penelitian disertasi doktor
TRANSCRIPT
PENELITIAN DISERTASI DOKTOR
MODEL DINAMIK PENGELOLAAN PERIKANAN KERAPU LUMPUR
(EPINEPHELUS COIOIDES) DI TELUK KWANDANG KABUPATEN
GORONTALO UTARA
DEWI SHINTA ACHMAD, S.PI, M.SI
0901128102
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
SEPTEMBER 2018
Nama Rumpun Ilmu : Ilmu Perikanan
Bidang Fokus : Kemaritiman
ii
iii
RINGKASAN
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang bernilai ekonomis penting yang
dieksploirasi secara terus-menerus oleh nelayan di Teluk Kwandang. Untuk itu, perlu
dilakukan pengelolaan sehingga keberlanjutan populasi ikan kerapu di perairan ini terjaga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis (1) kondisi biologi reproduksi
ikan kerapu lumpur, (2) kondisi stok ikan kerapu lumpur, dan (3) strategi pengelolaan ikan
kerapu lumpur di Teluk Kwandang berdasarkan model dinamik agar terjadi optimasi
produksi. Sampel ikan kerapu diperoleh dari tempat pelelangan ikan Kwandang dan
pedagang pengumpul. Data biologi reproduksi disajikan dalam bentuk deskriptif, analisis
data dinamika populasi menggunakan software FISAT II dan model dinamik dianalisis
menggunkan software Stella 5.0. Sebagian besar ikan kerapu lumpur yang tertangkap di
Teluk Kwandang merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil
ikan muda. Puncak pemijahan terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni, dan Juli. Perubahan
kelamin dari betina menjadi jantan terjadi pada ukuran 79 cm dengan berat 6500 g.
Fekunditas berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir. Panjang total ikan jantan dan betina
masing-masing 800-1000 mm (903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60 mm).
Mortalitas total 0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas penangkapan
0,54/tahun. Potensi lestari sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal sebesar 68 unit kapal.
Rekomendasikan berdasarkan model ini dapatkan skenario terbaik perikanan yang
berkelanjutan dengan pendapatan tertinggi adalah skenario dengan melakukan pembatasan
penangkapan selama saru bulan pada puncak pemijahan secara simultan melakukan
restocking sebsar 30.000 3kor dengan berat rata rata 50-75 gram per ekor. Menerapkan
manajemen konservasi secara efektif meskipun jumah alat meningkat 10 -15 persen.
Kata Kunci: Model Dinamik, Ikan kerapu, biologi reproduksi, dinamika populasi, Teluk
Kwandang.
iv
PRAKATA
Pertama-tama peneliti mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat,
Taufik, dan Hidayah yang diberikan sehingga penelitian dan Laporan Akhir Hibah
Penelitian Disertasi Doktor dapat diselesaikan. Tema penelitian yang telah dilakukan
adalah kemaritiman yang difokuskan pada kajian pengelolaan perikanan karang. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui model dinamik ikan kerapu lumpur dan merumuskan
strategi pengelolaannya.
Ucapan terima kasih dan penghargaan Kepada Direktur Penguatan Riset dan
Pengembangan DIKTI atas bantuan dana dalam penelitian penyelesaian doktor. Terima
kasih juga peneliti ucapkan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Ketua
LPPM Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Pak Firyal Kabid Penelitian UMGO dan Ibu
Narti sekretaris LPPM UMGO, terima kasih kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Gorontalo Utara, Kepala stasiun karantina ikan, pengendalian mutu dan
keamanan hasil perikanan (SKIPM) kelas I Gorontalo, Kepala Laboratorium SKIPM Kelas
I Kota Gorontalo, dan juga pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Dengan segala kerendahan hati kami menyadari kekurangan dan keterbatasan dalam
laporan ini sehingga kritik dan saran diharapkan untuk perbaikan. Akhirnya laporan ini
dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan yang dapat
diaplikasikan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan kerapu lumpur demi
kesejahteraan manusia sekarang dan akan datang.
v
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN PENGESAHAN ii
RINGKASAN iii
PRAKATA iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Rumusan masalah 2
1.3 Rencana target capaian tahunan 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1 Biologi reproduksi 4
2.2 Dinamika populasi 5
2.3 Pengelolaan ikan kerapu 6
2.4 Road map penelitian 7
2.5 Kebaruan 7
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 8
3.1 Tujuan Penelitian 8
3.2 Manfaat Penelitian 8
BAB 4. METODE PENELITIAN 9
4.1 Lokasi dan waktu 9
4.2 Pegamatan parameter dan analisis data 9
4.2.Biologi reproduksi 10
4.2.Dinamika populasi 11
4.2 Konsep dan desain model 12
4.3 Bagan alir penelitian 12
vi
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI 13
5.1 Biologi Reproduksi 13
5.1.1Tingkat kematangan gonad 13
5.1.2 Indeks kematangan gonad 17
5.1.3 Fekunditas 18
6.1 Dinamika populasi 20
6.2.1 Ukuran 20
6.2.2 Mortalitas 21
6.2.3 Potensi lestari dan CPUE 21
7.1 Model Dinamik 25
7.1.1 Desain dan Struktur model 25
7.1.2 Hasil Simulasi Model Dinamik 28
7.1.3 Pengaruh Penangkapan 33
7.1.4 Perubahan berdasarkan Hasil tangkapan 36
8.1. Luaran yang dicapai 40
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 40
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 41
7.1 Kesimpulan 41
7.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA 42
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
nomor
halaman
1 Rencana Target Capaian Penelitian ..........................……… 3
2 Hubungan antara Indeks Gonad dengan Tingkat
Kematangan Gonad...............................................…………
10
3 Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas
ukuran .................................................……………………..
20
4 Fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa
perairan di dunia....................................................................
30
5 Mortalitas ikan kerapu lumpur ……………………………. 31
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
halaman
1 Road map penelitian ikan kerapu di Teluk Kwandang ........ 7
2 Lokasi Penelitian di Teluk Kwandang ................................. 9
3 Bagan alir penelitian ...........................…………………….. 12
4 Distribusi TKG ikan kerapu tiap bulan ................................ 13
5 Frekuensi ikan kerapu muda, matang dan mijah ………...... 14
6 Struktur mikroskopik gonad ikan kerapu lumpur................. 15
7 Perkembangan IKG ikan kerapu lumpur............................... 17
8 Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk
Kwandang..............................................................................
22
9 Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk
Kwandang
22
10 Fluktuasi tingkat pemanfaatan............................................. 23
11 Kurva hasil maksimum lestari model Schaefer................... 24
12 Digram Sub Model Perikanan Tangkap 26
13 Diagram Sub Model Ekonomi 27
14 Diagram Lengkap Model Pengelolaan Perikanan Kerapu di
Teluk Kwandang. 28
15 Perubahan Biomassa, Populasi Ikan Kerapu, Pertumbuhan,
Recruitment, Penangkapan, Mati alami, selama 10 Tahun. 30
16 Perubahan Biomassa, Recruitment, Rec Alami, Biomassa
populasi betina selama 10 tahun
33
17 Perubahan Biomassa, Penangkapan, Jumlah Alat, Jumlah
Trip, dan laju Penangkapan selama 10 tahun
35
18 Perubahan Biomassa, Penangkapan, Pendapatan,
Penerimaan, dan Pengeluaran selama 10 Tahun
38
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan kerapu merupakan salah satu jenis ikan karang yang bernilai ekonomis penting
yang terdapat di perairan Indonesia (AndamaridanSuwirya, 2010; MujiyantodanSugianti,
2014). Ikankerapudieksporkekawasan Asia Tenggara sejak dekade 80an dan Indonesia
dikenal sebagai pemasok terbesar ketiga ikan kerapu dengan tujuan ekspor yaitu Singapura,
Hongkong, Jepang, Taiwan, Malaysia, AmerikaSerikat, Tiongkok, dan beberapa negara di
Eropa (Nuraini dan Hartati, 2006; Sudirman dan Karim, 2008).
Perkembangan permintaan pasar untuk komoditas ikan kerapu hidup terjadi karena
adanya perubahan selera konsumen dari ikan beku kepada ikan segar dalam keadaan hidup
(Mujiyanto dan Sugianti, 2014). Sebagian nelayan menggunakan racun atau potassium
untuk membius ikan kerapu sehingga dapat ditangkap dalam keadaan hidup, cara
menangkap yang destruktif menyebabkan terjadinya tekanan eksploitasiyang tinggi (WWF,
2011).MenurutMusick et al., (2000) ikan yang mengalami tekanan eksploitasi yang tinggi
sangat beresiko terhadap ancaman kepunahan.
Sampai saat ini pemasok utama kebutuhan pasar kerapu dalam dan luar negeri
masih mengandalkan dari hasil tangkapan laut (Langkosono,2005). Untuk mencukupi
kebutuhan pasar maka dilakukan eksploitasi kerapu secara besar-besaran di alam (Ismi,
2013), sehingga kelestarian ikan kerapu di alam terancam (Nuraini, 2007). Penangkapan
ikan kerapu di Gorontalo dilakukan di Teluk Kwandang didominasi oleh jenis
Epinepheluscoioides. Berdasarkan data statistik hasil perikanan Kabupaten Gorontalo Utara
menunjukkan produksi ikan kerapu mengalami fluktuasi, pada tahun 2008 produksi ikan
kerapu sebesar 252 ton menurun sampai tahun 2012 mencapai 222,57 ton lalu menurun lagi
pada tahun 2013 menjadi 129,7 ton kemudian meningkat pada tahun 2015 menjadi 176,3
ton. Sedangkan jumlah upaya pada tahun 2008 sebesar 1947 unit meningkat pada tahun
2012 menjadi 2515 unit dan menurun sedikit pada tahun 2015 menjadi 2315 unit(DKP
Gorontalo, 2016).
Tingginya intensitas penangkapan ikan kerapu di Provinsi Gorontalo tanpa
dibarengi oleh pengelolaan yang tepat dapat menyebabkan kepunahan pada sumberdaya
tersebut sehingga dibutuhkan konsep pengelolaan berkelanjutan. Konsep dasar
2
pengelolaaan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan di Teluk Kwandang adalah
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu dengan memaksimalkan penangkapan
tanpa mengganggu kelestarian populasi. Konsep ini mengacu pada pendekatan biologi
reproduksi dan dinamika populasi.
1.2 RumusanMasalah
Perikanan kerapu merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai
prospek cerah di Provinsi Gorontalo dalam upaya peningkatan ekspor non migas. Produksi
kerapu Indonesia meningkat lima kali lipat dalam dua dekade akibat tingginya permintaan
terhadap kerapu (Yuliantoet al., 2015). Permintaan dan harga ikan kerapu yang tinggi
mendorong para nelayan untuk melakukan penangkapan yang intensif dan tidak terkontrol
yang akibatnya dapat menyebabkan terjadinya overfishing (Sudirman dan Karim, 2008).
Ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang, cepat atau lambat tidak tertutup kemungkinan
akan masuk dalam resiko ancaman kepunahan jika tidak ada tindakan pengelolaan dengan
baik. Di beberapa tempat tertentu ikan kerapu telah mengalami overfishing seperti di
Kepulauan Spermonde (Ernaningsihet al., 2014) dan di Laut Arab (Mehannaet al., 2013).
Kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan kerapu berkelanjutan harus berdasarkan
informasi penelitian ilmiah yang akurat seperti biologi reproduksi, dinamika populasi dan
model dinamik. Data dan informasi tersebut menjadi dasar pertimbangan dalam perumusan
strategi pengelolaan perikanan kerapu lumpurberkelanjutan di Teluk Kwandang.
Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai pertanyaan
penelitian yaitu :
1. Bagaimana kondisi biologi reproduksi ikan kerapu lumpur seperti TKG, IKG, dan
fekunditas di Teluk Kwandang ?
2. Bagaimana kondisi dinamika populasi ikan kerapu lumpur seperti ukuran, mortalitas,
MSY, dan CPUE di Teluk Kwandang ?
3. Bagaimana strategi pengelolaan ikan kerapu macan di Teluk Kwandang berdasarkan
model dinamik agar terjadi optimasi produksi ?
3
1.3 Rencana Target Capaian Tahunan
Tabel 1. Rencana Target Capaian Penelitian
No Jenis Luaran Indikator Capaian
Kategori Sub Kategori Wajib Tambahan TS1)
TS+1 TS+2
1 Artikel ilmiah dimuat di
jurnal
Internasional
bereputasi
Accepted/
published
Nasional
Terakreditasi
2 Artikel ilmiah dimuat di
prosiding
Internasional
Terindeks
Nasional Sudah
dilaksanakan
3 Invited speaker dalam temu
ilmiah
Internasional
Nasional
4 Visiting Lecturer Internasional
5 Hak Kekayaan Intelektual
(HKI)
Paten
Paten sederhana
Hak Cipta
Merek dagang
Rahasia dagang
Desain Produk
Industri
Indikasi
Geografis
Perlindungan
Varietas Tanaman
Perlindungan
Topografi Sirkuit
Terpadu
6 Teknologi Tepat Guna
7 Model/Purwarupa/Desain/K
arya seni/ Rekayasa Sosial
8 Buku Ajar (ISBN)
9 Tingkat Kesiapan Teknologi Skala 3
10 Disertasi Draf
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biologi Reproduksi
Salah satu aspek yang perlu diketahui dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
tangkap adalah aspek biologi reproduksinya (Mariskha dan Abdulgani, 2012). Kajian aspek
biologi ikan kerapu meliputi tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad
(IKG), dan fekunditas (Andrade et al., 2003; Alamsyah et al., 2013; Ozen dan Balci, 2012).
Tingkat kematangan gonad (TKG)merupakan aspek penting dalam biologi reproduksi
(Alamsyah et al., 2013; Mariskha dan Abdulgani, 2012). TKG dapat diketahui melalui
pengamatan morfologi dan histologi gonad. Secara histologi, perkembangan anatomi
gonad dan telur dapat diketahui lebih jelas (Mujimin, 2008; Ozen dan Balci, 2012; Widodo,
2006), sedangkan secara morfologi kematangan diketahui melalui perubahan bentuk,
ukuran, berat, dan warna gonad (Sitepu, 2014; Alamsyah et al., 2013; Mariskha dan
Abdulgani, 2012).
Alamsyah et al., (2012) melaporkan ikan jantan kerapu sunu di perairan di Perairan
Karang Kapota Kabupaten Wakatobi ditemukan memiliki TKG I sampai TKG IV dan ikan
betina memiliki TKG I sampai TKG V. Ikan jantan didominasi oleh TKG IV dan betina di
dominasi oleh TKG III. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Mariskha dan Abdulgani
(2012), memperoleh TKG pada ikan kerapu macan di perairan Glondonggede Tuban, pada
bulan Oktober TKG untuk ikan jantan didominasi oleh ikan fase muda TKG I dan II
sedangkan pada ikan betina didominasi oleh ikan fase matang dan mijah.
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan informasi yang dibutuhkan untuk
mengetahui waktu pemijahan ikan kerapu (Andrade et al., 2003; Andamari dan Suwirya,
2010).Seyboth et al., (2011), melaporkan nilai IKG ikan kerapu jenis Epinephelus
marginata di Perairan Brazil Barat lebih rendah dari 0,2 selama penelitian. Sebaliknya,
studi serupa di pantai Kwazulu Natal (Afrika tenggara) menunjukkan Nilai IKG berubah
dari sekitar 0,2-3,0, dengan nilai yang lebih tinggi (> 1,5) pada musim panas (Fenessy,
2006). Al-Marzouqi et al., (2015), melaporkan ikan kerapu jenis Epinephelus diacanthusdi
Laut Arab melakukan pemijahan pada bulan Mei-Juni sementara ikan kerapu jenis
5
Epinephelus guazayang tertangkap di perairan Mediterania melakukan pemijahan pada
bulan Juni dan September (Ozen dan Balci, 2012).
Fekunditas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produktivitas
dan resilensi ikan kerapu. Fekunditas yang diperoleh dapatdibandingkan dengan ukuran
dari setiap individu ikan sehingga akan didapatkan informasi tentang jumlah anak yang
dihasilkan pada ukuran yang berbeda-beda (Alamsyah et al., 2013). Jumlah fekunditas pada
spesies yang sama dapat dipengaruhi oleh ukuran tubuh, umur, lingkungan, dan ukuran
diameter telur. Semakin kecil ukuran diameter telur, kemungkinan jumlah fekunditasnya
lebih besar. Jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan selama musim pemijahan bergantung
pada jumlah fekunditas dan frekuensi pemijahannya.
Nilai fekunditas ikan kerapu sunu yang ditemukan di Perairan Wakatobi berkisar
antara 13.959 - 807.749 butir (Alamsyah et al., 2013). Sedangkan Andamari dan Suwirya
(2010), melaporkan fekunditas ikan kerapu jenis Plectropomus leopardus yang ditangkap
di 14 daerah di Indonesia memiliki fekunditas berkisar antara 45.768-492.243 butir.
2.2 Dinamika Populasi
Pengelolaan perikanan yang rasional harus melibatkan suatu pemikiran tentang
sejauh mana ikan-ikan yang akan dieksploitasi, apakah termasuk suatu kelompok diskrit,
seragam dan mampu mempertahankan diri, evaluasi terhadap parameter-parameter
dinamika populasi diperlukan untuk mengetahui pengaruh eksploitasi terhadap suatu
spesies ikan (Mehanna et al., 2013; Ernaningsih et al., 2014; Sudirman dan Karim,
2008).Penelitian dinamika populasi ikan kerapu di Indonesia masih sangat
terbatas.Penelitiandinamika populasi ikan kerapu di Indonesia, diantaranya telah dilakukan
di Perairan Kepulauan Spermonde (Ernaningsih et al., 2014) dan di perairan Teluk
Lasongko (Prasetya, 2010). Hasil dari beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa
parameterpopulasi ikan kerapu juga bervariasi antar lokasi perairan.
Secara umum, ikan akan mengalami kematian (mortalitas) yang dapat disebabkan
oleh kematian alami dan penangkapan. Eksploitasi optimal dari suatu stok ikan terjadi jika
mortalitas penangkapan sebanding dengan mortalitas alaminya, sehingga laju eksploitasi
optimal (E) = 0,5. Cheung et al., (2013) melaporkan mortalitas total (Z), alami (M), dan
penangkapan (F) ikan kerapu jenis Epinephelus striatus pada periode penangkapan
6
1998/1999, 1999/2000, dan 2000/2001 masing-masing Z = 0,45, 0,42, dan 0,36, M = 0,18,
0,18, dan 0,18 F = 0,27, 0,24, dan 0,18.
Potensi lestari maksimum (MSY) bertujuan untuk melindungi stok pada tingkat
yang aman agar tetap berada pada level yang seimbang sehingga tidak terjadi penurunan
produksi pada berikutnya. MSY ini dapat berlangsung secara terus-menerus jika segala
faktor lingkungan lainnya berjalan dengan baik. Santoso (2016), melaporkan potensi
tangkapan lestari ikankerapu di Selat Alas diestimasisebesar 259,1 ton/tahun, dan upaya
optimum (F) sebesar 74.563,5trip/tahun sementara potensi lestari maksimum beberapa ikan
kerapu yang tertangkap di Teluk Lasongko yaitu kerapu tikus3,72 ton, kerapu macan31,73
ton, kerapu lumpur66,57 ton, dan kerapu sunu44,90 ton (Prasetya, 2010).
2.3 Pengelolaan Ikan Kerapu
Ikan kerapu merupakan sumber daya ikan karang yang dapat diperbaharui,
mempunyai kapasitas untuk pulih sendiri, dengan syarat pemanfaatan tidak melebihi
kapasitas reproduksinya dalam suatu periode tertentu. Untuk menjaga pemanfaatan
sumberdaya ikan kerapu secara berkelanjutan maka diperlukan suatu bentuk pengelolaan
yang dapat dipertanggung jawabkan secara bioekologi dan sosial ekonomi.
Pengelolaan perikanan karang berkelanjutan mengacu pada (WWF, 2011):
1) Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan cara (a) memastikan kondisi terumbu
karang terjaga dan tidak rusak; (b) memastikan tersedianya stok perikanan
berdasarkan kuota dan ukuran tangkapan; (c) menaati peraturan pemerintah
khususnya zonasi penangkapan; dan (d) tidak menangkap ikan di daerah
perlindungan.
2) Penanganan perikanan untuk perdagangan: membangun kesepakatan penanganan
antara nelayan, pengepul, dan pembeli tentang tata cara penanganan yang baik dan
bermanfaat untuk peningkatan mutu, kualitas perikanan serta kualitas sumberdaya
perikanan.
3) Praktek perikanan karang harus mengikuti prinsip-prinsip pemanfaatan yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan.
Sementara menurut Sudirman dan Karim (2008), beberapa hal yang perlu dilakukan
dalam rangka pengelolaan kerapu, yaitu: (1) Menjaga dan mempertahankan kelestarian
7
terumbu karang sebagai habitat ikan kerapu; (2) Diperlukan suatu penelitian secara
sistematis mengenai perubahan jenis kelamin dan pada ukuran berapa ikan kerapu
melakukan pemijahan; (3) Membuat regulasi legal minimum size untuk setiap jenis ikan
kerapu; (4) Membuat pengaturan selektivitas alat tangkap; (5) Penegakan hukum bagi
penggunaan alat penangkapan ikan yang merusak untuk memberikan efek jera bagi pelaku
destruktif fishing; dan (6) Penelitian tentang potensi reproduksi dan dinamika populasi
untuk setiap jenis ikan kerapu sangat diperlukan.
2.4 Road Map Penelitian
Gambar 1. Road map penelitian ikan kerapu di Teluk Kwandang
2.5 Kebaruan
Kebaruan dalam penelitian ini terletak pada konsep model dinamik pengelolaaan
sumberdaya ikan kerapulumpur di Teluk Kwandang yang berdasarkan pada kajian ilmu
biologi reproduksi dan dinamika populasi.
8
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan permasalahan maka penelitian bertujuan:
1. Menganalisis kondisi biologi reproduksi ikan kerapu lumpur.
2. Menganalisis kondisi dinamika populasi ikan kerapu lumpur.
3. Menganalisis strategi pengelolaan ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang
berdasarkan model dinamik agar terjadi optimasi produksi.
3.2 Manfaat Penelitian
Menjadi referensi pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat dalam merumuskan
kebijakan dan strategi pengelolaan perikanan kerapu secara berkelanjutan di Teluk
Kwandang.
9
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah Teluk Kwandang perairan Gorontalo (Gambar 2).
Sampel diambil dari sekitar daerah penangkapan ikan kerapu yaitu di perairan Teluk
Kwandang. Sampel diambil pada dua pedagang pengumpul terbesar, masing-masing yaitu
CV. Ruslan dan CV. Nurluthfi. Pemilihan tempat tersebut didasarkan pada pertimbangan
bahwa di tempat tersebut merupakan : (1) pengumpul ikan kerapu terbesar di daerah Teluk
Kwandang; (2) tempatnya mudah diakses, didekat TPI Kwandang; dan (3) Spesies kerapu
lumpur yang diteliti banyak di tempat tersebut.Penelitian dilakukan mulai Januari-
Desember 2018. Analisis sampel dilakukan di Balai karantina ikan Provinsi Gorontalo.
Gambar 2. Lokasi Penelitian di Teluk Kwandang
4.2 Pengamatan Parameter dan Analisis Data
Sampel diidentifikasi untuk memisahkan jenis Epinephelus coioides dari spesies
lain. Metode pengamatan dan pengukuran parameter dilakukan sebagai berikut:
10
4.2.1 Biologi Reproduksi
Parameter biologi reproduksi diamati setiap bulan. Untuk analisis biologi reproduksi
dilakukan pengamatan dan pengukuran parameter-parameter sebagai berikut : tingkat
kematangan gonad, berat gonad, indeks kematangan gonad, dan fekunditas. Tingkat
kematangan gonad (TKG) ditentukan berdasarkan pengamatan histologi. Pembuatan
preparat histologi dilakukan di stasiun karantina ikan,pengendalian mutu dan
keamananhasil perikanan (SKIPM) kelas IGorontalo.. Jumlah sampel yang dibuat preparat
histologi adalah 40 ekor. Sedangkan pengamatan berdasarkan makroskopik gonad sesuai
dengan klasifikasi Tan dan Tan (2002) yaitu terlebih dahulu menghitung indeks gonadnya
kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kematangan gonadnya berdasarkan nilai
indeks gonad (Tabel 2) tersebut sebagai berikut:
GI = 3L
gw x 107(1)
Keterangan: GI = Indeks Gonad, Gw = berat gonad (g) dan L = Panjang tubuh.
Menurut Tan dan Tan (2002), klasifikasi TKG berdasarkan indeks gonadnya tertera
pada Tabel 2.
Tabel 2. Hubungan antara Indeks Gonad dengan Tingkat Kematangan Gonad
Indeks Gonad Kelas (TKG)
Lebih kecil dari 1 gonad belum matang I
1,0-5,0 gonad mematang II
5,0-10,0 gonad mematang III
10,0-20,0 gonad matang IV
Lebih besar dari 20 gonad lanjut matang V
Indeks kematangan gonad (IKG) dihitung berdasarkan perbandingan antara berat
gonad (BG) dalam satuan gram, dan berat tubuh ikan (BT) dalam satuan gram dikali
seratus persen (2) (Andrade et al.,2003) sebagai berikut:
x100%BT
BGIKG (2)
Fekunditas total dihitung dengan menggunakan metode gravimetrik seperti yang
disarankan oleh Braum dan Bagenal (1968) sebagai berikut:
FSBs
BgF (3)
Keterangan F = fekunditas total (butir); Fs = jumlah telur pada sebagian gonad (butir);
Bg = bobot seluruh gonad (g); dan Bs = bobot sebagian kecil gonad.
11
4.2.2 Dinamika Populasi
Untuk pengamatan parameter dinamika populasi dilakukan pengukuran adalah
panjang total dan berat total. Panjang ikan diukur di atas papan ukur dengan mistar
berskala 0,1 cm, berat total diukur dengan timbangan elektrik ketelitian 0,01 kg.
Pendugaan mortalitas dilakukan dengan metode kurva konversi hasil tangkapan dengan
panjang pada paket program FISAT II (Sparre dan Venema, 1999).
Data produksi tangkapan serta data upaya penangkapan yang digunakan adalah
data runtun waktu dari tahun 2008 hingga 2016 yang dicatat dari statistik perikanan
Provinsi Gorontalo. Data produksi dan upaya penangkapan digunakan untuk menganalisis
CPUE, dan potensi hasil maksimum lestari (MSY). Analisis hasil maksimum lestari
(MSY) digunakan model Shaefer (Sparre dan Venema, 1999) dengan persamaan linier
sebagai berikut:
bf(i)af(i)
Y(i)
(4)
Apabila persamaan tersebut dikalikan dengan f (i) akan diperoleh persamaan kurva
parabola:
2bf(i)af(i)Y(i) . (5)
Dari persamaan tersebut diperoleh model untuk menghitung hasil maksimum lestari (MSY)
dan upaya optimal (fmsy) masing-masing sebagai berikut:
4b
aMSY
2 (6)
2b
afmsy
(7)
dimana Y(i) = hasil tangkapan, f(i) = upaya penangkapan, a = intersep garis, b =
kemiringan garis, MSY = hasil tangkapan maksimum lestari, dan fmsy = jumlah upaya
penangkapan optimal untuk mencapai MSY. Untuk menghitung Catch Per Unit Effort
(CPUE) ikan kerapu digunakan Formulasi King (1995) (8) sebagai berikut:
CPUE = P/E (8)
dimana CPUE = hasil tangkapan per Unit Upaya (kg/trip), P = hasil tangkapan (kg), dan E
= jumlah upaya (trip).Karena kemampuan tangkap tiap alat tangkap berbeda-beda, maka
perlu dilakukan standardisasi upaya penangkapansebagai berikut (Gulland, 1982) (9):
FPI = CPUEdst/CPUEst (9)
12
Dimana FPI = fishing power index; CPUEdst = CPUE alat tangkap yang akan
distandarisasi (ton/trip); CPUEst = CPUE alat tangkap standar (ton/trip).
Fs= FPI x fdst (10)
Fs = upaya penangkapan hasil standarisasi (Trip); FPI = fishing power index; dan fdst =
upaya penangkapan yang akan distandarisasi (Trip).
4.2.3 Konsep dan Desain Model
Konsep dasar model dinamik Pengelolaaan Sumberdaya Ikan Kerapu di Teluk
Kwandang adalah optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan kerapu dengan
memaksimalkan penangkapan tanpa mengganggu kelestarian populasi. Konsep ini
mengacu pada pendekatan dinamika populasi yang berbasis pada potensi daya dukung
lingkungan dan pendekatan keberlanjutan yang berbasis pada manajemen pengelolaan
lingkungan dan regulasi penangkapan. Mengacu pada tujuan penelitian maka dalam model
ini dibuat beberapa skenario yang akan disimulasikan. Skenario-skenario tersebut
merupakan kombinasi antara 4 faktor yaitu : Laju Penangkapan (3 level), Waktu
Penangkapan (2 level), Restocking (3 level) dan Manajemen Luas Wilayah (3 level). Secara
keseluruhan jumlah skenario yang akan disimulasikan sebanyak 3x2x3x3 =54 skenario.
4.3 Bagan Penelitian
Gambar 3. Bagan alir penelitian
13
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1 Biologi Reproduksi
5.1.1 Tingkat Kematangan Gonad
Hasil pengamatan tingkat kematangan gonad (TKG) ikan kerapu lumpur
Epinephelus coioidessetiap bulan disajikan pada Gambar 4. Secara umum tingkat
kematangan gonad terdiri dari TKG 1I 27 ekor (19,15%), TKG II 40 ekor (28,37 %),
TKG III 19 ekor (13,48 %), TKG IV 6 ekor (4,26%), dan TKG V 49 ekor (34,75 %).
Distribusi persentase jumlah individu setiap tingkat kematangan gonad pada setiap bulan
secara total menunjukkan TKG I dan II ditemukan sepanjang tahun dengan persentase
paling tinggi masing-masing pada Maret (55,55 %) dan Desember (75%), TKG III
ditemukan sampai Oktober (14,28%), TKG IV hanya dijumpai selama empat bulan dengan
persentase tertinggi pada bulan Oktober (14,28%), sedangkan TKG V mencapai puncak
pada bulan Juni (53,33 %). Distribusi TKG bulanan menunjukkan bahwa puncak
ditemukan gonad yang masak terjadi pada Mei, Juni, dan Juli.
Gambar 4. Distribusi TKG ikan kerapu tiap bulan
Sebagian besar (80,85%) ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang
merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil ikan muda (19,15%)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
TKG
(%
)
Bulan
V
IV
III
II
I
14
(Gambar 5). Besarnya jumlah ikan matang gonad dan ikan mijah yang tertangkap
membuktikan bahwa penangkapan ikan kerapu bertepatan dengan musim pemijahan.
Gambar 5. Frekuensi ikan kerapu muda, matang dan mijah
Berdasarkan pengamatan secara histologi terhadap perkembangan gonad
menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur matang gonad pada ukuran 42 cm dengan berat
1800 g (Gambar 6). Perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (transisi) pada ikan
kerapu lumpur terjadi pada ukuran 79 cm dengan berat 6500 g. Untuk usaha pembenihan,
perlu diperhatikan jantan dan betina yang sebanding, penyediaan induk (Andamari, 2005)
yakni ikan-ikan yang beratnya diatas 7000 g untuk ikan jantan dengan asumsi ikan tersebut
sudah berubah kelamin menjadi jantan sedangkan untuk betina beratnya diatas 3000 g.
0
2
4
6
8
10
12
Frek
uen
si
Bulan
Muda Matang Mijah
15
Gambar 6. Struktur mikroskopik gonad ikan kerapu lumpur
(a) Immature females (PO = primary oocyte; PVO = previtellogenic oocyte; AO = atresia
oocyte), panjang 33 cm, berat 386 g.
(b) Mature developing female, panjang 42 cm, berat 1800 g.
(c) Mature active female (MO = mature oocyte; CA = cortical alveoli oocyte), panjang 60
cm, berat 2900 g)
16
(d) Transitional (SC = spermatocyte; SG = spermatogonium; SD = spermatid; PO =
primary oocyte; PVO = previtellogenic oocyte; O = oogonium; OC = ovarian cavity),
panjang 79 cm, berat 6500 g.
(e) Immature male (SC = spermatocyte; SG = spermatogonium; SD = spermatid; SZ =
spermatozoa), panjang 80 cm, berat 7000 g.
(f) Mature developing male, panjang 83 cm, berat 12000 g.
Pada fase awal perkembangan ovari ikan kerapu lumpur, gonad mengandung
oogonia primary oocyte, dan previtellogenic yang terletak di pinggiran sepanjang lamella
oocit. Pada fase transisi secara seksual, lamellae gonad sebagian besar terdiri dari primary
oocyte yang sedang berkembang dan jaringan spermatogenic yang belum berkembang
menyebar pada daerah tersebut yang terdiri dari gonia dan kista spermatocyte awal.
Jaringan ovari dan testes secara fisik belum terpisah karena jaringan spermatogenic ada di
sepanjang lamella dan bercampur dengan oosit. Gonad tidak menunjukkan bukti morfologis
pematangan seksual sebelumnya sebagai jantan atau betina (Erisman etal., 2007).
Gonad dalam fase transisi mengandung fokikel atresia dan/atau muscle bundle,
kedua ciri-ciri tersebut mengindikasikan fungsi betina sebelumnya (Sadovy dan Shapiro,
1987) yang bercampur dengan proliferasi jaringan testicular yang meliputi spermatosit,
spermatid, dan spermatozoa (Brulé et al., 2016). Perubahan awal jenis kelamin dicirikan
oleh degenerasi primary oocyte dan proliferasi simultan spermatogonia pada epitelium
germinal lapisan lumen ovarium. Saat degenerasi berlangsung, oocyte diserap dan
proliferasi bakal sel spermatogenic meningkat (Bhandari et al., 2003).
Pada fase akhir transisi, hanya sedikit degenerasi pre-vitellogenic oocyte yang
tersisa dalam lamellae dan ada kecenderungan peningkatan sel-sel bakal spermatogenic,
yang meliputi hampir 75% dari lamellae ovari. Pada akhir fase ini, hampir semua oosit
atresia diserap dan gonad ditransformasi menjadi testis yang mengandung sel-sel bakal
spermatogenic dalam berbagai stadia perkembangan dari spermatogonia hingga spermatid
(Bhandari et al., 2003).
17
5.1.2 Indeks Kematangan Gonad
Hasil perhitungan rata-rata indeks kematangan gonad (IKG) ikan kerapu lumpur,
Epinephelus coioides setiap bulan disajikan pada Gambar 7. IKG ikan kerapu lumpur
mengalami perkembangan relatif lambat selama penelitian. Berdasarkan perkembangan
IKG, maka puncak pemijahan ikan kerapu lumpur terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni,
dan Juli. Pada bulan Mei secara umum rata-rata IKG mulai meningkat (0,1476± 0,1219%).
Pada bulan Juni secara umum mencapai puncaknya (0,1788±0,1709%), kemudian pada
bulan Juli secara umum menurun (0,1646± 0,0828%). Pada bulan Juni ketika terjadi rata-
rata IKG tertinggi maka banyak ditemukan ikan-ikan yang memiliki berat gonad
maksimum 63 gram, serta banyak ikan yang tertangkap baru selesai melakukan pemijahan.
Gambar 7. Perkembangan IKG ikan kerapu lumpur
Puncak pemijahan ikan kerapu lumpur di Perairan Oman Utara juga terjadi selama
tiga bulan yaitu Maret, April, dan Mei (McIlwain et al., 2016). Pada bulan terjadinya
puncak pemijahan ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang bertepatan dengan musim panas
(kemarau). Alasan utama, ikan kerapu melakukan pemijahan pada musim panas karena
pengaruh suhu (Cushion et al., 2008; Teruya et al., 2008; McIlwain et al., 2016).
0.0000
0.0200
0.0400
0.0600
0.0800
0.1000
0.1200
0.1400
0.1600
0.1800
0.2000
Ind
eks
Kem
atan
gan
Go
nad
(%
)
Bulan
18
Peningkatan suhu permukaan laut bertepatan dengan meningkatnya IKG ikan
kerapu (Ohta dan Ebisawa, 2015) yang memicu terjadinya pemijahan. Saat suhu permukaan
laut rendah tidak ditemukan ikan kerapu jantan di daerah pemijahan (spawning ground)
(Gaspare dan Bryceson, 2013; Nanamiet al., 2017) sehingga diduga kuat tidak akan terjadi
pemijahan.
Suhu permukaan laut secara umum mempunyai peran penting dalam merangsang
sistem organ endokrin dan aktivitas reproduksi seperti sekresi hormon gonadotropin oleh
sel-sel pituitary yang mendukung perkembangan telur dan sperma dan menstimulasi
produksi steroid androgen jantan dan steroid estrogen betina yang akan mengendalikan
aktivitas dan tingkah laku reproduksi (Ali et al., 2005; Nanamiet al., 2017).
Kondisi suhu yang mendukung juga menjadikan proses fotosintesis bisa
berlangsung dengan baik sebagai bakal produksi primer dan penyedia makanan.
Ketersediaan makanan sangat memberi pengaruh yang sangat besar dalam membantu
proses kematangan gonad. Semakin melimpah makanan yang tersedia akan mempercepat
proses kematangan gonad (Kantun et al., 2011).
Ikan kerapu yang mencapai puncak pemijahan pada musim panas juga ditemukan
pada spesies Epinephelus itajara di Brazil Selatan (Gerhardinger et al., 2006; Bueno et al.,
2013), Mycteroperca marginata di bagian selatan Brazil (Seyboth et al., 2011), dan
Epinephelus areolatus di Teluk Suez (Osman et al., 2018).
5.1.3 Fekunditas
Fekunditas ikan kerapu lumpur di Teluk Kwandang dari hasil analisis 40 ekor
contoh berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir (rataan 713.186 ± 275.335 butir). Dari hasil
penelitian ini memberikan informasi bahwa potensi reproduksi ikan kerapu lumpur cukup
besar. Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas ukuran berkisar antara
174.553 butir hingga 567.616 butir, tertinggi ditemukan pada kelas ukuran 65 - 74 cm, dan
terendah pada kelas ukuran 55 - 64 cm (Tabel 3).
19
Tabel 3. Rataan fekunditas ikan kerapu lumpur berdasarkan kelas ukuran
Kelas Ukuran (cm) Jumlah (ekor) Panjang Total (cm) Fekunditas (butir)
45-54 6 51,92±2,61 183.069
55-64 23 59,74±3,15 174.553
65-74 6 70±3,33 567.616
75-84 4 76,88±1,65 450.880
85-94 1 92 192.662
Analisis regresi berganda pengaruh panjang total dan bobot tubuh terhadap
pertambahan fekunditas menunjukkan bobot tubuh berpengaruh sangat nyata (P<0,05)
terhadap pertambahan fekunditas total. Persamaan regresi antara fekunditas total (Y)
dengan panjang total (X1) dan bobot tubuh (X2) adalah sebagai berikut:
𝑌 = 868755,26 − 25288,08𝑋1 + 299,31𝑋2
Peningkatan jumlah fekunditas akibat pertambahan bobot tubuh ikan kerapu
lumpur karena semakin bertambah bobot tubuh ikan maka volume tubuh induk betina
dalam mengandung telur semakin besar sehingga kemungkinan volume ovari lebih besar
dan mengandung fekunditas lebih besar.
Fekunditas ikan kerapu lumpur yang ditemukan pada penelitian ini masih dalam
kisaran fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa perairan di dunia, yaitu
masing-masing berkisar 785-7.984.835 butir (Tabel 4). Fekunditas ikan kerapu tertinggi
ditemukan di Laut Mediterania bagian Barat (Renones et al., 2010) dan terendah ditemukan
di Kuala Dungun Perairan Trengganu Malaysia (Kadir et al., 2016). Fekunditas ikan kerapu
lumpur pada penelitian ini lebih rendah daripada fekunditas ikan kerapu lumpur di Teluk
Arab (Tharwat et al., 2005) tapi lebih besar dari ikan kerapu lumpur yang ditemukan di
perairan India (Kandula et al., 2015).
20
Tabel 4. Fekunditas ikan kerapu genus Epinephelus pada beberapa perairan di dunia
No Spesies Fekunditas (butir) Sumber
1 Epinephelus diacanthus 13.100-145.700 Rao dan Krishnan,2009
2 Epinephelus marginatus 65.424-7.984.835 Renones et al., 2010
3 Epinephelus coioides 957.270-3.287.515 Tharwat et al., 2005
4 Epinephelus guttatus 240.000-2.400.000 Whiteman et al., 2005
5 Epinephelus coioides 43.618–463.940 Kandula et al., 2015
6 Epinephelus areolatus 785-84.258 Kadir et al., 2016
Pada Tabel 4 terlihat bahwa pada genus yang samapun fekunditas ikan kerapu
berbeda-beda. Perbedaan fekunditas di antara spesies mencerminkan strategi reproduksi
yang berbeda, fekunditas ikan kerapu dapat bervariasi karena adaptasi yang berbeda pada
lingkungan (Murua et al., 2003). Variasi fekunditas juga sangat dipengaruhi oleh gizi,
tekanan penangkapan, dan selektifitas penangkapan (Morgan, 2008). Faktor lain yang
mempengaruhi variasi fekunditas seperti umur, parasitisme, kepadatan, suhu, pasokan
makanan, spesies, dan stres (Rao dan Krishnan, 2009; Renones et al., 2010; Prianto et al.,
2015; Gustiarisanie et al., 2017).
5.2 Dinamika Populasi
5.2.1 Ukuran
Secara umum panjang total ikan kerapu lumpur (Epinephelus coioides) jantan dan
betina masing-masing 800-1000 mm (903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60
mm). Panjang total ikan kerapu lumpur jantan lebih besar daripada betina, hal ini identik
dengan yang ditemukan di Laut Arab, Oman (Al Marzouqi et al., 2015), Perairan Atlantik
barat daya (Condini et al., 2014), dan Perairan Australia (Pears et al., 2006).
Perbedaan ukuran jantan dan betina disebabkan oleh pola reproduksi ikan kerapu
lumpur yang tergolong hermaprodit protogini, dimana fase awal adalah betina lalu berubah
menjadi jantan pada ukuran dan umur tertentu. Ukuran dan umur ikan kerapu melakukan
pergantian kelamin sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti selektivitas alat
21
tangkap, kondisi lingkungan, kompetisi interspesifik, dan tekanan penangkapan (Condini et
al., 2014).
Ukuran ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang lebih kecil
daripada ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Arab Selatan (Grandcourt et al.,
2009) dan perairan Oman Utara (McIlwain et al., 2016). Perbedaan ukuran kerapu dapat
disebabkan oleh habitat (Mamauag et al., 2000), daerah penangkapan (Ernaningsih et al.,
2014), dan selektifitas alat tangkap (Pears et al., 2006; Al Marzouqi et al., 2015).
5.2.2 Mortalitas
Nilai laju mortalitas total (Z), alami (M), dan penangkapan (F) diduga dengan
menggunakan metode kurva konversi hasil tangkapan dengan panjang total yang dikemas
dalam program FISAT II dengan memasukkan nilai L∞ dan k. Berdasarkan hasil analisis
diperoleh nilai mortalitas total 0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas
penangkapan 0,54/tahun (Tabel 5).
Tabel 5. Mortalitas ikan kerapu lumpur
No. Paramater Nilai
1 Mortalitas Total (Z) 0,99
2 Mortalitas Alami (M) 0,46
3 Mortalitas Penangkapan (F) 0,54
5.2.3 Potensi Lestari dan CPUE
Produksi dan upaya ikan kerapu dari tahun 2008 hingga 2017 di Teluk Kwandang
mengalami fluktuasi (Gambar 8). Produksi tertinggi pada tahun 2011 sebesar 45,12 ton
dengan jumlah upaya 87 unit kapal dan produksi terendah pada tahun 2017 sebesar 14,6 ton
dengan jumlah upaya 107 unit kapal.
22
Gambar 8. Jumlah produksi dan upaya ikan kerapu di Teluk Kwandang
Hasil Analisis perkiraan potensi lestari (MSY) model Shaefer dari tahun 2008
sampai dengan 2017 berkisar antara 16,84 ton sampai 27, 49 ton (Gambar 9). Potensi MSY
dari tahun 2008 hingga 2017 menujukkan terjadinya fluktuasi.
Gambar 9. Potensi lestari model Schaefer selama 10 tahun (2008-2017).
0
20
40
60
80
100
120
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Up
aya
(u
nit
)
Pro
duks
i (to
n)
Tahun
Produksi Upaya
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Pot
ensi
Les
tari
(ton
)
Tahun
23
Apabila hasil tangkapan aktual dibandingkan dengan potensi lestari pada tahun
yang sama maka tingkat pemanfatan ikan kerapu bervariasi setiap tahun atau berfluktuasi
diantara garis keseimbangan potensi maksimum lestari (Gambar 10).
Gambar 10. Fluktuasi tingkat pemanfaatan
Kurva potensi lesari maksimum ikan kerapu disajikan pada Gambar 11.
Berdasarkan model kuadratik Schaefer; 𝑌𝑖 = 0,8093𝑓 − 0,0059𝑓2 menghasilkan MSY
sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal (fMSY) sebesar 68 unit kapal.
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Tin
gkat
pem
anfa
atan
pot
ensi
MS
Y (
ton)
24
Gambar 11. Kurva hasil maksimum lestari model Schaefer
Setiap tahun upaya penangkapan cenderung meningkat, sebaliknya produksi
cenderung menurun. Penurunan produksi yang diikuti oleh pertambahan unit upaya terjadi
pada tahun 2009, 2010, 2012, 2015, 2016, dan 2017. Menurut Ali et al., (2004),
peningkatan jumlah upaya yang tidak terkendali merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan penurunan hasil tangkapan. Namun demikian, tidak selalu penurunan jumlah
upaya penangkapan diikuti oleh kenaikan produksi pada tahun yang sama. Fenomena ini
menunjukkan peningkatan jumlah upaya penangkapan bukanlah satu-satunya faktor
penyebab penurunan hasil tangkapan, melainkan mungkin dipengaruhi oleh faktor lain
seperti faktor perubahan cuaca dan kemampuan penangkapan yang terbatas (Sumiono et
al., 2010).
Fluktuasi tingkat pemanfaatan ikan kerapu dapat disebabkan karena menurunnya
ukuran populasi akibat penangkapan secara berlebihan (Kirubasankar et al., 2013; Bulanin
et al., 2017) yang dapat mengurangi kapasitas reproduksi (Astuti, 2016). Sebaliknya hasil
tangkapan meningkat dapat disebabkan karena meningkatnya ukuran populasi akibat
rendahnya upaya penangkapan tahun sebelumnya. Penurunan upaya penangkapan dapat
disebabkan oleh kondisi oseanografi dan iklim (Yulianto et al., 2013; Pitchaikani dan
0
5
10
15
20
25
30
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101
106
111
116
121
126
131
136
Pro
du
ksi (
ton
)
Upaya (Unit)
MSY=27, 75 tonf max=68 unit
25
Lipton, 2016), kejadian ini memiliki dampak biologis yang menguntungkan terhadap
pemulihan (recovery) sehingga populasi ikan kerapu akan meningkat kembali.
Penurunan produksi dari MSY cenderung terjadi setelah berlangsung penangkapan
yang melampaui MSY, seperti yang terjadi pada tahun 2012 MSY menurun disebabkan
tahun sebelumnya produksi telah melebihi MSY. Apabila upaya optimal (fMSY) 86 unit
menjadi standar acuan untuk mencapai MSY 27, 75 ton, dengan menggunakan pendekatan
kehatia-hatian (precautionary approach) yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, maka jumlah tangkapan ikan kerapu yang dibolehkan
(TAC) sebesar 80% dari MSY yaitu 22, 20 ton. Apabila mengacu pada produksi tahun 2014
maka total produksi telah melampaui TAC. Hal ini yang menyebabkan hasil tangkapan
mengalami penurunan selama tiga tahun terakhir walaupun upaya penangkapan telah
ditambah.
7.1 Model Dinamik
7.1.1 Desain dan Struktur Model
Model dinamik yang dihasilkan dengan menggunakan software Stella.5.0 terdiri
dari dua sup model utama yaitu sub model perikanan tangkap dan sub model ekonomi.
Dalam sub model perikanan tangkap meliputi : biomasssa populasi ikan kerapu sebagai
kompartemen (stok) yang di pengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan
peningkatan dan penurunan biomassa populasi ikan kerapu. Faktor faktor yang
menyebabkan peningkatan sebagai (inflow) terdiri dari pertumbuhan dan recruitment,
sedangkan faktor faktor yang menyebabkan pengurangan (outflow) terdiri dari
penangkapan dan mati alami. Bangunan sub model seperti ditunjukkan dalam Gambar 12.
26
Gambar12. Diagram sub model perikanan tangkap.
Struktur model dalam diagram gambar diatas menjelaskan bahwa pertumbuhan
yang dipengaruhi laju pertumbuhan dan biomassa stok populasi ikan kerapu dikendalikan
oleh potensi maksimum daya dukung lahan, menyebabkan peningkatan/penambahan
biomassa populasi. Recruitment dipengaruhi oleh recruitment alami dan banyaknya
populasi recstocking, dimana keduanya menyebabkan peningkatan/penambahan stok
populasi ikan kerapu. Banyaknya recruitment alami ditentukan oleh fekunditas dan
biomassa bobot betina TKG V, sedangkan biomassa populasi ditentukan oleh jumlah
restocking sesuai dengan skenario yang dipilih. Penambahan recruitment juga dipengaruhi
oleh skenario manajemen konservasi yang nilainya ditentukan proporsional terhadap
recruitment alami. Efek skenario restocking dan skenario manajemen konservasi ditentukan
melalui inflow recruitment. Pengurangan populasi dhitung melalui outflow mati alami yang
nilainya proposional biomassa populasi ikan kerapu. Penangkapan menunjukkan biomassa
populasi yang tertangkap, yang dipengaruhi oleh laju tangkap dan maksimum populasi
layak tangkap. Laju penangkapan ditentukan oleh banyaknya alat tangkap dan banyaknya
trip dimana semua aspek yang mempengaruhi penangkapan sangat ditentukan oleh skenario
regulasi laju tangkap.
27
Sub model ekonomi meliputi aspek penerimaan (inflow) dan pengeluaran (outflow)
sebagai kedua faktor yang mempengaruhi peningkatan/pengurangan nilai pendapatan
(kompartemen/stok). Penerimaan dihitung secara sederhana melalui nilai hasil penjualan
ikan yang tertangkap (ikan kerapu dan ikan ekonomis tangkapan lainnya, sesuai hargaanya)
sedangkan pengeluaran ditentukan dari biaya operasional penangkapan dan biaya
restocking, serta biaya biaya lain seperti pajak, dan biaya tambahan lainnya. Diagram sub
model ekonomi seperti ditunjukkan dalam gambar 13, sedangkan setelah digabungkan
swngan sub model perikanan tangkap maka diperoleh model lengkap dengan desain dan
struktur seperti yang ditunjukkan dalam gambar 14.
Gambar 13. Diagram sub model ekonomi
28
Gambar 14. Diagram lengkap model pengeloaan perikanan kerapu di Teluk Kwandang.
7.1.2 Hasil Simulasi Model Dinamik
Model Dinamik ini memungkinkan untuk mensimulasikan 54 kemungkinan
kombinasi skenario yaitu 3 level laju penambahan jumlah alat tangkap, dan 2 level
pembatasan waktu penangkapan (skenario regulasi laju tangkap), 3 level manajemen
konservasi dan 3 level restocking. Berdasarkan pertimbangan efesiensi dan perbandingan
antar level skenario maka dalam pembahasan ini dijalankan 3 skenario yang dapat
dikategorikan menjadi skenario pesimis (skenario 1), moderat (skenario 2), optimis
(skenario 3). Skenario 1 (pesimis) mensimulasikan kondisi existing, yaitu presentase
tambahan alat 1 sampai 5 persen pertahun, tidak ada pembatasan penangkapan pada setiap
juli, tidak ada manajemen konservasi, dan tidak ada restocking. Skenario 2 (moderat) :
presentase tambahan alat 5 sampai 10 persen pertahun, dibatasi menangkap selama 1 bulan
pada setiap bulan juli. Manajemen konservasi berjalan sedang dan dilakukan restocking
sebanyak 10.000 ekor setiap bulan juli. Skenario 3 (optimis) presentase tambahan alat 10
sampai 15 %, dibatasai menangkap selama 1 bulan setiap bulan juli, manajemen konservasi
berjalan efektif, dan dilakukan restocking sebanyak 30000 ekor setiap bulan juli.
29
7.1.3 Perubahan biomassa ikan kerapu
Hasil simulasi model pada skenario satu (pesimis) menunjukkan bahwa perubahan
biomassa populasi ikan kerapu mengalami penurunan yang cukup tajam, dari 200 ton
diawal sampai menurun lebih dari stengak pada bulan ke 20 mencapai 99,12 ton, dan terus
mengalami penurunan sehingga tersisa sekitar 4,5 ton setelah 10 tahun (120 bulan).
Penurunan populasi ini disebabkan oleh tidak berimbangnya antara jumlah penangkapan
dan laju pertumbuhan dimana proporsi laju penangkapan jauh lebih besar melampaui laju
pertumbuhan dan pertambahan populasi recruitment. Akibatnya terjadi penurunan yang
signifikan terutama pada tahun tahun awal, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 15a
pesimis.
Hasil simulasi model skenario dua (moderat) menunjukkan kecenderungan perubahan
biomassa populasi, dengan pola penurunan yang lebih lambat dari skenario satu. Pola
penurunan biomassa populasi ikan kerapu diteluk kwandang menunjukkan pola penurunan
yang proporsinya cenderung konstan dari waktu ke waktu, dengan tipikal ritme perubahan
tahunan yang jelas. Pola ini terutama disebabkan pengaruh pembatasan waktu penangkapan
selama 1 bulan yaitu setiap bulan juli pada puncak pemijahan mengakibatkan adanya
kesempatan penambahan recruitment karena ikan ikan yang matang gonad diberi
kesempatan memijah sebelum ditangkap. Faktor tersebut menyebabkan pola perubahan
biomassa ikan dan hasil tangkapan seperti disajikan dalam gambar 15b moderat
Hasil simulasi pada skenario tiga (optimis) menunjukkan pola perubahan biomassa populasi
ikan yang fluktuatif dalam kisaran nilai yang tidak jauh berbeda dengan populasi awal ( 200
ton) meskipun mengalami penurunan dimana dalam selama 10 tahun nilai terendah stok
ikan yang terendah paling mencapai 60,64 ton, dinamika naik turunnya biomassa populasi
ikan kerapu diteluk kwandang dalam skenario 3 ini, memperlihatkan pola dan ritme yang
lebih teratur setiap tahunnya, yang mengidinkasikan besarnya pengaruh recruitment,
sebagai dampak dari penerapan skenario pembatasan waktu penangkapan selama bulan juli
dan manajemen konservasi maupun skenario restocking yang mempengaruhi penambahan
populasi baru setiap tahunnya. Dinamika biomassa ikan kerapu yang cenderung stabil
menunjukkan bahwa pada skenario 3 ini terjadi keseimbangan antara peningkatan populasi
akibat kebijakan regulasi penangkapan yang mengatur waktu penangkapan dan restocking
30
sebesar 30.000 pertahun mampu mengimbangi populasi yang hilang akibat penambahan
alat tangkap sebesar 10 sampai 15 persen pertahun ditambahn populasi mati alami dalam
kondisi manajemen konservasi diterapkan secara maksimal. Gambar 15c optimis.
a
b
11:01 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
3000
6000
0
5000
10000
0
10000
20000
0
2000
4000
1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami
1
1
1
1
2
2
2
2
33
3 3
4
4
44
5
5
55
10:59 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
3000
6000
0
10000
20000
0
2000
4000
1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami
1
1
1
1
2
2
2
2
3 3
33
4
4
4
4
5
5
5
5
10:53 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
160000
180000
200000
0
3000
6000
0
10000
20000
0
4500
9000
2850
3250
3650
1: BIOM…I KERAPU 2: Pertumbuhan 3: Recruitmen 4: Penangkapan 5: Mati Alami
1
1
1
1
2 22 2
3
3
3
3
4 44
4
5
5
5
5
31
c
Gambar 15. Perubahan biomassa, populasi ikan kerapu, pertumbuhan, recruitment,
penangkapan, mati alami, selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model
pada skenario 1 pesimis (a) skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).
Mengacu pada perubahan biomassa ikan kerapu maka terlihat bahwa, dengan adanya
regulasi laju tangkap yang membatasi laju tangkap pada bulan juli yang disertai dengan
manajemen konservasi yang maksimal dan secara simultan dilakukan restocking sebanyak
30.000 ekor dengan berat awal 50 sampai 75 gram per ekor, maka mampu mengimbangi
kehilangan populasi ikan yang tertangkap, meskipun terjadi penambahan alat sebesar 10
sampai 15 persen pertahun, dengan koefisien mati alami yang sama sehingga populasi
cenderung substain sampai 10 tahun. Mengingat bahwa perubahan pertumbuhan dan mati
alami nilainya sangat ditentukan oleh perubahan biomassa populasi karena kedua
komponen ini dihitung secara proporsional sehingga dinamikanya mengikuti dinamika
populasi dan berlaku untuk semua skenario sementara recruitment dan penangkapan
dinamikannya sangat ditentukan oleh skenario recstocking dan skenario laju tangkap. Jika
dirata ratakan selama 12 bulan pertahunnya maka diperoleh dinamika biomassa populasi
ikan kerapu, jumlah recruitment dan penangkapan selama 10 tahun, berdasarkan hasil
simulasi dalam 3 skenario.
32
a
b
c
10:59 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
10000
20000
0
400
800
0
100000
200000
1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina
1
1
1
1
2
2
2
2
3 3
33
4 4 4 4
5
5
5
5
10:48 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
160000
180000
200000
0
10000
20000
0
1500
3000
135000
160000
185000
1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina
1
1
1
1
2
2
2
23
3
3
3
4 4 4 4
5 5
5
5
11:01 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
5000
10000
-1
0
1
0
100000
200000
1: BIOM…I KERAPU 2: Recruitmen 3: Rec Alami 4: Bio P…estocking 5: Bio P…asi Betina
1
1
1
1
2
2 2
2
33
3 3
4 4 4 4
5
5
55
33
Gambar 16. Perubahan biomassa,recruitment, Rec alami, Biomassa populasi betina, selama
10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario 1 pesimis (a) skenario
moderat (b) dan skenario optimis (c).
7.1.3 Pengaruh penangkapan
Hasil simulasi model menujukkan bahwa besarnyaa pada skenario satu, besarnya
volume tangkapan pada dua tahun pertama cenderung tinggi karena biomassa populasi
ikan kerapu di teluk kwandang masih cukup besar, seriring dengan penurunan biomassa
pada tahun ketiga maka mka volume hasil tangkapan juga ikut menurun tajam dan
selanjutnya terus mengalami penurunan hingga mencapai nilai yang sangat rendah sampai
hanya mencapai 324,48 kg pada akhir tahun kesepuluh. Penurunan volume hasil tangkapan
lebih banyak dihasilkan oleh perubahan biomassa populasi ikan karena dengan jumlah alat
dan trip yang tidak mengalami perubahan yang namun mengalami penurunan hasil
tangkapan yang signifikan, denga demikian, degradasi hasil tangkapan sepenuhnya sebagai
akibat degradasi populasi ikan kerapu diteluk kwandang. Dinamika hasil tangkapan,
biomassa populasi jumlah alat jumlah trip dan laju penangkapan selama 10 tahun seperti
ditunjukkan dalam gambar 3a
Pada skenario 2 penangkapan masih mengikuti pola yang mirip dngan skenario satu
tetapi ditandai dengan perubahan secara periodik setiap bulan 7 setiap bulannyanilai
tangkapan sama dengan nol sebagai akibat dari penerapaan skenario dari regulasi laju
tangkaap dengan membatasi penangkapan selma bulan pemijahan selama bulan juli. Seperti
dijelaskna sebelumnya ahwa dengan adanya jeda penangkapan ini maka berdampak pada
peningkatan pada oeningkatan recruitment alami sehingga memberi kesempatan adanya
penambahan populasi baru dan mengakibatan penuunan biomassa populasi di teluk
kwandang tidak setajam penurunan populasi pada skenario satu. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai akhir pada tahun kesepuluh hasil tangkapan masih mencapai 1572,35 ton, juka
dibandingkan dengan nilai hasil tangkapan dalam waktu yang sama maka ajumlah
inimencapai hampir 5 kali lipat (4,85 x) dari nilai 324.48 pada skenario Satu. Pola
perubahan nilai tangkapan dan nilai tangkapan pada ditunjukkan pada grafik gambar 3b
34
Pada skenario 1 dan 2, masih terlihat adanya penurunan hasil tangkapan, masih
terlihat adanya penurunan hasil tangkapan, meskipun adanya penurunan laju berbeda,
keduannya dapat dijelaskan bahwa, regulasi tangkap dengan tambahan alat, dengankuato
tangkap yang ditetapkan masih melampaui jumlah penambahan akibat pola pertumbuhan
dan regruitment, hasil simulasi pada skenario 3 menunjukkan pola perubahan volume
tangkapan yang sangat jelas berbeda, dengan dua skenario sebelumnya,, jumlah hasil
tangkapan cenderung berfluktuasi, bulanan, dalam setiap tahunnya namun cenderung stabil,
dalam kisaran6 sampai 7 ton lebih perbulan. Akibatnya terbentuk pola dan dinamika hasil
tangkapan dan perubahan biomassa populasi seperti yang disajikan dalam gambar 3c.
dalam gambar tersebut terlihat bahwa pola periodik tidak adanya hasil tangkapan pada
bulan 7 seperti yang terlihat pada hasil simulasi skenario dua, namun pada bulan bulan
lainnya dalam setiap tahun tidak banyak mengalami perubahan kisaran 6 – 7 ton lebih.
35
a
b
c
11:01 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
10000
20000
540
555
570
0
10
20
0
100000
200000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan
1
1
1
1
2
2
22
3
3
3
3
4 4
44
5
55
5
10:59 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
10000
20000
560
575
590
0
10
20
0
100000
200000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
34 4
44
5
55
5
10:53 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
160000
180000
200000
0
4500
9000
585
605
625
0
10
20
0
100000
200000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: Jumlah Alat 4: Jumlah trip 5: Laju Penangkapan
1
1
1
1
2 22 2
3
3
3
3
4 4
44
5 5
5
5
36
Gambar 17. Perubahan biomassa, penangkapan, jumlah alat, jumlah trip, dan Laju
Penangkapan selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario
1 pesimis (a) skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).
Berdasarkan gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa, tingginya volume tangkapan
pada awal tahun pertamngkapn selama 10 tahun a (rata rata 10,388 ton perbulan pada tahun
pertama dan 9,07 ton per bulan pada tahun pertama di skenario 2 menyebabkan penurunan
populasi yang cukup tajam akibat tangkap lebih yang melampoi kapasitas pertumbuhan
populasi dari recruitment selama periode tersebut. Kondisi ini menyebabkan penurunan
populasi pada periode periode berikutnya sehingga, rata rata tangkapan, pada tahun ketiga
pada skenario satu dan dua (5,097 ton) per bulan dan 6,197 ton per bulan sudh lebih rendah
dari rata rata tangkaapan pada skenario tiga pada tahun yang sama 7,227 ton per bulan
penurunan populasi yang berlanjut terus sampai tahun kesepuluh iini mengidikasikan
adanya tangkapan lebih dengan jumlah alat dan laju tangkap yang sebenarnya lebih rendah
jika dibandingkan dengan skenario tiga sebaliknya pada skenario tiga meskipun terjadi
penambahan alat yang lebih tinggi namun dengan adanya kebijakan restocking sebesar
30000 per thaun dan efektifnya manajemen konservasi mampu mengibangi laju kehilangan
populasi dari penangkapan sehiggga biomassa populasi cenderung bertahan dan jumlah
hasil tangkapan cenderung stabil sampai pada tahun kesepuluh.
7.1.4 Perubahan Pendapatan berdasarkan Hasil Tangkapan
Perubahan pendapatan yang dihitung dari sub model ekonomi dalam model ini dihitung
secara sederhana dengan melibatkan faktor faktor terutama hasil tangkapan dan harga yang
mempengaruhi penerimaan dalam model ini hasil tangkapan tidak hanya dari ikan kerapu
tetapi dari hasil tangkapan lain yang ikan ikan ekonomis penting seperti : kakap, baronang,
kuwe dll. Sementara perubahan pengeluaran dihitung dari biaya operasional penangkapan
dan biaya restocking. Setelah model ini disimulasikan, maka didapatkan hasil simulasi yang
menujukkan bahwa, pada skenario satu pendapatan pendapatan cenderung megalami
pendapatan yang eksponensial dari bulan pertama sebesar 1,06 milyar hingga mencapai
20,96 milyar pada bulan ke 50, dan selanjutnya secara berlahan mengalami penurunan
hingga turun sampai 7,5 milyar diakhir tahun kesepuluh, kurva nilai pendapatan seperti ini
37
terjadi karena jumlah tangkapan diawal awal masih relatif tinggi biomassa ikan pada dua
tahun pertama, selanjutnya pada tahun ketiga dan keempat meskipun terjadi rata rata
penurunan hasil tangkapan setiap bulannya, namun pendapatan masih terus meningkat
karena selisihantara penerimaan dan pengeluaran masih cukup tinggi akibatnya meskipun
volume tangkapan ikan kerapu relatif menurun sejalan dengan menurunnya biomassa
populasi namun, nilai pengeluaran belum megurangi signifikan nilai pendapatan disamping
itu tambahan penerimaan hasil tangkapan non kerapu masih memberikan andil yang cukup
sehingga nilai pendapatan masih terus meningkat ditahun 50, setelah itu kecenderungan
pendapatan, mengidinkasikan adanya, pengaruh signifikan pengeluaran karena dengan
biaya operasional yang sama, hasil tangkapan sudah menurun. Akibatnya dari waktu ke
waktu terjadi penurunan sampai tahun kesepuluh, seperti ditunjukkan dalam grafik gambar
4a. Hasil simulasi pada skenario dua menunjukkan pola perubahan yang mirip pada
skenario satu, namun dengan pola eksponensial dengan peningkatan diawal tidak setajam
peningkatan pada skenario dua. Pola perubahan hasil tangkapan pada skenario dua
menujukkan peningkatan dari awal sebesar 887,3 juta terus meningkat sampai pada bulan
ke 74 (awal tahun ke 6) dan selanjutnya mengalami perubahan yang cenderung konstan
hingga mencapai 20,96 mmilyar pada akhir tahun kesepuluh. Sebagaimana ditujukkan
dalam gambar 4b. Pada skenario 3 terlihat perubahan kurva pendapatn yan cenderung linier
meningkat dari 54,44 juta pada bulan pertama hingga mencapai 47,74 milyar pada tahun
kesepuluh seperti ditunjukkan dalam gambar grafik 4c.
38
a
b
c
Gambar 18. Perubahan biomassa, penangkapan, pendapatan, penerimaan, dan pengeluaran,
selama 10 tahun (120 bulan) berdasarkan hasil simulasi model pada skenario 1 pesimis (a)
skenario moderat (b) dan skenario optimis (c).
Jika total nilai pendapatan diakumulasikan secara 120 bulan, maka didapatkan total
pendapatan sebesar 1,90 triliun padaa skenario 1 kemudian 2,27 triliun pada skenario 2 dan
3,01 triliun pada skenario 3. Apabila dirata ratakan perbulan dengan membagi 120, maka
11:01 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
10000
20000
0
1.5e+010
3e+010.
0
1e+009.
2e+009.
0
200000000
400000000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran
1
1
1
1
2
2
22
3
3
3
3
4
4
44
55
5
5
10:59 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
0
100000
200000
0
10000
20000
0
1.5e+010
3e+010.
0
1e+009.
2e+009.
50000000
250000000
450000000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
33
4
4
44
55
5
5
10:53 PM Fri, Nov 16, 2018
Untitled
Page 1
0.00 30.00 60.00 90.00 120.00
Months
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
160000
180000
200000
0
4500
9000
0
2.5e+010
5e+010.
0
500000000
1e+009.
100000000
300000000
500000000
1: BIOM…I KERAPU 2: Penangkapan 3: PENDAPATAN 4: Penerimaan 5: Pengeluaran
1
1
1
1
2 22 2
3
3
3
3
4 4
4
4
55
5
5
39
terhitung rata rata pendapatan pada skenario satu sebesar 15,85 milyar pada sekenario satu,
skenario dua 18,95 milyar dan 25,08 milyar pada skenario tiga. Jika kenaikan pendapatan
pada skenario satu dan dua total pendapatn meingkat 19,52 % dan pada skenario 3
meningkat 58,24 % dari skenario satu. Secara khusus pengaruh pengeluaran untuk
restocking terhadap peningkatan pendapatan maka pada skenario dua, peningkatan
pengeluaran restocking dan bio operasional penangkapan jika dibandingkan dengan
kenaikan pendapatn bahwa didapatkan bahwa setiap pengeluaran 1 rupiah menyebabkan
kenaikan pendapatan sebesar 7,31 pada skenaria dua, dan 9,83 rupiah pada skenario 3. Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa, dampak dari melakukan restocking dapat
menningkatkan 7x lipat dari pendapatan dari nilai pengeluaran pada skenario dua, dan
hampir10x lipat (9,83) seknario 3, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengeuaran
untuk restocking berdampak cukup bagus dalam meningkatkan pendapatan terutama
dibarengi dengan perbaikan manajemen konservasi secaara efektif.
Biomassa ikan kerapu diteluk kwandang akan mengalami penurunan jika laju tangkap
terus berlanjut sampai terus saat ini dan tidak diikuti dengan dengan kebijakan restocking
manajemen konservasi . Apabila kegiatan restocking dilakukan dengan jumlah 10.000 ekor
pertahundengan berat awal 50 sampai 75 gram dan kebijakan manajemen konservasi
berjalan sedang, mampu menaikkan biomassa populasi ikan kerapu diteluk kwandang
namun jumlahnya akan tetap menurun apabila terjadi peningkatan jumlah alat 5 sampai 10
% pertahun. Hal ini berarti bahwa penambahan jumlah alat sebesar 5 sampai 10 persen
dari jumlah yang ada sekarang masih melampui laju penambahan populasi dari restocking
dari 10.000 petahun dan pembatasan selama satu bulan pada musim pemijahan. Dengan
peningkatan restocking 30.000 ekor pertahun yang dibarengi dengan manajemen konservasi
yang efektif, dapat menyebakan stabilnya populasi ikan kerapu meskipun, jumlah alat
bertambah 10 sampai 15 persen per tahunnya. Total pendapatan diperoleh selama 10 tahun
dengan menerapkan skenario dua dapat meningkatkan pendapatan sebesar 31,36 milyar
dari skenario satu dan meningkatkan 1,11 triliun pada skenario 3 selama 10 tahun
40
8.1 Luaran yang dicapai
Pada penelitian ini target luaran yang dicapai ada dua yaitu artikel ilmiah yang
dimuat pada jurnal ilmiah terakareditasi internasional dan prosiding nasional. Pada laporan
100% ini target luaran yang telah dicapai yaitu artikel ilmiah yang diterbitkan pada
prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan IV yang dilaksanakan pada Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin dan SEMNASKAN XVI UGM
Yogyakarta.
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Pada laporan ini, penyelesaian olah data menggunakan program Stella telah penulis
selesaikan. Output sebagai pemakalah di seminar nasional telah dilaksanakan. Selain itu,
masih ada luaran yang sementara direvisi yaitu artikel yang diterbitkan pada jurnal
bereputasi internasional.
Jurnal Internasional direncanakan akan terbit bulan Desember di AACL Bioflux
terindex Scopus Q3. Tambahan luaran penelitian lain pada bulan desember 2018, berupa
Hak Kekayaan Intelektual berupa Karya Ilmiah dan Hak Paten Metode Analisis Model
Dinamik Pengelolaan Perikanan Kerapu di Teluk Kwandang Kabupaten Gorontalo Utara.
41
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Sebagian besar (80,85%) ikan kerapu lumpur yang tertangkap di Teluk Kwandang
merupakan ikan matang gonad dan sedang mijah hanya sebagian kecil ikan muda
(19,15%). Puncak pemijahan terjadi selama tiga bulan yaitu Mei, Juni, dan Juli.
Perubahan kelamin dari betina menjadi jantan (transisi) terjadi pada ukuran 79 cm
dengan berat 6500 g. Fekunditas berkisar antara 30.526 – 1.395.846 butir (rataan
713.186 ± 275.335 butir).
2. Panjang total ikan kerapu lumpur jantan dan betina masing-masing 800-1000 mm
(903,09±71,50 mm) dan 170-785 mm (455,67±151,60 mm). Mortalitas total
0,99/tahun, mortalitas alami 0,46/tahun, dan mortalitas penangkapan 0,54/tahun.
Potensi lestari sebesar 27,75 ton dengan upaya optimal sebesar 68 unit kapal.
3. Rekomendasikan berdasarkan model ini dapatkan skenario terbaik perikanan yang
berkelanjutan dengan pendapatan tertinggi adalah skenario dengan melakukan
pembatasan penagkapan selama saru bulan pada puncak pemijahan secara simultan
melaukan restocking sebsar 30.000 3kor dengan berat rata rata 50-75 gram per ekor.
Menerapkan manajemen konservasi secara efektif meskipun jumah alat meningkat
10 -15 persen.
Saran
Untuk pengelolaan perikanan ikan kerapu yang terintegrasi masih perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terkait: (1) keterkaitan faktor lingkungan dengan musim pemijahan
ikan kerapu lumpur; (2) distribusi larva; dan (3) kelembagaan keuangan dan alternatif
pemberdayaan nelayan ikan kerapu.
42
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, A. S., La Sara., dan Mustafa. A. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan Kerapu
Sunu (Plectropomus areolatus) Pada Musim Tangkap. Jurnal Mina Laut
Indonesia. 1 (1): 73-83.
Ali SA,. Nessa MN., Djawad MI., dan Omar SA. 2004. Analisis Fluktuasi Hasil Tangkapan
dan Hasil Maksimum Lestari Ikan Terbang (Exocoetidae) di Sulawesi Selatan.
Torani. 14(2):104-112.
Ali, S. A. 2005. Perkembangan Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan Ikan Terbang
(Hyrundhicthys oxicpelhalus Bleeker, 1852) Di Laut Flores Sulawesi Selatan.
Torani. 15(6) Edisi Suplemen Ikan Terbang 416-424.
Al-Marzouqi, A., Chesalin. M., and Al-Shajibi. S. 2015. Some Aspects on Distribution and
Biology of the Spinycheek Grouper Epinephelus diacanthus (Valenciennes, 1828)
from the Arabian Sea off Oman. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare.
5(18): 39-49.
Andamari, R and Suwirya. S. 2010. Reproduction Performance of Wild Broodstock Coral
Trout (Plectropormus leopardus). Indonesian fisheries research journal. 16 (1): 41-
47.
Andamari, R. 2005. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Sunu(Plectropomus leopardus) Di
Perairan Sulawesi DanMaluku. Jurnal Penelitian Perikanan lndonesia. 11(7): 7-12.
Andrade, A. B., Machado. L. F., Silva. M. H., and Barreiros. J. P. 2003. Reproductive
Biology of the Dusky Grouper Epinephelus marginatus (LOWE, 1834). Brazilian
Archieves of Biology and Technology an International Journal. 46(3): 373-381.
Astuti, R. 2016. Analisis Populasi Ikan Kerapu (Serranidae) yang Tertangkap di Perairan
Peukan Bada, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Intitut
Pertanian Bogor.
Bhandari, R. K., Komuro, H., Nakamura, S., Higa, M., dan Nakamura, M. 2003. Gonadal
Restructuring and Correlative Steroid Hormone Profiles during Natural Sex Change
in Protogynous Honeycomb Grouper (Epinephelus merra) Gonadal Restructuring
and Correlative Steroid Hormone Profiles during Natural Sex Change in
Protogynous Honeyco. Zoological Science, 20, 1399–1404.
43
Braum, E. and Bagenal, T.B. 1968. Eggs and Early Life History, dalam W.E. Ricker ed.
Methods foe Assesments of Fish production in Fresh Water. Blackwell Scientific
Publication, p 159 – 181.
Brulé, T., Caballero-Arango, D., Renan, X., dan Colas-Marrufo, T. 2016. Confirmation of
functional hermaphroditism in six grouper species (Epinephelidae : Epinephelinae)
from the Gulf of Mexico. Cybium, 40(1), 83–92.
Bueno, L. S., Bertoncini. A. A., Koenig. C. C., Coleman. F. C., Leite. J. R. Silva. M. H.,
dan Freitas. M. O. 2013. When do Goliath Grouper, Epinephelus itajara
(Epinephelidae) Aggregate in South Brazil?. Proceedings of the 66th Gulf and
Caribbean Fisheries Institute November 4 – 8, 2013 Corpus Christi, Texas USA.
Bulanin U., Masrizal., dan Muchlisin ZA. 2017. Length-weight relationships and condition
factors of the whitespotted grouper Epinephelus coeruleopunctatus Bloch, 1790 in
the coastal waters of Padang City, Indonesia. Aceh Journal of Animal Science.
2(1): 23-27.
Cheung, W. W. L., Mitcheson. Y. S., Braynen. M. T., dan Gittens. L. G. 2013. Are the last
remaining Nassau grouper Epinephelus striatus fisheries sustainable? Status quo in
the Bahamas. Endang Species Res. 20: 27–39.
Condini, M. V., Albuquerque. C. Q., dan Garcia. A. M. 2014. Age and growth of dusky
grouper (Epinephelus marginatus) (Perciformes: Epinephelidae) in the southwestern
Atlantic, with a sizecomparison of offshore and littoral habitats. Fishery Bulletin
112(4): 311-321.
Cushion, N., Cook. M., Schull. J., dan Sullivan-Sealey. K.M. 2008. Reproductive
classification and spawning seasonality of Epinephelus striatus (Nassau grouper), E.
guttatus (red hind) and Mycteroperca venenosa (yellowfin grouper) fromThe
Bahamas. Proceedings of the 11th
International Coral Reef Symposium, Ft.
Lauderdale, Florida, 7-11 July 2008. 994-998.
Cushion, N., Cook. M., Schull. J., Sealey. K. M. S. 2008. Reproductive classification and
spawning seasonality of Epinephelus striatus (Nassau grouper), E. guttatus (red
hind) and Mycteroperca venenosa (yellowfin grouper) from The Bahamas.
44
Proceedings of the 11th International Coral Reef Symposium, Ft. Lauderdale,
Florida, 7-11 July.
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Gorontalo. 2016. Laporan tahunan Tahun 2015.
Dinas Perikanan dan Kelautan Prov. Gorontalo.
Erisman, B. E., Rosales-Casian, J. A., dan Hastings, P. A. 2007. Evidence of gonochorism
in a grouper, Mycteroperca rosacea , from the Gulf of California , Mexico.
https://doi.org/10.1007/s10641-007-9246-1
Ernaningsih., Budimawan., N. Nessa and Sudirman. 2014. Biology Population And
Exploitation Rate Of Coral Trout (Plectropomus Leopardus) Spermonde Island
South Sulawesi. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8(18): 438-444.
Ernaningsih., Budimawan., N. Nessa and Sudirman. 2014. Biology Population And
Exploitation Rate Of Coral Trout (Plectropomus Leopardus) Spermonde Island
South Sulawesi. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 8(18): 438-444.
Fennessy, S. T. 2006. Reproductive biology and growth of the yellowbelly rockcod
Epinephelus marginatus (Serranidae) from South-East Africa. African Journal of
Marine Science, 28: 1-11.
Gaspare, Lydia dan Bryceson. I. 2013. Reproductive Biology and Fishery-Related
Characteristics of the Malabar Grouper (Epinephelus malabaricus) Caught inthe
Coastal Waters of Mafia Island, Tanzania. Journal of Marine Biology. 1-11.
Gerhardinger, L. C., Marenzi, R. C., Bertoncini, Á. A., Medeiros. R. P., dan Silva. M. H.
2006. Local Ecological Knowledge on the Goliath Grouper Epinephelus itajara
(Teleostei: Serranidae) in Southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 4(4): 441- 450.
Grandcourt, E. M., Al Abdessalaam. T. Z., Francis. F., Shamsi. A. T. A. L dan Hartmann.
S. A. 2009. Reproductive biology and implications for management of the orange-
spotted grouper Epinephelus coioides inthe southern Arabian Gulf. Journal of Fish
Biology. 74: 820–841.
Gulland, J.A. 1982. Fish Stok Assesment : A Manual of Basic Methods. Chichester –New
York- Brisbane–Toronto– Singapore: John Willey and Sons. 223 p.
45
Gustiarisanie, A., Rahardjo. M. F., dan Ernawati. Y. 2017. Biologi Reproduksi Ikan Lidah,
(Cynoglossus cynoglossus, Hamilton 1822) Pisces: CynoglossidaeDi Teluk Pabean,
Jawa Barat. Bawal. 9(2): 103-112.
Ismi, S. 2013. Lama Waktu Dan Kepadatan Telur Dalam Upaya Perbaikan Teknologi
Transportasi Tertutup Pada Telur Kerapu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis. 5(1): 54-59.
Kadir, N. H. A., Piah. R. M.,Ambak. M. A. Dan Musa. N. 2016. Reproductive aspects of
areolate grouper, Epinephelus areolatus and six-barred grouper, E.sexfasciatus from
Terengganu waters, Malaysia. AACL Bioflux. 9(6):1372-1379.
Kandula, S., Shrikanya. K. V. L.,dan Deepti. V. A. I. 2015. Species diversity and some
aspects of reproductive biology and life history of groupers(Pisces: Serranidae:
Epinephelinae) off the centraleastern coast of India. Marine Biology Research,
11(1):18-33.
Kantun, W., Ali. S. A., Malawa. A., dan Tuwo. A. 2011. Ukuran Pertama Kali Matang
Gonad dan Nisbah Kelamin Tuna Madidihang (Thunnus albacares) Di Perairan
Majene-Selat Makassar. Jurnal Balik Diwa. 2(2): 1-6.
King, M. 1995. Fisheries Biology. Assessment and Management. Fishing News Books,
Blackwell Science Ltd.
Kirubasankar R., Roy SD., George G., Sarma K., Krishnan P., Kumar SR., Kaliyamoorthy
M., Dan Gouthambharathi MP. 2013. Fishery and Exploitation of Malabar Grouper,
Epinephelus malabaricus (Bloch & Schneider 1801) from Andaman Islands. Asian
Fisheries Science 26: 167-175.
Langkosono. 2005. Pembesaran Ikan Kerapu Bebek - Cromileptes altivelis
(VELENCIENNES,1828) dan Ikan Kerapu Lumpur - Epinephelus coioides
(HAMILTON, 1822) Pada Keramba Jaring Apung (KJA). Berita Biologi. 7( 5):
249-255.
Mamauag, S. S., Donaldson. T. J., Pratt. V. R., and McCullough. B.. 2000. Age and size
structure of the leopard coral grouper, Plectropomus leopardus (Serranidae:
46
Epinephelinae), in the live reef fish trade of the Philippines. Proceedings 9 th
International Coral Reef Symposium, Bali, Indonesia 23-27 October 2000.
Mariskha, P. R. dan Abdulgani. N. 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus sexfasciatus) di Perairan Glondonggede Tuban. Jurnal Sains dan Seni
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. 1(1) : 27-31.
McIlwain, J. L., Ambu-ali. A., Al Jardani. N., Halford. A. R., Al-Oufi. H. S., Feary. D. A.
2017. Demographic profile of an overexploited serranid, the orange-spotted
grouper(Epinephelus coioides), from northern Oman. Fishery Bulletin. 114:490–
502.
Mehanna, Al-Marzouq, Badrla El- Siabil, 2013. Stock Characteristics and Population
Dynamics of the Spiny Cheek Grouper Epinephelus Diacanthus (Valenciennes,
1828) from the Arabian Sea,Oman. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic
Science, 13: 127-132.
Morgan, M. J. 2008. Integrating Reproductive Biology into Scientific Advice for Fisheries
Management. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 41: 37–51.
Mujimin. 2008. Histologi Berbagai Jenis/Tingkatan Gonad Ikan Kerapu Sunu
(Plectropomus leopardus). Bul. Tek. Lit. Akuakultur. 7(2): 101-103.
Mujiyanto dan Y. Sugianti. 2014. Bioekologi Ikan Kerapu di Kepulauan Karimunjawa.
IJMS Undip. 19(2):88-96.
Murua, H., Kraus. G., Saborido-Rey. F., Witthames. P. R., Thorsen. A., dan Junquera. S.
2003. Procedures to Estimates Fecundity of Marine Fish Species in Relation to
Their Reproductive Strategy. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 33:33-54.
Musick, J.A., S.A. Barkeley., G.M. Caillet., M. Camhi., G. Huntsman., M. Nammack
and M.L. Warren Jr. 2000. Protection of marine fish stocks at risk of extinction.
Fisheries. 25(3): 6-8.
Nanami, A., Sato. T., Kawabata. K., dan Okuyama. J. 2017. Spawning aggregation of
white-streaked grouper Epinephelus ongus: spatialdistribution and annual variation
in thefish density within a spawning ground. PeerJ 5:e3000;
DOI10.7717/peerj.3000.
47
Nuraini, S dan Hartati. S. T. 2006. Jenis ikan Kerapu (Serranidae) Tangkapan Bubu Di
Perairan Teluk Saleh, Sumbawa. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV Jatiluhur, 29-
30 Agustus 2006.
Nuraini, S. 2007. Jenis Ikan Kerapu (Serranidae) Dan Hubungan Panjang Berat Di Perairan
Berau, Kalimantan Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia. 7 (2): 61-65.
Ohta, I., dan Ebisawa. A. 2015. Reproductive biology and spawning aggregation fishing of
the white-streaked grouper, Epinephelus ongus, associatedwith seasonal and lunar
cycles. Environ Biol Fish.
Osman, A. G.M., El-Ganainy. A., dan Abd-Allah. E. 2018. Some reproductive aspects of
the areolate grouper, Epinephelus areolotusfrom the Gulf of Suez. Egyptian Journal
of Aquatic Research. 44: 51–56.
Ozen, M. R. dan Balci. B. A. 2012. Histological Study on Reproductive Pattern and Sex
Reversal of Dusky Grouper Epinephelus guaza in Natural Environment of Antalya
Bay of Mediterranean in Turkey. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences.
12: 157-164.
Pears, R. J., Choat. J. H., Mapstone. B. D., Begg. G. A. 2006. Demography of a large
grouper, Epinephelus fuscoguttatus, from Australia’s Great Barrier Reef:
implications for fishery management. Mar Ecol Prog Ser. 307: 259–272.
Prasetya, R. 2010. Potensi dan Laju Eksploitasi Sumberdaya Ikan Kerapu di Perairan Teluk
Lasongko Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Intitut
Pertanian Bogor.
Prianto, E., Kamal. M. M., Muchsin. I., dan Kartamihardja. E. S. 2015. AspekReproduksi
Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) Di Paparan Banjiran Lubuk Lampam
Kabupaten Ogan Komering Ilir. BAWAL. 7(3): 137-146.
Rao, A. C. Dan Krishnan. L. 2009. Studies on the reproductive biology of the female spiny
cheek grouper, Epinephelus diacanthus (Valenciennes, 1828). Indian J. Fish. 56(2) :
87-94.
48
Renones, O., Grau. A., Mas. X., Riera. F., dan Rey. F. S. 2010. Reproductive pattern of an
exploited dusky grouper Epinephelus marginatus (Lowe 1834) (Pisces: Serranidae)
population in the western Mediterranean. Scientia Marina. 74(3): 523-537.
Sadovy, Y., dan Shapiro, D. Y. 1987. Criteria for the Diagnosis of Hermaphroditism in
Fishes Author ( s ): Yvonne Sadovy and Douglas Y . Shapiro Criteria for the
Diagnosis of Hermaphroditism in Fishes. Copeia, 1987(1), 136–156.
Santoso, D. 2016. Potensi Lestari dan Status Pemanfaatan Ikan Kakap Merah dan Ikan
Kerapu Di Selat Alas Propinsi Nusa Tenggara Barat. Jurnal Biologi Tropis. 16(1):
15-23.
Seyboth, E., Condini. M. V., Albuquerque. C. Q., Varela. A. S., Velasco. G., Vieira. J. P.
dan Garcia. A. M. 2011. Age, growth, and reproductive aspects of the dusky
grouper Mycteroperca marginata (Actinopterygii: Epinephelidae) in a man-made
rocky habitat in southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 9(4): 849-856.
Seyboth, E., Condini. M. V., Albuquerque. C. Q., Varela. A. S., Velasco. G., Vieira. J. P.
dan Garcia. A. M. 2011. Age, growth, and reproductive aspects of the dusky
grouper Mycteroperca marginata (Actinopterygii: Epinephelidae) in a man-made
rocky habitat in southern Brazil. Neotropical Ichthyology. 9(4): 849-856.
Sitepu, F. G. 2014. Aspek Biologi Ikan Kerapu Ekor Putih (Epinephelus areolatus
FORSSKAL, 1775) di Perairan Desa Galesong Kota Kabupaten Takalar. Torani
(Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan) Vol.24 (2): 9-19.
Sparre, P., and S.C. Venema. 1999. Introdoction to Tropical Fish Stock Assesment. Part I
Manual Book. FAO. Rome.
Sudirman dan Karim, M. Y. 2008. Ikan kerapu biologi, eksploitasi, manajemen, dan
budidayanya. Yarsif Watampone. Jakarta.
Sumiono B., Ernawati T., dan Wedjatmiko. 2010. Analisis Penangkapan Kakap Merah Dan
Kerapu Di Perairan Barru, Sulawesi Selatan. J. Lit. Perikan. Ind. 16(4):293-303.
Tan, S.M. and K.S. Tan. 2002. Biology of Tropical Grouper (Epinephelus tauvina) Forskal.
Preliminary Studi on Hermaproditism in E. tauvina. Singapore.J. Pri.ind.,2(2), 133p.
49
Teruya, K., Masuma. S., Hondo. Y., dan Hamasaki. K. 2008. Spawning Season, Lunar-
related Spawning and Mating Systems in the Camouflage GrouperEpinephelus
polyphekadionat Ishigaki Island, Japan. Aquaculture Sci. 56(3):359-368.
Tharwat, A. A., Bakeer. M. N., and Soltan. M. A. 2005. Reproductive biology o f orange
spotted grouper, Epinephelus coioides of the Arabian Gulf at Saudi Arabia.
Annals of Agric. Sci., Moshtohor, 43 (3):1083 -1094.
Whiteman, E. A. , Jennings. C. A. dan Nemeth. R. S. 2005. Sex structure and potential
female fecundity in a Epinephelus guttatus spawning aggregation:
applyingultrasonic imaging. Journal of Fish Biology. 66: 983–995.
Widodo, M. S. 2006. Deferensiasi Gonad/Seks (Hermaprodit Protogyni) pada Ikan Kerapu
Lumpur (Epinephelus Coiodes Hamilton) pada Kisaran Berat Tubuh yang Berbeda
di Perairan Tanjung Luar, Lombok Timur, NTB. Jurnal Protein. 13(2): 168-171.
WWF. 2011. Perikanan Kerapu dan Kakap Panduan Penangkapan dan Penanganan. WWF
Indonesia.
Yulianto, I., Hammer. C., Wiryawan. B., Palm. H. W. 2015. Potential and Risk of Grouper
(Epinephelus spp., Epinephelidae) Stock Enhancement in Indonesia. Journal Coastal
Zone Management. 18 (1): 394.
Yulianto, I., Wiryawan. B., Taurusman. A. A., Wahyuningrum. . P. I., dan Kurniawati. V.
R. 2013. Dinamika Perikanan Kerapu Di Taman Nasional Karimunjawa. Marine
Fisheries. 4(2): 175-181.
50
Lampiran 1. Biodata Peneliti
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Dewi Shinta Achmad, S.Pi, M.Si
2 Jenis Kelamin Perempuan
3 Jabatan Fungsional Asisten Ahli
4 NIP/NIK/Identitas Lainnya -
5 NIDN 0901128102
6 Tempat dan Tanggal Lahir Gorontalo, 1 Desember 1981
7 E-mail [email protected]
8 Nomor telepon/HP 085240219331
9 Alamat Kantor (0435) 881135/(0435) 881136
10 Nomor telepon/Faks Jl. Prof Dr. Mansoer Pateda Desa
Pentadio Timur Kabupaten
Gorontalo
11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1= 3 orang, S-2= - orang, S-3=
- orang
12 Mata Kuliah yang Diampuh
1. Pengantar Ilmu Perikanan
2. Dasar dasar Penangkapan Ikan
3. Dasar dasar budidaya perairan
4. Teknologi Hasil Perikanan
B. Riwayat Pendidikan
S-1 S-2 S-3
Nama Penguruan tinggi Universitas Hasanuddin Universitas Hasanuddin -
Bidang Ilmu Pemanfaatan Sumber
Daya Perairan
Tahun Masuk-Lulus 1999 – 2004 2010 – 2013 -
Judul Skripsi/Thesis Evaluasi Keramahan
Lingkungan Beberapa
Jenis Alat Tangkap di
Perairan Teluk Tomini
Propinsi Gorontalo
Analisis Efektivitas
Jenis Lampu Listrik
pada Bagan Tancap di
Perairan Pangkep
Sulawesi Selatan
-
Nama
Pembimbing/Promotor
Prof. Dr. Ir. Sudirman,
M.Pi
Prof. Dr. Ir. Musbir,
M.Sc
Prof. Dr. Ir. Sudirman,
M.Pi
Dr. Ir Aisjah Farhum,
M.Si
-
51
C. Pengalaman Penelitian Dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Penelitian
Pendanaan
Sumber* Jml (Juta
Rp)
1 2014
Komposisi Hasil Tangkapan
Utama, Sampingan, dan Buangan
Pada Bagan Perahu di Perairan
Gorontalo
Dikti 15.000.000
D. Publikasi Artikel Ilmiah Dalam Jurnal dalam 5 Tahun Terakhir
No Tahun Judul Artikel Ilmiah Nama
Jurnal
Volume/No
mor/Tahun
1 2012
Perbandingan Ukuran Ikan Hasil
Tangkapan Utama Pada Bagan
Tancap Berdasarkan Jenis Lampu
Ilmiah
Akademika
Volume
2/Nomor
2/Tahun
2012
E. Pemakalah Seminar Ilmiah (Oral Presentation) dalam 5 Tahun Terakhir
No Nama Temu
Ilmiah/Seminar Judul Artikel Ilmiah
Waktu dan
Tempat
1 Seminar Nasional Kelautan
Perikanan III
Komposisi Hasil Tangkapan
Utama, Sampingan, dan
Buangan Pada Bagan
Perahu di Perairan
Gorontalo
7 Mei 2016,
Makassar
2
International seminar on
Fishery and Marine Science
in Accordance with Sail
Tomini and Festival of
Boalemo 2015
The Analysis of Production
Factors of Catching Yellow
Fin Tuna (Thunnus
albacores) The Small Scale
in Seram Sea Waters
9 September
2015
Gorontalo
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai
ketidak- sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini
saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan
Penugasan Penelitian disertasi doktor.
Gorontalo, 20 Juni 2017
Ketua Peneliti
Dewi Shinta Achmad, SPi, MSi.
52