dimana dalam selama 10 tahun nilai terendah stok

ikan yang terendah paling mencapai 60,64 ton, dinamika naik turunnya biomassa populasi

ikan kerapu diteluk kwandang dalam skenario 3 ini, memperlihatkan pola dan ritme yang

lebih teratur setiap tahunnya, yang mengidinkasikan besarnya pengaruh recruitment,

sebagai dampak dari penerapan skenario pembatasan waktu penangkapan selama bulan juli

dan manajemen konservasi maupun skenario restocking yang mempengaruhi penambahan

populasi baru setiap tahunnya. Dinamika biomassa ikan kerapu yang cenderung stabil

menunjukkan bahwa pada skenario 3 ini terjadi keseimbangan antara peningkatan populasi

akibat kebijakan regulasi penangkapan yang mengatur waktu penangkapan dan restocking

Page 38: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

30

sebesar 30.000 pertahun mampu mengimbangi populasi yang hilang akibat penambahan

alat tangkap sebesar 10 sampai 15 persen pertahun ditambahn populasi mati alami dalam

kondisi manajemen konservasi diterapkan secara maksimal. Gambar 15c optimis.

a

b

11:01 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

3000

6000

0

5000

10000

0

10000

20000

0

2000

4000

1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami

1

1

1

1

2

2

2

2

33

3 3

4

4

44

5

5

55

10:59 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

3000

6000

0

10000

20000

0

2000

4000

1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami

1

1

1

1

2

2

2

2

3 3

33

4

4

4

4

5

5

5

5

10:53 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

160000

180000

200000

0

3000

6000

0

10000

20000

0

4500

9000

2850

3250

3650

1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami

1

1

1

1

2 22 2

3

3

3

3

4 44

4

5

5

5

5

Page 39: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

31

c

Gambar 15. Perubahan biomassa, populasi ikan kerapu, pertumbuhan, recruitment,

penangkapan, mati alami, selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model

pada skenario 1 pesimis (a) skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).

Mengacu pada perubahan biomassa ikan kerapu maka terlihat bahwa, dengan adanya

regulasi laju tangkap yang membatasi laju tangkap pada bulan juli yang disertai dengan

manajemen konservasi yang maksimal dan secara simultan dilakukan restocking sebanyak

30.000 ekor dengan berat awal 50 sampai 75 gram per ekor, maka mampu mengimbangi

kehilangan populasi ikan yang tertangkap, meskipun terjadi penambahan alat sebesar 10

sampai 15 persen pertahun, dengan koefisien mati alami yang sama sehingga populasi

cenderung substain sampai 10 tahun. Mengingat bahwa perubahan pertumbuhan dan mati

alami nilainya sangat ditentukan oleh perubahan biomassa populasi karena kedua

komponen ini dihitung secara proporsional sehingga dinamikanya mengikuti dinamika

populasi dan berlaku untuk semua skenario sementara recruitment dan penangkapan

dinamikannya sangat ditentukan oleh skenario recstocking dan skenario laju tangkap. Jika

dirata ratakan selama 12 bulan pertahunnya maka diperoleh dinamika biomassa populasi

ikan kerapu, jumlah recruitment dan penangkapan selama 10 tahun, berdasarkan hasil

simulasi dalam 3 skenario.

Page 40: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

32

a

b

c

10:59 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

10000

20000

0

400

800

0

100000

200000

1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina

1

1

1

1

2

2

2

2

3 3

33

4 4 4 4

5

5

5

5

10:48 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

160000

180000

200000

0

10000

20000

0

1500

3000

135000

160000

185000

1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina

1

1

1

1

2

2

2

23

3

3

3

4 4 4 4

5 5

5

5

11:01 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

5000

10000

-1

0

1

0

100000

200000

1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina

1

1

1

1

2

2 2

2

33

3 3

4 4 4 4

5

5

55

Page 41: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

33

Gambar 16. Perubahan biomassa,recruitment, Rec alami, Biomassa populasi betina, selama

10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario 1 pesimis (a) skenario

moderat (b) dan skenario optimis (c).

7.1.3 Pengaruh penangkapan

Hasil simulasi model menujukkan bahwa besarnyaa pada skenario satu, besarnya

volume tangkapan pada dua tahun pertama cenderung tinggi karena biomassa populasi

ikan kerapu di teluk kwandang masih cukup besar, seriring dengan penurunan biomassa

pada tahun ketiga maka mka volume hasil tangkapan juga ikut menurun tajam dan

selanjutnya terus mengalami penurunan hingga mencapai nilai yang sangat rendah sampai

hanya mencapai 324,48 kg pada akhir tahun kesepuluh. Penurunan volume hasil tangkapan

lebih banyak dihasilkan oleh perubahan biomassa populasi ikan karena dengan jumlah alat

dan trip yang tidak mengalami perubahan yang namun mengalami penurunan hasil

tangkapan yang signifikan, denga demikian, degradasi hasil tangkapan sepenuhnya sebagai

akibat degradasi populasi ikan kerapu diteluk kwandang. Dinamika hasil tangkapan,

biomassa populasi jumlah alat jumlah trip dan laju penangkapan selama 10 tahun seperti

ditunjukkan dalam gambar 3a

Pada skenario 2 penangkapan masih mengikuti pola yang mirip dngan skenario satu

tetapi ditandai dengan perubahan secara periodik setiap bulan 7 setiap bulannyanilai

tangkapan sama dengan nol sebagai akibat dari penerapaan skenario dari regulasi laju

tangkaap dengan membatasi penangkapan selma bulan pemijahan selama bulan juli. Seperti

dijelaskna sebelumnya ahwa dengan adanya jeda penangkapan ini maka berdampak pada

peningkatan pada oeningkatan recruitment alami sehingga memberi kesempatan adanya

penambahan populasi baru dan mengakibatan penuunan biomassa populasi di teluk

kwandang tidak setajam penurunan populasi pada skenario satu. Hal ini ditunjukkan dengan

nilai akhir pada tahun kesepuluh hasil tangkapan masih mencapai 1572,35 ton, juka

dibandingkan dengan nilai hasil tangkapan dalam waktu yang sama maka ajumlah

inimencapai hampir 5 kali lipat (4,85 x) dari nilai 324.48 pada skenario Satu. Pola

perubahan nilai tangkapan dan nilai tangkapan pada ditunjukkan pada grafik gambar 3b

Page 42: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

34

Pada skenario 1 dan 2, masih terlihat adanya penurunan hasil tangkapan, masih

terlihat adanya penurunan hasil tangkapan, meskipun adanya penurunan laju berbeda,

keduannya dapat dijelaskan bahwa, regulasi tangkap dengan tambahan alat, dengankuato

tangkap yang ditetapkan masih melampaui jumlah penambahan akibat pola pertumbuhan

dan regruitment, hasil simulasi pada skenario 3 menunjukkan pola perubahan volume

tangkapan yang sangat jelas berbeda, dengan dua skenario sebelumnya,, jumlah hasil

tangkapan cenderung berfluktuasi, bulanan, dalam setiap tahunnya namun cenderung stabil,

dalam kisaran6 sampai 7 ton lebih perbulan. Akibatnya terbentuk pola dan dinamika hasil

tangkapan dan perubahan biomassa populasi seperti yang disajikan dalam gambar 3c.

dalam gambar tersebut terlihat bahwa pola periodik tidak adanya hasil tangkapan pada

bulan 7 seperti yang terlihat pada hasil simulasi skenario dua, namun pada bulan bulan

lainnya dalam setiap tahun tidak banyak mengalami perubahan kisaran 6 – 7 ton lebih.

Page 43: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

35

a

b

c

11:01 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

10000

20000

540

555

570

0

10

20

0

100000

200000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan

1

1

1

1

2

2

22

3

3

3

3

4 4

44

5

55

5

10:59 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

10000

20000

560

575

590

0

10

20

0

100000

200000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

34 4

44

5

55

5

10:53 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

160000

180000

200000

0

4500

9000

585

605

625

0

10

20

0

100000

200000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan

1

1

1

1

2 22 2

3

3

3

3

4 4

44

5 5

5

5

Page 44: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

36

Gambar 17. Perubahan biomassa, penangkapan, jumlah alat, jumlah trip, dan Laju

Penangkapan selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario

1 pesimis (a) skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).

Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa, tingginya volume tangkapan

pada awal tahun pertamngkapn selama 10 tahun a (rata rata 10,388 ton perbulan pada tahun

pertama dan 9,07 ton per bulan pada tahun pertama di skenario 2 menyebabkan penurunan

populasi yang cukup tajam akibat tangkap lebih yang melampoi kapasitas pertumbuhan

populasi dari recruitment selama periode tersebut. Kondisi ini menyebabkan penurunan

populasi pada periode periode berikutnya sehingga, rata rata tangkapan, pada tahun ketiga

pada skenario satu dan dua (5,097 ton) per bulan dan 6,197 ton per bulan sudh lebih rendah

dari rata rata tangkaapan pada skenario tiga pada tahun yang sama 7,227 ton per bulan

penurunan populasi yang berlanjut terus sampai tahun kesepuluh iini mengidikasikan

adanya tangkapan lebih dengan jumlah alat dan laju tangkap yang sebenarnya lebih rendah

jika dibandingkan dengan skenario tiga sebaliknya pada skenario tiga meskipun terjadi

penambahan alat yang lebih tinggi namun dengan adanya kebijakan restocking sebesar

30000 per thaun dan efektifnya manajemen konservasi mampu mengibangi laju kehilangan

populasi dari penangkapan sehiggga biomassa populasi cenderung bertahan dan jumlah

hasil tangkapan cenderung stabil sampai pada tahun kesepuluh.

7.1.4 Perubahan Pendapatan berdasarkan Hasil Tangkapan

Perubahan pendapatan yang dihitung dari sub model ekonomi dalam model ini dihitung

secara sederhana dengan melibatkan faktor faktor terutama hasil tangkapan dan harga yang

mempengaruhi penerimaan dalam model ini hasil tangkapan tidak hanya dari ikan kerapu

tetapi dari hasil tangkapan lain yang ikan ikan ekonomis penting seperti : kakap, baronang,

kuwe dll. Sementara perubahan pengeluaran dihitung dari biaya operasional penangkapan

dan biaya restocking. Setelah model ini disimulasikan, maka didapatkan hasil simulasi yang

menujukkan bahwa, pada skenario satu pendapatan pendapatan cenderung megalami

pendapatan yang eksponensial dari bulan pertama sebesar 1,06 milyar hingga mencapai

20,96 milyar pada bulan ke 50, dan selanjutnya secara berlahan mengalami penurunan

hingga turun sampai 7,5 milyar diakhir tahun kesepuluh, kurva nilai pendapatan seperti ini

Page 45: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

37

terjadi karena jumlah tangkapan diawal awal masih relatif tinggi biomassa ikan pada dua

tahun pertama, selanjutnya pada tahun ketiga dan keempat meskipun terjadi rata rata

penurunan hasil tangkapan setiap bulannya, namun pendapatan masih terus meningkat

karena selisihantara penerimaan dan pengeluaran masih cukup tinggi akibatnya meskipun

volume tangkapan ikan kerapu relatif menurun sejalan dengan menurunnya biomassa

populasi namun, nilai pengeluaran belum megurangi signifikan nilai pendapatan disamping

itu tambahan penerimaan hasil tangkapan non kerapu masih memberikan andil yang cukup

sehingga nilai pendapatan masih terus meningkat ditahun 50, setelah itu kecenderungan

pendapatan, mengidinkasikan adanya, pengaruh signifikan pengeluaran karena dengan

biaya operasional yang sama, hasil tangkapan sudah menurun. Akibatnya dari waktu ke

waktu terjadi penurunan sampai tahun kesepuluh, seperti ditunjukkan dalam grafik gambar

4a. Hasil simulasi pada skenario dua menunjukkan pola perubahan yang mirip pada

skenario satu, namun dengan pola eksponensial dengan peningkatan diawal tidak setajam

peningkatan pada skenario dua. Pola perubahan hasil tangkapan pada skenario dua

menujukkan peningkatan dari awal sebesar 887,3 juta terus meningkat sampai pada bulan

ke 74 (awal tahun ke 6) dan selanjutnya mengalami perubahan yang cenderung konstan

hingga mencapai 20,96 mmilyar pada akhir tahun kesepuluh. Sebagaimana ditujukkan

dalam gambar 4b. Pada skenario 3 terlihat perubahan kurva pendapatn yan cenderung linier

meningkat dari 54,44 juta pada bulan pertama hingga mencapai 47,74 milyar pada tahun

kesepuluh seperti ditunjukkan dalam gambar grafik 4c.

Page 46: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

38

a

b

c

Gambar 18. Perubahan biomassa, penangkapan, pendapatan, penerimaan, dan pengeluaran,

selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario 1 pesimis (a)

skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).

Jika total nilai pendapatan diakumulasikan secara 120 bulan, maka didapatkan total

pendapatan sebesar 1,90 triliun padaa skenario 1 kemudian 2,27 triliun pada skenario 2 dan

3,01 triliun pada skenario 3. Apabila dirata ratakan perbulan dengan membagi 120, maka

11:01 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

10000

20000

0

1.5e+010

3e+010.

0

1e+009.

2e+009.

0

200000000

400000000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran

1

1

1

1

2

2

22

3

3

3

3

4

4

44

55

5

5

10:59 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

0

100000

200000

0

10000

20000

0

1.5e+010

3e+010.

0

1e+009.

2e+009.

50000000

250000000

450000000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

33

4

4

44

55

5

5

10:53 PM Fri, Nov 16, 2018

Untitled

Page 1

0.00 30.00 60.00 90.00 120.00

Months

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

4:

4:

4:

5:

5:

5:

160000

180000

200000

0

4500

9000

0

2.5e+010

5e+010.

0

500000000

1e+009.

100000000

300000000

500000000

1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran

1

1

1

1

2 22 2

3

3

3

3

4 4

4

4

55

5

5

Page 47: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

39

terhitung rata rata pendapatan pada skenario satu sebesar 15,85 milyar pada sekenario satu,

skenario dua 18,95 milyar dan 25,08 milyar pada skenario tiga. Jika kenaikan pendapatan

pada skenario satu dan dua total pendapatn meingkat 19,52 % dan pada skenario 3

meningkat 58,24 % dari skenario satu. Secara khusus pengaruh pengeluaran untuk

restocking terhadap peningkatan pendapatan maka pada skenario dua, peningkatan

pengeluaran restocking dan bio operasional penangkapan jika dibandingkan dengan

kenaikan pendapatn bahwa didapatkan bahwa setiap pengeluaran 1 rupiah menyebabkan

kenaikan pendapatan sebesar 7,31 pada skenaria dua, dan 9,83 rupiah pada skenario 3. Dari

hasil ini dapat disimpulkan bahwa, dampak dari melakukan restocking dapat

menningkatkan 7x lipat dari pendapatan dari nilai pengeluaran pada skenario dua, dan

hampir10x lipat (9,83) seknario 3, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengeuaran

untuk restocking berdampak cukup bagus dalam meningkatkan pendapatan terutama

dibarengi dengan perbaikan manajemen konservasi secaara efektif.

Biomassa ikan kerapu diteluk kwandang akan mengalami penurunan jika laju tangkap

terus berlanjut sampai terus saat ini dan tidak diikuti dengan dengan kebijakan restocking

manajemen konservasi . Apabila kegiatan restocking dilakukan dengan jumlah 10.000 ekor

pertahundengan berat awal 50 sampai 75 gram dan kebijakan manajemen konservasi

berjalan sedang, mampu menaikkan biomassa populasi ikan kerapu diteluk kwandang

namun jumlahnya akan tetap menurun apabila terjadi peningkatan jumlah alat 5 sampai 10

% pertahun. Hal ini berarti bahwa penambahan jumlah alat sebesar 5 sampai 10 persen

dari jumlah yang ada sekarang masih melampui laju penambahan populasi dari restocking

dari 10.000 petahun dan pembatasan selama satu bulan pada musim pemijahan. Dengan

peningkatan restocking 30.000 ekor pertahun yang dibarengi dengan manajemen konservasi

yang efektif, dapat menyebakan stabilnya populasi ikan kerapu meskipun, jumlah alat

bertambah 10 sampai 15 persen per tahunnya. Total pendapatan diperoleh selama 10 tahun

dengan menerapkan skenario dua dapat meningkatkan pendapatan sebesar 31,36 milyar

dari skenario satu dan meningkatkan 1,11 triliun pada skenario 3 selama 10 tahun

Page 48: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

40

8.1 Luaran yang dicapai

Pada penelitian ini target luaran yang dicapai ada dua yaitu artikel ilmiah yang

dimuat pada jurnal ilmiah terakareditasi internasional dan prosiding nasional. Pada laporan

100% ini target luaran yang telah dicapai yaitu artikel ilmiah yang diterbitkan pada

prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan IV yang dilaksanakan pada Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dan SEMNASKAN XVI UGM

Yogyakarta.

BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA

Pada laporan ini, penyelesaian olah data menggunakan program Stella telah penulis

selesaikan. Output sebagai pemakalah di seminar nasional telah dilaksanakan. Selain itu,

masih ada luaran yang sementara direvisi yaitu artikel yang diterbitkan pada jurnal

bereputasi internasional.

Jurnal Internasional direncanakan akan terbit bulan Desember di AACL Bioflux

terindex Scopus Q3. Tambahan luaran penelitian lain pada bulan desember 2018, berupa

Hak Kekayaan Intelektual berupa Karya Ilmiah dan Hak Paten Metode Analisis Model

Dinamik Pengelolaan Perikanan Kerapu di Teluk Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.

Page 49: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

41

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sebagian besar (80,85%) ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang

merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil ikan muda

(19,15%). Puncak pemijahan terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni, dan Juli.

Perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (transisi) terjadi pada ukuran 79 cm

dengan berat 6500 g. Fekunditas berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir (rataan

713.186 ± 275.335 butir).

2. Panjang total ikan kerapu lumpur jantan dan betina masing-masing 800-1000 mm

(903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60 mm). Mortalitas total

0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas penangkapan 0,54/tahun.

Potensi lestari sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal sebesar 68 unit kapal.

3. Rekomendasikan berdasarkan model ini dapatkan skenario terbaik perikanan yang

berkelanjutan dengan pendapatan tertinggi adalah skenario dengan melakukan

pembatasan penagkapan selama saru bulan pada puncak pemijahan secara simultan

melaukan restocking sebsar 30.000 3kor dengan berat rata rata 50-75 gram per ekor.

Menerapkan manajemen konservasi secara efektif meskipun jumah alat meningkat

10 -15 persen.

Saran

Untuk pengelolaan perikanan ikan kerapu yang terintegrasi masih perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut terkait: (1) keterkaitan faktor lingkungan dengan musim pemijahan

ikan kerapu lumpur; (2) distribusi larva; dan (3) kelembagaan keuangan dan alternatif

pemberdayaan nelayan ikan kerapu.

Page 50: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

42

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. S., La Sara., dan Mustafa. A. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan Kerapu

Sunu (Plectropomus areolatus) Pada Musim Tangkap. Jurnal Mina Laut

Indonesia. 1 (1): 73-83.

Ali SA,. Nessa MN., Djawad MI., dan Omar SA. 2004. Analisis Fluktuasi Hasil Tangkapan

dan Hasil Maksimum Lestari Ikan Terbang (Exocoetidae) di Sulawesi Selatan.

Torani. 14(2):104-112.

Ali, S. A. 2005. Perkembangan Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan Ikan Terbang

(Hyrundhicthys oxicpelhalus Bleeker, 1852) Di Laut Flores Sulawesi Selatan.

Torani. 15(6) Edisi Suplemen Ikan Terbang 416-424.

Al-Marzouqi, A., Chesalin. M., and Al-Shajibi. S. 2015. Some Aspects on Distribution and

Biology of the Spinycheek Grouper Epinephelus diacanthus (Valenciennes, 1828)

from the Arabian Sea off Oman. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare.

5(18): 39-49.

Andamari, R and Suwirya. S. 2010. Reproduction Performance of Wild Broodstock Coral

Trout (Plectropormus leopardus). Indonesian fisheries research journal. 16 (1): 41-

47.

Andamari, R. 2005. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Sunu(Plectropomus leopardus) Di

Perairan Sulawesi DanMaluku. Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia. 11(7): 7-12.

Andrade, A. B., Machado. L. F., Silva. M. H., and Barreiros. J. P. 2003. Reproductive

Biology of the Dusky Grouper Epinephelus marginatus (LOWE, 1834). Brazilian

Archieves of Biology and Technology an International Journal. 46(3): 373-381.

Astuti, R. 2016. Analisis Populasi Ikan Kerapu (Serranidae) yang Tertangkap di Perairan

Peukan Bada, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Intitut

Pertanian Bogor.

Bhandari, R. K., Komuro, H., Nakamura, S., Higa, M., dan Nakamura, M. 2003. Gonadal

Restructuring and Correlative Steroid Hormone Profiles during Natural Sex Change

in Protogynous Honeycomb Grouper (Epinephelus merra) Gonadal Restructuring

and Correlative Steroid Hormone Profiles during Natural Sex Change in

Protogynous Honeyco. Zoological Science, 20, 1399–1404.

Page 51: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

43

Braum, E. and Bagenal, T.B. 1968. Eggs and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed.

Methods foe Assesments of Fish production in Fresh Water. Blackwell Scientific

Publication, p 159 – 181.

Brulé, T., Caballero-Arango, D., Renan, X., dan Colas-Marrufo, T. 2016. Confirmation of

functional hermaphroditism in six grouper species (Epinephelidae : Epinephelinae)

from the Gulf of Mexico. Cybium, 40(1), 83–92.

Bueno, L. S., Bertoncini. A. A., Koenig. C. C., Coleman. F. C., Leite. J. R. Silva. M. H.,

dan Freitas. M. O. 2013. When do Goliath Grouper, Epinephelus itajara

(Epinephelidae) Aggregate in South Brazil?. Proceedings of the 66th Gulf and

Caribbean Fisheries Institute November 4 – 8, 2013 Corpus Christi, Texas USA.

Bulanin U., Masrizal., dan Muchlisin ZA. 2017. Length-weight relationships and condition

factors of the whitespotted grouper Epinephelus coeruleopunctatus Bloch, 1790 in

the coastal waters of Padang City, Indonesia. Aceh Journal of Animal Science.

2(1): 23-27.

Cheung, W. W. L., Mitcheson. Y. S., Braynen. M. T., dan Gittens. L. G. 2013. Are the last

remaining Nassau grouper Epinephelus striatus fisheries sustainable? Status quo in

the Bahamas. Endang Species Res. 20: 27–39.

Condini, M. V., Albuquerque. C. Q., dan Garcia. A. M. 2014. Age and growth of dusky

grouper (Epinephelus marginatus) (Perciformes: Epinephelidae) in the southwestern

Atlantic, with a sizecomparison of offshore and littoral habitats. Fishery Bulletin

112(4): 311-321.

Cushion, N., Cook. M., Schull. J., dan Sullivan-Sealey. K.M. 2008. Reproductive

classification and spawning seasonality of Epinephelus striatus (Nassau grouper), E.

guttatus (red hind) and Mycteroperca venenosa (yellowfin grouper) fromThe

Bahamas. Proceedings of the 11th

International Coral Reef Symposium, Ft.

Lauderdale, Florida, 7-11 July 2008. 994-998.

Cushion, N., Cook. M., Schull. J., Sealey. K. M. S. 2008. Reproductive classification and

spawning seasonality of Epinephelus striatus (Nassau grouper), E. guttatus (red

hind) and Mycteroperca venenosa (yellowfin grouper) from The Bahamas.

Page 52: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

44

Proceedings of the 11th International Coral Reef Symposium, Ft. Lauderdale,

Florida, 7-11 July.

Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Gorontalo. 2016. Laporan tahunan Tahun 2015.

Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Gorontalo.

Erisman, B. E., Rosales-Casian, J. A., dan Hastings, P. A. 2007. Evidence of gonochorism

in a grouper, Mycteroperca rosacea , from the Gulf of California , Mexico.

https://doi.org/10.1007/s10641-007-9246-1

Ernaningsih., Budimawan., N. Nessa and Sudirman. 2014. Biology Population And

Exploitation Rate Of Coral Trout (Plectropomus Leopardus) Spermonde Island

South Sulawesi. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8(18): 438-444.

Ernaningsih., Budimawan., N. Nessa and Sudirman. 2014. Biology Population And

Exploitation Rate Of Coral Trout (Plectropomus Leopardus) Spermonde Island

South Sulawesi. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8(18): 438-444.

Fennessy, S. T. 2006. Reproductive biology and growth of the yellowbelly rockcod

Epinephelus marginatus (Serranidae) from South-East Africa. African Journal of

Marine Science, 28: 1-11.

Gaspare, Lydia dan Bryceson. I. 2013. Reproductive Biology and Fishery-Related

Characteristics of the Malabar Grouper (Epinephelus malabaricus) Caught inthe

Coastal Waters of Mafia Island, Tanzania. Journal of Marine Biology. 1-11.

Gerhardinger, L. C., Marenzi, R. C., Bertoncini, Á. A., Medeiros. R. P., dan Silva. M. H.

2006. Local Ecological Knowledge on the Goliath Grouper Epinephelus itajara

(Teleostei: Serranidae) in Southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 4(4): 441- 450.

Grandcourt, E. M., Al Abdessalaam. T. Z., Francis. F., Shamsi. A. T. A. L dan Hartmann.

S. A. 2009. Reproductive biology and implications for management of the orange-

spotted grouper Epinephelus coioides inthe southern Arabian Gulf. Journal of Fish

Biology. 74: 820–841.

Gulland, J.A. 1982. Fish Stok Assesment : A Manual of Basic Methods. Chichester –New

York- Brisbane–Toronto– Singapore: John Willey and Sons. 223 p.

Page 53: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

45

Gustiarisanie, A., Rahardjo. M. F., dan Ernawati. Y. 2017. Biologi Reproduksi Ikan Lidah,

(Cynoglossus cynoglossus, Hamilton 1822) Pisces: CynoglossidaeDi Teluk Pabean,

Jawa Barat. Bawal. 9(2): 103-112.

Ismi, S. 2013. Lama Waktu Dan Kepadatan Telur Dalam Upaya Perbaikan Teknologi

Transportasi Tertutup Pada Telur Kerapu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan

Tropis. 5(1): 54-59.

Kadir, N. H. A., Piah. R. M.,Ambak. M. A. Dan Musa. N. 2016. Reproductive aspects of

areolate grouper, Epinephelus areolatus and six-barred grouper, E.sexfasciatus from

Terengganu waters, Malaysia. AACL Bioflux. 9(6):1372-1379.

Kandula, S., Shrikanya. K. V. L.,dan Deepti. V. A. I. 2015. Species diversity and some

aspects of reproductive biology and life history of groupers(Pisces: Serranidae:

Epinephelinae) off the centraleastern coast of India. Marine Biology Research,

11(1):18-33.

Kantun, W., Ali. S. A., Malawa. A., dan Tuwo. A. 2011. Ukuran Pertama Kali Matang

Gonad dan Nisbah Kelamin Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan

Majene-Selat Makassar. Jurnal Balik Diwa. 2(2): 1-6.

King, M. 1995. Fisheries Biology. Assessment and Management. Fishing News Books,

Blackwell Science Ltd.

Kirubasankar R., Roy SD., George G., Sarma K., Krishnan P., Kumar SR., Kaliyamoorthy

M., Dan Gouthambharathi MP. 2013. Fishery and Exploitation of Malabar Grouper,

Epinephelus malabaricus (Bloch & Schneider 1801) from Andaman Islands. Asian

Fisheries Science 26: 167-175.

Langkosono. 2005. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek - Cromileptes altivelis

(VELENCIENNES,1828) dan Ikan Kerapu Lumpur - Epinephelus coioides

(HAMILTON, 1822) Pada Keramba Jaring Apung (KJA). Berita Biologi. 7( 5):

249-255.

Mamauag, S. S., Donaldson. T. J., Pratt. V. R., and McCullough. B.. 2000. Age and size

structure of the leopard coral grouper, Plectropomus leopardus (Serranidae:

Page 54: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

46

Epinephelinae), in the live reef fish trade of the Philippines. Proceedings 9 th

International Coral Reef Symposium, Bali, Indonesia 23-27 October 2000.

Mariskha, P. R. dan Abdulgani. N. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan

(Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Jurnal Sains dan Seni

Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 1(1) : 27-31.

McIlwain, J. L., Ambu-ali. A., Al Jardani. N., Halford. A. R., Al-Oufi. H. S., Feary. D. A.

2017. Demographic profile of an overexploited serranid, the orange-spotted

grouper(Epinephelus coioides), from northern Oman. Fishery Bulletin. 114:490–

502.

Mehanna, Al-Marzouq, Badrla El- Siabil, 2013. Stock Characteristics and Population

Dynamics of the Spiny Cheek Grouper Epinephelus Diacanthus (Valenciennes,

1828) from the Arabian Sea,Oman. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic

Science, 13: 127-132.

Morgan, M. J. 2008. Integrating Reproductive Biology into Scientific Advice for Fisheries

Management. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 41: 37–51.

Mujimin. 2008. Histologi Berbagai Jenis/Tingkatan Gonad Ikan Kerapu Sunu

(Plectropomus leopardus). Bul. Tek. Lit. Akuakultur. 7(2): 101-103.

Mujiyanto dan Y. Sugianti. 2014. Bioekologi Ikan Kerapu di Kepulauan Karimunjawa.

IJMS Undip. 19(2):88-96.

Murua, H., Kraus. G., Saborido-Rey. F., Witthames. P. R., Thorsen. A., dan Junquera. S.

2003. Procedures to Estimates Fecundity of Marine Fish Species in Relation to

Their Reproductive Strategy. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 33:33-54.

Musick, J.A., S.A. Barkeley., G.M. Caillet., M. Camhi., G. Huntsman., M. Nammack

and M.L. Warren Jr. 2000. Protection of marine fish stocks at risk of extinction.

Fisheries. 25(3): 6-8.

Nanami, A., Sato. T., Kawabata. K., dan Okuyama. J. 2017. Spawning aggregation of

white-streaked grouper Epinephelus ongus: spatialdistribution and annual variation

in thefish density within a spawning ground. PeerJ 5:e3000;

DOI10.7717/peerj.3000.

Page 55: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

47

Nuraini, S dan Hartati. S. T. 2006. Jenis ikan Kerapu (Serranidae) Tangkapan Bubu Di

Perairan Teluk Saleh, Sumbawa. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV Jatiluhur, 29-

30 Agustus 2006.

Nuraini, S. 2007. Jenis Ikan Kerapu (Serranidae) Dan Hubungan Panjang Berat Di Perairan

Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 7 (2): 61-65.

Ohta, I., dan Ebisawa. A. 2015. Reproductive biology and spawning aggregation fishing of

the white-streaked grouper, Epinephelus ongus, associatedwith seasonal and lunar

cycles. Environ Biol Fish.

Osman, A. G.M., El-Ganainy. A., dan Abd-Allah. E. 2018. Some reproductive aspects of

the areolate grouper, Epinephelus areolotusfrom the Gulf of Suez. Egyptian Journal

of Aquatic Research. 44: 51–56.

Ozen, M. R. dan Balci. B. A. 2012. Histological Study on Reproductive Pattern and Sex

Reversal of Dusky Grouper Epinephelus guaza in Natural Environment of Antalya

Bay of Mediterranean in Turkey. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences.

12: 157-164.

Pears, R. J., Choat. J. H., Mapstone. B. D., Begg. G. A. 2006. Demography of a large

grouper, Epinephelus fuscoguttatus, from Australia’s Great Barrier Reef:

implications for fishery management. Mar Ecol Prog Ser. 307: 259–272.

Prasetya, R. 2010. Potensi dan Laju Eksploitasi Sumberdaya Ikan Kerapu di Perairan Teluk

Lasongko Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Intitut

Pertanian Bogor.

Prianto, E., Kamal. M. M., Muchsin. I., dan Kartamihardja. E. S. 2015. AspekReproduksi

Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) Di Paparan Banjiran Lubuk Lampam

Kabupaten Ogan Komering Ilir. BAWAL. 7(3): 137-146.

Rao, A. C. Dan Krishnan. L. 2009. Studies on the reproductive biology of the female spiny

cheek grouper, Epinephelus diacanthus (Valenciennes, 1828). Indian J. Fish. 56(2) :

87-94.

Page 56: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

48

Renones, O., Grau. A., Mas. X., Riera. F., dan Rey. F. S. 2010. Reproductive pattern of an

exploited dusky grouper Epinephelus marginatus (Lowe 1834) (Pisces: Serranidae)

population in the western Mediterranean. Scientia Marina. 74(3): 523-537.

Sadovy, Y., dan Shapiro, D. Y. 1987. Criteria for the Diagnosis of Hermaphroditism in

Fishes Author ( s ): Yvonne Sadovy and Douglas Y . Shapiro Criteria for the

Diagnosis of Hermaphroditism in Fishes. Copeia, 1987(1), 136–156.

Santoso, D. 2016. Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan Ikan

Kerapu Di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi Tropis. 16(1):

15-23.

Seyboth, E., Condini. M. V., Albuquerque. C. Q., Varela. A. S., Velasco. G., Vieira. J. P.

dan Garcia. A. M. 2011. Age, growth, and reproductive aspects of the dusky

grouper Mycteroperca marginata (Actinopterygii: Epinephelidae) in a man-made

rocky habitat in southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 9(4): 849-856.

Seyboth, E., Condini. M. V., Albuquerque. C. Q., Varela. A. S., Velasco. G., Vieira. J. P.

dan Garcia. A. M. 2011. Age, growth, and reproductive aspects of the dusky

grouper Mycteroperca marginata (Actinopterygii: Epinephelidae) in a man-made

rocky habitat in southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 9(4): 849-856.

Sitepu, F. G. 2014. Aspek Biologi Ikan Kerapu Ekor Putih (Epinephelus areolatus

FORSSKAL, 1775) di Perairan Desa Galesong Kota Kabupaten Takalar. Torani

(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (2): 9-19.

Sparre, P., and S.C. Venema. 1999. Introdoction to Tropical Fish Stock Assesment. Part I

Manual Book. FAO. Rome.

Sudirman dan Karim, M. Y. 2008. Ikan kerapu biologi, eksploitasi, manajemen, dan

budidayanya. Yarsif Watampone. Jakarta.

Sumiono B., Ernawati T., dan Wedjatmiko. 2010. Analisis Penangkapan Kakap Merah Dan

Kerapu Di Perairan Barru, Sulawesi Selatan. J. Lit. Perikan. Ind. 16(4):293-303.

Tan, S.M. and K.S. Tan. 2002. Biology of Tropical Grouper (Epinephelus tauvina) Forskal.

Preliminary Studi on Hermaproditism in E. tauvina. Singapore.J. Pri.ind.,2(2), 133p.

Page 57: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

49

Teruya, K., Masuma. S., Hondo. Y., dan Hamasaki. K. 2008. Spawning Season, Lunar-

related Spawning and Mating Systems in the Camouflage GrouperEpinephelus

polyphekadionat Ishigaki Island, Japan. Aquaculture Sci. 56(3):359-368.

Tharwat, A. A., Bakeer. M. N., and Soltan. M. A. 2005. Reproductive biology o f orange

spotted grouper, Epinephelus coioides of the Arabian Gulf at Saudi Arabia.

Annals of Agric. Sci., Moshtohor, 43 (3):1083 -1094.

Whiteman, E. A. , Jennings. C. A. dan Nemeth. R. S. 2005. Sex structure and potential

female fecundity in a Epinephelus guttatus spawning aggregation:

applyingultrasonic imaging. Journal of Fish Biology. 66: 983–995.

Widodo, M. S. 2006. Deferensiasi Gonad/Seks (Hermaprodit Protogyni) pada Ikan Kerapu

Lumpur (Epinephelus Coiodes Hamilton) pada Kisaran Berat Tubuh yang Berbeda

di Perairan Tanjung Luar, Lombok Timur, NTB. Jurnal Protein. 13(2): 168-171.

WWF. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap Panduan Penangkapan dan Penanganan. WWF

Indonesia.

Yulianto, I., Hammer. C., Wiryawan. B., Palm. H. W. 2015. Potential and Risk of Grouper

(Epinephelus spp., Epinephelidae) Stock Enhancement in Indonesia. Journal Coastal

Zone Management. 18 (1): 394.

Yulianto, I., Wiryawan. B., Taurusman. A. A., Wahyuningrum. . P. I., dan Kurniawati. V.

R. 2013. Dinamika Perikanan Kerapu Di Taman Nasional Karimunjawa. Marine

Fisheries. 4(2): 175-181.

Page 58: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

50

Lampiran 1. Biodata Peneliti

A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Dewi Shinta Achmad, S.Pi, M.Si

2 Jenis Kelamin Perempuan

3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli

4 NIP/NIK/Identitas Lainnya -

5 NIDN 0901128102

6 Tempat dan Tanggal Lahir Gorontalo, 1 Desember 1981

7 E-mail [email protected]

8 Nomor telepon/HP 085240219331

9 Alamat Kantor (0435) 881135/(0435) 881136

10 Nomor telepon/Faks Jl. Prof Dr. Mansoer Pateda Desa

Pentadio Timur Kabupaten

Gorontalo

11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1= 3 orang, S-2= - orang, S-3=

- orang

12 Mata Kuliah yang Diampuh

1. Pengantar Ilmu Perikanan

2. Dasar dasar Penangkapan Ikan

3. Dasar dasar budidaya perairan

4. Teknologi Hasil Perikanan

B. Riwayat Pendidikan

S-1 S-2 S-3

Nama Penguruan tinggi Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin -

Bidang Ilmu Pemanfaatan Sumber

Daya Perairan

Tahun Masuk-Lulus 1999 – 2004 2010 – 2013 -

Judul Skripsi/Thesis Evaluasi Keramahan

Lingkungan Beberapa

Jenis Alat Tangkap di

Perairan Teluk Tomini

Propinsi Gorontalo

Analisis Efektivitas

Jenis Lampu Listrik

pada Bagan Tancap di

Perairan Pangkep

Sulawesi Selatan

-

Nama

Pembimbing/Promotor

Prof. Dr. Ir. Sudirman,

M.Pi

Prof. Dr. Ir. Musbir,

M.Sc

Prof. Dr. Ir. Sudirman,

M.Pi

Dr. Ir Aisjah Farhum,

M.Si

-

Page 59: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

51

C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Penelitian

Pendanaan

Sumber* Jml (Juta

Rp)

1 2014

Komposisi Hasil Tangkapan

Utama, Sampingan, dan Buangan

Pada Bagan Perahu di Perairan

Gorontalo

Dikti 15.000.000

D. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir

No Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama

Jurnal

Volume/No

mor/Tahun

1 2012

Perbandingan Ukuran Ikan Hasil

Tangkapan Utama Pada Bagan

Tancap Berdasarkan Jenis Lampu

Ilmiah

Akademika

Volume

2/Nomor

2/Tahun

2012

E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir

No Nama Temu

Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah

Waktu dan

Tempat

1 Seminar Nasional Kelautan

Perikanan III

Komposisi Hasil Tangkapan

Utama, Sampingan, dan

Buangan Pada Bagan

Perahu di Perairan

Gorontalo

7 Mei 2016,

Makassar

2

International seminar on

Fishery and Marine Science

in Accordance with Sail

Tomini and Festival of

Boalemo 2015

The Analysis of Production

Factors of Catching Yellow

Fin Tuna (Thunnus

albacores) The Small Scale

in Seram Sea Waters

9 September

2015

Gorontalo

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai

ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini

saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan

Penugasan Penelitian disertasi doktor.

Gorontalo, 20 Juni 2017

Ketua Peneliti

Dewi Shinta Achmad, SPi, MSi.

Page 60: PENELITIAN DISERTASI DOKTOR

52