pelleting

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelleting merupakan salah satu metode pengolahan pakan secara mekanik yang banyak diterapkan di industri pakan. Ternak ruminansia merupakan ternak yang lebih suka pakan hijauan dan selektif dalam memilih pakan, akan tetapi kandungan air yang ada didalam hijauan tersebut sangat banyak, sekitar 80% dari total keseluruhan. Ternak ruminansia tidak dapat mendegradasi beberapa pakan atau hijauan. Pakan dalam bentuk pellet merupakan olahan yang efektif untuk produktivitas ternak ruminansia. Apabila pakan disediakan dalam bentuk mash yang terdiri atas tepung dan biji-bijian, maka ternak ruminansia akan tercukupi semua kebutuhan serat kasar maupun proteinnya. Karena terkadang kebutuhan ternak tidak tercukupi secara keseluruhan dari pakan hijauan. Hal ini dapat dihindari dengan mengolah pakan menjadi bentuk yang mudah dikonsumsi dan disukai ternak ruminansia, yaitu menjadi bentuk pellet. Selain mudah dikonsumsi oleh ternak ruminansia, pellet juga mencegah perilaku ternak ruminan yang selektif terhadap bahan pakan. Proses Pelleting ini digunakan untuk mempermudah dalam memanajemen pakan, memeberikan alternatif pakan yang dapat bertahan lama serta tidak mengurangi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ternak ruminan. Pengolahan pakan menjadi bentuk pellet (pelleting) memiliki sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama

Upload: endar-wijayanto

Post on 08-Nov-2015

11 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

diskripsi tentang pellet

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pelleting merupakan salah satu metode pengolahan pakan secara

    mekanik yang banyak diterapkan di industri pakan. Ternak ruminansia

    merupakan ternak yang lebih suka pakan hijauan dan selektif dalam memilih

    pakan, akan tetapi kandungan air yang ada didalam hijauan tersebut sangat

    banyak, sekitar 80% dari total keseluruhan. Ternak ruminansia tidak dapat

    mendegradasi beberapa pakan atau hijauan. Pakan dalam bentuk pellet

    merupakan olahan yang efektif untuk produktivitas ternak ruminansia.

    Apabila pakan disediakan dalam bentuk mash yang terdiri atas tepung

    dan biji-bijian, maka ternak ruminansia akan tercukupi semua kebutuhan serat

    kasar maupun proteinnya. Karena terkadang kebutuhan ternak tidak tercukupi

    secara keseluruhan dari pakan hijauan. Hal ini dapat dihindari dengan

    mengolah pakan menjadi bentuk yang mudah dikonsumsi dan disukai ternak

    ruminansia, yaitu menjadi bentuk pellet. Selain mudah dikonsumsi oleh

    ternak ruminansia, pellet juga mencegah perilaku ternak ruminan yang

    selektif terhadap bahan pakan.

    Proses Pelleting ini digunakan untuk mempermudah dalam

    memanajemen pakan, memeberikan alternatif pakan yang dapat bertahan

    lama serta tidak mengurangi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ternak

    ruminan. Pengolahan pakan menjadi bentuk pellet (pelleting) memiliki

    sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan konsumsi dan efisiensi

    pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri

    patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama

  • 2

    penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah

    oksidasi vitamin

    1.2 Metodologi

    Metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan

    metodologi Studi Pustaka.

  • 3

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Pellet

    Pellet merupakan hasil dari teknologi berupa pakan konsentrat yang

    memiliki bentuk butiran butiran kecil. Penggunaan pakan komplit pellet

    menyebabkan ransum yang dikonsumsi sesuai dengan komposisi yang telah

    dirancang secara seimbang, karena dapat mencegah adanya pemilihan

    terhadap bahan pakan tertentu (Ginting, S. P, dkk, 2005). Menurut hasil

    sejumlah penelitian, pakan komplit dibentuk pellet dengan cara pembuatan

    hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing

    bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air

    hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pellet dan setelah itu dijemur

    (Purbowati, E, dkk, 2007). Menurut pendapat dari Jannasch. R, et al (2001),

    bahwa dalam proses pembuatan pellet memerlukan waktu 1 5 hari dan bisa

    lebih lama ketika menggunakan tanaman yang lebih besar. Proses pelleting

    saat pengeringan maupun proses penggilingannya dapat dipengaruhi oleh

    tingkat kelembaban yang konsisten dalam switchgrass bal.

    2.2 Kualitas Pellet

    Kualitas pellet merupakan aspek yang penting bagi produsen pakan

    maupun para peternak. Kualitas pellet ditentukan dengan durabilitas,

    kekerasan (hardness) dan ukuran. Kualitas pellet yang baik membutuhkan

    konsekuensi bagi produsen pakan, yaitu berupa tingginya biaya produksi,

    tingginya energi dan modal yang dibutuhkan. Pellet yang baik tidak mudah

    hancur dan teksturnya kering.

  • 4

    Gambar. 1: Durabilitas pellet yang tinggi berarti pellet tidak mudah hancur

    Sumber : http://www.auri.org/

    Pemberian pakan berbentuk pellet saja tidak cukup untuk memperbaiki

    performans. Performans yang baik dapat dihasilkan dari pellet yang

    berkualitas baik pula, dalam hal ini adalah kualitas bahan yang digunakan dan

    bentuk fisik pelletnya. Steam pelleting mampu mengubah struktur fisik dan

    kimia ransum, karena proses tersebut mampu menghidrolisa sebagian

    hemiselulosa yang tinggi dalam wheat pollard (Wardani, W. W, dkk, 2004).

    Pellet dapat dihasilkan dari pakan ternak yang belum mengalami proses

    pengolahan baik dari hijauan maupun dari bahan bahan limbah yang masih

    memiliki kandungan yang baik utuk dikonsumsi ternak. Menurut Suharto. M

    (2004), menyatakan bahwa hasil samping yang berkualitas seperti bahan

    limbah pertanian, akan lebih berdayaguna bila bahan pakan tersebut diolah

    menjadi pakan ternak lengkap (complete feed) yaitu pakan ternak lengkap

    mengandung pakan berserat dan pakan konsentrat dalam bentuk pellet

    (butiran). Dengan complete feed berbentuk pellet akan memudahkan

    peternak dalam pemberian, pengangkutan, penyimpanan, disamping itu juga

    berfungsi sebagai pengawetan yang dapat bertahan lama. Umiyasih. U dan

    Wina. E (2008), menyatakan bahwa di daerah negara Indonesia bagian Timur,

    jerami jagung (tebon) selain diberikan pada ternak dalam bentuk segar, dapat

    dikeringkan serta dapat diolah menjadi pellet dan kubes, serta dapat disimpan

    sebagai bahan cadangan pakan ternak.

  • 5

    Pellet yang baik memiliki tekstur yang keras dan kering. Menurut

    Ginting, S. P (2004), menyatakan bahwa sifat fisik dari pelet yang harus

    diperhatikan adalah kelembaban, serat yang terkandung didalamnya,

    kapasitas mengikat kation danukuran partikel. Pada proses pelleting akan

    mengurangi pembengkakan tekanan osmotik (Mccarthy. L. H. L. I and Hui,

    S. W, 2001). Karakter fisik ini diperlukan terutama dalam pengembangan

    pakan komplit komersial yang membutuhkan karakter fisik tertentu untuk

    menghasilkan tekstur pellet yang baik. Pembuatan pakan komplit (pellet)

    komplit dalam bentuk pelet dengan bahan baku utama bahan lokal berupa

    limbah, hasil sisa atau sampingan tanaman dan industri agro menuntut adanya

    teknologi prosesing (pembuatan pellet) yang lebih spesifik untuk

    menghasilkan tekstur pakan yang lebih optimal. Limbah kelapa sawit juga

    dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alternatif pakan ternak

    ruminansia dan dapat dibentuk pellet. Potensi limbah kebun sawit (pelepah

    dan daun sawit) pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit dalam skala kecil,

    mampu menampung pengembangan ternak domba sampai sebanyak 66.279

    ekor sepanjang tahun, namun dalam pemanfaatan kedua jenis limbah ini

    sebaiknya digunakan sebagai bahan pakan campuran pakan lengkap atau

    dikombinasi dengan molases agar limbah yang tidak disukai ternak ini dapat

    terkonsumsi terutama disaat ketersediaan pakan rumput terbatas atau pakan

    limbah ini di industrialisasi sebagai pakan pellet (Karokaro, S dan Sianipar, J,

    2005). Dari pernyataan tersebut harus ada bahan tambahan yang digunakan

    sebagai penambah kebutuhan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak

    ruminan.

    2.3 Proses Pembuatan Pellet

    Ada dua cara yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk

    pellet, yaitu secara manual dan atau dengan menggunakan mesin (feedmill).

    Pembuatan pakan secara manual dilakukan dengan menggunakan alat-alat

  • 6

    yang sederhana. Alat yang dipergunakan adalah sekop (paddle) atau drum

    yang dirancang dengan mengunakan prinsip kerja mix.

    Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat pakan

    ini terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammer mill), mesin penimbang

    (weigher), mesin pemusing (cyclone), mesin pengangkat/pemindah bahan

    (auger, elevator), mesin penghembus (blower), mesin pencampur (mixer),

    dan mesin pembuat pellet. Untuk pembuatan pellet menggunakan alat

    blower, boiler, mash bin, cooler, die, screw conveyor, mixer,

    vibrator dantransporter.

    Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan

    pendahuluan, pembuatan pellet dan perlakuan akhir.

    a. Proses pendahuluan

    Gambar. 2 : Bentuk bentuk tepung pakan

    Sumber : http://www.extension.org/

    Proses pendahuluan bertujuan untuk pemecahan dan pemisahan

    bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan.

    Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah

    menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan

    ukuran partikel yang seragam atau sama berbentuk tepung (mash).

    Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus yang

  • 7

    bisa digerakkan oleh tenaga motor listrik atau motor bakar yang bahan

    bakarnya bisa berupa bensin atau solar. Alat ini dikenal dengan

    nama disk mill dan hammer mill.

    Bahan baku berupa jagung kuning, dedak, bungkil kedelai dan

    bungkil kelapa digiling halus. Sementara itu, tepung ikan tidak perlu

    digiling lagi karena bahan baku ini sudah dalam bentuk tepung. Lain

    halnya jika menggunakan ikan lokal yang sudah dikeringkan, tetapi

    belum digiling menjadi tepung. Dengan membuat bahan baku menjadi

    partikel yang lebih kecil, laju oksidasi kemungkinan bisa berlangsung

    lebih cepat. Untuk itu diperlukan cara untuk menekan laju oksidasi, yakni

    dengan menambahkan antioksidan ke dalam bahan tepung tersebut, baik

    saat penggilingan maupun setelah menjadi bentuk tepung.

    Seluruh bahan yang telah digiling ditimbang menggunakan

    timbangan duduk yang versi digital. Selanjutnya, bahanbahan tersebut

    dicampurkan sampai merata. Pencampuran bisa menggunakan berbagai

    macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe horisontal, drum

    mixer dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton atau

    beton molen. Pencampuran bahan bahan baku pakan bisa juga

    digunakan secara manual dengan menggunakan cangkul atau sekop dan

    beralaskan papan.

    Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu

    dilakukan pre-mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur

    pada tahap awal meliputi vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam

    amino kristal, pemacu pertumbuhan, koksidiostat dan antioksidan.

    Penimbangan bahan bahan ini harus dilakukan dengan timbangan yang

    mempunyai tingkat ketelitian tinggi seperti timbangan analitik ataupun

    dapat menggunakan timbangan duduk versi digital.

  • 8

    Minimal diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan

    pakan dengan menggunakan mesin pencampur jenis beton molen agar

    diperoleh campuran yang merata. Apabila digunakan mixer horisontal,

    diperlukan waktu pencampuran lebih singkat jika dibandingkan

    menggunakan pencampur jenis beton molen.

    Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku cairan,

    yaitu minyak kelapa dengan menggunakan sprayer atau penyemprot

    sambil terus dilakukan pengadukan. Jika dalam formula pakan diperlukan

    bahan baku cair, sebaiknya alat yang digunakan berupa beton molen.

    b. Pembuatan pellet

    Pembuatan pellet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan

    pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan

    pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pellet adalah

    pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan

    (extruding) dan pendinginan (cooling).

    Proses conditioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada

    bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar

    partikel bahan penyusun sehingga penampakan pellet menjadi seragam,

    durasi baik, serta pada tekstur maupun kekerasannya bagus. Menurut

    pendapat Dozier, W. A, et al (2006) menyatakan bahwa ada sejenis

    lemak tambahan ditambahkan dalam mixer sebelum feed dikonsisikan.

    Proses conditioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan

    agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk

    membuat pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit;

    menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat; pakan

    menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya, menambah

    nafsu makan (palatabilitas) ternak.

  • 9

    Proses conditioning dilakukan dengan bantuan steam boiler yang

    uapnya diarahkan ke dalam campuran pakan. Apabila penguapan

    dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan

    sambil mengaduk campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh

    dilakukan di atas suhu sekitar 80C. Pengukusan dengan suhu terlalu

    tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi

    kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam

    amino. Dalam proses pembuatan pakan ayam ras pedaging, penguapan

    tidak mutlak diperlukan. Selama proses kondisioning terjadi penurunan

    kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadari air bahan

    dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses kondisioning akan

    optimal bila kadar air bahan berkisar antara 15 18%.

    Gambar. 3 : Mesin pembuat pellet meggunakan tenaga diesel

    Sumber : http://mesinpellet.com/

    Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong

    bahan campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan

    menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk

    lingkaran dengan lubang lubang berdiameter 2 3 mm, sehingga pakan

    akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem

    ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 20% ke dalam

    campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses

  • 10

    pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat

    campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui

    cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran,

    mesin akan macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak

    biasanya kurang padat.

    Gambar. 4 : die (cetakan pellet) tipe ring (kiri) dan flat (kanan)

    Sumber : Google

    Berbeda dengan mesin sederhana, sistem kerja mesin yang biasa

    digunakan di industri pakan adalah dengan cara menekan atau

    menggiling bahan baku pakan dengan menggunakan roda baja (roller)

    pada cetakan (die). Pellet yang keluar dari cetakan tersebut kepadatannya

    sangat baik.

    Selama proses conditioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air

    dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan.

    Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur

    pellet dengan menggunakan aliran udara sehingga pellet menjadi lebih

    kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pellet

    yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan

    pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pellet itu

    dari serangan jamur selama penyimpanan.

  • 11

    Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di

    dalam pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan

    ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila

    pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan

    dilakukan dengan mesin pellet sistem kering, cukup dikering anginkan

    saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pellet menjadi kering dan

    tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.

    Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah

    terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki

    kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat

    tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga

    dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan

    hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika

    alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya

    investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.

    c. Perlakuan akhir

    Penentuan ukuran pellet disesuaikan dengan jenis ternak.

    Dinyatakan bahwa diameter pellet untuk sapi perah dan sapi pedaging

    adalah 1,9 cm (0,75 inci).

  • 12

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Proses pelleting digunakan untuk membuat pakan ternak rumninasia

    agar dapat bertahan lama atau awet, serta dapat memenuhi kebutuhan nutrisi

    yang diperlukan oleh ternak ruminansia.

  • 13

    DAFTAR PUSTAKA

    Dozier, W. A, Behnke, K, Kidd, M. T and Branton (2006) Effects of the Addition

    of Roller Mill Ground Corn to elleted Feed on Pelleting Parameters,

    Broiler Performance, and Intestinal Strength. Poultry Science

    Association, Inc. JAPR : Research Report : 236 244.

    Ginting, S. P (2004) Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk

    Pengembangan Peternakan Kambing Di Indonesia. Lokakarya Nasional

    Kambing Potong. 61 77.

    Ginting, S. P, Mahmila. F, Elieser. S, Leo. P, Batubara dan Krisnan. R (2005)

    Tinjauan Hasil Penelitian Perkembangan Pakan Alternatif dan

    Persilangan Kambing Potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan

    dan Veteriner. Loka Penelitian Kambing Potong.

    Jannasch. R, Quan. Y, and Samson. R (2001) Aprocess and Energy Analysis of

    Pelletizing Switchgrass. Resource Efficient Agricultural Productin

    (REAP-Canada) QC H9X-3V9.

    Karokaro. S dan Sianipar. J (2005) Peluang Agribisnis Ternak Ruminansia Kecil

    Dengan Sistim Intregasi Dengan Perkebunan Sawit. Seminar Nasional

    Sistem Intregasi Tanaman Ternak. 454 461.

    Maccathy, L. H. L. I. P and Hui, S. W (2001) Hight-efficiency electrotransfection

    of human primary hematopoietic stem cells. The FASEB Journal. 15 :

    586 588.

    Purwati. E, Sutrisno, C. I, Baliarti, S. P. S dan Lestarina. W (2007) Pengaruh

    Pakan Komplit Dengar Kadar Protein Dan Energi Yang Berbeda Pada

    Penggemukan Domba Lokal Jantan Secara Feedlot Terhadap Konversi

    Pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 394

    401.

  • 14

    Suharto, M (2004) Dukungan Teknokogi Pakan Dalam Usaha Sapi Potong

    Berbasis Sumberdaya Lokal. Lokakarya Nasional Sapi Potong. 14 21.

    Umiyasih. U dan Wina. E (2008) Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman

    Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTOZA. 18, 3 : 127

    136.

    Wardani, W. W, Ramli. N dan Hermana. W (2004) Ketersediaan Energi yang

    Mengandung Wheat Pollard Hasil Olahan Enzim Cairan Rumen yang

    Diproses Secara Steam Pelleting pada Ayam Broiler. Media Peternakan.

    27, 3 : 123 128.

    BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang