pbl blok 21- endocrine 2 - ketoasidosis
DESCRIPTION
KetoasidosisTRANSCRIPT
Diabetik Ketoasidosis pada Anak
Frisca
10-2011-037
Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA
Alamat Korespendensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]
Pendahuluan1
Ketoasidosis diabetes (KAD) adalah suatu keadaan dekompensasi metabolik yang parah akibat diabetes melitus. Keadaan ini ditandai oleh produksi badan keton dan asam keton berlebihan yang menyebabkan terjadinya asidosis metabolik, biasanya disertai oleh hiperglikemia. KAD adalah gangguan metabolik paling serius pada DM tipe 1 dan merupakan penyebab kematian tersering pada anak diabetes. Mencegah KAD adalah tujuan utama dalam penatalaksanaan jangka-panjang DM tipe 1, dan sebagian besar orang beranggapan bahwa kekambuhan KAD pada pasien yang sudah diketahui mengidap diabetes merupakan kegagalan pengobatan. Pada KAD terjadi gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. KAD mencerminkan suatu keadaan defisiensi insulin mutlak atau relatif disertai peningkatan berlebihan hormon stress atau pengimbang (counterregulatory). Meningkatnya hormon pengimbang (glukagon, katekolamin, kortisol, dan hormon pertumbuhan) dengan kompensatorik insulin yang tidak meningkat, menyebabkan meningkatnya lipolisis dan ketogenesis; hal ini meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah, ketosis, dan asidosis metabolik.1
Anak yang diketahui atau dicurigai menderita KAD dan bawa ke rumah sakit atau klinik harus dianggap sakit kritis sampai selesai melakukan evaluasi lengkap dan terbukti tidak menderita penyakit tersebut. Derajat asidosis dan ketidakseimbangan metabolik sering kali lebih parah dibandingkan dengan gejala klinis. Evaluasi dan intervensi awal harus dilakukan untuk memastikan keadekuatan fungsi ventilasi dan kardiovaskuler dan menilai status mental. Layanan penunjang yang memadai juga harus tersedia untuk memenuhi segala kebutuhan pasien. KAD berat harus dirawat dalam suatu fasilitas yang dilengkap dan alat untuk memantau tanda vital, pemeriksaan kadar glukosa darah di bangsal (bed side), analisis elektrolit serum dan gas darah 24 jam.1
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 1
Skenario 5. Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan
keluhan semakin menjadi bingung sejak beberapa jam yang lalu. Pemeriksaan awal tampak
penurunan kesadaran, denyut jantung 140x/menit, TD 80/50 mmHg, temperatur afebris,
pernafasan cepat dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun. Menurut
ibunya, pasien mengalami penurunan berat badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu,
semakin mudah lelah sejak beberapa hari yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus,
sering kencing, dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.
Jika kita mendapatkan pasien dengan keluhan di atas, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
mendiagnosis suatu penyakit.
Anamnesa
Anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien guna untuk mendiagnosa
penyakitnya. Anamnesis dibagi menjadi 2 macam yaitu alo anamnesis dan auto anamnesis.
Auto anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dan pasien sendiri guna mendapatkan
informasi tentang penyakit pasien. Alo anamnesis adalah tanya jawab antara dokter dengan
keluarga pasien. Hal ini disebabkan karena pasien tidak bisa ditanyakan seputar penyakitnya
karena berbagai alasan. Pada kasus ini anamnesis yang dilakukan adalah berupa alo
ananamnesis karena pasien sendiri tidak dapat menjawab seputar penyakit yang ia derita
karena terpaut umur yang masih anak-anak dan gejala dari penyakit yang dideritanya.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan sebagai berikut:
Menanyakan identitas (nama, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua, alamat, dan pekerjaan orang tuanya), dan keluhan utama pasien datang ke
berobat kepada ibu pasien. Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dengan
keluhan semakin menjadi bingung.
Sejak kapan? Sejak beberapa jam yang lalu.
Apakah anak tampak lelah, lemas, bergerak aktif atau tidak? Semakin mudah
lelah sejak beberapa hari yang lalu.
Apakah anak mual, muntah, nyeri perut, demam?
Apakah terdapat penurunan berat badan? Pasien mengalami penurunan berat
badan 3 kg sejak beberapa minggu yang lalu.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 2
Bagaimana napsu makan si anak? Apakah banyak makan?
Bagaimana dengan asupan cairan si anak? Apakah cukup atau tidak/dehidrasi?
Apakah si anak lebih banyak minum? Pasien merasa cepat haus.
Bagaimana dengan BAK dan BAB –nya? Banyak/sering/sedikit? Sering kencing,
dan ngompol pada malam hari sejak 3 hari yang lalu.
Apakah terdapat napas yang berbau keton?
Adakah keluhan lainnya?
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan riwayat kehamilan ibu?
Riwayat kelahiran ( berat badan, panjang badan) ?
Riwayat tumbuh kembang anak?
Riwayat imunisasi?
Riwayat makan anak?
Riwayat masuk rumah sakit karena hipoglikemia/ hiperglikemia?
Apakah pasien memiliki riwayat penyakit seperti ini sebelumnya?
Apakah pasien memiliki riwayat penyakit lainnya seperti difungsi ginjal, iskemia
jantung, diabetes mellitus, atau penyakit endokrin lainnya?
Riwayat penyakit keluarga
Adakah dikeluarga ada yang pernah menderita penyakit seperti ini?
Adakah riwayat penyakit lainnya seperti diabetes mellitus, dan penyakit endokrin
lainnya?
Riwayat sosial
Bagaimana pola makan si anak, kecukupan gizinya, pertumbuhan dari lahir
hingga usia 5 tahun?
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 3
Pengobatan
Pernahkah pasien menjalani terapi atau pengobatan terkait dengan penyakitnya?
Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama terapinya, bagaimana kepatuhan
pasien mengikuti terapi?
Apakah pasien sebelumnya sudah berobat ke dokter?
Pemeriksaan
A. Pemeriksaan fisik
Kebanyakan pasien memiliki gejala seperti diabetes melitus seperti poliuri, polidipsi,
polifagia sebelum terjadinya ketoasidosis. Pasien dengan diabetes melitus biasanya
ditandai dengan kontrol glikemik yang buruk dengan ketonuria yang sering menjadi
pertanda dan menjadi perhatian klinis. Anak-anak terutama yang masih muda juga
didapati lebih sering kencing pada malam hari (nocturia). Selain itu, mungkin ada
peningkatan nafsu makan, dan asupan makanan tetapi kecenderungan untuk
kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas. Sebagai hasil dari sintesis protein
yang berkurang dan peningkatan degradasi protein, pasien akan mengalami kelelahan
dan otot-otot melemah. Ketoasidosis diabetes paling baik bila didefinisikan
berdasarkan pada adanya asidosis metabolik yang disebabkan oleh ketosis dan tidak
hanya berdasarkan pada hiperglikemia. Tanda utama KAD adalah ketosis, ketonuria,
asidosis metabolik (bikarbonat serum rendah), dan dehidrasi. Ketosis dan asidosis
metabolik ikut berperan dalam menyebabkan terjadinya gangguan elektrolit dan
muntah, yang sering terjadi pada DKA dan bersifat parah. Ketika pasien tidak dapat
mengkompensasi kehilangan cairan melalui peningkatan asupan cairan, dehidrasi
semakin memburuk, diikuti dengan keadaan asidosis metabolik. Awalnya, ditandai
dengan meningkatnya pernapasan (pernapasan Kussmaul) sebagai kompensasi
asidosis metabolik. Kemudian, terutama pada anak kecil, kompensasi pernapasan
mungkin gagal karena kelelahan, dan ketika asidosis menjadi parah, pusat pernapasan
akan ditekan. Kombinasi kedua metabolisme dan pernafasan asidosis akan
menyebabkan kerusakan yang cepat dari fungsi vital. Perkembangan ketoasidosis
diabetic (DKA) pada anak kecil kurang jelas. Anak-anak tersebut dapat menunjukkan
iritabilitas, kurang napsu makan, sering mengompol, dan timbul ruam popok.1,2
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 4
Ketoasidosis diabetik yang ringan, pada pemeriksaan fisik sering tidak bergejala
dan tingkat dehidrasi bervariasi seringkali merupakan tanda fisik positif. Dalam kasus
ketoasidosis berat, terjadi hiperventilasi (pernapasan Kusmaul). Penderita tersebut
mungkin terlihat gelisah dengan pipi memerah, turgor kulit berkurang, dan bau aseton
pada nafas. Pasien dalam DKA mengeluh nyeri perut dan punggung non spesifik,
mual, muntah, dehidrasi, tetapi memiliki output urin yang baik. Pasien dengan DKA
jarang ditemukan koma atau disfungsi ginjal, yang biasanya dihasilkan akibat
hiperosmolalitas.2,3
Ketoasidosis diabetik harus dibedakan dari asidosis dan koma dari penyebab lain,
seperti salisilat atau keracunan lainnya, asidosis laktat, berbagai penyakit metabolik
yang mempengaruhi glukosa, protein, metabolisme lemak, sistem saraf pusat (SSP),
infeksi atau luka, gastroenteritis berat, uremia, dan overdosis obat.2
Seperti biasa sebelumnya pemeriksaan, harus menjaga kesterilan dengan mencuci
tangan. Pertama-tama terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan berupa:4
Melihat keadaan umum pasien,
Tanda-tanda vital pasien, berupa tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
napas, suhu tubuh.
Pemeriksaan antropometri jika diperlukan untuk mengetahui berat badan,
tinggi badan.
Kemudian dilakukan pemeriksaan berupa inspeksi, palpasi, auskultasi.
Pada inspeksi melihat keadaan umum pasien terutama kesadarannya,
umumnya kesadarannya somnolen, dilihat pula kelopak matanya yang
umumnya cekung, konjungtiva, sclera pasien, dan refleks cahaya. Biasanya
akan ditemukan adanya sesak napas sehingga pasien bernapas cepat dan
dalam, pernapasan cuping hidung, dan adanya retraksi sela iga, dilihat ada
atau tidak sianosis.4
Pada palpasi bisa dilakukan perabaan suhu, palpasi abdomen, pemeriksaan
turgor kulit, dan capillary refill time.
Pemeriksaan turgor kulit, dilakukan palpasi pada daerah kulit dengan
mencubit lengan atas atau abdomen kemudian melepasannya secara cepat.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 5
Normalnya kulit akan kembali seperti semula dengan cepat tanpa
meninggalkan tanda. Tetapi jika terdapat tanda dehidrasi, malnutrisi, penyakit
kronik, atau gangguan otot maka lipatan kulit kembalinya lambat.5
Capillary refill time (CRT). Capillary refill time adalah tes yang dilakukan
cepat pada daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran
darah ke jaringan (perfusi). Jaringan membutuhkan oksigen untuk hidup,
oksigen dibawa kebagian tubuh oleh system vaskuler darah. Nilai normal Jika
aliran darah balik ke daerah kuku, warna kuku kembali normal kurang dari 2
detik.6
CRT memanjang (> 2 detik) pada:
Dehidrasi (hipovolumia)
Syok
Peripheral vascular disease
Hipotermia
Pada auskultasi, bunyi jantung I dan II normal, tidak terdengar bising maupun
irama derap. Suara napas vesikular, tidak terdengar suara ronki, lendir
maupun mengi, ekspirasi tidak memanjang, bising usus normal.4
Didapatkan hasil sebagai berikut: Pemeriksaan awal tampak penurunan kesadaran,
denyut jantung 140x/menit, TD 80/50 mmHg, temperatur afebris, pernafasan cepat
dan dalam, capillary refill 5 detik, serta turgor kulit menurun.
B. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DKA biasanya mudah, dapat ditentukan dari hiperglikemia (kadar glukosa
> 300 mg / dL; > 16,6 mOsm / L ) , ketonemia (keton serum positif lebih besar dari
1:2 dilusi) , asidosis (pH < 7,30 dan HCO3 < 15 mEq / L), glikosuria, dan ketonuria.2
Complete blood count
Nilai hitung darah lengkap akan membantu klinisi untuk menilai adanya bukti
infeksi bakteri atau vital. Namun, di DKA sering disertai jumlah sel darah
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 6
putih yang meningkat tetapi tidak ditemukan adanya infeksi sebagai akibat
dari stres fisiologis.2
Glukosa serum
Pengukuran glukosa serum akan menilai tingkat hiperglikemia. Sebagian
besar pasien di DKA, glukosa serum akan berada di antara 300 dan 1000
mg/dL (16,6 dan 55,5 mmol/L). Pada pasien dengan serum glukosa lebih
besar dari 1000 mg / dL ( 55,5 mmol / L, perawatan harus diubah karena
pasien tersebut biasanya dalam keadaan hiperosmolar berat.2
Serum keton
Adanya keton serum, terutama beta-hidrosibutirat menunjukkan ketosis, yang
merupakan penyebab utama asidosis pada pasien dengan DKA. Penting untuk
menyadari bahwa beta-hidrosibutirat tidak akan terdeteksi pada tes Acetest
Tablet Assays, dan pengukuran langsung dari beta-hidrosibutirat mungkin
akan diminta. selama pemulihan, beta hidrosibutirat diubah menjadi
asetoasetat, terdeteksi pada Acetest Tablet Assays, mengakibatkan kenaikan
sementara badan keton dalam serum.2
Analisa gas darah
pH dan bikarbonat Serum
Pengukuran pH darah dan bikarbonat serum akan menilai beratnya asidosis.
Tanda klinis: kecuali asidosis parah (pH < 7,10), seringkali tidak ada
kebutuhan untuk terapi penggantian bikarbonat, karena pemberian insulin
bersama dengan cairan IV mengkoreksi cepat asidosis. Pada kenyataannya,
penggunaan averzealous bikarbonat dapat merugikan karena dapat
menimbulkan alkalosis metabolik dengan efek samping pada kalium serum
dan SSP.
Di samping itu, sebagian besar pasien dengan DKA mampu mengkompensasi
untuk asidosis metabolik dengan bernapas. Namun , pada anak dan orang-
orang dengan pneumonia tidak efektif. Kurangnya hiperventilasi dalam
menghadapi asidosis metabolik berat dapat menjadi pertanda buruk
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 7
menunjukkan mengancam kehidupan kombinasi metabolisme dan pernafasan
asidosis. Pengukuran pH arteri biasanya tidak diperlukan kecuali ada
kekhawatiran mengenai status respirator atau oksigenasi.2
Serum elektrolit
Elektrolit serum yang paling penting adalah kalium. Penderita dengan DKA
sering sangat rendah jumlah kalium di dalam tubuh, dan hipokalemia
berbahaya dapat berkembang setelah diperkenalkannya terapi insulin dan
koreksi asidosis.
Tanda khas: Harus diingat bahwa tingkat kalium serum yang normal dalam
kondisi asidosis metabolik yang berat tidak berarti sesungguhnya, karena
hidrogen memasuki sel dalam pertukaran untuk kalium. Apa yang tampaknya
menjadi kadar serum normal sebenarnya total kalium tubuh habis.
Natrium serum sering rendah karena peningkatan glukosa darah dan lipid
(pseudohiponatremia). Natrium yang palsu tertekan pada level 1,6 mEq/dL
untuk setiap 100 mg/dL gula darah di atas normal. Di samping itu, pasien
dengan DKA, kadar natrium habis karena diuresis osmotik dan penurunan
asupan makanan dengan atau tanpa muntah. Nitrogen urea darah ( BUN )
akan meningkat pada pasien dehidrasi. Fosfor serum dan kalsium serum
sering berkurang.2
Osmolaritas serum
Semua pasien dengan DKA akan memiliki osmolaritas serum 310-240
mOsm/L. Osmolaritas serum mungkin lebih dari 375 mOsm/L, menunjukkan
status hiperosmolaritas dengan risiko tinggi untuk pendarahan intrakranial,
serebral edema, dan disfungsi ginjal. Jika pengukuran langsung osmolaritas
serum tidak tersedia, dapat digunakan rumus untuk memperkirakan
osmolalitas serum:2
2 (Na + K) + glukosa/18 + BUN/2,6
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 8
Different diagnosis
Hiperosmolar sindrom
Kondisi dimana kadar glukosa yang tinggi menunjukan suatu kondisi yang disebut
hiperosmolat syndrome. Sama halnya pada ketoasidosis, sinfrome hiperosmolar
merujuk kepada terlalu banyaknya kadar gula didalam darah, merupakan kegawatan
medis yang membutuhkan penanganan dari rumah sakit.8
Sindrom hiperosmolah juga memberikan efek yang sama dengan ketoasidosis.
Ditemukan adanya ketonemia, tetapi tidak membuat darah menjadi bersifat asam
seperti ketoasidosis. Peningkatan kadar gula darah pada sindrom hiperosmolar lebih
tinggi disbanding ketoasidosis.7
“Hyper” berarti “lebih besar dari normal,” and “osmolar” merupakan konsentrasi
daripada substansi didalam darah. Jadi, hiperosmolar adalah konsentrasi gula yang
terlalu banyak didarah. Karena sindrom hiperosmolar identik dengan ketoasidosis,
maka gejala klinis keduanya mirip. Yang membedakan adalah pada sindrom
hiperosmolar tidak ditemukannya napas cepat dan dalam (pernapasan Kusmaul)
karena tidak terjadi asidosis didalam darah. Gejala sindrom hiperosmolar berkembang
selama beberapa hari atau minggu, tidak seperti perkembangan cepat dan akut pada
ketoasidosis.8
Gejala klinis yang dapat ditemukan pada sindrom hiperosmolar:7
1. Frekuensi urin meningkat
2. Haus
3. Kelemahan
4. Keram pada kaki
5. Bola mata cekung
6. Nadi cepat
7. Penurunan kesadaran atau koma
8. Kadar glukosa darah 600 atau lebih
Sindrom hiperosmolar menimpa pasien diabetes sebagian besar orang tua yang hidup
sendiri atau di panti jompo di mana mereka tidak dimonitor dengan baik. Umur dan
biasanya karena mengabaikan meningkatkan kemungkinan bahwa orang dengan
diabetes akan kehilangan sejumlah besar cairan karena muntah atau diare dan tidak
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 9
menggantikan cairan tersebut. Orang-orang ini cenderung memiliki tipe 2 diabetes
ringan, yang kadang-kadang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.7
Alasan lain mengapa usia berkontribusi sebagai penyebab sindrom hiperosmolar
adalah bahwa ginjal secara bertahap menjadi kurang efisien karena usia.7
Hiperosmolar non ketonik (Diabetic hiperosmolar syndrome)
Hiperglikemik hiperosmolar non ketosis adalah keadaan koma akibat dari komplikasi
diabetes melitus di mana terjadi gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar
gula darah sangat tinggi, meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis
serum, biasa terjadi pada DM tipe II.8
Menurut Hudak dan Gallo (edisi VI) koma hiperosmolar adalah komplikasi dari
diabetes yang ditandai dengan:8
1. Hiperosmolaritas dan kehilangan cairan yang hebat.
2. Asidosis ringan.
3. Sering terjadi koma dan kejang lokal.
4. Kejadian terutama pada lansia.
5. Angka kematian yang tinggi.
Etiologi
a. Insufisiensi insulin
1. DM, pankreatitis, pankreatektomi
2. Agen pharmakologic (phenitoin, thiazid)
b. Meningkatnya glukosa dari luar
c. Meningkatkanya glukosa dari dalam
1. Acute stress
2. Pharmakologic (glukokortikoid, steroid, thiroid)
d. Infeksi: pneumonia, sepsis, gastroenteritis.
e. Penyakit akut: perdarahan gastrointestinal, pankreatitits dan gangguan
kardiovaskular.
f. Pembedahan/operasi.
g. Pemberian cairan hipertonik.
h. Luka bakar.8
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 10
Faktor risiko:8
1. Kelompok usia dewasa tua (>60 tahun)
2. Kegemukan (BB(kg) >120% BB idaman, atau IMT >27 (kg/m2)
3. Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
6. Riwayat DM pada kehamilan
7. Dislipidemia (HDL< 35 mg/dl dan/atau trigliserida > 250 mg/dl)
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu)8
Manifestasi klinis
Tanda dan gejala umum pada klien dengan HONK adalah haus, kulit terasa
hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu makan menurun, nyeri abdomen, pusing,
pandangan kabur, banyak kencing, mudah lelah. Gejala-gejala meliputi:8
1. Agak mengantuk, insiden stupor atau sering koma.
2. Poliuria selam 1 -3 hari sebelum gejala klinis timbul.
3. Tidak ada hiperventilasi dan tidak ada bau napas.
4. Penipisan volume sangat berlebihan (dehidrasi, hipovolemi).
5. Glukosa serum mencapai 600 mg/dl sampai 2400 mg/dl.
6. Kadang-kadang terdapat gejala-gejala gastrointestinal.
7. Hipernatremia.
8. Kegagalan mekanisme haus yang mengakibatkan pencernaan air tidak adekuat.
9. Osmolaritas serum tinggi dengan gejala SSP minimal (disorientasi, kejang
setempat).
10. Kerusakan fungsi ginjal.
11. Kadar HCO3 kurang dari 10 mEq/L.
12. Kadar CO2 normal.
13. Celah anion kurang dari 7 mEq/L.
14. Kalium serum biasanya normal.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 11
15. Tidak ada ketonemia.
16. Asidosis ringan.8
Asidosis laktat
Asidosis metabolik dapat dibagi menjadi asidosis dengan anion gap (AG) normal dan
meningkat. Asidosis laktat merupakan asidosis yang paling sering menyebabkan
peningkatan AG. Asidosis laktat pada dasarnya disebabkan oleh turunnya penyediaan
oksigen jaringan, misalnya pada penderita dengan kolaps kardiovaskular atau gagal
napas; kebutuhan jaringan lebih tinggi dari penyediaan, contoh ekstrim adalah pada
status epileptikus; atau penurunan pemakaian laktat hati karena penyakit hati atau
hipoperfusi. Pada diabetes, penggunaan obat golongan biguanid, terutama penformin
dilaporkan dapat menyebabkan asidosis laktat. Asidosis laktat dapat terjadi bersama
atau merupakan komplikasi KAD dan HONK.9,10
Pada sebagian besar jaringan, glukosa dioksidasi menjadi karbon dioksida dan air,
dengan piruvat sebagai perantara. Gangguan pada proses oksidatif mitokondria
menyebabkan akumulasi piruvat karena laktat dehidrogenase ada di mana- mana dan
keseimbangan yang dikatalisis oleh enzim ini lebih banyak membentuk laktat
daripada piruvat akumulasi piruvat menyebabkan asidosis laktat. Gangguan oksidasi
mitokondria tersering adalah defisiensi oksigen yang disebabkan oleh anoksia atau
perfusi yang buruk, seperti terlihat pada henti jantung, syok, sianosis berat, dan gagal
jantung berat, racun, seperti sianida, sulfida, dan karbon monoksida, seperti halnya
anoksia, memblokade reaksi terminal rantai pernapasan mitokondria, juga
menghasilkan asidosis laktat. Defek rantai pernapasan mitokondria juga dapat
menghasilkan asidosis laktat. Sedemikian kompleksnya rantai pernapasan, tidak
mengherankan jika defek yang diuraikan menjadi berbeda-beda sesuai penyebab,
intensitas, dan jaringan yang terkena. Beberapa menunjukkan pewarisan autosomal
resesi atau yang lain, pewarisan mitokondria (mtDXA ibu); sisanya tampak sporadis.
Biasanya terdapat miopati, sering kali terlihat serabut merah tidak teratur pada biopsi
otot. Sindrom Alpers (degenerasi serebral dan penyakit hati) dan penyakit Leigh
(ensefalomielopati nekrotik subakut) menunjukkan lesi otak yang serupa, tetapi
daerah otaknya sangat berbeda.9,10
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 12
Asidosis laktat juga terjadi bila reaksi piruvat spesifik terganggu. Piruvat mempunyai
tiga peran besar.
Dalam otot, transaminasi dengan glutamat, dikatalisis oleh alanin
aminotransferase, membentuk alanin, yang dapat digunakan untuk sintesis
protein atau diangkut ke hati.
Terutama dalam hati, karboksilasi membentuk oksaloasetat: reaksi ini
dikatalisis oleh piruvat karboksilase (PC).
Pada banyak jaringan, dehidrogenasi dan dekar- boksilasi membentuk asetil
koenzim A (CoA); reaksi ini dikatalisis oleh kompleks piruvat dehidrogenase
(PDH).9,10
Alanin yang dihasilkan dalam otot, merupakan prekursor penting untuk
glukoneogenesis hati. Reaksi PC mengawali glukoneogenesis. Reaksi PDH
merupakan langkah pertama pada oksidasi piruvat. Defek bawaan pada PDH maupun
PC telah diuraikan. Untuk defisiensi PDH, spektrum penyakit klinis yang dilaporkan
berkisar dari asidosis yang sukar sembuh dan mematikan pada bulan pertama
kehidupan sampai episode ataksia yang membaik melalui penggantian karbohidrat
dengan lemak dalam diet. Defisiensi PDH juga ditemukan pada beberapa kasus
penvakit Leigh. Defisiensi PC dapat menyebabkan penyakit neonatus yang
mematikan dengan cepat yang mempunyai hiperamonemia sebagai salah satu
elemennya, akibat defisiensi aspartat, suatu produk transaminasi oksaloasetat. Bayi
lain dengan defisiensi yang lebih ringan mengalami asidosis metabolik dan retardasi
mental. Manifestasi klinis awal akibat asidosis laktat yang disebabkan oleh
kelainan.9,10
Diagnosis
Kriteria diagnosis asidosis laktat adalah kadar laktat darah sama atau lebih dari 8 mM,
pH arteri lebih rendah dari 7.35, bikarbonat dibawah 15 mEq/L dan AG meningkat
(normal: 8-16 mM). Pada penderita asidosis laktat dengan kadar albumin serum yang
rendah atau kadar globulin yang tinggi dapat ditemukan pH dan AG yang normal. Hal
tersebut disebabkan karena hilanhgnya anion negatif lebih banyak dari kation.9
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 13
Working diagnosis
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan suatu kegawatdaruratan medis yang ditandai
adanya hiperglikemia, ketonemia dan asidosis metabolik. KAD terjadi akibat defisiensi
insulin dalam sirkulasi darah disertai meningkatnya aktifitas hormon counter regulatory
seperti glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormone (GH). Keadaan ini
menyebabkan meningkatnya produksi glukosa oleh hepar dan ginjal serta menurunnya
penggunaan glukosa perifer sehingga mengakibatkan hiperglikemia dan hiperosmolaritas.
Peningkatan hormon counter regulatory menyebabkan meningkatnya lipolisis dan
produksi badan keton sehingga terjadi ketonemia dan asidosis metabolik. Hiperglikemia
dan asidosis metabolik menimbulkan diuresis osmotik, dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Ketoasidosis diabetik (KAD) dapat terjadi jika tanda DM tipe 1 awal tidak
terdeteksi. Pada kelompok hiperglikemia, KAD dapat dianggap ada jika pH arterial
kurang dari 7,25, kadar bikarbonat serum kurang dari 15 mEq/ L/dan keton terdeteksi
dalam serum atau urine.10,11
Kriteria biokimia untuk menegakkan diagnosis KAD adalah ditandai dengan keadaan
hiperglikemia (gula darah >250 mg/dl), ketosis dan asidemia (pH < 7,35 dengan kadar
bikarbonat <15 mEq/L).11
Epidemiologi
Terdapat variasi geografis yang cukup besar dalam angka kejadian KAD pada saat awitan
diagnosis DM. Angka kejadiannya sebesar 15-67% di Eropa dan Amerika Utara dan
lebih tinggi lagi di negara sedang berkembang.
KAD saat awitan DM tipe 1 lebih sering ditemukan pada anak yang lebih muda (usia <4
tahun), anak tanpa riwayat keluarga DM dan anak dari tingkat sosial ekonomi yang lebih
rendah. Insidens KAD pada anak yang sudah terdiagnosis DM tipe 1 sebesar 1-10%
per'pasien tiap tahunnya.11
Risiko terjadinya KAD meningkat pada anak dengan kontrol metabolik yang buruk,
riwayat KAD sebelumnya, gadis remaja atau peripubertal, anak dengan gangguan makan
(eciting disorders), sosial ekonomi rendah dan tidak adanya asuransi kesehatan
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 14
menyatakan bahwa anak keturunan Asia usia < 5 tahun memiliki risiko 8x lebih tinggi
untuk mengalami KAD dibandingkan anak non-Asia pada usia yang sama.11
Klasifikasi KAD
Untuk kepentingan tata laksana, KAD diklasifikasikan berdasarkan derajat asidosis dan
status hidrasinya. Berdasarkan derajat asidosisnya KAD dibagi atas KAD ringan, sedang
dan berat (tabel 1), sedangkan berdasarkan status hidrasinya KAD juga dibagi atas
dehidrasi ringan, sedang dan berat (tabel 2).11
Tabel 1. Klasifikasi derajat KAD11
Derajat KAD PH HCO 3
Ringan < 7,3 < 15 mEq/L
Sedang < 7,2 < 10 mEq/L
Berat < 7,1 < 5 mEq/L
Tabel 2. Klasifikasi derajat dehidrasi11
Derajat dehidrasi Perkiraan kehilangan cairan (%)
Bayi Anak
Ringan 5 3
Sedang 10 6
Berat 15 9
Etiologi
Faktor pencetus terjadinya KAD adalah infeksi, kelalaian berobat atau pengobatan insulin
yang tidak tepat. Pada kasus ini kelalaian berobat dan pemakaian insulin yang tidak
teratur merupakan salah satu penyebab terjadinya KAD. Keadaan sosio-ekonomi
keluarga yang tidak mencukupi menyebabkan pasien ini tidak mendapat pengobatan yang
teratur.4
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 15
Tiga faktor penting yang berperan pada terjadinya KAD adalah defisiensi insulin,
gangguan keseimbangan hormonal dan dehidrasi.4 Insulin mempunyai efek merangsang
anabolisme dan penyimpanan glikogen, protein dan lemak di otot, hati dan jaringan
lemak. Sebaliknya insulin menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis, proteolisis,
lipolisis dan ketogenesis. Insulin yang diproduksi oleh sel p pankreas, selain merangsang
ambilan selular glukosa, juga mempunyai hubungan kerja yang kompleks dengan
hormon-hormon regular kontra (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan).4
Defisiensi akut insulin mengakibatkan mobilisasi energi yang cepat di otot dan depot
lemak, sehingga terjadi peningkatan asam amino ke hati yang kemudian diubah menjadi
benda-benda keton (asetoasetat, p hidroksi butirat dan aseton) dan menyebabkan
hiperglikemia serta peningkatan benda-benda keton. Menghilangnya insulin
menyebabkan pemakaian glukosa di jaringan perifer menurun, sehingga teijadi akumulasi
glukosa dan menyebabkan hiperglikemia. berat, pemecahan protein, dan peningkatan
asam lemak serum yang akan diubah menjadi benda-benda keton.4
Hiperglikemia akan menyebabkan diuresis osmotik yang dapat menyebabkan kehilangan
elektrolit dan teijadi dehidrasi selular, deplesi volume cairan tubuh serta gangguan fungsi
ginjal. Dehidrasi dapat diperberat dengan muntah-muntah yang teijadi akibat akumulasi
benda-benda keton. Benda-benda keton yang berlebihan akan disangga bikarbonat serum,
sehingga teijadi pengurangan jumlah bikarbonat yang dapat menyebabkan asidosis
metabolik.4
Diagnosis KAD pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan
penunjang. Pasien adalah pasien DM yang pada saat terakhir sebelum dirawat tidak
mendapat pengobatan insulin. Pasien datang dalam keadaan kesadaran menurun
(somnolen), sesak napas (pemapasan Kussmaul), mual dan nyeri perut. Perfusi perifer
buruk. Napas pasien bau aseton. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hiperglikemia,
asidosis metabolik, ketonemia dan glukosuria.4
Patofisiologi KAD
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 16
KAD terjadi akibat defisiensi insulin dan meningkatnya hormon counter regulatory.
Defisiensi insulin dapat bersifat absolut atau relatif akibat sekresi insulin tidak mampu
mengatasi resistensi insulin (DM tipe 2). Pada KAD juga terjadi dekompensasi metabolik
berat akibat produksi benda keton yang berlebihan. Benda keton ini menyebabkan
asidosis metabolik.10,11
Defisiensi insulin dan meningkatnya hormon counter regulatory tidak hanya
menstimulasi glikogenolisis dan glukoneogenesis tetapi juga berperan meningkatkan
lipolisis, ketogenesis dan katabolisme protein. Peningkatan glikogenolisis dan
glukoneogenesis oleh hepar dan ginjal serta menurunnya utilisasi glukosa perifer
mengakibatkan hiperglikemia dan hiperosmolaritas. Jika kadar glukosa melampaui
ambang ginjal maka akan timbul glukosuria dan diuresis osmotik yang selanjutnya
menyebabkan dehidrasi. Peningkatan hormon counter regulatory menyebabkan
meningkatnya lipolisis dan produksi benda keton menimbulkan ketonemia dan asidosis
metabolik. Keadaan ini menimbulkan diuresis osmotik, kehilangan elektrolit, dehidrasi,
menurunnya perfusi perifer, syok dan gangguan fungsi ginjal (Gambar 1).10,11
Gambar 1. Patofisiologi ketoasidosis11
Faktor presipitasi terjadinya KAD yang paling sering adalah infeksi. Faktor lain yang
berperan antara lain pasien baru DM tipe 1, penghentian insulin atau penggunaan insulin
yang tidak adekuat, trauma serta penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid, tiazid
dan obat simpatomimetik. Pada remaja dengan DM tipe 1, masalah psikologis yang
menyebabkan kelainan makan dapat menjadi salah satu faktor yang berperan dalam
timbulnya KAD.10,11
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 17
Manifestasi klinis
Gambaran klinis KAD sangat bervariasi, meliputi gejala klasik DM berupa poliuria,
polidipsi, polifagia (biasanya tidak tampak pada anak dan sering anak tidak mau makan)
serta penurunan berat badan. Pada KAD biasanya ditemukan lemas, pandangan kabur,
mual, muntah, nyeri perut dan penurunan kesadaran dengan derajat yang bervariasi. Pada
pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya perubahan status mental, pola napas
Kussmaul, takikardi, hipotensi, turgor kulit menurun dan syok. Perubahan status mental
bervariasi mulai dari sadar penuh sampai letargis dan koma. Muntah ditemukan pada
hampir 25% pasien KAD. Melaporkan manifestasi klinis KAD di India Utara berupa
dehidrasi sebesar 50%, penurunan kesadaran 45%, napas Kussmaul 41,6% dan muntah
sebesar 35%. Muntah pada pasien KAD disebabkan karena asidosis metabolik,
sedangkan nyeri perut terjadi akibat menurunnya perfusi mesenterium, dehidrasi otot dan
jaringan usus serta paralisis saluran cerna akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit. Muntah dan nyeri perut ini sering menyebabkan terjadinya salah diagnosis saat
awal pasien datang.1,2,3,4,10,11
Penatalaksanaan
Keberhasilan tata laksana KAD tergantung pada koreksi adekuat dehidrasi, asidosis,
gangguan keseimbangan elektrolit dan hiperglikemia. Prinsip tata laksana KAD meliputi
terapi cairan untuk mengkoreksi dehidrasi dan menstabilkan fungsi sirkulasi, pemberian
insulin untuk menghentikan produksi badan keton yang berlebihan, mengatasi gangguan
keseimbangan elektrolit, mengatasi faktor presipitasi atau penyakit yang mendasari KAD
serta monitor komplikasi terapi.10,11
Cairan dan elektrolit
Salah satu faktor keberhasilan terapi KAD adalah rehidrasi yang adekuat. Tujuan
rehidrasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, menurunkan kadar hormon counter
regulatory, menurunkan kadar gula darah dan memperbaiki perfusi ginjal. The
European Society for Paediatric Endocrinology (ESPE) dan The Lawson Wilkins
Pediatric Endocrine Society (LWPES) telah mengemukakan rekomendasi dalam terapi
cairan dan elektrolit anak dengan KAD (tabel 3).10,11
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 18
Tabel 3. Rekomendasi tata laksana cairan dan elektrolit pada KAD11
1. Defisit cairan dan elektrolit harus diganti secara intravena, cairan yang
dberikan sebelum anak datang dan sebelum diagnosis KAD ditegakkan
harus dimasukkan dalam perhitungan cairan.
2. Rehidrasi harus dimulai segera dengan cairan isotonik (NaCL 0,9% atau
cairan yang hampir isotonik misalnya Ringer Laktat).
3. Gunakan cairan kristaloid dan hindari penggunaan koloid.
4. Cairan yang digunakan harus memiliki tonisitas yang sama atau lebih
besar dari NaCl 0,45%.
5. Penilaian osmolalitas efektif berguna untuk evaluasi terapi cairan dan
elektrolit.
6. Karena derajat dehidrasi mungkin sulit ditentukan dan dapat berlebihan
maka cairan infus per hari tidak boleh melebihi l,5-2x kebutuhan cairan
rumatan berdasarkan usia, berat maupun luas permukaan tubuh.
Meskipun tidak ada uji klinis acak terkontrol, rehidrasi pada KAD harus dilakukan secara
bertahap. Berbeda dengan rehidrasi untuk kasus muntah atau diare akibat gastroenteritis
yang harus dilakukan secepatnya. Apabila terjadi rejatan maka dapat diberikan NaCl
0,9% atau RL 20 ml/kgBB dan dapat diulangi sampai rejatan teratasi. Rehidrasi
dilakukan dalam kurun waktu 48 jam dengan memperhitungkan sisa defisit cairan
ditambah kebutuhan cairan rumat untuk 48 jam. Pada KAD dengan hipertonik berat
(hiperglikemia bermakna, kadar Na yang tidak sesuai dengan derajat hiperglikemia) dan
osmolalitas efektif yang meningkat maka rehidrasi harus dilakukan lebih lambat yaitu
dalam waktu lebih dari 48-72 jam atau dengan kecepatan tidak lebih dari l,5x kebutuhan
rumatan. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa parameter lain rehidrasi pada KAD
adalah pemberian cairan tidak boleh melebihi 4 L/m2/hari atau lebih dari 50 rnL/kgBB
dalam 4 jam pertama terapi.10,11
Salah satu indikator status rehidrasi adalah dengan memantau kadar Natrium. Pada KAD
terjadi pseudohiponatremia sehingga kadar natrium pasien KAD perlu dikoreksi dengan
rumus:
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 19
Secara umum kadar Natrium yang dikoreksi dengan rumus (Na+) tetap dalam kisaran
normal yaitu 135-145 mEq/L atau perlahan-lahan menjadi normal jika pada awalnya
meningkat. Na+MIT yang tinggi merupakan tanda adanya dehidrasi hipertonik dan rehidrasi
perlu dilakukan lebih lambat. Bila Na+ turun dibawah nilai normal maka hal ini
menunjukkan pemberian cairan yang terlalu cepat atau retensi air. Hal ini merupakan
faktor risiko terjadinya edema serebri sehingga kecepatan infus harus dikurangi tidak
lebih dari 2,0-2,5 L/m2/hari atau l,5x rumatan atau dengan menambah konsentrasi
Natrium dalam cairan rehidrasi.10,11
Kalium
Pemberian kalium sangat penting dalam tata laksana pasien KAD. Semua pasien KAD
mengalami defisit kalium akibat hilangnya kalium dari pool intraseluler. Pemberian
insulin dan koreksi asidosis.menyebabkan kalium masuk ke dalam sel sehingga
menurunkan kadar kalium serum. Defisit kalium pada orang dewasa adalah 3-6
mEq/kgBB. Meskipun tidak ada data spesifik, defisit yang sama juga dialami oleh anak.
Jika tidak dijumpai gangguan miksi maka sejak awal pasien sudah harus mendapat
kalium yaitu 40 mEq/L (BB <30 kg) atau 80 mEq/L (BB> 30 kg). Kecepatan pemberian
tidak boleh melebihi 40 mEq/jam atau 0,3 mEq/kg/jam. Preparat kalium yang digunakan
dapat berupa kalium klorida, kalium fosfat atau kalium asetat. Tidak ada uji klinis
terkontrol yang menyatakan kelebihan salah satu preparat tersebut.10,11
Fosfat
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 20
Pada KAD terjadi deplesi fosfat akibat diuresis osmotik dan memburuk dengan koreksi
asidosis dan pemberian insulin. Pada orang dewasa defisit fosfat berkisar antara 0,5-2,5,
mM/kgBB dan defisit yang sama mungkin juga terjadi pada anak. Secara teoritis
hipofosfatemia terjadi karena menurunnya kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG) sehingga
hantaran oksigen ke perifer dan ATP untuk sel juga berkurang. Tidak ada bukti yang
menyatakan bahwa penambahan fosfat dalam cairan rehidrasi memiliki manfaat
klinis.10,11
Asidosis dan Bikarbonat
Asidosis metabolik pada KAD terjadi akibat akumulasi benda keton dalam sirkulasi.
Asidosis laktat juga turut berperan pada kasus yang disertai rejatan atau perfusi perifer
yang buruk, gangguan fungsi jantung, gagal ginjal dan hipoksia. Asidosis akibat KAD
merupakan asidosis dengan peningkatan anion gap.10,11
Asidosis biasanya terkoreksi dengan pemberian insulin dan rehidrasi. Insulin mencegah
pembentukan benda keton dan memfasilitasi metabolisme benda keton menjadi
bikarbonat.Rehidrasi mengatasi hipovolemia, memperbaiki perfusi perifer dan fungsi
ginjal dan memfasilitasi ekskresi benda keton. Asidosis dipantau dengan mengukur kadar
HC03- dan/atau pH darah serta anion gap.
Koreksi asidosis metabolik dengan menggunakan bikarbonat pada KAD masih
kontroversial. Pada penelitian yang melibatkan pasien dewasa dan anak, meliputi 279
pasien yang mendapat bikarbonat dan 323 yang tidak mendapat bikarbonat
memperlihatkan bahwa pemberian HCO3 tidak bermanfaat secara klinis dalam terapi
KAD. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pemberian bikarbonat berhubungan dengan
risiko terjadinya asidosis paradoksikal SSP, hipokalemia, hipertonisitas sekunder dan
meningkatkan risiko terjadinya edema serebri (RR =4,2; 95%IK 1,5-12,1; p=0,008).
Meskipun tidak ada penelitian uji klinis acak terkontrol mengenai pemberian bikarbonat
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 21
pada pH<6,9, .akan tetapi asidosis berat ini dapat menyebabkan efek samping yang
mengancam jiwa sehingga koreksi asidosis dengan bikarbonat dilakukan jika pH <6,9.10,11
Insulin
Pemberian insulin bertujuan untuk mengendalikan kadar gula darah dan menekan proses
lipolisis dan ketogenesis. ESPE dan LWPES telah mengeluarkan rekomendasi mengenai
terapi insulin pada KAD (tabel 4).10,11
Tabel 4. Terapi insulin untuk KAD 11
Koreksi defisiensi insulin dengan dosis 0,1 unit/kgBB/jam, intravena i
Dosis insulin tetap 0,1 U/kg/jam sampai resolusi KAD (pH >7,3, HC03‘
>15 mEq/L dan/atau berkurangnya anion gap).
Glukosa harus segera diberikan pada cairan intravena jika kadar GD
mencapai 250-300 mg/dL.
Terdapat beberapa keadaan sehingga dosis insulin harus diturunkan lebih
awal.
Jika parameter biokimia ketoasidosis (pH, anion gap) tidak membaik,
nilai ulang pasien, nilai ulang terapi insulin dan pertimbangkan
penyebab lain yang mungkin mengganggu respon terhadap insulin,
misalnya infeksi, kesalahan penyiapan insulin, melekatnya insulin
pada tabung.
Bolus insulin IV tidak perlu. Tetapi bolus insulin dapat diberikan pada
awal terapi jika terapi insulin tertunda.
Insulin yang digunakan pada KAD adalah insulin reguler dengan dosis 0,1 U/kg/jam
diberikan secara intravena dengan menggunakan syringe pump atau kantong infus yang
berbeda dengan cairan rehidrasi. Insulin ini diencerkan dengan NaCl 0,9%. Bolus insulin
inisial dapat dipertimbangkan jika pemberian insulin kontinu akan mengalami
penundaan. Kadar insulin dalam darah biasanya mencapai kadar steady State pada 20-30
menit setelah pemberian, baik dengan atau tanpa bolus insulin. Beberapa pasien
memerlukan dosis insulin lebih dari 0,1 U/kgBB/jam tetapi hal ini jarang kecuali jika
terdapat faktor yang menyebabkan resistensi terhadap insulin. Pada situasi seperti ini,
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 22
pertama- tama periksa terlebih dahulu apakah benar cairan berisi insulin dan kecepatan
pemberian insulin sudah benar atau tidak. Selanjutnya, infus insulin dapat ditingkatkan
50-100% (mencapai 0,15-0,2 U/kgBB/jam) sampai terdapat respon yang diinginkan.10,11
Wagner menyatakan bahwa pemberian insulin dosis sangat rendah (0,4-0,5 U/kg/jam
aman dan efektif untuk terapi ketoasidosis berat. Kibachi dkk12 memperlihatkan bahwa
insulin dosis rendah (0,1 U/kg/jam) dibandingkan dengan insulin dosis tinggi
memperlihatkan hasil yang sama dalam menurunkan kadar GD dan ketonemia. De
Fronzo memperlihatkan bahwa mekanisme hiperglikemia, produksi gukosa oleh hepar
dan produksi keton dapat diatasi dengan pemberian insulin dosis rendah secara kontinu.
Peningkatan insulin melebihi 8 U/jam tidak meningkatkan kemampuan menekan
glukoneogenesis, lipolisis dan tidak mampu meningkatkan utilisasi glukosa perifer.
Peningkatan lebih lanjut dosis insulin meningkatkan risiko terjadinya hipokalemia.10,11
Kadar gula darah tidak boleh turun melebihi 100 mg/dL per jam. Apabila kadar gula
darah sudah mencapai 250-300 mg/dL cairan rehidrasi ditambahkan D5% dengan
perbandingan 1:1. Bila pasien relatif stabil, tidak mengeluh nyeri perut dan KAD sudah
teratasi (kadar GD <200 mg/dL, bikarbonat >15 mEq/L dan pH >7,3) maka insulin
subkutan dapat mulai diberikan. Insulin intravena harus diteruskan 1-2 jam setelah
pemberian insulin subkutan. Pada pasien baru DM tipe 1, pemberian dosis awal insulin
subkutan 0,5-1 unit/kgBB/hari dibagi atas 2-3 kali pemberian merupakan dosis
optimal.10,11
Pemantauan KAD
Pemantauan pada pasien KAD meliputi:11
Tanda vital (Kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, TD, suhu) tiap jam.
Balans cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu dipasang
kateter urin).
Pada KAD berat, monitoring dengan EKG membantu untuk mendeteksi adanya
hiperkalemia atau hipokalemia.
Pemeriksaan kadar GD kapiler tiap jam.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 23
Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, gula darah dan analisis
gas darah harus diulang tiap 2-4 jam (Pada kasus yang berat elektrolit harus
diperiksa tiap jam).
Peningkatan leukosit dapat disebabkan oleh stres dan belum tentu merupakan
tanda infeksi.
Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi sakit kepala, bradikardia, muntah,
perubahan status neurologis (iritabilitas, mengantuk, inkontinensia) atau tanda
neurologis spesifik (parese saraf kranial dan respon pupil terganggu), hipertensi,
menurunnya saturasi oksigen dan apnea.11
Komplikasi KAD
Komplikasi KAD meliputi hipoglikemia, hipokalemia, hiperglikemia sekunder akibat
penghentian insulin intravena sebelum diberikan insulin subkutan. Komplikasi lain
adalah edema serebri. Edema serebri merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat
berakibat fatal.11
Patofisiologi edema serebri sangat kompleks. Beberapa teori yang mendasari terjadinya
edema serebri. Teori pertama menyatakan bahwa edema serebri timbul akibat
perubahan osmolalitas intraseluler dan ekstra seluler yang cepat. Keadaan
hiperglikemia dan hipertonik menyebabkan akumulasi substansi aktif secara osmotik di
otak (substansi idiogenik). Molekul ini menumpuk di otak dan berfungsi melindungi
otak dari pengerutan dan kehilangan cairan selama dehidrasi. Selama periode rehidrasi,
osmolalitas serum menurun sedangkan osmolalitas sel masih tinggi sehingga air akan
masuk ke dalam sel menyebabkan edema otak.11
Teori kedua terjadinya edema serebri adalah terjadinya eksaserbasi asidosis
paradoksikal SSP akibat koreksi asidosis sistemik yang terlalu cepat. Resolusi asidosis
yang terlalu cepat menyebabkan lebih banyak C02 yang melewati sawar darah otak
daripada HC03- sehingga memperburuk asidosis SSP. Mekanisme ketiga adalah
terjadinya hipoksia otak.
Teori keempat adalah pemberian cairan yang berlebihan atau retensi air. Risiko edema
serebri meningkat pada pemberian cairan rehidrasi yang melebihi 4 L/m2/hari dan >50
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 24
ml/kgBB pada 4 jam pertama. Turunnya konsentrasi natrium plasma yang terlalu cepat
mencerminkan kelebihan air dan mungkin kelebihan ADH relatif. Harris dkk
menunjukkan bahwa timbulnya edema serebri berhubungan dengan rehidrasi yang
terlalu cepat dan osmolalitas efektif lebih rendah dari nilai normal.11
Faktor risiko terjadinya edema serebri meliputi meningkatnya konsentrasi natrium
serum selama terapi KAD, asidosis berat, pC02 yang rendah dan meningkatnya serum
urea nitrogen. Durr dkk mendapatkan bahwa 6 dari 7 pasien sudah mengalami
pemBengkakkan otak pada saat’awal masuk sebelum terapi dimulai meskipun
penelitian lain tidak mendapat hasil yang sama. Penelitian oleh Glaser dkk seperti yang
dikutip oleh Carlotti14 pada 6977 kasus anak dengan KAD didapatkan hasil bahwa tidak
ada hubungan antara edema serebri dengan kecepatan pemberian cairan, kadar natrium
maupun insulin. Satu-satunya terapi yang berhubungan- dengan terjadinya edema
serebri adalah pemberian bikarbonat. Anak dengan edema serebri memiliki kadar urea
awal yang lebih tingi dan pC02 lebih rendah menandakan bahwa mereka lebih dehidrasi
dan asidemia. Jika terdapat manifestasi klinis edema serebri maka harus segera
diberikan manitol 0,25-1,0 g/kgBB diberikan secara intravena selama 30 menit.11
Pencegahan KAD
Sebelum diagnosis DM
Diagnosis lebih dini pada anak yang berisiko tinggi menderita DM tipe 1 dengan
skrining genetik dan imunologis dapat mengurangi kejadian KAD pada penderita
DM baru. Meningkatnya kewaspadaan keluarga dengan adanya anggota keluarga
yang menderita DM tipe 1 juga mengurangi risiko timbulnya KAD. Memberikan
penerangan dan pendidikan kepada masyarakat luas mengenai gejala dan tanda DM
memungkinkan dilakukan diagnosis dini DM pada anak usia < 5 tahun untuk
mencegah salah diagnosis.11
Setelah diagnosis DM
Pada semua pasien DM perlu diberikan pendidikan dan penanganan secara
komprehensif dan sebaiknya tersedia akses 24 jam terhadap Pusat Diabetes. Pasien
dan keluarga harus diajarkan untuk memeriksa keton darah, pemberian insulin,
mengukur suhu tubuh, frekuensi nadi dan frekuensi napas bila kadar gula darah
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 25
lebih dari 300 mg/dL. Selain itu juga pasien diberikan informasi yang spesifik
mengenai kapan harus menghubungi pelayanan kesehatan, kadar GD yang
ditargetkan serta usaha untuk mengatasi demam dan infeksi.11
Prognosis
Ketoasidosis (DKA) adalah sindrome yang berbahaya dan serius maka diperlukan
penanganan yang baik jika ditemukan adanya gejala klinis yang spesifik jika tidak
maka akan berakibat membahayakan bagi si pasien sendiri.
Kesimpulan
Ketoasidosis diabetik merupakan kegawatan pada pasien DM yang harus cepat diatasi untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan. Pada pasien ini diagnosis KAD dapat
segera ditegakkan berdasarkan aloanamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium
menunjang yang diagnosis KAD. Tata laksana selama perawatan yang memerlukan pemantauan
yang ketat dari tanda vital, pemeriksaan AGD dan elektrolit yang teratur, kadar gula darah dan
keseimbangan cairan dan pemantauan berdasarkan keadaan klinis pasien. Pemberian nutrisi yang
adekuat pada pasien ini sangat diperlukan karena status gizi yang buruk dapat akan memperberat
keadaan, sehingga komplikasi yang tidak diinginkan dapat terjadi.
Daftar Pustaka
1. Wahab AS, Pendit BU, Prasetyo A, Sugiarto. Buku ajar pediatric Rudolph. Ed. 20.
Jakarta: EGC; 2007. h. 1987-92.
2. Hernandez CG, Singleton JK, Aronzon DZ. Primary care pediatrics. USA: Lippincott
Willians & Wilkins; 2003. p. 577-9.
3. Wheeler DS, Wong HR, Shanley TP. Pediatric critical car medicine: basic science and
clinical evidence. USA: Springer-Verlag London Limited; 2007. p. 1112-7.
4. Sastroasmoro S, Noerhamzah W. buku kumpulan sajian kasus. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI; 2003. h. 432-5.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 26
5. Uliyah M, Hidayat A. Praktikum keterampilan dasar praktik klinik. Jakarta: Salemba
Medika; 2008.
6. Dugdale, David C. 2009. Capillary Nail Test. Medlineplus. Diunduh dari:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003394.htm . 04 November 2013 .
7. Rubin AL. Diabetes for dummies. 4th Ed. USA: Publishing for Technology Dummies;
2008.
8. Gerstein HC, Haynes RB. Evidence based diabetes care. Canada: US BC Decker Inc;
2003. h. 84-6.
9. Bakta IM, Suastika IK. Gawat darurat di bidang penyakit dalam. Jakarta: EGC; 2004.
h. 128.
10. Behrman RE, Kleigman RM, Arvin AM. Ilmu kesehatan anak nelson. Ed. 13. Vol. 2.
Jakarta: EGC; 2010. h. 812-6.
11. Lubis M. International symposium pediatric challenge. Medan: IDAI; 2006. h. 121-31.
Diabetik Ketoasidosis pada Anak 27