pelaksanaan konseling behavioral dalam...

68
PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM MENGATASI PHOBIA KUCING SEORANG KLIEN DI RASAMALA 2 MENTENG DALAM TEBET JAKARTA SELATAN Oleh: Yuni Rosita 101052022672 JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M

Upload: dodat

Post on 05-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM

MENGATASI PHOBIA KUCING SEORANG KLIEN

DI RASAMALA 2 MENTENG DALAM TEBET

JAKARTA SELATAN

Oleh:

Yuni Rosita

101052022672

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M

Page 2: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Konseling Behavioral Dalam Mengatasi

Phobia Kucing Seorang Klien di Rasamala 2 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan”

telah diujikan dalam sidang ujian Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 26 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima

sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam.

Jakarta. 26 Maret 2008

Muna Qasah

Ketua, Sekretaris,

Dr. Murodi, MA Nasichah, MA

NIP. 150 254 102 NIP. 150 276 102

Dengan Penguji,

Penguji I Penguji II

Drs. Studi Rizal, LK, MA Drs. M. Lutfi, MA

NIP. 150 262 876 NIP. 150 268 782

Pembimbing

Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA

NIP. 150 299 324

Page 3: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

LEMBAR PERSETUJUAN

PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM MENGATASI

PHOBIA KUCING SEORANG KLIEN DI RASAMALA 2

MENTENG DALAM TEBET JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

Yuni Rosita

NIM. 101052022672

Di Bawah Bimbingan

Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A

NIP : 150299 324

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H/2008 M

Page 4: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh Gelar Strata I di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Februari 2008

Yuni Rosita

Page 5: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

ABSTRAK

Yuni Rosita

Pelaksanaan Konseling Behavioral Dalam Mengatasi Phobia Kucing Seorang

Klien Di Rasamala 2 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan

Zoophobia merupakan penyakit psikologis yang dapat disembuhkan jika ada

upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral adalah

teknik yang menerapkan informasi-informasi ilmiah guna menemukan pemecahan

masalah manusia. Sedangkan fungsi konselor hanya membantu saja, membantu agar

penderita atau klien dapat mencapai perubahan sebagaimana yang diinginkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan yang terjadi

dari klien setelah dilakukan konseling.

Subjek yang diteliti yaitu Putri, seorang anak perempuan berusia 12 tahun

(masa akhir anak-anak), lahir di kota Bandung pada tanggal 8 Oktober 1994. ia

adalah anak pertama dari seorang ayah yang berpendidikan SLTA dengan pekerjaan

swasta dan ibu yang berpendidikan SLTA dengan bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Ketakutan klien terhadap kucing sudah cukup kronis, hal ini ditandai dengan gelisah,

gugup, tangan dan kakinya gemetar, banyak berkeringat, dan telapak tangan yang

berkeringat jika melihat film dokumenter di televisi, dan akan berlari jika melihat

kucing.

Melalui konseling behavioral yang penulis lakukan selama 22 kali pertemuan

dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan pengenalan

terhadap kucing melalui cerita, menonton film, mengadakan kontak secara bertahap

mulai dari boneka, sampai akhirnya melakukan kontak langsung dengan kucing

telah mampu mengobati phobia terhadap kucing yang diderita oleh Putri.

Oleh karena itu, konseling behavioral telah tepat dalam menyembuhkan

phobia terhadap kucing karena putri yang semula takut terhadap kucing, kini telah

mampu melakukan kontak dengan binatang tersebut.

i

Page 6: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat

Allah swt karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah

membawa umatnya mampu dalam mengenal, mencari, dan menjaga serta

menegakkan syariat Islam.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai halangan dan

rintangan, akan tetapi pada akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh

karena itu, pada kesempatan ini penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih

dan penghargaan yang sebesar-besarnya terutama kepada:

1. Dr. H. Murodi, M.A. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan para

Pembantu Dekan.

2. Drs. M. Lutfi, M.A. Ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Nasichah,

M.A. Sekretaris Jurusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. selaku dosen pembimbing yang senantiasa

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran-saran

selama penulisan skripsi ini.

ii

Page 7: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

4. Para Penguji dan Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmunya dengan tulus ikhlas,

sehingga menambah khazanah keilmuan penulis guna menghadapi perjuangan

hidup selanjutnya.

5. Seluruh karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Dakwah dan Komunikasi yang telah membantu menyediakan dan

memudahkan penulis terhadap referensi skripsi ini.

6. Regina Reksha Putri yang telah bersedia memberikan kesempatan dan

meluangkan waktunya kepada penulis untuk menjadi klien.

7. Bapak Hendriya dan Ibu Marwanti yang telah memberikan kepercayaan,

meluangkan waktu, sehingga penyusunan skripsi ini berjalan sesuai dengan

waktu yang telah direncanakan.

8. Ayahanda Ach. Husaini dan Ibunda Suminah tercinta yang dengan tulus dan

ikhlas mencurahkan perhatian, kasih sayang, do’a dan dukungan moril maupun

meteril yang senantiasa mengiringi penulis. Jazakumullah khairan katsiiron.

9. Suami tercinta, Rahmat Hidayat yang selalu memberikan motivasi, do’a kepada

penulis.

10. Ananda tersayang Sabrina Syifanadina yang selalu memberikan dukungan dan

semangat kepada penulis.

11. Kakanda dan Adinda Ach. Fauzie, SH.I dan Ach. Syariffudin yang telah

memberikan dukungan, semangat, dan doa kepada penulis.

iv

Page 8: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

12. Rekan-rekan jurusan BPI angkatan 2001 yang telah memberikan dukungan dan

kenangan yang manis kepada penulis selama ini.

Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih kepada semua yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan teman-teman berikan kepada penulis,

semoga Allah swt memberikan segala rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak

yang telah membantu penulis.

Jakarta, 29 Februari 2008

Penulis

v

Page 9: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................ 7

D. Tinjauan Pustaka..................................................................... 8

E. Metodologi Penelitian ............................................................. 8

F. Sistematika Penulisan.............................................................. 11

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Konseling Behavioral.............................................................. 13

1. Pengertian Konseling ........................................................ 13

2. Pengertian Behavioral ....................................................... 14

3. Tujuan Konseling Behavioral ............................................ 16

4. Teknik Konseling Behavioral ............................................ 17

B. Phobia..................................................................................... 19

1. Pengertian Phobia.............................................................. 19

2. Macam-macam Phobia ...................................................... 25

vi

Page 10: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

3. Penyebab Timbulnya Phobia ............................................. 26

BAB III PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM

MENGATASI PHOBIA KUCING

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ........................................ 30

1. Data Klien dan Lingkungan Keluarga Klien ...................... 30

2. Data Peneliti...................................................................... 32

B. Pelaksanaan Konseling Behavioral.......................................... 33

1. Keadaan klien sebelum diberikan konseling ..................... 33

2. Tahap dan teknik konseling ............................................... 33

C. Hasil yang dicapai melalui konseling ...................................... 44

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 46

B. Saran....................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 48

LAMPIRAN ................................................................................................ 51

vii

Page 11: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya:

Nama : HENDRIYA

Tempat Tanggal Lahir : Lampung, 28 Agustus 1961

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Jl. Rasamala II/35 Rt. 006/09

Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan

Dengan ini menyatakan bahwa anak saya yang bernama: REGINA REKSHA

PUTRI, lahir di Bandung, tanggal 8 Oktober 1994, telah diberikan konseling oleh

saudari Yuni Rosita (1010520672) seorang mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dan hasil konseling yang diberikan sudah cukup bagus, karena anak saya

sekarang sudah ada perubahan tingkah lakunya terhadap seekor kucing. Walaupun

tidak 100% hilang traumanya itu, tetapi menurut saya, semua yang dilakukan oleh

saudari Yuni Rosita sudah cukup mengesankan, untuk itu saya dan keluarga

mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

Demikian surat ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila tidak benar

saya bersedia mempertanggungjawabkannya sesuai peraturan yang berlaku.

Jakarta. 29 Februari 2008

Saya yang menyatakan

HENDRIYA

Page 12: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

WAWANCARA DAN OBSERVASI

Sabtu, 11 Februari 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Put, kenapa sih kamu masih takut sama kucing? Padahal kamu kan

sudah besar?

Klien : Ngak tahu ya, aku juga bingung kenapa? Ketakutanku sama kucing

tuh muncul begitu saja, pokoknya kalo ada kucing aku langsung

takut biar kucing itu jauh.

Peneliti : Kalau lagi ngomongin kucing, kamu juga takut?

Klien : Ngak, kalau sekedar bahan omongan dalam pikiranku juga kucing

itu binatang yang jinak.

Peneliti : Nah, kalu begitu coba dong dalam kenyataan kamu buat juga

seperti itu. Kucing kan ngak berbahaya dibanding anjing yang suka

menggonggong bahkan menggigit. Jadi coba dong untuk ngak takut

sama kucing.

Klien : Iya kak, saya coba.

Peneliti : Oke, Put. Sampe di sini dulu pertemuan hari ini. Sampe besok ya,

kita nonton film tentang kucing.

Klien : Ya, sama-sama.

Minggu, 19 Februari 2006

Peneliti mengajak klien untuk menonton film kartun tentang kucing. Peneliti melihat

tidak ada ciri-ciri fisik, behavioral, dan kognitif yang timbul dari diri klien.

Page 13: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Sabtu, 25 Februari 2006

Peneliti mengajak klien untuk menonton film nyata atau dokumenter tentang kucing.

Pada pertemuan ini, peneliti melihat ciri-ciri fisik klien mulai mengalami phobia

kucing berupa: gelisah, gugup, tangan dan kakinya gemetar, adanya sensasi dari pita

ketat yang mengikat di sekitar dahi, banyak berkeringat, telapak tangan yang

berkeringat, dan mengadukan ke peneliti bahwa ia merasa pening. Kemudian ia

minta izin untuk pulang ke rumah yang merupakan reaksi yang bersifat

behavioristik.

Minggu 26 Februari 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Setelah kemarin kita menonton film tentang kucing kemarin, apa

yang Putri pikirkan?

Klien : Putri merasa khawatir sesuatu yang jelek akan menimpa ketika

Putri melihat melihat kumis kucing bergerak-gerak, melihat kuku

kucing mencakar-cakar lantai, dan kibasan bulunya ketika selesai

dimandikan.

Peneliti : Put, itu semua kan tidak membahayakan kamu, itu semua hanya

terjadi di dalam film. Lagipula kuku kucing mencakar-cakar kan

hanya di lantai saja, bukan ke manusia dan terbukti dalam film

tersebut orang yang memegang bulu kucing, mencium kucing, dan

memandikannya tidak mengalami apapun yang mencederai dirinya

maupun menyakitinya.

Klien : Iya sih, tapi Putri ngak tau kenapa Putri takut melihat itu semua?

Peneliti : Oke, biar Putri ngak merasa takut lagi, kita coba nonton lagi film

Page 14: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

kucing lagi ya, kapan-kapan?

Klien : Dicoba ya kak?

Peneliti : Oke, kakak tunggu, kalo Putri dah enakan.

Sabtu, 4 Maret 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gimana, kalau hari ini kita nonton film kucing lagi?

Klien : Jangan sekarang deh kak, minggu depan aja ya?

Peneliti : Oke kita ketemu minggu depan

Sabtu, 18 Maret 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gimana, kalau hari ini kita nonton film kucing lagi?

Klien : Oke, Putri dah siap?

Selama film ditayangkan peneliti masih melihat ciri-ciri fisik masih dialami oleh

klien walaupun klien tidak merasa pening. Peneliti kemudian mengakhiri film pada

pertengahannya karena peneliti melihat klien mulai menunjukkan gejala-gejala

untuk menghindar dan pulang ke rumah.

Minggu, 19 Maret 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Page 15: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Put, Apakah suatu saat Putri mau mempunyai peliharaan seperti

kucing?

Klien : Sebenarnya sih mau, tapi ngak tau ya kapan?

Peneliti : Put, sekarang kita main boneka kucing aja yuk?

Klien : Oke.

Peneliti melihat tidak ada ciri-ciri fisik phobia yang timbul ketika klien bermain

dengan boneka kucing yang dipegangnya.

Sabtu, 25 Maret 2006

peneliti mengajak klien menonton film dokumenter tentang kucing. Peneliti melihat

ciri-ciri fisik yang timbul hanya keringat yang keluar dari tangan.

Minggu, 26 Maret 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gima perasaan kamu sekarang setelah beberapa kali kita nonton

film kucing?

Klien : Alhamdulillah sekarang mulai nyaman tapi masih merasa takut.

Peneliti : Ya, ngak apa-apa, yang penting kamu ada perkembangan lebih

baik, mudah-mudahan rasa takutnya cepet sembuh!

Klien : Amiin.

Page 16: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Minggu, 2 April 2006

peneliti kemudian melakukan teknik modeling dengan membawa seekor anak

kucing dan mengelus bulu-bulunya. Klien hanya memperhatikan peneliti dari jarak 2

meter dan kemudian ciri-ciri fisik phobia kembali muncul sampai muncul rasa

pening dan klien menghindar dengan kembali ke rumahnya.

Minggu, 9 April 2006

Peneliti mengulang kembali teknik modeling sebagaimana yang dilakukan pada

pertemuan sebelumnya atau pertemuan kesepuluh. Namun, kali ini jarak klien

dengan objek phobianya berjarak jauh, yaitu 5 meter.

Peneliti : Gimana Put, apakah kamu merasa pening?

Klien : Ngak, cuma tangan Putri berkeringat?

Peneliti : Tenang Put, kucing ini ngak berbahaya kok, kan kucingnya juga

masih kecil.

Klien masih terlihat ragu dan masih menjaga jarak.

Sabtu, 15 April 2006

Peneliti kembali melakukan hal yang sama seperti pertemuan kesepuluh dan

kesebelas, namun jarak klien dengan objek phobia di dekatkan pada jarak 2 meter.

Kali ini, peneliti kembali melihat munculnya ciri-ciri fisik phobia, namun rasa

pening tidak dialami oleh klien.

Minggu, 16 April 2006

Peneliti memberikan tongkat dan kemudian meminta klien untuk menyentuh bulu

dari kucing yang peneliti pegang dengan tongkat tersebut. Klien tanpa ragu-ragu.

Peneliti kemudian menuntun tongkat tersebut dan melepaskannya ketika mulai

menyentuh bulu kucing tersebut. Klien tampak gugup dan berkeringat, tetapi

kemudian ia mulai terbiasa dan terlihat kegugupan serta keringatnya mulai

berkurang.

Page 17: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Minggu, 23 April 2006

Peneliti mulai menuntun tangan klien yang dilapisi sarung tangan untuk menyentuh

bulu kucing. Sempat terlihat ciri-ciri fisik phobia yang keluar walau tidak sampai

pada timbulnya rasa pening.

Sabtu, 29 April 2006

Kembali peneliti mengulang teknik seperti di pertemuan keempat belas. Kali klien

mulai tenang dan mulai menikmati.

Minggu, 30 April 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gima perasaan kamu sekarang setelah mencoba beberapa kali kita

berinteraksi dengan kucing dengan perantara?

Klien : Alhamdulillah sekarang mulai berkurang rasa takutnya dibanding

sebelumnya.

Peneliti : Kalau begitu, gimana kalau besok dicoba untuk bersentuhan

langsung dengan kucing tanpa memakai apa-apa, mau?

Klien : Insya Allah, Putri coba ya kak?

Peneliti : Oke.

Sabtu, 6 Mei 2006

Untuk pertama kalinya klien memegang bulu kucing tanpa harus memakai perantara,

baik tongkat maupun sarung tangan. Pada awalnya, peneliti masih turut memegang

tangan klien. Peneliti melihat masih ada ciri-ciri fisik phobia yang keluar dari klien

walaupun tanpa pening kepala. Peneliti melihat klien sangat gugup dan merasakan

Page 18: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

tangan klien berkeringat cukup banyak. Namun peneliti tetap meyakinkan klien

bahwa hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi dan meminta klien untuk merasa rileks

saja saat menyentuh dan mengelusnya. Sekitar setengah jam berlalu, peneliti melihat

klien mulai sedikit menikmatinya walau terlihat masih gugup dan tangan masih

banyak mengeluarkan keringat. Peneliti kemudian mengakhiri pertemuan.

Minggu, 7 Mei 2006

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gimana perasaan kamu sekarang setelah mencoba mengelus bulu

kucing secara langsung?

Klien : Masih rada takut dan masih khawatir hal buruk akan menimpa

diriku.

Peneliti : Ngak apa-apa kok, kalo cuma ngelus bulu kucing doang. Ngak

dicakar kan sama kucing tadi?

Klien : Iya sih.

Minggu, 14 Mei 2006

kembali peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung. Kali

ini, peneliti tidak menuntun tangannya tetapi masih tetap memegang kucingnya.

Klien masih belum bereaksi, ia terdiam beberapa saat. Peneliti memberikan isyarat

kepadanya agar segera menyentuhnya, setelah menyentuh bulu kucing tersebut

peneliti langsung menghentikannya. Peneliti kemudian mewawancarai klien.

Peneliti : Gima perasaan kamu sekarang?

Klien : Alhamdulillah, aku udah bisa menikmatinya?

Peneliti : Alhamdulillah

Page 19: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Minggu, 21 Mei 2006

Kembali peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung tanpa

dituntun. Kali ini pelan-pelan, klien menyentuhnya selama kurang lebih setengah

jam walau kucing masih dipegang peneliti. Tidak ada ciri-ciri fisik yang keluar

selain terlihat masih ada kegugupan dan keringat masih keluar dari telapak

tangannya. Peneliti kemudian menghentikan pertemuan.

Minggu, 28 Mei 2006

Peneliti meminta klien mengelus-elus bulu kepala kucing yang sedang tidur. Klien

tampak gugup, ia terlihat ragu. Kemudian peneliti memberikan peragaan kepada

klien kemudian menuntun tangan klien untuk menyentuh bulu kepala kucing

tersebut. Peneliti masih melihat keringat keluar dari telapak tangannya dan terlihat

klien masih gugup. Baru saja tangan klien menyentuh bulu kepala kucing yang

sedang tertidur, peneliti menghentikannya.

Minggu, 2 Juni 2006

Peneliti memberikan jeda waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar satu minggu dari

pertemuan sebelumnya.

Peneliti : Assalamu’alaikum Wr.Wb

Klien : Waalaikumussalam

Peneliti : Apa kabar Put?

Klien : Baik

Peneliti : Gimana perasaan kamu sekarang setelah mengelus bulu kepala

kucing yang sedang tertidur?

Klien : Sedikit cemas, takut, dan gugup.

Peneliti : Coba perhatiin kakak, gimana kakak mengelus kepala kucing!

Gimana mau coba lagi?

Klien : Oke, saya coba!

Page 20: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Peneliti : Put, kalau kamu menyentuh langsung bulu kepala dari kucing yang

sedang tidur dengan waktu yang cukup lama, kakak bisa nyatakan

kamu sembuh dari phobia, berani?

Klien : Berani!

Kemudian klien perlahan-lahan mulai menyentuh bulu kepala kucing dan ia pun

mulai mengelus-ngelusnya sampai seperempat jam. Peneliti hanya melihat klien

sedikit gugup dan tangannya sedikit berkeringat.

Jakarta, 29 Februari 2008

REGINA REKSHA PUTRI

Page 21: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

�ُ��َ ��ً��َِ �ً� �َ�ُآ�ا ِ�ْ� َ�ْ�ِ�ِ�ْ� ُذر�َ �ْ�َ �َ �ِ���ا َ&َ�ْ!ِ�ْ� َ�ْ�َ!%�ُ$�ا اَ# َوْ�َ!ْ َ� ا

��ا َ*ْ�ً( َ)ِ' ً'اُ�$ُ!َ� َوْ

Artinya Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir

terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa

kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar. (QS. 4:9)

Setiap orang tua menginginkan anaknya terlahir dengan sempurna, baik fisik

maupun kejiwaannya. Namun keinginan tersebut tak selamanya didapatkan. Allah

Maha Tahu atas segala yang terbaik baik makhluknya. Orang tua yang memiliki

anak yang mengalami masalah kejiwaan, buka berarti Allah tidak sayang kepada

hambanya, tapi itu merupakan suatu ujian bagi orang tua agar sabar dengan apa-apa

yang Allah berikan kepadanya.

Sabar dalam arti yang sebenarnya bukan berarti pasrah tanpa berbuat apa pun

terhadap apa yang menimpa kita. Sabar yang sebenarnya bersifat aktif, orang sakit

bisa dikatakan sabar apabila ia telah berusaha untuk menyembuhkan penyakit

tersebut, dan menyerahkan sepenuhnya kesembuhan penyakitnya kepada Allah.

Begitu juga jika kita memiliki anak yang mengalami gangguan kejiwaan, perlu ada

suatu tindakan agar gangguan kejiwaan tersebut dapat sembuh dari anak kita.

Page 22: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Sehubungan dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa tersebut,

sebagai orang tua kita diingatkan agar kita merasa khawatir terhadap anak-anak yang

lemah. Lemah dalam pengertian di sini bisa lemah iman, ilmu, kejiwaan ataupun

materi/harta benda. Kelemahan iman akan membuat seseorang mudah goyah

akidahnya dan akan dengan mudah pindah ke agama lain. Lemah ilmu akan

membuat seseorang menjadi bodoh, dan akan sulit dapat memperoleh kehidupan

yang layak. Kemiskinan atau lemah harta akan membuat orang sengsara, bahkan

Nabi pernah bersabda ”Kadang kefakiran mendekati kekufuran.” Dan yang akan

dibahas dalam skripsi ini adalah kelemahan jiwa dalam bentuk ketakutan yang

berlebihan.

Kecemasan dan ketakutan yang wajar akan mampu diatasi oleh kemampuan

mekanisme pertahanan diri dalam menghadapi konflik yang dialami, namun pada

kenyataannya ada yang tidak mampu menghadapi konflik-konflik tersebut, sehingga

mengakibatkan perilaku yang tidak wajar dan menderita gangguan mental.

Sangat beragam bentuk-bentuk gangguan mental yang dapat diderita oleh

semua orang sesuai dengan tingkat kesulitan, kondisi mental dan lingkungan orang

tersebut, akibatnya makin banyak permasalahan psikologis yang menjadi beban

pemikiran manusia untuk dicari jalan keluarnya.

Page 23: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Salah satu bentuk gangguan mental adalah phobia memiliki arti sebagai

ketakutan yang berlebihan dan irrasional terhadap ”something”.1 ”Something” ini

menjadikan phobia memiliki tambahan kata, misalnya sesuatu itu adalah hewan,

maka disebut sebagai zoophobia (ketakutan dan ketidaksukaan yang ekstrim dan

tidak normal terhadap hewan). Bahkan penderita jenis ini memiliki spesifikasi

khusus, misalnya phobia terhadap kecoa, ular, tikus, kucing atau kepada yang

lainnya.

Orang yang menderita phobia jika dirinya pada situasi menurut orang lain

situasi tersebut dianggap wajar, sementara menurut dirinya itu adalah situasi sulit,

penuh dengan ketegangan dan ketakutan sehingga panik dan gemetar, tentu akan

menambah kekalutan dan problem tersendiri yang berakibat mereka menjadi rendah

diri, malu dan tak mampu beraktivitas sebagaimana mestinya.

Jelaslah pada situasi ketakutan yang berlebihan tersebut dapat menganggu

aktivitas yang semestinya dijalankan. Hal ini tentulah tidak dapat dibiarkan dan

perlu dicari jalan atau upaya untuk menyembuhkan phobia. Fahmi Musthofa

menyatakan bahwa ”takut-takut tersebut dapat dianggap sebagai tanda tidak wajar,

penderita tidak mengetahui sebabnya dan tidak dapt melepaskan diri daripadanya

atau sanggup menguasainya, disamping itu ia merasa bahwa dalam berbagai situasi

1 AS Hornby, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, (New York:

Oxford University Press, 1995), Fifth Edition, p. 867.

Page 24: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

kelakuannya menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta menyebabkan tertawaan

orang”.2

Ketidakwajaran perilaku yang dialami penderita phobia secara langsung telah

banyak merugikan perkembangan kepribadian dan sosial dirinya, tentunya hal ini

memerlukan penanganan yang lebih serius dan khusus lagi. Dapat dipahami jika

para ahli psikologi mencari solusi yang tepat untuk menanggulagi dan meringankan

beban terhadap permasalahan tersebut, ternyata kesembuhan penderita phobia juga

memerlukan bantuan orang-orang disekitarnya, bukan hanya psikolog saja, yang

dimaksudkan di sini adalah keluarga sang penderita phobia yang terdiri dari ayah,

ibu, dan saudaranya seperti yang dikatakan David Lewis: ”Jenis dukungan yang

tepat sangatlah bermanfaat bila anda menderita kesulitan yang sangat mengikat,

Agoraphobia (takut meninggalkan rumah) terutama sangat bergantung pada orang

lain, ketergantungan ini dapat dengan cepat menjadi kebiasaan baik bagi penderita

phobia maupun rekan atau keluarganya”.3

Phobia merupakan gejala yang sangat jarang timbul bagi kebanyakan orang,

tak seorang pun tahu dengan tepat berapa orang yang menderita phobia. Witri Suarti

menyatakan bahwa ”tidak sedikit orang yang sangat terkenal atau seorang bintang

film Hollywood yang menderita phobia seperti Nicole Kidman yang ternyata phobia

terhadap kupu-kupu, juga Orlando Bloom mengaku takut pada babi, sementara lalu

Madonna yang takut mendengar suara gemuruh halilintar, Keanu Reeves yang takut

gelap, dan Jennifer Aniston, Colin Farrel, Whoopi Goldberg, hingga Aretha Franklin

yang takut akan ketinggian”.4

Tentunya hal ini membuktikan bahwa phobia dapat diderita oleh siapa saja

tidak mengenal strata sosial dan jenis kelamin. Apalagi sekarang ini dengan

kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin bertambah pula jenis phobia

2 Fahmi Musthofa, terjemahan Zakiah Daradjat, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah

dan Masyarakat, (Jakarta: Erlangga, 1991), Jilid II, h. 87. 3 David Lewis, Taklukan Phobia Anda seri Psikologi Popular, (Jakarta: Arcan, 1987), h. 49.

4 Witri Suarti, ”Phobia Bikin Susah”, Wanita Indonesia, Edisi 909 / 7 - 13 Mei / 2007.

Page 25: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

yang ada, sehingga makin banyak pula penderita phobia yang perlu ditolong. Lalu

muncullah beberapa fenomena yang mengiringi hal tersebut diantaranya

bermunculan buku-buku terbaru mengenai teknik mengatasi phobia yang ditulis para

ahli psikologi yang dapat dijalankan sendiri oleh penderitanya dan menjadi artikel

yang tetap pada majalah kesehatan terbitan ibukota serta para penderita yang tidak

malu-malu lagi mengungkapkan phobianya kepada orang sekitarnya.

Phobia sudah menjadi masalah umum dan mungkin sering terjadi, kalau

melihat fenomena yang timbul di sekitarnya. Di Indonesia diperkirakan terdapat 10

juta penderita kecemasan phobia, namun angka ini belum mencakup phobia ringan

yang dapat diartikan sebagai suatu ketakutan yang tidak terlalu mengganggu

kehidupan.5

Phobia merupakan masalah yang cukup serius yang dapat diderita oleh

orang-orang disekitarnya jika tidak ditangani dan diatasi dengan seksama dan

sungguh-sungguh dapat menyebabkan perilaku yang menyimpang, timbulnya

kecemasan secara berlebihan serta gejala yang mengiringi phobia seperti ketegangan

otot, rasa panik, sakit kepala, jantung berdebar, sakit perut, gemetar, rasa lelah yang

berlebihan dan ingin menangis.

Perkembangan psikologis individu penderita phobia terganggu, merasa

dirinya tidak berguna, bodoh dan pasif yang pada akhirnya menganggap dirinya

gagal, akibat lain dari phobia yang tidak ditangani. Disinilah seseorang memerlukan

kondisi yang wajar dan normal sebagai seorang yang sehat yang dapat mendorong

5 Anindhita Maharrani, “Phobia Aneh Para Selebritis”, Majalah Higina, No. 028, Januari

1994.

Page 26: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

dirinya agar tampil sebagaimana mestinya, sebagai layaknya orang disekitarnya

bukan seorang yang mengalami perilaku yang menyimpang sebagai seorang

penderita phobia.

Penderita phobia, khususnya zoophobia, tidak dapat disembuhkan hanya

dengan tindakan bimbingan (guidance), tetapi harus dengan tindakan konseling. Hal

ini dikarenakan, phobia merupakan penyakit psikologis yang dapat disembuhkan

jika ada upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Sedangkan fungsi

konselor hanya membantu saja, membantu agar penderita atau klien dapat mencapai

perubahan sebagaimana yang diinginkan, dan ini merupakan ciri serta tujuan dari

pada pskologi konseling.6

Adapun pendekatan dari psikologi konseling yang digunakan adalah

pendekatan behavioral. Pendekatan ini menekankan pada perilaku spesifik, yaitu

perilaku yang memang berbenturan atau yang berlawanan dengan lingkungan dan

diri klien sendiri. Pendekatan ini lebih bersifat suatu pelatihan terhadap perilaku

klien, sehingga pendekatan ini menekankan pada teknik dan prosedur untuk

memfasilitasi perubahan perilaku pada diri klien. Maka, pendekatan behavioral ini

lebih mementingkan penggunaan teknik pengubah perilaku (behavioral

modivication). Peran konselor di sini sebagai model bagi klien daripada kualitas

hubungan konseling.7

6 Abu Bakar Baraja, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, (Jakarta: Studia Press,

2004), h. 2.

7 Ibid., h. 22-23.

Page 27: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Dari keterangan di atas penulis tertarik untuk menjadikan zoophobia

(ketakutan terhadap binatang) sebagai objek penelitian untuk skripsi ini, dengan

melakukan konseling terhadap klien yang menderita phobia kucing. Klien adalah

seorang anak perempuan penderita phobia kucing berusia 12 tahun.

Untuk itu penulis mengambil judul ”PELAKSANAAN KONSELING

BEHAVIORAL DALAM MENGATASI PHOBIA KUCING SEORANG KLIEN

DI RASAMALA 2 MENTENG DALAM TEBET JAKARTA SELATAN”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Permasalahan pada skripsi ini dibatasi hanya pada persoalan konseling

behavioral terhadap seorang klien phobia kucing berusia 12 tahun yang berdomisili

di Jl. Rasamala 2, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Adapun rumusan

masalahnya adalah bagaimanakah pelaksanaan konseling behavioral dalam

mengatasi phobia kucing seorang klien yang berdomisili di Jl. Rasamala 2, Menteng

Dalam, Tebet, Jakarta Selatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengahapus/menghilangkan tingkah

laku maldaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah

laku adaptif yang diinginkan klien. Tingkah laku adaptif yang ingin dituju adalah

secara bertahap klien dapat berinteraksi langsung dengan kucing tanpa dibantu oleh

siapapun untuk berinteraksi tersebut.

Manfaat penelitian ini adalah:

Page 28: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

1. Sebagai penambah khazanah pengetahuan di bidang psikologi konseling

yang berguna bagi mahasiswa, psikolog, kalangan akademisi dan pihak-

pihak terkait.

2. Sebagai syarat bagi penulis untuk meraih gelar sarjana strata satu (S1)

Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) di Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis juga melakukan kajian pustaka untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan dan relevan dengan penelitian ini yang bersumber dari buku, majalah,

internet, dokumen-dokumen, dan sumber-sumber lainnya.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif bersifat deskriptif.

Metode ini dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian

pada saat sekarang (atau setelah dilakukan konseling) berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagaimana adanya.8 Hal ini dikarenakan, penelitian ini

bersifat kualitatif dimana tidak membutuhkan populasi atau hanya menyelidiki

satu obyek penelitian.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

8 Handari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 1998), Cet. ke-8, h. 63.

Page 29: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Penelitian dilakukan di rumah peneliti dan di rumah klien yang

berdomisili di wilayah yang sama, yaitu di Jl. Rasamala 2 Menteng Dalam,

Tebet, Jakarta Selatan.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 Februari sampai dengan 2 Juni

2006.

3. Subyek dan Obyek Penelitian

a. Subyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah ibu dari klien yang berpendidikan

SLTA dengan bekerja sebagai ibu rumah tangga, yang didampingi oleh

peneliti sebagai mahasiswi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Obyek Penelitian

Obyek dari penelitian ini adalah seorang klien yang mengalami

phobia kucing, seorang anak perempuan berusia 12 tahun (masa akhir anak-

anak) dengan nama Regina Reksha Putri. Penelitian dilakukan sebelum ia

masuk ke jenjang pendidikan SLTP.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

a. Wawancara, adalah teknik dialog yang dilakukan pewawancara

(interviewer) untuk memperoleh informasi dari terwawancara

(interviewee).9 Di dalam psikologi konseling, wawancara merupakan

9 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1998), h. 144.

Page 30: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

teknik yang tepat untuk digunakan. Dengan wawancara, konseling dapat

berjalan dengan lancar dan sesuai tujuan serta dapat menciptakan

hubungan yang baik, harmonis, dan kooperatif antara klien dan

konselor.10

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah antara

pembimbing dengan klien, dan peneliti dengan orang tua klien.

b. Observasi. Observasi adalah sebuah metode ilmiah berupa pengamatan

dan pencatatan secara sistematik terhadap fenomena-fenomena yang

diselidiki.11

Observasi yang dilakukan adalah dengan mengamati keadaan

sosial ekonomi keluarga klien dan kondisi lingkungan tempat tinggal

klien.

c. Studi pustaka. Studi pustaka adalah sebuah metode ilmiah berupa

pencarian literatur berupa buku, makalah ilmiah, jurnal, artikel, internet,

dan sebagainya berupa tulisan dari ahli yang berkenaan dengan konseling

behavioral dan phobia.

5. Teknik Analisa Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, maka penelitian ini

termasuk penelitian non hipotesis yang bukan bertujuan untuk membuktikan

ataupun menguji suatu teori, namun hanya ingin menggambarkan suatu

fenomena yang terjadi dan membandingkan dengan standar yang telah

10 Abubakar Baraja (1998), op.cit. h. 33. 11 Jalaludin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 1999). Cet. ke-7, h. 83.

Page 31: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

dibakukan. Maka teknik analisi data yang digunakan dalam penelitian ini ada

beberapa tahapan yaitu:

a. Data Collection

Pada tahap kegiatan ini data dikumpulkan melalui observasi, dan

wawancara yang mendalam. Dari kedua teknik tersebut akan diperoleh data

kualitatif. Data yang diperoleh melalui observasi, wawancara, dan studi

dokumentasi dicatat sebagai catatan data lapangan.

b. Data Reduction

Adalah kegiatan merangkum dan meringkas catatan lapangan dengan

memilih dan menilai data informasi yang penting dan berhubungan dengan fokus

masalah penelitian. Catatan data atau informasi yang akurat sangat diperlukan.

Untuk lebih meyakinkan data yang terkumpul agar lebih grounded (berdasar

pada data) maka verifikasi dilakukan selama penelitian tingkat kepercayaan hasil

penelitian akan lebih terjamin.

c. Data Display

Adalah kegiatan merangkum hasil penelitian dalam susunan yang teratur

dan sistematis. Pada kegiatan ini data dirangkum secara deskriptif dan

sistematik, sehingga akan memudahkan mencari tema sentral sesuai dengan

fokus penelitian, dan memudahkan dalam memberi makna yang sesuai.

6. Teknik Penulisan

Page 32: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Untuk teknik penulisan, maka penulis mengacu kepada buku pedoman

penulisan yang diterbitkan oleh UIN Pres pada tahun 2007 yang berjudul

Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi cetakan ke-2.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I merupakan bagian pendahuluan dari skripsi, yang terdiri dari atas

latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penyusunan.

BAB II suatu tinjaun teori yang berisi teori-teori tentang konseling

behavioral dan phobia.

BAB III merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang

membahas tentang pelaksanaan konseling behavioral dalam mengatasi phobia

kucing, yang terdiri dari gambaran umum obyek penelitian, pelaksanaan konseling

behavioral, dan hasil yang dicapai melalui konseling.

BAB IV adalah bagian akhir dari skripsi ini yang merupakan penutup, terdiri

atas kesimpulan dan saran.

Daftar pustaka dan lampiran merupakan penunjang dan satu kesatuan dari

penulisan skripsi ini.

Page 33: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konseling Behavioral

1. Pengertian Konseling

Menurut Prayitno dan Erman Amti istilah konseling, secara etimologis,

berasal dari bahasa Latin, yaitu ”consilium” yang berarti ”dengan” atau

”bersama” yang dirangkai dengan ”menerima” atau ”memahami”.12

Selanjutnya

mereka menyatakan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari

”sellan” yang berarti ”menyerahkan” atau ”menyampaikan”.13

Menurut Michael E. Cavanagh konseling adalah ”a relationship between

a trained helper and a person seeking help in which both the skills of the helper

and the atmosphere that he or she creates help people learn to relate with

themselves and others in more growth-producing ways.”14

Yang artinya

hubungan antara seorang penolong yang terlatih dan seorang yang mencari

pertolongan, di mana keterampilan si penolong dan situasi yang diciptakan

olehnya menolong orang untuk belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan

orang lain dengan terobosan-terobosan yang semakin bertumbuh.

12 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta

dan Pusat Perbukuan Depdiknas, 2004), Cet.ke-2, h. 99. 13 Ibid. 14 Michael E. Cavanagh, Books, The Counseling Experience. A Theoretical and Practical

Approach, (New York: Cole Publishing Company, 1982), h. 5.

13

Page 34: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Sementara itu Departemen Pendidikan Nasional mendefinisikan

konseling sebagai pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan

maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam

bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar,

dan perencanaan karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung,

berdasarkan norma-norma yang berlaku.15

2. Pengertian Behavioral

Konseling behavioral adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur

yang berakar pada berbagai teori tentang belajar. Konseling ini menyertakan

penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku

ke arah cara-cara yang lebih adaptif.16

Dalam konseling behavioral, gejala-gejala gangguan yang dilihat adalah

hasil dari pembelajaran, bukan dari dorongan tak sadar, konseling memusatkan

dua hal utama, yakni tingkah laku yang tampak adalah sesuatu yang dapat

diamati dan diukur. Kedua pada ABC tingkah laku yaitu antecedents (stimulus

apakah yang menjadi pemicu prilaku), behavior (tingkah laku apa yang

ditunjukkan), dan consegneces (apakah yang menjadi penguatan bagi tingkah

laku tersebut) melalui penerapan teknik pembelajaran sosial, seperti modeling,

15 Departemen Pendidikan Nasional, “Panduan Model Pengembangan Diri untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah”, ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_sma/13.ppt, 2004, h. 7. 16 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling Psikokonseling, (Bandung: Refika Aditama,

1999), h. 321.

Page 35: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

pengkondisian klasikal dan operah, klien mampu mengubah tingkah laku yang

tidak diinginkan dengan mempelajari tingkah laku yang baru.17

Menurut Corey, konseling tingkah laku berbeda dengan sebagian besar

pendekatan konseling lainnya, ditandai oleh :

a. Pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik.

b. Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment.

c. Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah .

d. Penaksiran objektif atas hasil-hasil konseling.18

Sedangkan Winkel berpandangan bahwa konseling behavioral pada

dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa prilaku manusia merupakan hasil

suatu proses belajar dan dapat diubah dengan mempelajari hal yang baru.

Dengan demikian, proses konseling pada dasarnya di pandang sebagai suatu

proses belajar.19

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan sesuatu yang menjadi

ciri khas dari konseling behavioral yaitu tingkah laku adalah sesuatu yang

dipelajari dan dapat diukur lewat pembelajaran juga.

17 Stephen M. Kosslyn & Robin S. Rosenberg, Psychology, (The Brain, The Person, The

World, Allyn & Bacon, USA), h. 96. 18 Gerald Corey (1999), loc. cit. 321. 19

Ibid., h. 326.

Page 36: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

3. Tujuan Konseling Behavioral

Krumboltz dalam Ray Colledge mengemukakan tiga prinsip dalam

membentuk tujuan dalam proses konseling:

a. Setiap tujuan disesuaikan pada tiap klien.

d. Tujuan tidak harus memenuhi nilai-nilai konselor, namun setidaknya tujuan

tersebut harmonis.

e. Sasaran yang ingin dicapai harus dapat diamati (abservable). 20

Selain dalam proses konseling ditentukan tujuan yang ingin dicapai,

setiap klien yang terlibat dalam proses konseling juga memiliki tujuan individu,

antara lain :

a. Mengendalikan perilaku yang tidak tepat.

b. Menguatkan tingkah laku yang lebih sesuai.

c. Mengurangi atau menghilangkan tingkah laku yang menyimpang.

d. Menaklukan kelemahan reaksi cemas.

e. Mencapai kemampuan untuk tetap bersikap tenang.

f. Mempunyai kapasitas untuk bersikap asertif.

g. Memiliki keterampilan sosial yang baik.

h. Mencapai kompetensi dalam fungsi seksual.

i. Memiliki pengendalian diri.21

20 Ray Colledge, Mastering Counseling Theory, (New York: Pal Grave Master Service,

2002), h. 35.

Page 37: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

4. Teknik Konseling Behavioral

Menurut Gilbert dalam Ray Colledge, hal yang paling penting untuk

mengajarkan teknik behavioral pada klien yang bertujuan membantu klien

mengendalikan tingkah lakuknya dan menjadi konselor bagi dirinya sendiri. Hal

ini menjadi sesuatu yang esensi ketika klien mencapai tahap akhir program

konseling, mereka memiliki kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan

yang dapat muncul di kemudian hari.22

Berikut ini adalah teknik-teknik utama dalam konseling tingkah laku bagi

para penderita phobia.

a. Latihan asertif

b. Desensitisasi Sistematis

c. Pengkondisian Aversi

d. Pembentukan Tingkah laku Model23

Latihan asertif digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan

untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini

terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu

mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak,

mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Cara yang digunakan adalah

21 Ibid. 22 Ibid., h. 55. 23 Sugiharto, “Pendekatan Konseling Behavioral”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/,

23 Januari 2008, h. 2-3.

Page 38: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok

juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.

Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang

memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami

dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah

menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan

respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan

pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan

secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik

relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara

negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang

berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.

Pengkondisian Aversi dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan

buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar

mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus

tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan

secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki

kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah

laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

Pembentukan Tingkah laku Model digunakan untuk membentuk tingkah

laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam

Page 39: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat

menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati

dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang

berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa

pujian sebagai ganjaran sosial.

Secara umum para konselor adalah menciptakan hubungan yang hangat

dan penuh empati dengan kliennya. Berikut ini adalah fungsi konseling dalam

konseling tingkah laku.

a. Mengarahkan klien dalam menentukan bentuk target yang ingin dicapai dan

langkah-langkah untuk mencapainya.

b. Menganalisa tingkah laku klien baik yang ingin di ubah maupun yang akan

dipelajari.

c. Mengembangkan atmosfer kepercayaan dengan memperhatikan bahwa ia

menerima dan memahami klien. 24

B. Phobia

1. Pengertian Phobia

David Lewis mengatakan Phobia adalah suatu perasaan ketakutan yang

ditimbulkan oleh sesuatu yang tidak memperlihatkan ancaman yang sejati

terhadap kelangsungan hidup. Responnya mungkin sesuatu yang cenderung

mental, mengingat fakta yang mudah diingat sekalipun dan kebanyakan suatu

24 Ray Colledge (2002), op.cit. h. 56.

Page 40: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

sensasi panik buta. Mungkin sama halnya dengan reaksi fisik yang

mengakibatkan gejala yang melumpuhkan, misalnya perut melilit, mual, pusing,

mulut kering, gemetar, tersipu-sipu, berdebar-debar, dan pernafasan tak teratur.25

Sedangkan menurut pengertian yang diambil dari Kamus Psikologi karya

Dali Gulo mengatakan: ”Ketakutan yang berlebih-lebihan terhadap benda atau

situasi tertentu yang seringkali tidak beralasan dan tidak berdasarkan

kenyataan”.26

Phobia merupakan ketakutan yang tidak wajar serta dimunculkan dalam

bentuk kecemasan yang berlebihan yang mengganggu psikis dan fisiknya yang

hanya bukan sekedar rasa takut biasa karena adalah hal yang manusiawi jika

setiap orang mempunyai rasa takut, hal ini disebabkan rasa takut sedikit banyak

merupakan manifestasi dari mekanisme pertahanan diri (defence mechanisme)

yang esensial, dengan mempunyai rasa takut dapat lebih dini mendeteksi bahaya

yang mungkin datang, tetapi jika takut itu mulai mengganggu dan berlebih-

lebihan maka hal itu menyimpang atau menderita gangguan phobia.27

Sangat beragam phobia dapat diderita oleh seseorang dan setiap orang

mempunyai ketakutan yang berbeda-beda dan ketakutan mempunyai cakupan

yang lebih luas lagi, daripada hanya sekedar perasaan tidak suka, namun rasa

25 David Lewis, Taklukan Phobia Anda seri Psikologi Popular, (Jakarta: Arcan, 1987), h. 5. 26 Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Bandung: Tarsito, 1987), h.212. 27 Anindhita Maharrani, ”Apakah Phobia Itu?”, Majalah Higina, Edisi 031, April 1994.

Page 41: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

takut dan kecemasan tersebut memang variatif tergantung yang menjadi faktor

penyebab terjadinya phobia.28

Phobia dapat menyebabkan seseorang mengalami ketakutan yang luar

biasa terhadap apa yang dianggap oleh orang lain sebagai suatu hal biasa dan tak

perlu ditakuti sementara buat dirinya merupakan yang perlu dihindari dan

terkadang jika dihadapi emosi penderita phobia sering tak terkendali. “Kengerian

atau ketakutan yang tidak terkendali pada umumnya disebabkan oleh sifat

abnormal atau sifat yang sakit terhadap situasi atau obyek tertentu.”29

Berdasarkan beberapa uraian dan teori yang dikemukakan di atas dapat

dipahami bahwa phobia merupakan ketakutan yang tidak rasional dan berlebih-

lebihan sehingga menimbulkan kecemasan yang melibatkan emosinya terkadang

tidak terkendali pada situasi atau obyek tertentu yang memicu ketakutan

tersebut.

Kadang penderitaan orang yang mengalami phobia ditambah oleh

perasaan yang timbul dari dirinya sendiri, karena ia merasa bahwa ketakutannya

hanya dirinya sendiri yang mengalaminya sehingga menimbulkan rasa malu dan

minder. Hasilnya, penderitaan sang phobik semakin parah, jika hal ini didiamkan

tanpa dicari solusi yang tepat maka kita tentu dapat membayangkan apa yang

terjadi kelak, tentu seumur hidup sang phobik dilanda ketakutan, kecemasan

28 Ibid. 29 James Derver, Kamus Psikologi, (Bandung: Tarsito 1988), h. 78.

Page 42: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

yang terus menerus dan berakibat pada terganggunya aktivitas yang biasa

dilakukan kebanyakan orang.

Menurut Kartini Kartono phobia adalah ketakutan atau kecemasan yang

abnormal, tidak rasional dan tidak bisa dikontrol terhadap suatu situasi atau

obyek tertentu, merupakan ketakutan yang khas neurotis, sebagai symbol dari

konflik-konflik neurotis yang kemudian menimbulkan ketakutan dan

kecemasan.30

.

Phobia seringkali merupakan ketakutan yang tidak rasional yang

disembunyikan rapi terselubung oleh orang yang menderitanya diakibatkan dari

konflik-konflik neurotis yang menimbulkan ketakutan dan kecemasan.

Mereka yang menderita phobia mencoba menyembunyikan dari teman,

tetangga atau rekan sejawat, kadang bahkan dari anggota keluarga sendiri,

merasa malu dengan apa yang terjadi, penderita merasa bodoh, ngeri akan olok-

olok dan penghinaan serta merasa bahwa apa yang mereka derita diyakini

sebagai suatu penyakit mental yang serius, menyebabkan banyak sekali penderita

phobia menanggung kesedihannya dengan diam-diam dan rahasia.” Penderita

phobia seringkali menganggap dirinya bodoh atau lemah.”31

Adakalanya penderitaan mereka ditambah oleh perasaan bersalah dan

depresi, mereka sedih karena kekhawatiran dan kecemasan membatasi

30 Kartini Kartono, Peranan Keluarga Memandu Anak (Seri Psikologi Terapan), (Jakarta:

CV. Rajawali, 1981), Jilid I, h. 320.

31 David Lewis (1987), op. cit. 15.

Page 43: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

kehidupan mereka, menghalangi untuk melakukan apa yang menjadi kegemaran

mereka dan melenyapkan kesenangan mereka, merasa tidak atau sering kurang

dihargai oleh kebanyakan orang, tidak bisa melakukan aktivitas yang biasa

dilakukan, mereka mungkin merasa bersalah dengan apa yang diakibatkan

phobia terhadap dirinya, baik nyata maupun khayalan, kepada orang yang

mereka kasihi, sering menganggap bahwa dirinya sebagai orang yang gagal

sehingga mengecewakan suami, istri, anak, saudara dan orangtua mereka.

David Lewis menyatakan ”phobia apa saja jenisnya sangat tidak

menyenangkan, beberapa begitu mengikat sehingga membelenggu korbannya

kedalam cara hidup yang amat memprihatinkan dan mengecewakannya”.32

Phobia akan dapat menyerang siapa saja ia tidak peduli jenis kelamin dan

usia, siapa saja mempunyai kemungkinan untuk menjadi penderita phobia dan

bukan merupakan penyakit jiwa tetapi merupakan hasil pembelajaran dari situasi

tertentu, dan merupakan problem yang sangat jarang dan sedikit dipahami.

Pada dasar-dasar suatu survey di Inggris para psikolog membuat

perkiraan bahwa hampir 15 juta warga Amerika menderita phobia, tetapi

diperkirakan hanya 44.000 orang saja yang sedemikian besar ketakutannya

sehinga sangat mengganggu kegiatan sehari-hari.33

Biarpun sangat sedikit orang yang mengalami phobia jika tidak ditangani secara serius menanggulanginya maka

berakibat pada terganggunya perkembangan kepribadian dan sosialisasi penderita, bahkan dapat melumpuhkan aktivitas

32 Ibid., h. 17.

33 Linda L Davidoff, Psikologi Suatu Pengantar terj. Mari Jumati (Jakarta: Erlangga, 1991),

Edisi ke-2 Jilid II, h.227.

Page 44: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

yang biasa dilakukan hingga penderita tidak dapat berbuat apa-apa. “Phobia dipandang sebagai gangguan phobia bila

gangguan tersebut sudah sedemikian rupa parahnya sehingga yang bersangkutan seperti dilumpuhkan.”34

Melihat yang terjadi akibat dari phobia yang mungkin saja diderita satu

anggota keluarga seseorang, tentu orang tersebut tidak tinggal diam dan menutup

mata serta hanya merasa bersimpati saja terhadap penderita phobia, tetapi

bagaimana memikirkan masalah tersebut untuk segera ditanggulangi dan dicari

jalan untuk pemecahannya. Masalah phobia bukan hanya masalah yang harus

ditangani oleh psikiater atau psikolog saja melainkan juga semua pihak yang

dapat membantu proses-proses penyembuhan diantaranya adalah teman dekat,

rekan sejawat, guru dan keluarganya.

Dalam penanganannya harus ditangani secara serius dan sungguh-

sungguh serta berkesinambungan, karena semua orang menyadari bahwa

berperilaku wajar dan normal seperti orang kebanyakan merupakan sikap yang

harus dimunculkan dalam bermasyarakat tanpa harus mengalami halangan dan

hambatan demi tercapainya manusia Indonesia yang sehat lahir dan batin

seutuhnya.

Dari kenyataan tersebut di atas, salah satu tindakan yang dilakukan

adalah dengan melakukan usaha pencegahan atau preventif. Upaya yang

dilakukan dengan memberikan pengertian dan menciptakan kondisi sesuai

dengan tingkat usia dan pengetahuan serta mampu mengarahkan jika terjadi

gejala kecenderungan dan ketakutan yang lebih dini sehingga dapat dicegah

untuk menjadi akut dan cenderung menetap.

34 Ibid.

Page 45: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

2. Macam-macam Phobia

Phobia sebagai perilaku yang irasional dialami oleh sebagian orang pada

umumnya berdampak pada terganggu dan terhambatnya perkembangan

kepribadian dan sosialisasi sehingga tidak mampu beraktivitas secara maksimal,

bila hal ini tidak mendapat perhatian tentu saja akan terjadi penderitaan yang

berlarut-larut, bukan saja terhadap penderita phobia itu sendiri tetapi

menyangkut juga orang banyak disekitarnya. Adapun macam-macam phobia

yang cenderung banyak terjadi dan beberapa macam sumber ketakutan menurut

David Lewis adalah sebagai berikut :

1. Ketakutan akan air (Hydrophobia) 2. Ketakutan akan air mani (Spematophobia) 3. Ketakutan akan angka 13 (Triskaidekaphobia) 4. Ketakutanakan anjing (Sino phobia) 5. Ketakutan akan api (Fir phobia) 6. Ketakutan akan aurat wanita (Europhobia) 7. Ketakutan akan benda suci (Hierophobia) 8. Ketakutan akan benta tinggi (Batophobia) 9. Ketakutan akan berpergian (Homophobia) 10. Ketakutan akan binatang (Zoophobia).

35

Bentuk-bentuk dan macam sumber phobia menunjukkan beragam dan

banyak jenis phobia yang dapat diderita oleh orang disekitarnya. Hal ini tentu

mendorong untuk mengarahkan agar penderita phobia agar bersikap dan

berperilaku seperti yang diharapkan melalui bimbingan serta tuntutan yang dapat

membantu penderita phobia agar sembuh dan terhindar phobia yang

berkepanjangan sehingga dapat berperilaku wajar dan normal sesuai dengan

norma dan nilai yang berkembang di masyarakat. Dengan mengetahui berbagai

35 Davis Lewis (1987), op cit. h. 6.

Page 46: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

jenis phobia diharapkan mampu menggolongkan jenis phobia yang diderita oleh

salah satu anggota keluarga.

3. Penyebab Timbulnya Phobia

Linda L Dovidoff menyatakan pandangan modern mengenai phobia yang

diterima oleh kebanyakan spesialis dan didukung oleh banyak bukti klinis

maupun riset, ialah bahwa hal itu diakibatkan oleh proses pembelajaran yang

patut disayangkan namun seluruhnya normal.36

Phobia tercipta dari pengkondisian akan situasi seperti yang telah

diuraikan di atas, diungkapkan lebih jelas penyebab timbulnya phobia,

”ketakutan dapat timbul berdasarkan penciptaan situasi responden sedemikian

rupa ketika rangsangan netral sebelumnya dihubungkan dengan obyek-obyek

yang menimbulkan kecemasan”.37

. Dari teori yang telah dikemukakan dapat

dipahami bahwa salah satu penyebab phobia adalah melalui proses pembelajaran

dari pengkondisian perilaku atau situasi tertentu sehingga akan dapat perilaku

yang cenderung mengalami kecemasan dan ketakutan.

Sementara itu David Lewis dalam bukunya “Taklukkan Phobia Anda”

mencoba menjelaskan penyebab phobia dengan menggunakan konsep SHCI, Hal

ini dilakukan agar lebih mudah menjelaskan terjadinya phobia. (S) adalah

Stimulus, (C) adalah keCemasan, (H) adalah pengHindaran, dan (I) adalah

Imbalan. Contohnya sebagai berikut, jika seseorang menderita phobia

Sinophobia (ketakutan pada Anjing) binatang anjing adalah pencetusnya atau

stimulusnya (S) yang mengakibatkan keCemasan (C) ditandai dengan perasaan

gemetar, jantung berdebar keras dan takut luar biasa, lalu muncullah kebutuhan

akan pengHindaran (H) terhadap Anjing tersebut dengan menjauhkan diri atau

mencoba menghindarinya dengan berlari, hal ini membawanya pada peredaan

ketakutan yang memberikan sang phobic Imbalan (I) yaitu merasa aman dari

jangkauan anjing, segala reaksi phobic berkembang sebagai akibat urutan

peristiwa yang sama, oleh karena itu SHCI melengkapi perangkat pembentukan

penghambat psikologis yang menjadi sumber phobia sehingga seseorang

mengalami ketakutan yang cenderung menetap.38

36 Linda L Dovidoff (1991), loc. cit. h. 277.

37 Ibid., h. 228.

38 David Lewis (1987), op. cit. 26.

Page 47: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Para ahli psikologi aliran Behavioral berpendapat bahwa penyebab

phobia adalah proses pembelajaran terhadap situasi tertentu seperti yang

diungkapkan sebelumnya dihalaman atas, lain halnya dengan pandangan aliran

psikoanalisa mengenai penyebab phobia seperti yang diungkap pada contoh

berikut oleh seorang tokoh psikoanalisa Sigmund Freud “Hans seorang anak

laki-laki berusia 9 tahun, sangat ketakutan kalau-kalau ia diterjang seekor kuda

sehingga sama sekali tidak berani bermain di luar rumah. Freud melakukan

pengamatan terhadap perilaku Ayah Hans, lalu menganalisis perilaku Hans.

Beliau menemukan bahwa anak tersebut sangat mencintai ibunya, dan

menginginkan kasih sayang ibunya secara berlebihan, dan amat khawatir kalau-

kalau saingannya yaitu ayahnya akan menghalangi hasratnya dengan cara

menjauhkan dirinya dari ibunya. Freud melihat hal ini kecemasan anak berkaitan

dengan Oedipus komplek yang kemudian dialihkan pada ketakutan pada kuda.”39

Dari uraian contoh yang dikemukakan oleh Freud maka dapat

disimpulkan bahwa penyebab phobia adalah konflik yang dipendam kemudian

dialihkan kepada kecemasan dan ketakutan pada sesuatu kondisi atau benda,

melihat hal ini tepatlah jika pakar psikologi psikoanalisa berpendapat ”phobia

sebagai reaksi kecemasan yang dialihkan, mereka mengasumsikan bahwa

39 Linda L. Davidoff (1991), loc. cit. h. 228.

Page 48: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

ketakutan secara tidak sadar dialihkan dari pengalaman pertama membangkitkan

kecemasan kepada obyek yang kurang membahayakan”.40

Sangatlah tepat jika apa yang dirumuskan oleh Kartini Kartono mengenai

penyebab phobia, yang merupakan gabungan teori-teori yang telah dikemukakan

di atas diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pernah mengalami ketakutan hebat, pengalaman traumatis shock

hebat (tekanan batin yang hebat).

b. Pengalaman asli dibarengi perasaan malu dan bersalah lalu ditekan

kedalam ketidaksadaran untuk melupakannya.

c. Jika mengalami rangsangan yang serupa menimbulkan ketakutan

yang bersyarat sungguhpun pengalaman aslinya sudah dilupakan,

respon ketakutan hebat selalu muncul melenyapkan respon-respon

tadi dalam ketidaksadaran.41

.

Dengan demikian kiranya sudah dapat dipahami penyebab terjadinya phobia

pada seseorang yang mungkin ada di sekitar dan menjadi acuan untuk menghindari

terjadi kondisi dan situasi yang memicu terjadinya ketakutan yang cenderung

menetap serta mengganggu aktivitas terutama dalam keluarga.

40 Ibid.

41 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), Jilid I, h.321-322.

Page 49: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

BAB III

PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL

DALAM MENGATASI PHOBIA KUCING

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Data Klien dan Lingkungan Keluarga Klien

Klien bernama Putri, seorang anak perempuan berusia 12 tahun (masa

akhir anak-anak), lahir di kota Bandung pada tanggal 8 Oktober 1994. ia adalah

anak pertama dari seorang ayah yang berpendidikan SLTA dengan pekerjaan

swasta dan ibu yang berpendidikan SLTA dengan bekerja sebagai ibu rumah

tangga. Pada saat ini, klien telah masuk pendidikan SLTP.

Awal pertama kali Putri terkenal phobia kucing dari usia kurang lebih 2

tahun. Ia mengalami peristiwa traumatik di usia tersebut ketika seekor kucing

melompati wajahnya. Pada saat phobia menerpa, ciri-ciri fisik yang timbul dari

Putri adalah takut dan langsung lari jika bertemu dengan kucing walau dalam

jarak yang cukup jauh. Phobia juga tidak hanya dialami Putri, tetapi kedua

orang tuanya juga mengalaminya. Ayahnya Putri terkena phobia terhadap tikus

sedangkan ibunya terkena phobia terhadap cacing, bahkan sampai saat ini.

Phobia Putri terhadap kucing tidak pada keseluruhan dari tubuh kucing itu,

melainkan hanya pada bagian-bagian tertentu saja, yaitu bulu dan kuku. Jika

Page 50: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

dilihat dari peristiwa traumatik pada Putri di usia kurang lebih 2 tahun yang

menimbulkan phobia terhadap kucing sampai usia 12 tahun atau telah

berlangsung kurang lebih 10 tahun dan belum adanya tanda-tanda menghilang

sebelum dilakukan konseling, maka peneliti dapat mendiagnosis bahwa klien

(Putri) mengalami phobia yang sudah masuk kategori phobia kronis yag

signifikan secara klinis. Karena itu, untuk memberikan konseling kepadanya

perlu diketahui terlebih dahulu kondisi psikologi anak seusianya.

Pada kasus Putri, pada masa bayinya ia telah mengalami peristiwa yang

telah membentuk pola perilaku, minat, dan sikapnya terhadap kucing dengan

menjadikannya sebagai hewan yang menakutkan dan ini berlangsung sampai

sebelum konseling dilakukan. Terlebih kini, Putri memasuki masa akhir anak-

anak dan sebentar lagi akan memasuki masa puber. Pada masa akhir anak-anak

ini terdapat beberapa bahaya psikologis, yaitu bahaya dalam berbicara, bahaya

emosi, bahaya sosial, bahaya bermain, bahaya dalam konsep diri, bahaya moral,

bahaya menyangkut minat, dan bahaya dalam penggolongan seks.42

Sehingga,

jika phobia kucing pada masa ini tidak tertangani, maka phobia ini akan sulit

sekali untuk disembuhkan karena pada masa akhir anak-anak sangat

menentukan kesehatan psikologisnya di masa remaja, dewasa, dan masa tuanya.

42 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan terj. (Jakarta: Erlangga, 2004), cet. ke-II, h. 78.

Page 51: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Adapun dari bahaya-bahaya psikologis tersebut yang terkait dari usaha

peneliti untuk membebaskan klien dari phobia terhadap kucing adalah bahaya

emosi dan konsep diri. Dengan konseling ini, peneliti berupaya mencegah

timbulnya emosi yang meledak-ledak dari diri klien karena klien dianggap tidak

matang kepribadiannya oleh teman-teman sebaya maupun orang dewasa karena

phobia kucing yang dideritanya sehingga kurang disenangi oleh orang-orang

lain. Juga untuk menjaga agar klien merasa puas dengan dirinya sendiri.

2. Data Peneliti

Peneliti adalah Yuni Rosita, seorang ibu rumah tangga yang masih aktif

sebagai mahasiswa di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, dilahirkan

di Jakarta, 19 Juni 1982. Peneliti berdomisili di Jl. Rasamala II/36 Rt. 007/09

Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan. Pendidikan terakhir Sekolah Lanjutan

Tingkat Atas.

B. Pelaksanaan Konseling Behavioral

1. Keadaan klien sebelum diberikan konseling

Keadaan klien sebelum diberikan konseling adalah klien merasa phobia

terhadap kucing, baik dalam bentuk asli maupun dalam bentuk gambar, baik

dari jauh apalagi dekat, sehingga klien sama sekali tidak dapat melakukan

Page 52: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

kontak dengan kucing baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam gambar.

Kondisi ini mengakibatkan klien suka ”diganggu” teman-temannya dengan

kucing, sehingga klien merasa malu ketika bermain dengan teman-temannya.

2. Tahap Konseling behavioral

Pada tahap ini, peneliti membaginya dalam lima tahap, yaitu: pertama,

peneliti menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk kebutuhan

akan bantuan. Kedua, peneliti membentuk hubungan dengan klien. Ketiga,

peneliti menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan konseling pada klien.

Keempat, peneliti menangani masalah klien dengan teknik mengubah perilaku

(behavioral modivication) yang ada pada tahap ini dilakukan beberapa kali.

Kelima, peneliti menilai hasil dan mengakhiri konseling.43

a. Konseling Tahap Pertama

Konseling tahap pertama, peneliti menyatakan kepedulian atau

keprihatinan dan membentuk keutuhan akan bantuan, dilakukan pada akhir

bulan Januari 2006. Peneliti melakukan satu tindakan di luar kelaziman

konseling karena klien masih anak-anak, yaitu mendatangi rumah klien dan

mengajaknya bermain agar terjadi interaksi serta membuka komunikasi

dengan memintanya untuk bercerita tentang phobia kucing yang dialaminya.

43 Sugiharto, “Pendekatan Konseling Behavioral”, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/,

23 Januari 2008, h. 3.

Page 53: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Dalam interaksi ini, peneliti menyatakan kepedulian bahwa peneliti merasa

prihatin dan turut sedih dengan apa yang diderita klien. Kemudian peneliti

menawarkan kesediaan untuk membantunya keluar dari phobia terhadap

kucing yang tawaran ini belum diresponnya secara penuh dan terlihat adanya

keraguan klien kepada peneliti dengan menyatakan, ”Mbak kita main aja

yuk!” sambil menundukkan kepalanya ke bawah.

b. Konseling Tahap Kedua

Pada tahap kedua ini, peneliti berupaya membentuk hubungan dengan

klien yang dilaksanakan pada awal bulan Februari 2006 minggu pertama.

Selama tiga hari berturut-turut, peneliti berinteraksi dengan klien

sepulangnya klien dari sekolah atau pada saat sore hari. Pada hari pertama

peneliti menawarkan diri untuk membantu klien menyelesaikan ”PR”

sekolahnya sebagai bantuan yang bertujuan untuk membentuk hubungan

yang lebih erat, agar klien membuka diri dan bersedia ditangani. Tujuan

kedua untuk mencapai tujuan tersebut, di kesempatan itu peneliti meminta

klien agar tidak memanggil peneliti dengan panggilan mbak tetapi dengan

panggilan kakak. Pada hari kedua, hubungan peneliti dan klien mulai

terbentuk. Pada hari ketiga peneliti meminta klien untuk datang ke tempat

peneliti. Pada hari ketiga inilah klien mulai membuka diri dengan

menceritakan kesulitan-kesulitan yang dialaminya kepada peneliti selama

menderita phobia kucing.

Page 54: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

c. Konseling Tahap Ketiga

Konseling tahap ketiga, yang dilakukan pada minggu kedua bulan

Februari 2006 adalah tahap menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan

konseling kepada klien. Di tahap ini, peneliti memberikan masukan kepada

klien agar ia mau dibantu peneliti untuk menghilangkan phobianya terhadap

kucing dan klien mengiyakan dengan menyatakan bahwa ia ingin sekali

dibantu.

d. Konseling Tahap Keempat

Konseling tahap keempat adalah peneliti menangani masalah klien

dengan teknik pengubah perilaku (behavioral modivication). Tahap ini

berlangsung cukup lama, yaitu dari minggu kedua bulan Februari sampai

dengan bulan Juni 2006 atau dibagi ke dalam 22 kali pertemuan.

Pada pertemuan pertama, (Sabtu, 11 Februari 2006) peneliti

menjelaskan kepada klien tentang kucing sebagai hewan peliharaan yang

tidak terlalu berbahaya dibanding hewan peliharaan lain, seperti anjing.

Peneliti kemudian menyatakan kepada klien kenapa klien masih merasa

takut. Klien menjawabnya bahwa ketakutannya kepada kucing muncul secara

tiba-tiba ketika ia berhadapan dengan hewan tersebut walau dalam jarak yang

jauh. Ia sendiri merasa aneh, sebab jika kucing dijadikan sebagai bahan

pembicaraan seperti ini, ia tidak merasa takut dan menganggap kucing

memang hewan jinak.

Page 55: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Pertemuan kedua (Minggu, 19 Februari 2006), peneliti mengajak

klien untuk menonton film kartun tentang kucing. Peneliti melihat tidak ada

ciri-ciri fisik, behavioral, dan kognitif yang timbul dari diri klien.

Pada pertemuan ketiga (Sabtu, 25 Februari 2006), peneliti mengajak

klien untuk menonton film nyata atau dokumenter tentang kucing. Pada

pertemuan ini, peneliti melihat ciri-ciri fisik klien mulai mengalami phobia

kucing berupa: gelisah, gugup, tangan dan kakinya gemetar, adanya sensasi

dari pita ketat yang mengikat di sekitar dahi, banyak berkeringat, telapak

tangan yang berkeringat, dan mengadukan ke peneliti bahwa ia merasa

pening. Kemudian ia minta izin untuk pulang ke rumah yang merupakan

reaksi yang bersifat behavioristik.

Pada pertemuan keempat (Minggu 26 Februari 2006), peneliti

mendatangi klien masih merasa belum nyaman terhadap pertemuan ketiga

itu. Pada pertemuan ini, peneliti menanyakan tentang apa yang dipikirkan,

klien menjawab bahwa ia merasa khawatir tentang sesuatu yang buruk dan

mengerikan akan menimpa dirinya tanpa bisa dijelaskan olehnya secara lebih

rinci ketika melihat kumis kucing bergerak-gerak, melihat kuku kucing

mencakar-cakar lantai, dan kibasan bulunya ketika selesai dimandikan.

Peneliti kemudian memberikan pengertian kepada klien bahwa hal-hal

Page 56: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

tersebut tidak membahayakan klien, terbukti dalam film tersebut orang yang

memegang bulu kucing, mencium kucing, dan memandikannya tidak

mengalami apapun yang mencederai dirinya maupun menyakitinya.

Pada pertemuan kelima (Sabtu, 4 Maret 2006), peneliti kembali

mengajak klien menonton film dokumenter tersebut. Namun klien merasa

enggan. Peneliti kembali meyakinkan klien, bahwa menonton kucing dari

layar kaca tidak akan membahayakan dirinya. Klien setuju namun ia

meminta tidak pada minggu-minggu ini.

Pada pertemuan keenam atau minggu kedua setelah pertemuan

kelima (Sabtu, 18 Maret 2006), klien bersedia menonton lagi film

dokumenter tentang kucing. Kali ini, peneliti memeluk dirinya saat ia

menonton untuk memberi rasa aman. Selama film ditayangkan peneliti masih

melihat ciri-ciri fisik masih dialami oleh klien walaupun klien tidak merasa

pening. Peneliti kemudian mengakhiri film pada pertengahannya karena

peneliti melihat klien mulai menunjukkan gejala-gejala untuk menghindar

dan pulang ke rumah.

Pada pertemuan ketujuh (Minggu, 19 Maret 2006), peneliti mulai

mencoba menghilangkan rasa tersiksa klien masih ada saat menyaksikan film

dokumenter kucing tersebut dengan melakukan pengalihan teknik

Page 57: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

pengubahan perilaku dengan melakukan wawancara mengenai persoalan

kucing dengan pertanyaan apakah suatu saat klien mau mempunyai

peliharaan seperti kucing? Klien kemudian menjawab bahwa sebenarnya ada

keinginan tesebut tetapi ia belum mengetahui kapan hal itu terjadi.

Pertemuan ini diselingi dengan bermain-main dengan boneka-boneka kucing.

Peneliti melihat tidak ada ciri-ciri fisik phobia yang timbul ketika klien

bermain dengan boneka kucing yang dipegangnya.

Pada pertemuan kedelapan (Sabtu, 25 Maret 2006), peneliti mengajak

klien menonton film dokumenter tentang kucing. Peneliti melihat ciri-ciri

fisik yang timbul hanya keringat yang keluar dari tangan.

Pada pertemuan kesembilan (Minggu, 26 Maret 2006), peneliti

mewawancari klien mengenai apa yang dirasakan ketika menonton film

dokumenter tentang kucing pada hari kemarin. Klien kemudian menjawab

bahwa ia merasa nyaman walau masih merasa ada ketakutan.

Pada pertemuan kesepuluh (Minggu, 2 April 2006), peneliti

kemudian melakukan teknik modeling dengan membawa seekor anak kucing

dan mengelus bulu-bulunya. Klien hanya memperhatikan peneliti dari jarak 2

meter dan kemudian ciri-ciri fisik phobia kembali muncul sampai muncul

rasa pening dan klien menghindar dengan kembali ke rumahnya.

Page 58: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Pada pertemuan kesebalas (Minggu, 9 April 2006), peneliti

mengulang kembali teknik modeling sebagaimana yang dilakukan pada

pertemuan sebelumnya atau pertemuan kesepuluh. Namun, kali ini jarak

klien dengan objek phobianya berjarak jauh, yaitu 5 meter. Peneliti

menanyakan kepada klien apa ia merasa pening, klien menjawab tidak, tetapi

tangannya berkeringat. Peneliti terus meyakinkan klien bahwa apa yang ia

lakukan dapat pula dilakukan oleh klien karena kucing bukan hewan yang

membahayakan manusia. Klien masih terlihat ragu dan masih menjaga jarak.

Pada pertemuan kedua belas (Sabtu, 15 April 2006), peneliti kembali

melakukan hal yang sama seperti pertemuan kesepuluh dan kesebelas, namun

jarak klien dengan objek phobia di dekatkan pada jarak 2 meter. Kali ini,

peneliti kembali melihat munculnya ciri-ciri fisik phobia, namun rasa pening

tidak dialami oleh klien.

Pada pertemuan ketiga belas (Minggu, 16 April 2006), peneliti

memberikan tongkat dan kemudian meminta klien untuk menyentuh bulu

dari kucing yang peneliti pegang dengan tongkat tersebut. Klien tanpa ragu-

ragu. Peneliti kemudian menuntun tongkat tersebut dan melepaskannya

ketika mulai menyentuh bulu kucing tersebut. Klien tampak gugup dan

berkeringat, tetapi kemudian ia mulai terbiasa dan terlihat kegugupan serta

keringatnya mulai berkurang.

Page 59: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Pada pertemuan keempat belas (Minggu, 23 April 2006), peneliti

mulai menuntun tangan klien yang dilapisi sarung tangan untuk menyentuh

bulu kucing. Sempat terlihat ciri-ciri fisik phobia yang keluar walau tidak

sampai pada timbulnya rasa pening.

Pada pertemuan kelima belas (Sabtu, 29 April 2006), kembali peneliti

mengulang teknik seperti di pertemuan keempat belas. Kali klien mulai

tenang dan mulai menikmati.

Pada pertemuan keenam belas (Minggu, 30 April 2006), peneliti

melakukan wawancara dengan klien mengenai apa yang dirasakan dari yang

dialaminya ketika berinteraksi walau tidak langsung dengan objek

phobianya. Klien menjawab bahwa ia mulai merasa berkurang rasa takutnya

dibanding pada waktu sebelum konseling dengan berinteraksi bersama objek

phobianya. Peneliti kemudian menyatakan bahwa besok, pada pertemuan

ketujuh belas, ia bersama peneliti akan bersentuhan dengan objek phobianya

secara langsung tanpa adanya perantara. Peneliti kemudian menanyakan

kepada klien apakah ia bersedia? Agak lama, klien kemudian menjawab

bahwa ia bersedia.

Pada pertemuan ketujuh belas (Sabtu, 6 Mei 2006), untuk pertama

kalinya klien memegang bulu kucing tanpa harus memakai perantara, baik

tongkat maupun sarung tangan. Pada awalnya, peneliti masih turut

memegang tangan klien. Peneliti melihat masih ada ciri-ciri fisik phobia

Page 60: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

yang keluar dari klien walaupun tanpa pening kepala. Peneliti melihat klien

sangat gugup dan merasakan tangan klien berkeringat cukup banyak. Namun

peneliti tetap meyakinkan klien bahwa hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi

dan meminta klien untuk merasa rileks saja saat menyentuh dan

mengelusnya. Sekitar setengah jam berlalu, peneliti melihat klien mulai

sedikit menikmatinya walau terlihat masih gugup dan tangan masih banyak

mengeluarkan keringat. Peneliti kemudian mengakhiri pertemuan.

Pada pertemuan kedelapan belas (Minggu, 7 Mei 2006), peneliti

melakukan wawancara dengan klien dan menanyakan perasaan yang

dialaminya saat menyentuh bulu kucing secara langsung. Klien menjawab

bahwa ia merasakan takut dan masih khawatir bahwa hal buruk akan

menimpa dirinya saat mengelus bulu kucing walau ketakutan dan

kekhawatiran tersebut mulai berkurang.

Pada pertemuan kesembilan belas (Minggu, 14 Mei 2006), kembali

peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung. Kali

ini, peneliti tidak menuntun tangannya tetapi masih tetap memegang

kucingnya. Klien masih belum bereaksi, ia terdiam beberapa saat. Peneliti

memberikan isyarat kepadanya agar segera menyentuhnya, setelah

menyentuh bulu kucing tersebut peneliti langsung menghentikannya. Peneliti

kemudian mewawancarai klien, dan klien menjawab ia mulai bisa

menikmatinya.

Page 61: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Pada pertemuan kedua puluh (Minggu, 21 Mei 2006), kembali

peneliti mengajak klien untuk mengelus bulu kucing secara langsung tanpa

dituntun. Kali ini pelan-pelan, klien menyentuhnya selama kurang lebih

setengah jam walau kucing masih dipegang peneliti. Tidak ada ciri-ciri fisik

yang keluar selain terlihat masih ada kegugupan dan keringat masih keluar

dari telapak tangannya. Peneliti kemudian menghentikan pertemuan.

Pada pertemuan kedua puluh satu (Minggu, 28 Mei 2006), peneliti

meminta klien mengelus-elus bulu kepala kucing yang sedang tidur. Klien

tampak gugup, ia terlihat ragu. Kemudian peneliti memberikan peragaan

kepada klien kemudian menuntun tangan klien untuk menyentuh bulu kepala

kucing tersebut. Peneliti masih melihat keringat keluar dari telapak

tangannya dan terlihat klien masih gugup. Baru saja tangan klien menyentuh

bulu kepala kucing yang sedang tertidur, peneliti menghentikannya.

Untuk pertemuan kedua puluh dua (Minggu, 2 Juni 2006), peneliti

memberikan jeda waktu yang cukup panjang, yaitu sekitar satu minggu dari

pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan kedua puluh dua ini, peneliti

menanyakan mengenai apa yang dirasakan klien ketika menyentuh bulu

kepala kucing yang sedang tertidur. Klien menjawabnya bahwa ada sedikit

kecemasan, ketakutan, dan gugup, tetapi ketika melihat peneliti begitu

menikmati dan dapat melakukannya, ia pun mencoba untuk menghilangkan

rasa kecemasan, ketakutan, dan gugupnya. Untuk pertemuan ini peneliti

menyatakan kepada klien bahwa ia akan sembuh dari rasa phobia terhadap

Page 62: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

kucing jika dapat menyentuh langsung bulu kepala dari kucing yang sedang

tidur dengan waktu yang cukup lama, yaitu seperempat jam. Kemudian klien

perlahan-lahan mulai menyentuh bulu kepala kucing dan ia pun mulai

mengelus-ngelusnya sampai seperempat jam. Peneliti hanya melihat klien

sedikit gugup dan tangannya sedikit berkeringat.

e. Konseling Tahap Kelima

Peneliti menyatakan kepada klien bahwa ia telah berhasil

menghilangkan phobia kucing walau masih belum penuh. Peneliti kemudian

mengakhiri konselingnya dengan menyarankan agar ia mulai akrab untuk

bermain-main dengan kucing walau rasa ketakutan masih tetap ada.

C. Hasil yang Dicapai Melalui Konseling

Dari konseling yang dilakukan, peneliti melihat bahwa klien mengalami

phobia yang cukup kronis sehingga pada tahap keempat harus dilakukan dengan

banyak pertemuan dan dengan berbagai macam teknik, yakni terapi dengan

memperkenalkan kucing melalui cerita maupun melalui media film agar klien

mengenal kucing yang sebenarnya. Setelah memperkenalkan kucing, peneliti

mencoba mengadakan kontak langsung antara klien dengan kucing mulai dari

boneka, bulu, mencoba memegang sampai akhirnya dapat memegang kucing.

Tahapan-tahapan ini bisa dikatakan berhasil karena klien sudah berani bersentuhan

Page 63: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

langsung dengan objek phobianya walau masih gugup dan keringat masih keluar

dari tangannya.

Terapi ini dapat dicoba untuk terapi-terapi phobia terhadap binatang jinak

lainnya dengan tahapan yang sama. Hal yang terpenting dari terapi ini adalah

bagaimana klien tetap mempertahankan kesembuhan phobianya. Peran keluarga

tentu akan sangat berperan untuk mempertahankan kesembuhan klien. Masalahnya

pada kasus si Putri adalah kedua orang tuanya juga mengalami phobia terhadap

binatang lainnya yakni tikus dan cacing. Sehingga diperlukan tindakan lanjutan bagi

terapi orang tuanya agar dapat membantu mempertahankan kondisi Putri yang sudah

sembuh.

Page 64: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Ada beberapa tahap yang dilakukan peneliti dalam mengatasi phobia kucing

yaitu peneliti menyatakan kepedulian atau keprihatinan dan membentuk

keutuhan akan bantuan, dengan mendatangi rumah klien dan mengajaknya

bermain agar terjadi interaksi serta membuka komunikasi dengan meminta untuk

bercerita tentang phobia kucing yang dialaminya.

2. Peneliti berupaya membentuk hubungan dengan klien yaitu dengan menawarkan

diri untuk membantu klien menyelesaikan ”PR” sekolahnya dan meminta klien

untuk memanggil peneliti dengan panggilan kakak, disinilah hubungan peneliti

dengan klien mulai terbentuk, lalu klien mulai membuka diri dengan

menceritakan masalah-masalah yang dialaminya.

3. Dengan menentukan tujuan dan mengeksplorasi pilihan konseling kepada klien,

peneliti memberi masukan kepada klien agar mau dibantu peneliti untuk

menghilangkan phobianya terhadap kucing.

4. Menangani masalah klien dengan teknik pengubah perilaku (behavioral

modivication) yaitu langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

Page 65: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

pengenalan terhadap kucing melalui cerita, menonton film dokumenter,

mengadakan kontak secara bertahap mulai dari boneka, sampai akhirnya

melakukan kontak langsung dengan kucing. Konseling ini dapat dikatakan

berhasil karena si klien sudah mau melakukan kontak dengan kucing.

5. Klien merasa senang dapat sembuh dari phobia terhadap kucing. Kini klien tidak

merasa minder lagi akibat dari rasa takut tersebut. Dan klien mempunyai

keinginan memelihara kucing di rumahnya.

B. Saran

Pada kesempatan ini, penulis memberikan saran-saran:

1. Kepada para mahasiswa, peneliti hendaknya mau mengembangkan konseling

behavioral untuk mengatasi phobia seperti yang dialami oleh Putri sehingga

dapat mengurangi jumlah anak-anak yang mengalami phobia terhadap binatang

ternak pada umumnya dan kucing pada khususnya.

2. Pengembangan konseling behavioral diperlukan guna menambah khazanah

pengetahuan tentang cara-cara mengatasi phobia terhadap binatang sehingga

banyak cara yang dapat ditempuh oleh peneliti untuk mengatasi phobia terhadap

binatang.

Page 66: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:

Rineka Cipta, 1998.

Baraja, Abu Bakar, Psikologi Konseling dan Teknik Konseling, Jakarta: Studia Press,

2004.

Cavanagh, Michael E, Books, The Counseling Experience. A Theoretical and

Practical Approach, New York: Cole Publishing Company, 1982.

Colledge, Ray, Mastering Counseling Theory, New York: Pal Grave Master Service,

2002.

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling Psikoterapi, Bandung: Refika Aditama,

1999.

Davidoff, Linda L Psikologi Suatu Pengantar terj. Mari Jumati, Jakarta: Erlangga,

1991, Edisi ke-2 Jilid II.

Departemen Pendidikan Nasional, “Panduan Model Pengembangan Diri untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah”, ktsp.diknas.go.id/download/ktsp_sma/13.ppt, 2004.

Derver, James, Kamus Psikologi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988.

Gulo, Dali, Kamus Psikologi, Bandung: Tarsito, 1987.

Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English, New York:

Oxford University Press, 1995 Fifth Edition.

Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan terj. Jakarta: Erlangga, 2004.

Kartono, Kartini Patologi Sosial, Jakarta: CV. Rajawali, Jilid I, 1983.

______, Peranan Keluarga Memandu Anak (Seri Psikologi Terapa, Jakarta: CV.

Rajawali, 1981, Jilid I.

Page 67: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral

Kosslyn, Stephen M. & Rosenberg, Robin S., Psychology, The Brain, The Person,

The World, Allyn & Bacon, USA.

Lewis, David, Taklukan Phobia Anda seri Psikologi Popular, Jakarta: Arcan, 1987.

Maharrani, Anindhita “Phobia Aneh Para Selebritis”, Majalah Higina, No.028,

Januari 1994.

_______,”Apakah Phobia Itu?”, Majalah Higina Edisi 031, April 1994.

Musthofa, Fahmi, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat, terj

Zakiah Derajat, Jakarta, Erlangga, 1991, Jilid II.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1998, Cet ke-8.

Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Rineka

Cipta dan Pusat Perbukuan Depdiknas, 2004, Cet.ke-2.

Rachmat, Jalaludin, Metodologi Penelitian Komunikasi, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1999, Cet ke-7.

Suarti, Witri, ”Phobia Bikin Susah”, Wanita Indonesia, Edisi 909 / 7 - 13 Mei /

2007.

Sugiharto, “Pendekatan Konseling Behavioral”, http://akhmadsudrajat

.wordpress.com/, 23 Januari 2008.

Page 68: PELAKSANAAN KONSELING BEHAVIORAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/19431/1/YUNI... · upaya aktif dari penderita untuk menghilangkannya. Konseling behavioral