pembinaan personil

56
PEMBINAAN PERSONIL PRAJURIT TNI ANGKATAN DARAT (Studi Implementasi Kebijakan Pembinaaan Personel Prajurit TNI Angkatan Darat di Kodam V/Brawijaya Berdasarkan Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil) 1) Heri Sugiyanto, 2) Budi Siswanto 3) Praptining Sukowati 1) Mahasiswa Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial, Universitas Merdeka Malang 2,3) Dosen Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial, Universitas Merdeka Malang Abstract: Based on the facts obtained in the field in the get implementation of the results of its implementation through a cycle ranging from the provision, education, use, maintenance and the separation of the individual can be explained as follows: The implementation of the provision of Service personnel, the Army is open by observing campaign and a selection acceptance as part the starting point of personnel development, education is part of the cycle of personnel development soldier carried out by observing various aspects in order to generate output soldiers were professional, use of soldiers who covers include career coaching, coaching assignments, coaching ranks and coaching services soldiering coaching personnel aimed at achieving efficiency optimal utilization of personnel, soldiers Skincare is a form of welfare provision warrior members and impact on the professionalism of soldiers and warriors Separation is the final process of personnel development which aims to prepare the personnel back to the community. 1. PENDAHULUAN Guna menjamin keberhasilan pada setiap operasi yang melibatkan TNI AD, maka sistem pembinaan personel prajurit TNI AD menjadi salah satu kunci penentu kesiapan satuan dalam menghadapi tugas. Pembinaan personel prajurit TNI AD harus disesuaikan dengan ancaman atau kontijensi yang akan dihadapi. Kondisi saat ini tentunya berbeda dengan kondisi waktu yang lalu, demikian pula dengan ancaman yang akan dihadapi tentunya berbeda dengan ancaman masa lalu, baik kemungkinan ancaman faktual maupun ancaman potensial. Fenomena yang berkembang saat ini bahwa bentuk peperangan sudah memasuki era generasi keempat yang bersifat nonlinier dan asimetris dengan menggunakan segala sumber daya yang ada untuk melumpuhkan musuh. Jadi bentuk peperangan generasi keempat bukan semata-mata untuk menghancurkan kekuatan militer pemerintah, tetapi juga sebagai sarana untuk menunjukkan eksistensi perjuangan kelompok anti pemerintah, sehingga akan mendapat pengakuan dari masyarakat Internasional. 1

Upload: prawito

Post on 08-Jul-2016

227 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

pembinaan personil tni ad

TRANSCRIPT

Page 1: pembinaan personil

PEMBINAAN PERSONIL PRAJURIT TNI ANGKATAN DARAT (Studi Implementasi Kebijakan Pembinaaan Personel Prajurit TNI Angkatan Darat di Kodam V/Brawijaya

Berdasarkan Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil)

1) Heri Sugiyanto, 2) Budi Siswanto 3) Praptining Sukowati1) Mahasiswa Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial, Universitas Merdeka Malang

2,3) Dosen Program Pascasarjana Doktor Ilmu Sosial, Universitas Merdeka Malang

Abstract: Based on the facts obtained in the field in the get implementation of the results of its implementation through a cycle ranging from the provision, education, use, maintenance and the separation of the individual can be explained as follows: The implementation of the provision of Service personnel, the Army is open by observing campaign and a selection acceptance as part the starting point of personnel development, education is part of the cycle of personnel development soldier carried out by observing various aspects in order to generate output soldiers were professional, use of soldiers who covers include career coaching, coaching assignments, coaching ranks and coaching services soldiering coaching personnel aimed at achieving efficiency optimal utilization of personnel, soldiers Skincare is a form of welfare provision warrior members and impact on the professionalism of soldiers and warriors Separation is the final process of personnel development which aims to prepare the personnel back to the community.

1. PENDAHULUAN

Guna menjamin keberhasilan pada setiap operasi yang melibatkan TNI AD, maka sistem pembinaan personel prajurit TNI AD menjadi salah satu kunci penentu kesiapan satuan dalam menghadapi tugas. Pembinaan personel prajurit TNI AD harus disesuaikan dengan ancaman atau kontijensi yang akan dihadapi. Kondisi saat ini tentunya berbeda dengan kondisi waktu yang lalu, demikian pula dengan ancaman yang akan dihadapi tentunya berbeda dengan ancaman masa lalu, baik kemungkinan ancaman faktual maupun ancaman potensial. Fenomena yang berkembang saat ini bahwa bentuk peperangan sudah memasuki era generasi keempat yang bersifat nonlinier dan asimetris dengan menggunakan segala sumber daya yang ada untuk melumpuhkan musuh. Jadi bentuk peperangan generasi keempat bukan semata-mata untuk menghancurkan kekuatan militer pemerintah, tetapi juga sebagai sarana untuk menunjukkan eksistensi perjuangan kelompok anti pemerintah, sehingga akan mendapat pengakuan dari masyarakat Internasional.

Globalisasi memberi dampak yang luar biasa terhadap kedaulatan negara dimana penguasaan terhadap suatu negara dengan cara-cara lama melalui jalan perang secara langsung sudah mulai ditinggalkan berganti dengan strategi perang secara tidak langsung dengan menguasai kehidupan secara multidimensi. Tentara dan persenjataan canggih bukan lagi pemegang monopoli kekerasan terhadap kemanusiaan, tetapi justru dilakukan perangkat-perangkat sipil yang tidak dibayangkan sebelumnya. Fenomena-fenomena inilah yang kemudian muncul istilah yang lebih dikenal dengan sebutan Perang Asimetris.

Guna mewujudkan hal tersebut tentunya memerlukan dukungan dalam pelaksanaan tugas pokoknya TNI AD memiliki visi TNI AD yang profesional, transparan, jujur dan adil serta akuntabel dilandasi moral yang baik. Visi ini sangat mulia sehingga diharapkan dapat dipedomani dan diimplementasikan dalam kegiatan pembinaan personel prajurit TNI AD oleh seluruh jajaran pejabat yang memiliki wewenang dalam pembinaa personel prajurit TNI AD hal ini berperan dalam memberikan pemahaman tentang pembinaan personel prajurit TNI AD kepada seluruh Prajurit TNI AD.

Pembinaan personel prajurit TNI AD dalam organisasi TNI AD diselenggarakan dalam rangka mewujudkan kekuatan pertahanan negara di darat agar mampu melaksanakan tugas pokoknya. Fungsi personel sebagai fungsi organik militer merupakan bagian penting dalam sistem pembinaan TNI AD secara keseluruhan antara lain meliputi pembinaan tenaga manusia dan pembinaan personel prajurit TNI AD. Pembinaaan tenaga manusia diarahkan untuk memenuhi sasaran kekuatan TNI AD secara kuantitatif sesuai TOP/DSPP, sedangkan Pembinaan personel prajurit TNI AD diarahkan untuk memperoleh kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai dalam mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat. Sebagai

1

Page 2: pembinaan personil

unsur utama yang mengawaki organisasi TNI Angkatan Darat, setiap prajurit dituntut untuk memiliki kemampuan guna mengemban tugas serta senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga selalu siap dan mampu melaksanakan tugas pokoknya.

Pembinaan personel prajurit TNI AD dalam aspek pembinaan tenaga manusia bertujuan untuk menentukan kebutuhan tenaga manusia untuk kepentingan organisasi secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga diperoleh kebutuhan tenaga manusia secara tepat dan berdaya guna. Sedangkan pembinaan personel prajurit TNI AD dalam aspek pembinaan personel prajurit TNI AD bertujuan menyiapkan prajurit yang sanggup dan mampu secara optimal mengemban setiap tugas yang dihadapinya, sehingga terwujud profesionalisme sesuai dengan tugas dan peranannya. Untuk mewujudkan profesionalisme keprajuritan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Angkatan Darat dilakukan transformasi pembinaan personel prajurit TNI AD dalam meningkatkan kualitas prajurit TNI Angkatan Darat. Pembinaan personel prajurit TNI AD dilaksanakan melalui siklus atau proses pembinaan prajurit, yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan prajurit.

Adanya kenyataan di lapangan yang masih terlihat pelaksanaan tugas dan latihan di jajaran satuan TNI AD, bahwa masih adanya degradasi profesionalisme mental, moril dan disiplin prajurit TNI AD sebagai akibat dari terjadinya penyimpangan dari norma-norma dasar keprajuritan (Basic norms). Akibat dari adanya deviasi ini selayaknya norma itu dikembalikan kepada nilai-nilai dasar keprajuritan yang menjadi norma-norma dasar bagi prajurit TNI untuk bersikap, berucap dan bertindak sebagai prajurit TNI yang profesional. Kembali ke norma dasar (back to basics) menjadi pangkal tolak dalam membina dan membangun kekuatan TNI AD. Kegiatan satuan, gerakan atau manuver besar, tidak akan punya arti apa-apa, manakala kemahiran, ketrampilan teknis serta mutu disiplin dan semangat pengabdian individu prajurit berada pada keadaan buruk atau tidak memadai. Hal ini tentunya tidak dapat secara penuh mendukung tugas pokok TNI AD, memiliki visi TNI yang profesional, transparan, jujur dan adil serta akuntabel dilandasi moral yang baik dalam pembinaan personel prajurit TNI AD. Visi ini sangat mulia sehingga diharapkan dapat dipedomani dan diimplementasikan dalam kegiatan pembinaan personel prajurit TNI AD oleh seluruh jajaran pejabat personel TNI AD. Guna memberikan pemahaman tentang pembinaan personel TNI AD kepada seluruh Prajurit TNI AD.

Saat ini fenomena pembinaan personel prajurit TNI AD dalam organisasi Kodam V/Brawijaya yang dimulai dari penyediaan personel prajurit dilakukan dengan langkah awal yaitu penerimaan prajurit sebagai bagian dari pembinaan personel prajurit TNI AD pada hakikatnya merupakan suatu upaya, pekerjaan dan kegiatan untuk mendapatkan prajurit TNI AD dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan organisasi TNI AD dalam rangka pelaksanaan tugas pokok TNI AD. Guna mewujudkan penerimaan prajurit yang efektif, efisien dan tepat sasaran baik secara kualitatif maupun kuantitatif dan berpedoman pada buku pedoman penerimaan prajurit TNI AD yang telah ada. Dalam hal ini Staf Personel AD menyediakan personel yang berkualitas dan siap untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai prajurit TNI AD.

Penerimaan prajurit dalam organisasi Kodam V/Brawijaya ini dilakukan dengan jalan pada setiap tahun anggaran Staf Personel AD telah menindaklanjuti dengan mendapatkan putra daerah sebagai calon prajurit TNI AD baik Perwira, Bintara maupun Tamtama. Untuk mendukung kegiatan tersebut TNI AD melaksanakan kegiatan penerimaan parjurit dimulai dari kampanye dan pendataan, pembinaan kepada calon Prajurit hingga pelaksanaan seleksi Tingkat Daerah. Dalam hal ini jajaran Kodam V/Brawijaya dari mulai Koramil, Kodim, Korem, Ajenrem, Ajendam dan Instansi terkait berupaya keras untuk mendapatkan calon prajurit sesuai jumlah yang direncanakan oleh Mabes TNI maupun Kemhan. Program lain yang dilaksanakan untuk mendapatkan Calon Taruna Akmil yang lebih berkualitas dan berprestasi dilakukan kampanye dan seleksi langsung ke SMA-SMA unggulan di wilayah Kodam V/Brawijaya dengan melibatkan instansi terkait (Ditajenad, Dispsiad, Disjasad, Pusintelad dan Ajendam). Untuk mendukung kegiatan penerimaan prajurit dilaksanakan secara terbuka dan transparan, pendaftaran calon prajurit dilaksanakan secara online. Calon prajurit yang mengikuti kegiatan seleksi telah Lulus pemeriksaan dan pengujian materi administrasi, kesehatan, jasmani, wawancara, psikologi dan akademik khusus untuk calon Taruna Akmil. Untuk persyaratan tinggi badan Catar Akmil, minimal 165 cm serta berijazah SMA program IPA, sedangkan untuk persyaratan tinggi badan calon Bintara PK Pria dan Tamtama PK minimal 165cm dan untuk Calon Bintara PK Wanita minimal 160 cm. Namun dalam pelaksanaannya rekrutmen yang dilaksanakan selalu terkendala dengan singkatnya waktu yang disediakan

2

Page 3: pembinaan personil

sehingga proses seleksi untuk mendapatkan calon prajurit profesional ini dianggap tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal.

Selanjutnya langkah yang dilakukan dalam pendidikan personel TNI AD di Kodam V/Brawijaya adalah dengan menerapkan konsepsi dasar penyelenggaraan pendidikan TNI AD yang meliputi kebijaksanaan, strategi dan penyelenggaraan pendidikan. Salah satu pokok kebijakan tersebut diantaranya adalah meningkatkan kualitas sumber daya Prajurit TNI AD, yakni meningkatkan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan, didukung oleh kondisi jasmani yang prima serta dilandasi jiwa juang yang pantang menyerah. Upaya ini dilaksanakan melalui pemantapan kinerja lemdik, kajian terhadap kurikulum, tenaga pendidik dan bahan ajaran serta pemberdayaan lembaga pendukung lainnya, khususnya yang menyangkut komponen pendidikan.

Dalam pelaksanaannya pendidikan ini meliputi Pendidikan Pertama terdiri atas Pendidikan Pertama untuk pengangkatan Prajurit golongan kepangkatan perwira, bintara, dan tamtama. Pendidikan Pembentukan terdiri atas pendidikan pembentukan perwira dan pendidikan pembentukan bintara, hingga Setiap Prajurit memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan pengembangan dengan mempertimbangkan kepentingan TNI serta memenuhi persyaratan yang ditentukan melalui pendidikan pengembangan. Namun dalam pelaksanaanya belum sejalan dengan perkembangan sains dan teknologi sangat berpengaruh kepada pelaksanaan pertahanan negara. Timbulnya Revolution in Military Affairs (RMA) yang terutama disebabkan oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menimbulkan dorongan kepada setiap angkatan bersenjata, termasuk TNI, agar ada usaha pendalaman yang intensif serta spesialisasi dalam berbagai persenjataan, termasuk precision guided munition (PGM), peroketan, persenjataan nuklir, kimia dan biologi. TNI membentuk pakar-pakar yang benar-benar memahami masalah pertahanan yang diakibatkan oleh perkembangan sains dan teknologi yang terus maju. Sebab itu penting sekali peran para pelatih / instruktur dan guru pada Pendidikan Dasar Kemiliteran dibutuhkan sosok Pelatih cakap menumbuhkan keyakinan prajurit untuk selalu membela Negara dan Bangsa seperti halnya pada pendidikan tamtama atau bintara seharusnya diambil para pelatih dari personel-personel yang terbaik di tiap kesatuan. Demikian pula di semua pendidikan dan latihan seterusnya mutu profesional militer harus digabungkan dengan nilai perjuangan untuk membentuk Tamtama, Bintara dan Perwira yang dapat diandalkan dalam menjalankan semua kewajibannya. Di Akademi Angkatan dan pendidikan Staf Umum di berbagai SESKO hal itu ditambah lagi dengan disajikannya pendidikan intelektual yang bermutu untuk menciptakan Perwira TNI yang mampu memahami segala perkembangan dunia dan bangsanya untuk mengembangkan kepemimpinan dan manajemen yang sukses di semua pelaksanaan tugas.

Dalam bidang penggunaan seperti telah disampaikan sebelumnya salah satu ciri dari profesionalisme adalah adanya keahlian (expertise), karena nilai atau value seorang prajurit dilihat dari bagaimana ia menguasai dan mengerjakan pekerjaan atau tugas pokoknya. Dihubungkan dengan organisasi TNI AD sebagai sebuah sistem, maka personel dengan lingkup tugas dibawahnya adalah sub sistem dan sub-sub sistem yang saling mengisi dan bekerja sama agar sistem tersebut dapat bekerja dengan baik dan berdaya guna. Dengan melihat komposisi dan jumlah prajurit TNI AD yang begitu besar, dan agar tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan yang pada akhirnya hanya akan menghasilkan pemborosan saja, maka prajurit TNI AD sedini mungkin memilih dan menentukan dibidang apa ia bekerja, untuk kemudian ditekuni dan dikuasai, namun dalam penggunaannya masih ditemukan para personel yang belum atau tidak sesuai dengan kecabangannya. Selain itu di Kodam V/Brawijaya dijumpai juga beberapa personel yang memasuki masa persiapan pensiun namun dalam kenyataannya tidak dilaksanakan oleh personel yang bersangkutan, sehingga proses regenerasi personel yang dibawahnya mengalami kendala, hal ini dapat dilihat dari banyaknya perwira menengah di Kodam V/Brawijaya yang tidak mempunyai jabatan.

Dalam hal rawatan prajurit sesuai yang diamanatkan dalam Pasal 50 UU RI 34 th 2004, prajurit dan prajurit siswa berhak memperoleh kebutuhan dasar prajurit dan memperoleh rawatan dan layanan kedinasan, namun dalam pelaksanaanya hal ini juga dirasa tidak maksimal hal ini masih terlihat dari beberapa oknum TNI yang masih terlibat tindakan indisipliner dan ketidakprofesionalan yang ditunjukan personel yang melakukan pelanggaran yang masalah utamanya dipastikan kurangnya kesejahteraan bagi personel, selain itu juga masih dijumpai masalah perumahan yang masih sering menimbulkan konflik antara purnawirawan dan prajurit aktif. Hal ini juga berkorelasi dengan pemisahan prajurit dimana pemisahan prajurit yang berarti belum terwujudnya penyediaan perumahan bagi prajurit yang telah purna

3

Page 4: pembinaan personil

tugas. Selain itu berdasarkan pengamatan awal yang ditemui adalah masih dijumpai beberapa oknum prajurit yang menjelang masa akhir dinasnya juga melakukan tindakan yang kurang terpuji dimana mereka yang sebenarnya telah berstatus duda/janda melakukan pernikahan dengan pasangan yang lebih muda untuk mendapatkan tunjangan yang lebih besar.

Berbagai hal yang dikemukakan di atas menuntut personel dalam organisasi Kodam V/Brawijaya untuk melakukan pembinaan personel prajurit TNI AD yang dilaksanakan secara terencana dan berlanjut sehingga memperoleh hasil yang optimal dalam meningkatkan profesionalisme prajurit Kodam V/Brawijaya yang merupakan tuntutan yang dijawab untuk menghadapi tantangan tugas kedepan yang semakin komplek sesuai perkembangan jaman yang semakin maju dan modern. Bertitik tolak dari latar belakang di atas maka penulis meneliti tentang “PEMBINAAN PERSONIL PRAJURIT TNI ANGKATAN DARAT (Studi Implementasi Kebijakan Pembinaan Personel Prajurit TNI AD Di Kodam V/Brawijaya Berdasarkan Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil Pembinaan Personil Prajurit TNI AD)”.

a. Perumusan MasalahDari identifikasi terhadap permasalahan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut:1. Bagaimana pelaksanaan Pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya Tahun 2015?2. Faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang melatarbelakangi dalam pelaksanaan Pembinaan

Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya Tahun 2015?

b. Tujuan PenelitianSelanjutnya dari rumusan masalah yang telah dikemukakan maka penelitian ini bertujuan:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan Pembinaan Personel prajurit TNI AD khususnya di Kodam V/Brawijaya Tahun 2015.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi pelaksnaan Pembinaan Personel Prajurit TNI-AD di Kodam V/Brawijaya Tahun 2015

2.KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Kebijakan Publika. Pengertian Kebijakan

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino(2008: 7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50) memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

1) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan2) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi3) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan4) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan5) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai6) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit maupun

implisit7) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu

4

Page 5: pembinaan personil

8) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan yang bersifat intra organisasi

9) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-lembaga pemerintah

10) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.b. Pengertian Kebijakan Publik

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “ is whatever government choose to do or not to do” ( apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan). Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

Carl I. Friedrick dikutip oleh Nugroho (2008) mendefinisikannya sebagai serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuan- ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

3. Model-Model Implementasi KebijakanMemperhatikan beberapa pengertian implementasi kebijakan seperti yang diuraikan di

atas, untuk mempermudah analisis bagaimana implementasi kebijakan, maka diperlukan suatu model implementasi. Dalam kajian kebijakan sosial, model dibuat untuk menjelaskan proses, karakteristik, mekanisme, serta menentukan strategi-strategi kebijakan sosial.

Pada prinsipnya terdapat dua model implementasi kebijakan, yaitu yang pertama, implementasi kebijakan yang berpola ”dari atas ke bawah” (top-bottomer), yakni berupa pola yang dikerjakan pemerintah untuk rakyat, dimana partisipasi lebih berbentuk mobilisasi. Kedua, yaitu implementasi kebijakan yang berpola dari ” bawah ke atas” (bottom-topper), yakni meski kebijakan dibuat oleh pemerintah, namun pelaksananya oleh rakyat. a. Model Implementasi Donald Van Meter dengan Carl Van Horn (1975)

Model ini adalah yang paling klasik, dengan mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Proses implementasi merupakan suatu abstraksi atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.

b. Model Kerangka Analisis Implementasi (Framework For Implementation Analysis) dari Daniel Mazmanian dan Paul A. Sebatier (1983)

Model ini mengemukakan bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model implementasi kebijakan ini berada pada kuadran ’puncak ke bawah” dan lebih berada di ”mekanisme paksa” daripada ”mekanisme pasar”. Kedua tokoh tersebut mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam tiga variabel (Nugroho, 2008: 440).

1)  Variabel independen yaitu mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki.

2)  Variabel intervening, yaitu variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan

5

Page 6: pembinaan personil

keterbukaan kepada pihak luar; dan variabel diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosioekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmrn dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

3)     Variabel dependen, yaitu tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, yaitu pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

c. Model George Edward IIITeori yang dikemukakan oleh George Edwards III, mengatakan bahwa implementasi

dapat dimulai dari kondisi abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan dapat berhasil. Menurut Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik yaitu Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), sikap (dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure), dalam http://mulyono.staff.uns.ac.id , Rabu, 29 Maret 2010.

Keempat faktor di atas harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Tujuannya adalah meningkatkan pemahaman tentang implementasi kebijakan. Penyederhanaan pengertian dengan cara membreakdown (diturunkan) melalui eksplanasi implementasi kedalam komponen prinsip. Implementasi kebijakan adalah suatu proses dinamik yang mana meliputi interaksi banyak faktor. Sub kategori dari faktor-faktor mendasar ditampilkan sehingga dapat diketahui pengaruhnya terhadap implementasi.

George Edward III dalam (Riant 2012) menegaskan bahwa masalah utama administrasi publik adalah lack of attention to implementation. Dikatakannya, without effective implementation the decission of policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif, yaitu communication, resource, disposition or attitudes, dan beureucratic structures.

Komunikasi berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan/atau publik, ketersediaan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari pihak yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan.

Resources berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, khususnya sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan kecakapan pelaksana kebijakan publik untuk carry out kebijakan secara efektif.

Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk carry out kebijakan publik tersebut, kecakapaan saja tidak mencukupi, tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan.

Struktur birokrasi berkenaan dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan publik. Tantangan adalah bagaimana agar tidak terjadi beureucratic fragmentation karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif. Di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena kurangnya koordinasi dan kerja sama di antara lembaga-lembaga negara dan/ atau pemerintahan.

Faktor –faktor yang berpengaruh dalam implementasi menurut George Edwards III sebagai berikut :1) Komunikasi

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana. Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan kebijakan itu. Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan tertentu, atau menyebarluaskannya. Disamping itu sumber informasi yang berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula.

6

Page 7: pembinaan personil

Agar implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya. Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenai maksud dan tujuan kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

2) SumberdayaTidak menjadi masalah bagaimana jelas dan konsisten implementasi program dan

bagaimana akuratnya komunikasi dikirim. Jika personel yang bertanggungjawab untuk melaksanakan program kekurangan sumberdaya dalam melakukan tugasnya. Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staf, keahlian dari para pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program, adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana yamg diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana, sarana dan prasarana. Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik. Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik agar dapat meningkatkan kinerja program.

Informasi merupakan sumberdaya penting bagi pelaksanaan kebijakan. Ada dua bentuk informasi yaitu informasi mengenahi bagaimana cara menyelesaikan kebijakan/program serta bagi pelaksana harus mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan dan informasi tentang data pendukung kepetuhan kepada peraturan pemerintah dan undang-undang. Kenyataan dilapangan bahwa tingkat pusat tidak tahu kebutuhan yang diperlukan para pelaksana dilapangan.

Kekurangan informasi/pengetahuan bagaimana melaksanakan kebijakan memiliki konsekuensi langsung seperti pelaksana tidak bertanggungjawab, atau pelaksana tidak ada di tempat kerja sehingga menimbulkan inefisiensi. Implementasi kebijakan membutuhkan kepatuhan organisasi dan individu terhadap peraturan pemerintah yang ada. Sumberdaya lain yang juga penting adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan/mengatur keuangan, baik penyediaan uang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan/program harus terpenuhi seperti kantor, peralatan, serta dana yang mencukupi. Tanpa fasilitas ini mustahil program dapat berjalan.

3) Disposisi atau SikapSalah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan adalah

sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Ada tiga bentuk sikap/respon implementor terhadap kebijakan ; kesadaran pelaksana, petunjuk/arahan pelaksana untuk merespon program ke arah penerimaan atau penolakan, dan intensitas dari respon tersebut. Para pelaksana mungkin memahami maksud dan sasaran program namun seringkali mengalami kegagalan dalam melaksanakan program secara tepat karena mereka menolak tujuan yang ada didalamnya sehingga secara sembunyi mengalihkan dan menghindari implementasi program. Disamping itu dukungan para pejabat pelaksana sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program.

7

Page 8: pembinaan personil

Dukungan dari pimpinan sangat mempengaruhi pelaksanaan program dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Wujud dari dukungan pimpinan ini adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas program, penempatan pelaksana dengan orang-orang yang mendukung program, memperhatikan keseimbangan daerah, agama, suku, jenis kelamin dan karakteristik demografi yang lain. Disamping itu penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan kebijakan/program.

4) Struktur Birokrasi Membahas badan pelaksana suatu kebijakan, tidak dapat dilepaskan dari struktur

birokrasi. Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dalam menjalankan kebijakan. Bila sumberdaya cukup untuk melaksanakan suatu kebijakan dan para implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, tetapi implementasi masih bisa gagal apabila struktur birokrasi yang ada menghalangi koordinasi yang diperlukan dalam melaksanakan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.

Dalam penelitian ini Model Implementasi Edward III digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya dimana implementasi pembinaan personel prajurit TNI AD akan dilihat dari kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana, adanya komponen sumber daya pelaksana, sikap/respon implementor terhadap kebijakan dan koordinasi dengan struktur birokrasi yang ada sebagai indikator kelancaran dari implementasi.

d. Model Implementasi Ripley dan Franklin Di dalam bukunya yang berjudul Policy Implementation and Bureaucracy dalam Effendi (2004: 19), Ripley dan Franklin menyatakan: “the nation of success in implementation has no single widely accepted definition. Different analists and different actors have very different meanings in mind when they talk about or think about successful implementation. There are three dominant ways of thingking about successful implementation”

Menurut Ripley dan Franklin ada tiga cara yang dominan bagi suksesnya implementasi kebijakan, yaitu:

1) Tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku (the degree of compliance on the statute), tingkat keberhasilan implementasi kebijakan dapat diukur dengan melihat tingkat kepatuhan terhadap isi kebijakan dengan mandat yang telah diatur.

2) Lancarnya pelaksanaan rutinitas fungsi, (smoothly functioning routine and the absence of problem), keberhasilan implementasi kebijakan dapat ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah yang dihadapi.

3) Terwujudnya kinerja dan dampak yang dikehendaki (the leading of the desired performance and impact), bahwa dengan adanya kinerja dan dampak yang baik merupakan wujud keberhasilan implementasi kebijakan

e. Model Michael Lipsky (1980)Michael Lipsky termasuk pendukung implementasi model bootom-up. Dalam teori

buttom-up ini, yang benar-benar perlu diperhatikan adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model bootom-up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi dan pembentukan konsesus (Parson, 2005: 469). Hal ini melibatkan dua konteks atau lingkungan, yaitu keahlian manajemen dan kultur organisasi yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Dalam buku yang sama, dijelaskan bahwa model implementasi Lipsky adalah sesuatu yang melibatkan pengakuan bahwa organisasi

8

Page 9: pembinaan personil

mengandung keterbatasan manusia dan organisasional, dan bahwa manusia dan organisasi itu harus dianggap sebagai sumberdaya. Implementasi yang efektif adalah sebuah kondisi yang dapat dibangun dari pengetahuan dan pengalaman dari orang-orang yang ada di garis depan pemberi pelayanan. Model ini menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

2.2 Kebijakan Strategis TNI Kebijakan strategis TNI merupakan penjabaran dari kebijakan pemerintah di bidang

pertahanan dan keamanan yang tertuang dalam Program Pembangunan Nasional. Pokok persoalan yang menjadi pedoman TNI dalam membangun postur TNI adalah sebagai berikut: pertama, melakukan reposisi, redefinisi dan reaktualisasi peran TNI sebagai alat negara. Kedua, pembangunan TNI dengan meningkatkan rasio kekuatan sebagai komponen utama dalam Sishankamrata. Ketiga, mengembangkan kekuatan pertahanan negara kewilayahan yang didukung dengan sarana dan prasarana serta anggaran yang memadai. Kelima atau terakhir, membangun kerjasama pertahanan dan penyiapan dalam rangka perdamaian dunia. (Rahakundinie, 2008).

2.3 Konsep Pembinaan Personel Prajurit TNI AD Pembinaan personel prajurit TNI AD diselenggarakan dalam satu siklus pembinaaan secara

berkelanjutan yang meliputi semua aspek yang berpengaruh terhadap pencapaian tugas pokok maka harus dilaksanakan dengan menjalankan segala usaha, tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, penyusunan, pembangunan, pengembangan dan pengendalian segala kekuatan pertahanan negara di darat agar selalu siap menghadapi setiap tuntutan tugas dalam rangka penyelenggaraan sitem pertahanan semesta dimana sebagai bagian dari sistem pembinaan secara keseluruhan yang diarahkan untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang tepat dan memadai sesuai kebutuhan organisasi. Pembinaan personel prajurit TNI AD dalam arti luas mencakup dua aspek, yaitu aspek pembinaan tenaga manusia (Binteman) dan aspek pembinaan personel (Binpers) prajurit sebagai individu perorangan yang merupakan pembinaan terhadap terwujudnya prajurit yang memiliki jati diri kejiwaan prajurit pejuang Pancasila, memiliki kemampuan intelektual, ketrampilan serta fisik yang handal sesuai dengan kebutuhan organisasi oleh karena itu kegiatan pembinaan prajurit diarahkan untuk mencapai kuantitas dan kualitas prajurit yang tepat dan memadai untuk mengemban tugas yang dihadapinya dalam rangka mewujudkan organisasi yang profesional agar arah pembinaan dapat tercapai maka ditentukan prinsip-prinsip dasar dalam pembinaan personel prajurit TNI AD yaitu :

1) Pembinaan personel prajurit TNI AD dilakukan untuk mewujudkan Personel sebagai komplemen secara konsepsional bertahap, terarah dan berlanjut berdasarkan skala prioritas meliputi tertib administrasi, disiplin kerja yang tinggi, kesejahteraan dan jiwa kejuangan agar mampu mendukung tugas pokok TNI AD.

2) Pemanfaatan dan pendayagunaan personel yang sebesar-besarnya untuk kepentingan tugas.3) Penempatan personel pada jabatan yang tepat.4) Peningkatan kemampuan, kecakapan, minat dan bakat melalui pendidikan dan pelatihan.5) Peningkatan motivasi agar setiap personel berkeinginan mencapai prestasi kerja yang tinggi

dengan jalan memberi teladan, rangsangan, bimbingan dan pelatihan.6) Pemberian kesempatan untuk pengembangan karier berdasarkan perpaduan sistem karier dan

sistem prestasi kerja.7) Pengembangan karier dilaksanakan secara terbuka agar setiap personel mengetahui dan

mengerti arah pengembangan kariernya.8) Pemeliharaan dan peningkatan kesadaran tentang persatuan dan kesatuan Nasional.

Pembinaan personel prajurit TNI AD dalam aspek pembinaan tenaga manusia bertujuan untuk menentukan kebutuhan tenaga manusia untuk kepentingan organisasi secara kualitatif dan kuantitatif, sehingga diperoleh kebutuhan tenaga manusia secara tepat dan berdaya guna. Sedangkan pembinaan personel prajurit TNI AD dalam aspek pembinaan personel prajurit TNI AD bertujuan menyiapkan prajurit yang sanggup dan mampu secara optimal mengemban setiap tugas yang dihadapinya, sehingga terwujud profesionalisme sesuai dengan tugas dan peranannya.

9

Page 10: pembinaan personil

Untuk mewujudkan profesionalisme keprajuritan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Angkatan Darat agar setiap prajurit mampu melaksanakan tugas, diperlukan pembinaan personel prajurit TNI AD dalam meningkatkan kualitas prajurit TNI Angkatan Darat. Pembinaan personel prajurit TNI AD dilaksanakan melalui siklus atau proses pembinaan prajurit, yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan prajurit, sesuai yang tercantum dalam Pasal 40 UU No 34 Tahun 2004 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2010 Tentang Administrasi Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Buku Petunjuk Administrasi tentang Penyelenggaraan Administrasi Personel Prajurit Angkatan Darat Tahun 2010, Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil meliputi.1) Penyediaan prajurit

Penyediaan prajurit dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan organisasi, sehingga diperoleh keseimbangan kekuatan dan komposisi prajurit yang tepat dan diperlukan dalam mengawaki organisasi. Penyediaan prajurit dilaksanakan melalui kegiatan penerimaan prajurit bagi prajurit sukarela dan pengerahan prajurit bagi prajurit wajib, untuk golongan kepangkatan perwira, bintara dan tamtama.

Dalam pelaksanaannya setiap Warga Negara mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk diterima menjadi Prajurit Sukarela melalui proses penerimaan melalui kampanye, penerangan, dan pengumuman. Selanjutnya penerimaan menjadi Prajurit Sukarela dilaksanakan melalui pendaftaran, seleksi, dan Pendidikan Pertama. Adapun persyaratan umum untuk menjadi Prajurit sesuai Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil adalah:a) Warga Negara Indonesia;b) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;c) setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;d) pada saat dilantik menjadi Prajurit berumur paling rendah 18 (delapan belas) tahun;e) tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia;f) sehat jasmani dan rohani;g) tidak sedang kehilangan hak menjadi Prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;h) lulus Pendidikan Pertama untuk membentuk Prajurit Siswa menjadi Prajurit; dani) persyaratan lain sesuai dengan keperluan

Penerimaan Warga Negara menjadi Prajurit Sukarela dilakukan oleh panitia penerimaan yang dibentuk pada tingkat daerah dan pusat sesuai dengan kebutuhan. panitia penerimaan sebagaimana bertugas melakukan pendaftaran, penelitian persyaratan, pemanggilan, dan pengujian. Biaya perjalanan dan akomodasi Warga Negara yang memenuhi panggilan dan selama pengujian di tingkat pusat ditanggung oleh Negara. Setiap Warga Negara yang memenuhi persyaratan dapat diwajibkan untuk menjalani Dinas Keprajuritan selanjutnya menjalani Pendidikan Pertama sebagai Prajurit Siswa.2) Pendidikan

Pendidikan dan latihan prajurit dilaksanakan secara terencana, terarah, terukur, bertahap, bertingkat dan berlanjut untuk membentuk dan mengembangkan kualitas calon prajurit dan prajurit yang berjiwa Pancasila dan Sapta Marga, memiliki kepribadian pejuang prajurit dan prajurit pejuang, serta memiliki kecerdasan, keterampilan, dan kesamaptaan jasmani, sehingga mampu mengemban setiap tugas yang diberikan. Pendidikan prajurit yang ditempuh melalui berbagai jenis dan jenjang pendidikan memungkinkan prajurit memiliki kepribadian yang semakin mantap, kemampuan penguasaan teknologi yang semakin mendalam dan penguasaan pengetahuan yang semakin luas sedangkan untuk meningkatkan keterampilan dan kesemaptaan jasmani yang prima maka perlu diadakan latihan – latihan baik itu latihan perorangan maupun kelompok secara bertahap, bertingkat dan berlanjut sehingga diharapkan setiap prajurit memahami, mengerti dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai jabatan yang dipercayakan kepadanya.

Dalam pendidikan yang diatur pada Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi:

10

Page 11: pembinaan personil

a) Pendidikan PertamaPendidikan Pertama terdiri atas Pendidikan Pertama untuk pengangkatan Prajurit

golongan kepangkatan perwira, bintara, dan tamtama. Pendidikan Pertama untuk pengangkatan Prajurit golongan kepangkatan perwira terdiri atas: a) akademi TNI dan pendidikan Prajurit Sukarela Dinas Pendek, dengan masukan dari pendidikan menengah; dan b) sekolah perwira, dengan masukan dari perguruan tinggi. Pendidikan Pertama untuk pengangkatan Prajurit golongan kepangkatan bintara dengan masukan dari pendidikan menengah. Pendidikan Pertama untuk pengangkatan Prajurit golongan kepangkatan tamtama dengan masukan dari pendidikan dasar.b) Pendidikan Pembentukan

Pendidikan Pembentukan terdiri atas pendidikan pembentukan perwira dan pendidikan pembentukan bintara. Pendidikan Pembentukan perwira untuk membentuk dan mengembangkan bintara terpilih yang memenuhi syarat menjadi perwira. Pendidikan Pembentukan bintara untuk membentuk dan mengembangkan tamtama terpilih yang memenuhi syarat menjadi bintara.

Setiap Prajurit memperoleh kesempatan untuk mengembangkan kemampuannya melalui pendidikan pengembangan dengan mempertimbangkan kepentingan TNI serta memenuhi persyaratan yang ditentukan. Pendidikan pengembangan terdiri atas: a) pendidikan golongan perwira meliputi pendidikan pengembangan umum, pengembangan spesialisasi, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b) pendidikan golongan bintara meliputi pendidikan pengembangan spesialisasi, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan c) pendidikan golongan tamtama yaitu pendidikan pengembangan spesialisasi.

3) Penggunaan PrajuritPenggunaan prajurit dilaksanakan untuk mendayagunakan setiap prajurit secara optimal

dalam penugasan dan pemanfaatannya serta memberikan kemungkinan pengembangan karier seluas-luasnya selama pengabdiannya. Keberhasilan penggunaan prajurit diperoleh melalui pembinaan karier yang adil, obyektif, dan transparan dengan pemanfaatan dan penempatan setiap prajurit seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan dan keahliannya sehingga prinsip The right man on the right job dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam dinas keprajuritan Prajurit Karier menjalani Dinas Keprajuritan dengan Ikatan Dinas Prajurit Sukarela yang terbagi atas: Ikatan Dinas Pertama dan Ikatan Dinas Lanjutan. Prajurit yang mendapat tugas belajar mengikuti pendidikan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lamanya 3 (tiga) bulan atau lebih di bidang keahlian atau kejuruan tertentu dan lulus, dikenakan Ikatan Dinas Khusus. Prajurit yang akan melakukan Ikatan Dinas Khusus, wajib menandatangani Surat Perjanjian Ikatan Dinas.

Masa Ikatan Dinas Pertama ditetapkan sebagai berikut: a) bagi perwira selama 10 (sepuluh) tahun; bagi bintara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun; dan bagi tamtama paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ikatan Dinas Pertama dibuat dan ditandatangani sebelum Warga Negara yang terpilih diangkat menjadi Prajurit Siswa dan berlaku terhitung mulai tanggal yang bersangkutan lulus Pendidikan Pertama.

Masa Ikatan Dinas Lanjutan ditetapkan sebagai berikut: a) bagi perwira sampai usia paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun; dan bagi bintara dan tamtama sampai usia paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun. Prajurit Karier yang akan mengakhiri Dinas Keprajuritan setelah berakhirnya masa Ikatan Dinas Pertama harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang secara hierarkhis paling lambat 6 (enam) bulan sebelum masa Ikatan Dinas Pertama berakhir. Prajurit Karier yang selesai menjalankan masa Ikatan Dinas Pertama dan tidak mengajukan berhenti karena alasan tertentu dianggap melanjutkan Ikatan Dinas Lanjutan.

Masa Ikatan Dinas Khusus ditetapkan paling singkat 2 (dua) kali dan paling lama 5 (lima) kali dari masa pendidikan yang diikuti dan diperhitungkan setelah selesai masa Ikatan Dinas Pertama. Ikatan Dinas Khusus dibuat dan ditandatangani sebelum yang

11

Page 12: pembinaan personil

bersangkutan menjalani pendidikan dan dihitung mulai tanggal berakhir masa Ikatan Dinas yang sedang dijalani.

Masa Ikatan Dinas Pendek ditetapkan paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ikatan Dinas Pendek dibuat dan ditandatangani sebelum Warga Negara yang terpilih diangkat menjadi Prajurit Siswa dan berlaku terhitung mulai tanggal lulus Pendidikan Pertama. Masa Ikatan Dinas Pendek tidak dapat diperpanjang dan Prajurit Sukarela Dinas Pendek yang telah berakhir masa dinasnya dapat diangkat menjadi Prajurit Karier dengan persyaratan.

Selain masa dinas setiap Prajurit memperoleh kesempatan untuk mendapat kenaikan pangkat berdasarkan prestasinya sesuai dengan pola karier yang berlaku dan memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kenaikan pangkat terdiri atas: kenaikan pangkat reguler; dan kenaikan pangkat khusus. Penetapan kenaikan pangkat Kolonel dan ke/dalam pangkat Perwira Tinggi oleh Presiden.

4) Rawatan Prajurit Perawatan prajurit diberikan untuk menjamin setiap prajurit selalu siap mengemban tugas

dengan sebaik-baiknya. Pemberian rawatan kedinasan dan purna dinas kepada setiap prajurit dan keluarganya diarahkan pada keseimbangan antara kewajiban dan hak setiap prajurit, sehingga dapat terwujud keserasian antara kepentingan organisasi dan kebutuhan prajurit. Perawatan prajurit diselenggarakan melalui kebijakan dasar, pembinaan mental, pembinaan moril, pembinaan hukum, disiplin, tata tertib, pembinaan jasmani dan pembinaan kesejahteraan.

Setiap Prajurit maupun prajurit siswa beserta keluarganya diberikan kesejahteraan berupa Rawatan Kedinasan. Setiap Prajurit diberikan penghasilan yang layak secara rutin setiap bulan Penghasilan yang layak terdiri atas a) gaji pokok dan kenaikannya secara berkala; b) tunjangan keluarga; c) tunjangan jabatan; d) tunjangan operasi; e) tunjangan khusus; dan f) uang lauk pauk atau natura. Khusus untuk Prajurit Siswa selama menjalani Pendidikan Pertama mendapat penghasilan berupa uang saku pendidikan.

Dalam rawatan prajurit ini terbagi menjadi rawatan untuk prajurit itu sendiri dan rawatan untuk keluarganya. Prajurit mendapat Rawatan Prajurit berupa: a) perlengkapan perseorangan; b) pakaian seragam dinas; c) ransum pangan; d) perumahan atau asrama atau mess; e) rawatan kesehatan; f) pembinaan moril; g) pembinaan jasmani; h) pembinaan mental dan pelayanan keagamaan; i) pembinaan disiplin dan tata tertib; j) bantuan hukum; k) asuransi kesehatan dan jiwa; l) asuransi penugasan operasi militer; dan m) pemberian cuti. Keluarga Prajurit mendapat rawatan keluarga Prajurit meliputi: rawatan kesehatan; pembinaan moril; pembinaan mental dan pelayanan keagamaan; dan bantuan hukum.

Bentuk lain dari rawata dinas prajurit ini meliputi Rawatan Kedinasan bagi Prajurit yang Diberhentikan Sementara dari Jabatan, Rawatan Kedinasan bagi Prajurit yang Cacat Ringan, Rawatan Kedinasan bagi Prajurit yang Dinyatakan Hilang dalam Tugas dan penganugerahan atau tanda jasa yang diperuntukkan bagi Prajurit dan Prajurit Siswa yang dalam pertempuran berjasa melampaui panggilan tugas, yang mendapat penugasan khusus dengan pertaruhan jiwa raga secara langsung dan berjasa melampaui panggilan tugas, dianugerahi Tanda Jasa dan/atau Tanda Kehormatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.5) Pemisahan

Pemisahan prajurit merupakan kegiatan akhir dari siklus pembinaan prajurit yang dilaksanakan untuk memelihara dan menjaga kekuatan dan komposisi prajurit, baik secara kuantitas maupun kualitas. Pemisahan prajurit dilaksanakan secara tepat waktu sesuai ketentuan perundang-undangan, selain itu juga untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap prajurit sehingga dapat melanjutkan pengabdiannya di luar lingkungan TNI.

Pengakhiran dinas keprajuritan ini mengacu kepada batas usia yang meliputi a) Batas usia pensiun bagi Perwira paling rendah 48 (empat puluh delapan) tahun dan paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun. b) Batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama paling rendah 42 (empat puluh dua) tahun dan paling tinggi 53 (lima puluh tiga) tahun. c) Batas usia tunjangan bersifat pensiun bagi perwira paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling

12

Page 13: pembinaan personil

tinggi 47 (empat puluh tujuh) tahun. Dan d) Batas usia tunjangan bersifat pensiun bagi bintara dan tamtama paling rendah 38 (tiga puluh delapan) tahun danpaling tinggi 41 (empat puluh satu) tahun.

Dapat dijelaskan bahwa pembinaan personel prajurit TNI AD yang dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kualitas prajurit untuk tercapainya kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF) dengan sasaran kekuatan personel secara kuantitas dan kualitas yang mampu menjamin pelaksanaan tugas. Pembinaan prajurit memerlukan transformasi bidang personel yang tepat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembinaan personel prajurit TNI AD dengan tidak mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang personel.

Dapat dijelaskan bahwa baik buruknya suatu organisasi militer sangat tergantung kepada kualitas peronel yang mengawakinya. The man behind the gun harus selalu menjadi dasar pertimbangan dan pemikiran di dalam melakukan pembinaan peronel, sehingga prinsip pembinaan peronel the right man on the right place and the right man on the right job, benar-benar dapat dilaksanakan. bidang pembinaan personel prajurit TNI AD memiliki peran sentral dalam suatu organisasi, sehingga bidang pembinaan peronel merupakan salah satu unsur menentukan dalam mewujudkan profesionalisme TNI AD, yang selama ini senantiasa menjadi misi dan visi pimpinan TNI AD. Perwujudan personel TNI AD yang profesional dan berkinerja tinggi sebagai bagian dari tekad membangun TNI AD yang kuat  bukanlah hal yang mudah untuk dicapai apabila tanpa dilandasi kerja keras dengan didukung kebijakan yang baik, sinergis dan berkesinambungan.  Perwujudan profesionalisme personel TNI AD dapat dilaksanakan melalui pembinaan personel prajurit TNI AD dan tenaga manusia (Binpersman) TNI AD. Pembinaan personel (Binpers) lebih mengarah pada pembinaan aspek mikro dan pembinaan tenaga manusia (Binteman) mengarah pada pembinaan aspek makro. Aspek mikro mencakup kegiatan dalam pengendalian aspek individu yang dalam keberhasilan kegiatannya akan menentukan kesiapan personel untuk mengawaki organisasi TNI AD. Sedangkan aspek makro mencakup kegiatan dalam pengendalian tuntutan kebutuhan dan persyaratan pengawakan organisasi yang mencakup perencanaan kekuatan, keserasian dan kebutuhan personel, dimana tingkat pemenuhan pengawakan tersebut akan menentukan derajat kesiapan organisasi TNI AD.  Untuk mewujudkan personel TNI AD yang profesional dan berkinerja tinggi perlu hubungan yang sinergis dan berkesinambungan antara aspek makro dan mikro. (Kementrian Pertahanan RI, 2012).

2.4 Konsep Kepemimpinana. Kepemimpinan secara umum

Kepemimpinan dapat silihat dari sisi yang berbeda dari apa yang di sebut dengan seni mempengaruhi orang lain. Dalam hal ini tidak kalah pentingnya kemampuan seseorang untuk dapat memimpin dirinya sendiri (Self Leadership), dimana perilaku dan pikiran manusia digunakan mempengaruhi dirinya sendiri. Membentuk seseorang untuk dapat memimpin dirinya secara efektif mengatasi tantangan berat dengan mengagumkan, orang tersebut disebut Super Leader (Manz & Sims. Jr, 2001:22). Dari Super Leader muncullah Super Leadership dengan mengimplementasikan pola kepemimpinan dimana pemimpin membantu pengikutnya membangun kemampuan memimpin dirnya sendiri untuk memebrikan kontribusi kepada organisasi. Super Leader memberi semangat kepada pengikutnya untuk berinisiatif, bertanggung jawab, percaya diri, mengerti arah tujuan, berfikir positif dan dapat memecahkan masalah sendiri. Bagian yang paling penting bagi tantangan Super Leadership abad 21 adalah bahwa pengikut membutuhkan informasi dan pengetahuan untuk melaksanakan Own Self Leadership (Manz & Sims. Jr, 2001:45). Pendapat lain menyatakan bahwa Super Leadership membuat suatu nilai tambah, konstruktif; kritis dan saran yang baik. Selanjutnya suatu hal yang berpotensi merupakan batu loncatan untuk dapat mengangkat kualitas organisasi (Dale 1985, dalam internet/http.home. Microsoft. Com)

b. Konsep Kepemimpinan TNI1) Kepemimpinan Militer. Adalah seni dan kecakapan dalam mempengaruhi dan

membimbing orang yang dipimpin/bawahan sehingga yang dipimpin tumbuh kemauan,

13

Page 14: pembinaan personil

kepercayaan, ketaatan, rasa hormat dan kerjasama secara ikhlas yang diperlukan dalam mengemban tugas dengan alat atau waktu secara efektif-efisien namun terdapat kerahasiaan antara kelompok/satuan dengan tujuan perorangan.

2) Syarat Kepemimpinan.Untuk mencapai hasil yang optimal maka perlu dimiliki persyaratan minimal sebagai pemimpin yakni : a) Watak dan sikap mental yang baik (moral, budi pekerti, karakter).b) Intelegensi yang tinggi.c) kesiapan fisik (lahiriah) dan batiniah.Faktor watak dan sikap mental adalah paling utama karena pemimpin yang baik, akan tahu dirinya selalu dapat diperdaya dan mampu menentukan mana yang baik dan yang buruk. Namun demikian disamping itu aspek intelegensi yang tinggi akan memungkinkan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Dilain pihak kondisi fisik prima akan memungkinkan pimpinan memiliki keunggulan relatif yang diperlukan dalam memimpin anak buah untuk melaksanakan tugas.

3) Aspek Komando, Kekuasaan dan Tanggung Jawab. a) Komando adalah kekuasaan yang syah dilaksanakan seseorang terhadap bawahannya

karena, pangkat, kedudukan serta jabatan.b) Kekuasaan yang dimiliki pimpinan, harus didukung oleh keikhlasan bawahannya dalam

melaksanakan perintah, inilah yang disebut “Kewibawaan”.c) Kepemimpinan berkaitan erat dengan pemilikan Komando untuk mampu menggerakan

orang lain/bawahannya, namun yang terbaik adalah penampilan yang “Berwibawa”, sehingga bawahannya bergerak dengan ikhlas. Pengomandoan yang berdasar kepada azas-azas dan sifat-sifat kepemimpinan, senantiasa mencapai keberhasilan yang optimal.

4) Hakekat kepemimpinan. Adalah kepemimpinan yang berdasarkan kepada kepribadian bangsa sendiri yakni sebagaimana yang tercermin dalam nilai-nilai Pancasila.

5) Tujuan, Sifat dan Ciri Kepemimpinan TNI Tujuan kepemimpinan TNI. Kepemimpinan TNI bertujuan untuk dapat membawa organisasi kepada penyelesaian tugas darma bhaktinya secara berdaya dan berhasil guna, bila dalam kedudukannya sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sosial.Sasaran kepemimpinan.Adalah wujud dan bentuk pemeliharaan dan pengembangan organisasi secara efektif, bersemangat tinggi dan jiwa korsa yang kuat, sehingga dapat dikerahkan dan diarahkan dalam pelaksanaan tugas.Syarat dan sifat kepemimpinan TNI. Syarat maupun sifat kepemimpinan TNI mengutamakan kepada nilai-nilai moral, mental maupun kecakapan yang tinggi serta sifat-sifat yang aktif, kreatfif, kolektif, berwibawa dan bijaksana.Ciri kepemimpinan TNI adalah sesuai dengan tugas pokok TNI dalam bentuk dan penerapannya sebagai kekuatan Hankam dan sebagai kekuatan sosial, yakni kepemimpinan TNI dilihat dari kacamata pemimpin adalah : 1) Dalam bidang Hankam lebih menitik beratkan kepada ciri-ciri kepemimpinan yang demokrasi konstruktif.2) Dalam bidang sosial lebih dititik beratkan kepada ciri-ciri kepemimpinan yang demokrasi konstruktif.Azas-azas Kepemimpinan TNI. a. Terdapat 11 azas kepemimpinan TNI yang tidak dimiliki oleh negara lain yang

terdapat dalam Doktrin Hankamnas dan Perjuangan TNI Catur Darma Eka Karma. Kesebelas azas ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi setiap pimpinan dalam tugas pembinaan dan operasional.

b. Penggunaan istilah ke sebelas azas kepemimpinan TNI sengaja dengan bahasa kuno, adalah untuk tetap dapat dipegang keaslian dan kemurniannya sehingga tidak mungkin ada tafsiran yang lain. Sebelas azas kepemimpinan TNI antara lain

1)Taqwa. Ialah beriman kepada Tuhan YME dan taat kepadanya.

14

Page 15: pembinaan personil

2) Ing Ngarsa Sung Tulada. Ialah sumber suritauladan dihadapan anak buah.3) Ing Madya Mangun Karsa. Ialah ikut bergiat serta menggugah semangat ditengah-

tengah anak buah.4)Tut Wuri Handayani. Ialah mempengaruhi dan memberikan dorongan dari belakang

kepada anak buah.5)Waspada Prabu Wisesa. Ialah selalu waspada mengawasi serta tanggap dan berani

memberi koreksi kepada anak buah.6)Ambeg Parama Arta. Ialah dapat memilih dengan tepat mana yang harus didahulukan.7)Prasaja. Ialah tingkah laku yang sederhana dan tidak berlebih-lebihan.8)Satya. Ialah sikap loyal yang timbal balik dari atasan terhadap bawahan, bawahan

terhadap atasan dan kesamping.9) Gemi Nastiti. Ialah kesadaran kemampuan untuk membatasi penggunaan dan

pengeluaran segala sesuatu hanya kepada yang benar-benar dilakukan.10) Belaka. Ialah kemauan, kecerdasan dan keberanian untuk mempertanggung jawabkan

tindakan-tindakannya.11) Legawa. Ialah kemauan kerelaan dan keikhlasan untuk pada saatnya menyerahkan

tanggung jawab dan kedudukannya kepada genarasi berikutnya. Dalam penelitian ini teori-teori dan konsep kepemimpinan digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya.

2.5 Konsep ProfesionalismeSeorang ilmuan politik Amerika, Samuel P. Huntington berpandangan bahwa perubahan

korps perwira militer dari bentuk “penakluk” (warrior) menjadi kelompok profesional ditandai dengan bergesernya nilai dari “tentara pencari keuntungan” menjadi “tentara karena panggilan suci” contohnya pengabdian kepada Negara. Huntington memberikan elaborasi tentang tumbuhnya profesionalisme militer, menurutnya memiliki tiga ciri sebagai berikut : a. Keahlian.

Suatu kekuatan militer memerlukan pengetahuan yang mendukung untuk mampu mengorganisir, merencanakan, dan mengarahkan aktivitasnya baik dalam keadaan perang maupun damai.

b. Tanggung jawab sosial yang khusus. Seorang perwira militer disamping memiliki nilai-nilai moral yang tinggi yang terpisah dari insentif ekonomi juga mempunyai tanggung jawab pokok kepada negara. Berbeda dengan masa sebelumnya, saat itu seorang perwira seolah-olah “milik pribadi” komandannya dan harus setia kepadanya. Pada masa profesionalisme seorang perwira berhak mengoreksi komandannya jika sang komandan bertentangan dengan kepentingan negara (national interest).

c. Karakter koorporasi (corporate character) yang melahirkan rasa esprit de corps yang kuat. Berbeda dengan kelompok profesional yang lain, korps perwira militer merupakan suatu “birokrasi profesional” yang anggota-anggotanya mengabdi pada birokrasi negara, tapi sebagai suatu satuan dalam birokrasi negara korps perwira merupakan unit sosial yang otonom, yang memiliki kemandirian dalam birokrasi, lembaga pendidikan, jurnal, asosiasi, kebiasaan, dan tradisi.

Dalam pandangan Tjokrowinoto (1996:191), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah kemampuan untuk merencanakan, mengoordinasikan, dan melaksakan fungsinya secara efisien, inovatif, lentur, dan mempunyai etos kerja tinggi. Menurut pendapat tersebut, kemampuan aparatur lebih diartikan sebagai kemampuan melihat peluang-peluang yang ada bagi pertumbuhan ekonomi, kemampuan untuk mengambil langkah-langkah yang perlu dengan mengacu kepada misi yang ingin dicapai, dan kemampuan dalam meningkatkan masyarakat untuk tunbuh dan berkembang dengan kekuatan sendiri secara efisien, melakukan inovasi yang tidak terikat pada

15

Page 16: pembinaan personil

prosedur administrasi, bersifat fleksibel serta memiliki etos kerja yang tinggi. Pandangan lain seperti Siagian (2000:163), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan profesionalisme adalah keandalan dalam pelaksanaan tugas, sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan. Terbentuknya aparatur profesional menurut pendapat tersebut memerlukan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang dibentuk melalui pendidikan dan pelatihan sebagai instrument pemutakhiran. Pengetahuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh aparat memungkinkannya untuk menjalankan tugas dan menyelenggarakan pelayanan publik dengan mutu tinggi, tepat waktu, dan prosedur yang sederhana. Kemampuan dan keahlian yang terbentuk juga harus diikuti dengan perubahan iklim dalam dunia birokrasi yang cenderung bersifat kaku dan tidak fleksibel. (Hessel Nogi S.T, 2005:225-226).

Berdasarkan konsep pengertian profesional secara konvensional dan pengertian TNI, untuk mewujudkan profesionalisme dalam tubuh TNI AD dibutuhkan dua hal yang saling berkaitan yaitu profesionalisme prajurit dan profesionalisme institusi. Pada profesionalisme prajurit lebih diarahkan kepada pembentukan keahlian, tanggung jawab , kecintaan kepada pekerjaan dan kesetiaan kepada satuan serta disiplin yang tinggi dalam menjalankan setiap tugas yang diemban, sedangkan profesionalisme institusi diarahkan kepada kejelasan tugas, misi dan visi yang ditunjang oleh dukungan publik dan otoritas sipil lainnya agar pelaksanaan tugas organisasi sesuai dengan ketentuan hukum dan undang – undang yang berlaku. (Effendy 2008).

Seperti disampaikan diatas, antara profesionalisme prajurit dengan profesionalisme satuan adalah dua hal yang saling mengisi dan berkaitan namun demikian pembenahan TNI AD akan lebih mudah apabila dimulai dari pembenahan personelnya, karena pada dasarnya personel-lah yang menggerakkan organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut maka strategi yang perlu diterapkan dalam membentuk prajurit yang profesional menurut (Effendy, 2008) adalah sebagai berikut :

Pertama, Penentuan Keahlian. Seperti telah disampaikan sebelumnya salah satu ciri dari profesionalisme adalah adanya keahlian (expertise), karena nilai atau value seorang prajurit dilihat dari bagaimana ia menguasai dan mengerjakan pekerjaan atau tugas pokoknya. Dihubungkan dengan organisasi TNI AD sebagai sebuah sistem, maka personel dengan lingkup tugas dibawahnya adalah sub sistem dan sub-sub sistem yang saling mengisi dan bekerja sama agar sistem tersebut dapat bekerja dengan baik dan berdaya guna. Dengan melihat komposisi dan jumlah prajurit TNI AD yang begitu besar, dan agar tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan yang pada akhirnya hanya akan menghasilkan pemborosan saja, maka prajurit TNI AD harus sedini mungkin memilih dan menentukan dibidang apa ia bekerja, untuk kemudian ditekuni dan dikuasai.

Kedua, Pengembangan Keahlian. Pembentukan prajurit profesional tidak cukup hanya lewat pendidikan formal semacam Dikbangum saja, tetapi juga diperlukan pengembangan keahlian melalui pendidikan spesialisasi. Pendidikan spesialisasi dilingkungan TNI AD memang sudah ada, yang perlu dikembangkan lagi dalam penyelenggaraan pendidikan spesialisasi tersebut adalah adanya penekanan proses pembelajaran dan pengembangan diri yang terus menerus.

Ketiga, Peningkatan Koordinasi. Menyadari bahwa TNI AD sebagai organisasi diawaki oleh berbagai keahlian dan spesialiasi, maka berbagai keahlian dan spesialisasi tersebut tidak akan berdaya guna yang maksimal apabila tidak ada kesatuan, keterpaduan dan saling mengisi satu sama lain. Ibarat sebuah mobil balap, mobil tersebut akan mempunyai performa yang handal dan berpotensi menjadi juara apabila setiap bagiannya, entah itu mesin, body aerodinamis, sistem akselerasinya, dll ditangani oleh ahlinya masing-masing. Demikian pula halnya dengan TNI AD, maka keahlian dan spesialisasi yang dimiliki oleh personel TNI AD harus bisa dikoordinasikan dengan baik dan sinegis, agar setiap unit-unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran dapat saling mengisi dan mengarah pada dukungan pencapaian tugas pokok, visi dan misi TNI AD.

16

Page 17: pembinaan personil

Keempat, Prinsip berbuat dan berpenampilan terbaik. Satu hal penting yang perlu disadari baik oleh prajurit maupun institusi, bahwa membangun profesionalisme tidak lepas dari pencitraan, karena profesionalisme juga mengandung spirit, jiwa, karakter, semangat dan nilai kejuangan. Profesionalisme ada karena adanya penilaian dan pengakuan dari orang lain, dan karena profesionalisme pula-lah suatu organisasi bisa bertahan menghadapi segala tantangan jaman.

Kelima, Peningkatan Kesejahteraan. Kesejahteraan adalah mutlak bagi pembentukan profesionalisme prajurit, selain memang hal tersebut sudah diamanatkan dalam undang-undang, dalam artian nyata memang demikianlah adanya. Prajurit untuk dapat fokus pada pekerjaannya haruslah sudah yakin dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pribadi dan keluarganya sesuai dengan strata pangkat dan jabatannya. Dengan telah terpenuhi kebutuhan dasarnya, maka prajurit tidak akan berpikir dan berbuat yang macam-macam, apalagi sampai berbuat yang melanggar aturan.

Keenam, Peningkatan Moral, Peningkatan moral prajurit adalah hal yang paling utama dalam pembentukan profesionalisme militer, karena segala bentuk keahlian dan spesialisasi menjadi tidak ada harganya dan bahkan merugikan diri pribadi atau satuan apabila disalahgunakan untuk hal-hal yang melanggar aturan. Apalagi spesialisasi dan keahlian di lingkungan militer yang tentunya bersinggungan dengan senjata, alutsista dan kepentingan strategis lainnya sangat riskan dan berbahaya apabila disalahgunakan peruntukannya. Karenanya peningkatan moral prajurit dalam bentuk kesadaran dan kepatuhan akan disiplin dan aturan yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada agama adalah hal mendasar yang perlu mendapat perhatian utama.

Keenam strategi tersebut haruslah dikemas dalam bentuk sebuah kebijakan dari Komando Atas yang berlaku sama bagi semua prajurit, yang dalam pengimplementasian dilapangan disesuaikan dengan strata pangkat dan jabatan. Dan yang paling penting adalah penjabaran dari para unsur pimpinan kepada bawahannya terutama terhadap levelitas prajurit pelaksana harus dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti, sehingga kebijakan tersebut benar-benar dapat dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap prajurit, dan bukan hanya sekedar slogan belaka.

2.6 Kelembagaan MiliterMiliter dapat diartikan sebagai kelompok yang memegang senjata dan merupakan organisasi

kekerasan fisik yang sah untuk mengamankan negara dari ancaman luar negeri maupun dalam negeri. Dalam hal ini, militer berfungsi sebagai alat negara yang menjunjung tinggi supremasi sipil. Militer juga dapat didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang diberi wewenang oleh Negara untuk menggunakan kekuatan termasuk menggunakan senjata, dalam mempertahankan bangsanya ataupun untuk menyerang Negara lain.

2.7 Teori Sosial yang Relevana. Teori Sosiologi Militer

Bidang kajian ini menyoroti angkatan bersenjata sebagai suatu organisasi bertipe khusus dengan fungsi-fungsi sosial spesifik (Bredow, 2000: 664). Fungsi-fungsi tersebut bertolak dari suatu tujuan organisasi keamanan dan sarana-saranya, kekuatan, serta kekerasan. Sebetulnya masalah-masalah seperti itu sudah lama didiskusikan oleh para sosiolog seperti Comte maupun Spencer. Akan tetapi secara formal studi-studi sosiologi militer tersebut baru dimulai selama Perang Dunia II. Kajian yang paling awal dilakukan Reseaarch Branch of Information and Education of the Armed Forces antara tahun 1942-1945, yang kemudian dipublikasikan (Stouffer, 1949). Sosiologi militer tersebut terus berkembang pesat khususnya di Amerika Serikat, yang menurut Bredow (2000: 665), terdapat lima bidang utama kajian sosiologi militer. Pertama; problem-problem organisasi internal, yang menganalisis proses-proses dalam kelompok kecil dan ritual militer dengan tujuan untuk mengidentifikasi problem-problem disiplin dan motivasi serta menguraikan cara-cara subkultur militer dibentuk. Kedua; problem-problem organisasional

17

Page 18: pembinaan personil

internal dalam pertempuran; di mana dalam hal ini dianalisis termasuk seleksi para petinggi militer, kepangkatan, dan evaluasi motivasi pertempuran. Ketiga; angkatan bersenjata dan masyarakat, yang mengkaji tentang citra profesi yang berkaitan dengan dampak perubahan sosial dan teknologi, profil rekrutmen angkatan bersenjata, problem-problem pelatihan dan pendidikan tentara, serta peran wanita dalam angkatan bersenjata. Keempat; militer dan politik: Dalam hal ini dianalisis ada suatu perbandingan bahwa pada demokrasi Barat riset militer, terfokus pada kontrol politik terhadap jaringan militer, kepentingan-kepentingan ekonomi dan administrasi lainnya. Namun bagi negara-negara berkembang, memfokuskan berbagai sebab dan konsekuensi dari kudeta militer yang diperankannya dengan membawa atribut-atribut pembangunan dan “Praetorisme” (bentuk yang biasanya diterapkan oleh militerisme negara berkembang). Terakhir; angkatan bersenjata dalam sistem internasional. Dalam hal ini dianalisis tentang aspek-aspek keamanan nasional dan internasional disertai peralatan/perlengkapan dan pengendaliannya, serta berbagai operasi pemeliharaan perdamaian internasional.

Meskipun disiplin sosiologi militer muncul dalam bentuk disiplin tersendiri sesudah Perang Dunia II, namun aspek militer ini sudah dibahas oleh para perintis sosiologi awal, seperti Comte, Spencer, Tocqueville, Weber, dan lain-lain – oleh Cafario (2006), para pemikir klasik ini disebut sebagai “perintis” (forerunner) sosiologi militer modern. Pendekatan klasik yang memandang militer sebagai fenomena sosial adalah tidak berbeda dengan pendekatan terhadap sektor kehidupan lain. Sosiologi klasik mengemukakan konsep “masyarakat” yang komprehensif, dan di dalam sosiologi klasik kita bisa menjumpai analisis umum berbagai macam institusi sosial dari segi kekhususannya dan dalam hubungannya dengan masyarakat pada umumnya. Militer adalah salah satu dari sekian banyak institusi sosial dasar. Para sosiolog klasik memandang militer berdasarkan perspektif mazhab sosiologi masing-masing. Konsekuensinya, ada perbedaan sudut pandang tentang perilaku militer, aturan dan norma militer serta nilai-nilai kemiliteran dan hubungan mereka dengan masyarakat pada umumnya. Karena militer dijelaskan dan dikaji di dalam kerangka teori sosiologi yang berbeda, maka pada masa klasik ini muncul penjelasan tentang peran militer sebagai aspek dasar dari masyarakat manusia atau penjelasan evolusioner, yang memandang struktur militer sebagai struktur tahap pertama dalam evolusi manusia. Karenanya, sosiolog klasik seperti Comte dan Spencer menganggap bahwa struktur dan fungsi militer niscaya akan semakin menurun sebagai akibat dari perkembangan manusia dari tahap primitif ke tahap yang lebih maju (Nuciari, 2006).

Sosiologi militer kontemporer adalah terutama akibat dari Perang Dunia II dan Perang Dingin era. Peristiwa ini memulai studi sistematis sosiologi militer, meskipun ia berdiri untuk alasan bahwa hubungan antara militer dan masyarakat akan mendahului peristiwa ini. Ada banyak topik dalam sosiologi militer, dan penting untuk dicatat bahwa ruang lingkup tidak hanya terbatas pada institusi militer itu sendiri atau kepada para anggotanya. Sebaliknya, sosiologi militer mencakup bidang-bidang seperti sipil -militer dan hubungan antara kelompok militer militer dan lain atau lembaga pemerintah. Topik lain dalam sosiologi militer meliputi:

a. asumsi dominan dipegang oleh mereka di militer, b. perubahan dalam kesediaan anggota militer untuk melawan, c. militer serikat pekerja, d. militer profesionalisme, e. pemanfaatan peningkatan wanita, f. kompleks industri-akademik militer, g. militer ketergantungan pada penelitian, dan h. struktur kelembagaan dan organisasi militer

Dalam penelitian ini teori-teori sosiologi militer digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya.

b. Teori Komunikasi SosialKomunikasi sosial, Pengertian komunikasi ditinjau dari pengertian komunikasi dalam

pengertian secara umum. Komunikasi sosial secara umum adalah setiap orang yang hidup

18

Page 19: pembinaan personil

dalam dan masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain dan hubungannya menimbulkan Interaksi sosial.

Dalam penelitian ini teori-teori Komunikasi Sosial digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya.

c. Teori Struktural Fungsional Teori fungsional dan struktural adalah salah satu teori komunikasi yang masuk dalam

kelompok teori umum atau general theories (Littlejohn, 1999), ciri utama teori ini adalah adanya kepercayaan pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada di luar diri pengamat. Fungsionalisme struktural atau lebih popular dengan ‘struktural fungsional’ merupakan hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya ilmu biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Dan pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik, menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Fungsionalisme struktural atau ‘analisa sistem’ pada prinsipnya berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur. Dalam penelitian ini teori-teori Fungsional Struktural digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya.

d. Teori Interaksi SosialJohnson mengatakan di dalam masyarakat, interaksi sosial adalah suatu hubungan

timbal balik antara individu dengan individu lainnya, individu dengan kelompok dan sebaliknya. Interaksi sosial memungkinkan masyarakat berproses sedemikian rupa sehingga membangun suatu pola hubungan. Interaksi sosial dapat pula diandaikan dengan apa yang disebut Weber sebagai tindakan sosial individu yang secara subjektif diarahkan terhadap orang lain (Johnson, 1988: 214)

Suatu kontak dapat bersifat primer atau sekunder.Kontak perimer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka. Kontak sekunder memerlukan suatu perantara.Sekunder dapat dilakukan secara langsung. Hubungan-hubungan yang sekunder tersebut dapat dilakukan melalui alat-alat telepon, telegraf, radio, dll. Dalam penelitian ini teori-teori Interaksi Sosial dan Kontak Sosial digunakan untuk menjelaskan fenomena yang ditemukan dilapangan terkait dengan pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dalam meningkatkan profesionalisme anggota organisasinya.

Penelitian ini mengkaji masalah pembinaan personel prajurit TNI AD secara lebih luas baik pada bentuk pembinaan personelnya yang tidak hanya membahas masalah perencanaan dan pembinaan kariernya saja, tetapi mengupas mengenai masalah pembinaan personel dari tahapan penyediaan atau rekrutmen hingga pemisahan personel. Selain itu dari sisi objek penelitian yang digunakan adalah seluruh kecabangan yang ada di Kodam V/Brawijaya agar didapatkan Perspektif muatan yang lebih luas mengenai pelaksanaan pembinaan personel guna meningkatkan Profesionalisme di Kodam V/Brawijaya.Dari latar belakang dan permasalahan serta teori-teori pendukung yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat digambarkan kerangka penelitiannya sebagai berikut:

19

Page 20: pembinaan personil

GAMBAR 2.3KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka tersebut menjelaskan pelaksanaan Pembinaan Personel prajurit TNI AD dilaksanakan dengan menitikberatkan kepada faktor manusia yang mengawaki organisasi dimana pada pelaksanaannya telah penyelenggaraan pembinaan personel sesuai dengan yang diamanatkan meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan, dan pemisahan prajurit. Implementasi pelaksanaan Pembinaan Personel TNI-AD merupakan tuntutan perubahan dalam tubuh organisasi militer yang sangat kencang dan terus mengalir dari berbagai kalangan karenanya diperlukan kajian sosiologi militer, kepemimpinan, interaksi sosial maupun strukturual fungsional dalam tubuh TNI dalam merubah pola paradigmanya yang lama menuju paradigma baru sesuai dengan asas profesionalisme militer modern, yang banyak dianut negara maju. Pembinaan personel prajurit TNI AD merupakan kebijakan dalam pelaksanaan pembinaan personil dengan tujuan utama untuk membentuk prajurit professional di Kodam V/Brawijaya, sehingga dalam pengimplementasiannya harus memperhatikan pula faktor-faktor internal berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit, serta faktor ekternal berupa mekanisme pembinaan maupun anggaran dalam pembinaan.

Wujud perubahan karakter TNI secara drastis menjadi tentara yang berjiwa profesional seperti yang diinginkan sipil bukanlah perkara mudah. Kenyataan itu tentu saja membuat perubahan dalam tubuh TNI sulit untuk dilakukan dalam sekejap, karena hambatan juga datang dari internal sendiri selain faktor luar yang tak kalah rumit tentunya. banyaknya hambatan yang muncul guna menciptakan

20

PEMBINAAN PERSONIL PRAJURIT KODAM V/BRAWIJAYA

Pelaksanaan Binpers TNI AD di Kodam

V/Brawijaya belum berjalan optimal dengan adanya

kendala pada aspek penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan

hingga penyediaan personil

PRAJURIT PROFESIONALDI KODAM V/BRAWIJAYA

TEORI PENDUKUNG

Teori Sosiologi MiliterTeori Kepemimpinan

Teori Komunikasi SosialTeori Interaksi Sosial

Teori Struktural fungsional

1. PELAKSANAAN BINPERS TNI AD berdasarkan Perkasad No. 81/XII/2008 Tentang Buku Petunjuk Pembinaan Personil meliputi:- Penyediaan- Pendidikan- Penggunaan- Perawatan- Pemisahan

2. FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEMBINAAN PERSONEL TNI ADa. Internal

- Kesejahteraan, Moril, Mental, Kedisiplinan dan Kecakapan

b. Ekternal- Mekanisme dan Anggaran

Pembinaan

TEORI UTAMA

KebijakanImplementasi Kebijakan

Page 21: pembinaan personil

tentara yang profesional. Karena untuk menuju sebuah institusi militer yang profesional memang tak bisa dilakukan dalam waktu singkat (instansi). Namun semuanya itu harus melalui sebuah proses resultan dari konteks sosiologi militer, kepemimpinan, interaksi sosial maupun strukturual fungsional, guna mengatasi Faktor Internal Dan Eksternal Pembinaan Personel TNI AD yang terjadi di dalam dan luar institusi militer itu sendiri, yang tentu saja hal itu membutuhkan proses panjang dan tak bisa dalam sekejap mata dirasakan dampaknya.

3. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan PenelitianStudi ini dapat dikatakan sebagai bagian dari ilmu sosial dengan lebih menfokuskan pada materi

suatu makna yaitu makna Pembinaan Personil Prajurit TNI AD Guna Mewujudkan Prajurit TNI AD yang Profesional di lingkungan Kodam V Brawijaya. Dalam konteks ini peneliti memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan makna dari situasi yang berkembang di berbagai kesatuan di Kodam V/Brawijaya terkait dengan permasalahan Pembinaan Personil Prajurit TNI AD di lingkungan Kodam V Brawijaya. untuk menentukan kemana arah tindakan selanjutnya.

3.2 Lokasi PenelitianPenelitian dilakukan di wilayah teritorial Kodam V/Brawijaya, lokasi ini ditetapkan dengan

pertimbangan pelaksanaan pembinaan personel yang belum maksimal. Dengan kondisi yang didapat dari fakta-fakta tersebut, peneliti telah mempertimbangkan bahwa banyak hal-hal menarik yang sesuai dengan tema penelitian, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya hal-hal lain yang lebih signifikan dari perspektif lain yang relevan.

3.3 Fokus PenelitianDalam penelitian ini aspek yang diamati meliputi:

1. Pelaksanaan mekanisme pembinaan pembinaan personel prajurit TNI AD dengan indikatora. Prosedur Penyediaan Personel Prajurit TNI ADb. Prosedur Pendidikan Personel Prajurit TNI ADc. Prosedur Penggunaan Personel Prajurit TNI ADd. Prosedur Perawatan Personel Prajurit TNI ADe. Prosedur Pemisahan Personel Prajurit TNI AD

2. Faktor-faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi dalam pelaksanaan Pembinaan Personel prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya dengan indikatora. Internal Prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit.b. Eksternal berupa kebijakan mekanisme dan anggaran dalam pembinaan personel.

3.4 Jenis dan Sumber Data1. Data primer, yaitu data yang diperoleh lewat wawancara langsung dengan nara sumber dari

Prajurit TNI AD, khususnya di lingkungan Teritorial Kodam V/Brawijaya dan para pejabat serta pakar-pakar militer yang selama ini meneliti dan mengamati institusi TNI khususnya Kodam V/Brawijaya

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari referensi lainnya seperti buku-buku, arsip dan dokumen, makalah, majalah dan lain sebagainya yang berkaitan dengan institusi Kodam V/Brawijaya serta kesatuan yang ada di lingkungan Kodam V/Brawijaya

3.5 Instrumen PenelitianDalam penelitian ini instrumen penelitian yang digunakan adalah manusia, menurut Ruslam

(2014) instrumen penelitian manusia adalah peneliti itu sendiri atau orang lain yang terlatih. Data yang akan diperoleh dalam penelitian kualitatif berupa kata-kata, bahasa, tindakan atau bahkan isyarat atau lambang"

Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan di dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Irawan yang menyatakan bahwa instrument terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri sedangkan menurut Moleong, pencari tahu alamiah (peneliti) dalam pengumpulan data lebih

21

Page 22: pembinaan personil

banyak bergantung pada dirinya sebagai alat pengumpul data. Lain halnya dengan pendapat Bogdan & Taylor, yang menyatakan bahwa: ”Sebagai peneliti kualitatif, tugas anda adalah menembus pengertian akal sehat (commonsense understanding) tentang kebenaran dan kenyataan. Apa yang kelihatannya keliru atau tidak konsisten menurut perspektif dan logika anda, mungkin menurut subyek anda tidak demikian. Dan, kendati anda tidak harus sependapat dengan pandangan subyek terhadap dunia ini, anda harus dapat mengetahui, menerima dan menyajikan pandangan mereka itu sebagaimana mestinya”.

3.6 Informan PenelitianSumber informasi dalam penelitian ini adalah:

Jajaran Pimpinan dan staf di Makodam V/Brawijaya serta di Satuan-Satuan Kodam V/Brawijaya yang terkait dengan masalah pembinaan personil Prajurit TNI AD sebanyak 10 orang

3.7 Teknik Pengumpulan dataDalam tradisi penelitian kualitatif "tabel" dianggap hal-hal yang tercantum" dalam kenyataan

sehari-hari dimasyarakat, bukan tercantum diatas kertas. Berbagai rupa kejadian, peristiwa, keadaan, tindakan yang tersebar dimasyarakat merupakan "tabel-tabel” konkrit untuk ditafsirkan bagaimana makna di balik berbagai rupa "tabel” dimaksud. Prajurit di Lingkungan Kodam V/Brawijaya yang merupakan himpunan terbesar dari orang-orang yang akan diteliti (Laborite & Hagedorn, 1982:57) dan dalam konteks penelitian ini implementasi Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan profesionalitas prajurit TNI merupakana "tabel hidup" yang kemudian sangat menarik untuk dipahami ada makna apa saja implementasi kepemimpinan tersebut. Tak terhingga jumlah "tabel hidup" yang dapat dikaji secara mendalam pada penelitian ini, tetapi dipersempit pada hal-hal yang relevan dengan kajian yang diteliti. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini memakai gabungan wawancara mendalam (indepth interview), observasi (participative and non participative obsevation) dan studi dokumentasi (official and personal documentation).

3.9 Teknik Analisis DataMenurut Moleong (2012), proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemerikasaan keadaan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu. Berdasarkan pendapat tersebut maka skema proses analisis data yang dalam penelitian ini dapat di gambarkan sebagai berikut:

22

Page 23: pembinaan personil

Gambar 3.1Proses Analisis Data

Sumber, Moleong (2012:247), Diolah Peneliti

3.10 Keabsahan Data PenelitianUntuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data telah dilaksanakan pemeriksaan, kriteria

dan Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Data (Trustworthiness), sebelum dianalisis peneliti memastikan apakah interpretasi dan temuan penelitian akurat. Validasi temuan dalam penelitian kualitatif menurut Moleong (2012) meliputi beberapa kriteria, yakni: Credibility, Transferability, Dependability dan Cofirmability.

4. HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan gambaran secara umum Pembinaan Personil Prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya sejalan dengan perkembangan dan tuntutan tugas-tugas TNI AD pada masa mendatang kebijakan pembinaan personil prajurit TNI AD diarahkan tetap melanjutkan program-program tahun sebelumnya dengan titik berat pada penataan sistem manajemen sumber daya manusia dan kebijakan Zero Growth of Personil (ZGP) dalam rangka pembangunan kekuatan pokok minimum atau Minimum Essential Force (MEF). Kebijakan ZGP dihadapkan pada MEF artinya TNI AD harus lebih meningkatkan SDM yang sejalan dengan panca tunggal sasaran pembinaan, terwujudnya profesionalisme prajurt serta adanya kesiapan operasional satuan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam konteks implementasi pembinaan personil prajurit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Data Lokasi dan informan penelitianUntuk dapat mengungkapkan fenomena Pembinaan Personil Prajurit TNI AD di lingkungan

Kodam V Brawijaya, dengan metode penelitian kualitatif ini maka agar hasilnya lebih objektif sesuai dengan fokus penelitian yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, dilakukan wawancara terhadap informan penelitian guna mengumpulkan data terkait dengan hal yang akan di teliti sehingga akan dapat menghasilkan data yang dapat dianalisis nantinya maka pada tabel berikut akan di jelaskan lokasi dan informan penelitiannya:

23

Pengumpulan Data dan Penelaahan Data

Reduksi Data Abstraksi

Penyusunan Data dalam Satuan

Kategorisasi Data Coding

Pemeriksaan Keabsahan Data

Penafsiran Data

Teori Sustantif / Proposisi

Page 24: pembinaan personil

Tabel 4.1Data Informan Penelitian

No. Satuan dan Kecabangan Lokasi Jumlah Informan (Orang)

1. Makodam V/Brawijaya

Jl. R. Wijaya No. 1 Surabaya 2

2. Ajendam V/Brawijaya

CAJ Jl. Belakang RSSA No.1 Malang

3

3. Rindam V/Brawijaya

INF Rindam V/Brawijaya Jl. Suropati No. 1 Malang

1

4. Jasdam V/Brawijaya

CKM Jl. Ronggolawe 10 Malang 1

5. Kumdam V/Brawijaya

CHK Jl. Patimura Malang 1

6. Kesdam V/Brawijaya

CKM Jl. Tumenggung Suryo Malang

1

7. Kudam V/Brawijaya

CKU Jl. Rongolawe 19 Malang 1

Total 10Sumber: Data Diolah Peneliti, 2015

Dari informan di berbagai lokasi tersebut selanjutnya dilakukan gabungan wawancara mendalam (indepth interview), observasi (participative and non participative obsevation) dan studi dokumentasi (official and personal documentation) mengenai pembinaan personil yang kemudian akan di analisis dan diinterpretasikan sesuai dengan subyektif berdasarkan fenomena sosiologis yang ada.

5. PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan pembinaan personil prajurit TNI ADPelaksanaan Pembinaan Personil Prajurit Prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam

V/Brawijaya tidak terlepas dari pemahaman tentang pembinaan personil Prajurit TNI AD, pembinaan personil Prajurit TNI AD pada hakekatnya adalah suatu upaya sistematik, terencana yang mencakup struktur dan proses yang menghasilkan prajurit yang sesuai dan selaras dengan kebutuhan organisasi. Implementasi pelaksanaan Pembinaan Personil Prajurit TNI-AD pada Komando Daerah Militer V/Brawijaya diteliti dan dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, setelah dibaca, dipelajari, dan ditelaah, langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan merangkum.. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemerikasaan keadaan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substansif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.

Penelitian Pembinaan Personil Prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya adalah untuk mengindentifikasi model pembinaan karir di Kodam V/Brawijaya yang dilihat dari aspek pelaksanaan pembinaan karir perwira yang ditinjau dari penyediaan hingga pemisahan prajurit serta dari aspek Faktor internal dan eksternal dalam pelaksanaan pembinaan personil, sehingga diperoleh gambaran yang cukup tentang Pembinaan Personil Prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya.

24

Page 25: pembinaan personil

5.1.1 Prosedur Penyediaan Personel Prajurit TNI ADPenyediaan atau Pembinaan Personil Prajurit TNI AD sebagai bagian dari pembinaan personil

prajurit TNI AD pada hakikatnya merupakan suatu upaya, pekerjaan dan kegiatan untuk mendapatkan personil prajurit TNI AD dengan kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan organisasi TNI AD dalam rangka pelaksanaan tugas pokok TNI AD. Guna mewujudkan penerimaan prajurit yang efektif, efisien dan tepat sasaran baik secara kualitatif maupun kuantitatif, maka harus berpedoman pada buku pedoman penerimaan prajurit TNI AD yang telah ada. Dalam hal ini Staf Personil AD diharuskan menyediakan personil yang berkualitas dan siap untuk melaksanakan tugas-tugas sebagai prajurit TNI AD.

Temuan Penyediaan Tenaga Prajurit Pada Kodam V/Brawijaya adalah sebagai berikut:1) Kelambatan kampanye rekrutmen dan singkatnya waktu seleksi menjadikan proses penyediaan

tenaga prajurit tidak memenuhi target kualitas maupun kuantitas personil. 2) Dalam pelaksanaan penerimaan prajurit ditemukan adanya biaya yang dikeluarkan untuk

kebutuhan administrasi.3) Penyediaan personil prajurit TNI AD dilaksanakan sesuai yang diamanatkan dalam UU No 34

tahun 2004 tentang TNI4) Rekruitmen personil Prajurit TNI AD melalui tahapan pendaftaran, dan berbagai tes hingga ke

tahap perengkingan.Berdasarkan temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor (1) yaitu: Proposisi (1)“Penyediaan personil prajurit TNI AD bersifat terbuka memperhatikan kampanye dan waktu seleksi penerimaan”.

5.1.2. Prosedur Pendidikan Personel Prajurit TNI ADSalah satu upaya meningkatkan profesionalitas prajurit dapat diraih melalui pembinaan personil

prajurit TNI AD dalam bentuk pendidikan dan latihan. Pendidikan sebagai salah satu pilar dalam membetuk prajurit yang profesional dan handal, memiliki jati diri sebagai prajurit. Upaya pembentukan prajurit yang profesional harus diawali dari tahap penyediaan tenaga dengan memilih calon prajurit TNI yang memiliki kualitas dalam aspek Tri pola dasar pendidikan. Jika dihadapkan pada kesiapan prajurit pada pengembangan teknologi pertahanan dan modernisasi Alutsista sesuai tuntutan MEF, maka upaya peningkatan kemampuan dan profesionlitasnya dilaksanakan melalui pendidikan, peningkatkan ilmu pengetahuan, teknologi, keterampilan dan prilaku prajurit. Selanjutnya, dalam hal peningkatan kemampuan dan profesionalitas prajurit melalui pendidikan, tentunya sangat tergantung pada dua aspek yaitu, aspek pribadi prajurit (personil) itu sendiri dan aspek lembaga penyelenggara pendidikan (lembaga pendidikan). Upaya yang dilaksanakan dalam meningkatkan kemampuan dan profesionalitas prajurit melalui pendidikan, dari aspek personil yaitu penyelenggaran seleksi secara adil, obyektif, terbuka dan ketat untuk menjaring calon peserta didik yang berkualitas. Dari aspek penyelenggaran pendidikan atau lembaga pendidikan yaitu pembenahan komponen pendidikan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan lembanga pendidikan, pemenuhan kebutuhan dan peningkatan kualitas tenaga pendidik, peningkatan sarana/prasarana pendidikan, serta pemenuhan kebutuhan piranti lunak yang diperlukan, sehingga dapat mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai kebutuhan organisasi.

Temuan Pendidikan Prajurit Pada Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang professional adalah sebagai berikut:1) Pendidikan yang dilaksanakan memenuhi kriteria dan ketentuan yang berlaku2) Setiap prajurit wajib menempuh pendidikan untuk menentukan tugas yang akan diembannya3) Kualifikasi Sumberdaya menjadi dasar keluaran peserta didik 4) Standar dalam pendidikan yang meliputi Kognitif (Pengetahuan), Psikomotor (Keterampilan) dan

Afektif (Sikap) diperhatikan secara terpadu dan seimbang dalam membentuk kompetensi seseorang.Dari temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor (2) dari Pendidikan Prajurit Pada

Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang professional yaitu:

25

Page 26: pembinaan personil

Proposisi 2 “Pendidikan bagian dari siklus pembinaan personil prajurit TNI AD dilaksanakan dengan memperhatikan domain prajurit, kognitif, psikomotor dan afektif guna menghasilkan keluaran personil prajurit TNI yang profesional”.

5.1.3. Penggunaan PrajuritPenggunaan personil TNI AD tidak terlepas dari perspektif manajemen bidang pembinaan,

sumber daya manusia menempati posisi kunci dalam mengawaki organisasi TNI AD. Sebagus apapun materiil yang dimiliki, sebaik apapun sistem yang dibuat, dan sebesar apapun anggaran yang dialokasikan, tanpa penggunaan personil yang tepat, maka organisasi TNI AD akan mengalami kegagalan melaksanakan tugas pokoknya. Namun demikian, unsur materiil, anggaran, dan sistem merupakan unsur pendukung / penunjang / pelengkap yang sebenarnya juga penting dalam menunjang kinerja organisasi TNI AD. Oleh karena itu, pembinaan sumber daya organisasi dalam penggunaan personil ini harus segera dilakukan melalui tahapan fungsi manajemen organisasi (perencanaan, pen

Temuan Penggunaan Prajurit Pada Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional akan dikemukakan temuan sebagai berikut:

1) Penggunaan prajurit dalam penataan organisasi dan tugas disesuaikan pangkat dan jabatan2) Pengalaman, pengetahuan dan wawasan bagi prajurit yang bersangkutan sesuai dengan

keahlian dan kejuruannya 3) Dalam penggunaan personil adanya penugasan dari satu jabatan ke jabatan yang lain maupun

dari satu daerah ke daerah lain bertujuan untuk menambah pengalaman4) Pada jangka panjang, penggunaan personil digunakan untuk mencetak Kader Personil TNI

AD masa depan yang memiliki pengalaman cukupDari temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi Minor sebagai berikut:Proposisi 3

“Penggunaan personil prajurit TNI AD dilaksanakan dalam bentuk pembinaan karier, pembinaan penugasan, pembinaan kepangkatan maupun pembinaan dinas keprajuritan dilakukan sesuai dengan standar".

5.1.4. Prosedur Rawatan Personil Prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya Dari hasil penelitian ditemukan fakta dan data yang dikemukakan temuan sebagai berikut:1. Rawatan kedinasan merupakan bentuk pemberian Kesejahteraan yang sesuai dengan

tuntutan kebutuhan hidup.2. Rawatan prajurit merupakan tuntutan profesionalisme prajurit3. Rawatan prajurit dalam bentuk pemberian rumah dinas rawan menimbulkan konflik antara

TNI AD dan personil yang sudah Purna Dinas4. Larangan TNI AD untuk berbisnis meningkatkan profesionalisme prajuritDari teori serta temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor sebagai berikut:Proposisi 4

“Rawatan personil prajurit TNI AD dilaksanakan untuk meningkatkan Kesejahteraan anggota Prajurit untuk meningkatkan profesionalisme prajurit".

5.1.5. Pemisahan Prajurit Pada Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesionalPembinaan personil Prajurit TNI AD berupa pemisahan merupakan bagian yang tak dapat

dipisahkan dari pembinaan prajurit pemisahan ini bertujuan bertujuan memelihara keseimbangan komposisi Prajurit, baik kualitas maupun kuantitas, sehingga TNI AD mampu melaksanakan tugas dan fungsinya, baik sebagai kekuatan Hankamneg maupun kekuatan Sospol. Pemisahan prajurit ini merupakan proses bagi prajurit yang akan mengakhiri Dinas Keprajuritan karena usia/proses alamiah atau sebab-sebab lain, yang membawa akibat adanya hak dan kewajiban bagi Prajurit yang bersangkutan.

26

Page 27: pembinaan personil

Dari hasil penelitian dikemukakan temuan sebagai berikut:1) Pemisahan Prajurit memelihara keseimbangan postur organisasi TNI AD2) Pemisahan prajurit memberikan persiapan kepada prajurit untuk kembali ke tengah-tengah

masyarakat tidak terlaksana sesuai prosedur.3) Pelaksanaan pensiun bagi perwira bintara atau tamtama yang tidak maksimal berdampak pada

ketersediaan ruang jabatan4) Pemisahan yang tidak terlaksana maksimal berdampak pada proses kaderisasi di tubuh TNI5) Masih ada anggota personel prajurit yang belum memiliki rumah ketika memasuki masa

purna tugasDari teori serta temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor sebagai berikut:

Proposisi 5 “Pemisahan personil prajurit TNI AD dilaksanakan untuk menyiapkan personil prajurit TNI AD sebelum kembali ke masyarakat".

5.2 Faktor-faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi dalam pelaksanaan Pembinaan Personil prajurit TNI AD di Kodam V/Brawijaya

Pembinaan personil prajurit TNI AD merupakan upaya menjaga agar faktor sumber daya manusia yang menjalankan sistem dan prosedur instansi pemerintah memiliki kemampuan secara profesional dan moral sesuai dengan kebutuhan tugas dan tanggung jawabnya. Begitu juga dalam pembinaan pembinaan personil prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya juga tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal dalam pelaksanaan pembinaan personil, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

5.2.1 Internal Personil Prajurit TNI AD berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit.

Dalam hal faktor internal moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit menunjukkan bahwa pembinaan personil prajurit TNI AD terdiri atas perubahan nilai-nilai, sikap, dan motivasi yang terjadi karena semakin tua. Ini merupakan karir yang subyektif. Kedua perspektif tersebut, obyektif dan subyektif, terfokus pada individu, kedua perspektif tersebut menganggap bahwa orang yang memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasib mereka dapat memanipulasi peluang agar memaksimalkan keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karir mereka. Perspektif tersebut lebih jauh menganggap bahwa aktifitas aktifitas sumber daya manusia haruslah mengenali tahap karir (carrer stage), dan membantu karyawan dengan tugas-tugas pengembangan yang mereka hadapi pada setiap karir. Perencanaan karir penting karena konsekuensi keberhasilan atau kegagalan karir terkait erat dengan konsep diri, identitas dan kepuasan setiap individu terhadap karir dan kehidupanya (Simamora, 2001:504).

Dari hasil penelitian dikemukakan temuan sebagai berikut:a. Minimnya anggaran bagi kesejahteraan prajuritb. Moril merupakan wujud pengendalian diri prajuritc. Pemenuhan standar minimum kesemaptaan jasmani tidak terlaksana maksimald. Pelanggaran disiplin maupun tindak pidana dilakukan oleh beberapa oknum prajurit.Dari teori serta temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor sebagai berikut:

Proposisi 6 “Faktor internal dalam diri prajurit TNI AD dalam pembinaan personil prajurit TNI AD yaitu pengetahuan dan kemampuan, standar minimum kesemaptaan jasmani dan disiplin prajurit ".

5.2.2 Faktor Eksternal berupa kebijakan mekanisme dan anggaran dalam pembinaan personil prajurit TNI AD.

Pembinaan tenaga manusia merupakan pembinaan sumber daya utama secara kolektif, sistem pembinaan TNI AD diselenggarakan dalam rangka mewujudkan kekuatan pertahanan Negara di darat agar mampu melaksanakan tugas pokoknya. Fungsi personil sebagai fungsi organik militer merupakan bagian penting dalam sistem pembinaan TNI AD secara keseluruhan, yang meliputi pembinaan tenaga manusia dan pembinaan personil prajurit TNI AD melalui penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pemisahan. Pembinaan tenaga manusia diarahkan untuk memenuhi sasaran kekuatan

27

Page 28: pembinaan personil

TNI AD secara kualitatif dan kuantitatif yang sesuai dengan ketentuan, sedangkan pembinaan personil prajurit TNI AD lebih diarahkan untuk menyiapkan personil TNI AD yang sanggup dan mampu secara optimal mengemban setiap pelaksanaan tugas. (Seskoad, 2010)

Sementara dari sisi Sumber pembiayaan dalam Pembinaan minimnya anggaran pertahanan yang ada, sebagian besar hanya mampu digunakan untuk memenuhi pembiayaan rutin dari pada investasi pengembangan. Dengan pola alokasi anggaran seperti ini, terkait dengan pembangunan kekuatan alutsista, TNI AU dan TNI AL jelas merupakan unit organisasi yang paling merasakan dampaknya karena kedua unit ini bertumpu pada kemampuan dan kekuatan alutsista. Persoalan lain yang muncul adalah kecilnya anggaran untuk TNI AD terlebih beban dalam hal pembinaan dan pengembangan Sumber daya manusia yang dirasa semakin berat. Dengan meninjau kembali kondisi anggaran belanja TNI khususnya TNI AD yang memprihatinkan tersebut maka dapat dipastikan kesejahteraan anggota TNI AD menurun dan bahkan di bawah normal (Rahakundini 2008).

Dari hasil penelitian maka didapatkan ditemukan sebagai berikut:1) Mekanisme pembinaan personil prajurit TNI AD dalam penetapan kebijakan bidang personil

dimulai dari pengadaan hingga pemisahan prajuritnya2) Sumber pembiayaan berupa Angaran pertahanan TNI AD tidak seimbang di banding unit

lainnya3) Sumber pembiayaan kecil berakibat kesejahteraan anggota TNI AD dan profesionalisme

prajurit tidak dapat terlaksana secara optimalDari temuan yang didapat dapat disusun sebuah proposisi minor sebagai berikut:

Proposisi 7 “Hambatan dalam mewujudkan pembinaan personil Prajurit TNI AD karena anggaran pertahanan yang kecil".

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang di konsentrasikan pada pembinaan personil prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional dapat dinyatakan bahwa makna pembinaan personil prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya secara implementatif terpengaruh oleh Kebijakan pembinaan yang dilaksanakan yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, rawatan dan pemisahan selain itu dalam pelaksanaannya diketemukan Faktor Internal dan eksternal dalam pelaksanaan pembinaan personil, dimana Internal Prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit dan Eksternal berupa kebijakan mekanisme dan anggaran dalam pembinaan personil.

Dengan demikian melalui suatu analisis penelitian dan pembahasan ini, secara akumulatif di tentukan proposisi mayor sebagai berikut:"Pelaksanaan pembinaan personil prajurit TNI AD menggunakan siklus pembinaan yang dilaksanakan dengan menitikberatkan pada upaya mewujudkan profesionalisme prajurit"

6. PENUTUP6.1 Kesimpulan1. Pelaksanaan pembinaan personel prajurit TNI AD yang dilaksanakan di Kodam V/Brawijaya sesuai

hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: a) Penyediaan personil prajurit TNI AD bersifat terbuka memperhatikan kampanye dan waktu

seleksi penerimaanb) Pendidikan bagian dari siklus pembinaan personil prajurit TNI AD dilaksanakan dengan

memperhatikan domain prajurit, kognitif, psikomotor dan afektif guna menghasilkan keluaran personil prajurit TNI yang profesional

c) Penggunaan personil prajurit TNI AD dilaksanakan dalam bentuk pembinaan karier, pembinaan penugasan, pembinaan kepangkatan maupun pembinaan dinas keprajuritan dilakukan sesuai dengan standar

d) Rawatan prajurit merupakan bentuk pemberian Kesejahteraan anggota Prajurit dan memberikan dampak terhadap profesionalisme prajurit

e) Pemisahan personil prajurit TNI AD dilaksanakan untuk menyiapkan personil prajurit TNI AD sebelum kembali ke masyarakat

28

Page 29: pembinaan personil

2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi siklus pembinaan personel prajurit TNI AD ini terdiri dari Faktor Internal dalam pembinaan prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit, yaitu Faktor internal dalam diri prajurit TNI AD yang berpengaruh secara umum dalam pembinaan personil adalah kurang dalam pengetahuan dan kemampuan serta belum memenuhi standar minimum kesemaptaan jasmani dan masih adanya tindakan indisipliner dari prajurit

3. Faktor Eksternal dalam pembinaan prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit dalam pembinaan personil di Kodam V/Brawijaya yaitu Hambatan dalam mewujudkan pembinaan personel prajurit TNI AD secara umum adalah rendahnya anggaran pertahanan yang ada.

6.2 Implikasi hasil Penelitian1. Implikasi Teoritis

a. Penelitian ini telah menemukan Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional yang meliputi penyediaan, pendidikan, penggunaan, perawatan dan pemisahan temuan ini telah mendukung teori George Edward III yang menegaskan ada empat isu pokok agar implementasi kebijakan menjadi efektif yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi (bureucratic structure).

b. Komunikasi dalam penggunaan personil prajurit Penggunaan prajurit meliputi pembinaan karier, pembinaan penugasan, pembinaan kepangkatan maupun pembinaan dinas keprajuritan telah diadakan dengan komunikasi dengan melakukan wawancara kepada prajurit. Komunikasi berkenaan dengan bagimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik mendapat sikap serta tanggapan dari para pihak yang terlibat .

c. Resources atau sumber daya berkenaan dengan ketersediaan sumber daya pendukung, ketersediaan sumber daya manusia. Hal ini berkenaan dengan keberhasilan pelaksanaan kebijakan public mulai dari pelaksanaan rekrutmen prajurit hingga pemisahan prajurit, untuk membawa kebijakan tersebut dapat berjalan secara efektif.

d. Disposition berkenaan dengan kesediaan dari para implementor untuk membawa dan melaksanakan kebijakan pembinaan personil prajurit mulai dari pelaksanaan rekrutmen hingga proses akhir pemisahan prajurit, hal ini harus ditunjang dengan kesesuaian organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan public.

e. Faktor Struktur birokrasi dalam pembinaan personil tergambar dengan adanya pelaksanaan pembinaan personel menggunakan siklus pembinaan yang dilaksanakan dengan menitikberatkan pada upaya mewujudkan profesionalisme prajurit

2. Implikasi PraktisSatu fenomena dalam melaksanakan pembinaan personel yang efektif selalu berorientasi kepada niat baik misi atas dasar pemikiran konsentrasikan pada Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional dapat dinyatakan bahwa makna Pembinaan personel secara implementatif terpengaruh oleh siklus pembinaan, Faktor internal dalam diri prajurit TNI AD yang berpengaruh secara umum dalam pembinaan personil adalah kurang dalam pengetahuan dan kemampuan serta belum memenuhi standar minimum kesemaptaan jasmani dan masih adanya tindakan indisipliner dari prajurit dan Faktor Internal dalam pembinaan prajurit berupa kesejahteraan, moril, mental, kedisiplinan dan kecakapan prajurit dalam pembinaan personil di Kodam V/Brawijaya yaitu Hambatan dalam mewujudkan pembinaan personel TNI AD secara umum adalah rendahnya anggaran pertahanan yang ada.

6.3 Saran Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, akan disajikan beberapa saran-saran, baik yang bersifat teoritis maupun praktis. Hal ini perlu dilaksanakan karena adanya hambatan dan keterbatasan dalam penelitian seperti; peneliti secara visual tidak dapat menyaksikan secara langsung bagaimana proses penyelesaian sebagian masalah dari Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional, karena ada beberapa kegiatan tersebut dilaksanakan sebelum pelaksanaan penelitian, dengan demikian data yang di dapat hanya sebatas informasi dari informan yang juga sebagai pelaku dalam kegiatan tersebut.

29

Page 30: pembinaan personil

Penelitian ini merupakan studi kasus dan terbatas hanya meneliti Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional dan hal ini merupakan keterbatasan penelitian yang perlu ditindaklanjuti. Dalam konteks ini perlu saran-saran sebagai berikut:1. Saran Teoritis

Perspektif lain dari Pembinaan Pembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional masih dirasakan perlunya pengembangan melalui penelitian-penelitian lebih lanjut dan disarankan peneliti dapat melaksanakan observasi langsung (direct observation) pada setiap kegiatan pelaksanaan misi di lokasi penelitian, untuk dapat melihat dengan jelas Pembinaan personel, tingkat kemampuan anggota organisasi, disarankan perlu penelitian yang dapat mengungkapkan bagaimana interpretasi situasi lebih efektif dalam Pembinaan personel untuk diberikan pada anggota organisasi atau komando teritorial militer yang berbeda, serta dalam berbagai macam organisasi yang berbeda seperti: organisasi pemerintahan, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan organisasi non pemerintahan lainnya dalam berbagai bentuk kasus dan setting yang variatif.

2. Saran PraktisPembinaan Personel di Kodam V/Brawijaya guna mewujudkan prajurit TNI AD yang profesional

belum berjalan secara transparan sehingga memerlukan upaya untuk melakukan perubahan secara gradual. Yang salah ataupun yang rusak dari sistem yang sedang berjalan itulah yang mesti diperbaiki, bukan harus dirombak seluruhnya. Mengenai tuntutan masyarakat mengenai perlunya transparansiyang harus di dorong oleh namun tetap dalam kerangka konstitusional

DAFTAR PUSTAKA

Ajie, 2010 Gaya Kepemimpinan Kepala Madrasah Aliyah Pondok Modern Al-Islam Nganjuk Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru, Thesis. Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

A.W.Widjaja. 2006. Administrasi Kepegawaian. Jakarta: Rajawali.

Aan Komariah & Cepi Triatna. 2005. Visionary leadership: Menuju sekolah efektif. Jakarta: Bumi Aksara.

Adair, J. 1990. Pemimpin, Kogan Page Limited, London.

Agger, B. 1998. Teori Kritik Sosial, West View Press, Colorado.

Arifin Imron, 1993. Pendidikan Islam dalam Arus Dinamika Masyarakat: Suatu Pendekatan

Atmosoedirdjo, 1967. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan Keputusan. Bumi Aksara, Jakarta.

Bennis, W. 1997. Pemimpin dan Kepemimpinan. Harvard Business book, Boston.

Berger, P, L & Luchman, T, 1990, Tafsir Sosial Atas Kenyataan, (Diterjemahkan oleh Hasan Basri), LP3ES, Jakarta.

Bertrand, A, L 1980, Sosiologi, PT. Bina ILmu Surabaya, Surabaya.

Black, JA & Champion, DJ, 1992, Metode Dan Masalah Penelitian Sosial 3(Diterjemahkan oleh E. Koeswara, Dita Salam), PT. Eresco, Bandung

Black, JA & Champion, DJ, 1992, Metode Dan Masalah Penelitian Sosial 3(Diterjemahkan oleh E. Koeswara, Dita Salam), PT. Eresco, Bandung

30

Page 31: pembinaan personil

Blaim, D.S & Matheson. A. 2000, Kepemimpinan Sektor Publik abad 21, OECD, Paris

Blake, R.R & Mouton, J,S, 1964, Mengelola Konflik Antarkelompok Dalam Industri. Gulf Publishing, Houston.

Blumer, H, 1969, Simbol-simbol Interaksi, Prentice, Inc, New Jersey.

Bottomore, T,B & Rubel, M, 1967, Penulisan Dalam Sosiologi Dan Filosofi Sosial, Penguin Books, New Jersey.

Bredow. 2000. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Britton, P, 1996, Profesionalisme Dan Ideologi Militer Indonesia, (Diterjemahkan oleh A.E. Priyono). PT. Pustaka LP3ES, Jakarta

Burrey, P, 1979, Kepemimpinan, Liberty, (diterjemahkan oleh M. Manulang), Yogyakarta.

Button. P. 1999. EQ (Kecerdasan Emosional) Keterampilan Kepemimpinan, (Diterjemahkan oleh Anita B. Hariyanto), PT Mitra Media, Jakarta.

Buzan, T, 1979, Kekuatan ESQ, (Diterjemahkan oleh Ana Budi Kuswandari), PT. Pustaka Delaprasta, Jakarta.

Cach I & French, JRP, Jr, 1948, Overcoming Resistance To Change, Human Relationship, University of Michigan Press, Michigan.

Cepi Triatna dkk. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cohen, W A, 2000, The New Art Of The Leader, Prentice Hall Press, Missoun.

Craib, Ian, 1992, Teori-Teori Sosial Modern, (Diterjemahkan oleh Paul S Baut, T. Efendi). CV. Rajawali, Jakarta.

Cribbin, JJ, 1984. Leadership- Strategies For Organization Effectiveness, AMACOM, 135 Wett 50th

Street, New York.

Dahrendorf, R, 1959, Class And Class Conflict In Industry Society, Stanford University Press, California.

Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.

Davis, Ralph C., 2000, Fundamental Of Top Management, Tokyo, Penerbit: Kogakusha Company Limited

Davis, Keith dan Newstroom John W. 1996. Perilaku dalam Organisasi Jilid 1dan 2. Jakarta: Gelora Aksara Prtama.

De Graaf, HJ, 1986, Puncak Kekuasaan Mataram Politik Eksplanasi Sultan Agung, (diterjemahkan oleh Eko Endarmoko, Jaap Erkelensi), Grafiti, Jakarta.

31

Page 32: pembinaan personil

Dennis. D. L. 2001. Seven Theories of Religion, (Diterjemahkan oleh Ali Noer Zaman).

Dhofier, Zamakhsari. 2009. Tradisi Pesantren:Memadu Modernitas untuk kemajuan bangsa. Yogyakarta: Newsea Press.

Epitropika, Olga. 2001. What is? Transformational Leadership. Inggris: Institut of Work Psychology University of Sheffield,

E. Mulyasa, 2003. Manajemen Berbasis Sekolah, Konsep Strategi dan, Implementasi, Bandung: Rosdakarya

Faisal, S 1998, Filosofi Dan Akar Tradisi Penelitian Kualitatif, (BMPTSI) wilayah Jawa Timur, Surabaya.

Fattah, Nanang. 2003. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT. Rosdakarya.

Gillin dan Gillin, 1954. Cultural Sociology: A revision of An Introduction to Sociology. New York; The Mac Millan Company.

George R. Terry ,2000. Prinsip-Prinsip Manajemen. (edisi bahasa Indonesia). PT. Bumi Aksara: Bandung.

Gerungan, WA, 1996, Psikologi Sosial, PT. Bresco, Bandung.

Gill, A. et al.(2010) “The Relationship Between Transformational Leadership and Employee Desire for Empowerment.” International Journal of Contemporary Hospitality Management. 22 ,( 2), 263-273.

Glesne, C & Peshkin, A, 1992, Becoming Qualitative Researchers, Longman Publishing Group, New York.

Handoko T. Hani, 2003, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi II, Cetakan Keempat Belas, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Heidjrahman dan Husnan, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE-UGM, Yogyakarta.

Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius.

Hersey, P & Blanchard, K H, 1995, Kepemimpinan Situasional, Free Press, New York.

House, RJ, 1971, “Path-goal Theory of Leader Effectiveness”, Administrative Scince Quarterly, Southern Illinois University Press, Illinois.

Imron. Arifin., Kepemimpinan Kyai: Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng. Kalimasahada Press, Malang, 1993.

Isjoni, dkk. 2007. Pembelajaran Visioner Perpaduan Indonesia-Malaysia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar..

Islamy, M I, 1996, Perilaku Kekuasaan Pemimpin Local, PPS Univ. Airlangga, Surabaya.

Jarmanto, 1983, Kepemimpinan Sebagai Ilmu Seni, Liberty, Yogyakarta.

32

Page 33: pembinaan personil

Rakhmat, Jalaluddin. 1985. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

James J. Cribbin, 1984, Kepemimpinan : Strategi Mengefektifkan Organisasi, Seri Manajemen No. 65, Penerbit PT. Pustaka Binaman Pressindo.

Jetzer. G. 1985, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. (Diterjemahkan oleh Ariyanto), CV. Rajawali. Jakarta.

Johnson, (1986). Sociological Theory, II. terj. Robert M.Z. Lawang, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jilid II, Jakarta: Gramedia.

John Wiles dan Joseph Bondi “Curriculum Development A Guide To Practice” (Ohio:Merry Pubhlishing Company, 1989)

Kartono, K, 1998, Pemimpin Dan Kepemimpinan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kenney, R.A, 1996, Implicit Leaders Theories: Defining Leadership Described As Worthy Of Influence, Partner Trought Training, Lynchburg, Virginia.

Khulug, Lathiful, 2002. Strategi Belanda melumpuhkan Islam : biografi C. Snouck Hurgronje. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Klandermans, B, 1997, The Social Psychology Of Protest, Black Well Publishes Ltd, Massachusetts.

Koentjaraningrat, 1996, Antropology, Penerbit Universitas Jakarta, Jakarta.

Krause, D,G, 1998, The Way Of The Leaders, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Kreitner, R. and Kinicki, A. 2004. Organizational Behavior. Fifth Edition. McGraw Hill. New York.

Laboritz S & hagedorn, R, 1982, Metode Riset Sosial, (Diterjemahkan oleh Bakri Siregar), Erlangga, Jakarta.

Lester, R,I 7 Morton, A,G, 2001, Concept For Air Force Leadership, Air University Press Maxwell air Force Base, Alabama.

Likert, R, 1961, New Patterns Of Management, Mc Graw-Hill, New York.

Lyrdal. G. 1981.Obyektifitas Penelitian Sosial. (Diterjemahkan oleh Victor l. Tanja), LP3ES

Manz CC & Sims, Jr, H P, 2001, The New Super Leadership, Berret-Khochler Publishers Inc, San Fransisco.

Miftah Thoha. 1992. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta. CV. Rajawali,

Miftah Thoha. 2003, Kepemimpinan Dalam Manajemen Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Miftah, Thoha (1995). Perilaku Organisasi Konsep Dasar Dan Aplikasinya, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Moekijat, 2000. Kamus Manajemen. Bandung : Penerbit CV. Mandar Maju

33

Page 34: pembinaan personil

Mooney,D, James.Konsep Pengenbangan Organisasi Publik.1996. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Moleong, L L, 2000, Metodologi Penelitian Kuantitatif, PT. Remaja Rosda Karya, Bandung.

Muhadjir.N. 1998, Filsafat Ilmu, Rake Sarasin, Yogyakarta.

Mohammad Fakry Gaffar; 1994. Manajemen Pendidikan (Seri Bahan Penataran Program Penataran Peningkatan Mutu Dosen Pusdiklat Pos dan Giro); University Press IKIP Bandung

Nata, A. 2001. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam.

Nursodiq, Muallim (2012) Kepemimpinan Kyai Dalam Mengelola Pondok Pesantren Dan Madrasah Aliyah Studi Situs MA WI Kebarongan Banyumas. Thesis thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pamudji, S 1994. Profesionalisme Aparatur Negara Dalam Meningkatkan Pelayanan Publik. Jakarta: Widyapraja No. 19 Tahun III, IIP.

Pamudji, S. 1993. Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bumi Aksara. Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Riberu., Jr. 1995. Management (6thed.). New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Ritzer, George, 2002. sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta. Bumi Aksara.

Robbins. S. P. 1995. Teori Organisasi. Arcan. Jakarta.

Sadhana, Kridawati. 1997. Perilaku Negosiasi Sebagai Upaya Strategi Adaptif Kepala Desa Dalam Struktur Birokrasi Pemerintahan Desa. Disertasi Universitas Airlangga.

Santoso, Slamet. 2006. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara

Schein, E. H. 1987, Organizational culture and leadership. San Francisco, Jossey- Bass.

Siagian, Sondang P, 1999, Teori Dan Praktek Kepemimpinan, Rineka Cipta, Jakarta

Simamora, Henry, 2001,. Manajemen Sumber Daya Manusia. Cetakan Ketiga. Yogyakarta. YPPKN.

Soeprapto, HR R, 2002, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern, Averroes Press, Malang. Soekanto, Soerjono., 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Stogdill, R M, 1974, Buku Pegangan Kepemimpinan, Free Press, New York

Strauss, A, L & Corbin, J, 1990, Basic Of Qualitative Research: Grounded Theory Procedures And Techniques, Saga Publications, London.

Stone, G.A. et al.2004. “Transformational Versus Servant Leadership: A Difference in Leader Focus.” The Leadership & Organization Development Journal. 25, (4), 349-361.

Suradinata, Ermaya. 1998. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Ramadhan.

34

Page 35: pembinaan personil

Sunarto, 2003. Perilaku Organisasi. Amus. Jakarta

Syafaruddin, 2002, Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Jakarta, Grasindo.

Syahril, Bambang. 2004. Pengaruh Antara Gaya Kepemimpinan Sikap Guru, Dan Disiplin Guru Terhadap Kinerja Guru SMA Negeri Kota Manna Bengkulu Selatan. Thesis. Magister Administrasi Pendidikan. FKIP Universitas Bengkulu

Smylie, M. A. (2010). Continuous school improvement. Thousand Oaks, CA: Corwin Press.

Taneko, Soleman B, 1990. Konsepsi System Sosial Dan System Sosial Indonesia. Jakarta : Fajar Agung.

Tellis, A J, 1997, Anticipative Ethnic Conflict, Rand’s Arroyo Center, Washington, D.C.

Ting Chew Peh. 1985. Konsep Asas Sosiologi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.Wahid, Abdulrahman. Bunga Rampai Pesantren: Kumpulan Karya Tulis Abdurrahman Wahid.

Jakarta: CV. Dharma Bhakti. 1978.

Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Wood, J.M., Wallace, J., Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn, 1998. Organizational Behaviour an Asia-Pacific Perspective. John Wiley & Sons, Singapore.

Yukl, G, 1998, Leadership In Organization, Prentice-Hall International, Inc, New Jersey 07632.

Zaenal mustofa, 2009. Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Prestasi Siswa di SMP Pondok Modern Selamat Kendal. Pascasarjana IAIN Walisongo. Semarang

35