penataan lahan
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TRANSCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya alam yang meliputi vegetasi, tanah, air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya merupakan salah satu modal dasar dalam
pembangunan nasional, oleh karena itu harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan rakyat dan kepentingan pembangunan nasional dengan memperhatikan
kelestariannya.
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut alah
kegiatan pertambangan bahan galian yang hingga saat ini merupakan salah satu
sektor penyumbangan devisa negara yang terbesar. Akan tetapi kegiatan
pertambangan apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan yang cukup besar antara lain berupa :
Penurunan produktivitas tanah.
Terjadinya erosi dan sedimentasi.
Terjadinya gerakan tanah/ longsoran.
Gangguan terhadap flora dan fauna.
Perubahan iklim mikro.
Permasalahan sosial.
Lahan merupakan sumber daya pembangunan yang memiliki karakteristik
unik, yakni (i) sediaan/luas relatif tetap karena perubahan luas akibat proses alami
(sedimentasi) dan proses artifisial (reklamasi) sangat kecil; (ii) memiliki sifat fisik
(jenis batuan, kandungan mineral, topografi, dsb.) dengan kesesuaian dalam
menampung kegiatan masyarakat yang cenderung spesifik.
Penataan lahan merupakan tahap kegiatan sebelum dilakukannya revegetasi.
Penataan lahan meliputi pekerjaan, reshafing, penyebaran top soil dan konstruksi
drainase.

1.2. Tujuan Penataan
Adapun tujuan penataan lahan bekas aktivitas penambangan khususnya
sistem tambang terbuka yaitu :
Memulihkan daya dukung dan fungsi lahan
Menerapkan program penambangan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Mendorong kesadaran masyarakat dan pengusaha tambang terhadap pentingnya
melestarikan lingkungan.
1.3. Dasar Penataan
Adapun dasar penataan lahan bekas aktivitas penambangan khususnya
sistem tambang terbuka yaitu :
Secara hidrologis, antara lain terpotongnya akuifer, bertambahnya air limpasan,
terjadinya erosi dan sedimentasi, ketidakstabilan dan kelongsoran lereng
Secara ekologis adanya kerusakan struktur tanah, vegetasi, habitat fauna, tatanan
air, dan lain-lain.

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Perencanaan Reklamasi
Untuk melaksanakan reklamasi diperlukan perencanaan yang baik, agar
dalam pelaksanaannyadapat tercapai sasaran sesuai yang dikehendaki. Dalam hal ini
reklamasi harus disesuaikan dengan tata ruang. Perencanaan reklamasi harus sudah
disiapkan sebelum melakukan operasi penambangan dan merupakan program yang
terpadu dalam kegiatan operasi penambangan. Hal-hal yang harus diperhatikan di
dalam perencanaan reklamasi khususnya berhubungan dengan penataan adalah
sebagai berikut :
a. Mempersiapkan rencana reklamasi sebelum pelaksanaan penambangan.
b. Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan.
c. Memeindahkan dan menempatkantanah pucuk pada tempat tertentu dan
mengatur sedemikian rupa untuk keperluan vegetasi.
d. Mengembalikan/memperbaiki kandungan (kadar) bahan beracun sampai tingkat
yang aman sebelum dapat dibuang ke suatu tempat pembuangan.
e. Mengembalikan lahan seperti keadaan semula dan/atau sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
f. Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi.
g. Memindahkan semua peralatan yang tidak digunakan lagi dalam aktivitas
penambangan.
h. Permukaan yang padat harus digemburkan namun bila tidak memungkinkan
untuk agar ditanami dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus
tanah yang keras.
Kawasan reklamasi pada tambang terbuka (surface mining) secara umum
berdasarkan tipologi reklamasi lahan berdasarkan fungsi dikelompokkan atas :
Kawasan peruntukan permukiman
Kawasan perdagangan dan jasa
Kawasan peruntukan industri

Kawasan peruntukan pariwisata
Kawasan pendidikan
Kawasan bandar udara
Kawasan mixed-use (campuran)
Kawasan ruang terbuka hijau
2.2. Deskripsi Lahan
Deskripsi lahan pertambangan merupakan hal yang terpenting untuk
merencanakan jenis perlakuan dalam kegiatan reklamasi. Jenis perlakuan reklamasi
dipengaruhi oleh berbagai faktor utama :
1. Kondisi Iklim,
2. Geologi,
3. Jenis Tanah,
4. Bentuk Alam,
5. Air permukaan dan air tanah,
6. Flora dan Fauna,
7. Penggunaan lahan,
8. Tata ruang dan lain-lain.
Untuk memperoleh data dimaksud diperlukan suatu penelitian lapangan.
Dari berbagai faktor tersebut di atas, kondisi iklim terutama curah hujan dan jenis
tanah merupakan faktor yang terpenting.
2.3. Peralatan Dalam Penataan Lahan
Untuk menunjang keberhasilan reklamasi dalam hal penataan lahan
biasanya digunakan peralatan dan sarana prasarana, antara lain : dump truck,
bulldozer, excavator, grader, sekop, cangkul dan pembuatan bangunan pengendali
erosi (susunan karung pasir, tanggul, susunan jerami, bronjong, pagar keliling).
2.4. Penataan Lahan
Cara dalam penataan lahan dalam kegiatan reklamasi ada bermacam-macam
penerapannya yaitu :

1. Reklamasi dengan perbaikan lahan, sistem ini mempunyai beberapa kriteria
sebagai berikut :
Tinggi atau jenjang dianggap stabil.
Pada lahan bekas tambang terdapat lubang, bongkahan batu dan sebagainya.
Diperlukan pengambilan tanah penutup dari lokasi penambangan.
Terjadi aliran penambangan yang tinggi pada lahan bekas penembangan.
2. Reklamasi dengan perbaikan kesuburan tanah, sistem ini memiliki kriteria
sebagai berikut :
Lahan bekas tambang terdapat pada lokasi yang diperuntukan sebagai lahan
pertanian atau perkebunan.
Terjadi pemadatan tanah.
Tingkat erosi yang tinggi disekitar wilayah penambangan.
Terganggunya sistem penyaliran dilokasi bekas tambang akibat penggalian.
Hilangnya lapisan tanah yang subur, sehingga mengakibatkan menurunnya
kemampuan tanah dalam menyerap air dan unsur hara.
3. Reklamasi dengan cara revegetasi, sistem ini memiliki kriteria sebagai berikut :
Lahan bekas tambang belum mempunyai peruntukan lahan yang jelas, tetapi
mempunyai tanah yang relatif subur.
Lahan bekas tambang sudah memiliki peruntukan yang jelas, misalnya
sebagai kawasan hutan, perkebunan dan pertanian.
Kegiatan-kegiatan utama dalam penataan lahan tambang meliputi :
Penentuan lokasi penimbunan, baik untuk penimbunan lapisan tanah penutup
(overburden atau top soil) maupun penimbunan batu-batu hasil penambangan.
Pemuatan dan pengangkutan serta penimbunan hasil tanah penutup (overburden
atau top soil) pada area bekas penambangan.
Pemuatan dan pengangkutan serta penebaran kembali lapisan tanah penutup
(overburden atau top soil).
Persiapan lahan untuk penanaman.

Sumber : http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Penambangan/kpltp5.asp
Gambar 3.1
Rona Awal
Sumber : http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Penambangan/kpltp5.asp
Gambar 3.2
Rencana Penataan Lahan

Sumber : http://www.tekmira.esdm.go.id/kp/Penambangan/kpltp5.asp
Gambar 3.3
Hasil Penataan Lahan
2.5. Pengelolaan Tanah Pucuk
Maksud dari pengelolaan ini untuk mengatur dan memisahkan tanah pucuk
dengan lapisan tanah lain. Hal ini karena tanah pucuk merupakan media tumbuh bagi
tanaman dan merupakan salah satu faktor penting untuk keberhasilan pertumbuhan
tanaman pada kegiatan reklamasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengelolaan tanah pucuk adalah :
1. Penggunaan profil tanah dan identifikasi pelapisan tanah tersebut sampai
endapan bahan galian,
2. Pengupasan tanah berdasarkan atas lapisan-lapisan tanah dan ditempatkan pada
tempat tertentu sesuai tingkat lapisannya dan timbunan tanah pucuk tidak
melebihi dari 2 meter,
3. Pembentukan lahan sesuai dengan susunan lapisan tanah semula dengan tanah
pucuk ditempatkan paling atas dengan ketebalan minimal 0.15 m,
4. Ketebalan timbunan tanah pucuk pada tanah yang mengadung racun dianjurkan
lebih tebal dari yang tidak beracun atau dilakukan perlakuan khusus dengan cara
mengisolasi dan memisahkannya,

5. Pengupasan tanah sebaiknya jangan dilakukan dalam keadaan basah untuk
menghindari pemadatan dan rusaknya struktur tanah,
6. Bila lapisan tanah pucuk tipis (terbatas/sedikit) dipertimbangkan :
7. Penentuan daerah prioritas yaitu daerah yang sangat peka terhadap erosi
sehingga perlu penanganan konservasi tanah dan pertumbuhan tanaman dengan
segera,
Penempatan tanah pucuk pada jalur penanaman
Jumlah tanah pucuk yang terbatas (sangat tipis) dapat dicampur dengan
tanah bawah (sub soil),
Dilakukan penanaman langsung dengan tanaman penutup (“cover crop”)
yang cepat tumbuh dan menutup permukaan.
8. Yang perlu dihindari dalam memanfaatkan tanah pucuk adalah apabila :
Sangat berpasir (70% pasir atau kerikil),
Sangat berlempung (60% lempung),
Mempunyai pH < 5.00 atau > 8.00,
Mengandung khlorida 3%, dan
Mempunyai elctrikal conductivity (ec) 400 miliseimens/meter.
2.6. Perbaikan tanah
Kualitas tanah yang kurang bagus bagi pertumbuhan tanaman perlu
mendapat perhatian khusus melalui perbaikan tanah seperti penggunaan gypsum,
kapur, mulsa, pupuk (organik maupun anorganik). Dengan perlakuan tersebut
diharapkan dapat memperbaiki persyaratan tumbu tanaman.
1. Penggunaan Gypsum
a. Gypsum digunakan untuk memperbaiki kondisi tanah yang mengandung
banyak lempung dan untuk mengurangi pembentukan kerak tanah
(“crusting”) pada tanah padat (“hard-setting soil”). Penggunaan gypsum
akan menggantikan ion sodium dengan ion kalsium, sehingga dapat
meningkatkan struktur tanah, meningkatkan daya resap tanah terhadap air,
aerasi (udara), pengurangan kerak tanah dan dengan pelindian (“leaching”)
akan mengurangi kadar garam.

b. Bila lapisan tanah bagian bawah (sun soil) yang diperbaiki, maka dibuat alur
garukan yang dalam agar gypsum dapat diserap, jika tanah kerak yang
diperbaiki, sebarkan gypsum pada lapisan permukaan saja.
c. Pengguanaan gypsum sebanyak 5 ton/ha biasanya cukup untuk
memperbaiki tanah kerak. Penggunaan 110 ton/ha diperlukan untuk
mengolah lapisan bagian bawah yang bersifat lempung.
d. Pengolahan biasanya dilakukan sekali saja. Pengaruh pengolahan tanah
dengan gypsum akan tahan selama beberapa tahun, pada saat mana tumbuh-
tumbuhan sudah mampu menghasilkan bahan-bahan organik yang
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan.
2. Penggunaan kapur
a. Kapur digunakan khsusunya untuk mengatur pH, akan tetapi dapat juga
memperbaiki struktur tanah.
b. Pengaturan pH dapat merangsang tersedianya zat hara untuk tanaman dan
mengatur zat-zat racun.
c. Kapur biasanya digunakan dalam bentuk tepung batu gamping, kapur
dolomit. Kapur tohor (“hydrated lime”) jarang digunakan.
d. Kapur atau batu kapur giling kasar (“coarsely crushed”) dan kapur dolomit
mempunyai daya kerja yang lebih lambat, akan tetapi pengaruhnya dalam
menetralisir pH lebih lama dibandingkan dengan kapur tohor.
e. Penggunaan gamping secara bertahap mungkin diperlukan jika
kesinambungan kenaikan pH dibutuhkan.
f. Kapur tohor akan berpengaruh menrurunkan kemampuan jenis pupuk yang
mengandung nitrogen. Karena itu penggunaanya harus terpisah.
g. Tingkat penyesuaian pH akan bergantung dari tingkat keasaman, jenis tanah
dan kualitas batu gamping. Sebagai contoh, penggunaan kapur sebanyak 2,5
– 3,5 ton/ha pada tahun yang memiliki pH > 5,0 akan menaikan pH kurang
lebih 0,5.
3. Penggunaan Mulsa, Jerami dan Bahan Organik lainnya
a. Mulsa adalah bahan yang disebarkan dipermukaan tanah sebagai upaya
perbaikan kondisi tanah. Tanaman penutup berumur pendek dapat juga
dipergunakan sebagai mulsa.

b. Mulsa berfungsi mengendalikan erosi, mempertahankan kelembaban tanah
dan mengatur suhu permukaan tanah.
c. Pada umumnya penggunaan mulsa terbatas pada lokasi yang memerlukan
revegetasi yang cepat, perlindungan tempat-tempat tertentu (seperti tanggul)
atau jika perbaikan tanah atau media akan dibutuhkan.
d. Jerami jenis batang padi umumnya digunakan sebagai mulsa atau lokasi
yang luas. Tingkat penggunaan bervariasi antara 2,5 – 5,0 ton/ha.
e. Berbagai jenis bahan-bahan organik atau limbah pertanian digunakan
sebagai mulsa yang penggunaannya bergantung dari ketersediaan dan
harganya. Bahan-bahan baik digunakan sebagai mulsa, antara lain tumbuh-
tumbuhan yang tergusur pada waktu pengupasan tanah, potongan-potongan
kayu dan serbuk gergaji, limbah pabrik pengolahan dan penggergajian kayu,
ampas pabrik gula tebu dan berbagai kulit jenis kacang-kacangan.
f. Nitrogen mungkin perlu ditambahkan untuk memenuhi kekurangan nitrogen
yang terjadi pada saat mulsa segar mulai membusuk/terurai.
g. Penyebaran mulsa secara mekanis dapat menggunakan alat pertanian
(misalnya penyebar pupuk kandang) atau dengan alat khusus.
h. Alat khusus penyebar mulsa digunakan untuk penyebaran bahan-bahan
mulsa (Biasanya jerami atau batang padi) yang dicampur dengan bijih
tumbuhan.
4. Pupuk
a. Persyaratan penggunaan pupuk akan sangat bervariasi sesuai dengan kondisi
dan maksud peruntukan lahan sesudah selesai penambangannya.
b. Meskipun jenis tumbuhan asli beradaptasi dengan tingkat nutrisi yang
rendah namun dengan pemberian pupuk yang cukup dapat meningkatkan
pertumbuhannya.
c. Reaksi setiap tumbuhan bervariasi, anggota dari rumpun “proteseae”sensitif
terhadap peningkatan kandungan fosfor dan kemungkinan menimbulkan
efek yang kurang baik.
d. Pupuk organik (lumpur kotoran, pupuk alami atau kompos, darah dan tulang
dan sebagainya) umumnya bermanfaat sebagai pengubah sifat tanah.

e. Jenis, dosis dan waktu pemberian pupuk anorganik sebaiknya dilakukan
sesuai dengan hasil analisis tanah.
f. Pupuk anorganik komersial selalu mengandung satu atau lebih nutrisi makro
(yaitu nitrogen, fosfor, kalium). Selain itu juga mengandung belerang,
kalsium, dan magnesium.
g. Apabila terdapat tanda-tanda tumbuhan kekurangan unsur atau keracunan,
harus meminta saran dari ahli tanah.
h. Waspada terhadap kemungkinan penggunaan pupuk yang berlebihan yang
dapat mengakibatkan pencemaran air, khususnya pada daera tanah pasiran.
i. Pemberian pupuk dalam bentuk butir atau tablet dapat dilakukan pada jarak
10 – 15 cm di bawah atau di sebelah tiap lubang semaian pada waktu
penanaman. Harus dicegah kontak langsung antara pupuk dengan akar
semaian.
2.7. Lubang Bekas Tambang
Apabila penambangan secara terbuka diterapkan pada umumnya akan
meninggalkan lubang atau cekungan pada akhir penambangan. Terjadinya lubang-
lubang ini dapat diminimalkan apabila, penimbunan kembali tanah penutup
dilakukan dengan segera (back filling) dan merupakan bagian dari pekerjaan
penambangan. Lubang-lubang tambang yang tidak dapat dihindari dan berdasarkan
perhitungan tidak dapat ditimbun kembali, maka lubang-lubang tersebut haruslah
dibiarkan dalam kondisi lubang/cekungan. Alternatif pemanfaatannya antara lain :
a. Waduk
Tergantung untuk apa air akan digunakan, kualitas air (yang masuk dan keluar)
merupakan faktor penentu.
b. Habitat satwa liar atau budidaya
Lubang/cekungan merupakan faktor kritis, kedalaman, dinding yang terjal
umumnya tidak cocok untuk maksud ini. Pertimbangan adanya aliran tanah,
bentang alam serta habitat binaan memerlukan penelitian yang komprehensif.
c. Tempat penimbunan bahan tambang

Dengan pertimbangan ekonomi, maka lubang yang akan dipilih adalah yang
dekat dengan kegiatan pengupasan tanah/batuan penutup. Penelitian pola air tanah
dan kemungkinan pencemaran oleh mineral buangan perlu dilakukan. Alternatif
pemanfaatan lubang bekas tambang harus didahului denagn penelitian mengenai
kelayakan lokasi tersebut terhadap satwa liar atau budidaya.
2.8. Kegiatan Teknis Pemindahan Tanah
Kegiatan teknis pemindahan tanah dalam proses pemuatan, pengangkutan,
penebaran tanah pucuk dan penataan akhir permukaan dapat dilihat pada perhitungan
berikut :
Excavator
Keterangan
Q ex : Produksi (m3/jam)
Qbh : Kapasitas Bucket (m3)
Bf : Bucket Factor
E : Faktor Efisiensi kerja
Ct : Waktu Edar (detik)
Ct : penggalian/pengisian + Swing pengisian + waktu kembali +
Swing kosong.
Gambar 3.5
Hydraulic Excavators 320 D

Dump Truck
Keterangan
Q H : Produksi (m3/jam)
qV : Kapasitas Bak (m3)
E : Faktor Efisiensi kerja
Ct : Waktu Edar (menit)
Ct = LT + HT + RT + DT + SDT
LT : Loading time
HT : Hauling time
RT : Returning time
DT : Dumping time
SDT : Spot and Delay time
Gambar 3.6
Proses Penebaran Tanah Pucuk

Bulldozer
Keterangan
QD : Produksi Dorong (m3/jam)
qb : Kapasitas Blade (m3)
Bf : Faktor Blade
E : Faktor Efisiensi Kerja
Ct : Waktu Edar (menit)
D D
Ct = ----- + ----- + Z
F R
30 30
Ct = ----- + ----- + 0,10 = 0,92 menit
65 83
D : Ripping/Dozing Distance (m)
F : Forward Speed (m/min.)
R : Reverse Speed (m/min.)
Z : Gear Shifting (min.)
Direct Drive : 0.10 min.
Torque Flow : 0.05 min.
Tabel 3.1
Blade Fill Factor

Gambar 3.7
Kegiatan Penataan Lahan Menggunakan Bulldozer
2.9. Model Penataan Lahan
Model penataan lahan dalam kegiatan reklamasi yaitu berupa pembuatan
teras-teras yang dimaksudkan untuk mengurangi kemiringan lahan, dengan
berkurangnya kemiringan lahan tentunya aliran air di permukaan akan berkurang
atau untuk mengurangi laju erosi.
Jenis-jenis terasering yaitu :
Teras Datar (level terrace)
Teras datar dibuat pada tanah dengan kemiringan kurang dari 3 % dengan tujuan
memperbaiki pengaliran air dan pembasahan tanah. Teras datar dibuat dengan
jalan menggali tanah menurut garis tinggi dan tanah galiannnya ditimbunkan ke
tepi luar, sehingga air dapat tertahan dan terkumpul. Pematang yang terjadi
ditanami dengan rumput.

Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.8
Teras Datar (level terrace)
Teras Kridit (ridge terrace)
Teras kridit dibuat pada tanah yang landai dengan kemiringan 3 - 10
%, bertujuan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Pembuatan teras kridit di
mulai dengan membuat jalur penguat teras sejajar garis tinggi dan
ditanami dengan tanaman seperti caliandra.
Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.9
Teras Kridit (ridge terrace)

Teras Guludan (cotour terrace)
Teras guludan dibuat pada tanah yang mempunyai kemiringan 10 - 50 % dan
bertujuan untuk mencegah hilangnya lapisan tanah.
Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.10
Teras Guludan (cotour terrace)
Teras Bangku (bench terrace)
Teras bangku dibuat pada lahan dengan kelerengan 10 - 30 % dan
bertujuan untuk mencegah erosi pada lereng yang ditanami palawija.

Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.11
Teras Bangku (bench terrace)
Teras Individu
Teras individu dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 %
yang direncanakan untuk areal penanaman tanaman perkebunan di daerah yang
curah hujannya terbatas dan penutupan tanahnya cukup baik sehingga
memungkinkan pembuatan teras individu.

Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.12
Teras Individu
Teras Kebun
Teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 %
yang direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan.
Pembuatan teras hanya dilakukan pada jalur tanaman sehingga pada areal
tersebut terdapat lahan yang tidak diteras dan biasanya ditutup oleh vegetasi
penutup tanah. Ukuran lebar jalur teras dan jarak antar jalur teras disesuaikan
dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan yang terletak di
antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.
Sumber : http://tukangbata.blogspot.com/2013/01/pengertian-terasering-fungsi-jenisnya.html
Gambar 3.13
Teras kebun