patanjala v3n1 2011 final isi

189
Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 1 Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung 2011 WAWACAN BUHAER WAWACAN BUHAER WAWACAN BUHAER WAWACAN BUHAER WAWACAN BUHAER KAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI KAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI KAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI KAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI KAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI Oleh Agus Heryana Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung Jalan Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung E-mail: [email protected] Naskah diterima: 5 Januari 2011 Naskah disetujui: 21 Februari 2011 Abstrak Wawacan Buhaer adalah sebuah naskah koleksi Balai Pengelolaan Museum Negeri Sribaduga Provinsi Jawa Barat dan École Française d’Extréme-Orient (EFEO-Jakarta) yang ditulis tangan dengan menggunakan huruf Arab Pegon serta dalam bahasa Sunda. Teks Wawacan Buhaer berisi mengenai tokoh Buhaer. Buhaer adalah nama seorang pemuda miskin yang menjadi kaya karena faedah tiga buah azimat sakti. Tujuan penelitian teks Wawacan Buhaer adalah untuk mengungkap dan menyosialisasikan nilai budayanya. Guna mengungkap kandungannya, teks Wawacan Buhaer dikaji dari sudut bidang sastra dengan menggunakan pendekatan stuktural dan analisis isi. Hasil pengkajiannya memberikan gambaran bahwa di dalam mencapai cita-cita atau keinginan seseorang harus mempunyai semangat, keteguhan hati, ketabahan dan kesabaran dalam penderitaan, serta kekuatan atau kemampuan diri di dalam menanggulangi rintangan atau gangguan. Kata kunci: naskah, Wawacan Buhaer, kajian stuktural, analisis isi. Abstracts Wawacan Buhaer is a manuscript that belongs to Balai Pengelolaan Museum Negeri Sribaduga, the Province of West Java and École Française d’Extréme-Orient (EFEO), Jakarta. It is written in Arab Pegon with the Sundanese language. It tells about Buhaer, a poor young man who became rich because he had three magical amulets. The research tried to reveal and to socialize its cultural values from literature point of view by means of structural approach and content analysis. The result gives us view that if we have a desire then we have to have the strength, either mentally or spiritually, to cope with any kinds of obstacles. Keywords: manuscript, Wawacan Buhaer, structural study, content analysis.

Upload: muhammad-arief-ramadhan

Post on 09-Sep-2015

783 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

majalah

TRANSCRIPT

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 1

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    WAWACAN BUHAERWAWACAN BUHAERWAWACAN BUHAERWAWACAN BUHAERWAWACAN BUHAERKAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISIKAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISIKAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISIKAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISIKAJIAN STRUKTURAL DAN ANALISIS ISI

    Oleh Agus Heryana

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional BandungJalan Cinambo No. 136 Ujungberung Bandung

    E-mail: [email protected]

    Naskah diterima: 5 Januari 2011 Naskah disetujui: 21 Februari 2011

    AbstrakWawacan Buhaer adalah sebuah naskah koleksi Balai Pengelolaan Museum

    Negeri Sribaduga Provinsi Jawa Barat dan cole Franaise dExtrme-Orient(EFEO-Jakarta) yang ditulis tangan dengan menggunakan huruf Arab Pegon sertadalam bahasa Sunda. Teks Wawacan Buhaer berisi mengenai tokoh Buhaer. Buhaeradalah nama seorang pemuda miskin yang menjadi kaya karena faedah tiga buahazimat sakti. Tujuan penelitian teks Wawacan Buhaer adalah untuk mengungkapdan menyosialisasikan nilai budayanya. Guna mengungkap kandungannya, teksWawacan Buhaer dikaji dari sudut bidang sastra dengan menggunakan pendekatanstuktural dan analisis isi. Hasil pengkajiannya memberikan gambaran bahwa di dalammencapai cita-cita atau keinginan seseorang harus mempunyai semangat, keteguhanhati, ketabahan dan kesabaran dalam penderitaan, serta kekuatan atau kemampuandiri di dalam menanggulangi rintangan atau gangguan.

    Kata kunci: naskah, Wawacan Buhaer, kajian stuktural, analisis isi.

    AbstractsWawacan Buhaer is a manuscript that belongs to Balai Pengelolaan

    Museum Negeri Sribaduga, the Province of West Java and cole FranaisedExtrme-Orient (EFEO), Jakarta. It is written in Arab Pegon with theSundanese language. It tells about Buhaer, a poor young man who becamerich because he had three magical amulets. The research tried to reveal and tosocialize its cultural values from literature point of view by means of structuralapproach and content analysis. The result gives us view that if we have a desirethen we have to have the strength, either mentally or spiritually, to cope withany kinds of obstacles.

    Keywords: manuscript, Wawacan Buhaer, structural study, content analysis.

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-172

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    A. PENDAHULUANA. PENDAHULUANA. PENDAHULUANA. PENDAHULUANA. PENDAHULUAN

    Ungkapan Sunda berbunyi singsaha melak bonteng tangtu hasilna gebonteng. Sing saha nu melak kaduhasilna ge kadu (Siapa yang menanammentimun akan berbuah mentimun. Siapayang menanam duren akan berbuah durenjuga). Ungkapan ini memberikanpengajaran kepada kita bahwa hasil yangdicapai seseorang sangat bergantungpada apa yang dikerjakannya. Pengajaranyang sangat berharga ini seringkalidipatahkan oleh kenyataan yangkontradiktif. Seorang tokoh tiba-tiba sajamuncul menjadi penguasa daerah tanpadiketahui latar belakangnya. Seorangpahlawan muncul tanpa diketahui jasanya.Tidak menutup kemungkinan akan munculseorang pecundang menjadi pahlawanyang dihormati.

    Karya sastra dalam pandangansosiologi merupakan cerminan suatumasyarakat (Teeuw,184:153). Ungkapantersebut lebih disebabkan pandanganpembaca terhadap karya sastra. Artinya,pembaca tidak sekadar memahami karyasastra sebagai sebuah dunia otonom yangterlepas dari kenyataan, tetapi iamemahami adanya keterkaitan antarakarya sastra dengan kenyataan sertamasyarakat itu sendiri yang menjadi(penentu) penerima karya sastra. Jadi,karya sastra yang baik akanmemantulkan bayang-bayang suatumasyarakat yang menjadi latar belakangkisahnya. Sekurang-kurangnya karyasastra memberi jawaban atas pertanyaankelompok masyarakat mana yangterdapat di dalamnya. Sebuah contohadalah kisah Nagabonar yang telahdifilmkan dalam layar lebar. Padadasarnya kisah tersebut merupakanpetualangan seorang pecundang yangbernasib baik menjadi seorang pahlawan.Gelar pecundang biasannya diberikan

    kepada kelompok sosial tertentu yangmemiliki kejelekan atau kejahatan dantidak diperhitungkan. Kisah tersebutsecara tidak langsung memberi maknajangan remehkan seseorang, sekalipunpecundang. Sebab di dalam dirinyatersembunyi kekuatan yang tidakdiketahui orang lain, bahkan oleh dirinyasendiri.

    Kisah pecundang menjadipahlawan atau penyelamat dalam duniasastra bukanlah hal yang asing, salah satukisah yang senada dengan itu dalamsastra lama Sunda adalah WawacanBuhaer. Dalam wujud fisiknya,Wawacan Buhaer (selanjutnya disingkatWB) masih berupa naskah yang ditulismenggunakan aksara Pegon dan bahasaSunda. Kisahnya sendiri mengenaiseorang pemuda miskin dan berandal darikalangan rakyat jelata yang inginmempersunting putri raja. Keinginannyaitu telah mengantarkan pada berbagaipetualangan dan penderitaan. Namunberkat kegigihan, optimisme dan bantuanazimat sakti serta doa orang tua, tokohBuhaer dapat mencapai cita-citanya.

    WB merupakan naskah kelompoksastra karena mengetengahkan unsur-unsur cerita. Cerita itu sendirimengandung arti kisahan nyata ataurekaman dalam ragam prosa atau puisiyang tujuannya menghibur ataumemberikan informasi kepada pendengaratau pembacanya (Sudjiman,1986:14).Penyampaian informasi ini terjadi melaluijalinan peristiwa yang saling berkaitansatu dengan yang lainnya dan membangun(struktur) cerita yang utuh.

    Seorang peneliti sastra yang inginmenganalisis suatu karya sastra dapatmemanfaatkan berbagai pendekatan,antara lain menurut Abram (1953: 3-20):

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 3

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    1. Pendekatan objektif yangmementingkan karya sastra sebagaistuktur mandiri;

    2. Pendekatan ekspresif, yangmementingkan penulis sebagaipencipta;

    3. Mimetik, yang mengutamakanpenilaiannya dalam hubungan karyaseni dengan kenyataan;

    4. Pragmatik, yang mengutamakanperanan pembaca sebagaipenyambut karya sastra.

    Keempat pendekatan yangdiajukan oleh Abram ini padakenyataannya tidak dipakai seluruhnyadalam penganalisisan sebuah karyasastra. Dalam arti penganalisisannya lebihberfokus pada satu pendekatan saja.Sehubungan dengan itu pendekatan yangdipakai apabila merujuk pada pendapatAbram adalah pendekatan objektif ataudalam istilah lain adalah strukturalisme.

    Pendekatan yang dimaksud(objektif atau struktur) bertitik tolak padasuatu anggapan bahwa sebuah karyasastra atau peristiwa dalam masyarakatmenjadi suatu keseluruhan karena adarelasi timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dengankeseluruhan. Dengan kata lain, kesatuansturuktual mencakup setiap bagian dansebaliknya bahwa setiap bagianmenunjukkan kepada keseluruhan ini danbukan yang lain (Luxemburg, 1984: 38).Demikian pula Teeuw (1982)merumuskan strukturalisme sebagaiberikut: Asumsi dasar strukturalismeadalah sebuah karya merupakankeseluruhan, kesatuan makna yang bulat,mempunyai koherensi intransik, dalamkeseluruhan itu setiap bagian unsurmemainkan peranan yang hakiki;sebaliknya unsur dan bagian mendapatmakna seluruhnya dari maknakeseluruhan teks: lingkaran hermeneutik.

    Dalam kalimat lain, teks karya sastraadalah sesuatu yang konstan, mantap,tidak berubah sepanjang masa sesuaidengan ciptaan penulisnya. Strukturnyapun sesuatu yang utuh bulat yang bagianbagian dan anasir-anasirnya ikutmenentukan makna keseluruhan maknadan sebaliknya oleh makna keseluruhanteks itu fungsi dan maknanya masing-masing ditentukan. Artinya, perubahandalam teks mengakibatkan perubahandalam arti dan makna, baik keseluruhanmaupun bagian dan anasir-anasirnya(Teeuw,1984: 250).

    Adapun yang dimaksud denganstruktur ialah suatu karya sastra itumenjadi suatu kesatuan karena hubunganantar-unsurnya, dan sebaliknya jugaantara unsur-unsurnya dengan keseluruhan.Hubungan ini tidak selalu merupakanhubungan yang positif seperti keserasiandan keselarasan, tetapi juga hubunganyang negatif seperti pertentangan ataukonflik. Analisis sturuktural bertujuanmenelaah seteliti mungkin hubungan,jalinan dan keterkaitan semua unsur karyasastra yang menghasilkan suatukeseluruhan yang koheren.

    Dalam praktiknya sebuah teks sastradiurai ke dalam berbagai unsur yangmembentuknya. Dalam hal ini adalahlatar, tokoh, tema atau amanat, dan alurdikaji secara detil, yang pada gilirannyamembentuk kesimpulan dalampengungkapan atau penafsiran sebuahteks sastra.

    B. HASIL DAN BAHASANB. HASIL DAN BAHASANB. HASIL DAN BAHASANB. HASIL DAN BAHASANB. HASIL DAN BAHASAN

    1. Naskah Wawacan Buhaer1. Naskah Wawacan Buhaer1. Naskah Wawacan Buhaer1. Naskah Wawacan Buhaer1. Naskah Wawacan Buhaer

    Ada dua naskah WB yangditemukan di dua tempat yang berbedayaitu: pertama, Balai PengelolaanMuseum Sribaduga Provinsi Jawa Barat,dengan nomor registrasi 6592 dan nomorinventaris 07.145 dan kedua, cole

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-174

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Franaise dExtrme-Orient (EFEO)-Jakarta dengan nomor katalog EFEO/KBN-91 No. Microfilm Ford Foundation:- 67/KBN.411 a/166 c. Namun perludicatat kondisi naskah masing-masingmenunjukkan ketidaklengkapan dalamsegi halaman. Naskah MuseumSribaduga halaman pertama tidak ada,hilang, tetapi isi ceritanya tamat.Sedangkan naskah EFEO kondisinyarusak dan isi ceritanya tidak tamat. Keduanaskah WB tersebut telah dikaji melaluikajian filologis1 (Heryana, 2010) gunadiperoleh teks naskah yang dapatdipertanggung-jawabkan secara ilmiahakademis.

    Perbandingan teks naskah WBmenunjukkan persamaan dan perbedaanyang tidak mencolok. Hal inimengindikasikan kedua naskah tersebutmasih dalam satu versi cerita. Persamaanyang pokok adalah bahasa, aksara,susunan cerita, bahan tulisan dari kertasdan tanda-tanda ejaan sebagaimanadiurai di bawah ini.

    Naskah Buhaer ditulis dalamaksara Arab-Pegon dengan menggunakanbahasa Sunda masa kini. Tipe hurufnyakecil-bulat dan lurus yang dapat dilihatsecara kasat mata pada huruf 1 (ra) ,(wa) H (wa). Di samping itu pemakaianhuruf 3 (sin) tidak konsisten. Kadang-kadang ada tanda gerigi pada lengkungankepalanya, seperti pada kata: susah

    , tetapi di lain tempat tanpa garisgerigi-lengkung. Artinya huruf sin cukupditulis dengan garis lurus saja seperti padakata suka .

    Teks naskah menggunakan duamacam tanda baca, yaitu, pertama garismiring ganda dalam bentuk kecil ( // )

    (kuring //gancang kumawani //) sebagai tandabatas larik (padalisan). Kedua, tandaseperti dua huruf /tha/ yakni tanda

    sebagai tanda batas bait (pada). Disamping itu, tanda ini dipakai pulauntuk menandai pergantian nama pupuhdengan cara menempatkan tanda itusebanyak empat sampai dengan tujuhbuah di sebelah kiri dan kanan pupuh,misalnya, (pupuhsinom)

    Naskah Wawacan Buhaer ditulisdalam bentuk puisi (tembang). Puisidalam pengertian tradisional adalahkarangan yang terikat oleh aturan-aturanpersajakan yang disebut pupuh. Pupuhitu sendiri terdiri atas beberapa macamyang setiap pupuh mempunyai aturan dankarakter tersendiri.

    Naskah Wawacan Buhaer itusendiri ditulis dengan menggunakan 10pupuh, yaitu: (1) Dangdanggula sebanyak1 kali , (2) Sinom sebanyak 1 kali, (3)Pangkur sebanyak 2 kali, (4)Asmarandana sebanyak 2 kali, (5)Kinanti sebanyak 2 kali, (6) Magatrusebanyak 2 kali, (7) Durma sebanyak 1kali, (8) Mijil sebanyak 2 kali, (9) Ladrangsebanyak 1 kali, dan (10) Balakbaksebanyak 1 kali.

    2. Ringkasan Cerita2. Ringkasan Cerita2. Ringkasan Cerita2. Ringkasan Cerita2. Ringkasan Cerita

    Dikisahkan seorang pemalasbernama Guna Sabda dari KampungPaminggir. Ia mempunyai 3 (tiga) azimatwarisan orang tuanya berupa suling, ali(cincin), dan ketu (kopiah). Ketiga azimat

    1 Pengertian filologi menurut Pradotokusumo

    (2005: 9) adalah cabang ilmu sastra yang objekstudinya secara tradisional memasalahkan variasiteks. Dalam perluasan artinya, filologi adalah ilmubahasa dan studi tentang kebudayaan bangsa-bangsaberadab seperti yang diungkapkan dalam bahasa,sastra, dan agama mereka, terutama yang sumbernyadidapat dari naskah-naskah sehingga secara umumdapat disebut ilmu tentang naskah-naskah. Dalampada itu, inti kegiatan filologi adalah penentuanbentuk teks yang paling dapat dipercaya. Untukmenyusun kembali teks yang demikian diperlukanpengetahuan mengenai pengarangnya, kebudayaan,dan tradisi yang mempengaruhi karyanya (Sutrisno,1979 : 46-8).

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 5

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    itu memiliki keistimewaan yang berbeda,yaitu: suling untuk memanggil raja jin,cincin untuk memanggil patih jin, dankopiah untuk menghilang dari pandanganmata.

    Guna Sabda beristrikan Nyi Sainahyang dikaruniai seorang anak lelakibernama Buhaer Kecil. Keadaan GunaSabda pada awalnya seorang miskin.Namun berkat khasiat azimatnya, iakemudian menjadi orang terkaya dikampungnya.

    Tabiat Buhaer Kecil sangatberbeda dengan ayahnya. Ia seorangberandal, pemabuk, penjudi dan sangattidak hormat kepada orang tuanya. Halini menjadi penyebab Guna Sabdameninggal dunia. Ia sakit karenamemikirkan kelakuan anaknya. Sebelummeninggal dunia, ia berwasiat kepadaisterinya untuk memberikan tigaazimatnya kepada anaknya, BuhaerKecil, saat dewasa nanti.

    Setelah Guna Sabda meninggaldunia, kehidupan Nyi Sainah kembalimiskin. Harta kekayaan yang berlimpahruah itu habis dijual oleh anaknya kecualitiga azimat peninggalan suaminya.

    Pada satu saat ketiga azimat itudiberikan kepada anaknya. Buhaermencoba khasiat suling azimat. Iamembawanya untuk mengamen. Tiupansuling telah menyebabkan keluarnya 2raja jin yang patuh dan setia kepadapemilik suling itu. Buhaer memintakekayaan dari raja jin tersebut.Permintaannya dikabulkan dan akhirnyaBuhaer menjadi orang terkaya kembalidi desanya, Kampung Paminggir.

    Buhaer menginginkan seorangisteri, putri Raja Melawati, bernamaRatnasari. Putri nan cantik ini menjadirebutan 25 raja bawahan KerajaanMelawati. Berbagai cara telah ditempuhBuhaer untuk memperdaya dan menarik

    hati putri raja, namun yang terjadi adalahdirinya yang selalu diperdaya olehkelicikan Putri Ratnasari.

    Pengalaman memakan buahberacun di sebuah hutan telah melahirkanide untuk memperdaya kelicikan PutriRatnasari. Ia menyamar sebagai penjualbuah-buahan yang dikhususkan untukkeluarga kerajaan. Pasca memakan buahtersebut keluarga kerajaan terkenapenyakit aneh. Semua dukun dan tabibtidak sanggup menyembuhkannya.Sampai akhirnya Raja mengeluarkansayembara yang berisi janji untukmenjadikan Putri Ratnasari sebagai isteribagi siapa saja yang menyembuhkannya.Buhaer yang mempunyai obat penawar,berupa buah berwarna putih, dapatmenyembuhkan semua penyakit yangdiidap keluarga kerajaan.

    Kesembuhan keluarga KerajaanMelawati telah mendatangkankegembiraan untuk Buhaer. Tetapi,tidaklah demikian untuk para 25 rajabawahan Melawati; mereka kecewa danmemandang rendah Buhaer yang padaakhirnya menantang perang. Terjadilahperang. Dalam peperangan itu, Buhaermenjadi pahlawannya. Ia dengan azimatyang dimilikinya sangat mudahmengalahkan dan menaklukkan ke-25raja itu. Akhir cerita atas kemenanganitu Buhaer diangkat menjadi rajaMelawati sekaligus mempersunting PutriRatnasari. Dan sebagai penutup, BuhaerKecil tidak lupa untuk memboyong ibunyake istana.

    3. Struktur Karya Sastra3. Struktur Karya Sastra3. Struktur Karya Sastra3. Struktur Karya Sastra3. Struktur Karya Sastra

    Penganalisisan naskah WB dari segisastra lebih menitikberatkan pada aspekintrinsik, yakni menganalisis karya itusendiri tanpa melihat kaitannya dengandata di luar cipta sastra tersebut(Sukada,1987: 51). Dalam hubungannya

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-176

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    dengan penganalisaan karya sastra ataumenurut istilah Sudjiman adalah ceritarekaan, maka yang terpenting adalahalur, tema, dan tokoh (1988: 11).Kekurangan pendekatan struktural dalamkarya sastra lepas dari dunia luar. Seolah-olah anak buangan yang tidak tahu lagiinduknya. Oleh karena itulah, untukmelengkapi kekurangan tersebut, padaakhir uraian dikemukakan nilai budayayang terkandung dalam WB denganmenggunakan metode analisis isi(content analysis).

    a. Alur Ceritaa. Alur Ceritaa. Alur Ceritaa. Alur Ceritaa. Alur Cerita

    Seorang yang menganggap karyasastra sebagai stuktur yang mandiri, plotatau alur harus mempunyai suatuwholeness atau keutuhan. Pembacasuatu karya sastra selalu mencobamemahami fungsi unsur-unsur atauperistiwa-peristiwa dalam rangkakeseluruhan plotnya. Kaum formalismemperkenalkan beberapa istilah danpengertian yang penting bagi suatu teksyang bersifat epik (Sujiman, 1986:41).Istilah yang dimaksud antara lain: Motifadalah suatu kesatuan struktural yangpaling kecil yang berfungsi sebagaipenghubung unsur-unsur yangmendukung stuktur cerita; fabula (cerita)adalah suatu rantai motif dalam urutankronologis dan sujet (plot) adalahpenyajian motif-motif yang telah disusunsecara artistik atau menurut Foster, ceritaadalah urutan peristiwa dalam hubunganwaktu, sedang alur adalah hubungansebab akibat yang ada antara peristiwa-peristiwa dalam cerita (Foster, 1947: 87).

    Berdasarkan rangkaian ceritaterdapat dua macam plot yang lazimdijumpai dalam karya-karya sastra, yaituplot lurus (linear) dan plot arus balik(flash back). Plot atau alur lurus adalahurutan penceritaan yang searah. Alur ini

    biasanya diawali dengan perkenalan paratokoh, kemudian peristiwa-peristiwa yangmengikutinya secara berurutan sampaipada akhir cerita. Adapun alur sorot balik(flash back) adalah susunan penceritaandalam gerak maju mundur. Artinya ceritatidak selalu diawali dengan perkenalan,tetapi seolah-olah mulai dari tengah danmemotong kejadian.

    Alur WB apabila dianalisis lebihrinci sebenarnya terdiri atas dua cerita,yaitu, pertama cerita tentang GunaSabda dan Sainah hingga kelahirananaknya, Buhaer. Kedua, cerita Buhaeryang dimulai sejak kematian ayahnya,Guna Sabda, hingga perjuangan mencapaicita-citanya mempersunting putri raja.

    Secara umum alur cerita WB dapatdikemukakan sebagai berikut:1. Riwayat Guna Sabda dengan jimat

    wasiatnya, yang membuat dirinyakaya.

    2. Kelahiran Buhaer serta tabiatnyayang berandal menjadi sebabmeninggalnya sang ayah.

    3. Penyampaian wasiat ayahnyakepada Buhaer.

    4. Buhaer menjadi orang yang kayaberkat jimat wasiat.

    5. Keinginan untuk meminang putriRaja Melawati, Ratnasari.

    6. Buhaer selalu diakali dan ditipu putriraja.

    7. Buhaer menemukan buah bulganyang mempunyai 4 (empat) warna,yang masing-masing warnamempunyai khasiat berbeda.

    8. Buhaer menyamar menjadipedagang Arab yang berjualan buahbulgan.

    9. Keluarga raja tertimpa penyakityang tidak ada obatnya.

    10. Sayembara.11. Tabib dan dukun tidak sanggup

    menyembuhkan.

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 7

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    12. Buhaer menyembuhkan penyakitraja dan putri.

    13. Raja Salawe Negri menangtangperang.

    14. Buhaer menaklukkan Raja SalaweNegri.

    15. Pernikahan Buhaer dengan PutriRatnasari.

    16. Buhaer memboyong ibunya keistana.

    Dalam pada itu, alur cerita WBbersifat lurus. Satu peristiwa dengan

    peristiwa berikutnya saling menguatkan.Di dalamnya tidak ditemukan loncatan-loncatan cerita. Alur cerita mengalir darihulu ke hilir sebagaimana alur cerita yangdikemukakan oleh Sudjiman (1988: 30).Ia mengemukakan, struktur umum alurterbagi atas tiga bagian besar, yaitu awal,tengah, dan akhir. Bagian awal terdiri ataspaparan (exposition), rangsangan(inciting moment) , gawatan (risingaction). Bagian tengah terdiri atas tikaian(conflict), rumitan (complication), danklimaks. Adapun bagian akhir terdiri atasleraian (falling action) dan selesaian.Penerapan alur pada cerita WawacanBuhaer adalah sebagai berikut.

    b.Tokoh dan PenokohanPradotokusumo (1986: 53)

    menjelaskan bahwa tokoh dalam karyasastra adalah manusia-manusia yangditampilkan oleh pengarang dan memilikisifat-sifat yang ditafsirkan dan dikenalpembacanya melalui apa yang merekalakukan. Kemudian Rusyana (1979: 128)lebih menyoroti akan peranan para pelakudalam suatu karya sastra, maka iaberpendapat bahwa pelaku (tokoh) ituterdiri atas 3 peranan, yaitu: pelakuutama, pelaku pelengkap, dan pelakufiguran. Sedangkan Sujiman membedakantokoh tersebut menjadi tokoh sentral dantokoh bawahan. Tokoh sentral dapatdisamakan dengan tokoh utama atauprotagonis dan tokoh bawahan adalahtokoh yang tidak sentral kedudukannyadi dalam cerita, tetapi kehadirannyasangat diperlukan untuk menunjang ataumendukung tokoh utama (Grimes, dalamSujiman, 1988: 19).

    Dalam WB, tokoh yang lebihmenonjol adalah tokoh yang berperansebagai pelaku utama (tokoh sentral) disamping pelaku pelengkap (tokohbawahan). Peranan Buhaer sebagaipelaku utama lebih menonjol. Artinya,seluruh alur cerita mengarah pada pelakutokoh utama ini, walaupun perludiperhatikan bahwa intensitaskemunculan tokoh utama dalam suatucerita bukan salah satu syarat untukdisimpulkan sebagai tokoh utama. Namunyang lebih penting adalah bagaimanaperanan para tokoh itu membangun suatucerita (Sujiman, 1988: 18).

    Penonjolan tokoh Buhaer sebagaitokoh utama berkaitan erat denganmaksud penyalin naskah, yaknimemberikan pesan melalui ujaran dantingkah laku tokohnya. Umumnya padacerita-cerita klasik para tokoh cerita selaludigambarkan hitam-putih. Tokoh utama

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-178

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    selalu dikemukakan orang-orang yangsempurna dan ideal. Ia selalu berada diatas kebenaran. Sementara tokoh-tokohlawannya (antagonis) digambarkan orangyang rendah dan tidak berilmu. Gambaranbenar dan salah demikian transparan,kentara jelas; walaupun pada awalnyanegatif (sengsara, susah) namun padaakhirnya selalu happy ending (berakhirdengan kebahagian). Dalam bahasafilsafat adalah kebenaran pastimengalahkan kejahatan.

    Di dalam teks Buhaer, tokohutamanya bernama Buhaer. NamaBuhaer berasal dari bahasa Arab yaitubuhairah yang berarti danau kecil. Padakonteks WB, Buhaer berarti lelaki kayadi tengah-tengah orang miskin.Pengertian nama Buhaer ini ternyatasesuai dengan gambaran ceritanya,walaupun pada awalnya digambarkantidak semestinya.

    Gambaran tokoh Buhaer adalahseorang anak lelaki berandal yang tidakberbakti kepada orang tuanya. Perilaku-perilaku negatif yang tidak sesuai dengannorma dan aturan hidup dilakukannyadengan tanpa penyesalan apa pun.Mabuk dan judi menjadi pekerjaannya,bahkan perilaku kasar terhadaporangtunya pun ia lakukan. Akibatsemuanya itu harus ia bayar denganmeninggalnya orangtua, sekaligusmenjadikan keluarganya miskin kembali.Namun, ketulusan orang tuanya, GunaSabda yang mewariskan tiga buah jimat,telah mampu mengubah perilakunya.Buhaer menjadi orang terhormat,layaknya sebuah danau kecil yangmemberi manfaat pada alam sekitarnya.

    Karakter Buhaer sebagai mantanpreman terlihat pada kekerasan hati,keberangan sekaligus kebodohannyauntuk mempersunting putri RajaMelawati. Kekerasan hati ia perlihatkan

    pada aksi penculikan dan upaya laindalam mencapai keinginannya.Keberangan diperlihatkan kepada ibunyayang mencoba mengingatkan dirinya agarmengurungkan niatnya. Sementarakebodohannya secara tak sadar iaperlihatkan pada saat jimat suling dankopiah dapat dirampas Putri Ratnasari.

    Pengalaman dibodohi PutriRatnasari telah memunculkankecerdasan untuk membalasnya melaluikeajaiban buah bulgan. Dalam hal ini sifatBuhaer dapat dikatakan sebagai orangyang cepat belajar. Selain itu, ia beranibertanggung jawab atas semuapekerjaannya sekalipun nyawa sebagaitaruhannya. Berikut petikan naskah WBkanto XI Pupuh Magatru bait 7-11sebagai berikut:196 7 Jedur mariem ajidan sarsan

    /geus/ kumpul

    Meriam disulut ajudan sersan

    berkumpul

    turuktuk tamburna nitir tambur ditabuh bertalu-talu

    kornel ajidan kumendur kornel ajudan komandan

    Di alun-alun ngabaris di alun-alun berbaris

    pada nangtang ting haraok siap menantang perang.

    197 8 Coba geura bijil maneh

    dukun baru

    Ayo ke luar kau dukun baru !

    mantu raja Melawati mantu Raja Melawati

    anu masyhur (32) teguh

    simbul

    yang mashur tangguh.

    mun enya digjaya sakti Bila benar digjaya sakti

    coba urang silih tarok mari kita saling bacok.

    198 9 Raden patih ngadangu

    nangtangna musuh

    raden patih mendengar tantangan

    musuh

    unjukan ka kangjeng gusti melapor ke raja.

    abdi neda idin pupuh Hamba mohon izin perang.

    ku Buhaer geus ka kuping Terdengar oleh Buhaer

    Buhaer ka patih ngomong Buhaer berkata kepada patih,:

    199 10 He juragan rangga patih

    kaula nun

    Hai Rangga Patih hamba saya.

    montong teuing palay jurit Jangan sekali-kali ke medan jurit,

    anggur jaga kangjeng ratu jaga saja paduka raja.

    maju jurit kuma abdi Medan jurit akulah yang

    menanggung

    tingali bae ti gedong diam saja di gedung.

    200 11 Ki Buhaer niru dangdan

    para ratu

    Ki Buhaer berdandan meniru para

    raja

    nyoren pedang nganggo topi menyandang pedang memakai topi

    geus tuluy ka alun-alun berangkat ke alun-alun

    jeung dua tambur parjurit berdua dengan prajurit yang

    bertambur

    dangah ka lebah babancong tengadah ke arah babancong

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 9

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    Beralih pada tokoh antagonis yangmerupakan lawan tokoh utama,digambarkan berkarakter angkuh,menganggap enteng orang lain,berbangga diri dengan pengikutnya. Sifat-sifat itu terdapat pada 25 bupati yangmerasa lebih mulia kedudukan danmartabatnya dibandingkan denganBuhaer dari kaum rakyat jelata.Peperangan yang dipicu rasa dengki 25bupati terhadap keberhasilan Buhaermenikahi Putri Ratnasari telahmeruntuhkan harga diri dankedudukannya. Mereka bertekuk lututkepada Buhaer, seorang raja muda mantanpreman dari kalangan kaum miskin.

    c. Latar atau c. Latar atau c. Latar atau c. Latar atau c. Latar atau SettingSettingSettingSettingSetting

    Sebuah latar dalam karya sastrasangat berperan dalam menentukankeutuhan sebuah cerita. Tidaklah tepatsebuah cerita kerajaan zaman Majapahitdengan berlatar belakang situasi dankondisi masa sekarang yang penuhdengan persenjataan modern; kecualiuntuk sesuatu maksud yang ditujukansebagai sarkasme atau ironi. Akan tetapiuntuk tujuan yang terakhir ini, pada sastraklasik, tidaklah mungkin terjadi. Sebabtujuan (karya) sastra masa itu lebihbersifat sebagai hiburan, pepatah ataupedoman hidup. Jarang-jarang sebuahkarya sastra masa lalu diperuntukkanmenyindir atau bentuk protes penyairterhadap situasi yang berkembang padasaat itu. Dengan demikian, jelaslah bahwalatar atau setting dalam pemahamantradisional merupakan unsur palingpenting dalam karya sastra.

    Latar dalam praktiknya tidaklahberdiri sendiri. Ia tidak bisa dipisahkandengan unsur-unsur lainnya di dalamhubungannya membentuk suatu keutuhanstruktur, sehingga latar hadir bersamaperistiwa-peristiwa yang terjadi pada

    tokoh-tokohnya. Secara sederhana dapatdikatakan bahwa segala keterangan,petunjuk, pengacuan yang berkaitandengan waktu, ruang, dan suasanaterjadinya peristiwa dalam suatu karyasastra membangun latar cerita(Sudjiman,1986: 46). Sebuah namaMelawati atau Prabu RadenSuriadipati telah sanggup memancingkesan pembaca pada situasi latar sebuahkerajaan masa lampau. Demikian puladengan tokoh-tokoh ceritanya yang penuhdengan kesaktian mandraguna sertabalatentara telah cukup mengarahkanpembaca pada situasi latar kerajaan.

    Sementara itu, Hudson (dalamSudjiman,1988:44) membedakan latarsosial dan latar fisik (material). Latarsosial mencakup penggambaran keadaanmasyarakat, kelompok-kelompok sosialdan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup,bahasa dan lain-lain yang melatariperistiwa. Adapun yang dimaksud denganlatar fisik adalah tempat dalam wujudfisiknya, yaitu bangunan, daerah, dansebagainya.

    Latar WB adalah sebuah KerajaanMelawati yang membawahi 25 daerahyang dikepalai oleh bupati. KerajaanMelawati dikepalai oleh Raja RadenSuriadipati beserta permaisuri yangdikaruniai seorang putri bernamaRatnasari. Kehidupan di kerajaan sudahbarang tentu berkaitan dengankeberlimpahruahan harta benda danpengikut serta kedudukan. Di lain pihaklatar kemiskinan yang dimiliki rakyatnyadikemukakan melalui tokoh utamanya(Guna Sabda, Nyi Sainah, dan Buhaer).Selain itu, kepercayaan animisme danpenghormatan kepada kaum agamawanterlihat jelas pada peran jimat dansamaran orang Arab. Jadi, naskah WBdilatarbelakangi perbedaan latar sosialdan adat istiadat masa itu.

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-1710

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Tinjauan budaya atas WBmenunjukkan adanya percampuran empatkebudayaan. Unsur kebudayaan Hindu,Islam, Jawa dan Eropa dapat dijumpaipada beberapa peristiwa dan pemakaianbahasanya. Kepercayaan pada jimatyang merupakan senjata andalan tokohcerita serta mantera-mantera yangdigunakan menunjukkan sinkretismeantara unsur Hindu dan Islam. Disamping itu, pemakaian beberapa kataatau kalimat dalam bahasa Indonesia(Melayu) dan Jawa serta pola pikir yangberbeda dengan wawacan padaumumnya bisa dikaitkan adanya unsurbudaya Jawa dan Eropa.

    d. Temad. Temad. Temad. Temad. Tema

    Setiap karya sastra, baik prosamaupun puisi, tidak hanya memaparkanperistiwa demi peristiwa, tetapi didalamnya terdapat maksud dan tujuantertentu yang ingin disampaikanpengarangnya. Dengan kata lain, adaunsur yang sangat esensial yangmengarahkan cerita pada satu tujuantertentu. Unsur yang dimaksud adalahtema.

    Tema adalah gagasan, ide, ataupilihan utama yang mendasari suatu karyasastra, demikianlah menurut Sudjiman(1988b: 50 dan 55). Selanjutnya,Sumardjo (1984: 57) mengartikan bahwatema adalah pokok pembicaraan dalamsebuah cerita. Cerita bukan hanyasekadar berisi rentetan kejadian yangdisusun dalam sebuah bagan, tetapisusunan bagan itu sendiri harusmengandung maksud tertentu.Pengalaman yang dibeberkan padasebuah cerita harus mempunyaipermasalahan. Jadi, membicarakan temaberarti mengupas tentang pokokpermasalahan. Dengan demikian, temadapat juga dikatakan gagasan atau ide-

    ide utama yang ingin disampaikanpengarang, baik secara eksplisit maupunimplisit.

    Dalam sebuah cerita terkandungbeberapa tema, tetapi kita dapatmenentukan mana tema yang pokok, danmana yang merupakan tema sampingan.Untuk kedua macam tema ini, Rusyana(1979: 120) mengistilahkan tema utamadan tema sampingan atau tema egoik dantema spiritual. Apabila kita mengacu padapengertian yang disampaikan Rusyanatersebut, maka kita akan menyatakanbahwa tema sentral dari WB adalah:1) Pencapaian kedudukan atau jabatan

    tidak lagi berdasarkan keturunan(terah), tetapi diperoleh denganperjuangan individu.

    2) Pengabaian kekuasaan kaumbangsawan.

    3) Adanya perubahan cita-cita.Adanya cerita yang berpijak pada

    rakyat biasa, seorang manusia dalamstrata sosial urang lembur, orang desa,menginginkan kedudukan yang mustahiltercapai pada masa itu, kemustahilan ituterjadi apabila dikaitkan dengan kerangkaumum cerita wawacan yang banyakmenampilkan sosok tokoh cerita dalamstrata sosial golongan feodal dan ulama.

    Isi cerita wawacan umumnyaberkisar pada hegemoni (kekuasaan)kaum feodal dan kaum ulama (Rosidi,1966: 12). Kedua hegemoni ini dilukiskandemikian sakti, pintar, agung dan berbagainilai positif ditujukan kepada mereka,keturunan bangsawan dan ulama. Padawawacan Buhaer yang terjadi adalahkebalikannya. Hegemoni kaum feodaldan ulama diabaikan sama sekali, seolah-olah ingin menjungkirbalikkan mitostersebut.

    Tokoh Buhaer adalah wakilmasyarakat bawah yang menginginkankedudukan di lingkungan istana. Secara

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 11

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    sederhana cerita Buhaer memberi pesanbahwa untuk mencapai kedudukan tinggiitu tidak lagi berpangkal pada terah atauturunan, melainkan harus dicapai melaluitekad dan kemampuan diri. Kedudukan,pangkat, dan kekayaan tidaklah berartiapa-apa tanpa disertai ilmu pengetahuandan mengoptimalkan potensi diri.

    4. Kajian Nilai4. Kajian Nilai4. Kajian Nilai4. Kajian Nilai4. Kajian Nilai

    Poerwadarminta (1985) mengartikannilai adalah kadar isi yang memiliki sifat-sifat atau hal-hal yang penting atauberguna bagi kamanusiaan. Bertolak daripengertian itu, maka dalam suatu karyasastra akan terkandung banyak nilai, yaituselain nilai sastra itu sendiri yang lebihcenderung pada nilai estetis, juga terdapatnilai-nilai budaya, nilai sosial, keagamaan,dan nilai-nilai moral. Nilai estetis dapatdipahami melalui penelaahan intuisi danapresiasi yang menyentuh aspek rasa.Sedangkan untuk memahami nilai-nilaibudaya, nilai sosial, keagamaan dan nilaimoral suatu karya sastra memerlukanpendalaman pemahaman latar belakangsosial budaya masyarakat saat karyasastra itu lahir dan didukung. Akan tetapiaspek-aspek nilai tersebut satu sama lainsaling terkait dan tidak dapat dipisahkan.Oleh karena itu kandungan nilai suatukarya sastra (lama) merupakan unsuryang hakiki dari karya sastra itu secarakeseluruhan.

    Ungkapan nilai-nilai yang terdapatdalam suatu nilai karya sastra, bukan sajaakan memberikan pengertian tentanglatar belakang sosial budaya masyarakatpendukung karya sastra yangbersangkutan, melainkan juga akan dapatmengungkapkan ide-ide atau gagasanpengarang dalam menanggapi situasi-situasi yang ada di sekelilingnya. Hal inidimungkinkan, karena karya sastra adalahtuangan kemampuan pengarang dalam

    mengekspresikan situasi yang ada padazamannya. Sebagaimana dikemukakanoleh Djoko Damono (1979: 4-5), bahwasastra mencerminkan norma-norma yakniukuran perilaku yang oleh anggotamasyarakat diterima sebagai cara yangbenar untuk bertindak dan menyimpulkansesuatu. Sastra juga mencerminkan nilai-nilai yang secara sadar diformulasikandan diusahakan oleh warganya dalammasyarakat.

    Ada beberapa nilai yang perludikemukakan dalam kandungan ceritaWB, yaitu: (1) kebahagiaan tidak terletakpada kekayaan (2) keteguhan hati, (3)optimisme, (4) bakti anak kepada orangtua (5) fungsi jimat, (6) animisme dandinamisme

    a.a.a.a.a. Kebahagiaan Tidak Terletak padaKebahagiaan Tidak Terletak padaKebahagiaan Tidak Terletak padaKebahagiaan Tidak Terletak padaKebahagiaan Tidak Terletak pada

    KekayaanKekayaanKekayaanKekayaanKekayaan

    Buhaer seorang anak berandalyang memperoleh warisan jimat dariayahnya bernama Guna Sabda. Adanyajimat itu membuat Buhaer memperolehberbagai kemudahan dalam mencukupikebutuhan hidupnya, sekaligus jugamenjadi orang terkaya. Namun semua itubelum memuaskan hatinya. Ada sesuatuyang belum lengkap, yaitu kehadiranisteri.

    Keinginan untuk beristeri munculmanakala Buhaer bertemu denganseorang puteri raja di sebuah tempat.Pertemuan tanpa rencana ini berbuahhasrat untuk meminangnya. UpayaBuhaer mewujudkan keinginannya untukmenikahi putri raja telah mengantarkandirinya berpetualang. Berbagai peristiwabaik suka maupun duka dialaminya demimencapai satu tujuan, yaitu menikahi putriraja. Dalam menghadapi berbagairintangan itu, Buhaer selalu dibantu ataumeminta bantuan kepada penghuni jimatmiliknya.

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-1712

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Jimat suling, jimat kopiah, dan jimatcincin adalah tiga serangkai jimat yangdihuni oleh makhluk halus yaitu jin. Jimatsuling merupakan rumah dua orang rajajin, sedangkan jimat cincin dihuni patih jin.Namun dalam jimat kopiah tak jelasdikemukakan secara eksplisit siapapenunggunya. Ketiga jimat ini memilikikekuatan gaib bagi siapa saja yangmemilikinya tanpa kecuali. Penyebutannama jin atau ejin tentu saja sebagaisebab pengaruh agama Islam yangberkembang masa itu. Sedangkankepercayaan pada kekuatan jimatbukanlah berasal dari Islam, bahkan Islammelarang keras terhadap kepercayaan itu.

    Guna Sabda dan Buhaer Kecilsebagai pemilik sekaligus penggunaketiga jimat itu menjadikannya sebagaibenda untuk meminta-minta. Dengankalimat lain cara mudah menyelesaikanmasalah adalah menggunakan jimat yangdimilikinya. Oleh karena itulah, mudahdipahami apabila tokoh Guna Sabdadigambarkan sebagai tokoh pemalas yangkerjanya hanya meminta-minta kepadajimat. Secara logika tindakan Guna Sabdaberbuat demikian dapat dibenarkandengan asumsi bahwa jika jimat sulingdapat memenuhi kebutuhan hidupnyatanpa bekerja, buat apa bekerja?Bukankah bekerja itu untuk memperolehpenghasilan yang selanjutnya dibelanjakanuntuk memenuhi berbagai keperluan dankebutuhan hidup manusia? Pola pikirsemacam ini mungkin merata di kalanganorang-orang yang sudah kaya danberpaham pragmatis. Namun demikian,cerita Guna Sabda ternyata tidak berakhirdengan kebahagiaan. Ia meninggalkarena memikirkan putranya yangberkelakuan berandalan. Kekayaan yangdimilikinya belum cukup membahagiakanhatinya.

    b. Keteguhan Hatib. Keteguhan Hatib. Keteguhan Hatib. Keteguhan Hatib. Keteguhan Hati

    Buhaer yang berkecukupan dandipandang kaya di desanya membangkitkanniatan untuk mempersunting putri raja.Niat untuk melamar putri raja mendapattantangan besar dari ibunya sendiri.Kekhawatiran seorang ibu terhadapanaknya tentu tidak dapat disalahkan,sebab telah banyak bupati atau rajayang melamar sang putri , tetapisemuanya ditolak. Apalagi diri anaknya,Buhaer, yang hanya golongan rakyatbiasa. Buhaer seolah-olah tak peduliatas kekhawatiran ibunya itu. Ia malahmenyalahkan ibunya karena membuatkecil hatinya, bukannya memberisemangat.

    Keteguhan hati Buhaer mem-persunting putri raja diuji oleh berbagairintangan. Rintangan pertama adalahkeengganan putri terhadap dirinya tidakmenyurutkan semangat, tetapi dengansegala kemampuan yang dimilikinya iaberusaha sekeras mungkin. Kedua,tipu daya putri yang merampas jimatmiliknya telah membuat dirinyamenderita lahir batin. Namun,penderitaan itu dijadikan sebuahtantangan layaknya di medan perang.Pengalaman dibuang di sebuah hutanmenghasilkan pemikiran untukmemperdaya putri raja dan keluarganya.Ketiga, rintangan terakhir adalah parabupati dan raja bawahan Raja Melawatiyang merasa tersaingi oleh dirinya.Status sosial bangsawan terusik olehBuhaer yang berasal dari golongansosial rendahan, rakyat biasa. Hal itudigambarkan dengan terjadinyatantangan perang (pemberontakan)para bupati terhadap Raja Melawati.

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 13

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    c. Optimismec. Optimismec. Optimismec. Optimismec. Optimisme

    Optimisme lawannya adalahpesimisme. Dalam sebuah ungkapanyang sederhana, kedua kata itudipadankan dengan kata besar hati(optimis) dan kecil hati (pesimis).Besar hati mengandung makna penuhharapan baik. Apapun yang dihadapidalam mencapai tujuan disikapi dengankebesaran hati atau kedewasaan sikap.Sikap ibunya yang membuat dirinya kecilhati dilawannya dengan keras.

    Optimisme haruslah muncul saatseseorang menghadapi kegentingan agardalam dirinya timbul kesadaran pikiranuntuk bertindak jernih. Penderitaan yangmenimpa dirinya tidak harus kehilangantujuan utamanya. Tatkala Buhaerkehilangan jimat dan dirinya berada ditengah hutan, nyaris ia putus asa. Selakumanusia, hal yang wajar ia menangis danbersedih Buhaer leuwih nalangsa,tungtungna ngareguh ceurik(Buhaersangat nelangsa, akhirnya menangis).

    Kesedihan kehilangan jimat takberlangsung lama masih ada harapanuntuk keluar dari keterpurukan.

    Kutipan bait menunjukkankesyukuran Buhaer yang masihmempunyai dua buah azimat lagi. Hal ituberarti dirinya akan keluar dari kesulitandan terus akan melanjutkan perangdengan putri raja bernama Ratnasari.

    d. Bakti Anak Kepada Orang Tuad. Bakti Anak Kepada Orang Tuad. Bakti Anak Kepada Orang Tuad. Bakti Anak Kepada Orang Tuad. Bakti Anak Kepada Orang Tua

    Beberapa teks menunjukkanadanya rasa hormat Buhaer kepadaibunya. Pada A. II Sinom 12 Buhaermeminta izin untuk pergi ke pasar.Pertemuan dengan putri di pasarmenimbulkan hasrat untuk melamarnya.Oleh karena itu ia meminta doa restuibunya (A.II Sinom 21). Saat ditimpapenderitaan, ia pun masih ingat kepadaibunya (A.III.Pangkur 10-11) untukmeminta berkah doanya.

    Tampaknya posisi ibu menjadipenting sebagai kekuatan moral dalammenghadapi berbagai persoalan, dalamhal ini adalah peperangan. Pada saat akanberangkat perang, Buhaer berkata

    Buhaer ngagaok nyentak, Buhaer berkata tegas

    indung naha kitu teuing, ibu mengapa begitu

    lain bet aya kuduwa, bukannya mendukung

    hayang boga minantu putri, mempunyai menantu putri (raja)

    anggur mawa leutik ati, malah membuat kecil hati

    kawula mowal ngagugu, aku tidak akan menuruti (keinginan

    ibu)

    Nyi Sainah tuluy jawab, Nyi Sainah berkata

    Agus kuma dinya teuing, Anakku terserah saja

    ari bisa ngalamar ka anak

    raja

    kalau kau mampu meminang anak

    raja.

    (II/23/46)

    Tuluy ngarampaan sirah, kemudian meraba kepala

    geus teu aya jimat suling dipaling, jimat suling sudah dicuri

    tuluy ngarampaan saku, lantas meraba saku,

    aya keneh jimatna, masih ada azimatnya

    jimat ali nya eta jeung jimat ketu, cincin azimat dan ketu azimat,

    kopeah nu bodas tea, yaitu kopiah putih

    watekna kana ngaleungit gunanya untuk menghilang

    Buhaer suka kacida, buhaer suka cita

    Ki Buhaer maca alhamdulilah, Ia mengucap alhamdulillah,

    puji syukur ka yang agung, puji sukur kepada yang agung,

    kieu ge pirang-pirang, Sungguh patut disyukuri

    aya keneh milik wasiat ti indung, berkah doa ibu keberuntungan

    dipihaknya

    tuluy ali teh dipecak, cincin lantas dicoba

    dipake dina jariji dipakai di jari manis

    (III/9/59-III/10/60)

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-1714

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    neda dua tuang putra bade nyusul(mohon doa putramu akan menyusul -perang). Demikian pula pada peristiwalain (VI Kinanti 11) Buhaer meminta doaibunya untuk mengikuti sayembaramenyembuhkan keluarga raja.

    Keberhasilan Buhaer mencapaicita-cita menikahi putri raja tidak lantasmembuat dirinya berubah tabiat. Ia tidakmalu membawa isterinya mengunjungisekaligus memboyong ibunya di desa.Inilah bakti seorang anak kepada ibunya.Keberhasilan menggapai cita-cita,hakikatnya disebabkan kekuatan doaorang tuanya.

    e. Peran dan Fungsi Jimate. Peran dan Fungsi Jimate. Peran dan Fungsi Jimate. Peran dan Fungsi Jimate. Peran dan Fungsi Jimat

    Buhaer Kecil digambarkanseorang yang berandal dan tak maudiatur. Hal ini pula yang menyebabkanayahnya meninggal dunia. Namundemikian kesadaran dirinya atas segalaperbuatannya terjadi saat ia menerimawarisan jimat ayahnya.

    Bermula dari keraguan Buhaeratas khasiat suling azimat, ia menjadiorang kaya di desanya. Azimat sulingternyata dapat memenuhi kebutuhannya.Jadi, dalam hal ini terjadi perubahanfungsi dan peran suling. Suling yangawalnya sebagai barang atau alatkesenian (hiburan) dan pelipur lara kinisetelah menjadi jimat berubah menjadipenjaga, penolong dalam berbagaikesulitan. Fungsi suling sebagai hiasansemata beralih menjadi sebuah azimatyang harus dirawat dan dijaga lebih daribiasanya.

    Kita memandang azimat yangdimiliki tokoh Buhaer telah melampauifungsi barang sesungguhnya. Suling tidakdimaknai sebagai alat hiburan, kopiahsebagai penutup kepala, dan cincinsebagai hiasan jari manis, tetapisemuanya telah berubah menjadi benda-

    benda yang memiliki kekuatan tersendiri.Kekuatan itu muncul oleh adanya parapenunggu masing-masing ketiga bendaitu. Suling menjadi rumah dua raja jin,cincin menjadi tempat tinggal dua patihjin, dan kopiah memiliki khasiat untukmenghilang.

    Dalam keseluruhan cerita Buhaer,ketiga jimat (suling, kopiah, dan cincin)tampaknya berperan besar dalammengantarkan tokoh cerita mencapaicita-citanya. Persoalan-persoalan yangdihadapi tokoh sangat mudah dipecahkanmelalui penggunaan ketiga jimat itu.Namun perlu dicatat bahwa azimatbersifat netral. Ia tak peduli siapa yangmenyuruhnya dan juga tak peduli apayang dikerjakannya. Yang penting bagipenunggu jimat (makhluk halus) adalahmemenuhi dan melaksanakan perintahmajikannya. Seandainya tuan ataumajikannya telah berganti pun ia akantetap patuh sekalipun musuh tuannyayang pertama. Berikut dikemukakanperan dan fungsi azimat pada ceritaBuhaer.

    Pada Tabel di bawah menunjukkankepada kita bahwa dominasi penggunaazimat adalah pemilik atau pemegangjimat itu sendiri. Sedangkan adanya namaRatnasari sebagai pengguna jimat tidaklebih untuk memperlihatkan kenetralanfungsi azimat. Artinya penunggu azimattidak pernah peduli siapa tuansebenarnya. Penggunaan azimat tidaklahsembarang dipergunakan hal inibergantung pada situasi dan kondisitertentu. Sekurang-kurangnya ada 10peristiwa yang menyebabkan pelaku(tokoh cerita) menggunakan azimat.Secara rinci intensitas kemunculan azimatsuling lebih banyak, yaitu 6 peristiwa,kopiah 2 peristiwa, dan cincin 2 peristiwa.Azimat suling diminati karenapenunggunya adalah dua orang raja jin

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 15

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    Tabel

    No Pelaku Nama Jimat Peristiwa / Peran Tujuan / Fungsi

    1 Guna Sabda Suling

    (dua raja jin)

    Nyi Sainah menagih janji

    dan meminta kecukupan

    sandang pangan (I.67)

    Memenuhi kebu-

    tuhan hidup

    2 Buhaer Suling Mengamen di emper(II.16)

    Meminta hartabenda / kekayaan

    3 Buhaer Suling Menculik Putri Ratnasari

    (II.2629)

    Melamar

    4 Ratnasari Suling Merampas jimat suling(III.26)

    MembuangBuhaer ke

    puncak gunung

    5 Buhaer Cincin

    (dua patih jin)

    Ke luar dari puncakgunung menggunakan

    kuda sembrani (III.914)

    Pulang kerumah,

    6 Buhaer Kopiah

    Menghilang

    Menyatroni istana

    (III.2630)

    Ke puri putri

    7 Ratnasari Suling Merampas kopiah (IV.4

    7)

    Membuang

    Buhaer ke hutan

    8 Peristiwa geger di istana

    Melawati; keluarga rajasakit (VX)

    9 Buhaer Buhaer meminta jimat

    yang dirampas (IX.610)

    10 Buhaer Buhaer mengobatikeluarga kerajaan (IXX)

    11 Buhaer Kopiah Menyerang prajurit 25

    negara (XI.12)

    Memenangkan

    peperangan

    12 Buhaer Suling Penangkapan parapemimpin pemberontak

    yaitu 25 negara (XII.9)

    Mengalahkanmusuh

    13 Buhaer Cincin Buhaer berubah wujudmenjadi raksasa

    Menghancurkanlawan

    yang tentunya lebih tinggi kemampuandan kekuasaannya dari pada jimat cincinyang ditunggui dua patih jin. Keduajimat (cincin dan kopiah) dipakai dalamposisi sebagai cadangan.

    f. Animisme dan Dinamismef. Animisme dan Dinamismef. Animisme dan Dinamismef. Animisme dan Dinamismef. Animisme dan Dinamisme

    Membaca teks-teks sastra masalalu (klasik), pembaca sering dihadapkanpada peristiwa atau perilaku para tokohceritanya yang mempunyai wataksuperior. Peristiwa yang aneh-aneh,dalam istilah setempat kajadian aheng,dan hal-hal yang berbau takhayul-mistis,sering tersaji dalam sastra-sastra yang

    dimaksud. Memang tidak bisa dipungkirilagi hal itu sering ditemukan dantampaknya sudah menjadi trade mark.Dan dalam hal ini pun kita dipaksa untukmemahami -untuk tidak disebutmempercayai- jalan pikiran parapengarang masa lalu. Kita dipaksauntuk mempercayai kesuperioran ataukehebatan tokoh cerita tidak bersumberpada peristiwa-peristiwa yang lazim danwajar dalam keseharian. Dalam arti,kekuatan atau kesaktian seseorang (tokohcerita) diperoleh dengan cara yang dapatditerima akal pikiran sehat.

    Peran dan Fungsi Jimat

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 1-1716

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Apakah hal ini kelebihan sastrayang dapat menjungkirbalikkan fakta dankenyataan? Ataukah suatu kelemahan?Pada dunia sastra, hal-hal yang mustahilterjadi pada dunia nyata justru mendapattempatnya, bahkan menjadi bumbupenyedap. Siapa percaya Buhaermempunyai kuda sembrani yang terbangbagai kapal terbang dan siapa pulapercaya sebuah suling dapatmemporakporandakan wadyabaladpemberontak dalam tempo singkat?Apapun alasannya, akal sehat akanmembantahnya. Peranan akal tampaknyadilecehkan sedemikian rupa, semisal kitamendengarkan dongeng anak sebelumtidur. Cerita jengkerik sebesar gunung atauseorang bocah menaklukkan raksasadengan sekali tebas pedangnya atauperang tanding dengan atraksi senjatapusaka nan ampuh dari para tokohnyaadalah santapannya, situasi demikianlahyang ada dalam teks cerita WB ini.

    Seorang tokoh belum lengkapapabila tidak disertai berbagai kesaktianyang dapat menimbulkan kehebatan ataukeluarbiasaan. Suling yang dihuni oleh rajajin, cincin yang dihuni oleh patih jin sertakopiah yang membuat hilang di hadapanseseorang merupakan atribut yangmelekat pada seorang tokoh. Penyertaanatribut tersebut bukanlah tanpa makna.Di dalamnya terkandung pesan seseorangyang ingin dihormati dan diakuieksistensinya haruslah memiliki sesuatuyang lebih dari orang lain.

    Saat Buhaer melawan tantanganperang melawan 25 bupati, hanya iasendiri yang melayaninya. Ia menampikbantuan raja dan patih Melawati. Ia yakinakan kemampuan senjata andalannya,yaitu jimat. Jimat menjadi tumpuan bukanstrategi atau siasat yang dirundingkan.Semuanya diserahkan sepenuhnya padajimat miliknya. Seolah-olah jimat

    merupakan tulang punggungnya. Hidupdan mati; kalah atau menang terletakpada kesaktian dan keampuhan jimat.Animisme dan dinamisme tampaknyabelum sirna dalam kehidupan manusia.Percaya dan yakin sebuah bendamengandung kekuatan adalah pokokpangkal kepercayaan animisme dandinamisme.

    Bagaimanakah situasi sekarangdalam dunia nyata? Apakah kepercayaanpada makhluk gaib sudah pupus? Sebuahpertanyaan yang gampang-gampang sulit.Disebut gampang, kita bisa mengatakanya. Sulitnya adalah membuktikansecara faktual. Siapa orangnya yang mauditunjuk hidung bahwa ia sering ke dukunatau memiliki dan mempercayai senjatapusaka? Namun masyarakat Indonesiamengenal mumi Indonesia, manusiaberukuran mini, yang dikenal dengansebutan Jengglot. Jengglot ini diyakinimemiliki kekuatan gaib yang berasal dariseorang yang memiliki aji BethoroKarang. Orang yang mempunyai ajitersebut, tubuhnya tidak hancur melainkanmengecil serta kuku dan rambutnyatumbuh melilit tubuhnya sendiri. Dalamhari-hari tertentu, sering membuat ulahapabila tidak diberi makan. Makanannyatak lain adalah darah manusia (?). Beritaini menjadi berita sensasional yangmenimbulkan kepenasaran orang banyak.Dan satu hal yang perlu dicatat adalahpemilik Jengglot tersebut merupakanorang terpandang dan terpelajar.

    C. PENUTUPC. PENUTUPC. PENUTUPC. PENUTUPC. PENUTUP

    Teks Wawacan Buhaer bukanlahnaskah sarat ajaran, melainkan sebuahcerita rekaan yang memiliki maknatersembunyi. Makna menjadi pentingmanakala dikaitkan dengan nilai-nilaibudaya yang relatif berlaku pada masaitu hingga dewasa ini. Nama Buhaer pada

  • Wawacan Buhaer ... (Agus Heryana) 17

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    dasarnya telah menunjukkan keseluruhanmakna yang terdapat dalam kandunganceritanya. Buhaer yang memiliki asalmakna sebuah danau kecil di tempatterpencil, seolah-olah menjadi pelepasdahaga bagi para musafir, pejalan dipadang pasir. Dengan kalimat lain, jadilahdiri kita seorang dermawan, seorangpemurah yang menjadi tempat berlindungorang-orang sekitar.

    Cerita Buhaer sebenarnyasederhana dan menarik untukdikembangkan melalui pengemasantangan-tangan terampil. Tidak berlebihanapabila cerita ini diadaptasikan dalambentuk cerita anak atau komik. Mudah-mudahan dengan cara demikian khasanahcerita tradisional dapat ditransformasikandan menambah khasanah cerita anakNusantara.

    DAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKADAFTAR PUSTAKA

    Abram, M.H. 1958.The Mirror and the Lamp:Romantic Theory and the CritikalTradition. New York: Norton.

    Heryana, Agus. 2010.Wawacan Buhaer: Satu KajianFilologis. Bandung: UniversitasPadjadjaran.

    Djoko Damono, Sapardi. 1979.Sosiologi Sastra. Jakarta: PusatPembinaan dan PengembanganBahasa.

    van Luxemburg, Jan. 1986,Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta :Gramedia.

    Pradotokusumo, Partini Sarjono. 1986.Kakawin Gajah Mada. Bandung:Binacipta.

    _____. 2005.Pengkajian Sastra. Jakatra:Gramedia.

    Rosidi, Ajip. 1966.Kesusastraan Sunda Dewasaini. Cirebon: Tjupumanik

    _____. 1983.Ngalanglang KasusastraanSunda. Jakarta: Pustaka Jaya.

    _____. 1986.Deungkleung Dengdek.Bandung: Angkasa.

    Rusyana, Yus.1969.Galuring Sastra Sunda.Bandung: tp.

    Rusyana, Yus. Dan Ami Raksanagara.1980.Puisi Guguritan Sunda. Jakarta:Pusat Pembinaan danPengembangan Bahasa.

    Sudjiman, Panuti.1984Kamus Istilah Sastra. Jakarta:Gramedia.

    _____. 1988.Memahami Cerita Rekaan.Jakarta: Pustaka Jaya.

    Sukada, Made.1987.Pembinaan Kritik SastraIndonesia. Bandung: Angkasa.

    Sumardjo, Jakob.1984.Memahami Kesusastraan.Bandung: Alumni.

    Sutrisno, Sulastin. 1883.Hikayat Hang Tuah. Yogyakarta:Gajah Mada University Press.

    Teeuw, A. 1982.Khasanah Sastra Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka.

    _____. 1984.Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta:Pustaka Jaya.

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3218

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    SEJARAH PESANTREN MIFTAHUL HUDAMANONJAYA TASIKMALAYA

    Oleh Adeng

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional BandungJl. Cinambo 136 Ujungberung Bandung.

    Naskah diterima: 21 Desember 2010 Naskah disetujui: 16 Februari 2011

    AbstrakPondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam secara tradisional

    yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Seiring denganperkembangan zaman, pondok pesantren tradisional berubah menjadi pondokpesantren modern dengan tidak meninggalkan agama sebagai pijakan. Salah satunyapesantren tradisional yang berkembang menjadi pesantren modern adalah PesantrenMiftahul Huda Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini diharapkan dapatmengungkap sejarah perkembangan Pesantren Miftahul Huda. Pengungkapan sejarahPesantren Miftahul Huda dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yaitu:heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi. Dengan demikian, pondok pesantrensekarang ini tidak hanya mengajarkan ilmu keagamaan saja tetapi ilmu pengetahuandan masalah keduniawian. Oleh karena itu, pondok Pesantren Miftahul Hudamempunyai tiga peranan penting, yaitu: sebagai lembaga pendidikan Islam,pengembangan sumber daya manusia, dan pengembangan masyarakat.

    Kata kunci: pondok, pesantren, Miftahul Huda.

    AbstractPondok Pesantren ia as an Islamic educational institution that lives and

    grows within a society. As the time goes by pesantren gradually left its traditionalstyle behind, turning into a more modern one without leaving religion as thebasis of their educational system. One of which is Pesantren Miftahul HudaManonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. This research tries to study the history ofthe Pesantren by using methods used in history: heuristics, critique,interpretation, and historiography. The result is that today pesantren is alsoteach general sciences as well as religious ones. Therefore Pesantren MiftahulHuda has three important roles: as Islamic educational institution, as a placefor developing social and human resources.

    Keywords: pondok, pesantren, Miftahul Huda.

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 19

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    A.A.A.A.A. PENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUANPENDAHULUAN

    Pesantren sebuah lembagapendidikan Islam tidak hanya berfungsisebagai lembaga pendidikan semata,tetapi juga berfungsi sebagai salah satubenteng pertahanan umat Islam, pusatdakwah dan pusat pengembanganmasyarakat muslim di Indonesia. Padamasa sebelum kemerdekaan, pesantrentelah memainkan peranan besar dalammeningkatkan pengetahuan agama danmenjadi pilihan utama bagi pendidikanmasyarakat Indonesia.

    Seiring dengan perkembanganzaman dan mulai maraknya sistempendidikan formal, pesantren pun terusberperan untuk mengikutinya dengantidak meninggalkan agama sebagai dasarpijakan. Perkembangan ini sudah mulaitampak sejak awal abad ke-20, denganberdirinya pesantren-pesantren moderndan berubahnya pesantren tradisionalmenjadi pesantren modern. Di pesantrenterjadi pergeseran orientasi, tidak hanyamengajarkan masalah uhkrowi(keagamaan) tetapi juga masalahkeduniawian. Hai ini tercermin daripenyesuaian-penyesuaian yang telahpesantren lakukan dalam menghadapizaman yang semakin maju.

    Berdasarkan uraian di atas danmasih sedikitnya penelitian mengenaikeberadaan pesantren, maka dirasakanperlu dilakukan penelitian mengenaiPesantren Miftahul Huda Manonjaya,Tasikmalaya. Dengan demikian,penelitian ini diharapkan dapatmengungkap perkembangan PesantrenMiftahul Huda Manonjaya dari awalberdiri hingga sekarang.

    Selanjutnya ruang lingkuppenelitian ini terbatas pada ruanggeografis daerah KabupatenTasikmalaya. Sedangkan, fokuspenelitiannya adalah Pesantren Miftahul

    Huda Manonjaya sebagai pusatpenyebaran dan pendidikan Agama Islam.

    Pengungkapan Sejarah PesantrenMiftahul Huda Manonjaya ini dilakukandengan menggunakan metode sejarah,yang meliputi empat tahap, yaitu heuristik,kritik, interpretasi, dan historiografi. Padatahap heuristik dicari dan dihimpun datatulisan berupa dokumen-dokumen daripesantren dimaksud dan perpustakaan-perpustakaan, baik yang ada diTasikmalaya maupun di Kota Bandung.Pada tahap kritik, untuk mendapatkandata yang valid dan terpercaya dilakukanpengujian terhadap data yang diperoleh.Selanjutnya, pada tahap interpretasi, datamengalami proses pemberian makna danpenafsiran sehingga fakta-fakta tersebutdapat menjelaskan objek studi secarajelas dan lengkap. Proses terakhir adalahhistoriografi yang bertujuan untukmerangkaikan fakta yang berhasildihimpun dalam sebuah jalinan kisahsejarah yang objektif.

    B.B.B.B.B. HASIL DAN BAHASANHASIL DAN BAHASANHASIL DAN BAHASANHASIL DAN BAHASANHASIL DAN BAHASAN

    1. Sejarah Berdirinya Pondok1. Sejarah Berdirinya Pondok1. Sejarah Berdirinya Pondok1. Sejarah Berdirinya Pondok1. Sejarah Berdirinya Pondok

    Pesantren Miftahul HudaPesantren Miftahul HudaPesantren Miftahul HudaPesantren Miftahul HudaPesantren Miftahul Huda

    ManonjayaManonjayaManonjayaManonjayaManonjaya

    Belum ditemukan sumber yangmenegaskan secara jelas sejak kapanberdirinya pondok pesantren di Indonesia.Data tertulis tentang lembaga-lembagapendidikan tradisional di Indonesia yangditemukan yaitu dari laporan pemerintahBelanda tahun 1831 yang menyebutkanbahwa pada tahun 1853 terdapat lembagapendidikan Islam tradisional denganjumlah murid 14.929 orang. Jumlah itumeningkat lagi dalam laporan tahun 1885menjadi 16.556 di seluruh Jawa- Madura,kecuali Kesultanan Jogyakarta. Jumlahmurid pada saat itu sekitar 222.663

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3220

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Perkembangan pesantren daritahun ke tahun makin berkembang.Ketika pada tahun 1920-an pesantrenbesar hanya mengasuh 200 orang, makapada tahun 1930-an jumlah santri padapesantren besar melonjak dengan drastismencapai lebih 1500 orang (Yacub,1984:67). Hal ini menunjukkan perkembanganagama Islam di Indonesia sangat pesat.Di Kabupaten Tasikmalaya pesantrenyang sudah cukup maju (pesantrenbesar), misalnya Pesantren MiftahulHuda. Pesantren Manonjaya yangdipimpin oleh Kiai Haji Choer Afandiberkembang cukup pesat.

    Untuk menguraikan riwayatsingkat berdirinya Pesantren MiftahulHuda, terlebih dahulu akan diuraikanriwayat singkat Kiai Haji Choer Affandiyang ternyata sangat erat atau tidak dapatdipisahkan dengan riwayat hidup Kiaitersebut. Oleh karena itu, menguraikanberdirinya Pesantren Miftahul Huda didalamnya pasti termasuk riwayat singkatkehidupan Kiai Haji Choer Affandi.

    Kiai Haji Choer Affandi yangsebelumnya bernama Onong Husendilahirkan pada hari senin tanggal 12September 1923 di KampungPalumbungan Desa Cigugur KecamatanCigugur Kewedanaan CijulangKabupaten Ciamis. Beliau adalah anakke-2 dari 3 bersaudara, dari pasanganRaden Mas Abdullah bin Hasan Rubaidan Siti Animah binti Marhalan. RadenMas Abdullah adalah seorang petani, disamping sebagai agen Polisi Belandaberpangkat Kopral. Raden Mas Abdullahmasih memiliki keturunan Mataram,karenanya memakai gelar Mas dan jugaada darah menak Sukapura keturunandari Dalem Sawidak ke-33 sehingga gelarRaden pun melekat pada namanya.Sedangkan Siti Animah berasal dari WaliGodog Garut. Jadi, pada diri Onong Husen

    (Yacub, 1984: 66-67). Lembagapendidikan ini lebih banyak beroperasi dipedesaan daripada di kota-kota apalagidi kota besar.

    Pada akhir abad ke-19perkembangan pesantren digambarkanberkembang sangat pesat yang dicirikandengan bertambah banyak umat Islammenunaikan ibadah haji ke Mekah. Adabeberapa ulama yang berasal dari Jawaseperti Syekh Nawawi dari Banten,Syekh Mahfudz dari Pesantren Tremasmenjadi staf pengajar tetap di MasjidilHaram Mekah. Mereka itu diakuikebesarannya di Timur Tengah. Banyakpondok pesantren ketika itu yang telahmapan dan kuat (Yacub, 1984: 67).

    Eksistensi pondok pesantren padasuatu kawasan tertentu berbeda sekalijika dibandingkan dengan adanya sekolahlanjutan pertama/lanjutan atas lainnyayang juga ada di daerah itu. Walaupunsekolah lanjutan nonpesantren itudilengkapi dengan asrama pelajar danperumahan guru pengaruhnya terhadapwarga masyarakat di sekitarnya tetapberbeda. Pada umumnya kontak lahirbatin antara warga pondok pesantrendengan masyarakat di sekitarnya lebihbergema dan mesra ketimbang hubunganantara sekolah nonpesantren denganpenduduk di sekelilingnya (Yacub,1984:67). Malahan banyak pondokpesantren yang menjadi bagian takterpisahkan dari masyarakat di kawasantersebut. Hal ini dapat saksikan sendiripada Pondok Pesantren Miftahul Huda,Manonjaya Tasikmalaya.

    Sejak awal keberadaannya sampaisekarang dan masa-masa yang akandatang, pondok pesantren, selainberfungsi sebagai lembaga pendidikankeagamaan, juga berperan sebagai pusatpengembangan masyarakat dan pusatpengembangan Sumber Daya Manusia(Departmen Agama, 2001: 2).

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 21

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    yang kelak kita kenal sebagai Kiai HajiChoer Affandi, mengalir darah ulama danmenak. Dari hasil perkawinan RadenMas Abdullah dengan Siti Animah lahirtiga orang anak, dua putera dan satuputeri, yaitu: Husein, Onong Husen, danHusnah. Dari tiga saudara ini, hanyaOnong Husen yang menjadi kiai.

    Melihat garis keturunan dari keduaorang tua tersebut, Onong Husen atauChoer Affandi adalah keluarga terhormatatau keturunan ningrat. Walaupun beliauketurunan menak, semasa kecilnyaChoer Affandi dididik oleh kedua orangtuanya secara keras dan disiplin. Hal initerlihat apabila beliau melakukan suatupelanggaran, kedua orang tuanyamemberikan hukuman yang sangat berat.

    Latar belakang pendidikan ChoerAffandi adalah lulusan sekolahBumiputera (Inlanndsche School).Beliau tidak melanjutkan sekolah ketingkat yang lebih tinggi, karena beliaudilarang oleh neneknya (ibu dari ayah)untuk melanjutkan sekolah. Padahalwaktu itu beliau sudah lulus mengikutisaringan ujian masuk ke sekolah NormalSchool. Alasannya, Choer Affandi harusmeneruskan tradisi kekiaian kakekbuyutnya, Kiai Alfi Hasan. Menurutneneknya, dialah orang yang tepatmeneruskan menjadi kiai. Denganbujukan neneknya inilah Choer Affandimengurungkan niatnya melanjutkansekolah ke Normal School dan menerimauntuk dimasukkan ke pesantren.

    Tahun 1936 adalah saat pertamakalinya Choer Affandi memasuki duniapesantren. Choer Affandi pernah mengajidi beberapa pesantren, yaitu:a. Pesantren Cipancur, Kabupaten

    Tasikmalaya, selama 6 bulan. Dipesantren ini ia belajar kepada KiaiDimyati.

    b. Pesantren Pangkalan, KabupatenCiamis. Di Pesantren ini ia belajarkepada Kiai Abdul Hamid untukmempelajari Ilmu Tauhid. Kiai AbdulHamid adalah seorang KiaiNahdlatul Ulama yang sangat antiBelanda.

    c. Pesantren Cikalang. Setelah satubulan belajar di pesantren ini, ia diusiroleh kiainya karena diketahui sebagaisantri NU yang anti Belanda.

    d. Pesantren Sukamanah, KabupatenTasikmalaya. Di pesantren ini iabelajar kepada Kiai Haji ZaenalMusthafa.

    e. Pesantren Jembatan Lima, JakartaSelatan. Di pesantren ini ia belajarkepada Kiai Haji Mansyur selama 2bulan untuk mempelajari ilmu falak.

    f. Pesantren Tipar, Kecamatan CisaatSukabumi. Di pesantren ini ia belajarkepada Kiai Haji Mahfudz selama 3bulan untuk mempelajari ilmu logika.

    g. Pesantren Gunungpuyuh, KabupatenSukabumi. Di pesantren ini ia belajarkepada Kiai Haji Ahmad Sanusiselama 3 bulan untuk mempelajariIlmu Hadits dan Tafsir.

    h. Pesantren Wanasuka, KabupatenCiamis. Di pesantren ini ia belajarkepada Rd. Haji Didi Abdul Majiduntuk mempelajari Ilmu Tashowuf.

    i. Pesantren Grenggeng, KebumenJawa Tengah, di pesantren ini iabelajar kepada Kiai Sayuti untukbelajar ilmu kemakrifatan (Prasodjoet al., 1999: 13-16).

    Pengalamannya memperdalamilmu agama Islam ke berbagai tempatbukan berarti beliau suka berpindah-pindah tempat atau tidak kerasan. Tiappesantren pada masa itu mempunyaikurikulumnya yang berbeda dan masing-masing mempunyai keistimewaan, sesuai

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3222

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    dengan keahliannya pemimpin pondokpesantrennya.

    Setelah menimba ilmu agama Islamdi berbagai pesantren, Choer Affandipada tanggal 7 Agustus 1967 mendirikanPondok Pesantren Miftahul Huda terletakdi Kedusunan Pasirpanjang, DesaKalimanggis, Kecamatan Manonjaya,Kabupaten Tasikmalaya. Di DesaKalimanggis terdapat enam buah PondokPesantren dan enam buah MadrasahDiniyyah. Pondok Pesantren MiftahulHuda sendiri berada dalam satu komplekyang terpisah dari perkampunganpenduduk.

    Uwa Ajengan (sebutan akrab KH.Choer Affandi), pendiri Pondok PesantrenMiftahul Huda sengaja membuat komplekPesantren terpisah dari perkampunganpenduduk agar dapat mengawasi santridari pengaruh-pengaruh luar dandihubungkan dengan jalan aspal sepanjang200 meter ke arah selatan.

    Perlu dijelaskan ketika PondokPesantren Miftahul Huda ini didirikan,jalan ini hanya berbentuk pematangsawah dan pada tahun 1980-an atasbantuan bupati jalan tersebut diaspal.Pada tahun 1992 jalan tersebut diperbesarsecara swadaya. Sebelah barat PondokPesantren adalah Kampung Cisitukaler,yang dihubungkan oleh jalan setapakmelalui kebun salak dan kolam ikansepanjang 300 meter. Sebelah timur danselatan adalah pesawahan yang cukupluas. Sebagian besar sawah tersebut milikPondok Pesantren Miftahul Huda.

    Pondok Pesantren Miftahul Hudasecara harfiyah berarti kunci petunjuk.Nama ini diberikan oleh Uwa Ajenganuntuk menggambarkan harapannya agarpondok pesantren yang dikelolanya dapatmencetak orang-orang yang saleh danpara ajengan (sebutan kiai di daerahSunda) yang nantinya dapat memberikan

    bimbingan keagamaan kepadamasyarakat.

    Awalnya, pesantren ini terletak ditengah-tengah Kampung Gombongsari,Desa Cisitukaler, kurang lebih satukilometer arah barat daya dari lokasisekarang ini. Ketika itu, pesantren sudahmempunyai sebuah madrasah dan duaasrama putra dan putri, karena tidak adalahan kosong yang tersedia untukmembangun Asrama yang lain.Sementara itu, Uwa Ajengan pun tidakmampu mengawasi santrinya daripengaruh eksternal. Atas dasar tersebutdan petunjuk seorang gurunya, yaitu KH.Raden Didi Abdul Majid, Uwa Ajenganmemilih lokasi yang sekarang. Waktu ituhanya merupakan kebun kelapa danrumput ilalang setinggi orang dewasa dansering digunakan untuk mengadu ayam.Sebelum memutuskan pindah ke lokasiyang sekarang, Uwa Ajengan ditawarkanuntuk mendirikan pesantren di tiga tempatoleh para dermawan. Namun setelahsholat Istikhoroh (sholat minta petunjukketika menghadapi dilema), Uwa Ajenganmemutuskan untuk pindah ke lokasisekarang. Perlu dikemukakan pula,bahwa lazimnya dalam tradisi pesantrenbila seorang dermawan menawarkanwakaf tanah untuk mendirikan pesantren,juga membantu kehidupan kiai dalamkebutuhan sehari-hari sebelum mandiri.

    Proses pendirian Pondok PesantrenMiftahul Huda ini dimulai dari nol. Tanahseluas 520 tumbak (satu tumbak 14 meterpersegi) diperoleh dari Hj. Mardiyah,salah seorang ningrat kaya di daerahManonjaya. Tanah seluas 220 tumbakdiwakafkan untuk pesantren, sementarasisanya seluas 300 tumbak dibeli denganangsuran. Terkadang Uwa Ajenganmembayar dengan uang, kerbau, kuda danhasil cocok tanam, bahkan sebagaipembayaran tersebut dari hasil penjualan

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 23

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    tanah kekayaan Uwa Ajengan di tanahkelahirannya Cigugur, Ciamis Selatan.

    Pada tanggal 7 Agustus 1967,dimulailah peletakan batu pertama yangdihadiri oleh Bupati Tasikmalaya, KolonelHusain Wangsa Atmaja dan direstui olehPanglima Kodam Siliwangi MayjenIbrahim Adjie. Bangunan yang pertamadidirikan adalah madrasah berukuran 30x 40 meter yang terdiri atas empatruangan, tiga ruangan untuk belajarsekaligus tempat tidur santri putri, dansatu ruangan untuk tidur keluarga kiai.

    Pembangunan madrasah dilakukansecara mandiri oleh Uwa Ajenganbersama kurang lebih 200 santrinya, mulaidari pembuatan dan pembakaran batamerah hingga pendirian bangunan.Masyarakat Cisitukaler sesekalibergotong-royong dibantu olehpemerintah desa Pasirpanjang.Sementara masyarakat pedusunanPasirpanjang tidak pernah membantusama sekali. Perbedaan persepsi duakomunitas ini disebabkan akar kulturalkomunitas tersebut. Sejak zaman Belandatelah memiliki pesantren dan ajengan lokalyang cukup ternama (istilah ini dipinjamdari katagori Hiroko untuk menunjukkanpengaruh dan kapasitas keilmuan ajenganyang terbatas, umumnya pengaruhmereka hanya sebatas dalam lingkupdesa). Sedangkan masyarakat pedusunanPasirpanjang terbagi dua bagian, dibagian timur kedusunan tersebut adalahbasis massa BTI (Barisan TaniIndonesia), Organisasi Petani yangberafiliasi ke PKI. Menurut beberapainformasi dikatakan bahwa sebelummeletus G 30 S/PKI, masyarakat tersebutsering menertawakan bila ada seseorangyang memakai sarung, sebagai cerminkonfrontasi kultural terhadap santri.Daerah basis PKI tersebut membujur kearah timur dan desa lainnya sekitar

    Manonjaya. Sekarang daerah tersebutterlihat lebih religius. Dahulu jangankanada masjid, memakai kain sarung sajaditertawakan. Sekarang di daerahtersebut, misalnya Rancapasung, sebuahperkampungan petani memiliki Masjid danMadrasah yang dikelola oleh AlumnusPondok Pesantren Miftahul Huda.Sementara di beberapa tempat lainterdapat pengajian yang dikelola olehsantri senior Miftahul Huda. Dengandemikian proses Islamisasi (Baca:Santrinisasi, meminjam istilah Geertz)berjalan tanpa peran langsung UwaAjengan. Sedangkan di bagian baratnyaadalah para ningrat Sukapura yangumumnya mempertahankan kulturfeodalisme (Progress Report, 2009: 2-3).

    Pada tahun ini juga, PesantrenMiftahul Huda mencatatkan diri sebagaiyayasan yang bernama YayasanPesantren Miftahul Huda (YAMIDA)dengan akte notaris Riono Roeslam No:34/PN/76/AN. Berhubung banyakpendirinya yang telah meninggalkanpesantren (waktu itu pengurusnya adadari kalangan santri senior), maka akteini diperbaharui pada tanggal 27 Juni 1987di hadapan notaris Tuti Asijati Abdul GhaniSH. (Progress Report, 2009: 3)

    Secara bertahap, PesantrenMiftahul Huda berusaha membeli tanahdi sekitarnya. Beberapa ratus tumbakdiperoleh dari ayah mantan Kades Komaryang masih tinggal di dalam komplekPesantren Miftahul Huda. Semula ayahmantan Kades Komar menolak untukmenjual tanahnya, namun berkatpertolongan dari Allah SWT, UwaAjengan dapat meyakinkannya bahwatanah tersebut sangat dibutuhkan olehPesantren Akhirnya ia bersedia untukmenjual tanahnya dan sebagian hartanyadiwakafkan untuk keperluan-keperluanPesantren Miftahul Huda.

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3224

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    Obsesi Uwa Ajengan untukmemperluas tanah tidak semuanyatercapai, karena beberapa pemilik tanahtersebut tidak mau menjual tanahnyameskipun Uwa Ajengan bersedia untukmembayar tanah tersebut dengan hargayang tinggi. Menurut mereka, maknatanah warisan jauh lebih berartidibandingkan dengan uang dan alasankeagamaan. Tanah warisan mereka patutdijaga dan diurus. Selain itu menurutmereka tanah warisan tersebut untukmengenang masa-masa lalu hidupnya.Dengan tetap memiliki tanah tersebutberarti masih menghormati peninggalanorang tua mereka, serta tetap mengenangmasa lalu yang dihabiskan di tanahtersebut.

    Dana untuk pembelian tanah-tanahyang sekarang digunakan untuk PesantrenMiftahul Huda adalah dari kas Pesantren.Akan tetapi umumnya pembelian tanahselalu diiringi dengan mobilisasi dana,misalnya tanah di bagian barat, Pesantrenmemobilisasi dana dari para orang tua/wali Santri sebesar Rp 5.000.-(lima riburupiah) per orang. Di samping itu,pengasuh Pesantren juga mencari jalankeluar dengan mengirim permohonanbantuan untuk simpatisan dan paradonatur.

    Saat ini, Pesantren Miftahul Hudamempunyai tempat tersendiri seluas + 8hektar persegi yang terdiri atas 18asrama (10 asrama putra, 8 asrama putri),masing-masing berlantai dua yangberukuran kurang lebih 20 x 40 M2, 13rumah Dewan Kiai yang memisahkanantara asrama putra dan asrama putri,sebuah masjid megah yang berukuran 40x 50 m2 berlantai II, TUT, Poskestren,Studio RASIMUDA (Radio SiaranMiftahul Huda), Kantor Hamida, RuangMusyawarah (Gedung Serbaguna),Madrasah Diniyyah, Ruang Perpustakaan,

    Ruang Pelatihan Mesin, Lapangan OlahRaga, Gedung Olah Raga, sebuahMadrasah dua lantai dan Aula tiga lantai,ruang belajar Putra-Putri, kantin-kantinPesantren, dapur umum, 10 WC/MCK,satu buah Truk Pesantren dan sebuah SuqShogir (mini market) yang memiliki omzetpuluhan juta rupiah tiap bulannya, dengansirkulasi Rp.750.000,- per hari sampaidengan Rp 1.500.000,-, juga seluruhaktivitas menggunakan komputer canggihdengan sistem online.

    2.2.2.2.2. Profi l Pesantren Miftahul HudaProfi l Pesantren Miftahul HudaProfi l Pesantren Miftahul HudaProfi l Pesantren Miftahul HudaProfi l Pesantren Miftahul Huda

    ManonjayaManonjayaManonjayaManonjayaManonjaya

    a.a.a.a.a. Unsur-unsur PesantrenUnsur-unsur PesantrenUnsur-unsur PesantrenUnsur-unsur PesantrenUnsur-unsur Pesantren

    Pondok pesantren merupakansalah satu lembaga pengajaran agamaIslam yang secara umum dilakukandengan cara nonklasikal, dipimpin olehseorang kiai sekaligus pemilik pesantrentersebut. Pada umumnya lokasi-lokasipesantren di Jawa Barat terletak didaerah pedalaman, termasuk pesantren-pesantren yang ada di Tasikmalaya. Halini disebabkan oleh politik yang berkuasapada masa itu, yaitu bertalian denganmasuknya kolonial Belanda ke dalampusat pemerintahan bangsa pribumi.

    Adapun tujuan terbentuknyapondok pesantren, yaitu sebagai berikut:1) Tujuan Umum:

    Membimbing anak didik untuk menjadimanusia yang berkepribadian Islamyang dengan ilmu agamanya iasanggup menjadi mubaligh Islam dalammasyarakat sekitar melalui ilmu danamalnya.

    2) Tujuan Khusus:Mempersiapkan para santri untukmenjadi orang alim dalam ilmu agamayang diajarkan oleh kiai yangbersangkutan serta mengamalkannyadalam masyarakat (Hasbullah, 1999:24).

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 25

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    Tiap pesantren mempunyai tigaunsur dasar atau pokok, yaitu: pengasuh,santri, dan sarana fisik. Pengasuh terdiriatas kiai (orang Sunda menyebutnyaajengan) dan guru. Guru laki-laki disebutustadz sedangkan guru wanita disebutustadzah. Santri adalah murid yangsedang menuntut ilmu agama Islam disebuah pesantren. Sedangkan saranafisik, yaitu: masjid, pondok, madrasah(tempat belajar) dan kitab-kitab Islamklasik. Menurut Zamakhsyari Dhofier,sebuah pesantren mempunyai limaelemen dasar, yaitu: pondok, masjid, santri,pengajaran kitab-kitab Islam klasik dankiai. Suatu lembaga pengajaran Islamyang telah berkembang sehinggamempunyai lima elemen dasar disebutpesantren (Dhofier, 1982: 44).

    Di Pesantren Miftahul HudaManonjaya terdapat tiga unsur dasar ataulima elemen dasar seperti dikemukakanoleh Zamakhsyari Dofier, seperti pondoklaki-laki dan wanita, masjid, santri laki-laki dan wanita, pengajaran kitab-kitabIslam klasik, dan ajengan atau kiai.

    b.b.b.b.b. PondokPondokPondokPondokPondok

    Setiap pesantren biasanyamempunyai pondok, yaitu tempat tinggal(semacam asrama) santri selama belajardi pesantren. Istilah pondok mungkinberasal dari pengertian asrama parasantri atau tempat tinggal yang dibuat daribambu. Kata pondok juga berasal daribahasa Arab, funduq yang berarti hotelatau asrama. Pondok tempat untukmembentuk kepribadian seorang calonulama atau kiai.

    Dengan demikian, sebuah pesantrenpada dasarnya adalah sebuah asramapendidikan Islam tradisional, di mana parasiswanya tinggal bersama dan belajarbersama di bawah bimbingan seorangguru atau lebih yang dikenal dengan

    sebutan kiai atau ajengan. Asrama untukpara santri dalam lingkungan komplekspesantren bersama-sama dengan tempattinggal kiai, masjid untuk beribadat, ruanguntuk belajar dan kegiatan-kegiatankeagamaan yang lain. Komplekspesantren biasanya dikelilingi dengantembok untuk dapat mengawasi keluardan masuknya para santri sesuai denganperaturan yang berlaku.

    Di Pesantren Miftahul HudaManonjaya terdapat bangunan utamayang terdiri atas masjid, rumah kiai,tempat belajar (madrasah), pondokwanita, dan pondok laki-laki.

    c. Masjidc. Masjidc. Masjidc. Masjidc. Masjid

    Masjid merupakan unsur atauelemen yang tidak dapat dipisahkandengan pesantren dan dianggap tempatyang paling tepat untuk mendidik parasantri. Terutama dalam praktik shalatlima waktu, khutbah dan shalat Jumatserta pengajaran kitab-kitab Islam klasik.Selain itu, para santri mendapat tambahanpengetahuan berupa pengajaran agamaIslam dan bagaimana cara melaksanakankhutbah pada waktu mengikuti shalatJumat, baik di lingkungan pesantrentempat mereka belajar maupun padawaktu melakukan shalat Jumat ditempat-tempat lain, ketika sedangbepergian atau berlibur di tempattinggalnya masing-masing.

    Status masjid sebagai pusatpendidikan dalam tradisi pesantrenmerupakan manisfestasi universalismedari sistem pendidikan Islam tradisional.Sejak zaman Nabi Muhammad SAWyang dimulai dari Masjid Al-Qubba yangdidirikan dekat Madinah, masjid telahmenjadi pusat pendidikan Islam. Kaummuslimin dimanapun mereka beradaselalu menggunakan masjid sebagaitempat pertemuan, pusat pendidikan,

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3226

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    aktivitas administrasi dan kebudayaan.Bahkan pada masa sekarang pun masihada kiai atau ajengan yang mengajar ataumemberikan wejangan dan anjurankepada murid-muridnya di masjid(Dhofier, 1982: 49).

    Di Pesantren Miftahul HudaManonjaya terdapat sebuah masjid yangcukup besar dan permanen berukuran 40x 50 m2 berlantai 2, letaknya berada ditengah kompleks pesantren.

    d.d.d.d.d. MadrasahMadrasahMadrasahMadrasahMadrasah

    Perubahan-perubahan yangdialami oleh umat Islam Indonesia padaawal abad ke-20 merupakan akibatadanya gerakan pembaharuan.Perubahan tersebut terjadi juga di PondokPesantren Miftahul Huda Manonjaya,terutama dalam bidang pendidikan,khususnya sistem klasikal (madrasah).Sekolah agama Islam (modern) dengansistem klasikal dan pengajaran didalamnya telah tersusun dalam kurikulum(Yakub, 1984: 65).

    Pada tahun 1967, Choer Affandimembangun madrasah berukuran 30 x 8m dan terbagi menjadi lima kelas. Setelahbeberapa waktu, masjid dan pondok santripun dibangun secara bertahap.Pembangunan sarana fisik semakindiperluas sejalan dengan semakinbanyaknya santri yang bermukim. Suatuciri khas cara pendirian gedungnya adalahhampir seluruhnya dilakukan kiai danpara santrinya dan dibantu oleh penduduksekitar.(Prasodjo et al., 1999: 6).

    e . Pengajaran Kitab-kitab KlasikKitab-kitab Islam klasik, terutama

    karangan-karangan ulama yangmenganut paham Syafiiyah (madzhabImam Syafii) merupakan bahanpengajaran formal yang diberikan dilingkungan pesantren. Rupanya paham

    Syafiiyah mempunyai pengaruh yangcukup besar di Indonesia, seperti tampakpada kitab-kitab fiqh yang banyakdipelajari di pesantren-pesantren(Prasodjo et al., 1975: 60). Tujuan utamamempelajari kitab-kitab Islam klasikadalah untuk mendidik calon ulama, dankiai atau ajengan. Santri-santri yangbercita-cita menjadi ulama harus belajarbertahun-tahun di pesantren dengantujuan utama menguasai berbagai cabangpengetahuan Islam. Untuk mencapaitujuan itu, para santri diwajibkanmempelajari kitab-kitab Islam klasik yangdisusun oleh para Ulama Salaf.

    f.f.f.f.f. SantriSantriSantriSantriSantri

    Menurut Profesor Johns istilahsantri berasal dari bahasa Tamil yangberarti guru mengaji, sedangkan C.C.Berg berpendapat bahwa istilah tersebutberasal dari kata shastri yang dalambahasa India berarti orang yang tahubuku-buku suci agama Hindu, atauseorang sarjana ahli kitab suci agamaHindu, kata shastri berasal dari katashastra yang berarti buku-buku suci,buku-buku agama atau buku-buku tentangilmu pengetahuan (Dhofier, 1982: 18).

    Santri adalah murid pesantren,biasanya tinggal dalam pondok atauasrama, meskipun ada kalanya tinggaldirumah sendiri di sekitar pesantren(Prasodjo, 1975: 6). Dalam suatupesantren santri merupakan elemen yangpenting, tanpa mereka pondok akankosong, karena tidak berpenghuni.Berdasarkan tradisi pesantren danmenurut penggolongan tempat tinggalpara santri, maka terdapat dua kelompoksantri, yaitu: pertama santri mukim atautetap, yaitu siswa-siswa yang berasal daridaerah yang jauh dan menetap dalampondok di kompleks pesantren. Keduasantri kalong (santri nonformal), yaitu

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 27

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    siswa yang berasal dari desa-desa atautempat-tempat di sekitar pesantren.Mereka datang ke pesantren hanya untukmengikuti pelajaran dalam waktu tertentudan setelah selesai kembali lagi kerumahnya.

    Perbedaan pesantren kecil danbesar dapat dilihat dari komposisi santrikalong. Semakin besar dan terkenalsebuah pesantren, semakin besar jumlahsantri mukimnya. Dengan demikianpesantren kecil akan memiliki lebihbanyak santri kalong daripada santrimukim. Ada tiga alasan mengapa santrimukim ingin menetap agak lama ataucukup lama di sebuah pesantren:

    1) Ia ingin mempelajari kitab-kitablain yang membahas Islam secaralebih mendalam di bawahbimbingan kiai yang memimpinpesantren tersebut.

    2) Ia ingin memperoleh pengalamankehidupan pesantren, baik dalambidang pengajaran, keorganisasianmaupun hubungan denganpesantren-pesantren yang terkenal.

    3) Ia ingin memusatkan studinya dipesantren tanpa disibukkan olehkewajiban sehari-hari di rumahkeluarganya. Di samping itu,dengan tinggal di sebuah pesantrenyang sangat jauh letaknya darikampungnya sendiri, ia tidak mudahpulang-pergi meskipun kadang-kadang menginginkannya (Dhofier,1982: 51-52 ).Di Pesantren Miftahul Huda

    Manonjaya, santri yang mukim seluruhyaadalah santri yang tidak sekolah ataudalam tradisi pesantren disebut santrikhusus. Mereka adalah siswa yang tidakmelanjutkan sekolah dan memilih untukmemfokuskan diri belajar ilmu agama dipesantren. Hal ini berbeda denganpesantren lain yang berada di Kabupaten

    Tasikmalaya. Pada umumnya, merekaselain berstatus sebagai santri jugasebagai pelajar atau mahasiswa, sepertiPesantren Cipasung, PesantrenSukamanah, Pesantren Cintawana, danlain-lain. Jumlah santri di PesantrenMiftahul Huda Manonjaya tahun 2009seluruhnya berjumlah 1.976, denganperincian 1.327 santri putera dan 649santri puteri yang berasal dari berbagaidaerah di Indonesia, di antaranya dariJawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah,DKI Jakarta, Bandung, Sumatera,Lampung, dan lain-lain.

    Kegiatan lain yang dilakukan,selain pengajian para santri, jugadilakukan pengajian rutin untukpenduduk sekitar dan alumni pesantren.Pengajian ini dilaksanakan setiap malamKamis yang dihadiri tidak kurang dari3.000 orang, sedangkan pengajianSelasa pagi dihadiri kurang lebih 1.500orang. Bentuk pendidikan lain yangdiberikan kepada para santri diPesantren Miftahul Huda Manonjayaadalah berupa pelatihan pertanian,peternakan ikan dan pertukangan.Khusus bagi santri puteri diberikanpelatihan PKK, merias pengantin dandekorasi.

    3. Tujuan Pendidikan Pesantren3. Tujuan Pendidikan Pesantren3. Tujuan Pendidikan Pesantren3. Tujuan Pendidikan Pesantren3. Tujuan Pendidikan Pesantren

    Miftahul HudaMiftahul HudaMiftahul HudaMiftahul HudaMiftahul Huda

    Pondok Pesantren Miftahul Hudadidirikan dengan visi dan misi yang jelas,yaitu tamuruuna bil maruf watanhauna anil munkar yakni menyerumanusia untuk berbuat kebajikan danmelarang berbuat kejahatan. Salah satuupaya untuk merealisasikan misi di atasadalah melalui bentuk pendidikan yangberpolakan Salafiyah.

    Misi di atas dijabarkan ke dalambentuk tujuan pendidikan PesantrenMiftahul Huda sebagai berikut:

  • PPPPPatanjalaatanjalaatanjalaatanjalaatanjala Vol. 3, No. 1, Maret 2011: 18-3228

    2011Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung

    a. Mencetak pribadi muslim yangbertawakal kepada Allah SWT.

    b. Mencetak Imam al-Muttaqin(Sponsor manusia bertaqwa).

    c. Mencetak Ulamaal-Amilin (Ulamayang mengamalkan ilmu).

    d. Terampil dalam membangun, agarkelak tidak menggantungkan dirikepada orang lain.

    e. Mencegah adanya manusia jahat yangtimbul dari tidak adanya keimanan,kebodohan dan kesombongan, yangpositif dapat merugikan negara(Progress Report, 2009: 5).

    Rumusan tujuan Pesantren inidisusun pada saat mendirikan PesantrenMiftahul Huda yang ada sekarang,sedangkan saat mendirikan pesantrensebelumnya Choer Affandi tidakmerumuskan tujuan tersebut secaratertulis. Esensi dari kelima tujuan di atasmerupakan cita-cita dari para ulama dankiai di pesantren, hanya saja di antaramereka ada yang berani mengatakan danada pula yang tidak beranimengatakannya, sedangkan ChoerAffandi sendiri termasuk orang yangberani mengungkapkan tujuan tersebut.

    Kelima poin di atas disusun secarasaksama, yang masingmasing poinmempunyai sasaran dan target tersendiriyaitu sebagai berikut:a. Mencetak pribadi muslim yang

    bertaqwa kepada Allah SWT.maksudnya adalah pribadi muslimyang mengamalkan ajaran Islamsecara konsekuen. Oleh karena haltersebut di atas, bagi para santriPondok Pesantren Miftahul Hudadituntut dapat mengamalkan ajaranajaran agama Islam, kemudianmemberikan pengajaran dantuntunan, pendidikan (Warahan danAsuhan) serta memberikan sangsisecara langsung. Sebagai contoh,

    para santri diwajibkan untukmelaksanakan shalat berjamaah,kalau saja mereka kedapatan tidakmelaksanakan shalat berjamaah,maka mereka akan diberikan sanksi,yaitu dijilid.

    b. Mencetak Imam al-Muttaqin(sponsor orang bertaqwa)maksudnya jika mereka telahmendapat predikat taqwa, makamereka akan aktif memimpin ke arahtaqwa.

    c. Mencetak Ulama al-Amilin,maksudnya ulama yang dapatmengamalkan ilmunya. Perludiketahui pula, bahwa mencari ilmuitu sulit, namun mengamalkannyajauh lebih sulit. Oleh karena itu,metode yang diterapkan di PondokPesantren Miftahul Huda adalahmembiasakan diri untuk berbuatsaleh dan ber-akhlakul karimah.

    d. Mencetak pribadi yang terampil,maksudnya adalah para santri danAlumni Pondok Pesantren MiftahulHuda harus mampu menjadi orangyang mandiri dengan berbekal ilmudan keterampilan. Kami tidakmengharapkan ada Alumni PondokPesantren Miftahul Huda yang hanyamampu memberikan penerangantentang agama saja, tetapi merekaharus dapat menghidupi diri dankeluarganya. Untuk itu mereka harusdapat hidup mandiri (Zelftandez danSelf Determination). Untuk dapathidup mandiri dia harus terampil, jikamereka dapat hidup mandiri, makamereka akan leluasa dalammenegakkan hak, serta leluasa dalammenumpas kebathilan tanpa adanyaketerkaitan yang bersifat moral ataupun material. Untuk kepentingan itu,mereka para santri diberipengalaman keterampilan yang

  • Sejarah Pesantren Miftahul Huda ... (Adeng) 29

    Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung2011

    sangat praktis yang dimiliki olehPondok Pesantren Miftahul Hudakhususnya, seperti masalahpertukangan, peternakan, pertanian,dan keorganisasian.

    e. Mencegah adanya manusia jahat,maksudnya adalah upayapencegahan munculnya orang-orangyang tidak bertanggung jawab.Pendidikan pesantren untukmengarahkan pada bidang keimanan,keilmuan dan ketaqwaan yang akanmenjadi benteng pertahanansekaligus pencegahan terhadapadanya manusia-manusia yang tidakbertanggung jawab. Salah satu tugasPesantren adalah membina parasantri agar kelak mereka mampumembina masyarakat luas, paraalumni sendiri diharapkan dapatmembantu bersama-samamenanamkan dan menyiramikeimanan masyarakat, sehinggakebodohan dan kesombongan dapatditekan sekecil mungkin (ProgressReport, 2009: 6).

    Tujuan yang paling utama daripendidikan Pondok Pesantren Miftahu