pelleting
DESCRIPTION
diskripsi tentang pelletTRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelleting merupakan salah satu metode pengolahan pakan secara
mekanik yang banyak diterapkan di industri pakan. Ternak ruminansia
merupakan ternak yang lebih suka pakan hijauan dan selektif dalam memilih
pakan, akan tetapi kandungan air yang ada didalam hijauan tersebut sangat
banyak, sekitar 80% dari total keseluruhan. Ternak ruminansia tidak dapat
mendegradasi beberapa pakan atau hijauan. Pakan dalam bentuk pellet
merupakan olahan yang efektif untuk produktivitas ternak ruminansia.
Apabila pakan disediakan dalam bentuk mash yang terdiri atas tepung
dan biji-bijian, maka ternak ruminansia akan tercukupi semua kebutuhan serat
kasar maupun proteinnya. Karena terkadang kebutuhan ternak tidak tercukupi
secara keseluruhan dari pakan hijauan. Hal ini dapat dihindari dengan
mengolah pakan menjadi bentuk yang mudah dikonsumsi dan disukai ternak
ruminansia, yaitu menjadi bentuk pellet. Selain mudah dikonsumsi oleh
ternak ruminansia, pellet juga mencegah perilaku ternak ruminan yang
selektif terhadap bahan pakan.
Proses Pelleting ini digunakan untuk mempermudah dalam
memanajemen pakan, memeberikan alternatif pakan yang dapat bertahan
lama serta tidak mengurangi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan ternak
ruminan. Pengolahan pakan menjadi bentuk pellet (pelleting) memiliki
sejumlah keuntungan, antara lain meningkatkan konsumsi dan efisiensi
pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh bakteri
patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
-
2
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah
oksidasi vitamin
1.2 Metodologi
Metodologi yang digunakan dalam pembahasan ini menggunakan
metodologi Studi Pustaka.
-
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pellet
Pellet merupakan hasil dari teknologi berupa pakan konsentrat yang
memiliki bentuk butiran butiran kecil. Penggunaan pakan komplit pellet
menyebabkan ransum yang dikonsumsi sesuai dengan komposisi yang telah
dirancang secara seimbang, karena dapat mencegah adanya pemilihan
terhadap bahan pakan tertentu (Ginting, S. P, dkk, 2005). Menurut hasil
sejumlah penelitian, pakan komplit dibentuk pellet dengan cara pembuatan
hasil modifikasi sendiri, yaitu semua bahan pakan digiling, masing-masing
bahan pakan ditimbang sesuai dengan proporsinya, dicampur, ditambah air
hingga campuran dapat dicetak dengan mesin pellet dan setelah itu dijemur
(Purbowati, E, dkk, 2007). Menurut pendapat dari Jannasch. R, et al (2001),
bahwa dalam proses pembuatan pellet memerlukan waktu 1 5 hari dan bisa
lebih lama ketika menggunakan tanaman yang lebih besar. Proses pelleting
saat pengeringan maupun proses penggilingannya dapat dipengaruhi oleh
tingkat kelembaban yang konsisten dalam switchgrass bal.
2.2 Kualitas Pellet
Kualitas pellet merupakan aspek yang penting bagi produsen pakan
maupun para peternak. Kualitas pellet ditentukan dengan durabilitas,
kekerasan (hardness) dan ukuran. Kualitas pellet yang baik membutuhkan
konsekuensi bagi produsen pakan, yaitu berupa tingginya biaya produksi,
tingginya energi dan modal yang dibutuhkan. Pellet yang baik tidak mudah
hancur dan teksturnya kering.
-
4
Gambar. 1: Durabilitas pellet yang tinggi berarti pellet tidak mudah hancur
Sumber : http://www.auri.org/
Pemberian pakan berbentuk pellet saja tidak cukup untuk memperbaiki
performans. Performans yang baik dapat dihasilkan dari pellet yang
berkualitas baik pula, dalam hal ini adalah kualitas bahan yang digunakan dan
bentuk fisik pelletnya. Steam pelleting mampu mengubah struktur fisik dan
kimia ransum, karena proses tersebut mampu menghidrolisa sebagian
hemiselulosa yang tinggi dalam wheat pollard (Wardani, W. W, dkk, 2004).
Pellet dapat dihasilkan dari pakan ternak yang belum mengalami proses
pengolahan baik dari hijauan maupun dari bahan bahan limbah yang masih
memiliki kandungan yang baik utuk dikonsumsi ternak. Menurut Suharto. M
(2004), menyatakan bahwa hasil samping yang berkualitas seperti bahan
limbah pertanian, akan lebih berdayaguna bila bahan pakan tersebut diolah
menjadi pakan ternak lengkap (complete feed) yaitu pakan ternak lengkap
mengandung pakan berserat dan pakan konsentrat dalam bentuk pellet
(butiran). Dengan complete feed berbentuk pellet akan memudahkan
peternak dalam pemberian, pengangkutan, penyimpanan, disamping itu juga
berfungsi sebagai pengawetan yang dapat bertahan lama. Umiyasih. U dan
Wina. E (2008), menyatakan bahwa di daerah negara Indonesia bagian Timur,
jerami jagung (tebon) selain diberikan pada ternak dalam bentuk segar, dapat
dikeringkan serta dapat diolah menjadi pellet dan kubes, serta dapat disimpan
sebagai bahan cadangan pakan ternak.
-
5
Pellet yang baik memiliki tekstur yang keras dan kering. Menurut
Ginting, S. P (2004), menyatakan bahwa sifat fisik dari pelet yang harus
diperhatikan adalah kelembaban, serat yang terkandung didalamnya,
kapasitas mengikat kation danukuran partikel. Pada proses pelleting akan
mengurangi pembengkakan tekanan osmotik (Mccarthy. L. H. L. I and Hui,
S. W, 2001). Karakter fisik ini diperlukan terutama dalam pengembangan
pakan komplit komersial yang membutuhkan karakter fisik tertentu untuk
menghasilkan tekstur pellet yang baik. Pembuatan pakan komplit (pellet)
komplit dalam bentuk pelet dengan bahan baku utama bahan lokal berupa
limbah, hasil sisa atau sampingan tanaman dan industri agro menuntut adanya
teknologi prosesing (pembuatan pellet) yang lebih spesifik untuk
menghasilkan tekstur pakan yang lebih optimal. Limbah kelapa sawit juga
dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat alternatif pakan ternak
ruminansia dan dapat dibentuk pellet. Potensi limbah kebun sawit (pelepah
dan daun sawit) pada suatu hamparan pabrik kelapa sawit dalam skala kecil,
mampu menampung pengembangan ternak domba sampai sebanyak 66.279
ekor sepanjang tahun, namun dalam pemanfaatan kedua jenis limbah ini
sebaiknya digunakan sebagai bahan pakan campuran pakan lengkap atau
dikombinasi dengan molases agar limbah yang tidak disukai ternak ini dapat
terkonsumsi terutama disaat ketersediaan pakan rumput terbatas atau pakan
limbah ini di industrialisasi sebagai pakan pellet (Karokaro, S dan Sianipar, J,
2005). Dari pernyataan tersebut harus ada bahan tambahan yang digunakan
sebagai penambah kebutuhan kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak
ruminan.
2.3 Proses Pembuatan Pellet
Ada dua cara yang dapat ditempuh dalam pembuatan pakan berbentuk
pellet, yaitu secara manual dan atau dengan menggunakan mesin (feedmill).
Pembuatan pakan secara manual dilakukan dengan menggunakan alat-alat
-
6
yang sederhana. Alat yang dipergunakan adalah sekop (paddle) atau drum
yang dirancang dengan mengunakan prinsip kerja mix.
Cara yang kedua dengan menggunakan mesin. Mesin pembuat pakan
ini terdiri atas mesin-mesin penggiling (hammer mill), mesin penimbang
(weigher), mesin pemusing (cyclone), mesin pengangkat/pemindah bahan
(auger, elevator), mesin penghembus (blower), mesin pencampur (mixer),
dan mesin pembuat pellet. Untuk pembuatan pellet menggunakan alat
blower, boiler, mash bin, cooler, die, screw conveyor, mixer,
vibrator dantransporter.
Proses pengolahan pellet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan
pendahuluan, pembuatan pellet dan perlakuan akhir.
a. Proses pendahuluan
Gambar. 2 : Bentuk bentuk tepung pakan
Sumber : http://www.extension.org/
Proses pendahuluan bertujuan untuk pemecahan dan pemisahan
bahan-bahan pencemar atau kotoran dari bahan yang akan digunakan.
Setelah seluruh bahan baku disiapkan, tahap selanjutnya adalah
menggiling bahan baku tersebut. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
ukuran partikel yang seragam atau sama berbentuk tepung (mash).
Peralatan yang digunakan adalah mesin penggiling atau penghalus yang
-
7
bisa digerakkan oleh tenaga motor listrik atau motor bakar yang bahan
bakarnya bisa berupa bensin atau solar. Alat ini dikenal dengan
nama disk mill dan hammer mill.
Bahan baku berupa jagung kuning, dedak, bungkil kedelai dan
bungkil kelapa digiling halus. Sementara itu, tepung ikan tidak perlu
digiling lagi karena bahan baku ini sudah dalam bentuk tepung. Lain
halnya jika menggunakan ikan lokal yang sudah dikeringkan, tetapi
belum digiling menjadi tepung. Dengan membuat bahan baku menjadi
partikel yang lebih kecil, laju oksidasi kemungkinan bisa berlangsung
lebih cepat. Untuk itu diperlukan cara untuk menekan laju oksidasi, yakni
dengan menambahkan antioksidan ke dalam bahan tepung tersebut, baik
saat penggilingan maupun setelah menjadi bentuk tepung.
Seluruh bahan yang telah digiling ditimbang menggunakan
timbangan duduk yang versi digital. Selanjutnya, bahanbahan tersebut
dicampurkan sampai merata. Pencampuran bisa menggunakan berbagai
macam mesin pengaduk (mixer), tipe vertikal, tipe horisontal, drum
mixer dan mixer yang biasa digunakan untuk mengaduk beton atau
beton molen. Pencampuran bahan bahan baku pakan bisa juga
digunakan secara manual dengan menggunakan cangkul atau sekop dan
beralaskan papan.
Untuk bahan baku dengan jumlah sedikit, terlebih dahulu
dilakukan pre-mixing atau pencampuran awal. Bahan yang dicampur
pada tahap awal meliputi vitamin, mineral, kalsium karbonat, asam
amino kristal, pemacu pertumbuhan, koksidiostat dan antioksidan.
Penimbangan bahan bahan ini harus dilakukan dengan timbangan yang
mempunyai tingkat ketelitian tinggi seperti timbangan analitik ataupun
dapat menggunakan timbangan duduk versi digital.
-
8
Minimal diperlukan waktu 15 menit untuk mencampur bahan
pakan dengan menggunakan mesin pencampur jenis beton molen agar
diperoleh campuran yang merata. Apabila digunakan mixer horisontal,
diperlukan waktu pencampuran lebih singkat jika dibandingkan
menggunakan pencampur jenis beton molen.
Tahap akhir pencampuran adalah menambahkan bahan baku cairan,
yaitu minyak kelapa dengan menggunakan sprayer atau penyemprot
sambil terus dilakukan pengadukan. Jika dalam formula pakan diperlukan
bahan baku cair, sebaiknya alat yang digunakan berupa beton molen.
b. Pembuatan pellet
Pembuatan pellet terdiri dari proses pencetakan, pendinginan dan
pengeringan. Perlakuan akhir terdiri dari proses sortasi, pengepakan dan
pergudangan. Proses penting dalam pembuatan pellet adalah
pencampuran (mixing), pengaliran uap (conditioning), pencetakan
(extruding) dan pendinginan (cooling).
Proses conditioning adalah proses pemanasan dengan uap air pada
bahan yang ditujukan untuk gelatinisasi agar terjadi perekatan antar
partikel bahan penyusun sehingga penampakan pellet menjadi seragam,
durasi baik, serta pada tekstur maupun kekerasannya bagus. Menurut
pendapat Dozier, W. A, et al (2006) menyatakan bahwa ada sejenis
lemak tambahan ditambahkan dalam mixer sebelum feed dikonsisikan.
Proses conditioning ditujukan untuk gelatinisasi dan melunakkan bahan
agar mempermudah pencetakan. Disamping itu juga bertujuan untuk
membuat pakan menjadi steril, terbebas dari kuman atau bibit penyakit;
menjadikan pati dari bahan baku yang ada sebagai perekat; pakan
menjadi lebih lunak sehingga ternak mudah mencernanya, menambah
nafsu makan (palatabilitas) ternak.
-
9
Proses conditioning dilakukan dengan bantuan steam boiler yang
uapnya diarahkan ke dalam campuran pakan. Apabila penguapan
dilakukan dengan mixer jenis beton molen, proses penguapan dilakukan
sambil mengaduk campuran pakan tersebut. Penguapan tidak boleh
dilakukan di atas suhu sekitar 80C. Pengukusan dengan suhu terlalu
tinggi dalam waktu yang lama akan merusak atau setidaknya mengurangi
kandungan beberapa nutrisi dalam pakan, khususnya vitamin dan asam
amino. Dalam proses pembuatan pakan ayam ras pedaging, penguapan
tidak mutlak diperlukan. Selama proses kondisioning terjadi penurunan
kandungan bahan kering sampai 20% akibat peningkatan kadari air bahan
dan menguapnya sebagian bahan organik. Proses kondisioning akan
optimal bila kadar air bahan berkisar antara 15 18%.
Gambar. 3 : Mesin pembuat pellet meggunakan tenaga diesel
Sumber : http://mesinpellet.com/
Sistem kerja mesin pencetak sederhana adalah dengan mendorong
bahan campuran pakan di dalam sebuah tabung besi atau baja dengan
menggunakan ulir (screw) menuju cetakan (die) berupa pelat berbentuk
lingkaran dengan lubang lubang berdiameter 2 3 mm, sehingga pakan
akan keluar dari cetakan tersebut dalam bentuk pellet. Kelemahan sistem
ini adalah diperlukannya tambahan air sebanyak 10 20% ke dalam
campuran pakan, sehingga diperlukan pengeringan setelah proses
-
10
pencetakan tersebut. Penambahan air dimaksudkan untuk membuat
campuran atau adonan pakan menjadi lunak, sehingga bisa keluar melalui
cetakan. Jika dipaksakan tanpa menambahkan air ke dalam campuran,
mesin akan macet. Di samping itu, pellet yang keluar dari mesin pencetak
biasanya kurang padat.
Gambar. 4 : die (cetakan pellet) tipe ring (kiri) dan flat (kanan)
Sumber : Google
Berbeda dengan mesin sederhana, sistem kerja mesin yang biasa
digunakan di industri pakan adalah dengan cara menekan atau
menggiling bahan baku pakan dengan menggunakan roda baja (roller)
pada cetakan (die). Pellet yang keluar dari cetakan tersebut kepadatannya
sangat baik.
Selama proses conditioning terjadi peningkatan suhu dan kadar air
dalam bahan sehingga perlu dilakukan pendinginan dan pengeringan.
Proses pendinginan (cooling) merupakan proses penurunan temperatur
pellet dengan menggunakan aliran udara sehingga pellet menjadi lebih
kering dan keras. Proses ini meliputi pendinginan butiran-butiran pellet
yang sudah terbentuk, agar kuat dan tidak mudah pecah. Pengeringan dan
pendinginan dilakukan pada tahap ini untuk menghindarkan pellet itu
dari serangan jamur selama penyimpanan.
-
11
Pengeringan pada intinya adalah mengeluarkan kandungan air di
dalam pakan menjadi kurang dari 14%, sesuai dengan syarat mutu pakan
ternak pada umumnya. Proses pengeringan perlu dilakukan apabila
pencetakan dilakukan dengan mesin sederhana. Jika pencetakan
dilakukan dengan mesin pellet sistem kering, cukup dikering anginkan
saja hingga uap panasnya hilang, sehingga pellet menjadi kering dan
tidak mudah berubah kembali ke bentuk tepung.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan penjemuran di bawah
terik sinar matahari atau menggunakan mesin. Keduanya memiliki
kelebihan dan kekurangan. Penjemuran secara alami tentu sangat
tergantung kepada cuaca, higienitas atau kebersihan pakan harus dijaga
dengan baik, jangan sampai tercemar debu atau kotoran dan gangguan
hewan atau unggas yang dikhawatirkan akan membawa penyakit. Jika
alat yang digunakan mesin pengering, tentu akan memerlukan biaya
investasi dan biaya operasional yang cukup tinggi.
c. Perlakuan akhir
Penentuan ukuran pellet disesuaikan dengan jenis ternak.
Dinyatakan bahwa diameter pellet untuk sapi perah dan sapi pedaging
adalah 1,9 cm (0,75 inci).
-
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Proses pelleting digunakan untuk membuat pakan ternak rumninasia
agar dapat bertahan lama atau awet, serta dapat memenuhi kebutuhan nutrisi
yang diperlukan oleh ternak ruminansia.
-
13
DAFTAR PUSTAKA
Dozier, W. A, Behnke, K, Kidd, M. T and Branton (2006) Effects of the Addition
of Roller Mill Ground Corn to elleted Feed on Pelleting Parameters,
Broiler Performance, and Intestinal Strength. Poultry Science
Association, Inc. JAPR : Research Report : 236 244.
Ginting, S. P (2004) Tantangan dan Peluang Pemanfaatan Pakan Lokal Untuk
Pengembangan Peternakan Kambing Di Indonesia. Lokakarya Nasional
Kambing Potong. 61 77.
Ginting, S. P, Mahmila. F, Elieser. S, Leo. P, Batubara dan Krisnan. R (2005)
Tinjauan Hasil Penelitian Perkembangan Pakan Alternatif dan
Persilangan Kambing Potong. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Loka Penelitian Kambing Potong.
Jannasch. R, Quan. Y, and Samson. R (2001) Aprocess and Energy Analysis of
Pelletizing Switchgrass. Resource Efficient Agricultural Productin
(REAP-Canada) QC H9X-3V9.
Karokaro. S dan Sianipar. J (2005) Peluang Agribisnis Ternak Ruminansia Kecil
Dengan Sistim Intregasi Dengan Perkebunan Sawit. Seminar Nasional
Sistem Intregasi Tanaman Ternak. 454 461.
Maccathy, L. H. L. I. P and Hui, S. W (2001) Hight-efficiency electrotransfection
of human primary hematopoietic stem cells. The FASEB Journal. 15 :
586 588.
Purwati. E, Sutrisno, C. I, Baliarti, S. P. S dan Lestarina. W (2007) Pengaruh
Pakan Komplit Dengar Kadar Protein Dan Energi Yang Berbeda Pada
Penggemukan Domba Lokal Jantan Secara Feedlot Terhadap Konversi
Pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 394
401.
-
14
Suharto, M (2004) Dukungan Teknokogi Pakan Dalam Usaha Sapi Potong
Berbasis Sumberdaya Lokal. Lokakarya Nasional Sapi Potong. 14 21.
Umiyasih. U dan Wina. E (2008) Pengolahan dan Nilai Nutrisi Limbah Tanaman
Jagung Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTOZA. 18, 3 : 127
136.
Wardani, W. W, Ramli. N dan Hermana. W (2004) Ketersediaan Energi yang
Mengandung Wheat Pollard Hasil Olahan Enzim Cairan Rumen yang
Diproses Secara Steam Pelleting pada Ayam Broiler. Media Peternakan.
27, 3 : 123 128.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang