analisis perkembangan ekonomi bidang ketenagakerjaan...
TRANSCRIPT
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 417-432
417| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI)
When Fintech Meets Accounting : Opportunity and Risk
ISBN 978-602-17225-7-2. http://fkbi.akuntansi.upi.edu/
Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan
Provinsi Sumatera Utara
Prawidya Hariani RS
Ekonomi Pembangunan- Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara – Medan
Jalan Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan - 20238
Abstract. Indonesia's macroeconomic condition shown the unemployment rate is still above 4% or above the
normal unemployment rate. The employment trends of the province North Sumatra, the LFPR (Labor Force
Participation Rate) continue to increase, but the unemployment rate for the last 31 years actually rose by 8.29%.
Main objective of studies to estimate data panel to see how the effect of GRDP and real wage (W) on the cities
and districts of North Sumatera on Manpower Absorption (PTK). Furthermore, the study conducted mapping of
the region using Klassen Tipology to compare the rate of economic growth with the growth of labor absorption.
The cross section data were 33 regencys and cities, while the time series was 10 years, from 2005-2014. The
result of estimation by OLS method, then F-test equal to 685,5 where PDRB and W simultaneously have positive
and significant effect to PTK. T-test shows that PDRB has positive effect while W is negative and significant to
PTK. The result of Klassen Tipology shows that the Batubara Regency and City of Tebing Tinggi were included
in the area in Quadrant III where Economic Growth and PTK are low compared to North Sumatra.
Keywords: GDRP; klassen tipology; manpower absorption; real wages.
Abstrak. Kondisi makro ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat pengangguran masih diatas 4% atau diatas
tingkat pengangguran normal. Trend ketenagakerjaan provinsi Sumatera Utara, TPAK (Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja) terus mengalami peningkatan, tapi tingkat pengangguran selama 31 tahun terakhir justru naik
sebesar 8,29%. Tujuan utama penelitian melakukan estimasi dengan panel data untuk melihat bagaimana
pengaruh PDRB dan upah riil (W) pada kota dan kabupaten se-Sumatera Utara terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja (PTK). Selanjutnya, penelitian melakukan pemetaan wilayah dengan menggunakan Tipologi Klassen
untuk membandingkan laju pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan penyerapan tenaga kerja se- Sumatera
Utara. Data cross section nya 33 kabupaten dan kota, sedangkan time series sebanyak 10 tahun, dari tahun
2005-2014.
Hasil estimasi dengan metode OLS, maka Uji-F sebesar 685,5 dimana PDRB dan W secara simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap PTK. Uji-t menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif
sedangkan W negatif dan signifikan terhadap PTK. Hasil Tipologi Klassen menunjukkan bahwa Kabupaten
Batubara dan Kota Tebing Tinggi termasuk dalam wilayah di kuadran III dimana Pertumbuhan Ekonomi dan
PTK rendah jika dibandingkan dengan Sumatera Utara.
Kata Kunci: PDRB; Penyerapan Tenaga Kerja; Tipologi Klassen; Upah riil.
Corresponding author. Jalan Kapten Mukhtar Basri No. 3 Medan. [email protected]
Copyright©2017. Prosiding Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI). Program Studi Akuntansi Fakultas
Pendidikan Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Indonesia
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
418 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi melibatkan
sumber daya manusia (SDM) sebagai salah
satu pelaku pembangunan. Jumlah penduduk
yang besar tidak selalu menjamin
keberhasilan pembangunan bahkan menjadi
beban bagi keberlangsungan pembangunan
tersebut. Jumlah penduduk yang besar dan
tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan
kerja justru menyebabkan tingginya angka
pengangguran.
Perluasan penyerapan tenaga kerja
(selanjutnya disingkat menjadi PTK)
diperlukan untuk mengimbangi laju
pertambahan penduduk golongan usia yang
masuk ke pasar tenaga kerja. Pengangguran
mengakibatkan naiknya beban keluarga,
sehingga mendorong bertambahnya jumlah
orang miskin dan tingkat kriminalitas serta
menghambat pembangunan ekonomi dalam
jangka panjang.Pembangunan ekonomi
daerah merupakan suatu proses yang
memerlukan sinergi dan koordinasi antara
pemerintah daerah serta masyarakatnya dalam
mengelola SDM yang ada. Koordinasi dan
sinergi antara pemerintah daerah dan
masyarakatnya dapat berupa pembentukan
pola kemitraan untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru guna memacu
pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang yang memulai pembangunan
secara terarah dan intensif pada zaman Orde
Baru yang diawali pada program Pelita I.
Ketimpangan antar daerah muncul seiring
dengan pelaksanaan pembangunan ekonomi
di Indonesia. Ketimpangan ini terjadi karena
pertumbuhan dan pembangunan ekonomi
tidak terjadi secara serempak dan merata pada
semua daerah di Indonesia. Ketidakmerataan
tampak secara spasial di Indonesia antara
Pulau Jawa dengan luar Pulau Jawa (Kuncoro,
2004).
Tabel 1
Laju Pertumbuhan Ekonomi di Pulau SumateraTahun 2009-2013 (persen)
Sumber: BPS Indonesia
Ketidakmerataan juga terjadi antar
daerah di Pulau Sumatera yang merupakan
salah satu pulau yang kaya dengan hasil bumi
Indonesia dan termasuk pulau terbesar
keenam di dunia. Ketimpangan pembangunan
antar wilayah dapat dilihat dari perbedaan
tingkat kesejahteraan nilai PDRB/kapita dan
pertumbuhan ekonomi antar wilayah.
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi
di Pulau Sumatera yang berhasil mencatatkan
pertumbuhan ekonomi yang positif dan
melebihi pertumbuhan ekonomi nasional.
Salah satu masalah yang cukup serius
dihadapi Sumatera Utara dewasa ini adalah
masalah pengangguran. Jumlah penganggur
dan setengah penganggur mengalami
peningkatan. Sebaliknya pengangguran dan
setengah pengangguran yang tinggi
merupakan pemborosan SDM dan menjadi
beban keluarga serta masyaraka sehingga
Provinsi 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-
rata
NAD -5.51 2.74 4.84 5.14 4.18 2.28
Sumatera Utara 5.07 6.42 6.63 6.22 6.01 6.07
Sumatera Barat 4.28 5.94 6.26 6.38 6.18 5.81
Riau 2.97 4.21 5.04 3.54 2.61 3.67
Jambi 6.39 7.35 8.54 7.44 7.88 7.52
Sumatera Selatan 4.11 5.63 6.5 6.01 5.98 5.65
Bengkulu 5.62 6.1 6.46 6.6 6.21 6.2
Lampung 5.26 5.88 6.43 6.53 5.97 6.02
Bangka Belitung 3.74 5.99 6.5 5.73 5.29 5.45
Kepulauan Riau 3.52 7.19 6.66 6.82 6.13 6.07
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
419| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
meningkatkan kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal,
dan dapat menghambat pembangunan dalam
jangka panjang (Depnakertrans, 2004).
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara
cenderung meningkat, namun peningkatan
tersebut belum diikuti dengan pengurangan
laju pengangguran. Meningkatnya angka
pengangguran disebabkan karena
ketidakseimbangan pertumbuhan angkatan
kerja dan penciptaan kesempatan kerja.
Adanya kesenjangan antara angkatan kerja
dan lapangan kerja tersebut berdampak
terhadap perpindahan tenaga kerja (migrasi)
baik secara spasial antara desa-kota
(urbanisasi) maupun secara sektoral. Sektor
lapangan usaha memiliki peran atau
kontribusi dalam PTK di suatu daerah.
Kontribusi yang besar terhadap pembentukan
PDRB tidak menggambarkan bahwa sektor
tersebut mampu menampung tenaga kerja
yang banyak.
Berdasarkan latar belakang maka
masalah yang akan dirumuskan adalah
bagaimana variable PDRB dan tingkat upah
mempengaruhi PTK formal di kabupaten kota
se-Sumatera Utara, serta ketimpangan
penyerapan tenaga kerja antar wilayah.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
analisis perkembangan ekonomi bidang
ketenagakerjaan di Kabupaten dan Kota di
Propinsi Sumatera Utara dengan melakukan
estimasi dari variable yang mempengaruhi
PTK, serta mengukur ketimpangan dan
pemetaan ketenaga kerjaan kota kabupaten di
Sumatera Utara.
KAJIAN LITERATUR
Simanjutak (1998), mendefinisikan
penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih
yang sudah atau yang sedang bekerja, yang
sedang mencari pekerjaan, dan sedang
melaksanakan kegiatan lain seperti sekolah
dan mengurus rumah tangga. Menurut
Dumairy (1996) menyatakan pekerja adalah
penduduk yang berumur di dalam batas usia
kerja. Suatu negara menetapkan batas umur
tertentu yang berbeda antara negara satu
dengan negara yang lain.
Besarnya penyediaan tenaga kerja
(supply-side) di masyarakat adalah jumlah
orang yang menawarkan jasanya untuk proses
produksi barang dan jasa. Mereka dinamakan
golongan yang bekerja, sebagian lain
tergolong yang siap bekerja dan sedang
berusaha mencari kerja, mereka dinamakan
pencari kerja atau penganggur. Jumlah yang
bekerja dan mencari kerja dinamakan
angkatan kerja atau labor force. Jumlah orang
yang bekerja tergantung dari besarnya
permintaan (demand-side) dalam masyarakat.
Permintaan tersebut dipengaruhi oleh kegiatan
ekonomi dan tingkat upah dalam
Simanjuntak, (1998).
Indikator Tenaga Kerja dalam
literature ketenagakerjaan, menggunakan
beberapa indikator yang menggambarkan
situasi ketenagakerjaan pada suatu negara atau
daerah dalam Kuncoro (2002) yakni :
Pertama, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) menggambarkan jumlah angkatan
kerja dalam suatu kelompok umur sebagai
persentase penduduk dalam kelompok umur
tersebut, yaitu membandingkan angkatan
kerja dengan tenaga kerja. Untuk menghitung
TPAK dapat digunakan rumus sebagai
berikut:
(1-1)
Kedua, Angka Penyerapan Angkatan Kerja
(employment rate) APAK adalah angka yang
menunjukkan berapa banyak jumlah angkatan
kerja yang menyatakan sedang bekerja pada
saat pencacahan, dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
(2-2)
Ketiga, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
adalah indikasi tentang penduduk usia kerja
yang termasuk kelompok pengangguran.
Tingkat pengangguran terbuka diukur sebagai
persentase jumlah pengangguran terhadap
jumlah angkatan kerja, yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
420 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
(2.3)
Kaum klasik percaya bahwa perekonomian
yang dilandaskan pada kekuatan mekanisme
pasar akan selalu menuju keseimbangan
(equilibrium). Posisi keseimbangan ekonomi
menunjukkan semua sumber daya, termasuk
tenaga kerja, akan digunakan secara penuh
(full-employed), jadi pada mekanisme pasar
tidak ada pengangguran. Artinya, jika tidak
ada yang bekerja, daripada tidak memperoleh
pendapatan sama sekali, maka mereka
bersedia bekerja dengan tingkat upah yang
lebih rendah. Kesediaan untuk bekerja dengan
tingkat upah lebih rendah ini akan menarik
perusahaan untuk memperkerjakan mereka
lebih banyak dalam Blanchard (2013).
Kritikan JM. Keynes (1883-1946)
terhadap sistem klasik salah satunya adalah
tentang pendapatnya bahwa tidak ada
mekanisme penyesuaian (adjustment)
otomatis yang menjamin bahwa
perekonomian akan mencapai keseimbangan
pada kondisi full employment. Fakta
menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tidak
bekerja sesuai dengan pandangan klasik di
atas. Para pekerja memiliki semacam serikat
pekerja (labor union) yang akan berusaha
memperjuangkan kepentingan pekerja dari
penurunan tingkat upah. Kalaupun tingkat
upah diturunkan maka boleh jadi tingkat
pendapatan masyarakat akan turun. Turunnya
pendapatan sebagian anggota masyarakat
akan menyebabkan turunnya daya beli
masyarakat, yang pada gilirannya akan
menyebabkan konsumsi secara keseluruhan
akan berkurang (aggregate consumption),
sekaligus mendorong turunnya harga-harga
secara umum.
Kalau harga-harga turun, maka kurva
nilai produktivitas marjinal tenaga kerja
(marginal value of productivity of labor),
yang dijadikan sebagai patokan oleh
pengusaha dalam memperkerjakan tenaga
kerja akan turun. Jika penurunan dalam harga-
harga tidak begitu besar, maka kurva nilai
produktivitasnya hanya turun sedikit.
Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang
bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih buruk
lagi jika harga-harga turun drastis maka kurva
nilai produktivitas marginal dari tenaga kerja
juga turun drastis dimana jumlah tenaga kerja
yang tertampung menjadi semakin kecil dan
pengangguran menjadi semakin bertambah
luas (Mulyadi, 2003).
Wicaksono, (2010); “Analisis
Pengaruh PDB Sektor Industri, Upah riil ,
Suku Bunga riil, dan Jumlah Unit Usaha
terhadap PTK pada Industri Pengolahan
Sedang dan Besar di Indonesia Tahun 1990-
2008”, PDB sektor industri memiliki
hubungan yang positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja, Upah riil memiliki
hubungan positif dan signifikan terhadap
penyerapan tenaga kerja , suku bunga riil dan
jumlah unit usaha tidak memiliki hubungan
yang signifikan.Variabel upah riil adalah
variabel yang mempengaruhi sebagian besar
dari semua. Uji- F, menunjukkan secara
simultan memiliki pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
di sektor manufaktur besar dan menengah di
Indonesia.
Sianturi. P, (2009); Pengaruh Investasi
dan Konsumsi terhadap Penyerapan Tenaga
Kerja pada Sektor Industri di Sumatera Utara”
Hasil estimasi yang diperoleh menunjukkan
bahwa PMDN, PMA, dan tingkat Konsumsi
secara bersama mempunyai pengaruh positif
terhadap penyerapan tenaga kerja. PMDN dan
PMA signifikan pada α = 5%. Sedangkan
tingkat Konsumsi signifikan pada α = 1%.
Taufik.M dkk ( 2014); “Pengaruh Investasi
dan Ekspor Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Serta Penyerapan Tenaga Kerja Provinsi
Kalimantan Timur”, variabel independen
(investasi dan ekspor) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Pada model sub-struktur 2,
menunjukkan bahwa ketiga variabel
independen (investasi, ekspor dan
pertumbuhan ekonomi) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap penyerapan tenaga
kerja.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, bertujuan mengestimasi dan
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
421| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
menganalisis hubungan antar variabel yang
telah ditentukan untuk menjawab rumusan
masalah. Data yang disajikan adalah panel
data yang dimana penelitian mengunakan
cross section kabupaten dan kota se-Provinsi
Sumatera Utara, sedangkan time series yang
dihimpun adalah pada tahun 2005 hingga
2014. Sumber data publikasi oleh BPS (Badan
Pusat Statistik). Adapun Variabel-variabel
yang akan diamati adalah variabel-variabel
yang diduga mempengaruhi penyerapan
tenaga kerja yakni variabel penyerapan
tenaga kerja (PTK), PDRB (Y) dan upah (W).
Maka model ekonometrik yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
= + + +
(3.6)
Dimana;
〖PTK〗_rt= Penyerapan tenaga kerja
kabupaten dan kota di Sumut pda tahun t
(jiwa)
PDRB_rt = Total nilai PDRB pada kabupaten
dan kota di Sumut pada tahun t (milyar
rupiah)
W_rt = Upah riil pada kabupaten dankota di
Sumut pada tahun t (juta rupiah)
α_0 = Konstanta
α_1,α_2 = Parameter
ε_rt = Error term
Analisis trend dalam kurun waktu
tersebut dapat dianalisis dengan menggunakan
model regresi linier untuk metode kuadrat
terkecil biasa atau OLS (Ordinary Least
Square method) dalam bentuk regresi
berganda yang disajikan lebih sederhana dan
mudah dimengerti.
Metode regresi dengan tehnik OLS
akan menganalisis dengan tahapan melakukan
penaksiran model dengan alat R2 (koefisien
determinasi) dan koefisien korelasi (R).
Selanjutnya melakukan pengujian (test
diagnostic) yang diwalai dari Uji-F untuk
melihat pengaruh variable bebas secara
simultan terhadap variable terikat. Uji-t akan
melihat pengaruh secara parsial dari PDRB
dan W terhadap PTK.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
membawahi 33 Kabupaten dan Kota, yang
terdiri dari 25 kabupaten dan 8 kota, serta
terdapat 325 kecamatan, dan 5.456 kelurahan
dan desa. Beberapa daerah yang merupakan
hasil pemekaran wilayah, seperti Kabupaten
Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi
kabupaten Mandailing Natal (MADINA),
Kabupaten Padang Lawas yang beribukota di
Sibuhuan dan Kabupaten Padang Lawas Utara
yang ibukotanya Gunung Tua. Selanjutnya,
Kabupaten Tapanuli Utara mekar dengan
wilayah baru yakni Kabupaten Toba Samosir
dan Samosir. Kabupaten Nias dimekarkan
menjadi beberapa kabupaten dengan
membentuk Kabupaten Nias Utara, Nias
Barat, Nias Selatan dan Kota Gunung Sitoli.
Wilayah Pantai Timur merupakan
wilayah yang memiliki perkembangan
ekonomi yang paling pesat. Hal ini
disebabkan infrastruktur yang lengkap serta
menjadi Pusat Pemerintahan Propinsi
Sumatera Utara. Selanjutnya Wilayah Dataran
Tinggi merupakan wilayah yang terletak di
tengah propinsi dan termasuk ke dalam
rangkaian Pegunungan Bukit Barisan. Danau
Toba dan Pulau Samosir merupakan beberapa
wilayah yang menjadi daerah dengan
kepadatan penduduk tinggi di wilayah ini.
Terakhir Wilayah Pantai Barat, merupakan
wilayahnya paling luas dengan kondisi
demografis penduduknya yang relatif sedikit
dibanding Pantai timur dan dataran tinggi.
Berdasarkan kondisi letak dan kondisi
alam, maka provinsi Sumatera Utara terbagi
atas beberapa wilayah diantaranya sebagai
berikut :
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
422 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Tabel 2
Pembagian Wilayah Sumatera Utara Berdasarkan Kondisi Letak dan Alam
Pantai Timur Dataran Tinggi Pantai Barat
Kabupaten : Labuhan
Batu, Asahan, Deli
Serdang, Langkat,
Serdang Bedagai, Batu
Bara, Labuhan Batu
Selatan, dan Labuhan
Batu Utara.
Kota : Tanjung Balai,
Tebing Tinggi, Medan,
Binjai
Kabupaten : Tapanuli
Utara, Toba Samosir,
Simalungung, Dairi,
Karo, Humbang
Hasundutan, Pakpak
Bharat, dan Samosir.
Kota: Pematangsiantar
Kabupaten : Nias,
Mandailing Natal.
Tapanuli Selatan,
Tapanuli Tengah, Nias
Selatan, Padang Lawas
Utara, Padang Lawas,
Nias Utara, dan Nias
Barat.
Kota: Sibolga,
Padangsidempuan, dan
Gunungsitoli
Sumber : Wikipedia (https://id.wikipedia.org/wiki/Sumatera_Utara)
Berdasarkan data BPS Sumatera
Utara (2015), jumlah penduduk di wilayah ini
tahun 2014 sebanyak 13.766.851 jiwa dengan
tingkat kepadatan penduduk 189 jiwa per km2
. Penyebaran penduduknya masih
terkonsentrasi pada wilayah Kota Medan
sebesar 16,2%, Kabupaten Deli Serdang
sebesar 13,8%. Kabupaten dan kota hanya
dibawah 10%. Tingkat Kepadatan penduduk
yang tinggi didominasi oleh wilayah
perkotaan, seperti kota Medan sebesar 8.268
jiwa per km2, disusul oleh Kota Tebing
Tinggi dengan kepadatan penduduk sebesar
4.994 jiwa per km2, dan Kota Binjai 4.418
jiwa per km2. Daerah dengan kepadatan
penduduk yang terendah yaitu Kabupaten
Pakpak Bharat 37 jiwa per km2, disusul oleh
Kabupaten Samosir sebesar 59 jiwa per km2,
dan Kabupaten Padang Lawas Utara sebesar
63 jiwa per km2. Sedangkan berdasarkan
kelompok golongan usia, maka posisi nya
masih berbentuk piramida yang menunjukkan
bahwa penduduk provinsi Sumatera Utara
masih didominasi oleh golongan anak-anak
seperti yang terlihat pada gambaran piramida
penduduk tahun 2014 BPS SUMUT (2015).
Selanjutnya jumlah penduduk berdasarkan
angkatan kerja yang telah bekerja di Provinsi
Sumatera Utara dapat dilihat pada table
berikut ini:
Tabel 3
Banyaknya Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan (jiwa), 2010 – 2014
Jenis Kegiatan Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
1. Angkatan
Kerja
6.617.377 6.314.239 6.131.664 6.311.762 6.272.083
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
423| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
- Bekerja 6.125.571 5.912.114 5.751.682 5.899.560 5.881.371
- Mencari Kerja 491.806 402.125 379.982 412.202 390.712
2. Bukan
Angkatan Kerja
2.902.897 2.445.082 2.702.653 2.619.661 3.078.958
Jumlah 9.520.274 8.759.321 8.834.317 8.931.423 9.351.041
Sumber: BPS Sumatera Utara (2015)
Berdasarkan tabel diatas, jumlah
penduduk usia produktif (penduduk yang
berusia 15 tahun ke atas) dari tahun 2010-
2014 memiliki kecederungan yang menurun
setiap tahunnya, dan tahun 2012 jumlah
angkatan kerja paling kecil dibandingkan
tahun sebelum dan setelahnya. Kondisi
tersebut bisa saja terjadi, karena ketika jumlah
penduduk yang bekerja di suatu sektor maka
penduduk lainnya yang tidak bekerja atau
yang mencari kerja akan menggantikan posisi
penduduk yang bekerja sebelumnya namun
pada tahun 2012 penurunan penduduk yang
mencari kerja tidak sebanyak pengurangan
penduduk yang bekerja. Penurunan penduduk
yang bekerja sebanyak 160.432 jiwa,
sementara penurunan penduduk yang bekerja
hanya sebanyak 22.143 jiwa. Hal ini
menunjukan bahwa ada beberapa hal yang
menjadi penyebab terjadinya perbandingan
yang sangat jauh.
Masalah perekonomian suatu daerah
bisa saja menjadi penyebab penurunan
penduduk yang bekerja lebih besar
dibandingkan penurunan penduduk yang
mencari pekerja, misalnya penurunan
permintaan masyarakat terhadap barang atau
suatu komoditi yang dihasilkan oleh
perusahan salah satu sektor lapangan usaha
dan menyebabkan perusahaan akan
mengurangi kegiatan produksinya, serta
mengurangi jumlah tenaga kerja untuk
menghindari resiko kerugian yang besar.
Bukan hanya itu terjadinya inflasi yang
menyebabkan permintaan masyarakat akan
suatu barang juga menurun, dan kenaikan
upah yang menyebabkan produsen akan
mengurangi salah satu faktor produksinya
seperti tenaga kerja untuk memperkecil biaya
prosuksi yang menyebabkan bertambahnya
pengangguran.
Kota Medan yang paling banyak menyerap
penduduk yang bekerja di Sumatera Utara,
tetapi disisi lain, bahwa TPT termasuk yang
sangat tinggi dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya di Sumatera Utara,
yaitu sebesar 9,48%. Tetapi Kota Sibolga
merupakan daerah dengan tingkat
pengangguran paling tinggi yaitu sebesar
12,41%, diikuti Kabupaten Padang Lawas
Utara sebesar 10,9 persen dan Kabupaten
Labura sebesar 10,88 persen. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pengangguran (tidak
melakukan kegiatan apapun) yang paling
banyak di Kota Sibolga, kondisi ini
disebabkan kurangnya daya serap SDM di
pasar kerja atau dengan kata lain kurangnya
lapangan pekerjaan bagi masyarakat Sibolga.
Peran pemerintah daerah sangat penting,
dengan cara mendorong sektor ekonomi yang
mampu menyerap tenaga kerja didaerah
tersebut atau membuat program pinjaman
dana untuk modal mendirikan usaha bagi
masyarakat di Sibolga. Kondisi
perkembangan tenaga kerja dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
-3,63
7,94
-6,31
4,39 8,26
3,91 5,88
-3,61 -2,79
2,51 -0,31
-10,00
0,00
10,00
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Perkembangan Tenaga Kerja
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
424 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Teori Keynesian menekankan pada
pentingnya ketidakstabilan agregat sebagai
penyebab terjadinya fluktuasi makroekonomi
salah satunya penyerapan tenaga kerja.
Gambar 1 Jumlah Pencari Kerja di Sumatera Utara pada tahun 2004-2014 (Jiwa)
Pada gambar 1 menunjukan jumlah
pencari kerja di Sumatera Utara, dimana
jumlah pencari kerja paling banyak tercatat
pada tahun 2007 yaitu sebesar 386.754 jiwa,
kenaikan jumlah pencari kerja pada tahun
2007 sangat tinggi dibandingkan tiga tahun
sebelumnya. Namun tahun 2008 jumlah
pencari kerja kembali turun dan berfluktuasi
pada tahun berikutnya. Hal ini
mengindikasikan terjadi ketimpangan tahun
2013, dimana jumlah pencari kerja turun
secara drastis menjadi 10.867 jiwa. Adapun
tingkat pengangguran terbuka juga menurun
dari 6,53% pada Agustus 2012 menjadi
5.95% pada Februari 2013.
Penurunan penduduk miskin di Sumut
terjadi di perdesaan maupun perkotaan.
Dengan menurunnya jumlah penduduk
miskin, maka persentase kemiskinan juga
turun atau mencapai 9,38% dari jumlah
penduduk provinsi. Angka kemiskinan
memang sangat dipengaruhi oleh besaran
inflasi dan sulitnya lapangan pekerjaan.
Inflasi bisa ditekan dengan cara menekan
terjadinya lonjakan harga barang di pasar,
karena inflasi akan mempengaruhi upah riil.
Tabel 4
Persentase Angkatan Kerja Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan pada tahun 2014 (%)
Tingkat Pendidikan
(Education Level)
Laki-laki
(Male)
Perempuan
(Female)
Jumlah
(Total)
1. Tidak/belum pernah sekolah 1.08 2.55 1.65
2. Tidak/belum tamat SD 8.38 12.14 9.84
3. Tamat SD 21.29 21.98 21.56
4. Tamat SMTP 24.24 18.98 22.2
5. Tamat SMTA 37.49 32.32 35.48
6. Diploma I/II/III/IV, Universitas 7.53 12.02 9.27
Jumlah 100 100 100
Sumber: BPS Sumatera Utara
Berdasarkan tabel diatas, angkatan
kerja di Sumatera Utara tahun 2014 yang
berpendidikan atau tamatan SD ke bawah
masih besar yakni 21,56%. Persentase
90.738
174.664 179.664
386.754
146.294 165.280
187.740 152.285
182.560
10.867
171.692
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
425| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
angkatan kerja golongan ini mencapai
33,05%, angkatan kerja yang berpendidikan
setingkat SMTP dan SMTA masing-masing
sekitar 22,20% dan 35,40%, sedangkan
sisanya 9,27% berpendidikan diatas SMTA.
Dengan masih rendahnya pendidikan
angkatan kerja memungkinkan
produktivitasnya juga masih belum optimal.
Menurut data yang tercatat di BPS
Sumatera Utara dilihat dari status
pekerjaannya, sepertiga atau 31,57%
penduduk yang bekerja di Sumatera Utara
adalah buruh atau karyawan. Penduduk yang
berusaha dengan dibantu anggota keluarga
mencapai sekitar 15,92%, sedangkan
penduduk yang bekerja sebagai pekerja
keluarga mencapai 19,48%. Hanya 3,43%
penduduk yang menjadi pengusaha dengan
mempekerjakan buruh tetap/bukan anggota
keluarganya. Faktor yang menyebabkan masih
rendahnya tingkat pendidikan di Sumatera
Utara adalah kesadaran masyarakat bahwa
pentingnya pendidikan di bidang
ketenagakerjaan dalam membentuk pribadi
dengan keahlian khusus untuk meningkatkan
indeks daya saing SDM .
Penduduk Sumatera Utara sebahagian
besar bekerja pada sektor pertanian yaitu
42,52%. Urutan kedua terbesar dalam
menyerap tenaga kerja adalah jasa-jasa yaitu
sebesar 42,38%, artinya hamper seimbang
dengan pertanian. Sementara penduduk yang
bekerja di sektor industri manufaktur hanya
15,09% an saja.
Sektor ekonomi provinsi Sumatera
Utara sangat bergantung dari pertanian.
Padahal, produksi pertanian sering mengalami
volatilitas harga komoditas cukup tinggi di
pasar. Sehingga, volatilitas harga yang tinggi
dari komoditas tidak begitu menguntungkan,
atau sebaliknya jika turun. Guna menghindari
ketergantungan sangat tinggi pada komoditas,
maka harus dioptimalkan adalah
pengembangan industri hilir. Ini menjadi
salah satu cara agar manufaktur di wilayah
Sumatera Utara dapat tumbuh dan
berkembang lagi. Jika manufaktur bisa
dihidupkan Sumatera Utara akan mendapat
value added yang lebih tinggi lagi dari
komoditi yang dihasilkan sekaligus dapat
membuka lapangan kerja yang lower skill
bagi angkatan kerja Sumatera Utara. Karena
faktanya Sumatera sampai saat ini mayoritas
masih menjual bahan mentah ke negara lain.
Belum sepenuhnya mampu dikelola hingga
dalam bentuk barang jadi di sini, padahal jika
sektor indutri dapat berkembang akan
meningkatkan penyerapan
tenaga kerja seperti buruh dan tenaga ahli
lainnya.
Banyak masyarakat yang menilai
pertumbuhan ekonomi Sumut belum begitu
dirasakan bagi pemulihan daya beli
masyarakat, khususnya terkait dengan
masalah penyerapan tenaga kerja. Artinya,
dengan pertumbuhan ekonomi yang masih
mampu diatas rata-rata nasional namun daya
beli masyarakat belum sepenuhnya membaik.
Angka pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%,
tapi belum tentu akan mampu menyerap
semua tenaga kerja potensial untuk
mengurangi angka pengangguran. Ditambah
lagi, kemajuan teknologi saat ini telah
berperan untuk menggantikan manusia. Jadi
kualitas pertumbuhan ekonomi semakin
menurun dalam menyerap tenaga kerja. Maka
melalui kebijakan pembangunan infrastruktur
oleh pemerintahan Jokowi-JK seperti jalan
told an jalur kereta api di Sumatera Utara
dapat menjadi penyangga dalam menurunkan
jumlah pengangguran. Dengan program padat
karya, diharapkan mampu menjadi motor
penggerak naiknya daya beli masyarakat.
Meskipun di pasar kerja Sumatera Utara
masih membutuhkan serapan tenaga kerja
formal yang bisa menjaga daya beli
masyarakat dalam jangka panjang.
Hasil running data dari model estimasi
Pada model estimasi yang sudah
ditentukan diatas, dimana dalam
pengolahannya menggunakan metode estimasi
OLS biasa dengan panel data maka hasilnya
masih terdapat autokorelasi, sehingga model
dilakukan treatment dengan cara menambah
logaritma natural, sehingga hasil running data
menunjukkan sudah terbebas dari autokorelasi
untuk asumsi klasik, kondisi ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
(1) Penaksiran Model. Koefisien determinasi
(R2) secara serentak variable bebas PDRB
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
426 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
dengan upah riil mampu menjelaskan variable
terikat dari PTK sebesar 82,32%, sisanya
17,68% dijelaskan oleh variable terikat diluar
model yang masuk dalam disturbance error di
model tersebut.
Selanjutnya koefisien korelasi (R)
menunjukkan derajat hubungan antara
variable bebas dalam hal ini secara simultan
sebesar 0,907310 maka dapat disimpulkan
bahwa hubungan antara PDRB dan W dengan
PTK memiliki pengaruh sanagat kuat dan
signifikan karena nilai R mendekati satu.
(2) Interprestasi Hasil. Model yang digunakan
utuk menganalisis variabel bebas dan terikat
yang juga di transformasikan ke dalam
logaritma natural, yaitu
LnPTK(rt) = + Ln PDRBrt+ Ln
Wrt + ………………...…………(4.1)
Dimana pada model diatas (PTK(rt))
merupakan jumlah angkatan kerja yang
bekerja diukur dalam satuan jiwa, kemudian
(PDRB(rt)) merupakan total nilai Produk
Domestik Regional Bruto atas dasa harga
konstan tahun 2000 yang diukur dalam satuan
milyar rupiah, dan yang terakhir adalah
(W(rt)) merupakan nilai upah riil yang diukur
dalam satuan ribuan rupiah. Seluruh variabel,
seperti penyerapan tenaga kerja (PTK(rt)),
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB(rt)),
dan upah riil (W(rt)) berdasarkan pada
wilayah-r dan pada tahun-t.
Dari data yang telah diperoleh maka
persamaan regresi berikut ini dan kemudian
akan dianalisis dengan menggunakan hasil
regresi yang terlihat pada tabel 4.9 yaitu,
sebagai berikut:
PTK(rt) = 15.89862 + 0.817655
PDRBrt - 0.671145 Wrt
Dari hasil estimasi yang telah diperoleh dapat
dibuat interprestasi model untuk
membuktikan hipotesa yang diambil melalui
hasil regresi ini, yaitu: variabel PDRB
mempunyai pengaruh yang positif dan
signifikan terhadap PTK di 33 kabupaten dan
kota Provinsi Sumatera Utara, dengan nilai
koefisien sebesar 0.817655. Artinya, jika nilai
total PDRB naik sebesar Rp 1 Milyar maka
akan meningkatkan PTK sebesar 0.818 jiwa di
33 kabupaten dan kota Provinsi Sumatera
Utara (ceteris paribus). Selanjutnya variabel
W mempunyai pengaruh yang negatif dan
signifikan terhadap PTK di 33 kabupaten dan
kota Provinsi Sumatera Utara, dengan nilai
koefisien sebesar -0.671145. Artinya, jika
upah riil meningkat sebesar Rp 100 ribu,
maka akan mengurangi PTK sebesar 0.67 jiwa
di 33 kabupaten dan kota Provinsi Sumatera
Utara (ceteris paribus). Dalam melakukan
running data model estimasi yang
dirumuskan, maka ada perbaikan karena
melanggar asumsi klasik dengan logaritma
natural (Ln), maka hasilnya sebagai berikut:
Tabel 5
Ringkasan Hasil Pengolahan Data
Variabel
OLS (Ordinary Least Square)
Model 1 Tanpa
(Ln)
Model 2 Setelah
(Ln)
PDRB 4.434942***
0.817655***
(0.0000) (0.0000)
Upah riil (W) 0.021807***
-0.671145***
(0.0000) (0.0000)
Konstanta 43238.27**
15.89862***
(0.0143) (0.0000)
N_Kab/Kota 33 33
Numb of Obs
330
295
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
427| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Adj R-Square
0.271065
0.823212
R
(Correlation)
52,08
90,73
Uji-F 62.17158***
685.5047***
(0.0000) (0.0000)
D-W
(Durbin-Watson)
0.478760
1.678292
Prob>chiq 0 0
Keterangan : *** Level of Signifikan, ***1%, **5%, *10%
Berdasarkan tabel diatas, penelitian ini
telah menggunakan 2 simulasi dari model
konsentrasi ekonomi dan dapat dijelaskan
pada model simulasi 1-2 mengenai variabel
terikat PTK dan variabel bebas PDRB dan
Upah riil. Pada model simulasi pertama
diperoleh nilai koefisien R sebesar 52,06%
angkanya tidak terlalu besar atau belum
mendekati 1, artinya hubungan PDRB dan W
terhadap PTK tidak terlalu kuat, karena
sisanya sebesar 47,94% masih dihubungi oleh
variable diluar model. Hal ini sejalan dengan
nilai Adjusted R-Square hanya sebesar
27,11%. Artinya bahwa variabel PDRB dan
upah riil (variabel bebas) hanya mampu
menjelaskan variasi variabel PTK (variabel
terikat) sangat kecil sedangkan sisanya
sebesar 73,99% dijelaskan oleh variabel lain
yang terdapat pada error term.
Dilihat dari tabel diatas pada model
simulasi 1, variabel PDRB memiliki nilai
koefisien dengan tanda positif sesuai dengan
hipotessa yang ada dan signifikan pada α 1% ,
namun variabel upah riil (W) memiliki nilai
koefisien dengan tanda positif tidak sesuai
dengan hipotesa dan signifikan pada α 1%.
Kemudian, nilai D-W (Durbin-Watson)
hanya sebesar 0,48 dan dapat disimpulkan
model simulasi 1 belum terbebas dari
autokorelasi dimana syarat terbebas dari
autokorelasi yaitu 1,54< du <2,46. Model
simulasi 1 juga dianggap belum terbebas dari
uji asumsi klasik seperti multikolinearitas
yang dilihat dari tanda koefisien variabel upah
riil yang berubah (tidak sesuai dengan
hipotesa) dan heterokedastisitas yaitu adanya
ketidaksamaan varians. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengujian pada model simulasi
selanjutnya dengan melakukan logaritma
natural dalam model estimasi sebelumnya.
Pada model simulasi ke-2 setelah
dilakukan logaritma natural diperoleh nilai
koefisien R sebesar 90,73% angka yang cukup
besar atau mendekati 1, atau sangat kuat,
karena sisanya yang hanya sebesar 9,27%
berhubungan oleh varibael lain diluar model
ini. Hal ini sejalan dengan nilai Adjusted R-
Square yang sebesar 82,32%, hal ini
menunjukan bahwa variabel PDRB dan upah
riil mampu menjelaskan variasi variabel
PTK sebesar 82,32%, dan sisanya sebesar
17,68% dijelaskan oleh variabel lain diluar
model atau ada didalam disturbance error.
Dilihat dari tabel diatas pada model
simulasi ke-2, variabel PDRB tetap memiliki
nilai koefisien dengan tanda positif sesuai
dengan hipotesa yang ada dan signifikan,
artinya variabel upah riil memiliki nilai
koefisien negatif sesuai dengan hipotesa dan
signifikan. Kemudian, nilai D-W (Durbin-
Watson) sebesar 1,68, atau lebih besar
dibandingkan pada model simulasi-1, dapat
disimpulkan model simulasi ke-2 sudah
terbebas dari autokorelasi dimana syarat
terbebas dari autokorelasi yaitu 1,54< du
<2,46. Model simulasi ini juga dianggap
sudah terbebas dari uji asumsi klasik.
Sehingga model simulasi kedua ini dijadikan
sebagai parameter dalam analisis pengaruh
PDRB dan upah riil (W) terhadap PTK di
Sumatera Utara.
Uji heterokedasitas bertujuan menguji
apakah dalam model terjadi ketidaksamaan
varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varian dari residual satu
pengamatan yang lain tetap, maka disebut
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
428 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
homokedastisitas dan jika berbeda disebut
heterokedastisitas. Grafik scatterplot
menujukkan model yang telah dilakukan
logaritma natural (Ln), dimana terlihat pada
gambar bahwa titik-titik menyebar secara
acak, membentuk pola garis walaupun tidak
sejajar serta tersebar ke atas, dan samping
angka 0 pada sumbu Y. dengan demikian
tidak terjadi heterokedastisitas pada model
yang telah dilogaritma naturalkan (Ln).
Karena penelitian ini menggunakan
data panel, maka harus menggunakan Uji
Hausman (Hausman test) karena untuk
melihat apakah model ini signifikan pada
Fixed effect atau random effect. Uji ini akan
membuktikan ada tidaknya heterogenitas baik
pada data cross section ataupun darai data
Time series. Jika dilihat dari data tersebut,
maka model ini mengalami heterokedastistas
pada cross section yakni Kabupaten dan kota
dimana nilai PDRB dan tingkat upah riil
tergantung pada kapasitas ekonomi di daerah
tersebut.
Tabel 6
Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test period random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Period random 27.602400 2 0.0000
Period random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
LOG(PDRB) 0.853470 0.821621 0.000042 0.0000
LOG(W) -0.814718 -0.686570 0.000808 0.0000
Sumber: Eviews 8 dan diolah
Dari hasil diatas, maka didapat nilai time-
series random sebesar 0.0000 artinya nilai
probability < 0,01 , maka model yang dipilih
adalah fixe effect. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model fixed effect lebih
tepat dibandingkan model random effect.
Analisis Tipologi Klasssen Pertumbuhan
Ekonomi dan Pertumbuhan Tenaga Kerja
di Kabupaten dan Kota Provinsi Sumatera
Utara
Penelitian ini menggunakan analisis
tipologi Klassen untuk menganalisis dan
membandingkan pertumbuhan ekonomi per
kabupaten/kota di Sumatera Utara dengan
pertumbuhan tenaga kerja per kabupaten/kota
di Sumatera Utara menggunakan data laju
pertumbuhan ekonomi pada struktur PDRB
atas dasar harga konstan tahun 2000 dan data
pertumbuhan PTK per kabupaten/kota di
Sumatera Utara pada tahun 2014 dengan
menggunakan aplikasi SPSS versi 18.00.
Hasil dari data yang diolah dengan SPSS akan
memetakan letak kuadran untuk 33
kabupaten/kota di Sumatera Utara dan dapat
menarik kesimpulan dari hasil tersebut.
Adapun hasil olahan data di SPSS adalah
sebagai berikut:
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
429| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Gambar 2 Diagram Kartesius Analisis Tipologi Klassen Pertumbuhan Ekonomidan Pertumbuhan
Tenaga Kerja
Sumber: SPSS dan diolah
Dari diagram diatas dapat
diklasifikasikan kabupaten dan kota di
Sumatera Utara menjadi 4 klasifikasi dan
untuk lebih jelasnya disajikan berikut:
Kuadran I : Kabupaten dan kota yang berada
pada kuadran ini berarti laju pertumbuhan
ekonominya dan pertumbuhan PTK nya juga
tinggi. Maka kabupaten dan kota yang berada
pada kuadran ini hanya perlu
mempertahankan atau meningkatkan laju
pertumbuhan ekonomi dan PTK . Adapun 12
kabupaten dan hanya 1 kota yang umumnya
berada di pantai barat Sumatera Utara.
Kuadran II : Kabupaten dan kota yang
berada pada kuadran II ini menjelaskan bahwa
daerah tersebut memiliki laju pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tetapi laju pertumbuhan
PTK nya lebih rendah. Terdapat 7 kabupaten
dan 6 kota yang berada dalam kuadran ini.
Artinya walaupun pertumbuhan ekonominya
tinggi tapi daya serap PTK lebih rendah dan
umumnya terdapat di wilayah Pantai timur
Sumut. Maka sebaiknya pemerintah harus
meningkatkan kinerja dalam menetapkan
kebijakan dalam mengatasi kondisi ini,
misalnya mempermudah dalam pemberian
dana pinjaman untuk investasi mampu
menyerap tenaga kerja lebih tinggi seperti
pertanian dan industry manufaktur. Karena
daerah ini umumnya merupakan engine
growth dari ekonomi Sumut.
Kuadran III : Kabupaten dan kota
yang berada pada kuadran ini menjelaskan
bahwa daerah tersebut memiliki laju
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan PTK
juga rendah. Kondisi pada kuadran ini
menunjukan hanya ada 1 kabupaten dan 1
kota. Maka wilayah ini disebut merupakan
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
430 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
daerah yang relative tertinggal. Maka dari
pemerintah daerah tersebut harus mengambil
kebijakan-kebijakan yang dapat meningkatkan
laju pertumbuhan ekonomi dan PTK di daerah
tersebut, agar daerah t mampu mencapai
pertumbuhan ekonomi, sekaligus menciptakan
lapangan pekerjaan, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya.
Kuadran IV : Kabupaten atau kota yang
berada pada kuadran IV ini menjelaskan
bahwa daerah memiliki laju pertumbuhan
ekonomi yang rendah tetapi pertumbuhan
PTK nya tinggi, jadi terdapat hanya 4
kabupaten yang semuanya berada di pantai
barat Sumut. Kondisi ini menunjukan
kurangnya peran atau campur tangan
pemerintah di daerah dalam mendorong
perekonomian dan mendorong kegiatan pada
sektor yang unggul di daerah tersebut.
SIMPULAN
Variabel PDRB dan upah riil mampu
menjelaskan tentang PTK di 33 Kabupaten
dan Kota Provinsi Sumatera Utara sebesar
82,32%, dan sisanya sebesar 17,68%
dijelaskan oleh variabel lainnya. Secara
parsial PDRB berpengaruh positif dan
signifikan terhadap PTK, sementara upah riil
(W) berpengaruh negative dan signifikan.
Artinya kedua variabel bebas (PDRB dan
upah riil) memiliki pengaruh yang kuat
terhadap penyerapan tenaga kerja (PTK) di 33
Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera
Utara.
Secara simultan PDRB dan upah riil (W)
memiliki hubungan yang kuat dan signifikan
terhadap PTK di 33 Kabupaten dan Kota
Sumatera Utara. Perkembangan tenaga kerja
di Sumatera Utara mengalami fluktuasi,
dimana penyerapan tenaga kerja terendah dan
mengalami penurunan terjadi pada tahun
2006. Kondisi fluktuasi output dan
kesempatan kerja dalam jangka pendek yang
disebabkan oleh terjadinya fluktuasi dalam
permintaan agregat karena lambatnya upah
dan harga menyesuaikan dengan kondisi
ekonomi yang sedang berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Ariefianto, Moch. Doddy (2012);
Ekonometrika Esensi dan Aplikasi
dengan Menggunakan EViews.
Erlangga, Jakarta
Arsyad, Lincolin (2001); Ekonomi
Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN.
BPS,(2014); Total PDRB Atas Dasar Harga
Berlaku menurut Provinsi di
Indonesia. http://bps.go.id.
Diaksespadatanggal 7 Januari 2017.
BPS Sumatera Utara (2014). Tenaga kerja
Pada Penduduk Usia Kerja
menurutKab/Kota Sumatera Utara.
http://www.sumut.bps.go.id. Diakses
pada tanggal 7 Januari 2017.
BPS, (2015); Sumatera DalamAngka 2015.
www.bpssumut.go.id
Depnarkertrans, (2004); Standar Kompetensi
Kerja Nasional. Jakarta:
Depnarkertrans.
http://www.depnakertrans.go.id .
Diakses pada tanggal 9 januari 2017
Dumairy (1996). Perekonomian Indonesia,
Jakarta: Erlangga
Gujarati, Damodar, (2003).EkonometriDasar.
Terjemahan: Sumarno Zain, Jakarta:
Erlangga.
Kuncoro, Mudrajat, (2004). Otonomidan
Pembangunan Daerah. Erlangga.
Jakarta.
Mankiw, N. Gregory, (2007). Makroekonomi.
EdisiKeenam. Jakarta: Erlangga
Sianturi, A. (2009).“Pengaruh Investasi dan
Konsumsi terhadap Penyerapan
Tenaga Kerja pada Sektor Industri di
Sumatera Utara”. USU
Simanjuntak P., (1998). Pengantar Ekonomi
Sumber Daya Manusia. FEUI. Jakarta
FORUM KEUANGAN DAN BISNIS INDONESIA (FKBI), 6 , 2017, 000-000
431| Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017
Sjafrizal (2012). Ekonomi Wilayah dan
Perkotaan. Jakarta: PT
RajagrafindoPersada.
Sudarsono (1998).
EkonomiSumberDayaManusia. Jakarta.
Universitas Terbuka.
Sukirno S., (2004). Makro Ekonomi Teori
Pengantar. Raja GrafindoPerkrasa,
Jakarta.
Taufik M., dkk. (2014). “Pengaruh Investasi
Dan EksporTerhadap Pertumbuhan
Ekonomi Serta Penyerapan Tenaga
Kerja Provinsi Kalimantan
Timur”.UNDIP
Todaro. M.P. (2000). Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga (H.Munandar, Trans.
Edisi Ketujuh). Jakarta: Erlangga.
Tambunan, Tulus T.H. (2001). Transformasi
Ekonomi di Indonesia: Teori dan
Penemuan Empiris, Edisi Pertama,
Jakarta: SalembaEmpat.
PRAWIDYA HARIANI RS/Analisis Perkembangan Ekonomi Bidang Ketenagakerjaan Provinsi Sumatera Utara
432 | Forum Keuangan dan Bisnis Indonesia (FKBI) | VI | 2017