makalah ces final (bagian isi)
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Energi adalah kebutuhan yang mutlak dipenuhi dalam kehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya. Energi digunakan sebagai penggerak utama komponen-
komponen yang mendukung kehidupan manusia. Sejak peradaban manusia muncul,
telah banyak usaha pengkajian dan penemuan akan potensi energi yang tersedia di
alam untuk dapat dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan energi, salah satunya
adalah ditemukannya listrik. Listrik dianggap sebagai energi yang cukup aplikatif
sehingga dalam perkembangannya kemudian banyak tercipta peralatan-peralatan yang
menggunakan listrik sebagai sumber tenaganya. Adanya hal tersebut berimbas pada
peningkatan jumlah konsumsi terhadap energi listrik disamping juga dikarenakan oleh
implikasi meningkatnya jumlah penduduk. Di abad modern ini, listrik sangatlah penting
dalam kehidupan sehari-hari. Begitu pentingnya hampir tidak ada teknologi tanpa
menggunakan listrik, dengan kata lain listrik sudah menjadi bagian penting dalam
kehidupan sehari-hari. Di Pusat Pembangkit Listrik, energi primer (seperti minyak,
batubara, gas, panas bumi dan lain-lain) di ubah menjadi energi listrik, alat pengubah
energi tersebut adalah generator/alternator, generator mengubah energi mekanis
(gerak) menjadi energi listrik.
Universitas Indonesia (UI) yang merupakan sebuah sistem komunitas
sekelompok manusia juga membutuhkan energi dalam kehidupan sehari-harinya, salah
satunya energi listrik. Dalam aktivitasnya sehari-hari, Universitas Indonesia
menggunakan sistem kelistrikan dipergunakan untuk penerangan berbagai ruangan
yang ada, penerangan jalan, sumber energi utama untuk menggunakan WiFi,
komputer, dan berbagai elektronika yang lainnya, berbagai fasilitas gedung (seperti
pendingin ruangan/AC, pompa air, lift), dan penggunaan lainnya. Sistem jaringan listrik
di UI menyalurkan tenaga listrik ke seluruh fakultas dan sejumlah fasilitas yang
membutuhkan listrik yang meliputi kawasan seluas ± 390 ha. Sistem jaringan yang
dapat dikatakan cukup besar ini, jelas membutuhkan sistem pengoperasian dan
perawatan yang baik pula. Selain itu, jumlah energi listrik yang dikonsumsi oleh kampus
UI mempunyai kecenderungan terus meningkat tiap tahunnya. Dengan demikian, agar
kebutuhan terhadap listrik dapat dipenuhi, diperlukan adanya penyesuaian dalam
berbagai hal sebagai bentuk perlakuan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan
yang ditimbulkan dengan adanya sistem kelistrikan yang ada di Universitas Indonesia.
1
I.2 Tujuan
Tujuan diadakannya survey terhadap sistem kelistrikan yang ada di
lingkungan Universitas Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui permasalahan yang terjadi terhadap sistem kelistrikan di Universitas
Indonesia
2. Menyelesaikan permasalahan yang terjadi terhadap sistem kelistrikan di
Universitas Indonesia dengan menggunakan formulasi permasalahan melalui
proses design
3. Mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan yang terjadi terhadap sistem
kelistrikan di Universitas Indonesia dari berbagai sudut pandang keilmuwan
teknik sipil
4. Mengetahui keterkaitan antar sistem yang saling mempengaruhi
5. Membuat permodelan sistem untuk permasalahan sistem kelistrikan yang ada di
Universitas Indonesia
6. Menganalisa sistem kelistrikan di Universitas Indonesia agar menjadi lebih efektif
7. Melakukan evaluasi sistem kelistrikan di Universitas Indonesia
I.3 Batasan Masalah
Adapun batasan permasalahan yang diambil dalam survey sistem kelistrikan
Universitas Indonesia ini adalah sebagai berikut :
1. Survey dilakukan hanya pada kampus Universitas Indonesia yang berada di
Depok, Jawa Barat
2. Mencari berbagai permasalahan yang terjadi dalam sistem kelistrikan di
lingkungan Universitas Indonesia
3. Membuat solusi dengan menggunakan formulasi permasalahan hanya pada
permasalahan yang bisa dipecahkan melalui analisa yang bersifat matematis
4. Solusi yang diberikan hanya bersifat teoritis (tidak diterapkan secara langsung ke
objek yang disurvey)
I.4 Metode Penulisan
Penulisan makalah ini berdasarkan pada survei lapangan, data-data teknis
yang ada dalam makalah ini diperoleh dari pihak pengelola jaringan listrik kampus
Universitas Indonesia Depok Kasubdit Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset di
2
Rektorat Universitas Indonesia, serta studi pustaka mengenai pedoman sistem
kelistrikan.
3
BAB II
DESKRIPSI SISTEM
Universitas Indonesia terbagi atas 2 kawasan perkampusan yaitu di Depok dan di
Salemba akan tetapi kita mengkhususkan permasalahan ini pada Universitas Indonesia di
Depok. Pada kondisi saat ini UI masih menggunakan listrik yang sepenuhnya disuplai oleh
PLN yang besarnya mencapai 6.930 kVA dan telah digunakan sebesar 6.129 kVA. Semua
listrik ini dialirkan dengan cara dibagi menjadi 12 gardu lisrtik dengan total trafo mencapai 21
buah. Setiap trafo ini di rawat setiap 4 tahun sekali oleh petugas kelistrikan Universitas
Indonesia. Perawatan trafo berupa penggantian oli ataupun pembersihan oli (treatment)
setiap tahunnya. Pengaliran listrik dari tiap gardu menggunakan kabel bawah tanah dengan
cara kabel listrik ditimbun dengan pasir, ini berguna untuk menghambat adanya medan
elektromagnet. Saat ini UI sedang membangun beberapa infrastruktur baru seperti
Perpustakan Pusat, Gedung Kuliah Bersama di Fakultas Teknik, Gedung Laboratrium
Teknik Sipil Ruseno di Fakultas Teknik dan Gedung Pascasarjana di Fakultas Ekonomi
sehingga UI akan menambah penggunaan listrik.
Gambar 1. Peta Saluran Kabel Listrik Tegangan Menengah Kampus Universitas Indonesia
4
D. KENANGA
POLITEKNIK
Stasiun KA
(44.585 M2)
(42.111 M2)
D. AGHATIS (52.753 M2)
D. MAHONI
D. PUSPA(20.612 M2)
(55.341 M2)
D. ULIN
D. SALAM(53.705 M2)
(110.615 M2)
PAU
00
02
04
06
08
09
11
10
01
07
03
12
05
13
RD
RD
RD RD
RD
RDRD
PLN-1
PLN-2
RD
RD
RD
PUSAT PENDIDIKAN KELAUTAN FMIPA
POSKO WIRA MAKARA
STASIUN KERETA APIFAKULTAS PSIKOLOGI
FAKULTAS HUKUM
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
MASJ ID UKHUWAH ISLAMIYAH
PERPUSTAKAAN PUSAT
DIREKTORAT RISET DAN PENGABDIAN MASYARAKATDANAU KENANGA
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
LABORATORIUM PARANG TOPO
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BANK NEGARA INDONESIA - 46
UPP-IPD
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
BALAIRUNG
PUSGIWA
STADION
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
FAKULTAS TEKNIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
CAREER DEVELOPMENT CENTER
EX. KANTOR PROYEK
PUSAT STUDI JEPANG
FAKULTAS EKONOMI
DANAU ULIN
DANAU PUSPA
DANAU SALAM WISMA MAKARA
PUSGRAFIN
GYMNASIUM
PUSAT PELAYANAN MAHASISWA TERPADU
LAPANG HOCKEY
DAYA MAKARA
GUEST HOUSELAPANGAN OLAH RAGA
DANAU AGHATIS
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
PUSAT ADMINISTRASI UNIVERSITAS
Diolah dan dicetak oleh : DEPUTI FASILITAS-UI/Maret 2006
KANTIN PRIMA
MENARA AIR
Wisma Makara
SABHA WIDYA
RESTORAN MANG ENGKING
DANAU RESAPAN
JEMBATAN TEKSAS
RENCANASALURAN BARU
RENCANAPERPUSTAKAAN BARU
??
JARINGAN UTAMA TM UI LAMA
GARDUPERPUSTAKAAN BARU
??GARDUEKONOMI
BAB III
STUDI LITERATUR
III.1 Sejarah dan Perkembangan PLN
Sejarah Ketenagalistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, ketika
beberapa perusahaan Belanda mendirikan pembangkit tenaga listrik untuk keperluan
sendiri. Pengusahaan tenaga listrik tersebut berkembang menjadi untuk kepentingan
umum, diawali dengan perusahaan swasta Belanda yaitu NV. NIGM yang
memperluas usahanya dari hanya di bidang gas ke bidang tenaga listrik. Selama
Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik tersebut dikuasai oleh
Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, perusahaan-
perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-pemuda Indonesia pada bulan
September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno membentuk Jawatan
Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik saat itu sebesar 157,5
MW. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN
(Badan Pimpinan Umum Perusahaan Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik,
gas dan kokas. Tanggal 1 Januari 1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2
perusahaan negara yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga
listrik dan Perusahaan Gas Negara (PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas
pembangkit tenaga listrik PLN sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia
menetapkan status Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik
Negara (PLN). Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan
sebagai pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah
memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis
penyediaan tenaga listrik. Sejalan dengan kebijakan di atas, pada bulan Juni 1994
status PLN dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero).
Setelah terbentuk menjadi persero di tahun 1992, PT. PLN (persero) memiliki
beberapa aktifitas bisnis, antara lain :
1. Di bidang Pembangkitan listrik
Pada akhir tahun 2003 daya terpasang pembangkit PLN mencapai
21.425 MW yang tersebar di seluruh Indonesia. Kapasitas pembangkitan
sesuai jenisnya adalah sebagai berikut :
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3.184 MW
5
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3.073 MW
Pembangkit Llistrik Tenaga Uap (PLTU), 6.800 MW
Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 1.748 MW
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 6.241 MW
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 380 MW
2. Di bidang Transmisi dan Distribusi Listrik
Di Jawa-Bali memiliki Sistem Interkoneksi Transmisi 500 kV dan 150 kV
sedangkan di luar Jawa-Bali PLN menggunakan sistem Transmisi yang
terpisah dengan tegangan 150 kV dan 70 kV. Pada akhir tahun 2003,
total panjang jaringan Transmisi 500 kV, 150 kV dan 70 kV mencapai
25.989 kms, jaringan Distribusi 20 kV (JTM) sepanjang 230.593 kms dan
Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 301.692 kms.
Pengaturan daya dan beban Sistem Ketenagalistrikan di Jawa-Bali dan
supervisi pengoperasian sistem 500 kV secara terpadu dilaksanakan oleh
Load Dispatch Center / Pusat Pengatur Beban yang terletak di Gandul,
Jakarta Selatan. Pengaturan operasi sistem 150 kV dilaksanakan oleh
Area Control Center yang berada di bawah pengendalian Load Dispatch
Center. Di Sistem Jawa-Bali terdapat 4 Area Control Center masing-
masing di Region Jakarta dan Banten, Region Jawa Barat, Region Jawa
Tengah & DI Yogyakarta dan Region Jawa Timur & Bali.
Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia yang
terdiri lebih dari 13.000 pulau. Dalam perkembangannya, PT PLN (Persero) telah
mendirikan 6 Anak Perusahaan dan 1 Perusahaan Patungan yaitu :
1. PT Indonesia Power, yang bergerak di bidang pembangkitan tenaga listrik
dan usaha-usaha lain yang terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995
dengan nama PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya
berubah menjadi PT Indonesia Power.
2. PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB), bergerak di bidang pembangkitan
tenaga listrik dan usaha-usaha lainyang terkait dan berdiri tanggal 3
Oktober 1995 dengan nama PT PJB II dantanggal 22 September 2000,
namanya berubah menjadi PT PJB.
3. Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam), yang bergerak dalam
usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di Wilayah Pulau
Batam, didirikan tanggal 3 Oktober 2000.
6
4. PT Indonesia Comnets Plus, yang bergerak dalam bidang usaha
telekomunikasi didirikan tanggal 3 Oktober 2000.
5. PT Prima Layanan Nasional Engineering ( PT PLN Engineering),
bergerak di bidang Konsultan Engineering, Rekayasa Engineering dan
Supervisi Konstruksi, didirikan pada tanggal 3 Oktober 2002.
6. Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan), bergerak dalam
usaha penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum di wilayah Pulau
Tarakan.
7. Geo Dipa Energi, perusahaan patungan PLN - PERTAMINA yang
bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama yang
menggunakan energi Panas Bumi.
Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan
diharapkan dapat bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk Perusahaan
Joint Venture, menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan Obligasi dan
kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Di samping itu, untuk mengantisipasi Otonomi
Daerah, PLN juga telah membentuk Unit Bisnis Strategis berdasarkan kewilayahan
dengan kewenangan manajemen yang lebih luas.
III.2 Pengetahuan Dasar Tentang Kelistrikan
Dalam perkembangannya, banyak ilmuwan yang telah menyumbangkan
pemikirannya tentang listrik. Namun yang paling dikenal dan paling populer dalam
sejarah kelistrikan adalah seorang berkebangsaan Inggris yang bernama Michael
Faraday (lahir tahun 1791 M), yang telah banyak menciptakan temuannya serta
mengemukakan teori-teori tentang ilmu pengetahuan yang dikenal sampai sekarang.
Salah satunya tentang pengaruh elektro magnetik terhadap pembangkitan energi
listrik yang disebut dengan Hukum Faraday (ditemukan tahun 1831 M).
Suatu bahan dapat berbentuk padat, cair, atau gas. Wujud bahan tertentu
juga bisa berubah karena pengaruh suhu. Selain pengelompokkan berdasarkan
wujud tersebut dalam teknik listrik bahan-bahan juga dapat dikelompokkan sebagai
berikut.
1. Bahan Penghantar (Konduktor)
Adalah bahan yang menghantarkan listrik dengan mudah. Bahan ini mempunyai
daya hantar listrik (Electrical Conductivity) yang besar dan tahanan listrik
(Electrical Resistance) kecil. Bahan penghantar listrik berfungsi untuk
mengalirkan arus listrik. Perhatikan fungsi kabel, kumparan/lilitan pada alat listrik
7
yang anda jumpai. Juga pada saluran transmisi/distribusi. Dalam teknik listrik,
bahan penghantar yang sering dijumpai adalah tembaga dan alumunium.
2. Bahan Penyekat (Isolator/Insulator)
Adalah bahan yang befungsi untuk menyekat (misalnya antara 2 penghantar);
agar tidak terjadi aliran listrik/kebocoran arus apabila kedua penghantar tersebut
bertegangan. Jadi bahan penyekat harus mempunyai tahanan jenis besar dan
tegangan tembus yang tinggi. Bahan penyekat yang sering ditemui dalam teknik
listrik adalah : plastik, karet, dan sebagainya.
3. Bahan Setengah Penghantar (Semi Konduktor)
Adalah bahan yang mempunyai daya hantar lebih kecil dibanding bahan
konduktor, tetapi lebih besar dibanding bahan isolator. Dalam teknik elektronika
banyak dipakai semi konduktor dari bahan germanium (Ge) dan silicon (Si).
Dalam keadaan aslinya, Ge dan Si adalah bahan pelikan dan merupakan
isolator. Di Pabrik bahan-bahan tersebut diberi kotoran. Jika bahan tersebut
dikotori dengan alumunium maka diperoleh bahan semikonduktor type P (bahan
yang kekurangan elektron/mempunyai sifat positif). Jika dikotori dengan fosfor
maka yang dipeoleh adalah semikonduktor jenis N (bahan yang kelebihan
electron, sehingga bersifat negative). Ge mempunyai daya hantar lebih tinggi
dibandingkan Si, sedangkan Si lebih tahan panas dibanding Ge.
4. Bahan Magnetik (Magnetic Materials)
Dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu ferro magnetic, para-magnetic dan
dia-magnetic. Bahan ferro-magnetic adalah bahan yang mempunyai
permeabilitas tinggi dan mudah sekali dialiri garis-garis gaya magnet. Contoh
bahan yang mempunyai permeabilitas tinggi adalah besi, besi pasir, stalloy, dan
sebagainya. Selain itu sering dijumpai magnet yang merupakan magnet
permanen, misalnya alnico, cobalt, baja arang, dan sebagainya. Baja untuk
magnet sering dijumpai pada pelat-pelat motor/generator, pelat-pelat
transformator, dan sebagainya. Dalam bidang elektronika, digunakan bahan
magnet misalnya pada speaker, alat-alat ukur elektronika, dan sebagainya.
5. Bahan Super Konduktor
Pada tahun 1911, Kamerligh Onnes mengukur perubahan tahanan listrik yang
disebabkan oleh perubahan suhu Hg dalam helium cair. Dia menemukan bahwa
tahanan listrik tiba-tiba hilang pada suhu 4,153°K. Sampai saat ini telah
ditemukan sekitar 24 unsur hantaran super dan lebih banyak lagi paduan dan
senyawa yang menunjukkan sifat-sifat hantaran super. Temperatur kritisnya
8
berkisar antara 1 samapai 19° Kelvin. Bahan-bahan lead (timah), tin (timah patri),
alumunium, dan mercury, pada sushu mendekati 0°K mempunyai resistivitas nol.
6. Bahan Nuklir
Bahan nuklir sering dipakai sebagai bahan baker reaktor nuklir. Reaktor nuklir
adalah pesawat yang mengandung bahan-bahan nuklir yang dapat membelah,
yang disusun sedemikian sehingga suatu reaksi berantai dapat berjalan dalam
keadaan dan kondisi terkendali. Dengan sendirinya syarat agar suatu bahan
dapat dipergunakan sebagai bahan bakar nuklir adalah bahan yang dapat
mengadakan fisi (pembelahan atom).
Dalam reaktor nuklir digunakan bahan bakar uranium 235, plutonium-239,
uranium-233.Dalam pemilihan jenis bahan listrik, selain sifat listrik, perlu
dipertimbangkan beberapa sifat lain dari bahan, yaitu :
a) Sifat Mekanis, yaitu perubahan bentuk dari suatu benda padat akibat
adanya gaya-gaya dari luar yang bekerja pada benda tersebut. Jadi
adanya perubahan itu tergantung kepada besar kecilnya gaya, bentuk
benda, dan dari bahan apa benda tersebut dibuat.
Jika tidak ada gaya dari luar yang bekerja, maka ada tiga kemungkinan
yang akan terjadi pada suatu benda :
Bentuk benda akan kembali ke bentuk semula, hal ini karena benda
mempunyai sifat kenyal (elastis)
Bentuk benda sebagian saja akan kembali ke bentuk semula, hal ini
hanya sebagian saja yang dapat kembali ke bentuk semula karena
besar gaya yang bekerja melampaui batas kekenyalan sehingga sifat
kekenyalan menjadi berkurang
Bentuk benda berubah sama sekali, hal ini dapat terjadi karena besar
gaya yang bekerja jauh melampaui batas kekenyalan sehingga sifat
kekenyalan sama sekali hilang.
b) Sifat Fisis, Benda padat mempunyai bentuk yang tetap (bentuk sendiri),
dimana pada suhu yang tetap benda padat mempunyai isi yang tetap
pula. Isi akan bertambah atau memuai jika mengalami kenaikkan suhu
dan sebaliknya benda akan menyusut jika suhunya menurun. Karena
berat benda tetap, maka kepadatan benda akan bertambah, sehingga
dapat disimpulkan sebagai berikut :
9
Jika isi (volume) bertambah (memuai), maka kepadatannya akan
berkurang
Jika isinya berkurang (menyusut), maka kepadatan akan bertambah
Jadi benda lebih padat dalam keadaan dingin daripada dalam
keadaan panas
c) Sifat Kimia, berkarat adalah termasuk sifat kimia dari suatu bahan yang
terbuat dari logam. Hal ini terjadi karena reaksi kimia dari bahan itu
sendiri dengan sekitarnya atau bahan itu sendiri dengan bahan cairan.
Biasanya reaksi kimia dengan bahan cairan itulah yang disebut berkarat
atau korosi. Sedangkan reaksi kimia dengan sekitarnya disebut
pemburaman.
Pengujian sifat mekanis bahan perlu dilakukan untuk mendapatkan informasi
spesifikasi bahan. Melalui pengujian tarik akan diperoleh besaran-besaran kekuatan
tarik, kekuatan mulur, perpanjangan, reduksi penampang, modulus elastis, resilien,
keuletan logam, dan lain-lain. Selain sifat-sifat tersebut dengan tidak secara terlalu
teknis, perlu diperhatikan kekerasan (hardness) dan kemampuan menahan goresan
(abrasion). Contoh sifat fisis yang sering diperlukan adalah berat jenis, titik lebur, titik
didih, titik beku, kalor lebur, dan sebagainya. Juga sifat perubahan volume, wujud,
dan panjang terhadap perubahan suhu. Perkaratan adalah contoh sifat bahan akibat
reaksi kimia; reaksi antara logam dengan oksigen yang ada di udara. Sifat kimia juga
termasuk sifat bahan yang beracun, kemungkinan mengadakan reaksi dengan
garam, asam, dan basa.
III.3 PUIL 2000 (Persyaratan Umum Instalasi Listrik)
Peraturan instalasi listrik yang pertama kali digunakan sebagai pedoman
beberapa instansi yang berkaitan dengan instalasi listrik adalah AVE (Algemene
Voorschriften voor Electrische Sterkstroom Instalaties) yang diterbitkan sebagai
Norma N 2004 oleh Dewan Normalisasi Pemerintah Hindia Belanda. Kemudian AVE
N 2004 ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun
1964 sebagai Norma Indonesia NI6 yang kemudian dikenal sebagai Peraturan
Umum Instalasi Listrik disingkat PUIL 1964, yang merupakan penerbitan pertama
dan PUIL 1977 dan PUIL 1987 adalah penerbitan PUIL yang kedua dan ketiga yang
merupakan hasil penyempurnaan atau revisi dari PUIL sebelumnya, maka PUIL
2000 ini merupakan terbitan ke 4. Jika dalam penerbitan PUIL 1964, 1977 dan 1987
nama buku ini adalah Peraturan Umum Instalasi Listrik, maka pada penerbitan
10
sekarang tahun 2000, namanya menjadi Persyaratan Umum Instalasi Listrik dengan
tetap mempertahankan singkatannya yang sama yaitu PUIL.
Penggantian dari kata “Peraturan” menjadi “Persyaratan” dianggap lebih tepat
karena pada perkataan “peraturan” terkait pengertian adanya kewajiban untuk
mematuhi ketentuannya dan sangsinya. Sebagaimana diketahui sejak AVE sampai
dengan PUIL 1987 pengertian kewajiban mematuhi ketentuan dan sangsinya tidak
diberlakukan sebab isinya selain mengandung hal-hal yang dapat dijadikan
peraturan juga mengandung rekomendasi ataupun ketentuan atau persyaratan
teknis yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pekerjaan instalasi listrik.
Sejak dilakukannya penyempurnaan PUIL 1964, publikasi atau terbitan standar IEC
(International Electrotechnical Commission) khususnya IEC 60364 menjadi salah
satu acuan utama disamping standar internasional lainnya. Juga dalam terbitan PUIL
2000, usaha untuk lebih mengacu IEC ke dalam PUIL terus dilakukan, walaupun
demikian dari segi kemanfaatan atau kesesuaian dengan keadaan di Indonesia
beberapa ketentuan mengacu pada standar dari NEC (National Electric Code), VDE
(Verband Deutscher Elektrotechniker) dan SAA (Standards Association Australia).
PUIL 2000 merupakan hasil revisi dari PUIL 1987, yang dilaksanakan oleh
Panitia Revisi PUIL 1987 yang ditetapkan oleh Menteri Pertambangan dan Energi
dalam Surat Keputusan Menteri No:24-12/40/600.3/1999, tertanggal 30 April 1999
dan No:51-12/40/600.3/1999, tertanggal 20 Agustus 1999. Anggota Panitia Revisi
PUIL tersebut terdiri dari wakil dari berbagai Departemen seperti DEPTAMBEN,
DEPKES, DEPNAKER, DEPERINDAG, BSN, PT PLN, PT Pertamina, YUPTL, APPI,
AKLI, INKINDO, APKABEL, APITINDO, MKI, HAEI, Perguruan Tinggi ITB, ITI, ISTN,
UNTAG, STTY-PLN, PT Schneider Indonesia dan pihak pihak lain yang terkait.
Bagian 1 dan Bagian 2 tentang Pendahuluan dan Persyaratan dasar
merupakan padanan dari IEC 364-1 Part 1 dan Part 2 tentang Scope, Object
Fundamental Principles and Definitions.
Bagian 3 tentang Proteksi untuk keselamatan banyak mengacu pada IEC
60364 Part 4 tentang Protection for safety. Bahkan istilah yang berkaitan dengan
tindakan proteksi seperti SELV yang bahasa Indonesianya adalah tegangan extra
rendah pengaman digunakan sebagai istilah baku, demikian pula istilah PELV dan
FELV. PELV adalah istilah SELV yang dibumikan sedangkan FELV adalah sama
dengan tegangan extra rendah fungsional. Sistem kode untuk menunjukan tingkat
proteksi yang diberikan oleh selungkup dari sentuh langsung ke bagian yang
berbahaya, seluruhnya diambil dari IEC dengan kode IP (International Protection).
Demikian pula halnya dengan pengkodean jenis sistem pembumian. Kode TN
11
mengganti kode PNP dalam PUIL 1987, demikian juga kode TT untuk kode PP dan
kode IT untuk kode HP.
Bagian 4 tentang Perancangan instalasi listrik, dalam IEC 60364 Part 3 yaitu
Assessment of General Characteristics, tetapi isinya banyak mengutip dari SAA
Wiring Rules dalam section General Arrangement tentang perhitungan kebutuhan
maksimum dan penentuan jumlah titik sambung pada sirkit akhir.
Bagian 5 tentang Perlengkapan Listrik mengacu pada IEC 60364 Part 5:
Selection and erection of electrical equipment dan standar NEC.
Bagian 6 tentang Perlengkapan hubung bagi dan kendali (PHB) serta
komponennya merupakan pengembangan Bab 6 PUIL 1987 dengan ditambah unsur
unsur dari NEC.
Bagian 7 tentang Penghantar dan pemasangannya tidak banyak berubah
dari Bab 7 PUIL 1987. Perubahan yang ada mengacu pada IEC misalnya cara
penulisan kelas tegangan dari penghantar. Ketentuan dalam Bagian 7 ini banyak
mengutip dari standar VDE. Dan hal hal yang berkaitan dengan tegangan tinggi
dihapus.
Bagian 8 tentang Ketentuan untuk berbagai ruang dan instalasi khusus
merupakan pengembangan dari Bab 8 PUIL 1987. Dalam PUIL 2000 dimasukkan
pula klarifikasi zona yang diambil dari IEC, yang berpengaruh pada pemilihan dari
perlengkapan listrik dan cara pemasangannya di berbagai ruang khusus. Ketentuan
dalam Bagian 8 ini merupakan bagian dari IEC 60364 Part 7, Requirements for
special installations or locations.
Bagian 9 meliputi Pengusahaan instalasi listrik. Pengusahaan dimaksudkan
sebagai perancangan, pembangunan, pemasangan, pelayanan, pemeliharaan,
pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik serta proteksinya. Di IEC 60364,
pemeriksaan dan pengujian awal instalasi listrik dibahas dalam Part 6: Verification.
PUIL 2000 berlaku untuk instalasi listrik dalam bangunan dan sekitarnya untuk
tegangan rendah sampai 1000 V a.b dan 1500 V a.s, dan gardu transformator
distribusi tegangan menengah sampai dengan 35 kV. Ketentuan tentang
transformator distribusi tegangan menengah mengacu dari NEC 1999.
Pembagian dalam sembilan bagian dengan judulnya pada dasarnya sama
dengan bagian yang sama pada PUIL 1987. PUIL 2000 tidak menyebut
pembagiannya dalam Pasal, Subpasal, Ayat atau Subayat. Pembedaan tingkatnya
dapat dilihat dari sistim penomorannya dengan digit. Contohnya Bagian 4, dibagi
dalam 4.1, 4.2, dan seterusnya, sedangkan 4.2 dibagi dalam 4.2.1 sampai dengan
4.2.9 dan dibagi lagi dalam 4.2.9.1 sampai dengan 4.2.9.4.
12
Seperti halnya pada PUIL 1987, PUIL 2000 dilengkapi pula dengan indeks
dan lampiran lampiran lainnya pada akhir buku. Lampiran mengenai pertolongan
pertama pada korban kejut listrik yang dilakukan dengan pemberian pernapasan
bantuan, diambilkan dari standar SAA, berbeda dengan PUIL 1987.
III.4 Data Konsumsi Listrik di Indonesia
Konsumsi listrik Indonesia secara rata rata adalah 473 kWh/kapita pada
2003. Angka ini masih tergolong rendah dibandingkan rata-rata konsumsi listrik dunia
yang mencapai 2215 kWh/kapita (perkiraan 2005). Dalam daftar yang dikeluarkan
oleh The World Fact Book, Indonesia menempati urutan 154 dari 216 negara yang
ada dalam daftar.
Menurut koran Sindo hari Senin tanggal 9 Juni 2008 halaman 5, daftar
konsumsi listrik perdaerah di Indonesia adalah (dalam satuan kWh/kapita) :
1. Jakarta dan Tangerang = 1873.9
2. Sumatra Utara = 390.78
3. NAD = 206.06
4. Bali = 619.26
5. Sumatra Barat = 375.83
6. Jawa Tengah = 343.84
7. Kalimantan Selatan = 306.14
8. DIY = 398.77
9. Jawa Timur = 500.73
10. Sulawesi Selatan = 281.58
11. Sulawesi Utara = 290.78
12. Jawa Barat = 621.4
13. Banten = 1293.76
14. Maluku = 176.08
15. Kalimantan Timur = 461.7
16. Kalimantan Barat = 214.45
17. Bengkulu = 176.44
18. Bangka Belitung = 278.02
19. Sulawesi Tengah = 146.14
20. Sumatra Selatan = 256.45
21. Kalimantan Tengah = 195.87
22. Maluku Utara = 127.54
23. Lampung = 208.31
24. Gorontalo = 134.78
25. Sulawesi Tenggara = 120.22
26. Jambi = 213.91
27. Sulawesi Barat = 79.78
28. Riau = 274.21
29. NTB = 119.27
30. Papua = 180.11
31. NTT = 64.32
Rata-rata nasional adalah 352.59 kWh/kapita.
13
III.5 Pemodelan Sistem
Pemodelan merupakan kumpulan aktivitas pembuatan model. Sebagai
landasan pengertian pemodelan diperlukan suatu penelaaan tentang model itu
sendiri secara spesifik ditinjau dari pendekatan sistem. Sebelum sampai pada tahap
pemodelan, perlu diketahui lebih dahulu jenis dan klasifikasi model-model secara
terperinci. Salah satu dasar utama untuk mengembangkan model adalah guna
menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat. Penemuan peubah-
peubah tersebut sangat erat hubungannya dengan pengkajian hubungan-
hubungan yang terdapat diantara peubah-peubah. Teknik kuantitatif seperti
persamaan regresi dan simulasi digunakan untuk mempelajari keterkaitan
antarpeubah dalam sebuah model. Dalam melakukan pemodelan, insinyur harus
menelaah setiap komponen yang terhubung dengan masalah yang ingin dipecahkan.
Untuk setiap komponen yang tidak disertakan dalam pemodelan masalah, keputusan
harus diambil dengan tetap melihat bagaimana menyertakan komponen tersebut
kedalam analisis.
Klasifikasi perbedaan dari model memberikan pertambahan pendalaman
pada tingkat kepentingannya, karena dapat dijelaskan dalam banyak cara. Model
dapat dikategorikan menurut jenis, dimensi, fungsi, tujuan pokok pengkajian atau
derajad keabstrakannya. Kategori umum adalah jenis model yang pada dasarnya
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Model Ikonik (Model Fisik)
Model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik
dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik
mempunyai karakteristik yang sama dengan hal yang diwakili, dan terutama
amat sesuai untuk menerangkan kejadian pada waktu yang spesifik. Model
ikonik dapat berdimensi dua (foto, peta, cetak biru) atau tiga dimensi (prototip
mesin, alat). Apabila model berdimensi lebih dari tiga dimensi maka tidak
mungkin lagi dikonstruksi secara fisik sehingga diperlukan kategori model
simbolik. Model ikonik sering digunakan untuk merepresentasikan desain jadi
yang telah diskalakan.
b. Model Analog (Model Diagramatik atau Model Grafis)
Model analog dapat mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah
menurut waktu. Model ini lebih sering dipakai daripada model ikonik
karena kemampuannya untuk mengetengahkan karakteristik dari kejadian
14
yang dikaji. Model analog banyak berkesusuaian dengan penjabaran
hubungan kuantitatif antara sifat dan klas-klas yang berbeda. Dengan
melalui transformasi sifat menjadi analognya, maka kemampuan
membuat perubahan dapat ditingkatkan.
Model analog yang sering digunakan dalam ilmu rekayasa adalah gambar
teknik (blueprint), histogram atau bagan data statistik, kurva dan grafik yang
menunjukkan hubungan antara dua atau lebih parameter, flowchart, gambar
perspektif, hingga peta topografi dari permukaan tanah.
c. Model Simbolik (Model Matematik)
Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model
simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Format
model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol, dan rumus. Jenis
model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan (equation).
Bentuk persamaan adalah tepat, singkat, dan mudah dimengerti.
Simbol persamaan tidak saja mudah dimanipulasi daripada kata-kata, namun
juga lebih cepat ditangkap maksudnya. Suatu persamaan adalah bahasa
universal pada penelitian operasional dan ilmu sistem, dimana dipakai
suatu logika simbolis.
Pemodelan mencakup suatu pemilihan dari karakteristik dari
perwakilan abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi. Pada
umumnya, model matematis dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian.
Suatu model adalah bisa statik atau dinamik. Model statik memberikan
informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu.
Model dinamik mampu menelusuri jalur maktu dari peubah-peubah
model. Model dinamik lebih sulit dan mahal pembuatannya, namun
memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata.
Sebagai tambahan, klasifikasi model dapat pula dikelompokkan berdasarkan
tujuannya. Secara umum dijabarkan sebagai berikut :
a. Model Deskriptif (Descriptive Models), digunakan untuk memaparkan
spesifikasi detail dari apa saja yang terlibat dan apa saja yang akan
dituju (what is involved and what is to be accomplished).
b. Model Kelakuan (Behavioral Models), digunakan untuk menunjukkan
karakteristik respon dari sistem.
15
c. Model Keputusan (Decision Models), digunakan untuk memilih solusi
yang paling mungkin diantara alternatif-alternatif yang tersedia sesuai
dengan kriteria.
Pemilihan model tergantung pada tujuan dari pengkajian sistem dan
terlihat jelas pada formulasi permasalahan pada tahap evaluasi kelayakan. Sifat
model juga tergantung pada teknik pemodelan yang dipakai. Model yang
mendasarkan pada teknik peluang dan memperhitungkan ketidakmenentuan
(uncertainty) disebut model probabilistik atau model stokastik. Dalam mengkaji
suatu sistem, model ini sering dipakai karena perihal yang dikaji umumnya
mengandung keputusan yang tidak tentu. Kebalikan dari model ini adalah model
kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian, dikenal sebagai
model deterministik. Contohnya adalah model pada program linear. Model ini
memusatkan penelaahannya pada faktor-faktor kritis yang diasumsikan
mempunyai nilai eksak dan tertentu pada waktu yang spesifik. Model
probabilistik biasanya mengkaji ulang data atau informasi terdahulu untuk
menduga peluang kejadian tersebut pada keadaan sekarang atau yang akan datang
dengan asumsi terdapat relevansi pada jalur waktu. Pada beberapa perihal, sebuah
model dibuat hanya untuk semacam deskripsi matematis dari kondisi dunia nyata.
Model ini disebut model deskriptif dan banyak dipakai untuk mempermudah
penelaahan suatu permasalahan. Model ini dapat diselesaikan secara eksak serta
mampu mengevaluasi hasilnya dari berbagai pilihan data input. Apabila
perbandingan antar alternatif dilakukan, maka model disebut model optimalisasi.
Solusi dari model optimalisasi adalah merupakan nilai optimum yang tergantung
pada nilai input, contohnya adalah Non-linear programming. Bila sistem telah
diekspresikan pada notasi matematik dan format persamaan, timbullah
keuntungan dari fasilitas manipulatif dari matematik. Seorang analis dapat
memasukkan nilai-nilai yang berbeda dalam model matematik dan kemudian
mempelajari perilaku dari sistem tersebut. Pada pengkajian tertentu, sensitivitas
dari sistem dilakukan dengan perubahan dari input sistem itu sendiri. Bahasa
simbolik ini juga membantu dalam komunikasi karena pernyataan yang singkat
dan jelas daripada deskripsi lisan.
Pemodelan diawali dengan menguaraikan seluruh komponen yang akan
mempengaruhi efektivitas dari operasi suatu sistem. Setelah daftar komponen
tersebut lengkap, langkah selanjutnya adalah penyaringan komponen mana yang
akan dipakai dalam pengkajian tersebut. Hal ini umumnya sulit karena adanya
16
interaksi antarpeubah yang seringkali mengaburkan proses isolasi satu peubah.
Peubah yang dipandang tidak penting ternyata mempengaruhi hasil studi setelah
proses pengkajian selesai. Untuk menghindari hal ini, diperlukan percobaan
pengujian data guna memilih konponen kritis. Setelah itu, dibentuk gugus
persamaan yang dapat dievaluasi dengan mengubah-ubah komponen tertentu
pada batas yang ada.
Pada pendekatan sistem, tahap pemodelan lebih kompleks namun relatif
tidak banyak ragamnya ditinjau baik dari jenis sistem ataupun kecanggihan model.
Pemodelan abstrak menerima input berupa alternatif sistem yang layak.
Proses ini membentuk dan mengimplemetasikan model-model matematik yang
dimanfaatkan guna merancang program terpilih untuk dipraktekkan di dunia nyata
pada tahap berikutnya. Output utama dari tahap ini adalah deskripsi terperinci dari
keputusan yang diambil berupa perencanaan, pengendalian, dan kebijakan lainnya.
Secara berurutan penejelasan pengertian dan tata laksana tahap-tahap pemodelan
abstrak adalah seperti diuraikan di bawah ini.
1. Tahap Seleksi Konsep
Tahap awal dari pemodelan abstrak adalah melakukan seleksi
alternatif konsepsi dari tahap evaluasi kelayakan. Seleksi dilakukan untuk
menentukan alternatif-alternatif mana yang bermanfaat dan bernilai cukup
untuk dilakukan pemodelan abstraknya. Hal ini erat kaitannya dengan biaya
dan kinerja dari sistem yang dihasilkan. Interaksi dengan para pengambil
keputusan serta pihak lain yang amat terlibat pada sistem tata ruang, adalah
penting dilakukan pada tahap seleksi ini.
2. Tahap Rekayasa Model
Langkah mula dari permodelan adalah menetapkan jenis model
abstrak yang akan diterapkan, sejalan dengan tujuan dan karakteristik
sistem. Setelah itu, tugas tahap permodelan terpusat pada pembentukan
model abstrak yang realistik. Dalam hal ini ada dua cara pendekatan untuk
membentuk suatu model abstrak, yang pada beberapa kasus tertentu kedua
pendekatan dapat dipakai secara bersama-sama.
3. Tahap Implementasi Komputer
Pemakaian komputer sebagai pengolah data dan penyimpan data
tidak dapat diabaikan dalam pendekatan sistem. Pada tahap ini, model
abstrak diwujudkan pada berbagai bentuk persamaan, diagram alir, dan
17
diagram blok. Tahap ini seolah-olah membentuk model dari suatu model,
yaitu tingkat abstraksi lain yang ditarik dari dunia nyata. Hal yang
penting di sini adalah memilih teknik dan bahasa komputer yang
digunakan untuk implementasi model. Kebutuhan ini akan mempengaruhi (1)
ketelitian hasil komputasi, (2) biaya operasi model, (3) kesesuaian
dengan komputer yang tersedia, dan (4) efektivitas proses pengambilan
keputusan yang akan menggunakan hasil model tersebut.
4. Tahap Validasi
Validasi model adalah usaha menyimpulkan apakah model sistem
tersebut merupakan perwakilan yang sah dari realitas yang dikaji dimana
dapat dihasilkan kesimpulan yang meyakinkan. Validasi adalah suatu
proses iteratif yang berupa pengujian berturut-turut sebagai proses
penyempurnaan model komputer.
5. Analisa Sensitivitas
Tujuan utama analisis ini pada proses permodelan adalah untuk
menentukan peubah keputusan mana yang cukup penting untuk ditelaah
lebih lanjut pada aplikasi model. Peubah keputusan ini dapat berupa
parameter rancang bangun atau input peubah keputusan. Analisis ini
mampu menghilangkan faktor yang kurang penting sehingga pemusatan
studi lebih dapat ditekankan pada peubah keputusan kunci serta
menaikkan efisiensi dari proses pengambilan keputusan. Pada
beberapa kasus, dengan mengetahui peubah yang kurang
mempengaruhi penampakan sistem, akan didapatkan lebih basak
kebebasan dari kendala sistem.
6. Analisis Stabilitas
Sistem dinamik sudah seringkali ditemukan memiliki perilaku tidak
stabil yang destruktif untuk beberapa nilai parameter sistem. Analisis
untuk identifikasi batas kesatbilan dari sistem diperlukan agar parameter
tidak diberi nilai yang mengarah pada perilaku tidak stabil apabila terjadi
perubahan struktur dan lingkungan sistem. Perilaku tidak stabil ini dapat
berupa fluktuasi acak yang tidak mempunyai pola ataupun nilai output
yang eksplosif sehingga besarnnya tidak realistik lagi. Analisis stabilitas
dapat menggunakan teknik analitis berdasar nilai keseimbangan atau
18
menggunakan simulasi secara berulang kali untuk mempelajari batasan
stabilitas sistem.
7. Aplikasi Model
Para pengambil keputusan merupakan tokoh utama dalam tahap
ini dimana model dioperasikan untuk mempelajari secara mendetail
kebijakan yang dipermasalahkan. Mereka berlaku sebagai pengarah pada
proses kreatif-interaktif ini yang mencakup pula para analis sistem serta
spesialis dari berbagai bidang keilmuan. Apabila tidak ada kriteria
keputusan yang khas seperti maksimisasi atau minimisasi, proses interaktif
ini dapat menuju pada suatu kajian normatif yang bertalian dengan
trade-off antar peubah-peubah sistem. Lebih jauh, dapat diterapkan
pula kebijakan untuk secara efisien menilai kombinasi antar beberapa
output sistem. Banyak teknik optimasi yang tersedia untuk memecahkan
masalah praktis dan beberapa diantaranya dapat diterapkan langsung
sebagai simulasi model.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Permasalahan Sistem Kelistrikan di Universitas Indonesia
IV.1.1 Pendayagunaan listrik di Universitas Indonesia
Seperti yang kita ketahui bahwa semakin meningkatnya jumlah
infrastruktur, baik itu sarana maupun prasarana, serta fasilitas yang ada di
kampus, maka harus ditunjang dengan pendayagunaan listrik yang memadai.
Hal ini dikarenakan setiap infrastruktur yang ada membutuhkan suplai listrik
yang cukup untuk menunjang kegiatan civitas akademika yang ada di
kampus. Menurut hasil data dan wawancara yang kami peroleh, bahwa
pendayagunaan listrik di UI sudah mencapai kurang lebih 88%, padahal
seharusnya pendayagunaan listrik total yang ada di UI tidak boleh lebih dari
85%. Maka dapat kita telaah bahwa penggunaan listrik yang ada di UI
sebesar 88% sudah melampaui batas optimum yaitu 85%. Hal ini disebabkan
karena ada beberapa fakultas membutuhkan suplai lisrik lebih, contohnya
misalkan, laboratorium yang ada di teknik membutuhkan suplai listrik yang
lebih besar untuk menjaga kestabilan ruang dan isinya yang ada di
laboratorium. Ditambah lagi adaya rencana pembangunan beberapa gedung
yang belum disuplai listriknya antara lain, Perpustakan Pusat, Gedung Kuliah
Bersama di Fakultas Teknik, dan Gedung Pascasarjana di Fakultas Ekonomi
(walaupun sudah jadi, namun belum dapat disuplai listrik, dikarenakan
adanya kesalahan prosedur perizinan). Jika gedung tersebut sudah jadi,
maka akan membutuhkan suplai listrik yang besar dan pastinya penggunaan
listriknya sudah melewati batas maximum. Sekarang ini UI masih
menggunakan listrik yang sepenuhnya disuplai oleh PLN yang besarnya
mencapai 6.930 kVA dan telah digunakan sebesar 6.129 kVA. Jika hal ini
tidak segera ditangani, maka akan menyebabkan padamnya listrik secara
bergiliran di beberapa fakultas, hal ini akan menggangu dan berpengaruh
terhadap proses belajar mengajar dan kegiatan civitas akademika. Oleh
karana itu diperlukan penambahan daya yang cukup dan sesuai dengan
kebutuhan yang ada.
20
IV.1.2 Fungsi dan penggunaan Gardu dan Genset
Penggunaan listrik yang ada di UI, pastinya tidak terlepas dari
penggunaan gardu yang ada. Setiap Gardu yang ada di UI Mempunyai
Nomor khusus yang berbeda, misalkan Gardu UI 01 adalah milik rektorat.
Nomor tesebut mempunyai arti yang berbeda sesuai dengan penomeran
yang telah dibuat. Untuk wilayah yang ada di UI depok, suplai listrik diambil
dari PLN yang di Pondok Cina, sedangkan untuk Asrama UI mengambil
listrikya dari Jakarta, pengambilan ini dipisahkan dikarenakan untuk
mempermudah pengontrolan yang lebih khusus dan tidak terlalu
menggantungkan pada satu sumber karena dikhawatirkan suplainya tidaklah
cukup. Pertama-tama listrik dialirkan dari PLN ke gardu UI 00, Gardu inilah
yang pertama kali menerima suplai listrik dari PLN, kemudian melalui Gardu
ini, listrik didistribusikan ke tiap-tiap gardu yang ada di UI ataupun fakultas
melalui kabel yang ada dibawah tanah. Kemudian dari gardu yang ada di
fakultas, listrik didistribusikan lagi ke infrastruktur yang ada di fakultas
tersebut untuk digunakan sesuai dengan keperluan. Namun sangat
disayangkan ada sebagian gardu yang diperebutkan oleh 2 fakultas, sebagai
contoh gardu UI 06 trafo 2 untuk fakultas ekonomi dan fakultas teknik
sebesar 800 kVA. Dengan kata lain, gardu ini harus mensuplai listrik yang
cukup banyak untuk memenuhi 2 fakultas tersebut dibandingkan dengan
gardu yang biasa pada umumnya. Oleh karena itu diperlukan suatu energi
alternatif seperti genset untuk mendukung penggunaan listrik tersebut ketika
sewaktu-waktu gardu tersebut membutuhkan suplai listrik lebih. Sayangnya,
sebagian fakultas ada yang belum memiliki genset, bahkan ada yang hanya
dibuatkan tempat genset saja namun gensetnya belum ada. Fungsi genset
akan lebih optimal jika genset itu bekerja dengan baik menggantikan gardu
ketika gardu itu rusak atau kurang berfungsi dengan baik. Maka dari itu
sebaiknya paling tidak setiap fakultas memiliki 1 buah genset untuk berjaga-
jaga apabila trafo pada gardu rusak.
IV.1.3 Sistem perawatan listrik di Universitas Indonesia
Suatu bangunan tidaklah akan bertahan lama sesuai dengan
massanya ketika perawatannya kurang atau tidak memadai, begitu pula
halnya dengan element kelistrikan seperti gardu, kabel, genset, dan lain-lain.
21
Sistem perawataan listrik yang ada biasanya hanya perawatan trafo pada
gardu. Perawatan trafo biasanya berupa pembersihan oli (treatment) setiap
tahunnya dan penggantian oli setiap 4 tahun sekali. Pembersihan oli
(treatment) adalah perawatan pada trafo dengan cara pembersihan oli pada
trafo dengan cara disaring setiap tahunnya dengan suatu alat khusus.
Sedangkan perawatan penggantian oli yaitu oli pada trafo dikeluarkan
semuanya kemudian diganti dengan yang baru. Selain itu perawatan trafo
pada gardu tidaklah terlepas dari perawatan trafo di tiap fakultas. Biasanya
setiap fakultas memiliki penanggung jawab dalam bidang kelistrikan dalam
bidangnya masing-masing terutama untuk perawatan trafo. Namun, di
beberapa fakultas masih belum ada penanggung jawab untuk perawatan
listrik.
IV.2 Permodelan Sistem Kelistrikan di Universitas Indonesia
Gambar 2. Gardu 08 di Fakultas Ilmu Budaya
22
08
09
10
RD
00
02
0313
PLN-1
RD
Gambar 3. Gardu 00 di Pondok China
02
04
09
10
01
07
03
RD
RDRD
Gambar 4. Gardu 01 di Rektorat
06
12
05
RD
RDRD??
Gambar 5. Gardu 06 di Fakultas Teknik
23
IV.3 Pengoptimasian Sistem Kelistrikan di Universitas Indonesia
Sebuah sistem perlu dikaji kelayakannya agar dapat menghasilkan kinerja maksimum. Sistem dinilai bekerja maksimal apabila memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Sistem memuat seluruh tujuan, sasaran, dan kriteria yang telah ditetapkan
2) Memenuhi sistem nilai berdasar pada prioritas dan preferensi
Dari perumusan masalah yang telah dilaksanakan sebelumnya, sistem kelistrikan yang telah ada di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok memerlukan kajian ulang dalam hal penggunaan dan pendistribusian. Kajian ini dimaksudkan untuk keperluan pengoptimuman sistem jaringan listrik kampus.
Pengoptimuman atau optimasi dari sebuah sistem didasarkan pada permasalahan yang dihadapi oleh sistem dan tujuan dari sistem itu sendiri. Bab sebelumnya menyebutkan bahwa sistem kelistrikan di Kampus UI antara lain adalah
1) Kurangnya suplai energy listrik2) Tidak meratanya sebaran/distribusi energi listrik
Sementara tujuan dari sistem jaringan listrik adalah untuk mendistribusikan energy listrik sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan studi maupun administrasi universitas.
Sistem listrik UI ini dalam mencapai tujuannya diharapkan :
1) Tidak mengganggu tata guna lahan kampus secara keseluruhan2) Tidak mengganggu estetika3) Memberi keamanan dan kenyamanan para penghuni kampus
Skenario optimasi sistem jaringan listrik kampus Universitas Indonesia yaitu :
1) Menambah kapasitas/daya listrik yang ada dengan cara konvensional:a. Menggunakan listrik dari PT PLN (Perusahaan Listrik Negara—BUMN), ataub. Mendirikan generator listrik mandiri pada beberapa fakultas yang kekurangan
sumber daya listrik.2) Setelah sumber daya didapatkan, diperlukan adanya gerakan penghematan
energi:a. Oleh seluruh civitas akademika: mematikan lampu dan AC pada ruang kelas
yang tidak digunakan; menggunakan fitur-fitur khusus pada perangkat berdaya listrik agar hemat listrik;
b. Oleh pihak kampus: mendesain gedung yang hemat konsumsi listrik baik dalam pencahayaan maupun penyejuk ruang.
3) Apabila memungkinkan, dapat dibangun perangkat teknologi yang mampu menghemat konsumsi listrik atau penyimpan energi listrik, misalnya dengan menggunakan diska-magnetik yang dipasang pada generator listrik dan trafo/gardu listrik.
24
IV.4 Evaluasi Sistem Kelistrikan di Universitas Indonesia
Dalam suatu lingkup permasalahan, engineer mungkin diperlukan untuk
menilai kelayakan sistem yang diusulkan atau menilai alternatif yang sedang
dipertimbangkan. Dengan melibatkan pemeriksaan biaya, manfaat, dan konsekuensi
dari sistem alternatif selama periode waktu, penilaian kelayakan melibatkan
penentuan apakah solusi untuk masalah ini telah :
Sesuai (suitable)
Bisa diterima (acceptable)
Bisa dicapai (attainable)
Ada 5 kelayakan sistem yang dinilai :
Engineering Feasibility
Economic Feasibility
Political Feasibility
Financial Feasibility
Environmental Feasibility
Sistem jalan di lingkungan kampus UI dapat di evaluasi melalui 5 segi
kelayakan sistem, yaitu:
Engineering Feasibility
Sistem kelistrikan di UI masih memungkinkan untuk direalisasikan
dikarenakan UI akan menambah suplai listrik melalui PLN untuk menanggulangi
masalah kekurangan daya, terutama untuk beberapa gedung yang baru ini akan
dibuat
Distribusi pembagian listrik yang ada di UI masih cukup baik yaitu
bermula dari gardu UI 00, kemudian diteruskan ke gardu yang ada di tiap fakultas
melalui jaringan kabel bawah tanah.
Economic Feasibility
Pembangunan gedung baru tentu akan membutuhkan daya listrik, hal
ini harus diimbangi dengan penambahan gardu listrik yang ada, tentunya akan
mengeluarkan biaya tambahan untuk pemeliharaan dan pembelian gardu listrik yang
baru. Tetapi hal ini adalah sebanding dikarenakan UI telah meningkatkan fasilitas
sarana dan prasarana yang ada terutama untuk penerangan
25
Political Feasibility
UI dalam mengambil keputusan biasanya melibatkan unsur
mahasiswa, masyarakat, MWA dan lainnya, namun Rektorat UI berhak mengatur
sistem kelistrikan yang ada, salah satunya adalah memberlakukan pemberlakuan
distribusi listrik ke fakultas melalui rektorat terlebih dahulu, disamping itu biasanya
untuk beberapa gedung didahulukan untuk tidak boleh padam jika daya suplia
berkurang, antara lain, laboratorium, rektorat, perpustakaan, dan dekanat
Financial Feasibility
Perawatan yang baik dapat mengurangi biaya yang ditimbulkan
apabila sistem listrik yang ada telah rusak. Sebaliknya, kurangnya perawatan akan
membuat biaya maintenance menjadi besar
Semakin baik perawatan yang dilakukan dan teratur waktu
pengerjaannya maka umur pakai gardu atau sistem kelistrikan makin panjang, biaya
pun dapat dijangkau karena tidak harus membeli yang baru
Environmental Feasibility
Jika daya listrik yang telah ada tidak mencukupi kebutuhan
pemakaian listrik, maka dapat menyebabkan terganggunya kegiatan belajar
mengajar di lingkungan UI, Listrik sangat dibutuhkan hampir bagi seluruh civitas
akademika, baik untuk penerangan jalan, maupun pelengkap infrastruktur kampus
Pembangunan tata letak listrik yang baik harus mementingkan aspek
lingkungan yang tepat, seperti apakah sudah memenuhi keamanan terhadap
lingkungan maupun pengguna disekelilingnya, dapat dilihat UI sudah cukup
memenuhi standard tersebut dengan mendirikan gardu listrik cukup jauh dari
keramaian
IV. 5 Program Linear
Dari data yang ada, dapat dibuat program linearnya. Topik yang diangkat
untuk program linear adalah pemakaian listrik di Universitas Indonesia khususny di
Depok yang hanya dibatasi oleh pemakaian mahasiswa dan staff.
Kapasitas maksimum listrik di UI adalah sebesar 6930 kVA
0 < X0 < 6930000
26
X0 = pemakaian listrik di UI
Ada 13 gardu di Universitas Indonesia, kita asumsikan bahwa pemakaian
seluruh fakultas sama dengan di fakultas Teknik dan Ekonomi. Maka yang paling
mempengaruhi pemakaian di UI adalah mahasiswa dan staff. Berikut adalah data-
data mengenai sistem pemakaian listrik di Fakultas Teknik
a. Pemakaian listrik di Teknik sebesar 2254000 VA
b. Mahasiswa di Teknik berjumlah 4597 orang dan Ekonomi 5217 orang
c. Staff pengajar Teknik sebanyak 313 orang dan Ekonomi 699 orang
Jumlah kebutuhan ruang kelas setiap minggunya, dapat dikalkulasikan
seperti berikut :
2254000 = (4597+4910)+(313+699) X
X = 208,2025
X = kontanta
Maka :
y = 208,2025 X
Jika, jumlah mahasiswa dan staff di seluruh Universitas Indonesia di Depok
adalah 30.937 orang maka jumlah pemakaian listrik sebesar
y = 208,2025 (30.937)
y = 6.441.160 VA
Hasil tersebut sudah melampaui dari kapasitas listrik di UI. Hal ini disebabkan
karena pengambilan sample hanya dari mahasiswa Fakultas Ekonoi dan Teknik saja
sehingga pemakaian listrik hanya bergantung pada mahasiswa di fakultas itu.
27
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Kebutuhan kelistrikan di kampus Depok Universitas Indonesia semakin meningkat
dikarenakan adanya penambahan infrastruktur
2. Penggunakan kuota listrik di kampus Depok Universitas Indonesia sudah mencapai
ambang batas keamanaan yaitu 85% dari suplai listrik yang diberikan oleh PLN
3. Penanggung jawab terhadap sistem kelistrikan yang ada di setiap fakultas di kampus
Depok Universitas Indonesia tidak semuanya ada
4. Adanya kesalahan desain infrastruktur yang dikarenakan adanya pengetahuan yang
berbeda berdasarkan waktu dan perbedaan waktu pembangunan
5. Belum adanya sumber energi alternatif yang dimanfaatkan untuk menjadi sumber daya
listrik di kampus Depok Universitas Indonesia
6. Permodelan sistem bisa disajikan dalam bentuk fisik, grafis, ataupun matematis
tergantung dari ketersediaan data yang dimiliki
7. Untuk permasalahan sistem kelistrikan yang ada di UI untuk saat ini permodelan sistem
disajikan dalam bentuk grafis
V.2 Saran
Setelah melakukan survey kelistrikan di lingkungan Universitas Indonesia, maka tim
penulis memberikan saran sebagai berikut :
1. Dilakukan penghematan terhadap penggunaan listrik
2. Adanya tenaga ahli di setiap fakultas agar mempermudah perawatan dan
pengoperasian listrik di setiap fakultas yang ada di Universitas Indonesia
3. Menggunakan tenaga alternatif, jika memungkinkan
28
DAFTAR PUSTAKA
Meredith, Dale.D. 1985. Design & Planning of Engineering Systems. Prentice Hall
Kasubdit Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset di Rektorat Universitas Indonesia
PUIL 2000 (Persyaratan Umum Instalasi Listrik Tahun 2000)
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2002 Tentang Ketenagalistrikan
www.forumdunialistrik.co.id
www.ui.ac.id
www.mhs.blog.ui.edu
29
LAMPIRAN 1
Sistem Perkabelan di Balirung Gardu UI 04 di FMIPA
Penggunaan listrik di UI Gardu 01 di Rektorat
30
LAMPIRAN 2
KAPASITAS DAN ARUS TERPAKAI DI GARDU LISTRIK
31
LAMPIRAN 3
WHY-WHY DIAGRAM
32