patofisiologi placenta previa
DESCRIPTION
placenta previaTRANSCRIPT
PATOFISIOLOGI PLACENTA PREVIA
Perdarahan antepartum yang disebabkan oleh plasenta previa umumnya terjadi pada triwulan
ketiga karena saat itu segmen bawah uterus lebih mengalami perubahan berkaitan dengan
semakin tuanya kehamilan, segmen bawah uterus akan semakin melebar, dan serviks mulai
membuka. Perdarahan ini terjadi apabila plasenta terletak diatas ostium uteri interna atau di
bagian bawah segmen rahim.
Pembentukan segmen bawah rahim dan pembukaan ostium interna akan menyebabkan robekan
plasenta pada tempat perlekatannya (Cunningham et al, 2005).
Darah yang berwarna merah segar, sumber perdarahan dari plasenta previa ini ialah sinus uterus
yang robek karena terlepasnya plasenta dari dinding uterus, atau karena robekan sinus marginalis
dari plasenta. Perdarahannnya tak dapat dihindarkan karena ketidakmampuan serabut otot
segmen bawah uterus untuk berkontraksi menghentikan perdarahan tersebut, tidak sama
dengan serabut otot uterus menghentikan perdarahan pada kala III pada plasenta yang letaknya
normal. Semakin rendah letak plasenta, maka semakin dini perdarahan yang terjadi. Oleh
karena itu, perdarahan pada plasenta previa totalis akan terjadi lebih dini daripada plasenta letak
rendah yang mungkin baru berdarah setelah persalinan mulai (Oxorn, 2003).
2.2. Seksio Sesarea
2.2.1. Definisi Seksio Sesarea
Istilah seksio sesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang artinya “memotong”. Pengertian
ini dapat dijumpai dalam hukum roma yaitu lex regia atau lex caesarea yang merupakan hukum
yang menjelaskan bahwa prosedur tersebut dilakukan di akhir kehamilan pada seorang wanita
yang dalam keadaan sekarat demi menyelamatkan calon bayinya (Cunningham et al, 2005).
Seksio sesarea merupakan suatu proses insisi dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan
janin (Dorland, 2002).
Seksio sesarea merupakan prosedur operasi yang dilakukan pada fetus pada akhir minggu ke-28
melalui penyayatan atau pengirisan pada dinding perut dan dinding rahim (Dutta, 2004). Seksio
sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin yang dilahirkan melalui insisi atau
penyayatan pada dinding perut
dan dinding rahim dengan syarat rahim ibu dalam keadaan baik dan berat janin diatas 500 gram
(Wiknjosastro, 2005)
2.2.2. Indikasi Seksio Sesarea
Menurut Scott (2002) dalam Sinaga (2009), melahirkan dengan seksio sesarea sebaiknya
dilakukan atas pertimbangan medis dengan memperhatikan kesehatan ibu maupun bayinya.
Dengan maksud bahwa janin atau ibu dalam kadaan gawat darurat sehingga hanya dapat
diselamatkan dengan persalinan seksio sesarea dengan tujuan untuk memperkecil timbulnya
resiko pada ibu maupun bayinya.
Menurut Cunningham, et al (2005), lebih dari 85 % persalinan seksio sesarea disebabkan oleh:
1. Riwayat seksio sesarea
2. Distosia persalinan dan kemacetan persalinan
3. Gawat janin
4. Letak sungsang
Menurut Ricci (2001) indikasi persalinan seksio sesarea dibedakan berdasarkan beberapa faktor
yaitu :
a. Faktor ibu
Indikasi yang paling sering terjadi yaitu, disproporsi Sefalo-pelvik yang merupakan
ketidakseimbangan antara ukuran kepala bayi dengan ukuran panggul ibu (Decherney, Nathan,
Goodwin, Laufer, 2007). Selain itu dapat juga disebabkan oleh disfungsi uterus, ruptura uteri,
partus tak maju yang merupakan, persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara,
dan lebih dari 18 jam pada multipara yang terjadi meskipun terdapat kontraksi uterus yang kuat,
janin tidak dapat turun karena faktor mekanis (Mochtar,1998).
b. Faktor janin
b.1. Gawat janin
Keadaan gawat janin yang disertai dengan kondisi ibu yang kurang baik dianjurkan untuk
dilakukan persalinan seksio sesarea. Jika ibu mengalami tekanan darah tinggi, kejang ataupun
gangguan pada ari-ari maupun tali pusar dapat mengakibatkan gangguan aliran oksigen kepada
bayi sehingga dapat
menyebabkan kerusakan otak yang bahkan dapat menimbulkan kematian janin dalam rahim
(Oxorn, 2003).
b.2. Prolaps tali pusat
Kejadian ini lebih sering terjadi jika tali pusar panjang dan jika plasenta letaknya rendah.
Keadaan ini tidak mempengaruhi keadaan ibu secara langsung tetapi dapat sangat
membahayakan janin karena tali pusat dapat tertekan antara bagian depan anak dan dinding
panggul yang akan timbul asfiksia (Bratakoesuma, 2004).
b.3. Malpresentasi janin
i. Letak sungsang
Bayi letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang letaknya
paling rendah (Bratakoesuma, 2004). Sekarang ini banyak kelainan letak bayi yang dilahirkan
melalui persalinan seksio sesarea. Hal ini karena risiko kematian dan kecacatan yang timbul
karena persalinan pervaginam jauh lebih tinggi. Secara teori penyebab kelainan ini dapat terjadi
karena faktor ibu seperti kelainan bentuk rahim, letak plasenta yang rendah ataupun tumor jinak
yang terdapat dalam rahim (Dewi, 2007).
ii. Letak Lintang
Bayi letak lintang yaitu apabila sumbu memanjang janin menyilang sumbu memanjang ibu
secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat. Dalam kedaan normal yang cukup bulan bayi letak
lintang tidak mungkin untuk dilahirkan secara spontan. Janin hanya dapat dilahirkan secara
spontan jika janin prematur, sudah mati serta bila panggul ibu lebar (Bratakoesuma, 1998).
c. Faktor plasenta
c.1. Plasenta previa
Letak plasenta yang ada di depan jalan lahir atau implantasi plasenta yang tidak normal yang
dapat menutupi seluruhnya ataupun sebagian dari ostium internum sehingga dapat menghambat
keluarnya bayi melalui jalan lahir (Chalik, 2008).
c.2. Solusio plasenta
Solusio plasenta merupakan keadaan terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta yang letaknya
normal dari perlekatannya diatas 22 minggu dan sebelum anak lahir (Mose, 2004). Pelepasan
plasenta ini biasanya ditandai dengan perdarahan yang keluar melalui vagina, tetapi juga dapat
menetap di dalam rahim, yang dapat menimbulkan bahaya pada ibu maupun janin. Biasanya
dilakukan persalinan seksio sesarea untuk menolong agar janin segera lahir sebelum mengalami
kekurangan oksigen ataupun keracunan oleh air ketuban, serta dapat menghentikan perdarahan
yang dapat menyebabkan kematian ibu (Mochtar, 1998).
Menurut Dutta (2004), indikasi persalinan seksio sesarea dibagi atas dua kategori yaitu:
a. Indikasi absolut
Apabila terjadi plasenta previa sentral, adanya Cephalopelvic Disproportion/ CPD, adanya massa
pada pelvis sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan, adanya kanker serviks, dan adanya
obstruksi pada vaginal ( atresia, stenosis).
b. Indikasi relatif
Apabila ibu telah mengalami persalinan seksio sesarea sebelumnya, dijumpai adanya fetal
distress, distosia, perdarahan antepartum, malpresentasi, gangguan tekanan darah ibu, serta
adanya penyakit yang menyertai ibunya.
2.2.3. Jenis seksio sesarea
Menurut Mochtar (1998) jenis operasi seksio sesarea yaitu:
a. Seksio sesarea transperitonealis:
a.1. Seksio sesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira
sepanjang 10 cm. Jenis seksio sesarea ini memiliki kelebihan berupa pengeluaran janin lebih
cepat, tidak mengakibatkan kandung kemih tertarik, serta sayatan bisa diperpanjang proksimal
atau distal. Namun metode persalinan seksio sesare ini dapat menyebabkan penyebaran infeksi
intraabdominal yang lebih mudah karena tidak adanya reperitonealis yang baik.
Serta lebih mudah terjadi ruptur uteri spontan pada persalinan berikutnya (Mochtar, 1998).
a.2. Seksio sesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah
rahim kira-kira 10 cm. Persalinan seksio sesarea jenis ini memiliki kelebihan yaitu, penjahitan
luka yang lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik, dan perdarahan yang
lebih sedikit, serta kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil dibandingkan dengan seksio
sesarea jenis klasik. Namun metode persalinan ini dapat menimbulkan luka yang dapat melebar
ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga menyebabkan arteri uterina putus sehingga dapat
mengakibabkan perdarahan yang lebih banyak, serta keluhan postoperasi yang terjadi pada
kandung kemih tinggi (Mochtar, 1998).
b. Seksio sesarea ekstraperitonealis, tindakan persalinan ini dilakukan dengan insisi peritoneum,
lipatan peritoneum didorong ke atas dan kandung kemih ke arah bawah atau ke garis tengah,
kemudian uterus dibuka dengan insisi pada segmen bawah (Dorland, 2002). Namun pembedahan
persalinan ini tidak banyak lagi dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal (Oxorn,
2003).
2.2.4. Komplikasi tindakan seksio sesarea
Komplikasi yang dapat terjadi setelah tindakan seksio sesarea menurut Mochtar (1998) yaitu:
a. Infeksi puerperal (nifas)
Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja
Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung.
Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus
yang terlantar, dimana sebelumnya telah timbul infeksi intrapartum karena ketuban yang telah
pecah terlalu lama.
b. Perdarahan yang dapat disebabkan oleh:
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
Atonia uteri
Perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu
tinggi.
d. Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.