pcbab ii

11
BAB II ISI II.1 Pharmaceutical Care dan Implikasinya Secara leksikogarafi (ilmu yang mempelajari tentang pemaknaan bahasa), kata care diantaranya bermakna merawat, memberi perhatian, dan peduli. Pharmaceutical merupakan bentuk kata sifat (adjective) dari kata pharmacy yang memiliki padanan Indonesia farmasi. Dalam penerjemahan berlaku ketentuan pemaknaan kata dasarnya secara konsisten atau pemaknaan berdasarkan hakekat. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia pharmaceutical care dapat bermakna kepedulian atau tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai hasil yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Dalam hal ini seorang apoteker/farmasis mempunyai kewajiban mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan obat dan kesehatan (Rantucci, 1997 cit. Arifiyanti, 2004 ). Konsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena meningkatnya biaya kesehatan dan adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat menjadi lebih mahal, penggunaanya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse) meningkat, dan efek samping obat. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga pasien membaik dan

Upload: sitti-warsia

Post on 09-Nov-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pharmaceutical care

TRANSCRIPT

BAB II

ISI

II.1 Pharmaceutical Care dan Implikasinya

Secara leksikogarafi (ilmu yang mempelajari tentang pemaknaan bahasa), kata care diantaranya bermakna merawat, memberi perhatian, dan peduli. Pharmaceutical merupakan bentuk kata sifat (adjective) dari kata pharmacy yang memiliki padanan Indonesia farmasi. Dalam penerjemahan berlaku ketentuan pemaknaan kata dasarnya secara konsisten atau pemaknaan berdasarkan hakekat. Oleh karena itu, dalam bahasa Indonesia pharmaceutical care dapat bermakna kepedulian atau tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai hasil yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Dalam hal ini seorang apoteker/farmasis mempunyai kewajiban mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan obat dan kesehatan (Rantucci, 1997 cit. Arifiyanti, 2004 ).Konsep asuhan kefarmasian menjadi penting karena meningkatnya biaya kesehatan dan adverse drug reactions dari obat-obat yang diresepkan. Obat menjadi lebih mahal, penggunaanya meningkat, biaya kesalahan penggunaan obat (drug misuse) meningkat, dan efek samping obat. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang dapat menjamin terapi optimal terhadap pasien secara individu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat. Peran farmasis dalam asuhan kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan pasien. Di tengah proses terapi, mereka memeriksa kembali semua informasi dan memilih solusi terbaik bagi DRP (drug related problem) pasien. Diakhir proses terapi, mereka menilai hasil intervensi farmasis sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup meningkat serta hasilnya memuaskan.

Fungsi utama dari asuhan kefarmasian adalah:

1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.

2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.

3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.

Manfaat pelayanan kefarmasian, antara lain:

1. Mendapat pengalaman yang lebih efisien memantau terapi obat.

2.Memperbaiki komunikasi dan interaksi antara farmasis dengan profesi kesehatan lainnya.3. Membuat dokumentasi kaitan dengan terapi obat.

4. Identifikasi, penyelesaian dan pencegahan masalah yang berkaitan dengan obat (DRP).

5. Justifikasi layanan farmasi dan assessment kontribusi farmasi terhadap layanan pasiendan hasilnya bagi pasien.

6. Memperbaiki produktivitas farmasis.

7. Jaminan mutu dalam layanan farmasi secara keseluruhan.

II.2 Fungsi dan Tugas Apoteker di Apotek

1. Fungsi apoteker dalam melaksanakan profesi di apotek

Melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek sesuai dengan fungsi apotek sebagaisarana pelayanan kesehatan masyarakat dalam menyediakan dan penyaluran perbekalan farmasi yang dibutuhkan oleh masyarakat terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, sebagai pengejawantahan fungsi sosial apotek (Permenkes No.922/MenKes/ Per/X/1993: Pasal 11)

2. Tugas apoteker dalam melaksanakan profesi di apotek

a. Menjalankan pekerjaan kefarmasian di apotek berdasarkan keahlian dan kompetensi yang dilandasi oleh sumpah jabatan dan kode etik. Pada melaksanakan pekerjaan kefarmasian, apoteker bertugas melakukan pekerjaan kefarmasian tertentu sesuai dengan keahlian dan kewenangannya dengan dibantu oleh karyawan lainnya dan mengarahkan karyawan yang bertugas sebagai pendukung pekerjaan kefarmasian menjadi tim terpadu untuk tercapainya keserasian proses pekerjaan sehingga menghasilkan penyelesaian pekerjaan yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Melakukan pekerjaan pemantauan sediaan farmasi yang meliputi : mutu, ketersediaan, keabsahan dan kemanfaatan sediaan farmasi serta melakukan pendidikan, konsultasi dan informasi kepada klien atau masyarakat sehingga obat yang dikonsumsi masyarakat akan dipergunakan secara benar dan memberi manfaat terapi yang optimal. Disamping itu melakukan pemantauan lingkungan dalam rangka membantu ketertiban distribusi obat masyarakat.

c. Melakukan komunikasi yang intens dengan sejawat profesi kesehatan lain sehingga tercapai kesamaan persepsi sehingga akan mengurangi kesalahpahaman dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi kesehatan (Permenkes No. 922/MenKes/Per/X/1993: Pasal 19).

II.3 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

1. Pelayanan Resep.

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

a. Persyaratan administratif :

1) Nama, SIP dan alamat dokter.

2) Tanggal penulisan resep.

3) Tanda tangan/paraf dokter penulis resep.

4) Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.

5) Nama obat , potensi, dosis, jumlah yang minta.

6) Cara pemakaian yang jelas.

7) Informasi lainnya.

b.Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c. Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.2. Penyiapan obat.

a. Peracikan.

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

b. Etiket.

Etiket harus jelas dan dapat dibaca.

c. Kemasan obat yang diserahkan.

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan Obat.

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.

3. Informasi Obat.

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurangkurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

4. Konseling.

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

5. Monitoring Penggunaan Obat.

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.6. Promosi dan Edukasi.

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.

7. Pelayanan residensial (Home Care).

Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record) (KepMenkes No. 1027 / MenKes / sk / IX / 2004).

II.4 Sumber Daya Manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Pada pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan (Permenkes No.1027/MenKes/Per/IX/2004)

II.5 Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.

Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.

Apotek harus memiliki :

1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.

2.Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.

3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien

4. Ruang racikan.

5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.

Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barangbarang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. (KepMenkes No.1027/ Menkes/sk/IX/2004).II.6 Mengevaluasi Pelayanan

Kinerja pelayanan ini kita kaitkan dengan harapan (expectation) dan kepuasan (satisfaction), maka gambarannya adalah sebagai berikut :

1. Kinerja < Harapan (performance < expectation)

Bila kinerja menunjukan keadaan dibawah harapan pelanggan maka pelayanan kepada pelanggan dapat dianggap tidak memuaskan.

2. Kinerja = Harapan (performance = expectation)

Bila kinerja menunjukan sama atau sesuai dengan yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dapat dianggap memuaskan, tetapi tingkat kepuasannya adalah minimal karena pada keadaan sepeti ini dapat dianggap belum ada keistimewaan layanan. Jadi pelayanan dianggap biasa atau wajar-wajar saja.

3. Kinerja > Harapan (performance > expectation)

Bila kinerja menunjukan lebih dari yang diharapkan pelanggan, maka pelayanan dianggap istimewa atau sangat memuaskan karena pelayanan yang diberikan ada pada tahap optimal. Selanjutnya untuk keluasan wawasan dalam mempersiapkan diri agar mampu melaksanakan pelayanan prima dilingkungan internal maupun ekstenal, dapat kita simak pokok-pokok pendapat para praktisi bisnis mengenai harapan-harapan utama dari para pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Namun harus selalu diingat, kesuksesan pelayanan pihak lain belum tentu bisa diterapkan didalam perusahaan kita. Kesuksesan pelayanan hari ini belum tentu berhasil digunakan untuk hari esok. Selalu ada perubahan. Kehendak konsumen selalu berubah, dan itulah yang menyebabkan pelayanan dai waktu ke waktu selalu berubah (Barata, 2003: 38-39).DAFTAR PUSTAKABarata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta. PT Gramedia Pustaka

Depkes RI. 2004. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal