pasang surut

19
http://www.pusdatarawa.or.id/index.php/2012/04/02/kajian-penduga- muka-air-tanah-untuk-mendukung-pengelolaan-air-pada-pertanian- lahan-rawa-pasang-surut-kasus-di-sumatera-selatan/ Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan salah satu pilihan strategis sebagai areal produksi pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional. Reklamasi atau pengembangan lahan rawa pasang surut untuk pertanian telah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970-an. Pada awal reklamasi, sistem jaringan tata air yang dibangun masih merupakan sistem jaringan terbuka dengan fungsi utama untuk drainase. Pengaturan tata air sepenuhnya masih bergantung pada kondisi alam, sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat rendah. Pada sistem jaringan terbuka, tipe luapan air pasang menjadi pertimbangan utama dalam penerapan sistem usahatani. Dengan dibangunnya infrastruktur pengendali air (pintu air), maka beberapa pokok persoalan teknis mulai dapat dipecahkan, namun dalam pelaksanaannya masih terhambat oleh kondisi yang beragam di lapangan. Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian dan indeks pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air tanah di petak lahan yang fluktuatif. Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh kondisi infiastruktur pengendali air yang belum memadai. Sebagian besar jaringan tata air di daerah reklamasi rawa pasang surut masih belum dilengkapi dengan infrastruktur pengendali air yang memadai. Tanpa pintu air, terutarna di saluran tersier, maka pengendalian muka air tanah di petak lahan akan sulit dilakukan. Selain itu, teknik yang diterapkan juga masih bergantung pada pengamatan muka air tanah secara langsung di lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur pengamatan. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang besar. Informasi yang diperoleh juga terbatas pada titik pengamatan dan jangka waktu pengamatan tertentu. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu model penduga muka air tanah, sehingga kondisi muka air tanah di petak lahan dapat diketahui secara cepat melalui parameterparameter model sebagai prediktor. Penelitian bertujuan untuk: 1) Mempelajari karakteristik lahan rawa pasang surut menurut kondisi hidrotopografi lahan; 2) Pemodelan muka air tanah pada lahan rawa pasang surut: membangun model penduga muka air tanah di petak tersier, menduga kedalaman muka air tanah di petak tersier, dan membangun skenario pengaturan tata air untuk pengendalian muka air tanah di petak lahan; serta 3) Membangun strategi

Upload: abdul-rahman-rianto

Post on 02-Aug-2015

98 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pasang Surut

http://www.pusdatarawa.or.id/index.php/2012/04/02/kajian-penduga-muka-air-tanah-untuk-mendukung-pengelolaan-air-pada-pertanian-lahan-rawa-pasang-surut-kasus-di-sumatera-selatan/

Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan

salah satu pilihan strategis sebagai areal produksi pertanian guna mendukung ketahanan pangan nasional.

Reklamasi atau pengembangan lahan rawa pasang surut untuk pertanian telah dilakukan pemerintah sejak tahun

1970-an. Pada awal reklamasi, sistem jaringan tata air yang dibangun masih merupakan sistem jaringan terbuka

dengan fungsi utama untuk drainase. Pengaturan tata air sepenuhnya masih bergantung pada kondisi alam,

sehingga kemampuan pelayanan tata air masih sangat rendah. Pada sistem jaringan terbuka, tipe luapan air pasang

menjadi pertimbangan utama dalam penerapan sistem usahatani. Dengan dibangunnya infrastruktur pengendali air

(pintu air), maka beberapa pokok persoalan teknis mulai dapat dipecahkan, namun dalam pelaksanaannya masih

terhambat oleh kondisi yang beragam di lapangan.

Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi pertanian dan indeks

pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan

dalam pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air

tanah di petak lahan yang fluktuatif. Namun demikian, pengelolaan air masih terkendala oleh kondisi infiastruktur

pengendali air yang belum memadai. Sebagian besar jaringan tata air di daerah reklamasi rawa pasang surut masih

belum dilengkapi dengan infrastruktur pengendali air yang memadai. Tanpa pintu air, terutarna di saluran tersier,

maka pengendalian muka air tanah di petak lahan akan sulit dilakukan. Selain itu, teknik yang diterapkan juga masih

bergantung pada pengamatan muka air tanah secara langsung di lapangan, yaitu dengan membuat sumur-sumur

pengamatan. Meskipun memiliki akurasi yang tinggi, namun pengamatan secara langsung memerlukan waktu,

tenaga, dan biaya yang besar. Informasi yang diperoleh juga terbatas pada titik pengamatan dan jangka waktu

pengamatan tertentu. Oleh karena itu, perlu dibangun suatu model penduga muka air tanah, sehingga kondisi muka

air tanah di petak lahan dapat diketahui secara cepat melalui parameterparameter model sebagai prediktor.

Penelitian bertujuan untuk: 1) Mempelajari karakteristik lahan rawa pasang surut menurut kondisi hidrotopografi

lahan; 2) Pemodelan muka air tanah pada lahan rawa pasang surut: membangun model penduga muka air tanah di

petak tersier, menduga kedalaman muka air tanah di petak tersier, dan membangun skenario pengaturan tata air

untuk pengendalian muka air tanah di petak lahan; serta 3) Membangun strategi pengelolaan sumber daya alam dan

lingkungan pada lahan rawa pasang surut untuk mendukung peningkatan produksi pertanian dan indeks pertanaman

(IP).

Penelitian lapangan telah dilakukan selama 24 bulan, yaitu dari bulan April 2006 hingga Maret 2008. Lokasi

penelitian berada di daerah reklamasi rawa pasang surut, yaitu di petak tersier 3 P8-12s dan petak tersier 3 P6-3N

Delta Telang I, serta di petak tersier 3 P10-2s Delta Saleh. Ketiga lokasi tersebut terletak di Kabupaten Banyuasin,

Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi didasarkan atas perbedaan kondisi hidrotopografi lahan, yaitu lahan tipe

Ah3 (P8-12S), tipe BIC (P6-3N), dan lahan tipe C/D (PI 0-2s).

Page 2: Pasang Surut

Hidrotopografi lahan merupakan perbandingan relatif antara elevasi lahan dengan ketinggian muka air di saluran.

Lahan tipe A selalu terluapi oleh air pasang, baik pasang besar (terjadi pada musim hujan) maupun pasang kecil

(terjadi pada musim kemarau), sedangkan lahan tipe B hanya terluapi oleh air pasang besar saja. Lahan tipe C tidak

terluapi oleh air pasang, baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi muka air tanah di petak lahan masih

dipengaruhi oleh fluktuasi air pasang. Pada lahan tipe D, selain tidak terluapi air pasang, muka air tanah juga tidak

terpengaruh oleh fluktuasi air pasang.

Tanpa irigasi, surnber air utama pada lahan rawa pasang surut berasal dari air hujan dan air pasang di saluran.

Pemasukan air ke petak lahan dengan memanfaatkan potensi air pasang dapat dilakukan pada lahan tipe A dan B,

sedangkan pemasukan air pada lahan tipe C dan D sulit dilakukan karena permukaan lahan relatif lebih tinggi

dibandingkan muka air pasang di saluran. Kedalaman muka air tanah pada lahan tipe C dan D dapat dipertahankan

dengan teknik retensi air.

Pengendalian muka air tanah pada lahan rawa pasang surut merupakan suatu proses kunci yang hams dilakukan

dengan tepat melalui pengelolaan air, baik di tingkat makro maupun rnikro. Pengelolaan tata air mikro akan

menentukan secara langsung kondisi lingkungan bagi pertumbuhan tanaman. Dalam pengelolaan air, setiap petak

tersier merupakan satu unit sistem pengelolaan air. Tanpa infrastruktur pengendali air, teknik pengelolaan air pada

lahan rawa pasang surut dilakukan secara gravitasi dengan memanfaatkan potensi luapan air pasang ke lahan.

Teknik ini sangat bergantung pada kondisi hidrotopogafi lahan, sehingga kemarnpuan pelayanan tata air masih

sangat rendah. Pada jaringan tata air yang dilengkapi dengan pintu air, terutama di tingkat tersier, maka pengelolaan

air seperti pemasukan air, drainase, dan retensi air dapat dilakukan dengan baik sehingga sistem usahatani yang

diterapkan dapat optimal.

Pemodelan muka air tanah merupakan salah satu upaya untuk mendukung pengelolaan air, terutama di tingkat

mikro. Model penduga muka air tanah di petak tersier lahan rawa pasang surut telah dapat dirumuskan. Dengan

model tersebut, maka tinggi muka air tanah pada jarak x dari saluran (h(x)) dapat diduga melalui beberapa parameter

model, yaitu: tinggi muka air di saluran tersier (hw), curah hujan (R), evapotranspirasi (ET), konduktivitas hidrolik

tanah (K), jarak antar saluran tersier (2s), dan lebar saluran (l).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat menduga kedalaman muka air tanah di petak lahan

dengan hasil yang cukup baik. Proporsi keragarnan kedalaman muka air tanah yang dapat dijelaskan oleh model

yaitu sebesar 89,5% hingga 98,7% dengan galat baku pendugaan 0,021-0,042 meter. Model penduga muka air

tanah yang dibangun memiliki sensitivitas tinggi terhadap parameter tinggi muka air di saluran tersier. Perubahan

yang terjadi pada h, akan menyebabkan terjadinya perubahan pada h(x) dengan besaran yang sama. Sementara itu,

pengaruh parameter R dan ET terhadap perubahan h(x) relatif kecil. Perubahan h(x) oleh R atau ET yang cukup

nyata hanya terjadi pada lahan yang letaknya relatif jauh dari saluran.

Skenario pengaturan tata air untuk pengendalian muka air tanah di petak lahan telah dibangun dalam penelitian ini

berdasarkan model penduga muka air tanah yang telah dihasilkan. Kondisi muka air tanah di petak lahan dapat

dikendalikan melalui pengaturan tinggi muka air di saluran tersier. Selanjutnya, strategi pengelolaan sumber daya

Page 3: Pasang Surut

dam dan lingkungan pada lahan rawa pasang surut yang ditekankan pada aspek pengembangan sistem usahatani

dan pengendalian lapisan pint dibangun melalui teknik pengendalian muka air tanah.

Pada pertanian lahan rawa pasang surut, tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik apabila kedalaman

muka air tanah dapat diatur sesuai dengan zona perakaran tanaman, dan pirit yang ada di dalam tanah tidak

teroksidasi. Penman muka air tanah hingga di bawah lapisan tanah yang mengandung pirit akan menyebabkan

terjadinya oksidasi pirit yang menghasilkan senyawa sulfat. Asam sulfat bersifat racun, sehingga dapat mengganggu

pertumbuhan tanaman. Oksidasi pirit dapat dikendalikan dengan menekan kandungan oksigen yang tersedia di

dalam tanah, yaitu dengan mengatur kedalaman muka air tanah.

Secara teknis, pengendalian muka air tanah juga dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) pada lahan rawa

pasang surut. Pada lahan tipe A, usahatani padi dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, potensi luapan air pasang

cukup mendukung ketersediaan air bagi tanaman pada MT TI. Kondisi yang sama juga dapat dilakukan pada lahan

tipe B, namun untuk mendukung ketersediaan air pada MT I1 perlu dilakukan retensi air. Pada lahan tipe C dan D,

usahatani padi sulit dilakukan 2 kali dalam setahun, sebab sumber air yang utama hanya berasal dari air hujan,

sedangkan potensi luapan air pasang tidak dapat menjangkau lahan. Kegiatan usahatani yang dapat dilakukan pada

MT I1 yaitu tanaman palawija. Untuk MT 111, kegiatan usahatani palawija dapat dilakukan pada semua tipe lahan.

Namun demikian, pemasukan dan retensi air untuk mendukung ketersediaan air bagi tanaman hams memperhatikan

kualitas air, karena pada musim kemarau dapat terjadi intrusi air asin.

Agar kondisi muka air tanah dapat mendukung sistem usahatani, maka perlu dibuat panduan pengoperasian pintu air

di saluran tersier sesuai dengan sistem usahatani yang diterapkan. Penelitian lanjutan tentang sistem telemetri dan

rekayasa sistem kontrol (bangunan pengendalian air) di saluran tersier dapat melengkapi model dan teknik

pengendalian muka air tanah yang telah dibangun.

Selanjutnya, keberhasilan dan keberlanjutan pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut hams didukung

dengan infiastruktur pengendali air yang memadai, operasi dan pemeliharaan jaringan dengan penguatan

kelembagaan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air), serta pengenalan dan implementasi sistem usahatani.

Peningkatan kemampuan dan pemberdayaan, serta partisipasi masyarakat perlu dilakukan secara

berkesinambungan melalui berbagai sosialisasi dan pelatihan, baik dari aspek teknis maupun non teknis.

--------------------/

http://www.litbang.esdm.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=128:sistem-otomatis-monitoring-level-air-tanah-2011&catid=115:litbang-inovatif-103&Itemid=166

Sistem Otomatis Monitoring Level Air Tanah (2011)

Page 4: Pasang Surut

Untuk mempelajari karakteristik lapisan akuifer perlu dilakukan pengamatan perubahan muka air tanah serta debit aliran terhadap fungsi waktu dengan uji pemompaan. Pengukuran umumnya masih dilakukan dengan cara manual, sehingga data hasil kurang akurat.

Automatic Water Level Monitoring System (AWLMS) adalah prototipe peralatan uji pemompaan untuk memantau dan merekam data debit aliran dan level muka air tanah. Pengukuran AWLMS dilakukan secara otomatis saat aktivitas uji pemompaan bertahap (step draw-down test) dan uji kambuh (recovery test). Pengukuran pada sumur produksi dan sumur pantau dalam berbagai kondisi lapangan kini dapat dilakukan dengan mudah, akurat dan efisien.

 

Keunggulan Inovasi

1. Dapat mengukur Fluktuasi muka air tanah secara otomatis tanpa di pengaruhi oleh suhu kelembapan, density atau viskositas serta memiliki jangkauan lebih aman

2. Dapat di install dengan mekanik otomatis water level lebih dari satu, sehingga pengukuran uji pemompaan dapat dilakukan secara bersamaan

3. Peralatan ini menggunakan komponen yang mudah didapat di pasaran dalam negeri dengan biaya yang relatif murah namun berkualitas

Potensi Aplikasi

AWLMS dapat di aplikasikan untuk pengelolaan dan pemantauan kebijakan pemakaian air tanah, pengoptimalisasian produk air tanah industri, dan pengelolaan sistem drainase tambang maupun sistem pemompaan air tambang (mine dewatering).

------------------/

http://dc431.4shared.com/doc/vInwAByP/preview.html

AnAlisis MukA Air TAnAh di rAwA PAsAng suruT disTrik PAdAng sugihAn dAn siMPAng herAnrosmina Zuchri  Dosen PNSD di Fakultas Teknik Sipil Universitas Ibnu Kholdun [email protected]  air  tanah  pada  lahan  rawa  pasang  surut  berfluktuasi  menurut  ruang  dan waktu. Upaya pengendalian harus dilakukan agar muka air tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Pembangunan HTI diharapkan akan memberikan kontribusi 

Page 5: Pasang Surut

pada pembangunan ekonomi nasional dan  kemakmuran rakyat.  Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menentukan muka air tanah pada tanaman akasia. Penelitian telah dilaksanakan di Distrik Simpang Tiga dan Simpang Heran di rawa pasang surut periode April hingga Mei 2011 di PT. SBA Wood Industries di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Hasil penelitian ini yaitu di Distrik Padang sugihan lahan  dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya terdapat saluran tersier  lebar 2 m dan kedalaman 1 m. lebar kanal sekunder 5 x 5 x 3 m. dan kanal sekunder 8 x 6 x 3 m, muka air tanah tertinggi di Distrik Padang Sugihan yaitu 19, 0 cm dan rendah 36,5 cm. Sedangkan di Distrik Simpang Heran lahan  dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya arah memanjang terdapat saluran tersier  lebar 2 m dan kedalaman 1 m, dan arah melintang  setiap  lebar 8 m terdapat saluran  dengan  lebar 2 m dan kedalaman 1 m . Sedangkan lebar kanal semi sekunder 5 x 5 x 3 m. dan sekunder 6 x 5 x 3 m dan kanal primer  8 x 5 x 3 m. Adapun muka air tanah tertinggi di Distrik Simpang Heran yaitu  13 cm dan rendah 16 cm. Kata kunci:  Rawa pasang surut, Pengelolaan air, Hutan tanaman industri, Muka air di lahan. 1. PendAhuluAnPengelolaan  air    akan  mempengaruhi  kondisi  muka  air  tanah  di  lahan.  Muka  air tanah pada lahan rawa pasang surut berfluktuasi menurut ruang dan waktu. Upaya pengendalian harus dilakukan agar muka air tanah dapat mendukung pertumbuhan tanaman..Pengendalian muka  air tanah pada  suatu kedalaman tertentu dapat dilakukan melalui  strategi  rancangan  dan/atau  operasi  pemeliharaan    jaringan  reklamasi. Pertimbangan jenis tanah selain topografi, curah hujan, pasang surut air laut, jenis 

Page 6: Pasang Surut

tanaman,  kedalaman  lapisan  pirit,  untuk  mendukung  pengelolaan  air.  Pengelolaan air merupakan kunci keberhasilan dalam pengembangan HTI di lahan rawa pasang surut. Pengelolaan air dapat mengendalikan kondisi muka air tanah di lahan yang fluktuatif ( Arifjaya dan Kalsim, 2003). Lahan rawa pasang surut memiliki potensi yang besar dan prospek pengembangan yang baik, serta merupakan salah satu pilihan strategis sebagai areal Hutan Tanaman Industri (HTI) (Soewarso, 2003; Maas, 2003; Amdal, 2004; Noor, 2006).   Berbagai pemikiran dan penelitian terus dilakukan dalam upaya meningkatkan  produksi hasil hutan tanaman industri (HTI)  agar diharapkanmemberikan  kontribusi  pada  pembangunan  ekonomi  nasional  dan  kemakmuran rakyat (Soewarso, 2003; Litbang Sinarmas Forestry, 2005; Daryono, 2009).   Tujuan penelitian ini adalah mengetahui  dalam dan lebar kanal, dan menentukan muka air tanah di  Distrik. Padang Sugihan dan Simpang Heran. Manfaat penelitian ini adalah sebagai khasanah pengembangan ilmu pengetatahuan dan teknologi khusunya untuk pengelolaan air di rawa yang dipengaruhi pasang surut. 2.  MeTOdOlOgi PeneliTiAn   A. lokasi dan waktuPenelitian dilaksanakan di Distrik Padang Sugihan dan Simpang Heran (PT.SBA Wood Industries), Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan.. Luas distrik Padang Sugihan adalah  sekitar 28.473,0 ha dan Simpang  Heran 34.853,4 ha,  Lokasi  penelitian disajikan pada Gambar 1. Tapak umumnya adalah marine clay 

Page 7: Pasang Surut

pada Distrik Simpang Heran  dan gambut dangkal  padan Distrik Padang Sugihan. Pemilihan lokasi didasarkan atas pemilihan jenis  tanah  yang  mewakili  gambut  dan   marin  clay..  Pengamatan  muka air tanah dilakukan di Distrik Padang Sugihan  pada tanggal 15 April sampai 26 April. dan Distrik Simpang Heran. tanggal 6 - 7  Mei  2010.  B. Bahan dan Alat  1.  Peta Distrik Sinarmas Forestry Region Palembang  Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di HTI  PT. SBA  Wood Industri Region Palembang.2.   Global Positioning System (GPS) (1 buah),  untuk menentukan posisi di lapangan. 3.   Kamera Digital (1 buah), untuk Dokumentasi. 4.   Pipa Paralon diameter 2-2,5 inchi panjang 2-3 meter, (10 buah)  untuk sumur pengamatan muka air tanah. 5.   Bor tangan, untuk membuat lubang/sumur pengamatan muka air tanah. 6.   Komputer (1 buah)rancangan PenelitianJenis data yang digunakan dalam peneltian adalah data sekunder dan primer. Data sekunder yaitu peta PT. SBA wood industries region Palembang. Data primer yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuran dilapangan, yaitu : tinggi muka air tanah (water tabel). Teknik Pengambilan data Data sekunder diperoleh dari PT. SBA wood industri region palembang yang sela-ma ini berperan aktif dalam pengembangan HTI rawa pasang surut OKI , Sumatera Selatan. .Pengambilan data primer muka air tanah dilakukan melalui pengamatan dan pengu-

Page 8: Pasang Surut

kuran langsung di lokasi penelitian, yaitu : a.   Pengamatan  dilakukan melalui sumur pengamatan yang dibuat dari pipa pa-ralon. Pipa tersebut dilubangi pada bagian sisi-sisinya dan ditanam dengan ke-dalaman 2-2,5 meter dari permukaan tanah. Lubang pipa bagian atas ditutup dan hanya dibuka pada saat melakukan pengukuran muka air tanah tersebut. b.   Dua distrik lokasi penelitian muka air tanah yaitu disrik Padang Sugihan ber-tanah gambut ada  4 (empat)   titik pengamatan dan 6 (enam)  titik pengamatan di tanah marin clay di distrik Simpang Heran..  Lokasi penelitian pengukuran muka air tanah disajikan pada Gambar 2, 3 dan 4. Gambar 2. Sketsa lokasi pengamatan muka air tanah di Distrik Padang Sugihan

3. hAsil dAn PeMBAhAsAnA. distrik Padang sugihan1). lebar dan kedalaman kanal.Lahan  dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya terdapat saluran tersier  lebar 2 m dan kedalaman 1 m. lebar kanal sekunder 5 x 5 x 3 m. dan kanal sekunder 8 x 6 x 3 m. Lebar dan kedalaman kanal disajikan  pada gambar 1.2). Muka Air Tanah. Berdasarkan hasil pengukuran muka air tanah di Distrik Padang Sugihan untuk  ta-naman  Acacia crassicarpa umur  3 tahun,    disajikan  pada  Tabel 1. Muka air tanah berkisar antara 19,0 -36,5 cm di titik I,  29,5 - 47,5 cm dititik II, 30,0 – 51,0 cm ditik III,  29,0 – 59,0 di titik IV. Diameter batang terkecil di titik I adalah 18,0 cm   dan terbesar 24,5 cm. Titik II  13,0 dan 28,5 cm. Titik III 17,5 cm dan 30,5 dan di titik IV  diameter batang terkecil 14,5 cm dan terbesar 24,5.Tabel 1. Hasil pengamatan muka air tanah Tanaman Acacia crassicarpa  umur 3 tahun  di Lahan Gambut Distrik Padang Sugihan Muka air tanah yang paling tinggi yaitu 19,0 dibawah permukaan tanah terjadi pada tanggal 16 April yaitu di titik I dan paling rendah yaitu 59,5 cm dibawah permukaan tanah terjadi di  titik IV  pada  tanggal 26 April.  Karena muka air tanah  tinggi  ada  di  titik  I  yaitu  19,0  maka  diambil  untuk  analisis    selanjutnya 

Page 9: Pasang Surut

adalah muka air tanah rendah yaitu 36,5 cm. Pada saat dilakukan  pengukuran muka air tanah , masih musim hujan. Semakin tingginya    intensitas  hujan,  muka  air  tanah  semakin  naik.  Sehingga    muka  air tanah perlu di kendalikan sesuai  kebutuhan tanaman. Fluktuasi muka air di downstream disebabkan terjadinya pasang surut di  sungai Blidang. Kondisi air tanah di lahan dipengaruhi oleh fluktuasi muka air disaluran. Pada saat pasang, air akan merembes masuk ke dalam lahan secara lateral sehingga ketinggian muka air tanah di lahan meningkat. Sebaliknya pada saat surut, air di  lahan akan kembali merembes ke downstream sehingga muka air tanah akan turun. Muka air tanah merupakan batas antara zona aerasi dan zona jenuh . Pada zona aerasi, pori tanah berisi udara dan air, sedangkan pada zona jenuh seluruh pori terisi air. Kedalaman muka air tanah dapat berubah setiap saat, terutama dipengaruhi oleh curah hujan dan kodisi aliran sungai. Curah hujan yang lebat dan lama dapat memberikan  air  yang  banyak  untuk  pengisian  air  tanah.  Terjadinya  perbedaan antara pengisian dan pengurangan kembali air tanah menyebabkan permukaannya berfluktuasi.Muka  air  tanah  akan  mempengaruhi  kondisi    drainase  dan  aerasi  pada  zona perakaran. Muka air tanah yang dangkal dapat menekan pertumbuhan tanaman karena  menghambat  udara  tanah  dan  menurunkan  volume  udara  di  zona perakaran, sedangkan muka air tanah yang dalam merangsang perakaran, namunakan menurunkan kadar air dan zona aerasi karena pori tanah akan lebih banyak terisi udara.Pada lahan rawa pasang surut, fluktuasi muka air tanah dipengaruhi oleh curah hujan,  suhu  dan  kondisi  pasang  surut  air  di  saluran.  Selain  dapat  mendukung pertumbuhan tanaman, pengendalian muka air tanah pada kedalaman tertentu juga dapat mencegah terjadinya kebakaran.. Menurut Soewarso, 2003; Arifjaya,N.M; Kalsim,D.K.2003. Muka air tanah dengan kedalaman kurang dari 1 (satu) meter 

Page 10: Pasang Surut

dapat mencegah kebakaran.Muka air tanah yang paling tinggi di  titik  I  yaitu 19,0 dari permukaan tanah karena titik   I ini jaraknya (125 cm dan 250 cm)  untuk  jelasnya  lihat  sketsa  lokasi.. Pada musim hujan, muka air tanah banyak dipengaruhi oleh curah hujan dan pasang surut air di saluran. Air hujan akan meningkatkan ketinggian muka air tanah secara merata, sedangkan pasang surut air di saluran akan mempengaruhi muka air tanah melalui rembesan lateral. Pada saat pasang, tekanan air dari saluran lebih besar dibandingkan tekanan air di lahan, akibatnya air akan merembes masuk kedalam  lahan.  Dengan  tekanan  yang  sama  besar  dari  kedua  sisi  dan  adanya pengisian air tanah dari air hujan, maka akan menyebabkan muka air tanah di lahan naik. Semakin ketengah, muka air tanah akan semakin naik dan mencapai posisi tertinggi pada titik yang berada tepat di tengah lahan dan saluran.Sebaliknya,  pada  saat  air  di  saluran  pembuang  surut,  tekanan  air  akan  berbalik dan air di lahan akan merembes menuju saluran, akibatnya akan terjadi penurunan muka  air  tanah  di  lahan.  Penurunan  muka  air  tanah  pada  lahan  yang  letaknya dekat dengan saluran akan lebih cepat dibandingkan dengan muka air tanah pada lahan yang letaknya jauh dari saluran, sehingga muka air tanah di bagian tengah akan tetap lebih tingi dibandingkan dengan lahan yang dekat saluran. Demikian seterusnya, aliran air akan berbalik lagi ke lahan ketika air disaluran pembuang kembali pasang. Pada musim kemarau, muka air tanah lebih banyak dipengaruhi oleh pasang surut air di saluran. Lahan relatif kering dan muka air pasang di saluran tidak setinggi pada waktu musim hujan. Terjadinya penguapan melalui proses evapotranspirasi, menyebabkan muka air tanah pada lahan yang terletaak di bagian tengah lebih rendah dibandngkan dengan lahan yang terletak di tepi saluran, sebab muka air tanah yang 

Page 11: Pasang Surut

berada dekat dengan saluran masih dipengaruhi oleh air pasang di saluran.Pada saat pasang, tekanan air dari saluran pembuang lebih besar dibandingkan tekanan  air dilahan, akibatnya air akan merembes masuk ke dalam lahan. Tetapi karena waktu air pasang tidak berlagsung lama dan volume air disaluran pembuang juga  tidak  terlalu  besar,  maka  sebelum  air  yang  merembes  ke  lahan  mencapai optimum, air di saluran telah kembali surut. Akibatnya, air di lahan akan berbalik kembali ke saluran pembuang, sehingga muka air tanah pada lahan yang terletak di  tengah  tetap  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  lahan  yang  terletak  di  tepi saluran. Demikian seterusnya, proses ini akan berulang ketika terjadi pasang dan surut di saluran. Flutuasi muka air tanah Distrik Padang Sugihan disajikan pada Gambar 7.B. distrik simpang heran1). lebar dan kedalaman kanalLahan  dengan lebar 500 x 500 m ditengah-tengahnya arah memanjang terdapat saluran tersier  lebar 2 m dan kedalaman 1 m, dan arah melintang  setiap  lebar 8 m terdapat saluran  dengan  lebar 2 m dan kedalaman 1 m . Sedangkan lebar kanal semi sekunder 5 x 5 x 3 m. dan sekunder 6 x 5 x 3 m dan kanal primer  8 x 5 x 3 m. Lebar, kedalaman dan jarak  kanal  disajikan pada Gambar 8.2). Muka air tanahBerdasarkan hasil pengukuran water  table di Distrik Simpang Heran untuk  tanaman   Acacia mangium umur  6  bulan.  disajikan  pada Table 2. Muka air tanah berkisar antara 23,0 - 26,0 cm di titik I,  15,0 - 17,0 cm dititik II, 16,0 – 20,5 cm ditik III,  29,0 – 37,0 di titik IV. Diameter batang terkecil di titik I adalah  2,0 cm   dan terbe-sar 3,1 cm. Titik II  2,0 dan 2,3 cm. Titik III 2,0 dan 3,5 cm dan di titik IV  diameter batang terkecil 3,4 dan terbesar 4,0 cm. Tinggi batang  berkisar antara  125  cm  sampai  236 cm.

Page 12: Pasang Surut

Di  Distrik Simpang Heran tanggal 6 Mei muka air tanah  tinggi terjadi  di  titik V yaitu 13 cm, kemudian berturut-turut  lebih  besar yaitu di titik III 16 cm, titik  II 17 cm , titik  I  23 cm, titik IV 37  cm dan titik VI 71 cm di bawah permukaan tanah. Pada tanggal 7 Mei muka air tanah  tinggi terjadi  di  titik VI yaitu 14 cm, , kemudian berturut-turut  lebih  besar yaitu di titik II 15 cm, titik  V 16 cm , titik  III  20,5 cm, titik I 26  cm dan titik  IV  29 cm di bawah permukaan tanah.. Muka air tanah yang paling dangkal/tinggi  yaitu 13,0 dibawah permukaan tanah terjadi pada tanggal 6  Mei yaitu di titik V dan karena di titik ini  muka air tanah  paling  tinggi  maka  diambil  untuk  analisa  selanjutnya/water  balance  water  tabel rendah  yaitu  16  cm.    Pengukuran    muka  air  tanah    yang  dilakukan  pada  bulan  Mei ini, masih musim hujan. Semakin tingginya  intensitas hujan, muka air tanah semakin naik. Muka air tanah merupakan batas antara zona aerasi dan zona jenuh . Pada zona aerasi, pori tanah berisi udara dan air, sedangkan pada zona jenuh seluruh pori terisi air.  Kedalaman  muka  air  tanah  dapat  berubah  setiap  saat,  terutama  dipengaruhi oleh curah hujan dan kodisi aliran sungai. Curah hujan yang lebat dan lama dapat memberikan  air  yang  banyak  untuk  pengisian  air  tanah.  Terjadinya  perbedaan antara pengisian dan pengurangan kembali air tanah menyebabkan permukaannya berfluktuasi. Menurut Soewarso, 2003; Arifjaya,N.M; Kalsim,D.K.2003. Muka air tanah dengan kedalaman kurang dari 1 (satu) meter dapat mencegah kebakaran.Muka  air  tanah  akan  mempengaruhi  kondisi    drainase  dan  aerasi  pada  zona perakaran.  Muka  air  tanah  yang  dangkal  dapat  menekan  pertumbuhan  tanaman 

Page 13: Pasang Surut

karena menghambat udara tanah dan menurunkan volume udara di zona perakaran,sedangkan  muka  air  tanah  yang  dalam  merangsang  perakaran,  namun  akan menurunkan kadar air dan zona aerasi karena pori tanah akan lebih banyak terisi udara.Pada lahan rawa pasang surut, fluktuasi muka air tanah dipengaruhi oleh curah hu-jan, suhu dan kondisi pasang surut air di saluran. Selain dapat mendukung pertum-buhan tanaman, pengendalian muka air tanah pada kedalaman tertentu juga dapat mencegah terjadinya kebakaran.. Pola fluktuasi muka air tanah di  Distrik Padang Sugihan dan Simpang Heran relatif sama,  namun kedalaman muka air tanah pada kedua lokasi  tersebut berbeda-beda sesuai dengan topografi lahan masing-masing. Tinggi muka air di  Distrik Simpang Heran lebih tinggi dibandingkan dengan Pa-dang Sugihan yaitu 13 cm sedangkan Distrik Padang Sugihan 19 cm., karena  Sim-pang Padang  Sugihan memiliki topografi lahan yang rendah. Sedangkan Simpang Heran yang topografi lahannya rendah, muka air tanahnya relatif tinggi dan genan-gan yang  terjadi di lahan  tinggi serta lama karena marin clay  lama  menurunkan  air. Itulah  sebabnya  di lahan perlu dibuatkan kanal  tersier  setiap  jarak 8  m.Pembangunan jaringan kanal baik di Distrik Padang Sugihan  maupun di Distrik Simpang  Heran  akan  m  enyebabkan  penurunan  muka  air  tanah  dan  penurunan permukaan tanah (subsidence). Di Distrik Padang Sugihan yang bertanah gambut Apabila  tidak  terkendali,  maka  akan  memberikan  dampak  pengeringan  gambut yang berlebihan (overdrain) sehingga gambut akan kehilangan fungsinya sebagai penyimpan  cadangan  air  yang  tidak  bisa  dikembalikan  lagi  ke    fungsinya. 

Page 14: Pasang Surut

Penurunan  muka air  tanah  yang berlebihan baik dalam  musim  hujan apalagi  jika musim kemarau akan menyebabkan pengeringan gambut yang berlebihan dan  akibatnya akan terjadi kebakaran hutan oleh karena  itu pengelolaan air harus tepat dan dikendalikan dengan  bangunan  dan pintu air. jika manajemen pengelolaan air tidak didesain secara  tepat, maka oleh karena sifatnya yang kering tak balik (irreversible), gambut yang kering tidak akan mampu  menyimpan air hujan tiba. Akibatnya air tidak ada yang mengikat dan akan terlimpas. Dalam keadaan curah hujan tinggi, akan bisa mengakibatkan banjir.

----------------/