patofisiologi hiperleukositosis pada leukimia

14
PATOFISIOLOGI HIPERLEUKOSITOSIS PADA LEUKEMIA Penyusun : Nurul Hidayah 030.07.197 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD BEKASI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0

Upload: refta-hermawan-laksono-s

Post on 21-Oct-2015

550 views

Category:

Documents


80 download

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

PATOFISIOLOGI

HIPERLEUKOSITOSIS PADA LEUKEMIA

Penyusun :

Nurul Hidayah

030.07.197

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD BEKASI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

0

Page 2: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

PEMBAHASAN

Hiperleukositosis

Definisi

Hiperleukositosis secara umum didefinisikan sebagai jumlah sel darah putih

lebih dari 100.000/mm3. Sekitar 10% hingga 30% pasien dengan LLA dapat mengalami

hiperleukositosis. Hiperleukositosis merupakan suatu kegawatan pada LLA. Hal

tersebut dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Viskositas darah meningkat

akibat jumlah sel darah putih yang tinggi dan leukosit beragregasi. Jumlah sel darah

putih merupakan faktor utama yang berkontribusi terjadinya oklusi mikrovaskuler

sehingga dapat menyebabkan leukostasis. Hal ini menyebabkan stasis pada pembuluh

darah yang lebih kecil. Keadaan tersebut menjadi predisposisi terjadinya komplikasi

neurologis, pulmonal, maupun gastrointestinal. Selain itu pasien juga berisiko

mengalami tumor lysis syndrome.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya hiperleukositosis yaitu usia yang lebih muda (pada bayi

lebih sering terjadi), tipe leukemia tertentu, ALL T sel, dan abnormalitas sitogenetik

(translokasi 11q23 atau adanya kromosom Philadelphia).

Patofisiologi

Faktor resiko yang terjadi menyebabkan terjadinya mutasi somatik sel induk.

Keadaan ini mengakibatkan ploriferasi neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi

pada berbagai tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari

kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar

secara sistemik. Gejala hiperleukositosis terutama disebabkan oleh leukostasis, yaitu

suatu sindrom klinikopatologi yang disebabkan oleh sel blast leukemik yang

bersirkulasi di jaringan mikrovaskuler. Gejala sugestif terjadinya leukostasis seperti

nyeri kepala, pandangan kabur, dispneu, hipoksia, mendukung adanya kegawatan medis

sehingga jumlah sel darah putih harus diturunkan segera.

1

Page 3: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Gambar 1. Patofisiologi hiperleukositosis

Presentasi klinis hiperleukositosis tergantung dari besarnya lineage dan jumlah

blast leukemik yang bersirkulasi. Namun demikian, manifestasi klinis hiperleukositosis

pada LLA jarang terlihat pada pasien LLA. Obstruksi vaskuler dapat terjadi sehingga

menyebabkan kerusakan organ mulai dari hipoksia jaringan, trombosis, atau perdarahan.

Organ yang paling sering terkena adalah sistem saraf pusat (SSP) dan paru-paru.

Perdarahan SSP, leukostasis, atau trombosis dapat menyebabkan gejala SSP.

Leukostasis paru dapat menyebabkan hipoksia dan distres respirasi. Kematian dapat

terjadi pada 15-66% pasien anak dengan leukemik hiperleukositosis. Sebagian besar

kematian disebabkan oleh gagal nafas dan perdarahan intrakranial.

2

Page 4: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Tabel 1. Manifestasi Klinis Leukostasis

Manifestasi Klinis Leukostasis

Sirkulasi sistem saraf pusat

- Nyeri kepala, konfusi, somnolen, pusing, cadel, gangguan

pendengaran, tinnitus, diplopia, delirium, koma, stupor

- Distensi vena retina, perdarahan retina, papil edema

- Perdarahan intrakranial

Sistem Kardiovaskuler

- Infark Miokard akut

- Overload ventrikel kanan

- Akral lividosis

- Iskemik ekstrimitas akut

- Infark usus

- Trombosis vena renalis

Temuan Laboratoris

- Penurunan PaO2 dan atau PaCO2

- Penurunan glukosa plasma

- Spurious hiperkalemia

- Trus atau spurious Hipofosfatemia atau hipokalemia

- Peningkatan sel darah merah, hemoglobin, dan hematokrit

3

Page 5: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Gambar 2. Akibat Hiperleukositosis pada Organ

Komplikasi Hiperleukositosis

Hiperleukositosis merupakan suatu keadaan emergensi karena dapat menyebabkan

berbagai komplikasi. Terdapat 2 mekanisme yang menjelaskan terjadinya komplikasi

yang disebabkan oleh hiperleukositosis. Mekanisme pertama yaitu terjadinya

peningkatan viskositas darah akibat tingginya jumlah limfosit total (TLC) dan agregat

leukosit sehingga menyebabkan stasis di pembuluh darah yang paling kecil. Mekanisme

kedua akibat interaksi adhesi antara endotel pembuluh darah yang rusak dan sel blast

leukemik, yang mempresipitasi leukostasis.

4

Page 6: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Hiperleukositosis dapat menyebabkan obstruksi vaskuler sehingga memicu

terjadinya kerusakan organ akibat hipoksia, trombosis, atau perdarahan. Kekacauan

metabolik sering terjadi akibat jumlah sel blast yang tinggi. Organ yang paling banyak

terkena adalah sistem saraf pusat dan paru-paru. Perdarahan intrakranial, leukostasis,

atau trombosis dapat menyebabkan gejala neurologis. Manifestasi klinis yang muncul

berupa iritabilitas, kejang, defisit neurologis fokal, dan naiknya tekanan intrakranial.

Leukostasis pulmonal dapat menyebabkan terjadinya hipoksia, distress respirasi

sehingga membutuhkan bantuan pernafasan. Gambaran radiografi menunjukkan adanya

infiltrat yang difus. Sistem organ yang lain juga dapat terkena. Perdarahan saluran cerna

dapat terjadi, sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan, hematemesis, atau nyeri

abdomen.

Tabel 2. Skor Klinik untuk Menilai Leukostasis

5

Page 7: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Diagnosis

Hiperleukositosis banyak ditemukan pada leukemia akut. Diagnosis leukemia akut harus

dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan sumsum tulang. Pemeriksaan darah tepi yang

normal tidak dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis, terutama pada aleukemic

leukemia.

Pada anamnesis seringkali ditemukan keluhan berupa nyeri kepala, pandangan

kabur, telinga berdenging, sesak nafas, bahkan terjadi penurunan kesadaran. Leukemia

akut juga mengakibatkan gagal sumsum tulang yang mengakibatkan anemia ditandai

dengan keluhan pucat dan lemah. Infeksi juga dapat terjadi pada pasien dengan

leukemia akut yang ditandai dengan keluhan demam, batuk, infeksi pada kulit, bahkan

syok septik. Selain itu perdarahan seringkali terjadi pada pasien dengan leukemia akut

akibat trombositopenia, dengan keluhan perdarahan gusi, mimisan, perdarahan pada

kulit. Pasien dengan hiperleukositosis pada Leukemia seringkali ditemukan

organomegali yang disebabkan oleh infiltrasi ke dalam organ seperti lien dan hepar.

Selain itu juga dapat ditemukan ronchi pada auskultasi thorax.

Pada pemeriksaan laboratorium sering dijumpai kelainan laboratorik, seperti

berikut:

1. Darah tepi

a. Dijumpai anemia normositik normokrom, anemia sering berat

dan timbul cepat.

b. Trombositopenia, sering sangat berat di bawah 10 x 106/l

c. Hiperleukositosis

d. Khas menunjukkan adanya sel muda (mieloblast, promielosit,

limfoblast, monoblast, eritroblast, atau megakariosit) yang

melebihi 5% dari sel berinti pada darah tepi. Sering dijumpai

pseudo Pelger-Hues Anomaly, yaitu neutrofil dengan lobus

sedikit (dua atau satu) yang disertai dengan hipo atau agranular.

6

Page 8: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

2. Sumsum tulang

Hiperselular, hampir semua sel sumsum tulang diganti dengan sel leukemia

(blast), tampak monoton oleh sel blast, dengan adanya leukemic gap

(terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda ke sel yang matang, tanpa sel

antara).

3. Pemeriksaan immunophenotyping

Pemeriksaan ini menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi

immunologik leukemia akut. Pemeriksaan ini dikerjakan untuk

pemeriksaan surface marker guna membedakan jenis leukemia.

Penatalaksanaan

Manajemen awal pada hiperleukositosis meliputi hidrasi yang agresif, mencegah tumor

lysis syndrome, dan mengkoreksi abnormalitas metabolik. Transfusi sel darah merah

tidak diindikasikan jika kondisi hemodinamik tidak stabil karena akan memperburuk

viskositas darah. Leukapheresis merupakan terapi pilihan untuk jumlah yang sangat

tinggi atau pada pasien dengan hiperleukositosis simptomatik. Pemberian diuretik

secara rutin tidak diindikasikan karena tujuan hidrasi adalah untuk hemodilusi dan

mengurangi viskositas. Diuretik diindikasikan jika terdapat tumour lysis syndrome

(TLS) dan overload cairan.

Semua pasien harus mulai dihidrasi dengan cairan yang bebas mengandung

kalium dan kalsium. Cairan D51/4NS (Dextrose 5%-NaCl 0,225%) ditambah 50-100

mEq/l NaHCO3 merupakan pilihan cairan yang tepat, 2-4 kali cairan maintenance

dengan tujuan untuk mempertahankan pH urine 6,5-7,5, urine output >100 ml/m2/jam,

berat jenis urine <1010. Guna mengurangi pembentukan asam urat, dapat diberikan

Allupurinol 10 mg/kg/hari dibagi 3 per oral atau Pasburicase 0,2 mg/kg/hari i.v.

Transfusi sel darah merah diberikan bila ada gangguan oksigenasi jaringan atau bila

hb<6 g/dl dengan target 8 g/dl. Transfusi trombosit diberikan bila kadar trombosit

<20.000/ui.

7

Page 9: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

Berikut ini merupakan alur tatalaksana manajemen hiperleukositosis pada LLA:

Gambar 3. Alur Manajemen Hiperleukositosis

8

Page 10: Patofisiologi Hiperleukositosis Pada Leukimia

DAFTAR PUSTAKA

1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. ed.6. vol.1. cet.1. Jakarta:EGC;2006.p.272-277.

2. Sudoyo AW, et al (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. ed.4. jil.2. cet.2. ed.rev. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI;2007.p.728-734.

3. Bunin NJ, Pin CH. Differing Complication of Hyperleukocytosis in Children With Acute Limphoblastic or Acute Nonymphoblastic Leukemia. J Clin Oncol 1985 ; 3 : 1590-5. Dikutip dari Lange B, D’Angio G, Ross III AJ, O’neill, Jr. JA, Packer RJ. Oncology Emergencies. Dalam : Pizzo PA, Poplack DG, Penyunting : Principles and Practice of Pediatric Oncology. ed 2. Philadelphia : JB Lippincott Company, 1993; 964-8.

4. Cuttner J, Holland JF, Norton L, dkk. Therapetuic Leukopheresis for Hyperleukocytosis in Acute Myelocytic Leukemia. Med Pediatric Ocology 1983; 11 : 76. Dikutip dari Baer MR. Management of Unusual Presentations of Acute Leukemia. Dalam : Bloomfield CD, Herzig GP, Penyunting. Hematology-Oncology Clin Nort Am 1993; 7 : 275-92.

5. Cohen LF, Balow JE, Magrath IT, dkk. Acute Tumor Lysis Syndrome. A Review of 37 Patient With Burkitt’s Lymphoma. Am J Med 1980 ; 68 : 486. Dikutip dari Allegretta GJ, Weisman SJ, Altman AJ. Oncologic Emergencies I. Metabolic and Space-Occupying Consequences of Cancer Treatment. Dalam : Altman AJ, Penyunting. Pediatric Clin North Am. 1985; 32 : 601-11.

6. Majhail NS, Lichtin AE. Acute leukemia with a very high leukocyte count: confronting a medical emergency. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2004; 71(8): 633-37

7. Jain R, Bansal D, Marhwa RK. Hyperleukocytosis: emergency management. Indian J Pediatr. 2013; 80(2):144–148

8. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.123-131

9. Sumber: Vincent F. Leukostasis, Infiltration and Pulmonary Lysis Syndrome Are the Three Patterns of Leukemic Pulmonary Infiltrates. In: É. Azoulay (ed.), Pulmonary Involvement in Patients with Hematological Malignancies.2011. Berlin: Springer. 509-21

9