pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna...
TRANSCRIPT
Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja
Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo
Oleh,
Gita Restu Anandani
NIM: 712012043
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
Guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016
TTO:
v
MOTTO:
Hidup adalah perjuangan panjang dengan segala
peluang dan hambatan, dan selama hidup itu masih
berjalan harapan tetap ada dan harus diperjuangkan.
Segala Perkara dapat
kutanggung di dalam Dia
yang memberi kekuatan
kepadaku.
Filipi 4:13
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat dan kasih-Nya yang begitu besar
dalam perjalanan studi dan kehidupan ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
akhir tepat pada waktunya dengan judul “Pendampingan Pastoral Terhadap Remaja
Pengguna Gadget dan Internet di Greja Kristen jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo”. Tugas
akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Program
Sarjana Fakultas Teologi di Universitas Kristen Satya Wacana. Dalam penyusunan tugas
akhir tersebut penulis banyak mendapatkan doa, saran, motivasi, semangat dan bimbingan
dari berbagai pihak yang dekat juga kenal dengan penulis. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan, bimbingan dan doa dari semua pihak tersebut, maka penulisan tugas akhir ini
tidak dapat berjalan lancar sesuai dengan kehendak yang diinginkan penulis. Untuk itu
dengan segala penuh kerendahan hati dan penuh ungkapan syukur penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan fasilitas, dukungan doa
dan dana, membimbing, memotivasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir tersebut,
Oleh karena itu ucapan terima kasih penulis tujukan kepada :
1. Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M,Si sebagai Pembimbing 1 yang telah setia meluangkan
waktunya dan juga memberikan bantuan berupa peminjaman buku, membimbing dan
mengarahkan proses penulisan tugas akhir ini.
2. Pdt. Mariska Lauterboom, MATS sebagai Pembimbing II yang selalu memotivasi,
meluangkan waktu untuk bimbingan dan juga memberikan bimbingan sampai akhir
penulisan tugas akhir ini.
3. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha (TU) Fakultas Teologi Universitas Kristen
Satya Wacana; Pdt. Dr. Retnowati,M,Si, Pdt. Izak Latu, Ph.D, Pdt. Ebenhaizer Nuban
Timo, Pdt. Tony Tampake, Pdt. Yusak Setiyawan, Pdt. Jhon A. Titaley, Pak David
Samiyono, Pdt. Rama Tulus, Pdt. Simon Julianto, Pdt Agus Supratikno, Pdt. Irene
Ludji, MAR, Bu Fery, Pdt. Dr. Jacob Daan Engel, M,Si, Pdt. Mariska Lauterboom,
MATS, Ibu Ira Mangililo,Ph.D, Pdt. Kristanto, Kak Astrid Lusi, Pdt. Nelman , Pak
Handri Jonathan, Bu Budi, Mas Eko, Mas Adi, Bu Ningsih, yang telah membantu
seluruh proses dari awal perkuliahan sampai pada penulisan tugas akhir tersebut yang
merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teologi.
vii
4. Bapak dan Ibu yang dengan setia dan tanpa mengenal putus asa selalu membimbing,
mendoakan, mengusahakan dana dan segala fasilitas untuk penyelesaian studi ini.
5. Pakde Joni, Bude Dwi, Lik Nita, Lik Bangkit, Mbah Sutabri, Mbah Mardikan, Mbah
Daten, Lik Yanti, Lik Ewo, Lik Suki, Lik Agung, Lik Yudi, Pakde Reso dan semua
keluarga besar yang juga ikut mengambil bagian dalam mendukung, membimbing,
memotivasi dan juga memberikan perhatiannya bagi penulis dari awal masuk
perkuliahan sampai penulis dapat mengakhiri tugas dan perjuangan selama studi di
UKSW.
6. Pdt. Indro Sujarwo dan Pdt. Luvi Eko Yunanto beserta keluarga sebagai pendeta jemaat
dan juga motivator penulis, terimakasih sudah memberikan sumbangan pemikiran,
nasehat, bimbingan, doa dan motivasi bagi penulis dalam studi dan juga penulisan tugas
akhir.
7. Seluruh warga GKJW Tulungrejo dimana penulis melakukan penelitian, terimakasih
atas kesediaannya untuk memberikan informasi yang terkait dengan pencarian data
penulisan tugas akhir, dukungan doa, dan bimbingannya.
8. Seluruh warga GKJW Wonoasri dimana penulis melakukan PPL VI, terimakasih atas
pertemuan, perkenalan, dan juga hubungan kekeluargaan yang boleh terjalin dan
mendatangkan doa, semangat, dan bimbingan bagi penulis.
9. Guru Sekolah Minggu GKJ Salatiga yang telah memberikan banyak pengalaman
pendewasaan iman dan juga sikap bagi penulis, teman-teman yang memberikan doa
serta motivasi.
10. Angkatan 2012 Teologi Universitas Kristen Satya Wacana yang telah memberikan
banyak perhatian, doa dan motivasi melalui perjuangan hidup masing-masing dan
semangat kebersamaan ini. “Mari kita semua bersama melayani di dalam Tuhan,
menjadi saksi bagi Kristus kini dan selamanya”
11. SMA Laboratorium Universitas Kristen Satya Wacana yang merupakan tempat PPL V
secara khusus Bu. Maretta Kristiani, S.Th sebagai supervisor lapangan penulis yang
telah memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan pelayanan penulis.
12. Sahabat-Sahabat dan sekaligus keluarga penulis yaitu Ribka, Jenifer Ehiliani Nonitana,
Mumpuni Dwi Wardani, Novi Dwi Permatasari, Rima Delavia, Rima Kristiana Puspa
Wulandari, Yeni Nurindahsari, Novita Zapetri, Gleny, Maria Agnesia, Sinta Kristiani,
Debora Fery Sagita, Trivena Putri Agnesia, Grace, Kak Jesico, Mbak Fany, Mbak Yeni,
viii
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. i
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................................................ ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT…………………………………………………... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES…………………………………………… iv
MOTTO.............................................................................................................................. v
UCAPAN TERIMAKASIH.............................................................................................. vi
ABSTRAK.......................................................................................................................... viiii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................................. 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................ 4
1.5 Metode Penelitian................................................................................................. 5
1.6 Sistematika Penelitian........................................................................................... 6
II. KAJIAN TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA
PENGGUNA GADGET DAN INTERNET.......................................................... 6
2.1 Remaja dan Perkembangannya........................................................................... 6
2.1.1 Konsep dan Definisi Remaja.................................................................... 6
2.1.2 Definisi-Definisi Pemahaman Diri Remaja.............................................. 7
2.2 Definisi Fungsi Pendampingan Pastoral............................................................. 9
2.3 Definisi Gadget dan Internet.............................................................................. 12
2.4 Fungsi Pendampingan Pastoral Terhadap Remaja............................................. 13
x
III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA............................................................. 13
3.1 Gambaran Umum Pelayanan GKJW Tulungrejo............................................ 13
3.2 Temuan Hasil Penelitian................................................................................. 15
3.2.1 Pemahaman dan Penggunaan Gadget dan Internet oleh Remaja di GKJW
Tulungrejo.............................................................................................. 15
3.2.2 Pemahaman dan Pelaksanaan Pendampingan Pastoral.......................... 17
3.2.3 Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo..................................... 18
IV. PENUTUP.............................................................................................................. 28
4.1 Kesimpulan....................................................................................................... 28
4.2 Saran................................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 31
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Internet merupakan sebuah jaringan komputer raksasa, tersebar di seluruh dunia
dan terdiri dari jutaan komputer dari berbagai jenis.1 Kelompok chatting melalui internet
dapat menjembatani seluruh dunia, jenis kelamin, usia, agama, sementara erat homogen
dalam pendidikan dan ideologi.2 Karena itulah penggunaan internet dalam dunia sosial
harus dengan tata kelola yang baik dan tepat terutama sebagai sarana pendidikan,
kemajuan ekonomi, dan kesehatan masyarakat. Internet dapat diakses melalui berbagai
cara salah satunya dengan menggunakan gadget. Berbagai jenis-jenis penggunaan internet
selain email, including messaging, webside, juga dalam bentuk blog.3
Gadget merupakan media elektronik berbentuk handphone, smartphone, laptop dan
tablet yang terdapat berbagai aplikasi di dalamnya. Gadget merupakan alat untuk
mengaktifkan dan menjalankan semua media sosial yang ada, bahkan di kalangan remaja
banyak yang menggunakan gadget yang terhubung oleh jaringan internet untuk bermain
games, memperoleh informasi dan sarana menjalin komunikasi. Dampak positif dari
gadget adalah memudahkan seseorang dalam mendapatkan informasi baik dalam bentuk
tulisan, gambar, maupun video. Selain itu, penggunaan internet juga dapat dilakukan
sebagai sarana komunikasi dan hiburan, sehingga berbagai media sosial seperti facebook,
youtube, twitter bisa dibuka melalui internet.
Penggunaan internet dan gadget memberikan dampak baik positif maupun negatif
kepada remaja. Remaja merupakan seseorang yang sedang bertumbuh menjadi dewasa,
memasuki masa pubertas dimana ada perubahan baik fisik, biologis, psikologis, dan juga
sosial.4 Dampak positifnya adalah memudahkan remaja dalam berkomunikasi dengan
banyak orang tanpa membutuhkan biaya yang banyak. Misalnya melalui jejaring sosial,
remaja dapat berkomunikasi dengan orang dari berbagai belahan dunia. Dengan kemajuan
teknologi yang dimiliki, remaja menemukan permainan-permainan kreatif dan menantang
1 Burhan R, Kamus Dunia Komputer dan Internet (Surabaya: Indah, 2003), 67. 2 Robert D. Putnam, Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community (New York:
Rockefeller Center, 2000), 23. 3 Christopher E. Beaudoin,”Explaining the Relationship between Internet Use and Interpersonal
Trust: Taking into Accaunt Motivation and Information Overload,” Internasional Communication Assocition
(2008), 1. 4 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), 6.
2
yang bisa menguntungkan kreativitas remaja.5 Namun, tidak semua penggunaan gadget
berdampak positif. Penggunaan gadget yang berlebihan membuat remaja menjadi malas
menulis dan membaca. Dengan penggunaan gadget, remaja lebih tergoda dengan variasi
warna yang ada pada tampilan gadget mereka. Media visual ini yang menyebabkan remaja
malas untuk membaca.6 Selain itu dampak negatif dari penggunaan gadget dan internet
yang berlebihan akan mengakibatkan adanya penurunan dalam kemampuan bersosialisasi.
Remaja menjadi tidak peduli dengan sesama serta tidak memahami etika bersosialisasi
dengan lingkungan sekitarnya.7 Lebih ironisnya lagi tidak bisa menghormati orang yang
lebih tua. Remaja selalu ingin mendapatkan sesuatu dengan cepat tanpa melihat prosesnya.
Dampak penggunaan gadget dan internet yang telah dipaparkan di atas juga terjadi
di GKJW Tulungrejo. Fakta yang terjadi di lapangan, baik remaja laki-laki maupun
perempuan merupakan pengguna gadget dan internet. Kebanyakan remaja laki-laki
menghabiskan waktu untuk bermain games dengan gadget yang dimilikinya, sedangkan
remaja perempuan menghabiskan waktu mereka dengan menggunakan media sosial seperti
facebook, bbm, line, twitter dan instagram. Sangat mudahnya remaja mengakses berbagai
informasi dan melakukan komunikasi, membutuhkan peran gereja sebagai salah satu
wadah yang membentuk kepribadian remaja. Masa remaja itu sendiri menghadirkan begitu
banyak tantangan, karena banyaknya perubahan yang harus dihadapi mulai dari perubahan
fisik, biologis, psikologis, dan juga sosial.8 Perubahan ini salah satunya dipengaruhi oleh
penggunaan gadget dan internet, oleh karenanya diperlukan pendampingan pastoral gereja
untuk mencegah dan penyelesaian masalah remaja berkaitan dengan media tersebut.
Masa remaja merupakan saat remaja berada dalam sosialisasi primer, dimana
semua informasi dan pengalaman disekitar mereka akan dibawa saat mereka dewasa nanti.
Menurut Jean Piaget, usia remaja dalam perkembangannya sedang berada pada tingkatan
operasi berpikir formal, dimana remaja bekerja dengan sistematis mencoba semua
kemungkinan.9 Remaja tidak saja berada dalam penalaran matematis dan ilmiahnya, akan
5 Musbahiroh, Gadget, Penggunaan dan Dampak pada Anak-Anak (Universitas Negeri Semarang,
2013), 1. 6 Musbahiroh, Gadget, Penggunaan,1. 7 Musbahiroh, Gadget, Penggunaan. 8 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011), 6. 9 William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014),
200.
3
tetapi juga meliputi kehidupan sosial remaja.10 Demikian juga Erik H. Erikson
menempatkan masa perkembangan remaja yang diperhadapkan dengan adanya identitas
versus kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Pada masa kini, individu
diperhadapkan pada tantangan untuk menentukan “siapakah mereka” itu, bagaimana
mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya?.11
Berdasarkan permasalahan di atas, pendampingan pastoral gereja sangat diperlukan
dalam rangka membimbing, merawat, memelihara, melindungi, dan menolong remaja.12
Pendampingan pastoral memiliki beberapa fungsi antara lain: pertama, fungsi
menyembuhkan (healing), yakni fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi beberapa
kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan menuntunnya ke
arah yang lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Sedangkan kedua, fungsi menopang
(sustaining), yaitu menolong orang yang terluka (sakit) untuk bertahan dan melewati suatu
keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula.13 Fungsi ketiga ialah
membimbing (guiding), yakni membantu orang-orang yang berada dalam kebingungan
untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran dan tindakan
alternatif. Fungsi keempat ialah memulihkan (reconciling), yakni usaha membangun ulang
hubungan-hubungan yang telah rusak di antara manusia dengan Allah dan sesamanya.
Fungsi kelima ialah memberdayakan (empowering) fungsi ini membantu konseli menjadi
penolong bagi dirinya sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi
kesulitan. Selain kelima fungsi tersebut, Howard Clinebell menambahkan lagi fungsi
pendampingan pastoral yakni fungsi memelihara atau mengasuh (nurturing), yaitu
memampukan orang untuk mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepada
mereka.14
Pastoral berperan dalam suatu krisis dan kemalangan hidup, baik itu individu
maupun keluarga, bahkan dalam krisis perubahan sosial dalam masyarakat sekalipun.15
Pendampingan pastoral itu suatu panggilan yang harus dilakukan oleh setiap orang yang
telah merespon panggilan Allah.16 Pendampingan pastoral ini bukan saja menjadi
10 Crain, Teori Perkembangan, 200. 11 Santrock, Remaja Edisi 11, 51. 12 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tisara Grafika,2007), 2. 13 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 7. 14 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 8. 15 Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral, 9. 16 Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral (Salatiga: Widya Sari Press,
2003), 83.
4
tanggungjawab pendeta, pastor atau kaum rohaniawan, tetapi semua orang percaya
terpanggil untuk melaksanakan tugas penggembalaan ini, termasuk juga GKJW Tulungrejo
yang remajanya banyak menggunakan gadget.17 Berdasarkan latar belakang di atas, penulis
mengangkat judul:
“Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di Greja
Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas maka yang menjadi masalah pokok dalam penelitian
ini adalah:
Bagaimana Pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet
di GKJW Tulungrejo?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan
internet di GKJW Tulungrejo.
1.4 Manfaat Penelitian
Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi mahasiswa maupun
penelitian berikutnya. Hal yang sama juga diharapkan bermanfaat bagi pendeta,
konselor dan semua warga gereja berkaitan dengan pemahaman pendampingan pastoral
terhadap remaja akibat pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo.
Secara Praktis
Bagi peneliti sendiri, hasil penelitian ini menambah pengetahuan akan pastoral gereja
yang terkait dengan permasalahan remaja. Selain itu bagi gereja, pemahaman akan
pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet sangat
mendukung pelaksanaan pelayanan dan penyelesaian masalah dalam gereja.
17 Engel, Konseling Dasar.
5
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif, yang dideskripsikan dalam penelitian ini adalah pendampingan
pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Jenis
penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat
ini.18 Metode kualitatif dibangun atas dasar pemahaman intelektual dan argumentasi
yang didukung oleh data empirik. Objek penelitian adalah manusia (remaja) berkaitan
dengan segala sesuatu yang dilakukannya.
Penelitian dilakukan di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo yang berada
di Banyuwangi-Jawa Timur. Dalam proses pengambilan data, cara yang akan digunakan
adalah dengan melakukan wawancara yang mendalam (deep interview) kepada pendeta
jemaat dan pengurus komisi remaja serta remaja. Dalam wawancara yang dilakukan
dengan remaja, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling,
dimana penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena
dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti
mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang
diberikan oleh dua orang sebelumnya.19 Selain dengan melakukan wawancara dan
observasi pada remaja, penulis juga melakukan studi pustaka (studi dokumen) untuk
memperoleh data tentang pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan
internet di GKJW Tulungrejo.
Responden dalam penelitian ini adalah pendeta jemaat dan pengurus komisi remaja
GKJW Tulungrejo. Dalam penelitian ini, lokasi yang dipilih ialah Greja Kristen Jawi
Wetan (GKJW) Tulungrejo. Lokasi ini dipilih karena remajanya cukup banyak, yaitu
sekitar 32 remaja dan dalam era globalisasi ini pengaruh penggunaan gadget dan
internet sudah begitu mempengaruhi kehidupan remaja disana. Penelitian ini akan
dilakukan dengan wawancara mendalam mengenai pendampingan pastoral gereja
terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo. Sumber data
18 Hadari Nanawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 1994), 73. 19 Sugiyono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2012), 68.
6
utama adalah informasi verbal yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan
pendeta jemaat, pengurus komisi, dan remaja di GKJW Tulungrejo. Sumber ini
dilengkapi dengan data fisik berupa data yang didokumentasikan. Data sekunder seperti
dokumen-dokumen akan diperoleh melalui dokumen-dokumen gereja serta tulisan-
tulisan tentang topik yang diteliti.
1.6 Sistematika Penulisan
Penulis akan membagi tulisan ini ke dalam empat bagian, yakni sebagai berikut:
Bagian pertama membahas tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penelitian. Bagian kedua
tentang definisi remaja, pendampingan pastoral, serta gadget dan internet, yang meliputi
remaja dan perkembangannya, peran pendampingan pastoral, alasan dan dampak
penggunaan gadget dan internet. Bagian ketiga ini membahas tentang hasil penelitian dan
pembahasan yang meliputi permasalahan-permasalahan remaja akibat penggunaan gadget
dan internet serta pendampingan pastoral gereja terhadap remaja pengguna gadget dan
internet di GKJW Tulungrejo. Kemudian pada bagian keempat berisi tentang penutup
yang meliputi kesimpulan berupa temuan-temuan yang diperoleh dari hasil penelitian,
pembahasan, analisis dan saran-saran yang berupa kontribusi dan rekomendasi untuk
penelitian yang mendatang.
II. KAJIAN TEORI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA
PENGGUNA GADGET DAN INTERNET
2.1 REMAJA DAN PERKEMBANGANNYA
2.1.1 Definisi Remaja
Masa remaja merupakan periode transisi dalam perkembangan antara masa
kanak-kanak dan dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan
sosio-emosional.20 Kata remaja berasal dari bahasa Inggris adolescence yang diadopsi
dari bahasa Latin adolescere yang berarti remaja, mengandung arti “tumbuh menjadi
dewasa”.21 Masa remaja menempatkan seseorang diantara tahap kanak-kanak dengan
tahap dewasa, tahapan ini dimulai dengan peristiwa kedewasaan yang telah banyak
20 John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 20.
21 Sumardjono Padmomartono, Konseling Remaja (Salatiga: Program Studi Bimbingan dan
Konseling UKSW, 2013), 1.
7
dijelaskan dengan sebutan “pubertas”.22 Pubertas merujuk pada peristiwa-peristiwa
biologis yang menyertai menstruasi pertama pada perempuan dan ejakulasi pertama
pada laki-laki.23 Selain melewati masa perubahan biologis, remaja juga sedang
mengalami perubahan kognitif yang didalamnya seorang remaja akan mengembangkan
kemampuan berpikir abstrak, menemukan cara untuk berpikir tentang masalah
hubungan, memahami cara-cara baru untuk mengolah informasi, dan belajar berpikir
secara kreatif dan kritis.24
2.1.2 Dimensi-dimensi Pemahaman Diri Remaja
Aristoteles abad ke-4 M menyatakan bahwa aspek terpenting dari remaja adalah
kemampuan untuk memilih dan determinasi diri merupakan jalan menuju kematangan.
Ia juga mengenali adanya egosentrisme remaja, dan mengatakan bahwa remaja
mengganggap dirinya mengetahui segala sesuatu dan cukup yakin mengenalinya.25
Sedangkan menurut G. Stanley Hall, masa remaja yang usianya berkisar antara 12
hingga 23 tahun diwarnai oleh pergolakan. Pandangan “badai dan stress (strorm and
stress view)” adalah konsep yang diajukan Hall yang menyatakan bahwa remaja
merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan perubahan suasana hati.
Menurut pandangan ini, berbagai pikiran, perasaan dan tindakan remaja berubah-ubah
antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang baik dan godaan, kebahagiaan dan
kesedihan.26
Selain G. Stanley Hall, Erik H. Erikson juga mengungkapkan bahwa masa
remaja menempatkan remaja yang diperhadapkan dengan adanya identitas versus
kebingungan identitas (identity versus identity confusion). Di masa ini, individu
diperhadapkan pada tantangan untuk menentukan siapakah mereka itu, bagaimana
mereka nantinya, dan arah mana yang hendak mereka tempuh dalam hidupnya.27
Sedangkan dalam pemikiran Jean Piaget, remaja termotivasi untuk memahami
dunianya karena hal ini merupakan suatu bentuk adaptasi biologis. Jean Piaget juga
mengatakan bahwa usia remaja dalam perkembangannya sedang berada pada tingkatan
22 David Geldard, Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), 7. 23 Geldard, Konseling Remaja. 24 Geldard, Konseling Remaja, 10. 25 John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 5. 26 Santrock, Remaja Edisi 11. 27 Santrock, Remaja Edisi 11, 51.
8
operasi berpikir formal, dimana remaja bekerja dengan sistematis mencoba semua
kemungkinan.28
Susan Harter mengatakan bahwa pemahaman diri remaja memiliki sifat yang
kompleks dan melibatkan aspek diri, antara lain sebagai berikut:29 dimensi pertama
ialah abstraksi dan idealisasi, dimana ketika diminta untuk mendeskripsikan mengenai
dirinya sendiri, remaja mulai menggunakan istilah-istilah yang lebih abstrak dan
idealistik. Pemahaman akan remaja juga tidak lepas dari dimensi kedua ialah
diferensiasi, dimana remaja semakin mempertimbangkan berbagai konteks atau situasi
ketika mendeskripsikan dirinya. Dimensi ketiga dari pemahaman remaja ialah diri yang
berfluktuasi, remaja berada didalam kondisi tidak stabil hingga masa remaja akhir atau
bahkan masa dewasa awal. Dimensi keempat ialah kontradiksi di dalam diri. Harter
mengatakan bahwa remaja memiliki sejumlah kontradiksi yang muncul dalam dirinya
yang berbeda-beda itu, misalnya seperti suasana hati yang berubah-ubah dan
memahami, buruk dan menarik, bosan dan ingin tahu, peduli dan tidak peduli, introvert
dan gemar bersenang-senang. Dimensi kelima ialah diri riil versus diri ideal, diri
sebenarnya versus diri palsu. Rogers berpendapat bahwa kesenjangan yang kuat antara
diri riil dan diri ideal dapat menjadi indikasi dari gangguan penyesuaian diri. Dimensi
keenam ialah perbandingan sosial, dalam dimensi ini remaja cenderung melakukan
perbandingan sosial dalam mengevaluasi dirinya. Begitu juga dimensi ketujuh tidak
bisa dilepaskan dari kehidupan remaja, yaitu adanya kesadaran diri. Remaja mendekati
kawan-kawannya untuk memperoleh dukungan dan penjelasan atas dirinya, termasuk
mendengarkan pendapat kawan-kawannya dalam proses mendefinisikan siapakah
dirinya itu. Dimensi kedelapan ialah perlindungan diri, di antara remaja, perasaan
bingung dan konflik yang dipicu oleh upaya memahami dirinya sering kali disertai
dengan kebutuhan untuk melindungi diri. Kemudian adanya pemahaman akan diri yang
tidak disadari sebagai dimensi kesembilan, dibandingkan remaja yang lebih kecil,
remaja yang lebih besar lebih mempercayai adanya aspek-aspek tertentu dari
pengalaman mental yang berada di luar kesadaran atau kontrol mereka. Dimensi
kesepuluh adalah tentang integrasi diri.
28 William Crain, Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2014), 200. 29 Santrock, Remaja Edisi 11, 178-182.
9
2.2 DEFINISI DAN FUNGSI PENDAMPINGAN PASTORAL
Pendampingan pastoral (pastoral care), yang dalam bahasa alkitabiah sering
dipakai istilah penggembalaan berasal dari kata gembala. Proses penggembalaan itu
sendiri ada sejak manusia pertama; Adam dan Hawa. Hukuman Allah adalah upaya
untuk memperbaiki dan membangun kembali hubungan yang tidak harmonis sebagai
proses penggembalaan Allah terhadap manusia.30 Di sisi lain, proses penggembalaan
Allah itu juga merupakan bentuk pertanggungjawaban manusia kepada Allah. Dalam
proses penggembalaan ini, Allah bertindak sebagai seorang gembala yang datang untuk
menolong umat ciptaan-Nya, menemukan akar dan penyebab permasalahan yang
dihadapi, serta upaya memperbaiki hubungan manusia dengan Allah.31
Pendampingan pastoral (pastoral care) yang dalam alkitab dipakai untuk
melaksanakan tugas penggembalaan, tidak hanya memulihkan tetapi juga
mengembangkan orang dalam potensi-potensinya yang dapat juga mengembangkan
orang dalam potensi-potensinya yang dapat digunakan untuk melayani Tuhan dalam
pelayanan kepada sesamanya.32 Yesus tahu kebutuhan setiap orang, bukan hanya
masalah lahiriah tetapi sentuhan kasih Yesus yang dirasakan oleh mereka yang datang
dengan berbagai penyakit dan penderitaan, memberikan dimensi spiritual,
membangkitkan dan mengobarkan semangat hidup yang berpengharapan (Matius
15:30; Lukas 4:40; 6:9). Pendampingan pastoral adalah suatu panggilan yang harus
dilakukan oleh setiap orang yang telah merespon panggilan Allah.33
Istilah “pendampingan pastoral” adalah gabungan dua kata yang mempunyai
makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Dengan demikian, istilah
pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu, menemani, membagi
atau berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan mengutuhkan.34 Penggembalaan
inilah yang menjadi dasar pendampingan pastoral, untuk mewujudkan kasih, perhatian
dan kepedulian kepada yang berada dalam pergumulan, terutama perasaan-
30 Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan
Pengalaman dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 78. 31 Engel, Konseling Dasar. 32 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika, 2007), 5. 33 Engel, Konseling Suatu Fungsi. 34 Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2012), 9.
10
perasaannya.35 Pandangan Alkitab Perjanjian Baru tentang peranan dan fungsi gembala
tidak dapat dipisahkan dari pemahaman tentang pekerjaan Tuhan Yesus sebagai
Gembala Agung dan Gembala yang baik. Yesus Kristus adalah tokoh Messianis yang
menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik, karena Ia telah berhasil
melaksanakan kehendak Allah (Yohanes 10:11). Yesus selalu melihat tujuan
pelayanan-Nya yaitu supaya jemaat yang adalah umat Allah dibangun. Pembangunan
jemaat adalah tujuan penggembalaan yang dilakukan Tuhan Yesus maupun gereja
sebagai tubuh-Nya terhadap anggota-anggota-Nya.36
Pendampingan pastoral yang diusahakan oleh gereja tidak terlepas dari proses
pendampingan. Pendampingan sendiri berasal dari kata kerja mendampingi, sebagai
suatu kegiatan menolong, karena suatu sebab perlu didampingi.37 Interaksi yang terjadi
dalam proses pendampingan, membuat pendampingan memiliki arti kegiatan
kemitraan, bahu-membahu, menemani, berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan
dan mengutuhkan dalam hubungan dengan konseling, pendampingan menempatkan
baik pendamping maupun yang didampingi dalam kedudukan yang seimbang dan
dalam hubungan timbal-balik yang serasi dan harmonis.38 Kata pastoral berasal dari
bahasa latin pastore, dalam bahasa Yunani poimen yang berarti gembala.39 Secara
tradisional, pastoral merupakan tugas pendeta yang menjadi gembala bagi jemaatnya.
Di dalam kata gembala terkandung pengertian tentang hubungan antara Allah yang
penuh kasih dengan manusia lemah yang memerlukan arahan dan bimbingan.
Pendampingan pastoral dapat dilakukan di dalam dua bentuk pendampingan, yaitu
bagaimana seseorang dapat mendampingi orang lain, hadir secara fisik dan psikhis,
mendengar secara aktif dan penuh perhatian.40
Pendampingan pastoral memiliki beberapa fungsi antara lain:41
1. Menyembuhkan (healing), yakni fungsi pastoral yang bertujuan mengatasi beberapa
kerusakan dengan cara mengembalikan orang itu pada suatu keutuhan dan
35 Engel, Konseling Suatu Fungsi. 36 Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan
Pengalaman dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 80. 37 Jacob Daan Engel, Konseling Suatu Fungsi Pastoral (Salatiga: Tirasa Grafika, 2007), 4. 38 Engel, Konseling Suatu Fungsi. 39 Engel, Konseling Suatu Fungsi, 2. 40 Engel, Konseling Dasar, 83. 41 Engel, Konseling Suatu Fungsi, 7-8.
11
menuntunnya ke arah yang lebih baik dari pada kondisi sebelumnya. Dalam hal
pastoral, fungsi menyembuhkan ini penting dalam arti bahwa melalui
pendampingan yang berisi kasih sayang, rela mendengarkan segala keluhan batin,
dan kepedulian yang tinggi akan membuat seseorang yang sedang menderita
mengalami rasa aman dan kelegaan sebagai pintu masuk ke arah penyembuhan
yang sebenarnya.
2. Menopang (sustaining), yakni menolong orang yang terluka (sakit) untuk bertahan
dan melewati suatu keadaan yang di dalamnya pemulihan kepada kondisi semula.
Sokongan berupa kehadiran dan sapaan yang meneduhkan dan sikap yang terbuka,
akan mengurangi penderitaan yang begitu memukul.
3. Membimbing (guiding), yakni membantu orang-orang yang berada dalam
kebingungan untuk menentukan pilihan-pilihan yang pasti diantara berbagai pikiran
dan tindakan alternatif. Fungsi membimbing penting dalam kegiatan menolong dan
mendampingi seseorang. Orang yang didampingi, ditolong untuk memilih atau
mengambil keputusan tentang apa yang akan ditempuh atau apa yang menjadi masa
depannya. Pengambilan keputusan tentang masa depan ataupun mengubah dan
memperbaiki tingkah laku tertentu atau kebiasaan tertentu, tetap ditangan orang
yang didampingi.
4. Memulihkan (reconciling), yakni usaha membangun ulang hubungan-hubungan
yang telah rusak di antara manusia dengan Allah dan sesamanya.
5. Memberdayakan (empowering), fungsi ini membantu konseli menjadi penolong
bagi dirinya sendiri pada masa yang akan datang pada waktu menghadapi kesulitan.
6. Mengasuh (nurturing), berkaitan dengan hidup yang selalu bertumbuh dan
berkembang, biasanya dalam proses perkembangan seorang bayi hingga ia dewasa,
terlihat adanya perubahan bentuk dan fungsi. Perkembangan ini meliputi aspek
emosional, cara berpikir, motivasi dan kemauan, tingkah laku, kehidupan rohani,
dalam interaksi dan sebagainya.
12
2.3 DEFINISI GADGET DAN INTERNET
Gadget menurut kamus berarti perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi
khusus. Gadget merujuk pada suatu peranti atau instrumen kecil yang memiliki tujuan
dan fungsi praktis spesifik yang berguna. Gadget sendiri bisa berbentuk (handphone,
smartphone, laptop, tablet, note, mp3 dan lain-lain).42 Menurut Wing Winarno,
“Gadget adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang artinya perangkat
elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus”. Dalam bahasa Indonesia, gadget di
sebut “acang”. Salah satu hal yang membedakan gadget dengan perangkat elektronik
lainya adalah unsur “kebaruan”. Artinya dari hari ke hari gadget selalu muncul dengan
menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis.
Fitur-fitur umum pada gadget adalah, internet, kamera, video call, telepon, email, sms,
bluetoot, wifi, games dan mp3.43
Penggunaan gadget sendiri memiliki dampak baik positif maupun negatif.
Dampak negatif dari penggunaan gadget secara berlebihan sendiri adalah sebagai
berikut: pertama, kecenderungan penggunaan gadget secara berlebihan dan tidak tepat
dapat menjadikan sesorang bersikap tidak peduli pada lingkunganya baik dalam
lingkungan keluarga dan msyarakat. Kedua, timbul kesenjangan antara peserta didik
yang memiliki gadget dengan peserta didik yang tidak memiliki gadget dapat
menanamkan sifat hedonis, asosial pada setiap anak lalu berkembang menjadi
pengelompokan dalam pertemanan.44 Ketiga, dengan kemudahan mengakses berbagai
media informasi dan komunikasi menyebabkan anak malas dalam bergerak dan
beraktivitas. Penggunaan gadget yang berlebihan juga berdampak pada kesehatan
remaja terutama perkembangan otak, psikologis anak, selain itu menurunnya fungsi
alat indera (mata) misalnya. Dampak positif dari penggunaan gadget adalah remaja
mampu mengasah kreativitas dan kecerdasan mereka, beragam aktivitas mewarnai,
membaca dan menulis akan mempengaruhi perkembangan otak remaja. Selanjutnya,
lebih efisien waktu dan tenaga karena remaja dapat mengakses segala informasi dan
menulis di tablet yang dimilikinya. Gadget dan berbagai fasilitas yang ada didalamnya
42 Lucia Tri Ediana Pamungkas Jati & F. Anita Herawati, Studi Deskriptif terhadap Mahasiswa
Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY dengan Teknik Analisis Cluster berdasarkan Motivasi dan
Perilaku Penggunaan Gadget (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya), 05. 43 Tara Lioni, Holillulloh, Yunisca Nurmalisa, Pengaruh Penggunaan Gadget Pada Peserta
Didik Terhadap Interaksi Sosial, Vol2 No 2 (2014), 07. 44 Tara Lioni, Holillulloh, Yunisca Nurmalisa, Pengaruh Penggunaan Gadget.
13
juga dapat mempermudah dalam melakukan komunikasi tanpa terbatas usia, tempat,
dan waktu.45
Sistem internet dapat meliputi seluruh dunia dan melibatkan ribuan koneksi dari
jaringan komputer, memberikan sejumlah informasi yang luar biasa banyaknya yang
dapat ditelusuri oleh remaja.46 Gaya hidup yang individual atau egoistis memunculkan
berbagai permasalahan dan mencemaskan setiap orang dalam upaya mencapai
kesuksesan dan meraih masa depan yang lebih baik.
2.4 FUNGSI PENDAMPINGAN PASTORAL TERHADAP REMAJA
Tahapan remaja (adolescence) merupakan satu fase dimana mereka dapat
bertumbuh secara aktif. Berbagai kelompok pertumbuhan dapat digunakan untuk
menolong para remaja memperkuat rasa identitas mereka (pokok tujuan pertumbuhan
mereka); mengembangkan keterampilan hubungan yang baru dengan lawan jenisnya;
meningkatkan perasaan mereka dalam mengendalikan hidup mereka; meneguhkan dan
membimbing seksualitas mereka yang sedang mekar; dan mengembangkan iman
mereka yang aktif dan nilai-nilai etis mereka yang bertanggungjawab. Pendekatan-
pendekatan dengan konseling edukatif dapat digunakan secara proaktif dengan
anggota dari kelompok pendidikan dan kelas peneguhaan sidi untuk kaum muda.47
III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
3.1 Gambaran Umum Pelayanan GKJW Tulungrejo
Tempat penelitian yang diambil oleh penulis ialah GKJW Tulungrejo. Gereja
tersebut terletak di Jalan Sariman, Desa Tulungrejo, Dusun Tulungrejo, Kecamatan
Glenmore, Kabupaten Banyuwangi. GKJW merupakan gereja sinodal dimana sinodenya
terletak di Balewiyata- Malang. Sinode GKJW atau yang biasanya disebutkan Majelis
Agung (MA) merupakan pusat pelayanan gereja-gereja GKJW. GKJW sendiri hanya
berada di daerah Jawa Timur. Menurut pembagian wilayah pelayanan, GKJW Tulungrejo
masuk dalam Majelis Daerah (MD) Besuki Timur. Seluruh pelayanan yang ada di GKJW
45 Iis Widiawati, Hendra Sugiman & Edy, Pengaruh Penggunaan Gagdet terhadap Daya
Kembang Anak (Jakarta: Universitas Budi Luhur, 10 Mei 2014), 04. 46 John W. Santrock, Remaja Edisi 11 Jilid 1 (Jakarta: Erlangga, 2007), 218. 47 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 483.
14
secara umum tersusun dalam Program Kegiatan Tahunan (PKT), begitu juga secara khusus
yang ada di GKJW Tulungrejo.
Pelayanan yang ada di GKJW Tulungrejo meliputi pelayanan anak dan remaja,
pemuda, warga dewasa, dan lansia. Semua pelayanan yang ada merupakan bentuk
komitmen akan karya keselamatan dari Tuhan Yesus yang terwujud dalam tindakan nyata
keseharian untuk menyatakan keadilan dan kasih kepada sesama. Pendeta jemaat
merupakan ketua majelis yang sekaligus bertugas mengontrol segala kegiatan pelayanan
yang ada di gereja. Majelis jemaat yang ada terbagi dalam beberapa komisi selain bertugas
sebagai koordinator juga sebagai penghubung antara warga jemaat dengan Gereja. Komisi-
komisi yang ada di GKJW Tulungrejo meliputi Komisi Pembinaan Anak dan Remaja
(KPAR), Komisi Pembinaan Pemuda dan Mahasiswa (KPPM), Komisi Pembinaan
Peranan Wanita (KPPW), Komisi Pembinaan Teologi (KPT), Komisi Pelayanan dan
Kesaksian (KPK), Komisi Pembinaan Pelayanan dan Cinta Kasih (KPPCK), Komisi Antar
Umat (KAUM), Komisi Pembinaan Penatalayanan (KPPL), Komisi Perencanaan
Penelitian dan Pengembangan (KOMPERLITBANG), Komisi Pengawas Perbendaharaan
Jemaat (KP2J).48 Semua tugas dan tanggungjawab pelayanan setiap komisi tersebut
tercantum dalam Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan serta secara khusus dituliskan
dalam Organisasi dan Tata Laksana GKJW Tulungrejo (ORGTALA). Pelayanan remaja
masuk dalam Komisi Pembinaan Anak dan Remaja (KPAR), dimana disana ada sejumlah
23 pamong atau guru sekolah minggu yang terlibat aktif dalam pelayanan yang ada,
sedangkan remajanya sejumlah 32 anak.
Ibadah anak-anak dan remaja dilakukan setiap hari Minggu yang dibagi dalam
empat kelas yaitu Balita (pra-sekolah-TK), Pratama (kelas 1-3 SD), Madya (kelas 4-5 SD)
dan Remaja (Kelas 6 SD- belum Sidi) pada pukul 08.00 wib, ibadah KPAR pada hari
Jumat pukul 16.00 wib dan katekisasi remaja yang dilakukan setiap hari Rabu pukul 16.00
wib. Pelayan dalam ibadah anak dan remaja adalah pamong atau guru sekolah minggu,
sedangkan untuk pelayan katekisasi remaja adalah Pdt. Luvi Eko Yunanto sebagai pendeta
GKJW Tulungrejo. Selain kegiatan ibadah tersebut, remaja dilibatkan secara aktif dalam
kegiatan-kegiatan gerejawi seperti mengisi pujian, bermain musik atau drama. Masa
48 Tata dan Pranata Greja Kristen Jawi Wetan (Malang: Majelis Agung GKJW, 1996).
15
remaja merupakan masa dimana seorang anak akan banyak mengalami perubahan dalam
kehidupannya baik secara fisik, emosional ataupun kepercayaannya.
3.2 Temuan Hasil Penelitian
3.2.1 Pemahaman dan Penggunaan Gadget dan Internet oleh Remaja di GKJW
Tulungrejo
Pengertian gadget dan internet serta penggunaannya dalam lingkungan remaja tidak
lepas dari pemahaman bahwa gadget merupakan salah satu barang yang dekat dengan
remaja, hal ini dikarenakan remaja hidup dalam dunia digital. Menurut remaja, gadget
merupakan sebuah alat yang digunakan untuk berkomunikasi jarak jauh, alat yang
membantu dalam mengerjakan tugas sekolah, alat untuk mencari informasi, bermain
games, alat untuk mengakses segala hal dan sebagai sarana bagi penggunaan media sosial
seperti facebook, bbm, instagram, path, twitter, line, whatsApp dan sebagainya.49
Sedangkan pemahaman remaja yang lain akan internet merupakan suatu jaringan yang
menghubungkan gadget yang merupakan suatu alat untuk dapat mengaktifkan aplikasi
dalam gadget dan berbagai media sosial yang ada didalamnya.50 Hampir semua remaja di
GKJW Tulungrejo memiliki gadget dan ada pula yang memiliki lebih dari satu. Menurut
penuturan remaja di sana, mereka seringkali berganti-ganti gadget dikarenakan mereka
mengikuti trend yang ada di dunia teknologi dan informasi serta untuk memenuhi
kebutuhan mereka untuk berkomunikasi.
Perkembangan teknologi khususnya penggunaan gadget dan internet membawa
berbagai pengaruh, baik yang bersifat positif maupun negatif. Ardiyanto Cahyadi yang
merupakan salah satu guru sekolah minggu di GKJW Tulungrejo mengatakan bahwa
dampak positif dari penggunaan gadget dan internet adalah memudahkan setiap orang
dalam mengakses berbagai informasi yang penting dan memudahkan orang dalam
menyampaikan sebuah pemikiran dan pemecahan masalah supaya mereka bisa bertukar
informasi dengan sesamanya.51 Pendapat yang hampir senada diungkapkan oleh Pnt.
49 Wawancara dengan Katrin Andika Florentina, Zefanya Nanda P. dan Krisna Yudit, (remaja),
Tulungrejo, 14 Desember 2015, Pukul 08.30 Wib. 50 Wawancara dengan Wahyudi Omega Putra dan Gabriel Ade Gunawan, (remaja), Tulungrejo, 20
Desember 2015, Pukul 20.38 Wib. 51 Wawancara dengan Sdr. Ardiyanto Cahyadi, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember
2015, Pukul 20.36 Wib.
16
Yunus Tricahyono bahwa adanya gadget dan internet bisa juga membantu mempermudah
kegiatan pelayanan yang ada di gereja misalnya membuka ayat-ayat Alkitab, pujian dan
juga renungan yang dengan mudah bisa diakses oleh siapa saja yang memiliki media untuk
itu.52 Bagi sebagian besar remaja sendiri, gadget dan internet ini memiliki fungsi yang
positif dalam dunia mereka yang meliputi mudahnya berkomunikasi di berbagai media
sosial, membantu mereka mengerjakan tugas sekolah dengan mengambil berbagai
informasi yang berkaitan dengan pelajaran mereka, selain itu bagi mereka yang gemar
bernyanyi atau bermain musik bisa melihat tutorial yang berkenaan dengan hal tersebut.53
Penelitian yang dilakukan oleh penulis menunjukkan bahwa ada kesadaran akan
dampak negatif dari penggunaan gadget dan internet oleh remaja, misalnya saja seperti
yang diungkapkan oleh Pdt. Luvi Eko Yunanto bahwa gadget dan internet itu merupakan
pedang bermata dua disatu sisi berguna akan tetapi di satu sisi bisa melukai atau
menghancurkan. Kekhawatiran gereja dan orangtua terhadap fungsi negatif gadget adalah
remaja melihat gambar-gambar atau video purno yang sulit dihalangi karena mudahnya
dalam mengaksesnya dan menjadi pribadi yang tidak mampu bersosialisasi dengan baik.54
Selain itu bagi para remaja yang merupakan penggila games, mereka akan menghabiskan
waktu untuk bermain, menghabiskan uang mereka untuk pembelian paket data internet dan
juga kesempatan yang lain misalnya belajar, berkumpul dengan keluarga dan teman, ke
gereja dan juga bersekolah. Penggunaan gadget dan internet yang tidak bijak akan
membuat seseorang menjadi individual dan hanya bermain dalam dunia maya mereka
sedangkan dunia nyata sebenarnya menunggu mereka dengan segala realitas yang harus
diketahui dan dijalani oleh remaja.
Guru sekolah minggu di GKJW Tulungrejo memahami remaja sebagai masa-masa
dari anak menuju ke masa dewasa dan masuk dalam pemikiran yang labil dan mudah
dipengaruhi. Hal tersebut sama dengan penuturan Pnt. Pirmaning Eldi Astutik bahwa
remaja merupakan usia anak-anak yang masih mencari jati diri dan terkadang masih sulit
diatur. Selain itu remaja juga merupakan potensi besar bagi gereja untuk menjadi penerus
52 Wawancara dengan Bp. Yunus Tricahyono, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 3 Januari 2016,
Pukul 16.35 Wib. 53 Wawancara dengan Christalia Eldi Gunawan, (remaja), Tulungrejo, 16 Desember 2015, Pukul
21.22 Wib. 54 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015,
Pukul 10.15 Wib.
17
dari generasi-generasi yang akan datang dalam kegerejaan.55 Remaja masih senang dengan
mencoba hal-hal yang baru disekitar mereka, namun tetap harus diberi batasan yang dapat
di pegang supaya tidak terjerumus dalam arus kehidupan yang beragam dan setiap
waktunya bisa berkembang.56
Menurut penuturan Ibu Pirmaning Eldi Astutik, anak-anak sudah pasti pernah
melihat gambar atau video purno. Hal tersebut diketahui dari pertanyaan yang pernah
dilakukan oleh beliau kepada anak-anak remaja, tidak adanya batasan untuk mengakses
internet melalui gadget yang dimiliki remaja akan menjadikan mereka tidak terkontrol.
Remaja di GKJW Tulungrejo yang menggunakan gadget dan internet untuk bermain
games dan mengaktifkan berbagai media sosialnya seringkali menggunakannya sampai
larut malam bahkan dalam suasana sekolah dan ibadahpun mereka masih mengambil
waktu untuk bermain games dan media sosial yang dimilikinya. Kenakalan remaja yang
beranekaragam salah satunya dipengaruhi oleh luasnya pergaulan mereka dalam dunia
maya, bahkan jaringan untuk berkomunikasi yang tidak terbatas usia, tempat dan waktu
telah mengiringi kehidupan para remaja. Bebasnya pergaulan remaja akan membawa
mereka ke dalam banyak tantangan dan permasalahan. Hal tersebut menunjukkan betapa
pentingnya pendampingan pastoral gereja terhadap remaja dan secara umum bagi semua
warga jemaat.
3.2.2 Pemahaman dan Pelaksanaan Pendampingan Pastoral
Pendampingan pastoral dipahami oleh Ardiyanto Cahyadi sebagai pendampingan
warga jemaat dari segi iman. Ketika ada warga yang mengalami permasalahan, gereja bisa
mengambil sikap untuk menolongnya.57 Menurut Bapak Gunawan, pendampingan pastoral
dapat dilakukan dengan berkunjung ke warga namun perkunjungan itu tidak hanya sekedar
berkunjung, akan tetapi disana ada penguatan kepada yang dikunjungi.58 Pendampingan
pastoral juga didefinisikan oleh Ibu Tri Pancarwati sebagai upaya untuk mendampingi
orang-orang yang sedang bermasalah dalam hal pribadinya, tentang imannya atau tentang
55 Wawancara dengan Ibu. Pirmaning Eldi Astutik, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 8 Januari
2016, Pukul 11.45 Wib. 56 Wawancara dengan Ibu. Srinawangsih, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember 2015,
Pukul 21.14 Wib. 57 Wawancara dengan Sdr. Ardiyanto Cahyadi, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 16 Desember
2015, Pukul 20.36 Wib. 58 Wawancara dengan Bp. Gunawan, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 19 Desember 2015, Pukul
19.34 Wib.
18
kehidupannya untuk disharingkan dengan pendeta jemaat.59 Pendampingan pastoral tidak
hanya dilakukan kepada orang dewasa atau hanya kepada orang yang sakit secara fisik,
melainkan juga dilakukan bagi semua warga jemaat dari anak-anak sampai kepada warga
yang sudah masuk dalam usia lanjut usia.
Selama ini kebanyakan yang melakukan pendampingan pastoral adalah pendeta.
Bentuk pendampingan pastoral yang diberikan kepada remaja selain saat ibadah, katekisasi
dan perkunjungan yang berisikan percakapan mengenai remaja yang meliputi menanyakan
keadaan mereka dan keluarga, proses belajar dan juga masalah yang sedang dihadapi.
Selain itu perkunjungan yang dilakukan kepada remaja hanya kepada mereka yang
mengalami sakit secara fisik. Program P2A (Pendampingan dan Perlindungan Anak) yang
sedang dibuat untuk mendampingi anak-anak yang bermasalah diharapkan mampu
menjawab pergumulan pendampingan pastoral remaja ini. Pendampingan pastoral di
jemaat terkadang menemui berbagai macam kendala seperti penyesuaian waktu antara
pihak gereja yang bertugas sebagai konselor dengan remaja.60 Kendala lain ialah metode
pendampingan pastoral yang sesuai untuk pendekatan kepada mereka masih kurang,
pembekalan kepada pamong atau guru sekolah minggu dalam melakukan pendampingan
pastoral masih belum dilakukan, dan kurang adanya kerjasama yang baik antara gereja
dengan orangtua atau pihak keluarga.61
3.2.3 Pendampingan Pastoral terhadap Remaja Pengguna Gadget dan Internet di
Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo
Gadget dan internet merupakan wujud perkembangan teknologi dan informasi yang
akan terus berkembang seiring dengan perkembangan berbagai bidang ilmu.
Berkomunikasi merupakan salah satu kebutuhan manusia, dimana hal itu menunjukkan
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang saling berhubungan dan membutuhkan.
Gadget dan internet merupakan salah satu media komunikasi yang kini dapat dinikmati
oleh semua kalangan masyarakat bahkan anak balitapun sudah diperkenalkan dengan
gadget oleh orangtuanya sebagai media belajar dan juga bermain mereka. Alat komunikasi
59 Wawancara dengan Ibu. Tri Pancarwati, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 6 Mei 2016, Pukul
17.35 Wib. 60 Wawancara dengan Bp. Reso Budiarjo, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 28 Desember 2015,
Pukul 10.35 Wib. 61 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015,
Pukul 10.15 Wib.
19
tersebut membawa banyak pengaruh besar dalam dunia remaja secara khusus, dimana
ketika gadget dan internet digunakan secara salah atau berlebihan tanpa pengawasan dari
orang tua, gadget dapat berpengaruh pada interaksi sosial anak terhadap lingkunganya baik
lingkungan internal (keluarga) maupun eksternal (lingkungan sekolah, gereja, masyarakat
dan pertemanan).
Seiring berkembangnya berbagai teknologi dan informasi, gadget semakin
dilengkapi dengan berbagai aplikasi yang beragam, sehingga tidak hanya digunakan untuk
menerima pesan atau menelepon saja, namun juga untuk bermain games, mengakses segala
informasi baik bersifat pendidikan, hiburan, berita, olahraga dan juga mengaktifkan semua
media sosial sebagai bentuk trend yang sedang berkembang saat ini. Orangtua dalam
memberikan fasilitas tersebut kepada anak mereka juga memiliki alasan yang beragam,
seperti karena tidak ingin melihat anaknya gagap teknologi atau istilah kerennya “gaptek”,
ada yang karena paksaan dari anak mereka, ada juga yang membelikannya supaya anaknya
bisa dengan mudah mengakses segala informasi yang diperlukan dalam perkembangannya.
Perkembangan teknologi dan komunikasi tersebut memang tidak bisa dihindari karena
remaja hidup dalam dunia digital, namun yang terpenting orangtua dan juga gereja secara
khusus dalam penelitian ini dapat mendampingi mereka dan memberikan batasan dalam
penggunaan gadget dan internet tersebut.
Remaja merupakan masa dimana seseorang sedang mencari identitas mereka dan
mengupayakan berbagai macam cara untuk menjawab segala kebingungan dan rasa ingin
tahu mereka. Remaja di GKJW Tulungrejo berada dalam masa seperti ini, dimana mereka
selalu tidak puas dengan apa yang dimiliki atau mereka mengerti sekarang. Hal tersebut
membuat mereka melakukan berbagai macam hal seperti mengeksplorasi kemampuan
dirinya dengan media yang ada seperti gadget dan jaringan internet mereka. Keberadaan
ini sejalan dengan pemikiran Erik H. Erikson bahwa masa remaja menempatkan mereka
pada masa perkembangan yang diperhadapkan dengan adanya identitas versus
kebingungan identitas (identity versus identity confusion).62 Dengan berbagai aplikasi
dalam gadget yang dimilikinya, seorang remaja akan mampu mengekpresikan dirinya dan
juga mengembangkan potensinya. Misalnya saja dengan media sosial seperti facebook,
bbm, instagram, path, twitter, line, whatsApp, mereka akan dengan mudah menjalin
komunikasi dengan semua orang diberbagai belahan dunia, mereka juga dapat
62 John W. Santrock, Remaja Edisi II Jilid I (Jakarta: Erlangga, 2007), 51.
20
menunjukkan berbagai suasana hati mereka dalam media sosial yang dimilikinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, terlihat bahwa remaja di GKJW
Tulungrejo seringkali memakai media sosial yang diaktifkan dari gadget mereka untuk
mengungkapkan suasana hatinya yang mudah berubah-ubah, seperti rasa senang, marah,
kecewa, sakit hati, sedih dan bahkan terdapat kata-kata memaki disana. Keberadaan ini
menurujuk kepada konsep G. Stanley Hall akan adanya badai dan stress (strorm and stress
view) dalam diri remaja dimana ini merupakan masa pergolakan yang dipenuhi oleh
konflik dan perubahan suasana hati. Menurut pandangannya ini, berbagai pikiran, perasaan
dan tindakan remaja berubah-ubah antara kesombongan dan kerendahan hati, niat yang
baik dan godaan, kebahagiaan dan kesedihan.63
Bagi para remaja yang menggunakan media sosial mereka dengan bijaksana tidak
akan terjerumus dalam permasalahan, namun bagi mereka yang menggunakannya dengan
tidak bijaksana itu justru akan membuat mereka tidak dapat berkembang. Hal ini terbukti
dari beberapa remaja yang sedang berkonflik dan kemudian mereka hanya meluapkan
amarah mereka dalam media sosial dengan kata-kata yang memaki dan saling
merendahkan, itu akan membuat mereka jatuh dalam gagalnya berkomunikasi dan tidak
adanya penghargaan antara satu dengan yang lainnya. Jikalau keadaan ini tidak dapat
diatasi dengan baik akan membuat remaja yang satu merasa minder atau malas untuk
berteman dan melakukan kegiatan bersama. Komunikasi merupakan salah satu yang
mendukung perkembangan remaja, karena setiap orang pasti akan berkomunikasi untuk
mendapatkan sesuatu atau mengungkapkan pemikirannya. Namun yang perlu disadari
bahwa komunikasi tidak hanya dilakukan dalam dunia maya saja, namun juga dalam
pertemuan langsung dan kegiatan bersama. Kesadaran itu harus dimiliki oleh para remaja
sehingga mereka tidak menjadi pribadi yang individual, namun mampu melakukan
sosialisasi dengan sekitarnya.
Menurut Erik H. Erikson, justru pada masa remajalah seorang individu mulai
melihat atau menyadari diri sendiri, mempunyai masa lalu dan masa depan yang secara
eksklusif merupakan dirinya sendiri.64 Masa remaja merupakan masa di mana seseorang
membuat kenangan dan antisipasi tentang masa depan. Suatu masa di mana seseorang
individu mencari identitas yang khusus. Keadaan ini terwujud dalam hubungan remaja
63 Santrock, Remaja Edisi 11. 64 Daniel, Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja (Bandung: Jurnal Info Media, 2008), 10.
21
dengan teman sebayanya, hubungan dalam keluarga, masyarakat, sekolah dan juga gereja.
Remaja senang dengan kehidupan berkelompok baik menurut jenis kelamin, tingkat usia,
hobby dan lain sebagainya menunjukkan bahwa kehidupan mereka dipengaruhi oleh
komunitas dan juga perubahan dinamika yang terjadi dalam masyarakat. Dulu remaja bisa
bermain bersama berbagai permainan tradisional seperti bermain kasti, kelereng, layang-
layang, petak kumpet dan lain sebagainya yang menekankan adanya kehadiran dan adanya
komunikasi, namun kini semua permainan itu sudah jarang ditemui karena berbagai
macam permainan canggih dan lebih menantang dapat mereka lakukan sendiri dengan
gadget yang dimilikinya.
Keberadaan remaja di GKJW Tulungrejo sejalan dengan pemikiran Jean Piaget
tentang remaja yang menempatkan mereka dalam tingkatan operasi berpikir formal.
Remaja mengalami perkembangan dalam kognitif, umumnya mereka mulai
mempertanyakan banyak hal yang sudah diajarkan kepada mereka, maka tidak jarang
apabila banyak remaja menolak sebagian atau bahkan seluruh nilai-nilai dan kepercayaan
yang dipelajari atau didapatkan semasa kanak-kanak.65 Dengan memahami perubahan pola
pikir dalam diri remaja ke arah yang lebih rasional inilah maka sangatlah berbahaya jika
gereja hanya menjejali para remaja dengan aktivitas yang tidak berarti. Salah satu
keuntungan dari bekerja atau melayani remaja adalah bahwa pada masa ini remaja sangat
terbuka terhadap hal-hal atau ide-ide serta bimbingan. Selain itu masa remaja merupakan
masa dimana mereka sudah mulai mengambil sejumlah keputusan dan komitmen.66
Seluruh keberadaan remaja ini merupakan tantangan bagi keluarga dan gereja untuk
membimbing mereka dalam proses perkembangannya.
Remaja akan selalu mencoba-coba hal yang baru dan dekat dengan dunia mereka
untuk menunjukkan identitas diri mereka, dan adanya perasaan untuk ingin dipuji dan
diperhatikan. Akan tetapi kita juga harus bisa memahami isi hati mereka karena ada remaja
yang akan terbuka dan bercerita ketika mereka mengalami masalah dan kegagalan, namun
ada juga remaja yang justru akan menutup diri dan tidak jarang dari mereka tiba-tiba akan
depresi dan menjadi pendiam secara mendadak. Dinamika perubahan dan perkembangan
remaja inilah yang sudah seharusnya kita mengerti sebagai keluarga dan juga gereja.
65 Nuhamara, Pendidikan Agama., 12. 66 Nuhamara, Pendidikan Agama.
22
Berbagai macam dukungan perlu dilakukan oleh gereja dan orangtua, misalnya dukungan
secara sosiologis yang menekankan akan kehidupan bersama dalam suatu komunitas yang
memberikan suasana nyaman bagi remaja untuk dapat berkembang dan mengekplorasi diri
mereka. Selain itu ada dukungan yang bersifat edukasi, sehingga dalam menggunakan
gadget dan internet harus diberikan batasan baik waktu juga situs-situs yang bisa diakses
mereka, sehingga mereka dapat menggunakan peluang itu untuk mencari informasi dan
tontonan yang baik.
Pendampingan yang diberikan saat masa anak-anak akan membawa pengaruh yang
besar bagi kehidupan kepribadian mereka dan juga perkembangan di jemaat. Pada
umumnya pendampingan pastoral diberikan sebagai salah satu bentuk pelayanan yang ada
di gereja yang berguna untuk menolong sesama yang menghadapi masalah atau menolong
mereka supaya dapat hidup dengan baik. Keterampilan dalam melakukan penggembalaan
pada dasarnya adalah keterampilan berkomunikasi dan berhubungan dalam cara yang
mendorong pertumbuhan.67 Remaja yang mengalami berbagai dinamika perubahan dalam
hidupnya memerlukan seseorang dan tempat yang nyaman bagi mereka untuk
mencurahkan segala rasa ingin tahu mereka dan juga permasalahan yang mereka alami.
Media dan teknologi informasi merupakan salah satu yang dekat dengan kehidupan
remaja. Kemajuan media informasi dan komunikasi sudah dirasakan oleh hampir seluruh
lapisan masyarakat baik dari segi positif maupun negatif penggunaannya. Banyak sekali
informasi yang dapat diakses di internet, salah satu kekhawatiran yang muncul adalah
bahwa informasi yang diakses oleh anak-anak dan remaja di internet tidak terkelola dengan
baik. Remaja dapat mengakses informasi yang mengandung unsur seksual, petunjuk untuk
melakukan kekerasan, serta informasi lainnya yang tidak sesuai dengan usia mereka.
Singkatnya, internet memiliki potensi yang sangat besar untuk meningkatkan peluang
pendidikan remaja. Meskipun demikian, internet juga memiliki keterbatasan dan
mengandung bahaya. Internet merupakan suatu teknologi di mana orang tua perlu
memonitor dan mengatur remaja dalam menggunakannya.68
67 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta:
Kanisius, 2002), 63. 68 Santrock, Remaja Edisi II Jilid II.
23
Pemahaman akan manfaat penggunaan gadget dan internet ini semakin membuka
kesempatan remaja untuk menggunakannya baik secara positif maupun negatif. Selama ini
remaja tidak banyak mendapatkan perhatian dari gereja berkaitan dengan perkembangan
teknologi ini, terutama memberikan pendampingan serta memberdayakan remaja dalam
masa pencarian identitas mereka. Pelayanan yang diberikan kepada remaja hanya sebatas
dalam hubungan antara pelayan dan yang dilayani dalam sebuah peribadatan, katekisasi,
pelatihan drama, menyanyi dan juga musik. Kesadaran akan perkembangan yang semakin
merajalela dalam segala bidang membawa ke dalam pemahaman akan pentingnya
pendampingan bagi remaja. Pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja perlu
dilengkapi dengan pendampingan orangtua (keluarga).
Keluarga merupakan dasar bagi seorang anak memulai sosialisasi mereka, dimana
melalui kasih sayang dan perhatian yang diberikan, anak mulai bertumbuh dan mengenal
dirinya sendiri juga lingkungannya. Seorang anak kecil yang kemudian bertumbuh menjadi
remaja memerlukan role model untuk mereka contoh dan sebagai sumber mengeksplorasi
diri mereka dan segala keinginannya. Keluarga disebut sebagai setting utama dan pertama
tidak lain karena peranan orang tua dalam mengasuh anak-anaknya adalah sangat penting.
Bukan hanya anak yang belajar dan mengalami pertumbuhan, tetapi sesungguhnya seluruh
anggota keluarga saling belajar dari yang lain melalui interaksi yang terjadi.69 Keluarga
dalam hal ini orangtua (ayah dan ibu) mempunyai tanggungjawab mendidik anak-anak
mereka di dalam iman kepada Tuhan serta cara hidup yang sesuai dengan kehendak
Tuhan.70
Keberadaan orangtua atau keluarga ini secara khusus juga diperlukan dalam
pendampingan kepada remaja yang saat ini hidup dalam dunia digital. Pengaruh gadget
dan internet yang beranekaragam memerlukan pengawasan orangtua saat mereka
menggunakannya. Selama ini pendampingan yang bisa dilakukan orangtua adalah
membatasi penggunaan gadget dan internet serta melakukan pengawasan kepada mereka,
sehingga ketika gadget mereka diberi password misalnya, orangtua harus mengerti dan
melarang mereka memberi password pada gadgetnya supaya orangtua bisa mengontrol apa
69 Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen (Bandung: Jurnal Info Media, 2007),
57. 70 Nuhamara, Pembimbing Pendidikan, 59.
24
saja yang dilakukan anak-anaknya dengan gadget tersebut.71 Orangtua di zaman modern
membelikan gadget dan fasilitas internet kepada anak-anaknya supaya mereka tidak
ketinggalan zaman, akan tetapi jauh dari itu sebagai orangtua harusnya bisa memilah dan
mengarahkan anak-anak mereka bertumbuh dengan baik. Tidak semua remaja mampu
memfungsikan gadget dan internet yang dimilikinya secara positif, disinilah memerlukan
kepekaan orangtua untuk meluangkan waktu dekat dan memberikan sapaan hangat untuk
mereka. Dengan cara seperti itu orangtua akan menjadi sahabat bagi anak-anaknya,
kemudian anak tidak takut dan tidak segan-segan jika mau bercerita tentang dirinya dan
masalah perkembangan yang dilaluinya.
Pendampingan pastoral merupakan sarana pelayanan untuk menolong setiap orang
yang menghadapi berbagai permasalahan, tujuannya selain untuk menyelesaikan masalah
yang sedang dihadapi juga supaya orang tersebut bisa mengambil sikap yang tepat ketika
di kemudian hari menghadapi masalah yang sama. Fungsi pendampingan pastoral yang
cocok untuk remaja adalah fungsi yang membimbing, memberdayakan dan mengasuh.
Namun seperti yang diungkapkan oleh Pdt. Luvi Eko Yunanto, secara khusus
pendampingan pastoral kepada remaja masih belum dilakukan secara maksimal, hal
tersebut dikarenakan tenaga yang khusus untuk itu masih belum ada.72 Selama ini
pendampingan yang dilakukan dalam bentuk ibadah-ibadah, katekisasi remaja, kunjungan
kepada mereka yang sakit secara fisik, memperkenalkan remaja dengan gereja melalui
keikutsertaan mereka dalam berbagai acara gereja dan juga melalui percakapan non-formal
yang dilakukan dengan mereka.73 Isi perkunjungan yang dilakukan oleh pendeta adalah
untuk menanyakan keadaan remaja, memberikan doa bagi mereka yang sakit secara fisik
dan juga keberadaan keluarga. Gereja selama ini hanya melakukan pendampingan pastoral
dibagian kulitnya saja, dalam arti ini sebuah perkunjungan itu menyangkut dua aspek yang
pertama adalah pendampingan pastoral yang merupakan inisiatif pelayan gereja melalui
percakapan basa-basi yang menanyakan keberadaan remaja dan juga hal apa yang
dirasakan mereka saat ini.
71 Wawancara dengan Ibu. Pirmaning Eldi Astutik, (guru sekolah minggu), Tulungrejo, 8 Januari
2016, Pukul 11.45 Wib. 72 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat), Tulungrejo, 31 Desember 2015,
Pukul 10.15 Wib. 73 Wawancara dengan Pdt. Luvi Eko Yunanto, (Pendeta jemaat).
25
Dalam percakapan yang dalam ilmu konseling merupakan basa-basi itu merupakan
gerbang masuk bagi para pelayan untuk melakukan konseling pastoral nantinya. Gereja
sudah seharusnya sadar dan tidak menunggu kasus terjadi baru melakukan pendampingan,
akan tetapi pendampingan dilakukan dalam setiap kesempatan yang kita miliki. Hal
tersebut perlu dilakukan karena tidak semua remaja memiliki keberanian untuk
mengungkapkan permasalahannya. Bercermin pada keteladanan Yesus, kita belajar untuk
mau memahami orang sakit bukan pada apa yang menimpa fisiknya tetapi juga mental,
masalah sosial dan spiritualnya.74 Pendampingan pastoral merupakan wujud komitmen
gereja dalam melakukan panggilan pelayanannya ditengah-tengah dunia ini. Fungsi
pastoral yang dekat dengan kehidupan remaja dan perkembangan teknologi adalah fungsi
untuk membimbing, memberdayakan dan mengasuh, namun perlu dilengkapi dengan
fungsi lainnya yang dikatakan oleh Aart Van Beek sebagai fungsi menyembuhkan,
memulihkan dan menopang. Selama ini yang melakukan pendampingan pastoral hanya
pendeta, namun seharusnya itu menjadi tanggungjawab bersama sebagai orang-orang yang
telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus. Remaja merupakan generasi penerus gereja yang
perlu mendapatkan perhatian yang khusus pula, pendampingan pastoral bukan saja untuk
menyelesaikan masalah yang bersifat jasmani saja akan tetapi juga rohani yang meliputi
perkembangan iman dan juga kepribadian remaja.
Salah satu tujuan penggembalaan dan konseling adalah memampukan seseorang
menanggapi krisis-krisis mereka sebagai kesempatan-kesempatan untuk bertumbuh.75
Remaja yang berada dalam krisis mencari identitas seperti yang diungkapkan oleh Erik H.
Erikson, mereka memerlukan pendampingan dari segala pihak yang terdekat dengan
mereka, yaitu orangtua dan juga gereja. Penggembalaan (pendampingan pastoral) adalah
suatu jawaban terhadap kebutuhan setiap orang akan kehangatan, perhatian penuh,
dukungan, dan penggembalaan (pendampingan).76 Keberadaan yang seperti ini
memerlukan komunikasi yang baik diantara orangtua dan juga gereja, sebagaimana
tanggungjawab bersama dalam merawat dan mengarahkan pertumbuhan, kepribadian dan
iman remaja merupakan tanggungjawab bersama. Gereja perlu melakukan kerjasama yang
74 Jacob Daan Engel, Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral: Pemahaman dan Pengalaman
dalam Praktek (Salatiga: Widya Sari Press, 2003), 82. 75 Howard Clinebell, Tipe-Tipe Pendampingan dan Konseling Pastoral (Yogyakarta: Kanisius,
2002), 44. 76 Clinebell, Tipe-Tipe Pendampingan, 59.
26
baik dengan orangtua melalui pelatihan-pelatihan akan pendampingan kepada anak,
pengenalan remaja dan dunianya, serta pengenalan teknologi dan infomasi yang lekat
dengan remaja. Selama ini orangtua yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan
dengan mudah mengatasi perkembangan teknologi ini, akan tetapi warga yang lainnya
perlu mendapat pembinaan supaya memiliki wawasan yang luas untuk mendidik anak-anak
mereka lebih baik lagi.
Pendampingan pastoral kepada remaja memerlukan pengenalan akan remaja dan
juga perkembangannya, sebagai pelayan atau konselor, kita harus mampu menjadi seorang
sahabat bagi mereka. Seorang sahabat yang dimaksudkan adalah kita menyediakan waktu
untuk remaja, memperhatikan mereka dalam segala keadaan dan masalah yang dihadapi,
serta menjadi motivator atau penolong saat mereka kesulitan dan jatuh dalam masalah.
Tuhan Yesus begitu menaruh perhatian kepada anak-anak dan menyayangi mereka
walaupun sebagian besar orang menganggap anak-anak tidak berguna dan pembuat
keributan. Ada sebuah konsekuensi yang diberikan kepada setiap kita yang tidak
memperdulikan anak-anak (remaja). GKJW Tulungrejo mencoba mendampingi remaja
dalam ibadah-ibadah yang dilakukan, pembinaan iman melalui katekisasi remaja dan
kegiatan bersama dalam bentuk percakapan dan pertemuan non-formal. Namun
pendampingan itu masih kurang menjangkau secara personal dan terutama mengatasi
permasalahan perkembangan gadget dan internet dalam hidup remaja. Jalan yang bisa
ditempuh oleh gereja adalah dengan melakukan sarasehan dengan orangtua untuk
membekali mereka tentang perkembangan teknologi dan informasi sehingga mampu
menjadi kontrol bagi remaja disegala keadaan. Khotbah yang disampaikan dalam
peribadatan masih kurang karena setiap orang memiliki penghayatan yang berbeda
sehingga diperlukan ruang untuk bertemu baik pihak gereja dan remaja juga dengan
orangtua. Pendampingan pastoral yang diberikan oleh seluruh warga jemaat merupakan
wujud nyata janji seluruh warga yang terucap dalam formulasi pertanyaan kesanggupan
warga dalam suatu pelayanan baptisan yang menyatakan akan bersedia membimbing dan
mengingatkan ketika seorang anak dalam pertumbuhannya mengalami masalah atau
melakukan penyimpangan.
Pendampingan pastoral yang sempurna merupakan bentuk pertolongan yang utuh
kepada sesama yang meliputi kebutuhan jasmani, mental, sosial, dan rohani. Sebab Allah
27
yang adalah pencipta, bersifat merawat dan memelihara dengan baik, maka bila pastoral
dihubungkan kepada istilah pendampingan, dimaksud untuk memperdalam makna
pekerjaan pendampingan. Pendampingan tersebut tidak hanya memiliki aspek horizontal
(dari manusia kepada manusia) akan tetapi juga mewujudkan aspek vertikal (hubungan
dengan Allah).77 GKJW Tulungrejo melalui program terbarunya yaitu P2A (Pendampingan
dan Perlindungan Anak) bisa melakukan pendampingan pastoral kepada remaja secara
holistik dimana ada pemenuhan aspek fisik, aspek mental, aspek sosial dan juga aspek
spiritual mereka. Aspek fisik dapat dipenuhi melalui penyediaan atau perhatian kepada
kebutuhan fisik remaja seperti kesehatan, penyuluhan akan merawat tubuh yang baik dan
sebagainya. Aspek mental diberikan melalui pemberian perhatian, kasih sayang, rasa aman,
dan perasaan emosional yang dialami remaja melalui pendampingan dan sharing bersama.
Aspek sosial diberikan melalui kegiatan bersama yang dilakukan dalam kelompok,
masyarakat dan keluarga misalnya melalui kegiatan kerjabakti, menolong sesama yang
kekurangan dan sebagainya sehingga anak tidak hanya sibuk dengan gadget dan internet
mereka namun juga dapat mengenal sekitarnya. Sedangkan aspek spritual dapat diberikan
melalui penanaman nilai-nilai rohani yang memaknai kehidupan sehingga perkembangan
teknologi ini dapat digunakan sebagai pendekatan penyampaian itu kepada remaja
misalnya melalui sharing dalam media sosial, peraga dan variasi pelayanan dengan media
yang unik dan dekat dengan remaja. Fungsi pendampingan pastoral yang diperlukan
setidaknya meliputi fungsi membimbing yang diberikan melalui percakapan baik bersifat
formal maupun non-formal dalam rangka mengeksplorasi kebutuhan remaja dan
permasalahan mereka, fungsi memberdayakan diberikan melalui penyediaan fasilitas
seperti pelaksanaan seminar dan pelatihan akan penggunaan gadget dan internet secara
baik dan benar. Sedangkan fungsi mengasuh diberikan melalui perhatian dan pemberian
rasa nyaman dan aman bagi remaja dalam segala kegiatan bersama baik di gereja maupun
dalam keluarga dan masyarakat.
Memahami perkembangan remaja merupakan salah satu upaya alternatif terbaik
dalam membimbing remaja. Tujuan Allah dengan manusia adalah keutuhan. Hanya
sebagai manusia yang utuh kita dapat menjalankan tugas kita sebagai manusia beriman
menurut gambar Allah. Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna,
ketidaksempurnaan itu meliputi kehidupan sosial-ekonomi, fisik, emosional, spiritual,
77 Beek, Pendampingan Pastoral, 12.
28
relasional, dan lain sebagainya. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya
pendampingan pastoral itu dilakukan terutama dikalangan remaja. Pertumbuhan warga
jemaat yang diawali dengan remaja merupakan awal dari pembangunan dan juga
suksesnya pelayanan di gereja di masa yang akan datang. Perkembangan teknologi dan
informasi (gadget dan internet) bukan merupakan sesuatu yang perlu dihalangi untuk
diketahui remaja, namun pendampingan kepada merekalah yang perlu dilakukan oleh
gereja. Dengan begitu tugas pendampingan pastoral dengan tujuan pengutuhan menjadi
tugas seluruh umat Kristiani.78
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah mengadakan penelitian di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Tulungrejo
dan menganalisa data maka penulis dapat mengetahui tentang bagaimana peran
pendampingan pastoral gereja terhadap remaja pengguna gadget dan internet. Berdasarkan
hasil penelitian yang peneliti lakukan maka kesimpulan secara keseluruhan sebagai
berikut;
1. Pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW
Tulungrejo masih belum berjalan maksimal, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan
akan pendampingan pastoral, perkembangan remaja serta pengetahuan tentang
perkembangan teknologi dan informasi (gadget dan internet) dikalangan pelayanan
gerejawi secara khusus bagi pelayan remaja.
2. Fungsi pendampingan pastoral terhadap remaja pengguna gadget dan internet di GKJW
Tulungrejo lebih dekat dengan fungsi membimbing, memberdayakan, dan mengasuh.
Fungsi membimbing diberikan melalui percakapan baik bersifat formal maupun non-
formal dalam rangka mengeksplorasi kebutuhan remaja dan permasalahan mereka,
fungsi memberdayakan diberikan melalui penyediaan fasilitas seperti pelaksanaan
seminar dan pelatihan akan penggunaan gadget dan internet secara baik dan benar.
Sedangkan fungsi mengasuh diberikan melalui perhatian dan pemberian rasa nyaman
dan aman bagi remaja dalam segala kegiatan bersama baik di gereja maupun dalam
keluarga dan masyarakat.
78 Beek, Pendampingan Pastoral, 42.
29
3. Pendampingan pastoral yang terjadi di GKJW Tulungrejo selama ini dilakukan oleh
pendeta, sedangkan seharusnya pendampingan itu dilakukan oleh semua orang yang
telah menerima karya keselamatan dari Allah dalam hal ini seharusnya juga dilakukan
oleh seluruh pelayan remaja dan juga semua warga. Hal tersebut menjadi bukti janji
seluruh warga dalam pelayanan baptisan yang menyatakan akan bersedia membimbing
dan mengingatkan ketika seorang anak dalam pertumbuhannya mengalami masalah atau
melakukan penyimpangan.
4. Gereja dan orangtua (keluarga) masih belum banyak melakukan kegiatan bersama
terutama untuk mendampingi remaja dalam pertumbuhannya secara holistik, kegiatan
bersama yang dilakukan keduanya masih terbatas pada pertemuan yang dilakukan pada
saat remaja akan melakukan peneguhan sidi dan dalam beberapa acara gerejawi yang
melibatkan semua warga. Pertemuan yang rutin terutama pembahasan mengenai
perkembangan remaja dan masalahnya secara khusus masalah penggunaan gadget dan
internet secara baik masih belum dilakukan.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka terdapat yang
mungkin dapat dipakai dan dilihat kembali fungsinya dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawab gereja dalam melakukan pendampingan pastoral terhadap remaja
pengguna gadget dan internet di GKJW Tulungrejo.
1. Pendampingan pastoral yang dilakukan gereja terhadap remaja seharusnya tidak
menunggu terjadinya masalah, akan tetapi menyadari bahwa fungsi pendampingan
pastoral tidak hanya untuk menyembuhkan, menopang dan memulihkan saja, akan
tetapi ada juga fungsi untuk membimbing, memberdayakan dan mengasuh. Gereja
seharusnya melakukan pembinaan kepada remaja terutama dalam pemahaman akan
perkembangan teknologi yang semakin berkembang (gadget dan internet) misalnya
melalui seminar dan juga pelatihan.
2. Pendampingan pastoral terhadap remaja seharusnya dilakukan oleh semua pelayan
remaja dan secara umum seluruh warga jemaat. Gereja dapat melakukan seminar dan
pelatihan kepada orangtua dan para pelayan remaja tentang pendampingan pastoral
dan pemanfaatan teknologi, informasi dan komunikasi (gadget dan internet) sehingga
30
dapat memberikan pendampingan yang tepat kepada remaja supaya mereka dapat
mengalami perkembangan secara holistik dengan baik.
3. Bagi Fakultas Teologi lebih memberikan banyak referensi baik berupa ilmu maupun
sumber-sumber mengenai pendampingan pastoral dalam perkembangan teknologi.
4. Bagi peneliti selanjutnya jika akan meneliti tentang pendampingan pastoral terhadap
remaja pengguna gadget dan internet dapat menambahkan setting pendampingan yang
tidak hanya gereja dan keluarga namun juga sekolah dan masyarakat.
31
Daftar Pustaka
A. Jurnal
Beaudoin, Christopher E. ”Explaining the Relationship between Internet Use and Interpersonal
Trust: Taking into Accaunt Motivation and Information Overload.” Internasional
Communication Assocition. 2008.
Edy. Iis Widiawati & Hendra Sugiman. Pengaruh Penggunaan Gagdet terhadap Daya Kembang
Anak. Jakarta: Universitas Budi Luhur. 10 Mei 2014.
Herawati Anita F & Lucia Tri Ediana Pamungkas Jati. Studi Deskriptif terhadap Mahasiswa
Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY dengan Teknik Analisis Cluster berdasarkan Motivasi
dan Perilaku Penggunaan Gadget. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya.
Musbahiroh. Gadget. Penggunaan dan Dampak pada Anak-Anak. Universitas Negeri Semarang.
2013.
Nurmala Yunisca. Tara Lioni & Holillulloh. Pengaruh Penggunaan Gadget Pada Peserta Didik
Terhadap Interaksi Sosial. Vol2 No 2. 2014.
B. Buku
Bastaman. Logoterapi: Psikologi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bersama.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Crain, William. Teori Perkembangan: Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Engel, Jacob Daan. Model Logo Konseling untuk Memperbaiki Low Spiritual Self-Esteem.
Yogyakarta: PT Kanisius, 2014.
_____________. Nilai Dasar Logo Konseling. Yogyakarta: PT Kanisius, 2014.
_____________. Konseling Dasar dan Pendampingan Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2003.
_____________. Konseling Suatu Fungsi Pastoral. Salatiga: Tisara Grafika, 2007.
Geldard, David. Konseling Remaja: Pendekatan Proaktif untuk Anak Muda. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011.
Geldard, Kathryn dan David Geldard. Membantu Memecahkan Masalah Orang Lain dengan
Teknik Konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Jones and Nelson, Richard. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011.
Latipun. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press, 2003.
Loekmono, Lobby. Hubungan Menolong dalam Konseling. Salatiga: Widya Sari Press, 2010.
____________. Model-Model Konseling. Salatiga: Widya Sari Press, 2003.
32
Nuhamara, Daniel. Pembimbing PAK. Bandung: Jurnal Info Media, 2007.
____________. Pendidikan Agama Kristen Remaja. Bandung: Jurnal Info Media, 2017.
Padmomartono, Sumardjono. Konseling Remaja. Salatiga: Program Studi Bimbingan dan
Konseling FKIP, 2013.
Palmer, Stephen. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Putnam, Robert D. Bowling Alone: The Collapse and Revival of American Community. New York:
Rockefeller Center, 2000.
Santrock, W. John. Remaja: Edisi 1. Jakarta: Erlangga, 2007.
__________. Remaja: Edisi 2. Jakarta: Erlangga, 2007.
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta, 2012.
Van Beek, Aart. Pendampingan Pastoral. Jakarta: Gunung Mulia, 2012.