ujian case.docx

43
LAPORAN KASUS ASMA PERSISTEN SEDANG DENGAN SERANGAN RINGAN PADA WANITA USIA 37 TAHUN Disusun Oleh Sari Prasili Suddin 11.2013.069 Dokter Pembimbing : dr. Agoes Kooshartoro Sp.PD dr. Devy Juniarti Iskandar Sp.PD dr Rini Zulkifli Dokter Penguji : dr Agoes Kooshartoro Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA 1

Upload: sari-prasili-suddin

Post on 27-Dec-2015

47 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

ASMA PERSISTEN SEDANG DENGAN SERANGAN RINGAN

PADA WANITA USIA 37 TAHUN

Disusun Oleh

Sari Prasili Suddin 11.2013.069

Dokter Pembimbing : dr. Agoes Kooshartoro Sp.PD

dr. Devy Juniarti Iskandar Sp.PD

dr Rini Zulkifli

Dokter Penguji : dr Agoes Kooshartoro Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA

2014

1

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)

Jl.TerusanArjuna No.6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

SMF PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA

Nama Mahasiswa : Sari Prasili Suddin Tanda Tangan

NIM : 112013149

Dokter Pembimbing : dr. Agoes Kooshartoro, SpPD

dr. Devy Juniarti Iskandar, SpPD

dr. Rini Zulkifli

IDENTITAS PASIEN

Namalengkap: Ny. I Jenis kelamin: Perempuan

Tempat/tanggal lahir: Balikpapan, 04/01/77 Suku bangsa : Banjar

Status perkawinan: Kawin Agama: Islam

Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Pendidikan: Sarjana

Alamat: Parung, Depok Tanggal masuk RS: 5 agustus 2014

ANAMNESIS

Diambil dari: Autoanamnesis Ny. I Tanggal: 5 agustus 2014, Jam: 21.10 WIB

Keluhan utama:

Sesak napas sejak 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari smrs. Sesak disertai bunyi mengi.

Sesak terjadi ketika malam dan menjelang pagi. Os mengaku sesak sepanjang hari sehingga

2

menggangu aktifitas dan tidur. Sesak tidak terjadi ketika beraktivitas. ketika mengalami

keluhan ini, os masih dapat berbicara beberapa kalimat dan berjalan sendiri. Keluhan ini

disertai dengan batuk berdahak, dahak berwarna putih, tidak ada darah. Os mengaku ketika

mengalami keluhan di atas, posisi nyaman adalah duduk. Demam disangkal pasien. Riwayat

merokok disangkal pasien.

Os mengaku sering mengalami keluhan serupa. Serangan terakhir sehari sebelumnya.

Os mengaku keluhan berulang setiap hari, terutama 3 tahun belakangan ini. 3 tahun yang lalu

os berpindah dari makassar ke depok. Menurut os, sesak sering terjadi ketika malam dan pagi

hari dimana udara sangat dingin. Ketika melakukan pekerjaan terlalu berat, os juga sering

mengalami sesak disertai bunyi. Os bekerja sebagai ibu rumah tangga, dengan cathering kue

sebagai usaha sambilannya. Os bekerja di rumah. Os tidak bekerja di tempat yang berpolusi

tinggi.

Ketika sesak os biasa menggunakan fentolin inhaler. Apabila dirasa belum membaik,

os menggunakan obat minum lameson dan teosal. Apabila belum membaik, os memakai

nebulizer fentolin + bisolvon. Apabila dirasa belum membaik juga, os biasanya langsung ke

rumah sakit. Hal inilah yang membuat os datang ke UGD.

Os mempunyai riwayat asma sejak kecil. Untuk itu, Os sering kontrol ke dokter

spesialis paru agar mendapat penangan yang baik. Di dalam keluarga juga ada mempunyai

riwayat asma, yaitu orang tua os. Os mempunyai 3 saudara, 2 di antaranya terkena sinusitis

dan yang lain menderita alergi pada debu dan makanan tertentu, misalnya telur dan udang. Os

juga mengalami alergi makanan serupa, jika makan telur dan udang os gatal-gatal di seluruh

badan. Os juga mengaku alergi terhadap debu.

Penyakit Dahulu (Tahun, diisi bila ya (+), bila tidak (-))

(-)Cacar (-)Malaria (-)Batuginjal/Salurankemih

(+)Cacar air (-)Disentri (-)Burut (Hernia)

(-)Difteri (-)Hepatitis (-)Penyakit prostat

(-)Batuk rejan (-)Tifus abdominalis (-)Wasir

(-)Campak (-)Skrofula (-)Diabetes

(+)Influensa (-)Sifilis (+)Alergi

(-)Tonsilitis (-)Gonore (-)Tumor

(-)Korea (-)Hipertensi (-)PenyakitPembuluh

(-)Demam Rematik Akut (-)UlkusVentrikuli (-)Perdarahan otak

(-)Pneumonia (-)ulkusduodeni (-)Psikosis

3

(-)Pleuritis (+)Gastritis (-)Neurosis

(-)Tuberkulosis (-)Batu Empedu

Lain-lain: (+) Operasi (-)Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubungan Umur

(tahun)

JenisKelamin KeadaanKesehatan Penyebab

Kakek Tidak

diketahui

Laki-laki Meninggal Jantung

Nenek Tidak

diketahui

Perempuan Meninggal -

Ayah 68 Laki-laki Sehat -

Ibu 60 Perempuan Sehat -

Saudara 36 Laki-laki Sehat -

34 Perempuan Sehat -

32 Perempuan Sehat -

Anak-anak 10 Laki-laki Sehat -

Adakah kerabat yang menderita:

Penyakit Ya Tidak Hubungan

Alergi √ Saudara

Asma √ Ayah, Ibu

Tuberkulosis √

Artritis √

Rematisme √

4

Hipertensi √

Jantung √ Kakek

Ginjal √

Lambung √ Ibu

ANAMNESIS SISTEM

Catat keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang bersangkutan

Harap diisi: bila ya (+), bila tidak (-).

Kulit

(-)Bisul (-)Rambut (-)Keringat malam

(-)Kuku (-)Kuning/ikterus (-)Sianosis (-)Lain-lain

Kepala

(-)Trauma (-)Sakit kepala

(-)Sinkop (-)Nyeripada sinus

Mata

(-)Nyeri (-)Radang

(-)Sekret (-)Gangguan penglihatan

(-)Kuning/ikterus (+)Ketajaman penglihatan

Telinga

(-)Nyeri (-)Gangguan pendengaran

(-)Sekret (-)Kehilangan pendengaran

(-)Tinitus

Hidung

(-)Trauma (-)Gejala penyumbatan

(-)Nyeri (-)Gangguan penciuman

(-)Sekret (-)Pilek

(-)Epistaksis

5

Mulut

(-)Bibir (-)Lidah

(-)Gusi (-)Gangguan pengecap

(-)Selaput (-)Stomatitis

Tenggorokan

(-)Nyeri tenggorokan (-)Perubahan suara

Leher

(-)Benjolan (-)Nyeri leher

Dada (Jantung/Paru)

(-)Nyeri dada (+)Sesak napas

(-)Berdebar (-)Batuk darah

(-)Ortopnoe (+)Batuk

Abdomen (Lambung/Usus)

(-)Rasa kembung (-)Wasir

(-)Mual (-)Mencret

(-)Muntah (-)Tinja darah

(-)Muntah darah (-)Tinja berwarna dempul

(-)Sukar menelan (-)Tinja berwarna terang

(-)Nyeri perut,kolik (-)Benjolan

(-)Perut membesar

Salurankemih/AlatKelamin

(-)Disuria (-)Kencingnanah

(-)Stranguri (-)Kolik

(-)Poliuria (-)Oliguria

(-)Polakisuria (-)Anuria

(-)Hematuria (-)Retensiurin

(-)Kencingbatu (-)Kencing menetes

(-)Ngompol (tidak di sadari) (-)Penyakit prostat

Katanemia

6

(-)Lukore (-)Perdarahan

(-)Lain-lain

Haid

Haid terakhir : 1 bulan lalu

Teratur/tidak : Teratur

Gangguan haid : (-)

Jumlah dan lamanya : Sehari ganti pembalut sebanyak 3x, dan lamanya adalah 12 hari

Nyeri : (-)

Pasca Menopause : (-)

Menarche : Tidak diingat

Gejala Klimakterum : (-)

Saraf dan otot

(-)Anestesi (-)Sukar mengingat

(-)Parestesi (-)Ataksia

(-)Otot lemah (-)Hipo/Hiper-esthesi

(-)Kejang (-)Pingsan

(-)Afasia (-)Kedutan(‘tick’)

(-)Amnesia (-)Pusing (vertigo)

(-)Lain-lain (myalgia) (-)Gangguan bicara (Disarti)

Ekstremitas

(-)Bengkak (-)Deformitas

(-)Nyeri (-)Sianosis

BERAT BADAN

Berat badan rata-rata(Kg) : 50 kg

Berat tertinggi kapan(Kg) : 52 kg

Berat badan sekarang(Kg): 50 kg

Berat badan menurut pasien dirasa :

(+) Tetap ( )Turun (-) Naik

7

==================================================================

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran

Tempat lahir: (-) Dirumah (-)Rumah Bersalin (+)R.S.Bersalin

Ditolong oleh: (+)Dokter (-)Bidan (-)Dukun (-)Lain-lain

Riwayat Imunisasi

(-)Hepatitis (-)BCG (-)Campak (-)DPT (-)Polio (-)Tetanus

os lupa

Riwayat Makanan

Frekuensi/Hari : 2xsehari

Jumlah/Hari : cukup, 1 porsi

Variasi/Hari : baik

Nafsu makan : baik

Pendidikan

(-)SD (-)SLTP (-)SLTA (-)Sekolah Kejuruan

(-)Akademi (+)Universitas (-)Kursus (-)Tidak sekolah

Kesulitan

Keuangan: tidak ada

Pekerjaan: tidak ada

Keluarga : tidak ada

PEMERIKSAAN JASMANI

Pemeriksaaan umum

Tinggi badan : 153 cm

8

Berat badan : 50 kg

Tekanan darah : 100/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Suhu : 37°C

Pernapasan (frekuensi dan tipe) : 28x/menit (thorakoabdominal)

Keadaan gizi : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Sianosis : Tidak ada

Udema umum : Ada

Habitus : atletikus

Cara berjalan : baik

Mobilisasi(aktif/pasif) : aktif

Umur menurut perkiraan pemeriksa : sesuai umur OS

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : Wajar

Alam perasaan : Biasa

Proses pikir : Wajar

Kulit

Warna : kuning langsat Effloresensi : Tidak ada

Jaringan parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Terlihat

Suhu raba : Normal Lembab / kering : Lembab

Keringat : Umum Turgor : Normal

Ikterus : Tidak ada Lapisan lemak : normal

Edema : tidak ada

Kelenjar getah bening

Submandibula: Tidak teraba membesar Leher: Tidak teraba membesar

Supraklavikula: Tidak teraba membesar Ketiak: Tidak teraba membesar

Lipat paha: Tidak teraba membesar

Kepala

9

Ekspresi wajah : Wajar

Rambut : Merata, Warna rambut hitam

Pembuluh darah temporal : Teraba pulsasi

Simetri muka : Simetris

Mata

Exophthalmus : Tidak ada Enopthalmus : Tidak ada

Kelopak : udem (-) Lensa : Jernih

Konjungtiva : Tidak pucat Visus : - 3 ODS

Sklera : Tidak ikterik Gerakan mata : Normal ke segala arah

Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata: Normal per palpasi

Deviatio konjungae :Tidak ada Nystagmus : Tidak ada

Telinga

Tuli : Tidak Selaput pendengaran :Tidak dapat dinilai

Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada

Serumen : Ada Perdarahan : Tidak ada

Cairan : Tidak ada

Mulut

Bibir :Tidak sianosis Tonsil : Tidak hiperemis, T1-T1 tenang

Langit-langit: Utuh Bau pernapasan :Tidak ada bau

Gigi geligi: Utuh Trismus: Tidak ada

Faring : Normal tidak hiperemis Selaput lendir : Tidak hiperemis

Lidah: Tidak ada deviasi

Leher

Tekanan vena Jugularis (JVP) : 5+0 CmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar

Kelenjar Limfe : Tidak teraba membesar

Dada

Bentuk :Simetris

Pembuluh darah : Tidak tampak kolateral

10

Buah dada : Tidak ada kelainan

Paru

Depan Belakang

InspeksiKiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

KiriBenjolan (-), nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

Benjolan (-), nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

KananBenjolan (-), nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

Benjolan (-) , nyeri tekan (-)

Fremitus taktil simetris

PerkusiKiri Sonor Sonor

Kanan Sonor Sonor

AuskultasiKiri bronkovesikuler, Rh (-), Wh (+) bronkovesikuler, Rh (-), Wh (+)

Kanan bronkovesikuler, Rh (-), Wh (+) bronkovesikuler, Rh (-), Wh (+)

Jantung

Inspeksi Ictus cordis tidak tampak

Palpasi Ictus cordis teraba pada ICS V, di linea axillaris anterior, tidak

kuat angkat

Perkusi Batas atas : ICS II linea parasternal kiri.

Batas Pinggang Jantung : ICS III line sternalis kiri

Batas kiri : ICS IV, line axillaris anterior

Batas kanan : ICS IV, linea sternal kanan.

Auskultasi - A2 = A1 reguler murni, Murmur (-), Gallop (-)

- P2 = P1 reguler murni, Murmur (-), Gallop (-)

11

- M1 = M2 reguler murni, Murmur (-), Gallop (-)

- T1 = T2 reguler murni, Murmur (-), Gallop (-)

Pembuluh darah

Arteri Temporalis : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Karotis : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Brakhialis : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Radialis : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Femoralis : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Poplitea : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Tibialis Posterior : Teraba pulsasi (+2)

Arteri Dorsalis Pedis : Teraba pulsasi (+2)

Perut:

InspeksiWarna kulit kuning langsat, tidak terdapat striae, tidak

terdapat sikatrik

Palpasi

Dinding perut Supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-)

Hati Tidak teraba pembesaran

Limpa Tidak teraba pembesaran

Ginjal Ballotement -/-

Perkusi Timpani

Auskultasi Normoperistaltik

Refleks dinding perut Dalam batas normal

Anggota gerak

Kanan Kiri

12

Lengan

Otot Tonus Normotonus Normotonus

Massa Normal Normal

Sendi Aktif Aktif

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Lain – lain - -

Tungkai dan kaki

Luka - -

Varises - -

Otot Tonus Normotonus Normotonus

Massa Normal Normal

Sendi Aktif Aktif

Gerakan Aktif Aktif

Kekuatan +5 +5

Edema - -

Lain – lain - -

Refleks

Refleks

tendon

Bisep +2 +2

Trisep +2 +2

Patella +2 +2

Achilles +2 +2

Kremaster Tidak dilakukan Tidak dilakukan

13

Refleks patologis - -

Colok dubur : Tidak dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

-

ANALISIS MASALAH

1. Serangan asma ringan pada asma persisten sedang

Differential Diagnosis:

Bronkitis kronis

emfisema

PENGKAJIAN MASALAH

1. Serangan asma ringan pada asma persisten sedang

Anamnesis:

- Os datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari smrs. Sesak disertai bunyi

mengi. Sesak terjadi ketika malam dan menjelang pagi ketika udara sangat

dingin. Ketika sesak os masih bisa berbicara banyak kata dan berjalan sendiri.

Sesak tidak terjadi ketika beraktivitas.

- Keluhan seperti ini berulang setiap hari sehingga mengganggu aktifitas dan

tidur.

- Os mempunyai riwayat asma sejak kecil.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

TTV

oTD : 100/70 mmHg

oS : 37 OC

oRR : 28x/menit

14

oN : 80 x/menit

Paru

Vocal fremitus kiri = kanan

Vocal resonan kiri = kanan

Perkusi sonor

Suara napas bronkovesikuler +/+, Rh -/-, Wh +/+

Ekstremitas: tidak ada sianosis

Dasar diagnosis:

Dari anamnesis, os mengalami sesak nafas yang diserat dengan bunyi mengi. Terjadi

ketika malam dan menjelang pagi. Sesak disertai bunyi berulang, os mempunyai

rowayat asma sejak kcil. Dalam keluarga os ada yang mempunyai riwayat asma dan

alergi. Gejala tersebut sesuatu dengan gejala klinis asma berdasarkan PAPDI dan

buku paru.

Berdasarkan kriteria GINA, os termasuk dalam serangan asma ringan karena masih

dapat berbicara banyak kata dan berjalan sendiri. Nadi < 100x/mnt, tidak ada tanda

sianosis. Digolongkan asma persisten sedang karena os mengalami gejala setiap hari,

menggangu aktivitas dan tidur, dan os menggunakan bronkodilator setiap hari.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan ekspirasi memanjang, wheezing (berdasarkan

PAPDI)

Different diagnosis

a. Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3

bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai

sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan

disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Yang tidak mendukung diagnosis:

Tidak ada riwayat merokok ataupun bekerja ditempat dengan tingkat polusi tinggi

b. Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi

jarang menyertainya.

Yang tidak mendukung diagnosis:

Sesak nafas tidak disertai mengi

15

Terapi:

Oksigen

Nebu fentolin + NaCL

Jika tidak ada respon, gunakan kortikosteroid sistemik. Seperti prednisolon.

TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

16

Asma adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1). Obstruksi saluran nafas yang

reversible (tetapi tidak lengkap pada beberapa pasien) baik secara spontan maupun

dengan pengobatan; 2). Inflamasi saluran nafas; 3). Peningkatan respon saluran nafas

terhadap berbagai rangsanan (hiperaktivitas).1

Obstruksi saluran nafas ini memberikan gejala-gejala asma seperti batuk, mengi, dan

sesak napas. Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis

kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkunan. Pada

masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbandig anak perempuan

1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan pada

masa menopause perempuan lebih banyak laki-laki. Umumnya prevalensi asma anak

lebih tinggi dari dewasa, tetapi ada pula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih

tinggi dari anak. Angka ini juga berbeda-beda antara satu kota dengan kota yang lain

di negara yang sama. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.1

DEFINISI

Menurut NHLBI (National Heart, Lung, and Blood Institute), asma adalah penyakit

kronik saluran nafas dimana banyak sel berperan terutama sel mast, eosinofil, limfosit

T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel. Pada individu rentan proses inflamasi tersebut

menyebabkan wheezing berulang, sesak nafas, dada terasa penuh (chest tightness) dan

batuk terutama malam dan atau menjelang pagi.2

FAKTOR RISIKO1,2

1. Genetik

2. Gender dan ras

Asma pada anak lebih sering dijumpai pada anak laki-laki tetapi menjadi

berlawanan pada pubertas dan dewasa. Prevalensi secara keseluruhan wanita

lebih banyak daripada pria.

3. Faktor lingkungan

Alergen dan occupational factor adalah penyebab terpenting dari asma.

Alregen indoor yang penting adalah domestic (house dust) mites, alergen

hewan (kucing, anjing), alergen kecoak dan jamur (aspergilus, cladosporium

dan candida). House dust terutama beberapa senyawa organik dan inorganik

termasuk insect dan faeses insect, spora jamur. Alergen outdoor yaitu pollen

terutama dari pohon, weeds, dan rumput.

17

4. Polusi udara

Polutan di luar dan dalam rumah mempunyai kontribusi perburukan gejala

asma dengan mentriger bronkokonstriksi, peningkatan hiperresponsif saluran

nafas dan peningkatan respons terhadap aeroalergen.

KLASIFIKASI

Klasifikasi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA)3

Klasifikasi asma terkontrol menurut GINA (2011)3

Karakterikstik Terkontrol Terkontrol sebagian

Tidak terkontrol

Gejala harian Tidak ada (dua kali atau kurang dalam

seminggu)

Lebih dari dua kali seminggu

Tiga atau lebih gejala dalam kategori asma

terkontrol sebagian, muncul sewaktu-waktu

dalam seminggu

Pembatas aktivitas Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu

Gejala nokturnal / gangguan tidur

(terbangun malam hari)

Tidak ada Sewaktu-waktu dalam seminggu

Kebutuhan akan reliever atau terapi

rescue

Tidak ada (dua kali atau kurang dalam

seminggu)

Lebih dari dua kali dalam seminggu

Fungsi paru (PEV atau FEV1)

Normal <80% nilai prediksi dalam beberapa hari

klasifikasi asma menurut derajat serangan (GINA, 2006)3

18

PATOGENESIS

Asma merupakan penyakit inflamasi kronis yang melibatkan beberapa sel.

Inflamasi kronis mengakibatkan dilepaskannya beberapa macam mediator yang dapat

19

mengaktivasi sel target di saluran nafas dan mengakibatkan bronkokonstriksi,

kebocoran mikrovaskuler dan edema, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf .

Pada asma terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel

epitel, kebocoran mikrovaskuler, dan mekanisme saraf. 1,2,4

Hiperresponsif bronkus adalah respon bronkus yang berlebihan akibat berbagai

rangsangan dan menyebabkan penyempitan bronkus. Peningkatan respons bronkus

biasanya mengikuti paparan alergen, infeksi virus pada saluran nafas atas, atau

paparan bahan kimia. Hiperesponsif bronkus dihubungkan dengan proses inflamasi

saluran napas. Pemeriksaan histopatologi pada penderita asma didapatkan infiltrasi sel

radang, kerusakan epitel bronkus, dan produksi sekret yang sangat kental. Meskipun

ada beberapa bentuk rangsangan, untuk terjadinya respon inflamasi pada asma

mempunyai ciri khas yaitu infiltrasi sel eosinofil dan limfosit T disertai pelepasan

epitel bronkus.1,2,4

Pada saluran napas banyak didapatkan sel mast, terutama di epitel bronkus dan

dinding alveolus, sel mast mengandung neutral triptase. Triptase mempunyai

bermacam aktivitas proteolitik antara lain aktivasi komplemen, pemecahan fibrinogen

dan pembentukan kinin. Sel mast mengeluarkan berbagai mediator seperti histamin,

prostaglandin-D2 (PGD2), dan Leukotrien-C4 (LTC4) yang berperan pada

bronkokonstriksi. Sel mast juga mengeluarkan enzim tripase yang dapat memecah

peptida yang disebut vasoactive intestinal peptide (VIP) dan heparin. VIP bersifat

sebagai bronkodilator . Heparin berperan dalam mekanisme anti inflamasi, heparin

mengubah basic protein yang dikeluarkan oleh eosinofil menjadi tidak aktif. 1,2,4

Makrofag terdapat pada lumen saluran nafas dalam jumlah banyak, diaktivasi

oleh Ig E dependent mechanism sehingga makrofag berperan dalam proses inflamasi

pada penderita asma. Makrofag melepaskan mediator seperti tromboksan A2,

prostaglandin, platelet activating factor, leukotrien-B4 (LTB4), tumor necrosis factor

(TNF), interleukin-1 (IL-1), reaksi komplemen dan radikal bebas oksigen. Berbeda

dengan sel mast, pelepasan mediator oleh makrofag dapat dihambat dengan

pemberian steroid tetapi tidak oleh golongan agonis beta-2. Infiltrasi eosinofil di

saluran napas, merupakan gambaran khas untuk penderita asma. Inhalasi alergen

menyebabkan peningkatan eosinofil pada cairan bilasan bronkoalveolar pada saat itu

dan beberapa saat sesudahnya (reaksi lambat). Terdapat hubungan langsung antara

jumlah eosinofil pada darah perifer dan pada bilasan bronkoalveolar dengan

hiperresponsif bronkus. Eosinofil melepaskan mediator seperti LTC4, platelet

20

activating factor (PAF), radikal bebas oksigen, mayor basic protein (MBP), dan

eosinofil derived neurotoxin (EDN) yang bersifat sangat toksik untuk saluran

napas.1,2,4

Neutrofil banyak dijumpai pada asma yang diakibatkan oleh kerja. Neutrofil

diduga menyebabkan kerusakan epitel oleh karena pelepasan metabolit oksigen,

protease dan bahan kationik. Neutrofil merupakan sumber mediator seperti

prostaglandin, tromboxan, leukotrien-B4 (LTB4), dan PAF. Limfosit T diduga

mempunyai peranan penting dalam respon inflamasi asma, karena masuknya antigen

ke dalam tubuh melalui antigen reseptor complemen-D3 (CD3). Secara fungsional

CD3 dibagi menjadi 2 yaitu CD4 dan CD8. Limfosit T CD4 setelah diaktivasi oleh

antigen, akan melepaskan mediator protein yang disebut limfokin. Limfokin dapat

mengumpulkan dan mengaktifkan sel granulosit. 1,2,4

Limfosit T CD4 merupakan sumber terbesar dari IL-5. Zat IL-5 dapat

merangsang maturasi dan produksi sel granulosit dari sel prekursor, memperpanjang

kehidupan sel granulosit dari beberapa hari sampai beberapa minggu, bersifat

kemotaksis untuk sel eosinofil, merangsang eosinofil untuk meningkatkan aktivitas

respon efektor, mengaktivasi limfosit B untuk membuat antibodi yang dapat

menimbulkan respon imun. 1,2,4

Kerusakan sel epitel saluran napas dapat disebabkan oleh karena basic protein

yang dilepaskan oleh eosinofil atau pelepasan radikal bebas oksigen dari bermacam-

macam sel inflamasi dan mengakibatkan edema mukosa . Sel epitel sendiri juga

mengeluarkan mediator. Kerusakan pada epitel bronkus merupakan kunci terjadinya

hiperresponsif bronkus, ini mungkin dapat menerangkan berbagai mekanisme

hiperresponsif bronkus oleh karena paparan ozon, infeksi virus, dan alergen. Pada

manusia, epitel bronkus dan trakea dapat membentuk PGE2 dan PGF2 alfa serta 12

dan 15 hydroxyicosotetraenoic (12- HETE dan 15-HETE). 15-HETE bersifat

kemotaksis terhadap eosinofil. Kerusakan epitel mempunyai peranan terhadap

terjadinya hiperresponsif bronkus melalui cara pelepasan epitel yang menyebabkan

hilangnya pertahanan, sehingga bila terinhalasi, bahan iritan akan langsung mengenai

submukosa yang seharusnya terlindungi. Pelepasan epitel bronkus meningkatkan

kepekaan otot polos bronkus terhadap bahan spasmogen. Kerusakan epitel bronkus

menyebabkan ujung saraf perifer langsung terkena paparan atau teraktivasi oleh

mediator inflamasi sehingga mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui mekanisme

21

akson refleks. Sel epitel mungkin dapat memproduksi enzim yang merusak mediator,

yaitu neutral actoenzym endopeptidase yang dapat merusak bradikinin dan substan-P.

Mekanisme kebocoran mikrovaskuler terjadi pada pembuluh darah venula akhir

kapiler. Beberapa mediator seperti histamin, bradikinin, dan leukotrin dapat

menyebabkan kontraksi sel endotel sehingga terjadi ekstravasasi makromolekul.

Kebocoran mikrovaskuler mengakibatkan edema saluran napas sehingga terjadi

pelepasan epitel, diikuti penebalan submukosa. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tahanan saluran napas dan merangsang konstraksi otot polos bronkus.

Adrenalin dan kortikosteroid dapat mengurangi kebocoran mikrovaskuler pada

saluran napas. Penurunan adrenalin dan kortikosteroid pada malam hari

mengakibatkan terjadinya pelepasan mediator dan dalam terjadinya asma pada

malam hari. 1,2,4

Pengaruh mekanisme saraf otonom pada hiperresponsif bronkus dan patogenesis

asma masih belum jelas, hal ini dikarenakan perubahan pada tonus bronkus terjadi

sangat cepat. Peranan saraf otonom kolinergik, adrenergik, dan nonadrenergik

terhadap saluran napas telah diidentifikasi. Beberapa mediator inflamasi mempunyai

efek pada pelepasan neurotransmiter dan mengakibatkan terjadinya reaksi reseptor

saraf otonom . Saraf otonom mengatur fungsi saluran nafas melalui berbagai aspek

seperti tonus otot polos saluran napas, sekresi mukosa, aliran darah, permeabilitas

mikrovaskuler, migrasi, dan pelepasan sel inflamasi. Peran saraf kolinergik paling

dominan sebagai penyebab peneliti melaporkan bahwa rangsangan yang disebabkan

oleh sulfur dioksida, prostaglandin, histamin dan bradikinin akan merangsang saraf

aferen dan menyebabkan bronkokonstriksi. Bronkokonstriksi lebih sering disebabkan

karena rangsangan reseptor sensorik pada saluran napas (reseptor iritan, C-fibre) oleh

mediator inflamasi. 1,2,4

Mekanisme adrenergik meliputi saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam

darah, reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis

adrenergik memperlihatkan perbaikan gejala pada penderita asma, hal ini

menunjukkan adanya defek mekanisme adrenergik pada penderita asma. Saraf

adrenergik tidak mengendalikan otot polos saluran napas secara langsung, tetapi

melalui katekolamin yang beredar dalam darah.

DIAGNOSIS

22

Diagnosis didasarkan pada gejala klinis, riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak nafas.

Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma

alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa

disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan mengeluarkan

sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien

asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough

variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan

spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan

metakolin.1,2,5

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai ekspirasi memanjang, mengi, hiperinflasi

dada, pernafasan cepat sampai sianosis.1

PEMERIKSAAN PENUNJANG1,2,4,5

1. Spirometri

Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan kapasiti vital paksa

(KVP) dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui prosedur yang standar.

Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan penderita sehingga

dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi penderita. Untuk

mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang

reproducible dan acceptable. Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio

VEP1/ KVP < 75% atau VEP1 < 80% nilai prediksi.

Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :

Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau VEP1

< 80% nilai prediksi.

Reversibiliti, yaitu perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah

inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian

bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/

oral) 2 minggu. Reversibiliti ini dapat membantu diagnosis asma

Menilai derajat berat asma

23

2. Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita

dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi

bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan

secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji

provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja

(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan

histamin.

3. Pemeriksaan sputum

Sputum eosinofil sangat karakterikstik untuk asma, sedangkan neutrofil sangat

dominan untuk bronkitis kronik. Selain untuk melihat adanya esinofil, kristal

charcot-Leyden, dan spiral curhsmann, pemeriksaan ini oenting untuk melihat

adanya miselium aspergillus fumigatus.

4. Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan penyakit lain yang

memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,

pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran

radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

5. Pemeriksaan IgE.

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik

pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus.

Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan

darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil

uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

6. Analisa gas darah

Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan,

terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg) kemudian pada stadium

yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normokapnia.

Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadinya hiperkapnia (PaCO2 > 45

mmHg0, hipoksemia, dan asidosis respiratorik

TATALAKSANA1,4-6

24

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam

melakukan aktiviti sehari-hari.

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma

terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa :

a. Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

b. Pengobatan Medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

1. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol

asma, diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan

asma terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah,

yang termasuk obat pengontrol : 

a. Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma.

Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan

hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan

berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan

bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

25

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

 

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

 

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

 

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

 

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

 

 

b.  Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat

indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik

daripada steroid oral jangka panjang.

c. Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada

asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk

menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

d. Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek

ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat

dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan

pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

26

e. Agonis beta-2 kerja lama

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol

dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti

lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan

pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-2

Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol

Prokaterol

Salbutamol/ Albuterol

Terbutalin

Pirbuterol

Formoterol

Lambat Salmeterol

 

f. Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya

melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan

menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.

Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan

obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah

diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis

reseptor leukotrien sisteinil).

 

2. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut

seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas

atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah

27

a. Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja

(onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu

relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,

menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan

mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan

sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

b. Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih

lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

c. Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu

juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk

dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

d. Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.

Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia

lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat

diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside

monitoring).

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila

28

dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat

Asma

Medikasi pengontrol

harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif

lain

Asma

Intermiten

Tidak perlu -------- -------

Asma

Persisten

Ringan

Glukokortikosteroid

inhalasi (200-400 ug

BD/hari atau

ekivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers

------

Asma

Persisten

Sedang

 

Kombinasi inhalasi

glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari

atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja

lama

Glukokortikosteroid inhalasi

(400-800 ug BD atau

ekivalennya) ditambah Teofilin

lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi

(400-800 ug BD atau

ekivalennya) ditambah agonis

beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi

dosis tinggi (>800 ug BD atau

ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi

(400-800 ug BD atau

ekivalennya) ditambah

leukotriene modifiers

Ditambah

agonis

beta-2

kerja lama

oral, atau

Ditambah

teofilin

lepas

lambat

Asma

Persisten

Berat

 

Kombinasi inhalasi

glukokortikosteroid (>

800 ug BD atau

ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja

lama, ditambah 1 di

bawah ini:

teofilin lepas lambat

Prednisolon/ metilprednisolon oral

selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2 kerja lama

oral, ditambah teofilin lepas lambat

29

leukotriene modifiers

glukokortikosteroid

oral

DAFTAR PUSTAKA

1. Sundaru Heru, Sukamto. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 ed.V: asma

bronkial. 2009. Jakarta: interna publishing. Hal:404-14.

2. Ward Jeremy, Ward Jane, Leach Richard, Wiener Charles. At a glance: Sistem

Respirasi ed II. Jakarta: Erlangga. 2006.

3. Global Initiative foa Asthma (GINA). 2012. Global Strategy fos Asthma

Management and Prevention, diakses pada tanggal 6 agustus 2014 dari

http://www.ginasthma.com/Guidelineitem.asp?intld=1170

4. Rengganis Iris. Nov, 2008. Diagnosis dan tatalaksana asma bronkial. Volume

58, No. 11. http://indonesia.digitaljournals.org. Diunduh tanggal 6 agustus

2014.

5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma: Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: PDPI. 2004

6. Djojodibroto R.D. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC. 2009

30