pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di desa …repo.apmd.ac.id/1028/1/pelaksanaan...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
DI DESA SRIHARJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Diajukan oleh:
AGUSTINUS NUGROHO SETYO WAHYUDI
15610051
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-
Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan Tesis yang berjudul
“PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI DESA
SRIHARJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL”. Tesis ini
diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Ilmu
Pemerintahan pada Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD”
Yogyakarta.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terlaksananya kegiatan penelitian sampai dengan selesainya penulisan
Tesis, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Supardal M.Si. selaku Direktur Program Magister Ilmu
Pemerintahan STPMD ”APMD” Yogyakarta.
2. Ibu Rr. Leslie Retno Angeningsih, Ph.D., selaku Dosen Pembimbing dan
Dosen Penguji I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam
mengerjakan Tesis ini dari awal hingga selesai.
3. Bapak Drs. Suharyanto, M.M., selaku Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji
II yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan Tesis
ini.
4. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staf akademik Program Magister Ilmu
Pemerintahan STPMD “APMD” Yogyakarta.
5. Bapak Nanang Mujianto, S.STP., selaku Kasubag Keuangan Desa Kabupaten
v
Bantul yang telah mengarahkan penulis untuk mengadakan penelitian di Desa
Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul.
6. Bapak Sukendro, S.Sos. selaku Kasi Pemerintahan Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul yang telah memberikan informasi kepada penulis dalam
melaksanakan penelitian di Desa Sriharjo.
7. Pejabat pemerintah desa Desa Sriharjo, Ketua BPD Desa Sriharjo Kecamatan
Imogiri Kabupaten Bantul yang telah menerima kedatangan penulis dan
memberikan kesempatan untuk wawancara serta memberikan informasi
sebagai bahan penulisan tesis ini.
8. Istri tercinta dan anak anakku tersayang yang telah memberikan semangat dan
motivasi sehingga tesis ini dapat selesai.
9. Sahabatku seperjuangan Angkatan-16 Magister Ilmu Pemerintahan STPMD
“APMD” yang selalu menjadi motivasi penulis untuk bisa menyelesaikan
studi bersama-sama melalui kebersamaan yang luar biasa dengan semboyan
Angkatan-16 “sedulur saklawase- Batch of The-16”
Semoga segala bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa. Semoga
Tesis ini bermanfaat bagi semua pihak, sekian dan terima kasih Tuhan
memberkati. Amin.
Yogyakarta, 30 September 2019
Penulis
Agustinus Nugroho Setyo Wahyudi
vi
DAFTAR ISTILAH
ADD : Alokasi Dana Desa
APBN-P : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBDes : Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BPD : Badan Permusyawaratan Desa
BPKP : Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
BPK : Badan Pengawas Keuangan
BKU : Buku Kas Umum
BLM : Belanja Langsung Masyarakat
BIMTEK : Bimbingan Teknis
DD : Dana Desa
DIKLAT : Pendidikan dan latihan
IT : Information Technologi (Tehnologi Informasi)
IRE : Institute for Research and Empowerment
LKD : Lembaga Kemasyarakatan Desa
LPMD : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa
LINMAS : Pengendalian Masyarakat
LPJ : Laporan Pertanggungjawaban
LPPD : Laporan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
LKPJ : Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
MUSRENBANGDES : Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
MUSRENBANGDUS: Musyawarah Perencanaan Pembangunan Dusun
vii
MUSDUS : Musyawarah Dusun
NAWACITA : Sembilan cita-cita pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla
OJT : On Job Training
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
PAD : Pendapatan Asli Daerah
PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PERMENDAGRI : Peraturan Menteri Dalam Negeri
PTPKD : Tim Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PPL : Petugas Pelaksana Lapangan
RT : Rukun Tetangga
RPJMDes : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
RKPDes : Rencana Kerja Pemerintah Desa
RAPBDes : Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
PADes : Pendapatan Asli Desa
PTPKD : Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
RAPERDES : Rencana Peraturan Desa
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
SDM : Sumber Daya Manusia
SISKUDES : Sistem Aplikasi Keuangan Desa
SDM : Sumber Daya Manusia
SIlPA : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran
SPJ : Surat Pertanggungjawaban
SPP : Surat Permintaan Pembayaran
viii
SSP : Surat Setoran Pajak
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
TPK : Tim Pelaksana Kegiatan
PTPKD : Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
TP PKK : Tim Penggerak Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
ix
MOTTO
“Bersabarlah dengan segala hal, tapi terutama bersabarlah terhadap dirimu. Jangan
hilangkan keberanian dalam mempertimbangkan ketidaksempurnaanmu, tetapi
mulailah untuk memperbaikinya, mulailah setiap hari dengan tugas yang baru”
-(St. Fransiskus dari Sales)
“Satu-satunya hal yang harus kita takuti adalah ketakutan itu sendiri”
-(Franklin D. Roosevelt)
“It’s fine to celebrate succes but it is more important to heed the lessons of
failure”
-(Bill Gates)
x
PERSEMBAHAN
Tesis ini kupersembahkan bagi keluargaku tercinta istriku Raden roro Veronica
Eny Widarningsih, S.H, M.H. dan anak-anakku Raden Florentinus Bagus Adhi
Pradana, S.H., Raden Yohanes Dhimas Agung Wijanarko dan Raden roro
Carolina Amanda Nariswari yang sangat menyayangiku
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... vi
MOTTO ........................................................................................................... ix
PERSEMBAHAN ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
INTISARI ......................................................................................................... xvii
ABSTRACT .................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Fokus Penelitian .......................................................................... 12
C. Perumusan Masalah .................................................................... 12
D. Tujuan Penelitian ........................................................................ 12
E. Manfaat Penelitian ...................................................................... 13
F. Kerangka Teori ............................................................................ 13
1. Pengertian desa, kewenangan desa dan kemandirian desa..... 13
2. Pengertian Dana Desa dan Alokasi Dana Desa ...................... 17
3. Pengertian keuangan desa dan pengelolaan keuangan desa ... 18
4. Pengertian APBDes ................................................................ 25
5. Pengertian pelaksanaan APBDes ........................................... 28
G. Metode Penelitian ...................................................................... 30
1. Jenis Penelitian ....................................................................... 30
2. Obyek Penelitian .................................................................... 31
3. Lokasi Penelitian .................................................................... 31
xii
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian ..................................... 31
5. Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 34
6. Teknik Analisis Data .............................................................. 39
BAB II PROFIL DESA SRIHARJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN
BANTUL ........................................................................................... 42
A. Sejarah Desa Sriharjo .................................................................. 42
B. Kondisi Umum Desa Sriharjo ..................................................... 42
C. Pemerintahan Desa Sriharjo ........................................................ 44
D. Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Desa ...................................... 46
1. Kepala Desa ........................................................................... 46
2. Sekretaris Desa ....................................................................... 47
a. Kepala Urusan Umum ........................................................ 48
b. Kepala Urusan Keuangan ................................................... 48
3. Kepala Seksi Pelayanan ......................................................... 49
4. Kepala Seksi Kesejahteraan ................................................... 49
5. Kepala Seksi Pemerintahan .................................................... 50
6. Kepala Dukuh......................................................................... 51
E. Lembaga Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa Sriharjo ... 52
1. Badan Permusyawaratan Desa ............................................... 52
2. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa ............................ 53
3. Tim Penggerak PKK .............................................................. 54
4. Rukun Tetangga...................................................................... 55
5. Karang Taruna ........................................................................ 56
BAB III ANALISIS PELAKSANAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
DI DESA SRIHARJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN
BANTUL ........................................................................................... 59
A. Deskripsi Informan ..................................................................... 59
B. Analisis Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul.. ..................................... 66
xiii
1. Pengelolaan Keuangan Desa .................................................. 70
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanan Pengelolaan
Keuangan Desa....................................................................... 90
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 104
A. Kesimpulan ................................................................................. 104
B. Saran ........................................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 109
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel-1.1 Data Informan .............................................................................. 33
Tabel-2.1 Data Kependudukan berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 43
Tabel-2.2 Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ........................................ 44
Tabel-3.1 Komposisi Informan Berdasarkan Usia ........................................ 60
Tabel-3.2 Komposisi Informan Berdasarkan Pendidikan .............................. 60
Tabel-3.3 Komposisi Informan Berdasarkan Pekerjaan ................................ 62
Tabel-3.4 Komposisi Informan Berdasarkan Jabatan .................................... 63
Tabel-3.5 Komposisi Informan Berdasarkan Pengalaman Kerja .................. 64
Tabel-3.6 Pembagian Alokasi Dana Desa di Wilayah Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul Tahun 2015 ...................................................... 66
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan-2.1 Bagan Organisasi Pemerintahan Desa Sriharjo ............................. 45
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 2.Dokumen Foto
Lampiran 3.Panduan Wawancara
Lampiran 4.RKPDes Desa Sriharjo Tahun 2015
Lampiran 5.APBDes Desa Sriharjo Tahun 2015
xvii
INTISARI
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka pemerintah memberikan perhatian lebih dengan menggulirkan anggaran Dana Desa sebesar sepuluh persen dari dan diluar Dana Transfer Daerah secara bertahap ke Pemerintah Desa. Pelaksanaan pengelolaan Dana Desa dari pemerintah nantinya akan di kelola secara berbeda oleh setiap desa sesuai dengan kompleksitas permasalahan pembangunan yang dihadapinya meskipun mekanismenya sama. Hal yang menjadi tolok ukur dari keberhasilan pelaksanaan pengelolaan Dana Desa disamping bergantung dari penyusunan APBDes yang baik melalui mekanisme Musrenbangdes yang melibatkan partisipasi masyarakat juga dipengaruhi oleh kapasitas dan kompetensi aparatur pemerintah desa dalam melaksanakannya, hal ini tidak bisa dipungkiri karena keberhasilan dan capaian pembangunan yang didukung dengan Dana Desa bisa di lihat dari tingkat kesejahtaraan masyarakatnya. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh gambaran secara empiris tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Subyek penelitiannya adalah aparatur Pemerintah Desa Sriharjo, aparatur Pemerintah Kecamatan Imogiri, aparatur Pemerintah Kabupaten Bantul, dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Adapun teknik untuk menentukan subyek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan berdasarkan observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis komparatif. Analisis data, dilakukan dengan cara menganalisis kesesuaian dokumen-dokumen terkait antara pengelolaan keuangan desa di Desa Sriharjo dengan pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Pengujian data dilakukan dengan teknik triangulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul belum sepenuhnya mengacu ketentuan perundang-undangan yang berlaku, masih banyak dipengaruhi pola “kebiasaan menganggap mudah” oleh para elit aparatur pemerintahan desa yang ada saat itu, kendala kekosongan pejabat Kepala Desa berakibat terhadap kebijakan pembangunan yang diambil kurang optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Kapasitas SDM aparatur perangkat desa yang rata-rata berusia lanjut, lemah dibidang IT dan sulit merubah pola pikir untuk menerima hal baru terutama pemahaman terhadap regulasi yang ada menjadikan kendala dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa Sriharjo, faktor lain yang juga mempengaruhi adalah kurang / belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan peran pendamping desa terutama keterlibatannya dalam menyusun perencanaan pembangunan desa yang dituangkan dalam RPJMDes, RKPDes dan APBDes melalui tahapan Musrenbangdus sampai dengan MusrenbangDes. Lemahnya fungsi pengawasan karena terjadi miskomunikasi antara Pemdes dengan BPD. Kenyataan dilapangan prosedur tersebut dilaksanakan hanya sekedar formalitas.
Kata kunci : UU Desa, Desa, Dana Desa, Pengelolaan Keuangan
xviii
ABSTRACT
With the enactment of Law Number 6 of 2014 concerning Villages, then
the government pays more attention by rolling Village Fund Allocation by ten
percent of and outside the Regional Transfer Fund in stages to the Village
Government. The implementation of the Village Fund management from the
government will be managed differently by each village according to the
complexity of the development problems it faces even though the mechanism is
the same. What is the benchmark for the successful implementation of Village
Fund management aside from relying on the preparation of a good APBDes
through the Musrenbangdes mechanism that involves community participation is
also influenced by the capacity and competence of village government officials in
implementing it, this cannot be denied because the success and achievements of
development supported by the Village Fund can be seen from the level of
community welfare. The purpose of this study was to obtain an empirical picture
of the implementation of village financial management in Sriharjo Village,
Imogiri Subdistrict, Bantul Regency and to find out the factors that constrained
the implementation.
This type of research is descriptive qualitative The subjects of the research
were the Sriharjo Village Government apparatus, the Imogiri District Government
apparatus, the Bantul Regency Government apparatus, and the Chairperson of the
Village Consultative Body (BPD). The technique for determining the research
subjects used in this study is by purposive sampling. Data collection techniques
are based on observation, in-depth interviews and documentation. Data analysis
techniques using comparative analysis. Data analysis was carried out by analyzing
the suitability of related documents between village financial management in
Sriharjo Village and village financial management according to Permendagri
Number 113 of 2014. Data testing was performed using triangulation techniques.
The results showed that in the implementation of village financial
management in Sriharjo Village, Imogiri Subdistrict, Bantul Regency did not fully
refer to the applicable laws and regulations, there are still many influenced by the
pattern of "easy to assume" by the elite of the village government apparatus at the
time, obstacle in the vacancy of the Village Head results in less than optimal
development policies taken for the welfare of the community. The capacity of the
village apparatus human resources who are on average elderly, weak in IT and it's
hard to change your mindset to accept new things especially understanding of
existing regulations make obstacles in the implementation of village financial
management in the village of Sriharjo, Another factor that also influences is less /
less optimal community participation in development and the role of village
facilitators especially their involvement in developing village development
planning as outlined in the RPJMDes, RKPDes and APBDes through the
Musrenbangdus stages to the MusrenbangDes Weak oversight function due to
miscommunication between the village government and BPD. The reality in the
field of the procedure is carried out only as a formality.
Key words: Village Law, Village, Village Funds, Financial Management
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Terbitnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang
selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Desa, menjadi sebuah titik awal
harapan desa untuk bisa menentukan posisi, peran dan kewenangan atas
dirinya. Harapan supaya desa bisa bertenaga secara sosial dan berdaulat
secara politik sebagai fondasi demokrasi desa serta berdaya secara ekonomi
dan bermartabat secara budaya sebagai wajah kemandirian desa dan
pembangunan desa. Harapan tersebut semakin menggairah ketika muncul
kombinasi antara asas rekognisi dan subsidiaritas sebagai asas utama yang
menjadi ruh Undang-Undang Desa.
Pemerintah telah merubah cara pandang terhadap desa sebagai satuan
masyarakat terkecil dimana desa dijadikan sebagai subyek pembangunan
dengan kewenangan yang luas. Melalui asas rekognisi, hak asal-usul desa
telah diakui, sementara melalui asas subsidiaritas, desa diberi kewenangan
untuk menyelenggarakan empat domain urusannya secara penuh yaitu:
Penyelenggaran pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa,
pembinaan kemasyarakatan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Kombinasi antara asas rekognisi dan subsidiaritas desa menghasilkan
definisi desa yang berbeda dengan definisi-definisi sebelumnya. Sejak zaman
Orde Baru hingga reformasi setidaknya pemerintah telah empat kali
2
melakukan pergantian undang-undang untuk mengatur tentang desa. Dimulai
dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan terakhir adalah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang memakan waktu hingga 7 tahun
dalam pembahasannya. Dari empat Undang-undang tersebut desa
didefinisikan secara beragam, meskipun secara subtansial keempat definisi
tersebut tidak berbeda jauh. Namun konsekuensi perbedaan definisi tersebut
berpengaruh cukup signifikan terutama pada wewenang yang dimiliki oleh
desa. Perbandingan definisi desa menurut keempat undang-undang tersebut
dapat dilihat di bawah ini :
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979
“Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk
sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di
bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten.”
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilavah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”
3
4. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”
Perbedaan definisi di atas terlihat kontras pada Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979, di mana desa dianggap sebagai suatu wilayah yang
ditempati oleh sejumlah penduduk. Desa hanya diposisikan hanya sebagai
sebuah tempat masyarakat tinggal dan hidup. Kata “wilayah yang ditempati
oleh sejumlah penduduk” kemudian dihilangkan dalam tiga Undang-Undang
selanjutnya. Bahkan dalam Undang-Undang terbaru yakni Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 terdapat penambahan menjadi "desa adat". Penggunaan
kata "desa adat" ini sebagai bentuk akomodasi oleh pemerintah terhadap
beberapa desa di daerah yang memiliki keunikan dan berbeda dari desa pada
umumnya (desa adat). Selain itu, perbedaan definisi pada setiap Undang-
Undang juga terlihat pada wewenang untuk mengatur pemerintahannya. Pada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979, desa tidak diberikan hak penuh dalam
mengelola pemerintahannya, namun berada di bawah Camat.
Pada dua Undang-Undang berikutnya desa diberikan kewenangan
lebih luas (otonomi) untuk mengurus daerahnya berdasarkan asal-usul dan
adat-istiadat setempat. Kata "asal-usul" tersebut dianggap menutup pintu
partisipasi masyarakat, sehingga kata tersebut diubah menjadi "prakarsa"
dalam Undang-Undang terbaru. Dengan menggunakan kata prakarsa
4
diharapkan dapat mampu membuka partisipasi seluas-luasnya terhadap
masyarakat.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah
menempatkan desa sebagai organisasi campuran (hybrid) antara masyarakat
berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (self
local government). Pada Undang-Undang baru tersebut, sistem pemerintahan
desa lebih cenderung berbentuk pemerintahan masyarakat dengan segala
kewenangannya (authority). Masyarakat juga mempunyai kewenangan dalam
mengatur desa sebagaimana pemerintahan desa. Bersamaan dengan mulai
diberlakukannya Undang-Undang Desa yang baru pada tahun 2014 sampai
dengan saat ini Indonesia berada dalam pemerintahan Joko Widodo-Jusuf
Kalla yang memiliki visi-misi Nawacita dengan slogannya “membangun
Indonesia dari pinggiran dan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam
kerangka Negara Kesatuan”. Dengan demikian Spirit yang terkandung dalam
Undang-Undang Desa selaras dengan Nawacita Joko Widodo-Jusuf Kalla
keduanya bertujuan untuk memperkuat desa beserta kawasan daerah-daerah
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa yang selama 65 tahun sejak kemerdekaan Republik Indonesia
menjadi obyek pembangunan yang pasif dan hanya sebagai penonton
pembangunan, kini memperoleh pengakuan (rekognisi) atas entitasnya
menjadi lebih mandiri, berdaulat, demokratis. Sejalan dengan pengakuan
tersebut, perhatian pemerintah terhadap desa semakin besar dengan tindakan
nyata berupa pengguliran Alokasi Dana Desa dari Anggaran Pendapatan dan
5
Belanja Negara (APBN). Dana Desa yang bersumber dari APBN
diperuntukkan untuk mengefektifkan program-program desa secara merata
dan berkeadilan dimana pengelolaannya dilaksanakan selama satu tahun
anggaran dimulai dari tanggal 1 Januari hingga tanggal 31 Desember.
Adapun besaran Alokasi Dana Desa tertuang dalam pasal 72 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang menyatakan
besarnya alokasi anggaran yang peruntukannya langsung ke desa sebesar
sepuluh persen (10%) dari dan di luar Dana Transfer Daerah yang diberikan
secara bertahap. Pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, selanjutnya
pada tahun 2015 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang
Dana Desa yang bersumber dari APBN. Pada pasal 30A ayat (1)
menyebutkan bahwa pengalokasian dana desa untuk tahun 2015 sebesar tiga
persen (3%), pada tahun anggaran 2016 menjadi enam persen (6%) dan tahun
2017 menjadi sepuluh persen (10%) dari anggaran transfer ke Daerah.
Menurut data yang dimiliki Jaweng (2015:6), Pengguliran Dana Desa
direncanakan akan meningkat dari tahun ke tahun yaitu : sebesar Rp 44 triliun
pada tahun 2016, meningkat menjadi Rp 74 triliun tahun 2017, Rp 88,6 triliun
pada tahun 2018 dan Rp 103.7 triliun pada tahun 2019. Sementara, Farouk
Muhammad (2015:6) mengkalkulasikan pada tahun 2017 minimum per desa
akan memperoleh pendapatan Rp 1,5 miliar rupiah atau lebih. Berdasarkan
data yang dikumpulkan IRE (2015) sebagaimana dikutip Muhammad
6
(2015:6), Kabupaten Sleman misalkan pada tahun 2015 telah menggulirkan
dana sebesar Rp 1,2 miliar per desa. Sedangkan, Kabupaten Gunung Kidul
sebesar Rp 650 juta per desa, sementara dari PDRB tahun 2015 sebesar Rp
2,1 triliun sehingga total dana yang masuk ke desa diluar PAD dan
pendapatan lain-lain adalah sebesar Rp 53,6 triliun (Kompas, 27 Februari
2015). Informasi yang disampaikan oleh Direktur Bina Pemerintahan Desa,
Eko Prasetyanto pada diskusi terbatas yang dilakukan Pusat Inovasi Tata
Pemerintahan Lembaga Administrasi Negara di Jakarta pada tanggal 26 Juni
2015 bahwa total pendapatan desa semakin bertambah setiap tahunnya. Dari
pos dana desa, pada tahun 2016 jumlahnya meningkat menjadi sekitar Rp 47
triliun dan tahun 2017 sekitar Rp 81 triliun (Kompas, 15 Agustus 2015).
Jumlah pendapatan desa menunjukkan adanya peningkatan dari tahun
ke tahun dan jumlahnya cukup besar. Hal ini tentunya menjadi permasalahan
tersendiri apabila desa tidak mampu mengelola sesuai dengan aturan yang
berlaku. Kesiapan desa dalam menggunakan dana desa secara
bertanggungjawab, berkeadilan, transparan dan akuntabel menjadi krusial,
sebagi contoh birokrasi desa yang belum memiliki tradisi akuntabilitas
tentunya dapat menjerat Kepala Desa melakukan kesalahan baik secara
sengaja maupun tidak yang berakibat pada maraknya kasus kepala desa
terlibat korupsi. Akibat ketidaktahuan tentang mekanisme pengelolaan dan
pertanggungjawaban anggaran menjadikan kasus hukum dan berakibat fatal
bagi seorang kepala desa.
7
Sebelum adanya Dana Desa dari APBN, kelompok masyarakat
melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Unit Pengelola
Kegiatan mengelola bantuan langsung masyarakat melalui Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pedesaan sebagai suatu bentuk
pembelajaran bagi aparat desa mengenai arti penting akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan anggaran (Panjung, 2015:7).
Penyusunan dan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
berdasarkan ketentuan yang ada yang tercantum dalam APBDes seharusnya
diisi dengan kegiatan atau program-program yang dibutuhkan oleh
masyarakat, seperti kegiatan pembangunan fisik. Namun pada kenyataannya,
pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik tersebut sering tidak dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang ada misalnya volume atau yang kualitas
kurang, bahkan ada yang tidak atau belum sama sekali dilaksanakan. Hal ini
tidak mungkin terjadi apabila ada keterlibatan serta partisipasi dari semua
pihak mulai dari tahapan perencanaan (Musrenbangdes), pelaksanaan,
pengawasan pembangunan hingga pertanggungjawaban seluruh program
kegiatan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, desa diberi wewenang oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan
mengembangkan daerahnya sendiri dengan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia.
Diharapkan segala kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa dapat
diakomodir dengan lebih baik. Pemberian kesempatan yang lebih besar bagi
8
desa untuk mengurus tata pemerintahannya sendiri serta pemerataan
pelaksanaan pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kualitas hidup masyarakat desa, sehingga permasalahan seperti kesenjangan
antar wilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya lainnya dapat
diminimalisir.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 beserta peraturan
pelaksanaanya telah mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri
dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang dimiliki,
termasuk didalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik desa. Dalam
APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa sebesar ± Rp 20,776 triliun
kepada seluruh desa yang tersebar di Indonesia. Jumlah desa yang ada saat ini
sesuai Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan data wilayah
Adminstrasi pemerintahan disebutkan bahwa jumlah desa dan kelurahan di
Indonesia adalah 83.184 (sebanyak 74.754 desa dan 8.430 Kelurahan). Selain
Dana Desa, sesuai Undang-Undang Desa Pasal 72, Desa memiliki Pendapatan
Asli Desa dan Pendapatan Transfer berupa Alokasi Dana Desa; Bagian dari
Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota dan Bantuan Keuangan dari APBD
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Peran besar yang diterima oleh desa, tentunya disertai dengan
tanggung jawab yang besar pula. Oleh karena itu pemerintah desa harus bisa
menerapkan prinsip akuntabilitas dalam tata pemerintahannya, dimana semua
akhir kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai dengan ketentuan.
9
Hal yang mengenai keuangan desa, pemerintah desa wajib menyusun
laporan realisasi pelaksanaan APBDes dan laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDes. Laporan ini dihasilkan dari suatu siklus
pengelolaan keuangan desa, yang dimulai dari tahapan perencanaan dan
penganggaran pelaksanaan dan pelaporan dan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan desa.
Tahap perencanaan dan penganggaran, pemerintah desa harus
melibatkan masyarakat desa yang direpresentasikan oleh Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga program kerja dan kegiatan yang
disusun dapat mengakomodir kepentingan dan kebutuhan masyarakat desa
serta sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh desa tersebut. Selain itu
pemerintah desa harus bisa menyelenggarakan pencatatan, atau minimal
melakukan pembukuan atas transaksi keuangannya sebagai wujud
pertanggungjawaban keuangan yang dilakukannya.
Namun demikian, peran dan tanggung jawab yang diterima oleh desa
belum diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai baik
dari segi kuantitas maupun kualitas. Kendala umum lainnya yaitu desa belum
memiliki prosedur serta dukungan sarana dan prasarana dalam pengelolaan
keuangannya serta belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran
pendapatan dan belanja desa.
Besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa memiliki
risiko yang cukup tinggi dalam pengelolaannya, khususnya bagi aparatur
10
pemerintah desa. Fenomena pejabat daerah yang tersangkut kasus hukum
jangan sampai terulang kembali dalam skala pemerintahan desa.
Aparatur pemerintah desa dan masyarakat desa yang direpresentasikan
oleh BPD harus memiliki pemahaman atas peraturan perundang-undangan
dan ketentuan lainnya, serta memiliki kemampuan untuk melaksanakan
pencatatan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Oleh sebab itu, sebagaimana
dalam Undang-Undang Desa, pemerintah, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota turut membantu memberdayakan masyarakat desa
dengan pendampingan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
pembangunan desa.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku
pengemban amanat untuk mempercepat peningkatan kualitas akuntabilitas
keuangan negara sebagaimana tercantum dalam diktum keempat Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas
Akuntabilitas Keuangan Negara, berinisiatif menyusun Petunjuk Pelaksanaan
Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Pengelolaan
Keuangan Desa ini diharapkan berguna bagi Tim Perwakilan BPKP dan
aparat pemerintah daerah.
Pemerintahan desa diselenggarakan dibawah pimpinan seorang kepala
desa sebagai penyelenggara dan bertanggungjawab utama dibidang
pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, termasuk pembinaan
ketentraman dan ketertiban serta menumbuhkembangkan semangat
pembangunan yang dijiwai atas asas bersama dan asas kekeluargaan. Suatu
11
pemerintahan tidak akan berjalan dengan baik meskipun ditunjang dengan
adanya perencanaan yang baik, pengawasan yang baik, partisipasi masyarakat
yang baik apabila tidak diimbangi dengan tersedianya dana yang memadai
serta pengelolaan dana yang baik pula. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa berhasil atau tidaknya suatu pembangunan dilihat dari keuangannya
yang dikelola oleh pemerintah dalam hal itu pemerintahan desa. Dalam
menyusun dan mengelola anggaran, kepala desa dibantu oleh badan yang
bertugas menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa disetiap tahun
sesuai dengan peraturan. Untuk mewujudkan cita-cita pembangunan di
Pemerintahan Desa maka, pelaksanaan proses pembangunan khususnya
masalah keuangan harus dilaksanakan dan dikelola oleh aparat desa bersama
sama dengan rakyat mengingat kondisi-kondisi demikian sangat besar
kemungkinan jika tidak diantisipasi maka mengakibatkan tersendatnya
pembangunan masyarakat. Tentu saja hal tersebut akan menghambat
tercapainya pembangunan itu sendiri.
Pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, penganggaran,
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
secara transparan dan akuntabel. Berpijak dari permasalahan diatas maka
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang “Pelaksanaan
Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten
Bantul”.
12
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka fokus penelitian ini
adalah tentang “Pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dan kendala yang dihadapi oleh
Pemerintah Desa Sriharjo dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa
setelah Desa memperoleh Dana Desa dan Alokasi Dana Desa”
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus masalah diatas,
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul?
2. Apa saja kendala dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa yang
dihadapi Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul?
D. Tujuan Penelitian
Sebagai rumusan masalah yang diajukan di atas maka tujuan
penelitian ini menjawab kedua rumusan masalah yang telah diajukan. Tujuan
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendiskripsikan pelaksanaan pengelolaan keuangan desa di Desa
Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul.
13
2. Untuk mendiskripsikan kendala yang dihadapi Pemerintah Desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul dalam pelaksanaan pengelolaan
keuangan desa.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Ilmu Pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
studi-studi ilmu pemerintahan daerah khususnya yang berkaitan dengan
tata kelola keuangan desa setelah diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
2. Sebagai sumber data yang dibutuhkan oleh pembaca atau oleh
pemerintah desa maupun supra desa dalam mengambil kebijakan yang
berkaitan dengan penguatan kapasitas bagi aparatur desa khususnya
Kepala Desa dan jajarannya mengenai pengelolaan keuangan desa mulai
dari tahap perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban.
F. Kerangka Teori
1. Pengertian Desa, Kewenangan Desa dan Kemandirian Desa.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, yang dimaksud dengan desa adalah desa dan desa adat atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
14
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah Desa adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa
sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. Kawasan Perdesaan adalah
kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
Desa berkedudukan di wilayah Kabupaten/Kota. Desa terdiri atas
Desa dan Desa Adat. Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa.
Penataan tersebut bertujuan:
a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa;
b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa;
c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;
d. meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa; dan
e. meningkatkan daya saing Desa.
Desa memiliki kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa,
15
dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul, dan adat istiadat Desa. Kewenangan Desa meliputi: kewenangan
berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan
yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan kewenangan lain yang ditugaskan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa berdasarkan asas: kepastian hukum; tertib
penyelenggaraan pemerintahan; tertib kepentingan umum; keterbukaan;
proporsionalitas; profesionalitas; akuntabilitas; efektivitas dan efisiensi;
kearifan lokal; keberagaman; dan partisipatif.
Kemandirian dapat diartikan sebagai kapasitas (kemampuan) untuk
melakukan upaya-upaya mencapai kehidupan yang lebih sejahtera dengan
mengedepankan optimalisasi potensi dirinya, tanpa menggantungkan pada
pihak lain. Kemandirian dapat juga dimaknai adanya emansipasi
(inisiatif/prakarsa dan kemauan/motivasi dari dalam diri) untuk melakukan
upaya-upaya mencapai kehidupan yang sejahtera secara berkelanjutan.
Dengan demikian, kemandirian desa berpusat pada kapasitas dan emansipasi
lokal, yakni kemampuan, prakarsa dan gerakan desa secara kolektif dalam
mengembangkan potensi-aset yang dimiliki. Kalaupun ada keterlibatan dari
pihak luar, keterlibatannya lebih bersifat memperkuat atau memberi
dukungan energi untuk mempercepat pencapaian tujuan. Konsep kemandirian
16
desa (otonomi desa) juga menunjuk adanya kewenangan desa. Kewenangan
desa merupakan hak desa untuk mengatur, mengurus dan bertanggung jawab
atas urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Widjaja (2003: 165) menyatakan bahwa otonomi desa merupakan
otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari
pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli
yang dimiliki oleh desa tersebut sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa. Desa dapat melakukan
perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki
kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.
Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada
pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan
desa tersebut. Urusan pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang
menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan
pengaturannya kepada desa. Namun dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan
kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap menjunjung
nilai-nilai tanggung jawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari
bangsa dan negara Indonesia (Widjaja,2003:166).
17
2. Pengertian Dana Desa dan Alokasi Dana Desa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Sementara itu, dinyatakan bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana
perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota setelah dikurangi Dana Alokasi
Khusus (DAK).
Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014
menyebutkan bahwa dana desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat. Penggunaan dana desa dikelola oleh
pemerintah desa melalui kuasa kepala desa dan digunakan sesuai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKPDes), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes).
Menurut Pasal 37 Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, laporan
realisasi pelaksanaan APBDes disampaikan kepala desa kepada
Bupati/Walikota berupa laporan semester pertama yang harus disampaikan
paling lambat akhir bulan Juli dan laporan semester akhir tahun paling lambat
18
pada akhir bulan Januari tahun berikutnya. Sedangkan menurut Pasal 38
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, selain pelaporan, Kepala Desa juga
harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDes dalam bentuk peraturan desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir
tahun anggaran.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
Pendapatan Desa bersumber dari:
a. pendapatan asli Desa terdiri atas hasil usaha;
b. hasil aset;
c. swadaya dan partisipasi;
d. gotong royong dan lain-lain pendapatan asli Desa;
e. alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
f. bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah Kabupaten/Kota;
g. alokasi dana Desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang
diterima Kabupaten/Kota;
h. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;
i. hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan
j. lain-lain pendapatan Desa yang sah.
3. Pengertian Keuangan Desa dan Pengelolaan Keuangan Desa.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa,
dalam pasal 71 ayat(1) dinyatakan bahwa “Keuangan desa adalah semua hak
dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintah desa yang dapat
19
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban desa”. Keuangan desa dikelola
berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan
dengan tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa dikelola
dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yakni mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember.
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari APBN, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Desa (APBDes) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa. Menurut
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007, Bendahara adalah perangkat desa yang
ditunjuk oleh Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan,
menatausahakan, membayarkan dan mempertanggungjawabkan keuangan
desa dalam rangka pelaksanaan APBDes.
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha
yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja
dalam mencapai tujuan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat
perbedaan-perbedaan, hal ini disebabkan karena para ahli meninjau
pengertian dari sudut yang berbeda-beda. Ada yang meninjau pengelolaan
dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan meninjau pengelolaan sebagai suatu
kesatuan. Namun jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi tersebut
mengandung pengertian dan tujuan yang sama.
20
Berikut ini adalah pendapat dari beberapa ahli yakni menurut James
A.F Stoner, memberikan definisi sebagai berikut pengelolaan merupakan
proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-
usaha para anggota organisasi dan pengguna sumberdaya-sumberdaya
organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah di tetapkan.
Menurut Muhammad Arif pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan
kegiatan yang meliputi perencanaan, pengangaran, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan desa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang bertujuan untuk
menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif
untuk mencapai tujujan organisasi yang telah ditentukan. Keuangan desa
merupakan faktor yang esensial karena dalam penyelenggaraan urusan rumah
tangganya sendiri dibutuhkan adanya dana atau uang.
Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan keuangan
desa diperlukan sejumlah asas atau prinsip yang harus dijadikan pedoman.
Asas atau prinsip yang dimaksud diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Asas kesatuan, yaitu asas atau prinsip yang menghendaki agar semua
pendapatan dan belanja desa disajikan dalam kesatuan dokumen anggaran
desa;
21
2. Asas universalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengharuskan agar setiap
transaksi keuangan desa ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran
desa;
3. Asas tahunan, yaitu asas atau prinsip yang membatasi masa berlakunya
anggaran untuk setiap tahun anggaran;
4. Asas spesialitas, yaitu asas atau prinsip yang mewajibkan agar setiap kredit
anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya;
5. Asas akuntabilitas, yaitu asas atau prinsip yang menentukan bahwa setiap
kegiatan pengelolaan keuangan desa harus dapat dipertanggugjawabkan
kepada masyarakat desa, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
6. Asas proporsionalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam pengelolaan keuangan desa;
7. Asas profesionalitas, yaitu asas atau prinsip yang mengutamakan keahlian
berdasarkan kode etik dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
8. Asas keterbukaan, yaitu asas atau prinsip yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang pengelolaan keuangan desa dengan tetap
memperhatikan perlindungan terhadap hak pribadi dan golongan;
9. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa keuangan (BPK) yang
bebas dan mandiri, yaitu asas atau prinsip yang memberikan kebebasan bagi
BPK untuk melakukan pemeriksaan keuangan desa dengan tidak di pengaruhi
oleh siapapun;
22
10. Asas Value For Money, yaitu asas atau prinsip yang menekankan bahwa
dalam pengelolaan keuangan desa harus dilakukan secara ekonomis, efisien
dan efektif;
11. Asas kejujuran, yaitu asas atau prinsip yang menekankan dalam
pengelolaan dana publik (termasuk APBDes) harus dipercayakan kepada
aparat yang memiliki integritas dari kejujuran yang tinggi, sehingga potensi
munculnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dapat
diminimalkan;
12. Asas pengendalian, yaitu asas atau prinsip yang menghendaki
dilakukannya monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran anggaran
pendapatan dan belanja desa (APBDes);
13. Asas ketertiban dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan,
yaitu asas atau prinsip yang mengharuskan bahwa dalam pengelolaan
keuangan desa wajib berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
14. Asas bertanggungjawab, yaitu asas atau prinsip yang mewajibkan kepada
penerima amanah atau penerima mandat untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan dan pengendalian sumberdaya dan pelaksaan kebijakan yang
dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapakan;
15. Asas keadilan, yaitu asas atau prinsip yang menekankan perlunya
keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaanya dan/atau
23
keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan
obyektif;
16. Asas kepatutan, yaitu asas atau prinsip yang menekankan adanya suatu
sikap dan tindakan yang wajar dan proporsionalitas;
17. Asas manfaat untuk masyarakat, yaitu asas atau prinsip yang
mengharuskan bahwa keuangan desa wajib digunakan atau diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat desa.
Berbagai asas atau prisip pengelolaan keuangan tersebut perlu
dijadikan pedoman dalam mengelola keuangan desa, agar dana tersebut dapat
dipergunakan secara efektif, efesien, ekonomis, dan berkeadilan. Secara
efektif maksudnya bahwa pengelolaan keuangan desa tersebut harus dapat
mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, secara efisien maksudnya
bahwa pengelolaan keuangan yang dimaksud dapat menghasilkan
perbandingan terbaik antara masukan dan pengeluarannya. Sedangkan secara
ekonomis, maksudnya bahwa pengelolaan keuangan tersebut dapat
menghasilkan perbandingan terbaik antara masukan dengan nilai masukan,
adapun secara berkeadilan maksudnya bahwa pengelolaan keuangan tersebut
dapat memenuhi rasa keadilaan dalam masyarakat.
Pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban keuangan desa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang desa Pasal 93 pengelolaan keuangan desa meliputi:
a. Perencanaan;
24
b. Pelaksanaan;
c. Pelaporan;
d. Pertanggungjawaban.
Dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa, perihal pengelolaan dana desa telah diatur dalam Bab V di
dalamnya diatur bahwa pengelolaan dana desa terdiri atas lima hal, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung-
jawaban.
Pasal 54 Undang-Undang tentang Desa menyatakan bahwa
pengelolaan keuangan desa dimulai dari perencanaan yang diawali dengan
musyawarah desa yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) untuk membahas hal-hal yang sifatnya strategis. Kemudian, hasil
musyawarah desa berupa perencanaan pembangunan desa ditindaklanjuti
dengan musyawarah pembangunan perencanaan desa (Musrenbangdes) yang
diselenggarakan kepala desa dan perangkatnya. Musrenbangdes inilah yang
membahas mengenai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJMDes) tiap enam tahun sekali dan Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKPDes) serta APBDes tiap setahun sekali.
Setelah Raperdes tentang APBDes disepakati bersama oleh kepala
desa dan BPD paling lambat bulan Oktober dan hasil evaluasi dari
Bupati/Walikota atau Camat yang mendapat delegasi untuk mengevaluasi
Raperdes APBDes menyatakan bahwa Raperdes APBDes tidak bertentangan
25
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi maka APBDes dapat ditetapkan.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2014 dan Pasal 16 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.07/2015, sebelum desa dapat menerima pencairan dana desa,
terlebih dahulu Kabupaten/Kota harus mengesahkan APBD Kabupaten/Kota
dan Peraturan Bupati/Walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan
besaran dana desa. Sebelum peraturan Bupati/Walikota itu dibuat, Desa
menyelesaikan terlebih dahulu APBDes-nya. Keharusan adanya peraturan
kepala daerah tersebut sebagai indikasi bahwa Kabupaten telah siap untuk
menyalurkan dana sesuai peraturan.
4. Pengertian APBDes.
Anggaran adalah pernyataan tentang perkiraan penerimaan dan
pengeluaran yang diharapkan terjadi dalam sebuah rentang waktu dimasa
yang akan datang serta realisasi dimasa lalu. Efektifitas proses penganggaran
dipengaruhi oleh struktur anggaran, berbagai komponen anggaran perlu ditata
secara sistematis, agar pelaksanaan fungsi pengawasan dapat dilakukan secara
lebih efisien dan efektif.
Struktur anggaran meliputi pengelompokan komponen-komponen
anggaran (khususnya komponen anggaran belanja) berdasarkan kriteria
tertentu. Selain mencerminkan sistem penganggaran, pengelompokan-
pengelompokan anggaran belanja juga penting dalam memudahkan proses
pengelolaan anggaran. Dengan demikian, pengelolaan anggaran terutama
26
pada tahap pelaksanaan tidak hanya menyangkut apakah seluruh
kegiatan/kebutuhan yang direncanakan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) adalah peraturan
desa yang memuat sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran desa
dalam kurun waktu satu tahun. APBDes terdiri atas bagian pendapatan desa,
belanja desa dan pembiayaan. Dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014
Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa APBDes terdiri dari atas:
a. Pendapatan Desa;
b. Belanja Desa; dan
c. Pembiayaan Desa.
Dalam Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang proses penetapan
rancangan APBDes meliputi :
1. Perencanaan
2. Penyusunan
3. Pembahasan
4. Penetapan
5. Pengundangan
6. Penyebarluasan
Proses penyusunan APBDes dimulai dengan urutan sebagai berikut:
a. Pelaksana kegiatan menyampaian usulan anggaran kegiatan kepada
Sekretaris Desa berdasarkan RKPDes yang telah ditetapkan;
b. Sekretaris Desa menyusun rancangan Peraturan Desa tentang APBDes
(RAPBDes) dan menyampaikan kepada Kepala Desa;
27
c. Kepala desa selanjutnya menyampaikan kepada Badan Permusyawaratan
Desa untuk dibahas dan disepakati bersama. Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDes disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun
berjalan antara kepala desa dan BPD;
d. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDes yang telah disepakati bersama
sebagaimana selanjutnya disampaikan oleh Kepala desa kepada
Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari
sejak disepakati untuk dievaluasi;
e. Bupati/Walikota menetapkan hasil evaluasi Rancangan APBDes paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDes. Dalam hal Bupati/Walikota tidak memberikan hasil
evaluasi dalam batas waktu maka peraturan desa tersebut berlaku dengan
sendirinya
f. Dalam hal Bupati/Walikota menyatakan hasil evaluasi Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDes tidak sesuai dengan kepentingan umum dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan
penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa
dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDes menjadi Peraturan Desa, Bupati/Walikota membatalkan peraturan
desa dengan keputusan Bupati/Walikota yang sekaligus menyatakan
berlakunya pagu APBDes tahun anggaran sebelumnya;
28
g. Peraturan Desa tentang APBDes ditetapkan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran berjalan.
h. Bupati/walikota dalam melakukan evaluasi rancangan peraturan desa
tentang APBDes dapat mendelegasikan kepada Camat. Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendelegasian evaluasi rancangan peraturan desa tentang APBDes
kepada Camat diatur dalam Peraturan Bupati/Walikota. Penyusunan APBDes
sebagaimana telah diuraikan diatas memiliki batasan waktu yang diatur dalam
peraturan perundangan.
5. Pengertian Pelaksanaan APBDes
Setiap pengeluaran belanja atas beban APBDes harus didukung
dengan bukti yang lengkap dan sah, bukti harus dapat pengesahan oleh
sekretaris desa atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti
yang dimaksud. Pengeluaran kas desa yang mengakibatkan beban APBDes
tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDes
ditetapkan menjadi peraturan desa. Dalam pengeluaran kas desa tidak
termasuk untuk belanja desa yang bersifat mengikat dan belanja desa yang
bersifat wajib yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa. Permendagri
Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan APBDes menyatakan :
a. Semua pendapatan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa;
b. Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan diwilayahnya
maka pengaturannya diserahkan kepada daerah;
c. Progam dan kegiatan yang masuk desa merupakan sumber penerimaan dan
pendapatan desa dan wajib dicatat dalam APBDes;
29
d. Setiap pendapatan desa tersebut harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah;
e. Kepala desa wajib mengintensifkan pemungutan pendapatan desa yang
menjadi wewenang dan tanggungjawabnya;
f. Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan
dalam peraturan desa;
g. Pengembalian atas kelebihan pendapatan desa dilakukan dengan
membebankan pada pendapatan desa yang bersangkutan untuk pengembalian
pendapatan desa yang terjadi dalam tahun yang sama;
h. Untuk pengembelian kelebihan pendapatan desa yang terjadi pada tahun
sebelumnya dibebankan pada belanja tidak terduga;
i. Pengembalian harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Dalam pengelolaan keuangan desa selain dari Pendapatan Asli Desa
(PADes), terdapat juga sumber pendapatan keuangan desa yaitu alokasi dana
desa yang berasal dari APBD kabupaten yang bersumber dari bagian dana
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten untuk
desa paling sedikit 10% (sepuluh persen).
Kepala Desa sebagai Kepala Pemerintahan Desa adalah Pemegang
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Desa dan mewakili Pemerintahan Desa
dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Adapun kewenangan
Kepala Desa sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa
adalah:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa;
30
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa;
c. menetapkan bendahara desa;
d. menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa;
e. menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.
Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa,
dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD).
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD) adalah perangkat
desa yang terdiri dari: Sekretaris Desa; dan Perangkat Desa lainnya.
Sekretaris Desa bertindak selaku koordinator pelaksanaan teknis
pengelolaan keuangan desa dan bertanggung jawab kepada Kepala Desa.
Sekretaris Desa selaku koordinator pelaksana teknis pengelolaan keuangan
desa mempunyai tugas:
a. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan APBDes;
b. menyusun dan melaksanakan Kebijakan Pengelolaan Barang Desa;
c. menyusun Raperdes APBDes, perubahan APBDes dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes; dan
d. menyusun Rancangan Keputusan Kepala Desa tentang Pelaksanaan
Peraturan Desa tentang APBDes dan Perubahan APBDes.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
(qualitative research). Data yang digunakan adalah data primer dan data
31
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung
dari lapangan dan dari hasil wawancara. Data sekunder peneliti peroleh dari
buku-buku, hasil laporan, dokumen-dokumen serta arsip-arsip dari instansi
yang bersangkutan. Peneliti menggunaan metode deskriptif kualitatif untuk
mendeskripsikan obyek penelitian dengan menggambarkan, melukiskan
keadaan subyek atau obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-
fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 63).
Menurut Masri Sangarimbuan (1995: 4-5) penelitian deskriptif
kualitatif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran
atau penjelasan suatu gejala yang didalamnya peneliti mengembangkan
konsep dan himpunan fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian yaitu Pengelolaan Keuangan Desa di Desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Tahun Anggaran 2015.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri
Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagai lokasi pelaksanaan
pengelolaan keuangan Desa.
4. Teknik pemilihan subyek penelitian
Subjek penelitian atau informan/nara sumber adalah orang yang
diminta untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta atau
pendapat. Sebagaimana dijelaskan oleh Arikunto (2006:145) bahwa subjek
penelitian adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Subjek
32
penelitian merupakan sumber informasi yang digali untuk mengungkap
fakta-fakta di lapangan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penentuan subjek
penelitian dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan secara jelas dan mendalam. Penentuan subjek penelitian
atau informan/nara sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
purposive sampling. Purposive sampling menurut Djam’an Satori (2007:6)
merupakan teknik pengambilan sampel yang ditentukan dengan
menyesuaikan pada tujuan penelitian atau pertimbangan tertentu. Djam’an
Satori (2007:6) menambahkan bahwa “purposive sampling sering disebut
juga sebagai judgement sampling, secara sederhana diartikan sebagai
pemilihan sampel yang disesuaikan dengan tujuan tertentu”.
Pengambilan subjek penelitian atau informan/nara sumber dengan
menggunakan purposive adalah sesuai dengan masalah penelitian yang di
bahas, yaitu penentuan subjek berdasarkan atas tujuan peneliti dalam
mengungkap masalah yang diangkat dalam penelitian. Subjek penelitian
ditentukan berdasarkan orang yang dianggap paling tahu tentang informasi
yang dibutuhkan dalam penelitian, sehingga akan memudahkan dalam
menelusuri situasi yang diteliti.
Penentuan subjek penelitian berdasarkan permasalahan yang akan
diteliti yaitu tentang pelaksanaan pengelolaan keuangan desa Sriharjo, maka
subyek penelitiannya adalah : Pemerintah Desa selaku Tim Pelaksana
Pemerintah Desa dan Lembaga Desa sebagai mitra Pemerintah desa dan
33
pengawas Pelaksana Kegiatan. Subjek utama penelitian ini adalah unsur
pemerintah desa yang diwakili oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala
Seksi Pelayanan dan Kepala Urusan Keuangan/Bendahara Desa, sedangkan
dari pihak Lembaga Desa diwakili oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) dan anggota/masyarakat yang berkompeten dalam pengelolaan
keuangan desa. Selain subyek diatas, dalam rangka memperoleh data yang
berkaitan dengan pengawasan, dipilih Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yaitu Kasubag Keuangan Kabupaten Bantul dan Kepala Seksi
Pemerintahan Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul. Adapun jumlah dan data
informan/nara sumber dapat dilihat pada Tabel-1.1 sebagai berikut :
Tabel-1.1
Data Informan
No Nama Jenis
Kelamin
(L/P)
Usia
(Th)
Pendidik
an
Jabatan Lama
Menjabat
(Th)
1. Nanang
Mujianto,
S,STP.
L 37 S-1 Kasubag
Keuangan
Desa
Kabupaten
Bantul
2
2. Ngadiran L 64 SLTA Sekretaris
Desa
27
3. Yantudi L 63 SLTA Kasi
Pelayanan
23
4. Sudedi L 43 SLTA Bendahara 5
5. Sismanto
Purnomo
L 41 SMK Ketua BPD 4
6. Sukendro,
S.Sos.
L 54 S-1 Kasi
Pemerintahan
Kec. Imogiri
5
Sumber : Hasil Wawancara, 19 April 2017
34
5. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam
mengumpulkan data agar mendapatkan data yang valid sehingga
tujuan utama penelitian adalah untuk memperoleh data dan informasi
yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Pengumpulan data adalah prosedur yang
sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Menurut
Lofland dan Lofland (1984:47) dalam Djam’an Satori (2007:39), bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan selebihnya adalah tambahan seperti dokumen, dan lain-lain
yang dijelaskan juga oleh Sugiyono ( 2007:309) yaitu:
“Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan pada
natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan
teknik pengumpulan data lebih banyak pada berperan serta
(participan observation), wawancara mendalam (in depth interview)
dan dokumentasi”.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa teknik pengumpulan data
dalam penelitian kualitatif yang paling utama adalah dengan menggunakan
teknik wawancara dan observasi atau pengamatan langsung, studi
dokumentasi dan lainnya digunakan sebagai teknik pendukung untuk
melengkapi data yang akan diperoleh di lapangan. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a) Observasi
Secara umum, observasi langsung adalah cara pengambilan data
dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
35
keperluan tersebut. Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2007:203)
mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks,
suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.
Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan
ingatan. Selanjutnya, Sugiyono (2007:203) menjelaskan bahwa teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan
dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila
informan/nara sumber yang diamati tidak terlalu besar.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan observasi
merupakan suatu teknik yang dilakukan dalam kegiatan
mengumpulkan data dengan cara mengamati langsung suatu kegiatan
atau peristiwa yang ada di lapangan. Menurut Patton dalam Nasution
(1988), manfaat observasi adalah sebagai berikut:
1) dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi sosial, jadi akan diperoleh
pandangan yang holistik atau menyeluruh;
2) dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung,
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif,
jadi tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan sebelumnya.
Pendekatan induktif membuka kemungkinan melakukan penemuan atau
discovery;
3) dengan observasi, peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau
tidak diamati orang lain, khususnya orang yang berada dalam
36
lingkungan itu, karena telah dianggap biasa dan karena itu tidak akan
terungkapkan dalam wawancara;
4) dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya
tidak akan terungkapkan oleh informan/nara sumber dalam wawancara
karena bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan nama
lembaga;
5) dengan observasi, peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar
persepsi informan/nara sumber, sehingga peneliti memperoleh
gambaran yang lebih komprehensif; dan
6) melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya mengumpulkan daya
yang kaya, tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi, dan merasakan
suasana situasi sosial yang diteliti.
Teknik pengumpulan data dengan observasi ini dibagi menjadi
beberapa jenis, sebagaimana yang diklasifikasikan oleh Sanafiah Faisal
(1990) dalam Sugiyono (2007 : 310), observasi diklasifikasikan menjadi
observasi berpartisipasi (participant observation) yaitu observasi yang
secara terang-terangan dan tersamar (overt observation dan convert
observation), dan observasi yang tidak berstruktur (unstructured
observation). Selanjutnya Spradley dalam Susan Stainback (1988) membagi
observasi berpartisipasi menjadi empat yaitu: pasive participation, moderate
participation, active participation, dan complete participation.
Dalam penelitian tentang pengelolaan keuangan desa di desa Sriharjo
Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, peneliti akan berperan penuh sebagai
37
observer. Objek penelitian dalam penelitian kualitatif yang diobservasi
menurut Spradley dalam Sugiyono (2007:314) dinamakan situasi sosial,
yang terdiri atas tiga komponen yaitu place (tempat), actor (pelaku), dan
activities ( aktivitas).
b) Wawancara
Menurut Djam’an Satori (2007:44) bahwa wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh
dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Esterberg
dalam Djam’an Satori (2007:44) mendefinisikan bahwa wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Jadi, wawancara merupakan suatu kegiatan yang didalamnya
terdapat percakapan antara si penanya dan si penjawab dalam bertukar
informasi dan ide tentang sesuatu hal untuk tujuan tertentu.
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari informan/nara sumber yang lebih mendalam.
Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang diri
sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau
keyakinan pribadi demikian menurut Sugiyono ( 2007 : 17).
38
Berdasarkan pendapat Sugiono di atas, wawancara dilakukan saat
studi awal pendahuluan penelitian dan saat penelitian berlangsung ke
lapangan. Wawancara yang dilakukan pada saat studi awal pendahuluan
penelitian adalah untuk menemukan masalah dan menentukan fokus
penelitian, sedangkan wawancara yang dilakukan saat penelitian
berlangsung dilakukan pada sumber data yang dibutuhkan untuk
mendapatkan informasi dan data penelitian. Wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu menggunakan wawancara semi terstruktur
(semi structure interview) yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan
pada sumber data tanpa terpaku instrumen pertanyaan yang sesuai
dengan data dan informasi yang ingin diperoleh. Wawancara ini
dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu subjek wawancara dan
selanjutnya mengajukan pertanyaan yang telah disiapkan secara garis
besar. Subjek wawancara dipilih berdasarkan data dan informasi yang ingin
diperoleh dan diharapkan dapat memenuhi pertanyaan yang diajukan.
c) Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia (non
human resources), sedangkan studi dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data. Secara harfiah dokumen dapat diartikan sebagai
cacatan kejadian yang sudah lampau menurut Maleong (2005:82) dalam
Djam’an Satori (2007:90), yang menjadi catatan segala hal ihwal yang
berkaitan dengan manusia pada kehidupannya sesuai dengan
kebutuhan pada saat itu. Guba dan Lincoln, (Maleong, 2002 : 161)
39
mengungkapkan bahwa “dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film,
lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seseorang
penyidik”. Sedangkan Nasution, (2003 : 85) menyebutkan bahwa: “ada pula
sumber non manusia (non human resources), diantaranya dokumen, foto dan
bahan statistik”.
Dokumen dalam penelitian kualitatif memegang peranan penting
sebagai sumber informasi untuk melengkapi hasil wawancara dan
observasi lapangan. Hasil wawancara dan observasi akan lebih akurat
lagi jika disertai dokumen yang berkait dengan hal ihwal hasil wawancara
dan observasi yang dilakukan sebelumnya. Sedangkan studi dokumentasi
adalah sebagai salah satu teknik pengumpulan data yang bersumber dari non
manusia (Djam’an Satori, 2007:90).
Menurut Djam’an Satori (2007:93), studi dokumentasi merupakan
usaha untuk memperoleh keterangan melalui dokumen-dokumen. Dari uraian
di atas maka studi dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan adalah untuk
memperkuat data-data yang telah didapatkan dengan pendukung dokumen-
dokumen yang ada yang berkaitan dengan objek penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data penelitian ini menggunakan analisis komparatif.
Analisis komparatif adalah teknik analisis yang dilakukan dengan cara
membuat perbandingan antar elemen yang sama, seperti penelitian ini yang
membandingkan antara perencanaan pengelolaan keuangan Desa Sriharjo
dengan standar-standar yang mengacu pada Permendagri Nomor 113 Tahun
40
2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Langkah awal sebelum
melakukan analisis data, adalah memahami Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 113 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa. Setelah
peneliti memahami teori perencanaan pengelolaan keuangan desa menurut
Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 perlu melakukan analisis dengan
menggunakan data-data yang telah diperoleh. Data yang diperoleh dari
penelitian merupakan data kualitatif hasil dari wawancara, analisis
dokumentasi serta dari hasil observasi. Tahapan-tahapan dalam melaksanakan
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data, dilakukan dengan cara mencatat data yang diperoleh
sesuai hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi di lapangan. Pada tahap
awal ini, data yang dikumpulkan berupa APBDesa, RPJMDesa, dan RKPDes.
b. Reduksi data, adalah merangkum dan memilih informasi inti yang sesuai
dengan fokus penelitian. Memilih dan merangkum data dilakukan apabila
data yang diperoleh dari nara sumber terlalu banyak dan tidak semua relevan
dengan rumusan masalah. Reduksi data dilakukan untuk menghasilkan data
yang lebih tepat dan jelas, mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data yang selanjutnya, dan mencari kembali ketika dibutuhkan
oleh peneliti.
c. Uji keabsahan data, setelah dilakukan reduksi data, selanjutnya data
tersebut diuji kebenarannya dengan uji kredibilitas. Pengujian data dilakukan
dengan teknik triangulasi. Penggunaan teknik triangulasi sebagai teknik untuk
mengecek keabsahan data, dimana dalam pengertiannya triangulasi adalah
41
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain
dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian.
d. Penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat sehingga
memudahkan untuk memahami kondisi yang terjadi dan dapat menentukan
tahap selanjutnya yang akan dikerjakan. Data yang disajikan dalam penelitian
ini berupa analisis perencanaan pengelolaan keuangan desa.
e. Analisis data, dilakukan dengan cara menganalisis kesesuaian dokumen-
dokumen terkait antara perencanaan pengelolaan keuangan desa di Desa
Sriharjo dengan perencanaan pengelolaan keuangan desa menurut
Permendagri Nomor 37 Tahun 2007.
f. Penarikan kesimpulan dan verifikasi, dimana kesimpulan dalam penelitian
kualitatif merupakan temuan terbaru yang belum pernah ada sebelumnya.
Verifikasi didasarkan pada penyajian data dan reduksi data dan yang
menjawab rumusan masalah penelitian.
42
42
BAB II
PROFIL DESA SRIHARJO KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN
BANTUL
A. Sejarah Desa Sriharjo
Desa Sriharjo dibentuk pada tahun 1946. Sedangkan nama desa
Sriharjo diambil dari geografis wilayah dan mata pencaharian penduduknya
bercocok tanam padi dan menurut mitos jawa pemberian dari Dewi Sri
sedang harjo yaitu raharjo atau sejahtera, jadi Desa Sriharjo berarti Desa yang
sejahtera dari bercocok tanam padi. Desa Sriharjo awalnya penggabungan 3
kalurahan, yaitu : Kalurahan Mojohuro, Kalurahan Dogongan dan Kalurahan
Kedungmiri
B. Kondisi Umum Desa Sriharjo
Wilayah penelitian adalah merupakan hal yang penting untuk
mendapatkan dan memberikan pemahaman yang lebih dalam mengenai
permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti lebih lanjut. Desa Sriharjo
termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul,
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 585,9960 ha. Desa
Sriharjo memiliki 13 Dusun yaitu Dusun Miri, Jati, Mojohuro, Pelemadu,
Sungapan, Gondosuli, Trukan, Dogongan, Ketos, Ngrancah, Pengkol,
Sompok, dan Wunut. Dengan Wilayah terluas yaitu Wunut dan wilayah
terkecil adalah Dogongan. Di Desa Sriharjo terdapat 63 Rukun Tetangga (RT)
43
dengan rincian sebagai berikut : Pedukuhan Miri 5 Rt, Pedukuhan Jati 7 RT,
Pedukuhan Mojohuro 6 RT, Pedukuhan Pelemadu 6 RT, Pedukuhan Sungapan
4 RT, Pedukuhan Gondosuli 4 RT, Pedukuhan Trukan 4 RT, Pedukuhan
dogongan 4 RT. Di hampir seluruh interval usia, jumlah penduduk, laki-laki
lebih banyak daripada perempuan. Kuantitas penduduk usia produktif lebih
banyak daripada kuantitas penduduk usia non produktif.
Tabel-2.1 Data Kependudukan Berdasar Jenis Kelamin
Jumlah laki-laki 4.709 orang (48 %)
Jumlah perempuan 4.945 orang (52%)
Jumlah total 9.654 orang
Jumlah Kepala keluarga 2.413 KK
Kepadatan penduduk 606 per KM
Sumber : Profil Desa Sriharjo Tahun 2016
Dari Tabel-2.1 diatas menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa
Sriharjo sebesar 52 % perempuan sedangkan sisanya 48 % laki-laki.
Pendidikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam pembangunan,
karena dengan pendidikan masyarakat akan membentuk sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas tinggi yang akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
pembangunan pedesaan khususnya dalam hal partisipasi masyarakat desa.
Penduduk menurut tingkat pendidikan masyarakat di Desa Sriharjo mulai dari
tidak sekolah sampai dengan tamat perguruan tinggi yang secara lengkap tiap
tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
44
Tabel-2.2
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Jenjang Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
Belum sekolah 1093 1259 2352
Belum tamat SD 170 167 337
Tamat SD 1421 1474 2895
Tamat SMP 705 693 1398
Tamat SMA 1127 1145 2242
Diploma I/II 17 23 40
Diploma III 48 63 111
Strata I 125 149 274
Strata II 2 2 4
Strata III 1 0 1
Total 4709 4945 9654
Sumber : Profil Desa Sriharjo Tahun 2016
C. Pemerintahan desa Sriharjo
Visi Desa Sriharjo "Membangun untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Desa Sriharjo ". Adapun misi Desa sriharjo adalah :
a. Terwujudnya tata pemerintahan yang baik, bersih, terbuka, dan transparan
b. Terwujudnya Otonomi Desa berbasis modal sosial, untuk mewujudkan
desa sebagi pusat pertumbuhan dan pembangunan
c. Terwujudnya sumber daya manusia, sumber daya alam, dan lingkungan
hidup yang seimbang dan lestari
d. Terwujudnya sistem dan kelembagaan perekonomian serta menyediakan
sarana dan prasarana dasar yang mewadahi
e. Terwujudnya kemampuan keuangan desa yang berkualitas
f. Terciptanya lingkungan yang aman dan kondusif
g. Terwujudnya kesehatan masyarakat melalui Posyandu
h. Meningkatkan pembangunan partisipasif untuk mewujudkan masyarakat
yang mandiri
45
i. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan untuk meningkatkan
pendapatan
j. Membangun kerukunan beragama dan mewujudkan masyarakat yang
agamis
Desa Sriharjo seharusnya dipimpin oleh seorang Kepala Desa, namun
sementara ini posisi jabatan tersebut kosong karena Kepala Desa berhalangan
tetap. Untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan sehari-hari dipimpin oleh
Carik Desa yang merangkap sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Desa yang
dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya selalu berkoordinasi
dengan Camat Imogiri. Berikut ini gambaran struktur organisasi Pemerintah
Desa Sriharjo.
Bagan-2.1
Bagan Organisasi Pemerintah Desa Sriharjo
Sumber : RPJMDes Desa Sriharjo Tahun 2014-2019
Kepala Desa
Kasi
Pemerintahan Kasi
Pelayanan
Kasi
Kesejah
teraan
Sekretaris
Desa
Kaur
Umum
Kaur
Keuangan
Kepala
Dukuh
46
Uraian dari Bagan Organisasi Pemerintah Desa Sriharjo adalah
sebagai berikut :
a. Kepala Desa
b. Pamong Desa terdiri dari :
1. Sekretaris Desa terdiri dari Carik Desa yang membawahi Kepala
Urusan Umum dan Kepala Urusan Keuangan yang masing-masing
mempunyai staf di bawahnya.
2. Pelaksana Teknis atau unsur pelayanan terdiri dari Kepala Seksi
Pemerintahan, Kepala Seksi Pelayanan dan Kepala Seksi
Kesejahteraan yang masing-masing mempunyai staf di bawahnya
3. Pelaksana kewilayahan yang terdiri dari kepala-kepala dukuh.
D. Tugas Pokok dan Fungsi Pamong Desa
1. Kepala Desa
Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa,
melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kesejahteraan
masyarakat desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Dalam
melaksanakan tugas, lurah desa berwenang :
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan
kebijakan yang ditetapkan bersama BPD.
b. Mengajukan rancangan peraturan desa.
c. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan
bersama BPD dan ditetapkan bersama BPD
d. Membina kehidupan masyarakat desa
47
e. Membina perekonomian desa
f. Mengkoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.
g. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
h. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Sekretaris Desa
Sekretaris Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
mempersiapkan dan melaksanakan pengelolaan administrasi Desa,
mempersiapkan bahan penyusunan laporan penyelenggaraan
Pemerintah Desa. Dalam melaksanakan tugas sekretaris Desa
mempunyai fungsi:
a. Penyelenggara kegiatan administrasi dan mempersiapkan bahan
untuk kelancaran tugas kepala desa
b. Melaksanakan tugas kepala desa dalam hal kepala desa
berhalangan
c. Melaksanakan tugas kepala desa apabila kepala desa
diberhentikan sementara
d. Penyiapan bantuan penyusunan peraturan desa
e. Penyiapan bahan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa
f. Pengkoordinasian penyelenggaraan tugas-tugas kepala urusan
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.
48
Unsur pembantu Sekretaris Desa terdiri dari :
a. Kepala Urusan Umum
Kepala Urusan Umum bertugas membantu Sekretaris Desa
dalam melaksanakan administrasi umum, tata usaha dan kearsipan,
pengelolaan inventaris kekayaan desa, serta mempersiapkan bahan
rapat dan laporan. Dalam melaksanakan tugasnya Kaur Umum
menjalankan fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan, pengendalian dan pengelolaan surat masuk dan surat
keluar serta pengendalian tata kearsipan
b. Pelaksanaan pencatatan inventarisasi kekayaan desa
c. Pelaksanaan pengelolaan administrasi umum
d. Pelaksanaan penyediaan, penyimpanan dan pendistribusian alat
tulis kantor serta pemeliharaan dan perbaikan peralatan kantor
e. Pengelolaan administrasi perangkat desa
f. Persiapan bahan-bahan laporan; dan
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa.
b. Kepala Urusan Keuangan
Kaur Keuangan bertugas membantu Sekretaris Desa dalam
melaksanakan pengelolaan sumber pendapatan desa, pengelolaan
administrasi keuangan desa dan mempersiapkan bahan penyusunan
APBDes. Dalam melaksanakan tugasnya Kaur Keuangan
melaksanakan fungsi sebagai berikut :
a. Melaksanaan pengelolaan administrasi keuangan desa
49
b. Persiapan bahan penyusunan APBDes; dan
c. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris Desa
3. Kepala Seksi Pelayanan
Kepala Seksi Pelayanan bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis
pengembangan ekonomi masyarakat dan potensi desa, pengelolaan
administrasi pembangunan, pengelolaan pelayanan masyarakat serta
penyiapan bahan usulan kegiatan dan pelaksanaan tugas pembantuan.
Dalam melaksanakan tugasnya Kasi Pelayanan melaksanakan fungsi
sebagai berikut :
a. Menyiapan bantuan-bantuan analisa & kajian perkembangan
ekonomi masyarakat
b. Pelaksanaan kegiaatan administrasi pembangunan
c. Pengelolaan tugas pembantuan; dan
d. Pelaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Desa.
4. Kepala Seksi Kesejahteraan
Kepala Seksi Kesejahteraan bertugas membantu Kepala Desa
dalam melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis
penyusunan program keagamaan serta melaksanakan program
pemberdayaan masyarakat dan sosial kemasyarakatan. Dalam
melaksanakan tugasnya Kasi Kesejahteraan melaksanakan fungsi
sebagai berikut :
50
a. Penyiapan bahan untuk pelaksanaan program kegiatan
keagamaan
b. Penyiapan dan pelaksanaan program perkembangan kehidupan
beragama
c. Penyiapan bahan dan pelaksanaan program, pemberdayaan
masyarakat dan sosial kemasyarakatan; dan
d. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Desa.
5. Kepala Seksi Pemerintahan
Kepala Seksi Pemerintahan bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksankan pengelolaan administrasi kependudukan, administrasi
pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat desa,
mempersiapkan bahan perumusan kebijakan penataan, kebijakan
dalam penyusunan produk hukum desa. Dalam melaksanakan
tugasnya Kasi Pemerintahan melaksanakan fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kegiatan administrasi kependudukan
b. Persiapan bahan-bahan penyusunan rancangan peraturan desa
dan keputusan kepala desa
c. Pelaksanaan kegiatan adminitrasi pertanahan
d. Pelaksanaan kegiatan pencatatan monografi desa
e. Persiapan bantuan dan melaksanakan kegiatan penataan
kelembagaan masyarakat untuk kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan desa
f. Persiapan bantuan dan melaksanakan kegiatan kemasyarakatan
51
yang berhubungan dengan upaya menciptakan ketentraman dan
ketertiban masyarakat dan pertahanan sipil
g. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Desa
6. Kepala Dukuh
Tugas Kepala Dukuh antara lain :
a. Membantu pelaksanaan tugas kepala desa dalam wilayah
kerjanya
b. Melakukan pembinaan dalam rangka meningkatkan swadaya
dan gotong royong masyarakat
c. Melakukan kegiatan penerangan tentang program pemerintah
kepada masyarakat
d. Membantu kepala desa dalam pembinaan dan
mengkoordinasikan kegiatan RW (Rukun Wilayah) dan RT
(Rukun Tetangga) diwilayah kerjanya
e. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh kepala desa.
Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dukuh melaksanakan fungsi
sebagai berikut :
a. Melakukan koordinasi terhadap jalannya pemerintah desa,
pelaksanaan pembangunan dan pembinaan masyarakat
diwilayah dusun
b. Melakukan tugas dibidang pembangunan dan pembinaan
kemasyarakatan yang menjadi tanggung jawabnya
52
c. Melakukan usaha dalam rangka meningkatkan partisipasi dan
swadaya gotong royong masyarakat dan melakukan pembinaan
perekonomian
d. Melakukan kegiatan dalam rangka pembinaan dan pemeliharaan
ketrentaman dan ketertiban masyarakat
e. Melakukan fungsi-fungsi lain yang dilimpahkan oleh kepala
desa
E. Lembaga Desa dan Lembaga Kemasyarakatan Desa
Desa Sriharjo membentuk Lembaga Desa (LD) dan Lembaga
Kemasyarakatan Desa (LKD) yang merupakan mitra Pemerintahan Desa
dalam memberdayakan masyarakat desa dan secara organisasi berdiri
sendiri. LKD merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam pembangunan
yang meliputi bidang sosial, budaya, agama, dan ekonomi yang bersifat
lokal. LD dan LKD yang dibentuk Desa Sriharjo meliputi :
1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Sriharjo
merupakan Lembaga Desa (LD) perwujudan demokrasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan Desa di Desa Sriharjo. Anggota
BPD Desa Sriharjo merupakan wakil dari penduduk Desa Sriharjo
yang berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan dengan cara
musyawarah dan mufakat.
Anggota BPD di Desa Sriharjo sendiri terdiri dari pemangku
adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka
53
masyarakat lainnya. Untuk masa jabatan anggota BPD Desa
Sriharjo adalah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Pengurus BPD
Desa Sriharjo berjumlah 7 (tujuh) personel terdiri dari : Ketua,
Wakil Ketua, Sekretaris dan 4(empat) anggota. Dalam
peresmiannya anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati,
dimana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh
Bupati.
Ketua BPD Desa Sriharjo dipilih dari dan oleh anggota BPD
secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. Di
dalam pemerintahan BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat. Wewenang BPD Desa Sriharjo antara lain:
1. Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan
Desa dan Peraturan Kepala Desa
3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
4. Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan
menyalurkan aspirasi masyarakat
54
2. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD)
LPMD adalah Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang
membantu Pemerintah Desa dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk menyusun rencana pembangunan, melaksanakan,
mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan
pembangunan secara partisipatif dalam rangka pemberdayaan
masyarakat.
LPMD Desa Sriharjo beranggotakan masyarakat desa yang
memenuhi syarat dan digerakan oleh pengurus yang dipilih dengan
cara musyawarah dan mufakat oleh perwakilan masyarakat desa
dan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa Sriharjo. Masa
bakti pengurus LPMD Desa Sriharjo adalah 5 (lima) tahun dan
diakhiri dengan penyampaian laporan pertanggungjawaban.
3. Tim Penggerak PKK Desa (TP PKK Desa)
PKK adalah suatu gerakan pembangunan yang tumbuh dari
bawah, dikelola oleh, dari dan untuk masyarakat menuju
terwujudnya keluarga yang sejahtera. PKK adalah lembaga sosial
kemasyarakatan yang independen non profit dan tidak berafiliasi
kepada suatu partai politik tertentu.
Dalam menggerakkan program-program, TP PKK Desa
Sriharjo dikelola oleh pengurus yang menjabat selama 6 (enam)
tahun, yang terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan
Bendahara. Selain pengurus inti, pelaksanaan program dibantu oleh
55
4 (empat) kelompok kerja sesuai dengan program-program yang
ada.
TP PKK Desa Sriharjo memiliki 10 (sepuluh) program pokok
yang masing-masing memiliki beberapa kegiatan bagi masyarakat,
yaitu :
a. Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
b. Gotong Royong
c. Pangan
d. Sandang
e. Perumahan Tata Laksana Rumah Tangga
f. Pendidikan dan Ketrampilan
g. Kesehatan
h. Pengembangan Kehidupan Koperasi
i. Pelestarian Lingkungan Hidup
j. Perencanaan Sehat
4. Rukun Tetangga (RT)
RT adalah Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang
merupakan bentuk guyub rukunnya masyarakat dalam membantu
Pemerintah Desa untuk menjalankan tugas pelayanan pada
masyarakat, memelihara kerukunan bertetangga dan yang
berdasarkan kegotong-royongan dan kekeluargaan. RT Desa
Sriharjo mempunyai tugas membantu Pemerintah Desa dan Lurah
Desa dalam penyelenggaraan urusan pemerintah. Pengurus RT
56
Desa Sriharjo dipilih dengan cara musyawarah dan mufakat oleh
warga masyarakat setempat dan ditetapkan dengan Keputusan
Lurah Desa Sriharjo.
Dalam menjalankan pemerintahan, RT Desa Sriharjo
melaksanakan Musyawarah RT sekurang-kurangnya 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun yang berfungsi untuk memiliki pengurus,
menyusun program kerja, menerima laporan pertanggungjawaban
pengurus, dan membahas permasalahan yang timbul dalam
masyarakat. Dalam melaksanakan tugas, RT Desa Sriharjo
memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pendataan kependudukan dan pelayanan administrasi
pemerintahan lainnya
b. Pemeliharaan keamanan, ketertiban dan kerukunan hidup antar
warga
c. Pembuatan gagasan dalam pelaksanaan pembangunan dengan
mengembangkan aspirasi dan swadaya murni masyarat
d. Penggerak swadaya gotong royong dan partisipasi masyarakat
di wilayahnya
5. Karang Taruna Sedyo Bhakti Desa Sriharjo
Karang Taruna adalah Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
yang membantu Pemerintah Desa dalam menjalankan tugas dan
fungsinya untuk menggerakkan dan mengembangkan partisipasi,
gotong royong dan swadaya para pemuda di desa dalam rangka
57
menyusun rencana pembangunan, melaksanakan, mengendalikan,
memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan
secara optimal. Karang Taruna Desa Sriharjo beranggotakan
pemuda warga masyarakat Desa Sriharjo dan kepengurusan
berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Karang Taruna Desa Sriharjo mempunyai tugas
menanggulangi berbagai masalah kesejahteraan sosial terutama
yang dihadapi generasi muda, baik yang bersifat preventif,
rehabilitatif, maupun pengembangan potensi generasi muda di
lingkungannya. Dalam melaksanakan tugas, Karang Taruna Desa
Sriharjo memiliki fungsi, yaitu :
a. Penyelenggara pemberdayaan masyarakat terutama generasi
muda di lingkungannya secara komprehensif, terpadu dan
terarah serta berkesinambungan
b. Penyelenggara kegiatan pengembangan jiwa kewirausahaan
bagi generasi muda di lingkungannya
c. Penanaman pengertian, memupuk dan meningkatkan
kesadaran tanggung jawab sosial generasi muda
d. Penumbuhan dan pengembangan semangat kebersamaan, jiwa
kekeluargaan, kesetiakawanan sosial dan memperkuat nilai-
nilai kearifan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia
58
e. Pemupukan kreatifitas generasi muda untuk dapat
mengembangkan tanggung jawab sosial yang bersifat rekreatif,
kreatif, edukatif, ekonomis produktif dan kegiatan praktis
lainnya dengan mendayagunakan segala sumber dan potensi
kesejahteraan sosial di lingkungannya secara swadaya
f. Pengembangan kreatifitas remaja, pencegahan kenakalan,
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja
g. Penanggulangan masalah-masalah sosial, baik secara preventif,
rehabilitatif dalam rangka pencegahan kenakalan remaja,
penyalahgunaan obat terlarang (narkoba) bagi remaja
110
DAFTAR PUSTAKA
Agus Subroto, 2008, “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus
Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-Desa dalam Wilayah
Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung Tahun 2008)”, (Tesis
S-2 Sekolah Pascasarjana Undip Semarang).
Ahmad Erani Yustika, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa, Direktorat
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, 2015, “Panduan
Pemantauan Berbasis Masyarakat”.Jakarta, 22 Agustus 2015.
Huberman dan Miles, 1992. “Analisis Data Kualitatif”. UI Press, Jakarta.
Jaweng, Robert Endi, 2015, “Setahun UU Desa”, Kompas, 14 Februari.
Muhammad, Farouk, 2015, “Menjaga Momentum UU Desa”, Kompas, 3 Juli.
Moleong J. Lexy. 2012. “Metode Penelitian Kualitatif”. PT. Remaja Rosdakarya.
Bandung.
Nasution. S. 2003. “Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif”. Tarsito. Bandung.
Rahmawati, Hesti Irna. 2015. “Analisis Kesiapan Desa Dalam Implementasi
Penerapan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa(Studi
Pada Delapan Desa Di Kabupaten Sleman)”. ISSN 2407-9189.
Silahuddin, M. 2015. “Kewenangan Desa dan Regulasi Desa”.Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia,
Jakarta.
Sugiyono. 2014. “Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND”. Alfabeta.
Bandung.
Sutoro Eko, dkk. 2014.”Desa Membangun Indonesia”,(Yogyakarta,Forum
Pengembangan Pembaharuan Desa.
Peraturan perUndang-Undangan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.
111
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.07/2015
tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan,
dan Evaluasi Dana Desa.
Permendagri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan data wilayah Adminstrasi
pemerintahan.
Journal :
Lestari, Ayu Komang D; dkk. 2014. Membedah Akuntabilitas Praktik
Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kututambahan Kecamatan
Buleleng Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada Organisasi
Publik Non Pemerintah). E-jurnal S1 Ak Universitas Pendidikan
Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1. Volume 2. Nomor 1.
Pusat Inovasi Tata Pemerintahan Lembaga Administrasi Negara, 2015,“Policy
Paper Pengelolaan Keuangan Desa Pasca-UU No. 6 Tahun 2014”,
Jakarta: Pusat Inovasi Tata Pemerintahan LAN.
112
Pengelolaan Keuangan Desa Pasca UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa: Potensi
Permasalahan dan Solusi, JURNAL DESENTRALISASI Volume 13,
No.1, 2015
Padjung, Rusnadi, 2015, “Khawatir Dana Desa Dikorupsi”, Kompas, 6 Juli,hal. 7.
Sukasmanto, 2014, “Potensi Penyalahgunaan Dana Desa dan Rekomendasi”.
Disampaikan dalam 4th Indonesia Anti-Corruption Forum, Jakarta, 10-
12 Juni 2014.
Website/Digital :
Murti B., 2006 : Metode Triangulasi, Penculikan Sampel Dan Hipotesis Dalam
Riset KUALITATIF. http://library-teguh.blogspot.com/2009/12/metode-
triangulasi-penculikan-sampel.html, diunduh tanggal 28 Oktober 2016.
Priharsa Nugraha, Hubungan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi, 2015:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan kajian sistem
terhadap pengelolaan keuangan desa, baik Alokasi Dana Desa (ADD)
maupun Dana Desa http://www.kpk.go.id/id/berita/siaranpers/2731-kpk-
temukan-14-potensi-persoalan-pengelolaandana-desa, diunduh 28
Oktober 2016.
Sugiyono (2011:330): Triangulasi Sebagai Teknik Pengumpulan Data
http://www.konsistensi.com/2013/04/triangulasi-sebagai-teknik-
pengumpulan.html, diunduh tanggal 28 Oktober 2016.