klasifikasi - patogenesis - manifestasi klinis astigmatisma

12
1. Klasifikasi Astigmatisma Mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis fokus. Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2 garis fokus ini, yakni sebagai berikut: (AAO Section 3) a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang lainnya berada di retina. b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan retina. c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan yang lainnya berada di retina. d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang retina. e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang lainnya berada di belakang retina. 1

Upload: syandrez-prima-putra

Post on 12-Dec-2014

613 views

Category:

Documents


65 download

DESCRIPTION

Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

TRANSCRIPT

Page 1: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

1. Klasifikasi Astigmatisma

Mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis fokus. Astigmatisma dapat

dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2 garis fokus ini, yakni sebagai

berikut: (AAO Section 3)

a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan

yang lainnya berada di retina.

b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan retina.

c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan

yang lainnya berada di retina.

d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang retina.

e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang

lainnya berada di belakang retina.

(Gambar 1. Jenis-jenis astigmatisma) (AAO Section 3)

1

Page 2: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua, yakni

astigmatisma reguler dan ireguler. (AAO Section 3)

a. Astigmatisma Reguler

Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang konstan

pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu sama pada

setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.

Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:

1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-

anak, dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/

kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai

pada/ mendekati meridian 90. (AAO Section 3, Vaughan, Khurana)

2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang

dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/

kelengkungan yang lebih besar, dan sebuah koreksi silinder plus dipakai pada/

mendekati meridian 180. (AAO Section 3, Vaughan, Khurana)

3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/

mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135. (AAO

Section 3)

4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut

yang sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.

(Khurana)

b. Astigmatisma Ireguler

Yakni apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari titik

ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada setiap

titik, kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara

keseluruhan, meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain.

Sebenarnya setiap mata normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler,

dan peralatan seperti topografer kornea dan wavefront aberrometer dapat digunakan

untuk mendeteksi keadaan ini secara klinis. (AAO Section 3)

2

Page 3: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

2. Patogenesis dan Patofisiologi

Astigmatisma adalah kondisi pada mata dimana berkas cahaya dari sebuah benda tidak

terfokus pada satu titik, karena adanya perbedaan-perbedaan pada kelengkungan kornea ataupun

lensa pada meridian-meridian yang berbeda (AAO). Namun penyebab umum astigmatisma

adalah kelainan bentuk kornea, meskipun lensa kristalina juga dapat berperan (Vaughan). Kornea

pada mata normal melengkung seperti bola basket, dengan sudut dan kebulatan ang sama di

semua areanya. Namun mata dengan astigmatisma memiliki kornea yang lebih melengkung lagi

seperti bola football Amerika, engan beberapa area lebih curan atau lebih bulat dibandingkan

yang lainnya. Hal ini dapat menyebabkan bayangan yang muncul menjadi kabur dan melebar

(NEI).

(Gambar 2. Pembentukan bayangan pada mata Astigmatisma) (BGMD)

3

Page 4: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembiasan mata dengan astigmatisma

memiliki dua titik fokus yang berbeda pada setiap meridian, baik horizontal maupun vertikal.

(Gambar 2. Perbedaan titik fokus pada meridian lensa astigmatisma) (MIT)

4

Page 5: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

a. Astigmatisma Reguler

Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan

equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang lain. Satu

meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis meridian ini

disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus (Olujic SM).

Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi

terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/ 90 satu

sama lain. (Olujic SM)

Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang

horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea. Tipe

astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak. Sementara itu, apabila

meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan astigmatisma against-the-

rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama ini

menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D). (Olujic SM).

Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan

astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa dikompensasi dan

tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika lebih dari ¾ D, ia dapat

mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif. Akan tetapi, astigmatisma tipe

reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D. (Olujic SM)

Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak

memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian. Kelengkungan

lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan nilai yang ekstrim berada

di meridian 90. Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-beda dari satu meridian ke

meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak memiliki satu titik fokus, namun ada dua

garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum dari permukaan astigmatisma adalah sferosilinder,

atau torus, yang mirip dengan bentuk bola football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan

sebagai gabungan lensa sferis dan lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas

cahaya yang berasal dari satu sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini disebut

dengan istilah conoid of Sturm. (AAO, Section 3)

5

Page 6: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

(Gambar 4. Conoid of Sturm) (AAO Section 3)

Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridian-

meridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap garis-garis

fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang berbeda sejauh

panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua garis fokus ini. Pada

setiap dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler. Potongan sirkuler dari berkas

sinar ini disebut circle of least confusion, dan merepresentasikan fokus terbaik dari lensa

sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis

yang sama dengan kekuatan sferis rata-rata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-rata

kekuatan sferis lensa sferosilinder merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat

dihitung dengan rumus:

Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2 (AAO, Section 3)

6

Page 7: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

b. Astigmatisma Irreguler

Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal pada

meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari perubahan

patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus, keratokonus, dan lain-

lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain). (Olujic

SM)

Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan

kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia. Semua mata memiliki setidaknya

sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler dalam hal ini

digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat. (Olujic SM)

Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang

saling tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada

meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi

akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa

yang berbeda (Sidarta).

3. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis astigmatisma antara lain sebagai berikut (NEI, NIH):

Pandangan kabur pada semua jarak penglihatan

Kesulitan melihat objek secara detail

Sakit kepala

Mata terasa tegang

Sering menyipitkan mata saat melihat

Sulit berkendara saat malam hari

7

Page 8: Klasifikasi - Patogenesis - Manifestasi Klinis Astigmatisma

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology, 2011. Clinical Optics. Section 3. PP: 93 – 116.

2. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam: Advances

in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 – 190. Diakses dari

www.intechopen.com/download/pdf/29985 pada tanggal 5 Mei 2013.

3. Massauchets Institute of Technology (MIT), 2003. Understanding Astigmatism. Diakses

dari http://ocw.mit.edu/courses/media-arts-and-sciences/mas-450-holographic-imaging-

spring-2003/readings/understandingastigmatism.pdf. pada tanggal 5 Mei 2013.

4. Black gates Meek & Dong (BGMD) Optometrists. Astigmatism. Diakses dari

http://www.totaleyecare.co.nz/uploads/pdfs/Astigmatism.pdf. pada tanggal 5 Mei 2013.

5. National Eye Institute (NEI). Astigmatism. Diakses dari

http://www.nei.nih.gov/healthyeyestoolkit/factsheets/Astigmatism.pdf. pada tanggal 5

Mei 2013.

6. National Institute of Health, 2012. Astigmatism. Diakses dari

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001015.htm pada tanggal 5 Mei 2013.

7. Sidharta, Ilyas. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Halaman: 81 –

83.

8. Eva PR, 2009. Optik dan Refraksi. Dalam: Vaughan & Asbury: Oftalmologi umum; alih

bahasa, Brahm U.Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Diana Susanto. Ed. 17. Jakarta:

EGC.

9. Khurana, 2007. Comprehensive Ophtalmology. Fourth Edition. New Delhi: New Age

International (P) Limited, Publishers. PP: 36 – 38.

8