pasambahan lakuang tinjauan (m. yunis)
TRANSCRIPT
SEBUAH WACANA LISAN ‘’PASAMBAHAN LAKUANG TINJAUAN’’
Oleh: M.Yunis
Berbicara mengenai pasambahan sudah barang tentu sangat luas kajian terhadapnya. Ada
masyarakat menamakannya dengan pasambahan upacara perkawinan, pasambahan
pengangkatan penghulu, dan pasambahan upacara kematian. Ketiga jenis pasambahan
ini dapat diumpamakan bak sebuah pohon, sebagai pohon pasambahan jelas mempunyai
cabang-cabang, cabang terdiri dari ranting. Seperti di daerah rantau Pariaman, di dalam
pelaksanaan upacara perkawinan terdapat pasa pasambahan upacara perkawinan
(cabang) terdiri dari pasambahan naiak urang mudo, manjapuik marapulai dan
pasambahan manulak urang mudo sebagai ranting.
Sebagai ranting pasambahan naiak urang mudo terdiri dari beberapa helai daun,
di antaranya pasambahan lakuang tinjauan (mintak sifaik di Padang), pasambahan
siriah, pasambahan makan,dan pasambahan maurak selo. Kategori-kategori ini, perlu
pembahasn lebih lanjut, serta membutuhkan waktu dan kesempatan lain untuk
membahasnya. Agar penelaahan terhadapnya terfokus penulis akan mengambil salah satu
sampel saja yaitu pasambahan lakuang tinjauan.
Pasambahan lakuang tinjauan, terjadi dalam upacara perkawinan pada
masyarakat Pariaman. Pasambahan tersebut melibatkan dua pihak, di antaranya pihak
tuan rumah dan masyarakat setempat. Tetapi, di dalam penuturan tidak melibatkan
masyarakat secara keseluruhan, begitu juga halnya dengan tuan rumah. Dari pihak tuan
rumah, akan diwakili oleh mamak rumah, dan pihak masyarakat akan diwakili oleh
kapalo mudo (DPR Korong).
Kegiatan berpasambahan, diawali ketika tuan rumah mengundang masyarakat
untuk datang kerumahnya, tepatnya pada saat malam pertama dilaksanakannya upacara
perkawinan atau malam bainai. Kegiatan mengundang masyarakat tersebut, sudah
menjadi tradisi dari masyarakat Pariaman. Sebab, upacara perkawinan merupakan salah
satu pelaksanaan dari adat istiadat yang harus ditempuh oleh seseorang ketika orang
tersebut akan melepaskan masa lajangnya (bagi laki-laki) di Pariaman. Begitu pula
halnya dengan perempuan, dia akan menemukan upacara yang sama disaat di
dipersuamikan. Maka dari itu, kegiatan yang cukup besar ini mebutuhkan tenaga yang
cukup besar pula untuk melaksanakan.
Unsur-unsur yang membangun pasambahan ini ialah adanya kapalo mudo dan
silang nan bapangka. Kapalo mudo, merupkan orang yang dipilih secara adat untuk
menjalankan tugas sebagai pelaksana adat istiadat setempat. Kapalo mudo dapat diartikan
dengan pemimpin dari orang-orang muda atau koordinator istilah sekarang. Dinamakan
dengan kapalo mudo, karena upacara tersebut didominasi oleh orang-orang yang muda
saja.Kalaupun ada terdapat orang-orang tua, tapi hanya sebatas tempat beriya atau
musyawarah, dan kehadirannya tidak diwajibkan secara keseluruhan, namun
kehadirannya tetap penting bagi kelancaran upacara tersebut.
Dalam pelaksanaan tugasnya, kapalo mudo akan dibantu oleh pemuda-pemuda
yang menyertainya. Hal itu, berkaitan dengan masalah teknisi, dan segala macam
masalah yang membutuhkan tenaga yang besar untuk menyelesaikannya. Seperti,
mendirikan tenda-tenda, menjemput marapulai (mempelai) ataupun menjalang anak daro
(mempelai wanita). Kesimpulannya, pemuda-pemuda di bawah komando kapalo mudo
mempunyai peran yang sangat penting bagi kelancaran upacara perkawinan tersebut.
Silang nan bapangka, merupakan julukan yang diberikan kepada tuan rumah.
Dinamakan dengan silang nan bapangka, karena dari tuan rumahlah berawal masalah.
Jika diartikan silang berarti masalah, nan bapangka artinya yang berpangkal, atau
berawal. Jadi silang nan bapangka, merupakan tempat berawalnya suatu masalah.Tetapi,
pada saat pasambahan berlangsung, tidak seluruhnya silang nan bapangka dilibatkan
secara aktif. Sebagai penyambung lidah, silang nan pangka akan diwakili oleh salah
seorang saja. Biasnya orang yang tertua atau yang dituakan dalam rumah tersebut, di
Minagkabau di sebut juga dengan mamak rumah. Pada saat pasambahan berlangsung,
mamak tetap saja tidak dapat memutuskan masalah yang dikemukan oleh kapalo mudo
tersebut seorang diri. Untuk itu, mamak akan memusyawarahkanya dengan silang nan
bapangka yang ada pada saat itu.
Ketika tuturan adat berlangsung, akan terjadi dialog anatar kapalo mudo dari
pihak masyarakat dengan mamak rumah dari silang nan bapangka. Hal ini, berawal dari
perundingan kapalo mudo sebagai lakuang tinjauan (peninjau). Maka, pada saat ini
mamak rumah akan mengemukakan tujuannya mengundang masyarakat untuk hadir pada
saat itu. Dalam memperjuangkan tercapainya tujuan tersebut, maka terjadilah silat lidah
(permainan kata-kata) antara tuan rumah (mamak) dengan masyarakat (kapalo mudo).
Di dalam pelaksanaan upacara tersebut, mamak rumah akan berkata dengan nada-
nada seolah-olah merendah diri ataupun menghiba kepada masyarakat supaya
pekerjaannya yang berat dapat pertolongan dari masyarakat. Karena, tugas tersebut
sangat tidak mungkin dilakukan oleh tuan rumah sendiri. Untuk itu, sangat dibutuhkan
masyarakat sebagai penolong. Atas dasar kata-kata yang merendah ataupun menghiba
inilah lahir kata-kata sambah, manyambah (sembah, menyembah) atau memohon, maka
terciplahlah pasambahan yang artinya sengaja memohon. Di samping itu, sudah menjadi
kebiasaan dari masyarakat Pariaman, ketika ada di antara anggota masyarakat yang akan
mengadakan upacara seperti ini, maka anak yang akan dinobatkan menjadi pengantin
tersebut dianggap anak bersama atau anak masyarakat dan kemenakan masyarakat.
Pasambahan lakuang tinjuan, merupakan dialog antara mamak rumah dengan
masyarakat setempat. Pembahasan di dalamnya, berkisar tentang pelaksanaan upacara
perkawinan, hal ini diutarakan oleh mamak rumah kepada kapalo mudo.
Dalam dialog tersebut, terjadi permaian kata antara tuan ruamah dengan masyarakat.
Deangan bermodalkan kelihaian kedua belah pihak, masing-masingnya akan berusaha
menciptakan kata-kata dan bunyi seindah mungkin. Sehingga, dalam tuturan tersebut
tersirat berbagai macanm makna yang di eplisitkan penyampaiannya. Pengeplisitan
makna tersebut menciptakan dan melatih logika berfikir individu masyarakat. Kepekaan
berfikir inilah yang melatarbelakangi terciptanya pepatah yang cukup terkenal di
Minangkabau. Contohnya ’’kilek camin lahkamuko, kilek baliuang ka kaki atau bakilek
ikan dalam aia, alah tantu jantan batinonyo’’, serta masih banyak lagi pepetah-pepatah
yang seperti itu dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Makna-makna yang dieplisitkan tersebut, di antaranya makna Arsertif (menyatakan),
Responsives (menjawab), Requetives (meminta), Permissives (menyetujui) dan
Comissives promise (menjanjikan). Makna-makna tersebut, sengaja diciptakan
berdasarkan kebutuhan kedua penutur akan kepekaan berfikir dalam hidup
bermasyarakat. Contohnya, makna manjanjikan, sengaja diciptakan oleh penutur maupun
mitra tutur, karena di dalam memutuskan suatau masalah dibutuhkan musyawarah.
Ketika penutur mengemukakan suatu masalah kepada mitra tutur, maka mitra tutur akan
menyatakan dirinya berjanji untuk menjawab dan membahas masalah tersebut, setelah
musyawarah dilakukan dengan kerabat dekatnya. Begitu pulahalnya dengan makna-
makna meminta, menjawab, menyetujui, dan menyatakan. Artinya setiap individu
masyarakat Pariaman, sangat menghargai individu lain yang berada di sekitarnya.
Di dalam pasambahan ini, terjadi pertukaran kedudukan atau posisi bertutur dari
kedua orang yang bertutur. Adakalanya mamak rumah mejadi mitra tutur dan ada pula
kalanya mamak rumah menjadi penutur, begitupula halnya dengan kapalo mudo.
Inilah skelumit tentang pasambahan lakuang tinjauanan (mintak sifat/minta izin) di
Pariman. Mungkin masih banyak wacana-wacana lain yang berkembang berkaitan
dengan pasambahan sebagai salah satu tradisi lisannya orang Minang. Hal ini, tergantung
pada kita, sebagai orang Minang, apakah kita mau mengangkat wacana tersebut ke
permukaan atau tidak ? jawabannya tergantung ke pada pribadi masing-masing individu
Minang itu sendiri.
Mahasiswa Pasca Linguistik Budaya Sastra Unand