pemikiran fazlur rahman.docx

22
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Fazlur Rahman merupakan seorang pemikir yang cukup besar perhatian dan pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan umat Islam. Karena perhatiannya tersebut, salah seorang muridnya di tanah air, Ahmad Syafii Ma’arif mengatakan bahwa barangkali Fazlur Rahman-lah yang dipandang sebagai salah seorang yang paling serius memikirkan persoalan Islam di antara pemikir kontemporer yang ada jika diperhatikan kiprahnya yang dinamis dalam menggulirkan ide-ide pembaharuannya demi membangkitkan dan mengembang-kan intelektualitas umat Islam. Memang, diakui maupun tidak, gagasan-gagasannya telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan intelektual di dunia Islam. Bahkan pengaruh pemikirannya begitu terasa di tanah air lewat banyaknya karya Fazlur Rahman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan ini setidaknya merupakan bukti bahwa ide-ide Fazlur Rahman mendapat sambutan positif dan mempengaruhi umat Islam Indonesia. B. RUMUSAN MASALAH a. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Wujud Tuhan? b. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Kenabian dan Wahyu? 1

Upload: cecep-hungkul

Post on 11-Nov-2015

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pemikiran fazlur rahman

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANG MASALAHFazlur Rahman merupakan seorang pemikir yang cukup besar perhatian dan pengaruhnya terhadap perkembangan dan kemajuan umat Islam. Karena perhatiannya tersebut, salah seorang muridnya di tanah air, Ahmad Syafii Maarif mengatakan bahwa barangkali Fazlur Rahman-lah yang dipandang sebagai salah seorang yang paling serius memikirkan persoalan Islam di antara pemikir kontemporer yang ada jika diperhatikan kiprahnya yang dinamis dalam menggulirkan ide-ide pembaharuannya demi membangkitkan dan mengembang-kan intelektualitas umat Islam.Memang, diakui maupun tidak, gagasan-gagasannya telah memberikan pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan intelektual di dunia Islam. Bahkan pengaruh pemikirannya begitu terasa di tanah air lewat banyaknya karya Fazlur Rahman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan ini setidaknya merupakan bukti bahwa ide-ide Fazlur Rahman mendapat sambutan positif dan mempengaruhi umat Islam Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAHa. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Wujud Tuhan?b. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Kenabian dan Wahyu?c. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyu?d. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Takdir atau Hukum Alam?e. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Hari Akhir?f. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Politik dan Kepemimpinan?g. Bagaimana Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Konsep Etika?

C. TUJUAN MASALAHa. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Wujud Tuhanb. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Kenabian dan Wahyuc. Mengetahui emikiran Fazrul Rahman Tentang Kedudukan Akal dan Fungsi Wahyud. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Takdir atau Hukum Alame. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Hari Akhirf. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Politik dan Kepemimpinang. Mengetahui Pemikiran Fazrul Rahman Tentang Konsep Etika

BAB IIPEMBAHASANFazlur Rahman adalah seorang pembaharu pemikiran Islam par excellent yang lahir dari tradisi keagamaan (mahzab Hanafi) yang cukup kuat. Berikut ini adalah beberapa pokok pemikiran dari Fazrul Rahman:

A. Wujud TuhanFazlur Rahman dalam menerangkan gagasan tentang Tuhan dan alam semestasenantiasamengacu padaAlquran sebagai sumber otoritas primer dan senantiasa aktual dan kontekstual dalam setiap masa dan keadaan dimana manusia berada.[footnoteRef:2]Menurut Rahman,semua pernyataanAlqurantentang alam - ataupun Tuhan sekalipun- pada dasarnya menyatakan tentangkeberadaanmanusia. Hal ini ditunjukkanAlquranyang dengan tegas menolak untuk menyinggung masalah kekuasaan Ilahi dengan mengutip beberapa ayatAlquranyangmenyatakan bahwa,TuhanMahaKuasasebagai Pencipta alam semesta,dan manusia diberi pilihan dan diserahi tanggung jawab. Salah satu fungsi gagasan tentang Tuhan adalah menjelaskan keteraturan alam semesta sekaligus bahwa konsep Tuhan merupakan bagian dari logika yang inheren yang harus ada, dengan memberi pernyataan bahwa Tuhan bukan saja transenden tetapi juga imanen. Hal ini dibuktikan oleh ayat-ayatAlqurantentanghubungan seluruh proses dan peristiwa alam kepada Tuhan.[footnoteRef:3] [2: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 86] [3: Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektua, terj. Ahsin Mohammad, (Bandung: Pustaka, 1995), h. 87]

Dalam pandanganRahman, Tuhan itu memang dekat, namun bisa juga dipandang sangat jauh. Lebih lanjut katanya bahwa yang menjadi masalah bukanlah bagaimana membuat manusia beriman dengan mengemukakan bukti-bukti teologis yang panjang lebar tentang eksistensi Tuhan, tetapai bagaimana membuatnya beriman dengan mengalihkan perhatiannya kepada berbagai fakta yang jelas dan mengubah fakta-fakta ini menjadi hal-hal yang mengingatkan manusia kepada eksistensi Tuhan. Tuhan adalah dimensi yang memungkinkan adanya dimensi-dimensi lain; Dia memberikan arti dan kehidupan kepada setiap sesuatu. Dia serba meliputi; secara harfiah dia adalah tak terhingga dan hanya Dia sajalah yang tak terhingga.[footnoteRef:4]Mengutip pendapat Ibn Sina, perbedaan antara Allah sebagai Pencipta dengan makhluk sebagai ciptaanNya menurut Rahman adalah jika Allah tak terhingga dan mutlakmaka segala ciptaanNya adalah terhingga. Setiap sesuatu memang memiliki potensi-potensi tertentu, tetapi potensi-potensitersebut tidak dapat melampau keterhinggaannya dan menjadi tak terhingga.[footnoteRef:5] [4: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 88] [5: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 97-98]

B. Kenabian dan WahyuFazlur Rahmanmengemukakan tentang perbandingan antara pandangan kaum filosof dan ahli kalam atau teolog ortodoks mengenai konsep kenabian dan wahyu. Pembahasannya dimulai tentang konsep akal manusia menurut Ibn Sina (w. 1037 M).[footnoteRef:6]Dalam pandangan Ibn Sina, akal aktual manusia lebih merupakan cermin yang di dalamnya tiap-tiap bentuk sesuatu dan sebagai emanasi dari Akal Aktif (Active Intelligence) ditanamkan atau direfleksikan, dan kemudian diambil ketika manusia mengalihkan perhatian kepada sesuatu yang lain. Pada manusia biasa, cermin itu tertutup akibat berhubungandengan badan, atau penglihatannya berpenyakit. Dalam kondisi seperti ini, diperlukan proses-proses yang bersifat perenungan dan sensitif yang akan menjadikan cermin itu bersih, atau diperlukan pengobatan terhadap penglihatan tersebut. [6: Poerwantara Dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 145.]

Dalam perspektifIbn Sina, manusia dapat berhubungan dengan Akal Aktif ketika manusia telah mencapai akal aktual (actual intellect), dan selanjutnya melalui latihan-latihan akan dapat mencapai akal mustafad (acquirred intellect). Dalam taraf ini, manusia sudah tidak dapat diatur lagi olehorang lain dalam hal apapun. Bahkan, ia benar-benar telah memperoleh semua pengetahu an dan makrifat, serta tidak memerlukan orang lain untuk mengatur dirinya dalam segala hal.[footnoteRef:7] [7: Fazlur Rahman, Kontroversi Kenabian dalam Islam: antara filsafat dan ortodoksi, terj. Ahsin Muhammad (Bandung: Mizan, 2003), h. 40.]

Wahyu datang pada orang yang telah mencapai tingkat ini. Namun dalam masalah kenabian, proses-proses itu tidak diperlukan lagi karena seorang Nabi dari sifatnya adalah murni; dan karena itu ia secara langsung dapat berhubungan dengan Akal Aktif.[footnoteRef:8] Pembahasan doktrin intelek dalam kenabian menurut pandangan kaum filosof, dengan mengangkat al-Farabi[footnoteRef:9](w. 956 M) dan Ibn Sina, merupakan pembahasan bagian pertama dan kedua buku Propechy in Islam Philosophy and Ortodoxy. [8: Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), h. 31-32.] [9: Poerwantara Dkk, Seluk Beluk Filsafat Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), h. 133]

Pada bagian ketiga, Fazlur Rahman mengangkat masalah kenabian dari perspektif ortodoksi yang dikemukakan oleh ahli ilmu kalam. Ada tiga aliran utama dalam teologi skolastik mengenai kenabian. Pertama, adalah mutakallimun dogmatik yang memperbolehkan penggunaan akal secara terbatas untuk menjelaskan dan mendukung dogma.Aliran ini diwakilioleh al-Syahrastani[footnoteRef:10](w. 1153 M) dan merupakan aliran ortodoksi terbesar. Kedua, aliran yang berbentuk dogmatisme akat yang mengabaikan akal dan hanya menggunakannya untuk menyerang posisi-posisi kaum rasionalis, yang diwakili oleh Ibn Hazm(w. 1064 M). Ketiga, adalah pandanganyang berdiri di antara dua aliran yang menerima penggunaan akal, namun menolak kaum filosof dan pemikirannya secara total, Serta menolak sufisme tetapi menekankan nilai-nilai spiritual dalam kerangka Islam. Aliran terakhir ini direpresentasikan oleh lbn Taimiyah(w. 1328 M).Tipologi ketiga aliran pemikiran itu sepakat menolak pendekatan intelektualitas murni para filosof terhadap fenomena kenabian, dan tidak keberatan untuk menerima kesempurnaan intelektual Nabi. Meskipun demikian, mereka lebih menekankan nilai-nilaisyari'ah daripada nilai-nilai intelektual. [10: Nama lengkapnya adalah Iman Abi Fatih Muhammad bin Abd al-Karim Asy-Syarastani, atau lebih dikenal dengan Asy-Syahrastani, seorang teolog Muslim.]

Fazlur Rahmankemudianmenjelaskan beberapa tokoh Muslim terkenal dan dianggap kelompok ortodoks yang menerima esensi doktrin filosofis tentang kenabian dan memasukkannnya ke dalam Islam secara integral. Di antaranya adalah al-Ghazali(w. 1111 M) yang dikenal sebagai tokoh sufi, dan Ibn Khaldun(w. 1406 M), yang dikenal sebagai seorang ahli sosiologi Islam dalam sejarah.Manurut Fazlur Rahman,Wahyu adalah kalam Allah, dengan demikian Alquran merupakan kalam Allah. Kalam Allah peng-ertiannya sangat abstrak, untuk itu perlu dijelaskan terlebih dahulu pemikiran Fazlur Rahman tentang hubungan kalam Allah dengan Alquran atau wahyu itu sendiri.Rahman membedakan pengertian antara bacaan (qiraah), yang dibaca (maqru), dan Alquran. Bacaan adalah perbuatan yang bersifat inderawi yang dilakukan pembaca dalam waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, bacaan adalah baru. Sedang yang dibaca adalah kalam Allah yang qadim yang terdapat pada zat-Nya. Apa yang dibaca adalah searti dengan Alquran.Apa yang dibaca dalam pandangan al-Ghazali adalah sesuatu yang terdapat di balik bacaan, bukan mushaf itu sendiri.Untuk menghindari kontroversi adanya kalam Allah yang qadim dengan Alquran yang terdapat dalam mushhaf, al-Ghazali menyatakan bahwa sesuatu yang ditunjukkan (madlul) bukan bukti (dalil) itu sendiri.Kalam Allah adalah madlul, sedangkan huruf-huruf yang ada dalam mushhaf adalah dalilnya.Berdasarkan penjelasan itu, ia menyimpulkan bahwa apa yang ditulis di mushhaf, dipelihara di hati dan dibaca melalui bacaan adalah Kalam Allah.Artinya, Kalam Allah adalah sesuatu yang ditulis, dibaca, dan dihafal; dan bukan tulisan, bacaan dan hafalan itu sendiri. Meskipun sesuatu yang dibaca, yang ditulis, dan yang dihafal berbeda dengan bacaan, tulisan dan hafalan itu sendiri, tiga unsur yang pertama tersebut mempunyai hubungan yang erat dengan tiga yang terakhir.Fazlur Rahman meletakkan pandangan al-Ghazali itu dalam rumusanbahwa Alquran keseluruhannya adalah Kalam Allah sejauh ia sempurna dan bebas dari kesalahan, namun sepanjang ia turun ke dalam hati Nabi dan kemudian berada pada ucapan, maka ia keseluruhannya adalah kata-katanya.Namun tesis al-Ghazali itu belum menjelaskan secara tuntas bagaimana wahyu sebagai kalam al-nafs dan berbentuk lafaz-lafaz sebagaimana terdapat dalam mushhaf .Pada sisi ini Fazlur Rahman memberikan jalan keluar mengenai hubungan itu. Ia membeda-kan meskipun tidak dapat dipisahkan antara apa yang dibacakan Nabi Saw dan wahyu yang bersifat transendental. Lafaz-lafaz Alquran yang dibaca Nabi merupakan representasi yang akurat dari fiil kreatif yang berasal dari wahyu ilahi. Kata itu harus direpresentasikan karena penurunannya semata-mata untuk membimbing manusia, makhluk yang dalam kehidupannya tidak melepaskan diri dari bahasa dan ungkapan.Melalui pemahaman semacam itu Fazlur Rahman menerima, bahkan menyakini Alquran sebagai Kalam Allah yang diwahyukan secara verbal kepada Nabi dan bukan hanya pewahyuan dalam makna atau ide-idenya saja.Namun ia menolak pandangan mengenai pewahyuan yang mekanis dan eksternal sebagaimana pandangan kalangan ortodoks,sehingga penyampaiannya terkesan seakan-akan Jibril datang dan menyerahkan risalah Tuhan kepada Nabi Muhammad, seperti seorang tukang pos yangmenyerahkan surat.Penyampaian semacam initidak dapat diterima Fazlur Rahman karena dalam proses semacam itu sulit untuk menghubungkan antara yang transendental danIlahi pada satu pihak, dan Nabi sebagai mausia pada pihak lain.Bagi Fazlur Rahman, Jibril sebagai penyampai wahyu adalah Spirit (Ruh). Pandangannya itu didasarkan bahwa Ruh al-Qudus menurunkan Alquran kepada Nabi; dan juga kepada ayat-ayat lain yang senada dengan itu.Menurutnya, Ruh Suci ituadalah bagiandaripara malaikat,bukan berarti Ruh Suci itu berbeda secara keseluruhan dari malaikat. Kemungkinan besar Ruh itu adalah malaikat yang paling mulia dan paling dekat kepada Allah. Untuksampai kepada kesimpulan itu, Rahman merujukfirman Allah yang menyatakan:Ia menurunkan para malaikat dengan Ruh dari perintah-Nya kepada siapa saja Ia kehendaki dari hamba-hambanya.Secara prinsip, Ruh tersebut adalah kekuatan, kemampuan, atau agen yang berkembang di hati Nabi Muhammad saw, yang awalnya turun dari atas, dan ketika diperlukan berubah menjadi operasi wahyu yang aktual. Dalam pandangannya, konsep tersebut adalah sangat sesuai dengan anggapan atau tradisi Islam yang sudah umum yang menyatakan bahwa keseluruhan Alquran pada mulanya diturunkan ke langit yang paling bawah, dan setelah itu ayat-ayat verbal yang relevan muncul ketika dibutuhkan.Berdasarkan paparan di atas, Fazlur Rahman berargumentasi bahwa Alquran benar-benar bersifat ilahi yang diwahyukan kepada NabiMuhammadsaw, sebagaimana hal telah menjadi kenyakinan kalangan ortodoks.Sejalan dengan hal di atas, maka pengutusan para rasul atau nabi dalam perpektif pemikiran Fazlur Rahman merupakan puncak dari kekasih sayang Allah pada satu sisi, dan ketidak-kedewasaan manusia dalam persepsi dan motoivasi etisnya pada sisi lain.Ada kaitan yang erat antara pengutus rasul atau nabi dan kasih sayang Allah disatu pihak, dan kelemahahan manusia di lain pihak. Dengan bahasa lain, manusia memiliki kemampuan terbatas. Karena itu, manusia membutuhkan bimbingan dan peringatan agar tidak menyimpang dari jalan kebenaran. Sebagai implikasi logisnya, Allah Yang Maha Pengasih akan mengutus para rasul atau nabi untuk mengingatkan, membimbing dan menunjukkan mereka kepada jalan yang benar.Berdasarkan kajiannya, Fazlur Rahman mengemukakan bahwa antara filosof dan teolog sebenarnya tidak ada perbedaan yang mendasar mengenai konsep kenabian dan wahyu.Bagi filosof, Nabi menerima wahyu dengan mengidentifikasikan dirinya dengan Akal Aktif. Sedangkan menurut para teolog, para nabi mempunyai duasisi; kemanusiaan dan kenabian. Dalam sisi kemanusiaan, para nabi adalah sama dengan jenis manusia-manusia lain. Sedangkan dalamsisi kenabian, para nabi mempunyai sifat-sifat sejenismalaikat, selalu mengagungkan Tuhan dan menyucikan transendensi-Nya.C. Kedudukan Akal dan Fungsi WahyuManusia merupakan makhluk Tuhan yang paling sempurna dan mulia. Ketinggian, keutamaan dan kelebihan manusia dari makhluk lainnya terletak pada akal yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Akal yang membuat manusia mempunyai kebudayaan yang tinggi, mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mengatur dan mengubah alam sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaannya baik di masa kini maupun di masa depan. Begitu pentingnya peranan akal dalam kehidupan manusia sehingga perlu dipelajari kedudukannya dalam ajaran Islam.MenurutFazlurRahman, Alquran menggambarkan ketaatan dan penyerahan mutlak seluruh bagian objek natural kepada hukum-hukum alam sebagai ibadah mereka kepada Tuhan. Alam semesta diciptakan menurut hukum-hukum dan terus menjalankan pola-pola teratur. Sedangkan manusia ditantang untuk menemukan hukum-hukum ini dan menempatkan pola-pola tersebut sehingga ia bisa menaklukkan alam serta memanfaatkannya. Sesungguhnya, inilah yang dinamakan amanah yang harus dilaksanakan sebagai pengabdian bagi manusia. Amanah ini dimaksudkan agar manusia dapat menemukan hukum-hukum alam serta menguasainya dan kemudian menggunakan penguasaan hukum alam tersebut di bawah inisiatif moral manusia untuk menciptakan suatu tata dunia yang baik.[footnoteRef:11]Dari ungkapannya ini dapat dikatakan bahwa Rahman memberi kedudukan yang tinggi pada akal,yaitu untuk memperkuat kebenaran wahyu dan hukum alam,karena bila akal lemah maka ia tidak akan mampu menemukan hukum-hukum alam. [11: Taufik Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neo-Modernisme Islam Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1987), h. 80.]

D. Takdir Atau Hukum AlamSalah satu fungsi utama dari adanya gagasan tentang Tuhan adalah untuk menjelaskan keteraturan alam semesta. MenurutFazlurRahman, ajaran fundamental Alquran tentang alam semesta adalah:1. bahwa ia merupakan sebuah kosmos, sebuah tatanan,2. bahwa ia merupakan suatu tatanan yang berkembang, yang dinamis;3. bahwa ia bukanlah suatu permainan yang sia-sia, tetapi harus ditanggapi secara serius; manusia harus mempelajari hukum-hukumnya yang merupakan bagian dari perilaku Tuhan, dan men-jadikannya sebagai panggung dari aktivitas manusia yang punya tujuan.[footnoteRef:12] [12: Taufik Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neo-Modernisme Islam Fazlur Rahman, (Bandung:Mizan, 1987), h. 75]

Sebagai sebuah kosmos, alam memiliki hukum-hukum dan logikanya sendiri. Menurut Alquran, ketika Tuhan menciptakan sesuatu, yakni menghidupkan dan memberinya bentuk lahiriah, pada saat yang sama Tuhan juga melengkapinya dengan hukum-hukum kehidupannya dan menatanya dengan potensialitas-potensialitas serta dinamika perkembangannya. Pertama, (yaitu menghidupkan sesuatu dan memberi bentuk) diistilahkan denganKhalq. Sedangkan yang kedua,(yaitu melengkapi sesuatu dengan suatu sifat atau dinamika perilakunya) didefinisikan oleh Alquran dengan istilah amr atau taqdir. Dari sinilah muncul konsep Rahman tentang takdir atau hukum alam.[footnoteRef:13] [13: Fahal, Muktafi dan Achmad Amir Aziz, Teologi Islam Modern, (Surabaya: Gitamedia Press, 1999), h. 145-146]

Pengertiantaqdirsecara harfiah berartiukuran sesuatu, dan qadar adalah jumlah atau volume yang terukur.FazlurRahman menolak gagasan takdir yang sering dipahami sebagai peristiwa atau kejadian. Penolakan ini secara tegas diungkapkannya dalam pernyataan berikut:Ada dua hal yang berkaitan muncul di sini:Pertama, kejadian-kejadian di dunia ini tidak pernah dipredeterminasi atau ditetapkan terlebih dahulu oleh Tuhan. Bahwa kejadian A akan timbul pada waktu A masih tetap merupakan kemungkinan terbuka di antara alternatif-alternatif lainnya yang mungkin, hingga ia ditimbulkan secara aktual. Kedua, hal ini disebabkan karena apa yang dideterminasi bukanlah kejadian-kejadian sebagaimana disebut di atas, tetapi potensi-potensi, kekuasaan-kekuasaan dan kekuatan-kekuatan. Jadi, ditetapkannya bahwa oksigen memiliki suatu potensi yang dengannya, bila dicampurkan dengan hidrogen dalam proporsi dan di bawah kondisi tertentu, akan menghasilkan air. Apa yang dideterminasi di sini adalah potensi-potensi dari oksigen dan hidrogen untuk berubah menjadi air jika dicampurkan di bawah kondisi tertentu. Sedangkan kejadian aktual dari pencampuran keduanya pada suatu ruang dan waktu tertentu tidaklah pernah dideterminasi sebelumnya.Berdasarkan pengertian takdir yang dikemukakan Rahman, dapat dipahami bahwa takdir bukanlah sebuah kekuatan buta yang mengukur atau menetapkan hal-hal yang tidak dapat dielakkan atau dikendalikan oleh manusia, terutama sekali sehubungan dengan kelahiran, rezeki, dan maut.Konsep takdir yang dikemukakan Rahman menekankan bahwa Allah memberikan ukuran dan sifat tertentu kepada setiap sesuatu untuk menjamin keteraturan alam. Di samping itu, untuk menunjukkan perbedaan terpenting yang tidak dapat dihilangkan di antara Allah dan manusia.Menurut Fazlur Rahman, perbedaan terpenting di antara Allah dengan ciptaan-Nya adalah: Jika Allah tak terhingga dan Mutlak, maka setiap sesuatu yang diciptakan-Nya adalah terhingga.Setiap sesuatu memiliki potensi-potensi tertentu, tetapi betapapun banyaknya potensi-potensi tersebut tidak dapat membuat yang terhingga melampaui keterhinggaannya dan menjadi tak terhingga. Inilah yang dimaksudkan Alquran ketika ia mengatakan bahwa setiap sesuatu selain dari Allah mempunyai ukurannya (qadar, taqdir, dan sebagainya), dankarena itu tergantung kepada Allah. Apabila sesuatu makhluk menyatakan dirinya dapat berdiri sendiri atau merdeka, berarti dia mengakui memiliki sifat ketidakterhinggaan dan sifat ketuhanan. Bila Allah menciptakan sesuatu, maka kepadanya Dia memberikan kekuatan atau hukum tingkah laku yang di dalam Alquran dikatakan petunjuk, perintah atau ukuran. Dengan hokum tingkah laku inilh ciptaan-Nya itu dapat selaras dengan ciptaan-ciptaan-Nya yang lain di dalam alam semesta.[footnoteRef:14] [14: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 97-98]

Bila dihubungkan dengan konsep takdir seperti yang disinggung terdahulu, maka dalam pandangan Rahman, takdir atas manusia berarti Allah telah menetapkan ukuran-ukuran tertentu yang bersifat potensial bagi manusia yang dengan potensi itu manusia dapat mengembangkan dirinya secara bebas. Dengan demikian, kejadian-kejadian yang menimpa manusia atau sering disebut nasib, sebetulnya mempunyai sebab-sebab tertentu yang alamiah dan bukan sebagai determinasi Allah atas manusia. Jadi, keberuntungan ataupun kemalangan yang menimpa manusia di dunia ini tidak lain adalah merupakan akumulasi dari berbagai sebab. Jika manusia melakukan serangkaian usaha yang mengarah kepada tercapainya nasib baik, maka ia akan memeroleh hasilnya, demikian pula sebaliknya.Berkaitan dengan konsep takdir deterministik seperti yang banyak berkembang di kalangan umat Islam, Rahman menyatakan sebagai berikut: Tidak dapat diragukan lagi bahwa di akhir zaman pertengahan di dalam masyarakat muslim berkembang sebuah predeterminisme yang kuat pengaruhnya.Predeterminisme ini tidak bersumber dari ajaran-ajaran Alquran, tetapi bersumber dari faktor-faktor lain yang banyak sekali jumlahnya. Yang paling menonjol di antara faktor-faktor ini adalah keberhasilan yang sangat mengagumkan dari teologi Asyari (yang merendahkan manusia ke tingkat impotensi untuk memertahankan konsep ke-Mahakuasaan Allah, namun pengaruhnya terhadap kaum Muslimin lebih bersifat formal daripada riil), dan penyebaran doktrin-doktrin sufisme yang pantheistik serta fatalistik.[footnoteRef:15]Oleh karena pengaruh inilah konsep Alquran tentang qadar (takdir) ditafsirkan sebagai predeterminisasi Allah terhadap segala sesuatu, termasuk manusia. [15: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 35]

Dengan mengembalikan gagasan takdir seperti yang tertuang dalam Alquran, maka aspek ikhtiar manusia menjadi sangat penting dalam pemikiran Rahman. Manusia-lah yang aktif berusaha dan keberhasilan-nyapun ditentukan sejauhmana ia telah memberikan investasi.Meskipun pandangan Rahman tentang aspek ikhtiar manusia demikian tegas, namun ia tetap mengakui fungsi doa. Baginya, doa adalah sikap pikir yang aktif dan reseptif untuk meminta pertolongan dari sumber kehidupan, dan lewat inilah mengalir energi-energi baru. Menurut Rahman, yang perlu dicamkan bahwa harus ada kerja keras atau usaha yang sungguh-sungguh secara konsisten dari pihak yang berdoa. Hanya dalam konteks kerja keras itulah doa memiliki arti dan makna.Dengan demikian, doa merupakan manifestasi dari keterhinggaan manusia. Walaupun manusia bebas menentukan pilihannya, bukan berarti tidak tergantung pada Sang Pencipta. Manusia memiliki kecenderungan baik dan kecenderungan jahat. Oleh karena itu, di dalam diri manusia senantiasa ada perjuangan di antara kecenderungan-kecenderungan itu.E. Hari AkhirIde pokok yang mendasari ajaran-ajaran Alquran tentang akhirat adalah bahwa akan tiba saat ketika manusia menemukan kesadaran unik yang tidak pernah dialaminya di masa sebelumnya mengenai amal perbuatannya.[footnoteRef:16]Alam semesta ada batasnya, pada saatnya nanti ia akan hancur bersama seluruh kandungannya, itulah yang dinamakan kiamat. Alquran menerangkan tentang hari kiamt dengan penggambaran kehancuran kosmos secara menyeluruh dengan maksud menggambrkan kekuasaan Tuhan. Dalam kaitan ini, Rahman menyatakan, banyak yang mengira bahwa tatanan kosmos ini terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan dan bahwa tidak ada yang lebih tinggi dari kosmos ini. Mereka harus memahami Allah-lah yang Mahakuasa: Dia yang menyusun kembali alam semesta (setelah kehancurannya) guna menciptakan bentuk-bentuk kehidupan baru dan level-level kehidupan yang baru pula. Rahman berpendapat bahwa hari kiamat bukan berarti terjadinya kehancuran dunia secara total, tetapi hanya transformasi dari satu bentuk kehidupan ke bentuk kehidupan yang lain.[footnoteRef:17] [16: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 154] [17: Fahal, Muktafi dan Achmad Amir Aziz, Teologi Islam Modern, (Surabaya: Gitamedia Press, 1999), h. 148]

Hari kiamat merupakan hari pengadilan. Pada hari itu setiap manusia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan perubahan apapun juga. Satu-satunya kesempatan adalah di atas dunia ini yang hanya terjadi sekali. Oleh karena itu, manusia harus menghadapi hidup ini dengan serius dan benar-benar menyadari bahwa apapun yang dilakukannya tidak terlepas dari pengawasan Allah. Kehidupan manusia di atas dunia yang hanya terjadi sekali ini merupakan kesempatan emas bagi manusia untuk berjuang dan mendapatkan hasil yang baik.Rahman mengemukakan bahwa kebahagiaan dan penderitaan manusia di akhirat nanti tidak hanya bersifat spiritual karena raga dengan pusat kehidupan dan intelegensi itulah yang merupakan identitas atau kepribadian manusia yang sesungguhnya.[footnoteRef:18]Dengan demikian, yang menjadi subjek kebahagiaan dan siksaan adalah manusia sebagi pribadi. Oleh karena itu, kebahagiaan atau penderitaan yang dirasakan manusia di akhirat kelak bersifat jasmani dan rohani (fisik dan spiritual). [18: Fazlur Rahman,Tema-Tema Pokok al-Quran, terj. Anas Mahyudin,(Bandung: Pustaka, 1984), h. 163]

Konsep teologi yang dikemukakan Rahman tersebut bukanlah kajian tersendiri yang ditulis dalam satu karya khusus. Konsep teologi Rahman merupakan refleksi pemikiran sebagai hasil dari proses dialektika berpikirnya. Dari beberapa buku dan artikel tulisannya, ditemukan beberapa doktrin teologi yang pernah dikembangkan oleh aliran-aliran terdahulu, yang kemudian dikritisinya. Dari berbagai tulisannya inilah apabila dicermati akan tampak bahwa konsep teologinya berpegang pada konsep-konsep dasar dalam Alquran dengan tema pokoknya tentang Tuhan, alam semesta, dan manusia. Dilihat dari beberapa konsep teologi yang dikemukakan Rahman, maka dapat disimpulkan bahwa Rahman menganut paham teologi rasional.F. Politik dan KepemimpinanFazlur-Rahman menyebut bahwa dari prinsip-prinsip yang disebut Al-Quran dan Hadis, preferensi Islam adalah sistem politik demokratis. Dalam berbagai tulisannya Fazlur-Rahman menekankan masyarakat Islam adalah masyarakat menengah yang tidak terjebak pada ekstrimitas, dan lil al-amri-nya (para pemegang kekuasaan) adalah mereka yang tidak menerima konsep elitisisme ekstrim. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang egaliter dan terbuka atau inklusif, saling berbuat baik dan kerjasama, dan tidak melakukan diskriminasi berdasarkan gender atau kulit.Secara umum, klasifikasikanpandanganmenegenaipersoalan ke-pemimpinan tidak terlepas dari pandangan mereka tentang hubungan negara dan agama, yang secara ringkas ada3 (tiga) arus besar pendapat para pemikir Islam tentang hubungan Islam dan negara ini, yakni:Pertama, ialah kelompok yang berpendapat bahwa hubungan antara Islam dan negara sangat lekat bahkan Islam mengatur persoalan negara secara eksplisit dan detail. Dengan demikian mendirikan sebuah negara Islam adalah wajib, konstruk negara harus negara Islam. Ajaran Islam harus menjadi dasar konstitusi.Mereka menolak gagasan negara kebangsaan (nation state) karena dinilai bertentangan dengan prinsip ummah. Mereka mengakui prinsip musyawarah tetapi menolak musyawarah sistem demokrasi.Jadi menurut pendapat pertama ini adalah, wajib hukumnya memilih imam (khalifah) yang berperan memimpin umat, serta wajib hukumnya menggunakan dasar negara dengan Alquran..Kedua,mereka menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara Islam dengan negara dengan demikian mendirikan negara bukan sebuah kewajiban.Ali AbdAr-Rziq misalnya, tidak setuju dengan konsep negara Islam, bahkan ia menegaskan tidak ada hubungan antara agama dan negara. Menurutnya Allah tidak memberikan jabatan rasul sekaligus sebagai raja kepada nabi Muhammad saw. Buktinya hanya beberapa rasul saja yang menjadi raja seperti nabi Dawud, justru kebanyakannya rasul itu bukan raja, melainkan hanyalah rasul semata.Ketiga,di luar kelompok yang pro dan kontra di atas yang pendapatnya dapat dianggap sebagai sebuah sintesa. Kelompok ini mengakuibahwa di dalam Islam memang terdapat ajaran tentang politik dan negara tetapi hanya menyangkut prinsip-prinsipnya saja, tidak menjelaskan secara ekplisit tentang bentuk negara, dasar negara dan ketatanegaran lainnya. Itu semua disesuaikan secara fleksibel dengan keadaan negara masing-masing.[footnoteRef:19] [19: Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 16]

Menurut Fazlur Rahman, adalah keliruapabila dikatakan bahwa Islam telah memberikan sistem sosial politik yang menyeluruh dan terperinci. Tuntutan Alquran tentang kehidupan bernegara tidak menunjuk kepada model tertentu tentang sebuah negara, yang terpenting prinsip-prinsip yang terdapat dalam Alquran itu harus di-transformasikan ke dalam bentuk rumusan-rumusan kenegaraan yang dipandang perlu akan memenuhi hajat kebutuhan kaum muslimin tentang sebuah negara pada zamannya.[footnoteRef:20] [20: Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 16]

Menurut Fazlur Rahman, yang penting adalah prinsip-prinsip terpokok Islam yang harus dijelmakan dalam sebuah negara, pertama-tama adalah tujuan yang hendak dicapai oleh negara itu yaitu masyarakat beragama dan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, yang di dalamnya terdapat persatuan, persaudaran, persamaan, musyawarah dan keadilan.Para pembaharu teologis yang berusaha melakukan pembaharuan konsep teologi keagamaan berupaya menyuarakan gagasan mengenai sebuah Islam yang substantif, inklusif, integratif dan toleran.[footnoteRef:21] [21: Syafii Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1985), h. 16]

Oleh sebab itu,Fazlur Rahman menegaskan bahwa tujuan utama Alquran adalah menegakkan sebuah tatanan masyarakat ethis dan egalitarian. Jadi masyarakat Islam terbentuk karena ideologi Islam. Kondisi ideal daritatanan masyarakat Islam itu adalah "yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah kejahatan."Untuk tercapainya tujuan di atas, masya-rakat memerlukan pengaturan tersendiri, seperti pemenuhan kebutuhan bersama. Untuk melaksana-kan urusan bersama ini, Fazlur Rahman me-nyebutnya sebagai urusan pemerintahan, secara jelas Alquran memerintahkan kaum Muslimin untuk menegakkan syura[dewan atau majelis konsultatif] di mana keinginan rakyat dapat dikemukakan melalui wakil-wakil mereka. Dalam hal ini Rahman mengemukakan:Syurawas a pre-Islamic democratic Arab institution which the Qur'an (42:38) confirmed. The Qur'an commanded the Prophet himself (3: 159) to decide matters only after consulting the leaders of the people. But in the absence of the Prophet, the Qur'an (42: 38) seems to require some kind of collective leadership and responsibility.[Syuraini adalahsebuah institusi Arab yang demokratisdari masa sebelum Islam dan yang kemudian didukung oleh Alquran (QS. as-Syura [42]: 38). Nabi Muhammad sendiri diperintahkan Alquran (QS. Ali Imran[3]: 159) untuk memutuskan persoalan-persoalan yang ada setelah berkonsultasi dengan para pemuka masyarakat. Setelah Muhammad tidak ada, tampaknya Alquran (QS. as-Syura[42]: 38) menghendaki semacam kepemimpinan dan tanggung jawabkolektif.Itulah sebabnya Alquran walaupun menghendaki pluralisme institusi-institusi secara liberal dan kemerdekaan individu yang asasi, tetapi di dalam kondisi tertentu Alquran juga mengakui bahwa negara sebagai wakil masyarakat yang tertinggi.Pemberontakan terhadap negara dapat diganjar dengan hukuman yang berat,berdasarkanfirmanAllah, yang artinya:Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik , atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar, kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Maidah [5]: 33-34.)Ayat tersebut menjelaskan ganjaran terhadap orang-orang yang memberontak terhadap Allah dan Rasul-Nya dan berbuat aniaya di muka bumi adalah hukuman mati, digantung di atas salib, kaki dan tangan dipotong secara bersilang, atau dibuang - demikian hukuman buat mereka dalam kehidupan dunia ini sedang di akhirat dan bagi mereka hukuman yang lebih berat, kecuali bagi mereka yang bertobat.Akan tetapi Fazlur Rahman juga menegaskan bahwa pemberontakan bukan berarti tak diizinkan dalam Islam. Menurut Alquran, semua nabi sesudah Nabi Nuh as.adalah pemberontak terhadap tatanan masyarakatnya. Yang menjadi kriteria bagi Alquran atas upaya pemberontakan tersebut adalah apa yang selalu disebutnya sebagai "penyelewengan di atas dunia" yang diartikan sebagai keadaan yang menjurus kepada pengabaian hukum secara politik, etis, atau sosial ketika urusan-urusan nasional dan internasional tidak dapat dikendalikan lagi,sehingga menimbulkan kekacauan bagi masyarakat.Pada umumnya kaum Muslimin disuruh untuk mentaati Allah, Rasul dan para pemimpin-pemimpin mereka [yang dipilih maupun yang diangkat]. Hal ini sejalan dengan ayat Alquran, yang artinya:Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. (Q.S. an-Nisa [4]: 59.)Selanjutnya Fazlur Rahman menyebutkan, bahwa tidak dapat disangkal bahwa di dalam sejarah Islam, telah terjadi faksi-faksi politik yang didasarkan pada doktrin agama, menyebabkan munculnya sikap dan perilaku politik tertentu golongan-golongan Islam. Muslim Sunni misalnya, yang menandaskan konsep laissez faire,sangat menekankandoktrin mengenai kepatuhan kepada otoritas de facto, yang menghasilkan lemahnya sikap kriteria masyarakat terhadap perkembangan sekitarnya.Perpaduan antara kepatuhan politik yang sengaja dibentuk dengan kepasifan moral masyarakat, tidak hanya memungkinkan oportunismepolitik (memanfaatkan atau mengambil kesempatan mendukung penguasa untuk tujuan-tujuan kepentingan kelompoknya), tetapi tampaknya juga memberikan dukungan doktrinal kepada oportunisme tersebut.Walaupun demikian, jika tidak didukung oleh faktor-faktor dominan lainnya, doktrin pasifisme moral dan kepatuhan politik yang murni, tentu tidak akan menyebabkan sikap yang begitu saja menerima oportunisme politik. Jadi sangat disayangkan bahwa dalam sejarah umat Islam, kepasifan politik dan moral tersebut ternyata terus berkembangdi kalangan umat Islam.Selanjutnya Fazlur Rahman menjelaskan konsep syra (musyawarah). Syra bukan berarti bahwa seseorang meminta nasehat kepada orang lain, seperti yang terjadi dahulu antara khalifah dan ahl halli wa alalqd, tetapi nasehat timbal balik melalui diskusi bersama. Tentu saja konsep demokrasi yang dipilih Fazlur Rahman ini dengan, katanya lebih lanjut, berorientasi pada etika dan nilai spiritual Islam, tidak semata-mata bersifat material seperti di Barat. Karena pilihannya pada sistem demokrasi itulah, ia mengkritik para tokoh Islam yang menentang demokrasi, seperti terhadap al- Maududi seperti yang telah dijelaskan di muka.G. Konsep EtikaSalah satu karakter pemikir Islam adalah komitmennya terhadap proyek reconstruction (membangun kembali) atau rethinking (memikirkan kembali) segala sesuatu yang berkaitan dengan masya rakat dan peradaban, terutama apabila kondisinya sudah kurang menguntungkan bagi kemanusiaan dan peradabannya Untuk itu para akademisi Islam senantiasa akrab dengan perubahan (change) dan memang mereka sendiri menjadi penggeraknya.Berkaitan dengan ini, Fazlur Rahman mengemukakan bahwa etika bukan saja sebagai the basic elan of the Quran (esensi dalam ajaran Alquran), tetapi juga merupakan aspek universal yang ada dalam setiap diri manusia. Hukum etika atau moral yang hakiki tak dapat diubah. Ia merupakan perintah Tuhan (Gods Command) manusia tak dapat membuat hukum moral. Ketundukan terhadap moral itulah Islam dan perwujudannya disebut dengan ibadah.Penyusunan etika Alquran menurut Fazlur Rahman didasarkan pada dua alasan, yaitu Alquran dalam keyakinan umat Islam adalah kalam Allah, dan Alquran diyakini umat Islam mengandung secara aktual dan potensial jawaban-jawaban atas semua masalah kehidupan sehari-hari.Oleh karena itu, suatu sistem etika yang tumbuh dari Alquran menjadi kebutuhan yang perlu dikembangkan sehingga misi Alquran sebagai petunjuk bagi manusia benar-benar aktual dan aplikatif. Sebagaimana disebutkan Nurcholish Madjid, bahwa salah satu obsesi Fazlur Rahman adalahmerekonstruksi etika Alquran melalui sistematisasi nilai-nilai etika yang terkandung di dalamnya.[footnoteRef:22] [22: Nurcholish Madjid, Fazlur Rahman dan Rekonstruksi Etika Alquran, dalam Jurnal Islamika, No. 2 (Oktober-Desember, 1993), h. 23]

Etika Alquran dalam konstruksi pemikiran Fazlur Rahman dapat ditelusuri dari gagasannya mengenai beberapa istilah yang menjadi konsep-konsep kunci etika Alquran, yaitu istilah iman, islam, dan taqwa.Ketiga istilah tersebut membentuk pondasi etika Alquran sebagai hakikat dari Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek ajarannya.

BAB IIISIMPULANKarya-karya Rahman berbeda dengan kebanyakan orientalis yang memperlakukan Islam sebagai dogma dan sejarah yang mati, sementara Rahman dalamberbagaikaryanya berorientasi ke masa depan. Oleh sebab itu posisi Rahman harus dibaca dalam estafet gelombang pemikiran Islam sejak Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Syah Waliyullah, Jamaluddin al-Afghani,Muhammad Abduh danMuhammadIqbal. Sekalipun Rahman mengagumi tokoh-tokoh itu, dalam butir-butir tertentu ia mengkritiknya dengan landasan pemahamannya terhadap Alquran.Dalam hal ini FazlurRahmanmenekankan pentingnya konteks sosio-historis dalam menangkap gagasan sebuah pemikiran.Dalam konteks pembaharuan Islam,FazlurRahman adalah penerus kaum modernis. Namun, berbeda dengan kaum modernis yang lebih banyak bertumpu pada sumber-sumber modern,iamenyarankan pijakan yang lebih kokoh terhadap akar-akar khazanah Islam klasik yang sangat kaya. Berbeda dengan kaum tradisionalis yang sering terjebak dalam romantisme berlebihan, Rahman menawarkan metodologi yang memungkinkan kekayaan yang terkandung dalam warisan Islam klasik tersebut memiliki relevansiuntuk mengatasimasalah-masalah modern.Dapat disimpulkan bahwaada dua kunci dalam memahami kompleksitas pemikiran Fazlur Rahman, (1) relevansi dan (2) integritas. Relevansi berkaitan dengan pemikiran Rahman dan integritas berkaitan dengan sosok Rahman sebagai pribadi. Kontruksi metodologi yang dirumuskan Rahman dalam memahami Islam pada dasarnya adalah suatu upaya untuk menemukan relevansi berbagai kekayaan yang terkandung dalam khazanah Islam dengan konteks komodernan yang dihadapi umat Islam saat ini.Tentang filsafat kenabian, Rahman mengkritik kecenderungan elitis di kalangan intelektual muslim yang menggunakan metode kebenaran ganda, yaitu kebenaran untuk kaum elit dan kaum awam.Kecen-derungan elitis seperti ini mendasarkan argumennya pada anggapan bahwa masalah-masalah intelektual yang sensitif semestinya tidak dibicarakan secara terbuka, sebab orang awam tidak memiliki kemampuan intelektual yang memadai untuk memahami persoalan-persoalan intelektual tersebut, yang pada gilirannya justru membuat mereka bingung.Anggapan semacam ini jika dibiarkan, menurut Rahman, sangat berbahaya karena bisa mendorong tumbuhnya kemunafikan di dalam masyarakat. Seperti, eksistensi kenabian ditinjau dari sudut filsafat dan tasawuf maupun fiqih. Banyak sekali kasus yang terjadi dalam Islam, misalnya al-Ghazali yang menulis buku yang tidak dimaksudkan untuk masyarakat luas, tetapi ditujukan untuk kalangan terbatas.Wallahu alamu bial-shawab.15