patofisiologi gangguan psikatri pada tirotoksikosis

29
BAB I PENDAHULUAN Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon seks merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar seks dan kelenjar adrenalin langsung ke dalam aliran darah. Mereka secara sebagian bertanggungjawab dalam menentukan jenis kelamin janin dan bagi perkembangan organ seks yang normal. Mereka juga memulai pubertas dan kemudian memainkan peran dalam pengaturan perilaku seksual. 1 Efek hormon secara umum pada tubuh manusia: 1 1. Perubahan Fisik yang ditandai dengan tumbuhnya rambut di daerah tertentu dan bentuk tubuh yang khas pada pria dan wanita (payudara membesar, lekuk tubuh feminin pada wanita dan bentuk tubuh maskulin pada pria).

Upload: muhammad-zubaidi

Post on 28-Nov-2015

56 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

fghj

TRANSCRIPT

Page 1: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

BAB I

PENDAHULUAN

Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang

mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Hormon

seks merupakan zat yang dikeluarkan oleh kelenjar seks dan kelenjar adrenalin

langsung ke dalam aliran darah. Mereka secara sebagian bertanggungjawab dalam

menentukan jenis kelamin janin dan bagi perkembangan organ seks yang normal.

Mereka juga memulai pubertas dan kemudian memainkan peran dalam pengaturan

perilaku seksual.1

Efek hormon secara umum pada tubuh manusia:1

1. Perubahan Fisik yang ditandai dengan tumbuhnya rambut di daerah tertentu

dan  bentuk tubuh yang khas pada pria dan wanita (payudara membesar,

lekuk tubuh  feminin pada wanita dan bentuk tubuh maskulin pada pria).

2. Perubahan Psikologis: Perilaku feminin dan maskulin, sensivitas,

mood/suasana hati meski ada faktor luar yang bisa menyebabkan hal ini.

3. Perubahan Sistem Reproduksi: Pematangan organ reproduksi, produksi

organ  seksual (estrogen oleh ovarium dan testosteron oleh testis).

 Hormon kadang jadi biang keladi berbagai masalah. Misalnya:1

1. Siklus haid yang tidak teratur.

2. Nyeri mestruasi yang berlebihan setiap hari

3. Keputihan terus menerus lebih dari 1 minggu

4. Obesitas atau terlalu kurus

Page 2: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

5. Rambut mudah rontok

6. Tumor jinak dan tumor ganas payudara

7. Tumor di organ reproduksi (kista, kanker rahim)

8. Gangguan kesuburan

9. Jerawat yang tumbuh di wajah.

10.  Hormon pula yang kadang membuat kita senang atau malah sedih tanpa

sebab. Semua orang pasti pernah mengalami hal ini, terutama saat pubertas.

11.  Yang pasti, setiap hormon memiliki fungsi yang sangat spesifik pada masing-

masing sel sasarannya. Tak heran, satu macam hormon bisa memiliki aksi

yang berbeda-beda sesuai sel yang menerimanya saat dialirkan oleh darah.

Pada makalah tinjauan pustaka ini akan dibahas pengaruh perubahan

hormon-hormon di dalam tubuh terhadap gangguan psikiatri yang ditimbulkan.

Gangguan alam perasaan berkaitan dengan gangguan endokrin termasuk,

termasuk penyakit Cushing, hipotiroidisme dan hipertiroidisme, terapi estrogen

eksogen, dan masa pascapartum.2

Page 3: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

BAB II

ISI

PATOFISIOLOGI GANGGUAN PSIKATRI PADA TIROTOKSIKOSIS

Gejala dan tanda klinis dari tirotoksikosis dapat berupa gangguan

psikiatri yang bersifat primer, termasuk mania, depresi, ataupun anxietas.

Tirotoksikosis menyebabkan perubahan reseptor β-adrenergik yang dimediasi

katekolamin dengan terjadinya peningkatan densitas dan sensitivitas reseptor di

jaringan perifer dan juga di otak. Aktivitas yang berlebihan dari sistem adrenergic

dapat menjelaskan manifestasi klinis dari tirotoksikosis yaitu mania atau anxietas.3

Hubungan antara tirotoksikosis dan depresi masih kurang jelas. Depresi

selalu dikaitkan dengan hipotiroidisme, bukan pada hipertioroid/tirotoksikosis.

Bagaimana pun serum TSH yang berespon oleh stimulasi TRH kurang

memberikan efek depresi pada 1-3 pasien. Fenomena ini memberikan gambaran

yang cukup berat, sebab masing-masing pasien dengan tirotoksikosis subklinis

mengalami depresi. Pada tirotoksikosis subklinis yang memanjang layaknya

tirotoksikosis klinis terjadi penurunan transmisi noradrenergik dan ini

berkonstribusi terjadinya depresi. Penurunan noradrenergik dapat membaik pada

pasien penyakit grave dengan gangguan bipolar. Pada fase inisial tirotoksikosis,

stimulasi hormon tiroid dari sistem adrenergik dapat menyebabkan mania, tetapi

ketika terjadi penurunan neurotransmisi noradrenergik dapat berkonstribusi

terhadap depresi.3

Page 4: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Terdapat interaksi antara fungsi tiroid dan neurotransmitter pada otak,

seperti serotonin atau GABA, berdasarkan penelitian pada binatang. Meskipun

demikian, relevansi dari studi ini belum akurat.3

Prevalensi dari komplain residual fisiologikal pada pasien yang

pengobatan tirotoksikosisnya berhasil memberikan gambaran adanya asosiasi

antara kelainan mental dan penyakit tiroid autoimun, menggambarkan adanya

korelasi antara nilai skala psikometrik dan konsentrasi serum antibody TSH-R,

mensugesti bahwa proses autoimun pada tubuh sendiri memainkan peran pada

presentasi kelainan mental dan kelainan psikiatri pada pasien tirotoksikosis.

Stimulasi persisten dari TSH-Rs dapat terlibat. Pada tirotoksikosis penyakit grave,

TSH-R memberikan peningkatan antibodi dan pada beberapa pasien antibodi ini

menjadi persisten setelah terjadi restorasi eutiroid. Koteks cerebri dan hipotalamus

merupakan organ yang memiliki banyak kandungan TSH-Rs. Stimulasi antibodi

dari reseptor di otak dapat menghasilkan peningkatan produksi T3 lokal.3

Oftalmopati pada pasien penyakit Grave berkonstribusi terhadap

morbiditas psikiatri, membangun sebuah problem dari konsekuen psikososial.

Meskipun demikian, proses autoimun dapat berperan terhadap presentasi kelainan

mental baik dengan atau tanpa oftalmopati.3

Manifestasi psikiatri dari tirotoksikosis

Robert Graves mengindentifikasi hubungan asosisasi antara goiter,

palpitasi, gejala mata, dan disfungsi nervus. Sebelum avaibilitas pengobatan yang

adekuat dari tirotoksikosis, gejala psikotik dan delirium dapat muncul. Setelah

pengobatan efektif diberikan  pada pasien tirotoksikosis, dan control yang baik

Page 5: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

dari disfungsi tiroid akan member hasil berkurangnya gejala yang berat dari

disfungsi nervus, seperti variasi gejala mental (anxietas, depresi, euphoria, dan

disfungsi kognitif) ataupun kelainan psikiatri yang tergolong non psikotik.3

Sekarang, kelainan psikiatri didiagnosis berdasarkan kriteria DSM-IV-

TR dari American Psychiatric Association atau ICD-10 dari WHO. Dalam kedua

sistem ini, tirotoksikosis dan hipotiroid berkontribusi terhadap gangguan psikiatri,

tetapi untuk eutiroid tidak. Gangguan psikiatri yang disebabkan oleh tirotoksikosis

merupakan gejala sekunder dari status endokrin. Kadangkala gangguan psikiatri

telah bermanifestasi cukup lama sebelum adanya penyakit tiroid dan tirotoksikosis

hanya berupa trigger pada episode yang baru ataupun serangan yang berulang.

Kolaborasi antara ahli endokrin dan ahli psikiatri sangat penting untuk

keberhasilan pengobatan gangguan psikiatri.3

Tirotoksikosis dan Gejala Mental

Sebuah studi yang didemosntrasikan pada pasien dengan tirotoksikosis

adalah kebanyakan memiliki gejala depresi dan anxietas daripada tanpa gangguan.

Pasien tirotoksikosis subklinis dan pasien tirotoksikosis klinis terdapat

peningkatan nilai kuantitaif dari nilai depresi dan anxietas, dan gejala berupa

palpitasi, peningkatan denyut jantung, keringat yang  berlebihan, dan tremor, serta

terjadi penurunan kualitas hidup.3

Pasien dengan tirotoksikosis daapt juga menunjukkan gejala emosional

yang labil, iritabilitas, overaktivitas, depresi yang berfluktuasi, gangguan tidur.

Pada kasus yang berat, dapat terjadi skizofrenia yang berupa hendaya yang berat

dalam menilai realita yang disertai dengan delusi atau halusinasi.3

Page 6: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Tirotoksikosis dengan Presentasi Mental Atipical

Tirotoksikosis apatetik, memperlihatkan gejala depresi, apati, somnolen, atau

pseudodementia yang biasanya tidak tampak pada pasien tirotoksikosis pada

umunya., biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit Grave Hipertiroid.

Sindroma ini paling banyak terjadi pada pasien dewasa tua, dan juga bisa terjadi

pada remaja dan dewasa muda.3

Pada pasien tua atau pasien dengan tirotoksikosis yang berat dapat terjadi

disfungsi kognitif, delirium dan koma. Ensefalopati akut dapat terjadi  pasien

dengan penyakit Grave, kadangkala juga dapat terjadi pada pasien tiroiditis kronik

autoimun. Ini jarang terjadi tetapi kondisi ini sangat buruk karena dapat

berhubungan dengan peningkatan serum antibodi antitiroid pada otak untuk

meningkatkan sekresi hormon tiroid.3

Pengobatan Psikiatri

Setelah didiagnosis tirotoksikosis, sekitar 1-3 pasien mendapat

pengobatan obat psikotropik. Kadangkala, obat ini diberikan untuk mengobati

gejala mental dari tirotoksikosis (misalnya obat antipsikotik untuk gejala dari

psikotik atau agitasi berat), kadangkala untuk mengobati gejala mental yang

muncul setelah menderita tirotoksikosis.3

Untuk farmakoterapi, pemberian lithium, benzodiazepine, antipsikotik,

dan antidepresan dapat menjadi pilihan untuk manifestasi psikiatri yang muncul,

meskipun pemakian obat-obat tersebut tidak terlalu direkomendasikan karena

onset aksi potensial obat yang lambat dan berpotensi toksiksitas. Jika terdapat

Page 7: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

gangguan mental yang berat seperti agitasi dan psikotik, reseptor dopamine

blockade dan obat antipsikotik seperti haloperidol dapat diindikasikan.3

Pada pasien tirotoksikosis. Lithium diketahui memiliki aksi sebagai

antitiroid, tetapi mekanisme kerjanya tidak jelas dan lithium tidak

direkomendasikan untuk pengobatan penyakit graves. Lithium lebih berefek pada

pasien mania dan untuk mencegah kelainan bipolar. Ketika mania merupakan

tirotoksikosis sekunder, pengobatannya dapat berupa kombinasi antitiroid dan

propanolol, meskipun lithium kadang-kadang bisa digunakan sebagai adjuvant.

Lithium diindikasikan jika tirotoksikosis berefek sebagai trigeer untuk mania atau

depresi pada pasien dengan riwayat kelaianan bipolar. Terdapat pemahaman

bahwa lithium dapat menekan tanda tirotoksikosis dengan mereduksi respom

selular dari hormon tiroid.3

Benzodiasepine, bromazepame juga sebagai regimen antitiroid dan β-

adrenoreseptor antagonis untuk pengobatan pasien tirotoksikosis. Obat ini dapat

diberikan pada pasien tirotoksikosis dan dapat mereduksi gejala anxietas dan

berefek menidurkan.3

Obat antipsikotik dapat digunakan untuk pengobatan agitasi dan psikotik

pasien dengan tirotoksikosis jika pengobatan dengan antitiroid dan propanolol

tidak efektif. Haloperidol merupakan jenis obat yang lebih aman dibanding

phenotiazine sebab lama kelamaan dapat menyebabkan takikardia dan efek

kardiotoksik lainnya. Tidak ada data yang signifikan dalam penggunaan obat

antipsikotik atipikal untuk pasien tirotoksikosis.3

Page 8: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Obat antidepresan seperti TCAs dapat berbahaya padapasien

tirotoksikosis sebab berefek kardiotoxic. SSRIs dapat digunakan. Dilaporkan

pasien dengan tirotoksikosis mendapat pengobatan fluoxetine dan ditemukan

membaik.3

Pasien dengan tirotoksikosis juga membutuhkan dukungan psikoterapi

yang panjang setelah pasien sudah dalam keadaan eutiroid. Dukungannya berupa

dukungan akan kebutuhan yang dibutuhkan oleh pasien tirotoksikosis.3

STEROID PSIKOSIS

Steroid psikosis adalah gangguan psikotik yang disebabkan oleh

penggunaan obat kortikosteroid. Orang yang terkena atau mengalami gejala

kejiwaan seperti depresi dan mania. Pilihan pengobatan bervariasi, tergantung

pada kondisi medis pasien. Para peneliti percaya psikosis steroid terjadi ketika

kortikosteroid dosis tinggi menyebabkan peningkatan dopamin  di otak.

Peningkatan kadar dopamin menyebabkan gejala seperti depresi, perubahan

suasana hati dan psikosis. Kortikosteroid juga menurunkan kadar serotonin di otak

yang akhirnya memperburuk gejala depresi pasien.4

Dosis yang diperlukan untuk pengendalian penyakit sering tinggi

(misalnya, 1 mg / kg atau lebih besar), dan terapi dapat dipertahankan untuk

jangka waktu dari minggu ke bulan. Dalam pengaturan ini, satu dari setiap dua

sampai tiga pasien diresepkan steroid dapat mengembangkan gejala kejiwaan

termasuk psikosis, mania, delirium, dan depresi.4

Glukocortikoid mempunyai efek penting terhadap sIstem saraf. Insufiensi

adrenal dapat menyebabkan adanya keterlambatan yang jelas pada irama EEG,

Page 9: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

dan hal ini dapat dihubungkan dengan terjadinya depresi psikiatris.

Glukocorticoid yang diberikan terus-menerus dapat menekan pelepasan ACTH.4

1. Faal dan Hemodinamik

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak; dan juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik,

sistem saraf dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya

penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi

perubahan lingkungan. Dengan demikian, hewan tanpa korteks adrenal hanya

dapat hidup apabila diberikan makanan yang cukup dan teratur, NaCI dalam

jumlah cukup banyak dan ternperatur sekitarnya dipertahankan dalam batas-batas

tertentu. Fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan hidup organisme, Efek

kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis

terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan

kerja kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam

kerjasama ini disebut permissive effects yaitu kortikosteroid diperlukan supaya

terjadi suatu efek hormon lain.4

2. Manifestasi psikiatri

Patofisiologi kortikosteroid-psikosis yang diinduksi masih kurang

dipahami, meskipun secara umum diterima bahwa kelainan dari sumbu

hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) akibat penggunaan steroid  kerja panjang

dapat mengakibatkan gangguan mood. Sebagai contoh, sindrom yang melibatkan

produksi kortisol yang berlebihan atau tidak memadai dapat memiliki manifestasi

kejiwaan. Adalah contoh Sindrom Cushing terkait dengan kecemasan, euforia,

Page 10: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

depresi, dan psikosis, sedangkan penyakit Addison dapat menghasilkan kelelahan,

energi rendah, nafsu makan menurun, dan gejala yang konsisten dengan gejala

depresi neurovegetative.4

Penggunaan steroid untuk waktu yang lama merupakan komplikasi yang

berbahaya dan sering terjadi. Meskipun demikian penyakit yang sangat berbahaya

obat ini dapat diteruskan, sedangkan pada keadaan yang ringan dosis obat harus

segera dikurangi. Gangguan psikitrik ini dapat timbul dalam beberapa bentuk

antara lain nervositas, insomnia, perubahan mood dan jiwa serta timbulnya tipe

psikopati manik-depresif atau skizofrenik. Kecenderungan bunuh diri sering

timbul. Beberapa penyelidik mengatakan bahwa timbulnya gejala-gejala ini

disebabkan adanya gangguan keseimbangan elektrolit dalam otak sehingga

mempengaruhi kepekaan otak. Gejala-gejala ini lebih sering timbul pada pasien

yang sebelumnya pernah menderita psikosis atau bentuk  nervositas lain dan

kelainan kepribadian. Gangguan jiwa akibat hormon ini dapat hilang segera atau

dalam beberapa bulan setelah obat dihentikan.4

3. Pengobatan

Dosis kortikosteroid harus diturunkan perlahan sampai kadar pcnggantian

normal, karena penurunan dosis secara cepat dapat menimbulkan gcjala penarikan

(withdrawal), termasuk demam dan rasa sakit pada sendi. Juga penghentian terapi

Steroid (Glukortikoid) yang sudah berlangsung lama tidak boleh dilakukan secara

mendadak karena  dapat menyebabkan gejala insuffisiensi adrenal (Disfungsi

adrenal) yang akhirnya merusak sistim HPA Axis (Jalur umpan balik) yang pada

Page 11: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

akhirnya terjadi reaksi tak beraturan oleh hormon yang bertanggung jawab akan

psikologis (Serotonin, Dopamin, Norepinefrin).4

GANGGUAN PSIKIATRI AKIBAT PENGARUH HORMON SEROTONIN

Neuron serotonergik berproyeksi dari nukleus rafe dorsalis batang otak

ke korteks serebri, hipotalamus, talamus, ganglia basalis, septum, dan

hipokampus. Proyeksi ke tempat-tempat ini mendasari keterlibatannya dalam

gangguan-gangguan psikiatrik. Ada sekitar 14 reseptor serotonin, 5-HT1A dst

yang terletak di lokasi yang berbeda di susunan syaraf pusat.5

Serotonin berfungsi sebagai pengatur tidur, selera makan, dan libido.

Sistem serotonin yang berproyeksi ke nukleus suprakiasma hipotalamus berfungsi

mengatur ritmik sirkadian (siklus tidur-bangun, temperatur tubuh, dan fungsi axis

HPA). Serotonin bersama-sama dengan norepinefrin dan dopamin memfasilitasi

gerak motorik yang terarah dan bertujuan. Serotonin menghambat perilaku agresif

pada mamalia dan reptilia.5

Kelainan Serotonin (5HT) berimplikasi terhadap beberapa jenis

gangguan jiwa yang mencakup ansietas, depresi, psikosis, migren, gangguan

fungsi seksual, tidur, kognitif, dan gangguan makan. Fungsi Utama dari Serotonin

(5HT) adalah dalam pengaturan tidur, persepsi nyeri, mengatur status mood dan

temperatur tubuh serta berperan dalam perilaku aggresi atau marah dan libido.

Gejala defisit : irritabilitas & agresif, depresi & ansietas, psikosis, migren,

gangguan fungsi seksual, gangguan tidur & gangguan kognitif, gangguan makan.

Gejala berlebihan : sedasi, penurunan sifat dan fungsi aggresi. Pada kasus yang

jarang: halusinasi.5

Page 12: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Neurotransmiter serotonin terganggu pada depresi. Dari penelitian

dengan alat pencitraan otak terdapat penurunan jumlah reseptor pos-sinap 5-

HT1A dan 5-HT2A pada pasien dengan depresi berat. Adanya gangguan

serotonin dapat menjadi tanda kerentanan terhadap kekambuhan depresi.Dari

penelitian lain dilaporkan bahwa respon serotonin menurun di daerah prefrontal

dan temporoparietal pada penderita depresi yang tidak mendapat pengobatan.

Kadar serotonin rendah pada penderita depresi yang agresif dan bunuh diri.5

GANGGUAN PSIKIATRI AKIBAT PENGARUH HORMON NOR-

EPINEFRIN

Nor-epinephrine memiliki konsentrasi tinggi di dalam locus ceruleus

serta dalam konsentrasi sekunder dalam hippocampus, amygdala, dan kortex

cerebral. Selain itu ditemukan juga dalam konsentrasi tinggi di saraf simpatis.

Nor-epinephrine dipindahkan dari celah synaptic dan kembali ke penyimpanan

melalui proses reuptake aktif.5

Fungsi Utama adalah mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan

orientasi; mengatur “fight-flight”dan proses pembelajaran dan memory. Gejala

defisit : ketumpulan. kurang energi (Fatique), depresi. Gejala Berlebihan :

anxietas. kesiagaan berlebih, penurunan rasa awas, paranoid, kurang nafsu

makan.5

Hasil metabolisme norepinefrin adalah 3-methoxy-4-hydroxyphenilglycol

(MHPG). Penurunan aktivitas norepinefrin sentral dapat dilihat berdasarkan

penurunan ekskresi MHPG. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa MHPG

Page 13: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

mengalami defisiensi pada penderita depresi. Kadar MHPG yang keluar di urin

meningkat kadarnya pada penderita depresi yang di ECT (terapi kejang listrik).5

GANGGUAN PSIKIATRI AKIBAT PENGARUH HORMON DOPAMIN

Dopamin di produksi pada inti-inti sel yang terletak dekat dengan sistem

aktivasi retikuler. Dopamin di bentuk dari asam amino tirosin, yang berfungsi

membantu otak mengatasi depresi, meningkatkan ingatan dan meningkatkan

kewaspadaan mental.5

Walaupun dopamin di produksi oleh otak, individu tetap membutuhkan

asupan tirosin yang cukup guna memproduksi dopamin. Tirosin di temukan pada

makanan berprotein seperti : daging, produk-produk susu (sperti keju), ikan ,

kacang panjang, kacang-kacangan dan produk kedelai. Dengan 3-4 ons protein

sehari, energi kita akan lebih terjaga.5

Ada empat jaras dopamin di otak, yaitu tuberoinfundobulair,

nigrostriatal, mesolimbik, mesokorteks-mesolimbik. Sistem ini berfungsi untuk

mengatur motivasi, konsentrasi, memulai aktivitas yang bertujuan, terarah dan

kompleks, serta tugas-tugas fungsi eksekutif. Penurunan aktivitas dopamin pada

sistem ini dikaitkan dengan gangguan kognitif, motorik, dan anhedonia yang

merupakan manifestasi klinis depresi.5

HUBUNGAN PERUBAHAN KADAR SETROGEN DAN PROGESTERON

PADA MASA NIFAS DENGAN DEPRESI PASCA PERSALINAN

Selama kehamilan, kadar estrogen (estradiol,estriol, dan estron) dan

progesteron meningkat akibat dari plasenta yang memproduksi hormon tersebut.

Page 14: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Akibat dari kelahiran plasenta saat persalinan, kadar estrogen dan progesteron

menurun tajam, mencapai kadar sebelum kehamilan pada hari ke 5. Kadar dari

beta-endorfin, human chorionic gonadotropin (HCG), dan kortisol yang

meningkat saat kehamilan dan mencapai kadar maksimal saat menjelang aterm

juga mengalami penurunan saat persalinan. Kadar estrogen yang tinggi selama

kehamilan merangsang produksi dari thyroid hormone binding globuline mengikat

T3 (triiodothyronine) dan T4 (thyroxine), sehingga kadar T3 dan T4 bebas

menurun. Sebagai konsekuensinya, thyroid-stimulating hormone (TSH)

meningkat untuk mengkompensasi rendahnya kadar hormon tiroid bebas,

sehingga kadar T3 dan T4 bebas tetap normal. Dengan menurunnya kadar thyroid

hormone-binding globulin setelah persalinan, kadar total T3 dan T4 menurun,

sedangkan kadar T3 dan T4 bebas relatif konstan.6,7

Estradiol dan estriol merupakan bentuk aktif dari estrogen yang dibentuk

oleh plasenta, dan meningkat selama kehamilan 100 dan 1000 kali lipat. Akibat

sintesis estradiol berasal dari aktifitas metabolism hati janin, konsentrasi saat

kehamilan sangat tinggi. Berdasarkan percobaan pada hewan, estradiol

menguatkan fungsi neurotransmitter melalui peningkatan sintesis dan mengurangi

pemecahan serotonin, sehingga secara teoritis penurunan kadar estradiol akibat

persalinan berperan dalam menyebabkan depresi pasca persalinan. Namun suatu

penelitian menyatakan bahwa tidak ada perbedaan berarti dari perubahan estradiol

atau free estriol saat kehamilan tua dan nifas pada wanita depresi dan tidak

depresi.6,7

Kadar prolaktin meningkat selama kehamilan, mencapai puncaknya saat

Page 15: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

persalinan, dan pada wanita yang tidak menyusui kembali seperti keadaan

sebelum hamil dalam 3 minggu pasca persalinan. Dengan pelepasan oksitosin,

hormon yang merangsang sel lactotropik di hipofisis anterior, pemberian ASI

mempertahankan kadar prolaktin tetap tinggi. Namun pada wanita menyusui

sekalipun, kadar prolaktin tetap akan kembali seperti sebelum hamil. Prolaktin

diduga memiliki peran dalam terjadinya perasaan cemas, depresi, dan sifat kasar

pada wanita tidak hamil dengan hiperprolaktinemia.6,7

Pengobatan

Semua pasien depresi harus mendapatkan terapi berupa psikoterapi, farmakoterapi

dan beberapa memerlukan terapi fisik. Jenis terapi bergantung dari diagnosis,

berat penyakit, dan respon terhadap terapi sebelumnya.8

Psikoterapi

Psikoterapi interpersonal, suatu terapi jangka pendek, merupakan terapi

dengan sasaran masalah interpersonal seperti perubahan peran dalam rumah

tangga, memperbaiki hubungan dalam pernikahan, dukungan sosial dan stres

kehidupan. Bentuk dari psikoterapi ini berupa konseling baik kelompok maupun

individu yang dipimpin oleh profesional dibidang kesehatan jiwa. Bagi wanita

yang menyusui dapat memilih terapi ini dibandingkan terapi medikamentosa

dalam penanganan depresi pasca persalinan yang ringan. Hambatan dari terapi ini

ialah kesan mendapatkan cap negatif akibat melakukan konseling, kurangnya

terapis yang terlatih untuk memberikan psikoterapi, mengatur waktu terapi, dan

biaya.9

Page 16: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

Antidepresi

Depresi pasca persalinan yang berat merupakan indikasi untuk pemberian

antidepresi. SSRI merupakan regimen obat pilihan yang dapat mulai diberikan.

Dalam pemberian obat antidepresi, pemantauan dilakukan bersama ahli psikiatri.

Jika gejala depresi mulai membaik selama 6 minggu pemberian, pengobatan

sebaiknya diteruskan paling sedikit selama 6 bulan untuk mencegah relaps,

dilakukan tapering off dan penghentian obat dalam jangka waktu 2-4 minggu

setelah pemberian full course. Harus dipertimbangkan keuntungan dan kerugian

dalam pemberian obat antidepresi karena obat anti depressi dalam hal ini SRSI,

diekskresi sebagian kecil melalui ASI, dan dapat mememberikan efek samping

pada bayi.9

Terapi ECT

Terapi elektrokonvulsive (ECT) merupakan metode penatalaksanaan

wanita dengan depresi mayor pasca persalinan yang tidak memberikan respon

terhadap terapi farmakologi, walaupun efek terapi dari ECT 78% efektif, namun

efek samping ECT terhadap ibu dan janin tidak bisa dibilang. Pemberian estradiol

merupakan salah satu metode penanganan depresi pasca persalinan. Walaupun

beberapa penelitian menunjukan manfaat estrogen, pemberiannya bukannya tanpa

risiko. Pemberian estrogen pada pascapersalinan berhubungan dengan penurunan

produksi ASI dan peningkatan kejadian tromboemboli.9

Page 17: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

BAB III

PENUTUP

Hormon adalah zat kimia yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang

mempunyai efek tertentu pada aktifitas organ-organ lain dalam tubuh. Setiap

hormon memiliki fungsi yang sangat spesifik pada masing-masing sel sasarannya.

Tak heran, satu macam hormon bisa memiliki aksi yang berbeda-beda sesuai sel

yang menerimanya saat dialirkan oleh darah.1

Gangguan alam perasaan berkaitan dengan gangguan neurotransmitter

(berupa serotonin, dopamin, dan nor-epinefrin); dan gangguan endokrin termasuk

penyakit Cushing, hipotiroidisme dan hipertiroidisme, terapi estrogen eksogen,

dan masa pascapartum.2

Page 18: Patofisiologi Gangguan Psikatri Pada Tirotoksikosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Gul, S. Sistem hormon. Jakarta: Yudhistira, 2007.

2. Setio, M. Buku saku psikiatri. Jakarta: EGC, 1997.

3. Robertas B, Arthur J.P. Psychatric Manifestations of Grave‟s Hyperthyroidism Pathophysiology and Treatmnet Options,2006; 20(11): 897-909.

4. Natsir, FM. Hubungan penggunaan steroid jangka panjang terhadap gangguan jiwa. http://fathirphoto.wordpress.com. Diakses tanggal 12 Desember 2013.

5. Growup Clinic. Neurotransmiter Otak, Gangguan Perilaku dan Gangguan Psikiatrik. www.google.com. Diakses tanggal 12 Desember 2013.

6. Yim IS, et al. Risk of Postpartum Depressive Symptoms With Elevated Corticotropin-Releasing Hormone in Human Pregnancy.Arch Gen Psychiatry. 2009; 66(2): 162-169.

7. Bloch M, Rotenberg N, koren D, Klein E. Risk Factors For Early Postpartum Depressive Symptoms. General Hospital Psychiatry. 2006; 28: 3-8.

8. Beck CT. Revision of the Postpartum Depression Predictors Inventory. JOGNN. 2002; 31: 394-402.

9. Gondo, HK. Skrining edinburgh postnatal depression scale (EPDS) pada post partum blues. Surabaya: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Wijaya Kusuma, 2009.