pemberdayaan zakat pada yayasan baitulmaal bank...
TRANSCRIPT
PEMBERDAYAAN ZAKAT PADA YAYASAN
BAITULMAAL BANK RAKYAT INDONESIA
(YBMBRI) PUSAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Komunikasi Islam Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh :
ADE NAFISAH NIM : 105053001810
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010 M
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRRAHIM
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdullah, rasa syukur kehadirat Allah SWT, Atas nikmat dan
inayahnya penyusun haturkan, atas terselesaikannya skripsi yang penyusun beri
judul “Manajemen Dana Sosial Yayasan BaitulMaal Bank Rakyat Indonesia
Jakarta (YBMBRI JAKARTA)”. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Dengan terselesaikannya skripsi ini, diharapkan maksud dan tujuan saya sebagai
penyusun dapat tercapai yaitu sebagai berikut:
Dapat menjadi panduan para pengurus PUSAT, KANWIL, KANINS DAN
KANCA BRI seluruh indonesia dalam melaksanakan kegitannya. 2) Sebagai upaya
optimalisasi dana sosial (ZIS) dilingkungan BRI. 3) Dapat menjadi Referensi bagi para
mahasiswa dalam tugas-tugas perkuliahan yang berkaitan dengan “Manajemen Dana
Sosial Yayasan BaitulMaal BRI Jakarta”. 4) Dapat menumbuhkan ghiroh para kaum
muslimin untuk turut serta mengajak seluruh lapisan masyarakat berbondong-bondong
untuk memajukan umat dengan cara menjadi Muzakki, Khususnya di YBMBRI
JAKARTA.
Selanjutnya atas nama pribadi, penyusun mengucapkan terima kasih yangb
sebanyak-banyaknya dan setinggi-tingginya pada seluruh pihat yang telah
membantu baik moril maupun materil demi tersusunya skripsi ini yang tidak dapat
penyusun sebutkan satu persatu, khususnya kepada
1. Teruntuk Mama tercinta Ummi Hj. Nurhayati Zen (Al- marhumah) yang telah
melahirkan, mendidik, dan memberikan motivasi selama hidup beliau,
sehingga penyusun dapat menyelasaikan gelar S1 yang begitu beliau harapkan
selama hidupnya, semoga allah menerima amal ibadah beliau dan ditempatkan
di surga Firdausnya Amin.
2. Terima kasih teruntuk ayahanda tercinta Bpk. H. Abdulloh As‟ad Zaini yang
juga dengan sabar membimbing dan mengizinkan penyusun untuk dapat
mengecap pendidikan di kampus tercinta ini.
3. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada sahabat, pendamping masa
depan (Izmoel A‟zhom) yang teah banyak dan sudi meluangkan waktu,
materil, dan suporta. Sudi menjadi tempat shering yang baik yang tak kenal
lelah sampai terselesaikan. Semoga menjadi pendamping masa depan yang
dapat memberikan ketenteraman lahir dan batin dan membawa kebaikan dan
keberkahan untuk masa depan kami yang lebih baik.
4. Pembimbing Bapak Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA yang telah banyak
memberi masukan-masukan positif karena berkat bimbingan beliau skripsi ini
dapat tersusun dengan baik.
5. Seluruh jajaran Sifitas Akademika Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta)>
6. Teman-teman dan sahabat seperjuangan Jurusan Manajemen Dakwah (MD 8)
khususnya Angkatan 2005-2006 yang sudah setia menjadi teman-teman
terbaik selama sama-sama menjadi mahasiswa tanpa kalian semua perjalanan
perkuliahan yang telah banyak memberikan warna dalam perjalanan
perkuliahan.
7. Saudara-saudara adik-adik dan kakak-kaka que kampus tercinta ini. Yang juga
banyak memberikan masukan dan support. Terima kasih.
8. Rekan-rekan organisasi BMJ-MD semoga apa yang dapat di organisasi
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, semoga amal,
kepedulian dan rasa empati, bantuan, materil saudara-saudara sekalian di balas
kebaikan oleh Allah SWT. Dan dapat menjadi pemacu semangat tuk masa
depan yang jauh lebih baik di masa-masa selanjutnya, dijadikan sebagai
pemberat timbangan di akhirat sehingga kita ditempatkan bersama para Nabi
dan kekasihnya.
Perkenankanlah penyusun mendoakan Bapak/Ibu saudara-saudara sekalian
dengan doa yang menjadi keharusan saya untuk selalu memanjatkan kehadiran
Allah SWT, semoga Allah SWT membalas segala yang telah Bapak/Ibu saudara-
saudara lakukan kepada saya dan Allah memberikan keberkahan pada kehidupan
yang masih tersisa. Amin ya rabbal „alamin.
Wabillahitauf walhidayah
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun,
Ade Nafisah.
vii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Manajemen Dana Sosial Yayasan Baitulmaal BRI
Jakarta” telah diujikan dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Dakwah dan
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal .................... Skripsi
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Program Strata Satu (S1) pada Jurusan Manajemen Dakwah.
Jakarta, ................................
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
_______________________ _______________________
Penguji Pembimbing
_______________________ Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA
MANAJEMEN DANA SOSIAL
YAYASAN BAITULMAAL BRI JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Sosial Islam Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh :
ADE NAFISAH
NIM : 105053001810
Dibawah Bimbingan :
Drs. Hasanudin Ibnu Hibban, MA
NIP. 196606051994031005
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010 M
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..............................
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .......................
D. Metodologi Penelitian ......................................................
E. Tinjauan Pustaka ..............................................................
F. Sistematika Penulisan ......................................................
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pemberdayaan ..................................................................
B. Pengertian Zakat ..............................................................
C. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam ..........................
D. Beberapa Ketentuan Umum Tentang Zakat Dalam
Hukum Islam ....................................................................
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL
MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI)
A. Profil YBM BRI ...............................................................
v
B. Struktur Organisasi YBM BRI ........................................
C. Sumber dan Penggunaan Dana YBM BRI ......................
D. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI ..................
BABA IV ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT
YBM BRI
A. Bentuk Program Pendayagunaan Melalui Efektivitas
Pengelolaan Dana ZIS .....................................................
B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Zakat YBM BRI ........
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI ..................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .....................................................................
B. Saran-Saran ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
PEMBERDAYAAN ZAKAT PADA
YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT
INDONESIA (YBMB BRI) PUSAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai
Gelar Sarjana Komunikasi Islam
Dalam Bidang Manajemen Dakwah
Disusun Oleh :
ADE NAFISAH
NIM : 105053001810
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1432 H / 2011 M
PEMBERDAYAAN ZAKAT, PADA YAYASAN BAITUL MAAL
BANK RAKYAT INDONESIA (YBMB BRI) PUSAT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT telah menciptakan umat manusia dan segala apa yang ada di
bumi dan di langit serta diantara keduanya. Karena itu Dialah pemilik mutlak
segala isi bumi, isi langit dan diantara keduanya itu, tidak sekutu dalam
pemilikannya. Seperti yang tertera dalam al-Qur’an surat Yunus : 55
Artinya: “ Ingatlah sesungguhnya kepunyaan Allah apa yang ada di langit
dan dibumi. Ingatlah sesunggunhnya janji Allah itu benar, tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui.“1 (Yunus/ 10 : 55).
Dia menciptakan segala isi bumi ini bagi kepentingan kehidupan
seluruh umat manusia, ciptaanNya. Hal ini tertera dalam al-Qur’an surat Al-
Baqarah : 29)
1 Suparman Usman, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002), h. 157.
Artinya: “ Dialah Allah yang menjadikan segala yang da dibumi untuk kamu
dan dia berkehendak menuju langit lalu dijadikannya tujuh langit, dan Dia
mengetahui segala sesuatu”. (al- Baaqarah/ 2 : 29).
Salah satu kebutuhan hidup manusia adalah harta benda (materi).
Manusia cenderung untuk mengumpulkan dan menguasai harta benda tersebut
tanpa batas, sampai ia menemui ajalnnya. Kerasukan dan ketamakan manusia
dalam menguasai harta benda tersebut, kadang-kadang melampaui batas,
melebihi nafsu binatang, yang dapat menurunkan martabat nilai-nilai
kemanusiaannya.2 dalam rangka menciptankan, menjaga dan memelihara
kemaslamatan hidup serta martabat kehormatan manusia, Allah SWT
menciptakan syariat yang mengatur tatacara mendapatkan dan memanfaatkan
harta benda. Tata aturan ini antara lain syariat zakat.
Harta benda tidak boleh hanya dimiliki oleh pemilik (nisbi) harta
tersebut, namun juga harus dinikmati oleh orang lain, sesuai dengan cara yang
telah di atur oleh Allah SWT. Pada setiap pemilikan seseorang, selalu ada hak
orang lain didalamnya, jadi fungsi sosial (haq al-jama’ah), karena pada
dasarnya harta itu ditujukan bagi kepentingan seluruh umat manusia.
Pemanfaatan harta tersebut disamping bisa dirasakan oleh pemiliknya, juga
bisa dirasakan oleh mannusia lainnya.
Karena harta benda itu diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka
Allah SWT menentukan cara pemanfaatan harta tersebut, agar bisa dirasakan
manfaatnya oleh seluruh umat manusia. Cara pemanfaatan harta benda itu
ialah melalui zakat, infak, sadaqah, wakaf, kurban, wasiat. Dengan demikian
2 Ibid. h. 158
maka zakat merupakan slah satu bentuk ibadat maaliyah, yaitu bentuk ibadat
yang dilakukan melalui pengeluaran atau pemanfaatan harta benda yang
dimiliki oleh seseorang. Zakat sebagai bentuk ibadat amaliyah mempunyai
kedudukan sebagai salah satu rukun islam dan sendi-sendi Islam, disamping
rukun islam lainnya yaitu syahadatain, shalat, shaum, dan haji.
Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah SWT bagi
kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan setiap manusia berbeda, ada
yang memiliki harta benda yang melebihi batas nisab zakat (kaya), ada yang
memiliki harta benda tapi tidak sampai nisab zakat, namun ada pula yang
tidak memilki harta benda, atau harta benda yang dimilkinnya tidak
memenuhi keperluan hhidupnya (mustahiq Zakat seperti fuqara, masakin dan
seterusnya).
Menurut konsep syariah, dalam setiap rezeki yang diperoleh oleh
seseoarang, melekat hak orang-orang miskin. Prinsip inilah yang merupakan
ciri khas dari syariat islam yang menekankan pada prinsip keadilan dan
kemaslahatan seluruh umat. Hal ini berbeda dengan prinsip yang digunakan
dalam konsep ekonomi barat, yang menganggap hak milik bersifat absolute,
dapat dipertahankan terhadap setiap orang kapan saja dan bersifat mengikuti
orang yang memilikinya (droit de suit).3
Tidak seluruh hakm milik itu merupakan kekuasaan absolute dari
pemiliknya, tetapi sebagian dari hak milik tersebut adalah hak orang lain dan
karena itu wajib diberikan kepada fakir miskin. Tujuan dari konsep zakat ini
3 Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syari’ah Menyongsong Berlakunya
UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang
Peradilan Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 125.
adalah untuk membersihkan harta yang dimiliki oleh seseorang itu dari unsur-
unsur negatif yang melekat pada harta itu, dan juga merupakan konsep untuk
mengentaskan kemiskinan melalui pendistribusian aset dari pihak yang
mampu kepada golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan konsep
pencapainnya kesejahteraan bersama.
Gerakan zakat di Indonesia dimulai dengan tumbuhnya lembaga-
lembaga amil zakat sejak berdirinya Dompet Dhu’afa pada tahun 1993.
Sebelumnya sudah lebih dulu ada Bazis DKI yang dikelola pemda DKI
namun belum merupakan gerakan masyarakat. Kelahiran lembaga-lembaga
amil zakat profesional dan kiprahnya yang semakin massif di masyarakat
selanjutnya mendorong lahirnya FOZ (forum zakat) yang merupakan asosiasi
lembaga-lembaga zakat di Indonesia. Bangunan gerakan zakat semakin
lengkap dengan lahirnya IMZ akhir tahun 2000 yang berfungsi mendorong
kinerja lembaga dan melahirkan amil zakat profesional. Saat ini muncul
nama-nama lembaga yang dikenal masyarakat seperti Dompet Dhuafa, PKPU,
Rumah Zakat, DPU Daarut Tauhid, Al-Azhar dll.4
Dengan lahirnya berbagai lembaga yang mengelola ZIS, maka timbul
satu pertanyaan, apakah pelaksanaan ZIS selama ini telah dikelola secara
efektif dan efisien mungkin oleh lembaga-lembaga yang ada. Sehingga
indikasi yang timbul adalah kerancuan-kerancuan dalam pengelolaan zakat
dan tidak jarang terjadi perbenturan kepentingan dan keinginan hawa nafsu
dalam mendistribusikan harta zakat.
4 Artikel diakses pada 13 Februari 2008 dari http ://www.id.wikipedia.org/wiki/Zakat-
46k-Tembolok
Di Indonesia, peranan organisasi pengelola zakat telah diatur dalam
Undang-undang. Munculnya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat tela memberikan kepastian hukum terhadap status
organisasi pengelola zakat. Dalam undang-undang tersebut dikenal dua
macam organisasi pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang di
bentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sepenhnya
dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah. Dengan adanya
organisasi pengelola zakat maka pengaturan penarikan dan distribusi zakat
dapat lebih dikelola.
Organisasi pengelola zakat dalam tugasnya hanya memiliki dua fungsi
yaitu pengumpul dana dan penyalur dana. Untuk bisa melaksanakan keduanya
menurut keputusan Menteri Agama No 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan
Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, sebuah
organisasi pengelola zakat harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Berbadan hukum.
2) Memiliki data muzakki dan mustahiq
3) Memiliki program kerja
4) Memiliki pembukuan
5) Melampirkan surat persyaratan bersedia di audit.
Dalam pengelolaan zakat maka organisasi pengelola zakat harus
mengelolanya dengan amanah, profesional dan transparan. Ketiga hal tersebut
oleh institut Manajemen Zakat disebut dengan “ Good Organization
Govermence”.5
Dalam rangka menegelola dan memberdayakan potensi zakat sebagai
kekuatan ekonomi masyarakat, maka keberadaan institusi zakat sebagai
lembaga publik yang ada di masyarakat menjadi penting. Sebagaimana yang
di ungkapkan oleh Yusuf Qardawi : “Zakat bukan hanya sekedar kemurahan
individu, melalui sistem tata sosial yang dikelola oleh negara melalui aparat
tersendiri. Aparata ini mengatur semua permaslahannya, mulai dari
pengumpulan dari para wajib zakat hingga pendistribusiannya kepada mereka
yang berhak”.6
Kesadaran akan pentingnya mengelola zakat, infak, shadaqah secara
profesional sebenarnya sudah lama muncul sejak lama. Hal ini karena kaum
muslim sadar bahwa potensi ekonomi zakat muslim Indonesia sangat besar.
Namun, belum terdapat sebuah upaya sistematik untuk mengelola potensi
ekonomi yang demikian besar itu. Dengan demikian, dana zakat yang
demikian besar itu tidak dikelola dengan baik. Zakat, infak, sadaqah secara
konsumtif oleh para mustahik.7
Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu pengelolaan
yang mampu mendayagunakan seluruh potensi zakat. Sedang untuk
mendistribusikan dan mengelola dana zakat tersebut diperlukan penganganan
5 (Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008
dari http://www.mail archive.com/[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok. 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat : “Studi Komparatif Mengenai Staus dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Quran dan Hadis.”, (Bandung : Penerbit Mizan, 1999), cet ke 5 h. 18. 7 Kusmana, Bunga Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta : IAIN Indonesia
Social Equity Project, 2006), h. 23-24.
konsep manajemen yang tepat dengan memprhatikan beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi pola pelaksana sistem zakat.
Pada prinsipnya, zakat harus diterima secara langsung oleh mustahik.
Meskipun demikian, memang diperlukan suatu kebijakan dan kecermatan
dalam mempertimbangkan kebutuhan nyata dari mereka, termasuk
kemampuan mereka dalam menggunakan dana zakat yang mengarah pada
peningkatan kesejahteraan hidupnya, sehingga pada gilirannya yang
bersangkutan tidak lagi menjadi mustahik zakat, tetapi mungkin menjadi
pemberi zakatt (muzakki).
Jadi, zakat diarahkan untuk bukan semata-mata keperluan sesaat yang
sifatnya konsumtif. Seyogianya mustahik tidak diberi zakat lalu dibiarkan
tanpa ada pembinaan yang mengarah pada peningkatan yang telah disebutkan
tadi.
Sebenarnya, bila kita memperhatikan keadaan fakir miskin maka tetap
ada zakat konsumtif, walaupun ada kemungkinanan melaksanakan zakat
produktif. Contohnya, seperti anak-anak yatim, maka zakat konsumtif tidak
bisa dihindari, mereka wajib disantuni dari sumber-sumber zakat dan infaq
lainnya. Kemudian bagi mereka yang masih kuat bekerja dan bisa mandiri
dalam menjalankan usaha, maka menurut hemat penulis, dapat ditempuh
dengan cara memberi modal yang sifatnya produktif, untuk diolah dan
dikembangkan.8
8 M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2000), cet 3 h. 22-23.
Kini, setelah adanya Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan Zakat, memberi peluang besar untuk mengelola zakat oleh
lembaga pengelola zakat secara profesional. Maka di kampanyekanlah zakat
produktif untuk membangun ekonomi mustahik yang diharapkan suatu saat
bisa menjadi muzakki, bukan mustahik lagi.
Pada tahun 2001, tahun dimana bangsa kita dilanda krisis ekonomi yang
berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin di Indonesia, dan
dengan melihat besarnya potensi ZIS dilingkungan BRI yang belum optimal.
Maka pada tahun tersebut dengan diprakarsai BAPEKIS BRI dan dengan
diilhami oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan
dorongan Bapak Rujito sebagai Dirut BRI Bank BRI dipandang perlu
dibentuk Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.
Yayasan Baitul Maal BRI berpegang teguh pada prinsip fastabiqul
khairat dalam mengangkat martabat mustahik (penerima zakat). Dengan
komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Disamping itu
dimaksudkan agar supaya para pekerja BRI selalu peduli terhadap
kewajbannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada lingkungan
sosial masyarakat di sekitarnya sebagai wujud implementasi slogan BRI
“Besar Bersama Rakyat”.
Yayasan Baitul Maal BRI sebagai salah satu Lembaga Amil Zakat
Nasional berusaha mengimplementasikan visi pengelolaan yang amanah,
Profesional, dan berkesesuaian dengan syariat islam. Eksistensi Yayasan
Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia Pusat dapat dilihat dari keberhasilan
penghimpunan dan penyaluran dana ZIS, jangkauan dalam pendistribusian
dan program kerja dalam mengangkat martabat mustahik. Dari uraian diatas,
penulis tertarik menyusun skripsi dengan judul “PEMBERDAYAAN ZAKAT
PADA YAYASAN BAITUL MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM
BRI) PUSAT”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Penulisan skripsi ini akan di batasi pada masalah seputar pemberdayaan
zakat yang dikelola oleh Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBM
BRI) yang sejalan dengan perkembangan zaman dewasa ini dan manfaatnya
terhadap masyarakat. Dengan melihat hal tersebut diatas, maka ada beberapa
hal yang perlu untuk diangkat kepermukaan sebagai rumusan masalah dalam
skripsi ini yaitu:
1. Bagaimana upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam
hal penghimpunan maupun pendayagunaan dana zakat?
2. Bagaimana pengelolaan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI dalam hal
pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat?
3. Apa sajakah kendala-kendala yang dihadapi oleh YBM BRI ?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui upaya YBM BRI dalam menghimpun dan mendayagunakan
dana zakat.
2. Mengetahui manfaat pengelolaan zakat yang di lakukan oleh YBM BRI
dalam hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat.
3. Mengetahui kesesuain pengelolan zakat yang dilakukan oleh YBM BRI
dengan hukum islam.
Adapun yang menjadi manfaat dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini merupakan latihan teknis dalam membandingkan teori-teori
yang di peroleh pada masa perkuliahan dengan aplikasi yang sebenarnya
terjadi, terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis teliti.
Dan bagi penulis merupakan suatu sarana untuk menambah ilmu
pengetahuan serta meningkatkan khasanah keilmuan.
2. Mengetahui kiprah Lembaga Amil Zakat dalam upaya memberdayakan
perekonomian masyarakat.
D. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu dengan cara oservasi
ke YBM BRI dengan melakukan wawancara kepada pengurus atau person
yang berkompeten dengan persoalan yang diteliti.
2. Sebagai data primer, penulis mengacu pada data-data yang diperoleh dari
hasil wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten di YBM BRI
berupa dokumen-dokumen tertulis, dan sebagai data sekunder penulis
melakukakan penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan
mengambil bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan masalah yang di
teliti.
3. Setelah data terkumpul, penulis menganalisa data yang ada. Dalam hal ini
penulis menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan
tentang pengelolaan dan pendistribusian ZIS di YBM BRI dan analisa
tentang zakat dalam peranannya terhadap masyarakat, kemudian
melakukan analisa data melalui proses induktif yaitu proses pengambilan
kesimpulan dari kesimpulan dari khusus ke umum.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penulusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan,
ditemukan beberapa kajian terdahulu yang secara spesifik serumpun dengan
judul yang penulis angkat, namun objek kajiannya ada yang hampir sama dan
ada pula yang relatif jauh kaitannya dengan kajian penulis, tetapi dalam
lingkup keilmuan yang sama.
Di antara karya-karya tersebut ialah :
1. Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf, oleh Muhammad Daud Ali,
Jakarta UI Press, 1998. Cet. I, buku ini membahas tentang zakat dan
wakaf.
2. Zakat dan Wirausaha, oleh Lili Bariadi, dkk. Jakarta Centre For
Entreneruship Development, 2005 cet ke 1. Membahas tentang Zakat dan
Wirausaha.
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999, tentang
Pengelolaan Zakat, oleh Departemen Agama RI.
4. Zakat Dalam Perekonomian Modern, oleh Didin Hafiduddin, Jakarta
Gema Insani Press, 2002. Membahas tentang zakat dalam perekonomian
modern.
5. Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, oleh Syahrin Harahap,
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1999. Membahas tentang
pemberdayaan.
6. Hukum Zakat (Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur’an dan Hadis), Oleh Yusuf Qardhawi, Litera ANtar
Nusa dan Penerit Mizan, 1999, membahas tentang Hukum zakat.
7. Panduan Zakat Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, oleh as Syaid Sabiq,
Bogor Pustaka Ibnu Katsir, 2005. Membahas tentang pengertian zakat
menurut Al-Qur’an dan Hadis.
8. Wawancara dengan Ketua Pelaksana Harian, Bapak H. Nasir Tajang,
Agustus 2009.
9. Wawancara dengan Staf Pendayagunaan, Ahmad Fakih, Agustus 2009.
10. Akuntansi dan Management Keuangan untuk Organisasi Pengelola Zakat,
Oleh : Hertanto Widodo, Jakarta Institut Management Zakat, 2001.
Membahas tentang manajemen zakat.
11. Problema Zakat Kontemporer Artikulasi Proses Sosial Politik Bangsa,
oleh Alie Yafie, Jakarta, 2003. Membahas tentang langkah-langkah
pengelolaan zakat.
Persamaan skripsi ini dengan buku-buku yang telah disebutkan, adalah
sama-sama membahas pemberdayaan zakat, namun ada perbedaannya, dengan
buku-buku yang telah disebutkan di atas, bahwa skripsi ini mengkaji dan
membahas tentang pemberdayaan, kedudukan dan penerapannya pada
Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia (YBMB BRI), secara khusus
berkenaan dengan pengumpulan dan penyaluran zakat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan
sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, dengan susunan sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini penulis menerangkan secara
garis besar mengenai latar belakang penelitian yang
merupakan alasan pemilihan judul, rumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian dan teknis penulisan, sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI, dalam ini penulis menerangkan
pengertian pemberdayaan, zakat, kedudukan zakat dalam
hukum islam, beberapa ketentuan umum tentang zakat dalam
hukum islam.
BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITUL
MAAL BANK RAKYAT INDONESIA (YBM BRI) PUSAT,
dalam bab ini penulis menerangkan profil YBM BRI, struktur
organisasi YBM BRI, sumber dan penggunaan dana ZIS YBM
BRI, kendala-kendala yang dihadapi YBM BRI.
BAB IV : ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN ZAKAT, YBM
BRI, dalam bab ini penulis menerangkan, strategi dalam
menghimpun dana ZIS, bentuk program pendayagunaan
melalui efektifitas pengelolaan dana ZIS, langkah-langkah
pemberdayaan zakat YBM BRI, dan kendala-kendala yang
dihadapi oleh YBM BRI..
BAB V : PENUTUP, yang berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan dana ZIS di pengelola ZIS di masa mendatang
sekaligus langkah-langkah konkrit perlu segera dilakukan. Secara konseptual,
pendayagunaan terdiri dari dua kata yaitu: kata “daya” berarti power, energy,
dan capacity. Daya mengisyaratkan kekuatan atau tenaga untuk
menggerakkan. Sementara daya guna berarti daya kerja yang mendatangkan
hasil yang sebanyak-banyaknya yang bermanfaat (using, efficiency,
usefulness). Dengan demikian program pendayagunaan berarti program yang
diberikan (peruntukan) untuk dimanfaatkan secara produktif dan untuk
kesejahteraan masyarakat.
Untuk mewujudkan program pendayagunaan dana ZIS maka langkah
Pertama, Menjadikan pengelola ZIS sebagai amil zakat yang memiliki
kekuatan penggerak untuk menyelamatkan ibadah umat dan penggerak untuk
meningkatkan kesadaran berzakat (pasal 4). Kedua, Menjadikan pengelola ZIS
sebagai fasilitator dan ujung tombak penggerak ekonomi sektor real dengan
menumbuhkan dan mengembangkan usaha kecil masyarakat bawah melalui
perannya sebagai sumber permodalan yang mudah, sehingga ia dapat
dijadikan sebagai tempat bagi proses akumulasi modal dari kalangan
masyarakat bawah. Di sini jargon small but professional penting dijadikan
sebagai dasar pijakan. Ketiga, Membangun jaringan (networking) baik secara
horizontal dengan sesama LAZ dan lembaga-lembaga perekonomian lain–
maupun secara vertikal dengan menjalin hubungan kemitraan (partnership)
dengan lembaga-lembaga yang besar dan mapan, sebagai alternatif bagi
pembinaan permodalan, manajemen dan SDM sekaligus berdasarkan prinsip
kerjasama saling menguntungkan.
Prosedur pendayagunaan dilaksanakan untuk meningkatkan ekonomi
kerakyatan, kesehatan, bencana alam dan bantuan yang langsung baik
konsumtif maupun produktif. Di sinilah siklus pendayagunaan ZIS dapat
diupayakan sebagai berikut : pertama, Bantuan langsung (BL) yang terdiri dari
: bantuan bersifat konsumtif yaitu diberikan bantuan kepada mustahik yang
habis dipakai. Bantuan bersifat produktif yaitu bantuan yang diberikan kepada
mustahik yang dapat habis dan tidak mempunyai kewajiban untuk
mengembalikannya. Bantuan tersebut diharapkan dapat merubah posisi
mustahik menjadi muzakki dan untuk meningkatkan sumber daya manusia
(SDM). Kedua, bantuan tidak langsung (BTL) yaitu bantuan diberikan kepada
mustahik dengan kewajiban mengembalikan atau sebagai dana abadi milik
pengelola ZIS yang ada pada mustahik. Bantuan tersebut untuk pemberdayaan
ekonomi lemah bersifat utang atau penyertaan. Kemudian bantuan diberikan
kelompok investasi (penyertaan) yang bersifat murni.
Agar proses dan prosedur pendayagunaan di atas kiranya dapat
direalisasikan maka tidaklah memadai dengan kekuatan akhlak (the power of
akhlak) yaitu sidiq dan amanah saja. Namun, dibutuhkan kecerdasan
(fathanah), yang dilengkapi faktor penunjang lainnya seperti kecerdasan
berkomunikasi (tabligh) untuk mengefektifkan pendayagunaan ZIS dan
mengartikulasikan dukungan semua pihak sebagai kekuatan untuk mencapai
keberhasilan proses tersebut.
Pendayagunaan berasal dari kata “Guna” yang berarti manfaat, adapun
pengertian pendayagunaan sendiri menurut kamus besar bahasa Indonesia :
Pengusaha agar mampu mendatangkan hasil dan manfaat. Pengusaha (tenaga
dan sebagainya) agar mampu menjalankan tugas dengan baik. Maka dapat
disimpulkan bahwa pendayagunaan adalah bagaiman cara atau usaha dalam
mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar serta lebih baik.
Bentuk dan Sifat Pendayagunaan Ada dua bentuk penyaluran dana
zakat antara lain : Bentuk sesaat, dalam hal ini berarti bahwa zakat hanya
diberikan kepada seseorang satu kali atau sesaat saja. Dalam hal ini juga
berarti bahwa penyaluran kepada mustahiq tidak disertai target terjadinya
kemandirian ekonomi dalam diri mustahiq. Hal ini di karenakan mustahiq
yang bersangkutan tidak mungkin lagi mandiri, seperti pada diri orang tua
yang sudah jompo, orang cacat. Sifat bantuab sesaat ini idealnya adalah hibah.
Bentuk Pemberdayaan, merupakan penyaluran zakat yang disertai target
merubah keadaan penerima dari kondisi kategori mustahiq menjadi kategoro
muzakki. Target ini adalah target besar yang tidak dapat dengan mudah dan
dalam waktu yang singkat. Untuk itu, penyaluran zakat harus disertai dengan
pemahaman yang utuh terhadap permasalahan yang ada pada penerima.
Apabila permasalahannya adalah permasalahan kemiskinan, harus diketahui
penyebab kemiskinan tersebut sehingga tidak dapat mencari solusi yang tepat
demi tercapainya target yang telah dicanangkan.
Menurut Widodo yang dikutip dari biku Lili Bariadi dan kawak-
kawan, bahwa sifat dan bantuan pemberdayaan terdiri dari tiga yaitu :
1. Hibah, Zakat pada asalnya harus diberikan berupa hibah artinya tidak ada
ikatan antara pengelola dengan mustahiq setelah penyerahan zakat.
2. Dana bergulir, zakat dapat diberikan berupa dana bergulir oleh pengelola
kepada mustahiq dengan catatan harus qardhul hasan, artinya tidak boleh
ada kelebihan yang harus diberikan oleh mustahiq kepada pengelola ketika
pengembalian pinjaman tersebut. Jumlah pengembalian sama dengan
jumlah yang dipinjamkan.
3. Pembiayaan, Penyaluran zakat oleh pengelola kepada mustahiq tidak boleh
dilakukan berupa pembiayaan, artinya tidak boleh ada ikatan seperti
shahibul ma'al dengan mudharib dalam penyaluran zakat .
Menurut M. Daud Ali pemanfaatan dana zakat dapat dikategorikan
sebagai berikut :
1. Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini
penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk
dimanfaatkan langsung oleh yang bersangkutan seperti: zakat fitrah yang
diberikan pada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau
zakat harta yang di berikan kepada korban bencana alam.
2. Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam
bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain.
3. Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam
bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, alat-alat
pertukangan, mesin jahit, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah
untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi
fakir-miskin.
4. Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini mewujudkan dalam
bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah
proyek sosial maupun untuk membantu atau menambah modal seorang
pedagang atau pengusaha kecil .
5. Pendayagunaan Dana Zakat Pembicaraan tentang sistem pendayagunaan
zakat, berarti membicarakan usaha atau kegiatan yang saling berkaitan
dalam menciptakan tujuan tertentu dari penggunaan hasil zakat secara
baik, tepat dan terarah sesuai dengan tujuan zakat itu disyariatkan.
Kalau berbicara tentang kemashlahatan, senantiasa berkembang sesuai
dengan perkembangan dan tuntunan kebutuhan umat. Untuk penentuan tingkat
kemaslahatan, biasa di kenal dengan adanya skala prioritas. Metode prioritas
ini dapat di pakai sebagai alat yang efektif untuk melaksanakan fungsi alokasi
dan distribusi dalam kebijaksanaan pendayagunaan zakat, misalnya kita ambil
contoh salah satu ashnaf yang menerima zakat ibnu sabil, ibnu sabil
mempunyai pengertian yang secara bahasa berarti anak jalanan atau musafir
yang kehabisan bekal, tetapi juga untuk keperluan pengungsi, bencana alam
dan sejenisnya.
B. Pengertian Zakat
Kata zakat merupakan masdar dari fiil madhi (kata kerja lampau) زكى
dan fiil mudhori (kata kerja sedang atau akan datang) yang يزكى secara
etimologis berarti berkah, tumbuh, bertambah, bersih dan baik. Sesuatu yang
dikatakan “Zaka” berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu “ Zaka”
berarti orang itu baik.1
Makna dari kata “Zaka” (sebagaimana digunakan dalam al-Quran)
adalah suci dari dosa. Jika pengertian itu di hubungkan dengan harta, maka
menurut islam harta yang dizakati menjadi suci dan menjadi berkah
(membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan muzakki).2
Zakat menurut syara‟: Al-Mawardi berpendapat dalam kitab Al-Hawi:
“Zakat itu sebutan untuk pengambilan tertentu dari harta yang
tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu untuk diberikan kepada golongan
tertentu”.3
Sayid sabiq, mendefinisikan :
“Zakat adalah nama bagi harta yang dikeluarkan oleh seseorang dari haq
Allah Ta’ala kepada orang-orang kafir”.4
Lili Bariadi dalam bukunya zakat dan wirausaha mendefinisikan :
1 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al Munawwir, 1984).
2 Ibnu Qudamah, Al Mughni, (Beirut : Dar al Kutub al Limiyah, t.th), Juz II, h. 433.
3 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang, PT. Pustaka
Rizki Putra, 1999), h. 3-5. 4 Sayyid Sabiq, Fiqh as Sunnah, (Beirut : Dar al Ihya, 1973), Jilid 1, h. 397.
“Zakat adalah nama (sebutan) bagi sejumlah harta tertentu yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim kepada yang berhak menerimanya”.5
Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang
dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lenih berarti, dan melindungi
kekayaan itu dari kebinasaan” demikian Nawawi mengutip pendapat wahidi.6
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No 38 tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat, disebutkan bahwa: “ Zakat adalah harta yang wajib
disisihkan oleh seseorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim
sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.7
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar nampaknya
terhadap kesamaan dalam mendefinisikan makna dari kata zakat, meskipun
reaksinya berbeda tetapi intinya sama.
5 Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, (Jakarta : Centre For Entreneurship
Development, 2005), h. 6. 6 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Litera Antar Nusa dan Mizan, 1999), h. 34.
7 Departemen Agama RI, Undang-Undang RI, Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, Pasal 1 ayat 2.
C. Kedudukan Zakat Dalam Hukum Islam
Zakat merupakan salah satu rukun islam yang ketiga. Sebagai sebuah
rukun Islam maka dalam pelaksanaannya merupakan kewajiban bagi setiap
muslim. Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surat At-Taubah : 103
Artinya : “ Ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”.
Dalam rukun islam, zakat mempunyai karakteristik ibadah yang
berbeda dengan yang lainnya. Hal ini di sebabkan karena zakat memiliki dua
aspek ibadah yaitu aspek vertikal (Habluminallah) dan aspek horizontal
(habluminannas). Aspek vertikal yaitu aspek perintah Allah kepada manusia
untuk melaksanakan kewajibannya. Apabila hal tersebut tidak dilaksanakan
maka akan mendapat dosa.
Bahkan menurut Qardawi, orang yang tidak membayar zakat
digolongkan kepada golongan orang kafir. Sedangkan aspek horizontal adalah
aspek hubungan dengan sesama manusia. Dalam QS At Taubah ayat : 60
dijelaskan tentang siapa saja yang berhak menerima zakat. “sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miskin, para
pengurus (amil) zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk
memerdekakan budak. Orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalannan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana”.8
Berdasarkan ayat tersebut, telah dijelaskan bahwa pertama kali orang
yang berhak menerima zakat adalah golongan fakir. Hal ini jelas menunjukkan
dimensi sosial yang ada dalam zakat. Mengingat pentingnya zakat dalam
sistem perekonomian Islam (disamping riba) maka tidak heran kalau perintah
zakat dalam al-Quran sebanyak 30 kali kata zakat dalam bentuk ma‟rifat
(khusus) dan sebanyak 27 kali disandingkan dengan shalat. Selain itu, contoh
kejadian yang tercatat dalam sejarah Islam telah membuktikan bahwa orang
yang tidak membayar zakat harus diperangi. Dalam beberapa riwayat sahabat
disebutkan, seorang Abu Bakar Sidiq yang lembut dan penuh kasih sayang,
ketika menjadi khalifah yang pertama kali beliau lakukakan adalah memerangi
orang yang ingkar terhadap zakat.
“Beliau berpendapat, kalau suatu kaum sudah berani melalaikan
kewajiban membayar zakat yang merupakan salah satu fundamen Islam,
mereka akan berani melalaikan kewajiban lainnya.
Marcel A. Boisard mengungkapkan bahwa, zakat merupakan
penegasan kembali kenyataan bahwa semua harta benda yang dimiliki hak
guna saja, karena itu zakat tak lebih dari mengembalikan sebagian harta itu
kepada pemiliknya yang asli (Allah), demi menghindarkan diri dari
penderitaan yang akan ditimbulkan kelak di akhirat.9
8 (Fossei kita) “Zakat dan Masyarakat Indonesia”, artikel diakses pada 13 Februari 2008
dari http://www.mail archive.com/[email protected]/msg01325.html-16k-Tembolok. 9 HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1980), cet I, h. 65.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijriah, sementara shadaqah fitrah
pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadist memamdang zakat telah
diwajibkan sebelum tahun ke-9 hijrah ketikan maulana Abdul Hasan berkata
zakat diwajibkan setelah hijrar dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya.
Sebelum diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus
atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul
pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negara
berekspensi dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam.
Peraturan yang disusun meliputi syistem pengumpulan zakat, barang-barang
yang dikenai zakat, batas-batas zakat dan tingkat presentase zakat untuk
barang yang berbeda-beda.10
Sama halnya dengan shalat, zakat penyebutannya dalam banyak ayat
al-Quran selalu dirangkaikan dengan shalat, pada dasarnya dan dalam
kenyataannya juga merupakan ibadah yang disyariatkan Allah kepada para
nabi/rasul Nya yang lain jauh sebelum nabi Muhammad saw dengan kalimat
lain, sama dengan rukun-rukun islam yang lain khususnya shalat, zakat telah
memiliki lika-liku sejarah yang sangat panjang. Memang tidaklah mudah
untuk menelusuri sejarah panjang pensyariatan zakat ini, tetapi yang sudah
pasti, sejumlah ayat al-Quran dengan jelas mengisyaratkan kepada kkita
bahwa kewajiban zakat juga telah disyariatkan kepada nabi-nabi/rasul-rasul
Allah terdahulu sebelum nabi Muhammad saw. Ayat-ayat al-Quran dibawah
10
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia
Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007), h. 233.
ini secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, mengisyaratkan sejarah
panjang pensyariatan zakat.
Artinya: “ dan ingatlah ketika kami mengambil janji dari bani israil (Yaitu) :
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu
bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin; serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia ( orang lain). Tegakkanlah
shalat, dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu,
kecuali sebagian kecil (saja) dari pada kamu, dan kamu selalu berpaling”.
(Al-Baqarah : 2 / 83).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar
dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,” (At-
Taubah : 9/34).11
Pelaksanaan zakat didasarkan pada firman Allah swt yang terdapat
dalam QS At-Taubah ayat 60 yang menjelaskan pentingnya zakat untuk
diambil, maka pelaksanaannya bukanlah sekedar amal karitatif
11
Muhammad Amin Suma, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, (Jakarta :
Kholam Publishing 2007), cet ke 1, hal 106-107.
(kedermawanan), tetapi tetapi merupakan kewajiban yang bersifat otoriatif
(ijbari), zakat tidaklah seperti shalat, pusa dan ibadah haji yang pelaksanaanya
diserahkan kepada individu masing-masing, tapi juga disertai keterlibatan aktif
para petugas yang amanah, jujur, terbuka dan profesional yang disebut amil.
Asas pelaksanaan zakat tidak mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu
sendirisebagai ibadah yang harus dilaksanakan atas dasar keikhlasandan
ketakwaan seseorang terhadap Allah SWT.
Seruan untuk berzakat sebenarnya sudah ada jauh sebelum Nabi
Muhammad saw, dengan diturunkannya ayat yang secara eksplisit dan jelas
mengisyaratkan kepastian adanya syariat zakat tertuang dalam firman Allah
SWT.
Artinya: “ Dan tegakkanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah kamu
bersama orang-orang yang rukuk”. (al-Baqarah : 2 / 43).
Namun banyak terjadi pengingkaran pensyariatan zakat terhadap umat-
umat sebelum Nabi Muhammad hingga pada zaman Nabi Muhammad dan
sesudahnya. Kemudian mendorong khalifah Abu Bakar pengganti Nabi
Muhammad mengambil keputusan untuk memerangi para prmbangkang zakat.
Kebijakan Nabi Muhammad dan khalifah Abu Bakar tentang pengelolaan
dana zakat kemudian dikembangkan oleh para khalifah yang
menggantikannya yakni Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan dan Ali Bin
Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khattab, Ustman Bin Affan dan Ali
Bin Abi Thalib. Bahkan di zaman Umar Bin Khatab dan khususnya utsman,
administrasi pengelolaan zakat mencapai puncak kemajuan dan kejayaan
seiring dengan kemajuan tata administrasi Islam diberbagai bidang.12
Di zaman pemerintahan khulafaur Rasyidin yaitu dimasa Abu Bakar
memegang laju pemerintahan Negara islam, beliau bertindak tegas terhadap
golongan orang-orang yang enggan membayar zakat. Beliau telah
memerintahkan bala tentaranya untuk memerangi orang-orang yang eggan
membayar zakat diseluruh semenanjung tanah arab dan merampas harta benda
mereka. Langkah abu bakar telah berjaya menarik orang yang berkemampuan
untuk membayar zakat yang merupakan salah satu rukun islam yang lima.
Seterusnya langkah tersebut membawa kejayaan untuk mengukuhkan
kedudukan ekonomi orang-orang Islam dimana sumber zakat adalah salah satu
faktor yang pentingdi dalam fungsi untuk membangun masyarakat Islam.
Berbagai hadis shahih dari rasulullah saw menunjukan bahwa zakat
diambil dari orang-orang kaya di suatu negeri dan diberikan kepada orang-
orang fakir dari penduduk negeri itu. Jika ditemukan orang yang berhak
mendapatkan zakat di tempat itu, maka melihat kepada negeri yang lebih
dekat.
Abu Ubaid berkata bahwa dalam masalah itu adalah hadis Rasulullah
saw dalam wasiatnya kepada Muadz ketika beliau mengutusnya ke Yaman
untuk mengajak mereka masuk ke dalam Islam dan mengerjakan shalat. Rasul
berkata, “jika mereka mengingkarkan keislamannya, maka katakan kepada
mereka bahwa Allah swt mewajibkan kepada kalian untuk menzatka harta-
12 Hafiduddin, Zakat dalam Perekonomian Modern,(Jakarta : Gema Insani Press, 2002),
h. 69
harta kalian yang diambil dari orang-orang kaya diantara kalian kepada orang-
orang kafir”. Ini tidaklah bertentangan, para petugas pengumpul zakat
membawa kepada Rasulullah saw sebagian zakat yang mereka ambil karena
bagian penerima zakat adalah delapan kelompok. Pengambilan zakat kepada
orang-orang kafir hanya merupakan bagian zakat mereka saja bukan
selainnya, karena terkadang penduduk suatu begeri adalah orang-orang kaya,
yang tidak ditemukan di dalamnya orang-orang kafir yang berhak
mendapatkan zakat.13
D. Beberapa ketentuan Umum tentang Zakat Dalam Hukum Islam
1. Syarat Wajib Zakat
a. Ada beberapa syarat yang harus di penuhi agar kewajiban zakat dapat
dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-
syarat itu adalah :
b. Pemilikan yang pasti, Artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan
yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan
menikmati hasilnya.
c. Berkembang. Artinya harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunatullah maupun bertambah karena ikhtiar ataupun
usaha manusia.
13
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan
Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah al-Maliyah li al-Rasul, (Jakarta : Gaung
Persada Press, 2007), h. 253.
d. Melebihi kebutuhan pokok, Artinya harta yang dipunyai seseorang itu
melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya
untuk hidup wajar sebagai manusia.
e. Bersih dari hutang. Artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu
bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun
hutang kepada sesama manusia.
f. Mencapai nisab. Artinya mencapai jumlah minimal yang wajib
dikeluarkan zakatnya.
g. Mencapai haul. Artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran
zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau
panen.14
2. Dasar Hukum Zakat
Zakat dalam Al-Quran disebut sebanyak 82 kali, ini menunjukkan
hukum dasar zakat yang sangat kuat, antara lain :
Artinya : “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan
apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahala nya disisi Allah. Sesungguhnya Allah maha melihat apa-apa yang
kamu kerjakan”. (Al-Baqarah : 2/110)
14
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf (Jakarta : UI Press,
1998), cet I, h. 41.
Artinya:”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, Maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. dan
Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (At-
Taubah : 9/11).15
Agama islam telah menjelaskan dengan tegas, bahwa zakat
merupakan salah satu rukun dan fardhu yang wajib ditunaikan oleh setiap
muslim yang hartanya sudah memenuhi kriteria dan syarat tertentu.
Otoritas fikih Islam yang tertinggi, Alquran dan hadist menyatakan hal
tersebut dalam banyak kesempatan. Jumhur ulamapun sepakat, bahwa
zakat merupakan suatu kewajiban dalam agama yang tak boleh di ingkari
(Ma‟lim min al-Din bi al-Darurah) Artinya, siapa yang mengingkari
kewajiban berzakat, maka ia dihukum telah kufur terhadap ajaran Islam.16
Semua ulama sepakat telah menetapkan zakat sebagai salah satu
dari kelima arkan al-Islam. Adapun tentang dasar hukumnya, banyak
dijumpai banyak dijumpai ayat al-Qur‟an dan matan hadist yang
memerintahkan kewajiban zakat.
Menurut catatan sejarah, pensyariatan atau tepatnya pewajiban
zakat kepada Nabi Muhammad saw dan kaum muslimin baru di
syariatkan pada tahun ke-2 atau ke-3 Hijrah. Adapun dasar hukum zakat
didalam hadist-hadist rasul Allah saw diantaranya :
15
Lili Bariadi, Zakat dan Wirausaha, h. 7-8 16
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 58.
a. Dari Abbas r.a, sesungguhnya Nabi saw pernah mengutus Mu‟az bin
jabal ke yaman, kemudian dia membacakan hadist itu secara lengkap,
dan di dalamnya dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah telah
mewajibkan kepada mereka sedekah terhadap harta kekayaan mereka,
yang dipungut dari orang-orang kaya untuk kemudian didistribusikan
kepada orang-orang fakir yang ada ditengah-tengah mereka”.
b. Dari ibn Umar r.a, dia berkata, rasul saw mewajibka mengeluarkan
zakat fitrah, (dengan ketentuan) satu takaran (sha‟) kurma atau satu
takaran gandum, 9bagi setiap orang) budak maupun merdeka, laki-
laki maupun perempuan, dan kecil (anak-anak) maupun orang dewasa
dari semua kaum muslimin; dan rasul memerintahkan agar zakat
fitrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar rumah untuk
melakukan shalat(Id). 17
c. Dari ibn Abbas r.a, dia berkata, rasul Allah swt mewajibkan zakat
fitrah sebagai sarana penyucian bagi orang yang puasa dari
kemungkinan pemainan dan perbuatan keji, dan memberikan makan
kepada orang-orang miskin. Siapa yang membayarkan zakat fitrahnya
sebelum shalat id, maka zakat fitrahnya diterima; dan siapa yang
membayarkannya usai shalat Id, maka pembayaran itu dikategorikan
kedalam sedekah biasa sebagaimana sedekah lain pada umumnya.
17
Ibid. h. 10
3. Jenis-Jenis Zakat
Secara umum zakat terbagi menjadi dua : pertama, zakat yang
berhubungan dengan badan atau disebut dengan zakat fitrah, Kedua, zakat
yang berhubungan dengan harta atau zakat maal.18
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang wajib di bayarkan oleh setip
orang islam, bai laki-laki maupun permpuan, yang di bayarkan
sebelum pelaksanaan shalat Id. 20 Dalam undang-undang no 38 tahun
1999 tentang pengelolaan zakat pada pasal 13 disebutkan bahwa :
“Zakat Fitrah adalah sejumlah bahan makanan pokok yang dikeluarkan
pada bulan Ramadhan, oleh stiap orang muslim bagi dirinya dan bagi
orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok
untuk sehari-hari pada hari raya Idul Fitri”.19
Zakat ini disebut al-fithr sehubungan dengan mengeluarkannya
yaitu waktu berbuka, setelah selesai puasa Ramadhan, dan disebut
zakat fitrah, karena dikaitkan dengan diri seseorang, bukan dengan
hartanya.20
b. Zakat maal (Harta)
Zakat maal adalah kadar kekayaan yang wajib dikeluarkan oleh
seseorang dari hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang
18
Lili Bariadi, h. 9 19
M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-Fatwa Aktual, (Jakarta : PT. Al
Mawardi Prima, 2003), h. 96. 20
Lahmuddin Nasution, Fiqh (Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran, t.th), h. 168.
berhak menerimanya. Karena menyimpan (memiliki) harta (uang,
emas,dsb), yang cukup dengan syarat-syaratnya.21
Menurut Muhammad Daud Ali, zakat maal adalah bagian dari
harta kekayaan seseorang (Juga badan hukum) yang wajib dikeluarkan
untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki selama jangka
waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.22
Menurut Undang-undang No 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
zakat dalam penjelasan pasal 11, zakat maal adalah bagian harta yang
disisihkan oleh seorang muslim, atau badan yang dimiliki orang-orang
muslim sesuai dengan kekuatan agama untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya”.23
Zakat maal wajib dikeluarkan oleh orang-orang yang memiliki
harta atau kekayaan yang telah memenuhi syarat, seperti telah
mencapai nisab, kepemilikannya sempurna, cukup haul (berlalu satu
waktu).24
Zakat harta (maal) terdiri dari 5 macam, yaitu :
1) Zakat Emas dan Perak
Nishab kewajiban mengeluarkan zakat emas adalah 20 dinar atau
85 gram emas murni (1 dinar sama dengan 4,25 gram emas murni),
dan zakat perak adalah 200 dirham atau setara dengan 672 gram
21
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. 22
Lili Bariadi, h. 10. 23
Usman, Hukum Islam, h. 172. 24
Gustian Djuanda, dkk, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada, 2006), h. 10.
perak. Apabila seseorang telah memiliki emas seberat 85 gram atau
memiliki perak seberat 672 gram, maka telah wajib mengeuarkan
zakat sebesar 2,5%.25
Allah Berfirman :
Artinya : “Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan
punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka
rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”.
(At-Taubah : 9/35).
2) Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 washq atau setara dengan 750 kg.
Namun, kadar yang harus dikeluarkan dalam menunaikan zakatnya
terbagi kepada dua bagian, yaitu pertama apabila pertanian itu diari
dengan air hujan atau sungai, maka zakat yang harus
dikeluarkannya sebesar 10%, kedua apabila pertanian itu diari
dengan cara disiram, maka zakat yang harus dikeluarkannya
sebesar 5%.
3) Harta Perniagaan dan Perusahaan
Harta dari hasil perniagaan melalui perdagangan, Industri, jasa, dan
sejenisnya bila telah sampai pada Nishab wajib pula untuk dizakati.
Nishab dari harta hasil perniagaan ini diqiyaskan pada nishab emas,
25
A. Djazuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2002), Ed. I, cet 1, h. 44.
yakni 85 gram sebesar 2,5%. Apabila sebuah perniagaan pada akhir
tahun atau tutup buku telah memiliki harta kekayaan (modal dan
keuntungan) senilai 85gram, maka perniagaan itu telah wajib untuk
mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari seluruh harta perniagaan. 30
4) Hasil Peternakan
Yang wajib di keluarkan zakatnya adalah ternak yang telah
dipelihara setahun di tempat pengembalaan dan tidak di
pekerjakan sebagai tenaga pengangkutan dan sebagainya, dan
sampai nisabnya. Ternak yang di zakati di indonesia adalah
kambing atau biri-biri, sapi dan kerbau. Nishab a) Kambing atau
biri-biri adalah 40 ekor. 40 sampai 120, zakatnya 1 ekor kambinh,
121 sampai dengan 200, zakatnya 2 ekor, 201 sampai 300,
zakatnya 3 ekor. Selanjutnya setiap pertmbahan 100 ekor,
zakatnya tambah 1 ekor kambing. Nishab B) sapi adalah 30 ekor.
30 sampai 49, zakatnya 1 ekor sapi barumur dua tahun lebih, 40
sampai 59, zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih, 60
sampai 69, zakatnya 2 ekor sapi berumur satu tahun lebih, 70
sampai 79, zakatnya 2 ekor sapi, 1 ekor berumur setahun dan 1
ekor lagi barumur dua tahun lebih. Selanjutnya setiap tambahan 30
ekor zakatnya 1 ekor sapi berumur setahun lebih dan seterusnya.
Nishab C) kerbau, sama dengan sapi, demekian juga kabar
zakatnya.26
26
Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 45-46.
5) Hasil Tambang dan Barang temuan
Dalam kitab-kitab (fikih) islam barang tambang yang wajib
dizakati hanyalah emas dan perak saja. Demikian juga dengan
barang temuan yang wajib di zakati terbatas pada emas dan perak
saja. Kewajiban untuk menunaikan zakat barang-barang tambang
adalah setiap kali barang itu selesai di nersihkan (diolah). Nishab
a) barang tambang adalah sama denga nishab emas (96 gram) dan
perak (672 gram), kadarnya pun sama, yaitu dua setengah persen.
Kewajiban untuk menunaikan zakat barang temuan adalah setiap
kali orang menemukan barang tersebut. Nishab b) barang temuan
sama dengan nishab emas dan perak, demikian juga kadarnya. 32
4. Orang-orang Yang Berhak Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat terbagi atas delapan golongan
Sebagaimana yang telah diterangkan Allah dalam al-Quran surah At-
Taubah / 9 : 60, dengan firmannya :
Artinya : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang
kafir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, orang kafir yangtertarik
pada islam,hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang-orang
yang berjuang fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang di wajibkan Allah. Dan Allah
maha mengetahui lagi maha bijaksana.” (At-Taubah : 9/60)
a. Golongan pertama dan kedua (fakir dan miskin)
Seperti yang telah di sebutkan, sasaran (masarif)zakat sudah di
tentukan dalam surah Taubah, yaitu delapan golongan. Yang pertama
dan yang kedua, fakir dan miskin. Mereka itulah yangpertama diberi
saham harta zakat oleh Allah. Ini menunjukkan, bahwa sasaran
pertama zakat ialah hendak menghapuskan kemiskinan dan
kemelaratan dalam masyarakat islam.
Abu yusuf, pengikut atau abu Hanifah, dan Ibn Qosim
pengikut malik berpendapat, bahwa kedua golongan itu (fakir dan
miskin) sama saja.27
Tetapi pendapat jumhur, justru berbeda. Sebenarnya keduanya
adalah dua golongan tapi satu macam. Yang di maksud adalah mereka
yamg dalam kekurangan dan dalam kebutuhan. Tetapi para ahli tafsir
dan ahli fikih berbeda pendapat pula dalam menentukan secara
definitiv arti kedua kata tersebut secara tersendiri, juga dalam
menentukan apa makna kata itu.
Pemuka ahli tafsir, Tabari menegaskan, bahwa yang dimaksud
dengan tafsir, yaitu orang yang dalam kebutuhan, tapi dalam menjaga
diri tidak minta-minta. Sedang yang dimaksud dengan miskin, yaitu
orang yang dalam kebutuhan, tapi suka merengek-rengek dan minta-
minta.
27
Qardawi, Hukum Zakat, h. 510
Pengertian fakir menurut mazhab Hanafi ialah orang yang
tidak memiliki apa-apa dibawah nilai nishab menurut hukum zakat
yang sah, atau nilai sesuatu yang dimiliki mencapai nishab atau lebih,
yang terdiri dari perabot rumah tangga, barang-barang, pakaian, buku-
buku sebagai keperluan pokok sehari-hari.28
sedang pengertian miskin
menurut ( mazhab Hanafi) ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa
inilah pendapat yang masyhur.
Para ulama Hanafi masih berbeda pendapat mengenai
penentuan nishab yang dimaksud, yakni apakah nishab uang tunai
sebanyak dua ratus dirham atau nishab yang sudah dikenal dari harta
apapun juga. Jadi golongan mustahik zakat dalam arti fakir atau
miskin menurut mereka ialah; a) yang tidak punya, b) yang
mempunyai rumah, c) yang memiliki mata uang kurang dari nishab, d)
yang memiliki kurang dari nishab selain mata uang, seperti empat
ekor unta atau tiga puluh sembilan ekor kambing yang nilainya tak
sampai dua ratus dirham.
Ada lagi bentuk lain yang masih diperselisihkan, yakni :
barngsapa memiliki nishab selain mata uang seperti lima ekor unta
atau empat puluh ekor kambing dan niainya tidak mencapai nishab
dalam keadaan tuai.29
ada juga yang mengatakan, boleh menerima
zakat, tapi juga diharapkan mengeluarkan zakat. Yang lain berkata, ia
28
Ibid., h. 511-512 29
Qardawi, Ibid., h. 513
termasuk kaya dan harus mengeluarkan zakat, tak boleh menerima
zakat.
Menurut tiga imam, fakir dan miskin itu adalah mereka yang
kebutuhannya tak tercukupi. Yang di sebut fakir, ialah mereka yang
tidak mempunyai harta atau penghasilan layak dalam memenuhi
keperluannya : sandang, pangan, tempat tinggal dan segala keperluan
pokok lainnya, baik untuk diri sendiri ataupun bagi mereka yang
menjadi tanggungannya. Misalnya orang memerlukan sepuluh dirham
perhari, tapi yang ada hanya empat, tiga atau dua dirham.
b. Golongan Ketiga ( Amil Zakat)
Amil adalah lembaga atau badan hukum yang mengurusi zakat.
Tentu saja badan ini mempergunakan pribadi untuk melaksanakan
tugasnya.30
para amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan
pekerjaan semua berhubungan dengan pengaturan soal zakat.
Yaitu soal sensus terhadap orang-orang yang wajib zakat dan
macam zakat yang di wajibkan padanya, juga besar harta yang wajib
di zakat, kemudian mengetahui para mustahik zakat. Berapa jumlah
mereka, berapa kebutuhan mereka, serta besar biaya yang dapat
mencukupi dan hal-hal lain yang merupakan urusan yang perlu
ditangani secara sempurnaoleh para ahli dan petugas serta para
pembantunya.
30 Pemerintah DKI Jakarta, Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta :
Bazis DKI Jakarta, 1987), cet ke-4, h. 74
Menurut Afzallurahman mendefinisikan amil sebagai
pengumpul (collector) yang meliputi semua pegawai baik pengumpul,
distributor,akuntan, pengawas, yang mengurusi administrasi dan
pengelolaan zakat.31
tentunya para petugas ni di pilih dari mereka
yang dikenal jujur dan amanah, memiliki kemampuan pengelolaan
serta melaksanakan tugas dengan trasnparani dan tanggung jawab
yang tinggi.
Seorang amil zakat hendaknya memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1) Hendaknya dia seorang muslim, karena zakat itu urusan kaum
muslimin, maka islam menjadi syarat bagi segala urusan
mereka.dari uraian tersebut dapt dikecualikan tugas yang tidak
berkaitan dengan soal pemungutan dan pembagian zakat misalnya
penjaga gudang dan sopir. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh
ahmad dibolehkan dalam urusan zakat menggunakan amil bukan
muslim berdsar atas pengertian umum dari kata “Al „amilina
alaiha”, sehingga termasuk didalam pengertian kafir dan muslim.
Juga harta yang diberikan kepada amil itu adalah upah kerjanya.
Oleh karna itu tidak ada halangan baginya untuk mengambil upah
tersebut seperti upah-upah lainnya dan dianggap sebagai toleransi
yang baik. Akan tetapi yang lebih utama hendaklah segala
kewajiban islam hanya ditangani oleh orang islam lagi. Ibnu
31 Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid III (Economic Doctrines of Islam),
Terjemahan, Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h. 301.
Qudamah berkata : “setiap pekerjaan yang memerlukan syarat
amanah (kejujuran) hendaknya disyaratkan islam bagi pelakunya
seperti menjadi saksi. Karena itu urusan kaum muslimin, maka
pengurusannya tidak dapat diberikan kepada orang kafir, seperti
halnya urusan-urusan lain. Orang yang bukan ahli zakat tidak
boleh diserahi urusan zakat, seperti halnya kafir musuh. Karena
orang kafir itu tidak akan dapat dipercaya.32
“bertalian dengan hal
itu, Umar berkata : “jangan lah engkau serahkan amanah itu
kepada mereka, karena mereka telah berbuat khianat kepada
Allah.” Umar telah menolak seorang nasrani yang dipekerjakan
oleh Abu Musa sebagai penulis zakat. Karena zakat itu adalah
rukun islam yang utama.
2) Hendaklah petugas zakat itu seorang mukallaf, yaitu orang dewasa
yang sehat akal fikirannya.
3) Petugas zakat itu hendaklah orang jujur, karena ia diamanati harta
kaum muslimin. Janganlah petugas zakat itu orang yang fasik lagi
tak dapat dipercaya, misalnya ia akan berbuat zalim kepada para
pemilik harta atau ia akan berbuat sewenang-wenang terhadap hak
fakir miskin, karena mengikuti keinginan hawa nafsunya atau
untuk mencari keuntungan.
4) Memahami hukum-hukum zakat. Para ulama mensyaratkan
petugas zakat itu paham terhadap hukum zakat, apabila ia diserahi
32
Qardawi, Hukum Zakat, h. 551.
urusan umum. Sebab bila ia tidak mengetahui hukum tak mungkin
mampu melaksanakan pekerjaannya, dan akan lebih banyak
berbuat kesalahan. Masalah zakat membuatkan pengetahuan
tentang harta yang wajib dizakat dan yang tidak wajib dizakat.
Juga urusan zakat memerlukan ijtihad terhadap masalah yang
timbul untuk diketahui hukumnya. Apabila pekerjaan itu
menyangkut bagian tertentu mengenai urusan pelaksanaan, maka
tidak disyaratkan memiliki pengetahuan tentang zakat kecuali
sekedar yang menyangkut tugasnya.
5) Kemampuan untuk melaksanakan tugas. Petugas zakat hendaklah
memenuhi syarat untuk dapat melaksanakan tugasnya, dan
sanggup memikul tugas itu. Kejujuran saja belum mencukupi bila
tidak disertai dengan kekuatan dan kemampuan untuk bekerja.
6) Amil zakat disyratkan laki-laki. Sebagian ulama mensyaratkan
amil zakat itu harus laki-laki. Mereka tidak membolehkan wanita
dipekerjakan sebagai amil zakat, karena pekerjaan itu menyangkut
urusan sedekah.
c. Golongan Keempat (Muallaf)
Yang dimaksud dengan golongan muallaf, antara lain adalah,
mereka yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya
dapat bertambah terhadap islam, atau terhalangnya niat jahat mereka
terhadap kaum muslimin atau harapan akan adanya kemanfaatan
mereka dalam membela dan menolong kaum muslimin dari musuh.33
Golongan ini dikatakan juga sebagai golongan yang dipandang
negara bahwa jika mereka diberi zakat maka keyakinan mereka akan
islam akan semakin bertambah.34
Sebagai besar dari dana zakat telah digunakan untuk
disumbangkan kepada kelompok ini pada zaman Rasulullah Saw
tetapi jumlah tersebut telah dikurangi pada zaman khalifah Abu
Bakar. Namun demikian, khalifa kedua yaitu Umar dan penerusnya
telah menghentikan pembelanjaan (anggaran) ini ketika islam telah
semakin kuat dan sejak saat itu anggaran untuk kelompok ini telah
dimasukkan ke dalam dana zakat. Tetapi jika diperlukan suatu
bantuan untuk orang-orang yang baru memeluk islam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, hingga mereka mampu mandiri, atau
untuk menarik mereka agar mereka cenderung kepada agama islam,
atau terus mengganggu keamanan negara, pengunaan dana zaka
tersebut dapat dihidupkan kembali.35
Dengan menempatkan golongan ini sebagai sasaran zakat,
maka jelas bagi kita, sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa
zakat dalam pandangan islam bukan sekedar ibadah yang dilakukan
33
Qardawi, Ibid., h. 563 34
Taqiyuddin An Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, (An
Nidhamul Iqtishad Fil Islam), Terjemah M. Maghfur Wachid, (Surabaya : Risalah Gusti, t.th,
1999), cet ke-4 h. 257. 35
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam,(Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996), Jilid III h.
302.
secara pribadi, tetapi juga tugas penguasa atau mereka yang
berwenang mengurus zakat, terutama permasalahan sasaran zakat
untuk golongan muallaf ini, yang menurut kebiasaan tidak mungkin
dapat dilakukan secara perseorangan.
d. Golongan Kelima (Riqab)
Mereka yang masih dalam perbudakan, dinamai riqab,
disebutkan dalam Muntaqal Akhbar ; golongan ini meliputi golongan
muqatab yaitu, budak yang telah dijanjikan oleh tuannya akan
dilepaskan jika ia dapat membayar sejumlah tertentu dan termasuk
pula budak yang belum dijanjikan ntuk dimerdekakan.menurut tiga
imam yaitu, Hanafi, hambali, dan Syafi‟i rikob adalah hamba yang
dijanjikan tuhannya bahwa ia boleh menebus dirinya.36
fungsi dana
zakat baginya adalah untuk memerdekakan dirinya. Ini merupakan
salah satu cara yang dilakukan oleh islam dalam rangka
menghapuskan kebudakan.
Untuk rikab di tambahkan pengertian lain yakani dana untuk
membebaskan petani, pedagang dan nelayan kecil dari hisapan lintah
darat, pengijun, dan renternir.37
Meskipun penggunaan dana zakat untuk keperluan ini telah
lama d hapus, dana ini boleh di adakan kembali (asalkan tujuannya
tidak bertentangan dengan al-Quran dan hadis) dengan membantu
36 Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru, 1990), hal 185-197.
37 Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 68
pengrajin dan pengusaha kecil untuk membangun industri kecil meeka
sendiri dari pada membiarkan mereka terus bekerja sebagai buruh. Ini
bukan saja membantu mereka menjadi pemilik industri mereka
sendirian, tetapi juga memberi tanbahan yang besar terhadap kekayaan
negara.38
e. Golongan Keenam (Gharimin)
Ghorimin adalah mereka yang punya hutang, tak dapat lagi
membayar hutang, karena sudah jatuh fakir. Termasuk kedalamnya,
mereka yang berhutang untuk kemaslahatannya, merka yang
berhutang kemaslahatan hukum, dan kemaslahatan bersama, seperti
mendamaikan per sengketaan, menjamu tamu, memakmurkan masjid,
membuat jembatan dan lain-lain.
Hanya mereka yang berhutang kemaslahatan diri, baru boleh
meminta hak in, bila mereka telah fakir, telah jatuh miskin tak
sanggup lagi membayarnya.
Adapun merka yang berhutang karna kemaslahatan umum,
maka ia boleh minta dari bagian ini buat membayar hutangnya, guna
mendamaikan orang yang berselisih dan ahli fikih mensyaratkan
hutang yang diperbuat itu, jangan dengan jalan maksiat melainkan
apabila telah diketahui, bahwa ia telah bertaubat dari maksiatnya.39
38 Afzalurahman, Doktrin Ekonomi Islam, h. 303.
39 Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, h. 185
f. Golongan Ketujuh (fii sabilillah)
Makna sabilillah (jalan allah) adalah jalan yang mengantarkan
kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu atau amal. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa yang dimaksud dengan fii sabilillah disini adalah
berperang. Bagian zakat untuk fiisabilillah diberikan kepada para
relawan yang berperang dan tidak mendapatkan gaji tetap dari
pemerintah.40
Fiisabilillah meliputi banyak perbuatan, meliputi berbagai
bidang perjuangan dan amal ibadah, baik segi agama pendidikan, ilmu
pengetahuan, budaya, kesenian,termasuk mendirikan rumah sakit,
penerbitan mushhaf dan sebagainya.41
Salah satu perkara paling penting dalam kategori fii sabilillah
pada zaman kita adalah menyiapkan dan mengirim para da‟i ke
negeri-negeri kafir, melalui lembaga-lembaga yang terorganisir untuk
menyiapkan dana yang cukup bagi merka. Demikian pula membiayai
sekolah-sekolah yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan selainnya,
sehingga tercapailah kemaslahatan umum.
Rasullah saw juga menjadikan haji dan umrah sebagai
fisabilillah. Keduanya disamakan dengan orang yang berjuang dijalan
Allah swt berdasarkan hadist Mi‟qal al-Asadiyah, “bahwa suaminya
ingin menyedekahkan unta mudanya dijalankan Allah swt, sedangkan
40
Syaikh as-Sayyid Sabiq, Panduan Zakat Menurut al-Qur’an dan As-Sunnah, (Bogor,
Pustaka Ibnu Katsir, 2005), h. 158. 41
Lili Bariadi, h. 15.
ia ingin menunaikan umrah. Ia meminta kepada suaminya unta
tersebut dan suaminya menolak. Kemudian, perempuan tersebut
datang menemui Nabi dan menceritakan hal itu. Nabi memerintahkan
suaminya untuk memberikan unta tersebut kepada isteri nya, “Dan
Nabi berkata, “Haji dan Umrah termasuk fii ssabiilillah”. Sebagian
berpendapat bahwa fii sabiilillah mencakup segala kemaslahatan umat
Islam dan semua aspek kebaikan seperti mengkafani jenazah,
membangun benteng, membangun masjid.42
g. Golongan kedelapan (Ibnu Sabil/Musafir)
Ibnu sabil ialah, segala mereka yang kehabisan belanja dalam
perjalanan dan tak dapat mendatangkan belanjanya dari kampungnya,
walaupun ia orang yang berharta dikampungnya.
Begitu juga dinamakan ibnu sabil adalah orang yang jauh dari
keluarganya atau berda dirantau orang, yang telah kehabisan belanja
atau kehabisan perbekalan.43
Para ulama sepakat bahwa musafir yang jauh dari negerinya
boleh menerima zakat dengan nilai cukup untuk membeantunya
sampai ke tujuan jika harta yang dibawanya tidak cukup, mengingat
sifat kefakiran yang menimpanya.
42
Qutb Ibrahim Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, h. 249-250. 43
Ibnu Mas‟ud, Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi’i (Bandung : Pustaka Setia, 2005), h.
558.
Mereka mensyaratkan perjalanan itu untuk ketaatan atau bukan
dalam rangka maksiat. Lalu mereka berpendapat jika perjalanan itu
untuk perkara yang mubah. Pendapat yang terpilih dikalangan
syafi‟iyyah adalah ia boleh menerima zakat, meskipun perjalanan
tersebut untuk sekedar reaksi.44
Pada masa sekarang cakupan Ibnu sabil bukan hanya orang
yang penting dalam perjalanan saja, tetapi juga mencakup pengertian
seperti untuk pelajar yang diberikan beasiswa guna kelancaran
pendidikannya zakat memberikan zakat untuk beasiswa sangatlah
positif karena dengan pendidikan tersebut umat Islam dapat
mengeksploitasikan kemampuannya dan kekuatan dirinya.45
44
Syaikh as-Sayyid Sabiq, Ibid., h. 159. 45
Sofwan Idris, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, (Jakarta : PT. Cita
Putra Bangsa, 1992), cet ke-1 h. 168.
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG YAYASAN BAITULMAAL
BANK RAKYAT INDONESIA
A. Profil Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia1
1. Sejarah Singkat Berdirinya YBM BRI
Pada tahun 1990-an semangat ke-Islaman masyarakat muslim
Indonesia semakin beranjak naik, demikian pula semangat untuk
melaksanakan ajarannya. Contohnya, kewajiban membayar zakat yang
sekian lama rukun Islam nomer empat ini termajinalkan, sehingga aspek
sosial yang terkandung didalamnya tak mempunyai arti sedikitpun, kini
masyarakat sudah mulai sadar mengeluarkan zakat bahkan sebagian besar
mengerti bahwa didalam zakat terdapat potensi besar yang bisa
dikembangkan, khhusus bagi delapan ashnaf (golongan) yang berhak
menerima zakat. Kondisi ini ditandai dengan bermunculannya lembaga-
lembaga pengelola ZIS diberbagai perusahaan swasta maupun BUMN.
Semangat ke-Islaman dan kesadaran akan besarnya potensi zakat,
infaq dan Shadaqah tersebut juga terjadi dikomunitas lingkungan BRI.
Pada tahun 1992 dengan diprakarsai oleh bapak Winarto Soemarto yang
waktu itu menjabat sebagai salah satu direksi telah maelakukan langkah-
langkah dasar dengan memasukan zakat sebagai salah satu bagian dari
program kerja BAPEKIS. Waktu itu dinamai seksi sosial dan Zakat.
1 Selanjutnya disingkat YBM BRI
Namun perkembangan selanjutnya sampai menjelang masuk tahun 2000
belum optimal, hal ini disebabkan salah satunya adalah belum dikelola
secara khusus dan dengan pekerja yang khusus pula.
Selanjutnya pada tahun 2001, tahun dimana bangsa qt dilanda
Selanjutnya pada tahun 2001, tahun dimana bangsa kita di landa krisis
ekonomi yang berkepanjangan dengan bertambahnya jumlah orang miskin
di Indonesia, dan dengan melihat besarnya potensi ZIS di lingkungan BRI
yang belum optimal. Di samping itu tuntutan profesionalisme dan
besarnya permasalahan yang melingkupi pengelolaan ZIS, maka pada
tahun tersebut dengan di prakarsai BAPEKIS BRI dan dengan di ilhami
oleh semangat keagamaan, kepedulian sosial yang tinggi dan dorongan
Bapak Rudjito sebagai Dirut BRI, bank BRI di pandang perlu membentuk
Yayasan tersendiri yang khusus mengelola dana ZIS.
Dalam proses awal upaya optimalisasi zakat di lingkungan BRI
dan sebelum di sepakati untuk mendirikan Yayasan tersendiri yang khusus
mengelola zakat, BAPEKIS berkonsultasi dengan para tokoh zakat yang
terdiri dari Bapak Eri Sodewo (CEO Dompet Dhuafa Republika, Bapak
KH. Dr. Didin Hafiduddin (ahli Zakat dan Dewan Syariah DD Republika),
Bapak Dr. Said Agil Husain Al Munawwar (Guru Besar IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta), di samping itu mengadakan kunjungan ke BAMUIS
BNI 46.2
2 Dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999 tentang pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa yang
dimaksud dengna Lembaga Amil Zakat adalah institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk
atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan, social
dan kemaslahatan umat Islam.
Hasil dari konsultasi tersebut di rumuskan oleh BAPEKIS dan di
konsultasikan ke direksi BRI. Para direksi sangat merespon usulan tersebut
dan meminta BAPEKIS segera menyiapkan segala persyaratan pendirian
Yayasan.3
Maka pada tanggal 10 Agustus 2001 para Direksi yang terdiri dari
Bapak H. Rudjito (Dirut), Bapak H. Akhmad Amien Mastur, Bapak H.
Ahmad Askandar, Bapak Hendrawan Tranggana, Bapak Krisna Wijaya,
Ibu Hj. Gayatri Rawit Angreni (Direktur), Pegurus BAPEKIS BRI
KANPUS, Pemimpin Wilayah dan para Pejabat di KANPUS yang
bertempat di ruang rapat direksi sepakat mendirikan Yayasan yang
dinamai Yayasan Baitul Maal-Bank Rakyat Indonesia Akte Notaris No. 52
tahun 2001 di Notaris Agus Madjid SH. Dengan Bapak H. Purwanto
sebagai ketua Yayasan.
Pada waktu di sepakati pendirian YBM-BRI dalam hitungan menit
pada waktu itu terkumpul dana sebesar Rp 122.000.000,- (seratus dua
puluh dua juta rupiah) yang di peruntukan untuk dana abadi Yayasan.
Setelah pendirian Yayasan, langkah selanjutnya yang di tempuh
BAPEKIS adalah membuat Surat Edaran yang isinya himbauan kepada
semua pekerja muslim BRI untuk mengisi Surat Kuasa pemotongan gaji
3 Adapun maksud dan tujuan didirikannya YBM Bank Rakyat Indonesia tersebut antara
lain adalah : Menghimpun Dana Zakat, Infak, Shadaqah dari pegawai PT. Bank Rakyat Indonesia
(Persero), Lembaga-lembaga PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) dan masyarakat pada umumnya
serta pegawai anak perusahaan lingkungan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan mengelola
dana tersbeut menurut cara-cara yang sah serta menyalurkan kepada yang berha menerimanya
sesuai dengan hukum Islam dan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia, Menyalurkan
Dana ZIS yang dihimpun oleh Badan Pembia Kerohanian Islam Bank Rakyat Indonesia
(BAPEKIS BRI) sesuai dengan hokum Islam yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
untuk Zakat dan Infaq dengan tim konseptor yang terdiri dari Bapak H.
Sarwono Sodarto, Bapak H. Purwanto, Bapak H, Prayogo Sedjati
mewakili pengurus BAPEKIS dan Bapak Misbahul Munir dan H. Ahmad
Mujahid sebagai pelaksana. Dan sebagai bentuk dukungan dan rasa
kepedulian yang tinggi Surat Edaran tersebut di tanda tangani oleh para
Direksi.
Menyikapi Surat Edaran tersebut berbagai komentarpun mengalir
dari para pekerja BRI, baik yang sangat mendukung maupun yang sangat
keberatan. Bentuk keberatan tersebut ada yang melalui lisan bahkan
sampai ada yang menulis Surat Keberatan. Tapi perlu di garis bawahi,
bahwa keberatan para pekerja tersebut pada intinya bukan keberatan
tentang kewajiban zakat itu sendiri atau keberatan terhadap keberadaan
YBM-BRI, akan tetapi lebih kepada mereka sudah menyalurkan langsung
kepada mustahik dan adanya kekhawatiran tidak optimalnya penyaluran
dana zakat tersebut.
“Keberatan tersebut harus di jawab dengan prestasi dan dengan
kinerja yang baik. Yang penting niat kita baik, ikhlas dan untuk
mengemban amanat saudara-saudara kita yang lemah. insyaAllah,
semuanya akan berakhir dengan baik. Segala rintangan dan keberatan
harus di anggap sebagai cobaan untuk meningkatkan syiar zakat dan untuk
berbuat yang terbaik”. Demikian sikap yang di ambil para pendiri YBM-
BRI dalam menyikapi keberatan tersebut.
Pengembangan selanjutnya setelah dana terkumpul relatif besar,
pengurus BAPEKIS memutuskan untuk merekrut orang yang khusus dan
sudah berpengalaman mengelola dana zakat dan kegiatan sosial lainnya
dan memberikan otonomi penuh kepada YBM-BRI untuk mengelola dana
ZIS tersebut.
Dalam jangka satu tahun, tepatnya pada tanggal 6 November 2002
YBM-BRI di kukuhkan oleh Mentri Agama sebagai Lembaga Amil Zakat
Nasional dengan No. SK 445.4 dengan pengukuhan tersebut berarti YBM-
BRI sudah mendapat legalitas untuk mengelola dana zakat, infaq dan
shadaqah. Tidak hanya terbatas dari zakat pekerja BRI tetapi juga dari
masyarakat luar di seluruh Indonesia. Dan dengan pengukuhan tersebut
YBM-BRI menjadi salah satu dari 14 Lembaga Zakat di seluruh Indonesia
yang berskala Nasional.
Dengan di dirikannya Yayasan Baitul Maal BRI, di harapkan dapat
melengkapi lembaga-lembaga yang telah ada lebih dulu. Seraya berpegang
teguh pada prinsip fastabiqul khairat dalam mengangkat martabat
mustahik (penerima zakat).
Dengan komitmen “Mengubah Mustahik Menjadi Muzakki”. Di
samping itu di maksudkan agar supaya para pekerja peduli terhadap
kewajibannya sebagai muslim/muslimat dan juga peduli kepada
4 Aspek Legal : 10 Agustus 2001 para direksi, pemimpin wilayah dan para pejabat di
KANPUS mendirikan YBM BRI dengan Akte Notaris No. 52 Tahun 2001 di Notaris Agus Madjid
SH, Tanggal 6 November 2002 YBM BRI dikukuhkan oleh Menteri Agama sebagia Lembaga
Amil Zakat Nasional dengan No. SK 445.
lingkungan sosial masyarakat di sekitar sebagai wujud implementasi
slogan BRI “Besar Bersama Rakyat”.
2. Visi Dan Misi YBM BRI
Yang menjadi visi YBM BRI adalah Menjadi pengelola ZIS
terkemuka di Indonesia yang amanah, professional dan sesuai dengan
syariat Islam. Bertekad menumbuh kembangkan jiwa dan kemandirian
masyarakat yang bertumpu pada sumber daya lokal melalui system yang
berkeadilan. 5
Adapun Misi YBM BRI adalah:
1. Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI
dan umat Islam pada umumnya.
2. Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna dan berhasil guna.
3. Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
GCG.
4. Membangun diri menjadi lembaga yang berfungsi sebagai lokomotif
gerakan pemberdayaan masyarakat.
5. Menumbuh kembangkan jaringan lembaga pemberdayaan masyarakat.
6. Menumbuh kembangkan dan mendaya gunakan aset masyarakat yang
berbasis kekuatan sendiri.
7. Mengadvokasi paradigma ekonomi berkeadilan.
5 Dalam Pelaksanaan kegiatannya, Lembaga Amil Zakat YBM BRI dilakukan secara
professional dan transparan dengan diaudit laporan keuangannya oleh akuntan publik. Disamping
berupaya semaksimal mungkin sesuai dengan syariat Islam dengan Pembina Syariah Prof. DR. H.
Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
3. Keunggulan Berzakat Melalui YBM BRI
1. Menyalurkan zakat dengan efisien, efektif, dan menjangkau daerah-
daerah yang terpencil dan minus diseluruh Indonesia.
a. Memfungsikan BRI Cabang dan Unit sebagai mitra salur yang
tersebar diseluruh pelosok Nusantara.
b. Melibatkan seluruh pekerja BRI Muslim seluruh indonesia dalam
program “Agen Sosial” dalm bentuk merekomendasikan,
monitoring dan membina mustahik yang ada dilingkungan tempat
tinggal para pekerja.
c. Prioritas daerah- pemanfaatan peran kanwil / Kanins / Kanca /
Unit BRI seluruh Indonesia.
2. Pembinaan yang Berkesinambungan dan Terukur
a. Merekomendasikan binaan YBM BRI untuk mendapat KTA
(Kredit Tanpa Anggunan).
b. Pengenalan Binaan pada proses pemodalan dari perbankan
(membina Usaha Kecil menjadi bankble).
c. Mengikuti binaan usaha YBM BRI untuk mengikuti pelatihan
usaha kecil yang diadakan kantor Cabang BRI.
3. Mewujudkan masyarakat seimbang dari segi ekonomi, rohani,
duniawi, dan ukhrawi.
a. Mustahik yang dapat dibantu YBM BRI adalah yang mendapatkan
rekomendasi dari masjid sebagai jama’ah aktif.
b. Dibina Langsung baik yang berkenaan dengan keagamaan maupun
manajemen usaha oleh pekerja BRI yang merekomendasikan.
c. Dibina dimonitor oleh yang merekomendasikan mustahik tersebut.
4. Transparan dan Kesesuaian dengan Syariah
a. Pengawas Internal melalui Dewan Pengawas.
Cara Kerja:
1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
2) Mengawasi Pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan Dewan Pertimbangan.
3) Mengawasi Operasionalkegiatan yang dilaksanakan Badan
Pelaksana, yang mencakup Pengumpulan, Pendistribusian
dan pendayagunaan.
4) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan
syari’ah.
b. Diaudit Akuntan Publik.
Cara Kerja:
1) Melakukan pencatatan, pendokumentasikan dan pengarsipan
transaksi dana ZIS.
2) Melakukan pemeriksaan Pengelolaan dana ZIS apakah telah
sesuai dengan ketentuan syari’ah dan prinsip akuntansi yang
berlaku.
3) Penertiban laporan keuangan berkala yang diaudit oleh
lembaga.
c. Pengawas Syari’ah Melalui Pembina Syariah.
Cara kerja :
1) Memberikan nasehat dan saran kepada direksi, pimpinan unit
usaha syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga
keuangan syari’ah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
aspek syari’ah.
2) Melakuka pengawasan, baik secara aktif maupun secara pasif
terutama dalam pelaksanaan fatwa Dewan Syari’ah Nasional
serta memberikan pengarahan / Pengawasan atas produk /
jasa dan kegiatan usaha agar sesuai dengan prinsip syar’ah.
3) Sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan
Dewan Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul
dan saran penhembangan produk dan jasa dari lembaga
keuangan syariah yang memerlukan kajian dan fatwa dari
Dewan Syari’ah Nasional.
B. Struktur Organisasi YBM BRI
Sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat, Lembaga Amil Zakat
memiliki struktur organisasi. Berikut struktur Organisasi pada Yayasan Baitul
Maal Bank Rakyat Indonesia Pusat :
1. Badan Pembina :
Ketua : H. Rudjito
Wakil Ketua : H. Akhmad Amin Mastur
Anggota-anggota : Krisna Wijaya
H. Ahmad Askandar
Hj. Gayatri Rawit Angreni
Hendrawan Tranggana
Mempunyai fungsi memberikan pertimbangan fatwa, saran dan
rekomendasi kepada Badan Pelaksana dan Komisi Pengawas dalam
Pengelolaan Lembaga Amil Zakat, Meliputi aspek syariah dan aspek
manajerial.6
Adapun Tugas Pokok Pembina :
a) Memberikan garis-garis kebijakan umum Lembaga Amil Zakat.
b) Mengesahkan rencana kerja Badan Pelaksana dan komisi Pengawas.
c) Mengeluarkan fatwa syariah baik diminta maupun tidak berkaitan
dengan hukum zakat yang wajib diikuti Lembaga Amil Zakat.
d) Memberikan pertimbangan, saran dan rekomendasi kepada Badan
Pelaksana dan komisi Pengawas baik diminta maupun tidak.
e) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan hasil Kerja Badan
Pelaksana dan Komisi Pengawas.
f) Menunjuk Akunta publik7
6 Pengurus YBM BRI adalah yang berada di kantor pusat. YMB BRI mengadakna rapat
pengurus dan pelaksana setiap 5 tahun sekali untuk membahas kinerja para pengurus, struktur
kepengurusan ini cenderung tetpa, pergantian pengurus terjadi apabila ada pengurus yang dimutasi
ke daerah. Selain itu rapat 5 tahunan sekali ini juga membahas program-program yang telah
dilaksanakan dan menyusun program yang akan dilaksanakan. 7 Hafidhuddin, Didin, Zakat Dalam perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani Press,
2002),
Pembina Syariah : Prof. Dr. Drs. H. M. Amin Suma, MA. SH
2. Badan Pengawas
Ketua : H. Sarwono Sudarto
Wakil Ketua I : Ir. Sudaryanto Suadrgo
Wakil Ketua II : Muhsin Choirul Amien
Anggota-anggota : Suwardi Saropie Alimudin
Adapun tugas pokok pengawas yayasan :
a) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
b) Mengawasi pelaksanaan kebijaka-kebijakan yang telah ditetapkan
dewan pertimbangan.
c) Mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan badan pelaksana,
yang mencakup pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
d) Melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syari’ah.
3. Pembina syariah pada YBM BRI adalah prof. DR. H. Muhammad Amin
Suma, SH, MA, MM. Fungsi pembina syariah sebaga perwakilan Dewan
syari’ah nasional yang ditempatkan pada lembaga keuangan syari’ah
wajib:
a) Mengikuti fatwa dewan syariah nasional.
b) Merumuskan permasalahan yang memerlukan pengesahan Dewan
syariah nasional.
c) Melaporkan kegiatan usaha serta perkembangan lembaga keuangan
syariah yang diawasinya kepada Dewan syariah nasional sekurang-
kurangnya satu kali dalam setahun.
Adapun tugas pokok pembina syariah : 8
a) memberikan nasihat dan saran kepada direksi, pimpinan unit usaha
syari’ah dan pimpinan kantor cabang lembaga keuangan syari’ah
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan aspek syari’ah.
b) melakukan pengawasan, baik secara aktif mapun secara pasif terutama
dalam pelaksanaan fatwa dewan syari’ah nasional serta memberikan
pengarahan / pengawasan atas produk / jasa dan kegiatan usaha agar
sesuai dengan prinsip syari’ah.
c) sebagai mediator antara lembaga keuangan syariah dengan Dewan
Syari’ah Nasional dalam mengkomunikasikan usul dan saran
pengembangan produk dan jasa dari lembaga keuangan syari’ah yang
memerlukan kajian dan fatwa dari Dewan Syari’ah Nasional.
4. Pengurus yang beranggotakan ;
Ketua : H. Purwanto
Wakil Ketua I : Wasi Kirana
Wakil Ketua II : Hidzuldin Elfani
Sekretaris I : Imam Widodo
Sekretaris II : Muhammad Zauron
Bendahara I : Hj. AM. Nova Christiana
Bendahara II : Randi Anto
8 Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syariah Menyongsong Berlakunya UU
No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1989 Perluasan Wewenang Peradilan
Agama, (Jakarta Pusdiklat Mahkamah Agung RI, 2007), h. 428-429
Fungsi dari pengurus adalah sebagai pelaksana pengelola zakat.
Adapun tugas pokok pengurus:
a) Membuat rencana kerja
b) Melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai dengan rencana
kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan.
c) Menyusun laporan tahunan
d) Menyampaikan laporan pertanggung jawaban kepada pemerintah.
e) Bertindak dan bertanggung jawab untuk dan diatas nama Lembaga
Amil Zakat kedalam maupun keluar.
5. Badan Pelaksana Harian, yang saat ini tugasnya diemban oleh;
Ketua : Mohd. Nasir Tajang
Bidang Sekretariat/Umum : Tri Rachmanto
Bidang Keuangan & Akuntansi : Sofiati
Bidang Pendayagunaan : Anwar Sadat
Sebagai pimpinan organisasi yang di angkat oleh Badan Pembina,
memiliki tugas dan waewenang sebagai berikut:
a) Bertanggung jawab atas kelangsungan hidup lembaga.
b) Membuat perumusan dan tujuan, rencana dab kebijakan umum serta
mengevaluasi seluruh kegiatan lembaga.
c) Pengambil keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi jalannya
kegiatan lembaga.
6. Bagian Penghimpun. Saat ini posisinya ditempati oleh Anwar sadat.
Mempunyai fungsi merencanakan, melaksanakan dan mengawasi kegiatan
penghimpunan dana baik pada tingkat internal maupun dalam kerjasama
dengan pihak ketiga / kantor layanan.
Adapun tugas Bagian Penghimpunan :
a. Sosialisai ZIS
b. Layanan Konseling ZIS
c. Layanan Penerima dana ZIS termasuk donasi kemanusiaan dan
program tanggung jawab lembaga yang dikerjasamakan.
d. Layanan Muzakki/ donatur.
7. Bagian Keuanagn & Administrasi. Saat ini posisinya ditempati oeleh
Yunni Partina. Mempunyai fungsi mengatur dalam pelaksanaan dan
penyelesaian tugas-tugas administrasi, keuangan dan kepersonaliaan
lemabaga untuk mencapai kelancaran dan pertumbuhan kegiatan yang
optimal.
a) Pencatatan, pendokumentasian dan pengarsipan transaksi dana ZIS.
b) Pengelolaan dana ZIS sesuai ketentuan syari’ah dan prinsip akuntansi
yang berlaku.
c) Penerbitan laporan keuangan berkala, termasuk yang di audit oleh
akuntan publik.
8. Bagian Pendayagunaan. Saat ini psisinya ditempati oleh Ahmad Faqih.
Mempunyai Fungsi Merencanakan, melaksanakan dan mengawasi
kegiatan pendayagunaan dana baik pada tingkat internal maupun dalam
kerjasama dengan pihak ketiga / kantor layanan.
Adapun tugas pokok Bagian Pendayagunaan :
a) Pelayanan sosial untuk kebutuhan kritis dan mendesak.
b) Pengembangan ekonomi masyarakat.
c) Pengembangan sumber daya masyarakat.
Badan Pembina
Pembina Syariah
Pengawas Yayasan
Pengurus YBM BRI
Ketua Pelaksana
Bagian Penghimpunan
Bagian Keuangan &
Administrasi
Bagian Pendayagunaan
C. Sumber Dan Penggunaan Dana ZIS YBM BRI
Sumber dana YBM BRI terbagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Sumber Dan Penggunaan Dana Zakat, Abadi, dan Bergulir.9
a. Sumber dari Donatur dan bagi hasil Bank Syariah
1) Penerimaan dari zakat perusahaan dan karyawan
2) Penerimaan Dana Abadi
3) Penerimaan dari Bagi Hasil Bank Syariah
b. Sumber dari Non Donatur
1) Pengembalian Dana Bergulir
2) Penerimaan Lain-lain
c. Penggunaan Dana
1) Penyaluran pada fakir / Miskin.
2) Penyaluran pada fiisabilillah
3) Penyaluran pada Mualaf
4) Penyaluran pada Gharimin
5) Penyaluran pada Ibn Sabil
6) Biaya Amilin
7) Biaya Operasional Amilin
2. Sumber dan Penggunaan Dana Infaq, Shadaqah, dan Amilin
a. Sumber dari Donatur dan Bagi Hasil Bank Syariah
1) Penerimaan Dana Infaq dan Shadaqah
2) Penerima Dana Amilin
9 Pada tahun 2004 YBM BRI mendapat penghargaan sebagia pemenang I Zakat Award
Kategori Pendayagunaan Zakat, Thaun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Penghimpun
Dana Teringgi, Tahun 2005 pemenang II Zakat Award Kategori Pendayagunaan Zakat.
3) Penerimaan dari Bagi Hasil Bank Syariah
b. Sumber dari Non Donatur
1) Penerimaan Lain-lain
c. Pengunaan Dana
1) Penyaluran pada Fakir / Miskin
2) Penyaluran pada Fisabilillah
3) Biaya Gaji dan Tunjangan Amil
4) Biaya Perlengkapan Kantor
5) Biaya Pelatihann, Seminar, dan Jasa Konsultan
6) Biaya Sosialisasi Zakat
7) Biaya Telekomunikasi
8) Biaya Transportasi dan Akomodasi
9) Biaya Konsumsi dan Rumah Tangga
10) Biaya Penyusutan
3. Sumber dan Penggunaan Dana Non Syari’ah
a. Sumber Dana
1) Penerimaan Bunga dari Dana Zakat, Abadi dan Bergulir
2) Penerimaan Bunga Dari Dana Infaq
3) Penerimaan Bunga dari Dana Amilin
b. Penggunaan Dana
1) Biaya Bank Dana Zakat, Abadi dan Bergulir
2) Biaya Bank Dana Infaq
3) Biaya Bank Dana Amilin
4) Biaya Lain-lain
BAB IV
ANALISA TERHADAP PEMBERDAYAAN
ZAKAT YBM BRI
A. Bentuk Program Pendayagunan Melalui Efektifitas Pengelolaan Dana
ZIS
Untuk mencapai hasil yang maksimal. Efektif dan efisien serta
tercapainya sasaran dan tujuan zakat, maka pendayagunaanya lebih baik
diarahkan ke arah yang produktif. Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi
dana zakat dapat digolongkan ke dalam empat kategori, sebagai berikut :
1. Konsuftif Tradisional
Dalam hal ini zakat hanya dapat dimanfaatkan oleh mustahiq
secara langsung dan hanya cukup memenuhi kebutuhan sesaat. Bentuk ini
lebih sesuai diberikan kepada yang benar-benar tidak mampu berusaha
mencari rizki disebabkan, misalnya, sudah tua dan lemah badanya, atau
halangan lain yang dapat diterima akal.
2. Konsuftif Kreatif
Dalam hal ini mustahiq dapat mengembangka dan memanfaatkan
zakat, misalnya untuk pembelian alat-alat sekolah, bea siswa, dan lain-
lain. Pendistribusian seperti ini lebih relavan dilaksanakan untuk mereka
yang kekurangan tetap[I mempunyai potensi untuk mengembangkan diri.
3. Produktif Tradisional
Dimana zakat dapat diberikan dalam bentuk barang produktif,
seperti bantuan ternak seperti, kambing, sapi. Pemberian pupuk untuk
petani dengan harga murah. Bentuk seperti ini lebih sesuai diberikan
kepada mereka yang tergolong mustahiq yang mau, mampu dan kuat
berusaha.
4. Produktif Kreatif
Dimana zakat diwujudkan dalam bentuk pemodalan, baik untuk
membangun proyek sosial atau untuk menambah modal bagi para
pedagang kecil.
Model pemanfatan dan pendayagunaan dana zakat secara produktif-
kreatif merupakan modelyang signifikan dalam mengalokasikan
pendayagunaan dana zakat. Hal ini dilakukan oleh Badan Amil Zakat dan
Lembaga Amil Zakat yang menyerupai sebuah badan usaha ekonomi atau
Baitul Maal yang membantu permodalan dalam berbagai bentuk kegiatan
ekonomi masyarakat dan pengembangan usaha-usaha golongan ekonomi
lemah, terutama fakir miskin yang umumnya menganggur/tidak bisa berusaha
secar optimal karena kekurangan dan kletiadaan modal.
Konsep pendayagunaan zakat produktif kreatif inilah yang dianggap
paling memungkinkan efektifnya tujuan zakat adalah sebagai berikut alat
untuk mencapai tujuan, yaitu mewujudkan keadilan sosial dalam upaya
pengentasan kemiskinan. Oleh karena itu kebijakan pendayagunaan zakat
harus relevan dengan efektifitas dan produktifitas zakat itu sendiri.
Didalam undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat :
1. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan
berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a) Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan ashnaf
yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu
sabil.
b) Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi
kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
c) Mendahulukan mustahiq dlam wilayah masing-masing.
2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif
dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut :
a) Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan.
b) Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan.
c) Mendapat persetujuan terulis dari dewan pertrimbangan.
Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha
produktif ditetapkan sebagai berikut :melakukan studi kelayakan, menetapkan
jenis usaha produktif, melakukan bimbingan dan penyuluhan, melakukan
pemantauan, pengendalian dan pengawasan, mengadakan evaluasi, membuat
laporan.
Program kerja YBM BRI.
1. Hadir di Tengah Musibah
YBM BRI selalu berusaha berada di lokasi muibah untuk
meringankan beban korban yang terkena musibah. Baik tim langsung dari
Jakarta maupun melalui Kantor Wilayah, Kantor Cabang, maupun Kantor
Unit BRI diseluruh pelosok Nusantara.
Selama ini, YBM BRI telah ikut membantu saudara-saudara yang
ditimpa musibah mulai dari bencana akibat gelombang tsunami d Aceh,
banjir di Riau, banjir banding dan longsor di Bohorok, banjir banding di
Jember, longsor di Banjrnegara, hingga gempa di Nabire. Tidak terhitung
peristiwa bencana akibat kebakaran di berbagai daerah, juga banjir dan
gempa di seluruh pelosok Indonesia.
Bantuan yang diberikan pun beragam. Mulai dari bantuan makanan.
Peralatyan masak, layanan kesehatan, serta berbagai kebutuhan lainnya di
tengah bencana. Kami bersama dengan seluruh jajaran YBM BRI selalu
siap memberi bantuan kepada korban bencana.
2. Menjawab Kebutuhan Masyarakat
Banyak saudara kita yang menderita karena ketidakmampuan
fisiknya. Ada yang tidak bisa melihat karena katarak atau terserang
berbagai jenis penyaki ganas se[erti tumor dan berbagai penyakit
mengerikan lainya. YBM BRI selalu siap berupaya mambantu mereka
berupa bantuan biaya operasi.
Mereka yang sakit atau punya penyakit berat tak lepas dari sasran
bantuan YBM BRI. Cukup banyak frekuensi operasi orang sakit yang
dibiayai YBM BRI. Mulai dari operasi bibir sumbing, tumor, bahkan
berbagai penyakit berat lainya.
Pelayanan gizi kepada masyarakat juga menjadi bagian dari
kegiatan YBM BRI untuk membantu kesehatan masyarakat, terutama di
daerah yang mengalami gizi buruk. Dan tak kalah pentingnya adalah
pelayanan kesehatan Cuma-Cuma yang secar periodic dilakukan di
daerah-daerah yang membutuhkan.
Sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat, YBM-
BAPEKIS-CSR BRI menyelenggarakan road show pwngobatan. Program
ini diberi nama Bakti Insani. Menurut Nasir, program ini diselenggarakan
mangingat biaya pengobatan sangatlah mahal, sehingga banyak
masyarakat tidak mampu berobat. “Banyak masyarakat tidak mampu yang
tidak bisa berobat”, katanya.
Dalam program ini YBM BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu
Bapekis BRI, sedangkan dana diambil dari CSR BRI. Mengingat dana
yang dipakai adalah diambil dari CSR (Corporate Social Responsibility)
BRI. Maka dimaksudkan pula untuk menggerakkan komunitas BRI. “agar
kedermawanan dan kepekaan sosial dari para karyawan BRI terus terasah
melalui kegiatan seperti ini”, tutur Nasir berfilsafat. Bayangkan, jika 40
ribu karyawan BRI yang muslim mempunyai rasa kepedulian
dilingkungan seperti itu, berapa raus ribu warga kurang mampu yang akan
terbantu.
Kegiatan ini telah dilaksanakan di tempat lokasi. Di kawasan ini
banyak komunitas pendatang dari kalangan tidak mampu. Sebaian besar
pedagang kecil, baik pedagang sayur, pedagang es dan pedagang lainya.
Berikutnya diselenggarakan di Makaliwe, Grigol, Jakarta Barat. Kawasan
ini merupakan kawasan padat penduduk. Kebersihan lingkungan dan
sanitasi sangat tidak terawatt, alas an itulah YBM memilih tempat ini
untuk dijadikan lokasi pengobatan.
Ketiga, dilaksanakan di Depok. Pengobatan massal di Depok
mendapat sambutan yang cukup meriah. Bukan hanya ribuan warga yang
hadir, namun walikota Depok, Nur Mahmudi Ismail juga hadir memberi
bantuan. Lokasi ke empat di Cimande, Bogor.
3. Mendukung Pendidikan
Biaya pendidikan merupakan salah satu focus perhatian YBM BRI.
Sebab, pendidikan merupakan wahana untuk memperbaiki generasi
pendatang. Bila potensi zakat dapat digali secara maksimal, kemiskinan
dan pengangguran di Indonesia dapat diatasi dengan baik. Menurut data
sementara, potensi zakat Indonesia tercatat besar, yakni sekitar 7,5 triliun
pertahun. Itu masih bisa bertambah jika pengelolaan zakat dilakukan
secara professional dan serius. Mengingat pentingnya peranan zakat untuk
membantu masyarakat kurang mampu inilah YBM BRI bergiat dalam
manggali dana zakat di lingkungan BRI dan menyalurkannyan kepada
masyarakat tidak mampu dan membutuhkan.
Komitmen untuk membantu kalangan tidak mapu titu diwujudkan
YBM BRI dalm bentuk pemberian beasiswa. pada tahun ajaran baru 2006,
penerima beasiswa YBM BRI telah berjumlah 1535 anak yang tersebar di
seluruh Indonesia, mulai tingkat SD sampai Perguruan Tinggi. bahkan jika
dilihat perkembangan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. tahun
2002 sebanyak 333, tahun 2003 sebanyak 615, tahun 2004 sebanyak 983,
tahun 2005 sebanyak 1120 dan tahun 2006 sebanyak 1535. meningkatnya
penerima beasiswa dikerenakan kondisi ekonomi bangsa yang belum
pulih. sehingga banyak anak usia sekolah yang terancam putus sekolah.
Para penerima beasiswa di YBM BRI, menurut Ahmad Fakih,
dikelompokkan menjadi empat komponen, pertama komponen
institusional lembaga pendidikan, kedua, sinergi dengan lembaga lain,
ketiga, rekomendesi dar karyawan dan relawan BRI, keempat, dari
masyarakat umum.
Adapun penerimaan beasiswa, lanjut Fakih, dilakukan setiap bulan
Januari dan Juli. Namun biasanya lebih difokuskan pada bulan Juli karena
berbarengan dengan tahun ajaran baru sedang bulan Januari sifatnya
mengevaluasi saja. “Jika prestasinya bertahan atau bahkan meningkat
maka beasiswa dapat dilanjutkan tapi jika turun maka akan dievaluasi
dulu, “ ungkapnya. Evaluasi dilakukan dalam rangka memotivasi anak dan
untuk meningkatkan prestasinya, sehingga memiliki nilai yang bagus dan
dapat diterima di sekolah negeri.
Dana beasiswa perbulan untuk tingkat SD sebesar Rp 40 ribu, SMP
60 ribu, SMA 75 ribu dan Perguruan Tinggi 150 ribu. Memang secara
nominal tidak besar tapi cukup meringankan kebutuhan rutin mereka.
Terutama untuk membeli buku-buku paket pelajaran dan biaya
transportasi. Penerima beasiswa tingkat Perguruan Tinggi terdapat tugas
tambahan dari YBM. Mereka diminta member bimbingan belajar bagi
tingkat di bawahnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguatkan tali
silaturrahmi antar penerima beasiswa sekaligus member tambahan belajar
baik agama maupun pelajaran umum bagi siswa tersebut.
Selain bantuan bantuan pendidikan kepada siswa, YBM BRI juga
member bantuan kepada sekolah. Bentuknya juga beragam mulai dari
perlengkapan belajar hingga sarana fisik penunjang pendidikan seperti
bangunan riangan kelas, perpustakaan dan kebutuhan lainya.
4. Memberdayakan Masyarakat
Upaya pemberdayaan masyarakat juga menjadi bagian aktifitas
YBM BRI. Bantuan diberikan berupa modal usaha bagi para pedagang
kecil, petani, peternak, atau usaha produktif lainya. Bantuan tentu
diberikan dengan perhitungan dan criteria yang memenuhi syarat sesuai
dengan peruntkan dana tang diamanhkan.
Menurut Ahmad Faqih bantuan berupa modal usaha yang diberikan
berkisar antara Rp. 1 juta sampai Rp. 2 juta. Seperti bantuan untuk
membuat gerobak, atau untuk usaha seperti, pedangang es, pedagang sayur
dan sebagainya, dan modal tersebut dikebalikan dengan cara diangsur free
tanpa bunga selama 20 bulan, besarnya tergantung modal usaha yang
diberikan. Mustahiq juga bisa mengajukan peminjaman modal kembali
untuk mengembangka usahanya setelah angsuran selesai dibayarkan.
Bantuan bukan hanya modal usaha melainkan juga kesempatan
berpameran serta bentuk bantuan lainya yang bisa meningkatkan
kemandirian para pengusaha kecil dan mikro. Dengan bantuan ini
diharapkan banyak masyarakat yang bisa berusaha dan hidup mandiri.
Sehingga mereka, yang semula masuk criteria mustahiq, dengan usahanya
tersebut bisa berubah menjadi muzakki.
Dari permasalahan yang terjdi di YBM BRI, maka YBM BRI
mambuat langkah kongrit untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi
di YBM BRI. Langkah-langkah kongrit tersebut adalah :
1) Melaksanakan pelatihan keteramilan.
2) Memberikan pinjaman modal bergilir.
3) Memberikan pinjaman modal usaha.
4) Melaksanakan kerjasama dengan pihak lain untuk meningkatkan dan
memperluas jaringan pemberdayaan ekonomi mandiri.
5) Membuat cabang/unit kerja dipelosok nusantara.
6) Melibatkan seluruh pekerja BRI muslim seluruh Indonesia dalam
program “Agen Sosial”.
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan erhadap efektifitas
pengelolaan dana ZIS pada YBM BRI maka dapat dikatakan semua
berjalan sesuai dengan apa yang telah diprogramkan, misalnya saja dalam
penyaluran dana zakat, disebutkan, bahwa dalam pemberian bantuan harus
berdasarkan rekomendasi dari masjid sebagai jamaah aktif, karena
lembaga tersebut melakukan kerjasama salah satunya dengan pihak masjid
masjid sebagai mitra kerja.
Begitu halnya dengan penyaluran dana zakat, YBM BRI, tidak
hanya berprinsip sekedar menyalurkan saja, akan tetapi mangusakan agar
ZIS yang disalurkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat.
YBM BRI berharap agar para mustahiq tidaj terus menerus manjadi
mustahiq, akan tetapi suatu waktu nanti mereka dapat pula menjadi
muzakki dan menjadi donator tetap di TBM BRI.
Pendistribusian/penyaluran dana zakat kepada delapan golongan
mustahiq dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu :
a) Kelompok Permanen
termasuk dalam kelompok ini adalah fakir, miskin, amil, muallaf.
Empat golongan mustahiq ini diasumsikan akan selalu ada di wilayah
kerja organisasi pengelola zakat dank arena itu penyaluran dana
kepada mereka akan terus menerus atau dalam waktu lama walaupun
secara individu penerima berganti-ganti.
b) Kelompok Temporer
Termasuk dalam kelompok ini iadalah riqab, gharimin, fisabilillah, dan
ibnu sabil. Empat golongan mustahiq ini diasumsikan tidak selalu ada
di wilayah kerja suatu organisasi pengelola zakat. kalaupun ada maka
penyaluran dana kepada mereka tidak akan terus menerus atau tidak
dalam waktu panjang sesuai senga sifat permasalahan yang melekat
pada empat golongan ini.
B. Langkah-Langkah Pemberdayaan Zakat YBM BRI
Sebagai tolak ukur keberhasilan pengelolaan zakat adalah terwujudnya
dimensi yang berhubungan dengan allah (Hablumminallah) dan dimensi yang
berhubungan dengan manusia (Hablum minannas), dan untuk mewujudkan
kedua dimensi tersebut dituntut adanya partisipasi dari semua unsure
masyarakat termasuk di dalamnya para wajib zakat dan pengelolaan yang
professional, amanah serta transparan layaknya pengelolaan sebuah organisasi,
agar dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para mustahik yang betul-
betul memerlukan. Adapun pengumpulan dana yang terkumpul diperoleh dari:
1. Sumber dana
Dari hasil rapat antara Direksi BRI dan BAPEKIS pada tanggal 30
Mei 2001, telah di sepakati bahwa kepada karyawan/karyawati yang
beragama Islam di wajibkan mengeluarkan zakat ke-YBM-BRI, dan di
himbau untuk mengeluarkan infaq dan shadaqah dengan tata cara sebagai
berikut: yang tertera dalam table pada lembar lampiran pada halaman
berikutnya.
Ada pun dana yang di peroleh di YBM BRI JAKARTA
besrsumber dari:
a. Zakat
Zakat yang merupakan pengeluaran yang wajib bagi setiap inividu
muslim yang telah memenuhi persyaratan, Yang terkena kewajiban
zakat profesi adalah pekerja yang upah pokoknya diatas Rp.
1.000.000,- (satu juta rupiah) Pemotongan untuk zakat juga berlaku
untuk insentif, jasa produksi, bonus, tunjangan hari raya, cuti besar &
tahunan bagi pekerja yang menandai kesediaan untuk di potong
terhadap hal-hal yang tersebut pada poin ini, Para wajib zakat
menyerahkan Surat Kuasa pemotongan gaji kepada bagian
MSDM/Pelayanan intern di unit kerjanya masing-masing dalam hal ini
YBM BRI JAKARTA dengan menyebutkan besarnya % (persentase)
antara 1 s/d 2,5 % dari upah pokok untuk zakat dan jumlah nominal
rupiah untuk infaq dan shadaqah. Pemotongan zakat dilakukan Divisi
MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan
Kanca. Berdasarkan Surat Kuasa tersebut Divisi MSDM/Kasi
Pelayanan Intern memotongkan gaji para muzakki, Pemotongan zakat
akan terus dilakukan sampai pekerja menuliskan Surat Pembatalan
Surat Kuasa Pemotongan Zakat ke MSDM di KANPUS dan di Kasi
Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca.
b. Infaq/Shadaqah
Adapun infaq harta yang dikeluarkan untuk kepentingan-kepentingan
yang di perintahkan Allah SWT diluar zakat Besar potongan
infaq/shadaqah di tentukan sendiri secara sukarela oleh pekerja Bank
Rakyat Indonesia (BRI).Pemotongan infaq/shadaqah di lakukan Divisi
MSDM di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan
Kanca,Pemotongan di lakukan setelah pekerja memberikan Surat
Kuasa Pemotongan infaq dengan menyebutkan/menuliskan nilai yang
di kehendaki. Berdasarkan Surat Kuasa tersebut Divisi MSDM di
KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca
memotongkan gaji para donatur infaq dan shadaqah,Pemotongan
infaq/shadaqah juga akan terus di lakukan sampai pekerja menuliskan
Surat Pembatalan Surat Kuasa Pemotongan infaq/shadaqah ke MSDM
di KANPUS dan di Kasi Pelayanan Intern Kanwil/Kanins dan Kanca
2. Pengumpulan Dana dan Alokasi Dana
Pengumpulan Dana yang di peroleh oleh YBM BRI JAKARTA terdiri
dari:
a. Dana Abadi, yaitu bantuan awal pendirian Yayasan dari pejabat BRI
b. Dana yang di terima dari pekerja BRI dan masyarakat muslim
umumnya yang terdiri dari zakat, infaq, shadaqah, waqaf dan dana
sosial lainnya
Alokasi Dana di fokuskan kepada:
a. 50 % di setor dan di kelola oleh YBM-BRI Pusat berdasarkan SE No.
B. 52-BAPEKIS/SE/7/2001.
b. 50 % lainnya di kelola oleh Yayasan Baitul Maal BRI Kanwil/Kanins
dan Kanca.
c. 10 % dari dana zakat yang terhimpun di KANPUS untuk dana
operasional YBM-BRI KANPUS (dana amilin).
d. 10 % dari 50 % dana zakat yang terhimpun di Kanwil/Kanins dan
Kanca Pengumpul untuk dana operasional Kanwil/Kanins dan Kanca.
e. YBM-BRI Kanwil/Kanins dan Kanca, mempunyai wewenang
menyalurkan dana 50 % hasil ZIS yang di himpun dengan mengikuti
kebijakan pengumpulan dan penggunaan dana yang di tentukan oleh
YBM-BRI KANPUS.
f. YBM-BRI Kanwil/Kanins dan Kanca dapat mengajukan permohonan
dana ke YBM-BRI Pusat apabila dana di YBM-BRI Kanwil/Kanins dan
Kanca tidak tersedia atau tidak cukup untuk membiayai program.
3. Administrasi Penerimaan ZIS
Yayasan Baitul Maal Kanwil/Kanins dan Kanca sebagai
pengumpul ZIS wajib memelihara kerjakan catatan tentang nama (orang
yang membayar zakat, infaq/shadaqah) berikut NIP-nya, jumlah ZIS yang
dibayar setiap bulannya, serta jumlah total ZIS yang telah dilaksanakan
pengumpulannya.
Dana zakat yang dihimpun oleh Yayasan Baitul Maal KANPUS
dan Kantor Cabang BRI seluruhnya disetorkan ke rekening Yayasan
Baitul Maal BRI Pusat. Dana zakat dan infaq yang dihimpun oleh
Kanwil/Kanins dan Kanca sebesar 50 % dikelola sendiri oleh Yayasan
Baitul Maal Kanwil/Kanins dan Kanca yang bersangkutan. Data dari
Yayasan Baitul Maal BRI Kanins dan Kanca di kompilasi oleh Yayasan
Baitul Maal BRI Kanwil setempat, dan selanjutnya diteruskan ke Yayasan
Baitul Maal BRI KANPUS.
4. Mekanisme Pengiriman Dana ke YBM-BRI KANPUS
Dana zakat sebesar 50 % dari yang ihimpun Yayasan Baitul Maal
Kanwil/Knins dan Kanca di limpahkan ke KCK No. Rek. 0206-01-
000968-30-1 atas nama Dana Zakat Yayasan Baitul Maal BRI. Dana infaq
sebesar 50 % yang dihimpun Yayasan Baitul Maal Kanwil/Kanins dan
Kanca di limpahkan ke KCK No. Rek. 0206-01-008580-50-5 atas nama
BAPEKIS Pusat/Yayasan Baitul Maal BRI. Penyetoran dilakukan paling
lambat pada tanggal 5 bulan berikutnya dan mengirimkan formulir Setoran
ZIS bulanan Kanwil/Kanins dan Kanca warna merah ke KANPUS.
5. Mekanisme Laporan Keuangan dan Kegiatan ke YBM-BRI
Mekanisme laporan keuangan dan kegitan ke YBM BRI
JAKARTA yakni dengan cara mengisi Formulir Setoran ZIS bulanan danh
selanjutnya mengirimkan formulir yang berwarna merah ke YBM-BRI
KANPUS setiap bulan, Melaporkan posisi keuangan zakat dan infaq
Kanwil/Kanins dan Kanca ke YBM-BRI KANPUS setiap tahun paling
lambat bulan Januari tahun berikutnya.
6. Mekanisme Pemotongan Zakat Pofesi dan Infaq
Pekerja BRI KANPUS/KCK mengambil Formulir Surat Kuasa di
YBM-BRI KANPUS atau di koordinator masing-masing Divisi dengan
Mengisi Surat Kuasa pemotongan zakat profesi/infaq rangkap dua, dan
Mengisi Formulir dengan niat menunaikan zakat profesi/infaq karena
Allah SWT
Adapun Pekerja BRI Kanwil/Kanins dan Kanca mekanisme
pemotongan zakat profesinya dengan, Mengambil Fomulir Surat Kuasa di
YBM-BRI setempat untuk zakat, dan untuk infaq, Mengisi Surat Kuasa
pemotongan zakat profesi/infaq rangakp tiga, Halaman Pertama Surat
Kuasa yang sudah diisi diserahkan ke Kasi Pelayanan Intern
Kanwil/Kanins dan Kanca, halaman kedua untuk YBM-BRI setempat,
halaman ketiga untuk YBM-BRI KANPUS yang pengirimannya di
koordinir YBM-BRI setempat, dan Mengisi Formulir dengan niat
menunaikan zakat profesi/infaq karena Allah SWT
7. Distribusi
Telah banyak yang telah dilakukan oleh YBM BRI JAKARRTA
sebagai wujud profesionalisme dan wujud kepedulian YBM BRI
JAKARTA untuk mensejahterakan para mustahik untuk mendapatkan
hak-haknya sebagai kaum yang memerlukan. Sebagai bukti:
a. YBM-BRI Salurakan Dana 250 Juta untuk GEMPA JOGJA
Bencana Gempa Tektonik yang berkekuatan 5,9 skala richter,
yang terjadi sekitar pukul 05-57 menit pada 27 Mei 2006 lalu. Tidak
saja menyebabkan ribuan nyawa melayang. Tapi juga menyisakan
duka diantara puing-puing bagunan yang rata dengan tanah. Selain
tempat tinggal yang luluh lantak, sarana pendidikan, tempat ibadah dan
sarana dan prasarana lainnya juga hancur.
Melihat kondisi tersebut, YBM-BRI Jakarta yang langsung di
komandoi oleh H. Purwanto (Ketua Pengurus YBM-BRI)langsung
menerjunkan tim tanggap darurat satu hari berikutnya, tepatnya tanggal
28 Mei. Dengan membuka posko induk di Kantor Cabang BRI Bantul,
posko unit di BRI Unit Bayat dan posko Mobile.
Kegiatan penyaluran bantuan yang dibantu oleh 33 relawan,
terdiri dari layanan medis dan bantuan logistic. Bantuan logistic berupa
makanan, pakaian, susu (bayi), makanan siap saji, tenda, selimut. Di
samping menyalurkan bantuan dari donator YBM, juga menyalurkan
bantuan dari BRI. Bantuan dari BRI berupa paket bantuan yang terdiri
dari makanan, susu danpakaian. Sedangkan layanan medis
dilaksanakan selama 12 hari, selama membuka layanan medis jumlah
paien yang ditangani sebanyak 2101 orang. Dengan perbandingan 46,5
% wanita (dewasa), 32,5 % laki-laki (dewasa), 13 % anak-anak, 8 %
remaja.
b. YBM-Bapekis-CSR BRI Mengadakan Road Show Pengobatan
Sebagai wujud kepedulian terhadap kesehatan masyarakat,
YBM-Bapekis-CSR BRI menyelenggarakan road show pengobatan.
Program ini diberi nama Bakti Insani. Menurut Nasir, program ini di
selenggarakan mengingat biaya pengobatan sangatlah mahal, sehingga
banyak masyarakat tidak mampu berobat.
Dalam program ini YBM-BRI bertindak sebagai pelaksana
dibantu Bapekis BRI. Sedangkan dana diambil dari CSR BRI.
Mengingat dana yang dipakai adalah dari CSR BRI, maka
dimaksudkan pula untuk menggerakkan komunitas BRI. Kegiatan ini
dilaksanakan di empat lokasi. Lokasi pertama di Kelurahan Cawang
gang Arus. Di kawasan ini banyak komunitas pendatang dari kalangan
tidak mampu. Sebagian besar pedagang kecil, baik pedagang sayur,
pedagang es dan pedagang keliling lainnya. Di kawasan ini merupakan
langganan banjir, karena berada di sepanjang Kali Ciliwung. Bahkan
warga setempat pernah terendam banjir selama 2 bulan.
Berikutnya di selenggarakan di Makaliwe, Grogol, Jakarta
Barat. Kawasan ini merupakan kawasan padat penduduk. Kebersihan
lingkungan dan sanitasi sangat tidak terawat. Alasan itulah mengapa
YBM memilih tempat ini untuk dijadikan lokasi pengobatan.
Ketiga, di laksanakan di Depok, pengobatan missal di Depok
mendapat sambutan cukup meriah. Bukan hanya ribuan warga yang
hadir, namun Wli Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail juga hadir
memberi sambutan. Dalam sambutannya, Nur Mahmudi sengang dan
menyambut positif kegiatan ini.
Kegiatan ini memilih Musholla dan Sekolahan sebagai lokasi
pelaksanaan yakni di harapkan agar warga setempat bisa hadir melihat
sekolahan. Begitu juga di Musholla, bukan hanya sekedar tempat
shalat dean mengaji tapi ada kegiatan sosial lainnya. Lokasi ke empat
di Cimande, Bogor.
Dalam kegiatan ini jika terdapat penyakit besar yang tidak bisa
ditangani, maka dirujuk ke rumah sakit dengan biaya dari YBM-BRI.
Dengan cara seperti itu, YBM tidak hanya menunggu mustahik yang
datang ke kantor, tapi juga pro aktif mencari mustahik.
c. Membuat Sekolah Alternatif di Daerah Terpencil
Sebuah terobosan baru dunia pendidikan hadir di tengah-tengah
masyarakat kita. Lembaga pendidikan alternatif bagi masyarakat tidak
mampu di wilayah pedalaman. Konsep yang ditawarkan cukup unik
yakni melibatkan banyak institusi. Tak heran jika akhirnya, sekolah ini
dijadikan sebagai sekolah percontohan tingkat nasional oleh
Departemen Pendidikan Nasional dalam hal teknik pengembangan
sekolah.
BUMI PUTERA UTAMA adalah sebuah lembaga pendidikan
alternatif yang berada di wilayah pedalaman Kecamatan Kopo,
Kabupaten Serang-Banten. Lembaga tersebut mendirikan sebuah
sekolah SMA bernama BINA PUTERA. Sekolah ini berdiri sejak
tahun 2003. di latar belakangi banyaknya anak putus sekolah terutama
tingkat menengah (SMP/MTS) karena ketidak mampuan secara
ekonomi. Jarak sekolahan dengan tempat tinggal juga cukup jauh dan
harus ditempuh dengan ojeg senilai Rp 25 ribu.
Di sinilah perlunya terobosan untuk mencari jalan keluar
bagaimana agar para siswa bisa melanjutkan pendidikan yang lebih
tinggi dengan biaya yang terjangkau. Maka di dirikanlah sekolah
alternatif yang bisa menjadi jalan keluar bagi siswa yang berasal dari
keluarga tidak mampu. Konsep yang di kembangkan dalam
penyelenggaraan sekolah adalah gotong royong. Bentuknya cukup
unik. Keunikannya, pertama banyaknya institusi masyarakat yang
terlibat, mulai dari swasta, yakni masyarakat setempat dalam
pengadaan lahan tanah, pemerintah, dalam hal pengadaan sarana dan
prasarana jalan, hingga professional, seperti pecinta motor besar.
Kedua keterlibatan masyarakat setempat seperti menyiapkan lahan.
Ketiga melibatkan putar terbaik daerah. Keempat adanya konsep
pemberdayaan bagi para peserta didik.
YBM-BRI sebagai lembaga sosial kemasyarakatan dilibatkan
sejak awal. Mulai dari penyediaan sarana fisik maupun beasiswa.
Menurut pengakuan Nasir, Pelaksana Harian YBM-BRI, sampai saat
ini YBM telah membantu lembaga ini lebih dari Rp. 50 juta.
Bantuan dari berbagai pihak itu diabadikan ke dalam nama-
nama kelas. Yang terdiri atas:
Kelas YBM-BRI (bantuan dari YBM-BRI)
Kelas Britama (bantuan dari Britama BRI)
Kelas BBC (bantuan dari Club Bintaro Bikers Community)
Kelas Harley Davidson (bantuan dari pemilik Harley Davidson)
Kini, lembaga pendidikan yang diamanahkan kepada putra
daerah, Ir. H. Ahmad Supriyatna memiliki 160 siswa yang terbagi
dalam empat rombongan belajar, masing-masing kelas I, II, dan III.
Mereka dibimbing oleh 14 orang guru. Fasilitas yang dimiliki kini
berupa empat ruang kelas permanent, ruang kantor dan TU, sebuah
musholla, saung-saung tempat belajar di ruang terbuka, serta satu
ruang multimedia yang belum selesai pembangunannya.
Bukan hanya itu, lembaga ini juga melibatkan perguruan tinggi
dalam hal teknik pengembangan petrnakan yaitu IPB (Institut
Pertanian Bogor).
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi YBM BRI
1. Pemahaman Zakat
Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah pengertian umat
islam tentang zakat itu, pengertian mereka sangat terbatas kalau
dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puasa.
Misalnya ini disebabkan dengan pendidikan keagamaan Islam dimasa
lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini. Akibatnya
karena kurang faham, umat Islam kurang pula melaksanakannya. 10
2. Sikap Kurang Percaya
Disamping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam
Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap
kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu. Sikap ini
sesungguhnya ditujukan kepada orang atau sekelompok orang yang
mengurus zakat, misalnya masyarakat kurang percaya terhadap YBM BRI,
antara lain karena pengelola YBM BRI kurang profesional serta kurang
terbuka dalam pengelolaan ZISnya.
3. Sikap Tradisional
Kebiasaan para wajib zakat dan pada masyarakat umumnya
menyerahkan zakatnya tidak kepada delapan kelompok atau beberapa dari
delapan golongan yang berhak menerima zakat, tetapi kepada para
pemimpin agama setempat (kepada Kyai/ Tokoh masyarakat. Pemimpin
Agama ini tidak bertindak sebagai amil yang berkewajiban membagikan
atau menyalurkan zakat kepada mereka yang berhak menerimanya, tetapi
bertindak sebagai mustahik sendiri dalam kategori Sabilillah. Cara dan
sikap ini tidak sepenuhnya salah. Namun sikap demikian tersebut
seyogyanya ditinggalkan, diantaranya untuk menghindari penumpukan
haarta (zakat) pada orang tertentu. Padahal salah satu tujuan zakat
pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan penulis, dapt diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Upaya YBM BRI dalam menjalankan programnya baik dalam hal
pemghimpunan maupun pendayagunaan zakat yaitu ntuk mencapai hasil
yang maksimal. Efektif dan efisien serta tercapainya sasaran dan tujuan
zakat, maka pendayagunaannya lebih baik diarahkan kearah produktif.
Pemanfaatan dan pendayagunaan alokasi dana zakat dapat digolongkan
kedalam empat kategori, yaitu: konsumtuf Tradisional, Konsumtif Kreatif,
Produktif Tradisional dan Produktif Kreatif. Dimana zakat diwujudkan
dalam bentuk pemodalan, baik untuk membangun proyek sosial atau
menambah modal bagi para pedagang kecil, sepereti bantuan untuk para
korban bencana, bantuan pendidikan, bantuan kesehatan dan sebagainya.
Dalam program ini YBM BRI bertindak sebagai pelaksana dibantu oleh
BAPEKIS BRI, sedangkan dana diambil dari CSR (Corporate Sosial
Responcibility) BRI. Dimaksudkan untuk menggerakkan komunitas BRI
“Agar kedermawanan dan kepekaan social dari pada karyawan BRI terus
terangsang melalui kegiatan seperti ini”.
2. Pengelolaan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh YBM BRI dalam
hal pendayagunaan zakat untuk kepentingan masyarakat yaitu terwujudnya
dimensi yang berhubungan antara manusia dengan Allah SWT dan
manusia dengan manusia. Dengan mewujudkan kedua dimensi tersebut
dituntut adanya partisipasi dari semua unsur masyarakat termasuk
didalamnya juga para muzakki dengan pengelolaan yang professional,
amanah serta transparan layaknya pengelolaan sebuah organisasi, agar
dana yang terkumpul dapat disalurkan kepada para mustahik yang betul-
betul memerlukan tentunya kegiatan tersebut di barengi dengan prosedur-
prosedur yang telah di tetapkan baik diperuntukkan kepada para muzakki
ataupun para mustahik dengan melengkapi persyaratan dan mengisi foam
penerima bantuan dan ketentuan lainnya.
3. Adapun kendala-kendala yang di hadapi oleh YBM BRI adalah mengenai
pemahaman zakat , kurangnnya pengertian umat terhadap zakat itu sendiri,
disebabkan dengan pendidikan keagamaan islam dimasa lampau kurang
menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini akibatnya umat islam
kurang melaksanakannya. Disamping itu masyarakat bersikap kurangnya
kepercayaan masyarakat untuk menyisihkan sebagian hartanya kepada
lembaga-lembaga amil zakat mereka lebih mau menyisihkan harta mereka.
Sikap ini sesungguhnya ditujukan kepada orang atau kelompok orang yang
mengurus zakat. Misalnya Dengan bersikap kurang percaya terhadap
YBM BRI antara lain karena pengelola YBM BRI kurang professional
serta kurang terbuka dalam pengelolaan ZIS, yang masih mengedepankan
sikap tradisional yakni para muzakki umumnya lebih mempercayakan dan
menyerahkan zakatnya secara langsung baik diserahkan kepada tokok
masyarakat (Kyai) atau kepada mustahik yg bersangkutan. Hal tersebut
dapat menjadi kendala yang akan menhambat berlagsungnya
penyelanggara lembaga-lembaga zakat khusuhnya YBM BRI dalam
mensejahterakan umat secara menyeluruh.
B. Saran-Saran
1. Untuk pengelolaan dana ZIS hendaklah diperlukan kerjasama dengan
berbagai pihak yang terkait, terutama pihak berwenang, dalam hal ini
pemerintah. Sebab adanya sinergi antara pihak swasta dan pemerintah
merupakan salah satu langkah menuju efesiensi dan efektifitas dari
pengelolaan dana ZIS yang bermuara pada tepatnya alokasi dana ZIS yang
tentunya berdasarkan hokum positif di Indonesia yaitu Undang-undang
No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, dan berdasarkan hokum
Islam.
2. Pertahankan pelayanan yang memuaskan terhadap mustahiq, sehingga
YBM BRI menjadi kepercayaan para muzakki dan mustahiq di Jakarta.
3. Program-program yang belum terlaksana di YBM BRI untuk
diprogramkan kembali tahun berikutnya. Apabila tidak berhasil diganti
dengan program-program lain yang bisa memenuhi kebutuhan mustahiq.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim
Afzalurrahman, Doktrin Ekonomi Islam, (Economic Doctrines Of Islam),
terjemahan, Soroyo dan Nastangin, Yogyakarta : Dana Bhakti, 1996,
jilid 3.
Ali, Muhammad Daud, Sistem Ekonomi Islam : Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI
Press, 1998, cet 1.
An-Nabhani, Taqiyudi, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Persfektif Islam,
(An Nidhamul Iqtishad Fil Islam), terjemahan M. Maghfur Wachid,
Surabaya : Risalah Gusti, th, 1999 cet ke 4.
Ash Shiddiqieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pedoman Zakat, Semarang :
PT.Pustaka Rizki Putra, 1999.
Bariadi, Lili, dkk, Zakat dan Wirausaha, Jakrta, Centre For Entreneurship
Development, 2005, cet ke 1.
Departemen Agama RI, Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat.
Djazuli, A, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2002, Ed. 1, cet. 1.
Djuanda, Gustian, Pelaporan Zakat Pengurus Pajak Penghasilan, Jakarta : PT.
Grafindo Persada, 2006, ed. 1.
Doa, Djamal, 1, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara, Jakarta : Nuansa
Madani, 2001.
Hafiduddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakrata : Gema Insani
Press, 2002.
----------, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak, Sedekah Kami Menjawab, Badan
Amil Zakat Nasional, 2005.
HM. Rasidi, Humanisme Dalam Islam, Jakrta : Bulan Bintang, 1980, cet 1.
Harahap, Syahrin, Islam Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta :
PT Tiara Wacana Yogya, 1999, cet .
Hasan, M, Ai, Masail Fiqhiyah : Zakat, Pajak Asuransi dan Lembaga Keungan,
Jakarta : PT Raja Grafindo Prasada, 2000, cet 3.
Ibrahim, Qutb Muhammad, Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keungan
dan Sistem Administrasi, Diterjemahkan dari kitab al-Siyasah ala-Maliyah
Li al-Rasul, Jakarta : Gaung Persada Pess, 2007.
Idris, Sofwan, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, Jakarta : PT
Cita Putra Bangsa, 1992, cet ke-1.
Kusmana, Bungai Rampai Islam dan Kesejahteraan Sosial, Jakarta : IAIN
Indonesia Sicial Equity Project, 2006.
Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Jakarta : Klam Mulia, 1994.
Mahfudh, Sahal, MA. Nuansa Fiqh Sosial, Yogyakarta : PT Ukis Yogyakarta
berkejasama dengan Pustaka Pelajar Yogyakarta, 1994, cet ke-1.
Mahkamah Agung RI, Kapita Selekta Perbankan Syari’ah Menongsong
Berlakunya UU. No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan UU, No. 7 Tahun
1989 Perluasan Wewenang Peradilan Agama, Jakarta Pusdiklat
Mahkamah Agung RI,2007.
Mas’ud Ibnu, Abidin, Zainal, Fiqh Madzhab Syafi’I, Bandung : Pustaka
Setia,2005.
Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam, PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Munawwir, A. W, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta : PP Al-Munawwir, 1984.
Nasution Lahmuddin, Fiqh, Jakarta : Logos Wacana Ilmu dan Pemikiran,tth.
Perwataatmadja, Karnaen, A, Membumikan Ekonomi Islam di Indonesia, Depok :
Usaha Kami 1996.
Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat (Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat
Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadis), Litera Antar Nusa dan Penerbit
Mizan, 1999.
Qudamah, Ibnu, al-Mughni, Beirut : Dar al-Kutub al-Limiyah, tth, Juz II.
Ra’ana, M. Irfan, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khatab, ahlih bahasa
Mansyuruddi Djoely, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1979.
Rasyid M. Hamdan, Fiqh Indonesia Himpunan Fatwa-fatwa Aktual, Jakarta : PT
Al-Mawardi Prima, 2003.
Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru, 1990.
Suma, Muhammad, Amin, 5 Pilar Islam Membentuk Pribadi Tangguh, Jakarta :
Kholam Publishing, 1007, cet ke 1.
Sumitro, Warkum, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial
Politik Indonesia, Malang : Bayu Media Publishing, 2005.
Sabiq, as-Sayid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Daar al-Fikr, 1998, Jilid 1.
Sabiq, as-Sayid, syaikh, Panduan Zakat Menurut al-Quran san as-Sunnah, Bogor
: Pustaka Ibnu Katsir, 2005.
Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keungan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia
Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007.
Suryanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam,
Bandung : Mizan, 1995.
Syafi’i, Sofyan, Akuntansi Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991.
Usman, Suparman, Hukum Islam (Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia), Jakarta : Gaya Media Pratama, 2002.
Wawancara dengan Ketua Pelaksana Harian, Bapak H. Nasir Tajang, 14 Agustus
2009.
Wawancara dengan Staf Pendayagunaan, Ahmad Fakih, 10 Agustus 2009.
Widodo, Hertanto, Kastiawan, Teten, Akuntansi dan Mangemen Keungan untuk
Organusasi Pemgelola Zakat, Jakarta : Institut Managemen Zakat,2001.
Yafie, Alie, Problema zakat kontemporer artikulasi proses sosial politik bangsa,
forum zakat (FOZ), Jakarta, 2003.