rawa pasang surut

22
TEKNOLOGI PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN PADA LAHAN PASANG SURUT (Tugas 3) OLEH : ELZA NOVILYANSA 14!"11"1! JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG 1

Upload: elzanovi

Post on 04-Nov-2015

37 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

makalah rawa pasang surut

TRANSCRIPT

TEKNOLOGI PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN PADA LAHAN PASANG SURUT(Tugas 3)

OLEH :ELZA NOVILYANSA1425011015

JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS LAMPUNG2015

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndonesia memiliki sumber daya lahan yang sangat luas untuk peningkatan produkivitas tanaman pangan khususnya tanaman padi. Beras sebagai salah satu sumber pangan utama penduduk Indonesia dan kebutuhannya terus meningkat karena selain penduduk terus bertambah dengan laju peningkatan sekitar 2% per tahun, juga adanya perubahan pola konsumsi penduduk dari non beras ke beras. Disamping itu terjadinya penciutan lahan sawah irigasi akibat konversi lahan untuk kepentingan non pertanian dan munculnya penomena degradasi kesuburan lahan menyebabkan produktivitas padi sawah irigasi cenderung melandai (Deptan, 2008). Berkaitan dengan perkiraan terjadinya penurunan produksi tersebut maka perlu diupayakan penanggulanggannya melalui peningkatan intensitas pertanaman dan produktivitas lahan sawah yang ada, pencetakan lahan irigasi baru dan pengembangan lahan potensial lainnya termasuk lahan marginal seperti lahan rawa pasang surut.Pemanfaatan lahan rawa pasang surut untuk lahan pertanian dapat menjadialternatif ekstensifikasi yang prospektif karena ketersediannya yang cukup luas.Luas lahan rawa pasang surut di Indonesia diperkirakan 20.11 juta hektar terdiri dari 2.07 juta hektar lahan pasang surut potensial, 6.71 juta hektar lahan sulfatmasam, 10.89 hektar lahan gambut, dan 0.44 juta hektar lahan salin(Alihamsyah, 2002). Dalam implementasinya, usaha pemanfaatan lahan harus menerapkan konsep keberlanjutan dalam arti pengelolaan lahan yang dilakukan mampumemenuhi kebutuhan pangan nasional saat ini tanpa mengorbankan generasimendatang untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Oleh karena itu,diperlukan suatu pendekatan sistem budidaya pertanian yang menyeluruh, tidak hanya menitikberatkan pada aspek produksi saja, tetapi juga bersifat partisipatif,mampu diterima dan dijangkau oleh masyarakat, dan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan lahan tersebut, salah satunya melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT). PTT bukan merupakan paket teknologi, melainkan merupakan pendekatan dalam peningkatan produksi melalui pengelolaan tanaman, tanah, air, hara, danOrganisme Pengganggu Tanaman (OPT) secara menyeluruh dan berkelanjutan.Dalam penerapannya, PTT bersifat (1) partisipatif, (2) dinamis, (3) spesifiklokasi, (4) terpadu, dan (5) sinergis antar komponen teknologi yang diterapkan(Balittra, 2012).Pemanfaatan lahan tersebut untuk pertanian merupakan alternatif yang dapat mengimbangi berkurangnya lahan produktif terutama di pulau Jawa yang beralih fungsi untuk berbagai keperluan pembangunan non pertanian. Hasil penelitian Ismail et al. (1993) menunjukkan bahwa lahan rawa ini cukup potensial untuk usaha pertanian baik untuk tanaman pangan, perkebunan, hortikultura maupun usaha peternakan. Kedepan lahan rawa ini menjadi sangat strategis dan penting bagi pengembangan pertanian sekaligus mendukung ketahanan pangan dan usaha agribisnis (Alihamsyah, 2002).Usaha tani di lahan rawa pasang surut umumnya produktivitasnya masih rendah, karena tingkat kesuburan lahannya rendah, mengandung senyawa pirit, masam, terintrusi air laut dan dibeberapa bagian tertutup oleh lapisan gambut. Pertumbuhan tanaman di lahan pasang surut menghadapi berbagai kendala seperti kemasaman tanah, keracunan dan defisiensi hara, salinitas serta air yang sering tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman. Komoditas yang banyak diusahakan petani adalah padi dengan teknik budidaya yang diterapkan masih sederhana dan menggunakan varietas lokal serta pemupukan tidak lengkap dengan takaran rendah (Suwarnoet al, 2000). Umumnya petani di lahan pasang surut mengusahakan tanaman padi hanya satu kali dalam setahun yaitu penanaman padi dilakukan pada musim hujan, dengan pola tanam padi bera atau padi palawija. Namun pola tanam padi bera lebih dominan dibandingkan dengan pola tanam padi-palawija. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui intensifikasi dengan meningkatkan produktivitas padi musim hujan melalui penerapan inovasi teknologi PTT padi dan meningkatkan intensitas pertanaman padi di lahan pasang surut. Makalah ini bertujuan mengoptimalkan potensi sumber daya lahan lahan untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi melalui penerapan inovasi teknologi pertanaman padi musim hujan dan peningkatan intensitas pertanaman padi (IP Padi 200) di lahan pasang surut desa Teluk Ketapang Kecamatan Senyerang Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi.B. TujuanAdapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Pertanian Berkelanjutan yang di lakukan pada Lahan Rawa Pasang Surut.

C. SasaranOptimalisasi penggunaan lahan pasang surut dalam sektor pertanian sehingga dapat meningkatkan produktifitas dari lahan tersebut.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lahan Pasang surutLahan rawa adalah lahan yang tergenang secara terus menerus akibat drainase buruk. Lahan rawa di bagi menjadi dua yaitu rawa lebak dan rawa pasang surut. Lahan rawa pasang surut merupakan lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Lahan pasang surut merupakan suatu lahan yang terletak pada zone/wilayah sekitar pantai yang ditandai dengan adanya pengaruh langsung limpasan air dari pasang surutnya air laut atau pun hanya berpengaruh pada muka air tanah. Sebagian besar jenis tanah pada lahan rawa pasang surut terdiri dari tanah gambut dan tanah sulfat masam.Lahan rawa pasang surut jika dikembangkan secara optimal dengan meningkatkan fungsi dan manfaatnya maka bisa menjadi lahan yang potensial untuk dijadikan lahan pertanian di masa depan. Untuk mencapai tujuan pengembangan lahan pasang surut secara optimal, ada beberapa kendala. Kendala tersebut berupa faktor biofisik, hidrologi yang menyangkut tata air, agronomi, sosial dan ekonomiKemudian tanah pasang surut biasanya dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan terutama untuk lahan persawahan. Luas lahan pasang surut yang dapat dimanfaatkan berfluktuasi antara musim kemarau dan penghujan. Pemanfaatan lahan pasang surut telah menjadi sumber mata pencaharian penting bagi masyarakat disekitarnya meskipun belum dapat menggunakannya sepanjang tahun. Rata - rata lahan pasang surut hanya dapat ditanami sekali dalam setahunnya selebihnya dibiarkan dalam keadaan bero karena tergenang air. Tergenangnya lahan pasang surut secara periodik ada kaitannya dengan kepentingan pembangkit tenaga listrik dan meluapnya air pada musim penghujan. ( Hanggari,2008). B. Zona wilayah lahan pasang surutBerdasarkan pengaruh air pasang surut dimusim hujan dan pengaruh air laut dimusim kemarau, wilayah rawa dibagi atas :1. Zona 1 : Wilayah rawa pasang surut air asin/ PayauWilayah rawa pasang surut air asin/payau merupakan bagian dari wilayah rawa pasang surut terdepan, yang berhubungan langsung dengan laut lepas. Biasanya, wilayah rawa ini menempati bagian terdepan dan pinggiran pulau-pulau delta serta bagian tepi estuari, yang dipengaruhi langsung oleh pasang surut air laut/salin. Sebagai contoh, pulau-pulau delta di muara S. Musi dan Banyuasin di Sumatera Selatan.Pada zona wilayah rawa ini, terdapat kenampakan-kenampakan (features) bentang alam (landscape) spesifik yang mempunyai bentuk dan sifat-sifat yang khas disebut landform. Sebagian besar wilayah zona I termasuk dalam landform marin. Pembagian lebih detail dari landform marin, disebut sub-landform, pada zona I rawa pasang surut air asin/payau dapat dilihat pada irisan vertikal tegak lurus pantai.Gambar 1. Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau, merupakan pantai lepas yang memiliki beting pasir pantai (coastal dunes)

Gambar 2. Penampang skematis zona I wilayah rawa pasang surut air asin/ payau, pantai pada bagian yang terlindung dalam estuari, atau teluk

Wilayah zona I, khususnya di bagian sub-landform "dataran bergaram", atau "salt-marsh", baik yang dipengaruhi air asin/salin maupun air payau, akibat salinitas atau kandungan garam yang masih tinggi, tanah umumnya tidak sesuai untuk pertanian. Oleh karenanya, tanah tersebut tidak direklamasi, baik oleh penduduk maupun oleh pemerintah.2. Zona 2 : Wilayah rawa pasang surut air tawar.Lokasi zona II masih terdapat pada wilayah daerah aliran bagian bawah, tetapi lebih ke arah hulu, dimana pengaruh langsung air laut / salin sudah tidak ada lagi, tetapi energi pasang surut masih terasa berupa naik dan turunnya air (tawar) sungai mengikuti siklus gerakan air pasang surut. Wilayahnya dapat mencakup seluruh pulau-pulau delta kecil, seperti Delta Upang dan Delta Telang, atau sebagian besar wilayah pulau besar, seperti Delta Berbak dan Delta Pulau Petak. Secara keseluruhan, wilayah ini umumnya dimasukkan sebagai landform fluvio-marin, karena terbentuk dari gabungan pengaruh sungai (fluvio) dan pengaruh marin.Satuan-satuan sub-landform yang terdapat di zona II dapat dilihat lebih jelas pada wilayah yang terletak di antara dua sungai besar. Penampang skematis sub landform di antara dua sungai besar pada zona II diilustrasikan pada Gambar berikut.

Gambar 3. Penampang skematis sub-landform di antara dua sungai besar pada zona II lahan rawa pasang surut air tawar

Oleh karena pengaruh sungai masih kuat, di sepanjang pinggir sungai terbentuk tanggul sungai alam (natural levee) yang sempit dan lebarnya bervariasi, makin ke arah hilir relatif sempit dan tidak begitu nyata terlihat di lapangan. Tetapi ke arah hulu, kenampakannya di potret udara lebih jelas, terutama karena perbedaan vegetasi yang tumbuh. Lebarnya adalah sekitar 0,2-1 km, dan setempat-setempat sampai sekitar 2 km. Tanggul sungai terbentuk akibat pengendapan muatan sedimen sungai yang terjadi selama berabad-abad, setiap kali sungai meluap ke daratan selama musim hujan. Bahan endapan berupa debu halus dan lumpur, akan mengendap pertama-tama di pinggir sungai, sementara bahan yang lebih halus berupa liat, akan diendapkan pada wilayah di belakang tanggul. Tanah yang terbentuk di bagian tanggul sungai alam, merupakan endapan sungai (fluviatile) yang tebalnya beragam, dari sekitar 0,5 m sampai lebih dari 1,5 m, menutupi endapan dasar yang merupakan endapan marin. Oleh karena terbentuk dari bahan relatif agak kasar, debu kasar dan halus serta lumpur, tanah tanggul sungai (levee soils) umumnya bertekstur sedang, dengan kandungan fraksi debu relatif tinggi, seperti lempung, lempung berdebu, lempung liat berdebu, dan liat berdebu.

C. Luas Lahan dan PenyebarannyaDengan menggunakan peta satuan lahan skala 1 : 250.000, Nugroho et al. (1992) memperkirakan luas lahan rawa pasang surut di Indonesia, khususnya Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya mencapai 20,11 juta ha, yang terdiri dari 2,07 juta ha lahan potensial, 6,71 juta ha lahan sulfat masam, 10,89 juta ha lahan gambut dan 0,44 juta ha lahan salin. Sedangkan menurut wilayah dan statusnya, menunjukkan bahwa potensi lahan pasang surut terluas ada di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya . Lahan tersebut tersebar terutama di pantai timur dan barat Sumatera, pantai selatan Kalimantan, pantai barat Sulawesi serta pantai utara dan selatan Irian Jaya sedangkan sebaran tipologi lahan berbeda menurut wilayah dalam arti bahwa tiap wilayah dapat mencakup beberapa tipologi lahan dan tipe luapan air.Dari luas lahan pasang surut tersebut, sekitar 9,53 juta hektar berpotensi untuk dijadikan lahan pertanian, sedangkan yang berpotensi untuk areal tanaman pangan sekitar 6 juta hektar. Areal yang sudah direklamasi sekitar 4,186 juta hektar, sehingga masih tersedia lahan sekitar 5,344 juta hektar yang dapat dikembangkan sebagai areal pertanian. Dari lahan yang direklamasi, seluas 3.005.194 ha dilakukan oleh penduduk lokal dan seluas 1.180.876 ha dilakukan oleh pemerintah yang utamanya untuk daerah transmigrasi dan perkebunan Pemanfaatan lahan yang direklamasi oleh pemerintah adalah 688.741 ha sebagai sawah dan 231.044 ha sebagai tegalan atau kebun, sedangkan 261.091 ha untuk keperluan lainnya.D. Prospek Untuk Produksi Tanaman PanganBerbagai hasil penelitian dan pengalaman memperlihatkan bahwa lahan pasang surut memiliki prospek yang besar untuk dikembangkan menjadi areal produksif tanaman pangan untuk mendukung peningkatan ketahanan pangan dan bahkan untuk diversifikasi produksi dan pengembangan agroindustri serta pengembangan agribisinis dan lapangan kerja (Ismail et al., 1993).E. Tipologi dan Tipe lahan pasang surut1. Tipologi Lahan Pasang SurutBerdasarkan tipologinya lahan pasang surut digolongkan ke dalam empat tipologi utama, yaitu:a. Lahan Potensial Lahan potensial adalah lahan yang paling kecil kendalanya dengan ciri lapisan pirit (2 %) berada pada kedalaman lebih dari 30 cm, tekstur tanahnya liat, kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen, kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5 . (Manwan, I. dkk.1992). Lahan potensial yaitu lahan pasang surut yang tanahnya termasuk tanah sulfat masam potensial dengan lapisan pirit berkadar 2% terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah (Jumberi)b. Lahan Sulfat MasamLahan sulfat masam adalah lahan yang lapisan piritnya berada pada kedalaman kurang dari 30 cm dan berdasarkan tingkat oksidadinya lahan sulfat masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidadi. (Manwan, I. dkk.1992).Lahan sulfat masam ini dibedakan lagi menjadi : (a) lahan sulfat masam potensial, yaitu apabila lapisan piritnya belum teroksidasi dan (b) lahan sulfat masam aktual, yaitu apabila lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan oleh adanya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5. (Jumberi,)c. Lahan Gambut/BergambutLahan gambut/bergambut adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dan berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam, umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat penting untu pertumbuban dan pekermbangan tanamanLahan gambut ini dibagi lagi menjadi : (a) lahan bergambut bila ketebalan lapisan gambut 20-50 cm, (b) gambut dangkal bila ketebalan lapisan gambut 50-100 cm, (c) gambut sedang bila ketebalan lapisan gambut 100-200 cm, (d) gambut dalam bila ketebalan lapisan gambut 200-300 cm dan (e) gambut sangat dalam bila ketebalan lapisan gambut > 300 cm. (Jumberi,)d. Lahan SalinLahan salin adalah lahan pasang surut yang mendapat pengaruh atau intrusi air garam dengan kandungan Na dalam larutan tanah sebesar > 8% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun, sedangkan lahannya dapat berupa lahan potensial, sulfat masam dan gambut. Berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan rawa adalah: (a) kedalaman lapisan mengandung pirit/bahan sulfidik, dan kondisinya masih tereduksi atau sudah mengalami proses oksidasi, (b) ketebalan dan tingkat dekomposisi gambut serta kandungan hara gambut, (c) pengaruh luapan pasang dari air salin/payau, (d) lama dan kedalaman genangan air banjir, dan (e) keadaan lapisan tanah bawah, atau substratum.Penggolongan tipologi lahan pasng surut di atas sangat umum, sehingga menyulitkan transfer teknologi dalam satu tipologi lahan, oleh karena itu diusulkan penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri dan karakteristik yang lebih spesifik2. Tipe Luapan Air Pasang SurutBerdasarkan tipe luapan air, tipe luapan lahan pasang surut: 1) Tipe luapan A bila lahan selalu terluapi air baik pada waktu pasang besar maupun pasang kecil dan Lahan bertipe luapan A selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau,; 2) Tipe luapan B bila lahannya hanya terluapi oleh air pasang besar. lahan bertipe luapan B hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja; 3) Tipe luapan C bila Lahan tidak terluapi air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanah kurang dari 30 cm dari permukaan tanah. Lahan bertipe luapan C tidak terluapi air pasang tetapi kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm,; 4) Tipe luapan D bila lahannya tidak terluapi oleh air pasang baik pasang besar maupun pasang kecil, tetapi permukaan air tanahnya berada pada kedalaman lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.Tipologi lahan dan tipe luapan air merupakan acuan yang seharusnya dipatuhi dalam penerapan paket teknologi agar usahatani yang dikelola dapat memberikan hasil yang optimal. Paket teknologi usahatani itu sendiri pada garis besarnya berisi: a. Teknik pengelolaan lahan dan air yang memuat pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro, penataan dan pengeolahan lahan; b. Teknik budidaya yang memuat teknik budidaya tanaman, ikan dan ternak, di dalamnya meliputi vareitas/jenis yang cocok, pupuk dan pemupukkan, pencegahan dan pengendalian organisme penganggu tanaman (opt), dan;c. Teknik reklamsi lahan. Pengelolaan lahan dan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengelolaan usahatani di lahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahannya ( alihamsyah, 2003).Pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik di tingkat makro maupun ditingkat mikro sangat tergantung dengan tipe luapan air pada satu kawasan tertantu. Pada lahan yang bertipe luapan A diatur dengan sistem satu arah, lahan yang bertipe luapan B selain dengan sistem satu arah juga disertai dengan sistem tabat. Sedangkan lahan yang bertipe luapan C dan D dimana sumber air utamanya adalah air hujan digunakan sistem tabat yang dilengkapi dengan pintu stoplog untuk menjaga permukaan air tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman dan yang lebih terpenting adalah agar permukaan air tanah selalu tetap berada pada lapisan pirit dengan kandungan lebih dari 2% dengan maksud agar tidak terjadi oksidasi. Pada pengaturan pemasukan dan pengeluaran air satu arah, saluran pemasukkan dan pengeluaran dibedakan dimana antara saluran pemasukkan dan pengeluaran dibuatkan pintu engsel (Flape Gate) yang membuka kedalam pada saluran pemasukkan dan membuka keluar pada saluran pembuangan (Ismail, I.G. dkk. 1993).

BAB III. PEMBAHASAN

A. Kesesuaian Inovasi/Karakteristik Lokasi :Lahan pasang surut di Propinsi Jambi sebagian besar terdapat di Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur terletak pada 102o70 sampai dengan 103o00 Bujur Timur dan 01o00 sampai dengan 01o30 Lintang Selatan. Luas areal potensial untuk pengembangan komoditas pertanian diperkirakan 200.000 ha dari luas tersebut potensi untuk tanaman pangan 90.000 ha. Kabupaten Tanjung Jabung Timur merupakan Kabupaten yang memberikan kontribusi terbesar beras di Propinsi Jambi (Pemda Tanjabtim). secara geografis terletak antara 01 o 0620-01o1333 dan 104o0122-104o0906 BT. Lahan pasang surut terbagi atas 4 tipologi yaitu lahan potensial, sulfat masam, lahan gambut dan salin serta tipe luapan air A, B, C dan D. Iklimnya type B berdasarkan klasifikasi iklim Schmit dan Ferguson dengan bulan basah antara 8-10 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Curah hujan bulanan tertinggi umumnya terjadi pada bulan Desember/januari dan curah hujan terendah bulan Agustus.B. Keunggulan/Nilai Tambah Inovasi :Penerapan inovasi teknologi tersebut dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan, dapat meningkatkan intensitas penggunaan lahan dan penerapan beragam pola tanam serta pendapatan petani. Produksi padi meningkat dari 2,5 3 ton/ha menjadi 4-6 ton/ha. Penerimaan usahatani padi per hektar sebesar Rp. 6.250.000 dan keuntungan usahatani padi per hektar yaitu Rp. 3.303.000.

Uraian Inovasi :Tabel 1. Inovasi teknologi sistem usaha tani padi di lahan pasang surutNoKomponen TeknologiInovasi teknologi

1.Pola tanam dan penataan lahanSesuai dengan tipologi lahan dan tipe luapan air

Padi-Padi

Padi-Palawija/Hortikultura

2.Pengelolaan tata air

- MakroSaluran Primer, Sekunder, Pintu air

- MikroSaluran kemalir/cacing (20x30 cm)

Saluran kuarter (60x60 cm)

Saluran terier (75x70 cm)

3.Pengelolaan lahanOlah tanah dan TOT dengan herbisida

4.VarietasBatanghari, IR 42, Indragiri, Margasari, Sei Punggur, Lambur. Banyuasin.

5.Pemupukan dan Ameliorasi (kg/ha)Sesuai dengan tipologi lahan

Urea100-300

SP120-180

KCl100-150

Dolomit1000-3000

CuSO45

ZnSO410

6.Pengendalian hama/penyakitPHT

1) Pola Tanam dan Penataan LahanPola tanam dengan penataan lahan sawah pada tipe luapan A adalah padi-padi. Sedangkan pola tanam dengan penataan lahan sawah atau surjan pada tipe luapan air B adalah padi-padi dan padi- palawija/hortikultura.Tabel 2. Acuan penataan lahan masing-masing tipologi lahan dan tipe luapan air di lahan pasang surut.Tipologi LahanTipe luapan air

ABCD

PotensialSawahSawah/surjanSawah/surjan/tegalanSawah/tegalan/kebun

Sulfat masamSawahSawah/surjanSawah/surjan/tegalanSawah/tegalan/kebun

BergambutSawahSawah/surjanSawah/tegalanSawah/tegalan/kebun

Gambut dangkalSawahSawah/surjanSawah/tegalanTegalan/kebun

Gambut sedang-KonservasiTegalan/perkebunanPerkebunan

Gambut dalam-KonservasiTegalan/perkebunanPerkebunan

SalinSawah/tambakSawah/tambak--

2) Tata AirMelalui pengelolaan lahan dan air yang tepat, maka produksi dan indeks pertanaman (IP) pada lahan rawa pasang surut akan dapat ditingkatkan. Aspek utama pengelolaan air pada lahan rawa pasang surut yaitu pengendalian muka air tanah yang berfluktuasi sehingga dicapai kondisi muka air tanah di petak lahan yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman (Ngudiantoroet al,2009).Pengelolaan tata air makro dan mikro merupakan faktor penentu keberhasilan pengelolaan lahan pasang surut. Pengoperasian dan perawatan tata air makro (meliputi jaringan saluran primer, sekunder dan tertier serta pintu air) selama ini menjadi tanggung jawab Dinas PU sedangkan tata air mikro (jaringan saluran kuarter, saluran keliling dan cacing) menjadi tanggung jawab petani. Saluran cacing/kemalir dibuat dengan jarak 9 m dan 12 m. Pada lahan bertipe lupan air A diatur dalam system aliran satu arah sedangkan pada lahan bertipe luapan air B diatur dengan sistem satu arah dan tabat, karena air pasang pada musim kemarau sering tidak masuk kepetakan lahan. Sistem tata air pada tipe luapan air C dan D ditujukan untuk menyelamatkan air, karena sumber air hanya berasal dari air hujan. Oleh karena itu saluran air pada sistem tata air di lahan bertipe luapan air C dan D perlu ditabat dengan pintu air stoplog untuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman serta memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran tersebut.Dengan pengelolaan air yang baik, maka dapat melakukan pengaturan pola tanam dan waktu tanam yang sesuai. Sehingga dapat meningkatkan indeks pertanaman (per musim tanam). Hal ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan petani.Dari uraian diatas, menunjukkan bahwa jaringan dan sistem tata air merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan produksi dan lahan pertanian serta sifat fisik tanah berpengaruh dalam pertumbuhan dan produksi tanaman.

Gambar 4. Layout sistem tata air pada lahan pasang surutBerdasarkan layout di atas tampak bahwa pintu diletakkan pada saluran tersier sebelum mencapai area lahan usaha, hal ini bertujuan agar air pasang dari laut tidak mencapai lahan usaha. Pintu yang digunakan memiliki engsel yang dapat terbuka kearah saluran sekunder, sehingga saat pasang, air laut tidak bisa masuk ke saluran tersier pada lahan usaha, dan saat surut, saluran tersier sekitar lahan usaha dapat membuang kelebihan air dari air tanah dan hujan, Sebenarnya pintu air dapat juga diterapkan pada saluran sekunder maupun primer, namun terkadang saluran tersebut sering digunakan sebagai sarana transportasi, sehingga penggunaan pintu air perlu dilengkapi dengan sistem multi-polder yang mampu menaik turunkan muka air, seperti yang diterapkan di Belanda.3) Pengelolaan LahanPenyiapan lahan dengan pengolahan tanah di lahan pasang surut diperlukan selain untuk memperbaiki kondisi lahan menjadi lebih seragam dan rata dengan adanya penggemburan dan pelumpuran juga untuk mempercepat proses pencucian bahan beracun dan pencampuran bahan ameliorasi maupun pupuk dengan tanah . Pengolahan tanah yang memberikan hasil baik dari segi fisik lahan dan hasil tanaman adalah dengan bajak singkal atau tajak diikuti oleh rotary atau glebeg yang dikombinasikan dengan herbisida . Bila tanahnya sudah gembur atau berlumpur baik dan merata yang umumnya dijumpai pada lahan bergambut dengan tipe luapan air A dan B, pengolahan tanah secara intensif tidak diperlukan tetapi diganti dengan pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (TOT) yang dikombinasikan dengan penggunaan herbisida. Hal ini menunjukkan bahwa dilahan pasang surut untuk pengolahan tanahnya tergantung kondisi lahannya. Walaupun pengolahan tanah diperlukan tapi tidak harus dilakukan setiap musim, karena pengolahan tanah yang dilakukan selang dua musim tanam tidak menurunkan hasil tanaman.4) Ameliorasi dan PemupukanPemberian bahan amelioran atau bahan pembenah tanah dan pupuk merupakan faktor penting unuk memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produktivitas lahan. Bahan tersebut dapat berupa kapur atau dolomit maupun bahan organik atau abu sekam dan serbuk kayu gergajian. Pemberian kapur sebanyak 1-2 ton/ha mampu meningkatkan hasil padi dan palawija, untuk keperluan praktis secara umum pemberian kapur sebanyak 0,5 1 ton/ha sudah cukup memadai. Dari serangkaian kegiatan hasil penelitian pengelolaan hara dan pemupukan dapat disintesiskan dosis optimum untuk tanaman padi tertera pada tabel 2 . Takaran pupuk dilahan pasang surutt perlu disesuaikan dengan status hara tanah, hal ini berdasarkan serangkaian penelitian pemupukan berdasarkan status hara tanah untuk tanaman padi varietas yang kurang tanggap terhadap pupuk N seperti varietas Margasari.Tabel 2. Dosis pupuk dan bahan amelioran untuk tanaman padi di lahan pasang surutJenis Pupuk(kg/ha)Lahan potensialLahan sulfat masam potensialLahan gambut

N atau urea45-90 =100-20067,5-135 =150-30045=100

P2O5 atau SP3622,5-45= 60-12045,0-70 =120-18060=160

K2O atau KCl50=10045,0-70 = 90-15050=100

CuSO4 atau terusi--5

ZnSO4--10

Kapur atau dolomite-1000-30001000-2000

BAB IV. KESIMPULAN

A. Tata air mikro dapat mengurangi kemasaman tanah dan kandungan besi yang merupakan kendala utama dilahan pasang surutB. Sistem TOT disertai dengan penyemprotan herbisida Glyfosat sebanyak 6 l/ha pada lahan sulfat masam dan bergambut yang sudah melumpur selain dapat mengurangi waktu kerja 70-75 % juga meningkatkan hasil padi.C. Keseimbangan hara N, P, K dan Ca sangat penting dalam pengelolaaan hara dan pemupukan dilahan pasang surut. Dengan pemberian hara secara lengkap dapat meningkatkan hasil padi dari 0,64 ton/ha menjadi 4,24 ton/ha sampai 6,0 ton/haD. Kelebihan dari tanah pasang surut:1. Memanfaatkan lahan yang diperkirakan lahan yang tidak dapat di gunakan oleh lahan pertanian2. Memaksimalkan lahan yang terdapat disuatu daerah3. Mungurangi tingkat penggangguran di daerah yang memiliki lahan pasang surut

E. Kekurangan tanah pasang surut:a. Adanya perluasan wilayah pasang surut yang disebabkan karena pendangkalan di tepian rawa, sehingga wilayah rawa menyempit. Hal ini dapat dipercepat dengan kebiasaan membuang limbah sisa panen (jerami) ke dalam rawa.b. Pencucian unsur hara dan kegiatan pemupukan menimbulkan adanya kekhawatiran bahwa pada saat air pasang, unsur unsur terlarut masuk dalam lingkungan perairan. Hal ini dapat menimbulkan suburnya berbagai species tumbuhan aquatik maupun semi aquatik seperti eceng gondok, jenis rumput dll. Hal inilah yang dapat menyebabkan eutrofikasi.c. Peningkatan kadar keasaman lahan karena pelapukan bahan organik dan kelarutan zat tertentu serta pencucian zat kimia dan penyemprotan pestisida, herbisida, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan oleh petani. Jika residu atau senyawa yang ikut terlarut dalam air irigasi dan masuk dalam lingkungan perairan rawa akan mempengaruhi kualitas air rawa dan kehidupan di dalamnya termasuk populasi ikan.d. Penggarapan lahan pasang surut menjadikan lahan subur bagi berbagai jenis tumbuhan liar, selain tanaman budidaya. Jika lahan tersebut kemudian dibiarkan menjadi bero, dengan cepat akan tumbuh berbagai jenis tumbuhan liar. Hadirnya species tumbuhan terjadi secara bergantian melalui proses adaptasi dan suksesi, dapat merubah lahan secara perlahan.e. Pengolahan lahan, pada dasarnya menyebabkan partikel tanah lepas sehingga rawan terhadap erosi. Bila hal ini terjadi, erosi tersebut akan mempercepat proses penambahan sedimen ke dasar perairan rawa.

DAFTAR PUSTAKAGandasasmita, Karmini dkk.2006. Karakteristik dan pengelolaan lahan rawa. BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN : Bogor.

http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id/phocadownload/buku/bukulahanrawa.pdfhttp://diondalampenelitian.blogspot.com/search?http://kenzhi17.blogspot.com/

22