bab ii kajian pustaka...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan...

22
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Manajemen Pendidikan Dalam Kaitannya Dengan Kesenjangan Gender Usaha pembahasan secara bermakna tentang dinamika relasi kepemimpinan pendidikan dengan manajemen pendidikan, selanjutnya dikaitkan dengan prespektif gender, bukanlah suatu yang mudah. Istilah kepemimpinan pendidikan dan manajemen pendidikan memang dalam praktek sehari-hari merupakan dua konsep yang sering dipertentangkan. Seringkali pengertian kepemimpinan dan manajemen disamakan oleh banyak orang, namun ada pula yang membedakan pengertian keduanya. Jhon Kotter dalam (Robins, 2006) berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Menurutnya manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Artinya manajemen yang baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah

Upload: others

Post on 07-Mar-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.Manajemen Pendidikan Dalam Kaitannya

Dengan Kesenjangan Gender

Usaha pembahasan secara bermakna tentang

dinamika relasi kepemimpinan pendidikan dengan

manajemen pendidikan, selanjutnya dikaitkan dengan

prespektif gender, bukanlah suatu yang mudah. Istilah

kepemimpinan pendidikan dan manajemen pendidikan

memang dalam praktek sehari-hari merupakan dua

konsep yang sering dipertentangkan.

Seringkali pengertian kepemimpinan dan

manajemen disamakan oleh banyak orang, namun ada

pula yang membedakan pengertian keduanya. Jhon

Kotter dalam (Robins, 2006) berpendapat bahwa

kepemimpinan berbeda dari manajemen. Menurutnya

manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi

kerumitan. Artinya manajemen yang baik dapat

menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan

menyusun rencana-rencana formal, merancang

struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil

lewat pembandingan terhadap rencana yang telah

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

16

ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kepemimpinan

sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi

perubahan. Artinya pemimpin menetapkan arah

dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa

depan, kemudian mengkomunikasikannya kepada

setiap orang dan menginspirasi orang-orang tersebut

dalam menghadapi segala rintangan. Sehingga Kotter

menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun

manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi

optimalisasi efektifitas organisasi.

Lebih lanjut (Bush dan Coleman, 2006)

mengungkapkan bahwa kepemimpinan diidentikan

dengan visi dan nilai, sedangkan manajemen

diidentikan dengan proses yang berkaitan dengan

struktur. Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa

manajemen pendidikan adalah suatu proses

pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang

untuk mencapai tujuan pendidikan yang akan

ditetapkan.

Proses pelaksanaan kelompok tersebut mencakup

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

penggerakan (actuating) dan pengawasan (controlling),

yang kesemuanya merupakan rangkaian kegiatan

secara utuh (Mulyasa 2007;Lazaruth 1988). Sayangnya,

sebagaimana yang diungkapkan oleh (Owens,1995)

tentang pelaksanaan manajemen di sekolah seringkali

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

17

masih bersifat birokratis, atau dilaksanakan layaknya

mengelolah sebuah pabrik dalam rutinitas sehari-hari.

Jika dalam pelaksanaan manajemen pendidikan seperti

demikian berarti telah merendahkan manajemen

pendidikan itu sendiri, pada waktu yang sama juga

menghalangi diterapkannya pengembangan ke-

pemimpinan pendidikan yang benar. Oleh karena itu,

sudah seharusnya seorang kepala sekolah tidak hanya

berperan sebagai pemimpin pendidikan yang baik,

namun sekaligus juga seorang manajer dengan kinerja

yang bagus.

Paradigma baru manajemen pendidikan dalam

rangka meningkatkan kualitas secara efektif dan

efisien, sesungguhnya perlu didukung oleh sumber

daya manusia (SDM) yang berkualitas. Pengembangan

kualitas SDM tidak hanya sekedar meningkatkan

kemampuan, namun juga menyangkut pemanfaatan

kemampuan, proses pengembangan SDM tersebut

seharusnya juga dapat menyentuh berbagai aspek

kehidupan sekolah yang tercermin pada kepribadian

pemimpin pendidikan terutama kepala sekolah.

Menurut (Mulyasa, 2007) seorang kepala sekolah

sangat berperan penting dalam lembaga pendidikan

karena Kepala sekolah adalah sebagai motor penggerak

sekaligus penentu arah kebijakan sekolah yang akan

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

18

menentukan cara pencapaian tujuan-tujuan sekolah

dan pendidikan. Oleh karena itu kepala sekolah harus

mengetahui dengan pasti tugasnya sebagai seorang

kepala sekolah. Dalam perspektif kebijakan pendidikan

nasional (Depdiknas, 2006) tugas kepala sekolah dapat

digolongkan menjadi tujuh bidang yaitu:

1. Sebagai Educator (pendidik)

Kepala sekolah sebagai pendidik harus

memiliki strategi yang tepat untuk meningkatkan

profesionalisme tenaga kependidikan

disekolahnya. Kepala sekolah dapat menciptakan

iklim sekolah yang kondusif, memberi nasehat

kepada warga sekolah, dan memberi dorongan

kepada seluruh tenaga kependidikan. Kepala

sekolah juga harus berusaha menanamkan,

memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat

nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral,

pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai

edukator, kepala sekolah wajib menjalankan

tugasnya yaitu: (1) mengikutsertakan para guru

dalam kegiatan ilmiah, seperti workshop,

pelatihan, seminar, dan penataran. Hal tersebut

harus dilakukan oleh kepala sekolah agar dapat

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan

guru. (2) Menggerakkan tim evaluasi hasil belajar

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

19

peserta didik untuk lebih giat bekarja, dan

hasilnya diumumkan secara terbuka. (3)

menggunakan waktu belajar secara efektif di

sekolah.

2. Sebagai Manajer

Tugas kepala sekolah sebagai manajer

yaitu: (1) memberdayakan tenaga kependidikan

melalui kerjasama atau kooperatif untuk

meningkatkan tenaga profesional di lingkungan

sekolah. (2) memberi kesempatan kepada tenaga

kependidikan untuk meningkatkan profesinya. (3)

mendorong keterlibatan seluruh tenaga

kependidikan pada setiap kegiatan.

3. Sebagai Administrator.

Kepala sekolah sebagai administrator

memiliki hubungan yang sangat erat dengan

berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang

bersifat pencatatan, penyusunan dan

pendokumentasian seluruh program sekolah.

Secara spesifik, kepala sekolah harus memiliki

kemampuan untuk mengelola kurikulum,

administrasi peserta didik, administrasi

personalia, administrasi sarana dan prasarana,

administrasi kearsipan, dan administrasi

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

20

keuangan. Untuk menjalankan tugas sebagai

administrator, kepala sekolah kini harus bisa

mengembangkan layanan berbasis teknologi

modern guna memudahkan pengelolaan

administrasi. Sehingga administrasi sekolah

betul-betul tampak profesional dan berjalan

secara efektif dan efesien.

4. Sebagai Supervisor

Tugas kepala sekolah sebagai supervisor

yaitu memberi masukan kepada tenaga

kependidikan yang masih dirasa perlu dibenahi,

dibina dan ditingkatkan kemampuan dan

ketrampilannya. Tindakan ini perlu dilakukan

untuk mencegah agar para tenaga kependidikan

tidak melakukan penyimpangan dan lebih

berhati-hati melaksanakan pekerjaannya.

5. Sebagai Leader

Kepala sekolah sebagai leader

membutuhkan karakteristik khusus, yaitu (1).

memiliki kepribadian mantap, seperti (jujur,

percaya diri, tanggung-jawab, berani mengambil

resiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang

stabil dan teladan). (2) Memiliki keahlian dasar,

seperti (memahami kondisi tenaga kependidikan,

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

21

tahu kondisi dan karakteristik peserta didik,

menyusun program pengambangan tenaga

kependidikan, menerima masukan, saran kritik

dari pihak lain. (3) memiliki pengalaman dan

pengetahuan profesional, serta (4). Memiliki

pengetahuan administrasi dan pengawasan.

6. Sebagai Innovator

Sebagai innovator, kepala sekolah harus

memiliki staregi yang tepat untuk menjalin

hubungan harmonis dengan lingkungan, mencari

gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan,

memberikan teladan kepada seluruh tenaga

kependidikan di sekolah, dan mengembangkan

model-model pembelajaran yang innovatif. Kepala

sekolah sebagai innovator akan terlihat dari

bagaimana ia melakukan pekerjaannya secara

konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional

dan objektif, pragmatis, keteladanan, adaptable

dan fleksibel. Sebagai innovator juga harus

mampu mencari, menemukan dan melaksanakan

berbagai pembaruan di sekolah.

7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan

Dalam menerapkan prinsip-prinsip

kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan

kompetensi guru, maka kepala sekolah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

22

seyogyanya dapat menciptakan pembaharuan,

keunggulan komparatif, serta memanfaatkan

berbagai peluang. Kepala sekolah dengan sikap

kewirausahaan yang kuat akan berani

melakukan perubahan-perubahan yang inovatif

di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-

hal yang berhubungan dengan proses

pembelajaran siswa beserta kompetensi gurunya.

Bila dihubungkan dengan perspektif gender,

tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan

manajemen pendidikan dikaitkan dengan data dan

masalah kesenjangan gender dalam kepemimpinan

pendidikan. Arti dari kesenjangan gender dalam

konteks ini, adalah menunjuk kepada fakta yang

timpang, tidak seimbang atau adanya gap antara laki-

laki dan perempuan berkaitan dengan representasi

atau keterwakilan, cara menghadirkan diri maupun

munculnya berbagai dampak negatif kesenjangan

gender.

Menurut (Chliwniak,1997) terjadinya gap antara

laki–laki dan perempuan di bidang manajemen

pendidikan dipengaruhi oleh tiga model yang

menjelaskan rendahnya kepemimpinan perempuan

dalam organisasi pendidikan. Pertama, Individual or

Meritocrasy model/model individual atau model

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

23

kepantasan. Model ini menekankan kepada keberadaan

perempuan dan model penghargaan yang pantas atau

kepatutan perempuan itu sendiri yang dianggap

menjadi penyebab adanya kesenjangan gender di

bidang kepemimpinan. Model ini mempunyai tekanan

atau berorientasi kepada aspek psikis, misalnya: sifat-

sifat pribadi, ciri–ciri pribadi, kemampuan atau kualitas

diri. Demikian juga sikap pribadi yang tercermin pada

citra diri serta rasa percaya diri, motivasi, aspirasi

kesemuanya termasuk pada model ini. Pendapat yang

melatar-belakangi model ini adalah adanya anggapan

bahwa perempuan tidak cukup tegas, tidak

menginginkan kekuasaan, kurang percaya diri, tidak

memiliki aspirasi untuk posisi kepemimpinan, tidak

menghendaki terlibat dalam permainan maupun kerja

di dalam sistem. Disamping itu mereka tidak melamar

menjadi pemimpin pendidikan.

Keyakinan bahwa tidak menginginkan kekuasaan

mungkin bukan berkaitan dengan tidak ingin

mempunyai kekuasaan, tetapi sebetulnya berhubungan

dengan bagaimana mereka memandang kekuasaan

tersebut. Cara perempuan menggunakan

kekuasaannya ternyata memang cukup berbeda dengan

cara laki–laki menggunakan kekuasaanya. Perempuan

menggunakan kekuasaan bukan untuk menguasai

orang lain, tetapi cenderung untuk memberdayakan

orang lain.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

24

Kedua, Organizational or discrimination model/

model perspektif organisasi atau model diskriminasi.

Model ini berfokus kepada sistem pendidikan. Adanya

perbedaan aspirasi karier dan berbagai pencapaian

pekerjaan antara laki – laki dan perempuan, menurut

model ini, merupakan suatu akibat dari kesempatan

yang terbatas yang dihadapi oleh perempuan. Model ini

menjelaskan bagaimana struktur dan praktek

organisasi pendidikan telah mendiskriminasi

perempuan. Kelihatannya laki–laki memang lebih

diuntungkan dan diunggulkan dalam praktik promosi

ke aras yang lebih tinggi karena mereka sering

mendapat perlakuan istimewa, sementara perempuan

sulit mencapai aras lebih tinggi meskipun mereka

sudah berusaha dengan sungguh-sungguh.

Ketiga, woman’s place or social perspective

model/model tempat perempuan atau model perspektif

sosial. Model ini menekankan kepada norma budaya

dan sosial. Norma budaya dan sosial diidentifikasi telah

mendorong terjadinya praktek diskriminasi kepada

perempuan. Norma–norma, cerita rakyat dan aturan

sosial ternyata bersesuaian dengan pola sosialisasi

yang mengarahkan baik laki–laki maupun perempuan

kepada perbedaan bidang kerja maupun perbedaan

status dan upah.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

25

2.2.Teori Pembagian Kerja Berbasis Gender

Salah satu faktor signifikan dari fenomena

kesenjangan gender, adalah karena ada fakta

pembagian kerja berbasis gender. Untuk menjelaskan

adanya pembagian kerja berbasis gender, akan dipilih

tiga teori dasar yang dapat digunakan, yaitu nature,

nurture dan fungsional

a. Teori Nature Dan Nurture

Teori ini pada gilirannya juga digunakan untuk

menjelaskan adanya perbedaan posisi atau kedudukan,

peran dan sifat-sifat dari laki-laki dan perempuan.

Pertama, menurut teori nature, realita adanya

perbedaan biologis atau seks merupakan suatu kodrat.

Menurut (Zimbalist,1984) dalam pengamatannya

terhadap berbagai kelompok manusia, mengungkapkan

bahwa pada umumnya perempuan mempunyai

kedudukan sebagai ibu, yang erat kaitannya dengan

mata rantai reproduksi. Berkaitan dengan keadaan

tersebut, maka peran perempuan dibatasi terutama

untuk urusan domestik, yaitu yang berkaitan dengan

rumahtangga, yang berhubungan dengan anak dan

sebagai istri. Sehingga pada akhirnya hampir tidak ada

atau sedikit sekali perempuan memiliki peran dalam

dunia publik. Dengan adanya pemikiran mengenai citra

perempuan tersebut, maka berkembanglah aturan dan

adat istiadat yang berbasis kepada perbedaan biologis

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

26

alami atau nature tersebut. Sementara untuk laki-laki

dengan kodrat biologis yang dimilikinya

memperlihatkan kekuatan, ketegaran bahkan

kekerasan. Dengan kodrat tersebut, laki-laki dibentuk

dengan peran selalu berada di dunia publik yang keras

dan kompleks. Laki-laki yang selalu membuat kontak-

kontak dengan dunia luas, dengan kedudukan lebih

tinggi dari perempuan, sekaligus untuk melindungi

perempuan sebagai istri dan anak-anak yang lemah.

Sehingga pada saat yang sama kedudukan perempuan

disubordinasikan di bawah laki-laki.

Kedua, teori nurture. Pada hakekatnya teori ini

bertentangan dengan teori nature, atau teori kodrat.

Teori ini mengungkapkan bahwa realita biologis tidak

menyebabkan kedudukan laki-laki lebih tinggi dari

perempuan, pemilihan sektor domestik dan publik,

sekaligus pengunggulan terhadap masing-masing jenis

kelamin dengan lingkungan (Sanderson,1995).

Pembedaan sifat dan sikap yang dianggap kelaki-lakian

dan keperempuanan juga merupakan rekayasa

lingkungan sosial, hasil pemupukan proses sosialiasi

atau melalui usaha pendidikan. Menurut

(Budiman,1985), kedudukan maupun peran di satu sisi

merupakan usaha buatan yang direncanakan, hasil

kombinasi antara tekanan dan paksaan dengan

rangsangan yang tidak wajar. Di sisi lain, upaya

tersebut menyesatkan, khususnya untuk perempuan.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

27

b. Teori Fungsionalis: Keserasian Rumah Tangga

Dan Masyarakat.

Teori fungsionalis diungkapkan di sini karena

dianggap mempunyai kaitan dengan kepemimpinan

laki-laki dan perempuan. Teori ini berpendapat bahwa

pembagian kerja berbasis gender merupakan

kebutuhan masyarakat dan diciptakan untuk

masyarakat secara keseluruhan (Budiman,1985). Teori

ini pada hakikatnya merupakan upaya bantahan

terhadap teori Freudian yang secara tidak langsung

menyatakan bahwa pembagian kerja berdasar

perbedaan gender merupakan akibat wajar dari “kodrat

perempuan” itu sendiri, yang membuat perempuan jadi

kurang aktif dibanding dengan laki-laki.

Kaum fungsionalis memerikan perhatian kepada

fungsi perempuan dan laki-laki dalam masyarakat,

khusunya dalam keluarga inti. Menurut Talcot Parson

(dalam Budiman,1985), fungsi perempuan adalah

untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah-

tangga. Dengan cara itu maka ditiadakan kemungkinan

terjadinya persaingan antara suami dan isteri. Adanya

pembagian fungsi yang jelas, laki-laki sebagai suami

harus mengembangkan kariernya di luar rumah. Isteri

boleh bekerja di luar rumah, tapi seharusnya tidak

merupakan kariernya. Menurut Murdock (dalam

Budiman,1985), pembagian kerja berbasis gender akan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

28

memberi rasa tenang bagi keduanya dalam keluarga,

dan sekaligus menjadi tonggak penopang bagi

keserasian (harmoni) masyarakat.

2.3 Model–Model Kesenjangan Gender Dan

Dampaknya

Masalah utama yang berkaitan dengan fenomena

gender di Indonesia adalah karena masyarakat kita

menganut hukum hegemoni patriarkhi (Handayani dan

Sudiarti,2002). Sistem patriarkhi menggambarkan

dominasi laki – laki atas perempuan dan anak–anak di

dalam keluarga (Russel, 1996), dominasi tersebut

berlanjut di semua ruang lingkup kehidupan

masyarakat. Patriarkhi adalah konsep bahwa laki–laki

memegang kekuasaan atas semua peran penting dalam

masyarakat, antara lain di bidang pemerintahan,

militer, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan,

agama, termasuk bidang pendidikan. Hukum hegemoni

patriarkhi ternyata juga telah menyebabkan timbulnya

berbagai masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan

gender. Penjabarkan hal ini akan dijelaskan melalui

model terjadinya kesenjangan/ “gender gap”, dan

dampak ketidakadilan gender yang terutama dialami

oleh perempuan.

(Chliwniak,1997), mengemukakan bahwa ada tiga

model yang menjelaskan rendahnya kepemimpinan

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

29

perempuan dalam organisasi pendidikan. Pertama,

Individual or Meritocrasy model/ model individual atau

model kepantasan. Model ini menekankan kepada

keberadaan perempuan dan model penghargaan yang

pantas atau kepatutan, dimana perempuan sendiri

yang dianggap menjadi penyebab adanya kesenjangan

gender di bidang kepemimpinan. Model ini berorientasi

kepada aspek psikis, misalnya: sifat-sifat pribadi, cirri-

ciri pribadi, kemampuan atau kualitas diri, rasa

percaya diri, motivasi, dan harapan. Pendapat yang

melatar-belakangi model ini adalah adanya anggapan

bahwa perempuan tidak cukup tegas, tidak

menginginkan kekuasaan, kurang percaya diri, tidak

memiliki harapan untuk posisi kepemimpinan, dan

mereka menolak untuk melamar menjadi pemimpin

pendidikan.

Kedua, Organiztional or Discrimination Model/

model perspektif organisasi atau model diskriminasi.

Model ini berfokus kepada sistim pendidikan. Adanya

perbedaan harapan tentang karier dan berbagai

pencapaian pekerjaan antara laki-laki dan perempuan.

Model ini menjelaskan bagaimana struktur dan praktek

organisasi pendidikan telah mendiskriminasi

perempuan. Kelihatannya laki-laki memang lebih

diutungkan dan diunggulkan dalam praktek promosi ke

aras yang lebih tinggi karena mereka sering mendapat

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

30

perlakuan istimewa, sementara perempuan sulit

mencapai aras lebih tinggi meskipun mereka sudah

berusaha dengan sungguh-sungguh.

Ketiga, Woman’s place or social perspective

model/ model tempat perempuan atau model perspektif

sosial. Model ini menekankan kepada norma budaya

dan sosial. Norma budaya dan sosial diidentifikasi telah

mendorong terjadinya praktek diskriminasi kepada

perempuan.

2.3.1.Teori Ketidakadilan Gender

Di samping model kesenjangan gender yang

diungkap Chliwniak di atas, penyisihan kepada

perempuan juga dapat diidentifikasi oleh teori

ketidakadilan gender. Sebetulnya sistim dan struktur

yang tidak adil gender tidak hanya merugikan

perempuan namun juga laki–laki. Meskipun demikian

rupanya perempuan lebih mengalami dampak negatif

yang parah. Beberapa teori ketidakadilan gender dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

a. Menyisihkan hak – hak perempuan

Ada beberapa mekanisme proses penyisihan hak–

hak perempuan karena perbedaan gender. Misalnya,

karena kekuasaan atau kebijakan pemerintah,

keyakinan pada tradisi, melanjutkan kebiasaan dan

asumsi ilmu pengetahuan. Contohnya, diterapkan

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

31

revolusi hijau yang memfokuskan pada pengembangan

pertanian yang ditangani oleh laki–laki mengakibatkan

perempuan tersisih dan menjadi miskin. Untuk para

guru taman kanak–kanak dan pekerja pabrik,

perempuan biasanya diberi upah yang rendah. Adanya

anggapan bahwa perempuan sebagai istri harus bekerja

di bidang domestik menyebabkan banyak perempuan

kehilangan kesempatan untuk bekerja dan menerima

upah di sektor publik, misalnya di bidang ekonomi,

politik, maupun pendidikan. Hal ini juga menjadikan

perempuan tergantung secara ekonomi kepada

suaminya (Yaqin,2005).

b. Gender dan Subordinasi

Pelaksanaan peran gender cenderung

menempatkan perempuan dalam posisi subordinasi

karena adanya realita “dominasi”, dan

menempatkannya pada “posisi nomor dua/sub-

ordinasi”. Hal ini terjadi karena faktor –faktor yang

telah terkonstruksi secara sosial. Ada anggapan bahwa

perempuan irasional dan emosional sehingga tidak

mampu tampil sebagai pemimpin. Oleh karena itu

muncul sikap untuk menempatkan perempuan dalam

posisi yang tidak penting. Bentuk sub-ordinasi yang

sangat menonjol misalnya semua pekerjaan yang

dikategorikan sebagai “pekerjaan rumah tangga” yang

dilakukan oleh perempuan dianggap lebih rendah dari

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

32

“pekerjaan produksi” yang dikuasai atau didominasi

oleh laki–laki (Mutali’in,2001)

c. Gender dan “triple peran”

Pada masyarakat Indonesia, perempuan sebagai

istri harus mengerjakan berbagai pekerjaan dalam

rumah tangga. Meskipun demikian, dalam

perkembangan keadaan terutama untuk mengisi

pembangunan, perempuan juga harus

menyumbangkan tenaganya sekaligus mencari nafkah

bagi keluarga, namun perannya hanya dihargai sebagai

pencari nafkah tambahan. Akibatnya, perempuan

harus berperan sebagai istri sekaligus ibu, pengelola

rumah tangga, dan sebagai tenaga kerja; perempuan

harus berperan rangkap tiga atau juga disebut sebagai

“triple peran”. Curahan waktu dan tenaga yang

dihabiskan oleh perempuan untuk mengerjakan tiga

bidang pekerjaan tersebut jauh lebih berat

dibandingkan dengan laki–laki. Meskipun demikian,

secara ekonomi dan secara sosial statusnya di dalam

masyarakat dianggap kurang berharga dan rendah

(Mutali’in 2001,Handayani dan Sugiaarti,2002).

d. Gender dan pelabelan

Pemberian label tertentu atau peran stereotip

kepada perempuan dan laki–laki, juga sering

merupakan tindakan tidak adil dan diskriminatif

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

33

terutama yang berkaitan dengan penandaan citra

negatif kepada perempuan. Misalnya terdapat anggapan

budaya bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah

lembut, sabar, tekun, penurut, emosional, irasional,

keibuan, cantik. Oleh karena itu, perempuan identik

dengan pekerjaan–pekerjaan yang berkaitan dengan

rumah tangga. Misalnya Pembantu Rumah Tangga

(PRT), perawat, sekretaris, pengasuh, guru TK,

pengelola salon kecantikan. Dengan demikian peluang

perempuan untuk bekerja di luar bidang–bidang yang

sudah ditentukan atau dilabelkan menjadi terbatas,

dianggap “sebagai bukan pekerjaan perempuan”, atau

setidaknya mereka mengalami prasangka dan

kecurigaan terhadap kompetensi yang dimiliki

(Handayani dan Sugiarti,2002).

Dari paparan mengenai pembagian kerja berbasis

gender dengan memanfaatkan teori yang relevan di

atas, dapatlah disimpulkan bahwa kehidupan

perempuan terutama diharapkan untuk melayani dan

berorientasi ke dunia domestik menyebabkan ia tidak

terlalu cocok untuk fungsi memberikan bimbingan,

mengajar dan memimpin kehidupan publik maupun

untuk fungsi hal–hal yang penting bagi suatu kelompok

orang. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila

dalam kepemimpinan pendidikan, suatu peran dan

kedudukan yang berorientasi kepada arena publik,

sekaligus mengarahkan dan memimpin suatu

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

34

organisasi; kehadiran dan peran perempuan “kurang

dianggap sah” dan kurang diterima dibandingkan

dengan laki–laki. Keengganan komunitas pendidikan

untuk menerima peran kepemimpinan perempuan dan

sekaligus menduduki tempat yang dianggap signifikan,

mungkin ada dasarnya, tetapi keadaan tersebut

sebetulnya bersumber kepada kesempatan yang kurang

dan lingkungan yang ada, dan bukan pada soal hakiki

yang menyangkut potensi dan bakat perempuan.

Model–model kesenjangan gender yang diungkap

oleh Chliwniak dan dipadu dengan teori dampak bias

gender, serta hegemoni petriarkhi yang banyak disorot

pada konteks Indonesia, tentu saja menjadi acuan yang

berharga bagi analisa kesenjangan gender untuk

penelitian yang dilakukan. Baik secara langsung

ataupun tidak, apa yang diutarakan di atas pasti ada

pengaruhnya pada bidang kepemimpinan pendidikan.

Untuk mengatasi kesenjangan gender di bidang

pendidikan memang merupakan tugas yang sulit.

Meskipun demikian, pemahaman terhadap berbagai

teori dan model–model yang dikemukakan, kiranya

dapat memandu untuk melihat berbagai sisi dari

kehidupan para korban dan kerugian organisasi, yang

seharusnya tidak terjadi di bidang pendidikan.

Melalui penelitian ini, analisa penyebab

permasalahan akan dilakukan dengan “pisau bedah”

teori–teori maupun model atau contoh yang telah

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

35

dikemukakan. Pada akhirnya diharapkan dapat

menawarkan alternatif ataupun solusi, supaya bidang

pendidikan menjadi arena pelayanan dan karya yang

lebih adil, setara dan menghargai hak–hak asasi

manusia. Penelitian pendidikan ini dilakukan karena

tanggungjawab kepada masyarakat dalam penyediaan

kualitas layanan, pada giliranya juga ingin

merumuskan cara–cara untuk meningkatkan mutu

layanan dengan menghilangkan dampak

ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender.

Pola pikir yang tidak tepat berimplikasi kompleks

sehingga guru-guru perempuan tidak berkembang

untuk menjadi lebih lagi dari pada hanya profesi

seorang guru. Perempuan sendiri yang tidak yakin

dengan kemampuan mereka, pola pikir mereka masih

sangat kental terhadap budaya patriakal, mereka

menganggap bahwa laki-laki lebih pantas untuk

menjadi pemimpin, sedangkan perempuan lebih baik

hanya ada di bawah laki-laki dan perempuan juga

harus tahu tugas dan tanggungjawabnya sebagai

seorang ibu rumah tangga, oleh sebab itu untuk dapat

mengakses kemampuan mereka pada level yang lebih

tinggi, guru perempuan sudah tidak memiliki motivasi

dari dalam diri.

Seperti yang telah di paparkan di atas bahwa

pengaruh budaya masih sangat kental dalam perspektif

dan perilaku sebagian guru-guru perempuan di kota

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA...nilai, yaitu pembinaan mental, pembinaan moral, pembinaan fisik, pembinaan artistik. Sebagai edukator, kepala sekolah wajib menjalankan tugasnya yaitu: (1)

36

Ambon. Namun dengan berjalannya waktu dan

perubahan zaman pemikiran dan tatanan masyarakat

tentang budaya patriakhal mulai beralih kepada

pemikiran modern dan menjadikan kedudukan

perempuan bukan lagi sebagai golongan “kelas dua”

yang harus hidup di ruang domestik, melainkan telah

menjadikan perempuan sebagai orang-orang yang

dapat mengakses kesempatan mengembangkan

kariernya pada ruang publik.