patogenesis hiv

6
Patogenesis HIV/AIDS Siklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel pejamu. Perlekatan ini dimulai dari interaksi antara kompleks env yang terdiri dari 3 pasang molekul gp120 dan molekul transmembran gp 41 yang merupakan molekul trimerik membran virion dengan membran sel target. Pertama-tama terbentuk ikatan antara satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua dapat ikut melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin (CXCR4, CCR5). Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan konformasional pada gp41 (semula berada di lapisan lebih dalam membran virion) untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai ke lapisan membran pejamu, (karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi) dan kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi membran sel HIV dengan membran

Upload: trie-arni-djunadi

Post on 07-Nov-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

patogensis hiv

TRANSCRIPT

Patogenesis HIV/AIDS

Patogenesis HIV/AIDSSiklus hidup HIV dimulai ketika virion HIV melekatkan diri pada sel pejamu. Perlekatan ini dimulai dari interaksi antara kompleks env yang terdiri dari 3 pasang molekul gp120 dan molekul transmembran gp 41 yang merupakan molekul trimerik membran virion dengan membran sel target. Pertama-tama terbentuk ikatan antara satu subunit gp 120 dengan molekul CD4 sel pejamu. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasional (membran virion melekuk agar gp120 kedua dapat ikut melekat) yang memicu perlekatan gp120 kedua pada koreseptor kemokin (CXCR4, CCR5). Ikatan dengan koreseptor ini selanjutnya menginduksi perubahan konformasional pada gp41 (semula berada di lapisan lebih dalam membran virion) untuk mengekspos komponen hidrofobiknya sampai ke lapisan membran pejamu, (karena mampu bergerak seperti ini maka gp41 dinamakan peptida fusi) dan kemudian menyisipkan diri ke membran sel pejamu dan memudahkan terjadinya fusi membran sel HIV dengan membran sel pejamu dan sel inti HIV dapat masuk ke dalam sitoplasma sel pejamu. Di dalam sel pejamu bagian inti nukleoprotein keluar, enzim di dalam kompleks nukeoprotein ini menjadi aktif. Genom RNA HIV ditranskripsi menjadi DNA oleh enzim transkriptase reversi (RT= Reverse Transcriptase). DNA HIV yang terbentuk kemudian masuk ke nukleus sel pejamu melalui bantuan enzim integrase. Integrasi diperkuat bila pada saat yang sama DNA pejamu bereplikasi karena terstimulasi oleh antigen atau bakteri superantigen. DNA virus HIV yang sudah berintegrasi ke dalam DNA sel pejamu dinamakan DNA provirus. DNA provirus ini dapat dormant, atau tidak aktif mentranskripsi sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa adanya protein baru atau virion.Untuk dapat terjadi infeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel pejamu yaitu molekul CD4. Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, terutama terhadap molekul glikoprotein (gp120) dari selubung virus. Di antara sel tubuh yang memiliki molekul CD4, sel limfosit-T memiliki molekul CD4 paling banyak. Oleh karena itu, infeksi HIV dimula dengan penempelan virus pada limfosit-T. setelah penempelan, terjadi diskontinyuitas dari membrane sel limfosit-T sehingga seluruh komponen virus harus masuk ke dalam sitoplasma sel limfosit-T, kecuali selubungnya. Selanjutnya, RNA dai virus mengalami transkripsi menjadi seuntai DNA dengan banuan enzim reverse transcriptase. Akibat aktivitas enzim RNA-aseH, RNA yang asli dihancurkan sedang seuntai DNA yang terbentuk mengalami polimerasi menjadi dua untai DNA dengan bantuan enzim polymerase. DNA yang terbentuk in kemudian pindah dari sitoplasma ke dalam inti sel limfosit-T dan menyisip ke dalam DNA sel pejamu dengan bantuan enzim integrase, disebut sebagai provirus. Provirus yang terbentuk ini tinggal dalam keadaan laten atau dalam keadaan replikasi yang sangat lambat, tergantug kepada aktivitas dan deferensiasi sel pejmu (T-CD4) yang diinfeksinya, sampai kelak terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan kecepatan yang sangat tinggi.Stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi (atau ekspresi virus, yaitu pembentukan protein atau mRNA virus yang utuh) yang cepat ini masih belum jelas, walaupun umumnya diduga dapat terjadi oleh karena bahan mitogen atau antigen yang mungkin bekerja melalui sitokin, baik yang terdapat sebelum maupun sesudah terjadinya infeksi HIV. Tidak semua sitokin dapat memacu replikasi virus oleh karena sebagian sitokin malah dapat menghambat replikasi. Sitokin yang dapat memacu adalah sitokin yang umumnya ikut serta mengatur respons imun, seperti misalnya interleukin (IL) 1,3,6, tumor necrosis factor ( dan (, interferon gamma, granulocyte-macrophage colony-stimulating factor dan macrophage colony-stimulating factor. Yang bersifat menghambat adalah interleukin-4, transforming growth factor (, dan interferon ( dan (.

Hal lain yang dapat memacu replikasi HIV adalah ko-faktor yang terdiri dari infeksi oleh virus DNA seperti virus Epstein-Barr, cytomegalovirus, virus Hepatitis B, virus herpes simplex, human herpesvirus 6, dan human T-cell lymphotrophic virus tipe 1 atau oleh kuman mikoplasma. Oleh karena sitokin dapat dibentuk dan bekerja local di dalam jaringan tanpa masuk ke dalam sirkulasi, maka konsentrasinya di dalam serum tidak harus meningkat untuk dapat menimbulkan pengaruh pada replikasi atau ekspresi HIV di dalam jaringan. Oleh karena itu, pada keadaan adanya gangguan imunologik-pun, di dalam jaringan (terutama di dalam kelenjar limfe) tetap dapat terjadi replikasi atau ekspresi virus. Pada penelitian dengan hibridasi in situ dan polymerase chain reaction (PCR), organ limfoid (kelenjar limfe, adenoid, dan tonsil), tampaknya memang merupakan tempat hidup dan berkembang HIV yang terpenting, baik pada periode akut maupun periode laten yang panjang.Hipotesis yang berkembang hingga saat ini sehubungan dengan peran organ limfoid dapat dipaparkan sebagai berikut: setelah HIV masuk ke dalam tubuh baik melalui sirkulasi atau melalui mukosa, HIV pertama-tama dibawa ke dalam kelenjar limfe regional. Disini terjadi replikasi virus yang kemudian menimbulkan viremia dan infeksi jaringan limfoid yang lain (multiple) yang dapat menimbulkan limfadenopati subklinis.Sementara itu, sel Limfosit-B yang terdapat di dalam sentrum germinativum jaringan limfoid juga memberikan respons imun yang spesifik terhadap HIV. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya limfadenopati yang nyata akibat hyperplasia atau proliferasi folikular yang ditandai oleh meningkatnya sel dendrit folikular di dalam sentrum germinativum dan sel Limfosit T-CD4. Akumulasi sel Limfosit T-CD4 yang meningkat di dalam jaringan limfoid ini selain akibat proliferasi in situ tersebut, juga berasal dari migrasi Limfosit dari luar. Migrasi sel T-CD4 dari luar inilah yang mengakibatkan penurunan sel T-CD4 di dalam sirkulasi secara tiba-tiba yang merupakan gejala yang khas dari sindrom infeksi HIV akut. Di samping itu, sel Limfosit-B menghasilkan berbagai sitokin yang dapat mengaktifkan dan sekaligus memudahkan infeksi sel T-CD4.Pada fase awal dan tengah penyakit, ikatan partikel HIV, antibody dan komplemen terkumpul di dalam jaring-jaring sel dendritik folikular. Sel dendritik folikular ini, pada respons imun yang normal berfungsi menjerat antigen yang terdapat di lingkungan sentrum germinativum dan menyajikannya kepada sel imun yang kompeten yaitu sel T-CD4 yang akhirnya mengalami aktivasi dan infeksi. Seperti telah dikemukakan, HIV di dalam sel T-CD4 dapat tinggal laten untuk waktu yang panjang sebelum kemudian mengalami replikasi kembali akibat berbagai stimulasi.Pada fase yang lebih lanjut, dengan demikian, tidak lagi ditemukan partikel HIV yang bebas oleh karena semuanya terdapat di dalam sel. Hal lain yang dapat diamati adalah dengan progresivitas penyakit terjadilah degenerasi sel dendrit folikular sehingga hilanglah kemampuan organ limfoid untuk menjerat partikel HIV yang berakibat meningkatnya HIV di dalam sirkulasi. Hal ini meningkatkan penyebaran HIV ke dalam berbagai organ tubuh.