pasang surut
TRANSCRIPT
http://www.pusdatarawa.or.id/index.php/2012/04/02/kajian-penduga-muka-air-tanah-untuk-mendukung-pengelolaan-air-pada-pertanian-lahan-rawa-pasang-surut-kasus-di-sumatera-selatan/
Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan
salah satu pilihan strategis sebagai areal produksi pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional.
Reklamasi atau pengembangan lahan rawa pasang surut untuk pertanian telah dilakukan pemerintah sejak tahun
1970-an. Pada awal reklamasi, sistem jaringan tata air yang dibangun masih merupakan sistem jaringan terbuka
dengan fungsi utama untuk drainase. Pengaturan tata air sepenuhnya masih bergantung pada kondisi alam,
sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat rendah. Pada sistem jaringan terbuka, tipe luapan air pasang
menjadi pertimbangan utama dalam penerapan sistem usahatani. Dengan dibangunnya infrastruktur pengendali air
(pintu air), maka beberapa pokok persoalan teknis mulai dapat dipecahkan, namun dalam pelaksanaannya masih
terhambat oleh kondisi yang beragam di lapangan.
Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian dan indeks
pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan
dalam pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air
tanah di petak lahan yang fluktuatif. Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh kondisi infiastruktur
pengendali air yang belum memadai. Sebagian besar jaringan tata air di daerah reklamasi rawa pasang surut masih
belum dilengkapi dengan infrastruktur pengendali air yang memadai. Tanpa pintu air, terutarna di saluran tersier,
maka pengendalian muka air tanah di petak lahan akan sulit dilakukan. Selain itu, teknik yang diterapkan juga masih
bergantung pada pengamatan muka air tanah secara langsung di lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur
pengamatan. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu,
tenaga, dan biaya yang besar. Informasi yang diperoleh juga terbatas pada titik pengamatan dan jangka waktu
pengamatan tertentu. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu model penduga muka air tanah, sehingga kondisi muka
air tanah di petak lahan dapat diketahui secara cepat melalui parameterparameter model sebagai prediktor.
Penelitian bertujuan untuk: 1) Mempelajari karakteristik lahan rawa pasang surut menurut kondisi hidrotopografi
lahan; 2) Pemodelan muka air tanah pada lahan rawa pasang surut: membangun model penduga muka air tanah di
petak tersier, menduga kedalaman muka air tanah di petak tersier, dan membangun skenario pengaturan tata air
untuk pengendalian muka air tanah di petak lahan; serta 3) Membangun strategi pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan pada lahan rawa pasang surut untuk mendukung peningkatan produksi pertanian dan indeks pertanaman
(IP).
Penelitian lapangan telah dilakukan selama 24 bulan, yaitu dari bulan April 2006 hingga Maret 2008. Lokasi
penelitian berada di daerah reklamasi rawa pasang surut, yaitu di petak tersier 3 P8-12s dan petak tersier 3 P6-3N
Delta Telang I, serta di petak tersier 3 P10-2s Delta Saleh. Ketiga lokasi tersebut terletak di Kabupaten Banyuasin,
Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi didasarkan atas perbedaan kondisi hidrotopografi lahan, yaitu lahan tipe
Ah3 (P8-12S), tipe BIC (P6-3N), dan lahan tipe C/D (PI 0-2s).
Hidrotopografi lahan merupakan perbandingan relatif antara elevasi lahan dengan ketinggian muka air di saluran.
Lahan tipe A selalu terluapi oleh air pasang, baik pasang besar (terjadi pada musim hujan) maupun pasang kecil
(terjadi pada musim kemarau), sedangkan lahan tipe B hanya terluapi oleh air pasang besar saja. Lahan tipe C tidak
terluapi oleh air pasang, baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi muka air tanah di petak lahan masih
dipengaruhi oleh fluktuasi air pasang. Pada lahan tipe D, selain tidak terluapi air pasang, muka air tanah juga tidak
terpengaruh oleh fluktuasi air pasang.
Tanpa irigasi, surnber air utama pada lahan rawa pasang surut berasal dari air hujan dan air pasang di saluran.
Pemasukan air ke petak lahan dengan memanfaatkan potensi air pasang dapat dilakukan pada lahan tipe A dan B,
sedangkan pemasukan air pada lahan tipe C dan D sulit dilakukan karena permukaan lahan relatif lebih tinggi
dibandingkan muka air pasang di saluran. Kedalaman muka air tanah pada lahan tipe C dan D dapat dipertahankan
dengan teknik retensi air.
Pengendalian muka air tanah pada lahan rawa pasang surut merupakan suatu proses kunci yang hams dilakukan
dengan tepat melalui pengelolaan air, baik di tingkat makro maupun rnikro. Pengelolaan tata air mikro akan
menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengelolaan air, setiap petak
tersier merupakan satu unit sistem pengelolaan air. Tanpa infrastruktur pengendali air, teknik pengelolaan air pada
lahan rawa pasang surut dilakukan secara gravitasi dengan memanfaatkan potensi luapan air pasang ke lahan.
Teknik ini sangat bergantung pada kondisi hidrotopogafi lahan, sehingga kemarnpuan pelayanan tata air masih
sangat rendah. Pada jaringan tata air yang dilengkapi dengan pintu air, terutama di tingkat tersier, maka pengelolaan
air seperti pemasukan air, drainase, dan retensi air dapat dilakukan dengan baik sehingga sistem usahatani yang
diterapkan dapat optimal.
Pemodelan muka air tanah merupakan salah satu upaya untuk mendukung pengelolaan air, terutama di tingkat
mikro. Model penduga muka air tanah di petak tersier lahan rawa pasang surut telah dapat dirumuskan. Dengan
model tersebut, maka tinggi muka air tanah pada jarak x dari saluran (h(x)) dapat diduga melalui beberapa parameter
model, yaitu: tinggi muka air di saluran tersier (hw), curah hujan (R), evapotranspirasi (ET), konduktivitas hidrolik
tanah (K), jarak antar saluran tersier (2s), dan lebar saluran (l).
Hasil simulasi menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat menduga kedalaman muka air tanah di petak lahan
dengan hasil yang cukup baik. Proporsi keragarnan kedalaman muka air tanah yang dapat dijelaskan oleh model
yaitu sebesar 89,5% hingga 98,7% dengan galat baku pendugaan 0,021-0,042 meter. Model penduga muka air
tanah yang dibangun memiliki sensitivitas tinggi terhadap parameter tinggi muka air di saluran tersier. Perubahan
yang terjadi pada h, akan menyebabkan terjadinya perubahan pada h(x) dengan besaran yang sama. Sementara itu,
pengaruh parameter R dan ET terhadap perubahan h(x) relatif kecil. Perubahan h(x) oleh R atau ET yang cukup
nyata hanya terjadi pada lahan yang letaknya relatif jauh dari saluran.
Skenario pengaturan tata air untuk pengendalian muka air tanah di petak lahan telah dibangun dalam penelitian ini
berdasarkan model penduga muka air tanah yang telah dihasilkan. Kondisi muka air tanah di petak lahan dapat
dikendalikan melalui pengaturan tinggi muka air di saluran tersier. Selanjutnya, strategi pengelolaan sumber daya
dam dan lingkungan pada lahan rawa pasang surut yang ditekankan pada aspek pengembangan sistem usahatani
dan pengendalian lapisan pint dibangun melalui teknik pengendalian muka air tanah.
Pada pertanian lahan rawa pasang surut, tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kedalaman
muka air tanah dapat diatur sesuai dengan zona perakaran tanaman, dan pirit yang ada di dalam tanah tidak
teroksidasi. Penman muka air tanah hingga di bawah lapisan tanah yang mengandung pirit akan menyebabkan
terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan senyawa sulfat. Asam sulfat bersifat racun, sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman. Oksidasi pirit dapat dikendalikan dengan menekan kandungan oksigen yang tersedia di
dalam tanah, yaitu dengan mengatur kedalaman muka air tanah.
Secara teknis, pengendalian muka air tanah juga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) pada lahan rawa
pasang surut. Pada lahan tipe A, usahatani padi dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, potensi luapan air pasang
cukup mendukung ketersediaan air bagi tanaman pada MT TI. Kondisi yang sama juga dapat dilakukan pada lahan
tipe B, namun untuk mendukung ketersediaan air pada MT I1 perlu dilakukan retensi air. Pada lahan tipe C dan D,
usahatani padi sulit dilakukan 2 kali dalam setahun, sebab sumber air yang utama hanya berasal dari air hujan,
sedangkan potensi luapan air pasang tidak dapat menjangkau lahan. Kegiatan usahatani yang dapat dilakukan pada
MT I1 yaitu tanaman palawija. Untuk MT 111, kegiatan usahatani palawija dapat dilakukan pada semua tipe lahan.
Namun demikian, pemasukan dan retensi air untuk mendukung ketersediaan air bagi tanaman hams memperhatikan
kualitas air, karena pada musim kemarau dapat terjadi intrusi air asin.
Agar kondisi muka air tanah dapat mendukung sistem usahatani, maka perlu dibuat panduan pengoperasian pintu air
di saluran tersier sesuai dengan sistem usahatani yang diterapkan. Penelitian lanjutan tentang sistem telemetri dan
rekayasa sistem kontrol (bangunan pengendalian air) di saluran tersier dapat melengkapi model dan teknik
pengendalian muka air tanah yang telah dibangun.
Selanjutnya, keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut hams didukung
dengan infiastruktur pengendali air yang memadai, operasi dan pemeliharaan jaringan dengan penguatan
kelembagaan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air), serta pengenalan dan implementasi sistem usahatani.
Peningkatan kemampuan dan pemberdayaan, serta partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara
berkesinambungan melalui berbagai sosialisasi dan pelatihan, baik dari aspek teknis maupun non teknis.
--------------------/
http://www.litbang.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=128:sistem-otomatis-monitoring-level-air-tanah-2011&catid=115:litbang-inovatif-103&Itemid=166
Sistem Otomatis Monitoring Level Air Tanah (2011)
Untuk mempelajari karakteristik lapisan akuifer perlu dilakukan pengamatan perubahan muka air tanah serta debit aliran terhadap fungsi waktu dengan uji pemompaan. Pengukuran umumnya masih dilakukan dengan cara manual, sehingga data hasil kurang akurat.
Automatic Water Level Monitoring System (AWLMS) adalah prototipe peralatan uji pemompaan untuk memantau dan merekam data debit aliran dan level muka air tanah. Pengukuran AWLMS dilakukan secara otomatis saat aktivitas uji pemompaan bertahap (step draw-down test) dan uji kambuh (recovery test). Pengukuran pada sumur produksi dan sumur pantau dalam berbagai kondisi lapangan kini dapat dilakukan dengan mudah, akurat dan efisien.
Keunggulan Inovasi
1. Dapat mengukur Fluktuasi muka air tanah secara otomatis tanpa di pengaruhi oleh suhu kelembapan, density atau viskositas serta memiliki jangkauan lebih aman
2. Dapat di install dengan mekanik otomatis water level lebih dari satu, sehingga pengukuran uji pemompaan dapat dilakukan secara bersamaan
3. Peralatan ini menggunakan komponen yang mudah didapat di pasaran dalam negeri dengan biaya yang relatif murah namun berkualitas
Potensi Aplikasi
AWLMS dapat di aplikasikan untuk pengelolaan dan pemantauan kebijakan pemakaian air tanah, pengoptimalisasian produk air tanah industri, dan pengelolaan sistem drainase tambang maupun sistem pemompaan air tambang (mine dewatering).
------------------/
http://dc431.4shared.com/doc/vInwAByP/preview.html
AnAlisis MukA Air TAnAh di rAwA PAsAng suruT disTrik PAdAng sugihAn dAn siMPAng herAnrosmina Zuchri Dosen PNSD di Fakultas Teknik Sipil Universitas Ibnu Kholdun [email protected] air tanah pada lahan rawa pasang surut berfluktuasi menurut ruang dan waktu. Upaya pengendalian harus dilakukan agar muka air tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pembangunan HTI diharapkan akan memberikan kontribusi
pada pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menentukan muka air tanah pada tanaman akasia. Penelitian telah dilaksanakan di Distrik Simpang Tiga dan Simpang Heran di rawa pasang surut periode April hingga Mei 2011 di PT. SBA Wood Industries di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini yaitu di Distrik Padang sugihan lahan dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya terdapat saluran tersier lebar 2 m dan kedalaman 1 m. lebar kanal sekunder 5 x 5 x 3 m. dan kanal sekunder 8 x 6 x 3 m, muka air tanah tertinggi di Distrik Padang Sugihan yaitu 19, 0 cm dan rendah 36,5 cm. Sedangkan di Distrik Simpang Heran lahan dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya arah memanjang terdapat saluran tersier lebar 2 m dan kedalaman 1 m, dan arah melintang setiap lebar 8 m terdapat saluran dengan lebar 2 m dan kedalaman 1 m . Sedangkan lebar kanal semi sekunder 5 x 5 x 3 m. dan sekunder 6 x 5 x 3 m dan kanal primer 8 x 5 x 3 m. Adapun muka air tanah tertinggi di Distrik Simpang Heran yaitu 13 cm dan rendah 16 cm. Kata kunci: Rawa pasang surut, Pengelolaan air, Hutan tanaman industri, Muka air di lahan. 1. PendAhuluAnPengelolaan air akan mempengaruhi kondisi muka air tanah di lahan. Muka air tanah pada lahan rawa pasang surut berfluktuasi menurut ruang dan waktu. Upaya pengendalian harus dilakukan agar muka air tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman..Pengendalian muka air tanah pada suatu kedalaman tertentu dapat dilakukan melalui strategi rancangan dan/atau operasi pemeliharaan jaringan reklamasi. Pertimbangan jenis tanah selain topografi, curah hujan, pasang surut air laut, jenis
tanaman, kedalaman lapisan pirit, untuk mendukung pengelolaan air. Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan HTI di lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air tanah di lahan yang fluktuatif ( Arifjaya dan Kalsim, 2003). Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan salah satu pilihan strategis sebagai areal Hutan Tanaman Industri (HTI) (Soewarso, 2003; Maas, 2003; Amdal, 2004; Noor, 2006). Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya meningkatkan produksi hasil hutan tanaman industri (HTI) agar diharapkanmemberikan kontribusi pada pembangunan ekonomi nasional dan kemakmuran rakyat (Soewarso, 2003; Litbang Sinarmas Forestry, 2005; Daryono, 2009). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dalam dan lebar kanal, dan menentukan muka air tanah di Distrik. Padang Sugihan dan Simpang Heran. Manfaat penelitian ini adalah sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetatahuan dan teknologi khusunya untuk pengelolaan air di rawa yang dipengaruhi pasang surut. 2. MeTOdOlOgi PeneliTiAn A. lokasi dan waktuPenelitian dilaksanakan di Distrik Padang Sugihan dan Simpang Heran (PT.SBA Wood Industries), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan.. Luas distrik Padang Sugihan adalah sekitar 28.473,0 ha dan Simpang Heran 34.853,4 ha, Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Tapak umumnya adalah marine clay
pada Distrik Simpang Heran dan gambut dangkal padan Distrik Padang Sugihan. Pemilihan lokasi didasarkan atas pemilihan jenis tanah yang mewakili gambut dan marin clay.. Pengamatan muka air tanah dilakukan di Distrik Padang Sugihan pada tanggal 15 April sampai 26 April. dan Distrik Simpang Heran. tanggal 6 - 7 Mei 2010. B. Bahan dan Alat 1. Peta Distrik Sinarmas Forestry Region Palembang Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di HTI PT. SBA Wood Industri Region Palembang.2. Global Positioning System (GPS) (1 buah), untuk menentukan posisi di lapangan. 3. Kamera Digital (1 buah), untuk Dokumentasi. 4. Pipa Paralon diameter 2-2,5 inchi panjang 2-3 meter, (10 buah) untuk sumur pengamatan muka air tanah. 5. Bor tangan, untuk membuat lubang/sumur pengamatan muka air tanah. 6. Komputer (1 buah)rancangan PenelitianJenis data yang digunakan dalam peneltian adalah data sekunder dan primer. Data sekunder yaitu peta PT. SBA wood industries region Palembang. Data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran dilapangan, yaitu : tinggi muka air tanah (water tabel). Teknik Pengambilan data Data sekunder diperoleh dari PT. SBA wood industri region palembang yang sela-ma ini berperan aktif dalam pengembangan HTI rawa pasang surut OKI , Sumatera Selatan. .Pengambilan data primer muka air tanah dilakukan melalui pengamatan dan pengu-
kuran langsung di lokasi penelitian, yaitu : a. Pengamatan dilakukan melalui sumur pengamatan yang dibuat dari pipa pa-ralon. Pipa tersebut dilubangi pada bagian sisi-sisinya dan ditanam dengan ke-dalaman 2-2,5 meter dari permukaan tanah. Lubang pipa bagian atas ditutup dan hanya dibuka pada saat melakukan pengukuran muka air tanah tersebut. b. Dua distrik lokasi penelitian muka air tanah yaitu disrik Padang Sugihan ber-tanah gambut ada 4 (empat) titik pengamatan dan 6 (enam) titik pengamatan di tanah marin clay di distrik Simpang Heran.. Lokasi penelitian pengukuran muka air tanah disajikan pada Gambar 2, 3 dan 4. Gambar 2. Sketsa lokasi pengamatan muka air tanah di Distrik Padang Sugihan
3. hAsil dAn PeMBAhAsAnA. distrik Padang sugihan1). lebar dan kedalaman kanal.Lahan dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya terdapat saluran tersier lebar 2 m dan kedalaman 1 m. lebar kanal sekunder 5 x 5 x 3 m. dan kanal sekunder 8 x 6 x 3 m. Lebar dan kedalaman kanal disajikan pada gambar 1.2). Muka Air Tanah. Berdasarkan hasil pengukuran muka air tanah di Distrik Padang Sugihan untuk ta-naman Acacia crassicarpa umur 3 tahun, disajikan pada Tabel 1. Muka air tanah berkisar antara 19,0 -36,5 cm di titik I, 29,5 - 47,5 cm dititik II, 30,0 – 51,0 cm ditik III, 29,0 – 59,0 di titik IV. Diameter batang terkecil di titik I adalah 18,0 cm dan terbesar 24,5 cm. Titik II 13,0 dan 28,5 cm. Titik III 17,5 cm dan 30,5 dan di titik IV diameter batang terkecil 14,5 cm dan terbesar 24,5.Tabel 1. Hasil pengamatan muka air tanah Tanaman Acacia crassicarpa umur 3 tahun di Lahan Gambut Distrik Padang Sugihan Muka air tanah yang paling tinggi yaitu 19,0 dibawah permukaan tanah terjadi pada tanggal 16 April yaitu di titik I dan paling rendah yaitu 59,5 cm dibawah permukaan tanah terjadi di titik IV pada tanggal 26 April. Karena muka air tanah tinggi ada di titik I yaitu 19,0 maka diambil untuk analisis selanjutnya
adalah muka air tanah rendah yaitu 36,5 cm. Pada saat dilakukan pengukuran muka air tanah , masih musim hujan. Semakin tingginya intensitas hujan, muka air tanah semakin naik. Sehingga muka air tanah perlu di kendalikan sesuai kebutuhan tanaman. Fluktuasi muka air di downstream disebabkan terjadinya pasang surut di sungai Blidang. Kondisi air tanah di lahan dipengaruhi oleh fluktuasi muka air disaluran. Pada saat pasang, air akan merembes masuk ke dalam lahan secara lateral sehingga ketinggian muka air tanah di lahan meningkat. Sebaliknya pada saat surut, air di lahan akan kembali merembes ke downstream sehingga muka air tanah akan turun. Muka air tanah merupakan batas antara zona aerasi dan zona jenuh . Pada zona aerasi, pori tanah berisi udara dan air, sedangkan pada zona jenuh seluruh pori terisi air. Kedalaman muka air tanah dapat berubah setiap saat, terutama dipengaruhi oleh curah hujan dan kodisi aliran sungai. Curah hujan yang lebat dan lama dapat memberikan air yang banyak untuk pengisian air tanah. Terjadinya perbedaan antara pengisian dan pengurangan kembali air tanah menyebabkan permukaannya berfluktuasi.Muka air tanah akan mempengaruhi kondisi drainase dan aerasi pada zona perakaran. Muka air tanah yang dangkal dapat menekan pertumbuhan tanaman karena menghambat udara tanah dan menurunkan volume udara di zona perakaran, sedangkan muka air tanah yang dalam merangsang perakaran, namunakan menurunkan kadar air dan zona aerasi karena pori tanah akan lebih banyak terisi udara.Pada lahan rawa pasang surut, fluktuasi muka air tanah dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan kondisi pasang surut air di saluran. Selain dapat mendukung pertumbuhan tanaman, pengendalian muka air tanah pada kedalaman tertentu juga dapat mencegah terjadinya kebakaran.. Menurut Soewarso, 2003; Arifjaya,N.M; Kalsim,D.K.2003. Muka air tanah dengan kedalaman kurang dari 1 (satu) meter
dapat mencegah kebakaran.Muka air tanah yang paling tinggi di titik I yaitu 19,0 dari permukaan tanah karena titik I ini jaraknya (125 cm dan 250 cm) untuk jelasnya lihat sketsa lokasi.. Pada musim hujan, muka air tanah banyak dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut air di saluran. Air hujan akan meningkatkan ketinggian muka air tanah secara merata, sedangkan pasang surut air di saluran akan mempengaruhi muka air tanah melalui rembesan lateral. Pada saat pasang, tekanan air dari saluran lebih besar dibandingkan tekanan air di lahan, akibatnya air akan merembes masuk kedalam lahan. Dengan tekanan yang sama besar dari kedua sisi dan adanya pengisian air tanah dari air hujan, maka akan menyebabkan muka air tanah di lahan naik. Semakin ketengah, muka air tanah akan semakin naik dan mencapai posisi tertinggi pada titik yang berada tepat di tengah lahan dan saluran.Sebaliknya, pada saat air di saluran pembuang surut, tekanan air akan berbalik dan air di lahan akan merembes menuju saluran, akibatnya akan terjadi penurunan muka air tanah di lahan. Penurunan muka air tanah pada lahan yang letaknya dekat dengan saluran akan lebih cepat dibandingkan dengan muka air tanah pada lahan yang letaknya jauh dari saluran, sehingga muka air tanah di bagian tengah akan tetap lebih tingi dibandingkan dengan lahan yang dekat saluran. Demikian seterusnya, aliran air akan berbalik lagi ke lahan ketika air disaluran pembuang kembali pasang. Pada musim kemarau, muka air tanah lebih banyak dipengaruhi oleh pasang surut air di saluran. Lahan relatif kering dan muka air pasang di saluran tidak setinggi pada waktu musim hujan. Terjadinya penguapan melalui proses evapotranspirasi, menyebabkan muka air tanah pada lahan yang terletaak di bagian tengah lebih rendah dibandngkan dengan lahan yang terletak di tepi saluran, sebab muka air tanah yang
berada dekat dengan saluran masih dipengaruhi oleh air pasang di saluran.Pada saat pasang, tekanan air dari saluran pembuang lebih besar dibandingkan tekanan air dilahan, akibatnya air akan merembes masuk ke dalam lahan. Tetapi karena waktu air pasang tidak berlagsung lama dan volume air disaluran pembuang juga tidak terlalu besar, maka sebelum air yang merembes ke lahan mencapai optimum, air di saluran telah kembali surut. Akibatnya, air di lahan akan berbalik kembali ke saluran pembuang, sehingga muka air tanah pada lahan yang terletak di tengah tetap lebih rendah dibandingkan dengan lahan yang terletak di tepi saluran. Demikian seterusnya, proses ini akan berulang ketika terjadi pasang dan surut di saluran. Flutuasi muka air tanah Distrik Padang Sugihan disajikan pada Gambar 7.B. distrik simpang heran1). lebar dan kedalaman kanalLahan dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya arah memanjang terdapat saluran tersier lebar 2 m dan kedalaman 1 m, dan arah melintang setiap lebar 8 m terdapat saluran dengan lebar 2 m dan kedalaman 1 m . Sedangkan lebar kanal semi sekunder 5 x 5 x 3 m. dan sekunder 6 x 5 x 3 m dan kanal primer 8 x 5 x 3 m. Lebar, kedalaman dan jarak kanal disajikan pada Gambar 8.2). Muka air tanahBerdasarkan hasil pengukuran water table di Distrik Simpang Heran untuk tanaman Acacia mangium umur 6 bulan. disajikan pada Table 2. Muka air tanah berkisar antara 23,0 - 26,0 cm di titik I, 15,0 - 17,0 cm dititik II, 16,0 – 20,5 cm ditik III, 29,0 – 37,0 di titik IV. Diameter batang terkecil di titik I adalah 2,0 cm dan terbe-sar 3,1 cm. Titik II 2,0 dan 2,3 cm. Titik III 2,0 dan 3,5 cm dan di titik IV diameter batang terkecil 3,4 dan terbesar 4,0 cm. Tinggi batang berkisar antara 125 cm sampai 236 cm.
Di Distrik Simpang Heran tanggal 6 Mei muka air tanah tinggi terjadi di titik V yaitu 13 cm, kemudian berturut-turut lebih besar yaitu di titik III 16 cm, titik II 17 cm , titik I 23 cm, titik IV 37 cm dan titik VI 71 cm di bawah permukaan tanah. Pada tanggal 7 Mei muka air tanah tinggi terjadi di titik VI yaitu 14 cm, , kemudian berturut-turut lebih besar yaitu di titik II 15 cm, titik V 16 cm , titik III 20,5 cm, titik I 26 cm dan titik IV 29 cm di bawah permukaan tanah.. Muka air tanah yang paling dangkal/tinggi yaitu 13,0 dibawah permukaan tanah terjadi pada tanggal 6 Mei yaitu di titik V dan karena di titik ini muka air tanah paling tinggi maka diambil untuk analisa selanjutnya/water balance water tabel rendah yaitu 16 cm. Pengukuran muka air tanah yang dilakukan pada bulan Mei ini, masih musim hujan. Semakin tingginya intensitas hujan, muka air tanah semakin naik. Muka air tanah merupakan batas antara zona aerasi dan zona jenuh . Pada zona aerasi, pori tanah berisi udara dan air, sedangkan pada zona jenuh seluruh pori terisi air. Kedalaman muka air tanah dapat berubah setiap saat, terutama dipengaruhi oleh curah hujan dan kodisi aliran sungai. Curah hujan yang lebat dan lama dapat memberikan air yang banyak untuk pengisian air tanah. Terjadinya perbedaan antara pengisian dan pengurangan kembali air tanah menyebabkan permukaannya berfluktuasi. Menurut Soewarso, 2003; Arifjaya,N.M; Kalsim,D.K.2003. Muka air tanah dengan kedalaman kurang dari 1 (satu) meter dapat mencegah kebakaran.Muka air tanah akan mempengaruhi kondisi drainase dan aerasi pada zona perakaran. Muka air tanah yang dangkal dapat menekan pertumbuhan tanaman
karena menghambat udara tanah dan menurunkan volume udara di zona perakaran,sedangkan muka air tanah yang dalam merangsang perakaran, namun akan menurunkan kadar air dan zona aerasi karena pori tanah akan lebih banyak terisi udara.Pada lahan rawa pasang surut, fluktuasi muka air tanah dipengaruhi oleh curah hu-jan, suhu dan kondisi pasang surut air di saluran. Selain dapat mendukung pertum-buhan tanaman, pengendalian muka air tanah pada kedalaman tertentu juga dapat mencegah terjadinya kebakaran.. Pola fluktuasi muka air tanah di Distrik Padang Sugihan dan Simpang Heran relatif sama, namun kedalaman muka air tanah pada kedua lokasi tersebut berbeda-beda sesuai dengan topografi lahan masing-masing. Tinggi muka air di Distrik Simpang Heran lebih tinggi dibandingkan dengan Pa-dang Sugihan yaitu 13 cm sedangkan Distrik Padang Sugihan 19 cm., karena Sim-pang Padang Sugihan memiliki topografi lahan yang rendah. Sedangkan Simpang Heran yang topografi lahannya rendah, muka air tanahnya relatif tinggi dan genan-gan yang terjadi di lahan tinggi serta lama karena marin clay lama menurunkan air. Itulah sebabnya di lahan perlu dibuatkan kanal tersier setiap jarak 8 m.Pembangunan jaringan kanal baik di Distrik Padang Sugihan maupun di Distrik Simpang Heran akan m enyebabkan penurunan muka air tanah dan penurunan permukaan tanah (subsidence). Di Distrik Padang Sugihan yang bertanah gambut Apabila tidak terkendali, maka akan memberikan dampak pengeringan gambut yang berlebihan (overdrain) sehingga gambut akan kehilangan fungsinya sebagai penyimpan cadangan air yang tidak bisa dikembalikan lagi ke fungsinya.
Penurunan muka air tanah yang berlebihan baik dalam musim hujan apalagi jika musim kemarau akan menyebabkan pengeringan gambut yang berlebihan dan akibatnya akan terjadi kebakaran hutan oleh karena itu pengelolaan air harus tepat dan dikendalikan dengan bangunan dan pintu air. jika manajemen pengelolaan air tidak didesain secara tepat, maka oleh karena sifatnya yang kering tak balik (irreversible), gambut yang kering tidak akan mampu menyimpan air hujan tiba. Akibatnya air tidak ada yang mengikat dan akan terlimpas. Dalam keadaan curah hujan tinggi, akan bisa mengakibatkan banjir.
----------------/