(mikro) kuliah 12 - 13 patogenesis

Upload: abdul-rakan

Post on 14-Jul-2015

166 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

FARMASI FMIPA UHAMKA 2011Priyo Wahyudi

a. Faktor virulensi pada kolonisasi (adesi, invasi, komplemen, antibodi, kehidupan intrasel) b. Faktor virulensi pada kerusakan (toksin, protease, autoimun)

Patogen = penyebab penyakit Patogenik = bersifat menyebabkan penyakit Patogenesis = proses terjadinya penyakit Patogenisitas = kemampuan menyebabkan penyakit ; umumnya dipakai untuk menggambarkan perbedaan kemampuan menyebabkan penyakit antara dua spesies yang berbeda Virulensi = kemampuan menyebabkan penyakit ; umumnya dipakai untuk menggambarkan perbedaan kemampuan menyebabkan penyakit antara dua strain dalam satu spesies Virulensi juga sering dikatakan sebagai tingkat patogenisitas (degree of pathogenicity)

Untuk dapat menyebabkan penyakit mikroba harus: 1. Mempunyai suatu reservoir sebelum dan sesudah infeksi (manusia, binatang, lingkungan dll), 2. Meninggalkan reservoir dan mendapatkan akses pada inang baru 3. Mengkoloni tubuh inang 4. Membahayakan / merusak sel inang Faktor virulensi yang mempengaruhi patogenesis: 1. Faktor virulensi pada kolonisasi 2. Faktor virulensi untuk merusak

1. Kemampuan untuk kontak dengan sel inang 2. Kemampuan untuk adhere (menempel) pada sel inang dan bertahan dari physical removal 3. Kemampuan menginvasi sel inang 4. Kemampuan berkompetisi dengan Fe dan nutrien lainnya 5. Kemampuan untuk tahan terhadap sistem imun: fagositosis dan komplemen 6. Kemampuan menginvasi sistem imun adaptif

Lapisan mukosa dan epitel sel usus secara konstan menolak bakteri untuk kolonisasi Motilitas menjadi penentu keberhasilan bakteri untuk kontak dengan sel inang, terhindar dan bertahan dari proses penolakan fisik Flagella menjadi alat bantu utama Helicobacter pylori: dengan flagella mampu berenang melewati lapisan mukosa sel dan menempel pada sel epitel dari membran mukosa. Untuk bertahan dari pH yang sangat asam H. pylori menghasilkan acid-inhibitory protein.

Physical removal (imun inate): gerakan silia pada sel epitel kulit dan membran mukosa, batuk, bersin, muntah, diare. Penhilangan bakteri melaui cairan saliva, darah, mukosa dan urin Bakteri akan menempel pada sel inang dan bertahan dari physical removal, dengan bantuan: Pili , Adhesin dan Kapsul (biofilm)

Pili struktur menyerupai rambut yang tidak berfungsi untuk motilitas Pili membuat mikroba mampu menempel (adhere) pada reseptor sel target, yang dilanjutkan dengan kolonisasi serta bertahan dari physical removal Jenis bakteri yang berpili: Neisseria meningitidis Neisseria gonorhoeae Escherichia coli Vibrio cholerae Pseudomonas aeruginosa

Adhesin: protein pada dinding sel bakteri yang berikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan sel inang; membuat bakteri dapat adhere (menempel) dengan erat, untuk mulai kolonisasi dan bertahan dari physical removal Streptococcus pyogenes (group A beta streptococci) menghasilkan adhesin: Protein F, berikatan dengan fibronectin pada sel epitel. Lipoteichoic acid, berikatan dengan fibronectin sel epitel M-protein

Treponema pallidum memproduksi ahesin untuk berikatan dengan fibronectin pada sel epitel Borrelia burgdorferi Bordetella pertussis menghasilkan adhesin: Filamentous hemagglutinin Pertussis toxin Pertactin

Neisseria gonorrhoeae menghasilkan adhesin Opa (protein II) Salmonella Pseudomonas aeruginosa Helicobacter pylori Streptococcus pneumoniae

Banyak flora normal menghasilkan matriks polisakarida kapsular atau glycocalyx membentuk biofilm Biofilm terdiri atas lapisan-lapisan populasi bakteri yang menempel pada sel inang dan menyatu dalam suatu massa kapsular Glycocalyx berfungsi: Bertahan dari fagositosis Menempel pada sel inang, bertahan dari physical removal

Streptococcus mutans menyebabkan caries gigi

Beberapa bakteri menghasilkan molekul adhesin yang disebut invasin Invasin adalah protein yang terdapat pada dinding sel bakteri, yang menfasilitasi penetrasi ke dalam sel inang Penetrasi bakteri pada sel via Invasi Beberapa bakteri menghasilkan molekul adhesin yang disebut invasin yang mengaktifkan mekanisme pertahanan diri sel inang, yang justru menyebabkan sel bakteri dapat masuk ke dalam sel inang akibat Fagositosis. Bakteri selanjutnya menghasilkan protein sistem sekresi tipe III, yang menyebabkan sel inang menelan bakteri masuk ke dalam sel ditempatkan dalam vakuola. Namun sel bakteri tidak dihancurkan, bahkan dibebaskan sehingga dapat berkembang biak di sitoplasma sel inang

Invasin Hyaluronidase Collagenase Neuraminidase Coagulase Kinases Leukocidin Streptolysin Hemolysins Lecithinases Phospholipases

Bacteria Involved Streptococci, staphylococci and clostridia Clostridium species Vibrio cholerae and Shigella dysenteriae Staphylococcus aureus Staphylococci and streptococci Staphylococcus aureus Streptococcus pyogenes Streptococci, staphylococci and clostridia Clostridium perfringens Clostridium perfringens Bacillus anthracis Bordetella pertussis

Activity Degrades hyaluronic of connective tissue Dissolves collagen framework of muscles Degrades neuraminic acid of intestinal mucosa Converts fibrinogen to fibrin which causes clotting Converts plasminogen to plasmin which digests fibrin Disrupts neutrophil membranes and causes discharge of lysosomal granules Repels phagocytes and disrupts phagocyte membrane and causes discharge of lysosomal granules Phospholipases or lecithinases that destroy red blood cells (and other cells) by lysis Destroy lecithin in cell membranes Destroy phospholipids in cell membrane One component (EF) is an adenylate cyclase which causes increased levels of intracellular cyclic AMP One toxin component is an adenylate cyclase that acts locally producing an increase in intracellular cyclic AMP

Anthrax EF Pertussis AC

Shigella pertama-tama menyeberang mukosa dengan melewati sel khusus yaitu sel M. Setelah melewati sel M, Shigella akan ditelan oleh makrofag. Namun makrofag mengalami apoptosis, sehingga bakteri bebas di dalam sitoplasma. Selanjutnya Shigella menggunakan invasin untuk memasuki sel epitel dari dalam (sisi sitoplasma). Invasin akan menyebabkan polimer actin pada dinding sel inang menelan sel Shigella masuk ke dalam selnya dan menempatkannya dalam sebuah vesikel endositik (mirip sel fagositik). Shigella yang bebas akan berkembangbiak dan menyebar ke sel di sampingnya, melalui suatu proses unik disebtu actin-based motility. Pada proses ini, filamenfilamen actin berpolimerisasi pada membran bakteri, membentuk struktur seperti ekor komet yang panjang mencapai sitoplasma sel inang yang baru Setelah mencapai sitoplasma sel inang baru, filamen actin akan mendorong Shigella masuk ke sel baru tersebut

Keberhasilan patogen menginvasi jaringan ditentukan pada kemampuan berkompetisi dengan flora normal dan jaringan inang untuk mendapatkan nutrien yang terbatas (contoh Fe) Patogen berkompetisi untuk mendapatkan nutrien dengan mensintesis: komponen dinding sel atau sistem transpor spesifik yang akan mengikat nutrien yang jumlahnya terbatas menghasilkan eksotoksin

Patogen menghasilkan pengkelat besi disebut siderophor. Sementara sel inang akan menghasilkan pengkelat besi seperti transferrin, lactoferrin, ferritin dan hemin, sehingga jumlah Fe sangat rendah. Contoh: Neisseria gonorrhoeae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae, Yersinia pestis, Borrelia burgdorferi mampu menyerap Fe dari pengkelat besi sel inang

Beberapa patogen bertahan dari sistem imun alami: Penelanan fagositik (attachment dan ingestion) Penghancuran fagositik dan lisis serum

Bacteria Escaping from a Phagosome

Blocking Fusion of Lysosome and Phagosome

Imunoglobulin G (IgG) berfungsi untuk mengikat antigen (protein atau polisakarida bakteri) pada sel fagosit Ujung Fab menempel pada bakteri Bagian Fc menempel pada reseptor fagosit Begitu juga dengan komplemen C3b. Ada yang berikatan dengan protein permukaan bakteri dan ada yang berikatan dengan reseptor C3b sel fagosit. IgG dan C3b dikenal sebagai OPSONIN dan proses yang meningkatkan pelekatan disebut OPSONISASI

1. Kemampuan menghasilkan protein/komponen dinding sel yang menempel pada sel inang, sehingga menyebabkan sel inang untuk menghasilkan dan mengeluarkan sitokin dan kemokin (bahan inflamasi) 2. Kemampuan menghasilkan toksin 3. Kemampuan menginduksi respon autioimun

Langkah awal tubuh melindungi dari infeksi adalah mendeteksi kehadiran mikroba, melalui pengenalan molekul unik dari mikroba (pathogenassociated molecular patterns) seperti: peptidoglikan, asam tekoat, LPS, mycolic acid dan mannosa Terjadinya pengikatan dengan pattern-recognition receptor dari permukaan sel pertahanan tubuh merangsang tubuh menghasilkan dan mengeluarkan berbagai protein yang disebut Sitokin. Sitokin akan mempromote sistem imun alami seperti: inflamasi, fagositosis, aktivasi jalur complement dan aktivasi jalur koagulasi. Sitokin: tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6) dan interleukin-8 (IL-8) dikenal sebagai proinflammatory cytokines yang mempromot inflamasi. Beberapa sitokin juga dikenal sebagai Kemokin. Contohnya IL-8 . Kemokin akan mempromot suatu respon inflamasi dengan membuat sel darah putih meninggalkan pembuluh darah, masuk ke jaringan sekitar secara kemotaktis. Sitokin juga mengaktifkan jalur complement dan jalur koagulasi

Lisisnya bakteri G- melepaskan (LPS; endotoxin). LPS akan berikatan dengan LPS-binding protein dalam darah, yang akan diikat oleh reseptor (CD14) yang berada di permukaan makrofag. Hal tsb mentrigger makrofag untuk mengeluarkan berbagai bahan sitokin : mencakup IL-1, IL-6, IL-8, TNF-alpha dan PAF. Sitokin akan berikatan dengan reseptor sitokin yang tdpt pada sel target, merangsang produksi mediator inflamasi seperti prostaglandin dan leukotrein, yang akan mengaktivasi jalur komplemen dan koagulasi Produksi berlebih dari clotting factors dapat menyebabkan terjadinya ARDS dan DIC . Produksi berlebih dari prostaglandin leukotrein dan complemen dapat merusak vascular endothelium sehingga terjadi shock dan MOSF.(PAF = platelet-activating factor; ARDS = acute respiratory distress syndrome; DIC = disseminated intravascular coagulation; MOSF = multiple organ system failure.)

Toksin pada bakteri ada 2:1. Endotoksin, merupakan LPS bagian dari membran luar dinding sel bakteri Gram-negatif 2. Eksotoksin, merupakan protein yang dikeluarkan sel ke lingkunganPROPERTY ENDOTOXIN Lipopolysaccharide(mw = 10kDa) Part of outer membrane No Yes No Relatively low (>100ug) Low degree No Yes EXOTOXIN Protein (mw = 50-1000kDa) Extracellular, diffusible Usually Yes Yes Relatively high (1 ug) High degree Usually Occasionally

CHEMICAL NATURE RELATIONSHIP TO CELL DENATURED BY BOILING ANTIGENIC FORM TOXOID POTENCY SPECIFICITY ENZYMATIC ACTIVITY PYROGENICITY

Source: Relation to microbe: Chemistry: Fever? Neutralized by antitoxin? LD50:

Gram Present in LPS of outer membrane Lipid Yes No Relatively large

Source: Relation to microbe: Chemistry: Fever? Neutralized by antitoxin? LD50:

Mostly Gram + By-products of growing cell Protein No Yes Small

Release of LPS (Endotoxin) from the Gram-Negative Cell Wall

Binding of LPS to Neutrophils and Release of Killing Agents

Eksotoksin terdiri atas:1. Superantigen (Type I toxin), 2. A-B toxin and other toxin that interfere with host cell function (Type III toxins), 3. Exotoxins that damage host cell membranes (Type II toxins)

The Fab portion of the antibodies made against epitopes of the binding site of an exotoxin blocks the exotoxin from binding to the host cell membrane. As a result, the toxin can not enter the cell and cause harm.

A-B toxins consist of two parts, an A (active) component and a B (binding) component. The B component of the exotoxin binds to a receptor on the surface of a susceptible host cell. The exotoxin now enters the host cell, in this case by endocytosis, and causes harm by inactivating a host cell target protein through ADP-ribosylation

NAME OF TOXIN Anthrax toxin (EF)

BACTERIUM INVOLVED Bacillus anthracis

ACTIVITY Edema Factor (EF) is an adenylate cyclase that causes increased levels in intracellular cyclic AMP in phagocytes and formation of ion-permeable pores in membranes (hemolysis) Acts locally to increase levels of cyclic AMP in phagocytes and formation of ion-permeable pores in membranes (hemolysis) ADP ribosylation of G proteins stimulates adenlyate cyclase and increases cAMP in cells of the GI tract, causing secretion of water and electrolytes Similar to cholera toxin Enzymatically cleaves rRNA resulting in inhibition of protein synthesis in susceptible cells Zn++ dependent protease that inhibits neurotransmission at neuromuscular synapses resulting in flaccid paralysis Zn++ dependent protease that inhibits neurotransmission at inhibitory synapses resulting in spastic paralysis ADP ribosylation of elongation factor 2 leads to inhibition of protein synthesis in target cells ADP ribosylation of G proteins blocks inhibition of adenylate cyclase in susceptible cells Massive activation of the immune system, including lymphocytes and macrophages, leads to emesis (vomiting) Acts on the vascular system causing inflammation, fever and shock Causes localized erythematous reactions

Adenylate cyclase toxin Cholera enterotoxin

Bordetella pertussis Vibrio cholerae

E. coli LT toxin Shiga toxin Botulinum toxin Tetanus toxin Diphtheria toxin Pertussis toxin Staphylococcus enterotoxins* Toxic shock syndrome toxin (TSST-1)* Erythrogenic toxin (scarlet fever toxin)*

Escherichia coli Shigella dysenteriae Clostridium botulinum Clostridium tetani Corynebacterium diphtheriae Bordetella pertussis Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus Streptococcus pyogenes

Autoimunitas adalah suatu kesalahan respon sistem pertahanan tubuh yang menyerang tubuh sendiri dan kadang ditrigger oleh bakteri tertentu Bakteri dapat menyebabkan autoimun dengan menginduksi produksi antibodi-antibodi yang bereaksi silang (cross-reacting antibodies) dan auto-reactive cytotoxic T-lymphocytes (CTL) CRA dan CTL menghasilkan respon thdp antigen bakteri, dan bereaksi silang dengan epitop pada sel inang. Hasilnya, CRA dan CTL akan menghancurkan sel inang yang ditemuinya Lebih lanjut lagi, saat CRA mengaktifkan jalur komplemen klasik, akan menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih parah. Rheumatic fever disebabkan oleh Streptococcus pyogenes terjadi saat CRA dan CTL yang distimulasi oleh antigen S. pyogenes bereaksi silang denfan jaringan jantung dan jaringan ikat menyebabkan kerusakan jantung dan jaringan ikat.

Opsonization During Type-II Hypersensitivity

MAC Lysis During Type-II Hypersensitivity

IgG reacts with epitopes on the host cell membrane. Phagocytes then bind to the Fc portion of the IgG and discharge their lysosomes.

IgG or IgM reacts with epitopes on the host cell membrane and activates the classical complement pathway. Membrane attack complex (MAC) then causes lysis of the cell.

ADCC Apoptosis by NK Cells ADCC Lysis During Type-II Hypersensitivity

Antibodies react with epitopes on the host cell membrane and NK cells bind to the Fc of the antibodies. The NK cells then lyse the cell with pore-forming perforins and cytotoxic granzymes.

The NK cell releases pore-forming proteins called perforins, proteolytic enzymes called granzymes, and chemokines. Granzymes pass through the pores and activate the enzymes that lead to apoptosis of the infected cell by means of destruction of its structural cytoskeleton proteins and by chromosomal degradation. As a result, the cell breaks into fragments that are subsequently removed by phagocytes. Perforins can also sometimes result in cell lysis.

Respiratory tract Coughing and sneezing Gastrointestinal tract Feces and saliva Genitourinary tract Urine and vaginal secretions Skin Blood Biting arthropods and needles or syringes