patogenesis stres menyebabkan gatal

24
Patogenesis Stres menyebabkan gatal Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh proliferasi teknologi, perubahan tatanan hidup serta kompetisi antar individu yang makin berat. [1] Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres. [1] Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu: [1] a. Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain. b. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan lain-lain. c. Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain. Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Wheaton (1983) membedakan stres akut dan kronik sedangkan Holmes dan Rahe (1967) menekankan pembagian pada jumlah stres (total amount of change) yang dialami individu yang sangat berpengaruh terhadap efek psikologiknya. Ross dan Viowsky (1979) dalam penelitiannya berpendapat, bahwa bukan jumlah stres maupun

Upload: santychris

Post on 16-Nov-2015

40 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

dd

TRANSCRIPT

Patogenesis Stres menyebabkan gatalStres merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh proliferasi teknologi, perubahan tatanan hidup serta kompetisi antar individu yang makin berat.[1]Dalam ilmu psikologi stres diartikan sebagai suatu kondisi kebutuhan tidak terpenuhi secara adekuat, sehingga menimbulkan adanya ketidakseimbangan. Taylor (1995) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimiawi, fisiologis, kognitif dan perilaku yang bertujuan untuk mengubah atau menyesuaikan diri terhadap situasi yang menyebabkan stres. [1]Faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres disebut stresor. Stresor dibedakan atas 3 golongan yaitu: [1]a. Stresor fisikbiologik : dingin, panas, infeksi, rasa nyeri, pukulan dan lain-lain.b. Stresor psikologis : takut, khawatir, cemas, marah, kekecewaan, kesepian, jatuh cinta dan lain-lain. c. Stresor sosial budaya : menganggur, perceraian, perselisihan dan lain-lain. Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Wheaton (1983) membedakan stres akut dan kronik sedangkan Holmes dan Rahe (1967) menekankan pembagian pada jumlah stres (total amount of change) yang dialami individu yang sangat berpengaruh terhadap efek psikologiknya. Ross dan Viowsky (1979) dalam penelitiannya berpendapat, bahwa bukan jumlah stres maupun beratnya stres yang mempunyai efek psikologik menonjol akan tetapi apakah stres tersebut diinginkan atau tidak diinginkan (undesirable) yang mempunyai potensi besar dalam menimbulkan efek psikologik. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. [1]Stresor pertama kali ditampung oleh pancaindera dan diteruskan ke pusat emosi yang terletak di sistem saraf pusat. Dari sini, stres akan dialirkan ke organ tubuh melalui saraf otonom. Organ yang antara lain dialiri stres adalah kelenjar hormon dan terjadilah perubahan keseimbangan hormon, yang selanjutnya akan menimbulkan perubahan fungsional berbagai organ target. Beberapa peneliti membuktikan stres telah menyebabkan perubahan neurotransmitter neurohormonal melalui berbagai aksis seperti HPA (Hypothalamic-Pituitary Adrenal Axis), HPT (Hypothalamic-Pituitary-Thyroid Axis) dan HPO (Hypothalamic-Pituitary-Ovarial Axis). HPA merupakan teori mekanisme yang paling banyak diteliti. [1]Aksis limbic-hypothalamo-pitutary-adrenal (LHPA) menerima berbagai input, termasuk stresor yang akan mempengaruhi neuron bagian medial parvocellular nucleus paraventricular hypothalamus (mpPVN). Neuron tersebut akan mensintesis corticotropin releasing hormone (CRH) dan arginine vasopressin (AVP), yang akan melewati sistem portal untuk dibawa ke hipofisis anterior. Reseptor CRH dan AVP akan menstimulasi hipofisis anterior untuk mensintesis adrenocorticotropin hormon (ACTH) dari prekursornya, POMC (propiomelanocortin) serta mengsekresikannya. Kemudian ACTH mengaktifkan proses biosintesis dan melepaskan glukokortikoid dari korteks adrenal kortison pada roden dan kortisol pada primata. Steroid tersebut memiliki banyak fungsi yang diperantarai reseptor penting yang mempengaruhi ekspresi gen dan regulasi tubuh secara umum serta menyiapkan energi dan perubahan metabolik yang diperlukan organisme untuk proses coping terhadap stresor. [1]Pada kondisi stres, aksis LHPA meningkat dan glukokortikoid disekresikan walaupun kemudian kadarnya kembali normal melalui mekanisme umpan balik negatif. Peningkatan glukokortikoid umumnya disertai penurunan kadar androgen dan estrogen. Karena glukokortikoid dan steroid gonadal melawan efek fungsi imun, stres pertama akan menyebabkan baik imunodepresi (melalui peningkatan kadar glukokortikoid) maupun imunostimulasi (dengan menurunkan kadar steoid gonadal). Karena rasio estrogen androgen berubah maka stres menyebabkan efek yang berbeda pada wanita dibanding pria. Pada penelitian binatang percobaan, stres menstimulasi respon imun pada betina tetapi justru menghambat respon tersebut pada jantan. Suatu penelitian menggunakan 63 tikus menunjukkan kadar testosteron serum meningkat bermakna dan berahi betina terhadap pejantan menurun. [1]Peningkatan stimulasi respon imun dapat meningkatkan sensitivitas respon imun. Hal ini menyebabkan sistem imun akan bekerja secara berlebihan dan melepaskan mediator inflamasi secara berlebihan pula. Mediator inflamasi klasik, antara lain prostaglandin, bradikinin, leukotrien, serotonin, pH yang rendah dan substansi P, dapat mensensitisasi nosiseptor secara kimiawi. Mediator inflamasi tersebut menurunkan ambang rangsang reseptor terhadap mediator lain seperti histamin dan capsaicin, sebagai akibatnya terjadi induksi rasa gatal. [2]Aktivitas nosiseptor kimia pada penderita gatal kronis menimbulkan sensitisasi sentral sehingga meningkatkan sensitivitas terhadap rasa gatal. Terdapat dua tipe peningkatan sensitivitas terhadap rasa gatal, salah satunya adalah aloknesis yang analog dengan alodinia terhadap rangsang nyeri. Alodinia artinya rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa nyeri oleh penderita dirasakan nyeri, sedangkan aloknesis adalah rabaan atau tekanan ringan yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan rasa gatal oleh penderita dirasakan gatal. Aloknesis sering dijumpai, bahkan pada penderita dermatitis atopik aloknesis merupakan gejala utama. Aloknesis dapat menerangkan keluhan rasa gatal yang berhubungan dengan berkeringat, perubahan suhu mendadak, serta memakai dan melepas pakaian. Seperti halnya alodinia, fenomena ini memerlukan aktivitas sel saraf yang terus berlangsung (ongoing activity). [2]Dermatitis seboroik merupakan penyakit inflamasi kronik yang mengenai daerah kepala dan badan di mana terdapat glandula sebasea1. Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi2. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita1. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Umumnya pada bayi terjadi pada usia 3 bulan sedangkan pada dewasa pada usia 30-60 tahun3.

Dermatitis seboroik dan Pityriasis capitis (cradle cap) sering terjadi pada masa kanak-kanak. Berdasarkan hasil suatu survey terhadap 1116 anak-anak yang mencakup semua umur didapatkan prevalensi dermatitis seboroik adalah 10% pada anak laki-laki dan 9,5% pada anak perempuan. Prevalensi tertinggi pada anak usia tiga bulan, semakin bertambah umur anaknya prevalensinya semakin berkurang. Sebagian besar anak-anak ini menderita dermatitis seboroik ringan3.Secara internasional frekuensinya sebanyak 3-5%. Ketombe yang merupakan bentuk ringan dari dermatitis ini lebih umum dan mengenai 15 - 20% populasi4.A. DefinisiDermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang sering terdapat pada daerah tubuh berambut, terutama pada kulit kepala, alis mata dan muka, kronik dan superfisial5, didasari oleh faktor konstitusi6.

B. EtiologiEtiologi dermatitis seboroik masih belum jelas, meskipun demikian berbagai macam faktor seperti faktor hormonal1, infeksi jamur, kekurangan nutrisi, faktor neurogenik diduga berhubungan dengan kondisi ini3. Menurut Djuanda (1999) faktor predisposisinya adalah kelainan konstitusi berupa status seboroik6.Keterlibatan faktor hormonal dapat menjelaskan kenapa kondisi ini dapat mengenai bayi, menghilang secara spontan dan kemudian muncul kembali setelah pubertas3. Pada bayi dijumpai kadar hormon transplansenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun5.Faktor lain yang berperan adalah terjadinya dermatitis seboroik berkaitan dengan proliferasi spesies Malassezia yang ditemukan di kulit sebagai flora normal3. Ragi genus ini dominan dan ditemukan pada daerah seboroik tubuh yang mengandung banyak lipid sebasea (misalnya kepala, tubuh, punggung). Selden (2005) menyatakan bahwa Malassezia tidak menyebabkan dermatitis seboroik tetapi merupakan suatu kofaktor yang berkaitan dengan depresi sel T, meningkatkan kadar sebum dan aktivasi komplemen4.Dermatitis seboroik juga dicurigai berhubungan dengan kekurangan nutrisi tetapi belum ada yang menyatakan alasan kenapa hal ini bias terjadi3.Pada penderita gangguan sistem syaraf pusat (Parkinson, cranial nerve palsies, major truncal paralyses) juga cenderung berkembang dermatitis seboroik luas dan sukar disembuhkan. Menurut Johnson (2000) terjadinya dermatitis seboroik pada penderita tersebut sebagai akibat peningkatan timbunan sebum yang disebabkan kurang pergerakan. Peningkatan sebum dapat menjadi tempat berkembangnya P. ovale sehingga menginduksi dermatitis seboroik1.Faktor genetik dan lingkungan dapat merupakan predisposisi pada populasi tertentu, seperti penyakit komorbid, untuk berkembangnya dermatitis seboroik. Meskipun dermatitis seboroik hanya terdapat pada 3% populasi, tetapi insidensi pada penderita AIDS dapat mencapai 85%. Mekanisme pasti infeksi virus AIDS memacu onset dermatitis seboroik (ataupun penyakit inflamasi kronik pada kulit lainnya) belum diketahui1.Berbagai macam pengobatan dapat menginduksi dermatitis seborok. Obat-obat tersebut adalah auranofin, aurothioglucose, buspirone, chlorpromazine, cimetidin, ethionamide, griseofulvin, haloperidol, interferon alfa, lithium, methoxsalen, methyldopa, phenothiazines, psoralens, stanozolol, thiothixene, and trioxsalen4.

C. Klasifikasi dan Manifestasi KlinikDermatitis seboroik umumnya berpengaruh pada daerah kulit yang mengandung kelenjar sebasea dalam frekuensi tinggi dan aktif. Distribusinya simetris dan biasanya melibatkan daerah berambut pada kepala meliputi kulit kepala, alis mata, kumis dan jenggot. Adapun lokasi lainnya bisa terdapat pada dahi, lipatan nasolabial, kanalis auditoris external dan daerah belakang telinga. Sedangkan pada tubuh dermatitis seboroik dapat mengenai daerah presternal dan lipatan-lipatan kulit seperti aksila, pusar, inguinal, infra mamae, dan anogenital1.Menurut usia dibagi menjadi dua, yaitu:1. Pada remaja dan dewasaDermatitis seboroik pada remaja dan dewasa dimulai sebagai skuama berminyak ringan pada kulit kepala dengan eritema dan skuama pada lipatan nasolabial atau pada belakang telinga. Skuama muncul pada kulit yang berminyak di daerah dengan peningkatan kelenjar sebasea (misalnya aurikula, jenggot, alis mata, tubuh (lipatan dan daerah infra mamae), kadang-kadang bagian sentral wajah dapat terlibat. Dua tipe dermatitis seboroik dapat ditemukan di dada yaitu tipe petaloid (lebih umum ) dan tipe pityriasiform (jarang). Bentuknya awalnya kecil, papul-papul follikular dan perifollikular coklat kemerah-merahan dengan skuama berminyak. Papul tersebut menjadi patch yang menyerupai bentuk daun bunga atau seperti medali (medallion seborrheic dermatitis). Tipe pityriasiform umumnya berbentuk makula dan patch yang menyerupai pityriasis rosea. Patch-patch tersebut jarang menjadi erupsi3.Pada masa remaja dan dewasa manifestasi kliniknya biasanya sebagai scalp scaling (ketombe) atau eritema ringan pada lipatan nasolabial pada saat stres atau kekurangan tidur3.2. Pada bayiPada bayi, dermatitis seboroik dengan skuama yang tebal, berminyak pada verteks kulit kepala (cradle cap). Kondisi ini tidak menyebabkan gatal pada bayi sebagaimana pada anak-anak atau dewasa. Pada umumnya tidak terdapat dermatitis akut (dengan dicirikan oleh oozing dan weeping). Skuama dapat bervariasi warnanya, putih atau kuning. Gejala klinik pada bayi dan berkembang pada minggu ke tiga atau ke empat setelah kelahiran. Dermatitis dapat menjadi general. Lipatan-lipatan dapat sering terlibat disertai dengan eksudat seperti keju yang bermanifestasi sebagai diaper dermatitis yang dapat menjadi general. Dermatitis seboroik general pada bayi dan anak-anak tidak umum terjadi, dan biasanya berhubungan dengan defisiensi sistem imun. Anak dengan defisiensi sistem imun yang menderita dermatitis seboroik general sering disertai dengan diare dan failure to thrive (Leiners disese). Sehingga apabila bayi menunjukkan gejala tersebut harus dievaluasi sistem imunnya3.

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik dibagi tiga:1.Seboroik kepalaPada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta yang disebut Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri disebut Pitiriasis sika (ketombe)5. Pasien mengeluhkan gatal di kulit kepala disertai dengan ketombe. Pasien berpikir bahwa gejala-gejala itu timbul dari kulit kepala yang kering kemudian pasien menurunkan frekuensi pemakaian shampo, sehingga menyebabkan akumulasi lebih lanjut. Inflamasi akhirnya terjadi dan kemudian gejala makin memburuk1.Bisa pula jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesinya dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik. Dermatitis seboroik yang terjadi pada kepala bayi disebut Cradle cap 5.Selain kulit kepala terasa gatal, pasien dapat mengeluhkan juga sensasi terbakar pada wajah yang terkena. Dermatitis seboroik bisa menjadi nyata pada orang dengan kumis atau jenggot, dan menghilang ketika kumis dan jenggotnya dihilangkan. Jika dibiarkan tidak diterapi akan menjadi tebal, kuning dan berminyak, kadang-kadang dapat terjadi infeksi bakterial1.

2.Seboroik mukaPada daerah mulut, palpebra, sulkus nasolabialis, dagu, dan lain-lain terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai palpebra, bisa terjadi blefaritis. Sering dijumpai pada wanita. Bisa didapati di daerah berambut, seperti dagu dan di atas bibir, dapat terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe5.3.Seboroik badan dan sela-selaJenis ini mengenai daerah presternal, interskapula, ketiak, inframama, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum). Dijumpai ruam berbentuk makula eritema yang pada permukaannya ada skuama berminyak berwarna kekuning-kuningan. Pada daerah badan, lesinya bisa berbentuk seperti lingkaran dengan penyembuhan sentral. Di daerah intertrigo, kadang-kadang bisa timbul fisura sehingga menyebabkan infeksi sekunder5.

D. Diagnosis1. AnamnesisBentuk yang banyak dikenal dan dikeluhkan pasien adalah ketombe/ dandruft. Walaupun demikian, masih terdapat kontroversi para ahli. Sebagian mengganggap dandruft adalah bentuk dermatitis seboroik ringan tetapi sebagian berpendapat lain8.2. Pemeriksaan fisikSecara klinis kelainan ditandai dengan eritema dan skuama yang berbatas relatif tegas. Skuama dapat kering, halus berwarna putih sampai berminyak kekuningan, umumnya tidak disertai rasa gatal8.Kulit kepala tampak skuama patch ringan sampai dengan menyebar, tebal, krusta keras. Bentuk plak jarang. Dari kulit kepala dermatitis seboroik dapat menyebar ke kulit dahi, belakang leher dan belakang telinga4.Distribusi mengikuti daerah berambut pada kulit dan kepala seperti kulit kepala, dahi, alis lipatan nasolabial, jenggot dan belakang telinga. Perluasan ke daerah submental dapat terjadi4.3. HistologisPemeriksaan histologis pada dermatitis seboroik tidak spesifik. Dapat ditemukan hiperkeratosis, akantosis, spongiosis fokal dan paraketatosis4.Biopsi kulit dapat efektif membedakan dermatitis seboroik dengan penyakit sejenis. Pada dermatitis seboroik terdapat neutrofil dalam skuama krusta pada sisi ostia follicular. AIDS berkaitan dengan dermatitis seboroik tampak sebagai parakeratosis, nekrotik keratinosites dalam epidermis dan sel plasma dalam dermis. Ragi kadang tampak dalam keratinosites dengan pengecatan khusus3.

E. Diagnosis Banding1. Dermatitis atopikDermatitis atopik pada dewasa tampak pada fossa antecutabital dan poplitae3.Bayi dapat menderita dermatitis atopi predileksi terutama pada bagian tubuh tertentu (misalnya kulit kepala, wajah, daerah sekitar popok, permukaan otot ekstensor) menyerupai dermatitis seboroik. Akan tetapi dermatitis seboroik pada bayi memiliki ciri-ciri axillary patches, kurang oozing dan weeping dan kurang gatal. Membedakannnya berdasarkan gejala klinis karena kenaikan kadar immunoglobulin E pada dermatitis atopik tidak spesifik.2. KandidiasisPada pemeriksaan histologis kandidiasis menghasilkan pseudohipa3.3. Langenhan cell histiocytosisBayi jarang menderita Langenhan cell histiocytosis. Langenhan cell histiocytosis cirinya seborrheic dermatitis-like eruptions pada kulit kepala disertai demam3.4. PsoriasisPada psoriasis dijumpai skuama yang lebih tebal, kasar, berlapis-lapis, putih seperti mutiara dan tak berminyak. Selain itu ada gejala yang khusus untuk psoriasis5. Tanda lain dari psoriasi seperti pitting nail atau onycholysis distal dapat untuk membantu membedakan3.

5. Pitiriasis rosaseaPitiriaris rosasea dapat terjadi eritem pada wajah menyerupai dermatitis seboroik. Meskipun rosasea cenderung melibatkan daerah sentral wajah tetapi dapat juga hanya pada dahi3. Pada pitiriasis rosea, skuamanya halus dan tak berminyak. Sumbu panjang lesi sejajar dengan garis kulit5.6. TineaPada tinea kapitis, dijumpai alopesia, kadang-kadang dijumpai kerion. Pada tinia kapitis dan tine kruris eritem lebih menonjuo di pinggir dan pinggirnya lebih aktif dibandingkan tengahnya (Hrahap, 2000). Tinea capitis, facei dan korporis dapat ditemukan hipa pada pemeriksaan sitologik dengan potassium hydroksida3.

F. PenatalaksanaanTerapi yang efektif untuk dermatitis seboroik yaitu obat anti inflamasi (immunomodulatory), keratolitik, anti jamur dan pengobatan alternatif3.1.Obat anti inflamasi (immunomodulatory)Terapi konvensional untuk dermatitis seboroik dewasa pada kulit kepala dengan steroid topikal atau inhibitor calcineuron. Terapi tersebut pemberiannya dapat berupa shampo seperti fluocinolon (Synalar), solusio steroid topikal, losio yang dioleskan pada kulit kepala atau krim pada kulit7.Kortikosteroid merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang dengan pesat. Efek utama penggunaan kortikosteroid secara topikal pada epidermis dan dermis ialah efek vasokonstriksi, efek anti inflamasi, dan efek antimitosis. Adanya efek vasokonstriksi akan mengakibatkan berkurangnya eritema. Adanya efek anti inflamasi yang terutama terhadap leukosit akan efektif terhadap berbagai dermatoses yang didasari oleh proses inflamasi seperti dermatitis. Sedangkan adanya efek antimitosis terjadi karena kortikosteroid bersifat menghambat sintesis DNA berbagai jenis sel8.Terapi dermatitis seboroik pada dewasa umumnya menggunakan steroid topikal satu atau dua kali sehari, sering diberikan sebagai tambahan ke shampo. Steroid topikal potensi rendah efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada bayi terletak di daerah lipatan atau dewasa pada persisten recalcitrant seborrheic dermatitis. Topikal azole dapat dikombinasikan dengan regimen desonide (dosis tunggal perhari selama dua minggu)3. Akan tetapi penggunaan kortikosteroid topikal ini memiliki efek samping pada kulit dimana dapat terjadi atrofi, teleangiectasi dan dermatitis perioral7.Topikal inhibitor calcineurin (misalnya oinment tacrolimus (Protopix), krim pimecrolimus (Elidel)) memiliki efek fungisidal dan anti inflamasi tanpa resiko atropi kutaneus. Inhibittor calcineurin juga baik untuk terapi dimana wajah dan telinga terlibat, tetapi efeknya baru bisa dilihat setelah pemberian tiap hari selama seminggu3.2.KeratolitikTerapi lain untuk dermatitis seboroik dengan menggunakan keratolitik. Keratolitik yang secara luas dipakai untuk dermatitis seboroik adalah tar, asam salisiklik dan shampo zinc pyrithion. Zinc pyrithion memliki efek keratolitik non spesifik dan anti fungi, dapat diberikan dua atau tiga kali per minggu. Pasien sebaiknya membiarkan rambutnya dengan shampo tersebut selama lima menit agar shampo mencapai kulit kepala. Pasien dapat menggunakannya juga untuk tempat lain yang terkena seperti wajah3.3.Anti fungiSebagian besar anti jamur menyerang Malassezia yang berkaitan dengan dermatitis seboroik. Dosis satu kali sehari gel ketokonazol (Nizoral) dalam dua minggu, satu kali sehari regimen desonide (Desowan) dapat berguna untuk dermatitis seboroik pada wajah. Shampo yang mengandung selenium sulfide (Selsun) atau azole dapat dipakai. Shampo tersebut dapat diberikan dua sampai tiga kali seminggu. Ketokonazole (krim atau gel foaming) dan terbinfin (Lamisil) oral dapat berguna. Anti jamur topikal lainnya seperti ciclopirox (Loprox) dan flukonazole (Diflucan) mempunyai efek anti inflamasi juga3.Anti jamur (selenium sulfide, pytrithion zinc, azola, sodium sulfasetamid dan topical terbinafin) dapat menurunkan kolonisasi oleh ragi lipopilik1.4.Pengobatan AlternatifTerapi alami menjadi semakin popular. Tea tree oil (Melaleuca oil) merupakan minyak essensial dari seak belukar Australia. Terapi ini efektif dan ditoleransi dengan baik jika digunakan setiap hari sebagai shampo 5%3.

1.Penatalaksanaan dermatitis seboroik pada kulit kepala dan daerah jenggotBanyak kasus dermatitis seboroik di kulit kepala dapat diterapi secara efektif dengan memakai shampo tiap hari atau berselang satu hari dengan shampo anti ketombe yang mengandung 2,5 persen selenium sulfide atau 1-2 persen pyrithione zinc. Alternatif lain shampo ketoconazole dapat dipakai. Shampo sebaiknya mengenai kulit kepala dan daerah jenggot selama 5 sampai 10 menit sebelum dibilas. Shampo moisturizing dapat dipakai setelah itu untuk mencegah kerontokan rambut. Setelah penyakit dapat dikendalikan frekuensi memakan shampo dapat dikurangi menjadi dua kali seminggu atau seperlunya. Solusio topical terbinafin 1 % efektif untuk terapi dermatitis seboroik pada kulit kepala1.Jika kulit kepala tertutupi oleh skuama difus dan tebal, skuama dapat dihilangkan dengan memberikan minyak mineral hangat atau minyak zaitun pada kulit kepala dan dibersihkan dengan deterjen seperti dishwashing liquid atau shampoo tar beberapa jam setelahnya1.Skuama ekstensif dengan peradangan dapat diterapi dengan moistening kulit kepala dan kemudian memberikan fluocinolone asetonid 0,01% dalam minyak pada malam hari diikuti dengan shampo pada pagi harinya. Terapi ini dilakukan sampai dengan peradangan bersih, kemudian frekuensinya diturunkan menjadi satu sampai tiga kali seminggu. Solusio kortikostreroid, losion atau ointment dipakai satu atau dua kali sehari di tempat fluocinolon acetonid dan dihentikan pada saat gatal dan eritema hilang. Pemberian kortikosteroid dapat diulang satu sampai tiga minggu sampai gatal dan eritemanya hilang dan kemudian dipakai lagi jika diperlukan. Pemeliharaan dengan shampo anti ketombe dapat secara adekuat. Pasien dianjurkan agar memakai steroid topikal poten dengan hemat sebab pemakaian yang berlebihan dapat menyebabkan atrofi dan telangiectasi pada kulit1.Bayi sering terkena dermatitis seboroik, disebut cradle cap. Dapat mengenai kulit kepala, wajah dan intertrigo. Daerah yang terkena dapat luas tetapi kelainan ini dapat sembuh secara spontan 6-12 bulan dan tidak kambuh sampai dengan pubertas. Terapinya dapat dengan memakai shampo antiketombe. Jika skuama mencakup daerah luas pada kepala, skuama dapat dilembutkan dengan minyak yang disikan ke sikat rambut bayi kemudian dibilas1.2.Penatalaksanaan pada wajahDaerah pada wajah yang terkena dapat sering di cuci dengan shampo yang efektif untuk seborik. Alternatif lain dapat dipakai kream ketokonazone 2%, diberikan 1-2 kali. Hidrokortison 1% sering kali diberikan 1-2 kali dan akan menghasilkan proses resolusi eritema dan gatal. Losion Sodium sulfacetamide 10% juga efektif sebagai agen topikal untuk dermatitis seboroik.3.Penatalaksaan pada tubuhDapat diterapi dengan zinc atau shampo yang mengandung tar batu bara atau dengan dicuci dengan sabun yang mengandung zinc. Sebagai tambahan dapat dipakai krim ketokonazole 2 % dan atau krim kortikosteroid, losion atau solusion yang dipakai 1-2 kali sehari. Benzoil peroksida dapat dipakai untuk dermatitis seboroik pada tubuh. Pasien harus membilas secara menyeluruh setelah pemakaian zat tersebut1.4.Penatalaksanaan dermatitis seboroik beratPada pasien dengan dermatitis seboroik berat yang tidak responsif dengan terapi topikal yang biasa dapat di terapi dengan isotretionoin. Isotretinoin dapat menginduksi pengecilan glandula sebasea sampai dengan 90% dengan mengurangi produksi sebum. Isotretinoin juga dapat dipakai sebagai anti inflamasi. Terapi dengan isotretinoin 0,1 0,3 mg/ kg BB/ hari dapat memperbaiki dermatitis seboroiknya. Kemudian dosis pemeliharaan 5-10 mg/ hari efektif untuk beberapa tahun. Akan tetapi isotretinoin memiliki efek samping serius, yaitu teratogenik, hiperlipidemia, neutropenia, anemia dan hepatitis. Efek samping mukokutaneus mencakup khelitis, xerosis, konjungtivitis, uretritis dan kehilangan rambut. Penggunaan jangka panjang berhubungan dengan perkembangan diffuse idiopathic skeletal hyperostosis (DISH) 1.Pendekatan lain pada pasien yang sulit dengan mencoba berbagai macam kombinasi yang berbeda dari obat-obat yang biasa dipakai: shampo anti ketombe, anti jamur dan steroid topikal. Jika ini gagal dapat dipakai steroid topikal poten jangka pendek . Pilihan terapinya mencakup steroid kelas III non fluorinate seperti mometasone furoate (Elocon) atau menggunakan steroid ekstra poten kelas I atau steroid topikal kelas II seperti clobetasol propionate (Temovate) atau fluocinonude (Lidex). Steroid topikal kelas III harus dipakai lebih dulu, tetapi jika masih tidak resposif dapat menggunakan kelas I. Obat tersebut dapat diberikan satu sampai dua kali sehari, bahkan untuk wajah, tetapi harus dihentikan setelah dua minggu sebab terjadinya peningkatan efek samping. Jika pasien respon sebelum dua minggu, obat harus di stop sesegera mungkin1.Sebagian besar kortikosteroid tersedia sebagai solusio, losion, kream dan ointment. Penggunaan vehikulum ini tergantung pasien dan lokasi terapi. Losion dan kream sering digunakan pada wajah dan tubuh sedangkan solusio dan ounment sering digunakan pada kulit kepala. Umumnya pemakaian solusio kulit kepala lebih dipilih pada orang kulit putih dan asia, untuk orang kulit hitam mungkin terlalu kering, ointment merupakan pilihan yang lebih baik1.G. SaranPenderita harus diberitahu bahwa penyakit berlangsung kronik dan sering kambuh. Harus dihindari factor pencetus seperti stress emosional, makanan berlemak dan sebagainya5.

H. PrognosisPada sebagian kasus yang mempunyai factor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan6.

DERMATITIS NUMULARISDermatitis adalah peradangan pada kulit yang merupakan respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi yang polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfk). Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis.

Dermatitis numular merupakan suatu peradangan dengan lesi yang menetap, dengan keluhan gatal, yang ditandai dengan lesi berbentuk uang logam, sirkular atau lesi oval berbatas tegas, umumnya ditemukan pada daerah tangan dan kaki. Lesi awal berupa papul disertai vesikel yang biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing). Nama lain dari dermatitis nummular adalah ekzem diskoid, ekzem numular, nummular eczematous dermatitis. Terdapat beberapa klasifikasi dermatitis berdasarkan lokasi kelainan, penyebab, usia, faktor konstitusi.

EPIDEMIOLOGIAngka kejadian dermatitis numular pada usia dewasa lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, onsetn puncaknya ya pada usia antara 55 dan 65 tahun. Pada wanita onset puncaknya pada usia 15 25 tahun. Penyakit ini jarang terjadi pada anak-anak dibawah usia 1 tahun, hanya sekitar 7 dari 466 anak yang menderita dermatitis numular dan frekuensinya cenderung meningkat sesuai dengan peningkatan umur.

ETIOLOGIPenyebab dermatitis numularis sampai saat ini belum diketahui. Namun demikian banyak faktor predisposisi, baik predisposisi primer maupun sebagai predisposisi sekunder telah diketahui sebagai agen etiologi. Staphylokokkus dan mikrokokus diketahui sebagai penyebab langsung melalui mekanisme hipersensitivitas. namun demikian, perannya secara patologis belum juga diketahui. Dalam beberapa kasus, adanya tekanan emosional, trauma lokal seperti gigitan serangga dan kontak dengan bahan kimia mungkin dapat mempengaruhi timbulnya dermatitis numular, tetapi bukan merupakan penyebab utama. Penyakit ini umumnya cenderung meningkat pada musim dingin, juga dihubungkan dengan kondisi kulit yang kering dan frekuensi mandi yang sering dalam sehari akan memperburuk kondisi penyakit ini.

PATOFISIOLOGIDermatitis numular merupakan suatu kondisi yang terbatas pada epidermis dan dermis saja. Hanya sedikit diketahui patofisiologi dari penyakit ini, tetapi sering bersamaan dengan kondisi kulit yang kering. Adanya fissura pada permukaan kulit yang kering dan gatal dapat menyebabkan masuknya alergen dan mempengaruhi terjadinya peradangan pada kulit. Suatu penelitian menunjukkan dermatitis numularis meningkat pada pasien dengan usia yang lebih tua terutama yang sangat sensitif dengan bahan-bahan pencetus alergi. Barrier pada kulit yang lemah pada kasus ini menyebabkan peningkatan untuk terjadinya dermatitis kontak alergi oleh bahan-bahan yang mengandung metal. Karena pada dermatitis numular terdapat sensasi gatal, telah dilakukan penelitian mengenai peran mast cell pada proses penyakit ini dan ditemukan adanya peningkatan jumlah mast cell pada area lesi dibandingkan area yang tidak mengalami lesi pada pasien yang menderita dermatitis numularis. Suatu penelitian juga mengidentifikasi adanya peran neurogenik yang menyebabkan inflamasi pada dermatitis numular dan dermatitis atopik dengan mencari hubungan antara mast cell dengan saraf sensoris dan mengidentifikasi distribusi neuropeptida pada epidermis dan dermis dari pasien dengan dermatitis numular. Peneliti mengemukakan hipotesa bahwa pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya dari mast cell yang kemudian berinteraksi dengan neural C-fibers dapat menimbulkan gatal. Para peneliti juga mengemukakan bahwa kontak dermal antara mast cell dan saraf, meningkat pada daerah lesi maupun non lesi pada penderita dermatitis numular. Substansi P dan kalsitonin terikat rantai peptide meningkat pada daerah lesi dibandingkan pada non lesi pada penderita dermatitis numular. Neuropeptida ini dapat menstimulasi pelepasan sitokin lain sehingga memicu timbulnya inflamasi.Penelitian lain telah menunjukkan bahwa adanya mast cell pada dermis dari pasien dermatitis numular menurunkan aktivitas enzim chymase, mengakibatkan menurunnya kemampuan menguraikan neuropeptida dan protein. Disregulasi ini dapat menyebabkan menurunnya kemampuan enzim untuk menekan proses inflamasi.GEJALA KLINISGejala gejala yang umum pada dermatitis numularis, antara lain: Timbul rasa gatal Luka kulit yang antara lain makula, papul, vesikel, atau tambalan : Bentuk numular (seperti koin). Terutama pada tangan dan kaki. Umumnya menyebar. Lembab dengan permukaan yang keras. Kulit bersisik atau ekskoriasi. Kulit yang kemerahan atau inflamasi.Secara umum, ada 3 bentuk klinis dermatitis nummular yang dapat dibedakan, yaitu; 1. Dermatitis numular pada tangan dan lengan.Kelainannya terdapat pada punggung tangan serta di bagian sisi atau punggung jari-jari tangan. Sering dijumpai sebagai plak tunggal yang terjadi pada sisi reaksi luka bakar, kimia atau iritan. Lesi ini jarang meluas. 2. Dermatitis numular pada tungkai dan badan.Bentuk ini merupakan bentuk yang lebih sering dijumpai. Pada sebagian kasus, kelainan sering didahului oleh trauma lokal ataupun gigitan serangga. Umumnya kelainan bersifat akut, persisten dan eksudatif. Dalam perkembangannya, kelainan dapat sangat edematous dan berkrusta, cepat meluas disertai papul-papul dan vesikel yang tersebar. Pada Dermatitis numular juga sering dijumpai penyembuhan pada bagian tengah lesi, tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada kelainan ini bagian tepi lebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas. Lesi permulaan biasanya timbul di tungkai bawah kemudian menyebar ke kaki yang lain, lengan dan sering ke badan.3. Dermatitis numular bentuk kering.Bentuk ini jarang dijumpai dan berbeda dari dermatitis numular umumnya karena di sini dijumpai lesi diskoid berskuama ringan dan multipel pada tungkai atas dan bawah serta beberapa papul dan vesikel kecil di bagian tepinya di atas dasar eritematus pada telapak tangan dan telapak kaki. Gatal minimal yang berbeda sekali dengan bentuk dermatitis numular lainnya. Menetap bertahun-tahun dengan fluktuasi atau remisi yang sulit diobati.

INCLUDEPICTURE "file:///C:%5CUsers%5CDhanny%5CAppData%5COICE_15_974FA576_32C1D314_2447%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image006.jpg" \* MERGEFORMATINET INCLUDEPICTURE "file:///C:%5CUsers%5CDhanny%5CAppData%5COICE_15_974FA576_32C1D314_2447%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image002.jpg" \* MERGEFORMATINET

Gambar 2 : Lesi yang khas berbentuk koin pada dermatitis numularis. DIAGNOSISDermatitis numular dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis dan gejala klinis. Tingkat gatal dan terjadinya likenifikasi akan membedakannya dari neurodermatitis. Distribusi lesi biasanya pada kedua lutut, kedua siku dan kulit kepala. Pada psoriasis, lesinya kering, skuamanya lebih tebal dan iritasinya lebih ringan, patch test dan prick test akan membantu mengidentifikasikan penderita dengan dermatitis kontak.PEMERIKSAAN PENUNJANGPada pemeriksaan laboratorium, tidak ada penemuan yang spesifik. Untuk membedakannya dengan penyakit lain, seperti dermatitis karena kontak diperlukan patch test dan prick test untuk mengidentifikasikan bahan kontak. Pemeriksaan KOH untuk membedakan tinea dengan dermatitis numular yang mempunyai gambaran penyembuhan di tengah. Jika ada kondisi lain yang sangat mirip dengan penyakit ini sehingga sulit untuk menentukan diagnosisnya (contohnya pada tinea, psoriasis) dapat dilakukan biopsi. Gambaran histopatologi yang ditemukan pada lesi akut adalah spongiosis, vesikel intradermal, serbukan sel radang, limfosit dan makrofag di sekitar pembuluh darah. Pada lesi kronis ditemukan akantosis teratur, hipergranulosis, dan hyperkeratosis dan spongiosis ringan.

I. DIAGNOSIS BANDINGDiagnosis banding dari dermatitis numularis antara lain : 1. Dermatitis atopik Merupakan peradangan kulit yang kronis dan residif, disertai gatal, umumnya terjadi pada masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Umumnya pada pasien dengan lesi pada tangan. Patch test dan prick test dapat membantu jika terdapat riwayat dermatitis atopik.

INCLUDEPICTURE "file:///C:%5CUsers%5CDhanny%5CAppData%5COICE_15_974FA576_32C1D314_2447%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_image008.jpg" \* MERGEFORMATINET

Gambar 2. Bentuk lesi dermatitis atopik persisten pada daerah telapak tangan dan daerah dada.2. DermatofitosisMerupakan penyakit jamur yang menyerang kulit, yakni pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh dermatofita. Pada dermatosis dapat terlihatsebagaitineadenganpinggiraktif, bagiantengahagakmenyembuh, tetapi secara klinis berbeda dari bentuk lesi tinea. Pada dermatitis numularis bagian tepilebih vesikuler dengan batas relatif kurang tegas dibandingkan tinea. Pada tinea, dapat dicari hifa dari sediaan langsung untuk menegakkan diagnosis.3. Pitiriasis roseaMerupakan peradangan yang ringan dengan penyebab yang belum diketahui. Banyak diderita oleh wanita yang berusia antara 15 dan 40 tahun terutama pada musim semi dan musim gugur. Gambaran klinisnya bisa menyerupai dermatitis numular. Tetapi umumnya terdapat sebuah lesi yang besar yang mendahului terjadinya lesi yang lain. Lesi tambahan cenderung mengikuti garis kulit dengan distribusi pohon cemara dan biasanya disertai dengan rasa gatal yang ringan. Lesi-lesi tunggal berwarna merah muda terang dengan skuama halus. Bisa juga lebih eritematus. Pitiriasis rosea berakhir antara 3-8 minggu dengan penyembuhan spontan.Bentuk lesi pada pitiriasis rosea dengan lesi awalnya lebih besar dan mengikuti garis kulit yang berbentuk seperti pohon cemara.4. PsoriasisPsoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas, dengan skuama yang kasar, berlapis, dan transparan. Disertai fenomena tetesan lilin, auspitz, dan koebner.TATALAKSANAPenatalaksanaa pada dermatitis disusahakan menemukan penyebab atau faktor yang memprovokasi terjadinya dermatitis. Diantaranya:.

1. Melindungi kulit dari trauma.

Karena pada jenis ini biasanya berawal dari trauma kulit minor. Jika ada trauma pada tangan, gunakan sarung tangan supaya tidak teriritasi.

2. Emollients.Emollients merupakan pelembab. Digunakan untuk mengurangi kekeringan pada kulit. Contoh emollients yang sering digunakan antara lain ; aqueous cream, gliserine dan cetomacrogol cream, wool fat lotions.Pengobatan topikal:1. Obat Antiinflamasi.

Diberikan untuk menghilangkan peradangan pada kulit dan mengurangi iritasi kulit. Misalnya dengan pemberian preparat ter, glukokortikoid, takrolimus, atau pimekrolimus. KS topikal yang diberikan contohnya triamcinolone 0,025-0,1%.

Pengobatan Sistemik1. Antibiotik

Untuk mengobati jika terjadi infeksi sekunder.

2. Antihistamin oral.

Digunakan untuk mengurangi gatal. Biasa digunakan antihistamin golongan H1, misalnya hidroksisin HCl.

3. Steroid sistemik.

Digunakan untuk kasus-kasus dermatitis numular yang berat, hanya dierikan dalam jangka waktu pendek, diberikan prednilson dengan dosis oral 40-60 mg 4 kali per hari dengan dosis yang diturunkan secara perlahan-lahan. Hanya berguna dalam beberapa minggu, dermatitis yang belum sembuh sempurna, dapat ditangani dengan pemberian krim steroid dan emolilients.

PROGNOSISPasien perlu untuk diberitahukan tentang perkembangan atau perjalanan penyakit dari dermatitis numular yang cenderung sering berulang. Mencegah atau menghindari dari faktor-faktor yang memperburuk atau meningkatkan frekuensi untuk cenderung berulang dengan menggunakan pelembab pada kulit akan sangat membantu mencegah penyakit ini. Dari data pengamatan, didapatkan 22% sembuh, 25% pernah sembuh beberapa minggu hingga tahun, dan 53% tidak bebas lesi tanpa pengobatan. Daftar Pustaka1. Djuanda S, Sularsito SA. Dermatitis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

2. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Diseases of the Skin Clinical Dermatology. Eleventh Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2011.3. Budimulja U. Mikosis. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

4. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.