pembhsn case.docx

34
Latar belakang Ensefalitis, merupakan suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi neuropsikologi difus dan / atau fokal. terutama melibatkan otak, meskipun meninges sering terlibat (meningoencephalitis). Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir bersamaan, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau kaku kuduk. Hal ini juga berbeda dari cerebritis. Cerebritis merupakan pembentukan abses dan menunjukkan adanya infeksi bakteri yang sangat merusak jaringan otak. ensefalitis akut paling sering disebabkan infeksi virus dengan kerusakan parenkim yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat. Meskipun gangguan bakteri, jamur, dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar kasus berasal dari virus. Insiden ensefalitis 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum. Herpes simpleks ensefalitis (HSE), terjadi secara sporadis pada orang dewasa sehat dan immuno-compromised, juga ditemui pada neonatus yang terinfeksi saat lahir pada ibu yang melahirkan pervaginam dan memiliki tingkat mortalitas tinggi jika tidak dirawat. Identifikasi cepat dan pengobatan segera HSE dapat menyelamatkan nyawa pasien. Dari sudut pandang risiko-manfaat, 1

Upload: yogie-priambada

Post on 13-Jul-2016

12 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: pembhsn case.docx

Latar belakangEnsefalitis, merupakan suatu peradangan parenkim otak, muncul sebagai disfungsi

neuropsikologi difus dan / atau fokal. terutama melibatkan otak, meskipun meninges sering

terlibat (meningoencephalitis).

Dari perspektif epidemiologi dan patofisiologi, ensefalitis berbeda dari meningitis, meskipun

pada evaluasi klinis keduanya bisa hadir bersamaan, dengan tanda-tanda dan gejala peradangan

meningeal, seperti fotofobia, sakit kepala, atau kaku kuduk. Hal ini juga berbeda dari cerebritis.

Cerebritis merupakan pembentukan abses dan menunjukkan adanya infeksi bakteri yang sangat

merusak jaringan otak. ensefalitis akut paling sering disebabkan infeksi virus dengan kerusakan

parenkim yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat.

Meskipun gangguan bakteri, jamur, dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian

besar kasus berasal dari virus. Insiden ensefalitis 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika

Serikat, virus herpes simpleks (HSV) menjadi penyebab paling umum.

Herpes simpleks ensefalitis (HSE), terjadi secara sporadis pada orang dewasa sehat dan

immuno-compromised, juga ditemui pada neonatus yang terinfeksi saat lahir pada ibu yang

melahirkan pervaginam dan memiliki tingkat mortalitas tinggi jika tidak dirawat. Identifikasi

cepat dan pengobatan segera HSE dapat menyelamatkan nyawa pasien. Dari sudut pandang

risiko-manfaat, direkomendasikan memulai pengobatan dengan asiklovir pada setiap pasien

dengan presentasi sugestif dari ensefalitis virus.

1

Page 2: pembhsn case.docx

DefinisiEncephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya merupakan

suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis, penyakit degeneratif

kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari inflamasi parenkim otak

yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri dapat bersifat difus atau

terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis dengan satu dari dua

mekanisme yaitu :

(1) Infeksi secara langsung pada parenkim otak atau

(2) Sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-mediated

response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari setelah

munculnya manifestasi ekstraneural.

Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab sebagai promotor. Masuknya virus

terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal. Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis

yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari,

Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di

Amerika Serikat adalah La Crosse virus, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini

menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari

pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen diidentifikasi. 1,2

Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus dari

keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam penyebaran

infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end host bagi virus.

Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi bergejala berkembang

untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa beresiko terkena penyakit

bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang lebih besar, mengingat bahwa

penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama diidentifikasi di New York City pada

tahun 1999, dengan kasus tambahan yang diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh

Amerika Serikat.

Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah dua contoh,

di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan mamalia. Dalam

kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi intraneuronal sehingga

menyebabkan ensefalitis.3

2

Page 3: pembhsn case.docx

EtiologiAdapun etiologi dari ensefalitis ini bermacam-macam, seperti disebutkan sebagai berikut 4

I. Infeksi-infeksi Virus

A. Penyebaran hanya dari manusia ke manusia

1. Gondongan Sering, kadang-kadang bersifat ringan.

2. Campak Dapat memberikan sekuele berat.

3. Kelompok virus entero

Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.

4. Rubela Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital

5. Kelompok Virus Herpes

Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada

neonatus menimbulkan kematian.

Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.

Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat

pada CMV congenital

Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang

Kelompok virus poks

Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.

B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda

Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk

Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga.

C. Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.

Rabies : saliva mamalia jinak dan liar

Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera

Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat

Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala spesifik,

seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut, yang diikuti dengan

gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit neurologis. Kejang yang umum

pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga mungkin memiliki ruam makulopapular dan

komplikasi parah, seperti fulminant coma, transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-

3

Page 4: pembhsn case.docx

like illness), atau peripheral neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada

ensefalitis adalah demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf

termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan ini dapat

membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat infeksi virus West Nile,

tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk demam, malaise, nyeri periokular,

limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat beberapa temuan fisik yang unik termasuk

makulopapular, ruam eritematous; kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis. 1,2

PatofisiologiPortal masuk virus sangat spesifik. Banyak virus yang ditularkan oleh manusia, meskipun

sebagian besar kasus HSE dianggap reaktivasi HSV dormant di ganglia trigeminal. Nyamuk atau

kutu dan virus rabies ditransfer melalui gigitan hewan yang terinfeksi atau terpapar darah hewan.

Secara umum, virus bereplikasi di luar SSP dan masuk ke SSP baik oleh penyebaran hematogen

atau dengan perjalanan sepanjang jalur saraf (misalnya, virus rabies, HSV, VZV). Etiologi

infeksi lambat, seperti yang terlihat pada subacute scleroting panencephalitis terkait campak

(SSPE) dan progressive multifocal leukoencephalopathy (PML), masih kurang dipahami.

Setelah melintasi sawar darah-otak, virus memasuki sel-sel saraf, dengan gangguan fungsi sel,

perivaskular, perdarahan, dan respon inflamasi difus yang tidak proporsional dari substansia

nigra terhadap substansia alba. Tropisme daerah yang terkait dengan virus tertentu adalah karena

reseptor membran sel neuron ditemukan hanya dalam porsi tertentu dari otak, dengan fokus

patologi yang lebih intens di bidang ini. Sebuah contoh klasik adalah kecenderungan untuk HSV

terjadi pada lobus temporal inferior dan medial.

Berbeda dengan virus yang menyerang substansia grisea langsung, ensefalitis akut dan

postinfectious encephalomyelitis difusa (PIE), paling sering karena infeksi campak dan

berhubungan dengan virus Epstein-Barr (EBV) dan infeksi CMV.

KlasifikasiSesuai dengan jenis virus, ensefalitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 3

1. Ensefalitis virus sporadic

4

Page 5: pembhsn case.docx

a. Virus yang bersifat sporadik adalah virus rabies, Herpes Simpleks Virus (HSV),

Herpes Zoster, mumps, limfogranuloma dan limphocytic choriomeningitis yang

ditularkan melalui gigitan tupai dan tikus.

2. Ensefalitis virus epidemic

a. Golongan virus ini adalah virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki, virus

ECHO, serta golongan virus ARBO.

3. Ensefalitis pasca infeksi

a. Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi, dan jenis-jenis virus

yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik.

Karena terdapat banyak penyebab ensefalitis, maka tidak terdapat pola epidemiologi yang sama.

Tetapi sebagian besar kasus yang terjadi pada musim panas dan musim gugur, mencerminkan

adanya virus arbo dan virus entero sebagai etiologi. Ensefalitis yang disebabkan karena virus

arbo terjadi dalam bentuk epidemik, dengan batas wilayah yang ditentukan oleh batas vektor

nyamuk serta prevalensi binatang reservoar alamiah. Kasus-kasus enesefalitis yang sporadis

dapat terjadi setiap musim, pertimbangan epidemiologis yang harus ditinjau ulang dalam usaha

mencari agen penyebab meliputi wilayah geografis, iklim, pemaparan oleh binatang, air,

manusia, dan bahan makanan, tanah, manusia, dan faktor-faktor hospes.

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Dari penderita yang hidup, 20-40%

mempunyai komplikasi atau gejala sisa.

Riwayat penyakitPresentasi klinis tentu saja dapat menjadi variabel nyata. tingkat keparahan presentasi berkorelasi

dengan prognosis. Riwayat gigitan nyamuk atau kutu, paparan kotoran tikus atau paparan

kelelawar di ruang tertutup harus dicari. Menyadari gigitan hewan mamalia tertentu berhubungan

dengan rabies dan pengobatan antirabies sangat penting.

Fase prodromal virus biasanya beberapa hari dan terdiri dari demam, sakit kepala mual, dan

muntah, lesu, dan mialgia. Fase prodromal tertentu dalam ensefalitis disebabkan oleh virus

varicella-zoster (VZV), Epstein-Barr (EBV), cytomegalovirus (CMV), virus campak, termasuk

ruam, limfadenopati, hepatosplenomegali, dan pembesaran parotis.

Presentasi klasik adalah ensefalopati dengan gejala neurologis fokal atau difus, termasuk yang

berikut:

5

Page 6: pembhsn case.docx

• Perilaku dan perubahan kepribadian, dengan penurunan tingkat kesadaran

• Nyeri Leher, kekakuan

• Fotofobia

• Letargi

• kejang fokal atau umum (60% anak dengan CE)

• keadaan amnestik atau kebingungan akut

• Flaccid paralysis (10% dari pasien dengan WNE)

Dengan catatan, sakit kepala tidak selalu ditemukan

Gejala infeksi virus herpes simpleks (HSV) pada neonatus (umur 1-45 hr) mungkin termasuk lesi

lokal kulit, mata, atau lesi mulut pada tahap dini ensefalitis. iritabilitas, kejang, dan nafsu makan

berkurang terus berkembang dalam perjalanan penyakit, dan shock adalah temuan yang

terlambat.

Herpes simpleks ensefalitis (HSE) pada anak yang lebih tua dan orang dewasa tidak biasanya

terkait dengan erupsi aktif herpes dan ditandai oleh gejala onset akut yang lebih berat dari

ensefalitis pada awal perjalanan penyakit.

ensefalopati toxoplasma terdapat pada 40% dari pasien HIV-positif dengan gejala neurologis

sakit kepala subakut, temuan dan, sering terdapat keluhan fokal neurologis.

Meskipun gangguan bakteri, jamur, dan autoimun dapat menghasilkan ensefalitis, sebagian besar

kasus adalah virus. Dengan demikian, selain darah lengkap dan urin, studi spesifik dapat

dilakukan untuk mengidentifikasi agen infeksi yang menyebabkan radang otak.

DiagnosisDiagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi jaringan otak.

Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi neurologik dan informasi epidemiologik.

Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah:

1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang dan gejala-gejala

kerusakan SSP.

2. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan sedikit

peningkatan protein (normal pada ESL).

3. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan darah)

6

Page 7: pembhsn case.docx

4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang diperoleh dalam 3-4

minggu secara terpisah.

Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :

a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut atau kronis, keluhan,

kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejala, fokal

serebral/serebelar, adanya riwayat pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap

penyakit melalui kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah

endemik dan lain-lain

b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil anamnesis dan

sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan hasil pemeriksaan.

Gangguan kesadaran

Hemiparesis

Tonus otot meninggi

Reflek patologis positif

Reflek fiisiologis meningkat

Klonus

Gangguan nervus kranialis

Ataksia

c. Pemeriksaan laboratorium

Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain yang akan

memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada ensefalitis virus umumnya

cairan serebro spinal jernih, jumlah lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu

tiap mili meter kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup bermakna

(Nelson, 1992). Kadar protein meningkat sedang atau normal, kadar protein mencapai

360 mg% pada ensefalitis yang disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang

disebabkan oleh toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif.

Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan. Pungsi lumbal

harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tanda-tanda tekanan

intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk hitung WBC,

diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Pada encephalitis menunjukkan

7

Page 8: pembhsn case.docx

pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa normal. Peningkatan

eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme peningkatan protein dan rendahnya

kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi kriptokokus, atau carcinomatosis

meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk mengetahui bakteri, jamur, virus, dan

mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena

lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur

darah positif pada 90% kasus.

Pemeriksaan Electroencephalogram (EEG) dapat mengkonfirmasi komponen ensefalitis. EEG

adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat, walaupun perubahan fokal

mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau mungkin menunjukkan pembengkakan

otak difus parenkim atau kelainan fokal.

Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, cat-scratch

disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus West Nile

tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis) dapat terjadi.

pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan seperti yang

ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian serologi, sampel CSF

dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus. Dalam kebanyakan kasus

ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF. Bahkan dengan pengujian ekstensif

dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.

Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis, terutama

pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk pasien dengan

ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis tetap tidak jelas. HSV,

rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit dan kuru) dapat didiagnosis

dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin

penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur,

dan penyakit non-menular, terutama primer SSP vasculopathies atau keganasan. 1,4,6

Tes Darah dan Urine

Hitung darah lengkap (TDL) dengan diferensial harus dilakukan, meskipun temuan sering dalam

kisaran normal.

8

Page 9: pembhsn case.docx

Tingkat glukosa serum harus ditentukan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia

dibandingkan dengan nilai glukosa cairan cerebrospinal (CSF). Hasil serum yang rendah

ditemukan pada pasien kekurangan gizi, sementara pasien diabetes mungkin hadir dengan kadar

glukosa tinggi yang kompatibel dengan komplikasi atau keadaan hiperosmolar ketoasidosis

diabetes.

Tingkat nitrogen urea (BUN) dan kreatinin darah sangat membantu untuk menilai status hidrasi,

dan tes fungsi hati harus dilakukan untuk menilai disfungsi organ atau kebutuhan untuk

menyesuaikan regimen dosis terapi antimikroba.

pungsi lumbal (LP) harus dilakukan pada semua pasien yang diduga memiliki ensefalitis virus.

jumlah trombosit dan profil koagulasi diindikasikan pada pasien pengguna alkohol kronis,

memiliki penyakit hati, dan mereka yang diduga disseminated intravascular coagulation (DIC).

Pasien mungkin memerlukan trombosit atau plasma beku segar (FFP) sebelum LP.

Studi Agen Infeksi

lesi mencurigakan Herpes simplex virus (HSV). kultur Viral dari CSF, termasuk HSV, sebaiknya

dilakukan, Kultur darah untuk bakteri patogen harus diperoleh.

Computed Tomography, Magnetic Resonance Imaging, dan Elektroensefalografi

CT scan kepala dengan dan tanpa agen kontras harus dilakukan di hampir semua pasien dengan

ensefalitis. Hal ini harus dilakukan sebelum LP jika ada temuan keluhan fokal, atau tanda-tanda

untuk mencari bukti peningkatan tekanan intrakranial (ICP), hidrosefalus obstruktif, atau efek

massa akibat infeksi fokal otak. CT scan Kepala juga membantu menggambarkan pendarahan

otak atau infark sebagai penyebab keadaan encephalopathic. Magnetic resonance imaging (MRI)

lebih sensitif daripada CT scan dalam menunjukkan kelainan otak sebelumnya dan perjalanan

penyakit.

Pada HSE, MRI dapat menunjukkan beberapa intensitas sinyal fokal T2 yang meningkat pada

lobus temporal medial dan frontal substansia nigra. CT Kepala biasanya menunjukkan edema

atau perdarahan petechial di wilayah yang sama.

9

Page 10: pembhsn case.docx

Pada toksoplasmosis, CT kontras biasanya mengungkapkan beberapa nodular atau lesi berbentuk

cincin. Karena lesi mungkin terlewatkan tanpa kontras, MRI harus dilakukan pada pasien dengan

kontraindikasi penggunaan bahan kontras.

Pada HSE, electroencephalography (EEG) sering mendokumentasikan karakteristik paroksismal

lateral epileptiform debit (PLEDs), bahkan sebelum perubahan neuroradiography. PLEDs positif

pada 80% kasus, namun, kehadiran PLEDs tidak patognomonik untuk HSE.

Analisis Cairan serebrospinal

Tes diagnostik yang paling penting di gawat darurat (ED) untuk menyingkirkan meningitis

bakteri adalah pewarnaan Gram dan, jika tersedia, polymerase chain reaction (PCR) dari CSF

pada pasien dengan dicurigai ensefalitis HSV. PCR untuk HSV DNA 100% spesifik dan 75-98%

sensitif dalam 25-45 jam pertama. Tipe 1 dan 2 bereaksi, tapi tidak ada reaktivitas silang dengan

virus herpes lainnya. Diperdebatkan, serangkaian PCR kuantitatif mendokumentasikan

penurunan viral load dengan pengobatan asiklovir sangat mendukung diagnosis HSV, dan

menghindari kebutuhan untuk biopsi otak.

10

Page 11: pembhsn case.docx

Tabel 1.Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal

pada beberapa gangguan sistem saraf pusat

11

Page 12: pembhsn case.docx

12

Kondisi Tekanan Leukosit (/μL) Protein

(mg/dL)

Glukosa

(mg/dL)

Keterangan

Normal 50-180 mm

H2O

<4; 60-70%

limfosit,

30-40% monosit,

1-3% neutrofil

20-45 >50 atau

75% glukosa

darah

 

bakteri Biasanya

meningkat

100-60,000 +;

biasanya

beberapa ribu;

PMNs

mendominasi

100-500 Terdepresi

apabila

dibandingkan

dengan

glukosa

darah;

biasanya <40

Organisme

dapat dilihat

pada Gram

stain dan

kultur

bakterial yang

sedang

menjalani

pengobatan

Normal atau

meningkat

1-10,000;

didominasi PMNs

tetapi

mononuklear sel

biasa mungkin

mendominasi

Apabila

pengobatan

sebelumnya telah

lama dilakukan

>100 Terdepresi

atau normal

Organisme

normal dapat

dilihat;

pretreatment

dapat

menyebabkan

CSF steril

Tuberculous Biasanya

meningkat:

dapat sedikit

meningkat

karena

bendungan

cairan

serebrospinal

pada tahap

tertentu

10-500; PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun kemudian

limfosit dan

monosit

mendominasi

pada akhirnya

100-500;

lebih

tinggi

khususnya

saat

terjadi

blok

cairan

serebrospi

nal

<50 usual;

menurun

khususnya

apabila

pengobatan

tidak adekuat

Bakteri tahan

asam

mungkin

dapat terlihat

pada

pemeriksaan

usap CSF;

Fungal Biasanya

meningkat

25-500; PMNs

mendominasi

pada awalnya

namun kemudian

monosit

mendominasi

20-500 <50;

menurun

khususnya

apabila

pengobatan

tidak adekuat

Budding

yeast dapat

terlihat

Page 13: pembhsn case.docx

Biopsi otak

Meskipun fitur histologis tidak spesifik, biopsi otak merupakan standar kriteria karena

sensitivitasnya 96% dan spesifisitas 100%.

Kehadiran badan Negri di hipokampus dan otak kecil adalah patognomonik rabies, seperti juga

HSV tipe A Cowdry inklusi dengan nekrosis hemoragik di lobus temporal dan orbitofrontal.

PenatalaksanaanPerawatan Bagian Gawat Darurat

Tujuan pengobatan untuk pasien akut adalah pemberian dosis pertama asiklovir, dengan atau

tanpa antibiotik atau steroid, secepat mungkin. Standar untuk meningitis bakteri akut adalah

memulai pengobatan dalam waktu 30 menit kedatangan. Pertimbangkan untuk menerapkan

protokol triase UGD untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko untuk HSE.

Kumpulkan sampel laboratorium dan kultur darah sebelum memulai terapi IV. Bahkan pada

kasus tanpa komplikasi ensefalitis, pihak yang paling merekomendasikan studi neuroimaging

(misalnya, magnetik resonance imaging [MRI] atau, jika itu tidak tersedia, kepala kontras

ditingkatkan computed tomography [CT] scan) tusukan beforelumbar (LP).

Pengelolaan hidrosefalus dan tekanan intrakranial meningkat

Pada pasien dengan hidrosefalus dan tekanan intrakranial meningkat (ICP), langkah-langkah

umum termasuk pengelolaan demam dan nyeri, batuk, pencegahan kejang dan hipotensi

sistemik.

Pada pasien dinyatakan stabil, mengangkat kepala dan pemantauan status neurologis biasanya

cukup. Ketika manuver lebih agresif ditunjukkan, penggunaan awal diuresis (misalnya furosemid

20 mg IV, manitol 1 g / kg IV) mungkin bermanfaat, asalkan volume peredaran darah

terlindungi. Deksametason 10 mg IV setiap 6 jam membantu dalam mengelola edema sekitar

lesi. Hiperventilasi (tekanan CO2 arteri [PaCO2] 30 mm Hg) dapat menyebabkan penurunan

tidak proporsional dalam aliran darah serebral (CBF), tetapi digunakan untuk mengontrol

peningkatan ICP pada suatu keadaan darurat.

pemantauan Intraventricular ICP masih kontroversial. Beberapa pihak percaya bahwa edema

fokal berbahaya dengan gradien tekanan antara lobus temporal dan ruang subtentorial biasanya

13

Page 14: pembhsn case.docx

tidak terdeteksi oleh monitor dan bahwa kegagalan deteksi dapat menyebabkan rasa aman palsu.

Bahkan, penempatan monitor berpotensi dapat memperburuk gradien tekanan.

Pasien dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai menghilangnya gejala-gejala

neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan

mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga

keseimbangan cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah. Tata laksana yang

dikerjakan sebagai berikut:

1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis biasanya berat.

Pemberian Fenobarbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan

Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3 menit.

2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S (tergantung

umur) dan pemberian oksigen.

3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan oleh anoksia

serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.

4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena

dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12

jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan

dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam

untuk waktu lama.

5. Pengobatan kausatif.

Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses otak (ensefalitis

bakterial), maka harus diberikan pengobatan antibiotik parenteral. Pengobatan

untuk ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan Acyclovir

intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari selama 10 hari. Jika terjadi

toleransi maka diberikan Adenine arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi

kekambuhan setelah pengobatan dengan Acyclovir. Dengan pengecualian

penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita ensefalitis oleh herpes simplek,

maka pengobatan yang dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan

untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang

14

Page 15: pembhsn case.docx

terserang. Efektivitas berbagai cara pengobatan yang dianjurkan belum pernah

dinilai secara objektif.

6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh

7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.

8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi

kebutuhan pernapasan buatan

Pengobatan komplikasi sistemik

Cari dan obati komplikasi sistemik (misalnya, hipotensi atau syok, hipoksemia, hiponatremia,

dan eksaserbasi penyakit kronis), khususnya di ensefalitis herpes simplex (HSE), virus Japanese

Encephalitis (JE).

Pengobatan empiris dari HSV dan VZV meningoencephalitis ensefalitis

pengobatan Empiris darurat dewasa untuk virus herpes simpleks meningoencephalitis (HSV) dan

varicella-zoster virus (VZV) ensefalitis terdiri dari asiklovir 10 mg / kg q8h (diinfuskan selama 1

jam) untuk 14-21 hari. Berikan asiklovir 10-15 mg / kg IV setiap 8 jam untuk HSV neonatal,

ensefalitis HSV pada populasi anak, berikan asiklovir 10 mg / kg IV setiap 8 jam.

Pada pasien HIV-positif, pertimbangkan foskarnet, mengingat peningkatan kejadian asiklovir

resisten HSV dan herpes zoster (HZV).

Komplikasi dan PrognosisGejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat dapat

mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem

kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap.

Gejala sisa berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan koreoatetoid), hidrosefalus

maupun gangguan mental sering terjadi Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus,

epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat.

Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan. Disamping itu perlu

dipertimbangkan pula mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama perawatan.

Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan penderita.8

15

Page 16: pembhsn case.docx

Prognosis tergantung pada virulensi dari virus dan status kesehatan pasien. Usia ekstrem (<1 y

atau> 55 tahun), status immune-compromised, dan yang kondisi neurologis yang sudah ada

sebelumnya berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.

HSE yang tidak diobati memiliki mortalitas 50-75%, dan hampir semua korban yang tidak

diobati atau terlambat pengobatan memiliki deficit motorik dan mental jangka panjang. Angka

kematian rata-rata HSE diobati 20%, dan hasil neurologis berkorelasi dengan cacat neurologis

hadir pada saat dosis pertama agen antivirus asiklovir atau sebanding. Sekitar 40% dari korban

memiliki ketidakmampuan belajar ringan hingga berat, gangguan memori, kelainan

neuropsikiatri, epilepsi, defisit pengendalian motorik, dan disartria.

Ensefalitis rabies hampir 100% fatal, meskipun korban jarang dilaporkan dalam literatur medis.

Ensefalitis Herpes simpleks Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus varisela, dan

sitomegalovirus. Secara serologik memang dapat dibedakan dengan tegas. Neonatus masih

mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat

mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi

pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali.

Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau

apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes

genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia. Ensefalitis merupakan sebagian dari

manifestasi viremia yang juga menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula

adrenalis.

16

Page 17: pembhsn case.docx

Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi

reaktivitasi dari infeksi yang latent. Dalam hal tersebut virus herpes simpleks berdiam didalam

jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin digangglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang

bangkit.

Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang pernah disebut

diatas, yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi

secara iatrogenik atau sewaktu berpergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya.

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta infark iskemik

dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Didalam nukleus sel saraf

terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes simpleks.

Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak berbeda dengan ensefalitis

primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes simpleks ialah

progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah.

Kemudian timbul “acute organic brain syndrome’ yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum

koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak

permulaan penyakit. Pada fungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer dengan eritrosit.

Ada 2 type dari herpes simplex virus (HSV) infections HSV type 1 (HSV-1) menyebabkan cold

sores ( menyerupai jagung atau gandum semacam tetes) atau fever blisters di sekitar mulut. HSV

type 2 (HSV-2) menyebabkan genital herpes. HSV 1 adalah sangat penting menyebabkan

ensefalitis sporadic yang fatal di united states tetapi ini juga sangat jarang kira-kira 2 kasus

terjadi tiap juta orang setiap tahunnya.

Ensefalitis herpes simpleks (EHS) disebabkan oleh virus herpes simpleks dan merupakan

ensefalitis yang paling sering menimbulkan kematian. Angka kematian 70% bila tidak diobati.

Keberhasilan pengobatan ensefalitis herpes simpleks tergantung pada diagnosis dini dan waktu

memulai pengobatan. Virus herpes simpleks tipe I umumnya ditemukan pada anak, sedangkan

tipe II banyak ditemukan pada neonatus.

Asiklovir harus diberikan sesegera mungkin walaupun hanya secara empirik, bila ada dugaan

ensefalitis herpes simpleks berdasarkan penampilan klinis dan gambaran laboratorium. Asiklovir

memiliki toksisitas minimal.

Manifestasi Klinis

17

Page 18: pembhsn case.docx

Ensefalitis herpes simpleks dapat bersifat akut atau subakut. Fase prodromal menyerupai

influenza, kemudian diikuti dengan gambaran khas ensefalitis. Empat puluh persen kasus datang

dalam keadaan komat atau semi-koma. Manifestasi klinis juga dapat menyerupai meningitis

aseptik

Manifestasi klinis tidak spesifik, karena itu diperlukan ketrampilan klinis yang tinggi. Umumnya

dipertimbangkan EHS bila dijumpai demam, kejang fokal, dan tanda neurologis seperti

hemiparesis dengan penurunan kesadaran yang progresif.

Pemeriksaan laboratorium

Gambaran daerah tepi tidak spesifik

Pemeriksaan cairan likuor memperlihatkan jumlah sel meningklat (90%) yang berkisar

antara 10-1000 sel/mm3. awalnya sel polimorfonuklear dominan, tetapi kemudian

berubah menjadi limfositosis. Protein dapat meningkat sampai 50-2000 mg/l dan

glukosa dapat normal atau menurun. Cairan likuor dapat berwarna merah pada 80%

penderita.

EEG memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu periodic lateralizing epileptiform

discharge atau perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal

Sering juga EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik,

mirip gambaran disfungsi umum otak

CT kepala tetap normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologis,

kemudian lesi hipodens muncul di regio frontotemporal

T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi hiperdens di regio temporal paling cepat dua

hari setelah munculnya gejala

PCR likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat.

PCR menjadi positif segera setelah timbulnya gejala dan pada sebagian besar kasus tetap

positif selama dua minggu atau lebih.

18

Page 19: pembhsn case.docx

Penatalaksanaan

asiklovir 30mg/kgBB IV menjadi drug of choice pada infeksi herpes simplex. Bekerja dengan

menginhibisi aktivitas HSV-1 dan HSV-2. Mortalitas sebelum ditemukannya asiklovir adalah

60-70% dan setelahnya 30%

Prognosis

Ensefalitis herpes simplex yang tidak diterapi akan menjadi progresif dan fatal dalam 7-14 hari.

Pada tahun 1977 peneliti menemukan sekitar 70% mortalitas pada pasien yang tidak diterapi, dan

defisit neurologis berat bagi penderita yang bertahan hidup.

Mortalitas dari penderita yang diterapi adalah 19%. Sequale bergantung pada umur pasien, dan

status neurologis pada saat diagnosis. Pasien yang koma saat diagnosis memiliki prognosis yang

buruk tidak bergantung pada umurnya. Pasien <30 tahun memiliki prognosis yang lebih baik.

Morbiditas penderita yang diterapi dengan asiklovir adalah :

- 38% tanpa defisit neurologis

- 9% defisit sedang

- 53% defisit berat

19

Page 20: pembhsn case.docx

Memori anterograd sering mengalami defisit pasca herpes simpleks ensefalitis. Memori

retrograde, kemampuan berbahasa juga dapat terganggu.1

20

Page 21: pembhsn case.docx

ANALISA KASUS

Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS. Pasien tidak sadar bila

dipanggil, tampak gelisah, dan tidak membuka mata. Sebelumnya pasien tiba-tiba diam dan

kejang saat berebut permainan dengan adiknya. Kejang berlangsung ± 5 menit. Kejang terjadi

seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke atas dan gigi mencengkeram.

Setelahnya pasien tidak sadar dan dibawa keluarga ke IGD. 2 minggu sebelumnya pasien terjatuh

saat bermain sepeda dan terbentur pada bagian belakang kepala. Namun pasien tidak pingsan,

tidak muntah dan pusing pasca kejadian. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan pada ketiak

yang muncul tiba-tiba. Benjolan berwarna sama dengan kulit dan tidak nyeri. Ibu pasien

membawa pasien ke tukang urut dan benjolan menghilang setelahnya. 2 hari sebelumnya pasien

mengeluhkan nyeri pada gigi atas. Pasien tidak pernah dibawa untuk kontrol ke dokter gigi dan

memiliki higienitas mulut yang kurang baik. Pasien menyangkal demam dan berkeringat pada

malam hari, serta batuk dalam jangka waktu lama. Penurunan berat badan disangkal. Nafsu

makan pasien baik, dan sakit saluran pernafasan dalam 1 bulan terakhir disangkal.

Objektif

Pada pemeriksaan fisik di IGD, didapatkan kesadaran sopor, frekuensi nadi 90 kali permenit,

nafas 24 kali permenit. Status generalis dalam batas normal.

Status neurologis,

GCS E3M5V2,

reflex fisiologis keempat ekstremitas (++),

reflex patologis brudzinski (+).

Tanda rangsang meningeal : kaku kuduk (-), laseque (-), brudzinski I dan II (-).

Hasil pemeriksaan Laboratorium tgl 3/7/2012

Hemoglobin 11.6

Leukosit 29.97

Trombosit 631

Hematokrit 35

21

Page 22: pembhsn case.docx

PO2 163.6

GDS 218

CT scan kepala tanpa kontras 3/7/2012

Suspek SDH di fossa posterior dextra dan di bagian tengah

LCS 6/7/2012

Glukosa 71 mg/dl

Protein 185 mg/dl

None (+)

Pandi (+)

Jumlah sel 49 /ul

Mono 30%

Poli 70%

Makroskopis warna merah

GDS 84 mg/dl

DISKUSI

Diagnosis ensefalitis pada pasien dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa dan

pemeriksaan fisik serta penunjang yang dilakukan pada pasien. Pada pasien ini tidak didapatkan

keluhan demam yang mana demam merupakan salah satu keluhan atau gejala pada ensefalitis.

Namun demam merupakan keluhan subyektif bagi pasien karena pasien sendiri tidak mengukur

suhu badan menggunakan thermometer.

Pada pasien ini didapatkan kejang yang berlangsung 5 menit dengan tangan dan kaki

seperti kaku, mata mendelik ke atas dan setelah kejang pasien seperti mengantuk dan tidak sadar.

Ini dapat didiagnosis sebagai ensefalitis karena pasien kejang dengan adanya penurunan

kesadaran setelah kejang. Pada pasien ini juga didapatkan reflex patologis (babinski +), hal ini

menunjukkan adanya penyakit di UMN yaitu ensefalitis.

22

Page 23: pembhsn case.docx

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis menunjang terjadinya

infeksi pada pasien, namun leukosit yang kembali normal dalam 1 hari pasca pemberian terapi

dan demam yang tidak khas membuat ragu penyakit ini disebabkan oleh bakteri, maka untuk

memastikan dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi.

Hasil pemeriksaan LCS didapatkan cairan berwarna merah. glukosa normal (70 mg/dl),

protein meningkat (185 mg/dl), None positif, Pandi positif, jumlah sel meningkat sedikit (49

ul/l), mono lebih rendah (30) berbanding Poli 70. GDS saat lumbal punksi adalah 84 mg/dl.

Hasil LCS dapat didiagnosis kemungkinan ensefalitis et causa herpes simpleks karena

LCS cairan berwarna merah, cairan LCS yang berwarna merah dapat ditemukan pada 80%

pasien dengan HSE, glukosa normal (maka dapat menolak kemungkinan akibat infeksi bakteri),

protein meningkat, None dan Pandi positif, jumlah sel meningkat dan dominasi poli berbanding

mono, dapat menandakan infeksi akut viral.

Prognosis pasien ini secara vital dan fungsionam adalah bonam karena pasien tidak

memiliki gangguan organ dan perkembangan pasien membaik tanpa deficit neurologis pasca

dirawat di rumah sakit, namun secara sanationam ensefalitis akibat herpes simpleks menurut

penelitian memiliki sequelae yang tinggi serta deficit neurologis yang cukup berat. Ensefalitis

herpes simplex yang tidak diterapi akan menjadi progresif dan fatal dalam 7-14 hari. Pada tahun

1977 peneliti menemukan sekitar 70% mortalitas pada pasien yang tidak diterapi, dan defisit

neurologis berat bagi penderita yang bertahan hidup. Mortalitas dari penderita yang diterapi

adalah 19%. Sequale bergantung pada umur pasien, dan status neurologis pada saat diagnosis.

Pasien yang koma saat diagnosis memiliki prognosis yang buruk tidak bergantung pada

umurnya. Pasien <30 tahun memiliki prognosis yang lebih baik. Morbiditas penderita yang

diterapi dengan asiklovir adalah :

- 38% tanpa defisit neurologis

- 9% defisit sedang

- 53% defisit berat

Memori anterograd sering mengalami defisit pasca herpes simpleks ensefalitis. Memori

retrograde, kemampuan berbahasa juga dapat terganggu

23

Page 24: pembhsn case.docx

Daftar Pustaka

1. Encephalitis. Diunduh dari emedicine.net, juli 2012

2. Schossberg, D. Infections of the Nervous System. Springer Verlag. Philladelphia,

Pennsylvania, 2006

3. Greenberg David A, Aminoff Michael J. Simon Roger P. Stroke. Clinical Neurology

Lange. Ed 2nd. Appleton & Lange: Connecticut, 2004

4. Ropper A.H, Robert H.B. Adams and victor’s principles of neurology 8th ed. McGraw-

Hill, 2005

5. Mumenthaler M., Mattle H. Fundamentals of neurology 1st ed. Thieme, Stuttgart, 2006

24