pendidikan ikaum madani

Upload: -

Post on 02-Jun-2018

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    1/26

    PENDIDIKAN ISLAM YANG TERPINGGIRKAN

    ( ANALISIS PERMASALAHAN KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM )

    1. PENDAHULUAN

    Perjalanan kehidupan manusia di planet bumi ini sudah cukup panjang,

    dan telah begitu banyak jenis prestasi dan dinamika yang dihasilkan serta dilalui,

    dan buku catatan sejarahpun sudah hampir penuh baik ia dokumentasi tentang

    yang gemilang menggembirakan maupun pristiwa duka yang memilukan bahkan

    aktivitas serta terobosan yang sangat memalukan.

    Bayangkan saja dalam pandangan Alvin Tofler, rupanya manusia sudah

    melalui tiga gelombang kehidupan (peradaban manusia) yakni; gelombang

    pertama, dengan ciri ketika mana manusia masih hidup dengan sangat bersahaja,

    hidup dengan menggunakan energi dan tenaga yang dapat diperbaharui, seperti

    menggunakan tenaga manusia dan binatang dalam menyahuti keperluan hidup,

    dan gelombang kedua, dengan ciri kehidupan bahwa manusia menggunakan

    energi yang tidak dapat diperbaharui, yakni manusia sudah menggunakan energi

    listrik, minyak bumi, gas dan kekuatan alam lainnya dalam merespon kebutuhan

    manusia, serta gelombang ketiga, saat mana manusia telah menggunakan satelit

    dalam mengatur dan menentukan proses perjalanan kehidupan. 1

    Dalam proses terjadinya pergeseran dari gelombang kehidupan pertama

    kepada yang kedua, sungguh banyak sekali prestasi yang dilahirkan dan sangat

    menakjubkan setia manusia. Dengan ditemukannya listrik dan otomotip,

    peradaban manusia menjadi berubah dengan sangat derastis. Ilmu Pengetahuan

    dan Teknologi menjadi berkembang pesat dan menghantarkan manusia pada

    sebuah era baru yakni zaman modern.

    Kehidupan modern adalah sebuah babakan yang membukakan mata

    setiap manusia untuk tampil hidup efesien dan efektif. Maka teknologipun

    semakin dikerahkan untuk merekayasa alam dalam mewujudkan kemudahan

    1 Alvin Tofler, The Third Wave, London, Pan Books, 1981, buku terlaris saat itu dari karya seorang

    Futurolog dunia terkemuka, sebagaimanadikutip oleh R.M.Roy Suryo Indonesia MenyongsongEra Globalisasidalam Harian Kedaulatan Rakyat, (koran Jakarta) terbitan 7 Juli 1992

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    2/26

    hidup. Rekayasa adalah salah satu bagian penting. Sejalan dengan pertumbuhan

    peradaban yang dilahirkan oleh modernitas itu, sekularisasipun hampir tidak

    dapat dibendung, mengakibatkan pengolahan masa depan manusia sudah

    bertumpu pada prinsip objektivitas-rasional dan mengenyampingkan unsur

    subjektivitas, ditopang pula dari berbagai belahan dunia muncul para ahli pikir,

    sehingga agama yang luhur dan bersifat subjek dan primordial-spritual mulai

    tersingkirkan karena ahli zikir hampir sudah punah, apalagi kelompok Ulul

    Albab, yakni ahli pikir sekaligus ahli zikir menjadi barang langka. Pada akhirnya

    modernitas menghantarkan manusia pada sebuah keadaan yakni mengangkangi

    nilai luhur sehingga terjebak dalam proses dehumanisasi.

    Lebih tragis lagi ketika modernisasi dapat menguak misteri hidup dengan

    penggunaan satelit. Maka komunikasipun sudah melalui alam maya dengan

    sebuah titik kulminasi munculnya babakan baru yakni globalisasi. Yakni sebuah

    planet hunian manusia yang telah menjadi perkampungan kecil, inilah ciri

    manusia gelombang ketiga.

    Bila dicoba bernostalgia, benar memang bahwa Pendidikan Islam pernah

    mengalami kejayaan pada zamannya, akan tetapi itu tidak bertahan sampai

    sekarang dan disekitar abad 13 dunia Islam mengalami masa kemunduran,

    sehingga Islam termarginalisasi dan terpecah, mengakibatkan dunia

    pendidikanpun ikut terpinggir, sebab bila pada awalnya pendidikan Islam itu

    bersifat integral dalam perspektif kurikulum, tapi sayang setelah itu kajian ilmu

    dalam pendidikan Islam hanya tersisa pada wilayah ilmu keislaman saja

    sementara sains sepi dan sesuatu yang tidak dikaji. Tragis memang, akan tetapi

    inilah kenyataan pahit yang diwarisi dari peristiwa terjadinya kemunduran Islam,

    yang sampai saat ini termasuk diIndonesia dirasakan sekali.

    Khusus pendidikan di Indonesia, ia tumbuh dan berkembang sejalan

    dengan redupnya peradaban Islam di belahan dunia Arab. Maka dekade demi

    dekade pendidikan menjadi terus terpuruk terlebih-lebih dalam pemerintahan

    kolonial, sehingga secara menejerial dan profesionalitas pengelolaan sungguh

    jauh dari apa yang diharapkan. Kendati dekade 2000-an pendidikan

    IslamIndonesia mulai menggeliat, khusussnya setelah Indonesia mengalami era

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    3/26

    reformasi, namun sederetan masalah sungguh masih berupa gunung es dan

    ditengarai masalah itu mengendap pada wilayah kepemimpinan.. Tulisan ini

    akan mencoba menguraiakan sekilas masalah menejemen dan profesionalitas

    pengelolaan pendidikan Islam di Indonesia, sekaligus mencari solusinya, kearah

    reorientasi untuk keluar dari berbagai kemelut khususnya hal-hal yang muncul

    secara internal di lembaga-lembaga penddikan Islam itu sendiri.

    2. PROBLEMATIKA MENEJEMEN DAN PROFESIONALITAS

    PENDIDIKAN

    Terpinggirnya pendidikan Islam dari persaingan sesungguhnya

    dikarenakan dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal,

    pertama, meliputi manajemen pendidikan Islam yang pada umumnya belum

    mampu menyelenggarakan pembelajaran dan pengelolaan pendidikan yang

    efektif dan berkualitas. Hal ini tercermin dari kalah bersaing dengan sekolah-

    sekolah yang berada di bawah pembinaan Departemen Pendidikan Nasional

    (Diknas) yang umumnya dikelola secara modern. Kedua,faktor kompensasi

    profesional guru yang masih sangat rendah. Paraguru yang merupakan unsur

    terpenting dalam kegiatan belajar mengajar, umumnya lemah dalam penguasaan

    materi bidang studi, terutama menyangkut bidang studi umum, keterampilan

    mengajar, manajemen kelas, dan motivasi mengajar. Hal ini terjadi karena

    sistem pendidikan Islam kurang kondusif bagi pengembangan kompetensi

    profesional guru. Ketiga, adalah faktor kepemimpinan, artinya tidak sedikit

    pimpinan yang tidak memiliki visi, dan misi untuk mau ke mana pendidikan

    akan dibawa dan dikembangkan. Kepala seharusnya merupakan simbol

    keunggulan dalam kepemimpinan, moral, intelektual dan profesional dalam

    lingkungan lembaga pendidikan formal, ternyata sulit ditemukan di lapangan

    pendidikan Islam.

    Pimpinan pendidikan Islam bukan hanya sering kurang memiliki

    kemampuan dalam membangun komunikasi internal dengan koleganya sendiri,

    melainkan juga lemah dalam komunikasi dengan masyarakat, orang tua, dan

    pengguna pendidikan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan yang

    berkualitas. Biasanya pendekatan yang digunakan adalah pendekatan birokratis

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    4/26

    daripada pendekatan kolegial profesional. Mengelola pendidikan bukan berdasar

    pertimbangan profesional, melainkan pendekatan like and dislike. 2 dengan tidak

    memiliki visi dan misi yang jelas.

    Faktor eksternal yang dihadapi pendidikan Islam adalahpertama, adanya

    perlakuan diskriminatif pemerintah terhadap pendidikan Islam. Pemerintah

    selama ini cenderung menganggap dan memperlakukan pendidikan Islam

    sebagai anak tiri, khususnya soal dana dan persoalan lain. Katakan saja, alokasi

    dana yang diberikan pemerintah sangat jauh perbedaannya dengan pendidikan

    yang berada di lingkungan Diknas. Maka, terlepas itu semua, apakah itu urusan

    Depag atau Depdiknas, mestinya alokasi anggaran negara pada pendidikan Islam

    tidak terjadi kesenjangan, toh pendidikan Islam juga bermisi untuk

    mencerdaskan anak bangsa, sebagaimana juga misi yang diemban oleh

    pendidikan umum. Faktor kedua, dapat dikatakan bahwa paradigma birokrasi

    tentang pendidikan Islam selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral

    dan bukan pendekatan fungsional. Pendidikan Islam tidak dianggap bagian dari

    sektor pendidikan, lantaran urusannya tidak di bawah Depdiknas. Beberapa

    indikator yang menunjukkan kesenjangan ini yaitu mulai dari tingkat

    ketersediaan tenaga guru, status guru, kondisi ruang belajar, tingkat pembiayaan

    (unit cost) peserta belajar, hingga tidak adanya standardisasi mutu pendidikan

    Islam, karena urusan pendidikan Islam tidak berada di bawah Depdiknas. 3 dan

    lebih tragis lagi adalah sikap diskriminatif terhadap produk atau lulusan

    pendidikan Islam. Faktor ketiga, adalah adanya diskriminasi masyarakat

    terhadap pendidikan Islam. Secara jujur harus diakui, bahwa masyarakat selama

    ini cenderung acuh terhadap proses pendidikan di madrasah atau sekolah-

    sekolah Islam. Rata-rata memandang pendidikan Islam adalah pendidikan nomordua dan biasanya bila menyekolahkan anaknya di lembaga pendidikan Islam

    merupakan alternatif terakhir setelah tidak dapat diterima di lembaga pendidikan

    di lingkungan Diknas.

    2 Dahriman, Ciput MSA M, dan Mahfudh Djunaidi, Berlaku Adi lterhadap Madrasah, From:http://www. suaramerdeka. com/harian/0211/12/kha1.htm, accses, Sabtu, 16 april 2011

    3 Abdul Aziz, Perlu Peraturan Pemerintah tentang Desentralisasi Madrasah, Kompas, Jakarta,

    From:http://www.kompas.com/kompas-cetak/0211/26/DIKBUD/808.htm, accses, sabtu, 16 April2009

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    5/26

    Lebih memilukan lagi kenyataan akhir-akhir ini ketika sejarah perjalanan

    manusia dengan sampainya pada era globalisasi secara nyata merupakan

    tantangan baru dan kompleks sekali bagi ummat Islam dan pendidikan Islam

    sekaligus, hal ini dapat dilihat dalam beberapa hal yakni :

    Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana

    meningkatkan produktivitas kerja tentu hal ini terkait dengan lembaga

    pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia, serta pertumbuhan dan

    pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan

    pembangunan berkelanjutan (continuing development ).

    Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap

    terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat

    tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi,

    serta bagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas

    kehidupan SDM.

    Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu

    meningkatkan daya saing umat dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang

    berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

    Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di

    bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan

    ekonomi.

    Semua tantangan tersebut menuntut adanya SDM yang berkualitas dan

    berdaya saing di bidang-bidang tersebut secara komprehensif dan komparatif

    yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke

    depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki

    keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.

    Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses

    pendidikan Islam yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang

    berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan

    yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    6/26

    Pertanyaan selanjutnya, apakah yang harus dilakukan oleh dunia

    pendidikan Islam? Untuk menjawabnya, agaknya kita perlu menengok kerangka

    pendidikan Islam dalam konteks ke-Indonesiaan. Sehingga kita bisa menyiapkan

    strategi yang tepat menghadapi sebuah tantangan sekaligus peluang tersebut.

    Bila secara seksama diamati kondisi pendidikan Islam khususnya

    diIndonesia, persoalan pengelolaa adalah salah satu masalah yang amat serius.

    Kenapa ? Lihat saja misalnya; Pendidikan Islam yang bermakna usaha untuk

    mentransfer nilai-nilai budaya Islam kepada generasi muda, masih dihadapkan

    pada persoalan dikotomis dalam sistem pendidikannya. Pendidikan Islam bahkan

    diamati dan disimpulkan terkungkung dalam kemunduran, kekalahan,

    keterbelakangan, ketidakberdayaan, perpecahan, dan kemiskinan, sebagaimana

    pula yang dialami oleh sebagian besar negara dan masyarakat Islam

    dibandingkan dengan mereka yang non Islam. Bahkan, pendidikan yang apabila

    diberi embel-embel Islam, juga dianggap berkonotasi kemunduran dan

    keterbelakangan, meskipun sekarang secara berangsur-angsur banyak diantara

    lembaga pendidikan Islam yang telah dan akan mulai menunjukkan berbagai

    pertumbuhan dan kemajuan. 4

    Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap sistem pendidikan Islam,

    yang akhirnya dipandang selalu berada pada posisi deretan kedua dalam

    konstelasi sistem pendidikan di Indonesia, walaupun dalam undang-undang

    sistem pendidikan nasional menyebutkan pendidikan Islam mesupakan sub-

    sistem pendidikan nasional. Tetapi

    predikat keterbelakangan dan kemunduran tetap melekat padanya,

    bahkan pendidikan Islam sering dinobat hanya untuk kepentingan orang -orang

    yang tidak mampu atau miskin.

    Dalam hal ini, maka pendidikan Islam di Indonesia dewasa ini memberi

    kesan yang tidak menggembirakan. Meskipun, tidak dapat dipandang sebagai

    evidensi yang kongklusif dalam penglihatannya, bahwa setiap kali ada murid-

    murid dari suatu lembaga pendidikan Islam yang turut serta dalam lembaga

    4 Soeroyo, Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan Islam di Indonesia,

    Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Suka,Yogyakarta. 1991, h.77

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    7/26

    cerdas tangkas atau lomba cepat-tepat di TVRI, maka biasanya kelompok ini

    mendapatkan nilai terendah. Evidensi kedua ialah bahwa partisipasi siswa-siswi

    dari dunia pendidikan Islam dalam kegiatan nasional seperti lomba Karya Ilmiah

    Remaja terkesan sangat rendah, dan belum pernah ada prestasi yang menonjol

    dalam lomba yang berasal dari lembaga pendidikan Islam. 5 Hal ini, merupakan

    suatu kenyataan yang selama ini dihadapi oleh lembaga-lembaga pendidikan

    Islam yang begitu banyak menyebar di Indonesia.

    Dalam konfigurasi sistem pendidikan nasional, pendidikan Islam di

    Indonesia merupakan salah satu variasi dari konfigurasi sistem pendidikan

    nasional, tetapi kenyataannya pendidikan Islam tidak memiliki kesempatan yang

    luas untuk bersaing dalam membangun umat yang besar ini. Apabila dirasakan,

    memang terasa janggal, bahwa dalam suatu komunitas masyarakat muslim,

    pendidikan Islam tidak mendapat kesempatan yang luas untuk bersaing dalam

    membangun umat yang besar ini. Apalagi perhatian pemerintah yang dicurahkan

    pada pendidikan Islam sangatlah kecil porsinya, padahal masyarakat Indonesia

    selalu diharapkan agar tetap berada dalam lingkaran masyarakat yang sosialistis

    religious.6 Maka, dari sinilah timbul pertanyaan, bagaimanakah kemampuan

    pengelola pendidikan Islam mengatasi dan menyelesaikan problem-problem dan

    berbagai kepincangan yang terjadi dan dialami sedemikian pelik.?

    Akhir-akhir ini secara berangsur-angsur mulai terasa kemajuaannya. Ini

    terbukti dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Islam dan beberapa

    model pendidikan yang ditawarkan. Mulai dari MIN, MTSN dan MAN Model,

    munculnya UIN dan berbagai bentuk Pesantren yang menjanjikan. Tetapi

    tantangan yang dihadapi tetap sangat kompleks, sehingga menuntut adanya jihad

    dan ijtihad yang inovatip dalam mendongkrak pendidikan Islam. Hal ini tentu

    merupakan pekerjaan yang besar dan sulit. A. Mukti Ali, sebagaimana dikutip

    Arifin; memproyeksikan bahwa kelemahan-kelemahan pendidikan Islam dewasa

    ini disebabkan oleh factor-faktor seperti, kelemahan dalam penguasaan sistem

    dan metode, bahasa sebagai alat untuk memperkaya persepsi, dan ketajaman

    5 Ibid6

    Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia, Antara Cita dan Fakta([Suatu Pengantar),(Yogyakarta, Tiara Wacana, 1991), h. 11

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    8/26

    interpretasi (insight), dan kelemahan dalam hal pengelolaan kelembagaan

    (organisasi), ilmu dan teknologi. Maka dari itu, pendidikan Islam didesak untuk

    melakukan inovasi tidak hanya yang bersangkutan dengan kurikulum dan

    perangkat manajemen, tetapi juga strategi dan taktik operasionalnya. Strategi

    dan taktik itu, bahkan sampai menuntut perombakan model-model sampai

    dengan institusi-institusinya sehingga lebih efektif dan efisien, dalam arti

    paedagogis, sosiologis dan cultural dalam menunjukkan perannya. 7

    Dalam soal menejemen, kondisi saat ini, ketika bangsa memberlakukan

    otonomi daerah, kepemimpinan yang dijalankan dalam lembaga pendidikan

    Islam, harus menggunakan pola menejemen berbasis kekuatan masyarakat. Akan

    tetapi keinginan itu dihadang oleh berbagai ganjalan yang tidak terduga

    sebelumnya, kita cermati saja misalnya pernyataan Ahmad Tafsir. 8 dalam

    penjelasannya tentang pandangan Tilaar. 9 ada tiga hal yang paling menonjol

    dalam pengelolaan pendidikan kita saat ini. Pertama, sistem yang kakau, yakni

    sistem yang masih terperangkap dalam kekuasaan otoriter, maka hasilnyapun

    pengelolaan pendidikan kita sangat kaku sifatnya. Diantara tandanya adalah

    bahwa birokrasi pendidikan dalam segala lini masih sangat ketat, kendati setelah

    UU No. 20 tahun 2003 berlaku, tapi karena dalam era otonomi daerah sekarang

    dengan otonomi pendidikan tetap saja banyak masalah, khususnya leluasanya

    kekuasaan daerah dibarengi dengan kualitas sumber daya manusia yang sangat

    minim, maka pendidikanpun sering dikelola berdasarkan selera dan intres dari

    kekusaan itu sendiri. Termasuk pendidikan Islam, dengan praktek seperti itu,

    kelihatannya daerah belum begitu mengerti missi reformasi dan demokrasi

    pendidikan, kendati dipahami tapi aplikasinya masih sangat jauh dari aturan

    sehingga pendidikan Islam di daerah tetap saja menjadi anak tiri yangditerlantarkan.

    Kedua, Pendidikan masih saja dikelola dengan penuh bau KKN, yakni

    peraktek korupsi, kolusi dan nepotisme yang sangat kental. Otonomi kekuasaan

    kelihatannya dapat mempersubur peraktek ini. Hal ini disinyalir sebagai efek

    7 H.M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara,, 1991, Hal. 38 Ahmat Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 1979

    H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21,(Magelang, Tera Indonesia, 1999), h. 26-28

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    9/26

    dari demokrasi yang terlalu terbuka, seperti adanya pemilihan kepala daerah dan

    pemilihan anggota legislatif secara langsung dan semi distrik, mengakibatkan

    para kandidat secara personal harus berhadadapan langsung dengan konstuen

    untuk mereka ajak, bujuk dan rayu agar memilih yang bersangkutan, justru

    untuk masyarakat daerah dan miskin membuka peluang dagang suara, akibatnya

    ketika sudah terpilih sebagai pengemban amanat rakyat justru yang terjadi

    adalah secara terselubung berpotensi untuk pengembalian modal dari jabatan

    yang dipangku itu. sistem suara terbanyak dalam pemilihan umum legislatif,

    turut memicu perilaku korupsi para calon legislatif. Sistem suara terbanyak

    memaksa para caleg untuk bersaing dengan optimal termasuk dengan caleg yang

    berasal dari sesama partai. "Akibatnya persaingan lebih berat, baik dari segi

    tenaga maupun biaya. Ini turut memicu orang melakukan korupsi untuk

    menutupi biaya kampanyenya. maka lain halnya dengan pemilu sekarang. Para

    caleg kini dituntut untuk intensif turun ke lapangan mencari dukungan pemilih

    yang artinya juga harus mempunyai dana besar. Keperluan dana yang besar

    diperparah dengan masih adanya partai yang mempraktikkan syarat pemberian

    uang untuk menduduki satu kursi caleg. "Ini belum lagi gaji mereka dipotong

    untuk partai jika terpilih nanti. Semua itu memicu caleg atau anggota legislatifmelakukan korupsi."

    Ketiga, pendidikan belum berorientasi pada pemberdayaan masyarakat,

    ini cukup jelas, karena sangat dirasakan bahwa masih banyak peraktek kebijakan

    yang cukup memberatkan masyarakat, baik ia dalam soal sistem dana

    pendidikan, sistem evaluasi pendidikan dan sebagainya mengakibatkan bahwa

    masyarakat merasa senantiasa dirampas atau ditodong. Apalagi situasi

    kehidupan ekonomi masyarakat yang senantiasa semakin berat dari akibatkepincangan dan ketidak adilan sistem perekonomian bangsa yang terus

    menjurus pada sistem kapitalis dan liberalis. Bukankah umpamanya

    dilingkungan PTAI sebagai lembaga pendidikan Islam sering kali terjadi demo

    mahasiswa akibat adanya penambahan pembayaran SPP atau uang Praktikum ?,

    tentu bila dicermati mereka ini demo bukan ditompangi akan tetapi murni karena

    beratnya situasi ekonomi khususnya mereka berasal dari latar belakang keadaan

    orang tua yang pas-pasan. Atau secara umum adanya demo penolakan tentang

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    10/26

    Undang-Undang Pendidikan yang menjurus pada otonomi dengan ujungnya

    kemandirian akan dana masyarakat untuk memperoleh pendidikan.

    Memang kemadirian masyarakat sungguh tidak perlu dipertanyakan bagi

    masyarakat Islam, lihat saja umpanyanya; Pertama, pendidikan Islam (pesantren,

    madrasah, sekolah yang bercirikan Islam, dan perguruan tinggi) lebih besar > 80

    % dikelola oleh swasta. Dalam pengelolaannya lebih percaya dan hormat pada

    ulama, percaya bahwa guru mengajarkan sesuatu yang benar, panggilan agama,

    ibadah, ikhlas, murah, merakyat. Hal ini merupakan kekuatan (strengt) dalam

    pengelolaan pendidikan Islam. Seharusnya negara dngan adil

    mempertimbangkan dan menagkap ini untuk dioptimalkan dan dilegalisasi

    menjadi milik dan ciri bangsa secara permanen. Sehingga tidak muncul keadaan

    yang : Kedua, bahwa pendidikan Islam posisinya lemah, tidak profesional

    hampir disemua sektor dan komponennya, stress, terombang-ambing antara jati

    dirinya, apakah ikut model sekolah umum atau antara ikut Diknas dan Depag.

    Belum ada sistem yang mantap dalam pengembangan model pendidikan agama

    dan pendidikan keagamaan. Ketiga, bahwa kesempetan yang dibuka dalam UU

    No.20 Th. 2003 harus betul memberi kesempatan atau momentum

    pengembangan pendidikan Islam. Tercatat jelas bahwa Pendidikan Islam diakui

    sama dengan pendidikan yang lain, akan tetapi realisasinya masih sangat jauh

    dari yang diharapkan. Keempat,ancaman Akibat perlakuan yang diskriminatif

    menyebabkan bahwa banyak lembaga pendidikan dibawah diknas yang lebih

    tangguh dan berkualitas, Ilmu dan teknologi yang berkembang sangat pesat,

    sehingga tidak dan berlum terkejar oleh pendidikan Islam, pendidikan Islam

    dihawatirkan kehilangan jati dirinya, pendidikan Islam selalu menjadi warga

    kelas dua. 10

    3. LANGKAH REORIENTASI PENDIDIKAN KE DEPAN

    Sederetan masalah sudah dipaparkan di atas, maka dibutuhkan sekali

    langkah dan strategi yang harus dilakukan untuk dapat keluar dan eksis

    kedepannya. Maka hal yang paling pokok dan mendasar untuk dilakukan adalah

    10 Hujair A. H. Sanaky, Paradigma Pembangunan Pendidikan di Indonesia Pasca Reformasi antara

    Mitos dan Realitas, dalam Jurnal Ilmu ilmu Sosial Unisia, Universitas Islam Indonesia, (Yogyakaarta, No.62/XXIX/IV/2006 2006), h. 87

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    11/26

    menyangkut dengan menejerial yakni pola menejemen dan gaya kepemimpinan

    dalam mengayuh pendidikan Islam.

    Ada catatan pokok yang harus disadari sepenuhnya oleh semua pihak

    yang ikut punya tanggungjawab terhadap pendidikan Islam, bahwa kewajiban

    dasar dan sangat prinsip dari produk sebuah institusi pendidikan adalah

    mengembangkan kepribadian yakni keimanan, ketakwaan dan akhlak karimah

    (fardhu ain) serta bakat/potensi anak didik untuk adaptip dan responsip pada

    perkembangan masyarakat (fardhu kifayah). Dalam bahasa Ahmad Tafsir. 11

    bahwa karakteristik lulusan yang diharapkan adalah :pertama, manusia yang

    berdedikasi dan berdisiplin tinggi, yakni manusia yang memiliki kesadaran

    tinggi dengan didasari rasa pengabdian dan tanggung jawab dalam

    kehidupannya, mempunyai visi jauh kedepan dan normatif idealis yang

    terjabarkan dalam misi strategis. Kedua, manusia yang inovatif, tidak puas

    dengan apa yang dihasilkannya dan tidak mau terjebak dalam sttus quo. Ketiga,

    manusia yang jujur baik pada orang lain terlebih-lebih pada didirinya sendiri,

    sebab saat ini zaman membutuhkan manusia seperti ini.Keempat, manusia yang

    tekun yang dapat fokus dalam tugas-tugas yang dihadapi. Kelima, manusia ulet,

    yakni manusia yang tidak mudah menyerah dan putus asa, tapi ia terus menggali

    dan menggali.Keenam, manusia yang unggul itu adalah manusia yang dapat

    mengendalikan diri. Saat ini situasi bangsa terjebak pada sebuah kondisi yang

    amat korup itu disebabkan bahwa sifat mampu mengendalikan diri, mampu

    menahan diri untuk tidak terjebak pada godaan hal-hal yang bersifat

    materialisme, hedonisme dan egoisme itu adalah sesuatu sifat yang amat sulit

    dilakukan oleh para pengelola pendidikan Isl;am itu, dan secara umum pengelola

    negara ini, sehingga mental korup itu telah merajalela dalam segala linikehidupan.

    Maka pendidikan Islam itu perlu secara tegas untuk menginternalisasi

    nilai-nilai yang digambarkan di atas, serta mengawal agar generasi sepereti ini

    muncul, tentu prinsip dasar yang harus direvitalisasi adalah jalur kurikulum yang

    bersifat fardhu ain tadi, disamping pemantapan yang fa rdhu kifayah sebagai

    11 Ahmad Tafsir, Op-Cit, 202

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    12/26

    modal bagi mereka untuk lebih eksis dalam menjalankan hakekat kekhalifaan

    mereka.

    Maka untuk menyongsong itu dibutuhkan sekali: Pertama,

    mengembangkan konsep pendidikan integralistik, yaitu pendidikan secara utuh

    yang berorientasi pada Ketuhanan, kemanusiaan dan alam pada umumnya

    sebagai suatu yang integralistik bagi perwujudan kehidupan. Kedua,

    mengembangkan konsep pendidikan humanistik, yaitu pendidikan yang

    berorieintasi dan memandang manusia sebagai manusia (humanisasi) dengan

    menghargai hak-hak asasi manusia. Ketiga, mengembangkan konsep pendidikan

    pragmatis, yaitu memandang manusia sebagai makhluk yang selalu

    membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan, mempertahankan dan

    mengembangkan hidupnya baik jasmani maupun rohani dan peka terhadap

    masalah-masalah kemanusiaan.Keempat, mengembangkan konsep pendidikan

    yang berakar pada budaya yang akan dapat mewujudkan manusia yang

    mempunyai kepribadiaan, harga diri, percaya pada kemampuan sendiri,

    membangun budaya berdasarkan budaya sendiri dan berdasarkan nilai-nilai

    ilahiyah. Secara umum, konsep pendidikan Islam yang ditawarkan adalah

    pendidikan yang berorientasi pada kompetensi nilai-nilai ilahiyah, knowledge,

    skill, ability, social-kultural dan harus berfungsi untuk memberikan kaitan secara

    operasional antara peserta didik dengan masyarakatnya, lingkungan sosial-

    kulturalnya, dan selalu menerima dan ikut serta melakukan perubahan. 12

    Dalam sekala kecil, target dan tujuan di atas secara perlahan sudah

    dimulai khususnya dengan kemunculan Universitas Islam Negeri (UIN), karena

    dengan UIN lah hal-hal yang menyangkut denga epistemoligi keilmuan yang

    menjadi salah satu problema besar dalam pendidikan Islam bisa diselesaikan,

    itupun ketika UIN mampu merekonstruksi wawasan Epistemologi

    Pendidikannya. Maka oleh kerena itulah masyarakt menaruh harapan banyak

    untuk lahirnya SDM berkualitas sbb :

    12

    Hujair A. Sanaky, dalam Jurnal Al-Tarbawi, Permasalahan dan PenataanPendidikan IslamMenuju Pendidikan yang Bermutu, UII, (Yogyakarta, NO. 1. VOL. I. 2008), h. 83

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    13/26

    1. Pemikir yang mampu berpikir konperhensif-integralistik.

    2. Menguasai keterpaduan ilmu fardhu ain dengan fardhu kifayah.

    3. Menghilangkan paham dikotomik agama dan umum (dunia).

    4. Mengangkat harga diri Sarjana dan pelajar-mahasiswa muslim.

    5. Menjawab harapan dan tantangan di masyarakat.

    6. Memenuhi kebutuhan pasar kerja.

    Mencermati target-target mulia dan luhur seperti dikemukakan, maka

    pola pengelolaan pendidikan Islam secara umum perlu mengikuti pikiran yang

    dikemukakan Ahamad Zayadi. bahwa kepemimpinan itu perlu didasari padakonsep : pertama, activition, kedua, verivikation-investigation dan

    ketiga,sucsetion. Konsep ini dapat dimaknai secara luas bahwa seorang

    pemimpin yang terkait dalam pengelolaan pendidikan Islam, mulai jajaran

    terkait di Departemen Agama dari pusat hingga daerah, seperti Kepala Kantor

    Wilayah dan Kepala Kantor Departemen di Kabupaten/Kota sebaga sentra

    administrasi dan kekuasaan sampai pada para Rektor UIN dan IAIN serta Ketua

    STAIN beserta PT yang lainnya. serta Kepala-kepala Madrasah dari MI, MTs

    dan MA haruslah betul-betul activition yaitu; mampu mengakomodasi seluruh

    aspirasi dan inspirasi jajaran internal dan kolegial unit kerjanya dengan jaminan

    suatu kerja sama team (team working) yang tangguh serta orang yang sangat

    bijak bekerjasama (net working) untuk menyerap serta menafsirkan berbagai

    komitmen masyarakat dan stakeholdersdalam melakukan identifikasi,

    perencanaan, dan konsep kontruksi komunikasi yang dibangun lembaga baik ia

    secara internal juga eksternal guna mencari pikiran dalam pengembangan

    pengelolaan lembaga baik menyangkut dengan kurikulum, tenaga pengajar,

    sarana prasarana, pendanaan dan sebagainya. Artinya disamping keharusan

    menyiapkan team yang solid sebagai kelompok kerja lembaga juga harus

    bersinerjis dengan dunia luar melalui jaringan kerja yang dibangun dalam

    mengingkatkan kualitas lembaga.

    Seperti dikedepankan di atas, bahwa di era otonomi daerah terasa sekali

    bahwa pemerintah daerah dan lembaga-lembaga yang terdapat di daerah secara

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    14/26

    umum masih mengikuti pola-pola lama bahwa pendidikan Islam belum

    proporsional mendapat pelayanan. Oleh karena itu bagi setiap pemimpin yang

    terkait dengan pengelolaan pendidikan Islam seperti dikemukakan di atas, perlu

    membangun sebuah strategi untuk melakukan pendekatan dan proses sosialisasi

    pemahaman bahwa pendidikan Islam juga bertujuan untuk mengelola sumber

    daya bangsa, malah bukan sampai pada tingkat itu saja sesuai amanat Undang-

    Undang No.20 tahun 2003, bahwa yang paling dekat untuk mewujudkan tujuan

    pendidikan Nasional yang begitu luhur dan mulia itu adalah lembaga pendidikan

    Islam, karena tujuan pendidikan nasional sungguh tidak berjarak dengan tujuan

    pendidikan dalam Islam. Maka para pemimpin dalam mengelola lembaga tidak

    hanya duduk dibelakang meja kerja dan berkutat menyelesaikan tugas pokok dan

    fungsi (tupoksi) saja secara kaku, tapi harus menghubungkan diri bermitra

    dengan semua sektor kemsayarakatan baik ia jalur formal maupun non-formal.

    Katakan saja menjalin kerjasama dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat

    Daerah, Pemerintah Daerah dan Dunia Usaha dalam rangka ikut memperhatikan

    pengembangunan dan proses pemenuhan sarana, prasarana, fasilitas dan

    penyiapan lingkungan dari lembaga pendidikan yang sedang dipimpin.

    Perlu juga ditopang oleh perencanaan yang matang, visioner, realistis dan

    strategis. Hal ini diserap melalui verivikasi lewat pengamatan dan penelitian

    serta pertimbangan setelah mengadakan investigasi yang akurat terhadap kondisi

    objektip dan kekuatan yang dimiliki dalam rangka pengembangan sumber daya

    yang ada menuju keadaan yang lebih baik. Setelah itu dilakukan tentu pemimpin

    akan mendapat sebuah pilihan, maka keputusan itulah yang harus dilakukan

    bersama dengan koleha dan jajaran yang ikut bertanggung jawab dengan proses

    komunikasi yang sinergis untuk kemaslahatan bersama.

    Benar memang, jika ditimbang dan diperdalam, secara teoritis konsep

    pengelolaan lembaga untuk bisa bangkit kembali sudah sangat banyak pilihan-

    pilihan, mulai dari teori kepemimpinan sampai teori pengelolaan organisasi,

    seperti teori SWOT, menejemen konplik dan sebagainya. Akan tetapi satu hal

    yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan pendidikan, bahwa dunia

    pendidikan adalah dunia yang mengelola sumber daya manusia, artinya seluruh

    aktifitas dan kinerja bertujuan untuk memberdayakan manusia, maka kunci

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    15/26

    sukses sangat tergantung kepada ketulusan hati sang pemimpin yakni

    kemampuan berkomunikasi dengan baik serta ikhlas berbuat karena Allah yakni

    didorong oleh keinginan agar nilai-nilai Rabbaniah berjalan dalam kehidupan.

    Artinya dalam mengelola pendidikan Islam nilai-nilai aksiologislah paling

    dikedepankan dibanding dengan nilai metodologisnya.

    4. TRANSFORMASI INISNU MENJADI UNISNU

    Pergulatan panjang yang telah ditempuh oleh para founding

    fathers sejak dikeluarkannya Surat Keputusan LP. Maarif NU Cabang Jepara

    No. 04/LPM/0/III/1988 tanggal 19 Pebruari 1988 dan ditindaklanjuti dengan

    pembentukan panitia pendiri pada tanggal 17 Maret 1989 berdasarkan Akte

    Notaris Benyamin Kusuma, SH. terbayar lunas oleh pengakuan pemerintah

    atas status terdaftarnya INISNU sebagai perguruan tinggi Islam swasta di

    Bumi Kartini melalui Surat Keputusan Menteri Agama RI nomor : 176 tahun

    1991 tanggal 7 Agustus 1991 .[3] Obor pencerahan perguruan tinggi NU tertua

    di Jepara ini tidak pernah padam, bahkan semakin membara dengan terbitnya

    Surat Keputusan Mendikbud No. 725/E1.3/HK/2013 dan Surat Keputusan

    Dirjen Pendidikan Agama Kemenag No. 2744 tahun 201 3[4] yang

    mengukuhkan INISNU menjadi UNISNU, setelah mengalami proses afiliasi

    dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi NU (STIENU) dan Sekolah Tinggi

    Teknologi Desain NU (STTDNU).

    Ekspektasi besar masyarakat Jepara, lebih-lebih

    warga nahdliyyin terhadap lembaga yang selama ini dinahkodai oleh

    tokoh karismatik, KH. MA. Sahal Mahfudh, perlu diimbangi oleh kesigapan

    adaptasi internal struktural sehingga tidak terjadi, sebagaimana peribahasa

    pujangga, sama naik bagai gelombang, sama turrun bakk kapencong yang

    secara singkat mengandung arti dua hal atau kejadian yang sama

    keadaannya. A la kulli hal, tidak ada beda antara INISNU dengan UNISNU

    selain perubahan simbolis baju luarnya.

    Ada beberapa titik strategis pembenahan institusional, antara lain:

    http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn3http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn4http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn4http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn3
  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    16/26

    1. Manajemen Kepemimpinan

    Keputusan KH. MA. Sahal Mahfudh yang tidak lagi berkenan

    memegang tampuk pimpinan, memaksa INISNU kehilangan figur sentral yang

    selama ini memainkan peranan penting dalam membesarkan kampus sebagai

    akses intelektual, relasional, dan finansial. Namun, mengutip perkataan

    Djajendra, -Sang Motivator- Cerita hebat tentang pemimpin lama sudah

    tamat, dan setiap orang harus fokus untuk membangun cerita hebat tentang

    pemimpin baru. Pemimpin menjadi hebat atau tidak hebat semuanya

    tergantung dari totalitas dan kerja keras semua karyawan. [5]

    Momentum ini membuka jalan bagi INISNU untuk keluar dari bayang-

    bayang nama besarMbah Sahal, yang pada akhirnya melahirkan pemimpin

    visioner baru dari rahim UNISNU. Pemimpin demokratis yang siap

    mewujudkan generasi sarjana NU yang cendekia dan berahlak mulia.

    2. Profesionalisme Kinerja Birokat Kampus

    Penggodokan Statuta UNISNU sebagai pedoman profesionalisme kerja

    birokrat kampus sudah semestinya mengakomodir kepentingan dan

    kemaslahatan kolektif kelembagaan, bukan berdasar pada pragmatisme

    kepentingan elit tertentu untuk melanggengkan kursi jabatannya. Feodalisme-otoriter akan membuahkan sistem oligarki kekuasaan dan sudah sangat tidak

    relevan bagi perguruan tinggi sebesar UNISNU.

    Kinerja birokrasi UNISNU sebagai kampus Islam swasta akan lebih

    efektif, jika memberdayakan Sumber Daya Manusia (SDM) produktif yang

    siap pakai di manapun, kapanpun, dan oleh siapapun. Tiba saatnya, UNISNU

    berani meminggirkan birokrat kampus yang masih terikat dengan jabatan

    Pegawai Negeri Sipil (PNS). Argumentasi yuridis dari pendapat penulis ialahPeraturan Pemerintah (PP) no. 37 Tahun 2009 tentang Dosen, Juknis dari

    PP 53 Tahun 2010 yaitu Perka BKN no. 21 tahun 2010 tentang Disiplin

    Pegawai Negeri Sipil. PP tersebut mengancam dosen tetap Perguruan Tinggi

    Negeri (PTN) yang mbeling sebab menduduki posisi jabatan struktural di

    Perguruan Tinggi Swasta (PTS), agar siap kehilangan semua tunjangan yang

    berkaitan dengan dosen tetap yaitu tunjangan profesi dosen, tunjangan

    fungsional dosen dan tunjangan kehormatan GB (bila berstatus Profesor)

    http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn5http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn5http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/PP37-2009Dosen.pdfhttp://fkep.unand.ac.id/images/berita/peraturan/pp53-2010.pdfhttp://fkep.unand.ac.id/images/berita/peraturan/peraturan%20kepala%20bkn%20nomor%2021%20tahun%202010%20tentang%20disiplin%20pegawai%20negeri%20sipil.pdfhttp://fkep.unand.ac.id/images/berita/peraturan/peraturan%20kepala%20bkn%20nomor%2021%20tahun%202010%20tentang%20disiplin%20pegawai%20negeri%20sipil.pdfhttp://fkep.unand.ac.id/images/berita/peraturan/pp53-2010.pdfhttp://luk.staff.ugm.ac.id/atur/PP37-2009Dosen.pdfhttp://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn5
  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    17/26

    karena dosen tetap harus kerja full time di tempat induknya .[6] Selain itu,

    perspektif realitas, UNISNU masih menyimpan tenaga-tenaga muda reformis

    yang siap mengemban amanat untuk menduduki posisi strategis birokrasi

    kampus. Selama ini, dominasi rezim birokrat lama, secara sistemik membuat

    mereka dalam keadaan, -yang oleh Karl Marx diistilahkan dengan- teralienasi.

    3. Sistem Rekrutmen Tenaga Pendidik (Dosen) dan Karyawan

    Karut-marut sistem rekrutmen dosen dan karyawan kampus yang tidak

    akuntabel, kurang transparan, dan cenderung mengarah kepada praktik nepotis

    dengan mendahulukan sanak kerabat, menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang

    harus terselesaikan oleh para pimpinan UNISNU yang baru.

    Kampus sebagai gerbong peradaban meniscayakan jasa dosen yang

    berkompeten di bidangnya masing-masing. Mediasi intelektual yang terjalin

    antara dosen dengan mahasiswa berlandaskan pada kajian epistemologis

    mendalam sehingga tidak terjadi proses penyesatan nalar. Begitupun dengan

    para karyawannya. Mereka sepantasnya melayani civitas akademika dengan

    segenap panggilan hati dan jiwa.

    4. Transparansi Keuangan Kampus

    Transparansi dan akuntabilitas keuangan kampus mutlak diberlakukan pada setiap agenda rutin institusi seperti rapat mingguan pimpinan, stadium

    general, ujian akhir semester, KKL, PPL, KKN, ujian proposal skripsi, ujian

    komprehensif, ujian munaqasah skripsi, wisuda, gaji tetap dan tunjangan dosen

    & karyawan, dll.

    Mekanismenya diatur sedemikian rupa sehingga mengikis perilaku

    koruptif yang selama ini ada, tapi sulit dibuktikan.

    A.Malik Fajar.13

    dalam salah satu pikiran yang dikemukakannya,bahwadalam memimpin lembaga pendidikan Islam itu, pungkas beliau : Oleh karena

    itu, kalau kita ingin menatap masa depan pendidikan Islam yang mampu

    memainkan peran strategis dan memperhitungkan untuk dijadikan pilihan,

    maka perlu ada keterbukaan wawasan dan keberanian dalam memecahkan

    masalah-masalahnya secara mendasar dan menyeluruh, seperti yang berkaitan

    13

    Ahmad Barizi, M.A, (editor), Holistik Pemikiran Pendidikan(A. Malik Fadjar), (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2005), h. 250

    http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn6http://teraskita.wordpress.com/Removable%20Disk/menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara/Menyongsong%20perubahan%20UNISNU%20Jepara.docx#_ftn6
  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    18/26

    dengan hal-hal berikut ini. Pertama, kejelasan antara yang dicita-citakan

    dengan langkah operasionalnya. Kedua, pemberdayaan (empowering)

    kelembagaan yang ada dengan menata kembali sistemnya. Ketiga, perbaikan,

    pembaruan dan pengembangan dalam sistem pengelolaan atau

    manajemen.Keempat, peningkatan SDM yang diperlukan.

    Pikiran di atas memberi petunjuk bahwa dalam mengelola lembaga

    pendidikan Islam harus ditempuh empat langkah seperti di atas. Dalam bahasa

    yang lebih sederhana, seorang pimpinan harus terlebih dahulu merumuskan dan

    memahami secara seksama apa cita-cita dan tujuan lembaga itu didirikan,

    artinya harus dengan jelas memberi jawaban terhadap pertanyaan tentang

    apa/semacam apa yang akan diproduk dari lembaga itu. Dengan jelasnya

    jawaban terhadap pertanyaan ini, maka akan dapat terpenuhi hajat sosial yang

    lebih fungsional, artinya lembaga dan program yang dilakukan benar-benar

    menjadi kebutuhan hidup manusia, baik ia secara akademis, personal maupun

    profesional/fungsional. Karena bukan tidak jarang banyak sekali dari lembaga

    pendidikan Islam mengasuh berbagai kajian dan disiplin padahal produk kajian

    belum memenuhi hajat kehidupan seperti diungkapkan di atas. Sebagai salah

    satu contoh, lembaga pendidikan Madrasah Aliyah, dengan model program dan jurusan seperti SMA yakni IPA, IPS dan Humaniora, sesungguhnya tidaklah

    selamanya ini tepat, padahal secara umum disadari bahwa peserta didik yang

    masuk kelembaga Madrasah adalah generasi yang relatip dari keluarga kurang

    mampu, sementara jalur yang dikembangkan dalam belajar adalah jalur

    akademik, padahal bagi mereka sesungguhnya perlu diberi hal-hal yang

    bersifat keterampilan hidup dan sosial atau profesionalitas, sehingga banyak

    sekali lulusan Madrasah menjadi unskilled ketika sudah lulus dan tidakmelanjutkan ke Perguruan Tinggi. Maka Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK)

    sudah selayaknya dirintis pembukaannya. Demikian juga di Perguruan Tinggi,

    banyak jurusan dan prodi yang terus dibuka sementara secara fungsional

    lulusan semacam itu sudah over produksi, seperti kajian yang bersifat sosial

    terkecuali dengan sangat meyakinkan bahwa lulusannya dengan nyata punya

    nilai plus. Oleh karena itu prodi sains dan teknologi dengan epistemologiIslami

    justru harus dikejar dan upaya link and meach tidak boleh ditinggalkan.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    19/26

    Hal lain yang harus dilakukan adalah pemberdayaan kelembagaan yakni

    mengorganisir lembaga dengan efektif dan efisien serta tata kelola yang

    kondusip dengan daya dukung kualitas sumber daya yang handal. Dalam

    konteks kepemimpinan, maka lembaga pendidikan bermutu itu punya karakter

    seperti ungkapan Arcaro S Jerome, bahwa terdapat lima karakteristik sekolah

    (lembaga pendidikan) yang bermutu yaitu : 1). Fokus pada pelanggan. 2).

    Keterlibatan total 3). Pengukuran 4). Komitmen 5). Perbaikan berkelanjutan. 14

    Mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga

    mampu mengelola seluruh potensi secara optimal mulai dari tenaga

    kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan

    dan termasuk hubungannya dengan masyarakat. Pada kesempatan ini, lembaga

    pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma baru pendidikan yang

    berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi didalamnya,

    seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu. Oleh karena itu komitmen jamai

    amat dipentingkan serta evaluasi kinerja dalam perbaikan berkelanjutan

    sepanjang waktu sebab setiap saat perubahan terjadi dan kekuranganpun makin

    disadari. Seperti dijelaskan Suryadi Poerwanegara[19] menyampaikan ada

    enam ungsur dasar yang mempengarui suatu produk : 1) Manusia 2) Metode 3)Mesin 4) Bahan 5) Ukuran 6) Evaluasi Berkelanjutan.

    Pemimpin lembaga pendidikan Islam, merupakanmotivator, event

    Organizer, bahkan penentu arah kebijakan lembaga yang akan menentukan

    bagaimana tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Untuk

    mewujutkan hal tersebut maka seorang pimpinan perlu mengunakan konsep

    Manajemen Mutu Terpadu (MMT).

    Manajemen adalah pengaturan yang dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu

    merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.

    Manajemen Mutu Terpadu ( Total Quality Management) dalam kontek

    pendidikan merupakan sebuah filosofi metodologi tentang perbaikan secara

    terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap

    14

    Suryadi Poerwanegara, Filosofi Baru TentangManajemen Mutu Terpadu, (Jakarta, PT.BumiAksara, 2002) h. 12

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    20/26

    institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan

    pelanggan, saat ini maupun masa yang akan datang[20]. Sedangkan Pidarat,

    menyampaikan bahwa TQM merupakan suatu sistem manajemen yang

    mengangkat kualitas sebagai strategi usaha yang berorientasi pada kepuasan

    pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi[21]. Total Quality

    Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang

    mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus

    menerus atas produk, jasa, manusia, tenaga kerja, proses, dan lingkungan. 15

    Pada hakekatnya tujuan institusi pendidikan adalah untuk menciptakan

    dan mempertahankan kepuasan para pelanggan dan dalam TQM kepuasan

    pelanggan ditentukan oleh stakeholder lembaga pendidikan tersebut. Oleh

    karena hanya dengan memahmi proses dan kepuasan pelanggan maka

    organisasi dapat menyadari dan menghargai kualitas. Semua usaha /

    manajemen dalam TQM harus diarahkan pada suatu tujuan utama, yaitu

    kepuasan pelanggan, apa yang dilakukan manajemen tidak ada gunanya bila

    tidak melahirkan kepuasan pelanggan.

    Berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas

    pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan, ini disebabkan antara lain ; masalah manajemen pendidikan

    yang kurang tepat, penempatan tenaga tidak sesuai dengan bidang

    keahliaannya (termasuk didalamnya pengangkatan pimpinan tidak melalui uji

    kemampuan yang professional bahkan hanya mengutamakan dan ditentukan

    nuansa politis dari pada profesionalisme), penanganan masalah bukan pada

    ahlinya, pemerataan kesempatan, keterbatasan anggaran yang tersedia,

    sehingga tujuan pendidikan belum dapat diwujudkan secara signifikan.Menurut Sidi. 16 telah diupayakan tidak kurang 12 strategi pembangunan

    pendidikan nasional, antara lain 1). Menerapkan perencanaan berbasis

    kompetensi lokal. 2). meningkatkan pemerataan pendidikan. 3). menetapkan

    sistem manajemen mutu secara menyeluruh. 4). meriviewkurikulum secara

    15 Nasution.M.N. ( 2004 ) Manajemen Mutu Terpadu, ( Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004), h. 1816 Sidi, Strategi Pendidikan Nasional, Makalah, disampaikan pada simposium dan musyawarah

    Nasional 1 Alumni Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang tanggal 13-14 oktober 2001di Malang.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    21/26

    pereodik serta mengembangkan implementasi kurikulum secara kontinyu. 5).

    merancang proses penerapan pendekatan dan metode serta isi pendidikan yang

    memberi kesempatan luas kepada peserta didik dan warga belajar untuk

    mengembangkan potensi kemampuannya secara luas. 6). meningkatkan system

    manajemen sumber pendidikan yang lebih adil dan memadai serta

    mendayagunakan dan memobilisasi sumber dana secara efisien. 7). Menyusun

    rambu-rambu kebijakan pengembangan program pendidikan yang luwes. 8).

    Membuat peraturan perundangan yang mengatur perimbangan peran

    pemerintah dan non pemerintah dalam pendidikan secara komprehensif. 9).

    Mengurangi unit birokrasi yang dipandang kurang bermanfaat. 10).

    Mengupayakan secara konsisten dukungan dana yang memadai terutama untuk

    prioritas program pendidikan sebagaipublic goods. 11). menjaga konsistensi

    dan berkelanjutan internalisasi nilai-nilai pendidikan nasional diantara tiga

    pusat pendidikan ; yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, dan 12). Mengkaji

    pendekatan pembelajaran yang berorientasi padalife skill. Inilah salah satu

    yang harus dipertimbangkan seorang pimpinan dalam mengelola lembaga

    pendidikan.

    5. PENUTUP

    Permasalahan pendidikan Islam dalam lingkup pengelolaan manajemen

    adalah mencakup wilayah internal dan eksternal. Secara internal selalu

    dihadapi kendala perpecahan atau sulitnya persatuan yang utuh. Ini diakibatkan

    telah mendarah dagingnya perselisihan ditubuh umat Islam dengan

    menyeruaknya aliran dan pemahaman mazhab. Maka sampai saat ini keadaan

    itu masih terpelihara dengan utuh dan tidak memandang tingkat pendidikan,

    bahkan pada lembaga-lembaga Pendidikan Tinggi sekalipun fenomena itu

    cukup dirasakan, apalagi untuk menentukan siapa menjadi pimpinan adalah

    melalui proses demokrasi ala kampus, maka percikan api perseteruan otomatis

    tidak terelakkan. Belum lagi lemahnya sumber daya manusia para pemegang

    otoritas kepemimpinan itu sendiri, menyebabkan sistem administrasi dan

    managemen sungguh sangat lemah. Padahal kesatuan dan kerapiaan penata

    usahaan amatlah menentukan lancarnya proses pemungsian lembaga.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    22/26

    Sedangkan secara ekternal, bahwa diakui lembaga pendidikan Islam di

    Indonesia khususnya adalah berada dibawah lingkungan Departemen Agama, maka

    otomatis tidak ikut dalam pola otonomi daerah, mengakibatkan lembaga Madrasah

    dan PTAI cendrung tidak menjadi bagian dari pembangunan pendidikan karena

    dianggap Madrasah dan PTAI adalah bagian Agama, dan tidak menjadi tanggung

    jawab Departemen yang membidangi Pendidikan Nasional. Oleh karena itu

    pemipin di lembaga pendidikan Islam sering tidak dilayani sebagai pemimpin

    dalam pendidikan, menyebabkan lembaga yang dipimpinpun tidak mendapat

    perhatian pemerintah daerah. Oleh karena itu dituntut; bagi setiap pemimpin

    dilembaga ini harus kerja keras untuk mensosialisasikan diri dengan membentukm

    jaringan kerja yang baik.

    Artinya lembaga pendidikan Islam tampa didukung oleh seorang pemimpin

    yang memiliki team work yang solid dan net work yang luas pendidikan Islam sulit

    menjadi baik apalagi unggulan. Maka pemimpin perlu menyadari ini, dengan secara

    tulus serta semangat pengorbanan agar duahal ini dapat dikondisikan, bila tidak

    lembaga pendidikan Islam akan tetap saja seperti apa yang ada selama ini.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    23/26

    DAFTAR PUSTAKA

    Alvin Tofler, The Third Wave, London, Pan Books, 1981, buku terlaris saat itu darikarya seorang Futurolog dunia terkemuka, sebagaimanadikutip oleh

    R.M.Roy Suryo Indonesia Menyongsong Era Globalisasidalam

    Harian Kedaulatan Rakyat, (koran Jakarta) terbitan 7 Juli 1992

    Dahriman, Ciput MSA M, dan Mahfudh Djunaidi, Berlaku Adi lterhadap

    Madrasah, From: http://www. suaramerdeka. Com / harian / 0211/ 12/

    kha1.htm, accses, Sabtu, 16 april 2009

    Abdul Aziz, Perlu Peraturan Pemerintah tentang Desentralisasi Madrasah, Kompas,

    Jakarta, From:http:// www.kompas. com / kompas-cetak / 0211 / 26/

    DIKBUD / 808.htm, accses, sabtu, 16 April 2011

    Soeroyo,Berbagai Persoalan Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Pendidikan

    Islam di Indonesia, Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, Problem dan

    Prospeknya, Volume I, Fak. Tarbiyah IAIN Suka, Yogyakarta. 1991.

    Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia, Antara Cita dan Fakta Suatu

    Pengantar,Yogyakarta, Tiara Wacana,1991.

    H.M.Arifin, Kapita Selekta Pendidikan, Jakarta, Bina Aksara,, 1991.

    Lihat Ahmat Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, PT Remaja Rosdakarya,

    2006.17

    H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif

    Abad 21,Magelang, Tera Indonesia, 1999.

    Hujair A. H. Sanaky, Paradigma Pembangunan Pendidikan di Indonesia Pasca

    Reformasi antara Mitos dan Realitas, dalam Jurnal Ilmu ilmu Sosial

    Unisia, Universitas Islam Indonesia, Yogyakaarta,

    No.62/XXIX/IV/2006 2006.

    17

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    24/26

    Hujair A. Sanaky, dalam Jurnal Al-Tarbawi, Permasalahan dan PenataanPendidikan

    Islam Menuju Pendidikan yang Bermutu, UII,Yogyakarta, NO. 1.

    VOL. I. 2008

    Ahmad Zayadi, Aspek Sosiologis dan Kepemimpinan pada PTAI , Al-Madrasah ,

    Tabloid Republika, volume 4, September 2008.

    Ahmad Barizi, M.A, (editor), Holistik Pemikiran Pendidikan(A. Malik Fadjar),

    (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005.

    Lihat Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi,(Jakarta: Ghalia Indonesia,

    2001.

    Suryadi Poerwanegara, Filosofi Baru TentangManajemen Mutu Terpadu, (Jakarta,

    PT.Bumi Aksara, 2002.

    Edward Sallis, Total Quality Management in Education, (Pitman Publishing,

    London, United Kingdom 2006.

    Pidarta, 2004, Manajemen Pendidikan Indonesia,Jakarta: Penerbit Rineka Cipta,

    2004.

    Nasution.M.N. Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004.

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    25/26

    JAWABAN ATAS PERTANYAAN

    TUGAS MATA KULIAH SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM

    Di buat untuk memenuhi tugas

    Mata kuliah Super visi pendidikan Islam

    Dosen pengampu, Dr. Ahmad Ali Riyadi, M.Ag

    Nama : Ahmad Ulin Nuha

    NIM : 413018

    PROGRAM PASCASARJANA

    UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA JEPARA

    TAHUN AJARAN

    2014/2015

  • 8/10/2019 Pendidikan Ikaum madani

    26/26