pendekatan model shift-share spasial dinamis dalam...
TRANSCRIPT
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 389-410
389 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI)
When Fintech Meets Accounting : Opportunity and Risk
ISBN 978-602-17225-7-2. http://fkbi.akuntansi.upi.edu/
Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis
dalam Penentuan Sektor Ekonomi Kompetitif
Hermada Dekiawan1, Budi Asmarawati
2
Program Studi Akuntansi Akademi Akuntansi YKPN, Yogyakarta
Jl. Gagak Rimang No. 2-4 Balapan Yogyakarta 55222 .
[email protected], [email protected].
Abstarct. This research is aimed to determine the competitive economic sector in a region by using spatial dynamic shift-
share analysis. Spatial dynamic shift-share analysis is a shift-share analysis that combines dynamic and spatial aspects, ie
relatinships or interrelationships between one region and another over a period of time. More specifically, this study is
intended to examine and analyze the analysis of changes or shifts in provincial economic and sectoral shares, spatial
interactions in the inter-provincial economic sector in Indonesia, the magnitude of national economic factors, the structure
of the provincial economy, and the competitiveness of the provincial economic sector. The unit of analysis in this study is
the province in Indonesia during the period 2004-2013. The analytical tool used is dynamic shift-share to find out the
competitive economic sector through sectoral contributions to the region's economy and sectoral sectoral shifts over time,
Moran's I and LISA to identify patterns of inter-regional linkages within competitive economic sectors. The results of this
study can be used as a basis for province or region to recognize in depth the competitive economic sector so that the
formulation of policies, strategies and programs can be done effectively.
Keywords: dynamic shift-share; Moran’s I; shift-share; spatial; spatial matrix;
Abstrak. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan sektor ekonomi yang kompetitif di suatu wilayah dengan
menggunakan analisis shift-share dinamis spasial. Analisis shift-share dinamis spasial merupakan analisis shift-share
yang mengkombinasikan aspek dinamis dan aspek spasial, yaitu keterkaitan atau hubungan saling mempengaruhi antara
suatu wilayah dengan wilayah lain selama rentang periode tertentu. Secara lebih spesifik, penelitian ini dimaksudkan
untuk mengkaji dan menganalisis menganalisis terjadinya perubahan atau pergeseran pangsa dan sektor ekonomi
provinsi, interaksi spasial dalam sektor ekonomi antar provinsi di Indonesia, besarnya faktor perekonomian nasional,
struktur perekonomian provinsi, serta daya saing sektor ekonomi provinsi dalam perekonomian provinsi. Unit analisis
dalam penelitian ini adalah provinsi di Indonesia selama rentang waktu 2004-2013. Alat analisis yang dipergunakan
adalah shift-share dinamis untuk mengetahui sektor ekonomi kompetitif melalui kontribusi sektoral terhadap
perekonomian wilayah serta pergeseran peran sektoral sepanjang waktu, Moran’s I dan LISA untuk mengetahui pola
keterkaitan antar wilayah dalam sektor ekonomi kompetitif. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai dasar bagi
masing-masing provinsi atau wilayah untuk mengenal secara mendalam sektor ekonomi yang kompetitif sehingga
perumusan kebijakan, strategi, dan program dapat dilakukan secara efektif.
Kata Kunci: matriks spasial; Moran’s I; shift-share; shift-share dinamis; spasial; Corresponding author. Jl. Gagak Rimang No. 2-4 Balapan Yogyakarta 55222 . [email protected], [email protected].
Copyright©2017. Prosiding Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia Program Studi Akuntansi Fakultas Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
390| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
PENDAHULUAN
Analisis shift-share merupakan analisis
yang menggambarkan terjadi perubahan yang
terjadi di suatu wilayah, dan dalam konteks
perekonomian analisis ini melihat pola
perubahan melalui pergeseran (shift) dan pangsa
(share) struktur perekonomian yang ditunjukkan
oleh perubahan dan pergeseran dan dari tiga
komponen yaitu national share, industry mix,
dan regional share (Lihat misalnya Dinc, 2002:2;
Artige dan Neuss, 2013:2). Melalui analisis shift-
share akan diperoleh informasi kontribusi ketiga
komponen tersebut dalam perekonomian suatu
wilayah dalam arti, sejauh mana pengaruh
masing-masing komponen terhadap
perekonomian suatu wilayah (Esteban, 1995:5;
Herath et al., 2013:101; Artige dan Neuss,
2013:1). Informasi ini menjadi penting bagi suatu
wilayah karena dengan mengetahui shift-share
didapatkan informasi tentang kekuatan
perekonomian wilayah yang sesungguhnya,
setidak-tidaknya meliputi: (1) apakah
pertumbuhan yang terjadi di wilayah disebabkan
oleh pengaruh wilayah lain yang lebih luas atau
karena kekuatan daerah itu sendiri, (2) sektor
ekonomi apa sajakah yang memberikan
kontribusi terhadap perubahan yang terjadi di
suatu wilayah, dan (3) sektor ekonomi apakah
yang memiliki keunggulan kompetitif.
Shift-share memiliki tiga komponen yang
meliputi national share, industry mix, serta
regional share. National share merupakan
perubahan di suatu wilayah (misal provinsi) yang
dipengaruhi oleh perubahan di wilayah yang
lebih luas (misal nasional). Menurut Mitchell, et
al. (2005:5) perubahan di wilayah akan terjadi
apabila pertumbuhan sektor di wilayah memiliki
pertumbuhan yang sama dengan wilayah yang
lebih luas. Dalam national share, akan diperoleh
informasi pengaruh perekonomian yang lebih
luas (misal nasional) terhadap wilayah yang lebih
kecil (misal provinsi). Industry mix merupakan
perubahan pangsa wilayah yang melekat pada
industry mix lokal dan menggambarkan
spesialisasi wilayah dalam industri, apakah
tumbuh lebih cepat atau tumbuh lebih lambat
dalam wilayah yang lebih luas. Industry mix
disebut juga dengan proportional effect atau
structural effect. Dengan demikian melalui
analisis industry mix akan diperoleh informasi
perubahan perekonomian wilayah yang
disebabkan oleh struktur perekonomian wilayah
itu sendiri. Regional share perubahan wilayah
yang membawa perbedaan antara pertumbuhan
wilayah dengan pertumbuhan di wilayah yang
lebih luas. Regional share disebut juga dengan
competitive effect (Mitchell et al., 2005:5).
Melalui analisis regional share akan diperoleh
informasi sektor ekonomi wilayah apa sajakah
yang kompetitif.
Mitchell, et al. (2005) menyatakan bahwa
penjumlahan dari industry mix dan regional
share disebut dengan total share, sedangkan
penjumlahan ketiga komponen atau penjumlahan
total share dan national share disebut dengan
total change. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
terdapat enam kemungkinan yang terjadi
berdasarkan nilai total share dan komponennya
(industry mix dan regional share). Keenam
kemungkinan tersebut didasarkan pada dua
kemungkinan nilai total share yaitu positif dan
negatif dalam arti penjumlahan industry mix (IM)
dan regional share (RS) akan menghasilkan total
share yang positif atau negatif.
Struktur perekonomian di Indonesia
selama kurun waktu 2000-2014 menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan proporsi di
sektor industri pengolahan, sektor pertambangan
dan penggalian, serta sector pertanian. Pada
tahun 2000 proporsi sektor industri pengolahan
terhadap PDB adalah 27,74% dan pada tahun
2014 menjadi 25,49%. Sektor pertanian juga
menunjukkan kecenderungan penurunan proprosi
terhadap PDB dari 15,60% di tahun 2000
menjadi 12,06% pada tahun 2014. Penurunan
yang cukup tajam terjadi pada sector
pertambangan dan penggalian, dari 12,06% di
tahun 2000 menjadi hanya 6,71% di tahun 2014.
Sementara itu kenaikan proporsi yang
cukup besar sepanjang 2000-2014 terjadi pada
sektor perdagangan serta sektor pengangkutan
dan komunikasi. Bila pada tahun 2000 sektor
perdagangan memiliki proporsi 16,15% maka
pada tahun 2014 proporsinya meningkat menjadi
18,02%. Demikian pula dengan sektor
pengangkutan dan komunikasi yang proporsinya
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
391| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
4,67% pada tahun 2000 menjadi 10,95% pada
tahun 2014. Sektor jasa serta sektor listrik, gas,
dan air bersih meskipun mengalami kenaikan
selama kurun waktu 2000-2014, namun kenaikan
tersebut sangat kecil.
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
Grafik 1. Distribusi Persentase PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Berdasarkan
Lapangan Usaha 2000-2014
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
1. PERTANIAN, PETERNAKAN,
2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH
6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH.
9. JASA - JASA
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
392| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
.
Dari sisi kontribusi regional, pada periode
2000-2013 PDB Indonesia sebagian besar berasal
dari pulau Jawa dan yang terbesar adalah
Provinsi DKI Jakarta dengan kontribusi berkisar
17%, disusul kemudia Jawa Timur 15%, Jawa
Barat 14%, Jawa Tengah 8%, Banten 3%, dan
terkecil D.I. Yogyakarta yang berkisar 1%. Dari
keseluruhan provinsi, kontribusi terkecil adalah
Provinsi Gorontalo yang berkisar 0,12% dan
Maluku Utara yang berkisar 0,13%. Hal ini
menunjukkan konsentrasi kegiatan perekonomian
masih berpusat di Pulau Jawa dan secara grafis
terlihat adanya ketimpangan yang cukup tinggi
dalam hal kegiatan perekonomian.
Fenomena yang menarik adalah Provinsi
Kalimantan Timur yang memiliki kekayaan alam
terbesar namun memiliki kotribusi yang semakin
kecil sepanjang 2000-2013. Fenomena ini
menjadikan Kalimantan Timur mengalami
growth without development (Kuncoro dan Idris,
2010). Penuruna kontribusi PDRB yang cukup
tajam selama 2000-2013 juga terjadi di Aceh,
serta di Provinsi Riau, salah satu provinsi dengan
kekayaan alam minyak bumi yang besar.
Berdasarkan grafik 1, selama kurun
waktu 2000-2014 terlihat adanya pergeseran
struktur perekonomian serta pergesaran peran
perekonomian daerah dalam perekonomina
nasional. Dari struktur ekonomi nasional,
terdapat 4 sektor ekonomi yang memiliki
pengaruh besar dalam perekonomian nasional
yaitu sektor pertanian, sektor industri, sektor
perdagangan, serta sektor jasa. Pengaruh besar
dalam hal ini ditinjau dari kontribusinya terhadap
perekonomian nasional maupun regional.
KAJIAN LITERATUR
Shift-share sebagai alat analisis pertama
kali dikembangkan oleh Dunn pada tahun 1960
untuk melihat distribusi pertumbuhan tenaga
kerja sektoral diantara dua wilayah geografis,
sehingga sebenarnya analisis shift-share pada
awal mulanya merupakan analisis yang
dipergunakan untuk kasus ketenagakerjaan
(Artige dan Neuss, 2013:1; Herath et al.,
2013:100). Shift-share secara metodologis
mengalami perkembangan dalam aplikasi dan
perluasan model, seperti penggunaan shift-share
dalam model regresi (Fritz dan Streicher, 2004;
Cheptea et al., 2005; Shi dan Yang, 2008)
maupun analisis shift-share dengan pendekatan
ANOVA (Knudsen, 2000), atau shift-share yang
memasukkan faktor interaksi spasial antar
wilayah dalam model (Mitchell et al., 2005;
Kamarianakis dan Gallo, 2004; Matlaba et al.,
2012; Herath et al., 2013). Dalam perkembangan
awal, teori shift-share mendapatkan beberapa
penyempurnaan. Kritik Esteban-Marquillas
(1972) lebih pada penyempurnaan teori ini
dengan menambahkan apa yang disebutnya
dengan homothetic employment yaitu suatu
struktur tenaga kerja sektor tertentu di wilayah
sama dengan struktur di wilayah yang lebih luas.
Drugge (1988) memberikan kritik bahwa teori
shift-share tidak cukup apabila dipergunakan
untuk mengukur keunggulan kompetitif suatu
industri tertentu dalam satu wilayah maupun
antar wilayah karena mengabaikan teori
Hecksher-Ohlin yaitu tingkat transformasi relatif
tenaga kerja dan modal berkaitan dengan
perubahan output sebuah industri.
Analisis shift-share penting sebagai alat
untuk mengetahui struktur dan pergeseran
sektoral yang terjadi di suatu wilayah, sehingga
dapat membantu dalam menyusun kemungkinan
strategi dan kebijakan perekonomian wilayah
yang diperlukan. Knudsen (2000:177) dan
Herath, et al.(2013:100) bahkan menyatakan
bahwa analisis shift-share banyak dipergunakan
bukan saja oleh perencana ekonomi, tetapi juga
oleh ahli geografi dan ahli regional, serta
berguna untuk analisis di bidang ekonomi politik,
analisis ritel, analisis migrasi, analisis
pertumbuhan regional, pemasaran, serta ekonomi
perkotaan.
Dalam perkembangan terakhir, studi
shift-share dilakukan tidak saja menggunakan
data statis, namun juga data dinamis. Selain itu
studi shift-share telah berkembang melalui
pendekatan spasial yang memungkinkan analisis
shift-share bukan saja dalam suatu wilayah
namun juga interaksi antarwilayah. Menurut
Anselin (1988:8-9) studi antar wilayah perlu
mempertimbangkan kemungkinan adanya
interaksi spasial diantara unit ekonomi, karena
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
393| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
pengabaian atas hal tersebut dapat menyebabkan
penarikan kesimpulan (inferences) yang salah.
Secara lebih jelas Herath, et al. (2013:201-102)
mengidentifikasi adanya empat bentuk model
shift-share, yaitu: (1) model shift-share standar,
(2) model shift-share dinamis, (3) model shift-
share spasial, dan (4) model shift-share spasial
dinamis.
Menurut Herath, et al.(2013) model shift-
share standar merupakan model yang periode
waktunya terjadi pada waktu tertentu. Model
standar hanya mempertimbangkan kondisi awal
dan kondisi akhir periode waktu sementara
model dinamis mempertimbangkan perubahan
yang terjadi pada periode pengamatan. Tidak
seperti model standar dan dinamis yang
mengabaikan interaksi antarwilayah, model
spasial menganalisis kemungkinan terjadinya
hubungan spasial antarwilayah sepanjang periode
pengamatan, baik interaksi yang memberikan
efek negatif maupun positif. Pengaruh dari
wilayah lain tersebut ditangkap melalui struktur
spasial dalam model shift-share standar (Herath
et al., 2013:101).
Interaksi yang terjadi antarwilayah
dinyatakan dalam bentuk matriks bobot (weight
matrix). Derajat interkasi wilayah r dan s
dinyatakan sebagai Wrs yang memiliki nilai
antara nol dan satu (0≤Wrs≤1). Variabel bobot
yang sering dipergunakan adalah variabel jarak
antarwilayah (Herath et al., 2013; Matlaba et al,
2012; Espa et al., 2012; Kamarianakis dan Gallo,
2004). Secara lebih jauh, autokorelasi spasial
yang terjadi antarwilayah diukur dengan Moran’s
I sehingga dapat diketahui ada tidaknya. Bila
nilai Moran’s I adalah nol, berarti tidak ada
hubungan spasial di antara kedua wilayah.
Namun Kamarianakis dan Gallo (2004) serta
Matlaba et al. (2012) menyatakan bahwa
Moran’s I tidak memungkinkan struktur spasial
wilayah sehingga perlu dipergunakan Local
Indicator Spatial Association (LISA).
Model shift-share dinamis spasial
merupakan kombinasi antara model shift-share
dinamis dan model shift-share spasial. Menurut
Herath et al. (2005:102) model shift-share spasial
dinamis ini merupakan model yang lebih akurat.
Selain mempertimbangkan perubahan antar
periode waktu, model ini juga
mempertimbangkan interaksi spasial sehingga
informasi yang didapatkan dengan pendekatan
model shift-share spasial dinamis menjadi lebih
baik.
Studi tentang shift-share sering dilakukan
untuk melihat perubahan struktur perekonomian
di suatu wilayah yang disebabkan oleh
perubahan pertumbuhan tenaga kerja sektoral
(lihat misalnya Matlaba et al., 2011; Herath et
al., 2013). Analisis ini juga dipergunakan untuk
melihat produktivitas tenaga kerja sektoral
(Kamarianakis dan Gallo, 2004) serta efek
spesialisasi dan efek kompetitif tenaga kerja
dalam perekonomian (Esteban-Marquillas,
1972).
Teori yang secara metodologis pertama
kali dikemukakan oleh Dunn pada tahun 1960 ini
memberikan kontribusi besar dalam analisis
ekonomi regional, meskipun tidak lepas dari
beberapa kritik. Dalam analisis shift-share
tersebut Esteban-Marquillas (1972) menekankan
pada penyempurnaan analisis shift-share yang
dianggapnya memiliki kelemahan. Esteban-
Marquillas mengemukakan sebuah konsep yang
disebut dengan homothetic emplyoment, yang
didefinisikan sebagai tenaga kerja suatu sektor di
daerah tertentu yang memiliki struktur yang
sama dengan nasional (Esteban-Marquillas,
1972:251). Kritik yang lebih tegas disampaikan
oleh Drugge (1988) yang menyatakan bahwa
teori shift-share menimbulkan kontroversi dalam
hal validitas teoritis, terutama analisis ex post
perubahan tenaga kerja dan kemampuan dalam
hal peramalan perubahan tenaga kerja regional.
Analisis shift-share tidak cukup secara teoritis
untuk menghasilkan pengukuran keunggulan
kompetitif dari industri tertentu dalam sebuah
wilayah atau antar wilayah (Drugge, 1988:310).
Hingga saat ini analisis shift-share
dipergunakan secara luas dalam ekonomi
regional dengan berbagai metode dan
implementasi yang berkembang. Knudsen (2000)
melakukan analisis shift-share untuk melihat
perubahan struktur ekonomi di Amerika Serikat
dengan menggunakan data tahun 1939-1990.
Metode analisis shift-share yang dikemukakan
oleh Knudsen (2000) adalah dengan pendekatan
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
394| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
probabilistic shift-share melalui analysis of
variance. Pendekatan ini memberikan hasil yang
memuaskan dibandingkan dengan pendekatan
shift-share klasik. Hal ini disebabkan karena
probabilistic shift-share memungkinkan adanya
tes hipotesis perubahan tenaga kerja atau nilai
tambah berdasarkan wilayah atau sektor ekonomi
(Knudses, 2000:178).
Studi tentang ekonomi regional
yang menggunakan analisis shift-share juga telah
menggunakan pendekatan keterkaitan spasial,
seperti yang dilakukan oleh Fernandez dan
Menendez (2005), Mitchell, et al. (2005),
Matlaba, et al. (2012), serta Herath, et al. (2013).
Pendekatan shift-share yang lain juga dilakukan
oleh Artige dan Neuss (2013)1. Fernandez dan
Menendez (2005) menggunakan analisis shift-
periode waktu, model ini juga
mempertimbangkan interaksi spasial sehingga
informasi yang didapatkan dengan pendekatan
model shift-share spasial dinamis menjadi lebih
baik.
Studi tentang shift-share sering dilakukan
untuk melihat perubahan struktur perekonomian
di suatu wilayah yang disebabkan oleh
perubahan pertumbuhan tenaga kerja sektoral
(lihat misalnya Matlaba et al., 2011; Herath et
al., 2013). Analisis ini juga dipergunakan untuk
melihat produktivitas tenaga kerja sektoral
(Kamarianakis dan Gallo, 2004) serta efek
spesialisasi dan efek kompetitif tenaga kerja
dalam perekonomian (Esteban-Marquillas,
1972).
Teori yang secara metodologis pertama
kali dikemukakan oleh Dunn pada tahun 1960 ini
memberikan kontribusi besar dalam analisis
ekonomi regional, meskipun tidak lepas dari
beberapa kritik. Dalam analisis shift-share
tersebut Esteban-Marquillas (1972) menekankan
pada penyempurnaan analisis shift-share yang
dianggapnya memiliki kelemahan. Esteban-
Marquillas mengemukakan sebuah konsep yang
disebut dengan homothetic emplyoment, yang
didefinisikan sebagai tenaga kerja suatu sektor di
daerah tertentu yang memiliki struktur yang
1 Artige dan Neuss (2013) menggunakan pendekatan yang
mereka sebut dengan new shift-share.
sama dengan nasional (Esteban-Marquillas,
1972:251). Kritik yang lebih tegas disampaikan
oleh Drugge (1988) yang menyatakan bahwa
teori shift-share menimbulkan kontroversi dalam
hal validitas teoritis, terutama analisis ex post
perubahan tenaga kerja dan kemampuan dalam
hal peramalan perubahan tenaga kerja regional.
Analisis shift-share tidak cukup secara teoritis
untuk menghasilkan pengukuran keunggulan
kompetitif dari industri tertentu dalam sebuah
wilayah atau antar wilayah (Drugge, 1988:310).
Hingga saat ini analisis shift-share
dipergunakan secara luas dalam ekonomi
regional dengan berbagai metode dan
implementasi yang berkembang. Knudsen (2000)
melakukan analisis shift-share untuk melihat
perubahan struktur ekonomi di Amerika Serikat
dengan menggunakan data tahun 1939-1990.
Metode analisis shift-share yang dikemukakan
oleh Knudsen (2000) adalah dengan pendekatan
probabilistic shift-share melalui analysis of
variance. Pendekatan ini memberikan hasil yang
memuaskan dibandingkan dengan pendekatan
shift-share klasik. Hal ini disebabkan karena
probabilistic shift-share memungkinkan adanya
tes hipotesis perubahan tenaga kerja atau nilai
tambah berdasarkan wilayah atau sektor ekonomi
(Knudses, 2000:178).
Studi tentang ekonomi regional yang
menggunakan analisis shift-share juga telah
menggunakan pendekatan keterkaitan spasial,
seperti yang dilakukan oleh Fernandez dan
Menendez (2005), Mitchell, et al. (2005),
Matlaba, et al. (2012), serta Herath, et al. (2013).
Pendekatan shift-share yang lain juga periode
waktu, model ini juga mempertimbangkan
interaksi spasial sehingga informasi yang
didapatkan dengan pendekatan model shift-share
spasial dinamis menjadi lebih baik.
Studi tentang shift-share sering dilakukan
untuk melihat perubahan struktur perekonomian
di suatu wilayah yang disebabkan oleh
perubahan pertumbuhan tenaga kerja sektoral
(lihat misalnya Matlaba et al., 2011; Herath et
al., 2013). Analisis ini juga dipergunakan untuk
melihat produktivitas tenaga kerja sektoral
(Kamarianakis dan Gallo, 2004) serta efek
spesialisasi dan efek kompetitif tenaga kerja
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
395| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
dalam perekonomian (Esteban-Marquillas,
1972).
Teori yang secara metodologis pertama
kali dikemukakan oleh Dunn pada tahun 1960 ini
memberikan kontribusi besar dalam analisis
ekonomi regional, meskipun tidak lepas dari
beberapa kritik. Dalam analisis shift-share
tersebut Esteban-Marquillas (1972) menekankan
pada penyempurnaan analisis shift-share yang
dianggapnya memiliki kelemahan. Esteban-
Marquillas mengemukakan sebuah konsep yang
disebut dengan homothetic emplyoment, yang
didefinisikan sebagai tenaga kerja suatu sektor di
daerah tertentu yang memiliki struktur yang
sama dengan nasional (Esteban-Marquillas,
1972:251). Kritik yang lebih tegas disampaikan
oleh Drugge (1988) yang menyatakan bahwa
teori shift-share menimbulkan kontroversi dalam
hal validitas teoritis, terutama analisis ex post
perubahan tenaga kerja dan kemampuan dalam
hal peramalan perubahan tenaga kerja regional.
Analisis shift-share tidak cukup secara teoritis
untuk menghasilkan pengukuran keunggulan
kompetitif dari industri tertentu dalam sebuah
wilayah atau antar wilayah (Drugge, 1988:310).
Hingga saat ini analisis shift-share
dipergunakan secara luas dalam ekonomi
regional dengan berbagai metode dan
implementasi yang berkembang. Knudsen (2000)
melakukan analisis shift-share untuk melihat
perubahan struktur ekonomi di Amerika Serikat
dengan menggunakan data tahun 1939-1990.
Metode analisis shift-share yang dikemukakan
oleh Knudsen (2000) adalah dengan pendekatan
probabilistic shift-share melalui analysis of
variance. Pendekatan ini memberikan hasil yang
memuaskan dibandingkan dengan pendekatan
shift-share klasik. Hal ini disebabkan karena
probabilistic shift-share memungkinkan adanya
tes hipotesis perubahan tenaga kerja atau nilai
tambah berdasarkan wilayah atau sektor ekonomi
(Knudses, 2000:178).
Studi tentang ekonomi regional yang
menggunakan analisis shift-share juga telah
menggunakan pendekatan keterkaitan spasial,
seperti yang dilakukan oleh Fernandez dan
Menendez (2005), Mitchell, et al. (2005),
Matlaba, et al. (2012), serta Herath, et al. (2013).
Pendekatan shift-share yang lain juga dilakukan
oleh Artige dan Neuss (2013)2. Fernandez dan
Menendez (2005) menggunakan analisis shift-
share spasial untuk kasus negara Spanyol di 47
provinsi selama 1999-2004. Dalam penelitiannya
Fernandez dan Menendez (2005) menggunakan
matriks bobot spasial, serta Moran’s I untuk
melihat ada tidaknya otokorelasi spasial antar
sektor atau antar wilayah. Terdapat dua aspek
pengukuran yang dilakukan dalam studi yaitu
spatial net competitive effect serta spatial
locational effect. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa efek kompetitif yang besar terdapat pada
sektor pertanian dan konstruksi, sementara sektor
industri dan jasa justru memiliki efek kompetitif
yang kecil.
Mitchell, et al. (2005) melakukan
penelitian dengan menggunakan analisis shift-
share untuk kasus Australia selama periode
1991-2001 dengan menggunakan data tenaga
kerja berdasarkan klasifikasi industri untuk
masing-masing negara bagian. Pada dasarnya
tujuan penelitian tersebut adalah mencari
pengaruh national share, industry mix, serta
regional share terhadap pertekonomian negara
bagian. Dalam penelitian tersebut Mitchell, et al.
(2005) menggunakan matriks bobot jarak untuk
menangkap efek spasial antar negara bagian,
namun Mitchell, et al. (2005) tidak
menggunakan Moran’s I untuk melihat ada
tidaknya keterkaitan antar negara bagian.
Matlaba, et al. (2012) dan Herath, et al.
(2013) juga menggunakan analisis shift-share
dengan memasukkan unsur spasial. Keduanya
juga menggunakan Moran’s I untuk mengukur
otokorelasi spasial antar wilayah. Matlaba, et al.
(2012) tidak hanya menganalisis shift-share saja,
namun juga mengukur location quotient serta
mengukur konsentrasi sektor ekonomi dengan
Hirschman-Herfindahl Index untuk 27 negara
bagian Brazil dari 1981-2006. Sementara itu
Herath, et al. (2013) menggunakan dynamic
spatial shift-share untuk kasus negara bagian
West Virginia dari 1976-2007. Herath, et al.
(2013) juga menggunakan matriks bobot jarak
2 Artige dan Neuss (2013) menggunakan pendekatan yang
mereka sebut dengan new shift-share.
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
396| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
antar wilayah untuk mengukur efek spasial,
namun tidak menggunakan Moran’s I untuk
melihat otokorelasi spasial antar wilayah.
Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya, dalam penelitian ini
analisis shift-share akan dilakukan dengan
pendekatan spasial dinamis sebagaimana yang
dilakukan oleh Herath, et al. (2013), namun
analisis shift-share dalam penelitian ini juga akan
menggunakan prosedur pengujian otokorelasi
spasial dengan menggunakan LISA, sedangkan
Herath, et al. (2013) hanya menggunakan
matriks bobot tertimbang. Penggunaan bobot
tertimbang juga berupa jarak juga dilakukan oleh
Mitchell, et al. (2005), Matlaba, et al. (2012),
serta Herath, et al. (2013).
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam penelitian ini analisis akan
dilakukan dengan pendekatan spasial dinamis
sebagaimana yang dilakukan oleh Herath, et al.
(2013). Untuk membandingkan hasilnya,
penelitian juga akan dilakukan dengan model
shift-share klasik. Model shift-share klasik ini
juga dipergunakan oleh Herath, et al. (2013) dan
dirumuskan sebagai berikut:
eij = nilai tambah sektor ekonomi i di provinsi j
r = tingkat pertumbuhan ekonomi nasional
ri = tingkat pertumbuhan sektor ekonomi i
rij = tingkat pertumbuhan sektor ekonomi i di
provinsi j
e*ij = nilai tambah sektor ekonomi i di provinsi j
periode sebelumnya.
Model shift-share spasial dinamis oleh Herath,
et al. (2013) dirumuskan sebagai berikut:
)()()( *1*111 ti
tij
tij
tij
tij
tij
tti
tij
ttij
tij rrerrerreree
1
1
tikjkLD
tikjkLD
tikjkLD*t
ijeW
eWeWr
jk
jkd
W1
)()( ***iijijiijijij rrerreree
ij
ijijij
e
eer
'
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
397| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
eik = nilai tambah sektor ekonomi i di provinsi k
djk = jarak provinsi j dan k
r t*
ij = tingkat pertumbuhan tertimbang sektor
ekonomi i di provinsi j
Wjk = bobot jarak provinsi j dan k
Untuk melihat otokorelasi spasial antar
wilayah, dipergunakan Local Indicators of
Spatial Association (LISA). LISA merupakan
statistik Moran’s I untuk versi lokal, yang
dirumuskan sebagai berikut (Kamarianakis dan
Gallo, 2004:431):
)()(
,0
,, ttjij
ttiti Xw
m
XI
n
Xm
tti2
,0
)(
Iit = Nilai indeks Moran
Xit = Nilai variabel provinsi i pada waktu t
µt = rata-rata nilai seluruh provinsi pada waktu t
n = jumlah provinsi
wij = bobot jarak privinsi i dan j
LD = lokasi provinsi
Kamarianakis dan Gallo (2004:431)
menyatakan bahwa nilai indeks Moran yang
positif menunjukkan adanya keterkaitan antar
wilayah, dan sebaliknya. Pengujian dependensi
spasial antar wilayah juga dapat dilakukan
dengan menggunakan statistik Moran’s I
(Madariaga et al., 2005:6)3:
N
Z
/S
ZZw
I
N
i
i
N
i
N
j
jiij
1
2
0
1 1
j
ij
i
wS0
_
ii yyZ
_
jj yyZ
Y = nilai variabel yang diobservasi
i,j = provinsi i dan j
wij = matriks bobot spasial dalam bentuk normalitas
N = jumlah observasi
Y = nilai rata-rata Y
3 Lihat misalnya Dekiawan (2014).
Apabila nilai I>E(I), berarti terdapat
otokorelasi spasial positif pada variabel Y (data
berpola mengelompok), apabila I<E(I) berarti
terdapat otokorelasi spasial negatif (data berpola
menyebar), dan apabila I=E(I) tidak terdapat
otokorelasi spasial. E(I) merupakan nilai
ekspektasi dari statistik Moran’s I yang
dirumuskan sebagai:
1
1
N)I(E
Madariaga et al. (2005) menyatakan
bahwa uji Moran’s I menggunakan statistik uji Z.
Pengujian menolak hipotesis awal (null
hypothesis) bila nilai ZI>Z. Statistik uji ZI
dirumuskan sebagai berikut:
)I(
)I(EIZI
ZI = Nilai statistik Z Moran’s I
σ(I) = nilai deviasi standar Moran’s I
E(I) = nilai ekspektasi Moran’s I
Estimasi akan dilakukan dengan
menggunakan matriks bobot spasial karena
adanya kemungkinan dependensi spasial antar
provinsi di Indonesia. Matriks bobot spasial
adalah matriks berukuran n x n dengan nilai
diagonal nol. Apabila unit analisis berupa 30
provinsi, maka akan diperoleh matriks bobot
spasial berukuran 30x30 sebagai berikut:
ijii
j
j
ij
www
www
www
w
21
22221
11211
Untuk matriks yang menggunakan bobot
spasial berupa jarak, wij = 1/d2, dalam hal ini d
merupakan jarak antar ibukota provinsi dalam
satuan kilometer (km)4. Sebagian besar
4 Lihat misalnya Ivanova (2012) serta Anselin (1999)
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
398| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
penelitian yang menggunakan bobot jarak
menggunakan cut-off distance untuk mengubah
matriks jarak menjadi angka biner berupa
bilangan nol dan satu seperti halnya contiguity
matrix. Menurut Ahmad dan Hall (2012:9) dalam
Dekiawan (2014), penggunaan cut-off distance
dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya
perhitungan, karena pada prinsipnya menurut
Case (1993) sebagaimana yang dikutip Coughlin
et al. (2006), bobot spasial dapat ditentukan
secara arbiter.
Dalam penelitian ini bobot spasial yang
dipergunakan adalah pendapatan perkapita riil,
bobot matriks dihitung sesuai dengan Coughlin
et al. (2006:11) sebagai berikut:
jij
ji
ijPPKPPK/
PPKPPK/w
1
1
PPK = pendapatan perkapita riil masing-
masing provinsi
i,j = provinsi i dan j
Penggunaan pendapatan perkapita riil
sebagai bobot didasarkan pada pertimbangan
kondisi Indonesia sebagai Negara kepulauan,
sehingga bobot berupa jarak antar provinsi
dianggap kurang sesuai. Demikian juga dengan
bobot batas provinsi yang bersinggungan berupa
angka nol dan satu juga kurang sesuai karena
kondisi geografis Indonesia. Hal ini berbeda
apabila lingkup penelitian adalah antar daerah
dalam satu pulau, atau antarwilayah dalam satu
provinsi.
Untuk melaksanakan analisis dalam
penelitian ini dilakukan tahapan analisis sebagai
berikut:
a. Pertama, akan dilakukan pengolahan data
untuk masing-masing provinsi
berdasarkan data PDRB Harga Konstan
selama 2004-2013.
b. Kedua, akan dilakukan penghitungan dan
analisis shift-share klasik (statis dan
dinamis) untuk melihat pengaruh
komponen shift-share terhadap
perekonomian masing-masing provinsi
untuk sektor pertanian, sektor industri,
sektor perdagangan, dan sektor jasa.
c. Ketiga, akan dilakukan penghitungan
matriks bobot tertimbang berupa
pendapatan perkapita riil antar provinsi
dan akan dilakukan proses normalisasi.
d. Keempat, akan dilakukan penghitungan
dan analisis shift-share spasial dinamis
untuk masing-masing provinsi. e. Kelima, akan dilakukan penghitungan
Indeks Moran untuk menguji ada
tidaknya dependensi spasial antar
provinsi selama 2004-2013.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama kurun waktu 2004-2013 sektor
pertanian, industri, perdagangan, dan sektor jasa
memiliki proporsi sekitar 70% PDB Indonesia.
Tingginya dominasi keempat sektor tersebut
menyebabkan besarnya pengaruh dinamika
keempat sektor dalam perekonomian regional
dan nasional. Selama kurun waktu 2004-2013
terjadi tren penurunan proporsi sektor indsutri
dan pertanian. Sektor pertanian mengalami
penurunan proporsi yang paling tinggi
dibandingkan tiga sektor lainnya. Sektor industri
sempat sedikit mengalami kenaikan proporsi
pada periode 2007-2008 dari 25,21% menjadi
25,64% namun setelah 2008 hingga 2013 terlihat
tren proporsi yang menurun.
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
399| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Grafik 2. Tren Proporsi Sektor Pertanian, Industri, Perdagangan, dan Jasa Terhadap PDB Riil 2004-2013 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Penurunan proporsi atau kontribusi sektor
terhadap PDB tidak berarti menggambarkan
penurunan output. Bila dibandingkan antara
pertumbuhan proporsi dengan pertumbuhan
output, terlihat bahwa pertumbuhan proporsi
sektor pertanian yang negative tidak selalu
diikuti dengan pertumbuhan output yang
negative pula. Di Provinsi Aceh misalnya,
proporsi sektor pertanian terhadap PDRB selama
2004-2013 menunjukkan rata-rata tumbuh -
1,04% namun dari sisi output terlihat rata-rata
pertumbuhan output per tahun 2,65%. Hal ini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan output
sektor pertanian di Aceh lebih kecil
dibandingkan pertumbuhan PDB. Beberapa
provinsi menunjukkan rata-rata pertumbuhan
yang positif dan relatif besar dalam hal proporsi
dan output sektor pertanian, misalnya Papua,
.Jambi, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.
Terdapat satu provinsi yang menunjukkan
negative baik pada proporsi maupun output, yaitu
Provinsi Papua Barat. Provinsi Jawa Timur
memiliki proporsi terbesar dalam sektor
pertanian, meski rata-rata pertumbuhan proporsi
tersebut selama 2004-2013 menunjukkan angka
negatif.
Dalam sektor industri, terdapat tiga
provinsi yang menunjukkan rata-rata
pertumbuhan negatif dalam hal proposi maupun
output, yaitu Provinsi Aceh, Kalimantan Timur,
serta Papua. Hal ini menggambarkan terjadinya
penurunan kontribusi sektor industri yang cukup
signifikan dalam perekonomian provinsi. Dari
ketiga provinsi tersebut, Provinsi Aceh
menunjukkan kinerja yang paling parah yaitu
rata-rata pertumbuhan proporsi -12,13%
sementara rata-rata pertumbuhan output sektor
industri -8,09%. Beberapa faktor yang menjadi
penyebab antara lain bencana alam yang
membutuhkan proses pemulihan yang cukup
lama, kinerja investasi yang menurun, serta
ketergantungan pada jenis industri tertentu.
Provinsi Jawa Barat memiliki kontribusi terbesar
dalam sektor industry, bahkan juga memiliki
rata-rata pertumbuhan proporsi dan output yang
positif.
Untuk sektor perdagangan tidak ada
provinsi yang menunjukkan rata-rata
pertumbuhan negatif pada proprosi dan output,
namun banyak provinsi yang mengalami rata-rata
pertumbuhan negatif dalam hal proporsi terhadap
PDRB. Hal ini mengindikasikan bahwa selama
2004-2013 rata-rata pertumbuhan sektor
perdagangan lebih kecil dibandingkan sektor-
sektor lainnya.
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Pertanian 0,1611 0,1584 0,1559 0,1532 0,1496 0,1499 0,1458 0,1415 0,1381 0,1350
Industri 0,2569 0,2554 0,2542 0,2521 0,2564 0,2472 0,2426 0,2396 0,2346 0,2319
Perdagangan 0,1902 0,1931 0,1973 0,2007 0,1986 0,2015 0,2065 0,2107 0,2166 0,2200
Jasa 0,0881 0,0879 0,0891 0,0897 0,0911 0,0922 0,0928 0,0936 0,0944 0,0951
0,0000
0,0500
0,1000
0,1500
0,2000
0,2500
0,3000
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
400| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Tabel 1. Rata-rata Pertumbuhan Proporsi Sektoral dan Output
Provinsi
Sektor Pertanian Sektor Industri Sektor Perdagangan Sektor Jasa
Rata-rata Pertumbuhan
Proporsi
Rata-rata Pertumbuhan
Output
Rata-rata Pertumbuhan
Proporsi
Rata-rata Pertumbuhan
Output
Rata-rata Pertumbuhan
Proporsi
Rata-rata Pertumbuhan
Output
Rata-rata Pertumbuhan
Proporsi
Rata-rata Pertumbuhan
Output
Aceh -1.04 2.65 -12.13 -8.09 -1.55 5.84 -0.66 5.98
Sumatera Utara 0.78 4.54 -0.69 3.87 -0.72 6.73 0.55 7.27
Sumatera Barat 0.70 4.46 0.06 4.66 -1.21 6.21 -0.21 6.46
Riau 0.82 4.59 1.65 6.31 2.37 10.06 1.92 8.74
Jambi 2.71 6.55 0.54 5.16 0.96 8.55 -2.04 4.51
Sumatera Selatan 1.33 5.12 0.31 4.91 -0.04 7.47 1.42 8.20
Bengkulu 1.28 5.06 1.94 6.62 -1.29 6.12 1.10 7.86
Lampung 0.17 3.91 0.95 5.58 -1.81 5.56 -0.81 5.83
Kep. Bangka Belitung 1.64 5.43 -0.72 3.84 -1.94 5.43 2.13 8.96
Kepulauan Riau 0.06 3.80 1.12 5.76 -0.21 7.29 1.46 8.24
Sumatera 0.70 4.46 -0.48 4.09 -0.42 7.06 0.39 7.11
DKI Jakarta -1.63 2.04 -1.25 3.28 -0.76 6.69 -0.24 6.44
Jawa Barat -1.12 2.57 0.92 5.55 0.48 8.02 -0.58 6.07
JawaTengah -0.66 3.05 1.16 5.80 -0.88 6.56 -0.66 5.98
Dl Yogyakarta -1.43 2.25 -1.49 3.03 -2.04 5.31 -1.58 5.01
Jawa Timur -0.95 2.75 0.26 4.86 0.69 8.25 -0.10 6.59
Banten 1.36 5.14 2.17 6.86 1.56 9.19 1.56 8.36
Jawa -0.83 2.87 0.57 5.19 0.06 7.58 -0.32 6.35
Bali 0.05 3.78 2.01 6.69 -0.53 6.94 0.44 7.16
Nusa Tenggara Barat -0.34 3.38 1.22 5.86 0.04 7.56 -1.75 4.83
Nusa Tenggara Timur -1.07 2.62 -1.42 3.11 -0.95 6.48 0.28 6.99
Bali & Nusa Tenggara -0.43 3.29 1.65 6.32 -0.48 6.99 -0.08 6.60
Kalimantan Barat 1.18 4.95 -2.02 2.48 -3.14 4.14 0.87 7.62
Kalimantan Tengah -1.37 2.31 -1.65 2.86 -0.61 6.85 0.45 7.16
Kalimantan Selatan 0.84 4.61 -2.40 2.08 -0.47 7.01 0.82 7.57
Kalimantan Timur 0.13 3.87 -7.19 -2.93 0.70 8.27 0.30 7.01
Kalimantan 0.25 4.00 -5.96 -1.64 -0.80 6.65 0.64 7.37
Sulawesi Utara 0.83 4.60 1.89 6.57 2.68 10.39 -0.46 6.20
Sulawesi Tengah 2.22 6.03 1.36 6.01 1.09 8.68 2.41 9.26
Sulawesi Selatan -0.64 3.07 1.73 6.40 1.28 8.89 -2.08 4.47
Sulawesi Tenggara 0.42 4.17 3.72 8.48 2.60 10.31 -0.77 5.87
Gorontalo 2.40 6.23 0.70 5.33 1.12 8.72 1.34 8.12
Sulawesi 1.28 5.06 2.31 7.01 2.05 9.71 0.18 6.89
Maluku 0.34 4.08 1.35 6.00 -0.65 6.81 -0.67 5.97
Maluku Utara 1.08 4.85 -1.99 2.51 1.75 9.39 -0.32 6.35
Papua Barat -6.83 -3.35 30.36 36.35 -6.12 0.92 -4.59 1.80
Papua 7.98 12.02 -5.60 -1.27 10.73 19.04 16.53 24.32
Maluku dan Papua 0.47 4.22 14.90 20.17 1.32 8.92 3.63 10.56
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Provinsi Papua Barat menunjukkan rata-
rata pertumbuhan proporsi negatif yang paling
besar yaitu -6,12%. Provinsi Papua memiliki
rata-rata pertumbuhan proporsi dan output
terbesar dibandingkan lainnya yaitu 10,73%
untuk rata-rata pertumbuhan proporsi dan
19,04% untuk rata-rata pertumbuhan output. Di
bidang sektor jasa, Provinsi Papua juga
menunjukkan rata-rata pertumbuhan proporsi dan
output terbesar masing-masing 16,53% dan
24,32%. DKI Jakarta meski memiliki proprosi
terbesar di sektor jasa dibandingkan provinsi
lainnya, namun memiliki rata-rata pertumbuhan
proporsi yang negatif.
Analisis shift-share spasial merupakan
analisis shift-share yang dikombinsaikan dengan
matriks bobot spasial berupa pendapatan
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
401| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
perkapita riil masing-masing provinsi. Hasil
perhitungan yang dilakukan menunjukkan dalam
shift-share spasial untuk sektor pertanian selama
2004-2013 untuk semua provinsi menunjukkan
nilai positif. Nilai ini mengindikasikan bahwa
perubahan atau pergeseran output sektor
pertanian memberikan dampak positif di semua
provinsi. Pergeseran sektor pertanian nasional
yang terjadi selama 2004-2013 mampu
memberikan kontribusi bagi semua provinsi.
Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara
menunjukkan nilai shift-share yang terbesar yaitu
masing-masing 11.987,79 milyar dan 10.548,26
milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur
perekonomian di kedua provinsi tersebut serta
dependensi antar provinsi mampu memberikan
andil dalam output di sektor pertanian masing-
masing 11.987,79 milyar dan 10.548,26 milyar.
DKI Jakarta meski kecil terlihat juga memiliki
shift-share yang positif yaitu 55,57 milyar.
Struktur perekonomian DKI Jakarta serta
dependensi antar provinsi mampu memberikan
kontribusi output sektor ini meski relatif kecil.
Di sektor industri, Provinsi Jawa Barat
memiliki nilai shift-share yang terbesar yaitu
60.667 milyar. Provinsi Jawa Barat sebagaimana
telah diuraikan sebelumnya, memiliki kekuatan
di sektor industri secara nasional baik dari aspek
proporsi maupun output. Provinsi Aceh,
Kalimantan Timur dan Papua terlihat memiliki
nilai shift-share yang negatif. Hal ini
mengindikasikan bahwa perekonomian secara
nasional serta dependensi spasial antar provinsi
menyebabkan ketiga provinsi tersebut memiliki
output yang negatif di sektor industri. Ketiga
provinsi tersebut memiliki kelemahan dalam
sektor industri yang menyebabkan struktur
industrinya sangat dipengaruhi oleh
perekonomian nasional dan dependensi spasial
antar provinsi.
Tabel 2. Total Pergeseran Pangsa Spasial Sektor Pertanian Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004-2013
Aceh (316.02) 117.27 285.33 67.09 72.27 459.31 557.29 690.45 425.68 2,143.33
Sumatera Utara 728.69 526.41 1,139.61 1,440.52 1,677.18 (1,298.00) 1,931.80 1,886.55 1,839.50 10,548.26
Sumatera Barat 356.80 364.36 380.32 440.30 308.98 257.72 295.10 487.02 485.67 3,338.93
Riau 849.00 793.92 679.16 708.03 599.49 634.39 741.35 461.66 971.41 6,198.93
Jambi 167.66 431.83 195.03 253.80 422.69 325.28 327.64 547.06 195.67 2,805.06
Sumatera Selatan 547.19 630.10 675.41 453.36 463.61 663.74 764.09 892.79 844.75 5,249.77
Bengkulu 136.41 142.66 148.15 153.39 170.63 78.80 159.02 198.70 173.17 1,312.08
Lampung 556.42 675.40 727.90 406.23 299.00 151.67 726.34 661.48 775.96 4,933.63
Kepulauan Bangka Belitung 88.89 108.51 63.25 86.69 29.43 270.18 162.68 275.88 229.96 1,148.56
DKI Jakarta 16.75 (13.73) 18.13 18.68 (19.63) 20.45 (19.40) 20.50 23.80 55.57
Jawa Barat 496.56 (137.14) 884.37 1,430.53 5,650.57 367.33 (35.93) (310.69) 2,016.55 8,832.83
Jawa Tengah 1,315.32 1,069.22 874.24 1,014.52 1,041.11 846.24 469.00 1,467.24 937.14 8,892.16
DI. Yogyakarta 132.82 121.26 25.51 190.68 131.63 (10.95) (70.29) 146.89 26.92 676.06
JawaTimur 1,377.03 1,780.28 1,457.73 355.90 2,912.90 (1,490.22) 1,676.41 2,304.36 1,072.19 11,987.79
Banten 132.90 (31.08) 212.74 599.30 268.89 595.49 272.28 175.29 634.04 2,809.85
Bali 185.75 187.06 120.48 443.52 117.03 143.68 122.32 196.35 89.27 1,748.16
Kalimantan Barat 265.83 332.36 307.03 368.32 278.55 339.54 419.17 297.46 694.20 3,115.98
Kalimantan Tengah 56.57 178.38 109.96 (112.40) 199.03 159.96 175.27 246.64 300.52 1,197.46
Kalimantan Selatan 273.97 263.59 339.45 419.10 325.57 158.60 295.96 425.55 152.95 2,682.39
Kalimantan Timur 157.65 218.41 139.13 172.46 101.86 427.24 495.94 463.05 467.52 2,506.31
SulawesiUtara 161.30 71.13 215.77 178.70 88.49 305.50 (48.44) 237.00 171.45 1,305.44
Sulawesi Tengah 319.96 287.56 275.90 396.64 409.67 428.67 642.28 377.93 535.00 3,452.13
Sulawesi Selatan (960.27) 466.04 376.33 743.41 (144.77) 275.40 998.37 802.24 829.51 3,849.70
Sulawesi Tenggara 193.39 136.24 175.63 166.28 107.75 48.52 93.65 162.08 217.74 1,244.75
Gorontalo 42.98 49.04 48.59 57.98 42.13 24.25 45.88 60.70 73.33 415.53
NusaTenggaraBarat 37.02 111.95 115.40 227.21 155.35 59.96 303.87 229.95 188.05 1,340.86
Nusa Tenggara Timur 38.55 199.98 116.18 167.19 (0.79) 77.30 46.45 130.61 152.90 1,046.09
Maluku 38.25 32.70 46.29 34.31 75.22 37.61 30.27 86.33 71.78 459.05
Maluku Utara 33.74 37.34 39.97 81.61 46.96 51.65 50.96 58.43 30.39 403.55
Papua 31.58 51.73 84.80 1,710.13 (105.54) 225.56 172.22 200.75 266.14 2,737.55
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam
Penentuan Sektor Ekonomi Kompetitif
402| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 3. Total Pergeseran Pangsa Sektor Industri
Sumber: Badan Pusat Statistik, diola
Di sektor perdagangan, struktur
perekonomian Jawa Timur mampu
memberikan kontribusi output sebesar
71.133,51 milyar disusul kemudian DKI
Jakarta sebesar 46.532,2 dan Jawa Barat
45.660,36 milyar. Dari sini terlihat bahwa
sektor perdagangan secara nasional didominasi
oleh ketiga provinsi tersebut. Dari sektor ini
terlihat semua provinsi memiliki nilai shift-
share positif yang mengidikasikan bahwa
struktur perekonomian nasional dan regional
mampu mendorong output sektor perdagangan
di semua provinsi.
Untuk sektor jasa DKI Jakarta memiliki
shift-share yang terbesar yaitu 24.483,96
milyar. Nilai ini jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan provinsi lainnya. Perkembangan sektor
jasa tidak lepas dari sektor perdagangan dan
industri, sehingga berkembangnya sektor
perdangan dan industri akan mendorong
perkembangnya sektor jasa. Maluku Utara
memiliki nilai shift-share terkecil dibandingkan
provinsi lainnya yaitu 124,52 milyar. Tidak ada
provinsi yang memiliki nilai shift-share negatif
untuk sektor jasa, sehingga struktur
perekonomian nasional dan regional membawa
dampak pada kenaikan output sektor jasa di
semua provinsi.
Tabel 4. Total Pergeseran Pangsa Sektor Perdagangan
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004-2013
Aceh (1,653.35) (757.87) (506.72) (371.64) (154.90) (309.69) 71.34 59.81 (141.10) (3,941.84)
Sumatera Utara 965.87 1,162.15 1,142.16 691.98 914.40 (1,174.63) 753.71 1,316.10 1,511.30 8,280.82
Sumatera Barat 178.90 172.00 229.40 300.12 154.73 44.28 118.92 149.15 226.39 1,836.94
Riau 416.66 543.74 738.48 659.39 567.37 731.59 818.61 371.75 853.53 5,547.88
Jambi 67.07 78.92 100.30 109.04 114.88 118.91 111.78 245.42 (143.35) 974.79
Sumatera Selatan 396.78 468.31 530.09 334.67 283.41 601.10 816.75 1,031.32 559.81 4,535.56
Bengkulu 4.04 13.93 15.54 21.34 19.89 29.98 37.15 27.36 30.51 196.56
Lampung 156.04 175.46 258.25 279.66 177.21 275.24 228.53 229.22 395.61 2,358.40
Kepulauan Bangka Belitung 111.72 85.91 114.24 62.25 20.44 125.99 97.73 79.03 79.72 742.77
DKI Jakarta 2,456.44 2,541.93 2,493.11 2,158.79 85.00 2,186.97 1,554.01 1,500.69 1,344.95 16,435.38
Jawa Barat 8,369.53 8,965.02 8,391.74 11,055.37 (3,069.36) 2,941.56 7,524.27 5,885.71 9,368.87 60,667.63
Jawa Tengah 2,109.38 2,083.09 2,679.04 4,482.93 1,266.45 3,689.46 4,585.16 3,966.04 6,052.40 29,091.60
DI. Yogyakarta 63.02 17.41 46.61 34.93 5.98 146.43 188.12 (59.81) 188.42 741.21
JawaTimur 3,122.09 2,144.79 3,379.48 4,873.36 3,634.08 (4,804.26) 6,813.36 6,963.98 6,135.76 36,005.61
Banten 1,230.63 1,570.36 947.44 11,000.82 177.66 1,364.72 3,054.97 672.51 2,209.39 22,671.88
Bali 97.81 88.43 192.26 333.73 46.58 278.05 80.54 165.42 161.14 1,514.16
Kalimantan Barat 52.10 110.20 135.26 128.36 40.03 127.84 180.64 172.53 239.05 1,113.58
Kalimantan Tengah 17.68 (29.85) 72.13 64.28 59.57 103.42 22.29 40.84 48.06 355.17
Kalimantan Selatan (59.15) (50.75) 86.80 82.80 124.78 104.08 89.18 214.09 (69.73) 614.39
Kalimantan Timur (190.51) (845.83) (1,292.41) 1,032.18 (1,371.74) (891.69) (1,705.35) (1,643.86) (1,009.71) (8,043.37)
SulawesiUtara 21.28 90.79 67.55 107.34 152.89 82.58 2.87 142.71 59.98 737.54
Sulawesi Tengah 29.19 32.49 66.84 76.28 84.26 69.04 73.70 50.09 16.07 524.03
Sulawesi Selatan 134.64 366.74 260.63 500.44 (330.46) 334.63 586.13 651.81 857.58 3,725.05
Sulawesi Tenggara 17.05 176.71 78.95 51.76 (17.76) 171.19 61.51 25.81 41.18 607.69
Gorontalo 8.58 (11.38) 9.62 10.58 6.12 3.34 10.98 29.09 26.30 109.67
NusaTenggaraBarat 45.80 20.38 68.72 67.21 85.18 35.24 31.16 47.67 40.27 425.20
Nusa Tenggara Timur 4.36 7.05 6.35 0.34 (5.20) 3.23 6.34 7.17 4.35 49.00
Maluku 5.49 7.78 19.89 8.40 21.19 0.12 9.06 16.33 12.31 101.36
Maluku Utara 12.69 14.72 12.30 (31.07) 13.59 16.93 14.05 11.56 23.01 82.80
Papua 57.56 4.13 61.66 (328.89) (60.35) 69.73 48.06 7.52 11.77 (74.77)
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
403| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004-2013
Aceh 320.49 386.77 95.00 252.09 121.35 438.05 586.18 691.89 637.83 3,243.11
Sumatera Utara 756.10 1,103.19 1,289.85 1,132.73 1,455.67 (1,934.37) 2,698.67 2,518.37 2,922.54 12,148.82
Sumatera Barat 301.53 356.91 392.14 409.54 208.75 143.45 349.86 585.37 642.15 3,599.67
Riau 523.03 632.53 558.85 668.71 724.64 910.02 987.02 1,829.80 668.03 7,017.55
Jambi 177.97 170.80 145.30 97.12 280.42 374.68 309.31 450.48 (119.79) 2,152.05
Sumatera Selatan 457.52 511.77 625.99 523.09 347.91 756.46 907.78 1,341.59 801.70 5,445.58
Bengkulu 53.61 86.01 92.59 80.32 70.32 81.47 106.64 138.02 161.02 849.18
Lampung 237.66 233.08 216.38 353.60 259.19 268.13 321.87 361.89 317.03 2,750.01
Kepulauan Bangka Belitung
56.61 47.26 112.66 121.40 (1.68) 216.05 276.62 220.07 128.09 978.45
DKI Jakarta 4,630.93 4,118.65 4,652.79 4,821.53 3,173.41 6,161.85 6,788.85 7,078.83 6,764.33 46,532.20
Jawa Barat 1,747.63 3,462.08 4,053.86 2,149.61 6,208.62 8,716.09 6,008.21 10,118.80 7,328.67 45,660.36
Jawa Tengah 1,715.64 1,754.17 2,081.25 1,329.50 1,798.54 2,162.22 3,545.96 4,030.64 4,965.13 21,880.44
DI. Yogyakarta 165.52 125.56 179.53 198.21 124.78 194.05 229.72 312.14 301.60 1,946.15
JawaTimur 6,269.49 7,173.47 6,833.04 2,337.48 8,123.08 (12,738.75) 14,052.82 14,946.67 13,346.86 71,133.51
Banten 868.49 779.59 1,324.16 1,401.47 485.32 1,402.84 2,258.36 1,402.64 1,877.95 11,850.30
Bali 383.94 332.16 516.75 801.18 155.67 873.69 807.98 505.80 488.26 5,066.20
Kalimantan Barat 277.65 272.43 319.40 (353.68) 229.33 389.71 564.04 465.91 383.63 2,340.13
Kalimantan Tengah 79.24 121.78 114.60 287.15 266.27 325.33 257.26 419.63 326.91 1,948.28
Kalimantan Selatan 156.43 192.60 225.83 284.26 318.24 392.53 357.96 775.28 110.17 2,788.67
Kalimantan Timur 457.10 892.52 336.49 617.01 565.16 1,107.22 1,201.93 1,012.13 760.94 6,385.42
SulawesiUtara 128.06 130.39 157.25 306.23 497.10 253.47 382.91 483.66 481.07 2,480.58
Sulawesi Tengah 118.22 147.34 131.05 150.93 156.49 229.74 251.18 199.25 146.96 1,533.68
Sulawesi Selatan (31.95) 385.08 551.90 710.65 (29.50) 880.54 1,114.83 1,045.89 1,292.00 6,242.35
Sulawesi Tenggara 102.96 58.56 121.84 148.94 218.96 226.00 230.60 295.16 243.99 1,623.10
Gorontalo 13.24 19.28 20.47 22.27 39.82 26.87 44.60 64.18 64.13 301.54
NusaTenggaraBarat 119.65 159.69 177.07 156.72 223.00 206.09 227.05 337.41 295.70 1,787.75
Nusa Tenggara Timur
72.47 97.81 86.00 95.37 (62.64) 133.12 191.75 146.41 198.90 1,158.28
Maluku 45.17 61.07 58.98 48.95 93.31 22.68 45.69 118.23 84.28 612.55
Maluku Utara 34.86 38.22 40.35 48.80 69.76 92.27 105.16 140.95 149.87 628.27
Papua 41.82 53.15 54.39 745.26 (432.22) 300.18 240.09 138.08 231.60 1,773.56
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 5. Total Pergeseran Pangsa Sektor Jasa Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004-2013
Aceh 403.24 204.33 685.42 70.75 60.86 285.07 289.61 434.71 502.28 2,879.60
Sumatera Utara 347.53 588.52 732.67 911.68 959.25 (776.66) 1,493.89 1,379.38 1,396.32 6,996.62
Sumatera Barat 194.20 233.08 302.92 353.15 256.40 476.72 490.40 596.74 626.50 3,488.42
Riau 238.27 337.82 348.92 372.28 409.81 440.71 483.10 552.09 476.47 3,471.39
Jambi 36.24 47.14 68.17 64.02 115.26 71.53 55.46 75.66 (18.44) 548.73
Sumatera Selatan 226.66 285.30 347.05 480.69 610.62 474.75 490.31 602.47 455.84 3,463.82
Bengkulu 70.10 63.35 67.24 91.86 74.66 165.69 130.36 136.24 156.29 914.70
Lampung 52.36 50.12 107.42 135.24 107.13 150.60 239.77 311.11 338.89 1,499.10
Kepulauan Bangka Belitung 41.84 43.35 50.17 54.92 17.75 115.02 121.16 98.77 75.74 557.01
DKI Jakarta 1,658.99 1,906.10 2,189.41 2,313.66 2,761.09 3,008.24 3,417.38 4,019.57 4,242.01 24,483.96
Jawa Barat 984.65 1,373.32 521.31 755.19 708.75 1,745.89 1,849.23 2,128.52 1,524.73 11,076.79
Jawa Tengah 658.93 1,125.60 1,038.79 386.82 600.34 1,268.53 1,600.17 1,575.20 1,590.93 9,385.76
DI. Yogyakarta 69.16 115.83 107.72 150.72 140.10 208.77 235.92 265.62 236.25 1,536.08
JawaTimur 840.83 1,106.71 1,289.17 4,462.33 2,522.72 (1,483.34) 2,046.50 2,012.80 2,147.62 15,588.32
Banten 155.87 231.77 269.69 367.65 197.04 175.58 412.34 240.04 390.49 2,493.85
Bali 135.30 204.63 87.88 231.94 99.92 472.87 426.21 333.82 488.49 2,431.25
Kalimantan Barat 177.52 200.01 335.64 189.56 191.99 222.25 285.94 312.49 267.03 2,086.50
Kalimantan Tengah 81.69 47.34 180.14 222.53 114.05 131.74 220.57 251.84 285.20 1,422.18
Kalimantan Selatan 125.09 136.12 143.88 155.16 163.75 246.04 239.97 357.97 193.58 1,738.91
Kalimantan Timur 90.14 69.08 81.05 146.12 127.38 174.55 285.59 311.04 254.33 1,392.64
SulawesiUtara 55.91 96.05 57.65 193.60 214.24 199.08 284.32 326.91 235.07 1,454.50
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam
Penentuan Sektor Ekonomi Kompetitif
404| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2004-2013
Sulawesi Tengah 131.68 148.07 183.93 321.52 216.05 277.45 292.39 236.14 252.99 2,007.26
Sulawesi Selatan (252.47) 507.60 254.92 270.45 199.61 215.84 414.20 134.62 252.18 2,038.80
Sulawesi Tenggara 62.35 71.62 68.44 86.74 102.30 18.69 48.56 116.67 91.28 682.35
Gorontalo 50.82 37.52 31.29 37.71 80.53 30.03 24.48 39.28 37.49 332.47
NusaTenggaraBarat 54.12 43.81 50.85 146.88 159.88 95.08 85.48 46.10 128.84 778.60
Nusa Tenggara Timur 122.96 127.99 164.79 166.62 36.65 201.71 324.14 201.89 276.19 1,779.99
Maluku 26.48 29.30 21.20 31.09 69.85 32.91 49.30 94.50 40.59 407.21
Maluku Utara 8.62 8.71 9.42 8.25 15.66 22.70 22.84 21.20 19.99 124.52
Papua 60.62 49.36 52.75 1,109.32 (96.36) 554.91 387.85 190.83 484.86 2,816.87
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Bila dilihat rincian nilai shift-share,
maka akan dapat dilihat kontribusi total nilai
shift-share atau pergeseran yang terjadi di
masing-masing provinsi. Di sektor pertanian
misalnya, Provinsi Aceh memiliki nilai shift-
share 2.143,33 milyar. Nilai sebesar itu lebih
dominan disebabkan karena faktor
perekonomian nasional (Mij) dibandingkan
struktur sektor pertanian di Provinsi Aceh (Nij).
Nilai negatif pada Nij menggambarkan kondisi
sektor pertanian di Provinsi Aceh yang justru
berdampak negatif pada shift-share secara
keseluruhan. Nilai Eij,t-1 x (rij-rij*t) di Provinsi
Aceh terlihat positif yang berarti rata-rata
pertumbuhan sektor pertanian di Aceh lebih
tinggi dibandingkan rata-rata tertimbang
pertumbuhan sektor pertanian dari semua
provinsi yang mempengaruhi sektor pertanian
di Aceh. Nilai Eij,t-1 x (rij*t-ri) terlihat negatif yang
menggambarkan bahwa meski Aceh memiliki
rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi, namun
Aceh tidak memiliki efek kompetitif atau tidak
memiliki keunggulan komparatif pada sektor
pertanian dibandingkan dengan provinsi lain.
Provinsi yang memiliki nilai positif
pada semua komponen shift-share
menunjukkan bahwa provinsi tersebut memiliki
keunggulan dan daya saing dibandingkan
provinsi lainnya. Untuk sektor pertanian, tidak
ada satupun provinsi yang memiliki nilai
positif pada semua komponen shift-share.
Untuk Mij terlihat semua provinsi memiliki
nilai positif yang mengandung arti bahwa
kondisi perekonomian nasional memberikan
kontribusi positif di sektor pertanian untuk
semua provinsi. Untuk sektor pertanian dan
sektor industri, tidak ada provinsi yang
memiliki nilai positif pada semua komponen
sedangkan untuk sektor perdagangan hanya
Riau yang memiliki nilai positif semua
komponen. Pada sektor jasa Bengkulu,
Kalimantan Barat, Sulawesiu Tengah, dan
Papua memiliki nilai positif pada semua
komponen sehingga keempat provinsi tersebut
memiliki kunggulan dan daya saing di sektor
jasa.
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
405| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Tabel 6. Dekomposisi Shift-Share Sektor Pertanian 2004-2013
Provinsi Mij Nij Eij,t-1 x (rij-rij*t) Eij,t-1 x (rij*
t-ri) D
Aceh 5,319.68 -2165.68 2,172.50 (3,183.17) 2,143.33
Sumatera Utara 14,148.59 -5759.98 (13,436.19) 15,595.84 10,548.26
Sumatera Barat 4,571.64 -1861.14 6,236.66 (5,608.23) 3,338.93
Riau 8,215.04 -3344.40 3,222.02 (1,893.73) 6,198.93
Jambi 2,401.59 -977.70 (1,570.12) 2,951.29 2,805.06
Sumatera Selatan 6,103.86 -2484.92 8,820.12 (7,189.28) 5,249.77
Bengkulu 1,545.55 -629.21 354.25 41.48 1,312.08
Lampung 7,877.92 -3207.15 6,510.29 (6,247.42) 4,933.63
Kepulauan Bangka Belitung
1,241.88 -505.58 840.18 (427.92) 1,148.56
DKI Jakarta 183.58 -74.74 (33.68) (19.59) 55.57
Jawa Barat 22,709.96 -9245.37 10,922.54 (15,554.29) 8,832.83
Jawa Tengah 18,858.34 -7677.35 12,388.41 (14,677.24) 8,892.16
DI. Yogyakarta 2,012.46 -819.29 (1,118.83) 601.72 676.06
JawaTimur 28,563.24 -11628.28 1,473.93 (6,421.10) 11,987.79
Banten 3,248.34 -1322.42 4,737.86 (3,853.93) 2,809.85
Bali 2,904.02 -1182.24 (223.90) 250.29 1,748.16
Kalimantan Barat 3,767.05 -1533.59 564.35 318.17 3,115.98
Kalimantan Tengah 3,454.00 -1406.14 3,111.52 (3,961.91) 1,197.46
Kalimantan Selatan 3,537.95 -1440.32 5,738.33 (5,153.56) 2,682.39
Kalimantan Timur 4,056.93 -1651.60 (4,212.64) 4,313.62 2,506.31
SulawesiUtara 1,725.02 -702.27 1,300.28 (1,017.60) 1,305.44
Sulawesi Tengah 3,277.17 -1334.16 2,319.27 (810.15) 3,452.13
Sulawesi Selatan 8,106.27 -3300.12 4,116.96 (5,073.41) 3,849.70
Sulawesi Tenggara 1,844.42 -750.88 374.77 (223.56) 1,244.75
Gorontalo 379.24 -154.39 722.64 (531.96) 415.53
NusaTenggaraBarat 2,531.70 -1030.67 1,268.90 (1,429.07) 1,340.86
Nusa Tenggara Timur 2,632.63 -1071.76 959.75 (1,474.53) 1,046.09
Maluku 697.62 -284.01 391.50 (346.06) 459.05
Maluku Utara 500.32 -203.68 668.60 (561.69) 403.55
Papua 1,015.64 -413.48 2,545.57 (410.19) 2,737.55
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 7. Dekomposisi Shift-Share Sektor Industri 2004-2013
Provinsi Mij Nij Eij,t-1 x (rij-
rij*t)
Eij,t-1 x (rij*t-ri) D
Aceh 4,883.25 -1196.226589 (6,118.71) (1,510.16) (3,941.84)
Sumatera Utara 13,407.10 -3284.275295 (100,519.69) 98,677.68 8,280.82
Sumatera Barat 2,392.16 -585.9954725 1,405.73 (1,374.95) 1,836.94
Riau 4,977.61 -1219.341414 1,105.79 683.83 5,547.88
Jambi 1,122.00 -274.8519641 (6,874.22) 7,001.86 974.79
Sumatera Selatan 5,542.16 -1357.636525 5,747.74 (5,396.70) 4,535.56
Bengkulu 165.94 -40.65003782 (52.51) 123.78 196.56
Lampung 2,464.53 -603.7238603 1,574.90 (1,077.31) 2,358.40
Kepulauan Bangka Belitung 1,212.48 -297.0160253 500.28 (672.98) 742.77
DKI Jakarta 32,108.87 -7865.559061 23,113.44 (30,921.37) 16,435.38
Jawa Barat 63,915.35 -15657.04165 105,287.99 (92,878.66) 60,667.63
Jawa Tengah 28,999.05 -7103.761998 36,647.01 (29,450.70) 29,091.60
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam
Penentuan Sektor Ekonomi Kompetitif
406| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Provinsi Mij Nij Eij,t-1 x (rij-
rij*t)
Eij,t-1 x (rij*t-ri) D
DI. Yogyakarta 1,582.51 -387.6604725 (3,179.48) 2,725.84 741.21
JawaTimur 44,497.35 -10900.30648 11,532.46 (9,123.90) 36,005.61
Banten 18,289.09 -4480.193504 41,848.78 (32,985.79) 22,671.88
Bali 1,260.56 -308.7926254 (1,217.82) 1,780.22 1,514.16
Kalimantan Barat 2,980.14 -730.0320637 304.88 (1,441.41) 1,113.58
Kalimantan Tengah 808.90 -198.1530624 586.91 (842.49) 355.17
Kalimantan Selatan 1,990.37 -487.5711427 441.71 (1,330.12) 614.39
Kalimantan Timur 22,589.19 -5533.566952 1,517.77 (26,616.76) (8,043.37)
SulawesiUtara 629.46 -154.1964687 928.24 (665.97) 737.54
Sulawesi Tengah 499.75 -122.4211684 (608.94) 755.65 524.03
Sulawesi Selatan 3,281.81 -803.9298401 2,227.51 (980.34) 3,725.05
Sulawesi Tenggara 370.76 -90.82283258 (193.34) 521.10 607.69
Gorontalo 121.46 -29.75470803 188.60 (170.64) 109.67
NusaTenggaraBarat 418.18 -102.4391958 64.68 44.78 425.20
Nusa Tenggara Timur 101.84 -24.9460852 (5.85) (22.04) 49.00
Maluku 96.92 -23.74082131 60.38 (32.19) 101.36
Maluku Utara 217.97 -53.39471124 108.76 (190.53) 82.80
Papua 454.93 -111.4414737 (492.67) 74.41 (74.77)
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 8. Dekomposisi Shift-Share Sektor Perdagangan 2004-2013
Provinsi Mij Nij Eij,t-1 x (rij-rij*t) Eij,t-1 x (rij*
t-ri) D
Aceh 3,206.71 1262.824877 810.22 (2,036.65) 3,243.11
Sumatera Utara 10,040.22 3953.908953 (74,442.21) 72,596.90 12,148.82
Sumatera Barat 3,299.21 1299.252914 2,822.33 (3,821.12) 3,599.67
Riau 3,376.25 1329.589028 1,829.24 482.47 7,017.55
Jambi 1,299.29 511.6679451 (5,882.17) 6,223.27 2,152.05
Sumatera Selatan 3,935.06 1549.652558 5,446.50 (5,485.63) 5,445.58
Bengkulu 791.24 311.5943338 (628.69) 375.03 849.18
Lampung 2,887.39 1137.07443 639.29 (1,913.75) 2,750.01
Kepulauan Bangka Belitung
1,058.84 416.9791616 342.87 (840.25) 978.45
DKI Jakarta 38,791.33 15276.29312 (26,285.45) 18,750.02 46,532.20
Jawa Barat 30,002.01 11814.99652 31,037.05 (27,193.70) 45,660.36
Jawa Tengah 18,679.33 7356.047763 17,124.10 (21,279.04) 21,880.44
DI. Yogyakarta 2,161.45 851.195217 (3,842.04) 2,775.54 1,946.15
JawaTimur 45,008.26 17724.56213 21,274.01 (12,873.32) 71,133.51
Banten 6,478.59 2551.314467 15,737.56 (12,917.17) 11,850.30
Bali 4,030.36 1587.183378 (6,026.05) 5,474.71 5,066.20
Kalimantan Barat 3,503.26 1379.609054 (1,443.13) (1,099.61) 2,340.13
Kalimantan Tengah 1,575.00 620.246365 1,979.52 (2,226.48) 1,948.28
Kalimantan Selatan 2,189.11 862.0876 2,715.38 (2,977.91) 2,788.67
Kalimantan Timur 4,032.93 1588.19391 8,403.03 (7,638.73) 6,385.42
SulawesiUtara 1,140.40 449.0974305 2,334.11 (1,443.03) 2,480.58
Sulawesi Tengah 906.61 357.0273437 (520.95) 791.00 1,533.68
Sulawesi Selatan 3,571.67 1406.548774 2,629.44 (1,365.31) 6,242.35
Sulawesi Tenggara 754.33 297.0621581 (110.48) 682.19 1,623.10
Gorontalo 177.21 69.78619394 353.27 (298.73) 301.54
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
407| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
NusaTenggaraBarat 1,272.25 501.0192983 173.91 (159.43) 1,787.75
Nusa Tenggara Timur 1,004.52 395.5877738 58.31 (300.14) 1,158.28
Maluku 499.09 196.545849 84.29 (167.38) 612.55
Maluku Utara 333.40 131.2970923 579.60 (416.03) 628.27
Papua 307.54 121.1124786 1,426.93 (82.02) 1,773.56
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
Tabel 9. Dekomposisi Shift-Share Sektor Jasa 2004-2013
Provinsi Mij Nij Eij,t-1 x (rij-rij*t) Eij,t-1 x (rij*
t-ri) D
Aceh 2,762.30 552.4372703 316.59 (751.72) 2,879.60
Sumatera Utara 5,234.32 1046.822164 (19,771.94) 20,487.43 6,996.62
Sumatera Barat 3,037.46 607.467511 3,460.75 (3,617.26) 3,488.42
Riau 2,032.69 406.5216719 1,124.45 (92.27) 3,471.39
Jambi 742.22 148.4389907 (3,183.39) 2,841.46 548.73
Sumatera Selatan 2,209.37 441.8573097 3,243.11 (2,430.52) 3,463.82
Bengkulu 617.52 123.4995032 16.05 157.63 914.70
Lampung 1,486.54 297.2963806 665.69 (950.42) 1,499.10
Kepulauan Bangka Belitung
315.05 63.00663626 277.08 (98.12) 557.01
DKI Jakarta 21,424.27 4284.684786 (19,494.46) 18,269.47 24,483.96
Jawa Barat 10,445.37 2088.990962 1,231.92 (2,689.49) 11,076.79
Jawa Tengah 9,004.03 1800.734178 9,157.82 (10,576.83) 9,385.76
DI. Yogyakarta 1,832.61 366.5067131 (2,955.39) 2,292.36 1,536.08
JawaTimur 13,251.81 2650.257469 222.62 (536.38) 15,588.32
Banten 1,551.82 310.3524895 2,652.62 (2,020.95) 2,493.85
Bali 1,855.31 371.0468576 (1,451.97) 1,656.86 2,431.25
Kalimantan Barat 1,468.58 293.7052796 280.43 43.79 2,086.50
Kalimantan Tengah 1,084.94 216.9799638 1,232.16 (1,111.91) 1,422.18
Kalimantan Selatan 1,234.85 246.9595524 2,044.49 (1,787.39) 1,738.91
Kalimantan Timur 1,092.25 218.4415133 2,136.74 (2,054.79) 1,392.64
SulawesiUtara 1,335.81 267.1506054 848.51 (996.96) 1,454.50
Sulawesi Tengah 1,085.19 217.0293834 238.95 466.09 2,007.26
Sulawesi Selatan 2,783.15 556.6085013 (976.65) (324.32) 2,038.80
Sulawesi Tenggara 670.52 134.0986312 (612.66) 490.40 682.35
Gorontalo 215.00 42.99740366 435.91 (361.44) 332.47
NusaTenggaraBarat 971.16 194.2238763 (215.45) (171.33) 778.60
Nusa Tenggara Timur 1,402.43 280.4756682 403.48 (306.40) 1,779.99
Maluku 391.54 78.30588645 (115.90) 53.26 407.21
Maluku Utara 110.95 22.18870446 107.27 (115.89) 124.52
Papua 304.60 60.91661798 2,438.00 13.36 2,816.87
Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam
Penentuan Sektor Ekonomi Kompetitif
408| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Dependensi spasial menggambarkan
saling ketergantungan atau saling
mempengaruhi yang terjadi antara provinsi
yang satu dengan yang lain. Untuk melihat ada
tidaknya dependensi spasial, dipergunakan
Indeks Moran dengan menggunakan
pendekatan LISA. Nilai indeks yang positif
menggambarkan adanya depensi spasial. Hal
ini mengandung arti bahwa perubahan yang
terjadi di suatu provinsi dipengaruhi oleh
provinsi lain.
Berdasarkan hasil yang ada, terdapat
provinsi yang memiliki nilai positif di semua
sektor, dan sebaliknya terdapat provinsi yang
memiliki nilai negatif pada semua sektor. DKI
Jakarta misalnya, untuk semua sektor pada
tahun 2004, 2008, dan 2013 memiliki nilai
indeks yang negatif. Hal ini mengandung arti
bahwa keempat sektor di DKI Jakarta tersebut
tidak memiliki dependensi dengan daerah lain.
Sementara itu beberapa provinsi seperti
Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur
memiliki nilai positif pada semua sektor dan
semua periode. Hal ini menunjukkan adanya
dependensi provinsi-provinsi tersebut dengan
provinsi lainnya.
Tabel 10. Statistik LISA Tahun 2004, 2008, 2013
Provinsi Pertanian Industri Perdagangan Jasa
2004 2008 2013 2004 2008 2013 2004 2008 2013 2004 2008 2013
Aceh -16.7180 23.1664 1.6295 6.5931 -13.3079 7.5558 5.5389 5.8214 15.2520 50.7688 123.8016 50.0211
Sumatera Utara -5.9282 21.6042 5.5468 -38.3645 69.3183 21.7158 -32.3805 99.4917 32.5560 -22.8333 37.3551 4.8203
Sumatera Barat -75.5342 85.4018 40.3776 -55.1018 22.5243 -32.1215 -38.6368 34.1407 0.7538 -734.8500 280.3403 360.9113
Riau 1.4317 2.8855 5.6435 -0.0764 -3.2911 -7.1983 -0.1523 -1.1191 -4.2348 1.4464 2.2825 4.3801
Jambi -11.1027 -86.5647 -99.9693 8.6368 -48.2410 -64.4009 8.4297 -36.9802 -40.1530 3.9345 -41.1507 -44.0897
Sumatera Selatan 40.9655 61.9468 -50.3000 18.4264 -27.9193 49.0779 8.4870 -33.0383 40.2429 18.6592 -26.7250 84.5058
Bengkulu 4.7054 -0.0790 -1.8765 14.8201 13.6463 9.3481 15.2401 14.6269 11.9917 14.1819 14.6140 12.2637
Lampung 2.5120 -29.1455 -13.8108 8.3603 29.5665 14.9955 12.0699 34.9795 19.2495 8.9958 31.6421 19.2677
Kepulauan Bangka Belitung -4.0142 -28.7302 -1.2420 2.0506 -18.2597 9.5916 1.7584 -24.1385 10.7119 3.8851 -14.9331 7.4029
DKI Jakarta 2.7026 -0.7297 -1.5525 7.2638 0.6731 -0.4350 -1.5774 -1.0383 -0.9036 -1.9693 -1.2245 -1.0312
Jawa Barat -2.1948 -2.9414 -3.4475 -0.1040 -2.5250 -2.7156 -1.4104 -3.3427 -3.3900 -3.4851 -4.5047 -4.6464
Jawa Tengah -1.6164 -4.9482 -5.6564 -7.4877 -9.1792 -8.3384 -8.2564 -11.6675 -12.8804 -6.8957 -10.4810 -11.5872
DI. Yogyakarta -0.5765 -14.6270 -19.6580 7.9854 21.2294 -14.2048 10.7981 19.1649 -3.8563 16.6955 10.7040 -8.4667
JawaTimur 1.1406 2.6843 1.2939 -0.1933 -0.1816 -0.6965 -0.7868 -0.6468 -1.1285 -1.0698 -0.1249 -1.1843
Banten -64.6370 15.6083 6.0005 44.1847 -12.9911 -8.5269 -
2865.2900 -
163.3458 -84.0284 -40.9059 29.2911 9.1506
Bali -47.3615 -61.1543 -82.2504 -58.7546 -82.7801 -124.0325 -66.9892 -82.4424 -
125.1026 -37.5024 -45.7972 -80.3373
Kalimantan Barat 12.2042 -11.8511 -15.2357 6.3110 -3.8158 13.1238 14.0523 4.0487 15.1576 10.9588 5.2930 11.2183
Kalimantan Tengah -30.2031 -0.6190 16.4118 -1.7121 -4.7483 13.7533 -3.4519 2.5692 17.1258 -1.0144 6.7342 17.2317
Kalimantan Selatan -
121.0892 25.6745 7.5858 -20.9484 -37.8069 -3.8204 -24.6915 -0.4068 7.7671 -34.3546 16.4307 11.2323
Kalimantan Timur 45.6772 3.5166 -5.8253 22.2122 6.3115 5.7164 -173.6976 -39.8393 -10.8985 -125.9761 -24.4071 -6.6935
SulawesiUtara -2.2103 -18.2503 6.3548 -1.3211 -30.2662 14.2876 0.8065 -13.9420 17.2316 7.7437 -10.5084 19.5695
Sulawesi Tengah 3.0225 -4.7128 -9.3755 7.8122 4.9466 -8.8882 8.3402 7.0997 0.4232 8.8116 7.4416 3.2061
Sulawesi Selatan -1.4074 -57.0527 -8.0015 12.4072 39.3255 18.7086 18.0037 44.3189 28.4753 79.2697 81.0618 33.3290
Sulawesi Tenggara 0.1058 -11.3883 -6.0180 13.4547 17.6539 1.9679 13.1529 16.5262 6.9511 12.6576 17.4675 5.5656
Gorontalo 12.1343 18.1791 23.8936 19.0235 28.8991 26.0330 17.7126 25.7412 25.3885 15.6132 18.9232 26.1586
NusaTenggaraBarat 7.0833 7.4509 12.2294 13.6278 12.0229 12.5692 15.2489 14.6955 16.2180 15.7663 15.1306 16.4394
Nusa Tenggara Timur 33.0591 48.5935 32.1794 21.4215 28.8154 22.1151 24.2850 32.7291 25.0567 37.0868 48.4171 39.4313
Maluku 20.4481 22.6671 20.9849 23.0976 26.3582 24.0967 23.6266 26.5836 24.5329 23.6338 24.3187 22.8827
Maluku Utara 19.2164 20.8708 24.7480 24.1674 25.1718 26.5389 22.9731 24.4270 26.9206 19.9223 21.1101 24.1923
Papua -1.9659 1.3636 -3.9650 3.0283 11.5402 0.4660 2.8157 10.0191 5.8886 5.0548 1.4227 6.7599
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah.
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA, 6 , 2017, 000-000
409| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
SIMPULAN
Struktur perekonomian Indonesia
menunjukkan terjadinya pergeseran sektoral. Hal
ini tercermian dari perkembangan proporsi dan
output setiap tahun. Sektor pertanian dan sektor
industri menunjukkan tren penurunan proporsi
selama kurun waktu 2003-2014. Tren penurunan
proporsi tidak berarti menyebabkan tren
penurunan output PDRB atau PDB dan juga
sebaliknya. Proporsi dan output menunjukkan
terjadinya perubahan pola atau struktur
perekonomian.
Kondisi perekonomian di provinsi
dipengaruhi oleh kondisi perekonomian nasional,
perekonomian daerah atau regional,
perkembangan sektor ekonomi, serta posisi
sektor tersebut diantara sektor yang sama dari
provinsi lain. Hal ini membuat perubahan yang
terjadi baik di dalam daerah atau di luar daerah
dapat mempengaruhi perekonomian di suatu
daerah. Kondisi yang terjadi di suatu daerah
dapat dipengaruhi oleh kondisi di daerah lain,
namun bisa pula tidak dipengaruhi oleh daerah
lain. Hal ini menggambarkan ada atau tidaknya
dependensi antar daerah.
Investasi sangat mempengaruhi
perekonomian daerah dan nasional karena
investasi memiliki efek multipler yang banyak
seperti pada lapangan kerja, pendapatan, serta
sektor ekonomi lainnya. Daerah perlu
merumuskan kebijakan dan strategi investasi
yang mampu menarik minat calon investor
dengan berbagai insentif dan kemudahan yang
ditawarkan, termasuk upaya promosi yang
sistematis. Hal ini dimaksudkan agar struktur
perekonomian semakin kuat dan pertumbuhan
ekonomi ditopang oleh investasi.
Adanya ketergantungan antar daerah
menyebabkan apa yang terjadi di sebuah daerah
berpengaruh ke daerah lainnya. Sinergi antar
daerah menjadi faktor penting untuk daerah yang
memiliki keunggulan di sektor tertentu. Pola
kerjasama antar daerah yang mampu mendorong
produktivitas akan mendorong terwujudnya
konvergensi dalam pendapatan dan pertumbuhan
ekonomi.
Pemetaan daerah melalui identifikasi
sektor unggulan, serta bagaimana
mengintegrasikan keunggulan tersebut perlu
segera dilakukan dalam rangka mewujudkan
“Indonesia incorporated”.
DAFTAR PUSTAKA
Anselin, Luc (1988). Spatial Econometrics:
Methods and Models. Kluwer Academic
Publishers Inc. Dordrecht. Netherland.
Artige, Lionel dan Leif Van Neuss (2013). “A
New Shift Share Method”. CREPP
Working Paper No. 2013/02. Centre de
Recherche en Economic Publique et de la
Population. Liege.
Badan Pusat Statistik (2013). Produk Domestik
Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Provinsi, 2004-2012.
www.bps.go.id (Diakses tanggal 12
Desember 2013).
Dekiawan, Hermada (2014). “Konvergensi
Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah
Provinsi di Indonesia: Pendekatan Data
Panel Dinamis Spasial”. Buletin Ekonomi
Moneter Perbankan. Vol. 17 No. 1. Bank
Indonesia.
Dinc, Mustafa (2002). Regional and Local
Economic Analysis Tools. World Bank
Institute. The World Bank Washington.
Chiptea, Angela, Guillaume Gaulier, dan
Soledad Zignago (2005). “World Trade
Competitiveness : A Disagregatted View
by Shift-Share Analysis”. CEPII Working
Paper No. 2005-23. Paris.
Drugge, Sten E (1988). “A Theoretical Critique
of Shift and Share Analysis : A General
Equilibirum Approach”. Canadian Journal
Regional Science. XI.2:303-311.
Espa, Giuseppe, Danila Filipponi, Diego
Giuliani, Davide Piacentino (2012).
“Business change in Italian regions. A
HERMADA DEKIAWAN DAN BUDI ASMARAWATI / Pendekatan Model Shift-Share Spasial Dinamis dalam Penentuan
Sektor Ekonomi Kompetitif
410| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
spatial shift-share approach to plant-level
data”. Working Paper No. 02/2012.
Univbersity of Trento. Trento.
Esteban-Marquillas, J (1995). “Regional
Convergence in Europe and the Industry
Mix: a Shift-Share Analysis”. Working
Paper. Institut d'Anàlisi Econòmica CSIC.
Barcelona.
Fernandez, M. M. dan Ana Jesus Lopez
Menendez (2005). “Spatial Shift Share
Analysis: New Development and New
Findings for the Spanish Case”. Paper 45th
Congress of the European Regional
Science Association.
Frits, Oliver dan Gerhard Streicher (2004).
“Measuring Changes in Regional
Competitiveness over Time: A Shift Share
Regression Exercise”. Paper Presented at
International Conference on Policy
Modelling. Paris.
Herath, Janaranjana, Peter Schaeffer, dan Tesfa
Gebremedhin (2013). “Employment
Change in LDs of West Virginia: A
Dynamic Spatial Shift-Share Analysis”.
American Journal of Rural Development.
Vol. 1. No. 5:99-105.
Kamarianakis, Yiannis dan Julie Le Gallo
(2004). “Exploratory Spatial Data Analysis
and Spatial Econometric Modeling for the
Study of Regional Productivity
Differentials in European Union, From
1975 To 2000”. Paper 7th AGILE
Conference on Geographic Information
Science. Heraklion. Greece.
Knudsen, Daniel (2000). “Shift-share analysis:
further examination of models for the
description of economic change”. Socio-
Economic Planning Sciences. Vol. 34:177-
198. Pergamon.
Kuncoro, Mudrajad dan Ahmad Nafis Idris
(2010). “Mengapa Terjadi Growth Without
Development di Provinsi Kalimantan
Timur?”. Jurnal Ekonomi Pembangunan.
Vol. 11 No. 2.
Matlaba, Valente J, Mark Holmes, Philip
McCann, dan Jaques Poot (2012). “Classic
and Spatial Shift-Share Analysis of State-
Level Employment Change in Brazil”.
Working Paper in Economics. No. 08/12.
University of Waikato. Hamilton.
Mitchell, William, Jenny Myers, dan James
Juniper (2005). “Extending Shift-Share
Analysis to Account for Spatial Effects: A
Study Using Australian Census Data”.
Centre of Full Employment and Equity.
The University of New Castle.
Shi, Chun-Yun dan Yang Yang (2008). “A
Review of Shift-Share Analysis and Its
Application in Tourism”. International
Journal of Management Perspectives. Vol.
1 No. 1:21-30.
Traistaru, Iulia dan Guntram B. Wolff (2002).
“Regional Specialization and Employment
Dynamics in Transition Countries”.
Working Paper No. B 18 2002. Center for
European Integration Studies. University of
Bonn