pemanfaatan lahan kapur dalam pengelolaan limbah budidaya ayam petelur untuk menigkatkan...
DESCRIPTION
geografi ekonomiTRANSCRIPT
PEMANFAATAN LAHAN KAPUR DALAM PENGELOLAAN LIMBAH
BUDIDAYA AYAM PETELUR UNTUK MENIGKATKAN PEREKONOMIAN
KECAMATAN KADEMANGAN, KABUPATEN BLITAR
Rizal Anggara Mukti
Abstraksi
Lahan kapur merupakan lahan dengan kondisi kering, tandus dan tidak
produktif. Masyarakat lahan kapur umumnya berada pada perekonomian lapisan
bawah. Peningkatan produktivitas lahan dilakukan dengan beralih sektor menjadi
peternakan. Budidaya ternak ayam petelur yang tanpa menghasilkan limbah di
lahan kapur, dapat meningkatkan perekonomian serta menghasilkan aglomerasi
peternak ayam petelur di Kecamatan Kademangan.
Kata kunci : lahan kapur, budidaya, limbah, aglomerasi
Kondisi morfologis lahan berupa tanah kapur secara umum dapat
menyerap air dengan cepat. Sehingga kondisi permukaan lahan akan kering dan
tandus. Keadaan sosial ekonomi masyarakat lahan tanah kapur biasanya berada
pada tingkatan dibawah rata-rata, hal ini karena kesuburan tanah yang kurang
mendukung untuk bercocok tanam sehingga mereka senantiasa untuk memilih
usaha lain seperti budidaya ternak. Dalam peternakan memiliki standar yang telah
diatur sesuai KEPMENTAN no. 425/KPTS/OT 210/7/2001 yang berisi pedoman
budidaya ternak ayam petelur. Budidaya ayam petelur yang baik adalah ramah
lingkungan baik dari limbah maupun polusi bau ternak.
Budidaya ayam petelur di Kademangan menjadi sektor usaha utama. Hal
ini karena didukung oleh berbagai faktor, baik dari fisik maupun sosial
masyarakat. Faktor fisik yang mendorong sektor ini berkembang adalah lahan
kapur serta daerah Kademangan yang masih jauh dari perkotaan menjadikan
lingkungan masih tenang dan populasi yang tak terlalu padat. Bentuk pengolahan
limbah yang ramah lingkungan mendukung usaha budidaya ayam ini berkembang.
Faktor sosial adalah masyarakat yang mempunyai motivasi tinggi untuk
mengembangkan tingkat perekonomian. Persatuan antar peternak untuk
membentuk kelompok-kelompok akan semakin memperkuat usaha mereka.
hingga saat ini terbentuk aglomerasi di daerah lahan kapur ini.
Kademangan bagian selatan memiliki bentuk lahan kapur. Lahan ini
sebenarnya kering, tandus, serta kurang produktif menjadi pusat budidaya ternak
ayam petelur yang terus berkembang. Peternak ini mengempok di Kademangan,
walaupun banyaknya peternakan namun lingkungan tetap terjaga. Hal ini karena
pengolahan limbah peternakan dapat diolah dengan ramah lingkungan dan
optimal. Masalah ini memerlukan kajian lebih lanjut, agar metode-metode
budidaya yang ramah lingkungan ini dapat dilakukan di daerah yang memiliki
lahan kapur lain. Dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat lahan
kapur.
Pembahasan
Karakteristik Lahan Kapur
Lahan kapur memiliki karakteristik tanah keringdan tandus. Lahan ini
memiliki daya serap air yang tinggi. Sehingga air yang berada pada permukaan
tanah sangat sedikit persediaannya. Tanah yang berwarna kuning ke putihan
berasal dari warna batuan kapur. Oleh karena itu pada lahan ini suhu lebih panas
selain itu didukung oleh tak adanya air untuk proses penguapan.
Porositas sekunder yang berupa celah ataupun rekah pada batuan karst
sangat mudah mengalirkan air permukaan yang terpolusi masuk ke akuifer. Air
permukaan yang terpolusi tidak terfiltrasi dengan baik dalam perjalanannya
menuju akuifer karena jarangnya vegetasi dan tipisnya solum tanah. Tingginya
permeabilitas batuan karst mengakibatkan air dipermukaan sangat jarang. Air
permukaan hanya dijumpai pada telaga-telaga karst yang jumlahnya juga sangat
jarang. Kekeringan merupakan fenomena yang paling sering dijumpai pada
permukaan lahan karst di berbagai tempat di dunia (Eko Budiyanto: 2012).
Lahan kapur merupakan lahan yang tersusun atas bebatuan kapur yang
memiliki unsur hara sangat sedikit bahkan tidak terdapat. Sehingga tanah ini
memiliki sifat yang kurang subur. Namun kapur dalam tanah memiliki kandungan
kalsium dan magnesium dalam tanah. kadungan ini biasanya terasosiasi dengan
karbonat. Komposisi utama batuan kapur adalah kalsium karbonat (CaCO3),
magnesium karbonat (MgCO3), silika, dan alumina. Kapur yang ada di pasaran
biasanya diperoleh sebagai hasil kalsinasi batuan kapur. (Kusnoputranto & Jaya:
1984)
Budidaya Ayam Petelur
Ayam yang telah dikembangkan di Kecamatan Kademangan, Kabupaten
Blitar adalah ayam petelur tipe medium. Bobot tubuh ayam ini cukup berat.
Meskipun itu, beratnya masih berada di antara berat ayam petelur ringan dan
ayam broiler. Oleh karena itu ayam ini disebut tipe ayam petelur medium. Tubuh
ayam ini tidak kurus, tetapi juga tidak terlihat gemuk. Telurnya cukup banyak dan
juga dapat menghasilkan daging yang banyak. Ayam ini disebut juga dengan
ayam tipe dwiguna. Karena warnanya yang cokelat, maka ayam ini disebut
dengan ayam petelur cokelat yang umumnya mempunyai warna bulu yang cokelat
juga. Dipasaran orang mengatakan telur cokelat lebih disukai daripada telur putih,
kalau dilihat dari warna kulitnya memang lebih menarik yang cokelat daripada
yang putih, tapi dari segi gizi dan rasa relatif sama. Satu hal yang berbeda adalah
harganya dipasaran, harga telur cokelat lebih mahal daripada telur putih. Hal ini
dikarenakan telur cokelat lebih berat daripada telur putih dan produksinya telur
cokelat lebih sedikit daripada telur putih. Selain itu daging dari ayam petelur
medium akan lebih laku dijual sebagai ayam pedaging dengan rasa yang enak.
Ayam petelur unggul sangat baik dipakai sebagai plasma nutfah untuk
menghasilkan bibit yang bermutu. Hasil kotoran dan limbah dari pemotongan
ayam petelur merupakan hasil samping yang dapat diolah menjadi pupuk
kandang, kompos atau sumber energi (biogas). Sedangkan seperti usus dan jeroan
ayam dapat dijadikan sebagai pakan ternak unggas setelah dikeringkan. Selain itu
ayam dimanfaatkan juga dalam upacara keagamaan.
- Hasil Budidaya Ayam Petelur
a. Hasil Utama
Hasil utama dari budidaya ayam petelur adalah berupa telur yang
diahsilkan oelh ayam. Sebaiknya telur dipanen 3 kali dalam sehari. Hal ini
bertujuan agar kerusakan isi tlur yang disebabkan oleh virus dapat
terhindar/terkurangi. Pengambilan pertama pada pagi hari antara pukul 10.00-
11.00; pengambilan kedua pukul 13.00-14.00; pengambilan ketiga
(terakhir)sambil mengecek seluruh kandang dilakukan pada pukul 15.00-16.00.
b. Hasil Tambahan
Hasil tambahan yang dapat dinukmati dari hasil budidaya ayam petelur
adalah daging dari ayam yang telah tua (afkir) dan kotoran yang dapat dijual
untuk dijadikan pupuk kandang.
c. Pengumpulan
Telur yang telah dihasilkan diambil dan diletakkan di atas egg tray
(nampan telur). Dalam pengambilan dan pengumpulan telur, petugas
pengambil harus langsung memisahkan antara telur yang normal dengan yang
abnormal. Telur normal adalah telur yang oval, bersih dan kulitnya mulus serta
beratnya 57,6 gram dengan volume sebesar 63 cc. Telur yang abnormal
misalnya telurnya kecil atau terlalu besar, kulitnya retak atau keriting,
bentuknya lonjong.
d. Pembersihan
Setelah telur dikumpulkan, selanjutnya telur yang kotor karena terkena
litter atau tinja ayam dibershkan. Telur yang terkena litter dapat dibersihkan
dengan amplas besi yang halus, dicuci secara khusus atau dengan cairan
pembersih. Biasanya pembersihan dilakukan untuk telur tetas. (Santoso, Urip.
2011. Budidaya Ayam Petelur gallus sp.)
Budidaya ayam petelur di Kademangan lebih medah berkembang karena
proses pengaturan usaha yang memudahkan peternak untuk berusaha. Cara yang
dilakukan adalah dengan sistem pinjaman untuk biaya pakan. Jadi peternak tidak
terlalu dibebani dengan modal yang besar untuk memulai usaha ternak. Selain hal
itu persatuan diantara kelompok yang mendukung serta saling bertukar
pengalaman antar peternak untuk meningkatkan hasil produksi. Sehingga
kuantitas produksi terus meningkat dari waktu ke waktu.
Tabel jumlah populasi ayam petelur dari tahun 2007-2012 Kabupaten Blitar
2006 2007 2008 2009 2010
14.370.800 14.387.454 14.499.100 14.727.200 15.467.600
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Tabel jumlah populasi unggas menurut per-kecamatan Kabupaten Blitar tahun
2011 (ekor)
No
.Kecamatan
Ayam
Kampung
Ayam
Petelur
Ayam
Pedaging
Itik
Manila
1. Kademangan 132.561 2.433.600 113.610 50.880
2. Ponggok 120.880 2.304.600 327.285 65.733
3. Srengat 105.884 2.292.600 305.550 58.956
4. Kanigoro 107.957 1.536.400 343.560 12.118
5. Talun 324.792 1.319.900 134.610 55.730
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Hasil Produksi
Hasil Produksi telur menjadi produksi utama di Kabupaten Blitar.
Besarnya produksi ini merupakan akumulasi dari lima kecamatan yang
memproduksi telur terbesar. Kecamatan Kademangan memiliki produksi terbesar.
Hal ini karena jumlah populasi budidaya ayam petelur yang besar di Kecamatan
Kademangan. Serta dukungan lingkungan untuk mengembangkan budidaya ayam
petelur didaerah tersebut. Peternakan ayam ras petelur sangat berpengaruh pada
sektor peternakan di Kabupaten Blitar, populasi ayam ras petelur mencapai
15.467.600 ekor meningkat 5,03 persen dari tahun sebelumnya yakni sebanyak
14.727.700 ekor pada tahun 2009. (BPS. 2011. Blitar Dalam Angka 2011)
Tabel jumlah produksi ayam petelur dari tahun 2007-2012 Kabupaten Blitar
(butir)
2006 2007 2008 2009 2010
125.181,0 125.326,1 126.298,6 128.285,6 134.735,0
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Tabel Produksi Telur per-kecamatan Kabupaten Blitar tahun 2011 (butir)
No. Kecamatan Jumlah produksi
1. Kademangan 21.198,6
2. Ponggok 20.074,9
3. Srengat 19.970,4
4. Kanigoro 13.296,2
5. Talun 11.497,4
Sumber: Dinas Peternakan Kabupaten Blitar
Aglomerasi
Aglomerasi peternak ayam petelur di Kademangan, dapat terjadi karena
lahan kapur yang kering serta kepadatan penduduk yang masih lebih sedikit dari
pada perkotaan. Daya dukung lingkungan senantiasa memudahkan peternak untuk
berkembang. Terjalin eratnya hubungan antar peternak untuk bertahan dan saling
membantu. Sistem pengepul yang memudahkan peternak untuk memulai usaha
ternak karena sistem pinjamam membuat modal awal yang tak terlalu besar.
Kondisi sosial masyarakat yang ulet untuk meningkatkan perokonomian daerah.
Aglomerasi muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan
produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang
sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti
tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut. (Marshall)
Aglomerasi menurut teori lokasi modern merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi aktifitas ekonomi, aglomerasi juga menjadi salah satu faktor
disamping keunggulan komparatif dan skala ekonomi menjelaskan mengapa
timbul daerah-daerah dan kota-kota (Soepono, 2002). Terdapat dua macam
aglomerasi, yaitu aglomerasi produksi dan aglomerasi pemasaran (Soepono,
2002). Dikatakan aglomerasi produksi bilamana tiap perusahaan yang
mengelompok/kluster atau beraglomerasi mengalami eksternalitas positif di
bidang produksi, artinya biaya produksi perusahaan berkurang pada waktu
produksi perusahaan lain bertambah. (M, Firmansyah. 2010. Aglomerasi Usaha
dan Implikasinya bagi Kebijakan)
Manur Ayam Petelur
Manur merupakan limbah dari budidaya ayam petelur. Jumlah manur yang
dihasilkan bergantung pada skala budidaya ayam. Semakin besar budidaya maka
semakin banyak pula menur yang dihasilkan setiap harinya. Penanganan limbah
ini akan menjadi maslah apabila tidak diolah dengan benar. Karena manur ini
akan menghasilkan bau yang tak sedap. Dengan demikian akan mengganggu
lingkukungan di sekitar lokasi budidaya ayam petelur. Selain bau dapak negatif
lain adalah pencemaran air manur.
Manur, hasil produksi peternakan selain daging dan telur ayam,
mengandung unsur-unsur N, P, dan K yang merupakan nutrisi bagi tanaman.
Akan tetapi, manur menjadi masalah bagi lingkungan jika jumlahnya berlebih.
Gas H2S dan NH3 yang dihasilkan oleh manur merupakan polutan berbau yang
sangat dominan dalam menimbulkan efek merugikan terhadap ternak dan
manusia.
Nitrogen dalam manur hewan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu nitrogen
anorganik dan organik. Nitrogen organik, misalnya protein, akan diubah secara
berangsur-angsur oleh mikrob tanah menjadi nitrogen anorganik. Nitrogen
anorganik dalam manur sebagian besar berbentuk kation amonium yang stabil di
dalam tanah dan terikat pada permukaan partikel lempung. Apabila ion amonium
ini terakumulasi pada tempat penyimpanan manur, keberadaan air akan
menyebabkan pengikatan oksigen air oleh amonium yang menghasilkan nitrit dan
nitrat melalui proses nitrifikasi (Pettigrew 1992). Proses nitrifikasi terjadi dengan
adanya bakteri Nitrosomonas yang mengoksidasi amonium menjadi nitrit, yang
selanjutnya oleh bakteri Nitrobacter diubah menjadi nitrat. Nitrat tidak terikat
pada partikel lempung sehingga dapat larut terbawa aliran air dan menimbulkan
pencemaran air. Bakteri dari spesies Pseudomonas akan mengubah nitrat menjadi
NH3. ini terjadi pada kondisi netral atau basa (Pettigrew 1992).
(Charlena, Irma H Suparto, M Farid Humaidi. Pengaruh Penambahan Kapur
Terhadap Pelepasan Gas Nh3 pada Manur Ayam Petelur)
Sebetulnya manur ayam dapat bernilai ekonomis apabila diproses lebih
lanjut dengan dijadikan sebagai pupuk organik ataupun pakan ternak lain. Pupuk
organik yang berasal dari kotoran ayam mempunyai kandungan unsur hara yang
beragam, akan tetapi ditetapkan suatu kesimpulan bahwa unsur hara yang terdapat
dalam pupuk organik atau pupuk kandang rata-rata 0,5% nitrogen; 0,25% P2O5;
dan 0,5% K2O. Pupuk kandang dengan kandungan unsur hara seperti konsentrasi
tersebut di atas sudah dikatakan berkualitas baik (HAKIM, 1986). Maka dari itu
perlu untuk mengetahui proses pengolahannya agar dapat terjadi budidaya ternak
ayam petelur yang tanpa limbah (zero waste).
Manur ayam terdiri atas feses yang berasal dari usus besar dan urine yang
berasal dari ginjal (Ensminger 1992). Seekor ayam diperkirakan menghasilkan
0.15 kg manur/hari, yang mengandung 4.8% nitrogen, 1.8% fosforus, 1.8%
kalium, dan 5.5% kalsium. Nitrogen yang berasal dari protein akan menguap dan
jumlahnya berkurang jika dibiarkan terlalu lama di tempat penampungan.
Jumlah air yang diekskresikan bersama manur bergantung pada konsumsi
air oleh ayam. Kandungan protein yang tinggi pada ransum ayam petelur
menyebabkan kadar air manurnya juga tinggi, yaitu sekitar 80% (Patrick 1995;
Lesson et al. 1995). Kelebihan nitrogen yang berasal dari protein ransum tersebut
akan dibuang dalam bentuk asam urat dalam urine, proses yang memerlukan
banyak air (Sujono et al. 2001). (Charlena, Irma H Suparto, M Farid Humaidi.
Pengaruh Penambahan Kapur Terhadap Pelepasan Gas Nh3 pada Manur Ayam
Petelur)
Dari ayam di Kecamatan Kademangan sejumlah 2.433.600 ekor, apabila
seekor ayam menghasilkan 0,15kg. Maka Manur yang dihasilkan oleh ayam
perhari di Kecamatan Kademangan sebanyak 365.040 Kg atau 365 ton perhari.
Pengaruh Lahan Kapur terhadap Limbah Ayam Petelur
Lahan kapur yang tersusun atas batuan kapur yang kaya akan kalsium dan
magnesium. Budidaya ayam petelur di lahan kapur secara umum memiliki limbah
kotoran ayam yang tak terlalu berbau. Kondisi lahan yang mendukung ini
mendudung peternak untuk mengembangkan usahanya. Serta limbahnya dapat
dijadikan pupuk dengan kualitas baik untuk pertanian.
Pada peternakan ayam, kapur dapat digunakan untuk membersihkan lantai
kandang, mengeringkan, dan mengurangi bau dari kotoran ayam. Komposisi
utama dari batuan kapur yang dipakai adalah CaCO3 dan MgCO3. Kapur yang
tersedia di pasaran biasanya sudah mengalami proses kalsinasi dengan
pemanasan, sehingga berada dalam bentuk CaO, MgO. Kapur juga sejak lama
digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah pertanian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan kapur 1% dan 3% pada
kotoran ayam dapat mengurangi pelepasan gas amonia dan H2S secara nyata, pH
kotoran menjadi lebih tinggi, namun masih dalam kisaran 7,77-8,42. Pada Gambar
1 terlihat jelas pengaruh penggunaan kapur terhadap pembentukan rata-rata gas
amonia dan H2S selama 14 hari masa dekomposisi (HUTAMI, 1997).
Penggunaan kapur pada kotoran ayam selain mengurangi cemaran amonia ke
udara, juga pupuk yang dihasilkan akan mengandung nitrogen yang cukup tinggi,
karena tidak banyak nitrogen yang hilang sebagai amonia. Kehilangan nitrogen
pada kotoran merupakan kerugian bagi para peternak, karena pupuk yang
dihasilkan kualitasnya akan berkurang, kandungan nitrogennya menjadi lebih
rendah. (Rachmawati, Sri. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan
Ayam)
Gamabar Pengaruh pemberian kapur terhadap pelepasan amonia dan hidrogen
sulfida. Sumber: HUTAMI, 1997
Pengaruh antara lahan, budidaya ayam petelur dan aglomerasi
Lahan kapur tersusun atas batuan kapur yang kaya akan kalsium dan
magnesium berasosiasi karbonat. Unsur dalam kapur ini akan mempengaruhi
limbah kotoran ayam petelur yang jatuh diatas lahan kapur. Kapur akan
bercampur dengan kotoran. Pencampuran antara kapur dan kotoran ini akan
berpengaruh pada pengurangan pelepasan amonia kotoran ayam. Sehingga
kotoran menjadi tak terlalu berbau. Kapur yang bercampur tadi juga akan
mengikat nitrogen dalam kotoran sehingga pupuk hasil dari kotoran menjadi
berkualitas baik. Karena kandungan nitrogen yang tinggi dalam pupuk.
Kondisi lahan ini mendukung, karena tak terlalu berbau. Budidaya ayam
petelur pada lahan kapur menjadi ramah lingkungan. Serta pengolahan limbah
dengan campuran kapur menghasilkan pupuk yang baik. Sehingga usaha ternak
ayam petelur pengolahan limbahnya ramah lingkungan bahkan tanpa limbah.
Berdasarkan lahan kapur serta budidaya ayam petelur yang optimal hingga
tanpa limbah. Karena semua dapat dijual baik hasil budidaya ataupun limbahnya.
Produktifitas budidaya ayam petelur di lahan kapur sangat tinggi. Kecocokan akan
lahan serta lingkungan yang mendudung. Faktor ini lah yang mendorong peternak
untuk mengelompok pada lahan kapur. Untuk mendapatkan hasil yang tinggi
dalam usaha budidaya ayam petelur. Terjalinnya pengelompokan ini semakin kuat
dengan adanya kelompok –kelompok peternak yang saling bekerja sama untuk
mengembangkan usahanya.
Kesimpulan
Upaya peningkatan produktivitas lahan kapur dengan budidaya ayam petelur
sesuai dengan kebutuhan serta pengolahan limbah yang baik. Dengan kapur
sebagai media budidaya akan meminimalisisr bau kotoran dan meningkatkan
kualitas pupuk hasil dari kotoran ternak. Usaha seperti ini yang disarankan, usaha
yang meningkatkan produktivitas serta meningkatkan perekonomian masyarakat
lokal, pemanfaatan limbah hingga menjadi usaha tanpa limbah. Kemudahan serta
lahan yang baik akan mendorong terjadinya aglomerasi ekonomi.
Daftar Rujukan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 425/Kpts/Ot.210/7/2001
Budiyanto, Eko. 2012. Karakteristik Tentang Lahan Karst. Geomorfologi Karst
Santoso, Urip. 2011. Budidaya Ayam Petelur gallus sp.
Badan Pusat Statistik. 2011. Blitar Dalam Angka 2011
M, Firmansyah. 2010. Aglomerasi Usaha dan Implikasinya bagi Kebijakan
Charlena, Irma H Suparto, M Farid Humaidi. Pengaruh Penambahan Kapur
Terhadap Pelepasan Gas Nh3 pada Manur Ayam Petelur
Rachmawati, Sri. Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Peternakan Ayam