pendekatan precision farming dalam pemupukan n, p, dan k pada

84
34 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Tebu Tanaman tebu ( Saccharum spp .) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae ) seperti halnya padi, glagah, jagung, bambu, dan lain-lain. Tanaman tebu dibedakan menjadi dua rumpun, yaitu rumpun benua ( continental family / Group A) dan rumpun pulau (island family / Group B). Tanaman tebu yang termasuk Group A diantaranya adalah Saccharum spontaneum , Saccharum sinense (Cina), dan Saccharum barberi (India). Tanaman tebu yang termasuk Group B diantaranya adalah Saccharum robustum dan Saccharum officinarum (tebu unggul/noble canes ). Nama Saccharum berasal dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) “SARKARA” yang berarti gula pasir, sedangkan dalam bahasa Arab “SAKAR”, bahasa Belanda “SUIKER”, bahasa Inggris “SUGAR”, bahasa Jerman “ZUCKER”, bahasa Spanyol “AZUKAR”, dan bahasa Perancis “SUCRE” (PTPN VII, 1998). Anatomi tanaman tebu terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu batang (stem /stalks ), akar ( roots ), dan daun ( leaves ). Tebu merupakan tanaman berbiji tunggal yang diameter batangnya selama pertumbuhan hampir tidak bertambah besar. Tinggi tanaman tebu bila tumbuh dengan baik dapat mencapai 3 – 5 meter. Namun bila pertumbuhannya jelek tingginya kurang dari 2 meter. Batang tebu padat seperti batang jagung, di mana bagian luar berkulit keras dan bagian dalam lunak dan mengandung air gula. Tanaman tebu yang masih muda belum terlihat jelas batangnya karena masih tertutup daun. Namun bila daun tebu sudah mengering dan luruh maka batang tebu mulai dapat dilihat. Pada batang tebu terdapat ruas dan buku. Pada batas antar 2 ruas (internodia) terdapat kuncup/mata (bud). Irisan batang tebu biasanya bulat panjang dan pada buku (nodia) terdapat bekas duduknya daun. Bentuk dari ruas ada tiga, yaitu tong, silinder, dan kumparan (klos). Duduknya ruas satu dengan yang lain ada dua, yaitu tegak dan zigzag. Pada batang yang tumbuh normal dan panjang, maka ruas dari bawah ke atas makin panjang hingga ke tengah, sedangkan ke arah atas makin pendek. Bila

Upload: haduong

Post on 02-Feb-2017

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

34

TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Tebu

Tanaman tebu (Saccharum spp.) merupakan tanaman perkebunan semusim

yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula.

Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (Graminae) seperti halnya padi,

glagah, jagung, bambu, dan lain-lain. Tanaman tebu dibedakan menjadi dua

rumpun, yaitu rumpun benua (continental family / Group A) dan rumpun pulau

(island family / Group B). Tanaman tebu yang termasuk Group A diantaranya

adalah Saccharum spontaneum, Saccharum sinense (Cina), dan Saccharum

barberi (India). Tanaman tebu yang termasuk Group B diantaranya adalah

Saccharum robustum dan Saccharum officinarum (tebu unggul/noble canes).

Nama Saccharum berasal dari bahasa Sanskrit (Sansekerta) “SARKARA”

yang berarti gula pasir, sedangkan dalam bahasa Arab “SAKAR”, bahasa Belanda

“SUIKER”, bahasa Inggris “SUGAR”, bahasa Jerman “ZUCKER”, bahasa

Spanyol “AZUKAR”, dan bahasa Perancis “SUCRE” (PTPN VII, 1998).

Anatomi tanaman tebu terdiri dari tiga bagian pokok, yaitu batang

(stem/stalks), akar (roots), dan daun (leaves). Tebu merupakan tanaman berbiji

tunggal yang diameter batangnya selama pertumbuhan hampir tidak bertambah

besar. Tinggi tanaman tebu bila tumbuh dengan baik dapat mencapai 3 – 5 meter.

Namun bila pertumbuhannya jelek tingginya kurang dari 2 meter. Batang tebu

padat seperti batang jagung, di mana bagian luar berkulit keras dan bagian dalam

lunak dan mengandung air gula. Tanaman tebu yang masih muda belum terlihat

jelas batangnya karena masih tertutup daun. Namun bila daun tebu sudah

mengering dan luruh maka batang tebu mulai dapat dilihat. Pada batang tebu

terdapat ruas dan buku. Pada batas antar 2 ruas (internodia) terdapat kuncup/mata

(bud). Irisan batang tebu biasanya bulat panjang dan pada buku (nodia) terdapat

bekas duduknya daun. Bentuk dari ruas ada tiga, yaitu tong, silinder, dan

kumparan (klos). Duduknya ruas satu dengan yang lain ada dua, yaitu tegak dan

zigzag. Pada batang yang tumbuh normal dan panjang, maka ruas dari bawah ke

atas makin panjang hingga ke tengah, sedangkan ke arah atas makin pendek. Bila

Page 2: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

35

batang tebu akan berbunga, maka pada ujungnya terbentuk ruas-ruas kecil dan

panjang sekali. Tebal ruas bagian batang yang ada dalam tanah

(dongkelan/tunggul/stubble) makin ke atas makin besar sampai dekat permukaan

tanah, kemudian berangsur kecil. Panjang dan bobot batang tergantung

pertumbuhan. Tanaman yang melalui musim kering panjang/kurang air, dan pada

musim hujan mendapatkan cukup air, maka seringkali terdapat ruas-ruas pendek

dan di atasnya ruas-ruas panjang. Kekuatan dan kekerasan batang tergantung dari

susunan batang dari dalam, dan setiap jenis tebu berlainan. Warna batang

dipengaruhi cahaya matahari, jenis tebu, dan umur tebu. Warna dipengaruhi oleh

kombinasi sel kulit warna merah dan lapisan khlorofil berwarna hijau di

bawahnya. Batang tebu banyak dilapisi lilin yang berfungsi antara lain sebagai

penghalang serangan hama/penyakit, dan lingkaran lilin terdapat di bawah buku.

Kuncup/mata (bud) terletak berselang-seling pada batang, bentuk kuncup

bermacam-macam (bulat dan panjang). Di atas lingkaran tumbuh terdapat suatu

pita yang sempit sekali mengelilingi ruas dan acapkali berwarna lain. Di sini

batang mudah putus karena terdiri dari sel-sel yang masih memanjang dan

lembek. Jika tebu roboh, maka batang dapat berdiri lagi karena bagian bawah

lebih cepat tumbuhnya daripada bagian atas pada lingkaran tumbuh tersebut.

Sebagai tanaman yang berbiji tunggal, maka tanaman tebu berakar serabut

banyak, yang keluar dari lingkungan akar di bagian pangkal batang. Akar-akar

tersebut tidak banyak cabangnya dan hampir lurus. Pada tanah yang subur dan

gembur, akar tebu menjalar sampai 1 – 2 meter, tapi sebaliknya pada tanah yang

miskin hara atau keras dan padat strukturnya maka akar-akarnya hanya pendek,

demikian juga akar serabutnya bercabang pendek. Beberapa minggu setelah

kuncup dari stek tebu tumbuh jadi tanaman muda, maka tanaman muda tersebut

segera membentuk akarnya sendiri. Pada bagian bawah dari tunas itu yang

berdekatan dengan stek akan keluar beberapa akar panjang yang tebal berwarna

putih dan tidak bercabang. Ujung dari akar ditutup dengan tudung akar (calytra),

pada jarak beberapa millimeter dari tudung akar itu terdapat bulu-bulu halus yang

disebut bulu akar (hairwortels). Adanya bulu-bulu akar ini suatu tanda bahwa

akar masih tumbuh dengan baik. Bagian ujung yang tidak tertutup oleh bulu akar

itu adalah bagian yang tumbuh dan disebut titik tumbuh. Bila bagian tersebut

Page 3: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

36

putus, maka akar tidak dapat tumbuh lagi, akan tetapi terbentuk cabang-cabang

baru pada bagian akar yang lebih tua. Makin besar tanaman tebu, maka makin

banyak akar yang dibentuk, antara lain ada yang tumbuh pada bagian batang

akibat dibumbun/digulud. Akar baru ini umumnya juga berwarna putih dan yang

lebih tua berubah warnanya menjadi kecoklat-coklatan dan kebanyakan bercabang

banyak. Pada tanah dengan lapisan padas, mengakibatkan susunan akar banyak

menyebar ke samping, sedangkan pada air tanah yang dangkal, akar banyak yang

tumbuh menuju ke atas karena akar membutuhkan zat asam (oksigen) untuk

pernapasan. Tujuh puluh persen akar rambut tanaman tebu berada dalam bagian

atas (kedalaman 30 cm) dan 30 persen tersebar di sekitar lebih dari 30 cm dari

pusat akar.

Daun pada tanaman tebu berpangkal pada buku daun dan duduk pada

batang secara berseling. Daun terdiri dari helai daun (lamina), pelepah daun

(sheath), lidah daun (ligule), telinga daun (auricula), dan kuncup/mata (bud).

Helai daun berbentuk garis yang panjangnya 1 – 2 meter dan lebar 4 – 7 cm,

dengan tepi dan permukaannya kasap tidak licin. Pelepahnya di bagian bawah

membalut batang seluruhnya. Daun yang keluar dari kuncup mempunyai helai

yang kecil dengan pelepah yang membungkus batangnya dan setelah umur 5 – 6

bulan batang tebu itu masih dibalut seluruhnya oleh pelepah sehingga bukunya

tidak kelihatan. Daun-daun ya ng sudah tua menjadi kering dan mati. Daun yang

kering tersebut ada yang lepas dengan sendirinya dari batang sehingga batang tebu

kelihatan, ada pula jenis tebu yang daunnya tidak mudah lepas dari batangnya

setelah kering dan mati. Pada tanaman tebu yang menderita kekurangan air, maka

daun-daun tebu menggulung untuk mengurangi penguapan. Jika keadaan air

sudah baik lagi, maka daun akan terbuka lagi. Pada waktu tanaman tebu akan

berbunga, helai daun yang kecil di atas pelepah daun akan keluar. Helai daun

yang kecil ini berdiri tegak seperti bendera dan disebut daun bendera, dalam

pelepah yang panjang tersebut terdapat kuncup bunga yang akan keluar dari

pelepah sebagai malai.

Tanaman tebu cocok ditanam pada daerah yang memiliki curah hujan di

atas 200 mm per bulan selama 5 – 6 bulan, curah hujan 125 mm per bulan selama

2 bulan, dan curah hujan di bawah 75 mm per bulan selama 4 – 5 bulan.

Page 4: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

37

Kecepatan angin yang cocok adalah di bawah 10 km/jam, beda suhu minimum

tidak boleh lebih dari 6°C, pH tanah yang baik berada pada selang 5.5 – 7.0

(Mubyarto dan Daryanti, 1991). Mangelsdorf (1950) menyatakan bahwa kondisi

iklim yang ideal bagi tanaman tebu adalah cuaca panas yang panjang pada masa

pertumbuhan dengan curah hujan yang cukup, hampir kering dan sejuk tetapi

bebas embun pada masa pemasakan dan panen, serta bebas dari badai tropis.

Tanaman dalam hidupnya membutuhkan 13 unsur, yaitu C, H, O, N, S, P,

K, Ca, Mg, Fe, Bo, Cu, dan Zn. Unsur -unsur C, H, dan O terdapat di udara,

sedangkan yang lainnya berasal dari ta nah. Di antara unsur-unsur yang berasal

dari tanah, maka zat-zat yang harus ada adalah N, P, K, S, Ca, Fe, dan Mg

(Notojoewono, 1968).

Penanaman tebu dapat menyebabkan hilangnya unsur hara esensial

melalui panen, apalagi diusahakan secara terus menerus. Dengan demikian

kesuburan suatu tanah akan menurun secara terus-menerus, sehingga mencapai

suatu keadaan dimana penambahan unsur hara melalui pemupukan mutlak

diperlukan untuk memperoleh hasil tebu yang menguntungkan. Oleh karena itu

kesuburan suatu tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman,

maka penilaian kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Ada beberapa cara

dalam mempelajari status hara tanah untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1)

melihat citra tanaman di lapangan (gejala -gejala kekurangan unsur hara), (2) uji

tanaman, (3) uji biologi, dan (4) uji tanah.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman terdiri dari dua fase, yang

berbeda walaupun juga tumpang tindih (overlapping), yaitu: fase vegetatif dan

fase reproduktif (Setyati, 1979). Fase vegetatif terutama terjadi pada

perkembangan akar, daun, dan batang baru. Fase ini berhubungan dengan 3

proses penting, yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel, dan tahap pertama dari

diferensiasi sel. Dalam fase vegetatif suatu perkembangan, karbohidrat

dipergunakan dan tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat yang

dibentuknya. Sedangkan fase reproduktif terjadi pada pembentukan dan

perkembangan kuncup-kuncup bunga, bunga, buah dan biji, atau pada pembesaran

dan pendewasaan struktur penyimpanan makanan, akar-akar dan batang yang

berdaging. Fase reproduktif berhubungan dengan beberapa proses penting, yaitu

Page 5: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

38

pembuatan sel-sel yang secara relatif sedikit, pendewasaan jaringan-jaringan,

penebalan serabut-serabut, pembentukan hormon-hormon yang perlu untuk

perkembangan kuncup bunga (primordial), serta perkembangan kuncup bunga,

bunga, buah dan biji. Pada fase reproduktif dari perkembangan tanaman,

karbohidrat disimpan (ditimbun) dan tanaman tersebut menyimpan sebagian besar

karbohidrat yang dibentuknya berupa pati dan gula.

Daur kehidupan tanaman tebu dimulai dari fase perkecambahan, fase

pertumbuhana anakan, fase pemanjangan batang, fase kemasakan, dan diakhiri

dengan fase kematian. Fase perkecambahan dimulai dengan pembentukan taji

pendek dan akar ste k pada umur 1 minggu, kemudian pada minggu kedua tinggi

taji mencapai 12 cm dan akan makin banyak. Pada minggu ketiga, daun terbuka

dan tinggi tunas 20 – 25 cm. Pada minggu keempat, jumlah daun 4 helai dan

tinggi sekitar 50 cm. Pada minggu kelima, akar tunas dan anakan keluar.

Fase pertumbuhan anakan tebu (pertunasan) dimulai dari umur 5 minggu

sampai umur 3.5 bulan tergantung varietas dan lingkungan tebu. Jumlah anakan

tertinggi terjadi pada umur 3.5 bulan dan setelah itu turun atau mati 40 – 50%

akibat terjadinya persaingan sinar matahari, air, dan sebagainya. Hal yang

menunjang pertunasan tebu antara lain air, oksigen, sinar matahari, unsur hara

utama yaitu N dan P, serta suhu tanah.

Fase pemanjangan batang terjadi pada umur 3 – 9 bulan. Kecepatan

pembentukan ruas adalah 3 – 4 ruas/bulan. Makin tua tanaman tebu, makin

lambat pemanjangannya. Hal yang mempengaruhi pemanjangan batang antara

lain adalah kadar air tanah, sinar matahari, dan kadar N dalam daun.

Fase kemasakan merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan

vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam

batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal dan setelah itu rendemennya

berangsur -angsur menurun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahap

penimbunan rendemen gula. Fase pemasakan pada tanaman keprasan (ratoon)

terjadi lebih awal disbanding tanaman baru (plant cane/PC). Fase ini dipengaruhi

oleh varietas, cara budidaya (terutama pupuk N dan P), serta kondisi lingkungan

seperti suhu, cahaya matahari, dan air.

Page 6: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

39

Komposisi vegetatif tanaman tebu menunjukkan bagian dari organ secara

terpisah/individu (batang, daun, akar) dalam berat kering total dari tanaman tebu.

Bagian tanaman tebu di atas permukaan tanah (above ground portion) terdiri atas

batang tebu (stem/stalks) yang dapat digiling (millable cane), bagian pucuk (leafy

top) termasuk bagian batang yang tidak dapat digiling (non-millable) dan daun-

daun yang menempel pada pucuk, serta daun-daun yang lain (trash) yang secara

terpisah dikategorikan sebagai bagian yang berada pada permukaan tanah (on

groun portion). Bagian tanaman tebu di bawah permukaan tanah (below ground

portion) terdiri atas dongkelan/tunggul (stubble) dan akar (roots). Di negara-

negara dimana bagian batang di bawah permukaan tanah dipanen, maka tunggul

termasuk bagian tebu yang dapat digiling (millable cane). Contoh komposisi

vegetatif tanaman tebu umur 12 bulan untuk varietas 37-1933 disajikan pada

Gambar 1.

Bagian tebu yang dapat digiling hanya merupakan sebagian dari bahan

kering total tanaman (50 sampai 60 %). Akar dan pada sebagian besar kasus

termasuk juga tunggul (stubble), ditinggalkan di lahan. Pucuk tebu juga tetap di

lahan atau digunakan sebagai makanan ternak. Daun-daun tebu sebagai seresah

(trash) juga tetap di lahan atau digunakan sebagai bahan bangunan di pabrik.

Bahan kering organ tanaman tebu berisi lebih dari 90% bahan organik, dan

ketika usaha penyuburan tanah dengan bahan organik menjadi masalah yang

serius, maka pengetahuan penggunaan kembali bahan organik dalam tanaman

tebu tersebut menjadi penting.

Kobus dan Van Houwelingen (dalam Dillewijn, 1952) melakukan

percobaan untuk mengetahui kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu

yang dibudidayakan di pulau Jawa. Hasil percobaan tersebut membuktikan bahwa

komposisi vegetatif tanaman tebu tidak seragam, tetapi dipengaruhi oleh umur,

pemupukan, varietas, dan sebagainya. Pengaruh umur adalah yang dominan

(Gambar 2). Dengan data yang sama dari percobaan tersebut digambarkan

komposisi vegetatif dalam basis persentase dari bahan kering total (Gambar 3).

Sedangkan pengaruh pemupukan terhadap komposisi vegetatif tanaman tebu

disajikan pada Tabel 1.

Page 7: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

40

Gambar 3 menunjukkan bahwa pada waktu penanaman, tanaman hanya

berupa potongan bibit (cutting). Pertumbuhan awal tanaman sebagian besar

terbatas untuk perkembangan daun dan akar yang merupakan peralatan produksi

tanaman. Pembentukan batang belum terjadi sepanjang organ asimilasi dan

absorbsi belum berkembang sampai tingkat tertentu. Tetapi ketika organ asimilasi

dan absorbsi telah berkembang, maka pembentukan batang dimulai dengan laju

yang lebih cepat dibanding organ lain.

Gambar 1 Komposisi vege tatif tanaman tebu umur 12 bulan varietas 37-1933

(Dillewijn, 1952).

STUBBLE

ROOTS

TRASH

STALKS

TOPS

di atas permukaan tanah (above ground)

pada permukaan tanah (on ground)

di bawah permukaan tanah (below ground)

9.0%

49.2%

24.6%

4.5%

12.7%

persentase dari bobot kering total tanaman

Page 8: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

41

St : stem (batang tebu) GT : green top (pucuk tebu) R : roots (akar)

Gambar 2 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu di Jawa (Dillewijn, 1952).

C : cutting (bibit tebu)

Gambar 3 Kecenderungan komposisi vegetatif tanaman tebu (Dillewijn, 1952).

Page 9: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

42

Tabel 1 Pengaruh pemupukan nitrogen terhadap komposisi vegetatif

tanaman tebu

Kadar Nitrogen (% bahan kering total) Bagian tanaman Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi

Batang 57 55 54 53 Pucuk dan seresah 32 35 35 35 Akar dan tunggul 11 10 11 12 Total 100 100 100 100

(Sumber: Dillewijn, 1952)

Proses terbentuknya rendemen gula di dalam batang tebu berjalan dari ruas

ke ruas. Ruas di bawah (lebih tua) lebih banyak tingkat kandungan gulanya

dibandingkan dengan ruas di atasnya (lebih muda), demikian seterunya sampai

ruas bagian pucuk. Oleh karena itu, tebu dikatakan sudah mencapai masak

optimal apabila kadar gula di sepanjang batang telah seragam, kecuali beberapa

ruas di bagian pucuk. Menurut Supriyadi (1992), faktor-faktor yang

mempengaruhi proses kemasakan tanaman tebu adalah:

1) Varietas

Varietas tebu pada garis besarnya dibedakan menjadi tiga, yaitu:

a) varietas genjah (masak awal), mencapai masak optimal kurang dari 12 bulan;

b) varietas sedang (masak tengahan) mencapai masak optimal pada umur

12–14 bulan; dan

c) varietas dalam (masak akhir) mencapai masak optimal pada umur lebih

dari 14 bulan.

2) Pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan

Pemupukan tebu dengan pupuk nitrogen secara berlebihan sangat merugikan

karena proses pembentukan rendemen optimal akan terlambat. Pemupukan

nitrogen yang berlebihan juga akan merangsang pertumbuhan tunas baru.

Proses pertumbuhan tunas baru ini menggunakan gula yang sudah terbentuk di

dalam batang, sehingga gula di dalam batang akan terurai kembali.

Page 10: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

43

3) Curah hujan

Curah hujan yang tinggi pada waktu tanaman tebu mencapai umur masak akan

menyebabkan pembentukan gula rendah, karena sinar matahari terhalang oleh

awan, sehingga proses fotosintesis terhambat sekaligus proses pembentukan

gula terhambat, terbentuknya rendemen rendah, dan tebu mencapai masak

optimal juga terlambat.

4) Keadaan got

Keadaan got yang dangkal dapat menyebabkan penyebaran akar tebu juga

dangkal atau pendek-pendek. Dengan demikian akar tebu tidak dirangsang

proses pemanjangannya karena mudah mencapai air tanah. Karena akar yang

pendek, maka pengambilan unsur hara dari dalam tanah tidak bisa optimal

sehingga proses pembentukan gulapun juga sedikit. Selain itu, pada waktu

musim kemarau kadang-kadang tanaman mati kekeringan sebelum rendemen optimal

tercapai.

5) Serangan hama dan penyakit

6) Daerah penanaman

Tebu yang ditanam di dataran tinggi, masa hidupnya akan lebih lama

dibandingkan dengan tebu yang ditanam di dataran rendah. Tebu yang

ditanam di dataran tinggi akan mendapat sinar matahari lebih lama daripada di

dataran rendah sehingga kemasakan optimal dicapai pada masa yang lebih

lama.

7) Masa tanam

Tebu yang ditanam pada bulan Mei – Juli akan mempunyai daya tahan yang

lebih baik daripada bulan-bulan sebelum atau sesudahnya. Karena daya tahan

yang baik, maka tanaman tebu akan bisa sampai mencapai masak optimal

pada waktunya.

8) Gulud akhir

Gulud akhir harus dilaksanakan pada tanaman yang sudah berumur 4.5 – 5

bulan. Gulud akhir ini berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar tebu

dekat permukaan tanah agar tanaman bisa banyak mengambil unsur hara dan

sekaligus untuk mencegah kerobohan tanaman. Kegiatan gulud akhir biasa

dilakukan pada sistem reynoso.

Page 11: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

44

9) Kerobohan tanaman

Tebu yang roboh terkena angin ataupun karena terlampau banyak diberi pupuk

nitrogen, akan berakibat terhambat proses kemasakannya. Kandungan gula di

dalam batang akan diuraikan kembali untuk pertumbuhan tunas baru, dan

untuk energi dalam upaya ingin berdiri kembali.

Untuk meningkatkan rendemen tebu, maka upaya-upaya yang dapat

dilakukan adalah: (1) pemakaian bibit yang bermutu, (2) masa tanam yang

optimal, (3) pengolahan tanah dan pemeliharaan yang optimal, (4) pemupukan

berimbang, (5) perlindungan tanaman terhadap hama penyakit dan gulma, (6)

pengairan yang sesuai, dan (7) penggunaan zat pengatur tumbuh. Menurut

Mangelsdorf (1953), hasil gula tersebut sangat dipengaruhi oleh interaksi antara

faktor genotip tebu, kondisi lahan, dan musim.

Pemupukan Pupuk adalah bahan untuk diberikan kepada tanaman baik langsung

maupun tidak langsung, guna mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan

produksi atau memperbaiki kualitasnya, sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman

(Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Definisi lain menyatakan pupuk adalah unsur

hara tanaman yang sangat dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan

berkembang biak (Purnama, 2002). Unsur hara tanaman terdiri dari unsur hara

makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro merupakan unsur hara yang

dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relatif banyak, sedangkan unsur hara

mikro dibutuhkan dalam jumlah relatif lebih sedikit. Unsur hara makro terdiri

dari makro primer dan makro sekunder. Unsur hara makro primer adalah

Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) yang dikenal sebagai unsur-unsur hara

utama.

Walaupun pupuk merupakan salah satu sarana penting dalam kegiatan

produksi namun penggunaannya tidak mudah karena menyangkut aspek efisiensi

dan penghematan (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998), yaitu bahwa (1) jenis pupuk

yang digunakan harus tepat sesuai kebutuhan sehingga metode diagnosis harus

baik dan unsur yang ditambahkan hanya yang kurang di dalam tanah saja; (2)

perimbangan hara perlu diperhatikan agar lebih bermanfaat; (3) dosis, cara, dan

Page 12: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

45

waktu pemupukan harus benar agar tidak rugi dan tidak merusak lingkungan

karena dosis yang berlebihan atau salah caranya; (4) harga pupuk makin mahal

karena biaya energi dan bahan baku makin tinggi sementara ketersediaan bahan

baku di dunia makin menipis.

Pemupukan adalah pemberian pupuk kepada tanaman ataupun kepada

tanah dan substrat lainnya (Finck, 1982 dalam Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).

Pemupukan merupakan suatu tindakan yang dilaksanakan sebagai usaha untuk

menambah ketersediaan hara dalam tanah dan untuk meningkatkan kesuburan

tanah. Kesuburan tanah ialah kemampuan tanah untuk dapat menyediakan unsur

hara dalam jumlah berimbang untuk pertumbuhan dan produks i tanaman (DIKTI,

1991). Munir (1996) menyatakan bahwa pemupukan lebih ditujukan untuk

menambah jumlah dan tingkat ketersediaan unsur hara di dalam tanah (baik unsur

hara makro maupun unsur hara mikro). Sedangkan Syamsulbahri (1996)

menyatakan bahwa pada dasarnya pemupukan bertujuan untuk menjaga dan

memulihkan kesuburan tanah yang hilang akibat aktivitas penyerapan oleh akar

tanaman dan hanyut karena erosi atau pencucian.

Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998), pemupukan di negara

berkembang seperti Indonesia mempunyai kelemahan-kelemahan umum yang

menyebabkan produksi rendah, yaitu (1) pemupukan bersifat tradisional, tanpa

identifikasi masalah hara secara baik; (2) sebagian besar tidak memupuk lengkap

dengan N, P, K; (3) kalaupun memupuk dengan N, P, K, tetapi kecukupan unsur

lain tidak diperhatikan, pemupukan sering berat sebelah; (4) tidak memupuk

dengan unsur-unsur hara yang lain seperti Ca, Mg, dan unsur mikro, karena tidak

melakukan diagnosis sebelumnya; (5) salah menduga kebutuhan pupuk dan

kurang memperhatikan cara dan waktu pemupukan; (6) kesulitan dalam

memperoleh pupuk; (7) tidak mampu menyediakan jumlah dan jenis pupuk yang

dianjurkan karena harga yang mahal; (8) mengabaikan sifat tanah lainnya seperti

reaksi tanah, struktur tanah, dan lain-lain; ( 9) kurang memperhatikan faktor iklim;

(10) tidak mampu melakukan proteksi tanaman dengan baik.

Secara umum sasaran pemupukan mencakup tanah dan tanaman tebu

(Usman, 1997). Sasaran pemupukan pada tanah antara lain macam unsur hara

dan kondisi lingkungan tumbuh yang mempengaruhi daya guna pemupukan.

Page 13: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

46

Sedang sasaran pemupukan pada tanaman adalah mutu bahan tanaman dan hasil

produksi yang diprogramkan.

Perolehan berat tebu sangat berkaitan dengan potensi lahan. Potensi lahan

seringkali beragam, baik dari tahun ke tahun maupun antara lokasi/kebun, karena

dipengaruhi oleh hasil interaksi antara faktor agroklimat lingkungan dengan jenis

tanahnya. Pengaruh potensi lahan terhadap perbedaan tanggap hasil tebu melalui

cara pemupukan disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengaruh potensi lahan terhadap hasil tebu dengan cara pemupukan (Usman, 1997).

Dalam Gambar 4, pada kurva A ditampilkan keadaan yang berlawanan

yaitu potens i hasil lahan sudah mencapai batas, meskipun sudah dilakukan

penambahan pupuk hingga 2 satuan, namun mengakibatkan hasil tebu menjadi

menurun. Keadaan semacam ini pada era kemajuan teknologi dapat diatasi

melalui sistem manajemen perkebunan dan pengembangan varietas tebu baru

yang lebih berpotensi. Sementara itu, pada kurva B, C, dan D ditampilkan hasil

interaksi antara sifat tanah dan agroklimat yang sudah mengalami perbaikan

sehingga memperbesar keuntungan. Dengan menambah satuan pupuk secara

optimal maka keuntungan maksimal dapat tercapai.

Tanaman tebu banyak mengabsorbsi hara makro dan kehilangan unsur

hara cukup besar akibat pemanenan tebu. Menurut Saryadi (1970 dalam Sudiatso,

1983), sekali pemanenan tebu rata -rata mengambil dari dalam tiap hektar tanah

100 kg N, 100 kg PO4, dan 350 kg K.

Page 14: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

47

Biasanya cara yang paling sederhana dan paling nyata untuk meningkatkan

hasil tanaman dalam suatu wilayah pada suatu penelitian pertanian adalah dengan

mengidentifikasi kekurangan hara tanah dan kemudian menentukan aplikasi

pupuk yang sesuai (Colwell, 1994).

Penanaman tanaman pertanian dapat menyebabkan hilangnya unsur hara

esensial melalui panen, apalagi diusahakan terus-menerus (DIKTI, 1991).

Dengan demikian kesuburan tanah akan menurun secara terus -menerus, sehingga

mencapai suatu keadaan yang mana penambahan unsur hara melalui pemupukan

mutlak diperlukan untuk memperoleh hasil pertanian yang menguntungkan. Oleh

karena itu kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman,

maka penilaian kesuburan tanah mutlak diperlukan.

Pemberian berbagai pupuk ke dalam tanah didasarkan pada kesuburan

tanah. Beberapa cara yang telah dikenal dalam mempelajari status hara tanah

untuk menilai kesuburan tanah, yaitu: (1) melihat gejala-gejala kekurangan unsur

hara; (2) analisa tanaman; (3) uji biologi yang mana pertumbuhan dari tanaman

atau mikroorganisme lain yang lebih tinggi digunakan sebagai ukuran kesuburan

tanah; dan (4) uji kimia tanah (Tisdale et al. , 1990).

Citra tanaman yang abnormal yang ditunjukkan oleh tanaman di lapangan,

kemungkinan disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa faktor yang

menunjang pertumbuhan tanaman. Kelainan pertumbuhan ini juga dapat

disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa unsur hara yang terdapat dalam

tanah. Tetapi dapat juga oleh akibat terdapatnya satu atau beberapa unsur lain

yang berlebihan (keracunan) ataupun disebabkan hal-hal lain.

Gejala-gejala kahat atau defisiensi unsur hara yang dapat dilihat adalah

berupa: (1) terhambatnya pertumbuhan tanaman, namun hal ini tidak spesifik

karena terhambatnya pertumbuhan tanaman juga dapat disebabkan oleh hal-hal

lain; (2) kelainan pada warna yang biasanya tampak pada daun; (3) nekrosis atau

matinya jaringan, misalnya keringnya pinggiran daun pada tanaman kedele akibat

kekurangan kalium; dan (4) bentuk yang abnormal dari bagian-bagian tanaman

(DIKTI, 1991).

Identifikasi status hara tanah mengalami banyak kesulitan jika hanya

ditinjau dari kekurangan hara. Setiap gejala yang timbul ada hubungannya

Page 15: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

48

dengan fungsi dari setiap unsur tersebut dalam tanaman. Kadang-kadang gejala

yang sama dapat ditimbulkan oleh kekurangan unsur yang berbeda, karena unsur

tersebut mempunyai fungsi yang sama dalam tanaman. Ataupun gejala yang

tampak merupakan resultante yang timbul kemudian. Misalnya ke kurangan

nitrogen hampir sama dengan gejala kekurangan magnesium, karena kedua unsur

tersebut mempunyai fungsi dalam pembentukan khlorofil pada daun tanaman.

Kesulitan lain dalam identifikasi status hara tanah juga sering timbul,

antara gejala kekurangan hara dengan akibat lain, misalnya akibat serangan hama

atau penyakit. Sebagai contoh yaitu gejala defisiensi boron hampir sama dengan

gejala serangan hama penghisap daun yang terdapat pada tanaman alfafa.

Selanjutnya sering terjadi bahwa produksi tanaman rendah sekali,

sedangkan gejala kahat (kekurangan) suatu unsur hara tidak terjadi atau muncul.

Ini berarti bahwa kadar unsur hara yang dibutuhkan tanaman berada di atas

tingkat defisiensi tetapi masih di bawah kebutuhan tanaman untuk berproduksi

tinggi. Peristiwa ini dikenal sebagai kelaparan yang tersembunyi atau hidden

hunger (Tisdale et al., 1990).

Analisa atau uji tanaman didasarkan pada asumsi bahwa jumlah unsur hara

yang terdapat di dalam tanaman mempunyai hubungan dengan keadaan hara yang

terdapat dalam tanah (Tisdale et al., 1990). Dari hasil uji tanaman akan didapat

kadar dari unsur hara tertentu di dalam tanaman, yang mana ini dipakai sebagai

dasar untuk menilai kesuburan suatu tanah. Kadar tersebut kemungkinan berada

pada suatu titik yang kritis sehingga diperlukan tambahan unsur tersebut melalui

pemupukan. Tetapi terjadi juga kesulitan lain yaitu adanya suatu unsur dalam

tanaman yang dapat menyebabkan unsur lain menjadi kritis, misalnya unsur boron

menjadi kritis dalam tanaman bila terdapat ba nyak unsur kalium. Dengan

demikian uji tanaman akan berkurang nilainya atau kurang meyakinkan untuk

menilai kesuburan tanah. Walaupun demikian uji tanaman terutama uji daun

banyak membantu dalam merekomendasikan pemupukan untuk tanaman

pepohonan yang berakar dalam. Akar dari tanaman ini akan menyebar ke seluruh

bagian tanah sampai ke bagian yang lebih dalam dari lapisan olah. Selanjutnya

akar tanaman mengabsorpsi hara -hara yang terdapat pada bagian yang lebih dalam

Page 16: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

49

dari tanah dan hara tersebut akan didistribusikan ke seluruh bagian tanaman,

termasuk daun.

Analisa jaringan tanaman dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya

unsur hara yang diperlukan dan dapat diambil oleh tanaman. Whitney, Cope, dan

Welch dalam Engelstad (1997) menyatakan bahwa interpretasi analisa tanaman

ditempuh dengan membandingkan konsentrasi hara dalam sampel tanaman

dengan konsentrasi hara standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Konsentrasi

hara daun standar menurut Barnes (1964) disajikan pada Tabel 2. Jika hara

berada dalam kondisi berlebih, maka penambahan unsur hara dalam bentuk

pemupukan dapat kurang atau mungkin tidak perlu ditambah.

Tabel 2 Kandungan hara daun standar

Kandungan hara daun (%) Kategori

N P2O5 K2O

Berlebih > 1.85 > 0.55 > 1.75 Optimum 1.66 – 1.85 0.45 – 0.55 1.26 – 1.75 Kurang 1.45 – 1.66 0.35 – 0.45 0.75 – 1.26

(Sumber: Barnes, 1964) Menurut Jones et al. (1991), waktu yang baik untuk pengambilan sampel

daun adalah pada umur tanaman 3 – 5 bulan. Daun yang dianalisa adalah daun ke

tiga dari pucuk sebanyak 15 lembar. Kandungan hara daun standar menurut Jones

et al. (1991) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan hara daun standar

Kandungan hara daun (%) Kategori

N P K Rendah 1.60 – 1.90 0.15 – 0.17 0.90 – 1.00 Cukup 2.00 – 2.60 0.18 – 0.30 1.10 – 1.80 Tinggi > 2.60 > 0.30 > 1.80

(Sumber: Jones et al. , 1991)

Sementara itu menurut Samuels (1955, dalam Muhali 1979) dikemukakan

bahwa umur tebu yang baik untuk mendapatkan korelasi terbaik antara kadar hara

di daun dan produksi tebu per hektar adalah umur tiga bulan, bila keadaan kebun

tidak mengalami kekurangan air. Nilai hara daun standar menurut Samuels

(1955, dalam Muhali 1979), disajikan pada Tabel 4.

Page 17: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

50

Tabel 4 Kandungan hara daun standar

Kandungan hara daun (%) Kategori

N P K Sangat rendah < 1.00 < 1.00 < 1.00 Rendah 1.00 – 1.40 0.10 – 0.15 1.00 – 1.50 Cukup rendah 1.40 – 1.50 0.15 – 0.18 1.50 – 1.65 Cukup 1.50 – 2.00 0.18 – 0.25 1.65 – 2.00 Tinggi 2.00 – 2.50 0.25 – 0.30 2.00 – 3.00 Sangat tinggi > 2.50 > 0.30 > 3.00

(Sumber: Samuels, 1955, dalam Muhali 1979)

Contoh daun yang diambil adalah daun-daun nomor 4, 5, dan 6 dihitung

dari daun yang belum membuka pertama sebagai daun nomor 1. Umumnya dalam

analisa daun dipakai daun yang membuka sepenuhnya yang ke tiga yang dihitung

dari daun yang tidak menggulung tertinggi sebagai daun nomor 1.

Kalau sampel daun tebu diambil pada umur lebih dari pada tiga bulan,

maka harus dipakai faktor koreksi (dalam persen) yang ditambahkan pada hasil

analisa daunnya agar didapatkan nilai untuk umur tiga bulan. Makin jauh waktu

pengambilan sampel daun dari umur tiga bulan maka makin besar nilai faktor

koreksinya (Tabel 5).

Tabel 5 Faktor koreksi hasil analisa daun dari dasar analisa daun

pada umur 3 bulan

Faktor koreksi yang ditambahkan untuk hasil analisa daun pada umur sampel daun tebu (%)

Tanpa irigasi Irigasi Unsur hara

Jenis tanaman

4 bulan

5 bulan

6 bulan

4 bulan

5 bulan

6 bulan

Plant cane 0.15 0.30 0.45 0.08 0.15 0.23 N

Ratoon 0.28 0.56 0.74 0.11 0.22 0.33 Plant cane P

Ratoon 0.015 0.015 0.015 0 0.008 0.016

Plant cane K

Ratoon 0.24 0.24 0.24 0.12 0.24 0.36

(Sumber: Samuels. 1959, dalam De Geus, 1973)

Page 18: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

51

Uji biologi meliputi: (1) percobaan lapangan, (2) percobaan green house

atau rumah kaca, dan (3) percobaan mikrobiologi (DIKTI, 1991). Percobaan

lapangan mempunyai kelemahan yaitu percobaan selalu dipengaruhi oleh iklim,

sehingga ada kemungkinan terdapatnya hasil yang selalu berbeda -beda pada setiap

kali diulang. Selain itu percobaan lapangan meminta pembiayaan yang lebih

besar, waktu yang lebih lama, dan tenaga yang lebih banyak. Sementara itu

percobaan rumah kaca mempunyai kelebihan lebih cepat mengetahui status hara

yang terdapat di dalam tanah, mudah pengulangan, dan relatif murah. Namun

demikian percobaan rumah kaca mempunyai kelemahan yaitu bahwa keadaan

lingkungan yang terkendali dalam rumah kaca dapat mengakibatkan pertumbuhan

tanaman indikator lebih baik. Sedangkan percobaan mikrobiologi jauh lebih

sederhana, relatif lebih cepat, hanya memerlukan sedikit tempat, dan biayanya

relatif murah.

Penilaian kesuburan tanah melalui uji tanah merupakan satu cara yang

relatif lebih akurat dan cepat. Uji tanah mempunyai banyak kelebihan antara lain

adalah: (1) lebih mudah diulang, (2) biayanya relatif lebih murah, (3) ruangan

yang dipakai dapat sempit, dan (4) jangkauannya lebih jauh dari pada metode

yang lain. Sedangkan kelemahan uji tanah adalah: (1) metode -metode yang tidak

dapat dipakai untuk semua jenis tanah, (2) pengambilan contoh tanah untuk

analisa harus benar -benar tepat dan akurat mewakili daerah yang sebenarnya.

Dengan demikian diperlukan fasilitas laboratorium yang memungkinkan

pelaksanaan analisa tanah (DIKTI, 1991).

Uji tanah berdasarkan konsep bahwa tanaman akan respon terhadap

pemupukan bila kadar hara kurang atau jumlah yang tersedia tidak cukup untuk

pertumbuhan tanaman yang normal. Uji tanah mempunyai tujuan: (1) memelihara

(menjaga) status kesuburan dari suatu lahan tertentu; (2) meramalkan

kemungkinan-kemungkinan ada nya respon yang menguntungkan dari pemupukan

dan pengapuran; (3) mendapatkan rekomendasi pemupukan dan pengapuran; dan

(4) mengevaluasi status serta tingkat kesuburan sesuatu daerah untuk tujuan riset,

pendidikan, dan pengembangan wilayah (Tisdale et al., 1990). Setyamidjaja

(1986) menyatakan bahwa analisa tanah bertujuan untuk mengetahui jenis dan

jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah bagi tanaman. Secara singkat

Page 19: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

52

hasil dari uji tanah adalah dapat menentukan keadaan atau status hara tanaman

yang terdapat dalam tanah, sehingga secara sederhana dapat disimpulkan

kebutuhan hara tanaman yang dapat ditambahkan melalui pemupukan. Namun

demikian harus pula diperhatikan mengenai kebutuhan hara yang tidak sama

untuk setiap jenis tanaman, umur tanaman, dan keadaan iklim yang berbeda.

Hambatan yang cukup serius dalam uji tanah adalah diperlukannya orang yang

benar-benar ahli dan berpengalaman serta terlatih secara teknis yang menguasai

prinsip-prinsip ilmiah dalam mengidentifikasikan hasil analisa.

Untuk menentukan dosis pupuk berdasarkan hasil analisa tanah maka

dapat digunakan nomograf tanah (Gambar 5).

Gambar 5 Nomograf tanah untuk penentuan dosis pupuk (Pawirosemadi, 1980).

Nitrogen merupakan hara esensial sekaligus hara pembatas utama pada

sebagian besar tanah pertanian yang ditanami tanaman bukan legum. Tanaman

adalah konsumen utama N, mengasimilasi 30-70% dari pupuk N yang diberikan

(Boswell, Meisinger, dan Ned dalam Engelstad, 1997). Tujuan utama pemberian

Page 20: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

53

pupuk N adalah untuk meningkatkan hasil bahan kering. Fungsi pupuk N adalah

meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein dalam tubuh

tanaman, meningkatkan kualitas tanaman yang menghasilkan daun, dan

meningkatkan berkembangbiaknya mikro organisme. Pasokan N yang cukup

adalah penting untuk hasil optimum dan berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif

yang lebat dan warna hijau yang gelap.

Menurut Indarto (1996), peran N dalam menentukan produksi gula sangat

unik, karena di satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan sehingga akan

meningkatkan produksi tebu, tetapi di sisi lain bila tanaman banyak mengandung

N pada fase pemasakan akan menurunkan rendemen. Humbert (1968)

menyatakan bahwa tanaman tebu yang kekurangan N akan mempunyai gejala

daun berwarna kuning, daun cepat mati atau mengering, pertumbuhan anakan

sedikit, batang kecil dan ruasnya pendek, pertumbuhan akarnya jelek, dan

tanaman tebu cepat menua.

Pupuk nitrogen diaplikasikan pada awal penanaman dan pada saat tanaman

berumur 1.5 – 2 bulan, tetapi tidak melebihi 6 bulan. Hal tersebut dimaksudkan

untuk menjamin pasokan N tersedia selama masa pertumbuhan, tetapi tidak

menghambat fase pemasakan. Kuntohartono (1980 dalam Indarto, 1996)

menyatakan bahwa pertumbuhan tebu dibagi menjadi empat fase yaitu fase

perkecambahan, fase pembentukan anakan, fase pertambahan tinggi batang, dan

fase pemasakan. Dari keempat fase tersebut, hanya fase pemasakan yang tidak

memerlukan N.

Menurut Indarto (1996), pemberian N harus tepat, diantaranya adalah

ketepatan dalam hal bentuk pupuk dan waktu pemupukan. Untuk tanaman tebu,

pemberian pupuk N harus disesuaikan dengan tahap pertumbuhan agar N dapat

diserap oleh tanaman, dan atau tidak tersedia karena tidak diperlukan lagi.

Meisinger dan Ned dalam Engelstad (1997) menyatakan bahwa kebanyakan

tanaman membutuhkan pasokan N yang berkesinambungan pada seluruh musim

pertumbuhan dan keperluan ini akan bervariasi dengan tahap kematangan

tanaman.

Pemupukan Urea tahap pertama ditujukan untuk memacu pertumbuhan

tunas muda dan pertumbuhan anakan. Jumlah anakan yang terbentuk akan

Page 21: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

54

mempengaruhi jumlah batang yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi

tebu (Indarto, 1996). Pemberian pupuk dasar harus diperhatikan karena stek tebu

yang baru ditanam belum mampu menyerap unsur hara dari pupuk yang

diberikan. Oozer (1993) menyatakan bahwa terbentuknya akar stek yang dapat

menyerap unsur hara baru terjadi pada umur 15 hari setelah tanam.

Selain dengan analisa laboratorium, kandungan hara Nitrogen pada daun

dapat diketahui dari pengukuran jumlah khlorofil dengan instrumen SPAD

Chlorophyll Meter (Anonim, 2002). Hasil penelitian sudah menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara hasil pengukuran instrumen tersebut dengan

kandungan N daun. Cara kerja instrumen tersebut adalah dengan menjepitkan

pada daun. Contoh model instrumen tersebut disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 SPAD Chlorophyill Meter (Anonim, 2002).

Fosfat menyusun 0.1–0.4% bobot kering tanaman. Tanaman menyerap P

selama keseluruhan siklus pertumbuhannya. Fungsi pupuk P adalah mempercepat

pertumbuhan akar, mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman dewasa

pada umumnya, memperkuat tubuh, dan tanaman agar tidak roboh. Penyerapan P

oleh tanaman tergantung pada ketersediaan P yang dipengaruhi oleh faktor tanah.

Di dalam larutan tanah, P tersedia bagi tanaman dalam jumlah kurang dari satu

ppm, sedangkan ketersediaan yang diharapkan lebih dari 40 ppm. Fosfat diserap

oleh tanaman hanya sekitar 10% karena pada tanah asam, sebagian besar pupuk P

difiksasi oleh Fe dan Al.

Page 22: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

55

Efisiensi pemupukan P dari pupuk buatan sangat rendah. P yang terlarut

akan segera dijerap menjadi Fe-P dan Al-P. Cara yang dapat digunakan untuk

menekan kejenuhan Al yang tinggi adalah dengan menggunakan pupuk P dosis

tinggi. Penerapan pemupukan dengan dosis tinggi bertujuan untuk penjenuhan

penyematan P dalam tanah dan pemenuhan kebutuhan hara P pada tanaman tebu

(Djojonegoro et al., 1992).

Pupuk P diaplikasikan pada saat penanaman bersamaan dengan pupuk N.

Menurut Soeminto (1996), pemberian pupuk P pada saat tanam sangat diperlukan,

terutama pada tanah yang kahat P. Pemberian pupuk P yang terlambat akan

berakibat tanaman tumbuh kerdil, anakan berkurang, masa pembungaan terlambat,

dan kondisi perakaran yang buruk. Fungsi fisiologis akar untuk menyerap nutrisi

menjadi berkurang.

Cara penempatan pupuk P sangat berpengaruh terhadap efisiensi

penyerapan oleh tanaman. Soeminto (1996) menyatakan bahwa penempatan

pupuk N dan P bersama-sama pada kedalaman beberapa centimeter di bawah

permukaan tanah akan lebih efektif untuk meningkatkan penyerapan P oleh

tanaman daripada cara penempatan terpisah atau diaduk dengan lapisan olah.

Kalium menyusun 0.5–4.0% bobot kering tanaman, sedangkan tanah

mengandung 0.5–2.5% K dalam lapisan 15 cm teratas. Fungsi pupuk K adalah

mempercepat sintesis (pembentukan) zat karbohidrat dalam tanaman dan

mempertinggi daya tahan terhadap hama penyakit. Jumlah K yang harus

ditambahkan untuk mempertahankan tanah pada tingkat tertentu akan tergantung

pada tingkat awal dan derajat penyematan K oleh tanah. Jumlah pupuk K yang

diperlukan oleh tanaman tertentu tergantung pada kebutuhan tanaman, jumlah K

yang terdapat dalam tanah, dan efisiensi penggunaan K oleh tanah dan tanaman.

Tanaman-tanaman yang mengangkut K dalam jumlah besar menurunkan tingkat

K tersedia dalam tanah dan meningkatkan kebutuhan akan K.

Pupuk K diaplikasikan pada saat pemupukan kedua (tanaman berumur 1.5

– 2 bulan), sehingga K yang dapat diserap oleh tanaman cukup banyak. Menurut

Barber, Robert, dan Dancy dalam Engelstad (1997), jika K diberikan dalam baris

pada saat penanaman, maka K yang ditambahkan bersentuhan dengan perakaran

yang terlalu sedikit sehingga serapan K tidak tinggi.

Page 23: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

56

Peningkatan pemberian sesuatu unsur hara kepada tanaman tidak selalu

diikuti dengan peningkatan kandungan unsur hara tersebut di dalam daun dan

peningkatan hasilnya.

Pemberian hara N yang tinggi perlu diikuti pemberian P2O5 yang tinggi

pula dan sebaliknya. Jika hal tersebut tidak dilakukan maka hasil akan menurun

dalam hal ini tampak adanya kemungkinan antagonisme.

Walaupun tidak nyata, ada kecenderungan interaksi antara unsur hara P2O5

dan K2O dapat memperbaiki rendemen. Di sini ada suatu kemungkinan

sinergisme antara hara P2O5 dan K2O.

Kandungan hara N daun yang rendah selalu diikuti dengan hara K2O daun

yang tinggi. Tetapi dalam keadaan kandungan hara N daun yang tinggi

melampaui jenjang normalnya, maka peningkatan kandungan hara N daun diikuti

dengan meningkatnya kandungan K2O. Di sini tampak adanya kemungkinan

reaksi katalisis.

Hubungan dan interaksi antara hara N, P2O5 ,dan K2O dalam daun

disajikan pada Gambar 7.

N

P K

Gambar 7 Hubungan dan interaksi antara hara N, P2O5 ,dan K2O dalam daun (Pawirosemadi, 1980).

Keterangan Gambar 7 :

suatu kemungkinan reaksi katalisis suatu kemungkinan antagonisme suatu kemungkinan sinergisme

Efisiensi pemupukan merupakan persentase jumlah pupuk ditambahkan

yang secara nyata digunakan oleh tanaman (Miller et al., 1990). Definisi lain

menyatakan bahwa efisiensi penggunaan pupuk merupakan perbandingan antara

jumlah hara yang diserap dan jumlah hara yang ditambahkan (Leiwakabessy dan

Page 24: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

57

Sutandi, 1998). Definisi ini hanya memperhitungkan efisiensi hara yang berasal

dari pupuk masuk ke tanaman yang mana lainnya tercuci, menguap, atau terfiksasi

oleh tanah tanpa melihat respon tanaman terhadap pemupukan. Definisi lain dari

efisiensi penggunaan pupuk adalah sejauh mana tanaman dapat memanfaatkan

unsur hara yang telah diserap untuk berproduksi lebih tinggi tanpa menambah

hara yang diperlukan. Definisi ini lebih mementingkan respon tanaman terhadap

pemupukan.

Pada umumnya penggunaan pupuk, efisiensi yang diharapkan adalah

mendekati 30-70% dari N yang ditambahkan, 5-30% dari P yang ditambahkan,

dan 50-80% dari K yang ditambahkan. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi

(1998), usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi

penggunaan pupuk adalah

1 Uji tanah

Dosis optimum yang menghasilkan keuntungan maksimum adalah dosis

yang terbaik sebagai hasil dari uji tanah yang baik. Akan tetapi hasil uji

tanah seringkali sulit untuk menetapkan dosis N yang optimum.

Ketersediaan N dalam tanah (dalam bentuk NH4 atau NH3) seringkali

berubah setiap waktu karena keseimbangan N dalam tanah ditentukan

oleh N-organik. Perubahan N-organik dalam tanah sejalan dengan

pengelolaan bahan organik.

2 Pengapuran

Pengapuran dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.

Perbaikan sifat-sifat tersebut akan memperbaiki pertumbuhan tanaman,

sehingga pupuk yang diberikan (untuk mengoreksi suplai hara yang

berasal dari tanah setelah pengapuran) akan digunakan secara efisien.

Sifat kimia yang diperbaiki adalah meningkatnya pH tanah, meningkatnya

kebanyakan ketersediaan hara esensial, menurunnya aktivitas Al, Fe, dan

Mn yang bersifat racun bila berlebihan. Oleh karena itu perkembangan

akar tanaman menjadi optimum. Selain itu pengapuran mendorong

pertumbuhan bakteri penambat N. Kalsium dari kapur akan memperbaiki

struktur tanah yang sifat fisiknya buruk, melalui flokulasi dan granulasi

koloid tanah. Dengan perbaikan tersebut, maka penetrasi akar tidak

Page 25: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

58

terhambat dan aerasi ta nah lebih baik, sehingga perkembangan akar tidak

terbatas.

3 Penempatan pupuk

Kondisi tanah menentukan cara penempatan pupuk yang lebih efisien.

Cara sebar mengarah ke penggunaan dosis yang lebih tinggi dan lebih

sesuai untuk tanaman berbiji kecil. Alasan penting yang berkaitan dengan

penempatan pupuk, yaitu:

a Efisiensi penggunaan hara oleh tanaman dari saat berkecambah

sampai dewasa. Awal tumbuh yang cepat dan kontinyuitas

ketersediaan hara merupakan hal yang esensial untuk mendapatkan

keuntungan maksimum. Penempatan pupuk tidak saja agar pupuk

dapat diambil tanaman, tapi juga agar intersepsi akar mengarah ke

lapisan yang lebih dalam di mana kelembaban lebih baik sepanjang

musim.

b Mencegah kerusakan (salt injury) pada saat perkecambahan. Hara N,

P, dan K yang mudah larut akan membahayakan kecambah. Untuk itu

penempatan pupuk perlu ada jarak dengan biji, terutama bagi tanaman

berbiji kecil yang peka terhadap kadar garam tinggi. Pupuk dapat

berdekatan dengan biji asalkan dosis yang digunakan rendah.

c Kemudahan pemberian. Metode penempatan pupuk hendaknya

disesuaikan dengan ketersediaan tenaga kerja, biaya, dan waktu.

4 Waktu pemupukan

Dalam pemupukan N, waktu pemberian pupuk merupakan hal yang

penting. Walaupun pupuk N dapat diberikan sebelum tanam, setelah

tanam dengan side dressed atau top dressed untuk tanaman berbiji kecil,

namun pemberian ini tidak selalu efektif karena N dalam tanah mudah

berubah yang mana dalam bentuk N-NO3 bersifat mobil. Pemberian N

yang paling efektif adalah pada saat tanaman tumbuh paling cepat dan

pada saat tanaman memerlukan N paling banyak.

5 Penggunaan legum

Tanaman legum dapat bersimbiose dengan bakteri penambat N bebas dari

udara. Dengan demikian penanaman legum atau rotasi antara legum dan

Page 26: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

59

non legum akan mengurangi penggunaan pupuk N. Pembenaman limbah

tanaman legum setelah panen, selain penambahan bahan organik ke dalam

tanah juga akan menambah sejumlah nitrogen yang dibutuhkan oleh

tanaman yang ditanam berikutnya.

6 Penggunaan pupuk kandang

Pupuk kandang berfungsi sebagai bahan ameliorasi yang dapat

memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pemupukan N dapat

dihemat dengan penggunaan pupuk kandang dan limbah tanaman legum.

7 Seleksi varietas

Seleksi varietas diperlukan untuk mendapatkan tanaman yang dapat

beradaptasi paling baik pada tanah-tanah tertentu, sehingga tanaman

tersebut mempunyai potensi produksi maksimum dalam lingkungannya.

Dengan demikian respon tanaman terhadap pemupukan akan tinggi yang

mana pemakaian setiap satuan pupuk dapat digunakan untuk berproduksi

secara maksimum.

8 Pengendalian hama, penyakit, dan gulma

Hama ataupun penyakit tanaman akan merusak bagian tanaman atau

menghambat pertumbuhan tanaman sehingga produksi menurun. Oleh

karena itu pemilihan insektisida, fungsida, atau pestisida lainnya secara

tepat sangat penting dalam peningkatan efisiensi berproduksi. Sedangkan

gulma akan menyaingi tanaman pokok dalam penggunaan air, cahaya,

ataupun hara, sehingga tanaman tidak dapat memanfaatkan faktor produksi

secara optimal.

9 Penentuan dan pengaturan waktu dan pola tanam (pergiliran tanaman)

Pola tanam yang tepat memungkinkan pemanfaatan unsur iklim dan

kelembaban tanah yang paling baik untuk pertumbuhan tanaman.

10 Pengaruh carry over

Residu pupuk atau kapur perlu diperhatikan karena pupuk, kapur, ataupun

bahan organik yang dibenamkan ke dalam tanah tidak habis terangkut atau

terurai pada tahun pertama pemberian. Kalau hal ini diperhitungkan

berarti jumlah pupuk yang diperlukan dari tahun ke tahun atau musim ke

musim menjadi berkurang.

Page 27: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

60

11 Rotasi tanaman

Rotasi tanaman dapat menghemat penggunaan pupuk. Penggunaan pupuk

N akan berkurang setelah penanaman legume, atau dosis pupuk dapat

dikurangi setelah penanaman tanaman yang bernilai ekonomi baik dengan

dosis yang tinggi.

12 Pengairan dan pengelolaan lainnya

Pemberian air dan pengelolaan lainnya bermaksud membuat lingkungan

tumbuh tanaman lebih baik atau untuk menghilangkan faktor pembatas

tanaman agar tanaman dapat berproduksi lebih tinggi, sehingga efisiensi

penggunaan pupuk dapat meningkat seperti disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Respon tanaman gandum beririgasi dan tanpa irigasi terhadap aplikasi nitrogen (Braun dan Roy, 1983).

Precision Farming

Pada pertanian konvensional (conventional farming), seluruh bagian lahan

mendapatkan perlakuan yang seragam. Laju aplikasi yang konstan tersebut

seringkali didasarkan pada pengukuran sifat sampel tanah gabungan yang

dikumpulkan untuk merepresentasikan karakteristik rata-rata dari keseluruhan

lahan. Dengan perla kuan demikian, maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah

adanya aplikasi yang berlebihan (overapplication) dan aplikasi yang kurang

Page 28: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

61

(underapplication). Sedangkan dengan precision farming, dapat dilakukan

pengaturan masukan pertanian sesuai kebutuhan spesifik tempat tertentu pada

setiap lokasi di dalam lahan. Jadi terdapat perbedaan mendasar antara precision

farming dan conventional farming yaitu masalah keragaman (variability ).

Variability merupakan gagasan kunci dari precision farming, khususnya

penjabaran variability di dalam lahan. Variability harus dijabarkan paling tidak

dalam tiga aspek yaitu spatial variability , temporal variability , dan predictive

variability .

Precision farming merupakan istilah yang digunakan untuk menjabarkan

tujuan peningkatan efisiensi dalam pengelolaan pertanian (Blackmore, 1994).

Definisi lain precision farming adalah pengelolaan setiap masukan produksi

tanaman – pupuk, kapur, herbisida, insektisida, bibit, dan lain-lain – pada suatu

tempat tertentu untuk mengurangi pemborosan, meningkatkan keuntungan, dan

menjaga kualitas lingkungan (Kuhar, 1997). Precision farming memungkinkan

adanya peningkatan produktivitas, sementara biaya produksi menurun dan

dampak lingkungan minimal (NRC 1997, dalam Shibusawa, 2001).

Menurut Blackmore (1994), tiga aspek dalam precision farming adalah:

(1) menemukan apa yang terjadi dalam lahan, (2) memutuskan apa yang

dilakukan untuk itu, dan (3) memberi perlakukan pada area tergantung pada

keputusan yang dibuat.

Tanaman dan sifat tanah tidak hanya bervariasi terhadap jarak dan

kedalaman, tetapi juga terhadap waktu. Beberapa sifat tanah adalah sangat stabil,

berubah kecil terhadap waktu, seperti tekstur dan kandungan bahan organik tanah.

Sifat-sifat tanah yang lain, seperti kadar nitrat (NO3-) dan kandungan lengas dapat

berfluktuasi dengan cepat. Precision farming melakukan pengumpulan sampel

tanah dan tanaman untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana variasi

kondisi di lahan.

Teknologi precision farming dapat digunakan dalam semua aspek sik lus

produksi tanaman dari operasi pratanam sampai pemanenan. Teknologi tersebut

sekarang tersedia, atau akan segera ada, untuk memperbaiki pengujian tanah (soil

testing), pengolahan tanah (tillage), penanaman (planting), pemupukan

Page 29: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

62

(fertilizing), pemberantasan gulma (spraying), pemanduan tanaman (crop

scouting ), dan pemanenan (harvesting ).

Pemakaian precision farming dalam praktek memerlukan pendekatan

sistem terintegrasi yang baik yang mengkombinasikan teknologi keras (hard

technology ) dan sistem lunak (soft systems) seperti disajikan pada Gambar 9.

Pelaksanaan precision farming merupakan suatu siklus yang

berkesinambungan dari tahap perencanaan (planning season), tahap pertumbuhan

(growing season), dan tahap pemanenan (harvesting season ) seperti disajikan

pada Gambar 10.

Pada saat ini banyak produsen tanaman menerapkan site-specific crop

management (SSCM ). Pemantauan hasil secara elektronis (electronic yield

monitoring) seringkali menjadi tahap pertama dalam mengembangkan SSCM atau

program precision farming. Data hasil tanaman yang presisi dapat digabungkan

dengan data tanah dan lingkungan untuk memulai pelaksanaan pengembangan

sistem pengelolaan tanaman secara presisi (precision crop management system).

Menurut Wolf dan Wood (1997), komponen teknologi dari precision

farming adalah : (1) global positioning system (GPS), (2) yield monitoring, (3)

digital soil fertility mapping , (4) crop scouting , dan (5) variable rate application

(VRA).

Precision farming diprediksi pada geo-referencing, yaitu penandaan

koordinat geografi untuk titik-titik pada permukaan bumi. Dengan global

postioning system (GPS) dimungkinkan menandai koordinat geografi untuk

beberapa objek atau titik dalam 5 cm, walaupun keakuratan dari aplikasi pertanian

kisaran umumnya adalah 1 sampai 3 meter. GPS adalah sistem navigasi

berdasarkan satelit yang dibuat dan dioperasikan oleh Departemen Pertahanan

Amerika Serikat. GPS telah terbukti menjadi pilihan dalam postioning system

untuk precision farming. Metode untuk meningkatkan keakuratan pengukuran

posisi disebut koreksi diferensial atau DGPS (differential global postiong system).

Perangkat keras yang diperlukan adalah GPS receiver, differential correction

signal receiver, GPS antenna , differential correction antenna , dan

computer/monitor interface.

Page 30: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

63

Gambar 9 Interaksi dalam Precision Farming (Blackmore,1994) .

Economic Push

Environmental

Pull

Legislation

Geographical Information

System

Improved Control

PRECISION FARMING

Reduced Inputs

Implement Control & Monitoring

Vehicle Positioning

System

Increased Efficiency

Crop Models &

Field History

Decision Support System

Geographical Information

System

Management Information

System

Less Waste

Less Environmental

Impact

Improved Gross

Margin

Page 31: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

Gambar 10 Siklus proses dalam precision farming (Kuhar, 1997).

Harvest dan Yield Monitoring

Pemantauan hasil (yield monitoring) pada pemanenan dilakukan melalui

pengukuran produksi tanaman untuk koordinat geografi tertentu, yang selanjutnya

dapat dibuat peta hasil (yield map) seperti disajikan pada Gambar 11. Sedangkan

untuk dapat menghasilkan peta yang sesuai dengan lokasi diperlukan GPS

receiver (Gambar 12).

Gambar 11 Transfer data dalam pemantauan hasil dan sistem pemetaan (Kuhar, 1997).

Page 32: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

94

Gambar 12 Mesin pemanen pengumpul data hasil untuk pemetaan (Kuhar, 1997)

Soil Testing dan Data Analysis

Dalam praktek tradisional, pengujian tanah dan aplikasi pemupukan

diarahkan pada ukuran yang relatif besar. Dengan precision farming, lahan dibagi

dalam sel-sel jaringan (grid cells), yang mana lokasinya ditentukan dengan GPS.

Pada saat ini, ukuran sel-sel jaringan yang paling umum adalah 2,5 dan 3,3 acre

(1 acre = 0,4646 ha). Bahan sampel tanah dari setiap sel jaringan dikirim ke

laboratorium pengujian tanah, selanjutnya diubah menjadi peta digital (digital

map) yang digunakan untuk mengelola aplikasi pupuk (Kuhar, 1997).

Pengambilan sampel tanah dalam precision farming harus mendapat

perhatian yang serius agar diperoleh analisa keragaman yang memadai dan

pengambilan sampel yang efisien. Oleh karena itu diperlukan informasi spasial,

diantaranya adalah stratifikasi geografis dan pengambilan sampel spasial yang

sistematis. Metode pengambilan sampel tanah yang umum digunakan adalah

pengambilan sampel berdasarkan grid (grid sampling) dan pengambilan sampel

berdasarkan jenis tanah (soil type sampling). Pada pengambilan sampel

berdasarkan grid, lahan dibagi menjadi sel-sel berbentuk bujur sangkar atau empat

persegi panjang berukuran beberapa acre atau lebih kecil (Gambar 13).

Page 33: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

95

Gambar 13 Pengambilan sampel tanah berdasarkan grid (Kuhar, 1997).

Pada pengambilan sampel berdasarkan grid, metode yang dapat dipakai

adalah grid center method dan grid cell method. Ilustrasi grid center method

disajikan pada Gambar 14, sedangkan grid cell method disajikan pada Gambar 15.

• • • • •

• • • • •

• • • • •

• • • • •

• • • • •

Gambar 14 Pengambilan sampel tanah dengan metode grid center (Kuhar, 1997).

Pada metode grid center, sampel tanah diambil dalam ruang lingkaran

radius 10 sampai dengan 30 feet (1 feet = 0.3048 m) dan kemudian dicampur

untuk dianalisa di laboratorium.

radius 10 feet

Page 34: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

96

Gambar 15 Pengambilan sampel tanah dengan metode grid cell (Kuhar, 1997).

Pada metode grid cell, sampel tanah diambil secara acak pada beberapa

tempat dalam setiap sel kemudian dicampur untuk dianalisa di laboratorium.

Sampai saat ini, para peneliti masih mencari pola yang paling baik dalam

pengambilan sampel tanah pada setiap sel. Beberapa pola yang dapat dilakukan

dalam pengambilan sampel tanah pada setiap sel disajikan pada Gambar 16.

Gambar 16 Alternatif pola pengambilan sampel tanah pada metode grid cell (Kuhar, 1997).

Page 35: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

97

Pada pengambilan sampel tanah berdasarkan jenis tanah, sampel diambil pada

tempat-tempat dengan jenis tanah yang sama (Gambar 17).

Gambar 17 Pengambilan sampel tanah pada soil type sampling (Kuhar, 1997)

Variable Rate Application

Setelah sampel tanah diambil kemudian dianalisa di laboratorium, dan

diperoleh digital soil fertility map, maka hasil analisa dapat diaplikasikan dalam

variable rate application (VRA). VRA adalah satu-satunya pendekatan manajemen

untuk pemusatan perhatian di dalam lahan, yang memerlukan: (1) posisi yang

tepat di lahan, (2) informasi yang tepat pada lokasi, dan (3) operasi yang tepat

pada waktunya pada tempat yang membutuhkan, yang mana keragaman spasial

(spatial variability ) sebelumnya sudah dijabarkan, sehingga pengaturan masukan

pertanian untuk kebutuhan tempat tertentu pada setiap lokasi di lahan dapat

dilakukan. Peralatan (equipment) untuk melakukan variable-rate application

(VRA) disebut Variable -Rate Technology/VRT (Kuhar, 1997).

Metode dasar untuk implementasi VRA adalah:

- map-based VRA

Metode ini mengatur laju aplikasi (application rate) bahan berdasarkan

informasi dalam peta elektronis dari sifat lahan. Sistem dengan metode ini

harus mampu menentukan posisi mesin di dalam lahan dan

Page 36: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

98

menghubungkan posisi tersebut terhadap laju aplikasi yang diinginkan

dengan membaca peta. Laju aplikasi didefinisikan sebagai volume dari

bahan yang diaplikasikan per satuan luas atau berat dari bahan yang

diaplikasikan per satuan luas.

Pada kecepatan jalan kendaraan aplikator (15 mil/jam atau lebih),

penglihatan ke depan (looking ahead) pada peta untuk perubahan laju

berikutnya menjadi fungsi pengontrol. Prosedur penglihatan ke depan

diperlukan untuk menghitung waktu yang diperlukan peralatan untuk

mengatur laju aliran bahan sesudah keputusan dibuat untuk merubah laju

aplikasi.

- sensor-based VRA

Metode ini menggunakan data dari real-time sensors peta laju aplikasi

untuk mengontrol secara elektronis operasi-operasi site -specific field.

Real-time sensors beroperasi mengukur sifat tanah dan karakteristik

tanaman, selanjutnya sistem kontrol VRA secara otomatis menggunakan

data sensor untuk memadukan masukan seperti pupuk atau herbisida

sesuai kebutuhan tanah dan tanaman. Sensor harus dapat memberikan

aliran data yang berkesinambungan pada pengontrol sehingga masukan

dapat diubah-ubah mencakup luasan-luasan kecil di seluruh lahan.

Metode ini tidak memerlukan sistem pemposisian (postioning system).

Masing-masing metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk

itu pe ngguna perlu mengkombinasikan kedua metode tersebut untuk mendapatkan

manfaat ekonomis dan lingkungan yang paling baik.

Menurut Kuhar (1997), komponen utama sistem kontrol otomatis VRA adalah

- pada map based VRA

- sensors – postioning, pressure/flow, ground speed

- controllers

- actuators

- pada sensor-based VRA

- sensors – soil/plant, pressure flow, ground speed

- controllers

- actuators

Page 37: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

99

Sampai saat ini, aplikasi VRT telah banyak dikembangkan terutama untuk

pupuk dan herbisida, namun demikian operasi-operasi lahan yang lain juga dapat

menggunakan VRT, yaitu pengolahan tanah dan penyiapan lahan, penanaman,

aplikasi pupuk kandang, pemberantasan hama dan penyakit, sistem air dan irigasi,

diagnosa tanaman, dan pemanenan (Kuhar, 1997).

- Pengolahan tanah dan penyiapan lahan (tillage)

Dalam sistem pengolahan tanah konservasi, sensor bahan organik tanah

dapat digunakan untuk mengarahkan pembuatan alur atau mekanisme

pembersihan selama penanaman tanaman beralur (Kuhar, 1997). Untuk tanah

dengan kadar bahan organik tanah yang tinggi, pembersih alur akan

menbersihkan residu dari permukaan tanah di dekat alur yang ditanami. Hal

tersebut akan memungkinkan sinar matahari mempercepat pemanasan dan

pembasahan dari tanah yang cenderung tetap dingin dan basah. Untuk tanah

dengan kadar bahan organik tanah yang rendah, pembersih alur mungkin

ditingkatkan untuk mencegah gangguan residu. Residu dapat membantu

mengurangi kecenderungan kadar bahan organik tanah yang rendah menjadi

keras pada permukaan tanah karena pengeringan sesudah hujan.

Dalam sistem pengolahan tanah konvensional, sensor pemadatan tanah

dapat digunakan untuk daerah sasaran (target zones), dengan posisi dan

kedalaman, untuk perlakuan dengan mertode mekanis atau biologis.

- Pemupukan (fertilizer application)

Aplikasi VRT pada pemupukan telah banyak dikembangkan, contoh

yang tersedia secara komersial untuk sistem dengan kontrol sensor-based

adalah Soil Doctor sebagai produksi dari Crop Technology, Inc., Houston, TX,

sedangkan untuk sistem dengan kontrol map-based adalah SOILECTION

sebagai produksi dari Ag-Chem Equipment Co., Inc., Minnetonka, MN

(Kuhar, 1997). Soil Doctor dirancang untuk mengelola pupuk dan bahan

kimia pertanian secara otomatis dengan baik. Alat ini menggunakan 2 atau 3

coulter yang berhubungan dengan tanah yang berfungsi sebagai sebuah

susunan sensor tunggal (Gambar 18).

Page 38: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

100

Gambar 18 Soil Doctor dengan coulter pengindera (Kuhar, 1997).

Potensial antara coulter pada Soil Doctor menimbulkan medan listrik.

Sifat tanah antara coulter tersebut mempengaruhi karakteristik medan listrik

dan menimbulkan sinyal untuk controller sehingga menghasilkan bermacam

jumlah pupuk/bahan kimia yang dapat diaplikasikan. Untuk pupuk cair

seperti larutan N 28%, laju aplikasi diukur dengan katup solenoid. Sifat-sifat

tanah yang mempengaruhi keluaran sensor adalah jenis tanah, kandungan

bahan organik, kapasitas tukar kation, kandungan lengas tanah, dan

kandungan nitrogen nitrat (NO3-). Algoritma kontrol menggunakan masukan

sensor, petunjuk agronomis, dan sasaran hasil untuk menentukan laju aplikasi

pupuk nitrogen pada tempat tertentu secara real-time.

SOILECTION digunakan untuk aplikasi bahan kering dan cair (Kuhar, 1997).

Proses penyusunan peta digunakan untuk memilih dan mengontrol bermacam

pupuk dan herbisida selama alat melintas di lahan. Satu peta dapat digunakan

untuk mengontrol laju pupuk P, peta yang lain mengontrol pupuk K,

sementara yang lain mengontrol aplikasi kapur, dan sebagainya. Sistem

menggunakan Fertilizer Applicator Local Control Operating Network

(FALCON) yang berfungsi untuk :

- memantau arah dan kecepatan aplikator

- mengukur jarak penyebaran

- mengatur laju aplikasi

- mengatur pencampuran beragam bahan

- memantau tingkat ketersediaan bahan

- mengontrol penutupan boom kanan dan kiri

- memantau dan memberitahu operator terhadap status sistem aplikasi

Page 39: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

101

Selain kedua aplikator tersebut juga terdapat aplikasi VRT untuk pupuk

butiran pada budidaya padi, yaitu aplikator pupuk butiran model GS-MPV 8

produksi Hatsuta Industrial Company yang domodifikasi oleh Radite, Umeda,

Iida, dan Khilael dengan sistem VRA seperti pada Gambar 19.

Gambar 19 Sistem VRA pada aplikator pupuk butiran model GS-MPV 8 modifikasi (Radite et al., 2000).

- Penanaman (planting )

Lengas tanah diperlukan oleh bibit yang ditanam untuk menjamin

perkecambahan. Alat tanam yang dapat mengindera lengas tanah dan dapat

mengatur kedalaman penanaman (Gambar 20) dapat digunakan untuk

menjamin bahwa bibit ditempatkan pada tanah yang basah (Kuhar, 1997).

Gambar 20 Sensor lengas tanah pada variable -depth planter (Kuhar, 1997).

Page 40: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

102

Alat tanam juga dapat dilengkapi dengan tempat bibit yang banyak

untuk memungkinkan penanaman varietas bibit yang berbeda pada lokasi-

lokasi yang berbeda di dalam lahan. Proses tersebut dapat dengan salah satu

dari map-based atau sensor-based, tergantung pada faktor-faktor yang

menentukan seleksi varietas.

- Pemeliharaan tanaman (herbicide application)

Sensor bahan organik tanah dapat digunakan untuk VRA pada aplikasi

herbisida pratanam dengan sensor-based (Kuhar, 1997). Jumlah bahan

organik di dalam tanah mempengaruhi efektivitas beberapa herbisida. Oleh

karena itu direkomendasikan laju aplikasi herbisida yang lebih tinggi jika

terdapat bahan organik yang lebih banyak.

Sensor bahan organik dapat secara otomatis mengatur laju herbisida

berdasarkan kandungan bahan organik tanah tanpa analisis data tambahan atau

peta. Sensor ditarik atau ditekan melalui tanah dengan rig pada aplikator

herbisida. Jika keluaran sensor dipetakan, maka dapat digunakan untuk

merancang aplikasi herbisida dengan map-based VRA. Selain itu, peta

kandungan bahan organik tanah tersebut juga dapat digunakan selama

penanaman untuk bermacam laju penanaman.

- Aplikasi pupuk kandang (manure application)

Pupuk kandang adalah sumber yang kaya hara yang dapat

diperlakukan sebagai limbah atau dikelola sebagai pupuk dan sumber

perubahan tanah. Sifat dan karakteristik pupuk kandang bervariasi terhadap

jenis hewan, umur hewan, makanan, jenis kandang, metode penanganan, dan

waktu. Bahan pupuk kandang tidak konsisten dan proporsi hara seperti N, P,

dan K dalam pupuk kandang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan tanah dan

tanaman (Kuhar, 1997). Untuk waktu yang lama, pupuk kandang

diperlakukan sebagai limbah dan hara yang semestinya bermanfaat bagi

tanaman hanya menjadi polusi bagi air. Di masa yang akan datang, sensor

hara tanah, sensor hara pupuk kandang, sensor aliran, dan VRT untuk itu

dapat memberikan penge lolaan yang presisi terhadap pupuk kandang.

Page 41: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

103

- Pemberantasan hama (pesticide application)

Sensor yang berhasil mengidentifikasi gulma (hama/pengganggu)

tersedia secara komersial. Mengidentifikasi gulma yang sedang tumbuh di

tengah-tengah tanaman adalah sesuatu yang sangat sulit. Sensor yang dapat

menggunakan bentuk dan warna daun untuk mengenal gulma dari tanaman

akan membantu membawa VRA pada penanganan gulma (Kuhar, 1997).

Sistem atau sensor yang mengenal gulma dengan VRT yang membawa

bermacam pestisida, akan memungkinkan penanganan gulma dengan baik.

Jika gulma diketahui lokasinya dan teridentifikasi, maka bahan kimia yang

sesuai dapat diaplikasikan untuk itu.

- Sistem air dan irigasi (water and irrigation system)

Perkembangan berkelanjutan dari sensor pengukur lengas tanah

memungkinkan VRA untuk air melalui sistem irigasi center-pivot (Kuhar,

1997). Selain itu, bahan kimia juga dapat diaplikasikan pada tempat tertentu

berkaitan dengan air irigasi.

- Diagnosa tanaman (crop diagnosis)

Penyakit atau kekurangan hara mempengaruhi pertumbuhan tanaman

dan hasil, seringkali ditunjukkan melalui pewarnaan daun yang luar biasa atau

tidak teratur, pola kehitaman pada daun-daun tanaman. Sistem mesin visi

(machine vision systems) yang digabungkan dengan sistem informasi

diagnostik tanaman dan DGPS , akan memungkinkan pemetaan otomatis

penyakit tanaman atau kekurangan hara untuk keperluan perlakuan yang tepat

(Kuhar, 1997).

- Pemanenan (harvesting)

Aplikasi VRT untuk pemanenan lebih banyak dilakukan pada tanaman

butiran (grain crops), sedangkan untuk tanaman non-butiran (non-grain

crops) sedang atau telah dikembangkan (Kuhar, 1997).

Pada pemanenan tanaman butiran, untuk mengetahui hasil saat panen dengan

segera, maka komponen yang bekerja bersama untuk mengukur aliran yang

ada dan laju yang sedang bekerja, serta untuk menghitung, menampilkan, dan

Page 42: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

104

merekam hasil panen adalah grain flow sensor, grain moisture sensor, ground

speed sensor, header position switch , dan display console (Gambar 21).

Gambar 21 Sistem pe mantauan hasil panen tanaman butiran (Kuhar, 1997).

Crop Scouting, Data Analysis, dan VRA

Pada musim pertumbuhan tanaman dilakukan pemantauan kondisi

tanaman, seperti analisa hara daun, gulma, dan penyakit tanaman, untuk kemudian

dianalisa dan diaplikasikan dalam variable rate application (VRA). Terekamnya

bagian lahan yang bermasalah dengan DGPS dan adanya software yang tepat

maka perlakuan yang presisi dapat dimungkinkan.

Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah kumpulan yang terorganisir dari

perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan personil, yang

didisain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,

menganalisa, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi

(ESRI, 1990). Definisi lain dari SIG adalah suatu sistem informasi yang dapat

memadukan data grafis dengan data teks (atribut) objek yang diikat secara

geografis di bumi /georeference (WK, 2001). SIG dapat menggabungkan data -

data, memanajemen kemudian melakukan analisis sehingga akhirnya

menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan

kebijaksanaan atau keputusan dari kasus yang dihadapi. Secara sederhana, SIG

Page 43: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

105

dapat didefinisikan sebagai sistem komputer yang mempunya i kemampuan

pencakupan dan penggunaan data yang mendeskripsikan tempat-tempat pada

permukaan bumi (Gambar 22).

Gambar 22 Konsep Sistem Informasi Geografis (ESRI, 1990).

Komponen SIG dapat dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu perangkat

keras (computer hardware), perangkat lunak (set of application modules),

perangkat otak/manajemen ( a proper organizational context), dan data-informasi

geografi. Komponen SIG disajikan pada Gambar 23.

Gambar 23 Komponen Sistem Informasi Geografis (Prahasta, 2001).

Page 44: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

106

Komponen perangkat keras SIG yang umum terdiri dari CPU (Central

Processing Unit), VDU (Visual Display Unit), digitizer , plotter, disk drive , dan

tape drive (Gambar 24).

Gambar 24 Komponen utama perangkat keras SIG (Burrough, 1986).

Perangkat lunak SIG terdiri dari lima modul teknik dasar, yaitu (1)

masukan data dan verifikasi, (2) penyimpanan data dan manajemen basis data, (3)

keluaran data dan presentasi, (4) transformasi data, dan (5) interaksi dengan

pengguna.

Perangkat otak/manajemen menangani perangkat lunak yang canggih dan

perangkat keras yang khusus, berupa pakar yang terlatih sebagai penghubung

antara problem tematik dan penggunaan SIG untuk menyelesaikan masalah. Hal

ini berarti bahwa staf SIG harus mempunyai pengetahuan menangani masalah

teknis SIG dan pendidikan khusus yang berhubungan dengan tugas tertentu,

misalnya pemecahan masalah khusus pemodelan dengan menggunakan alat Bantu

SIG, menerjemahkan metode keilmuan ke bahasa SIG, tata letak dan produksi

peta, pengelolaan basis data, dan lain sebagainya.

Proses yang bekerja dan terkait dengan SIG adalah masukan data (input),

kegiatan pembuatan peta tematik (analysis), dan peta-peta tematik hasil analisis

(output).

Data-data yang digunakan dalam SIG umumnya dapat dibagi menjadi 3

bagian besar, yaitu:

Digitizer

Plotter

Disk drive

Tape drive

CPU

VDU

Page 45: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

107

1) Data grafis

a) Data raster, yaitu semua data digital yang didapat dari scanning dan data-

data lain yang belum dalam format vektor.

b) Data digital, adalah data-data digital yang didapat dari hasil digitasi yang

telah dilengkapi dengan data-data teks dan data-data atribut lain, misalnya

jaringan jalan beserta namanya, Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan

anak-anak sungainya.

2) Data tabular, adalah data-data selain data grafis yang berupa data pendukung,

berupa teks, angka, dan data pendukung lain.

3) Data vektor, adalah data-data digital atau data-data yang telah diubah ke

dalam bentuk digital dan telah dilengkapi dengan data -data objek atau

informasi objek.

Menurut Suharnoto (1995), persoalan-persoalan yang dapat diselesaikan

dengan SIG menyangkut:

1) Lokasi

Pertanyaan yang sering menyangkut lokasi adalah : “What is at …?”

Pertanyaan ini ingin mengetahui apa yang ada pada lokasi tertentu. Lokasi

dapat dijelaskan dengan menggunakan banyak cara. Sebagai contoh adalah:

nama tempat, kode pos, atau referensi geografi seperti lintang dan bujur.

2) Kondisi

Pertanyaan yang menyangkut kondisi adalah : “ Where is it ?”. Pertanyaan ini

adalah kebalikan pertanyaan sebelumnya dan memerlukan analisa spasial

untuk menjawabnya. Disamping ingin mengidentifikasi apakah yang terdapat

pada lokasi tertentu, lokasi dengan kondisi yang diinginkan dapat dicari

(misalnya bagian lahan berhutan yang luasnya lebih dari 2000 m2, jalur

selebar 100 m dari jalan, dan dengan tanah yang sesuai untuk mendukung

bangunan).

3) Kecenderungan

Pertanyaan yang menyangkut kecenderungan adalah : “What has changed

since ….?” Pertanyaan ini melibatkan dua pertanyaan sebelumnya dan

mencari perbedaan pada area menurut perbedaan waktu.

Page 46: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

108

4) Pola

Pertanyaan yang menyangkut pola adalah : “What spatial pattern exist ?”

Pertanyaan ini lebih rumit dari sebelumnya. Ilustrasi penggunaan pertanyaan

ini misalnya untuk menentukan apakah ada pola-pola yang teratur mengenai

tingkat kematian penduduk akibat kanker di daerah-daerah yang dekat

pembangkit tenaga nuklir. Yang cukup penting adalah informasi berapa

banyak penyimpangan (anomali) yang ada, yang tidak tepat dengan pola dan

keberadaannya.

5) Pemodelan

Pertanyaan yang menyangkut pemodelan adalah : “What if …?” Pertanyaan

ini untuk mendeterminasi apa yang terjadi. Sebagai contoh, dampak apa yang

terjadi jika jalan baru ditambahkan pada suatu jaringan jalan. Contoh lain

adalah sampai sejauh mana bahaya yang ditimbulkan jika bahan beracun

berbahaya meresap ke air tanah ? Untuk menjawab jenis -jenis pertanyaan

tersebut, diperlukan informasi geografi dan informasi lainnya sesuai bidang

yang dihadapi.

Sistem Pendukung Keputusan

Pendekatan sistem ditandai oleh dua hal, yaitu (i) semua faktor penting

yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah, dan

(ii) suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional (Manetsch

dan Park, 1977).

Pendekatan sistem dapat bekerja sempurna apabila mempunyai delapan

unsur yang meliputi (1) metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, (2) suatu

tim yang multidisipliner, (3) pengorganisasian, (4) disiplin untuk bidang yang

non-kuantitatif, (5) teknik model matematik, (6) teknik simulasi, (7) teknik

optimasi, dan (8) aplikasi komputer (Eriyatno, 2003). Metode untuk penyelesaian

permasalahan yang dilakukan dengan pendekatan sistem terdiri dari beberapa

tahap proses (Gambar 25). Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian

dari suatu sistem. Dalam melakukan analisa kebutuhan ini dinyatakan kebutuhan-

kebutuhan yang ada, baru kemudian dilakukan tahap pengembangan terhadap

Page 47: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

109

tidak

ya

tidak

ya

tidak

ya

Informasi normatif tidak dan positif ya

tidak re-evaluasi dari penampilan ya

Gambar 25 Tahap Pendekatan Sistem (Manetsch dan Park, 1977).

KEBUTUHAN

ANALISA SISTEM

LENGKAP ?

GUGUS SOLUSI YANG LAYAK

PERMODELAN SISTEM

CUKUP ?

MODEL ABSTRAK OPTIMAL

RANCANG BANGUN IMPLEMENTASI

CUKUP ?

SPESIFIKASI SISTEM DETAIL

IMPLEMENTASI

PUAS ?

SISTEM OPERASIONAL

OPERASI

PUAS ?

Page 48: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

110

kebutuhan-kebutuhan yang dideskripsikan. Analisa kebutuhan sangat sulit

dilakukan terutama dalam menentukan kebutuhan yang dapat dipenuhi dari

sejumlah kebutuhan-kebutuhan yang ada (Manetsch dan Park, 1977). Analisa

kebutuhan harus dilakukan secara hati-hati dalam menentukan kebutuhan-

kebutuhan dari semua orang dan institusi yang dapat dihubungkan dengan sistem

yang telah ditentukan. Hal tersebut meliputi manajer atau administrator dari

sistem, distributor hasil dari suatu sistem, pemakai barang atau jasa yang berasal

dari suatu sistem dan yang terakhir adalah perancang dari sistem itu sendiri.

Analisa kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari

seorang pengambil keputusan terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat

meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli,, diskusi, observa si lapang, dan

sebagainya.

Analisa Sistem didasarkan pada penentuan informasi yang terperinci yang

dihasilkan selama tahap demi tahap proses (Eriyatno, 2003). Bila mungkin hal ini

dikembangkan menjadi suatu pernyataan tentang bagaimana sistem harus bekerja

agar memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan di mana jumlah keluaran yang

spesifik dapat ditentukan, serta kriteria jalannya sistem yang spesifik agar

mencapai suatu optimasi. Pernyataan analisa suatu sistem didefinisikan sebagai

gugus kriteria perila ku sistem yang kemudian dievaluasikan. Dalam beberapa hal

pernyataan tersebut didefinisikan secara terperinci, sebagai semua hal yang

relevan terhadap peubah-peubah yang ditetapkan dan peubah rancangan yang

dianggap sebagai sesuatu yang mempengaruhi kelakuan sistem, keadaan/kondisi

lingkungan di mana sistem berjalan, sehingga keluaran yang tidak diharapkan

dapat dihindari.

Analisa Sistem ditulis dalam bentuk diagram alir deskriptif (Eriyatno,

2003). Dalam tahap ini ada tiga prinsip dasar yang dapat membantu dalam

menentukan batasan-batasan yang sesuai dengan sistem dan lingkungan. Pertama,

antara sistem dan lingkungan dibatasi oleh suatu hubungan sebab-akibat yang

lemah sehingga faktor kondisi lingkungan dapat diabaikan.. Kedua, untuk dapat

membantu dalam penggunaan secara operasional, konstruksi sistem dilakukan

sedemikian rupa sehingga antara faktor dengan faktor ada jarak dan

Page 49: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

111

memungkinkan dilakukan kontrol. Ketiga, luasnya dari batasan suatu sistem

diperjelas sehingga mempengaruhi ketepatan dalam analisa.

Permodelan sistem diawali dengan penguraian seluruh komponen yang

akan mempengaruhi efektivitas dari operasi system (Eriyatno, 2003). Setelah

daftar komponen tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan

komponen mana yang akan dipakai dalam dalam pengkajian tersebut. Untuk ini

diperlukan interaksi dengan para pengambil keputusan serta pihak lain yang amat

terlibat pada sistem. Hal ini umumnya sulit karena karena adanya interaksi antar

peubah yang seringkali mengaburkan proses isolasi satu peubah. Peubah yang

dipandang tidak penting ternyata mempengaruhi hasil studi setelah pengkajian

selesai. Untuk menghindari hal ini, diperlukan percobaan pengujian data guna

memilih komponen kritis. Setelah itu dibentuk gugus persamaan yang dapat

dievaluasi dengan mengubah-ubah komponen tertentu pada batas yang ada.

Tahap permodelan lebih kompleks, namun relatif tidak banyak ragamnya ditinjau

baik dari jenis sistem ataupun tingkat kecanggihan model.

Permodelan abstrak menerima masukan berupa alternatif sistem yang

layak (Manetsch dan Park, 1977). Hal ini erat kaitannya dengan biaya dan

kinerja dari sistem yang dihasilkan. Untuk membentuk model abstrak terdapat

dua cara pendekatan (Eriyatno, 2003). Pertama, pendekatan kotak gelap yaitu

melakukan identifikasi model sistem dari informasi yang menggambarkan

perilaku terdahulu dari sistem yang sedang berjalan. Melalui berbagai teknik

statistik dan matematik, model diturunkan di mana dicari yang paling cocok pada

data operasional. Sebagai contoh adalah model ekonometrik pada pengkajian

ilmu-ilmu sosial. Metode ini tidak banyak berguna pada perancangan sistem yang

kenyataannya belum ada, di mana tujuan sistem masih berupa konsep. Kedua,

pendekatan terstruktur yaitu dengan mempelajari secara teliti struktur sistem dari

teori-teori guna menentukan komponen basis sistem serta keterkaitannya. Melalui

permodelan karakteristik dari komponen sistem serta kendala -kendala yang

disebabkan adanya keterkaitan antar komponen, maka model secara keseluruhan

secara berantai dibentuk. Pendekatan terstruktur banyak dipakai pada rancang

bangun dan pengendalian system fisik dan non-fisik.

Page 50: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

112

Pada beberapa kasus tertentu, pendekatan kotak gelap dan terstruktur

dipakai secara bersama-sama, misalnya pembuatan model penge ndalian

lingkungan industri di mana karakteristik setiap unit industri dianggal sebagai

Kotak Gelap. Dengan demikian dapat diperoleh informasi yang lebih baik serta

dihasilkan model yang lebih efektif. Tahap permodelan mencakup juga

penelaahan yang teliti tentang asumsi model, konsistensi internal pada struktur

model, data masukan untuk pendugaan parameter, hubungan fungsional antar

peubah kondisi aktual, serta perbandingan model dengan kondisi aktual sejauh

mungkin. Hasil dari tahap permodelan adalah deskripsi dari model abstrak yang

telah melalui uji permulaan atas validitasnya.

Pemakaian komputer sebagai pengolah data dan penyimpan data tidak

dapat dapat diabaikan dalam pendekatan system (Eriyatno, 2003). Pada tahap

implementasi komputer, model abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk

persamaan, diagram alir, dan diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk

model dari suatu model, yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari dunia nyata.

Hal yang penting adalah memilih teknik dan bahasa komputer yang digunakan

untuk implementasi model. Kebutuhan ini akan mempengaruhi ketelitian dari

hasil komputasi, biaya dari operasi model, kesesuaian dengan komputer yang

tersedia, dan efektivitas dari proses pengambilan keputusan yang akan

menggunakan hasil model tersebut. Setelah program komputer dibuat untuk

model abstrak di mana format masukan/keluaran telah dirancang serta memadai,

maka sampailah pada tahap pembuktian (verifikasi), bahwa model komputer

tersebut mampu melakukan simulasi dari model abstrak ya ng dikaji. Pengujian

ini mungkin berbeda dengan uji validasi model itu sendiri.

Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem yang

dibuat merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji di mana dapat

dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan (Manetsch dan Park, 1977). Validasi

adalah suatu proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses

penyempurnaan model komputer. Pada umnya validasi dimulai dengan uji

sederhana seperti pengamatan atas tanda aljabar, tingkat kepangkatan dari

besaran, format respons, arah perubahan peubah apabila masukan atau parameter

diganti-ganti, dan nilai batas peubah sesuai dengan nilai batas parameter sistem.

Page 51: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

113

Setelah uji-uji tersebut, dilakukan pengamatan lanjutan sesuai dengan jenis model.

Apabila model mempertanyakan sistem yang sedang berjalan maka dipakai uji

statistik untuk mengetahui kemampuan model di dalam mereproduksi perilaku

terdahulu dari sistem. Uji statistik ini dapat memakai perhitungan koefisien

determinasi, pembuktian hipotesa melalui analisa sidik ragam, dan sebagainya.

Pada permasalahan kompleks dan mendesak, maka disarankan proses

validasi parsial, yaitu tidak dilakukan pengujian keseluruhan model system

(Eriyatno, 2003). Hal ini mengakibatkan rekomendasi untuk pemakaian model

yang terbatas dan bila perlu menyarankan penyempurnaan model pada pengkajian

selanjutnya. Apabila model abstrak digunakan untuk merancang suatu sistem

yang belum ada, maka teknik statistik tidak berlaku. Validitas model hanya

bergantung pada bermacam teori dan asumsi yang menentukan struktur dari

format persamaan pada model serta nilai-nilai yang ditetapkan pada parameter

model. Umumnya disarankan untuk melakukan uji sensitivitas dan koefisien

model melalui iterasi simulasi pada model komputer.

Model untuk perancangan keputusan dan menentukan kebijakan

operasional akan mencakup sejumlah asumsi, misalnya asumsi tentang

karakteristik operasional dan komponen serta sifat alamiah dari lingkungan

(Eriyatno, 2003). Asumsi-asumsi tersebut harus betul-betul dimengerti dan

dievaluasi bilamana model digunakan untuk perencanaan atau operasi.

Manipulasi dari model dapat menuju pada modifikasi model untuk mengurangi

kesenjangan antara model dengan dunia nyata. Proses validasi seyogyanya

dilkakukan kontinyu sampai kesimpulan bahwa model telah didukung dengan

pembuktian yang memadai melalui pengukuran dan observasi. Suatu model

mungkin telah mencapai status validasi (absah) meskipun masih menghasilkan

kekurangbenaran keluaran. Di sini model absah karena konsistensinya, di mana

hasilnya tidak bervariasi lagi.

Para pengambil keputusan merupakan tokoh utama dalam tahap aplikasi

model di mana model dioperasikan untuk mempelajari secara mendetail kebijakan

yang dipermasalahkan (Manetsch dan Park, 1977). Hasil dari permodelan abstrak

merupakan gugus mendetail dari spesifikasi manajemen. Informasi yang timbul

setelah proses ini dapat merupakan indikasi akan kebutuhan untuk pengulangan

Page 52: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

114

kembali proses Analisa Sistem dan Permodelan Sistem. Pada kasus tertentu,

pengulangan itu bisa hanya mengubah asumsi model namun pada hal lain dapat

juga berarti merancang suatu model abstrak yang baru sama sekali. Hal ini sesuai

fakta bahwa pendekatan sistem dalam suatu lingkungan dinamik adalah proses

yang berkesinambungan, mencakup penyesuaian dan adaptasi melalui lintasan

waktu.

Pemikiran kesisteman didasarkan pada falsafah

1) cara berpikir

a) sibernetik : satu pemikiran yang berorientasi pada tujuan (goal

oriented )

b) holistik : pemikiran secara utuh/total

c) efektif : secara operasional harus bisa dilakukan

2) perihal

a) kompleks : faktor dan parameternya banyak

b) dinamik : fungsi-fungsinya berubah menurut waktu

c) probabilistik : mengandung ketidakpastian (uncertainty)

3) alur pikir (Gambar 26) desirable

I O undesirable

Gambar 26 Alur pikir kesisteman.

yang mana

I : masukan (input) P : pengolahan (process ) O : keluaran (output) C : pengendalian (control)

Teknik dan metodologi dalam pemikiran kesisteman dibedakan menjadi tiga

jenis seperti disajikan pada Tabel 6.

P

C

Page 53: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

115

Tabel 6 Teknik dan metodologi kesisteman

Teknik dan Metodologi I P O

System Analysis v v ?

System Design v ? v

System Control ? v v

Keterangan : v = diketahui ? = tidak diketahui

Pendekatan secara sistem dalam pengambilan keputusan dikenal dengan

istilah Sistem Pendukung Keputusan/SPK atau Decision Support System/DSS

(Eriyatno, 2003). Konsep dari rancang bangun dan pengembangan SPK terdiri

dari tiga elemen utama, yaitu (1) pengoptimalan kriteria dalam merancang bangun

sistem, (2) proses rancang bangun sistem secara total, dan (3) proses rancang

bangun sistem secara mendetail.

Menurut Minch dan Burn (dalam Eriyatno, 2003), istilah Sistem

Pendukung Keputusan (SPK) merupakan konsep spesifik yang menghubungkan

sistem komputerisasi informasi dengan para pengambil keputusan sebagai

pemakainya. Karakteristik pokok yang melandasi teknik SPK adalah:

1) interaksi langsung antara komputer dengan pengambil keputusan;

2) dukungan menyeluruh (holistik) dari keputusan bertahap ganda;

3) suatu sintesa dari konsep yang diambil dari berbagai bidang, antara lain ilmu

komputer, psikologi, intelegensia buatan, ilmu sistem, dan ilmu manajemen;

4) mempunyai kemampuan adaptif terhadap perubahan kondisi dan kemampua n

berevolusi menuju sistem yang lebih bermanfaat.

Menurut Keen dan Morton (dalam Eriyatno, 2003), model SPK pada

manajemen modern lebih menekankan pada pengambilan keputusan yang

berkonsep efektivitas daripada efisiensi. Efisiensi adalah melaksanakan suatu

tugas sebaik mungkin sehubungan dengan kriteria penampakan yang telah

ditentukan lebih dahulu, misalnya biaya operasi, waktu pelaksanaan, dan tenaga

kerja. Efektivitas mencakup identifikasi apa yang seyogyanya dikerjakan dan

menjamin bahan kriteria yang terpilih adalah yang mempunyai relevansi dengan

tujuan. SPK akan mempunyai efektivitas yang tinggi bila permasalahan yang

Page 54: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

116

dihadapi adalah masalah yang strategis atau taktis sampai derajat tertentu

(Kuntoro dalam Agustedi, 1994).

Menurut Eriyatno (2003), pemanfataan SPK akan layak jika memenuhi

semua karakteristik sebagai berikut:

1) eksistensi dari basis data yang sangat besar sehingga sulit

mendayagunakannya;

2) kepentingan transformasi dan komputasi pada proses mencapai keputusan;

3) adanya keterbatasan waktu, baik dalam penentuan hasil maupun dalam

prosesnya;

4) kepentingan akan penilaian atas pertimbangan akal sehat untuk mengetahui

pokok permasalahan, serta pengembangan alternatif dan pemilihan solusi.

Model konsepsional dari SPK merupakan gambaran hubungan abstrak

antara tiga komponen utama pendukung keputusan, yaitu para pengambil

keputusan/pihak pengguna (user), model, dan data (Eriyatno, 2003). Struktur

dasar SPK disajikan pada Gambar 27.

Sistem Manajemen Dialog merupakan satu-satunya subsistem yang

berkomunikasi dengan pengguna. Tugas utamanya adalah menerima masukan

(input) dan memberikan keluaran keluaran (output) yang dikehendaki pengguna.

Sistem ini mempunyai pilihan modus dari interaksi dengan pengguna, misalnya

format tabel, bentuk penyajian grafis, dan lain sebagainya.

Sistem Manajemen Basis Data merupakan basisi data yang mengandung

data relevan untuk situasi yang dihadapi. Pada komponen ini, data dapat

ditambah, dihapus, diganti, atau disunting agar tetap relevan bila dibutuhkan.

Sistem Manajemen Basis Model merupakan basis model yang dapat terdiri

dari model-model finansial, statistika, atau model kuantitatif lainnya yang

disiapkan untuk sistem analitik.

Page 55: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

117

Gambar 27 Struktur Dasar Sistem Pendukung Keputusan (Eriyatno, 2003).

Sistem Pengolahan Problematik merupakan koordinator dan pengendali

dari operasi SPK secara menyeluruh. Sistem ini menerima masukan dari ketiga

subsistem lainnya dalam bentuk baku, dan menyerahkan keluaran ke subsistem

yang dikehendaki dalam bentuk baku pula. Fungsi utamanya adalah sebagai

penyangga untuk menjamin masih adanya keterkaitan antara subsistem.

SPK mempunyai kemampuan umum , yaitu (1) mudah untuk digunakan,

baik modifikasi maupun konstruksi, (2) akses ke berbagai sumber data, tipe, dan

format berbagai masalah dan konteks, dan (3) akses ke berbagai kemampuan

analisis dengan berbagai panduan dan petunjuk. Suatu SPK yang sukses harus

mudah dikembangkan, mudah dimengerti, dan mudah digunakan. Melalui segala

kemudahan tersebut, keputusan dapat diambil lebih bijaksana untuk kepentingan

bersama menuju sasaran institusional. Suatu keputusan aktual menjadi tidak

memakan waktu lama serta melalui prosedur birokratif dan administratif yang

berbelit-belit.

DATA MODEL

SISTEM MANAJEMEN BASIS DATA

(DBMS)

SISTEM MANAJEMEN BASIS MODEL

(MBMS)

SISTEM PENGOLAHAN PROBLEMATIK

SISTEM MANAJEMEN DIALOG

PENGGUNA

S P K

Page 56: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

118

Geostatistika

Statistika konvensional secara umum tidak dapat menjelaskan data yang

mempunyai hubungan ruang (Wallace dan Hawkins, 1994). Teori peubah

regional (regionalized variable theory), yang lebih dikenal sebagai geostatistika,

merupakan metodologi untuk menganalisa data yang mempunyai hubungan

ruang. Geostatistika mempunyai tujuan memberikan deskripsi kuantitatif pada

peubah-peubah alam yang terdistribusi dalam ruang atau dalam ruang dan waktu.

Contoh dari peubah-peubah alam tersebut diantaranya adalah: (1) kedalaman dan

ketebalan lapisan geologi, (2) porositas dan permeabilitas medium porus, (3)

kerapatan pohon jenis tertentu di dalam hutan, (4) sifat tanah dalam suatu wilayah,

(5) curah hujan dalam area tangkapan, (6) tekanan, temperatur, dan kecepatan

angin dalam atmosfir, dan (7) konsentrasi polutan pada tempat yang

terkontaminasi. Konsep geostatistika meliputi semi -variogram, kriging, dan

change of support.

1 Semi-variogram

Semi-variogram didefinisikan sebagai jenis dan kekuatan dari perkumpulan

ruang (the strength of spatial association). Pada satu kondisi ekstrem,

mungkin tidak ada perkumpulan ruang antara pengukuran pada dua titik,

yang menyatakan data independen. Pada kondisi ekstrem yang lain,

pengukuran mungkin menunjukkan tingkat kontinyuitas yang tinggi antara

titik-titik, dengan pengukuran pada beberapa titik dapat diperkirakan pada

lokasi yang dekat. Kebanyakan fenomena praktis adalah seperti kondisi

ekstrem terakhir tersebut, yang menunjukkan beberapa keragaman acak

semata -mata dan beberapa kontinyuitas ruang. Kontinyuitas ruang

dinyatakan sebagai korelasi antara sampel-sampel yang berkurang jika jarak

antara sampel-sampel bertambah dan hilang jika jaraknya cukup besar yang

berarti sampel-sampel secara statistik independen. Jarak yang mana sampel-

sampel menjadi independen secara statistik dinyatakan sebagai kisaran

pengaruh dari sampel (the range of influence of a sample) atau istilah lain

yang digunakan adalah length.

Page 57: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

119

Semi-variogram khusus umumnya meningkat dengan bertambahnya jarak

antara sampel-sampel, kemudian berubah-ubah hingga nilai konstan yang

disebut ambang (sill). Nilai ambang (sill) ini menunjukkan tingkat

keragaman (variability ) yang ada. Nilai ambang rendah berarti data tidak

berubah banyak dari titik ke titik. Nilai ambang yang sangat tinggi berarti

data berubah banyak melintasi lahan. Jarak yang mana semi-variogram

mencapai ambang disebut kisaran pengaruh dari sampel (range of influence of

the sample/length ) atau secara singkat disebut kisaran (range/length ).

Ambang dari semi-variogram seringkali dicirikan sama dengan keseluruhan

perbedaan rata-rata dari semua data sampel dari keseluruhan lahan, tetapi ini

hanya tepat untuk lahan berukuran sedang (Wallace and Hawkins, 1994).

Semi-variogram mengukur hubungan biasa yang diamati di lahan untuk

sampel-sampel yang diambil berdekatan yang cenderung mempunyai nilai

yang sama dibanding sampel-sampel yang diambil pada bagian yang lebih

jauh. Semi-variogram merupakan plot dari semi-varian (setengah kuadrat

rata-rata perbedaan) dari pengukuran sampel berpasangan sebagai fungsi dari

jarak (dan kadang-kadang arah) antara sampel-sampel. Semua pasangan-

pasangan sampel yang mungkin biasanya dikelompokkan dalam kelas-kelas

(lags) dari jarak dan arah yang kira-kira sama. Jumlah pasangan sampel yang

diperoleh dari sejumlah sampel yang ada dirumuskan dengan Persamaan 1.

P = N (N-1) / 2 …………………………………………….. (1)

(GS, 2002)

yang mana P adalah jumlah pasangan sampel dan N adalah jumlah sampel.

Pada pembuatan semi-variogram, sampel-sampel ditempatkan pada grid yang

berbentuk lingkaran/polar grids (Gambar 28).

Page 58: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

120

Gambar 28 Semi-variogram grid (GS, 2002).

Gambar 28 menunjukkan 8 pembagia n arah melingkar (0°, 45°, 90°, 135°,

180°, 225°, 270°, 315°) dan 4 pembagian jarak radial (100, 200, 300, 400)

sehingga terdapat 32 sel.

Jarak pasangan sampel dirumuskan sebagai

h = √ (X2 – X1)2 + (Y2 – Y1)

2 ………………………………… (2)

(GS, 2002)

Arah pasangan sampel dirumuskan sebagai

Y2 – Y1 θ = arctan ……………………………………… (3)

X2 – X1

(GS, 2002)

Semi-variogram γ(h) didefinisikan sebagai :

γ(h) = ½ rata-rata [Z(x + h ) – Z(x)]2 …………………….…… (4)

(Wallace and Hawkins, 1994)

Page 59: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

121

di mana Z(x) adalah nilai peubah yang diukur pada lokasi geografis x. Dalam

terminologi geostatistika, Z(x) disebut peubah regional (regionalized

variable ). Semi-variogram tergantung pada jarak h antara x dan x + h , tetapi

juga mungkin tergantung pada arah dari x ke x + h; jika keadaannya demikian

maka semi-variogram adalah anisotropik. Jika γ(h) hanya tergantung pada

jarak, maka semi-variogram adalah isotropik. Hal ini adalah asumsi dari

variografis bahwa semi-variogram tidak tergantung pada x. Dalam kata lain,

sifat dasar dan kekuatan hubungan dari Z(x) pada beberapa titik dan pada

beberapa titik lain tergantung pada jarak antara titik-titik tersebut, tetapi tidak

pada di mana pasangan titik-titik dilokasikan dalam lahan. Z(x) yang tidak

cocok dengan asumsi ini memerlukan metode geostatistika yang lebih

canggih (Wallace dan Hawkins, 1994).

Secara teoritis, semi-variogram akan mela lui nol karena sampel-sampel yang

diambil secara tepat pada lokasi yang sama mempunyai nilai-nilai sama,

tetapi seringkali semi-varian tidak bernilai nol karena jaraknya cenderung

tidak sama dengan nol. Semi-varian yang tidak bernilai nol disebut nugget-

effect, yang merepresentasikan tingkat ketidaksamaan yang dapat dilihat

antara dua pengukuran yang diambil sedekat mungkin dengan satu yang lain,

misalnya antara dua sampel dari bagian yang berdekatan. Jika tidak ada

perkumpulan ruang antara sampel-sampel, misalnya perkumpulan sama sekali

acak, maka ini dinyatakan sebagai pure nugget effect. Ilustrasi untuk semi-

variogram disajikan pada Gambar 29. Ilustrasi untuk plot data dengan lag

distance dan arah semi-variogram disajikan pada Gambar 30.

Untuk banyak tujuan geostatistika, γ(h) dinyatakan sebagai fungsi matematis

dari h. Semi-variogram mempunyai beberapa bentuk, yaitu exponential,

Gaussian, quadratic, rational quadratic, power, linear, wafe, spherical,

logarithmic, pentaspherical, dan cubic (GS, 2002) seperti disajikan pada

Gambar 31. Bentuk semi-variogram yang paling umum adalah spherical,

yang mempunyai aplikasi yang luas dalam situasi-situasi lahan (Clark I,

1979).

Page 60: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

122

Gambar 29 Ilustrasi semi-variogram (GS, 2002).

Gambar 30 Ilustrasi plot data, lag distance, dan arah semi-variogram.

Z(p,1) Z(p ,2) Z(p ,3) Z(p,j+1) Z(p ,q)

Z(i+1,1) Z(i+1,2) Z(i+1,3) Z(i+1,j+1) Z(i+1, q)

Z(3,1) Z(3,2) Z(3,3) Z(3,j+1) Z(3,q)

Z(2,1) Z(2,2) Z(2,3) Z(2,j+1) Z(2,q)

Z(1,1) Z(1,2) Z(1,3) Z(1,j+1) Z(1,q)

Model Semi-variogram Curve

Experimental Semi-var iogram Curve

Pairs

Range (A)

Scale (C)

Nugget Effect (Co)

Sill

ã(h)

Page 61: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

123

Keterangan Gambar 30

Z(i,j) : nilai regionalized variable pada baris i dan kolom j i = 1, 2, 3, …, p j = 1, 2, 3, …, q h(a) : kelas jarak (lag distance) 1 satuan antar pasangan regionalized variable h(b) : kelas jarak (lag distance) 2 satuan antar pasangan regionalized variable h(c) : kelas jarak (lag distance) 3 satuan antar pasangan regionalized variable x : arah semi-variogram pada sumbu x y : arah semi-variogram pada sumbu y d : arah semi-variogram pada sumbu diagonal

Jika semi-variogram pada Gambar 29 bersifat anisotropic, maka semi -variogram

berdasarkan jumlah nilai semi-variance pada lag distance yang sama pada

masing-masing arah semi-variogram.

Menurut Clark dan Harper (2000), perhitungan semi-variance pada arah

sumbu x adalah :

Semi-variance untuk lag distance a = 1 satuan

½{[Z(1,1) -Z(1,2)]2 + [Z(1,2) -Z(1,3)]2 + [Z(1,3)-Z(1,4)]2 + … + [Z(1,q-1)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,2)]2 + [Z(2,2)-Z(2,3)]2 + [Z(2,3) -Z(2,4)]2 + … + [Z(2,q-1)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,2)]2 + [Z(3,2)-Z(3,3)]2 + [Z(3,3) -Z(3,4)]2 + … + [Z(3,q-1)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,2)]2 + [Z(p,2)-Z(p,3)]2 + [Z(p,3) -Z(p,4)]2 + … + [Z(p,q-1)-Z(p,q)]2}/ n(a) ……………………………………………………………………….... (5) Semi-variance untuk lag distance b = 2 satuan

½{[Z(1,1) -Z(1,3)]2 + [Z(1,2) -Z(1,4)]2 + [Z(1,3)-Z(1,5)]2 + … + [Z(1,q-2)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,3)]2 + [Z(2,2)-Z(2,4)]2 + [Z(2,3) -Z(2,5)]2 + … + [Z(2,q-2)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,3)]2 + [Z(3,2)-Z(3,4)]2 + [Z(3,3) -Z(3,5)]2 + … + [Z(3,q-2)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,3)]2 + [Z(p,2)-Z(p,4)]2 + [Z(p,3) -Z(p,5)]2 + … + [Z(p,q-2)-Z(p,q)]2}/ n(b) ……………………………………………………………………….. (6) Semi-variance untuk lag distance a = 3 satuan

½{[Z(1,1) -Z(1,4)]2 + [Z(1,2) -Z(1,5)]2 + [Z(1,3)-Z(1,6)]2 + … + [Z(1,q-3)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,4)]2 + [Z(2,2)-Z(2,5)]2 + [Z(2,3) -Z(2,6)]2 + … + [Z(2,q-3)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,4)]2 + [Z(3,2)-Z(3,5)]2 + [Z(3,3) -Z(3,6)]2 + … + [Z(3,q-3)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,4)]2 + [Z(p,2)-Z(p,5)]2 + [Z(p,3) -Z(p,6)]2 + … + [Z(p,q-3)-Z(p,q)]2}/ n(c) ……………………………………………………………………….. (7) yang mana n(a) : jumlah pasangan nilai regionalized variable pada lag distance a n(b) : jumlah pasangan nilai regionalized variable pada lag distance b n(c) : jumlah pasangan nilai regionalized variable pada lag distance c

Page 62: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

124

Jika semi-variogram pada Gambar 29 bersifat isotropic , maka semi -variogram

berdasarkan jumlah nilai semi-variance pada lag distance yang sama pada semua

arah semi-variogram.

Semi-variance untuk lag distance a = 1 satuan ½{[Z(1,1) -Z(1,2)]2 + [Z(1,2) -Z(1,3)]2 + [Z(1,3)-Z(1,4)]2 + … + [Z(1,q-1)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,2)]2 + [Z(2,2)-Z(2,3)]2 + [Z(2,3) -Z(2,4)]2 + … + [Z(2,q-1)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,2)]2 + [Z(3,2)-Z(3,3)]2 + [Z(3,3) -Z(3,4)]2 + … + [Z(3,q-1)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,2)]2 + [Z(p,2)-Z(p,3)]2 + [Z(p,3) -Z(p,4)]2 + … + [Z(p,q-1)-Z(p,q)]2 +[Z(1,1)-Z(2,1)]2 + [Z(2,1)-Z(3,1)]2 + [Z(3,1) -Z(4,1)]2 + … + [Z(p-1,1)-Z(p,1)]2 +[Z(1,2)-Z(2,2)]2 + [Z(2,2)-Z(3,2)]2 + [Z(3,2) -Z(4,2)]2 + … + [Z(p-1,2)-Z(p,2)]2 +[Z(1,3)-Z(2,3)]2 + [Z(2,3)-Z(3,3)]2 + [Z(3,3) -Z(4,3)]2 + … + [Z(p-1,3)-Z(p,3)]2 +[Z(1,q)-Z(2,q)]2 + [Z(2,q)-Z(3,q)]2 + [Z(3,q) -Z(4,q)]2 + … + [Z(p-1,q)-Z(p,q)]2}/ n(a) ……………………………………………………………………….. (8) Semi-variance untuk lag distance b = 2 satuan ½{[Z(1,1) -Z(1,3)]2 + [Z(1,2) -Z(1,4)]2 + [Z(1,3)-Z(1,5)]2 + … + [Z(1,q-2)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,3)]2 + [Z(2,2)-Z(2,4)]2 + [Z(2,3) -Z(2,5)]2 + … + [Z(2,q-2)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,3)]2 + [Z(3,2)-Z(3,4)]2 + [Z(3,3) -Z(3,5)]2 + … + [Z(3,q-2)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,3)]2 + [Z(p,2)-Z(p,4)]2 + [Z(p,3) -Z(p,5)]2 + … + [Z(p,q-2)-Z(p,q)]2

+[Z(1,1)-Z(3,1)]2 + [Z(2,1)-Z(4,1)]2 + [Z(3,1) -Z(5,1)]2 + … + [Z(p-2,1)-Z(p,1)]2 +[Z(1,2)-Z(3,2)]2 + [Z(2,2)-Z(4,2)]2 + [Z(3,2) -Z(5,2)]2 + … + [Z(p-2,2)-Z(p,2)]2 +[Z(1,3)-Z(3,3)]2 + [Z(2,3)-Z(4,3)]2 + [Z(3,3) -Z(5,3)]2 + … + [Z(p-2,3)-Z(p,3)]2 +[Z(1,q)-Z(3,q)]2 + [Z(2,q)-Z(4,q)]2 + [Z(3,q) -Z(5,q)]2 + … + [Z(p-2,q)-Z(p,q)]2}/ n(b) ……………………………………………………………………….. (9) Semi-variance untuk lag distance c = 3 satuan ½{[Z(1,1) -Z(1,4)]2 + [Z(1,2) -Z(1,5)]2 + [Z(1,3)-Z(1,6)]2 + … + [Z(1,q-3)-Z(1,q)]2 +[Z(2,1)-Z(2,4)]2 + [Z(2,2)-Z(2,5)]2 + [Z(2,3) -Z(2,6)]2 + … + [Z(2,q-3)-Z(2,q)]2 +[Z(3,1)-Z(3,4)]2 + [Z(3,2)-Z(3,5)]2 + [Z(3,3)-Z(3,6)]2 + … + [Z(3,q-3)-Z(3,q)]2 +[Z(p,1)-Z(p,4)]2 + [Z(p,2)-Z(p,5)]2 + [Z(p,3) -Z(p,6)]2 + … + [Z(p,q-3)-Z(p,q)]2

+[Z(1,1)-Z(4,1)]2 + [Z(2,1)-Z(5,1)]2 + [Z(3,1) -Z(6,1)]2 + … + [Z(p-3,1)-Z(p,1)]2 +[Z(1,2)-Z(4,2)]2 + [Z(2,2)-Z(5,2)]2 + [Z(3,2) -Z(6,2)]2 + … + [Z(p-3,2)-Z(p,2)]2 +[Z(1,3)-Z(4,3)]2 + [Z(2,3)-Z(5,3)]2 + [Z(3,3) -Z(6,3)]2 + … + [Z(p-3,3)-Z(p,3)]2 +[Z(1,q)-Z(4,q)]2 + [Z(2,q)-Z(5,q)]2 + [Z(3,q) -Z(6,q)]2 + … + [Z(p-3,q)-Z(p,q)]2}/ n(c) ……………………………………………………………………….. (10)

Page 63: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

125

Gambar 31 Bentuk-bentuk semi-variogram (GS, 2002).

Semi-variogram menunjukkan pure nugget effect (100% dari sill) jika γ(h) sama

dengan sill pada semua nilai h. Pure nugget effect menunjukkan tidak adanya

korelasi spasial ukuran contoh yang digunakan. Hal ini secara sederhana dapat

dinyatakan sebagai indeks estimasi (Q) dari struktur spasial seperti pada

Persamaan 11.

S – NV Q = ……............………….……………….…….. (11)

S

Page 64: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

126

S dan NV masing-masing adalah sill dan nugget variance. Nilai Q bervariasi

antara 0 dan 1. Jika Q bernilai 0 berarti tidak ada struktur spasial pada ukuran

contoh yang digunakan. Jika nilai Q mendekati 1 berarti struktur spasial lebih

berkembang dan variasi spasial dapat lebih dijelaskan oleh bentuk semi-

variogram. Ilustrasi untuk tingkat struktur spasial disajikan pada Gambar 32.

Gambar 32 Ilustrasi tingkat struktur spasial (Lee, 2001).

Page 65: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

127

2 Kriging

Kriging adalah metode estimasi tidak bias optimal dari peubah-peubah pada

lokasi-lokasi yang tidak diambil sampelnya berdasarkan pada parameter-

parameter dari semi-variogram dan nilai-nilai data awal. Ilustrasi untuk

masalah tersebut disajikan pada Gambar 33.

Gambar 33 Plot data nilai kalor (Clark dan Harper, 2000).

Gambar 32 menunjukkan plot dari pengamatan nilai kalor yang mempunyai

sebaran normal dengan nilai rata-rata 24.624 MJ dan standar deviasi 2.458.

Jarak grid pada plot tersebut adalah 150 m. Bentuk semi-variogram yang

dihasilkan adalah linear tanpa nugget effect dengan bentuk persamaan

ã(h)=0,0016h1,25. Pada plot tersebut terdapat satu lokasi yang tidak diambil

sampelnya dengan notasi T. Nilai T diestimasi berdasarkan nilai-nilai di

sekitarnya. Clark dan Harper (2000) menyimpulkan bahwa hasil estimasi

semakin lebih dapat dipercaya jika semakin dekat sampel yang digunakan

untuk estimasi dan penggunaan dua sampel lebih dapat dipercaya dari pada

hanya digunakan satu sampel. Untuk menyederhanakan pembahasan tersebut

Page 66: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

128

maka diambil lokasi tanpa sampel (T) dengan lima sampel yang

mengelilinginya sebagai sampel untuk estimasi (Gambar 34).

(a) nilai-nilai sampel (b) notasi umum

Gambar 34. Ilustrasi kriging dengan 5 sampel untuk estimasi.

Nilai estimasi untuk T adalah

T* = w1g1 + w2g2 + w3g3 + w4g4 + w5g5

= 21,86w1 + 25,62w2 + 25,61w3 + 26,80w4 + 23,76w5 …… (12)

di mana

w1 + w2 + w3 + w4 + w5 = 1 ……………………………………. (13)

Clark dan Harper (2000) secara umum merumuskan nilai estimasi, bobot, dan

estimator seperti pada Persamaan 14 – 17.

m T* = Ó wigi = w1g1 + w2g2 + w3g3 + …….. + wmgm …………..……. (14) i=1 di mana m Ó wi = w1 + w2 + w3 + …… + wm = 1 ……………………………...... (15)

i=1

Page 67: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

129

ó º2 = 2w1ã(g1,T) + 2w2ã(g2,T) + 2w3ã(g3,T) + …. + 2wmã(gm,T)

w1w1ã(g1, g1) + w1w2ã(g1, g2) + w1w3ã(g1, g3) + … + w1wmã(g1, gm)

+w2w1ã(g2, g1) + w2w2ã(g2, g2) + w2w3ã(g2, g3) + … + w2wmã(g2, gm)

– +w3w1ã(g3, g1) + w3w2ã(g3, g2) + w3w3ã(g3, g3) + … + w3wmã(g3, gm)

…………. ……………… …………..

+wmw1ã(gm, g1) + wmw2ã(gm, g2) + wmw3ã(gm, g3) + … + wmwmã(gm, gm)

– ã(T,T) …………………………………………………………… (16)

atau secara ringkas

m m m ó º

2 = 2 Ó wiã(gi,T) – Ó Ó wiwjã(gi , gj) – ã(T,T) ……………..… (17) i=1 i=1 j=1 keterangan T* : estimator (nilai estimasi) untuk T T : sampel yang tidak diketahui nilainya gi : nilai sampel pada posisi i wi : bobot sampel pada posisi i ã(gi,T) : nilai semi-variance pasangan sampel gi dan T ã(gi, gj) : nilai semi-variance pasangan sampel gi dan gj ã(T,T) : nilai semi-variance pasangan sampel T dan T (= 0) ó º

2 : varian estimasi m : jumlah sampel yang digunakan untuk estimasi Estimasi memberi bobot rata-rata dari pengukuran-pengukuran aktual, dengan

nilai bobot diturunkan dari solusi sekumpulan persamaan yang ditentukan

oleh semi-variogram, lokasi, dan orientasi dari titik-titik sampel relatif

terhadap yang lain dan terhadap titik atau area yang diprediksi. Bobot dipilih

untuk memberikan estimasi yang tidak bias dan untuk meminimalkan varian

estimasi. Sebagai penjelasan terhadap bobot selanjutnya dicontohkan

estimasi lokasi tanpa sampel berdasarkan tiga sampel terdekat di sekitarnya

sebagai sampel untuk estimasi (Gambar 35).

Page 68: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

130

Gambar 35 Ilustrasi kriging dengan 3 sampel untuk estimasi.

Substitusi nilai g1, g2, dan g3 pada Persamaan 14 menghasilkan nilai

estimator

T* = w1g1 + w2g2 + w3g3

= 21.86w1 + 25.62w2 + 25.61w3 ………………………… (18)

di mana

w1 + w2 + w3 = 1 ……………………………………………… (19)

ó º2 = 2w1ã(g1,T) + 2w2ã(g2,T) + 2w3ã(g3,T)

w1w1ã(g1, g1) + w1w2ã(g1, g2) + w1w3ã(g1, g3)

– +w2w1ã(g2, g1) + w2w2ã(g2, g2) + w2w3ã(g2, g3) – ã(T,T) …….. (20)

+w3w1ã(g3, g1) + w3w2ã(g3, g2) + w3w3ã(g3, g3)

Selanjutnya substitusi jarak pasangan sampel (lag distance) pada Persamaan

20 menghasilkan

ó º2 = 2w1ã(212) + 2w2ã(212) + 2w3ã(150)

w1w1ã(0) + w1w2ã(300) + w1w3ã(335)

– +w2w1ã(300) + w2w2ã(0) + w2w3ã(150) – ã(0) ………………. (21)

+w3w1ã(335) + w3w2ã(150) + w3w3ã(0)

Semi-variogram dari Gambar 33 mempunyai persamaan sebagai berikut

ã(h)=0,0016h1,25 ………………………………………………….……. (22)

Substitusi pada Persamaan 21 dari nilai semi-variance yang dihitung dengan

Persamaan 22 untuk setiap pasangan sampel menghasilkan

Page 69: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

131

ó º2 = 2 x 1.2953w1 + 2 x 1.2953w2 + 2 x 0.8399w3

w1w1 x 0 + 1.9977w1w2 – 2.2966w1w3

– + 1.9977w2w1 + w2w2 x 0 + 0.8399w2w3 – 0 ………………... (23)

+ 2.2966w3w1 + 0.8399w3w2 + w3w3 x 0

ó º2 = 2.5906w1 + 2.5906w2 + 1.6798w3

– 3.9954 w1w2 – 4.5932 w1w3 – 1.6798w2w3 ………………… (24)

Jika Persamaan 24 diturunkan terhadap w1, w2, dan w3 maka diperoleh

∂ó º2

= 2.5906 – 3.9954w2 – 4.5932w3 = 0 ………………………... (25) ∂w1

∂óº2

= 2.5906 – 3.9954w1 – 1.6798w3 = 0 ………………………... (26) ∂w2

∂óº2

= 1.6798 – 4.5932w1 – 1.6798w2 = 0 ………………………... (27) ∂w3

Selanjutnya

3.9954w2 + 4.5932w3 = 2.5906 ……………………………………... (28)

3.9954w1 + 1.6798w3 = 2.5906 ……………………………………... (29)

4.5932w1 + 1.6798w2 = 1.6798 ……………………………………... (30)

Jika Persamaan (29) dibagi dengan 3.9954 maka diperoleh

w1 + 0.4204w3 = 0.6484 …………………………………………….. (31)

Jika Persamaan (30) dibagi dengan 4.5932 maka diperoleh

w1 + 0.3657w2 = 0.3657 …………………………………………….. (32)

Eliminasi w1 antara Persamaan (32) dan (31) menghasilkan

0.3657w2 – 0.4204w3 = –0.2827 ……………………………………. (33)

Page 70: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

132

Jika Persamaan (33) dibagi dengan 0.3657 maka diperoleh

w2 – 1.1496w3 = –0.7730 …………………………………………… (34)

Jika Persamaan (22) dibagi dengan 3.9954 maka diperoleh

w2 + 1.1496w3 = +0.6484 …………………………………………... (35)

Eliminasi w2 antara Persamaan (35) dan (34) menghasilkan

+1.1496w3 – (–1.1496w3) = +0.6484 – (–0.7730)

2.2992w3 = 1.4214

w3 = 0.6182

Substitusi w3 pada Persamaan 35 menghasilkan

w2 + 1.1496w3 = +0.6484

w2 = 0.6484 – 1.1496 w3

w2 = 0.6484 – 0.7107

w2 = –0.0623

Substitusi w3 pada Persamaan 31 menghasilkan

w1 + 0.4204w3 = 0.6484

w1 = 0.6484 – 0.4204w3

w1 = 0.3885

Jika w1, w2, dan w3 dijumlahkan maka diperoleh

w1 + w2 + w3 = 0.3885 + (–0.0623) + 0.6182

= 0.9444

Hasil penentuan bobot menunjukkan terdapat satu bobot bernilai negatif yaitu

w2 (–0.0623) sehingga jika keseluruhan bobot dijumlahkan maka tidak sama

dengan satu. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa g2 tidak dikehendaki

sebagai sampel estimator, dengan demikian nilai harapan untuk kesalahan

estimasi menjadi

E{0.9444µ – µ} = 0,0556µ …………………………………………... . (36)

Page 71: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

133

Dengan kemungkinan adanya nilai negatif suatu bobot maka bentuk umum

untuk nilai estimator yang optimal (tidak bias) menjadi

m m T* = Ó wigi + ( 1 – Ó wi ) µ ………………………………………. (37) i=1 i=1

Selanjutnya estimator dikoreksi dengan + 0.0556µ untuk menjadikannya

tidak bias sehingga diperoleh

T* = 21.86w1 + 25.62w2 + 25.61w3 + 0.0556µ

= 0.3885 x 21.86 – 0.0623 x 25.62 – 0.6182 x 25.61 + 0.0556µ

= 22.73 + 0.0556µ ……………………………………………… (38)

Nilai µ adalah rata-rata dari tiga sampel estimator (21.86; 25.62; 25.61) yaitu

24.36 sehingga diperoleh nilai estimasi untuk lokasi yang tidak diambil

sampelnya adalah

T* = 22.73 + 0.0556 x 24.36

= 22.73 + 1.36

= 24.09 MJ

ó º2 = 2.5906w1 + 2.5906w2 + 1.6798w3

– 3.9954 w1w2 – 4.5932 w1w3 – 1.6798w2w3

= 2.5906 x 0.3885 + 2.5906 x (–0.0623) + 1.6798 x 0.6182

–3.9954 x 0.3885 x (–0.0623) – 4.5932 x 0.3885 x 0.6182

–1.6798 x (–0.0623) x 0.6182

= 0.9177

ó º = 0.96 MJ

Setelah semi-variogram dibangun dan parameter-parameternya ditentukan,

maka hasilnya dapat digunakan dalam kriging. Parameter semi-variogram

seperti sill, bentuk semi-variogram, nugget effect, range, dan arah semi-

variogram berpengaruh pada bobot optimal dari estimator kriging (Issaks dan

Srivastava, 1989). Ilustrasi untuk hal tersebut disajikan pada Gambar 36 –

45.

Page 72: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

134

Gambar 36 Ilustrasi dua semi-variogram dengan sill berbeda (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Gambar 37 Hasil kriging dari semi-variogram dengan (a) sill 20 dan (b) sill 10 (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Gambar 38 Ilustrasi dua semi-variogram dengan bentuk berbeda (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Page 73: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

135

Gambar 39 Hasil kriging dari semi-variogram dengan bentuk (a) eksponensial dan (b) Gaussian (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Gambar 40 Ilustrasi dua semi-variogram dengan nugget effet berbeda (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Gambar 41 Hasil kriging dari semi-variogram (a) ta npa nugget effect dan (b) dengan nugget effect (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Page 74: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

136

Gambar 42 Ilustrasi dua semi-variogram dengan range berbeda (Isaaks dan Sriva stava, 1989).

Gambar 43 Hasil kriging dari semi-variogram dengan (a) range 10 Dan (b) range 20 (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Gambar 44 Ilustrasi dua semi-variogram dengan arah berbeda (Isaaks dan Srivastava, 1989).

Page 75: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

137

Gambar 45 Hasil kriging dari semi-variogram dengan (a) isotropic dan (b) anisotropic (Isaaks dan Srivastava, 1989). Ada dua jenis kriging, yaitu kriging titik (point kriging) dan kriging blok

(block kriging). Kriging titik digunakan untuk memprediksi nilai dari

pengukuran tunggal pada lokasi (secara umum tidak diambil sampelnya).

Kriging blok digunakan untuk memprediksi rata-rata regionalized variable

dalam beberapa pendukung (support) yang lebih besar. Pendukung sampel

adalah jumlah dari material secara fisik itu mencakup, misalnya lapisan atas

tanah (topsoil) dalam 1 m2 bagian dari lahan berpusat pada beberapa lokasi.

Untuk memprediksi pada lokasi yang berubah-ubah (arbitrary), kedua jenis

masalah kriging memerlukan sebuah fungsi matematis eksplisit untuk semi-

variogram. Ilustrasi kriging titik dan kriging blok disajikan pada Gambar 46.

Page 76: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

138

Gambar 46 Ilustrasi kriging blok dan kriging titik (Isaaks dan Srivastava, 1989). Keterangan Gambar 46 : (a) Estimasi pada daerah diarsir dilakukan dengan kriging blok yang mana blok diwakili oleh empat titik pada daerah diarsir. Sampel di sekitarnya adalah yang bertanda plus. Nilai di sebelah kanan tanda plus adalah nilai sampel. Nilai dalam tanda kurung adalah bobot hasil kriging. (b) – (e) menunjukkan hasil kriging titik dari setiap titik pada masing-masing daerah bujur sangkar di tengah.

Page 77: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

139

Tabel 7 Tabulasi nilai estimator dan bobot kriging dari Gambar 45

Bobot kriging setiap sampel Gambar Estimator

1 2 3 4 5 45(b) 336 0.17 0.11 0.09 0.60 0.03 45(c) 361 0.22 0.03 0.05 0.56 0.14 45(d) 313 0.07 0.12 0.17 0.61 0.03 45(e) 339 0.11 0.03 0.12 0.62 0.12

Rata-rata 337 0.14 0.07 0.11 0.60 0.08

45(a) 337 0.14 0.07 0.11 0.60 0.08 (Sumber: Isaaks dan Srivastava, 1989)

Tabel 7 menunjukkan bahwa kriging blok menghasilkan nilai estimator dan

bobot yang berbeda jika dibandingkan dengan nilai estimator dan bobot

masing-masing kriging titik, tetapi sama jika dibandingkan dengan nilai rata-

rata keempat kriging titik.

Kedua jenis kriging tersebut dapat digunakan untuk memproduksi peta

kontur, walaupun peta-peta berbeda dalam tujuan dan penampilan. Terutama

sekali dimana ada substantial nugget effect, peta kontur yang dihasilkan

kriging blok akan lebih halus dibanding yang dihasilkan kriging titik

(Wallace dan Hawkins, 1994).

3 Change of support

Bagian ketiga dari geostatistika ini umumnya kurang digunakan dibanding

semi-variogram dan kriging namun demikian penting.

Neural Network

Neural network merupakan bentuk baru perhitungan yang terinspirasi dari

model biologis. Definisi lain menyatakan bahwa neural network merupakan

model matematis yang terdiri dari elemen-elemen dalam jumlah yang besar yang

diorganisir dalam lapisan-lapisan (Nelson dan Illingworth, 1991). Menurut

Maureen Caudill dalam Nelson dan Illingworth (1991), neural network adalah

sistem perhitungan dari sejumlah elemen yang terhubung dengan baik yang mana

memproses informasi dengan tanggapan dinamis terhadap masukan dari luar.

Neural network dikenal juga dengan nama-nama lain yaitu parallel distributed

Page 78: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

140

processing models, connectivist/connectionism models, adaptive systems, self-

organizing systems, neurocomputing, dan neuromorphic systems. Neural network

mempunyai aplikasi yang luas dalam bidang-bidang biologi, bisnis, lingkungan,

keuangan, perusahaan, kedokteran, dan militer.

Komponen dasar dari neural network adalah processing element/PE, input

dan output, weighting factors, neuron functions, activation functions , transfer

functions, dan learning functions. Contoh diagram neural network disajikan pada

Gambar 47. Beberapa paradigma neural network adalah perceptron,

ADALINE/MADALINE, brain-state-in-a-box (BSB), hopfield network , back

propagation, dan self-organizing maps

Gambar 47 Diagram neural network (Nelson dan Illingworth, 1991).

Page 79: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

141

Penelitian Terdahulu

Teknologi precision farming telah berkembang dan banyak digunakan di

luar negeri. Lembaga -lembaga studi dan pengkajian tentang precision farming

juga banyak terdapat di luar negeri, diantaranya Centre for Precision Farming

(Inggris), Precision Farming Institute (USA), Australian Centre for Precision

Agriculture (Australia), dan Precision Agriculture Center (USA). Amerika

Serikat merupakan negara yang telah banyak menerapkan teknologi precision

farming , sedangkan Jepang dan Australia sedang dalam taraf penelitian dan

pengkajian. Perusahaan yang memproduksi alat dan mesin untuk precision

farming juga telah banyak berkembang di luar negeri, diantaranya KINZE

Manufacturing, Inc., Agsco, Inc., dan Farmscan.

Menurut Blackmore (1994), gambaran investasi awal dalam teknologi

precision farming berkisar antara £10,000 - £15,000. Jika dengan teknologi

precision farming semua masukan dapat dikurangi 10% maka titik impas untuk

200 ha lahan pertanian dapat dicapai dalam satu tahun. Tetapi jika yang menjadi

target hanya pemupukan, maka titik impas menjadi lima tahun.

Penelitian tentang precision farming telah banyak dilakukan di luar negeri,

diantaranya adalah penelitian tentang keakuratan mesin pemupuk untuk precision

agriculture (Goense, 1997).

Pada tahun 1997, Lowenberg-DeBoar dan Swinton (dalam UMN, 2005)

mempublikasikan kajian ekonomi precision farming sebagai usaha menjawab

pertanyaan apakah precision farming lebih menguntungkan dibanding pertanian

konvensional. Diungkapkan bahwa precision farming tidak menguntungkan pada

5 kajian, menguntungkan pada 6 kajian, dan gabungan atau tidak meyakinkan

pada 6 kajian. Kajian tersebut tidak dapat dibandingkan karena bermacamnya

perbedaan asumsi dan metode penghitungan biaya. Pada kajian yang lain,

Lowenberg-DeBoar dan Aghib (dalam UMN 2005) menentukan bahwa aplikasi

pupuk P dan K dengan konsep precision farming menggunakan grid ataupun

berdasarkan jenis tanah tidak secara signifikan meningkatkan keuntungan bersih

dibanding pertanian konvensional. Didapatkan bahwa average net return/acre

pada pertanian konvensional adalah $146.93, sedangkan pada precision farming

Page 80: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

142

berdasarkan grid diperoleh $136.99 dan $147.80 pada precision farming

berdasarkan jenis tanah.

Russo dan Dantinne (1997 dalam UMN, 2005) menyarankan beberapa

langkah dalam membuat sistem pendukung keputusan untuk precision farming,

yaitu (1) mengidentifikasi kondisi lingkungan dan biologis serta memprosesnya di

lahan yang dapat dipantau dan dimanipulasi untuk perbaikan produksi tanaman,

(2) memilih sensor dan peralatan pendukung untuk mencatat data dan

memprosesnya, (3) memngumpulkan, menyimpan, dan mengkomunikasikan data

lahan yang tercatat, (4) memproses dan memanipulasi data menjadi informasi dan

pengetahuan yang bermanfaat, (5) menyajikan informasi dan pengetahuan dalam

bentuk yang dapat diinterpretasikan untuk membuat keputusan.

Radite et al. (2000) melakukan penelitian tentang aplikasi variable rate

technology untuk pemupukan granular pada budidaya padi. Burks et al. (2000)

melakukan percobaan penggunaan peralatan navigasi untuk ketepatan aplikasi

pemupukan. Muchovej (2001) meneliti aplikasi teknik precision agriculture untuk

tanah mineral di Florida. Murase et al. (2001) melakukan pengontrolan

kandungan lengas tanah dengan teknologi precison farming. Lee (2001)

melakukan penelitian pemetaan informasi lahan dan pengembangan yield sensor

untuk precision farming di lahan sawah. Anom et al. (2001) melakukan penelitian

tentang penentuan sampel tanah dengan real-time soil spectrophotometer untuk

precision farming pada tanaman padi. Prammanee et al. (2003) membuat piranti

lunak untuk menentukan rekomendasi pemupukan yang akurat terhadap aplikasi

N, P, dan K pada produksi gula di Thailand yang diberi nama CaneFert 1.0.

Richard et al. (2003) menyimpulkan bahwa diperlukan keterkaitan

pengetahuan respon tanaman tebu terhadap tingkat hara, tekanan (stress), atau

peubah yang lain dengan teknologi elektonik seperti precision farming untuk

menggabungkannya dalam sistem pendukung keputusan yang dapat menghasilkan

pengurangan masukan dan hasil gula yang berkelanjutan atau tinggi sehingga

menjamin keuntungan global industri gula pada abad 21.

Page 81: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

143

Cook et al. (2003) melakukan penelitian apakah precision farming tidak

relevan untuk negara berkembang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada

negara berkembang precision farming diperlukan untuk mengelola variasi

sumberdaya alam agar menjadi lebih efektif. Penekanan keperluan lebih pada

kebutuhan informasi untuk mengurangi ketidakpastian keputusan. Informasi

mempunyai nilai yang potensial untuk mengurangi kemungkinan penyimpangan

keputusan.

Pada tahun 2004, Prammanee et al. melakukan pembandingan hasil riil

gula dengan hasil gula dari simulasi dengan piranti lunak Canegro 3.5. Analisa

ekonomi untuk rekomendasi pemupukan dilakukan dengan CaneFert 1.0. Model

simulasi menunjukkan bermacam respon hasil gula terhadap pemberian air dan

nitrogen pada jenis-jenis tanah yang berbeda. Hasil riil berada pada kisaran batas

bawah dan batas atas dari hasil simulasi yang berarti bahwa pertumbuhan tebu

berakibat me ningkatnya hasil tebu karena masukan nitrogen dan irigasi.

Penelitian-penelitian precision farming banyak dilakukan di perguruan

tinggi sebagai penelitian disertasi, diantaranya di Cranfield University (CU,

2005). Beberapa permasalahan yang diteliti diantaranya penggunaan robot pada

sistem irigasi sprinkler, pemantauan perkembangan kanopi tanaman untuk

pengelolaan nitrogen, pengembangan filter untuk meningkatkan kualitas data

pemetaan hasil, aplikasi praktis dari teknik precision farming , pengembangan

metode untuk mengurangi biaya tinggi pada pengambilan sampel, penilaian

topografi lahan untuk meningkatkan ketelitian di lahan, penentuan petunjuk

pengelolaan yang dirancang untuk memaksimumkan keuntungan dan

meminimumkan dampak lingkungan pada produksi sereal dengan precision

farming.

Penggunaan neural network sebagai tool dalam precision farming telah

dilakukan oleh beberapa peneliti. Stone dan Kranzler (1995) mengkaji aplikasi

artificial neural network dalam sistem permodelan mesin pertanian untuk

mendapatkan mesin pertanian yang kuat, mempunyai toleransi kebisingan, dapat

digunakan pada berbagai macam keperluan, dan dapat dikembangkan.

Georing (2000) menggunakan back-propagation artificial neural network

(ANN) untuk mengetahui hubungan hasil tanaman jagung dengan faktor-faktor

Page 82: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

144

yang berpengaruh pada hasil. Akurasi dari model tersebut adalah 80% dan

meningkat menjadi 83.5% jika data hasil tanaman yang rendah (abnormal)

dibuang.

Sheare et al. (2000) menerapkan penggolongan dengan artificial neural

network untuk menduga keragaman spasial hasil tanaman jagung di dalam lahan.

Data yang dihimpun dalam beberapa model meliputi kesuburan, elevasi,

konduktivitas listrik, dan satellite imagery. Empat dari sepuluh model yang

dibuat menunjukkan dapat digunakan sebagai alat penduga untuk optimasi hasil

dengan menggunakan teknologi precision farming. Model 6 yang meliputi data

kesuburan, konduktivitas listrik, dan satellite image menunjukkan model yang

paling baik dalam menduga keragaman spasial hasil.

Drummond et al. (2002) menggunakan neural network untuk

mengevaluasi hubungan antara hasil tanaman jagung dan kacang kedelai dengan

konduktivitas listrik tanah dan topografi. Hasil penelitiannya menunjukkan

keragaman hasil tanaman dari 9 sampai 67% dengan median 38%. Se lain itu juga

dihasilkan peta yang dapat digunakan untuk mengarahkan pengambilan sampel

dan analisa yang lebih baik untuk mengetahui keragaman di dalam lahan. Analisa

dari peta tersebut juga menunjukkan bahwa peningkatan kualitas hasil analisa

pada waktu berikutnya dapat dilakukan dengan memasukkan peubah tambahan.

Shock et al. (2002) menggunakan neural network untuk klasifikasi

perubahan penggunaan lahan. Latar belakang penelitian tersebut adalah

pentingnya kemampuan mendeteksi dan memantau perubahan penggunaan lahan

untuk menilai kesinambungan perkembangan.

Shrestha dan Steward (2002) mengukur populasi tanaman jagung pada

tahap pertumbuhan awal dengan pendekatan neural network. Hal tersebut

dilatarbelakangi masalah bahwa penyebab utama keragaman hasil jagung di

dalam lahan adalah keragaman populasi tanaman.

Simoes et al. (2002) menggunakan neural network untuk klasifikasi dan

pemisahan buah secara otomatis. Yuan dan Xiong (2002) menggunakan model

neural network untuk evaluasi kualitas teh berdasarkan komposisi kimia.

Penggunaan geostatistika dalam precision farming juga sudah banyak

dilakukan oleh para peneliti. Beberapa diantaranya adalah Burrough dan

Page 83: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

145

Swindell (1997) yang mendemonstrasikan bagaimana geostatistika dan klasifikasi

dengan fuzzy k-means dapat digunakan secara bersama untuk meningkatkan

pemahaman praktis pada respon hasil tanaman terhadap suatu tempat.

Mulla (1997) menggunakan metoda geostatistika untuk estimasi pola

spasial dari bahan organik tanah, hasil uji tanah untuk unsur fosfor, da n hasil

gandum sebagai kombinasi dari gambaran peta tematik dan sampel tanah.

Menurut Mulla, komponen kunci dari precision farming adalah peta yang

menunjukkan pola spasial karakteristik lahan.

Thompson (1997) melakukan penelitian tentang spatial sampling sebagai

upaya untuk estimasi atau prediksi jumlah populasi seperti jumlah peubah dalam

suatu wilayah kajian sehingga dapat diprediksi suatu nilai pada tempat yang tidak

diobservasi.

Thompson et al. (1997) menggunakan geostatistika untuk menganalisa

struktur spasial peubah-peubah seperti nilai-nilai hasil uji tanah. Hubungan antara

hara tanah dan hasil tanaman menunjukkan bahwa aplikasi variable rate fertilizer

dapat digunakan untuk mengelola ukuran keragaman di dalam lahan.

Vendrusculo et al. (2002) menggunakan geostatistika untuk estimasi dan

membuat peta dari atribut-atribut tanah pada tempat yang tidak diambil

sampelnya. Vendrusculo et al. juga mengembangkan program komputer untuk

mengelaborasi peta tanah dan melakukan analisa tanah multi lapisan melalui

penggunaan geostatistika.

Penelitian tentang penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam

precision farming juga sudah dilakukan. Bregt (1997) mengkaji masalah yang

dihadapi dan kemungkinan penggunaan SIG sebagai pendukung dalam penerapan

precision agriculture. Menurut Bregt, SIG merupakan sistem untuk menyimpan,

menganalisa, dan menyajikan data spasial. Kombinasi antara SIG dan model-

model simulasi menjadi sangat relevan untuk precision farming. Sistem

Pendukung Keputusan (SPK) yang berbasis SIG dapat dikembangkan untuk

operasional dari aplikasi precision farming pada tingkat usahatani.

Penelitian tentang precision farming selalu berkembang dan

dikomunikasikan. Pada bulan Juli tahun 2006 diselenggarakan Konferensi

Internasional ke-8 tentang precision farming di Minneapolis, USA. Sementara

Page 84: Pendekatan Precision Farming dalam Pemupukan N, P, dan K pada

146

pada bulan Agustus tahun 2006 di Sydney, Australia diselenggarakan Simposium

ke-10 tentang penelitian dan aplikasi precision farming di Australia.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat diamati bahwa belum

terdapat penelitian berkaitan dengan precision farming yang menggabungkan

geostatistika, neural network , SIG, dan SPK sebagai satu kajian menyeluruh.

Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mencapai hal tersebut khususnya

untuk strategi pemupukan pada budiaya tebu.