dr junior case.docx

41
Laporan Kasus IDENTITAS PASIEN Nama Pasien : Sdr. D T P Usia : 16 tahun Pekerjaan : Pelajar Jenis kelamin : Laki-laki Suku bangsa : Jawa Status Perkawinan : belum menikah Agama : Islam Pendidikan : SMP Alamat : Kepangen no 21 RT 01/002 Rejosari, Kudus Masuk RS : 22 Agustus 2013, Pk 13.00 I. ANAMNESIS Anamnesis ini diambil dari alloanamnesis (kakak OS) pada Tanggal 23 Agustus 2013 Jam 20.00 WIB 1. Keluhan Utama: Penurunan kesadaran 2. Keluhan Tambahan : - 3. Riwayat Penyakit Sekarang : 2 jam SMRS Os ditemukan oleh warga sekitar dalam keadaan tidak sadar setelah mengalami kecelakaan saat mengendarai motor ditabrak oleh truk. Keluarga pasien tidak mengetahui waktu

Upload: rudy-hermawan

Post on 19-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Laporan KasusIDENTITAS PASIENNama Pasien: Sdr. D T PUsia: 16 tahunPekerjaan: PelajarJenis kelamin: Laki-lakiSuku bangsa: JawaStatus Perkawinan: belum menikahAgama: Islam Pendidikan: SMPAlamat: Kepangen no 21 RT 01/002 Rejosari, KudusMasuk RS: 22 Agustus 2013, Pk 13.00

I. ANAMNESISAnamnesis ini diambil dari alloanamnesis (kakak OS) pada Tanggal 23 Agustus 2013 Jam 20.00 WIB

1. Keluhan Utama:Penurunan kesadaran

2. Keluhan Tambahan :-3. Riwayat Penyakit Sekarang :2 jam SMRS Os ditemukan oleh warga sekitar dalam keadaan tidak sadar setelah mengalami kecelakaan saat mengendarai motor ditabrak oleh truk. Keluarga pasien tidak mengetahui waktu kejadian, kecepatan kendaraan saat kejadian, posisi saat tabrakan, ada tidaknya kejang dan dibawa kemana setelah kejadian sebelum ke RS. Namun menurut keluarga pasien, pasien memakai helm dan tidak sadar setelah kejadian. 2 jam setelah dibawa ke RS os mulai sadar dan mengalami muntah yang menyemprot sebanyak 2 kali. Os juga mengeluh mual dan pusing serta sakit kepala hebat. Selanjutnya setelah satu jam os mulai gelisah dan sulit diajak berkomunikasi. Kepala dan kelopak mata sebelah kiri os memar, tidak ada darah yang keluar dari hidung maupun telinga. Os juga tidak mengalami kejang. Setelah 1 malam dirawat di RSU os dirujuk ke RSMR. Setelah itu os dirawat di ICU dan dijadwalkan untuk dilakukan operasi pada keesokan harinya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :a.Penyakit terdahulu : pasien tidak pernah mengalami penyakit berat.b.Trauma terdahulu : pasien tidak pernah mengalami trauma beratc.Operasi : Pasien tidak pernah dioperasi. d.Sistem saraf : tidak adae.Sistem kardiovaskular : tidak terdapat riwayat hipertensi dan penyakit jantung.f.Sistem gastrointestinal : tidak ada.g.Sistem urinarius : tidak ada.h.Sistem genitalis : tidak ada.i.Sistem musculoskeletal : tidak ada.

II. PEMERIKSAAN FISIK pada tanggal 23 Agustus 2013 Jam 08.00 WIB1. Status UmumKeadaan Umum: Tampak sakit beratKesadaran: delirium GCS E3M5V4Tanda-tanda vitalTekanan darah: 120/70 mmHgNadi: 112x/menitRespirasi: 18x/menitSuhu: 36,50CKepala: normocephali, Vulnus Laseratum uk 12 cm, post hecting pada os frontalMata: konjungitva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya +/+, hematom palpebral (-/+), raccoon eye(-/-)Telinga: normotia, sekret (-). Battle sign (-/-)Hidung: simetris, krepitasi (-), deviasi(-), rinnorhea(-), rinnorhagia(-)Mulut: simetris, sianosis (-), gigi tidak ada goyangLeher: Jejas (-)Paru-paru: suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-Jantung: Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop ()Abdomen: supel, datar, BU (+)

Ekstremitas (lengan dan tungkai): Turgor kulit : normalAkral Hangat++Edema--

++--

Motorik, sensorik sulit dinilai

2. Status lokalisIkepala : VL ukuran 12 cm, post hecting. Hematom pada os frontal. Racoon eye (-), battle sign (-), rhinorrhagia (-), otorrhagia (-).

3. Status neurologis Kesadaran kuantitatif: GCS = E3M5V4 Kesadaran kuantitatif saat datang (UGD) : GCS = E3M5V4 Pupil: bulat, isokor, diameter 3 mm, reflex cahaya +/+ Tanda rangsang meningeal (kaku kuduk, brudzinski, laseque, kernig) : (-) Nervi cranial (I-XII): sulit dinilai karena pasien tidak sadar. Refleks fisiologis: Refleks biceps: tidak dilakukan Refleks triceps: tidak dilakukan Refleks patella: +/+ Refleks achilles: +/+ Motorik: Kekuatan: Tidak bisa dinilai Tonus: eutonus Trofi: eutrofi Sensoris: Tidak bisa dinilai Refleks Patologis: -/-

III. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan CT-Scan Brain Non Kontras (22-08-2013)

Laboratorium (22 Agustus 2013)Hematologi Darah Rutin Hemoglobin: 13,4 g/dl (N=11,7-15,5 g/dl)Leukosit: 12,66ribu/mm3(N=3,6-11ribu/mm3)Eosinofil: 0,4 %(N=1-5%)Basofil: 0,2 % (N=0-1%)Neutrofil: 81,1 % (N=50-70%)Limfosit: 8,7% (N=25-40%)Monosit: 6,6% (N=2-8%)MCV: 83,4 fl (N=80-100 fl)MCH: 29,3 pg(N=26-34 pg)MCHC: 35,1%(N=32-36 %)Hematokrit: 38,2%(N=35-47%)Trombosit: 218 ribu(N=150-440 ribu)Eritrosit: 4,77 juta(N=4,4 5,9 juta)RDW: 12,5 %(N=11,5-14,5)MPV: 9,4 mikro m3(N=6,8-10)LED: 8/24(0-20 mm/jam)Gol. Darah/Rh: O/+BT: 2.0(N=1-3 menit)CT: 5.00(N=2-6 menit)

Kimia Natrium: 136(N: 135-147 mmol/l)Kalium: 3,51(N: 3,5-5 mmol/l)

Laboratorium (23 agustus 2013)Urinalisis Silinder: 0(N= 0-1)Parasit: Negatif(N=Negatif)Bakteri: Negatif(N=Negatif)Jamur: NegatifKristal: Negatif

Hematologi Hemoglobin: 10.7(N=11,7-15,5 g/dl)Leukosit: 15.7(N=3,6-11ribu/mm3)Hematokrit: 29(N=35-47%)Trombosit: 178(N=150-440 ribu)IV. RESUMELaki-laki 16 tahun dengan penurunan kesadaran post KLL naik motor ditabrak truk. OS menggunakan helm. Setelah kejadian OS sempat pingsan dengan diikuti perbaikan kesadaran selama 1 jam. Os mengalami muntah sebanyak 2 kali. Tidak ada perdarahan dari hidung maupun telinga. GCS = E3M5V4. Pemeriksaan CT Scan Tampak lesi hiperdens pada regio frontal kiri berbentuk bikonveks serta adanya fraktur pada frontal kiri. 20 jam setelah masuk rumah sakit, dilakukan operasi kraniotomi.

V. DIAGNOSIS Diagnosis Banding Subdural hematom Subarachnoid hemorrhage Intrakranial hemorrhage

Diagnosis KerjaCKS dengan Epidural Hematom regio frontal sinistraDasar diagnosis:Pada anamnesa didapatkan Riwayat trauma kepala, Riwayat mual dan muntah yang menyembur Riwayat penurunan kesadaran dengan periode sadar kembali lalu diikuti dengan penurunan kesadaran kembali (lucid interval)Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tanda peningkatan intracranial: Penurunan kesadaran dengan lucid interval Jejas pada kepala (os frontal dan palpebra)Pada pemeriksaan penunjang didapatkan CT-Scan : Tampak lesi hiperdens pada regio frontal kiri berbentuk bikonveks serta adanya fraktur pada frontal kiri

Namun yang kurang mendukung ialah tidak adanya bradikardi (Cushing phenomen)VI. PENATALAKSANAAN ABCDE :Airway dan Breathing : Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam nyawa dan terapi suportif dengan mengontrol jalan nafa dan memastikan pernafasan terjaga: berikan O2 dan pasang monitorCirculation : Memastikan sirkulasi terjaga, seperti menghentikan perdarahan yang terjadi dan melakukan resusitasi cairan. Hal ini dimonitor melalui tekanan darah.Disability dan Exposure : Menjaga stabilitas neurologis dan pencegahan kemungkinan lain yang dapat membahayakan serta mengecek 6B (breath, blood, brain, bone, bowel, bladder).Terapi operatif : Kraniotomi evakuasiTerapi medikamentosa : IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm Ceftriaxone 2 x 1 g Tramadol 2 x 100 mg Fenitoin 2 x 100 mg Siticolin 3 x 500 mg Manitol 0,25-1 gram / kgBB iv = 0,25gx 50 kg= 12,5 gram = manitol 20% = 62,5cc Asam tranexamat 3x1 gr

VII. PROGNOSIS Ad vitam: dubia ad bonamAd fungsionam: dubia ad bonamAd sanationam: dubia

VIII. PENEMUAN PEMBEDAHAN (tanggal 23 Agustus 2013)

CKS + EDH a/r frontal sinistra 35 cc + fraktur Linier os frontal sinistra 6cm.

IX. FOLLOW UP Tanggal 23/8/2013 pk 22.00S-

OKes DPO, gelisahTD: 116/60, HR : 107x/menit, S: 39oC, RR: 12x/menit (vent), SpO2 : 100%

ODS : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflek cahaya -/-, diameter pupil 1mm/1mm

Cor/pulmo : BJ I,II regular, murmur -, gallop -. SN vesikuler, wh -/-, rh-/-

Abdomen : supel, BU (-)

Extremitas : Akral hangat, Edema : -/-/+/+

Tanggal 24/8/2013S-

OKes : GCS = E3M2Vet, TD: 119/70, HR : 98x/menit, S: 37oC, RR: 20x/menit, SpO2 : 100%

ODS : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, reflek cahaya +/+, diameter pupil 3mm/3mm

Cor/pulmo : BJ I,II regular, murmur -, gallop -. SN vesikuler, wh -/-, rh-/-

Abdomen : supel, BU (+)

Extremitas : Akral hangat, Edema : -/-/-/-

Tanggal 25/8/2013S-

OKes: GCS E3M4V3, TD: 119/78, HR : 112x/menit, S: 38,6oC, RR: 30x/menit, SpO2 : 99%

ODS : reflek cahaya +/+, diameter pupil 3mm/3mm

Cor/pulmo : BJ I,II regular, murmur -, gallop -. SN vesikuler, wh -/-, rh-/-

Abdomen : supel, BU (+)

Extremitas : Akral hangat, Edema : -/-/-/-

Tanggal 26/8/2013SSakit kepala, pusing

OGCS E3M5V4, TD: 110/73, HR : 84x/menit, S: 38oC, RR: 26x/menit, SpO2 : 100%

ODS : isokor, reflek cahaya +/+

Cor/pulmo : BJ I,II regular, murmur -, gallop -. SN vesikuler, wh -/-, rh-/-

Abdomen : BU (+)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat

Tanggal 27/8/2013SSakit kepala , pusing

OGCS E3M5V4, TD: 113/79, HR : 94x/menit, S: 37,5oC, RR: 24x/menit, SpO2 : 100%

ODS : isokor, reflek cahaya +/+

Cor/pulmo : BJ I,II regular, murmur -, gallop -. SN vesikuler, wh -/-, rh-/-

Abdomen : supel, BU (+)

Extremitas : Akral hangat, nadi kuat

PENDAHULUANKejadian trauma kepala saat ini semakin banyak akibat tingginya angka kecelakaan lalu lintas serta ketidak amanan suasana kerja yang beresiko tinggi, misalnya pada pekerjaan buruh pembangunan dan lain-lain.Kelalaian dalam mentaati peraturan lalu lintas ditambah dengan semakin majunya teknologi kenderaan bermotor menyebabkan selain kejadian trauma kepala meningkat juga disertai dengan impact yang tinggi pada kepala dan otak. Akibatnya terjadilah perdarahan hebat pada otak atau pembengkakan otak. Gejala yang tampak biasanya sangat jelas, seperti luka di kepala, penurunan kesadaran atau gejala-gejala kelumpuhan lainnya. Namun diantara jenis perdarahan otak yang mungkin terjadi, terdapat suatu jenis perdarahan otak yang kadang tidak terdeteksi dan mematikan.Perdarahan itu disebut dengan perdarahan epidural atau Epidural hematoma (EDH).ANATOMIOtak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal dan terletak di dalam ruangan yang tertutup oleh tulang yaitu kranium (tengkorak). Kranium ini secara absolut tidak dapat bertambah volumenya terutama pada orang dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung yaitu rambut, kulit kepala, tengkorak, selaput otak (meningens), dan cairan otak (liquor cerebro spinalis).1A. Kulit kepala terdiri dari lima lapisan yang disebut sebagai SCALP, yaitu :

Gambar 1. Scalp layer(1)Skin atau kulit,Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi dan anak-anak.1,2(2)Connective tissue atau jaringan penyambung,1(3)Aponeurosis atau galea aponeurotika,Galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.1,2 (4)Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar,Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala.1,2 (5)Perikranium.1

B.KraniumPada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang tengkorak terdiri dari tabula eksterna, diploe dan tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisi a.meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan terkoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, maka akan terjadi perdarahan arterial yang tertimbun dalam ruang epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fossa temporalis (fossa media).2Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya di bagian temporal tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal. Basis kranii berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fossa, yaitu fossa anterior, fossa media, dan fossa posterior. Fossa anterior adalah tempat lobus frontalis, fossa media adalah tempat lobus temporalis, dan fossa posterior adalah ruang bagian bawah batang otak dan serebelum.2

C.Selaput Otak (Meningens)Selaput otak terdiri dari tiga lapisan, yaituDuramater, adalah meningens terluar yang merupakan gabungan dari dua lapisan selaput yaitu lapisan bagian dalam (yang berlanjut ke duramater spinal) dan lapisan bagian luar (yang sebenarnya merupakan lapisan periosteum tengkorak). Lapisan bagian dalam akan melebar serta melekuk membentuk sekat-sekat otak (falx, tentorium). Lapisan bagian luar merupakan jaringan fibrosa yang lebih padat dan mengandung vena serta arteri untuk memberi makan tulang. Gabungan kedua lapisan ini melekat erat dengan permukaan dalam tulang sehingga tidak ada celah diantaranya. Kedua lapisan duramater ini pada lokasi-lokasi tertentu akan terpisah dan membentuk rongga (sinus duramater) berisi darah vena serta berfungsi untuk drainase otak. Di bawah duramater terdapat rongga subdural yang tidak berisi liquor cerebro spinalis (LCS). Karena tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.1,2

Gambar 2. Lapisan MeningenArakhnoid, merupakan lapisan tengah antara duramater dan piamater yang tipis dan tembus pandang. Di bawah lapisan ini adalah rongga subarakhnoid yang mengandung trabekula dan dialiri LCS. Lapisan arakhnoid tidak memiliki pembuluh darah, tetapi pada rongga subarachnoid terdapat pembuluh darah.1,2Piamater, merupakan lapisan selaput otak yang paling dalam yang langsung berhubungan dengan permukaan jaringan otak serta mengikuti konvulsinya.1,2

D.OtakOtak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.1,2Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.1,2

Gambar 3. Korteks NeuroanatomiBatang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat.3,4Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga kedua hemisfer serebri.3,4

E. Cairan serebrospinalCairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial. Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.F. TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.Mekanisme cedera kepala pada umumnya akibat salah satu atau kombinasi dari dua mekanisme dasar, yaitu kontak bentur dan guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek atau sebaliknya, sedangkan cedera guncangan lanjut sering kali dikenal dengan cedera akselerasi-deselerasi, merupakan akibat peristiwa guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun bukan karena pukulan.5Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi neurologis. kita juga mengenal istilah Cedera kepala, Cranicerebral trauma, Head injuryPATOFISIOLOGIBerat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis bergantung pada :Besar dan kekuatan benturan, Arah dan tempat benturan, Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan.Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat mengakibatkan lesi otak berupa Lesi bentur (Coup), Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi media), Lesi kontra (counter coup). Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem ARAS (Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem) 2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan peregangan ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan komplikasi sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosisAkibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan terganggu, dan terjadilah oedema otak regional atau diffus (vasogenik oedem serebri). Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan kemudian oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia alba. Dan ternyata oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan tekanan intra kranial meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi transtetorial ataupun serebellar yang berakibat fatal.Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantetorial herniasi dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang otak akibata proses diatas mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal, demyelinisasi diffus, banyak neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan vegetatif dimana penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akinetic-mutism/coma vigil, apallic state, locked in syndrome).Cedera Kontak BenturJejas cedera kontak bentur hanya disebabkan oleh fenomena kontak saja dan sama sekali tidak berkaitan dengan guncangan atau akselerasi atau deselerasi pada kepala. Namun, dalam kejadian sehari-sehari jarang sekali terjadi cedera kontak bentur yang murni. Suatu benturan pada kepala dapat mengakibatkan dua macam jejas, yaitu jejas lokal yang terjadi di tempat atau dekat benturan dan jejas yang terjadi di tempat lain. Cedera kontak bentur tidak menyebabkan jejas otak difus.5Lesi lokal yang dapat timbul akibat benturan meliputi : Fraktur linier dan depresi tulang tengkorak EDH Coup contusion ICH (IntraCerebral Hematoma) yang merupakan perkembangan coup contusion SDH (Subdural hematoma) Beberapa fraktur basis kraniiLesi di tempat lain dapat melalui dua mekanisme yaitu distorsi otak dan shock waves, sehingga terjadi fraktur di tempat yang jauh dari lokasi benturan (remote fracture), fraktur basis kranii, serta kontusi counter coup dan intermediate coup.5Cedera Akselerasi-DeselerasiGuncangan pada kepala, baik disebabkan oleh benturan ataupun bukan, akan menyebabkan gerakan yang cepat dari kepala, dan cedera yang terjadi tergantung dari bagaimana gerakan kepala tersebut. Kebanyakan peristiwa ini dikenal dengan sebutan cedera akselerasi dan deselerasi, mengingat akan kepentingan faktor akselerasi yang merupakan ukuran beban fisik di samping faktor-faktor lain yang tidak kalah pentingnya seperti kecepatan gerakan kepala. Di pandang dari aspek mekanis, akselerasi dan deselerasi merupakan fenomena yang serupa, dan hanya berbeda arahnya saja. Jadi efek akselerasi kepala pada bidang sagital posterior sama dengan deselerasi kepala anterior-posterior.5

Gambar 4. Acceleration & Deceleration Brain InjuryGerakan kepala yang dimanifestasikan sebagai cedera kompresi, regangan dan robekan mengakibatkan kerusakan struktural melalui satu dari dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah akibat adanya perbedaan relatif arah gerakan antara orak terhadap fenomena yang didasari oleh keadaaan berikut dimana otak dapat bergerak bebas dalam batas-batas tertentu di dalam rongga tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulainya akselerasi), otak tertinggal di belakang gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat, sehingga akibatnya otak akan relatif bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada permukaannya, terutama pada bridging veins. Mekanisme ini merupakan salah satu penyebab terjadinya hematom subdural. Selanjutnya pergeseran tadi juga akan menimbulkan daerah-daerah yang bertekanan rendah (cedera regangan), yang bila hebat sekali dapat menimbulkan kontusi counter coup. Mekanisme akselerasi yang kedua adalah jejas yang terjadi di dalam otak sendiri, yaitu cedera otak difus sindrom konkusi dan difuse axonal injury, perdarahan jaringan akibat robekan, dan sebagian besar dari kontusi intermediate coup. Kerusakan yang terjadi tergantung dari tipe dan jumlah beban serta durasi akselerasi yang berlangsung.5Perdarahan epidural atau kita singkat dengan EDH adalah perdarahan yang terjadi di antara selaput pembungkus otak (duramater) dan tulang kepala. Pada Epidural hematoma (EDH) terjadi akumulasi darah pada rongga dibawah tabula interna dan diatas lapisan meningen duramater,yang disebabkan karena trauma. Pada penderita traumatik hematom epidural, 8595 % disertai fraktur pada lokasi yang sama.1 Perdarahan berasal dari pembuluh darah di dekat lokasi fraktur. EDH memiliki gambaran berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. EDH sering terletak di area temporal atau temporoparietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak. Desakan oleh hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar.4Perdarahan ini terjadi akibat retaknya tulang kepala pada trauma kepala yang selanjutnya retakan tulang itu akan menjadi sumber perdarahan atau dapat pula mencederai pembuluh darah yang berada di selaput pembungkus otak tersebut. Darah kemudian akan berkumpul dan bertambah banyak baik secara perlahan-lahan atau dalam tempo yang singkat. Pada awalnya dimana jumlah darah masih sangat sedikit, mungkin penderita tidak merasakan suatu keluhan yang berat atau berarti sehingga sering diabaikan. namun bila jumlah perdarahannya sudah cukup banyak maka dampaknya sangat berat hingga kematian.EDH dapat terjadi akibat trauma kepala yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dimana terjadi laserasi pembuluh darah atau lekukan yang cukup hebat tanpa adanya suatu fraktur. Pada keadaan yang normal, sebenarnya tidak ada ruang epidural. Duramater melekat pada kranium. Perdarahan biasanya terjadi dengan fraktur tengkorak bagian temporo-parietal yang mana terjadi laserasi pada pembuluh darah arteri meningea media. Keadaan ini mengakibatkan terpisahnya perlekatan antara dura dengan kranium dan menimbulkan ruang epidural. Perdarahan yang berlanjut akan memaksa duramater untuk terpisah lebih lanjut, dan menyebabkan hematoma menjadi massa yang mengisi ruang. Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah pecah karena gaya kompresi. Jika tidak ada fraktur, perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala. Sesuai dengan sifat tengkorak yang merupakan kotak tertutup, menyebabkan TIK cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah dapat keluar dan membentuk hematoma subperiosteal (sefalhematom).6Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporal. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteri yang mempersarafi formatio retikularis di medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf kranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan refleks babinski positif.2,7Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan TIK yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan TIK antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang progesif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada EDH. Pada subdural hematoma cedera primernya hampir selalu berat atau EDH dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.2,7 Sumber perdarahan : 7 Arteri meningea media (lucid interval : 2 3 jam) Sinus duramatis Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi vena diploica

Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi:71. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7.

Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9% penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama.

Gambar 5. EDHMANIFESTASI KLINISPada anamnesa didapatkan riwayat cedera kepala dengan penurunan kesadaran. Pada kurang lebih 50% kasus kesadaran pasien membaik dan adanya lucid interval diikuti adanya penurunan kesadaran secara perlahan sebagaimana peningkatan TIK. Pada kasus lainnya, lucid interval tidak dijumpai dan penurunan kesadaran berlangsung diikuti oleh deteoriasi progresif. EDH terkadang terdapat pada fossa posterior yang pada beberapa kasus dapat terjadi sudden death sebagai akibat kompresi dari pusat kardiorespiratori pada medulla. Pasien dapat sadar dan berbicara, sekitar satu menit kemudian apneu, koma, dan dalam beberapa menit mati. Pasien yang tidak mengalami lucid interval dan mereka yang terlibat pada kecelakaan mobil pada kecepatan tinggi biasanya akan mempunyai prognosis yang lebih buruk. Keluhan lain yang menyertai adalah sakit kepala berat, muntah, dan kejang.4Pemeriksaan fisik yang harus dinilai adalah GCS (Glasgow Coma Scale). Tingkat kesadaran dapat menurun, tetapi kadang fluktuatif. Gejala neurologik yang penting adalah pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih positif akan menjadi negatif. Tanda lain adalah trias cushing (hipertensi, bradikardi dan bradipneu) yang menunjukkan kenaikan TIK. Pada tahap akhir kesadaran akan menurun sampai koma yang dalam, pupil kontralateral juga akan mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi, yang merupakan tanda kematian.8Tanda Diagnostik Klinik Epidural Hematoma :91. Lucid interval (+)2. Kesadaran makin menurun3. Late hemiparese kontralateral lesi4. Pupil anisokor 5. Babinsky (+) kontralateral lesi6. Fraktur daerah temporalGejala dan Tanda Klinis Epidural Hematoma di Fossa Posterior :91. Lucid interval tidak jelas2. Fraktir kranii oksipital3. Kehilangan kesadaran cepat4. Gangguan serebellum, batang otak, dan pernafasan5. Pupil isokor

Gambar 6. Epidural HematomaSebagai perbandingan akan kasus trauma kepala maka dibawah ini diuraikan beberapa diagnose banding dari perdarahan di kepala.Pada epidural hematom, gejala klinis yang khas adalah : Lucid Interval (adanya fase sadar diantara 2 fase tidak sadar karena bertambahnya volume darah). Gelaja paling menonjol yaitu penurunan kesadaran secara progresifGejala lain yang sering tampak : Bingung Penglihatan kabur Susah bicara Nyeri kepala yang hebat Keluar cairan darah dari hidung atau telinga Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala Mual Pusing Berkeringat Pucat Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebarPenatalaksanaanPenatalaksaan epidural hematoma dapat dilakukan segera dengan cara trepanasi dengan tujuan melakukan evakuasi hematoma dan menghentikan perdarahanPrognosisPrognosis tergantung pada : Lokasinya ( infratentorial lebih jelek ) Besarnya Kesadaran saat masuk kamar operasi. Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum operasi.

Subdural hematoma adalah hematom yang terletak diantara lapisan duramater dan arhacnoid dengan sumber perdarahan dapat berasal dari vena jembatan atau bridging vein (paling sering), A/V cortical, Sinus venosus duralissubdural hematoma dibagi 3 :Subdural hematom akutGejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai dengan hari ke tiga. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa hemiparese/plegi. pada pemeriksaan radiologis (CT Scan) didapatkan gambaran hiperdens yang berupa bulan sabit

SUBDURAL HEMATOMA SUBAKUTBerkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 minggu ke 3 sesudah trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di sekitarnya, adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk.Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.

SUBDURAL HEMATOMA KRONISBiasanya terjadi setelah minggu ketiga. SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua.Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul, saat tersebut gejala yang terasa cuma pusing.Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur.Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang.Jika volume kecil akan menyebabkan kapsul terbentuk lagi, menimbun cairan, ruptur lagi sehingga re-bleeding. Begitu seterusnya sampai suatu saat pasien datang dengan penurunan kesadaran tiba-tiba atau hanya pelo atau lumpuh tiba-tiba.

Prognose dari penderita SDH ditentukan dari:GCS awal saat operasi, lamanya penderita datang sampai dilakukan operasi, lesi penyerta di jaringan otak, serta usia penderita.pada penderita dengan GCS kurang dari 8 prognosenya 50 %, makin rendah GCS, makin jelek prognosenya makin tua pasien makin jelek prognosenya adanya lesi lain akan memperjelek prognosenya.ICH (INTRACEREBRAL HEMATOM)Perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasipada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, diameter lebih dari 3 CM, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah. Secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang kepala.Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural .

Hematoma EpiduralSubdural

Lokasiantara skull (tengkorak) dan duramaterAntara dura dan arachnoid

Pembuluh darah yang terlibatArteri meningea media pada lobus temporoparietal locusBridging veins

Frontal locus - arteri ethmoidal anterior

Occipital locus sinus transverse/ sigmoid

Vertex locus - sinus sagittal superior

SymptomsLucid interval Sakit kepala serta penurunan kesadaran (bingung) yang semakin lama semakin hebat

CT appearanceBiconvex lensCrescent-shaped

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIKFoto Polos Tengkorak (Skull X-ray)Informasi yang dapat kita dapatkan dari hasil pemeriksaan ini adalah:5 1. Fraktur tulang kepala, diharapkan dapat diperoleh informasi tentang lokasi dan tipe fraktur, baik bentuk linier, stelata atau depresi;2. Adanya benda asing;3. Pneumocephalus (udara yang masuk ke rongga tengkorak);

Head CT-ScanPemeriksaan ini merupakan gold standard untuk kasus cedera kepala, karena prosedur tidak invasif dan memiliki kehandalan tinggi. Dalam hal ini dapat diperoleh informasi yang lebih jelas tentang lokasi dan adanya perdarahan intracranial, edema, kontusio, udara, benda asing intrakranial, serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak. Gambaran khas EDH yaitu bentuk berupa bikonveks, atau lentikuler (ada perlekatan yang erat antara duramater dengan tabula interna. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma.5

Cara menghitung volume perdarahan : V = A x B x C/2A = panjang maksimum dari citra yang diduga sebagai pendarahanB = lebar maksimumnyaC = kedalamannya (jumlah slice yang terdapat citra darah X jarak antar slice)Untuk menghitung volume perdarahan, pertama yang dilakukan adalah mencari slice yang mempunyai luas perdarahan terbesar.

PENATALAKSANAAN Pengobatan perdarahan epidural bergantung pada berbagai faktor. Efek yang kurang baik pada jaringan otak terutama dari efek massa yang menyebabkan distorsi struktural, herniasi otak yang mengancam-jiwa, dan peningkatan tekanan intrakranial. (1) Dua pilihan pengobatan pada pasien ini adalah (1) intervensi bedah segera dan (2) pengamatan klinis ketat, di awal dan secara konservatif dengan evakuasi tertunda yang memungkinkan. Catatan bahwa perdarahan epidural cenderung meluas dalam hal volume lebih cepat dibandingkan dengan perdarahan subdural, dan pasien membutuhkan pengamatan yang sangat ketat jika diambil rute konservatif. (1) Tidak semua kasus perdarahan epidural akut membutuhkan evakuasi bedah segera. Jika lesinya kecil dan pasien berada pada kondisi neurologis yang baik, mengamati pasien dengan pemeriksaan neurologis berkala cukup masuk akal. (1) Meskipun manajemen konservatif sering ditinggalkan dibandingkan dengan penilaian klinis, publikasi terbaru Guidelines for the Surgical Management of Traumatic Brain Injury merekomendasikan bahwa pasien yang memperlihatkan perdarahan epidural < 30 ml, < 15 mm tebalnya, dan < 5 mm midline shift, tanpa defisit neurologis fokal dan GCS > 8 dapat ditangani secara non-operatif. Scanning follow-up dini harus digunakan untukmenilai meningkatnya ukuran hematom nantinya sebelum terjadi perburukan. Terbentuknya perdarahan epidural terhambat telah dilaporkan. Jika meningkatnya ukuran dengan cepat tercatat dan/atau pasien memperlihatkan anisokoria atau defisit neurologis, maka pembedahan harus diindikasikan. Embolisasi arteri meningea media telah diuraikan pada stadium awal perdarahan epidural, khususnya ketika pewarnaan ekstravasasi angiografis telah diamati. Ketika mengobati pasien dengan perdarahan epidural spontan, proses penyakit primer yang mendasarinya harus dialamatkan sebagai tambahan prinsip fundamental yang telah didiskusikan diatas. Penanganan kasus cedera kepala berat di UGD didasarkan atas patokan pemantauan dan penanganan terhadap penderita secara umum, yaitu perhatian urutan prioritas terhadap 6B yakni : Breathing, Blood, Brain, Bladder, Bowel, Bone.5 Penanganan di Rumah Sakit Memasang akses IV, memberikan O2, monitor dan memberikan cairan kristaloid untuk mempertahankan tekanan darah secara adekuat. Intubasi menggunakan rapid sequence induction (RSI), yang secara umum terdiri dari premedikasi lidokain, sedasi yang bersifat serebroprotektif seperti etomidate, dan blokade neuromuksular. Lidokain memiliki efek yang terbatas pada situasi ini, tetapi pada hakekatnya tidak beresiko. Premedikasi dengan fentanyl dapat menumpulkan peningkatan TIK yang meningkat. Intubasi setelah pemeriksaan neurologis, untuk memfasilitasi oksigenasi, melindungi jalan napas dan memberikan hiperventilasi jika perlu. Elevasi kepala 30 jika tidak ada cedera tulang belakang atau mengunakan posisi reverse Trendelenburg untuk mengurangi TIK dan meningkatkan drainasi vena. Memberikan manitol 0,25-1 g/kgbb IV, jika MAP lebih dari 90 mmHg diikuti gejala klinis yang menandakan adanya peningkatan TIK. Manitol mengurangi baik TIK (secara osmotik mengurangi edema otak dan viskositas darah, dimana meningkatkan aliran darah serebral dan oksigen untuk sampai ke sel-sel. Cairan harus digantikan dan hipovolemia dihindari. Hiperventilasi untuk tekanan parsial karbondioksida (PCO2) dari 30-35 mmHg dapat mengakibatkan herniasi atau tanda-tanda peningkatan, namun hal ini masih kontroversial. Berhati-hati untuk tidak menurunkan PCO2 terlalu jauh (< 25 mmHg). Lakukan hiperventilasi jika tanda-tanda klinis menunjukkan kenaikan TIK dan sulit diatasi dengan sedasi, paralisis, diuretic osmotic, dan jika mungkin, drainase LCS. Prosedur ini mengurangi TIK dengan vasokonstriksi hipokarbik dan mengurangi resiko dari hiperfusi, serta kematian sel. Fenitoin mengurangi insiden kejang awal post-trauma, meskupun itu tidak mempengaruhi akhir onset kejang atau perkembangan dari kejang yang persisten. Konsul dengan segera ke ahli bedah saraf untuk evakuasi EDH dan diperbaiki dan konsul ke ahli bedah trauma untuk kelainan lain yang mengancam jiwa.1

Terapi MedikamentosaGunakan RSI ketika intubasi untuk meminimalisasi kenaikan TIK dan pelepasan katekolamin. Etomidate, saat digunakan sebagai sedasi RSI, pertahankan tekanan darah, turunkan TIK dan metabolisme otak, dan memiliki onset cepat dan durasi singkat. Tiopental tidak direkomendasikan karena diprediksi dapat menurunkan tekanan darah, yang mengarah pada kerusakan otak lebih lanjut. Manitol secara osmotik mengurangi TIK dan meningkatkan aliran darah. Fenitoin untuk profilaksis kejang awal post-trauma. Setelah pasien menerima cairan yang adekuat, norepinefrin dapat di gunakan untuk mempertahankan MAP > 90 mm Hg.3

Diuretik Osmotik Diuretik osmotik mengurangi edema otak, TIK, viskositas darah, meningkatkan aliran darah otak dan penghantaran oksigen. Monitor TIK, dengan memperhatikan tanda-tanda herniasi atau perburukan gejala neurologis yang progresif. Hipovolemia harus dihindari dengan mengganti cairan (pemasangan kateter untuk monitor urin). Bolus intermiten dapat lebih efektif dibandingkan infus berkelanjutan.4Pertahankan osmolaritas serum < 320 mOsm untuk mencegah gagal ginjal. Pertahankan euvolemia dengan cairan pengganti IV yang memadai. Dosis manitol 20% 1-3 mg/kgBB/hari. Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitif, anuria, kongesti paru, dehidrasi, perdarahan intrakranial yang progresif dan gagal jantung.1

AntiepilepsiMencegah kejang yang dapat meningkatkan TIK dan pelepasan neurotransmiter sesuai tekanan darah dan penghantaran oksigen. Fenitoin merupakan DOC pencegahan kejang. Dosis 17 mg/kgBB IV, tetesan tidak boleh lebih dari 50mg/menit. Kontraindikasi pada penderita hipersensitif, pada penyakit dengan blok SA, sinus bradikardi, dan sindrom Adam-Stokes.1Terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin (24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat, dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai unuk mengatasi tekanan inrakranial yang meninggi dan mempunyai efek protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan dengan 5 mg/kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam unuk mencapai kadar serum 3-4mg%.5 Berdasarkan pada Guidelines for the Management of Traumatic Brain Injury, perdarahan epidural dengan volume > 30 ml, harus dilakukan intervensi bedah, tanpa mempertimbangkan GCS. Kriteria ini menjadi sangat penting ketika perdarahan epidural memperlihatkan ketebalan 15 mm atau lebih, dan pergeseran dari garis tengah diatas 5 mm. Kebanyakan pasien dengan perdarahan epidural seperti itu mengalami perburukan status kesadaran dan/atau memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi. Lokasi juga merupakan faktor penting dalam menentukan pembedahan. Hematom temporal, jika cukup besar atau meluas, dapat mengarah pada herniasi uncal dan perburukan lebih cepat. Perdarahan epidural pada fossa posterior yang sering berhubungan dengan gangguan sinus venosus lateralis, sering membutuhkan evakuasi yang tepat karena ruang yang tersedia terbatas dibandingkan dengan ruang supratentorial. (1) Sebelum adanya CT-scan, pengeboran eksplorasi burholes merupakan hal yang biasa, khususnya ketika pasien memperlihatkan tanda-tanda lateralisasi atau perburukan yang cepat. Saat ini, dengan teknik scan-cepat, eksplorasi jenis ini jarang dibutuhkan. (1) Saat ini, pengeboran eksplorasi burholes disediakan bagi pasien berikut ini : (1) Pasien dengan tanda-tanda lokalisasi menetap dan bukti klinis hipertensi intrakranial yang tidak mampu mentolerir CT-scan karena instabilitas hemodinamik yang berat. Pasien yang menuntut intervensi bedah segera untuk cedera sistemiknya.KOMPLIKASI Kebanyakan dari komplikasi perdarahan epidural muncul ketika tekanan yang mereka kerahkan mengakibatkan pergeseran otak yang berarti. Ketika otak menjadi subyek herniasi subfalcine, arteri serebral anterior dan posterior mungkin tersumbat, menyebabkan infark serebral. 4 Herniasi kebawah batang otak menyebabkan perdarahan Duret dalam batang otak, paling sering di pons. 4 Herniasi transtentorial menyebabkan palsy nervus III kranialis ipsilateral, yang seringnya membutuhkan berbulan-bulan untuk beresolusi sekali tekanan dilepaskan. Palsy nervus III kranialis bermanifestasi sebagai ptosis, dilatasi pupil, dan ketidakmampuan menggerakkan mata ke arah medial, atas, dan bawah. 3 Pada anak-anak < 3 tahun, fraktur kranium dapat menyebabkan kista leptomeningeal atau fraktur bertumbuh. Kista ini diyakini muncul ketika pulsasi dan pertumbuhan otak tidak mengijinkan fraktur untuk sembuh, lalu menambah robek dura dan batas fraktur membesar. Pasien dengan kista leptomeningeal biasanya memperlihatkan massa scalp pulsatil. (1)PROGNOSIS Meksipun tujuan akhir adalah mencapai angka kematian 0% dan hasil akhir fungsional baik sebesar 100%, angka kematian keseluruhan pada kebanyakan seri pasien dengan perdarahan epidural berkisar antara 9,4-33%, rata-rata sekitar 10%. Secara umum, pemeriksaan motorik pre-operatif, skor GCS, dan reaktivitas pupil secara pasti berhubungan dengan hasil akhir fungsional pasien dengan perdarahan epidural akut jika mereka berhasil bertahan. Karena banyaknya perdarahan epidural yang terisolasi tidak melibatkan kerusakan struktural otak yang mendasarinya, hasil akhir secara keseluruhan akan menjadi sempurna jika evakuasi bedah yang tepat dilakukan. 3 Pada pasien trauma cedera otak dengan perdarahan epidural, prognosis lebih baik jika ada interval lucid (sebuah periode kesadaran sebelum kembalinya koma) dibandingkan jika pasien koma sejak mendapat cedera.

DAFTAR PUSTAKA

1. Satyanegara. Anatomi susunan saraf. Dalam : Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, et al, penyunting. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 2010.h.15-7.2. Snell RS. Anatomi. Dalam : Sugiharto L, Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penyunting. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta: EGC: 2006.h.740-593. Price DD. Epidural hematoma in emergency medicine. In : Kulkarni R, editor. Medscape Reference. 9 November 2012. [November 25,2012]. Cited from http://emedicine.medscape.com/article/248840-overview4. Gilroy J. Basic Neurology. USA: McGraw-Hill, 2000. p. 553-5.5. Satyanegara. Trauma kepala. Dalam : Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana AJ, Sufarnap E, Benhadi I, et al, penyunting. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama; 2010.h.189-223.6. Mardjono M, Sidharta P. Simptomatologi tumor intracranial. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2006.396-403.7. Ekayuda I. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta: Gaya Baru, 2006. p.359-65, 382-879.8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC,2003. p. 818-9.9. PERDOSSI. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI Bagian Neurologi FKUI/RSCM, 2006. p. 9-11.

Laporan KasusEpidural Hematoma

Dokter Pembimbing : Dr. Junior, SpBS

Disusun oleh : Caesar Rio Julyanto11-2012-205

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit BedahRumah Sakit Mardi RahayuFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana