penanganan dini penyakit hirschsprung

25
PENANGANAN DINI PENYAKIT HIRSCHSPRUNG dr. Poerwadi , SpB, SpBA Sublab Bedah Anak- Lab/SMF Ilmu Bedah F.K. UNAIR / R.S.U.D. Dr. Soetomo. S U R A B A Y A PENDAHULUAN Penyakit Hirschsprung ( PH ) atau megacolon congenitum sudah lama dikenal, Harold Hirschsprung ( 1886 ) pertama kali mengenalinya dan membuat stoma pada kolon dan akhirnya penderita meninggal setelah stoma tersebut ditutup kembali. Ehrenpreisn ( 1946 ) menjelaskan bahwa megakolon ( kolon yang melebar ) tersebut adalah akibat dari adanya obstruksi di sebelah distalnya. Whitehouse dan Kernohan Zuelzer dan Wilson ( 1948 ) menemukan bahwa kolon distal yang menyempit tersebut tidak mempunyai ganglion myenterikus Meisner & Auerbach , sedangkan bagian kolon yang melebar disebelah proksimalnya adalah bagian kolon yang sudah mengandung ganglion. Problem utama dari keadaan ini adalah gangguan proses defekasi dengan segala akibatnya, maka tujuan pokok pengobatan PH adalah pasien bisa defekasi dengan baik. Untuk mencapai ini banyak upaya dan kendala yang sudah dilalui yang sampai saat ini masih banyak penelitian yang dikerjakan untuk menyempurnakan upaya- upaya tersebut. Penelitian- penelitian tersebut berdasar pada patofisiologi dari PH serta hubungannya dengan fisiologi dari proses defekasi.

Upload: novia-chrisnawati

Post on 11-Nov-2015

138 views

Category:

Documents


47 download

DESCRIPTION

hirschsprung disease

TRANSCRIPT

  • PENANGANAN DINI

    PENYAKIT HIRSCHSPRUNG

    dr. Poerwadi , SpB, SpBA

    Sublab Bedah Anak- Lab/SMF Ilmu Bedah F.K. UNAIR / R.S.U.D.

    Dr. Soetomo.

    S U R A B A Y A

    PENDAHULUAN

    Penyakit Hirschsprung ( PH ) atau megacolon congenitum sudah lama dikenal,

    Harold Hirschsprung ( 1886 ) pertama kali mengenalinya dan membuat stoma pada kolon

    dan akhirnya penderita meninggal setelah stoma tersebut ditutup kembali.

    Ehrenpreisn ( 1946 ) menjelaskan bahwa megakolon ( kolon yang melebar )

    tersebut adalah akibat dari adanya obstruksi di sebelah distalnya.

    Whitehouse dan Kernohan Zuelzer dan Wilson ( 1948 ) menemukan bahwa kolon

    distal yang menyempit tersebut tidak mempunyai ganglion myenterikus Meisner &

    Auerbach , sedangkan bagian kolon yang melebar disebelah proksimalnya adalah bagian

    kolon yang sudah mengandung ganglion.

    Problem utama dari keadaan ini adalah gangguan proses defekasi dengan segala

    akibatnya, maka tujuan pokok pengobatan PH adalah pasien bisa defekasi dengan baik.

    Untuk mencapai ini banyak upaya dan kendala yang sudah dilalui yang sampai saat ini

    masih banyak penelitian yang dikerjakan untuk menyempurnakan upaya- upaya tersebut.

    Penelitian- penelitian tersebut berdasar pada patofisiologi dari PH serta

    hubungannya dengan fisiologi dari proses defekasi.

  • Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa pengobatan PH hanyalah berupa

    tindakan bedah, sedangkan upaya non bedah sebelum dilakukannya tindakan

    pembedahan sangat berperan dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas PH.

    Tulisan disini akan mengutarakan tindakan konservatif sebelum pembedahan dan

    pemilihan tehnik pembedahan dengan morbiditas serta mortalitas yang rendah.

    Banyak macam tindakan bedah yang sudah dikerjakan :

    Hirschsprung pertama kali melakukan reseksi bagian kolon yang besar, kolostomi

    akhirnya penderita meninggal setelah kolostominya di reanstomosis. Hal ini terjadi

    karena saat itu belum diketahui penyebab dari PH, dikiranya bagian yang patologis

    adalah kolon yang besar tersebut, setelah diketahui bahwa penyebab PH adalah tidak

    adanya ganglion myenterikus Meisner & Auerbach maka ada upaya berupa tindakan

    melakukan sympatektomy lumbal, tindakan ini dikerjakan oleh Ladd dan dipertahankan

    sampai tahun 1949. Sampai akhirnya Swenson & Bill melakukan reseksi seluruh bagian

    yang aganglioner tersebut dan melakukan anastomosis dekat dengan sfingter interna,

    tetapi juga banyak problem yang masih terjadi yaitu kebocoran, stricture, residif ,

    inkontinen.

    Rehbein melakukan low anterior resection secara miring sampai ke distal dari dasar

    panggul, dikatakan hasilnya cukup baik, tetapi hal yang ditakuti adalah kebocoran

    dibagian sudut anastomosis yang runcing tersebut dan relaps. Sampai saat terakhir ini

    masih banyak penelitian- penelitian untuk memperbaiki outcome dari tindakan bedah

    pada PH.

    Makalah ini akan membahas penanganan dini PH berdasarkan pengalaman

    penulis dan bahasan menurut literature terbaru.

    PROBLEMATIKA :

    Problematika PH sangat banyak dan perlu diketahui sebelum kita menentukan

    tindakan bedahnya, problematika tersebut meliputi :

    1. Diagnose

    2. Kondisi penderita.

    3. Fasilitas.

    4. Tehnik Pembedahan.

  • 5. Komplikasi.

    6. Relapse.

    1. DIAGNOSE :

    Diagnose PH didasarkan atas gejala klinis dan pemerilsaan penunjang.

    Gejala klinis yang utama adalah akibat dari segmen yang agagnglioner tersebut

    akan mengakibatkan gangguan aliran isi usus kebagian distal berupa gangguan

    defekasi.Gangguan defekasi ini bisa terdeteksi sejak neonatus yaitu mekoneum terlambat

    keluar sampai lebih dari 48 jam ( didapatkan pada 85% dari penderita ), berikutnya

    adalah muntah ( 88% penderita ) kwalitas muntahnya hijau sampai kuning, kwantitasnya

    banyak sedangkan sifatnya terus menerus tidak berhubungan dengan minum.

    Kembung ( pada 94% penderita ), hal ini disebabkan karena adanya obstruksi

    fungsional dari kolon yang aganglioner sehingga terjadi gangguan aliran isi usus.

    Manifestasi pada neonatus ini tergantung dari panjang / pendeknya segment

    aganglioner tersebut, makin panjang segmen tersebut akan makin cepat manifestasinya

    pada neonatus.

    Manifestasi pada usia anak bila segmen aganglionernya tidak begitu panjang atau

    terlambat diketahui orang tua. Pada anak manifestasi kliniknya berupa gangguan

    defekasi, perut buncit berisi skibala, gangguan pertumbuhan, kurang gizi.

    Pemeriksaan fisik pada neonatus didapatkan perut kembung, terlihat gambaran

    usus pergerakan usus di dinding perut, bising usus meningkat, colok dubur didapatkan

    rectum spastis dan keluar udara menyemprot waktu jari dilepas disusul perut mengempis

    sebentar selanjutnya akan kembung ulang, hal ini terjadi bila segmen aganglionernya

    tidak lebih panjang dari jari pemeriksa. Bila segmen aganglionernya lebih panjang maka

    hal tersebut diatas tak akan terjadi maka untuk dekompresi hendaknya dipasang pipa

    rectum, akan keluar udara dan mekonium disusul perut mengempis, pertahankan pipa

    rectum tersebut dan dapaat dipasang secara berulang.

    Kecurigaan adanya PH dilakukan foto polos perut posisi tegak dan prone lateral

    akan terlihat udara tidak mencapai pelvis. Setelah ini dilakukan foto kolon untuk melihat

    panjangnya segmen aganglioner serta adanya bagian transisional.

  • Manometri rectum akan menunjukkan tekanan yang menigkat, diagnose pasti

    adalah pemeriksaan Patologi Anatomi dengan tidak didaapaaaatkannya ganglion

    Meissner / Auerbach.

    2. KONDISI PENDERITA :

    Kondisi penderita meliputi :

    a. Neonatus, penderita neonatus juga harus dibedakan berat lahirnya, sampai

    saat ini PH pada neonatus kita hanya melakukan kolostomi, baru setelah berat

    badan lebih 5 Kg barulah kita melakukan operasi definitive. Tetapi sekarang

    trend dunia justru melakukan operasi defintif primer tanpa kolostomi pada

    saat neonatus bahkan secara minimal invasive, Laparoskopi, dan prosedur pull

    through trans anal.

    b. Anak , pada usia ini kolon sudah mengalami penebalan dan melebar maka

    tindakan kolostomi mutlak harus dikerjakan untuk mengalihkan aliran feses,

    setelah kolon involusi barulah dilakukan operasi definitive.

    c. Kolitis, colitis merupakan kelainan yang selalu menghantui PH terlebih bila

    sudah terjadi saat prabedah maka tindakan spooling dan dekompresi yang

    adequat harus dikerjakan dan disusul kolostomi.

    d. Gizi, kondisi gizi sangat berpengaruh pada keberhasilan operasi PH, kondisi

    ini biasanya akan membaik setelah dilakukaan kolostomi.

    e. Kelainan bawaan lain : Kelainan bawaan lain yang seing menyertai PH

    adalah Mongolism / Kelainan- kelainan kromosom, kelainan jantung bawaan.

    3. FASILITAS :

    Fasilitas yang tersedia ditempat tugas sangat mempengaruhi kinerja serta tehnik

    apa yang akan kita pilih untuk pembedahan PH, fasititas tersebut meliputi :

    a. Fasilitas diagnostik, minimal fasilitas untuk foto kolon dan pemeriksaan

    PA harus tersedia.

    b. Fasilitas Perawatan, mulai dari NICU, PICU, bangsal bayi dan anak.

    c. Fasilitas Kamar operasi .

  • 4. PENANGANAN :

    Penanganan penderita Hirschsprung sangat tergantung usia penderita,

    panjang atau pendeknya segment aganglioner, dokter ahlinya, serta fasilitas yang

    tersedia.

    Neonatus dengan penyakit Hirschsprung saat ini sudah langsung dilakukan

    tindakan definitive baik open atau laparaskopi.

    Secara umum bila didapatkan neonatus dengan penyakit Hirshspung

    tindakan pertama adalah dekompresi dan evakuasi feses, bila segment

    aganglionernya tidak panjang dilakukan pemasangan pipa rectum dan pembilasan

    dengan normal salin secara berkala, bila segment aganglionernya panjang maka

    dilakukanlah kolostomi proksimal dari daerah trassional.

    Penyakit Hirschsprung pada anak yang lebih besar selalu dilakukan

    kolostomi dulu, tindakan operasi definitive baru setelah kondisi anak

    memungkunkan.

    Tindakan definitive pada penyakit Hirschsprung adalah operasi terobos

    tarik, banyak tehnik dikenal sampai saat ini dengan segala modifikasinya :

    Persiapan operasi :

    1. Tanpa kolostomi :

    Lakukan lavement PZ hangat 10 15 cc/ kg berat badan bahkan ada yang

    sampai 1,5 liter pagi, sore selama 1 2 minggu prabedah, terkhir adalah 12 -24 jam

  • sebelum jam operasi, perhatian sehabis lavement rectal tube jangan dilepas sampai

    perut kempis atau semua PZ keluar.

    2. Dengan Kolostomi :

    Lakukan colok dubur dan irigasi loop distal dari kolostomi tiap minggu untuk

    mencegah atrofi, selanjutnya lavement loop proksimal dan distal 3 5 hari pra

    bedah.

    3. Diet cair 24 jam pra bedah.

    4. Antibiotika prabedah untuk gram positif, gram negative dan anaerob.

    5. Inform concern dan lain- lain persyaratan medikolegalnya.

    PEMBEDAHAN :

    Persiapan :

    1. Infus ditangan, cairan hangat.

    2. Posisi supine dan lakukan pencegahan hypothermia, blanket pemanas,

    bungkus kapas plastic, kerpus kepala.

    3. Rectal toilet dan dilatasi, pasang spons aatau kasa pada proksimal rectum

    untuk mencegah kontaminasi kedistalnya, buat satu jahitan pertanda pda

    jam 6 di linea dentate.

    4. Desinfeksi lapangan operasi mulai umbilicus kedistal sampai gluteus ,

    distal genu dan anus, pasang plat diatermi di punggung.

    5. Tutup dengan duk steril bagian atas , diatas umbilicus, duk bawah

    letakkan dibawah bokong, kedua tungkai masing- masing dibungkus duk

    kecil dan letakkan bebas diatas duk bawah tersebut, pasang duk samping

    kanan dan kiri.

    6. Setelah lapangan operasi tertutup duk steril barulah dipasang kateter.

    Tehnik Operasi :

    Insisi kulit pfanentel lebarkan mengarah kolostomi ( sigmoidostomi ) atau

    golf stick incision, bebaskan kolostominya, keproksimal dengan membuka White

  • line sampai fleksura lienalis, hati- hati waktu meligasi dan memotong vasa kolika

    sinistra dan sigmoidalis dan cabang- cabangnya harus proksimal dari arcade

    Drumond. Setelah kolon proksimal bebas dan panjangnya cukup dengan

    mengukur kolon tersebut bisa melewati pubis sampai anus, baru bebaskanlah loop

    distal kolostomi sampai rectum, selanjutnya tergantung tehnik mana yang dipilih.

    1. Prosedur Duhamel ( Retro rectal pull through ) :

    Fase Abdominal :

    Setelah dilakukan pembebasan kolon seperti tersebut diatas dibuatlah terowongan

    retro rekal dengan terlebih dahulu identifikasi uerter kanan, kiri, buat terowongan dengan

    membuka lipatan peritoneum ( peritoneal reflection ) antara rectum dan sacrum, dibuka

    dengan gunting terus dilebarkan dan perdalam kedistal dengan jari telunjuk, biasanya

    sangat mudah . Kedistal sampai batas jahitan pertanda yang kita buat sebelumnya.

    Fase anal:

    Memposisikan kedua tunkai litotomi anus didesinfeksi ulang, dibuka pakai haak

    kanan dan kiri, buatlah irisan ( Smile incision ) - 1 cm proksimal linea dentate selebar

    diameter dari kolon yang akan kita teroboskan, buat jahitan pertanda kanan, kiri dan dua

    ditengah diantara klem yang akan kita pasang.

    Fase Terobos tarik :

    Terobos tarik dilakukan dengan menyongsong rektum proksimal untuk

    diterobostarikkan keanus, caranya masukkanlah kromeklem panjang dari abdomen

    melewati rongga retrorektal yang sudsh dibuat menembus smile insisi sampai keluar di

    lubang anus, peganglah ujung kromeklem tersebut dengan krome klem yang sama dan

    tariklah dengan cara sepur- sepuran kromeklem distal tersebut samai kerongga abdomen

    untuk menjemput segmen proksimal.

  • Segmen proksimal kolon yang sudah dibebaskan ditutup dengan jahitan silk 3/0

    delujur, kemudian diterobos tarikkan dengan disongsong klem dari bawah yang melewati

    smile insisi tersebut, hati- hati waktu menarik tidak boleh dipaksa, tidak boleh tegang,

    tidak terpuntir, pehatikan tidak ada ikatan pembuluh darah yang lepas dan sisi

    antemesenterial menghadap keanterior.Buatlah jahitan untuk fiksasi kolon proksimal dan

    anus tersebut .

    Sisa segment distal rectum dibebaskan , dipotong dan ditutup di distal dari

    peritoneal reflection.

    Sampai disini ada modifikasi dari dr. Adang Kosim dengan memprolapskan kolon

    tersebut .

    Selanjutnya dipasang klem Duhamel atau stepler terserah kemampuan / fasilitas.

    Rongga Anorektal

  • Irisan Anus

    Smile Incision

  • Stapler

  • 2. Prosedur Soave ( Endorektal Pull trough ) :

    Fase Abdominal :

    Setelah pembebasan kolon proksimal, dilakukan pembebasab kolon distal sampai

    dasar panggul. Lakukan pembersihan rectum dari pebbuluh darah dan lemak. Rektum

    dikelupas dengan memisahkan seromuskuler dengan mukosa submukosa, caranya

    suntikkan terlebih dahulu PZ adrenalin 1/ 20.000 submuskularis dengan speut 1 cc,

    lakukan irisan seromuskuler dengan meregangkan usus tersebut dijari kita, irisan

    dilakukan melingkar, kemudian dikelupas seperti kita melepas kantong kernia memakai

    depers kecil. Kelupas hati- hati sampai linea dentate ( jahitan pertanda ), perdarahan

    dirawat, seromuskuler rectum yang terkelupas dipegang dengan Elis klem anterior-

    posterior, segment kolon dan mukosa rectum yang tidak berguna ditarik ke distal

    melewati anus.

    Fase Anal :

    Kolon proksimal yang sudah ditutup dengan jahit delujur tersebut dilakukan

    terobos tarik melewati cerobong seromuskuler rectum yang sudah dikelupas tersebut,

    kemudian dijahit kiksasi antara kolon yang diturunkan dengan anus dan cerobong rectum

    tersebut.

    Sampai disini ada modifikasi, Soave melakukan terobos tarik tersebut sampai

    prolap, tanpa jahitan fiksasi pada anus, setelah 7 hari baru dilakukan pemotongan stomp.

    Boley melakukan anastomosis langsung.tanpa diprolapkan, Surabaya melakukan

    seperti Boley tetapi dengan memasang pia rectum untuk mencegah kontaminasi.

  • 3. Prosedur Swenson ( Pull through abdomino anal anstomosis ) :

    Fase Abdominal :

    Setelah pembebasan segmen proksimal, segmen distal dibebaskan sampai distal

    dari peritoneal reflection, hati hati jangan sampai merusak saraf- saraf splanchnic-

    pelvis, dan perhatikan kedua ureter. Setelah bebas segmen distal kita prolapkan melewati

    anus.

    Fase Anal :

    Rektum dan anus yang prola-p tersebut kita potong 2 cm dari linea dentate pada

    sisi anterior dan 1cm pada sisi posterior, kemudian segmen proksimal kita teros tarik

    selanjutnya dilakukan anastomosis, setelah tersambung kolon kita tarik kembali untuk

    reposisi.

  • 4. Prosedur Rehbein :

    Mirip Swenson hanya saja rectum disisakan agak panjang ( 3 5 cm ) dan

    dilakukan anastomosis langsung intra abdominal, jadi tidak ada fase anal.

    5. Myectomi :

    Tehnik ini hanya diindikasikan untuk penyakit Hirschsprung dengan segman

    aganglioner tidak melebihi panjang rectum atau tidak lebih dari 2 cm ( Short / ultra short

  • ), yaitu bebngan melakukan pemotongan/ membuang otot rectum, dapat disertai / tidak

    dengan sphincterotomi.

    Cara ini dapat ditempuh lewat trans anal atau transakral.

    Transanal dengan posisi lithotomi anus dibuka dengan sprider anus sampai

    dinding posterior anus dan rectum terlihat datar, masukkan tampon keproksimal rectum,

    suntikkan PZ adrenalin 1/100.000 submukosa mulai linea dentate sepanjang rectum,

    lakukan iriran pada mukosa rectum selebar 1 2 cm dengan jarak 0,5 cm 1 cm dari

    linea dentate keproksimal sepanjang rectum, bebaskan mukosa, submukosa dengan

    muskularis sepanjang rectum, lakukan myektomi selebar 1 cm , berikan tanda proksimal

    distalnya untuk periksa PA. Hemostasis dan lakukan jahitan pada mukosa tersebut.

    Transrektal dengan posisi tengkurap/ nungging, dilakukan irisan mulai koksigeus

    sampai 1 cm sebelum anus, otot levator ani dipisahkan dan disingkirkan ke anal,

    identifikasi dinding posterior rectum dengan memasukkan telunjuk lewat anus, kemudian

    dilakukan myektomi, jangan sampai menembus mukosa.

  • LAIN- LAIN :

    6. Prosedur Martin :

    Prosedur ini merupakan modifikasi dari prosedur Duhamel yang diindikasikan

    pada penyakit Hirschsprung yang seluruh kolonnya tidak berganglion ( total colonic

    aganglioner ). Dilakukan retrorektal pull through dari ileum dengan menyisakan seluruh

    sigmoid bahkan sampai kolon desendens untuk dikakukan anastomosis samping-

    samping dengan ileum dengan tujuan fungsi absorpsi airnya tidak terganggu. ( gambar ).

    7. Prosedur Kimura Aganglionic Patch ) :

    Prosedur ini juga diindikasikan untuk total aganglionic dari kolon, yaitu dengan

    memanfaatkan seluruh kolon, yaitu pertama kali kita melakukan ileostomi dengan

    melakukan ileocaecocolonic patch side to side, setelah patch tersebut hidup/ viable, ganti

    kita melakukan ileokolostomi yaitu bagian paling distal dari patch tersebut, setelah

    keadaan memungkinkan, barulah dilakukan operasi definitifnya yaitu melakukan pull

    through dari ileocolonic patch tersebut, bisa dengan cara Martin atau cara Swenson. (

    gambar ).

  • 8. Laparoskopi :

    Prosedur dengan laparoskopi sudah banyak dikerjakan untuk operasi primer

    penyakit Hirschsprung saat neonatus tanpa dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Tehnik

  • ini dapat mengurangi morbiditas, lama rawat inap, mengurangi manipulasi usus,

    mempercepat pemulihan fungsi ususdan tidak mengangu kontinensia.

    Dengan laparoskopi ini dapat dilakukan prosedur endorektal pullthrough atau

    retrorektal pull through, tergantung kebiasaan ahli bedahnya.

    9. Prosedur Trans anal :

    Prosedur ini diilhami oleh prosedur Laparoskopi, dikerjakan primer definitive

    operation pada neonatus tanpa kolostomi terlebih dahulu. Keuntungannya lebih murah,

    perdarahan lebih sedikit dan mengurangi kerusakan isi panggul.

    Posisi penderita lithotomic dengan anus ditepi meja operasi, anus dibuka dengan

    spreder, suntikkan PZ adrenalin 1/100.000 submukosa 0,5 cm dari linea dentate, insisi

    mukosa,submukosa melingkar, pisahkan bengan muskularis, buat jaitan untuk pegangan

    pada mukosasubmukosa yang proksimal, lakukan pemisahan mukosasubmukosa dengan

    muskularis keprksimal rectum sampai melewati peroneal reflection, muskularis dipotong

    maka akan dapat ditarik keluar lewat lubang anus sigmoidnya, dilakukan ligasi pembuluh

    darah dan identifikasi daerah transisional kemudian lakukan biopsy proksimal dan

    distalnya, selanjutnya dilakukan pullthrough pada daerah yang sudah berganglion.

  • DISKUSI :

    Sesuai judul makalah ini maka akan kita diskusikan tentang segala

    problematika yang dihadapi serta tips dan trik yang dialami oleh penulis serta

    dibandingkan dengan berbagai litelatur yang ada.

    1. Diagnosis :

    Diagnosis dari PH dinegara maju tidak lagi merupakan problem, tetapi di tempat

    kami sampai saat ini masih merupakan problem, karena kami tidak mempunyai

    manometri, juga suction biopsy, pula tehnik pemeriksaan Patologi yang kurang memadai,

    maka kami hanya mengandalkan pemeriksaan barium pada kolon, dengan adanya kolon

    dilatasi, daerah taransisional dan aganglioner didistalnya. Oleh karena itu tips dan trik

    pembuatan fotonya tidak boleh terlalu dipompa. Sedangkan bila ragu kita melakukan

    insisional biopsy, dengan kesadaran ini akan mempersulit tehnik pull through nantinya.

    Maka bila sudah pernah dilakukan insisional biopsy operasi definitive berikutnya adalah

    prosedur Duhamel atau Swenson.

    2. Kondisi penderita :

    Kondisi penderita meliputi :

    Neonatus :

    Neonatus dengan berat badan lahir kurang 1500 gram atau premature kita hanya

    melakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah berat badannya lebih dari 5 kg barulah

    dilakukan operasi definitif.

    Neonatus I berat badan cukup dan aterm dengan segment aganglioner tidak

    terlalu panjang, selama bisa dilakukan dekompresi dan irigasi kolon lewat anus dengan

    memasang pipa rectum direkomendasikan untuk opersasi defitif primer dengan syarat

    dikerjakan ahli bedah berpengalaman dan fasilitas perawatan pasca bedah ( NCU )

    memadai.Dunia sekarang mengarah melakukan operasi definitif

    .

    Kami di Surabaya telah melakukan lebih dari 20 kasus dilakukan primer

    Endorektal Pull through, dengan hasil baik.

  • Tindakan kolostomi dikerjakan pada kasus PH dengan segmen aganglioner

    panjang atau bila keadaan tidak memungkinkan dilakukan primer ( kembung berat,

    enterokolitis ).

    Kolostomi dilakukan pada kolon proksimal dari daerah transisi, kolostomi bisa

    end kolostomi bagi ahli bedah yang berpengalaman , tetapi bagi yang tidak pengalaman

    dianjurkan double barrel kolostomi.

    Setelah kolostomi dianjurkan kontrol tiaa minggu untuk dilatasi rectum dengan

    melakukan colok dubur dan irigasi loop distal dari sigmoid.

    PH pada anak mutlak harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu, kolostominya

    bisa simple kolostomi, tetapi sering didapatkan kolon sangat dilatasi dengan skibala yang

    banyak, untuk ini tidak jarang kita harus melakukan laparotomi, sedangkan evakuasi

    feses, kita melakukan reseksi sigmid ysng sangat dilatsi, hypertrofi dan akumulasi feses

    didalamya selanjutnya dilakukan end sigmidostomi dapat dengan atau tanpa dilakukan

    triming terlebih dahulu, setelah kolon regresi dan diameternya memungkinkan dilakukan

    pull through.

    3. Fasilitas dan tehnik pembedahan :

    Fasilitas minimal yang harus dipunyai untuk melakukan pembedahan penderita

    PH adalah adanya pencegahan terhadap hypothermia, fasilitas NICU atau PICU,

    pemeriksaan PA khususnya Vries Coup. Sedangkan fasilitas yang ideal adalah adanya

    stapler, atau laparoskopi.

    Untuk fasilitas minimal, paling mudah dianjurkan tehnik Duhamel dengan trik

    pemotongan anus diatas linea dentate harus cukup lebar sesuai diameter kolon yang

    akan ditarik, puntung rektm distal dipotong dibawah peritoneal reflection, pemotonngan

    septum harus adekuat, kontrol colok dubur baru dikerjakan 7 10 hari pasca bedah dan

    harus teratur tiap hari untuk mencegah stenosis.

    Ahli bedah akan memilih tehnik yang paling dikuasai dan komplikasi minimal

    yang pernah dikerjakannya.

    Operasi definitif primer makin menjanjikan khususnya cara laparoskopi, atau

    prosedur trans anal secara primer pada neonatus memberikan harapan yang baik dimasa

    datang.

  • Myectomi, dikerjakan pada kasus ragu- ragu sekaligus bertujuan untuk biopsy,

    atau PH dengan segmen aganglioner pendek ( sebatas rectum ), oleh karena itu harus

    diketahui secara pasti seberapa panjang segmen aganglionernya tersebut. Myectomi dapat

    disertai atau tanpa sphincterotomia dengan indikasi adanya spasme dari sphingter atau

    pasca pull through didapatkan enterokolitis yang persistent.

    Myectomi yang dikerjakan sering kali tidak adekwat, maka tindakan pull through

    adalah pilihannya. Tips yang dianjurkan waktu melakukan myektomi trans anal adalah

    kolon harus benar bersih, jangan sampai merusak lapisan mukosa yaitu didnding

    posterior harus benar- benar datar.

    4. Komplikasi :

    Komplikasi yang terjadi dapat dibagi :

    A. Komplikasi intra operatif :

    Selama operasi dapat terjadi hypothermia, maka upaya- upaya pencegahannya

    harus benar diperhatikan ( blanket, bungkus badan, cairan infuse, exposure viscera, cairan

    pencuci atau kasa basah ) oleh karena itu harus dimonitor core temperaturnya.

    Perdarahan hati- hati volume darah bayi/ anak adalah 70 ml perkilo berat badan,

    sehingga perdarahan sekecil apapun harus segera dihentikan, perhatian adalah waktu

    meligasi pembuluh darah, hati hati jangan mudah lepas, juga waktu reseksi usus, juga

    waktu mengelupas seromuskuler dan waktu memotong anus. Waktu meligasi pembuluh

    darah mesenterial harus diperhatikan pleksus arcade dari Drummond.

    Ureter harus diketahui pasti posisinya sebelum membuka peritoneal reflection dan

    waktu trobos tarik dan pemasangan klem Duhamel atau stapler.

    Terobos tarik harus jeli jangan sampai terpuntir atau ligasi pembuluh darah yang

    lepas.

    B. Komplikasi Pasca operatif :

    Komplikasi umum yang sering menakutkan adalah : dilatasi lambung, karena

    anak menangis terus, oleh karena itu peran analgesic sangat penting disamping pipa

    lambung harus selalu terkontrol jangan sampai tercabut. Memberi minum juga jangan

    terlalu agresif, sebaiknya setelah produksi cairan lambung minimal dan pasase usus baik

    dicoba minum sedikit dengan pipa lambung tetap terbuka.

  • Sepsis, ini sangat menakutkan terlebih apabila persiapan kolonnya kurang baik,

    oleh karena itu pemberian antibiotika 6jam pra bedah dan diulangi selama pembedahan

    dan dilanjutkan 3-5 hari pasca bedah sangat membantu.

    Inkontinent, urine sangat jarang asal kita hati- hati jangan merusak syaraf

    dirongga pelvis, sedangkan incontinent alvi hamper selalu terjadi, tetapi biasanya pulih

    dalam 3 6 bulan pasca beda, kecuali kita memotong rektuk terlalu banyak, atau merurak

    pleksus sakralis, tindakannya adalah kebersihan anoperineum.

    Striktur, terjadi bila kita terlambat melakukan colok dubur pasca bedah atau

    penderita tidak pernah control, striktur temporer selalu terjadi tetapi setelah jaringan

    matur ( 3 6 bulan ) akan baik, dikatakan permanent bila lebih 6 bulan masih striktur.

    Relaps ( kambuh ), kejadian ini terjadi bila masih tersisa segmen aganglioner

    yang cukup panjang pada rectum atau segmen yang diterobostarik tersebut masih

    aganglioner.

    Obstipasi, bisa terjadi pada kasus- kasus dengan adanya spasme yang persistent

    dari sphingter, atau pada tehnik Duhamel dengan stomp sisa rektu yang panjang

    mengakibatkan tertumpuknya fekelom, atau bawaan serta pola makan.

    Enterokolitis, keadaan ini sangat menghantui padapderita PH, oleh karena

    selalu menggangu yang sampai saat ini belum ada tidakan yang jitu. Enterokolitis dapat

    menimbulkan kelemahan kolon yang sering kali walaupnu secara anatomis kolon baik

    tetapi pasien sering kembung hebat dan hilang setelah dipasng pipa rectum, tidak jarang

    berakibat fatal.

    Kematian , kematian lanjut dapat terjadi pada PH walau sudah operasi definitive,

    penyebab tersering adalah karena enterokolitis denga segala dampaknya.

    5. Kelainan Bawaan lain :

    Kelainan bawaan lain yang sering menyertai PH adalah Mongolism, pada pasien

    ini sampai sekarang masih kontroversi apakah perlu dilakukan operasi definitive atau

    cukup dengan kolostomi permanent, karena menurt laporan hasil operasi definitifnya

    tidak begitu menggembirakan, juga kejadian enterokolitisnya sangat mengganggu bahkan

    sering fatal.

  • RINGKASAN :

    PH sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam penanganannya, banyak

    tehnik pembedahan diperkenalkan, problem enterokolitis belum juga terselesaikan.

    Tips dan trik penanganan PH sesuai pengalaman adalah lakukanlah tindakan

    dekompresi sedini mungkin, tindakan definitive secepat mungkin, pilihlah tindakan yang

    paling anda kuasai dengan penyulit terendah, sebaiknya jangan operasi coba- coba pada

    PH karena akan memperberat kecacatan yang ada.

    KEPUSTAKAAN :

    1. Gross, Robert E :

    Congenital Megacolon ; The Surgery of infancy and childhood, WB Saunders Comp,

    1953.

    2. Nixon H. Homewood :

    Hirschsprungs Disease ; Rob and Smith Operative Pediatric Surgery , IVth Ed, 1990.

    3. Orvar Swenson & John G Raffersperger :

    Hirschsprung Disease ; Swenson Pediatric Surgery, Vth Ed , 1990.

    4. Sumate Terrrathul :

    Transanal One stap Endorectal pull through for Hirschsprungs Dis in infant and

    children ; Journal of Pediatric Surgery, vol 38, No.2-184 187, 2003.

    5. Teitelbouw. Daniel H, Mark L Wulkan, Keith E, Georgeson and Jacob.C.Lange :

    Hirschsprung Dis : Operative Pediatric Surgery, Vol.I, Mc Graw Hill Comp, 2003.

    6. Walton.K.T. Shim :

    Hirschsprungs Disease ; Surgical Decision Making, IVth Ed, 2000.