pembinaan anak jalanan melalui lembaga...
TRANSCRIPT
PEMBINAAN ANAK JALANAN MELALUI
LEMBAGA SOSIAL
(Studi Kasus Pembinaan Anak Jalanan di Lembaga Sosial Yayasan Bina
Anak Pertiwi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
KURNIYADI
108032200028
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
i
ABSTRAKSI
Skripsi ini membahas tentang pembinaan anak jalanan melalui lembaga
sosial, studi kasus pembinaan anak jalanan di Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak
Pertiwi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Keberadaan anak jalanan di negara ini menjadi permasalahan yang
komplek. Jumlahnya yang setiap tahun mengalami peningkatan, patut
mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Sebagai salah satu bentuk
perhatian terhadap anak jalanan ini adalah dengan membawa mereka ke lembaga-
lembaga sosial, sebagai upaya pembinaan. Salah satunya adalah keberadaan
Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi yang berada di daerah Pasar Minggu,
Jakarta Selatan ini. Kehadiran lembaga ini untuk memberikan pembinaan-
pembinaan terhadap anak jalanan. Kegiatan pembinaan yang dilakukan adalah
dengan memberikan fasilitas-fasilitas untuk anak jalanan agar mereka tetap
belajar. Sehingga kebutuhan untuk pendidikan mereka tetap terpenuhi.
Dalam penelitian ini terdapat tiga rumusan masalah yaitu : (1). Bagaimana
pola pembinaan anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ? (2). Apa saja
bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan di Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap
anak jalanan ? (3). Bagaimanakah kontribusi pembinaan anak jalanan yang
dilakukan Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap perilaku anak jalanan ?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif,
dengan 15 informan penelitian, di antaranya: pimpinan Yayasaan Bina Anak
Pertiwi, pendamping/guru, anak jalanan, dan masyarakat. Pengambilan informan
dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Dan proses
pengambilan data dilakukan sejak bulan April – Mei 2013 dengan metode
pengumpulan data, wawancara terstruktur, observasi, dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan, pertama,
pola pembinaan yang dilakukan di Yayasan Bina Anak Pertiwi yaitu dengan
melalui pendekatan kekeluargaan. Artinya, dalam pendekatan ini seorang
pengurus di lembaga bersikap bahwa anak-anak ini telah menjadi ikatan keluarga
yang harus dibina dan dibimbing oleh semua pengurus lembaga. Selain itu juga
melalui pembinaan individu dan kelompok. Kedua, bentuk-bentuk pembinaan
yang dilakukan di Yayasan Bina Anak Peritiwi antara lain: pembinaan
keterampilan dan skill, pembinaan yang melibatkan sejumlah tokoh masyarakat,
pembinaan yang melibatkan pihak kepolisian, program pendidikan, pembinaan
keagamaan, pembinaan kesehatan yang melibatkan dinas kesehatan. Ketiga,
dengan adanya pembinaan ini nampak sekali perubahan yang terjadi pada
kepribadian mereka. Perubahan ini dapat dilihat dari mereka yang sudah
mempunyai arah dan tujuan hidup, mulai hidup mandiri, hidup bersih, rapi, tidak
lagi suka berkelahi, mudah dinasehati, sopan terhadap masyarakat sekitar, mereka
mulai mengurangi waktunya di jalanan, dan lain-lain.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan nikmat-Nya,
sehingga kita bisa beraktifitas dan bertatap muka dengan semangat penuh gelora
dalam keadaan sehat walafiyat. Allah Tuhan Semesta Alam telah memberikan kita
nikmat iman dan Islam, yang merupakan hal paling sempurna bagi seorang
muslim. Atas nikmat dan karunia-Nya pula peneliti dapat menyelesaikan skripsi
ini, “Pembinaan Anak Jalanan Melalui Lembaga Sosial (Studi Kasus
Pembinaan Anak Jalanan di Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi di
Daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan)”, dengan lancar.
Shalawat dan salam semoga selalu tetap tercurahkan kepada sang tauladan
kita, Nabi besar Muhammad SAW. Yang senantiasa mencintai ummatnya hingga
akhir zaman. Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti mengalami berbagai
hambatan. Namun semua hambatan tersebut dapat teratasi karena adanya bantuan,
bimbingan, arahan, dukungan dan kontribusi dari dan oleh banyak pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya pada pihak yang telah membantu dalam memberikan
bimbingan, dukungan moriil dan bantuan penyusunan skripsi ini. Hingga akhirnya
penelitian skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terikma kasih dan
penghargaan yang sebesar-besarnya, peneliti sampaikan kepada:
1. Allah SWT yang selalu ada dan menjadi tempat bagi penulis untuk
mengadu dan memohon.
iii
2. Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Nur Kafid, MA selaku dosen pembimbing dengan sabar dan tiada
henti hentinya memberikan semangat, saran-saran, kritik kepada penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Zulkifly, MA selaku Kepala Program Studi Sosiologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Iim Halimatus’adiyah, MA selaku Sekretaris Program Studi Sosiologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh dosen dan staf pada program studi Sosiologi atas segala motivasi,
ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan dan pengalaman yang diberikan.
7. Keluargaku tercinta, (Ayahandaku ‘Marhasan’ dan Ibundaku tersayang
‘Hossirah’), terima kasih atas segala pengorbanan dan segala doanya yang
terus mereka panjatkan untuk peneliti, agar peneliti sukses dan berhasil
dalam penelitian skripsi ini dengan nilai yang baik.
8. Pimpinan Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi, pengurus Yayasan,
dan masyarakat sekitar, yang telah membantu dalam melakukan penelitian
dan data-data yang dibutuhkan.
9. Saudara-saudaraku Kak Idris Hemay, Mbak Nia, Bang Yon, Mbak Atif,
Kak Sabran Sanaf, dan Mbak Suliyati Sanaf yang telah membimbing
peneliti dari masuk kuliah sampai sekaranng. Kawan-kawan Sosiologi
angkatan 2008 yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu, dan kawan-
iv
kawan satu kosan (bang Amir dan Eenk), terima kasih atas saran dan
kebersamaannya selama ini.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini, yang
tidak dapat disebutkan satu-persatu. Peneliti menyadari akan segala
keterbatasan yang ada pada peneliti secara personal dengan hasil
penelitiannya, sehingga peneliti yakin dalam penulisan skripsi ini masih
banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik
konstruktif pembaca sangat peneliti harapkan untuk perbaikan di masa
mendatang demi terwujudnya insan akdemis yang mumpuni dan
bertanggung jawab.
Jakarta, 10 April 2014
Kurniyadi
v
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah…………………………………………….....1
B. Pertanyaan Penelitian……………………………………………...4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………........4
D. Tinjauan Pustaka…………………………………………………..5
E. Definisi Konsep……………………………………………….......8
A. Anak Jalanan…………………………………………………..8
1. Definisi Anak Jalanan…………………………………......8
2. Munculnya Anak Jalanan………………………………...10
3. Kehidupan Anak Jalanan…………………………………13
B. Pendidikan……………………………………………………16
1. Definisi Pendidikan………………………………….......16
2. Tujuan Pendidikan……………………………………….19
F. Kerangka Teori
1. Pendidikan Demokratis………………...………………...22
2. Pendidikan Hadap Masalah (problem posing)…………...28
G. Metodologi Penelitian…………………………………………....31
H. Sistematika Penulisan…………………………………………….35
vi
BAB II PROFIL YAYASAN BINA ANAK PERTIWI
A. Sejarah Berdirinya………………………………………………..38
B. Visi, Misi, dan Tujuan……………………………………………42
C. Struktur Yayasan Bina Anak Pertiwi……….……………….......44
BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN
A. Pola Pembinaan Anak Jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi…..46
B. Bentuk-bentuk Pembinaan di Yayasan Bina Anak Pertiwi………55
C. Kontribusi Pembinaan Terhadap Perilaku Anak Jalanan………...65
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………. 70
B. Saran-Saran…………………………………………………........72
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...74
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Penelitian ini akan menganalisa tentang pembinaan anak jalanan melalui
lembaga sosial dengan studi kasus pembinaan anak jalanan di Lembaga Sosial
Yayasan Bina Anak Pertiwi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Di Jakarta, masih banyak sekali kita temukan anak jalanan di mana-mana.
Kehidupan mereka pun sangat menghawatirkan. Keberadaan mereka merupakan
satu masalah yang harus ditangani oleh Pemerintah. Kehidupan mereka yang tidak
terkontrol sering kali menyebabkan tindakan-tindakan yang menyimpang, baik
secara hukum atau agama.
Menurut hasil penelitian Kementerian Sosial RI, terdapat sekitar 4,5 juta
anak terlantar (seperti anak jalanan, kurang nutrisi, dan anak berkebutuhan
khusus) yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Anak jalanan jumlahnya
mencapai 232.000 anak. Sebanyak 80% diantaranya karena disuruh orang tua
bekerja di jalanan, selain karena faktor kemiskinan. Menurut data yang didapat
dari Dinas Sosial DKI Jakarta, tahun 2011 tercatat ada sekitar 7.315 anak jalanan
di ibu kota Jakarta. Tahun 2010 jumlahnya 5.650 orang, dan tahun 2009 sebanyak
3.724 orang. Mereka bekerja sebagai pengelap kaca mobil, pedagang asongan,
joki 3 in 1, parkir liar, penyemir sepatu, penjual koran, pencuci kendaraan, dan
pemulung barang-barang bekas. Sebagian lagi pengemis, pengamen, dan bahkan
ada yang menjadi pencuri, pencopet, bahkan ada yang terlibat perdagangan seks
2
(Widiantoro, 2011). Padahal, dalam usia mereka yang masih anak-anak,
pendidikan merupakan hal yang harus mereka dapatkan.
Akan tetapi realitasnya, pendidikan di Indonesia yang terus berbenah
tampaknya belum bisa menyentuh semua elemen masyarakat, khususnya anak-
anak kurang mampu. Hal ini kemudian yang menjadi salah satu faktor munculnya
para pekerja anak yang merupakan generasi putus sekolah (Afifah, 2012).
Sehingga, bagi kalangan anak jalanan yang sama sekali tidak pernah mencicipi
dunia pendidikan, sikap, dan perilakunya terkadang menyimpang dari norma-
norma yang ada. Seperti, mencopet, minum-minuman keras, pergaulan bebas,
pengguna narkoba, mengganggu ketenangan umum, dan lain-lain. Padahal,
memperoleh pendidikan yang layak merupakan hal sangat penting bagi generasi
masa depan di Indonesia, termasuk anak-anak jalanan. Adalah hak konstitusional
setiap anak untuk berada di sekolah (Aprianita, 2010).
Secara umum, pendidikan merupakan serangkaian kegiatan komunikasi
antara manusia dewasa dengan si anak didik, secara tatap muka atau dengan
menggunakan media dalam rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan
anak seutuhnya, dalam artian supaya dapat mengembangkan potensinya
semaksimal mungkin agar menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab.
Potensi di sini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral, pengetahuan dan
keterampilan (Idris, 1981: 11).
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan berarti daya upaya
untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek),
dan jasmani anak-anak. Maksudnya adalah supaya kita dapat memajukan
3
kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak selaras dengan
alam dan masyarakatnya (Ekosusilo & Kasihadi, 1999: 14).
Dari beberapa definisi di atas, terlihat bahwa pendidikan itu sangat
dibutuhkan dalam kehidupan ini, khususnya dalam membentuk karakter dan
perilaku seseorang. Pendidikan juga menjadi tujuan dari negara Indonesia yang
tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Sejalan
dengan itu, pasal 28 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan umat manusia. Amanat tersebut dipertegas oleh pasal 31 ayat (1)
yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
(Nandika, 2007: 3).
Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat bagaimana pendidikan anak
jalanan dalam pembinaan yang di lakukan oleh Lembaga Sosial Yayasan Bina
Anak Pertiwi di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
4
B. Pertanyaan Penelitian
Terkait dengan uraian pernyataan masalah di atas, maka rumusan
pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pola pembinaan anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi ?
2. Apa saja bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi terhadap anak jalanan ?
3. Bagaimanakah kontribusi pembinaan anak jalanan yang dilakukan
Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap perilaku anak jalanan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan pola pembinaan anak jalanan yang diberikan di
Yayasan Bina Anak Pertiwi.
2. Untuk menjelaskan bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan di Yayasan
Bina Anak Pertiwi.
3. Untuk mengidentifikasi sejauhmana kontribusi pembinaan terhadap
perilaku anak jalanan.
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Secara akademis, penelitian akan memberikan informasi pengetahuan
(akademis) dalam bidang kajian sosiologi pendidikan, tentang bagaimana
5
pembinaan yang diberikan di Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap anak
jalanan. Dan mengetahui bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan oleh
Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap anak jalanan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada
pihak-pihak terkait yang membutuhkan, sekaligus untuk mengetahui
pembinaan yang diberikan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi terhadap anak
jalanan, sehingga dapat ditindak lanjuti di masa yang akan datang. Serta
diharapkan dapat memberikan motivasi bagi anak jalanan untuk dapat
mengikuti pendidikan dan pembinaan sebaik-baiknya di Yayasan Bina
Anak Pertiwi.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mengetahui relevansi sebuah penelitian, sangat dibutuhkan sekali
perbandingan terhadap penelitian-penelitian yang sebelumnya mengenai masalah
pendidikan, khususnya penelitian yang terkait dengan pendidikan anak jalanan.
Salah satu penelitian tersebut adalah tesis yang berjudul “Kebutuhan Pendidikan
Anak Jalanan (Suatu Studi Evaluasi Anak Jalanan Pada Yayasan Mitra
Masyarakat Kota Cipinang, Kebemben, Jakarta Timur), yang ditulis oleh Maydian
Wirdiastuti di Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Jurusan Sosiologi tahun 1998. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa program
pendidikan yang dilakukan Yayasan Mitra Masyarakat Kota (YMMK)
menitikberatkan pada program literacy, yang berupaya mengembangkan
kapasitas-kapasitas atau potensi-potensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang
mereka miliki. Kedua, metode lain yang digunakan Yayasan Mitra Masyarakat
6
Kota adalah karyawisata. Metode ini memiliki unsur hiburan, bermain, dan
berpetualangan. Metode ini sangat menarik bagi anak-anak, tetapi penggunaannya
sangat berkaitan dengan besarnya biaya yang harus disediakan dan juga
membutuhkan persiapan yang matang.
Terkait dengan anak jalanan, tesis yang berjudul “Anak Jalanan Dan
Model Penanganannya (Studi Kualitif Tentang Anak Jalanan Yang Dibina Oleh
Yayasan Dian Mitra, Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, Dan Yayasan
Amalia Di Jakarta)”, yang ditulis oleh Tuti Kartika di Universitas Indonesia,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi tahun 1997. Studi ini
menemukan beberapa faktor yang mendukung anak jalanan berperilaku negatif
atau melakukan tindakan kriminal. Pertama, pola hubungan sosial. Anak jalanan
dalam berhubungan sosial dengan tokoh jalanan mempelajari cara melarikan diri
dari situasi krisis. Kedua, Stigma masyarakat, di mana masyarakat telah
memberikan stigma bahwa anak jalanan sebagai anak kriminal. Sehingga
keberadaan anak jalanan selalu dicurigai. Ketiga, Sebagai protes, dalam usianya
yang relatif masih anak-anak, anak jalanan tidak mampu melawan orang dewasa
yang mengancam kehidupannya.
Selanjutnya, tesis dengan judul “Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui
Rumah Singgah (Studi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan Di Indonesia)”. Yang
ditulis oleh Bakhrul Khair Amal di Universita Indonesia, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Jurusan Sosiologi tahun 2003. Hasil penelitiannya menjelaskan,
bahwa program yang diberikan kepada anak jalanan masih bersifat Top down,
bukan berdasarkan kebutuhan anak atau Bottom up. Sehingga program yang
7
diberikan mengakibatkan terjadinya proses penanganan tidak tepat sasaran. Selain
itu, program rumah singgah yang dilakukan tidak menginventaris data anak yang
berada di jalan, sehingga program yang diberikan tidak dapat mencapai tujuan
program yang sebenarnya. Selanjutnya, implementasi program pemberdayaan
anak jalanan ini bersifat rehabilitatif. Program rumah singgah tidak mendapat
dukungan dari masyarakat sekitar rumah singgah.
Hampir sama dengan kajian di atas, tesis yang ditulis oleh Ridha Haykal
Amal dengan judul “Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah
Singgah (Studi Kasus 5 Anak Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan Kesejahteraan
Anak Indonesia)”, ditulis oleh Ridha Haykal Amal pada tahun 2002, Jurusan
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.
Menemukan bahwa, strategi yang digunakan rumah singgah Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia yaitu menggunakan pendekatan centre based
program dengan fungsi intervensi rehabilitatif, yaitu berusaha melepaskan anak
jalanan. Meskipun demikian rumah singgah juga menggunakan pendekatan
community based dan street based yang tercermin dalam beberapa program dan
kegiatannya.
Terakhir, tesis yang berjudul “Peranan Rumah Singgah Dalam Membina
Anak Jalanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Rumah Singgah Insan Mandiri DKI
Jakarta)”, Tesis ini ditulis oleh Alwi Alimuddin pada tahun 2007, Universitas
Indonesia. Yang menemukan bahwa keberadaan Rumah Singgah Insan Mandiri
dapat mendidik dan mengembangkan moral anak jalanan menjadi warga
8
masyarakat yang produktif dan berguna, sehingga mampu memberikan kontribusi
terhadap peningkatan ketahanan wilayah DKI Jakarta.
Dari beberapa penelitian terdahulu terkait dengan anak jalanan, belum ada
penelitian yang memfokuskan pada pola pembinaan dan kontribusinya terhadap
perilaku anak jalanan. Walaupun ada penelitian yang sudah disebutkan di atas,
tetapi itu hanya lebih pada pembinaan anak jalanan secara umum saja. Oleh
karena itu, penelitian ini ingin mengungkap perbedaan dalam penelitian
sebelumnya, yaitu dengan menganalisa tentang bagaimana pola pembianaan dan
kontribusinya terhadap perilaku anak jalanan dengan mengambil lokasi di
Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi.
E. Definisi Konsep
A. Anak Jalanan
1. Definisi Anak Jalanan
Sampai saat ini, pengertian tentang anak jalanan belum bisa ditemukan
secara kongkrit, dan belum ada keseragaman pendapat. Banyak istilah atau
sebutan yang ditujukan kepada mereka, seperti anak pasar, anak tukang semir,
anak lampu merah, peminta-minta, anak gelandangan, anak pengamen, dan lain
sebagainya (Setiawan, 2007: 45).
Menurut Pusdatin Kesos, Kementerian Sosial RI dalam kaitannya dengan
penyajian data dasar Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS),
mendefinisikan anak jalanan sebagai anak yang berusia 5-18 tahun yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di
9
jalanan maupun tempat-tempat umum (Suradi, 2011: 316). Di jalanan memang
ada anak usia 5 tahun ke bawah, tetapi merekan biasanya dibawa orang tua atau
disewakan untuk mengemis. Memasuki usia 6 tahun biasanya dilepas atau
mengikuti temannya. Anak-anak yang berusia 18 sampai 21 tahun dianggap sudah
mampu bekerja atau mengontrak rumah sendiri bersama teman-temannya
(Setiawan, 2007: 45).
Selanjutnya, Lusk mendefinisikan anak jalanan adalah “any girl or
boy…for whom the street (in the widest sense of the word, including unoccupied
dwellings, wasteland, including unoccuplieed dwellings, wasteland, etc) has
become his or her habitual abode and/or source of livelihood; and who is
inadequately protected, supervised, or directed by responsible adults [setiap anak
perempuan atau laki-laki yang memanfaatkan jalanan (dalam pandangan yang luas
ditulis, meliputi tidak punya tempat tinggal, tinggal di tanah kosong, dan lain
sebagainya) menjadi tempat tinggal sementara dan atau sumber kehidupan, dan
tidak dilindungi, diawasi atau diatur oleh orang dewasa yang bertanggung jawab]
(Setiawan, 2007: 45).
Sementara, Sunusi membedakan anak jalanan ke dalam tiga kategori, yang
didasarkan pada pekerjaannya, waktu dan hubungan dengan orang tuanya (Suradi,
2011: 316-317), sebagaimana di bawah ini :
a. Children of the Street
Anak jalanan yang hidup dan tinggal di jalanan sepanjang waktu. Mereka
tidak bersekolah dan tidak memiliki hubungan dengan keluarga dan orang tuanya.
10
Secara total mereka hidup mandiri, untuk perjuangan hidup secara fisik maupun
secara psikologis.
b. Children on the Street
Anak dalam kategori ini menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan
atau tempat-tempat umum lainya, untuk bekerja dan penghasilanya digunakan
untuk membantu kehidupan keluarga.
c. Vulnerable to be Street Children
Anak jalanan yang tinggal dengan orang tua atau keluarganya, tetapi
bekerja di jalanan. Pada kelompok ini faktor ekonomi keluarga menjadi faktor
dominan yang mendorong mereka memasuki kegiatan ekonomi jalanan.
2. Munculnya Anak Jalanan
Anak jalanan pada umumnya, menjadi masalah sosial di negara-negara
berkembang, termasuk di Indonesia. Banyak kita saksikan keberadaan anak
jalanan di sekitar perempatan lampu merah, di bus-bus kota, di depan pertokoan,
dan di kolong jembatan. Hal ini menjadi masalah sosial bangsa yang harus segera
diselesaikan.
Keberadaan anak jalanan merupakan akibat langsung dari pemenuhan
kebutuhan yang tidak terpenuhi. Anak yang merupakan bagian dari keluarga,
tidak mampu memenuhi kebutuhan fisik, psikis, sosial, dan spiritualnya. Anak
tidak tercukupi kebutuhan makan, pendidikan, rasa nyaman, hingga tidak mampu
menjalankan fungsi sosial sebagai anak secara wajar. Oleh karenanya, anak
melakukan upaya dengan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan dimaksud.
11
Untuk itu, anak-anak melakukan upaya mencari pemenuhan kebutuhan fisik,
psikis, sosial, dan spiritualnya dengan turun ke jalan, menjadi anak jalanan
(Mujiyadi, dkk, 2011: 3). Artinya, yang menjadi faktor utama dalam munculnya
anak jalanan adalah aspek ekonomi.
Namun demikian, keberadaan anak jalanan di kota besar pada umumnya,
lebih banyak diwarnai oleh kehadiran anak jalanan pendatang. Artinya, lebih
banyak anak jalanan kategori pendatang daripada anak jalanan yang terlahir di
kotanya sendiri. Demikian pula keberadaan orang tuanya, yang lebih banyak
sebagai pendatang di kota (Mujiyadi, dkk, 2011: 12). Dengan kata lain, ada proses
urbanisasi di sini. Mereka pindah ke kota tidak lebih untuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan ekonominya. Karena kota dinilai menjadi tempat yang mudah untuk
mendapatkan uang.
Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi keluarga, perlu diketahui aspek
pendukungnya. Aspek sosial ekonomi yang dimaksud di sini adalah pendidikan,
pekerjaan dan pendapatan (ekonomi), juga tradisi (Suyanto, 2010: 198),
sebagaimana diuraikan di bawah ini :
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Oleh sebab itu, dengan pendidikan diharapkan
setiap masyarakat bisa menggunakan akal pikirannya secara sehat, sebagai upaya
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
12
Pada dasarnya, pendidikan merupakan hal sangat penting dalam kehidupan
manusia, baik dari individu maupun dalam masyarakat. Karena pendidikan
merupakan syarat untuk menjadi manusia berkualitas. Selain itu dengan memiliki
pendidikan, masyarakat secara individu bisa meningkatkan status sosial ekonomi
masyarakat.
Pada umumnya, keluarga anak jalanan juga tidak mendapatkan pendidikan
secara layak. Kebanyakan mereka berpendidikan rendah, bahkan ada yang tidak
pernah bersekolah.
b. Ekonomi
Kehidupan keluarga yang serba kekurangan, mendorong anak turun ke
jalan untuk bekerja dan mencari uang, baik untuk diri sendiri maupun untuk
kebutuhan keluarga. Alasan ekonomi menjadi penyebab utama dari sekian banyak
anak jalanan. Mereka terdorong keinginan untuk membantu ekonomi keluarga,
sehingga mereka terpaksa turun ke jalan.
Padahal, Keluarga merupakan orang pertama yang seharusnya
mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup
manusia. Menurut ST. Vembriarto bahwa keluarga memiliki tiga fungsi dalam
hubungan dengan anak, yaitu : (1) Fungsi biologik. Fungsi ini menunjuk kepada
keluarga sebagai tempat melahirkan anak-anak. (2) Fungsi afeksi, dalam keluarga
terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan, cinta kasih. Dari
hubungan cinta kasih ini timbulah hubungan persaudaraan, persahabatan,
kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan tentang nilai-nilai. (3) Fungsi
13
sosialisasi, fungsi ini menunjuk peranan keluarga dalam membentuk kepribadian
anak. Melalui interaksi sosial didalam keluarga itu, anak mempelajari pola-pola
tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-nilai dalam masyarakat (Yusuf,
2008: 45-46).
c. Tradisi
Tradisi sering digunakan untuk menjelaskan keberadaan pekerja anak atau
munculnya anak di jalanan. Anak-anak dari keluarga miskin, umumnya tidak
memiliki alternatif lain dalam hal pekerjaan. Sehingga sudah menjadi semacam
aksioma kultural bagi banyak kalangan, terutama di negara berkembang.
3. Kehidupan Anak Jalanan
Pada umumnya, anak jalanan merupakan bagian dari kehidupan di
perkotaan. Di antara mereka, ada yang bekerja dan ada yang tidak bekerja.
Mereka cenderung melaksanakan aktivitasnya di luar rumah, seperti di jalan raya,
pasar, mall, tempat rekreasi, pelabuhan, terminal, dan tempat pembuangan sampah
akhir. Sebagian besar dari mereka melakukan aktivitas tersebut untuk
mendapatkan uang.
Anak jalanan selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja. Akibat
kelelahan, mereka sulit belajar dan akhirnya putus sekolah. Mereka yang putus
sekolah, kehilangan hak belajarnya dan pada giliranya kehilangan kesempatan
pekerjaan yang layak. Anak jalanan yang tidur di tempat umum, sering mengalami
pelecehan seksual. Mereka berpeluang melakukan tindakan negatif, seperti
mencopet, berjudi, mabuk, merokok, atau bergaul dengan pelacur. Anak jalanan
14
yang mengontrak kamar dengan sesama anak jalanan, biasanya merasa lebih
bebas untuk melakukan apa saja dan cuek kepada tetangga. Makin lama anak
berada di jalanan dan menginternalisasi nilai-nilai jalanan, akan mempunyai
anggapan bahwa siapa yang kuat dialah yang menang. Sehingga, mereka yang
tidak berkelompok, lebih sering mendapatkan penganiayaan. Dan yang
berkelompok cenderung akan diperbudak oleh yang kuat (Suyanto, 2010: 176).
Terdapat berbagai macam-macam bentuk pekerjaan yang dilakukan oleh
anak jalanan. Data dari Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun
2011-2012, menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan anak jalanan dapat
digolongkan sebagai berikut :
Tabel 1.
Golongan Pekerjaan Anak Jalanan Menurut
Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan
Tahun 2011-2012
Bulan Pengamen Asongan Pengelap Mobil Pengemis
Januari 33 8 - 19
Februari 21 1 - 15
Maret 19 8 10 -
April 11 - - 25
Mei 1 5 - 24
Juni 4 1 - 24
Juli 2 4 8 51
Agustus 1 1 - 76
September 2 - - 15
15
Oktober 4 1 - 13
November - - - -
Desember - - - -
Jumlah 98 29 18 267
Sumber : Data dari Dinas Sosial Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2011-2012
Dari data di atas, dapat kita lihat bahwa anak jalanan yang bekerja sebagai
pengemis merupakan yang tertinggi. Disusul oleh pengamen, asongan, dan
pengelap mobil. Data ini juga menunjukkan bahwa keberadaan anak jalanan,
khususnya di Jakarta Selatan masih sangat tinggi.
Pada dasarnya mereka bekerja seperti itu tidak lain untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Kebutuhan yang harus mereka penuhi (Suradi,
2011: 319-320), yaitu :
a. Pemenuhan Kebutuhan Dasar.
Anak Jalanan tidak mampu memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan
tempat tinggal yang layak dan manusiawi. Pada umumnya, makanan mereka
tergolong kurang sehat karena hanya dua kali sehari dengan menu nasi, sayur atau
lauk, serta jarang ada makanan tambahan. Di antara mereka ada yang makan dari
sisa-sisa makanan yang dibuang di tempat sampah, seperti sayuran, buah-buahan,
nasi, dan sebagainya.
b. Kondisi sosial, mental, dan spiritual.
Anak Jalanan hidup di dalam komunitasnya sendiri. Mereka tinggal di
wilayah yang kurang menyatu dengan wilayah lain. Jadi, wilayah tinggal mereka
16
relatif tertutup dari komunitas luar. Di dalam komunitas itu, anak jalanan
bersosialisasi dan mengembangkan pola relasi sosial berdasarkan nilai dan norma
sosial yang berlaku dalam komunitas mereka.
Sebagian anak jalanan yang perempuan sudah menyalahgunakan Napza
atau ngelem, berpotensi menjadi wanita tuna susila, dan bahkan ditemukan kasus
sudah menjadi penjaja seks. Hal ini menggambarkan, betapa rapuhnya mental
spiritual anak jalanan, baik karena tekanan ekonomi maupun hubungan sosial
yang buruk di lingkungan keluarga maupun di dalam komunitas mereka (Suradi,
2011: 321).
B. Pendidikan
1. Definisi Pendidikan
Dalam definisi umum, pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa
yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar,
dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi
muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan
tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan hakikat dan ciri
kemanusiaannya (Munawwaroh & Tanenji, 2003: 5).
Menurut Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1973, pendidikan adalah usaha
sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup (Sabri, 2005: 7).
Sedangkan menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003, pada
Bab 1, Pasal 1, Ayat 1, dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
17
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara
(Sabri, 2005: 7).
Selanjutnya, Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan dengan
tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan menuntut segala
kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar mereka sebagai manusia
sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan
kebahagiaan setingi-tingginya (Zurinal & Sayuti, 2006: 2-3).
Sedangkan Emile Durkheim, mendefinisikan pendidikan sebagai proses di
mana individu mendapat alat-alat fisik, intelektual, dan moral yang diperlakukan
agar dapat berperan dalam masyarakat. Ia berpendapat, bahwa pendidikan akan
menolong anak-anak mengembangkan sikap moral terhadap masyarakat. Baginya,
pendidikan anak memberi individu disiplin-disiplin yang mereka butuhkan untuk
mengendalikan nafsu yang mengancam mereka. Dan pendidikan bisa
mengembangkan suatu rasa pengabdian terhadap masyarakat dan sistem moralnya
di dalam diri para murid. Dia percaya, bahwa sekolah secara praktis adalah satu-
satunya institusi yang akan memberikan landasan sosial bagi moralitas modern
(Ritzer & Goodman, 2009: 115).
Bagi Durkheim, ruang kelas merupakan masyarakat kecil. Di sana ada
sebuah kesadaran kolektif yang akan menciptakan kekuatan yang cukup untuk
menanamkan sikap moral. Hal ini memungkinkan pendidikan untuk hadir dan
18
memproduksi semua elemen moralitas. Pertama, pendidikan akan memberikan
individu disiplin-disiplin yang mereka butuhkan untuk mengendalikan nafsu yang
mengancam mereka. Kedua, pendidikan bisa mengembangkan suatu rasa
pengabdian terhadap masyarakat dan sistem moralnya di dalam para murid (Ritzer
& Goodman, 2009: 115).
Dengan teori-teori pendidikannya, Durkheim (1858-1017) memandang
pendidikan sebagai suatu “social thing”. Dia mengatakan, bahwa masyarakat
secara keseluruhan beserta masing-masing lingkungan sosial di dalamnya,
merupakan sumber penentu cita-cita yang dilaksanakan lembaga pendidikan.
Suatu masyarakat bisa bertahan hidup, hanya jika terdapat suatu tingkat
homogenitas yang memadai warganya. Keseragaman esensial yang dituntut dalam
kehidupan bersama tersebut, oleh upaya pendidikan diperkekal dan diperkuat
penanamannya sejak dini pada anak-anak. Tetapi dibalik itu, suatu kerja sama apa
pun tentu tidak mungkin tanpa adanya keanekaragaman, yaitu upaya pendidikan
dijamin dengan jalan pengadaan pendidikan yang beraneka ragam jenjang dan
spesialisasi (Idi, 2011: 10-11).
Bertolak dari pandangannya tentang pendidikan sebagai “social thing",
akhirnya Emile Durkheim berpendapat bahwa, pendidikan bukanlah hanya satu
bentuk, dalam artian ideal dan aktual, tetapi bermacam-macam. Masyarakat secara
keseluruhan beserta masing-masing lingkungan khususnya, akan menentukan
tipe-tipe yang diselenggarakan (Idi, 2011: 11).
Berdasarkan dari beberapa definisi-definisi pendidikan di atas, sebenarnya
memiliki kesamaan pandangan bahwa pendidikan itu adalah sebuah proses yang
19
melibatkan orang dewasa dan peserta didik dalam rangka pelestarian nilai-nilai
budaya dan norma yang berkembang di masyarakat.
2. Tujuan Pendidikan
Pada hakikatnya, pendidikan itu bertujuan untuk merubah kelakuan anak
didik menjadi lebih baik. Pendidikan bertalian dengan transmisi pengetahuan,
sikap, kepercayaan keterampilan, dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada
generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola kelakuan
manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat (Nasution, 1995: 10).
Tujuan pandidikan merupakan faktor utama yang harus diperhatikan dan
dijadikan sasaran oleh setiap pendidik yang melaksanakan kegiatan pendidikan.
Mengingat, apa yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa pendidikan itu
menjadi tujuan dari negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan Undang-
Undang 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial (Nandika, 2007: 3).
Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun
1989, pada Bab II, Pasal 4, tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
20
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan bangsa (Sabri,
2005: 45).
Menurut Langeveld, tujuan pendidikan adalah terbentuknya kehidupan
sebagai insan kamil, suatu kehidupan di mana ketiga hakikat manusia baik sebagai
makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk susila atau religius dapat
terwujud secara harmonis (Sabri, 2005: 43).
Dari beberapa tujuan pendidikan di atas, terdapat kesamaan yaitu untuk
mencerdaskan bangsa dan menjadi manusia yang utuh dengan menunjukkan
akhlak yang baik, memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta bertanggung
jawab terhadap masyarakat.
Saat ini, terlihat pendidikan dan penanaman nilai-nilai hanya pada
persoalan knowledge saja, tetapi persoalan bagaimana pengetahuan tentang nilai
tersebut dapat diimplementasikan dalam cara berfikir, merasa, dan bertindak
seseorang. Dalam kaitannya dengan itu, ada beberapa metode yang dapat
digunakan untuk menanamkan nilai-nilai pengetahuan (Muzakkar, 2007: 24-25),
yaitu :
a. Learning by doing and exposure
Jenis belajar dengan cara ini dapat dilakukan dengan kuliah lapangan.
Melalui kegiatan ini, para peserta didik diajak langsung ke lapangan dengan
tujuan untuk mengamati, dan mendengar apa yang sesungguhnya terjadi.
Kemudian mereka membuat refleksi tentang nilai-nilai apa yang dapat mereka
pelajari melalui exposure tersebut.
21
b. Learning by experiencing
Peserta didik dilibatkan dalam berbagai kegiatan, baik lomba-lomba,
kegiatan sosial, dan kegiatan kerohanian. Bagaimana peserta didik dapat
memahami dan menghayati arti toleransi antar umat beragama bila mereka pernah
berinteraksi, mengalami, dan merasakan perjumpaan dengan orang yang berbeda
agama dan keyakinan.
c. Learning by exploring and appreciating
Melalui media film dan karya seni lainnya, para peserta didik dapat
melihat nila-nilai apa yang dapat dipelajari dan reaksi apa yang muncul pada saat
mereka melihat situasi yang ditayangkan di dalam film tersebut. Pada saat melihat
adegan kekerasan terhadap orang tidak bersalah misalnya, apakah diri mereka
muncul kemarahan moral atau bersikap indefferent. Rasa kemanusiaan dapat
diasah melalui analisis film atau karya seni lainnya.
d. Learning by living in
Peserta didik diajak untuk tinggal beberapa lama di suatu daerah atau
lingkungan untuk mengamati, mengalami, dan berinteraksi dengan penduduk
setempat. Dari situ, mereka dapat mempelajari nilai-nilai yang berlaku, apakah
ada sesuatu yang menggetarkan kesadaran dan nuraninya saat tinggal dan
berinteraksi dengan dunia luar.
e. Problem solving method
Sebagaimana yang dikembangkan Jonh Dewey, peserta didik dilatih untuk
menyadari bahwa ada persoalan, lalu mengidentifikasi dan memahami persoalan
22
tersebut, menganalisanya dengan tujuan untuk menggali akar penyebabnya,
membuat hipotesis atau jalan keluar yang ditawarkan dan mengujinya ketingkat
praksis, apakah jalan keluar yang diantisipasi sungguh-sungguh menyelesaikan
persoalan yang dihadapi atau tidak. Melalui metode pemecahan masalah, para
peserta didik dipicu kreasi dan imajinasinya untuk menemukan jalan keluar dari
persoaalan yang dihadapinya.
f. Case study method
Melalui metode studi kasus, peserta didik dilatih melihat persoalan-
persoaalan hidup dari berbagai sudut pandang. Melalui metode ini, peserta didik
diajak untuk bekerja sama dan berintrakasi dalam upaya mencari pemecahan atas
berbagai persoalan yang dihadapi. Sehingga peserta didik tidak hanya mengetahui
dan memahami berbagai teori, tapi juga mahir dalam menggunakan teori dan
prinsip-prinsip ke dalam praksis hidup yang kongkrit.
F. Kerangka Teoritis
1. Pendidikan Demokratis
Pendidikan merupakan suatu berkah dari Maha Pencipta terhadap ciptaan-
nya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan untuk memperoleh
pendidikan. Perolehan pendidikan bukanlah merupakan ikatan terhadap manusia
itu justru untuk pembebasan manusia dari hakikatnya sebagai makhluk yang bebas
dan berakal budi. Sebagai makhluk alamiah yang dilahirkan di dalam lingkungan
alamiahnya manusia diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri posisinya di
dalam dalam lingkungan alamiahnya itu. Di sinilah terletak kebebasan dan
23
keterikatan manusia dalam proses pengembangan kemanusiaannya. Realisasinya
kemanusiaan makhluk manusia merupakan suatu proses pembebasan. Itulah
makna pendidikan bagi manusia (Tilar, 2005: 110).
Hakikat pendidikan itu sendiri adalah proses memanusiakan anak manusia
yaitu manyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah
manusia yang kreatif yang terwujud di dalam budayanya. Manusia dibesarkan di
dalam budayanya, serta menciptakan atau merekstruksikan budayanya itu sendiri
(Tilar, 2005: 112). Artinya, setiap manusia wajib mendapatkan pendidikan, karena
dengan pendidikan manusia bebas dan merdeka.
Menurut James A. Beane dan Michael W. Apple, sekolah demokrasi tiada
lain adalah mengimplementasikan pola-pola demokratis dalam pengelolaan
sekolah, yang secara umum mencakup dua aspek yakni struktur organisasi dan
prosedur kerja dalam struktur tersebut, serta merancang kurikulum yang bisa
mengantarkan anak-anak didik memiliki berbagai pengalaman tentang praktik-
praktik demokrasi. Dengan kata lain, sekolah demokrasi adalah sekolah yang
dikelola dengan struktur yang memungkinkan praktik-praktik demokratis itu
terlaksana, seperti pelibatan masyarakat (stakeholder dan user sekolah) dalam
membahas program-program sekolah, dan prosedur pengambilan keputusan juga
memperhatikan berbagai aspirasi publik, serta dapat dipertanggungjawabkan
implementasinya kepada publik. Demikian pula dengan pola pembinaan siswa,
bahwa pendidikan itu untuk semuanya, guru harus mampu memberikan perhatian
yang sama pada semua siswa, tanpa membedakan antara yang sudah pintar
dengan belum pintar, tidak membedakan antara yang rajin dan yang belum rajin,
24
semuanya memperoleh perlakuan sama, walaupun bentuknya mungkin berbeda.
Mereka yang belum pintar diberi waktu untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuannya di saat liburan umum, sehingga kompetensinya meningkat. Pola-
pola pembinaan seperti ini, telah memberikan pengalaman-pengalaman praktik
demokrasi bagi anak-anak, yakni perhatian yang seimbang terhadap semua siswa,
tanpa membedakan antara mayoritas dengan minoritas dalam sekolah (Rosyada,
2004: 17-18).
Lebih lanjut, James A. Beane dan Michael W. Apple juga menjelaskan
berbagai kondisi yang sangat perlu dikembangkan dalam upaya membangun
sekolah demokratis (Rosyada, 2004: 16), yaitu :
1. Keterbukaan seluruh ide dan gagasan, sehingga semua orang bisa
menerima informasi seoptimal mungkin.
2. Meberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok dengan
kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan
sekolah.
3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian
evaluasi terhadap ide-ide, problem-problem dan berbagai kebijakan yang
dikeluarkan sekolah.
4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan
terhadap persoalan-persoalan publik.
5. Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak
minoritas.
25
6. Pemahaman bahwa demokrasi yang dikembangkan belumlah
mencerminkan demokrasi yang diidealkan, sehingga demokrasi harus terus
dikembangkan dan bisa membimbing keseluruhan hidup manusia.
7. Terdapat sebuah institusi yang dapat terus menerus mempromosikan dan
mengmbangkan cara-cara hidup demokratis.
Jadi, inti dari teori James A. Baene dan Michael W. Apple di atas, bahwa
sekolah demokratis itu akan terwujud jika semua informasi penting dapat
dijangkau semua stakeholder sekolah, sehingga semua unsur tersebut memahami
arah pengembangan sekolah, berbagai problem yang dihadapinya, serta langkah-
langkah yang sedang akan ditempuh.
Demokrasi pendidikan pada dasarnya dapat dilihat dalam dua sudut
pandang. pertama, demokrasi secara horizontal, bahwa setiap anak harus
mendapat kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan di sekolah. Di
Indonesia ha ini jelas sekali tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 “setiap
warga negara mendapat pengajaran”. Kedua, demokrasi secara vertical, bahwa
setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat
pendidikan sekolah setinggi-tingginya, sesuai dengan kemampuannya (Freire &
Mangunwijaya, 2004: 93).
Sekolah demokratis juga harus diimbangi dengan perhatian yang kuat
terhadap hak-hak asasi manusia. Oleh sebab itu, persoalan kesejahteraan para
guru, serta semua yang terkait dengan pengelolaan sekolah harus menjadi
perhatian serius, dan manajemen harus dilakukan secara terbuka, khususnya
dalam aspek-aspek yang termasuk wilayah publik harus sekolah secara transparan,
26
sehingga semua ikut terlibat dalam menentukan dan memutuskannya. Dan bagian
yang amat sensitif serta selalu menjadi persoalan universal, adalah hak-hak
minoritas dalam komunitas sekolah yang harus diperhatikan sama, tidak boleh ada
diskriminasi atas dasar perbedaan ras, agama atau warna kulit (Rosyada, 2004:
17).
Selanjutnya, keunggulan dari model sekolah demokratis, ini sebagaimana
dikemukakan oleh Dwight W. Allen ketika menjelaskan sekolah untuk abad
mendatang, dalam kerangka penguatan model sekolah demokratis (Rosyada,
2004: 20), antara lain adalah :
1. Akuntabilitas; yakni bahwa kebijakan-kebijakan sekolah dalam semua
aspeknya dapat dipertanggungjawabkan pada publik, yang meliputi
pengangkatan guru sesuai dengan kategori kebutuhan dan keahlian, yang
kemudian teruji loyalitasnya terhadap proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
2. Pelaksanaan tugas guru senantiasa berorientasi pada siswa, guru akan
memberikan pelayanan pada siswa secara invidual. Berbagai kesulitan
siswa akan manjadi perhatian guru, dan dengan senang hati guru akan
terus membantu sehingga siswa dapat menyelesaikan berbagai kesulitan.
3. Keterlibatan masyarakat dalam sekolah; yakni dalam sekolah demokratis,
sistem pendidikan merupakan refleksi dari keinginan masyarakat,
masyarakat akan berpartisipasi dalam pendidikan, akan mempunyai rasa
memiliki terhadap sekolah, dan akan responsif dengan berbagai persoalan
sekolah. Dengan demikian, para guru bekerja juga akan merasa tenang
27
karena senantiasa bersama-sama dengan masyarakat, keputusan pimpinan
sekolah juga akan manjadi keputusan bulat, karena disepakati bersama
oleh masyarakat, dan sekolah akan selalu terkontrol oleh mekanisme yang
diatur dalam sistem penyelenggaraan sekolah tersebut.
Selanjutnya, dalam proses mengajar seorang guru itu harus memenuhi dua
kategori yaitu memiliki capability dan loyality. Artinya seorang guru itu harus
memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki
kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan,
implementasi sampai evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan. Gilbert H. Hunt
dalam bukunya effective teaching menyatakan bahwa guru yang baik harus
memenuhi tujuh kriteria (Rosyada, 2004: 113-114), yaitu :
1. Sifat, guru yang baik harus memiliki sifat-sifat antusias, stimulatif,
mendorong siswa untuk maju, hangat, toleran, sopan, dan bijaksana, bisa
dipercaya, demokratis, penuh harapan bagi siswa, mampu mengatasi
stereotipe siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan belajar siswa.
2. Pengetahuan, guru yang baik juga mampu memiliki pengetahuan yang
memadai dalam mata pelajaran yang diampunya, dan terus mengikuti
kemajuan dalam bidang ilmunya.
3. Apa yang disampaikan, guru yang baik juga mampu memberikan jaminan
bahwa materi yang disampaikannya mencakup semua unit bahasa yang
diharapkan siswa secara maksimal.
4. Bagaimana mengajar, guru yang baik mampu menjelaskan berbagai
informasi secara jelas, dan terang, memberikan layanan yang variatif,
28
menciptakan dan memelihara momentum, mendorong siswa untuk
berpartisipasi.
5. Harapan, guru yang baik mampu memberikan harapan pada siswa,
mampu membuat siswa akuntibel, dan mendorong partisipasi orang tua
dalam mamajukan kemampuan akademik siswanya.
6. Reaksi guru terhadap siswa, guru yang baik bisa menerima berbagai
masukan, resiko, dan tantangan, selalu memberikan dukungan pada siswa.
7. Management, guru yang baik juga harus mampu menunjukkan keahlian
dalam perencanaan, memiliki kemampuan mengorganisasi kelas sejak hari
pertama dia bertugas, cepet memulai kelas, melewati masa transisi dengan
baik.
Menurut John Dewey, bahwa kualitas proses pembelajaran yang
meningkat, secara otomatis akan meningkatkan pula kualitas hasil belajar siswa.
Belajar dapat diartikan sebagai sebuah proses yang dengannya organisme
memperoleh bentuk-bentuk perubahan perilaku yang cenderung terus
mempengaruhi model perilaku umum menuju pada sebuah peningkatan.
Perubahan perilaku tersebut terdiri dari berbagai proses modifikasi menuju bentuk
permanen, dan terjadi dalam aspek perbuatan, berpikir, sikap, dan perasaan
(Rosyada, 2004: 98).
2. Pendidikan Hadap Masalah (problem posing)
Pendidikan hadap masalah pada dasarnya merupakan salah satu alternatif
bagi pendidikan gaya bank. Kerena dalam pendidikan gaya bank semuanya
29
diredusir sebagai usaha untuk menjinakkan manusia. Dalam pendidikan hadap
masalah ini manusia diberikan ruang bebas dalam menikmati pendidikan.
Menurut Paulo Freire dan Mangunwijaya, pendidikan hadap masalah
merupakan pendidikan yang memberikan kebebasan penuh kepada masyarakat
atau siswa untuk merefleksikan masalah, seperti mengajukan pertanyaan-
pertanyaan atau melakukan emansipasi memalui metode pendidikan. Pendidikan
hadap masalah merupakan pendidikan kritis diaologis yang menempatkan
manusia sebagai subjek bagi dirinya sendiri (Freire & Mangunwijaya, 2004: 117).
Selanjutnya, Jonh Dewey juga menekankan bahwa siswa-siswi harus
dilatih untuk berfikir rekleftif, yakni mencoba melatih mereka untuk
mengaplikasikan teori pada kasus dan situasi yang baru (Rosyada, 2004, 42).
Pola hadap masalah yang dibangun oleh Mangunwijaya adalah
mengikutsertakan masyarakat serta siswa-siswi untuk tahu terhadap masalah dan
berusaha memecahkan masalah. Emansipasi dalam pendidikan menurut
Mangunwijaya penting, dan merupakan kunci utama bagi pemecahan masalah,
terutama sekali dalam mengmbalikan cita-cita masyarakat yang selama ini merasa
dibodohi, ditindas, dan dieksploitasi agar bisa bangkit untuk membangun masa
depan yang baru (Freire & Mangunwijaya, 2004: 121).
Adapun metode dalam pendidikan hadap masalah adalah tidak membuat
dikotomi kegiatan guru dan murid. Guru selalu menyerap baik ketika dia
mempersiapkan bahan pelajaran maupun tidak ketika dia berdialog dengan para
murid. Dia tidak akan menganggap obyek-obyek yang dapat dipahami sebagai
30
pemilik pribadi, tetapi sebagai obyek refleksi para murid serta dirinya sendiri.
Dengan cara ini, pendidik hadap masalah secara terus-menerus memperbarui
refleksinya di dalam refleksi para murid. Murid yang bukan lagi pendengar dan
penurut telah menjadi rekan pengkaji yang kritis melalui dialog dengan guru.
Guru mengkaji plajaran kepada murid sebagai bahan pemikiran mereka, dan
menguji kembali pemikirannya yang terdahulu ketika murid menemukan hasil
pemikiran sendiri (Freire, 2008: 65).
Adapun pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan Bina Anak
Pertiwi disini merupakan usaha untuk mengubah kehidupan anak jalanan menjadi
lebih baik. Pembinaan yang diberikan oleh lembaga ini salah salah satunya adalah
dengan melalui program pendidikan dan bimbingan-bimbingan. Karena tidak
sedikit dari mereka yang masih membutuhkan bimbingan-bimbingan tersebut.
Seperti, dengan melihat banyak dari mereka yang perilakunya masih tidak baik.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Yaitu pendekatan yang bertujuan untuk mendapatkan data-data yang
faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dari fenomena yang diteliti. Penelitian
kualitatif (Qualitative research) adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-
penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-
prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantitatif (pengukuran). Penelitian
ini dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah,
31
tingkah laku, juga tentang fungsionalisasi organisasi, pergerakan-pergerakan
sosial atau hubungan kekerabatan (Strauss & Corbin, 2007: 11).
Bogdan dan Taylor, mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2005: 4). Indikasi dari
model penelitian ini yang membedakannya dengan penelitian jenis lainnya, antara
lain: (1) adanya latar alamiah; (2) manusia sebagai alat atau instrumen; (3) metode
kualitatif; (4) analisis data secara induktif; (5) teori dari dasar (grounded theory);
(6) deskriptif; (7) lebih mementingkan proses daripada hasil; (8) adanya batas
yang ditentukan oleh fokus; (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; (10)
desain yang bersifat sementara; (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati
bersama (Moleong, 2005: 8-13).
Adapun penentuan informan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
teknik purposive sampling (sampel purposif), yaitu penentuan yang ditetapkan
secara sengaja oleh peneliti dengan didasarkan atas kriteria atau pertimbangan
tertentu (Salam & Arifin, 2006: 54-55). Jumlah informan dalam penelitian ini
dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 2.
Daftar Nama Informan Penelitian di Yayasan Bina Anak Peritiwi
No Nama
Informan Status Umur
Jenis
Kelamin Wawancara Kategori
1 Abdus Saleh Pimpinan Yayasan 33 L 28-04-2013 Pendatang
2 Ari M Rifki Pendamping/guru 23 L 16-04-2013 Asli
3 Ali Santoso Pendamping/guru 24 L 17-04-2013 Asli
32
4 Ibu Teti Warga 42 P 27-09-2013 Asli
5 Moh. Nasir RT/Warga 26 L 27-09-2013 Asli
6 Dede Saputra Children on the street 18 L 6-04-2013 Asli
7 Riski Saputra Children of the street 18 L 8-04-2013 Asli
8 Faisal Saputra Children of the street 18 L 8-04-2013 Asli
9 Gifli Children of the street 18 L 12-04-2013 Pendatang
10 Riski Apriani Children of the street 15 P 16-04-2013 Asli
11 Maria Gureti Vulnerable to be street children 17 P 16-04-2013 Asli
12 Indri Vulnerable to be street children 15 P 16-04-2013 Asli
13 Dia Nurlela Vulnerable to be street children 13 P 17-04-2013 Asli
14 Maryam Vulnerable to be street children 16 P 20-04-2013 Asli
15 Dewi Apriani Vulnerable to be street children 15 P 20-04-2013 Asli
Sumber : Hasil Observasi
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa informan dalam penelitian ini yaitu
terdiri dari 15 informan. Yang berasal dari 3 orang pengurus yayasan terdiri dari
ketua dan 2 pendamping (guru) Yayasan Bina Anak Pertiwi. 2 masyarakat sekitar,
dan 10 orang anak jalanan yang terdiri dari 4 laki-laki dan 6 perempuan dengan
usia berkisar 13-18 tahun. Anak jalanan yang menjadi informan dalam penelitian
ini lebih dominan tergolong kategori Vulnerable to be street children. Artinya
kebanyakan dari anak jalanan yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah
mereka yang tinggal dengan orang tua atau keluarganya, tetapi bekerja di jalanan.
Informan dalam penelitian ini kebanyakan orang asli Jakarta ketimbanag dari luar
(pendatang). Dan pengambilan jumlah informan tersebut dengan alasan mereka
yang mengikuti program pembinaan dan terlibat langsung di Yayasan Bina Anak
Pertiwi.
33
2. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara
Wawancara ialah usaha untuk mengumpulkan informasi dengan
mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.
Lexy J. Moeleng mendefinisikan wawancara sebagai percakapan dengan maksud
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan
yang diwawancarai (interviewee) (Moleong, 2005: 135).
Dalam penelitian ini, wawancara di lakukan untuk menggali informasi
tentang pola pembinaan anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi. Mendalami
informasi tentang bentuk-bentuk pembinaan dan bagaimana kontribusinya
terhadap perilaku anak jalanan. Wawancara ini dilakukan dengan dilengkapi
rekaman supaya dapat mengetahui informasi secara mendalam dari informan yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Wawancara juga dibantu dengan
sebuah interview quide (panduan wawancara), yaitu panduan wawancara yang
didalamya berisi beberapa pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan
permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini.
b. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan langung ke Yayasan Bina Anak
Pertiwi untuk mengamati situasi dan kondisi serta mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Seperti, dengan mengikuti kegiatan-
kegiatan anak jalanan di yayasan. Kemudian, peneliti mencatat dan mengambil
34
foto-foto kegiatan yang dilakukan anak jalanan di yayasan, fasilitas yang
diberikan, dan lain sebagainya.
c. Sumber dan jenis Data
Menurut Lofland (1984: 47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif
ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen
dan lain-lain (Basrowi & Suwardi, 2008: 169). Sumber data adalah subyek dimana
data dapat diperoleh, subyek dalam penelitian ini berjumlah dua pihak,
diantaranya: pimpinan atau pengurus Yayasan Bina Anak Pertiwi dan anak
jalanan seprti yang sudah dijelaskan di atas. Alasan peneliti memilih mereka
sebagai subyek untuk memudahkan peniliti mendapatkan data dan informasi yang
diperlukan.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari dua sumber
yaitu data primer dan sekunder. Data primer (sumber data utama) adalah data
yang diperoleh langsung dari sumbernya (subyek penelitian), diamati dan dicatat,
yang untuk pertama kalinya dilakukan melalui observasi (pengamatan) dan
wawancara. Sedangkan data sekunder adalah pendukung atau pelengkap, seperti
buku, majalah ilmiah, arsip, dokumentasi pribadi dan resmi dan sebagainya
(Moleong, 2002: 56), yang berkaitan dengan masalah pembinaan moral di
Yayasan Bina Anak Pertiwi.
3. Analisa Data Penelitian
Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan tiga tahap yaitu:
Pertama, Reduksi Data (data reduction), mereduksi data berarti merangkum,
35
memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada hal-hal penting, terhadap data
yang terkait dengan objek penelitian. Kedua, Penyajian Data (display data),
dengan mendisplay data, maka akan memudahkan untuk memahami objek
penelitian berdasarkan apa yang telah dipahami. Ketiga, Penarikan Kesimpulan
(Conclusion drawing/verification) dengan menyimpulkan terhadap data tentang
objek penelitian, dan mengaitkan dengan kerangka teori.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Adapun lokasi penelitian ini yaitu di Yayasan Bina Anak Pertiwi yang
berada di Jalan Bacang No. 46, Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan. Pemilihan tempat ini didasarkan oleh dua pertimbangan. Pertama,
Pasar Minggu merupakan kantung anak jalanan yang merupakan lokasi
pengedaran narkoba terbesar setelah Tanah Abang. Kedua, lokasi Yayasan Bina
Anak Pertiwi sangat strategis sehingga mudah dijangkau oleh anak jalanan.
Pemilihan lokasi ini diharapkan dapat merangkul banyak anak jalanan. Adapun
waktu pelaksanaan penelitian ini yaitu mulai dari tanggal 01 April 2013 - 30 Mei
2013.
H. Sistematika Penulisan
Laporan hasil penelitian ini akan dituangkan dalam bentuk karya tulis
skripsi dengan sistematika penulisan seperti dibawah ini :
Bab I : Pendahuluan. Dalam bab ini berisi pernyataan masalah,
pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
36
pustaka, definisi konsep, kerangka teoritis, metedologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Gambaran umum Yayasan Bina Anak Pertiwi yang menjelaskan
sejarah berdirinya, visi, misi, dan tujuan, profil anak jalanan.
Bab III : Temuan hasil penelitian. Dalam bab ini berisi pola pembinaan
anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi, bentuk-bentuk
pembinaan di Yayasan Bina Anak Pertiwi, dan kontribusi
pembinaan terhadap perilaku anak jalanan.
Bab IV : Penutup. Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
37
BAB II
PROFIL YAYASAN BINA ANAK PERTIWI
Rumah Singgah Bina Anak Pertiwi, berada di Jalan Bacang No. 46,
Kelurahan Jati Padang, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemilihan
tempat ini didasarkan oleh dua pertimbangan; pertama, Pasar Minggu merupakan
kantung anak jalanan yang merupakan lokasi pengedaran narkoba terbesar setelah
Tanah Abang. Kedua, yaitu lokasi rumah singgah sangat strategis, sehingga
mudah dijangkau oleh anak jalanan. Pemilihan lokasi ini diharapkan dapat
merangkul banyak anak jalanan (Wawancara dengan Pengurus Yayasan Bina
Anak Pertiwi, pada tanggal 20 Desember 2012).
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak RT setempat pada tanggal 20
Maret 2013, bahwa Kelurahan Jati Padang adalah salah satu bagian wilayah
Kecamatan Pasar Minggu yang mempunyai luas 249,77 Ha. Kelurahan ini terbagi
atas 10 Rukum Warga (RW) dan 10 Rukun Tetangga (RT) dengan batas wilayah
sebagai berikut:
1. Utara : Jalan Pejaten Raya, berbatasan dengan Kelurahan Pejaten
Barat.
2. Timur : Jalan Salihara dan Jalan Holtikultura, berbatasan dengan
Kelurahan Pasar Minggu.
3. Selatan: Jalan Ring Rood TB Simatupang, berbatasan dengan
Kelurahan Kebagusan.
38
4. Barat : Jalan Margasatwa dan Jalan Buncit Raya, berbatasan
dengan Kelurahan Ragunan.
Selanjutnya, dari hasil pengamatan penulis pada tanggal 20 Maret 2013
bahwa terdapat banyak tempat umum di Jati Padang dan daerah sekitarnya yang
menjadi tempat perkumpulan anak jalanan, seperti: perempatan jalan dan pasar.
Persimpangan jalan yang sering terdapat anak jalanan adalah pertigaan jalan,
antara Jalan Raya Ragunan dan Jalan Warung Jati Barat. Perempatan jalan antara
Jalan Warung Jati Barat, Jalan Pejaten Barat, dan Jalan Pejaten Raya yang biasa
disebut “Repul”, merupakan tempat mengamen dan nongkrong anak jalanan.
Tidak jauh dari Repul, terdapat sebuah jembatan di mana di kolong jembatan
tersebut dimanfaatkan oleh banyak anak jalanan untuk tempat tinggal. Tempat
umum lain di sekitar daerah Jati Padang yang menjadi kantung jalanan adalah
Pasar Minggu. Banyak anak jalanan yang tinggal dan bekerja di pasar tersebut.
A. Sejarah Berdirinya
Berdasarkan Company profile Yayasan Bina Anak Pertiwi, bahwa pada
awal mula terjadinya krisis politik serta kebangkrutan ekonomi yang melanda
Indonesia, ada sekelompok aktivis mahasiswa yang tergabung dalam sebuah
kelompok kajian sosial akademis yang cukup intens bernama Forum Studi
Dialektika (FOSTUDIA), merasa gelisah dan sekaligus prihatin dengan nasib
bangsanya sendiri, terutama fenomena meningkatnya jumlah anak-anak putus
sekolah dan anak jalanan/terlantar. Mereka sudah bosan dengan berbagai aksi
39
demonstrasi yang selalu mengusung jargon “reformasi’, yang dinilainya kurang
lagi menyuarakan kepentingan lapisan masyarakat bawah.
Forum tersebut beranggotakan mahasiswa-mahasiswa lintas perguruan
tinggi, yang terdiri dari mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Institut Ilmu
Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK) Darul
Qalam, dan Bina Sarana Informatika (BSI). Forum ini sepakat untuk
menampilkan sebuah “reformasi gaya baru”, yang bersentuhan dengan sendi-sendi
kehidupan masyarakat secara langsung. Karena itu, dirumuskanlah sebuah agenda
aksi sosial dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan-kemungkinan yang
sekiranya dapat dilakukan. Maka, kelompok masyarakat anak jalanan menjadi
prioritas utama, mengingat kelompok masyarakat ini tergolong rawan sosial dan
masalahnya kompleks sekali.
Aksi sosial yang dilakukan adalah berupa kepedulian terhadap nasib
pendidikan, kesehatan, kesejahteraan anak jalanan/terlantar yang kemudian
diwujudkan dalam bentuk pendidikan luar sekolah paket A setara SD, dan
pelayanan kesehatan masyarakat. Kegiatan pembelajaran tersebut awalnya
dilaksanakan di Masjid Pasar Kebayoran Lama, tepatnya bulan Juni 1997, dengan
warga belajar umumnya anak jalanan dan anak pemulung berjumlah 73 anak. Saat
itu, proses kegiatan pembelajaran bernaung di bawah sebuah Yayasan Sosial.
Namun, kegiatan kurang berjalan mulus karena ada kekurang-sepahaman
antara kelompok mahasiswa yang mengusung idealisme dengan pihak yayasan
yang berujung pada hengkangnya kelompok mahasiswa dari kegiatan tersebut.
Akhirnya, kegiatan belajar mengajar menjadi bubar.
40
Sekelompok mahasiswa tersebut tidak patah arang dan ingin tetap berbagi
dengan sesama. Tepatnya awal bulan Juni 1998, pasca reformasi bergulir, dengan
tekad yang bulat dan dibarengi oleh kejenuhan berdemonstrasi, mereka kembali
turun gelanggang melakukan aksi sosial di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan,
yang kemudian berubah nama menjadi “Pusat Pembinaan dan Pemberdayaan
Anak Jalanan (P3A)”. Nama ini lebih spesifik dan mencerminkan sebuah wadah
pembinaan terhadap anak jalanan.
Awalnya, kegiatan ini hanyalah kegiatan kemahasiswaan biasa. Namun
dalam perjalanananya, kegiatan tersebut mendapatkan dukungan luas dari
berbagai kalangan, baik pemerintah maupun masyarakat. Dari pihak pemerintah,
dukungan datang secara langsung dari Dirjen Dikluspora Depdiknas RI, waktu
itu, Bapak Prof. Dr. Sudijarto. Bahkan Dharma Wanita Dikluspora dan Depdiknas
RI adalah salah satu donatur kegiatan tersebut. Kemudian kegiatan pembelajaran
tersebut diresmikan langsung oleh Ibu Soerono (Kasi Dikmenti DKI Jakarta) pada
bulan Juni 1998, bertempat di Masjid Al-Aww abin, Polsek Pasar Minggu. Dari
kelompok masyarakat, kegiatan tersebut mendapatkan dukungan dari berbagai
kelompok pengajian serta perorangan, bahkan ada dari kalangan pengusaha.
Seperti Pengajian Jenggala Cipete Selatan, Yayasan RAHMA (yang menyediakan
nasi murah/cepek), Pengajian Keluarga Sakinah, dan lain-lain.
Mengingat kegiatan sosial tersebut haruslah berkesinambungan dan mesti
ada pertanggungjawaban secara yuridis, muncul desakan dari kalangan masyara
kat agar wadahnya berbadan hukum. Karena itu kelompok mahasiswa tersebut
mulai berpikir keras serta melakukan pendekatan dengan tokoh-tokoh nasional
41
untuk mendukung kelangsungan serta keberhasilan proses belajar mengajar
tersebut.
Maka, muncullah beberapa nama tokoh nasional seperti Hj. Anniswati M.
Kamaluddin (Ketua Presidium Majlis Nasional KAHMI), DR. Hj. Marwah Daud
Ibrahim (anggota DPR RI), Prof. DR. Ir. H. Fachrudin (Mantan Rektor
Universitas Hasanuddin Ujung Pandang yang juga anggota DPR RI), H. Houtman
Z. Arifin (seorang Bankir dan Mantan Vice President Citibank), Hj. Yufimar Ali,
SH (keluarga pengusaha dan anggota Dewan Pakar ICMI KORWIL DKI Jakarta).
Di samping mereka terlibat sebagai anggota badan pendiri, sekaligus juga sebagai
dewan pembina lembaga, yang kemudian dibakukan dengan akte notaris No. 2,
tanggal 3 November 1998 dengan nama Yayasan Bina Anak Pertiwi, Pusat
Pembinaan dan Rumah Belajar Anak Jalanan/Terlantar.
Yayasan Bina Anak Pertiwi, sebagai Pusat Pembinaan dan Rumah
Belajar Anak Jalanan/Terlantar, dalam menjalankan aktivitasnya selalu bersama-
sama masyarakat. Adanya pengakuan masyarakat serta rasa memiliki yang sangat
tinggi terhadap lembaga, merupakan modal utama keberhasilan dan kelangsungan
program. Menciptakan rasa saling ketergantungan antara masyarakat dengan
lembaga, demikian juga sebaliknya adalah merupakan suatu hal yang niscaya.
Untuk itu, diperlukan sinergisitas antara kepentingan lembaga dengan
kebutuhan masyarakat. Pihak lembaga harus mengidentifikasi jenis-jenis
kebutuhan, potensi yang dimiliki, serta menginventarisasi berbagai aspirasi yang
berkembang di masyarakat. Dengan demikian, apa yang diprogramkan oleh
42
lembaga merupakan cerminan dari suatu kebutuhan murni serta harapan segmen-
segmen masyarakat tertentu yang akan diberdayakannya.
Untuk itulah, Yayasan Bina Anak Pertiwi, dengan motto, ”bersama untuk
bangsa”, telah melaksanakan berbagai program riil di masyarakat, seperti,
Bimbingan Agama dan Etika Bermasyarakat, Pendidikan dan Pelatihan
Keterampilan Kerja, Pengembangan Seni Budaya (Minat dan Bakat), Pelayanan
Kesehatan dan Kesejahteraan, Pengembangan Usaha Mandiri, serta Penempatan
Kerja.
B. Visi, Misi, dan Tujuan
Adapun Visi, misi, dan tujuan Yayasan Bina Anak Pertiwi adalah sebagai
berikut (Company profile Yayasan Bina Anak Pertiwi, dibuat pada tanggal 08
September 2007) :
Visi Yayasan Bina Anak Pertiwi adalah meningkatkan taraf hidup serta
kesejahteraan sosial masyarakat fakir miskin, terutama anak yatim, anak
jalanan/terlantar serta anak kurang mampu menjadi anak bangsa yang konstruktif
dan bermartabat sejalan dengan potensi yang dimilikinya untuk mewujudkan masa
depan bangsa yang lebih berkualitas.
Misi Yayasan Bina Anak Pertiwi, yaitu (1) menumbuhkan rasa percaya
diri yang tinggi, (2) menciptakan peluang kerja baru dengan mengembangkan
pelatihan kerja, (3) menggali serta memberdayakan potensi yang dimilikinya agar
menjadi manusia yang mandiri dan produktif, dan (4) mengembangkan peran serta
masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk turut serta mengentaskan dan
43
memberdayakan fakir miskin, terutama anak yatim, anak jalanan /terlantar, dan
anak kurang mampu.
Tujuan yang ingin dicapai dari rumah singgah adalah: (1) mengembangkan
sikap mental positif, (2) membangun akhlak al-karimah, (3) menggali serta
memberdayakan potensi yang dimiliki warga belajar dan (4) Memberikan
gambaran akan kepastian masa depan dengan berbekal berbagai keterampilan
kerja dan pengembangan usaha mandiri, serta penempatan kerja.
Yayasan dalam menjalankan aktivitasnya selalu bersama-sama
masyarakat, di mana kegiatan tersebut dilangsungkan. Adanya pengakuan
masyarakat serta rasa memiliki yang sangat tinggi terhadap lembaga merupakan
modal utama keberhasilan kelangsungan program. Maka dilakukan sinergi antara
kepentingan lembaga dengan kebutuhan masyarakat. Pihak lembaga harus
mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan, potensi yang dimiliki serta menampung
berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat. Dengan demikian, program
yang dirancang oleh lembaga adalah merupakan cerminan dari suatu kebutuhan
serta harapan segmen-segmen masyarakat tertentu yang akan diberdayakannya.
Bina Anak Pertiwi, dengan motto “bersama untuk bangsa”, telah melaksanakan
berbagai program riil di masyarakat, seperti, bimbingan agama dan etika
bermasyarakat, pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja, pengembangan seni-
budaya (minat dan bakat), pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, pengembangan
usaha mandiri serta penempatan kerja.
44
C. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Yayasan Bina Anak Pertiwi terdiri dari seorang
pimpinan yaitu Abdus Saleh dibawah binaan Ahmad Zayadi. Terdapat seorang
tenaga administrasi (Ali Muhtar), dua pendamping anak jalanan (Ali Santso dan
Ari M Riski), dua staff (Siti Wahdah Zaini dan Suliyati Sanaf) dan dua Sakti
Peksos (Siti Maryam, Novita Dewi, Agus) (Company profile Yayasan Bina Anak
Pertiwi, dibuat pada tanggal 08 September 2007).
Hubungan antara pimpinan dan beberapa pengelola yayasan dengan anak
binaan sangat dekat bahkan seluruh anak binaan menganggap ia sebagai
keluarganya sendiri. Menurut anak binaan, pimpinan dianggap sebagai orangtua
dan kakaknya. Perhatian yang diberikannya kepada anak binaan membuat anak
binaan merasa dianggap sebagai anggota dari sebuah keluarga. Namun terdapat
pula beberapa pengelola yang memiliki hubungan yang tidak begitu dekat dengan
anak binaan, karena dalam melakukan pembinaan kepada anak binaan terdapat
jarak di antara mereka.
Selanjutnya, pola perekrutan pengelola Yayasan tidak didasarkan kriteria
layaknya sebuah perusahaan mempekerjakan karyawan. Modal utama untuk
menjadi pengelola adalah keikhlasan untuk memberikan pelayanan kepada anak
jalanan. Pengelola yayasan bertindak sebagai pembina anak jalanan. Sebagian
besar pengelola di yayasan merupakan volunteer. Namun ada pula pengelola atau
pembina yang bekerja karena ditugaskan oleh Kementrian Sosial RI yakni Satuan
Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos). Sakti Peksos bertugas untuk memantau dan
45
membantu pelaksanaan program-program pemberdayaan anak jalanan di rumah
singgah.
46
BAB III
TEMUAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Bab ini membahas tentang hasil atau temuan-temuan penelitian di
lapangan. Pembahasan meliputi pola pembinaan anak jalanan, bentuk-bentuk
pembinaan anak jalanan, dan kontribusi pembinaan terhadap perilaku anak
jalanan.
A. Pola Pembinaan Anak Jalanan
Pada dasarnya anak merupakan Karunia Ilahi dan amanah yang dalam
dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi.
Anak juga merupakan potensi sumber daya insani bagi pembangunan nasional,
karena itu pembinaan dan pemberdayaannya harus dimulai sedini mungkin agar
dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan bangsa dan negara.
Begitupun dengan anak jalanan, mereka adalah generasi penerus bangsa yang
harus diperhatikan pula. Selama ini, anak jalanan hanya dipandang sebelah mata
karena kekurangannya, dan bahkan mereka mendapat pencitraan negatif dari
sebagian besar masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa anak jalanan merupakan permasalahan
yang kompleks, di mana setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Kerena
banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus dalam kehidupan jalanan,
seperti: rendahnya ekonomi keluarga atau tekanan kemiskinan, ketidak
47
harmonisan rumah tangga orang tua, dan masalah khusus menyangkut hubungan
anak dengan orang tua (Suyanto, 2010: 196). Tetapi bagaimanapun itu, anak
jalanan telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Mereka
memerlukan perhatian khusus untuk diberikan pengarahan, pelatihan, dan
pembinaan terhadap perilaku mereka selama ini yang diidentik sebagai pembuat
kerusuhan, suka mencuri, dan amoral.
Pada awalnya, kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Yayasan Bina
Anak Pertiwi adalah dengan menfasilitasi anak-anak untuk tetap belajar,
meskipun mereka masih ada yang mengamen, jual kantong plastik, jual koran, dan
semir sepatu. Sebagai lembaga sosial yang berbasis Islam, pembinaan di Yayasan
Bina Anak Pertiwi ini tentu saja berbasis agama Islam. Program-program yang
dilakasanakan, seperti sholat berjemaah, dan pembinaan keagamaan mendasar
bagi anak-anak. Misalnya cara berwudhu’, cara sholat, mengaji, dan segala
macamnya. Tujuannya adalah agar anak-anak itu mengerti budi pekerti yang baik,
bersikap baik di masyarakat, bisa menghormati orang tua, dan supaya anak ini
tetap berpegang teguh kepada prinsip keagamaan mereka. (Wawancara dengan
Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013).
Kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh lembaga tidak lain adalah
memberikan fasilitas-fasilitas untuk anak jalanan agar mereka tetap belajar.
Sehingga pendidikan mereka tetap terpenuhi. Sebagaimana amanat Undang
Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran” (Freire & Mangunwijaya, 2004: 93).
48
Kebutuhan pendidikan merupakan suatu berkah dari Maha Pencipta
terhadap ciptaan-nya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang ditakdirkan
untuk memperoleh pendidikan. Perolehan pendidikan bukanlah merupakan ikatan
terhadap manusia itu justru untuk pembebasan manusia dari hakikatnya sebagai
makhluk yang bebas dan berakal budi. Sebagai makhluk alamiah yang dilahirkan
di dalam lingkungan alamiahnya manusia diberikan kebebasan untuk menentukan
sendiri posisinya di dalam dalam lingkungan alamiahnya itu. Di sinilah terletak
kebebasan dan keterikatan manusia dalam proses pengembangan
kemanusiaannya. Realisasinya kemanusiaan makhluk manusia merupakan suatu
proses pembebasan. Itulah makna pendidikan bagi manusia (Tilar, 2005: 110).
Selanjutnya, suatu kegiatan pendidikan tidak akan berlangsung secara
efektif ketika sebuah lembaga tidak memiki seorang guru sebagai tenaga pengajar.
Di Lembaga Yayasan Bina Anak Pertiwi ini terdapat beberapa seorang
pendamping, yang tugasnya mendampingi dan juga sebagai guru pengajar anak
jalanan pada lembaga itu.
Secara umum seorang guru itu harus memenuhi dua kategori yaitu
memiliki capability dan loyality. Artinya seorang guru itu harus memiliki
kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik
tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai
evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan. Gilbert H. Hunt dalam bukunya
Effective Teaching menyatakan bahwa guru yang baik harus memenuhi tujuh
kriteria, yaitu : memiliki sifat (antusias, stimulatif, toleran, sopan, bijaksana, dan
lain-lain), pengetahuan tinggi, apa yang disampaikan dapat dipahami siswa secara
49
maksimal, bagaimana mengajar, harapan, reaksi guru terhadap siswa, dan
management (Rosyada, 2004: 113-114).
Dari hasil wawancara penulis di lapangan terlihat, bahwa kesediaan
mereka sebagai pendamping/guru di lembaga itu berdasarkan atas kemauannya
sendiri. Artinya, tidak ada proses pengangkatan secara khusus yang dilakukan
oleh lembaga tersebut. Selain itu, mereka mau menjadi pendamping/guru karena
merasa telah dibesarkan oleh lembaga. Mereka pada umumnya juga merupakan
mantan anak jalanan yang diasuh, dan disekolahkan oleh lembaga. Dari situ
mereka merasa terpanggil untuk membantu lembaga tersebut dalam mendampingi
anak jalanan. Sebagai pendamping/guru mereka memiliki tugas yang berbeda-
beda. Sebagimana yang diungkapkan oleh Ari M Rifki, salah satu
pendamping/guru di bawah ini :
Saya sebagai pendamping ya tugasnya mungkin sebagai guru,
mendidik anak-anak dengan mengajarkan sopan santun, mungkin ya
moralnya di sini, etikanya, terus menangani proses hukum,
mendampingi, memberikan pelatihan keterampilan, ngajak jalan-
jalan ke luar mungkin atau rekreasi anak-anak. Ya kita sebagai
pendamping harus ikut berperan aktif lah mendampingi anak-anak
(Wawancara dengan Ari M Rifki, pada tanggal 16 April 2013).
Hal senada juga diungkapkan oleh Ali Santoso, pendamping/guru yang
lain, sebagai berikut :
Kalo kita di sini tugasnya masing-masing, kalo saya mendampingi
anak-anak yang di dilapanagan yang kadang-kadang punya masalah
dengan hukum, bermasalah dengan preman-preman, mungkin juga
yang mempunyai perselisihan antar anak-anak di luar (Wawancara
dengan Ali Santoso, pada tanggal 17 April 2013).
50
Sebagai pendamping/guru tugasnya adalah mendidik dan membimbing
para anak jalanan. Pendidikan yang mereka berikan, seperti mengajarkan sopan
santun, moral, etika, dan keterampilan. Selain itu, tugas sebagai pendamping/guru
juga untuk menangani permasalahan hukum yang terjadi pada mereka. Karena
tidak sedikit dari mereka yang sering berhubungan dengan proses hukum. Tetapi
dari para pendamping tersebut, sudah memiliki tugas masing-masing dalam
menganani hal itu.
Adapun, pola pembinaan yang diberikan oleh Lembaga Yayasan Bina
Anak Pertiwi terhadap anak jalanan yaitu: pertama, melalui pendekatan
kekeluargaan. Artinya seorang pengurus/pendamping harus bersikap bahwa anak-
anak ini tidak ada bedanya dengan anak-anak sendiri, tidak bedanya dengan adik-
adik sendiri, dan tidak bedanya dengan saudara sendiri. Pembina, pengurus, serta
guru yang ada di lembaga bersifat multifungsi. Artinya, pembina harus bisa
menjadi orang tua, menjadi kakak, menjadi teman dekat yang bisa anak-anak itu
secara terbuka untuk curhat, mengadu, berkeluh kesah, atau bahkan bermanja-
manja. Karena pengurus itu sendiri merupakan bagian terdekat atau keluarga baru
anak-anak jalanan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Abadus Saleh,
sebagai Pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Kita selalu melalui pendekatan. Pendekatannya adalah pendekatan
kekeluargaan, bagaimana kita bersikap bahwa anak-anak ini tidak
bidanya dengan anak-anak kita bahwa anak-anak ini tidak bidanya
dengan adik-adik kita, bahwa anak-anak ini tidak bedanya dengan
saudara kita, jadi yang kita laksanakan adalah bimbingan dengan
cara kekeluargaan otomatis Pembina, pengurus, guru yang ada di
lembaga harus berperan fungsi, artinya harus multifungsi perannya
dalam membina anak-anak misalnya kita sebagai Pembina harus bisa
menjadi orang tua, kita sebagai Pembina harus bisa menjadi kakak,
51
kita sebagai Pembina harus bisa menjadi teman dekat yang bisa
anak-anak ini secara terbuka untuk curhat, mengadu, berkeluh kesah
atau bahkan bermanja-manja terhadap kita karena kita bagian
terdekat atau keluarga mereka. Dari situlah proses pembinaan
keagamaan bisa dicapai dengan baik (Wawancara dengan bapak
Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013).
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis selama di Yayasan Bina
Anak Pertiwi, memang terlihat bahwa hubungan diantara mereka sudah seperti
keluarga sendiri. Seperti ketika mereka masak bersama, makan barsama, tidur
bersama, ngobrol bareng, dan bercanda tawa.
Dari sini terlihat bahwa lembaga ini telah menjadi keluarga baru bagi anak
jalanan. Sehingga anak-anak merasa bahwa lembaga adalah rumah sendiri, dan
tinggal bersama saudara sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat ST. Vembriarto,
bahwa selain fungsi biologik, keluarga juga memiliki fungsi lain. Pertama, fungsi
afeksi, terjadinya hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan, cinta kasih,
yang pada akhirnya menumbuhkan hubungan persaudaraan, persahabatan,
kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan tentang nilai-nilai. Kedua, fungsi
sosialisasi, yang merujuk pada peran pembentukan kepribadian anak. Di sinilah,
anak mempelajari pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita, dan nilai-
nilai dalam masyarakat (Yusuf, 2008: 45-46).
Kedua, melalui pembinaan individu. Pembinaan perindividu dilakukan
atau dilaksanakan di jalanan. Tujuannya untuk mengenal, mendampingi dan
menjalin komunikasi dengan anak jalanan, dengan kegiatan, antara lain:
konseling, diskusi dan sharing pengalaman. Kegiatan ini berorientasi pada usaha
52
menangkal pengaruh-pengaruh negatif dan membekali anak jalanan dengan nilai-
nilai atau wawasan positif.
Ketiga, melalui pembinaan kelompok. Pembinaan kelompok dilaksanakan
dengan cara mengumpulkan anak jalanan serta pendampingan pekerja sosial untuk
mengkaji permasalahan yang sama. Pembinaan dilaksanakan dalam bentuk
permainan yang di dalamnya terdapat konsep pengubahan sikap dan perilaku
anak.
Adapun proses pembinaan dilakukan secara formal dan non-formal. Secara
formal dilakukan dengan program pendidikan kejar paket. Seperti, dengan
memberikan mereka pendidikan paket A, B, dan C. Sedangkan yang non-formal
dilakukan di sela-sela waktu pembelajaran, dengan memberikan mereka
pengetahuan tentang moral. Misalnya, pada waktu-waktu tertentu dengan cara
berkumpul bersama dan sharing tentang permasalahan-permasalahan yang mereka
hadapi.
Dalam proses pengajaran di lembaga itu tidak dilakukan setiap hari karena
melihat juga aktifitas yang dilakukan anak jalanan masih banyak yang ngamen,
ngernet angkot, nyetir metro mini, dan lain-lain. Biasanya pembelajaran itu
dilakukan disela-sela waktu mereka kosong atau ketika mereka lagi berada di
Yayasan. Dan dalam seminggu kegiatan belajar anak jalanan ini biasanya hanya
berlangsung 2 sampai 3 kali. Hal ini seperti yang disampaikan Ari M Rifki
sebagai pendamping/guru di sana :
Seminggu mungkin 3 kali, 3 kali itu dari jam 8.00 sampe jam 11.00
siang. Di sela-sala itu kita memberikan ilmu-ilmu pendidikan, ya
53
salah satunya tentang pendidikan moral lah. Tapi itu sifatnya gak
formal ya. Karena mereka belajarnya di sini di yayasan (Wawancara
dengan Ari M Rifki, pada tanggal16 April 2013).
Hal senada juga disampaikan oleh Ali Santoso yang juga sebagai
pemdamping/guru di sana :
Klo seminggu tergantung, kadang saya mengajar dua atau tiga hari,
disini kan tidak hanya ada satu atau dua pelajaran, juga timnya tidak
hanya dua atau tiga orang, disini mungkin ada enam orang. Ya saya
hanya mengajar dua atau tiga hari saja (Wawancara dengan Ali
Santoso, pada tanggal 17 April 2013).
Secara umum, dalam kegiatan pembelajaran di sekolah biasanya
menggunakan panduan khusus sebagai acuan dalam memberikan materi pelajaran.
Akan tetapi, di Yayasan Bina Anak Pertiwi ini tidak ada panduan khusus yang
dipakai dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Hanya saja para pendamping/guru
memberikan pembinaan cukup dengan pengalaman yang didapat dari luar. Jadi,
kalau secara khusus mereka tidak menggunakan panduan dalam memberikan
pembinaan terhadap anak jalanan.
Dalam konsep mengajar dan belajar yang ideal harus diimbangi pula
dengan perubahan worldview guru yang sesuai dengan kecenderungan perubahan-
perubahan tersebut, kerena implementasi konsep mengajar untuk mengubah
perilaku dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak baik menjadi baik, dari tidak
mengerti menjadi mengerti, memberi ruang pada guru untuk dominan, memaksa,
dan tidak memberi dorongan tapi malah cemoohan, sebagai implementasi teori
reward and punishment. Kebijakan pola pengajaran seperti ini yang bisa
menimbulkan sikap tidak peduli pada siswa (Rosyada, 2004: 112).
54
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ari M Rifki, bisa disimpulkan
bahwa metode-metode yang dipakai dalam membina anak jalanan adalah sebagai
berikut :
1. Metode pendekatan-pendekatan. Metode pendekatan di sini dilakukan
dengan cara sharing atau musyawarah dengan mengikuti semua kemauan
anak dulu. Seperti yang awalnya mereka seorang pecandu, maka akan
dijauhkan dengan dikasih rokok sebagai penggantinya. Proses seperti itu
sangat membutuhkan waktu yang lama untuk mengembalikan mereka
menjadi orang yang normal atau seperti orang yang semestinya.
2. Metode memecahkan masalah (Problem solving method) yaitu supaya
mereka bisa memahami persoalan-persoalan di luar. Melalui metode ini
mereka dilatih untuk menyadari bahwa ada persoalan, lalu
mengidentifikasi dan memahami persoalan tersebut, menganalisanya
dengan tujuan untuk menggali akar penyebabnya, membuat hipotesis atau
jalan keluar yang ditawarkan dan mengujinya ketingkat praksis, apakah
jalan keluar yang diantisipasinya sungguh-sungguh menyelesaikan
persoalan yang dihadapi atau tidak. Melalui metode pemecahan masalah,
mereka dipicu kreasi dan imajenasinya untuk menemukan jalan keluar dari
persoalan yang dihadapinya.
3. Metode belajar untuk menyelidiki dan menilai (Learning by exploring and
appreciating). Metode ini dilakukan dengan menonton film bareng supaya
mereka dapat memahami nilai-nilai yang dapat dipelajari dan reaksi apa
yang muncul pada saat mereka melihat situasi yang ditanyangkan di dalam
55
film tersebut. Pada saat melihat adegan kekerasan terhadap orang tidak
bersalah misalnya, apakah diri mereka muncul kemarahan moral atau
bersikap indefferent. Rasa kemanusiaan dapat diasah melalui analisis film
atau karya seni lainnya.
Secara teoritis metode di sini, menunjukkan bahwa peserta didik dituntut
untuk kritis dalam melihat permasalahan di lingkungan sekitar. Hal ini sejalan
dengan pendapat Paulo Freire dan Mangunwijaya dalam teori pendidikan hadap
masalah, yaitu pendidikan yang memberikan kebebasan penuh kepada
masyarakat atau siswa untuk merefleksikan masalah, seperti mengajukan
pertanyaan-pertanyaan atau melakukan emansipasi memalui metode pendidikan.
Pendidikan hadap masalah merupakan pendidikan kritis diaologis yang
menempatkan manusia sebagai subjek bagi dirinya sendiri (Freire &
Mangunwijaya, 2004: 117).
Selanjutnya, Jonh Dewey juga menekankan bahwa siswa-siswi harus
dilatih untuk berfikir rekleftif, yakni mencoba melatih mereka untuk
mengaplikasikan teori pada kasus dan situasi yang baru (Rosyada, 2004, 42).
B. Bentuk-Bentuk Pembinaan Anak Jalanan
Kegiatan pembinaan anak jalanan di sebuah lembaga sosial biasanya
tergabung dalam layanan resosialisasi dan pendidikan, diantaranya; (1) kegiatan
keagamaan yang antara lain peringatan hari besar agama; (2) pengajaran dan
diskusi tentang norma sosial; (3) bimbingan sosial kasus, baik yang terjadi di
keluarga, sekolah, maupun lokasi tempat kerja anak jalanan, dan; (4) kunjungan
56
ke rumah orang tua anak jalanan dalam rangka penyatuan kembali dengan
keluarganya (Alimuddin, 2007: 76).
Setelah dilakukan wawancara lebih dalam tentang bentuk-bentuk
pembinaan anak jalanan di Yayasan Bina Anak Peritiwi ini, didapatkan beberapa
bentuk pembinaan-pembinaan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh
Abdus Saleh sebagai Pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Klo di Yayasan Bina Anak Pertiwi ini pembinaan yang dilakukan
klo yang secara umum ya seperti ada yang sifatnya Pembinaan
keterampilan, di sini sebagai upaya untuk memberikan anak jalanan
keahlian atau skill supaya nantinya mereka bisa menjadi anak yang
mandiri. Seperti pelatihan bikin sandal dan pelatihan
otomutif/bengkel. Terus juga pembinaan yang melibatkan sejumlah
tokoh masyarakat supaya mereka juga terlibat dalam pendampingan
anak jalanan gitu, juga kita ada pembinaan yang melibatkan pihak
kepolisian dengan menjelaskan peraturan-peraturan yang harus
dipatuhi dan dilarang, program pendidikan seperti kejar paket bagi
anak jalanan yang masih ingin sekolah, ada juga ya pembinaan
keagamaan dengan mengajarkan mereka sikap dan perilaku yang
sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat dengan
melalui pendidikan aqidah, ibadah dan akhlaq, pembinaan kesehatan
dengan melibatkan dinas kesehatan dengan mengenalkan tentang
bahaya seks dan penyakit-penyakit akibat dari pergaulan bebas, ya
itu aja pembinaan yang dilakukan kami disini (Wawancara dengan
Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013).
Di sini, dapat dijelaskan bahwa bentuk-bentuk pembinaan yang selama ini
diterapkan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi, antara lain :
1. Pembinaan Keterampilan dan Skill
Pembinaan keterampilan di sini sebagai upaya untuk memberikan anak
jalanan keahlian atau skill supaya nantinya mereka bisa menjadi anak yang
mandiri. Pembinaan keterampilan yang dilakukan seperti pelatihan membuat
57
sandal dan pelatihan otomotif/bengkel. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan
oleh Dewi Apriani, seorang anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Paling pendidikan doang kayak program paket di sini, ya kayak
pelatihan juga, dulu ada tu pelatihan bikin sandal, ya itu ja
(Wawancara dengan Dewi Apriani, pada tanggal 20 April 2013)
Senada juga diungkapkan oleh Faisal Saputra, seorang anak jalanan lainya,
sebagai berikut :
Ya kadang-kadang futsal, terus apa namanya itu ? pelatihan bikin
sandal (Wawancara dengan Faisal Saputra, pada tanggal 8 April
2013)
Diperkuat juga oleh Dede Saputra :
Wah banyak, pengalamannya juga banyak. Seperti kegiatan montir
motor, pendidikan paket B dan belajar mengajar, ekarang karena kak
Wahdah jarang ke sini ya belajarnya sudah jarang. Klo dulu sangat
sering sekali bang, dan juga di sini banyak temannya, bisa ngumpul-
ngumpul klo di rumah bete (Wawancara dengan Dede Saputra, pada
tanggal 6 April 2013)
Dari hasil wawancara dengan pimpinan Yayasan bapak Abdus Shaleh
mengatakan, bahwa dari hasil pelatihan yang diberikan oleh lembaga sejauh ini
belum ada dari anak jalanan yang memanfaatkannya untuk membuka usaha
sendiri. Namun, ada sebagian dari mereka hanya memanfaatkan keahliannya
untuk bekerja di salah satu perusahaan. Seperti pada pabrik-pabrik atau tempat-
tempat otomutif (bengkel). Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Dede
Saputra, seorang anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Klo untuk buka usaha sendiri belum pernah kak. Ya paling hanya
pernah bekerja di bengkel punya saudara. Karena klo untuk buka
usaha sendiri masih belum punya modal kak (Wawancara dengan
Dede Saputra, pada tanggal 5 April 2014).
58
Senada juga diungkapkan oleh Faisal Saputra, seorang anak jalanan
lainnya, sebagai berikut :
Saya dulu pernah bekerja di pabrik sandal di daerah Jaktim bang, tapi
gak lama sih skr udah berhenti. Ya klo pengennya sih mau usaha
sendiri klo ada modal. Pengennya ada modal dari lembaga, tapi
sejauh ini masih belum bang (Wawancara dengan Faisal Saputra,
pada tanggal 5 April 2014).
2. Pembinaan Yang Melibatkan Sejumlah Tokoh Masyarakat
Dalam pengertian ini, mengajak segenap masyarakat untuk peduli terhadap
anak jalanan, diantaranya melalui tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh
seperti RT, RW, Kelurahan atau orang-orang yang bisa mempengaruhi anak ke
arah yang lebih baik. Bisa jadi pelibatan tokoh masyarakat dalam bimbingan anak
jalanan adalah sebagai langkah bagaimana masyarakat peduli terhadap anak
jalanan. Selain itu, tokoh masyarakat digunakan sebagai pengenalan terhadap anak
jalanan tentang norma-norma yang kurang dihiraukan.
3. Pembinaan Yang Melibatkan Pihak Kepolisian
Pembinaan ini lebih ditekankan pada bagaimana sebenarnya peraturan-
peraturan yang harus dipatuhi dan dilarang kemudian dijelaskan. Selain itu,
pelibatan Dinas Kepolisian juga bertujuan agar anak jalanan lebih paham dan
mengerti tentang tata tertib di jalanan. Pembinaan dari Dinas Kepolisian tidak
hanya memberikan pengenalan tentang peraturan-peraturan jalanan, tetapi juga
lebih banyak mengajak anak jalanan untuk tidak terlibat kriminalitas dan belanja
untuk obat-obatan terlarang (Narkoba) dan lain-lain.
59
4. Program Pendidikan
a). Kegiatan pendidikan melalui kejar paket
Sebagai usaha preventif agar anak jalanan tetap bersekolah. Karena
banyak sekali dari anak jalanan itu yang putus sekolah dan tidak dapat
menikmati pendidika. Di Yayasan Bina Anak Pertiwi dalam upaya
masukkan pada kejar paket supaya mereka bisa mendapatkan izajah
sehingga nantinya dapat digunakan untuk mencari pekerjaan yang layak.
b). Kegiatan Rekreasi
Kegiatan rekreasi itu sebagai sarana mengajak anak jalanan untuk
lebih mengenal diri sendiri (refleksi diri) baik potensi, bakat dan minatnya.
Dengan metode rekreasi yang dipadukan dengan kegiatan-kegiatan
permainan dan menyenangkan bagi anak.
5. Pembinaan Keagamaan
Sebagai usaha preventif untuk menangkal sikap dan perilaku yang tidak
sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Pendidikan agama di
berikan pada anak jalanan dengan materi-materi yang disesuaikan dengan kondisi
saat ini, yang dikaitkan dengan ajaran agama Islam. Harapan dari kegiatan ini agar
anak jalanan mempunyai bekal keagamaan dan tidak mudah terpengaruh oleh hal-
hal negatif. Misalnya: minum-minuman keras, pergaulan bebas, narkoba dan lain
sebagainya. Di Yayasan Bina Anak Pertiwi pembinaan keagamaan dilakukan
dengan pendekatan sebagai berikut :
60
a) Pendidikan aqidah, yaitu pembinaan keyakinan kepada Allah SWT yang
diharapkan dapat melandasi sikap, tingkah laku, dan kepribadian anak,
sebab pendidikan keimanan terutama aqidah akan mengarahkan manusia
memiliki keyakinan bahwa Allah SWT hanya satu-satunya tuhan yang
wajib disembah. Adapun cara-cara menanamkan aqidah pada anak jalanan
antara lain adalah dengan menumbuhkan kepercayaan akan keesaan Allah
SWT, memperkenalkan ucapan dua kalimat syahadat, mengajarkan ucapan
bismillahhirrohmanirrohim, dan mengajak sholat berjamaah.
b) Pendidikan ibadah, ibadah merupakan manifestasi dari iman yang telah
diikrarkan dalam hati artinya seseorang yang telah mengaku beriman harus
juga membuktikannya dengan perbuatan-perbuatan ritual yang disebut
ibadah. Misalnya, kewajiban akan sholat para pendidik perlu mengajarkan
anak-anak jalanan tentang ibadah sholat sejak dini. Anak harus bisa
melaksanakan ibadah sholat yang merupakan salah satu tanda keimanan
kepada Allah SWT. Dengan demikian, apabila sejak kecil anak sudah
dibiasakan untuk mengerjakan sholat dengan baik atas bimbingan dan
keteladaan dari orangtua, maka anak akan terbiasa untuk melakukannya
dalam kehidupan sehari-hari dan kebiasaan tersebut akan terbiasa sampai
ia dewasa bahkan sampai tua nanti.
c) Pendidikan akhlak, atau budi pekerti merupakan suatu yang sangat penting
untuk diberikan kepada anak sebagai bekal guna mencapai pribadi Muslim
sebagaimana yang dicita-citakan. Sebab keimanan serta Keislaman
seseorang tidak akan sempurna jika tidak disertai dengan akhlakul
61
karimah. Maksud dari pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai
dasar-dasar akhlak dan keutamaan pembentukan tabiat yang dimiliki oleh
anak dimulai sejak kecil sampai dewasa.
Dari penjelasan di atas, bahwa pembinaan agama yang di lakukan oleh
lembaga yaitu dengan mengajarkan anak jalanan tentang prilaku yang baik.
Sebagaimana diungkapkan oleh Dede Saputra, salah seorang anak jalanan, seperti
berikut :
Waktu itu pernah di ajarin sama kak Ali, karena kak ali sudah gak
ada, gak ada yang ngajarin agama lagi. Contohnya belajar sholat dan
ngaji, klo yang belum bisa al-qur’an dari iqro’ dulu gitu.
Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa ngaji dikit-dikit
(Wawancara dengan Dede Saputra, 6 April 2013).
Hal senada juga dinyatakan oleh Faisal Saputra terkait dengan bimbingan
agama dan perilaku :
Di ajarin, seperti ngaji dan sholat. Tapi untuk melakukannya sih
jarang-jarang. Dan bersyukur aja setelah dapat pembinaan kayak itu
saya tahu sekarang walau jarang-jarang melakukannya (Wawancara
dengan Faisal Saputra, 18 April 2013).
Diperjelas lagi oleh informan Maryam :
Ya, kayak belajar ngaji, sholat sama kakak-kakaknya disini, seperti
yang sering ngajarin itu kak Ari (Wawancara dengan Maryam, 20
April 2013)
6. Pembinaan Kesehatan Yang Melibatkan Dinas Kesehatan
Pembinaan ini lebih ditekankan pada bagaimana mengenalkan anak
jalanan tentang bahaya seks dan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh adanya
62
pergaulan bebas tersebut. Selain itu, Dinas Kesehatan diajak kerjasama untuk bisa
memahamkan anak tentang manfaat kesehatan dan berobat dini.
Adanya keterlibatan masyarakat atau lingkungan sekitar pada kegiatan
pembinaan seperti telah disebutkan di atas ini menjadi instrumen dalam
menentukan pendidikan pada diri anak jalanan. Hal ini sesuai dengan pendapat
James A. Beane dan Michael W. Apple dalam teori pendidikan demokratis, yaitu
sebuah model pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Sekolah
yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan praktik-praktik demokratis itu
terlaksana, seperti pelibatan masyarakat (stakeholder dan user sekolah) dalam
membahas program-program sekolah, dan prosedur pengambilan keputusan juga
memperhatikan berbagai aspirasi publik, serta dapat dipertanggungjawabkan
implementasinya kepada publik. Demikian pula dengan pola pembinaan siswa,
bahwa pendidikan itu untuk semuanya, guru harus mampu memberikan perhatian
yang sama pada semua siswa, tanpa membedakan antara yang sudah pintar
dengan belum pintar, tidak membedakan antara yang rajin dan yang belum rajin,
semuanya memperoleh perlakuan, walaupun bentuknya mungkin berbeda. Mereka
yang belum pintar diberi waktu untuk memperbaiki dan meningkatkan
kemampuannya di saat liburan umum, sehingga kompetensinya meningkat.
Pembinaan seperti ini, telah memberikan pengalaman-pengalaman praktik
demokrasi bagi anak-anak, yakni perhatian yang seimbang terhadap semua siswa,
tanpa membedakan antara mayoritas dengan minoritas dalam sekolah (Rosyada,
2004: 17-18). Penerapan demokrasi pendidikan sangat penting bagi bangsa
63
Indonesia, karena pendidikan demokrasi akan menumbuhkan semangat
kebersamaan di sekolah (Freire & Mangunwijaya, 2004: 95).
Selanjutnya, Emile Durkheim (1858-1017) dengan teori-teori
pendidikannya memandang pendidikan itu sebagai suatu “social thing”.
Durkheim mengatakan bahwa masyarakat secara keseluruhan beserta masing-
masing lingkungan sosial di dalamnya, merupakan sumber penentu cita-cita yang
dilaksanakan lembaga pendidikan (Idi, 2011: 10-11).
Dalam menjalankan kegiatan pembinaan-pembinaan di Lembaga Yayasan
Bina Anak Pertiwi ini, tidak lepas dengan beberapa kendala atau kesulitan yang
mereka alaminya. Hal itu, akan menjadi salah satu penghambat dalam
berlangsungnya proses pembinaan anak jalanan.
Adapun kendala atau hambatan yang mereka alami adalah: Pertama, anak
jalanan itu cuek dengan keadaan sehingga apapun yang dikatakan oleh pengurus
seakan tidak ada art inya dan diabaikan. Kedua, kehidupan anak jalanan berbeda
sekali dengan anak rumahan yang masih dalam pengawasan orang tuanya.
Kehidupan mereka dijalanan itu sangat keras. Ketiga, anak jalanan susah untuk
diatur dan maunya sendiri. Sehingga ketika dinasehati tidak mengikutinya. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh bapak Abdus Saleh sebagai Pimpinan
Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Tentu saja kendala itu ada tidak hanya pada pembinaan terhadap
anak jalanan, pembinaan terhadap masyarakat umum dan anak yang
mormal ja ada. Di anak jalanan itu kendalanya yang paling kita
rasakan adalah mereka itu cuek dengan keadaan sehingga apapun
yang kita katakan itu biasanya dianggap kayak angin lalu angin lalu
atau apa gitu tapi pada prinsipnya ketika kita itu membina
64
berdasarkan hati, berdasarkan karena allah, klo karena allah ditaruh
didepan bukan karena hal yang lain pasti mereka mengikutinya. Dan
alhamdulillah mereka ikut (Wawancara dengan Abdus Saleh, pada
tanggal 28 April 2013).
Hal senada juga di ungkapkan oleh Ari M Rifki selaku pendamping/guru
di Yayasan Bina Anak Pertiwi :
Mungkin klo kesulitan ada kali’ ya, kesulitan pasti ada. Karena
perbedaan anak jalanan dengan anak rumahan itu beda banget. Klo
anak jalanan ini bisa dibilang lebih keras, gak mudah kita dalam
merberikan pembinaan gak seperti anak rumahan yang masih sama
orang tuanya. Klo anak jalanan ini kan benar-benar tok dijalana itu
kan kehidupan mereka itu keras klo dibilang baku hantam kali’ ya.
Ya klo kita mendidiknya pelan-pelan ja dan harus dengan banyak
gurauan-guarauan, jangan terlalu serius di akrabin gitu lah, karena
klo dengan serius gitu mereka cepat bosan (Wawancara dengan Ari
M Rifki, pada tanggal 16 April 2013).
Hal yang sama juga dirasakan oleh Ali Santoso :
Klo dibilang kesulitan ya pasti ada, itu pasti ada, itu manusiawi kita,
kesulitannya ya mungkin yang awalnya mereka susah di ataur, ya
adalah yang susah di atur, dari 100% ada 10% yang susah diatur,
mereka ingin maunya sendiri misalnya, terutama di luar yayasan.
Kadang meraka bermasalah dengan hukum, bermasalah dengan
preman di luar. Dan ketika dinisi mereka dinasehati setelah keluar
dari yayasan dan balik lagi udah lupa lagi sama apa yang sudah
dinasehati kita, itu susahnya…. (Wawancara dengan Ali Santoso,
pada tanggal 17 April 2013).
Untuk mengatasi kendala di sini, solusi yang dilakukan mereka adalah
dengan melalui pendekatan pertemanan. Artinya, seorang pembina itu tidak hanya
sebagai orang yang selalu memberi intruksi terhadap anak-anaknya. Melainkan
sebagai teman yang terlibat langsung dengan mereka. Misalnya, sebagaimana
yang diungkapkan oleh bapak Abdus Saleh sebagai pimpinan Yayasan Bina Anak
Pertiwi :
65
Ketika waktunya sholat dengan mengajak mereka untuk sholat
bersama bukan dengan menyuruhnya. Karena bisa saja orang yang
menyuruh tersebut tidak melakukan seperti yang diperintahkan
kepada anak-anaknya. Selanjutnya, dengan mencari titik-titik
permasalahan yang mereka miliki bersama-sama. Contohnya, kalau
anaknya itu keras pembina mencoba mengakrabinya dengan
mengajak mereka makan, merokok sambil ngobrol bareng, juga
sambil memberikan nasehat-nasehat yang baik. Karena dengan cara
seperti itu mereka akan terbiasa untuk melakukan perilaku yang
baik, sopan, dan menghormati pembinanya pula (Wawancara dengan
Abdus Saleh, pada tanggal 28 April 2013).
C. Kontribusi Pembinaan Terhadap Perilaku Anak Jalanan
Menjadi manusia yang lebih baik merupakan impian semua orang.
Namun, ketika melihat keberadaan anak jalanan di sekitar kita saat ini sungguh
sangat memprihatinkan. Banyak orang menganggap bahwa anak jalanan amoral,
suka bikin resah masyarakat, mabuk, dan lain-lain. Mereka menganggap perilaku
yang dilakukan itu seakan tidak dapat dihilangkan dan akan menjadi identitas
mereka. Padahal, kalau kita perhatikan perilaku seperti itu masih bisa kita
merubahnya menjadi lebih baik lagi. Kita dapat merubahnya dengan melalui
pembinaan-pembinaan seperti yang dilakukan oleh Lembaga Sosial Yayasan Bina
Anak Pertiwi.
Indikator dalam perubahan pada diri anak jalanan selama ini yang
dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi tidak secara eksplisit ditentukan.
Tetapi paling tidak yang menjadi ukuran bahwa pembinaan dan pendidikan itu
mulai berhasil ketika anak-anak sudah mulai mandi dengan teratur, menjaga
kebersihan dirinya. Karena bagiaan dari tahapan perubahan pada diri anak jalanan
itu memang dari tahap mandi, berpakaian yang rapi, bersih-bersih, dan mulai
66
mengatur cara berbicara. Misalnya, yang biasanya di luar sering mengeluarkan
kata-kata binatang-binatang, ketika di dalam rumah, saat ini sudah berkurang.
Jadi, indikasi-indikasi itu yang dijadikan ukuran. Misalnya juga, yang sholatnya
sekali dalam sebulan mungkin sudah bisa melakukan seminggu dua kali, tidak
harus setiap hari. Namun demikian, lembaga tetap berusaha terus agar anak-anak
jalanan tetap mau meningkatkan intensitas sholatnya menjadi lebih baik, sesuai
aturan yang ada.
Ari M Rifki salah satu pendamping/guru di Yayasan Bina Anak Pertiwi,
mengatakan pandangannya tentang perubahan yang terjadi pada diri anak jalanan,
di bawah ini :
Klo perubahannya sangat banyak. Ya mereka seperti yang saya
bilang tadi mereka dengan diberikan pendidikan seperti itu mereka
mulai terbiasa hidup mandiri, hidup bersih dan mungkin tidak lagi
main pukul hantam atau pukul-pukulan, ya lebih murah hati lah klo
dibilang, lebih mengerti klo dinasehati lebih nurut. Ya sangat jauh
berbesa dari sebelumnya waktu mereka masih berada dijalanan dan
setelah mereka berada di yayasan. Juga saya melihat mereka dengan
masyarakat sekitar yayasan sangat sopan lah bisa menjaga
kesopanan, ya walaupun dari penampilannya mereka seperti itu tapi
mereka sopan. Cuman kan segala sesuatunya butuh proses, ya kita
pelan-pelan aja mendidiknya dengan cara kita. Dan akhirnya itu bisa,
udah sebagian besar dari mereka ada perubahannya (Wawancara
dengan Ari M Rifki, pada tanggal 16 April 2013).
Perubahan tersebut juga diakui oleh Riski Saputra, seorang anak jalanan di
Yayasan Bina Anak Pertiwi, seperti dalam penuturannya :
Udah gak, klo dulu kan parah banget ya benar-benar di jalan banget,
klo sekarang gak. Klo dari prilaku ada perubahan klo dulu di jalanan
terus sering mabuk, berantem, begitu lah, ya lontang lantung dan
sekarang setelah tinggal disini udah lebih baikan (Wawancara
dengan Riski Saputra, pada tanggal 8 April 2013).
67
Banyak perubahan yang nampak terjadi pada diri anak jalanan. Seperti
mereka sudah mulai terbiasa hidup mandiri, hidup bersih, rapi, tidak lagi suka
berantem, mudah dinasehati, sopan sama masyarakat sekitar.
Di sisi lain, perubahan yang nampak terjadi pada diri anak jalanan adalah
ketika mereka mulai mengurangi waktunya di jalanan. Mereka juga mulai beralih
kepada pekerjaan yang lebih baik. Artinya, sudah sebagian dari anak jalanan tidak
lagi mengamin. Hal ini sebagaimana yang di ungkapkan oleh Gifli, seorang anak
jalanan di Yayasan bina anak Peritiwi :
Sekarang udah gak, klo dulu ngamin, ngernit, ngamin, ngernit,
sekarang mah netap jadi sopir ja bang. Klo sikap udah bisa berubah
bang, dulu brutal, sekarang sudah bisa menghormati orang bang
(Wawancara dengan Gifli, pada tanggal 16 April 2013)
Hal senada juga diungkapkan oleh Indri, seorang anak jalanan lainnya,
sebagai berikut :
Ya banyak, salah satunya lebih baik aja. Dulu kan saya jarang banget
pulang tu satu minggu, dua minggu gak pulang, setelah dapat
pembinaan di sini saya pulang tiap hari, ya karena disuruh pulang
sama pembinanya disini (Wawancara dengan Indri, 16 April 2013)
Diperjelas lagi oleh informan Maria Gureti :
Udah gak, sekarang sudah tinggal di rumah. Klo dari segi perilaku
ada sih perubahannya, sekarang lebih nurut ja sama orang tua
(Wawancara dengan Maria Gureti, pada tanggal 16 April 2013)
Diperkuat juga oleh informan Riska Apriani :
Sekarang udah gak lagi, klo sebelumnya masih sering kejalanan gak
pulang, sekarang udah di rumah terus. Klo sikap jauh lebih baik kak
udah bisa sopan sama orang tua (Wawancara dengan Riska Apriani,
pada tanggal 16 April 2013)
68
Berdasarkan observasi yang penulis lakukan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, ditemukan bahwa memang banyak dari anak jalanan yang sudah berpakai
rapi. Tetapi, masih ada sebagian dari mereka yang masih berpaikaan pank.
Dengan masyarakat sekitar terlihat mereka sopan, seperti ketika mereka lewat
depan orang dengan menyapa.
Dari hasil wawancara dengan bapak Moh. Nasir seorang RT setempat juga
mengatakan, bahwa banyak perubahan yang terjadi pada anak jalanan setelah
mendapat pembinaan di Yayasan Bina Anak Pertiwi. Contohnya, mereka sopan
ketika keluar masuk Yayasan. Yang dulunya mereka kadang berbicara keras
sekarang sudah tidak lagi. Ketika mereka bertemu warga di jalan selalu menyapa.
Sementara ibu Teti, salah satu warga mengatakan pandangannya tentang
perubahan yang terjadi pada diri anak jalanan, seperti barikut :
Klo perubahan ada, ya kayak mereka ketika lewat depan orang selalu
menyapa. Kadang mereka juga sering nganterin orang klo mau ke
rumah sakit, ya klo perilaku sopan lah mereka (wawancara dengan
ibu Teti, pada tanggal 27 September 2013).
Bentuk dari perubahan di sini, merupakan salah satu perkembangan anak
kearah yang lebih baik. Dengan pendidikan kita dapat mengetahui mana itu
perilaku yang baik dan buruk. Sesuai dengan pendapat John Dewey, bahwa
kualitas proses pembelajaran yang meningkat, secara otomatis akan meningkatkan
pula kualitas hasil belajar siswa. Belajar dapat diartikan sebagai sebuah proses
yang dengannya organisme memperoleh bentuk-bentuk perubahan perilaku yang
cenderung terus mempengaruhi model perilaku umum menuju pada sebuah
69
peningkatan. Perubahan perilaku tersebut terdiri dari berbagai proses modifikasi
menuju bentuk permanen, dan terjadi dalam aspek perbuatan, berpikir, sikap, dan
perasaan (Rosyada, 2004: 98).
Selanjutnya, Emile Durkheim mengatakan bahwa pendidikan akan
menolong anak-anak mengembangkan sikap moral terhadap masyarakat. Baginya,
pendidikan anak memberi individu disiplin-disiplin yang mereka butuhkan untuk
mengendalikan nafsu yang mengancam mereka. Dan pendidikan bisa
mengembangkan suatu rasa pengabdian terhadap masyarakat dan sistem moralnya
di dalam diri para murid (Ritzer & Goodman, 2009: 115).
70
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan
anak jalanan di Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi yaitu: pertama,
melalui pendekatan kekeluargaan. Artinya seorang pengurus lembaga harus
bersikap bahwa anak-anak jalanan itu tidak ada bedanya dengan anak-anak
mereka sendiri, tidak bedanya dengan adik-adik sendiri, dan tidak bedanya dengan
saudara sendiri. Pendekatan itu dilakukan dengan memberikan mereka bimbingan-
bimbingan agama, mengajarkan prilaku yang baik, bimbingan keterampilan, dan
lain-lain. Dari sini terlihat bahwa hubungan interaksi mereka tidak hanya terjadi
ketika dalam pembelajaran saja. Namun, interaksi mereka juga terjalin ketika
diluar pembelajaran. Kedua, pembinaan individu. Tujuannya yaitu untuk
mengenal, mendampingi dan menjalin komunikasi dengan anak jalanan yang lain.
Ketiga, pembinaan kelompok. Pembinaan ini dilaksanakan dengan cara
mengumpulkan anak jalanan serta pendampingan pekerja sosial untuk mengkaji
permasalahan yang sama.
Kemudia, bentuk-bentuk pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Sosial
Yayasan Bina Anak Pertiwi meliputi : pertama, Pembinaan keterampilan dan
Skill. Bentuk pembinaan ini sebagai upaya untuk memberikan anak jalanan
keahlian atau skill supaya nantinya mereka bisa menjadi anak yang mandiri.
Kedua, Pembinaan yang melibatkan sejumlah tokoh masyarakat. Ketiga,
Pembinaan yang melibatkan pihak kepolisian. Keempat, Program pendidikan.
71
Pendekatan ini melalui kegiatan pendidikan melalui kejar paket dan kegiatan
rekreasi. Kelima, Pembinaan keagamaan. Yaitu sebagai usaha preventif untuk
menangkal sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang
ada di masyarakat. Keenam, Pembinaan kesehatan yang melibatkan dinas
kesehatan. Pembinaan ini lebih ditekankan pada bagaimana mengenalkan anak
jalanan tentang bahaya seks dan penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh adanya
pergaulan bebas tersebut. Artinya, keterlibatan masyarakat yang berpendidikan di
atas, menjadi ukuran tentang maju dan berkembangnya kehidupan masyarakat.
Sebaiknya warga yang berpendidikan tidak segan-segan berpartisipasi aktif dalam
kegiatan sosial, terutama dalam memajukan masyarakat, yakni sebagai motor
penggerak dari peningkatan taraf hidup.
Selanjutnya, dengan adanya program pembinaan anak jalanan yang
dilakukan oleh Yayasan Bina Anak Pertiwi, tampak perubahan pada diri anak-
anak tersebut. Dengan adanya pembinaan-pembinaan tersebut, mereka lebih
mempunyai arah dan tujuan hidup. Jauh dari sebelumnya ketika mereka masih
berada di jalanan. Perubahan yang nampak dari anak jalanan tersebut seperti
mereka sudah mulai terbiasa hidup mandiri, hidup bersih, rapi, tidak lagi suka
bekelahi, mudah dinasehati, sopan sama masyarakat sekitar, mengurangi waktu
mereka dijalanan, dan lain-lain.
Hal ini sejalan dengan teori Paulo Freire dan Jonh Dewey dengan konsep
pendidikan hadap masalah (problem posing), yaitu peserta didik dituntut untuk
kritis dalam melihat permasalahan di lingkungan sekitar. Kedua, teori James A.
72
Beane dan Michael W. Apple dengan konsep pendidikan demokratis, yaitu sebuah
model pelibatan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
B. Saran
Penelitian lapangan tentang pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh
Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi di Daerah Pasar Minggu, Jakarta
Selatan melahirkan beberapa saran diantaranya :
Pertama, untuk lembaga sendiri hendaknya selalu lebih aktif dalam
memberikan pembinaan-pembinaan bagi anak jalanan, dan tidak mudah menyerah
meski banyak menemukan kendala dan kurangnya dukungan masyarakat. Siapa
lagi, kalau tidak dimulai dari masing-masing kita yang peduli terhadap nasib,
pendidikan dan masa depan anak-anak bangsa. Jadikanlah ini sebagai bentuk
pengabdian terhadap bangsa, negara dan agama. Jangan meragukan hal yang baik
dan pasti menemukan jalan keluar dari setiap kesulitan-kesulitan yang dialami
Lembaga.
Kedua, bagi anak jalan sendiri harus selalu semangat dalam menjalankan
program-program kegiatan pembinaan yang dilakukan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi. Aktif dalam mengikuti jadwal-jadwal pembinaan dan kegiatan, serta tidak
egois dengan kepentingan sendiri. Karena itu sarana dalam menjadikan mereka
untuk lebih baik.
Ketiga, bagi pemerintah khususnya Departemen Sosial RI harus lebih
memperhatikan keberadaan anak jalanan. Karena masih banyak dari mereka di
73
luar sana yang belum tersentuh pemerintah. Dengan membawa mereka kepada
lembaga-lembaga sosial terkait.
Keempat, bagi para akademisi supaya memberikan kontribusinya dalam
menangani persoalan yang terjadi pada anak jalanan. Karena bagitu banyak
permaslahan yang terjadi pada diri anak jalanan.
Kelima, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih memiliki
keterbatasan dalam membahas masalah pembinaan anak jalanan yang dilakukan
Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi. Oleh karena itu, untuk kepentingan
akademik penulis menyarankan adanya penelitian serupa dikemudian hari dengan
tinjauan yang lebih sosiologis.
74
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Basrowi & Suwardi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta,
2008
Ekosusilo, Madyo & Kasihadi. Dasar-Dasar Pendidikan.
Freire, Paolo. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia,
2008
Freire, Paulo & Mangunwijaya. Pendidikan Berbasis Realitas Sosial. Jogjakarta:
Logung Pustaka, 2004
Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.
Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2011
Idris, Zahara. Dasar-Dasar Kependidikan. Bandung : Angkasa, 1981
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op.cit,
Munawwaroh, Djunaidatul & Tanenji, Filsafat Pendidikan Persefektif Islam dan
Ulama. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2003
Mujiyadi, dkk. Studi Kebutuhan Pelayanan Anak Jalanan. Jakarta : P3KS Press,
2011
Moleong, Lexi J. Metetologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung : PT.
Remaja Rosada Karya, 2005
Nandika, Dodi. Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan. Jakarta : LP3ES,
2007
Nasution. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan
Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2004
Ritzer,George & Douglas J. Goodman. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Yogyakarta :
Kreasi Wacana, 2009
Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005
75
Straus, Anselm & Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif: Prosedur,
Teknik, dan Teori Grounded. Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2007
Salam, Syamsir & Jaenal Arifin. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : UIN
Jakarta Press, 2006
Suyanto, Bagong. Masalah Anak Sosial. cet. ke-1. Jakarta : Kencana, 2010
Tilaar. Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan dari Persfektif Postmodernisme
dan Studi Kultural. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005
Yusuf, Choirul Fuad. Pendidikan Agama Berwawasan Kerukunan. Jakarta : PT.
Pena Citasatria, 2008
Zurinal & Wahdi Sayuti. Ilmu Pendidika: Pengantar dan Dasar-Dasar
Pelaksanaan Pendidikan. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2006
Jurnal
Setiawan, Hari Harjanto. “Mencegah Menjadi Anak Jalanan Dan
Mengembalikannya Kepada Keluarga Melalui Model Community Based,”
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. vol. 12, No.
02, (Mei – Agustus 2007)
Suradi. “Permasalahan dan Penanggulangan Anak Jalanan di Kota Bandar
Lampung,”SOSIOKONSEPSIA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Kesejahteraan Sosial. vol. 16, no. 03, (September - Desember 2011)
Tesis
Amal, Bakhrul Khair. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah Singgah:
Studi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Indonesia. Tesis S2,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik, 2003
Amal, Ridha Haykal. Program Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Rumah
Singgah: Studi Kasus 5 Anak Jalanan Di Rumah Singgah Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia. Tesis S2, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, 2002
Alimuddin, Alwi. Peranan Rumah Singgah Dalam Membina Anak Jalanan di
DKI Jakarta: Studi Kasus Rumah Singgah Insan Mandiri DKI Jakarta.
Tesis S2, Universitas Indonesia, 2007
76
Kartika, Tuti. Anak Jalanan dan Model Penanganannya: Studi Kualitif Tentang
Anak Jalanan Yang Dibina Oleh Yayasan Dian Mitra, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia, Dan Yayasan Amalia Di Jakarta. Tesis S2,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 1997
Wirdiastuti, Maydian. Kebutuhan Pendidikan Anak Jalanan: Suatu Studi Evaluasi
Anak Jalanan Pada Yayasan Mitra Masyarakat Kota Cipinang Kebemben,
Jakarta Timur. Tesis S2, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Indonesia, 1998
Skripsi
Muzakkar, Milastri. Pendidikan Alternatif Sebagai Modal Pemberdayaan
Perempuan di Sekolah Perempuan Ciliwung, di Rawajati Barat, Jakarta
Selatan. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, 2010
Profil
Company profile Yayasan Bina Anak Pertiwi, dibuat pada tanggal 8 Sepember
2007 oleh Pengurus Yayasan Bina Anak Pertiwi
Internet
http://megapolitan.kompas.com/read/2011/11/29/12591825/Target-DKI-Jakarta-
Beba-Anak-Jalanan-Bakal-Tercapai
http://edukasi.kompas.com/read/2012/11/02/18250611/Pendidikan-Mahal-
Pekerja-Anak-Marak
http://nasional.kompas.com/read/2010/07/28/19305592/Mengembalikan-Anak-
Jalanan-Ke-Sekolah
Wawanara Pribadi
Wawancara pribadi dengan Bapak Abdus Saleh, pimpinan Yayasan Bina Anak
Periwi, 28 April 2013
Wawancara pribadi dengan Ari M Rifki, pendamping/guru di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 16 April 2013
77
Wawancara pribadi dengan Ali Santoso, pendamping/guru di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 17 April 2013
Wawancara pribadi dengan Dede Saputra, anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 6 April 2013
Wawancara pribadi dengan Faisal Saputra, anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 18 April 2013
Wawancara pribadi dengan Maryam, anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi,
20 April 2013
Wawancara pribadi dengan Riski, anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi, 8
April 2013
Wawancara pribadi dengan Gifli, anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi, 12
April 2013
Wawancara pribadi dengan Indri, anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi, 16
April 2013
Wawancara pribadi dengan Riska Apriani, anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 16 April 2013
Wawancara pribadi dengan Maria Gureti, anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 16 April 2013
Wawancara pribadi dengan Dewi Apriani, anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi, 20 April 2013
Wawancara pribadi dengan Ibu Teti, warga sekitar Yayasan Bina Anak Pertiwi,
27 September 2013
LAMPIRAN
Gambar 1 : Gedung Lembaga Sosial Yayasan Bina Anak Pertiwi
Gambar 2 : Suasana belajar bersama di ruang belajar Yayasan Bina Anak Pertiwi
Gambar 3 : Suasana kebersamaan para anak jalanan di Yayasan Bina Anak Pertiwi
Gambar 4 : Suasana pengajian tentang budi pekerti (akhlak) di Aula Yayasan Bina
Anak Pertiwi
Gambar 5 : Kegiatan penyuluhan tata cara hidup bermasyarakat di Aula Yayasan
Bina Anak Pertiwi
Gambar 6 : Kegiatan belajar mengajar untuk anak jalanan yang dilaksanakan di
Yayasan Bina Anak Pertiwi
Nama : Abdus Saleh
Jabatan : Pimpinan
Usia : 33 tahun
Pendidikan : S2
Tanggal : 28 April 2013
1. Sejak kapan bapak menjadi pimpinan Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Dari tahun 2010 sudah jadi pimpinan yayasan, tapi klo jadi pengurus itu sudah mulai
dari tahun 1998, bisa dibilang mulai awal berdiri lah. Klo proses pengangkatanya ya
tentu saja berdasarkan SK dari lembaga dan juga SK dari dinas sosial DKI Jakarta.
2. Kenapa bapak bersedia untuk mengurus yayasan ini ?
Pertama kegiatan kelembagaan organisasi masyarakat ini berawal dari kepedulian
mahasiswa-mahasiswa pada waktu itu sehingga kami tidak hanya focus pada
kegiatan apa ya ? ya kegiatan-kegiatan diskusi-diskusi, misalnya cukup dengan
peduli aja tanpa adanya tindakan, dari tindakan kepedulian itulah kita mencoba
untuk melakukah hal riil yang bersifat kesosialan. Dari situ kita ada kometmen untuk
mengurus anak-anak jalanan.
3. Apa yang melatar belakangi yayasan ini membina anak jalanan ?
Sebenarnya pada awalnya pada tahun 1998 persisnya sih tahun 1997 kondisi sosial
Indonesia itu kan kacau, krisis moneter, kemiskinan dimana-mana meraja lela banyak
sekali anak jalanan yang turun ke jalanan sehingga kita terpanggil sebagai
mahasiswa yang peduli untuk melakukan hal-hal yang sifatnya empiric gitu, artinya
kegiatan yang menyentuh langsung dengan kegiatan-kegiatan anak jalanan. Karena
anak-anak ini sudah mulai meresahkan di masyarakat, dalam artian anak-anak ini
sudah tidak bisa dikendalikan lagi terutama anak-anak yang masih usia sekolah,
terus masih butuh bimbingan orang tua, sementara mereka banyak sekali dijalanan.
Dari situ kita berkometmen bersama terutama dari teman-teman ada dari UIN, IIQ,
dari UMJ untuk membuat sebuah wadah lembaga yang legal yaitu seperti yayasan.
Dari situlah kita mulai melakukan kegiatan-kegiata yang bersifat sosial secara formal
dan legal gitu.
4. Apa saja kegiatan pembinaan di yayasan bina anak pertiwi ini ?
pada awalnya kita hanya menfasilitasi anak-anak untuk tetap belajar meskipun anak-
anak masih ada yang mengamin, jaul kantong plastik, jual koran, semir sepatu,
paling tidak dari segi pendidikan anak-anak ini tetap terpenuhi karena pendidikan
merupakan hak dasar bagi anak-anak untuk tetap kita berikan gitu. Secara pelan-
pelan dalam proses pendidikan dan pembinaan di sekolah meskipun itu masih sekolah
non formal disitu ada proses perubahan mental anak. Misalnya tidak lagi di jalan
atau kembali kepada orang tua dan pembinaan keagamaannya juga bisa terjaga dan
sosialnya juga terjaga gitu. Tapi klo secara khusus pembinaan di yayasan, tentu saja
kita sebagai lembaga yang berbasis islam pembinaan mintal spritualnya atau
pembinaan keagamaannya adalah berbasis agama islam. Program-program yang
kita lakasanakan di lembaga misalnya seperti ada sholat berjemaah, terus ada
pembinaan keagamaan dari keagamaan yang bentuknya mendasar bagi anak-anak
misalnya seperti cara berwudhu’, cara sholat, mengaji dan segala macemnya tapi
yang terpenting bagi anak adalah bagaimana anak-anak ini mengerti budi pekerti
yang baik, bagaimana bersikap di masyarakat, bagaimana mereka bisa menghormati
orang tua dan bagaimana anak ini tetap berpegang teguh kepada prinsip keagamaan
mereka yaitu dengan melaksanakan sholat lima waktu, berbuat baik terhadap orang
tau dan kepada saudara yang lain.
5. Apakah kegiatan pembinaan yang diberikan yayasan bina anak pertiwi terhadap anak
jalanan dilaksanakan setiap hari ?
Klo pembinaan yang sifatnya pengajian misalnya ya insidental sifatnya. Tapi klo
pengajian kayak keagamaan misalnya kayak belajar belajar ngaji, sholat itu sifatnya
rutinitas sehari-hari. Tapi klo yang dimaksud adalah pengajian yang berupa
bimbingan secara khusus gitu biasanya kita ada program mingguan, bulanan dan
tahunan ada. Dan ada proram keagamaan yang sifatnya insidental seperti peringatan
maulid nabi, isro’ mi’roj pokoknya yang berhubungan dengan hari-hari besar dan
kegiatan itu selalu diisi dengan program-program pembinaan keagamaan kayak
berkurban, puasa di bula ramadhan dan segala macemnya gitu, disitu juga ada
pesantren kilat, pesantren ramadhan. Itu merupakan program-program keagamaan
yang secara insidental yang kegiatannya tetap kayak pembinaan sholat, ngaji dan
segala macamnya.
6. Bagaimana pola pembinaan yang diberikan yayasan terhadap anak jalanan ?
Ya tadi, kita selalu melalui pendekatan. Pendekatannya adalah pendekatan
kekeluargaan, bagaimana kita bersikap bahwa anak-anak ini tidak bidanya dengan
anak-anak kita bahwa anak-anak ini tidak bidanya dengan adik-adik kita, bahwa
anak-anak ini tidak bedanya dengan saudara kita, jadi yang kita laksanakan adalah
bimbingan dengan cara kekeluargaan otomatis Pembina, pengurus, guru yang ada di
lembaga harus berperan fungsi, artinya harus multifungsi perannya dalam membina
anak-anak misalnya kita sebagai Pembina harus bisa menjadi orang tua, kita sebagai
Pembina harus bisa menjadi kakak, kita sebagai Pembina harus bisa menjadi teman
dekat yang bisa anak-anak ini secara terbuka untuk curhat, mengadu, berkeluh kesah
atau bahkan bermanja-manja terhadap kita karena kita bagian terdekat atau
keluarga mereka. Dari situlah proses pembinaan keagamaan bisa dicapai dengan
baik.
7. Seperti apa bentuk-bentuk pembinaan yang diberikan oleh Yayasan Bina Anak
Pertiwi ?
Klo di Yayasan Bina Anak Pertiwi ini pembinaan yang dilakukan klo yang secara
umum ya seperti ada yang sifatnya pembinaan perindividu untuk mengenal,
mendampingi dan menjalin komunikasi dengan anak jalanan yang lain, pembinaan
kelompok ya dengan mengumpulkan anak jalanan dan mengkaji permasalahan
mereka bersama, terus pembinaan yang melibatkan sejumlah tokoh masyarakat
supaya mereka juga terlibat dalam pendampingan anak jalanan gitu, juga kita ada
pembinaan yang melibatkan pihak kepolisian dengan menjelaskan peraturan-
peraturan yang harus dipatuhi dan dilarang, program pendidikan seperti kejar paket
bagi anak jalanan yang masih ingin sekolah, ada juga ya pembinaan keagamaan
dengan mengajarkan mereka sikap dan perilaku yang sesuai dengan norma dan nilai-
nilai yang ada di masyarakat dengan melalui pendidikan aqidah, ibadah dan akhlaq,
pembinaan kesehatan dengan melibatkan dinas kesehatan dengan mengenalkan
tentang bahaya seks dan penyakit-penyakit akibat dari pergaulan bebas, ya itu aja
pembinaan yang dilakukan kami disini.
8. Setelah mereka mendapat pembinaan disini, apakah ada perubahan pada diri anak
jalanan baik dari sikap atau perilaku ? seperti apa perubahannya ?
Memang tidak mudah untuk memberi penilaian objektif terhadap anak-anak Karena
proses pembinaan terhadap anak jalanan ini tidak sama dengan proses pembinaan
bagi anak-anak pada umumnya. Tentu saja aada perubahan sikap yang signifikan
misalnya klo dulunya anak-anak ini liar tidak bisa dikendalikan setelah mendapatkan
pembinaan keagamaan pasti paling tidak bisa kita lihat ketika mau masuk ke rumah
ja udah panggil salam itu merupakan salah satu barometer bentuk perubahan dari
proses pembinaan, klo ketemu orang salaman, bertegur sapa dengan yang baik tidak
teriak-teriak dan segala macamnya meskipun banyak dari anak-anak itu yang tidak
sepunuhnya berubah secara total tapi merupakan proses perjuangan kita dan tidak
boleh berhenti berjuang dan terus melakukan pendekata pembinaan-pembinaan
secara terus-menerus gitu
9. Dalam pelaksanaan pembinaan ini, apakah bapak menemukan kendala ? kalau ada
seperti apa kendalanya ?
Tentu saja kendala itu ada tidak hanya pada pembinaan terhadap anak jalanan,
pembinaan terhadap masyarakat umum dan anak yang mormal ja ada. Di anak
jalanan itu kendalanya yang paling kita rasakan adalah mereka itu cuek dengan
keadaan sehingga apapun yang kita katakan itu biasanya dianggap kayak angin lalu
angin lalu atau apa gitu tapi pada prinsipnya ketika kita itu membina berdasarkan
hati, berdasarkan karena allah, klo karena allah ditaruh didepan bukan karena hal
yang lain pasti mereka mengikutinya. Dan alhamdulillah mereka ikut.
10. Bagaimana cara mengatasi semua kendala yang dihadapi tersebut ?
Selama ini yang kita lakukan yang berhubungan dengan pembinaan-pembinaan anak
jalanan adalah dengan pendekatan-pendekatan yaitu dengan pendekatan pertemanan
tidak lagi Pembina itu tok sebagai orang yang selalu memberi intruksi terhadap
anak-anak tidak, teknik yang biasa saya lakukan secara pribadi klo waktunya sholat
saya tidak pernah menyuruh anak-anak sholat tapi saya mengajak sholat, artinya
apa, klo saya menyuruh bisa saja saya tidak melakukan tapi hanya menyuruh anak-
anak. Tapi ketika saya mengajak anak-anak untuk sholat berarti saya dalam keadaan
siap untuk melakukan sholat gitu lho, ketika saya siap dalam keaadaan untuk sholat
maka anak-anak berfikir bahwa kakak tidak hanya menyuruh doang mereka sholat.
Jadi pendekatannya adalah bukan pendekatan menyuruh tapi mengajak. Dan
maksudnya disini adalah biar ada contoh tauladan yang baik dengan tidak hanya
menyuruh tapi melaksanakan juga gitu.
11. Apakah ada indikator tertentu yang digunakan oleh yayasan sebagai ukuran
perubahan perilaku anak jalanan ?
Selama ini yang kita lakukan tidak secara eksplisid indikasi itu ditentukan gitu, tapi
paling tidak yang menjadi ukuran bahwa pembinaan dan pendidikan itu mulai
berhasil ketika anak-anak sudah mulai mandi dengan teratur, kebersihan dirinya
sudah mulai terjaga karena bagiaan dari tahapan anak jalanan itu memang dari
tahap mandi, rap dalam berpakaian, bersih-bersih, cara ngomong yang biasanya
diluar sering ngucap binatang-binatang didalam udah berkurang. Jadi indikasi-
indikasi itu yang kita jadikan ukuran, misalnya juga yang sholatnya sekali dalam
sebulan mungkin udah bisa melakukan seminggu dua kali, tidak harus setiap hari
apalagi setiap waktu itu sudah bagus sekali gitu. Kita tetap berusaha agar anak ini
ada peningkatan dari sebualan sekali atau bahkan beberapa tahun tidak pernah
sholat gitu. (Contohnya sekarang Sahrul tu yang selama ini nakalnya luar biasa tapi
setelah mereka mengalami peristiwa yang menimpa dirinya sendiri sebenarnya ya
setelah pulang dia ke rumahnya sholat rajin bahkan kita tidak pernah menyuruh dia
shalat tahajjut dia melakukan gitu, Alay ja sampai kaget-kaget gitu).
12. Terakhir, bagaimana respon masyarakat sekitar dengan berdirinya Yayasan Bina
Anak Pertiwi ini ?
Ya pada awalnya yang namanya masyarakat udah terbiasa dengan kehidupan
kemasyarakatannya, tatanannya udah ada, peraturannya udah ada dalam masyarakat
tersebut tiba-tiba ada lembaga yang membawa istilahnya anak-anak yang tidak
teratur atau bermasalah dijalan dan dibawa kelingkungan yang sudah tenang gitu
tentu saja beragam. Pertama, ada juga yang mendukung tapi tidak sedikit yang
menolak pada waktu itu tapi lembaga selalu melkukan pendekatan-pendekatan
terhadap masyarakat sekitar bahwa anak-anak ini perlu dibina oleh kita bersama-
sama tidak hanya oleh lembaga tapi juga masyarakat secara keseluruhan harus
punya kepedulian yang sama untuk menuntaskan anak-anak ini dari anak-anak yang
kurang berakhlaq untuk menjadi anak yang sama lah punya tujuan yang sama untuk
sejahtera terus tidak lagi menjadi anak jalanan dan segala macam. Tantangan di
masyarakat emang itu yang cukup besar, jadi penolakan, ada anak-anak yang sedikit
bersikap reaktif masyarakat ini apa konfrontasi terhadap lembaga inin dan itu tapi
selalu pendekatan lembaga itu baik. Misalnya lembaga dengan sistem meriberikan
anak-anak dilingkungan kita direkrut untuk mendapatkan beasiswa dari lembaga gitu
karena tidak sedikit masyarakat yang cemburu terhadap anak-anak, ya cemburunya
karena anak-anak ini mendapat pelayanan luar biasa di lembaga seperti dapat
santunan, duit dan segala macamnya sementara disekitar kita banyak masyarakat
miskin yang tidak tersentuh, dari situ ada kecemburuan dari RT/RW dan segala
macem, makanya kita sebagai lembaga berusaha untuk juga ikut serta membina
masyarakat yang ada disekitar kita terutama masalah pendidikannya dalam bentuk
beasiswa, biaya sekolah dan segala macamnya yang dilakukan selama ini.
Nama : Ari M Rifki
Jabatan : Pendamping/ Guru
Usia : 23 tahun
Pendidikan : S1
Tanggal : 16 April 2013
1. Sejak kapan anda manjadi pendamping/ guru Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Kurang lebih 4 tahun, proses pengangkatanya ya orang yang tinggal disini dan di
sekolahkan dengan formal nanti klo mereka mau kuliah di kuliahkan. Klo sudah
selesai baru jadi pendamping
2. Kenapa anda berminat menjadi pendamping anak jalanan ?
Ya mungkin karena keinginan sendiri kali’ ya, karena saya dulu juga mantan anak
jalanan, saya di sekolahkan, dibiayai dan diasuh juga dari kecil. Makanya sekarang
saya merasa harus membantu yayasan. Dari itulah saya di angkat jadi pendamping di
yayasan ini
3. Apa saja tugas anda sebagai pendamping anak jalanan ?
Saya sebagai pendamping ya tugasnya mungkin sebagai guru, mendidik anak-anak
dengan mengajarkan sopan santun mungkin ya, moralnya disini, etikanya, terus
menangani proses hukum, mendampingi, memberikan pelatihan keterampilan, ngajak
jalan-jalan ke luar mungkin atau rekreasi anak-anak. Ya kita sebagai pendamping
harus ikut berperan aktif lah mendampingi anak-anak.
4. Bagaimana proses pembinaan yang dilaksanakan di Yayasan Bina Anak Pertiwi?
Prosesnya mungkin ada waktunya ya seperti kita ada program seperti paket A, B, dan
C tu yang secara formal lah dalam pendidikannya. Terus disela-sela waktu
pembelajaran kita juga beri mereka pendidikan. Dan di waktu-waktu tertentu kita
sering-sering bersama tentang permasalahan-permasalah yang mereka hadapi
sebagai anak jalanan gitu lah. Ya mungkin juga prosesnya dengan memberikan
bimbingan agama, aqidah juga , praktek mengaji dan sholat, seperti itu kita dalam
memberi pendidikan moral
5. Metode apa yang anda gunakan dalam membina anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi ?
Ya mungkin metodenya yang saya pakai apa yang saya dapatkan disini juga ya dan
juga dari pengalaman saya dari di luar, misalnya mencoba memecahkan
permaslahan mereka dengan mengajak mereka shering, atau kadang-kadang nonton
bareng, dan setelah nonton kita tanya apa yang dipahami dari film itu gitu. Selain itu,
ya dengan memberikan bimbingan agama biasanya dengan memberikan praktek
ngaji dan sholat, memberikan nasehat, sering-sering bareng dan dengan
memperingatkan klo ada yang berprilaku tidak baik, gitu lah.
6. Apakah ada penduan khusus yang anda gunakan ketika mengajar anak jalanan ?
seperti apa ?
Mungkin klo panduan khusus gak ada ya, kita hanya memberikan pembinaan dengan
pengalaman kita ja, gak ada klo panduan khususnya.
7. Apakah anda merasa ada kesulitan dalam membina anak jalanan ?
Mungkin klo kesulitan ada kali’ ya, kesulitan pasti ada. Karena perbedaan anak
jalanan dengan anak rumahan itu beda banget. Klo anak jalanan ini bisa dibilang
lebih keras, gak mudah kita dalam merberikan pembinaan gak seperti anak rumahan
yang masih sama orang tuanya. Klo anak jalanan ini kan benar-benar tok dijalana itu
kan kehidupan mereka itu keras klo dibilang baku hantam kali’ ya. Ya klo kita
mendidiknya pelan-pelan ja dan harus dengan banyak gurauan-guarauan, jangan
terlalu serius di akrabin gitu lah, karena klo dengan serius gitu mereka cepat bosan.
8. Bagaimana cara anda mengatasi kesulitan tersebut ?
Saya rasa klo dalam mengatasinya saya mencari titik-titik permasalahannya, dengan
mereka bertingkah laku seperti itu kita mencari jalan solusinya. mungkin contohnya,
klo anaknya ini keras kita mencoba mengakrabinya ya dengan mengajak mereka
makan, merokok sambil ngobrol bareng dengan sambil meberikan nasehat yang baik.
Karena dengan seperti itu mereka akan terbiasa dengan melakukan perilaku yang
baik, sopan, menghormati kita. Ya dengan seperti itu.
9. Berapa hari anda mengajar anak jalanan dalam satu minggu ?
Seminggu mungkin 3 kali, 3 kali itu dari jam 8.00 sampe jam 11.00 siang. Di sela-
sala itu kita memberikan ilmu-ilmu pendidikan, ya salah satunya tentang pendidikan
moral lah. Tapi itu sifatnya gak formal ya. Karena mereka belajarnya di sini di
yayasan
10. Menurut anda, apakah ada perubahan pada diri mereka setelah mendapat pembinaan
di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Klo perubahannya sangat banyak, sangat banyak. Ya mereka seperti yang saya bilang
tadi mereka dengan diberikan pendidikan seperti itu mereka mulai terbiasa hidup
mandiri, hidup bersih dan mungkin tidak lagi main pukul hantam atau pukul-pukulan,
ya lebih murah hati lah klo dibilang, lebih mengerti klo dinasehati lebih nurut. Ya
sangat jauh berbesa dari sebelumnya waktu mereka masih berada dijalanan dan
setelah mereka berada di yayasan. Juga saya melihat mereka dengan masyarakat
sekitar yayasan sangat sopan lah bisa menjaga kesopanan, ya walaupun dari
penampilannya mereka seperti itu tapi mereka sopan. Cuman kan segala sesuatunya
butuh proses, ya kita pelan-pelan aja mendidiknya dengan cara kita. Dan akhirnya itu
bisa, udah sebagian besar dari mereka ada perubahannya.
Nama : Ali Santoso
Jabatan : Pendamping / Guru
Usia : 24 tahun
Pendidikan : S1
Tanggal : 17 April 2013
1. Sejak kapan anda menjadi pendamping (guru) di yayasan ini ?
Klo pendamping mungkin dari tahun 2007 kali’ ya. Awalnya kan saya dari anak
jalanan masuk sini dari tahun 1997, saya diasuh disini dan sekolahkan sampai kuliah.
Klo proses pengangkatannya gini kali ya, sedikit saya cerita ya mungkin ini dari
sikap pribadi saya karena sudah dibantu oleh yayasan, ya mungkin kita sudah
waktunya balas budi gitu, ya dengan sebagai pendamping anak, membantu program
yayasan, ya karena kesadaran sendiri kita ja buat membantu disini.
2. Kenapa anda berminat menjadi pendamping anak jalanan ?
Klo berminat pada dasarnya dari hati ya, klo dibilang kita kembali lagi ya kepada
kebaikan yayasan, kita hitungannya balas budi yayasan, mungkin nanti saya lulus
kuliah kita nanti ada kaderisasi, mungkin dari anak yang kita damping, kita
perdayakan sekarang nanti bisa jadi penggati kita.
3. Apa saja tugas anda sebagai pendamping anak jalanan ?
Klo kita disini tugasnya masing-masing, klo saya mendampingi anak-anak yang di
dilapanagan yang kadang-kadang punya masalah dengan hukum, bermasalah dengan
preman-preman, mungkin juga yang mempunyai perselisihan antar anak-anak di
luar.
4. Bagaimana proses pembinaan yang dilaksanakan di Yayasan Bina Anak Pertiwi?
Klo pembinaan kita melakukannya sama-sama, tapi klo dari pembinaan keagamaan
sudah ada, khusus, baik itu dari kan Abdus sendiri, dan kak Zayyadi sendiri ya. Dan
untuk masalah tingkah laku itu saya sendiri untuk bagaimana mereka berprilaku yang
sopan sama warga, di yayasan sendiri sama teman-teman yang lain
5. Metode apa yang anda gunakan dalam membina anak jalanan di Yayasan Bina Anak
Pertiwi ?
Mungkin kita awalnya pendekatan kali ya, sering atau musyawarah, apa sih kemauan
anak itu, mungkin kemauan anak seperti apa kita ikuti, mungkin yang awalnya
mereka pecandu kita jauhkan mungkin dengan kita kasih rokok gitu. Mungkin kita
suruh kurangi make, sampai lama-lama kelamaan mereka tidak lagi make. Dan
indikator kita saat ini bisa dibilang 90% berhasil menjauhkan mereka dari obat-
obatan
6. Apakah ada penduan khusus yang anda gunakan ketika mengajar anak jalanan ?
seperti apa ?
Klo panduaan khusus gak ada kali’ ya, hanya saja kita melakukan pemantaun-
pemantauan aja baik di yayasan atau di lapangan. Karena kadang kita
kecolongannya gini klo mereka gak di pantau di jalan mereka semaunya ja. Dan klo
tahu mereka di pantau mereka cari lapak-lapak yang aman. Klo mereka berada di
yayasan mereka sopan sama kita khususnya sama pengurus dan warga.
7. Apakah anda merasa ada kesulitan dalam membina anak jalanan ?
Klo dibilang kesulitan ya pasti ada, itu pasti ada, itu manusiawi kita, kesulitannya ya
mungkin yang awalnya mereka susah di ataur, ya adalah yang susah di atur, dari
100% ada 10% yang susah diatur, mereka ingin maunya sendiri misalnya, terutama
di luar yayasan. Kadang meraka bermasalah dengan hukum, bermasalah dengan
preman di luar. Dan ketika dinisi mereka nasehati setelah keluar dari yayasan dan
balik lagi udah lupa lagi sama apa yang sudah dinasehati kita, itu susahnya….
8. Bagaimana cara anda mengatasi kesulitan tersebut ?
Klo saya pribadi gini, tergantung anak ya, kadang gini klo anaknya bermasalah
dengan hukum kita lihat dulu dia kasusnya seperti apa, misalnya gini yak lo kasusnya
narkoba kita masih bisa negosiasi sama kapolsek apalagi klo orang kapolsek tahu klo
anak itu anak yayasan sini bisa dimaklumi lah. Klo urusannya sama preman itu yang
sulit, tak mungkin saya sendiri berhadapan dengan banyak preman kan, jadi saya
bikin patner preman juga biar preman berhadapan dengan preman juga. Klo
bemasalah dengan kesehatan kita back up
9. Berapa hari anda mengajar anak jalanan dalam satu minggu ?
Klo seminggu tergantung, kadang saya mengajar dua atau tiga hari, disini kan tidak
hanya ada satu atau dua pelajaran, juga timnya tidak hanya dua atau tiga orang,
disini mungki ada enam orang. Ya saya hanya mengajar dua atau tiga hari saja.
10. Menurut anda, apakah ada perubahan pada diri mereka setelah mendapat pembinaan
di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Klo perubahan pasti ada Cuma prosesnya sangat lama bukan Cuma satu, dua tahun
ya butuh waktu sangat panjang ya, kayak yang saya bilang tadi contohnya anak yang
awalnya pecandu itu kan prosesnya gak langsung bleek, butuh waktu yang panjang.
Ada juga yang hanya dengan waktu enam bulan atau satu tahun udah normal seperti
orang biasa atau anak rumahan disini ada, Cuma ketika mereka kembali ke jalanan
lagi mengikuti teman-temannya ya kembali lagi seperti itu. Jadi untuk proses
perubahan prilaku mereka itu cukup lama. Tapi klo pemanpilan perubahannya bisa
dibilang cepat ya yang biasanya mereka berpakaian pank sekarang sudah rapi.
Karena kita selalu memberikan nasehat kepada mereka untuk rapi, wangi gitu ketika
mau ngamen biar orang enak melihatnya, klo berpakaian pank kan orang resah
melihatnya. Ya alhamdulillah lah anak-anak sini banyak perubahannya.
Nama : Ibu Teti (warga)
Umur : 42
Tanggal : 27 September 2013
1. Sudah berapa lama bapak/ibu tinggal disini ?
Berapa ya, dari umur 13 tahun saya sudah disini, dari sekitar tahun 1990-an gitu
sudah disini.
2. Bagaimana pandangan bapak/ibu dengan keberadaan Lembaga Sosial Yayasan Bina
Anak Pertiwi ?
Ya lumayan lah cukup membantu, Yayasan sering membantu orang-orang sakit, untuk
anak sekolah, banyak kok…..
3. Bagaimana bapak/ibu melihat anak jalanan yang ada di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Klo melihat keberadaan anak jalanan disini biasa-biasa saja, gak pernah
mengganggu kok, cuman penampilannya ada yang menyeramkan, tapi ada juga yang
bersih dan rapi.
4. Menurut pandangan bapak/ibu, apakah ada perubahan pada perilaku anak jalanan
setelah mendapat pembinaan di Yayasan Bina Anak Pertiwi di bandingkan
sebelumnya ? contohnya seperti apa ?
Klo perubahan ada, ya kayak mereka ketika lewat depan orang selalu menyapa.
Kadang mereka juga sering nganterin orang klo mau ke rumah sakit, ya klo perilaku
sopan lah mereka
Nama : Moh. Nasir (Pak RT)
Umur : 26 tahun
Tanggal : 27 September 2013
1. Sudah berapa lama bapak/ibu tinggal di sini ?
Saya mah tinggal di sini sudah dari kecil, klo sampai sekarang sudah berapa
tahun itu.......
2. Bagaimana pandangan bapak/ibu dengan keberadaan Lembaga Sosial Yayasan
Bina Anak Pertiwi ?
Klo pandangannya sih bagus, ya cukup membantu warga yang kurang mampu,
klo ada yang sakit, klo ada yang kurang biaya sekolah dibantu sama Yayasan.
3. Bagaimana bapak/ibu melihat anak jalanan yang ada di Yayasan Bina Anak
Pertiwi ?
Klo masalah anak jalanan relatif gak ada masalah, gak ada yang pernah
mengganggu warga kok, gak pernah macem-macem. Mereka baik-baik saja kok
dengan warga.
4. Menurut pandangan bapak/ibu, apakah ada perubahan pada perilaku anak jalanan
setelah mendapat pembinaan di Yayasan Bina Anak Pertiwi di bandingkan
sebelumnya ? contohnya seperti apa ?
Klo dari perilaku sih ada, ya walupun mereka keluar masuk gitu tapi mereka
sopan, dulu mereka kadang berbicara keras tu tapi sekarang sudah gak. Terus
ketika mereka bertemu orang yang warga sini di jalan mereka menyapanya.
Nama : Dede Saputra
Asal : Jakarta
Tinggal : Pasar Minggu
Usia : 18 tahun
Pendidikan : paket B
Tanggal : 6 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Kurang lebih 15 tahun, aktivitas dijalanan ya ngamin-ngamin aja dan nongkrong
sama teman-teman. Klo pendapatan dari ngamin tiap hari tergantung sih ya paling
banyak Rp. 15.000, itu udah klo rame-rame lah. Sekarang tahu sendiri pengamin
ngambrak.
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Ya pertama karena faktor ekonomi keluarga, ya ekonominya sulit lah, waktu di rumah
karena saya tak ingin membuat orang tua susah saya ingin mandiri ja.
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Alhamdulillah baik-baik aja, tapi saya hanya berbagi waktu saja kadang di rumah,
kadang di yayasan.
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Abang saya, dia pernah tinggal disini sebelumnya sekitar tahun 2004 apa ya
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya karena, kan rumah saya kecil tu ngontrak, saya lima beraudara sedangkan rumah
beberapa petak doang klo saya tidur disono kan pasti sempit-sempitan, makanya saya
tinggal disini.
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Sekitar 5 tahun.
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Wah banyak, pengalamannya juga banyak. Seperti kegiatan montir motor, pendidikan
paket B dan belajar mengajar, sekarang karena kak Wahdah jarang kesini ya
belajarnya sudah jarang. Klo dulu sangat sering sekali bang. Dan juga disini banyak
temanya, bisa ngumpul-ngumpul klo di rumah bete.
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Pastinya itu bang, contohnya disini kita diajarkan bersikap sopan dan saling
menghormati. Karena disini kita punya tetangga bukah hidup di hutan.
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Waktu itu pernah sama kak Ali, karena kak ali sudah gak ada gak ada yang ngajarin
agama lagi. Contohnya belajar sholat dan ngaji, klo yang belum bisa al-qur’an dari
iqro’ dulu gitu. Alhamdulillah sekarang saya sudah bisa ngaji dikit-dikit.
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Manfaatnya ya buat nambah-nambah pengalaman di kemudian hari. Contohnya
kayak montir motor, yayasan kan mau buka bengkel motor, alay yang mau buka tu,
dan yang anak menjadi pekerjanya anak-anak yayasan gitu.
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Klo ngamin sekarang sudah jarang-jarang gak kayak dulu lagi. Klo dari segi sikap
dikit-dikit tapi ada perubahannya, lumayan lah dari sebelum-sebelumnya. Klo dulu
saya suka berantem, sekarang udah gak bang.
Nama : Riski Saputra
Asal : Jakarta
Tinggal : Yayasan Bina Anak Pertiwi
Usia : 18 tahun
Pendidikan : SMP
Tanggal : 8 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Sudah 3 tahun, aktivitas yang dilakukan ngamin, ya ngamin gitu dah gak ada yang
lain. Klo pendapatan perhari dari ngamin ya lumayan paling Rp. 30.000 – 40.000
gitu.
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Keingin, kemauan sendiri bang
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Ya baik, selama ini hubungan kami lancar-lancar aja masih sering ketemu juga kok
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Pembinanya, namanya kak Alay. Pertamanya ketemua sama anak-anak yayasan dulu,
terus Alay yang ngajak dan didata
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya enak bareng-bareng ma anak-anak yang lain, anak-anaknya juga asyik-asyik dan
pembinanya juga baik, ya pokoknya enak lah bareng-bareng disini
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Sekitar 2 tahunan
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Selama ini yang saya dapatan jalan-jalan doank
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya, sama kak Abdus. Seperti disuruh buang sampah, ngepel lantai apa kek dan nyapu
yayasan
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Ya, kayak ngaji. Sekarang saya sudah bisa ngaji dan shalat, tapi jarang-jarang sih.
Klo udah waktunya ngaji gak ngaji dihukum, ya cuma di cubit doank….hahahaha
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Manfaatnya apa ya aduh bingung, ya manfaatnya sekarang mungkin saya sudah
menjadi orang yang lebih baik kali’ ya, klo yang hidupnya dulu lontang lantung di
dimana-mana gtu
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Udah gak, klo dulu kan parah banget ya benar-benar di jalan banget, klo sekarang
gak. Klo dari prilaku ada perubahan klo dulu di jalanan terus sering mabuk,
berantem, begitu lah, ya lontang lantung dan sekarang setelah tinggal disini udah
lebih baikan.
Nama : Faisal Saputra
Asal : Jakarta
Tinggal : Yayasan Bina Anak Pertiwi
Usia : 18 tahun
Pendidikan : SMP
Tanggal : 8 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
2 tahun, aktiviatasnya ya ngamin aja di disekitar jakarta. Klo pendapatan tergantung,
ya Rp. 30.000 – 35.000
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Ya emang kemauan sendiri.
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Baik, komunikasi masih dan sering ketemu
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Pembinanya, kak Ida ma kak Abdus.
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya karena tempatnya nyaman dan orangnya juga baik-baik, enak juga tempatnya
disini. Ya pokoknya enak lah gitu
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Ada 2 tahun
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya kadang-kadang futsal, terus apa namanya itu ? pelatihan bikin sandal
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya diajarin prilaku baik, seperti harus sopan. Ya harus sopan kepada ketua-ketuanya
disini kepada teman-teman sekitar, terhadap tetangga-tetangga sini juga
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Di ajarin, seperti ngaji dan sholat. Tapi untuk melakukannya sih jarang-jarang. Dan
bersyukur aja setelah dapat pembinaan kayak itu saya tahu sekarang walau jarang-
jarang melakukannya.
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Lumayan banyak yang bisa saya contoh dari sini, ya contohnya saya sudah bisa ngaji
dan sholat dikit-dikit, membuat sandal juga.
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Masih sama ja, masih tetap ngamin. Tapi klo dari segi sikap ada perubahan lah, saya
sekarang ingin mencari kerja. Klo dulu kerjaannya nagimin, ngamin, ngamin,
sekarang mau kerja aja dan mau jadi orang yang lebih baik.
Nama : Gifli
Asal : Makasar
Tinggal : Yayasan Bina Anak Pertiwi
Usia : 18 tahun
Pendidikan : SMK
Tanggal : 12 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Dari tahun 2005 (8 tahun), aktivitas yang saya lakukan sekarang nyopir ja bang dari
pasar minggu blok M, ya klo pendapatan perhari klo giat gak mati lah Rp. 100.000
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Karena faktor rumah tangga, ya ada sedikit berselisih ja. Saya merasa gak nyaman ja
tinggal di rumah bang
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Baik-baik ja, secara komunikasi masih ada tapi udah jarang banget bang
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Teman juga, namanya iwan.
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya mau tinggal disini ja, disini banyak banyak yang saya dapatkan seperti pembinaan
etika dan pendidikan dari SMP, SMK yang dibiayai oleh yayasan.
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Ya dari tahun 2005 itu.
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Dapat semuanya, seperti belajar terutama ilmu agama. Disini ada pembinanya yang
mau membimbing kita bang.
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Diajarin, seperti cara beretika yang baik, disuruh menghormati sesama orang di
asrama dan orang sekitar
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Diajarkan, seperti ngaji yang dulu sempat putus. Alhamdulillah sekarang sudah bisa
melakukanya. Selain ngaji juga sholat, tapi klo disuruh melakukannya jarang-jarang
sih bang
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Ya banyak lah, ya bisa sopan di jalan, menjaga sikap di jalanan terhadap orang, gak
tertalu brutal lah
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Udah gak, klo dulu ngamin, ngernit, ngamin, ngernit, sekarang mah metap jadi sopir
ja bang. Klo sikap udah bisa berubah bang, dulu brutal sekarang bisa menghormati
orang bang.
Nama : Riska Apriani
Asal : Jakarta
Tinggal : Jaka karsa
Usia : 15 tahun
Pendidikan : SD
Tanggal : 16 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Ya paling 1 tahun lah, dijalanan biasanya ngamen tapi sekarang sudah narik kopaja
jadi kernit dari wisma tani sampe mampang. Klo pendapatan perhari ya tergantung
peling lah Rp. 50.000 ke atas
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Gak ada, hanya kemauan sendiri ja
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Sekarang udah gak ngikut keluarga kak, kalau hubungan masih ada tapi udah gak
pernah pulang ke rumah sekarang
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Kak Lia, waktu itu saya lagi ngamen di wisma tani terus diajak ke yayasan, teman sih
yang ngajak, diajak kesini akhirnya, ya akhirnya masuk kesini kemudian langsung
didata sama kak Lia
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Kurang tahu ya, ya paling ada 1 tahun kurang gitu
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Ya sekitar 1 tahunan lah
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Gak pernah mengikuti kegiatan sih, ya paling klo ada acara doank seperti belajar. Ya
belajar bersama sama orang-orang sini.
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya, seperti disuruh sopan sama orang tua, nurut sama orang tua, banyak sih
pokoknya. Klo yang ngajari itu biasa kak Ari
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Wah gak klo itu kak, saya gak pernah ikut
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Manfaatnya sih banyak, setelah dapat pembinaan disini saya jadi lebih baik terutama
dari sikap, dulu saya orangnya gak enak banget tapi sekarang udah lebih baik kok
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Udah gak, klo sebelumnya masih sering kejalanan gak pulang, sekarang udah di
rumah terus. Klo sikap jauh lebih baik kak udah bisa sopan sama orang tua
Nama : Maria Gureti
Asal : Jakarta
Tinggal : Cijantung
Usia : 17 tahun
Pendidikan : SMP
Tanggal : 16 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Baru 2 tahun, ya pekerjaan dijalanan ngamen ja sama anak-anak di daerah pejaten.
Klo pendapatan perhari klo lagi rame ada Rp 50.000, klo sepi ya paling Rp 20.000 ja
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Ini apa ya, karena pengin bebas ja, juga kan orang tua saya jauh, ya kurang dapat
perhatian ja dari orang tua
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Klo sama keluarga masih baik-baik ja kok, komunikasi masih baik, tapi klo ketemu
jarang-jarang sih, tapi masih baik kak
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Kak Lia, ya waktu itu kak Lia datang, kan dulu saya nongkrong di wisma tani
kemudian di data langsung dan disuruh bergabung di yayasan biar mendapat
bimbingan sih gtu katanya, ya udah saya mau
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya karena enak ja sih di yayasan ini, enaknya ya karena banyak temannya dan juga
kakak-kakaknya baik-baik, juga bisa ngelanjutin sekolah lagi disini
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Kurang lebih satu tahun
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Apa ya, banyak sih, dulu pas waktu masih ada kak Fifah, klo kak fifah lagi masak
buat anak-anak sering bantuin, bantuin masak juga dan cuci piring juga sama anak-
anak
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya di ajarkan, sepreti di suruh pulang klo dulu kan jarang pulang dan beberapa
bulan gak pulang-pulang, ya disuruh pulang temui keluarga gitu sih sama kakak-
kakak sini
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Klo disini kan mayoritasnya islan kan, klo agama saya kan katolik jarang sih, paling
agama islam ja tapi saya denger-dengerin juga yang
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Ya klo dulu kan di rumah sering males-malesan terus gak bantuin keluarga, nenek
sendirian di rumah gitu ya, pas disini kan sering bantuin masak dan segala macem
ya, di rumah ya dilakukan juga sekarang
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Udah gak, sekarang udah tinggal di rumah. Klo dari segi prilaku ada sih
perubahannya, sekarang lebih nurut ja sama orang tua.
Nama : Indri
Asal : Jakarta
Tinggal : Mangga Besar, Jakarta
Usia : 15 tahun
Pendidikan : SMA
Tanggal : 16 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
1 tahun kurang sih, kegiatan dijalanan ya ngamin sih gak ada lagi, ya ngamin
pulang, ngamin pulang doang. Ngaminnya biasa muter-muter dari mampang – mabes
gitu. Klo pendapatan gak tentu gimana sewanya klo sewanya bagus ya dapat gocap
lebih, klo sewanya jelek ya dapet Rp 20.000 – 30.000
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Yang pasti faktor utama keluarga, yaitu problem mama papa. Ibu jarang di rumah
jarang memberi perhatian sama anak-anaknya. Juga karena ekonomi keluar sih
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Klo sama bapak ya gitu dah kadang akur, kadang gak. Klo sama ibu baik-baik ja.
Tapi komunikasi sama bapak masih lah ya walaupun agak renggang gitu. Klo pulang
ya tiap hari pulang lah kak
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Teman, kenal sih sama bocah-bocah disini dibawa terus didaftarin juga disini, dan
sekarang jadi anak sini
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya karena disini banyak teman kali’ ya, banyak pengalaman juga yang didapat disini,
kayak pendidikan dan pembinaan gitu dari kakak-kakak disini
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Udah berapa ya, udah lama juga sih, ya kurang lebih 1 tahunan dech kurang
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Banyak, kan disini ada tu kayak pembinaan rehabilitasi perokok tu, ya itu dapat juga
pelajaran dari kayak itu. Pendidikan juga, kayak yang selalu diajarkan disini untuk
mendiri gitu, ya belajar mandiri lah
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Iya lah, pasti lah itu mah, seperti disuruh sholat dan disuruh berpakaian sopan lah
terus ngomong yang baik gitu, ya itu lah.
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Pasti lah diajarkan ilmu agama itu nomor satu, ya seperti ngaji, sholat, baca Qur’an,
biasanya yang ngajarin Pembina-pembinanya, dan alhamdulillah sekarang sudah
bisa melakukannya tapi jarang-jarang, sibuk saya ….hahaha
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Ya banya, salah satunya lebih baik ja. Dulu kan saya jarang baget pulang tu satu
minggu, dua minggu gak pulang, setelah dapat pembinaan disini saya pulang tiap
hari, ya karena disuruh pulang sama Pembina disini.
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Masih, cuma jarang ja sekarang udah gak kayak dulu lagi. Klo sikap ada perubahan
tapi tidak sepenuhnya berubah cuma sedikit-sedikit ja, ya kayak dari segi berpakaian
ja lah gitu.
Nama : Dia Nurlela
Asal : Jakarta
Tinggal : Jaka karsa
Usia : 13 tahun
Pendidikan : SD
Tanggal : 17 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Ya baru 2 bulan doang, ya ngamin ja di daerah cilandak atau di wisma tani. Klo
pendapatan perhari kecilnya ya Rp 20.000, klo besarnya ada Rp 50.000 lebih
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Iseng ja karena pertama kali melihat ada yang ngamen tu terus diajak-ajak, ya ikut-
ikutan ja sampe sekarang
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Ya akrab, baik-baik ja. Klo orang tua gak mau saya ngamen dijalanan tapi itu
kemauan saya sendir
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Teman, waktu itu yang ngajak namanya Wati. Petama-tamanya sih ada kakak-kakak
datang terus didaftarin gitu dikasih tahu.
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya mau aja, pertama dinisi banyak teman, juga kakak-kakaknya baik-baik selalu
mengajarkan kita semua disini yang baik-baik gitu
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Ya 2 bulan itu
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Apa ya, paling jalan-jalan, kadang-kadang juga dapat buku buat sekolah, gitu aja
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya, seperti diajarkan sopan santun dalam menghadapi kakak-kakak disini, disuruh
menghormati orang yang lebih tua, udah gitu ja. Yang sering mengjarkan itu ya Kak
Abdus.
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Gak, lum pernah, yak arena saya gak tinggal disini. Klo yang tinggal dinisi diajarin
kayak ngaji gitu.
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Ya banyak pengalaman ja, kayak bisa ngumpul-ngumpul bareng dan jalan-jalan
bareng sama anak-anak sini, gitu aja
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Udah gak, udah jarang. Klo prilaku udah lebih baik sekarang.
Nama : Maryam
Asal : Jakarta
Tinggal : Jakarta
Usia : 16 tahun
Pendidikan : SMA
Tanggal : 20 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Udah lama sekitar 1 setengah tahun lah, ya kegiatannya dijalanan ngamin ja.
Ngaminnya di daerah mampang sana. Klo pendapatan gak tentu sih ya paling dari Rp
15.000 – 35.000
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Karena ekonomi keluarga kak, saya cuma ingin membantu ekonomi keluarga ja di
rumah.
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Klo sama keluarga masih baik-baik ja kok, komunikasi masih baik, masih ketemu tiap
hari kok
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Namanya kak Lia, pas saya lagi ngamen datang kak Lia kemudian diajak ke yayasan,
dan di data sama yayasan.
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Ya karena disini banyak temannya, banyak pengalaman juga yang didapat disini,
kayak pendidikan dan pembinaan gitu
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
1 tahunan lah kayaknya
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Banyak kak, kayak pendidikan, pelatihan dan belajar bersama disini, banyak lah
pokoknya
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Pasti lah kak, kayak disuruh sholat dan disuruh berpakaian sopan lah terus ngomong
yang baik dan sopan kepada orang yang lebih tua gitu
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Ya, kayak belajar ngaji, sholat, sama kakak-kakaknya disini, seperti yang sering
ngajarin tu kak Ari
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Apa ya ? ya manfaatnya sih banyak, seperti dari sikap kali’ ya, yang dulunya saya
orangnya gitu banget tapi sekarang udah lebih mendingan lah
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Klo ngamen masih kak, tapi Klo dari sikap ada perubahan walaupun cuma sedikit-
sedikit
Nama : Dewi Apriani
Asal : Jakarta
Tinggal : Jakarta
Usia : 15 tahun
Pendidikan : SMP
Tanggal : 20 April 2013
1. Sudah berapa lama kamu menjadi anak jalanan ?
Kurang lebih 1 tahun, aktiviatasnya ya ngamin aja di disekitar jakarta. Klo
pendapatan tergantung, ya Rp. 20.000 – 35.000
2. Apa yang menyebabkan kamu menjadi anak jalanan ?
Kemauan sendiri kak, sering diajakin teman juga sih
3. Bagaimana hubungan kamu dengan keluarga ?
Baik, komunikasi masih dan sering ketemu
4. Siapa yang membawa kamu tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Kak alay, dia ngajak saya ke yayasan dan di data
5. Kenapa kamu mau tinggal/ masuk di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Mau aja kak, munkin dinisi banyak temannya, kakak-kakaknya baik-baik selalu
mengajarkan kita semua disini yang baik-baik gitu
6. Berapa lama kamu tinggal/ masuk dan mengikuti pendidikan di yayasan ?
Baru 5 tahunan
7. Kegiatan apa saja yang kamu dapatkan di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
Paling pendidikan doang kayak program paket disini, ya kayak pelatihan juga, dulu
ada tu pelatihan bikin sandal, ya itu ja
8. Apakah kamu diajarkan untuk berperilaku baik di Yayasan Bina Anak Pertiwi ?
seperti apa ?
Ya, kita selalu diajarin prilaku baik sama kakak-kakak disini, seperti harus sopan. Ya
harus sopan kepada ketua-ketuanya disini kepada teman-teman sekitar, terhadap
tetangga-tetangga sini juga
9. Apakah kamu juga diajarkan tentang ilmu agama di yayasan ? seperti apa saja?
Ya, di ajarin, seperti belajar ngaji dan sholat.
10. Apa manfaat yang kamu rasakan setelah ikut program pembinaan di yayasan ?
Banyak lah kak yang bisa saya dapat dari sini, ya contohnya saya sudah bisa ngaji
dan sholat dikit-dikit, udah ada perubahan dari prilaku saya gitu
11. Apakah sekarang masih beraktifitas menjadi anak jalanan seperti sebelumya ?
kenapa?
Masih, masih tetap ngamin. Tapi klo dari segi sikap ada perubahan lah, dulu saya
sering membatah orang tua tapi sekarang udah gak lagi kak