partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan...

40
PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA DESA PONGKAR KECAMATAN TEBING KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI INDRA NORHAYATI 100565201004 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Upload: ledang

Post on 24-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA

DESA PONGKAR KECAMATAN TEBING KABUPATEN KARIMUN

TAHUN 2013

NASKAH PUBLIKASI

INDRA NORHAYATI

100565201004

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

ABSTRAK

Pada penelitian ini, peneliti memilih Desa Pongkar sebagai tempat

penelitian. Masyarakat desa pongkar juga mempunyai pendidikan, pengetahuan,

dan pola pikir yang berbeda-beda mengenai pemerintahan yang ada saat ini.

Banyak masyarakat Desa Pongkar yang tidak menggunakan hak pilih

mereka pada pemilih kepala desa tahun 2013 yang lalu, dapat dilihat sebagai

berikut: Data pemilihan tetap berjumlah 1709 jiwa, yang tidak menggunakan hak

pilihnya berjumlah 444 jiwa dengan demikian cukup jelas bahwa 444 jiwa yang

tidak memanfaatkan partisipasi politiknya pada pemilihan kepala desa pongkar

tahun 2013.

Agar didalam penelitian yang berjudul Partisipasi Politik Masyarakat Dalam

Pemilihan Kepala Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun Tahun

2013 ini dapat berjalan sesuai yang diinginkan maka pelu dilakukan sebuah

konsep operasional agar tujuan dari penenlitian ini dapat tercapai dengan

semestinya. Adapun konsep operasional yang dimaksud adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi partisipasi politik masyarakat , adapun sub indikator-indikatornya

adalah sebagai berikut: pertama faktor komunikasi politik memberikan informasi

dan bersilaturahmi, kedua kesadaran politik keaktifan pemilih dan adanya sikap

antusias, ketiga pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan

menentukan pencalonan sesuai prosedur dan berhak menyaksikan hasil dari

pencoblosan, dan keempat kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik

mengelola suatu objek kebijakan dan mencegah penyalahgunaan kewenangan.

Disini diperlukan peran yang lebih dari pemerintah agar masyarakat didesa

pongkar ini bisa merubah pola pikir, kebiasaan, dan cara pandang mereka

terhadap jalannya roda pemerintahan yang ada saat ini, dan juga agar masyarakat

tersebut bisa lebih menyadari pentingnya menggunakan hak suara mereka pada

pemilihan kepala desa pongkar.

Kata Kunci: Partisipasi Politik, Pemilihan Kepala Desa

ABSTRACT

In this study, the researchers chose the Village Pongkar as a research site.

Pongkar village community also has the education, knowledge and mindset that is

different about the current government.

Many villagers Pongkar who do not use their right to vote on voter village

head in 2013 ago, can be seen as follows: Data elections still amounted to 1709

people, who do not exercise their voting rights amounted to 444 souls is thus quite

clear that the 444 souls who do not take advantage of participation political in

Pongkar village elections in 2013.

So that in a study entitled Political Participation of Civil Society in the

Village Head Election Pongkar Cliffs District of Karimun in 2013 can be run as

desired, the bullet made an operational concept for the purpose of this penenlitian

can be achieved properly. The operational concept in question are the factors that

affect the political participation of the people, while the sub indicators are as

follows: the first factor of political communication providing information and stay

in touch, both political awareness activeness of voters and the enthusiasm, the

third knowledge society to the decision-making process determine the nomination

according to the procedure and is entitled to witness the results of the voting, and

four communnty control over public policy to manage an object of policy and

prevent the abuse of authority.

Here needed a stronger role of the government to the people didesa Pongkar

this could change the mindset, habits, and their perspectives on the wheels of

government that exists today, and also so that the public can be more aware of the

importance of using their voting rights in the election of village heads pongkar.

Keywords: Political Participation, Village Head Election

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN KEPALA

DESA PONGKAR KECAMATAN TEBING KABUPATEN KARIMUN

TAHUN 2013

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang menganut konsep demokrasi, dengan

konsep demokrasi ini memberikan kebebasan kepada warga negara Indonesia

untuk menyampaikan pendapat dan ide-ide kepada pemerintah baik itu dalam

pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan bahkan pemilihan pemimpin di

serahkan kepada masyarakat, segala keputusan melibatkan seluruh masyarakat.

Pelaksanaan pemerintah secara demokrasi memang hal baik, tetapi dalam

pelaksanaannya masyarakat harus memiliki tingkat pemahaman dalam pendidikan

politik yang cukup agar masyarakat tidak salah mengartikan makna dari

demokrasi itu sendiri. Sehingga masyarakat tidak terjerumus dalam hal-hal atau

tindakan yang tidak baik, misalnya pada pemilihan kepala desa masyarakat yang

menjadi pendukung calon untuk dapat memenangkan yang mereka dukung

menggunakan cara –cara tidak baik. Bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi

perselisihan antara pihak pemenang dan pihak yang kalah. Hal ini terjadi karena

sesungguhnya belum secara sepenuhnya memahami hakikat demokrasi.

Penyelenggaraan pemerintahan suatu Desa dipimpin oleh seorang Kepala

Desa yang disebutkan dalam UU nomor. 32 Tahun 2004 pasal 200 ayat (1) bahwa

Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan Desa yang

terdiri dari pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pemerintah Desa

terdiri atas kepala Desa dan Perangkat Desa, dimana Perangkat Desa tersebut

terdiri dari sekretaris Desa dan perangkat Desa lainnya. Kepala Desa

sebagaimana dimaksud dipilih langsung oleh penduduk Desa yang syarat

selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman

kepada Peraturan Pemerintah. Masa jabatan kepala Desa adalah 6 tahun dan dapat

dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan berikutnya.

Pemerintah Desa merupakan ujung tombak penyelenggara negara, karena

Kepala Desa merupakan bagian dari kekuasaan Pemerintah yang secara langsung

berinteraksi dengan masyarakat. Seorang Kepala Desa juga sebagai penyelenggara

pengurusan Rumah Tangga Desa dan penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

sehingga Kepala Desa wajib untuk melindungi, membela, meningkatkan

kesejahteraan dan pengetahuan serta kehidupan penduduk Desa. Kepala Desa

adalah pemimpin di Desa, sekaligus sebagai penyelenggara dan penanggung

jawab utama pemerintahannya, pembangunan dan kemasyarakatan. Kepala Desa

juga yang bertanggung jawab dalam menumbuhkan dan mengembangkan

swadaya gotong royong masyarakat. Untuk itu, penting sebuah Desa dipimpin

oleh kepala Desa yang baik berdasarkan pilihan rakyatnya dan oleh sebab itu

untuk memilih seorang pemimpin di suatu daerah harus juga menggunakan sistem

pemerintahan Demokrasi.

Gambaran mengenai kewenangan pemerintahan desa dalam bidang

kemasyarakatan oleh karena itu perlu dipahami terlebih dahulu apa yang

dimaksud dengan kewenangan pemerintahan desa, apa saja kewenangan

pemerintahan desa di bidang kemasyarakatan dengan maksud tersebut

pemerintahan desa harus mampu mendorong dan mengarahkan warga

masyarakatnya dengan mengadakan pembinaan melalui upaya-upaya yang

ditempuh antara lain pemberdayaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

pembinaan perangkat desa, dan melibatkan secara langsung masyarakat,

melaksanakan koordinasi dangan instansi terkait serta berupaya dalam pembinaan

lembaga kemasyarakatan.

Dengan demikian untuk memperkuat upaya tersebut, dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang pedoman umum pengaturan

mengenai desa pada pasal 16 huruf (d) dan (e) dinyatakan tugas dan kewajiban

kepala desa dalam bidang kemasyarakatan untuk memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat desa dan mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.

Sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun

2005 tentang desa bahwa landasan pemikiran pengaturan (tata kelola) mengenai

desa yaitu:

Keanekaragaman, yaitu memiliki makna bahwa istilah’desa’dapat

disesuikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal

ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di

desa harus menghormati sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih

hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Pertisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar

masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap

perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.

Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam

mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan

nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus

diselenggarakan dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang selalu

mengikuti perkembangan zaman.

Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan

pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat

yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan

lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintahan desa.

Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan didesa ditujukan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan

kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas

kebutuhan masyarakat.

Pemilihan kepala desa merupakan wujud dari demokrasi di pemerintah desa.

Partisipasi masyarakat desa dalam pemilihan kepala desa diharapkan mampu

membawa perubahan bagi perkembangan dan pertumbuhan desa. Pada pemilihan

kepala desa masyarakat harus memiliki hak dan kewajiban warga negara agar

pada pemilihan kepala desa dapat berjalan dengan lancar dan demokratis.

Keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan kepala desa membuktikan

bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dan peduli terhadap pemerintahan, untuk itu

sangat penting bagi masyarakat desa pongkar untuk memberikan hak suaranya

dalam pemilihan kepala desa pongkar. Dalam pemilihan kepala desa pongkar

tahapan yang digunakan peneliti adalah tahapan pada pemberian suara dalam

pemilihan kepala desa pongkar tahun 2013. Adapun Tabel Rekapitulasi Pemilihan

Kepala Desa sebagai berikut:

Tabel 1.1

Rekapitulasi Pemilihan Kepala Desa Pongkar Tahun 2013

No Uraian TPS

1

TPS

2

TPS

3

TPS

4

TPS

5 Jumlah %

1. Data pemilihan

tetap 422 292 312 278 405 1709

2. Pemilih yang

tak

menggunakan

hak pilih

140 91 54 48 111 444 25,98

%

3. Pemilih yang

menggunakan

hak pilih

282 201 258 230 294 1265 74,02

%

Sumber:Kantor Desa Pongkar, Tahun 2013

Dari data di atas dapat kita lihat bahwa tingkat partisipasi masyarakat desa

Pongkar sangat tinggi, namun demikian tetap masih ada masyarakat Desa Pongkar

yang tidak menggunakan hak untuk memilih, keikutsertaan masyarakat dalam

berpartisipasi sangatlah penting karena masyarakat akan memilih pemimpin yang

mereka kehendaki. Keinginan masyarakat untuk memilih figur yang dapat

mereka percaya untuk menjadi pemimpin akan tersampaikan melalui pemilihan,

selain itu ada pun gejala-gejala umum dalam pemilihan kepala desa adalah

masyarakat yang dapat kartu pemilih tidak mengikuti pemilih kepala desa karena

mereka menganggap itu tidak penting, adanya politik uang. Oleh karena itu

partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa sangat diperlukan ini

merupakan salah satu bentuk dari demokrasi.

Masyarakat Desa Pongkar yang sudah terdaftar sebagai pemilih tetap tidak

menghadiri atau tidak memberikan partisipasi politiknya pada saat hari

pencoblosan 09 April 2013. Hal ini dapat dilihat dari data sebagai berikut: data

pemilihan tetap yang sudah terdaftar di seluruh 5 TPS berjumlah 1709 jiwa,

sedangkan yang tak menggunakan hak pilih berjumlah 444 jiwa. Dengan

demikian cukup jelas bahwa ada 444 jiwa yang tidak ikut berpartisipasi politik

pada pemilihan Kepala Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun

Tahun 2013.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

yang berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Desa

Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun Tahun 2013”

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Partisipasi

Politik Masyarakat Pada Tahapan Pemberian Suara dalam Pemilihan

Kepala Desa Pongkar Kecamatan Tebing Kabupaten Karimun Tahun 2013”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui partisipasi politik

masyarakat pada tahapan pemberian suara dalam pemelihan Kepala Desa Tahun

2013.

2. Kegunaan penelitian

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan berguna dan

bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut:

a. Secara Akademis, penelitian ini di harapkan mampu memperkaya dan

memperluas wawasan penelitian di bidang Ilmu Pemerintahan

khususnya mengenai pemilihan Kepala Desa.

b. Secara Praktis, dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat

pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan Kepala Desa.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif, yang mana

artinya sebagai metode penelitian yang berlandasan pada populasi dan sampel

pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

kuantitatif dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah di tetapkan.

2. Lokasi Penelitian

Peneliti memfokuskan untuk mengambil lokasi di desa Pongkar, dengan

alasan desa Pongkar merupakan desa yang letaknya dalam wilayah perkotaan

yang akan mulai berkembang. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui bagaimana

Pola pikir masyarakat dalam memberikan hak suara pada pemilihan kepala desa

pongkar dan tingkat partisipasi politik yang mereka lakukan selama ini.

3. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah memiliki hak

suara didalam pemilihan kepala Desa Pongkar. Jumlah masyarakat yang telah

berhak memilih sebanyak 1709 jiwa yang tersebar di 5 TPS.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi.

Sampel penelitian ini diambil dari masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih tetap

di Desa Pongkar. Dalam menentukan jumlah sampel untuk kuesioner penulis

menggunakan rumus perhitungan besaran sampel menurut Slovin dalam Burhan

Bungin (2011.115), sebagai berikut:

n= Jumlah sampel yang dicari

N= Jumlah Populasi

d= Presisi

Dari rumus diatas dapat ditentukan sampel yang diambil dari populasi

sebanyak 1709 orang adalah:

n

n=

N=

=94,47

n=94

Setelah dihitung maka didapati jumlah sampel penelitian ini adalah 100

orang. Untuk mengambil sampel ditiap-tiap 5 TPS maka penulis menggunakan

teknik sampling acak proposional. Sedangkan untuk jumlah sampel ditiap-tiap

TPS, penulis merujuk kepada teori Sudjana (2002:173) dengan rumus sebagai

berikut:

n=

=Jumlah populasi setiap TPS

n =Jumlah sampel pada populasi awal

N =Jumlah populasi keseluruhan

Dari rumus diatas dapat ditabulasikan sebagai berikut:

Tabel 1.3

Sampel Acak Proposional

TPS Populasi/TPS Penarikan Sampel Sampel

1 422

23

2 292

16

3 312

18

4 278

15

5 405

22

Total 1709 Jumlah 94

Sumber:Data Olahan penulis, 2015

Maka yang diambil 10% dari populasi yang ada, yakni 94 orang. Didasari

bahwa pemilih yang tidak menggunakan hak pilih serta surat suara yang rusak

sebanyak (35,1% + 1,5% = 36,6%) sehingga sampel juga tidak 100% diambil dari

85 orang.

Jadi dalam penelitian ini penulis menggunakan sampel sebanyak 94 orang

yaitu yang tersebar dalam 5 TPS. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:

Tabel 1.4 Sampel

TPS Populasi/TPS Sampel

1 422 23

2 292 16

3 312 18

4 278 15

5 405 22

Total 1709 94

Sumber:Data olahan penulis, 2015

4. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang menjadi bahan dalam penelitian ini adalah:

a) Data Primer

Merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber asli.

Dalam halnya penelitian ini sumber data primer adalah masyarakat yang

berpartisipasi dalam pemilihan kepala desa yang menjadi sampel.

b) Data Skunder

Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media

prantara, yang pada umumnya berupa bukti, catatan-catatan yang telah tersusun

dalam arsip, baik yang dipublikasikan atau tidak.

5. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang

dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Cara pengumpulan data

dapat menggunakan teknik pengumpulan data antara lain:

a. Kuesioner (Angket)

Merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau

menyebarkan pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respon

atas daftar pertanyaan tersebut. Teknik analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan

presentase melalui tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian deskriptif

kuantitatif pada tahapan pemberian suara.

6. Teknik Analisa Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterprestasikan (Singarimbun dan Sofian Effendi. 2009:122-

123). Teknik analisa data dalam penenlitian ini menggunakan analisis statistik

deskriptif. Statistif digunakan untuk menggunakan peristiwa, prilaku, atau objek

tertentu. Pengolahan Data editing yaitu memeriksa isian dari instrukmen

penelitian yang dimaksudkan untuk memastikan apakah responden telah mengisi

secara lengkap.

E. Landasan Teori

1. Partisipasi Politik

Partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Partisipasi

merupakan taraf partisipasi politik warga masyarakat dalam kegiatan-kegiatan

politik baik yang bersifat aktif dan pasif dan bersifat langsung maupun tidak

langsung. Wahyudi Kumoroto (1999:112): ”Partisipasi adalah berbagai corak

tindakan massa maupun individual yang memperlihatkan adanya hubungan timbal

balik antara pemerintah dan warganya”.

Secara umum corak partisipasi warga negara dibedakan menjadi empat

macam yaitu: pertama, parisipasi dalam pemilihan (electoral participation), kedua

partisipasi kelompok (group participation), ketiga kontak warga negara dengan

negara warga pemerintah (citizen govern contacting) dan keempat, partisipasi

warga negara secara langsung. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson:

“Partisipasi adalah kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi,

yang di maksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan pemerintah,

partisipasi bisa bersifat pribadi-pribadi atau kolektif, terorganisir, ataupun

spontan, mantap atau sporadic, secara damai atau dengan kekerasan, legal ataupun

ilegal, efektif ataupun tidak efektif.

Dari penjelasan diatas yang telah dikemukakan di atas, terlihat mereka

memasukkan semua kegiatan yang mempunyai tujuan mempengaruhi

pengambilan keputusan pemerintah dengan tidak mempersoalkan cara dan hasil

kegiatan warga negara, apakah cara yang dilakukan itu normative atau tidak, yang

penting tujuan tercapai. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan definisi

partisipasi adalah keharusan setiap masyarakat untuk ikut dalam menyampaikan

hak suara mereka kedalam pemilihan kepala desa yang berlangsung. Masyarakat

mempunyai peran yang sangat besar dalam perubahan kepala desa yang mereka

kehendaki.

Partisipasi masyarakat tidak hanya dengan memberikan suara dalam pemilu,

berbagai bentuk partisipasi politik yang dapat dilakukan masyarakat inilah sebagai

bentuk dari sebuah demokrasi, memberikan kebebasan kepada masyarakat desa

pongkar untuk menuangkan inspirasi mereka untuk pemerintah, memberikan

dukungan maupun masukan yang mendukung untuk lebih baik.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik masyarakat

Arnstein (Efriza, 2012:193-194) menjelaskan faktor yang mempengaruhi

partisipasi politik masyarakat meliputi :

1. Komunikasi politik,

2. Kesadaran politik,

3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan,

4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik

Arnstein menemukan bahwa status ekonomi yang rendah menyebabkan

seseorang merasa teralienasi dari kehidupan politik, dan orang yang bersangkutan

pun akan menjadi apatis. Menurutnya hal ini tidak terjadi pada orang yang

memiliki kemampuan ekonomi. (Efriza,2012:193-194).

3. Bentuk-bentuk partisipasi

Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-bentuk partisipasi

politik menjadi:

1. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan

umum mencari dukungan bagi calon atau tindakan lain yang berusaha

mempengaruhi hasil pemilu.

2. Lobbying, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan

poltik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu.

3. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu kedalam organisasi baik

selaku anggota maupun pemimpinnya guna mempengaruhi pengambilan

keputusan oleh pemerintah.

4. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun

jaringan dengan pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka.

5. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok

guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan menciptakan kerugian

fisik manusia atau harta benda, termasuk pembunuhan politik, revolusi dan

pemberontakan. (Seta Basri,2012:103-104).

Charles Andrian dan James Smith merujuk pada the 1995-1997 world Value

Survey mengelompokkan ke dalam tiga (tiga) bentuk partisipasi yaitu tipe

pertama ini, partisipasi dilihat dari keterlibatan politik seseorang, yakni sejauh

mana orang itu melihat politik sebagai sesuatu yang penting, memiliki minat

terhadap politik, dan sering berdiskusi mengenai isu-isu politik dengan teman, tipe

ke dua partisipasi yang lebih aktif.

Gabriel A. Almond (Efriza, 2012:171) membedakan partisipasi politik atas

dua bentuk dapat di lihat pada tabel betikut:

Tabel 2.1

Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Konvensional Non-Konvensional

1. Pemberian suara (Voting)

2. Diskusi politik

3. Kegiatan kampanye

4. Membentuk dan

bergabung dalam

kelompok kepentingan

5. Komunikasi individual

dengan pejabat politik

dan administratif.

1. Pengajuan petisi

2. Demonstrasi

3. Konfrontasi

4. Mogok

5. Tindak kekerasan politik

terhadap benda (perusakan,

pemboman, pembakaran)

6. Tindak kekerasan politik

terhadap manusia (penculikan,

pembunuhan)

7. Perang Gerilya dan revolusi.

Sumber :Efriza, (2012:171)

Pemberian suara (voting) merupakan bentuk partisipasi politik aktif yang

paling luas tersebar. Dewasa ini pemberian suara terdapat di hampir semua sistem

politik, baik yang demokratik maupun otoriter. Namun pemilu dalam negara-

negara otoriter dan perpartai tunggal tidak di maksud untuk memberi kesempatan

pada rakyat untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah, tetapi lebih memberi

kesempatan pada kaum elit yang berkuasa untuk berpropaganda dan

memobilisasikan rakyat. Jadi pemberian suara itu merupakan tindakan untuk

memperoleh dukungan rakyat terhadap sistem politik dan elit yang berkuasa.

(Efriza, 2012:171-172).

4. Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah

yang memilik wewenang untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri

berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Prinsip

otonomi desa mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan

pemerintahan.

Dengan demikian, otonomi yang diberikan kepada desa dalam

penyelenggaraan pengelolaan desa masih dibatasi oleh aturan-aturan yang berlaku

sesuai dengan tata urutan perundangan di Indonesia, serta aturan-aturan lain yang

berlaku. Hal tersebut berakibat yang mengikat dan membatasi kewenangan desa

dalam menyelenggarakan pengelolaan sumber daya di wilayahnya demi

tercapainya pembangunan dalam suatu desa. Sebagai wujud timbal baliknya,

maka Pemerintah Republik Indonesia telah mengakomodasi kepentingan desa

dalam penyelenggaraan pemerintahan nasional agar desa menjadi ukuran dalam

kemajuan dalam perekonomian masyarakat setempat.

Pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan

pemerintah, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggungjawab mengatur desanya

agar menjadi baik serta terciptanya tujuan bersama rakyat sekitar sehingga warga

bisa hidup nyaman dan tentram.

Menurut Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004,”Desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas yurisdiktif, berwenang untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul

dan adat istiadat setempat, yang diakui atau di bentuk dalam sistem pemerintahan

Nasional dan berada di kabupaten atau kota, sebagaimana dimaksud dalam UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan pemikiran dalam pengaturan

mengenai desa, adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi

dan pemberdayaan masyarakat”.

Menurut Widjaja (2001:65) desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam

Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. Desa menurut Sudirwo

adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan

masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak

menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Menurut Widjaja (2003:14) adapun tujuan pemerintah desa yaitu:

Penyeragaman pemerintah desa, memperkuat pemerintah desa, maupun

menggerakan masyarakat dalam partisipasinya dan pembangunan.

5. Pemerintahan Desa

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dalam sistem

penyelenggaraan Pemerintahan Nasional sehingga desa memiliki kewenangan

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Landasan pemikiran

dalam pengaturan mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat.

Posisi pemerintahan pesa yang paling dekat dengan masyarakat adalah

pemerintah desa, palayanan masyarakat sangat berperan dalam mendorong

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Penyelenggaraan

pemerintahan desa merupakan subsistem dalam penyelenggaraan sistem

pemerintahan nasional, sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakatnya. Adapun landasan pemikiran dalam

pengaturan mengenai pemerintahan desa adalah keanekaragaman, partisipasi,

otonomi asli, dan pemberdayaan masyarakat.

Pemerintahan desa selain menjalankan tugasnya dalam bidang pemerintahan

dan bidang pembangunan, pemerintahan desa juga melaksanakan tugas

pemerintahan dalam bidang kemasyarakatan. Dimana dalam kemasyarakatan,

kepala desa dan perangkat desa berperan aktif dalam menangani tugas dalam

bidang kemasyarakatan ini. Pemerintahan desa turut serta dalam membina

masyarakat desa, seperti yang kita ketahui Pemerintahan desa mempunyai

kewajiban menegakan peraturan perundang-undangan dan memelihara ketertiban

dan ketentraman masyarakat. Ketertiban adalah suasana yang mengarah kepada

peraturan dalam masyarakat menurut norma yang berlaku sehingga menimbulkan

motivasi bekerja dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan.

Gambaran mengenai kewenangan pemerintahan desa dalam bidang

kemasyarakatan oleh karena itu perlu dipahami terlebih dahulu apa yang

dimaksud dengan kewenangan pemerintahan desa, apa saja kewenangan

pemerintahan desa dibidang kemasyarakatan dengan maksud tersebut

pemerintahan desa harus mampu mendorong dan mengarahkan warga

masyarakatnya dengan mengadakan pembinaan melalui upaya-upaya yang

ditempuh antara lain pemberdayaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

pembinaan perangkat desa, dan melibatkan secara langsung masyarakat,

melaksanakan koordinasi dangan instansi terkait serta berupaya dalam pembinaan

lembaga kemasyarakatan.

Dengan demikian untuk memperkuat upaya tersebut, dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang pedoman umum pengaturan mengenai

desa pada pasal 16 huruf (d) dan (e) dinyatakan tugas dan kewajiban kepala desa

dalam bidang kemasyarakatan untuk memelihara ketentraman dan ketertiban

masyarakat desa dan mendamaikan perselisihan masyarakat di desa. Sebagaimana

diuraikan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang

desa bahwa landasan pemikiran pengaturan (tata kelola) mengenai desa yaitu:

1. Keanekaragaman, yaitu memiliki makna bahwa istilah’desa’dapat

disesuikan dengan asal usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal

ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan pembangunan di

desa harus menghormati sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Dalam kaitan ini Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun1945 menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-

kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih

hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

2. Partisipasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar

masyarakat senantiasa memiliki dan turut serta bertanggungjawab terhadap

perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa.

3. Otonomi asli, memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa

dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-

usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun

harus diselenggarakan dalam perspektif adiminstrasi pemerintahan negara yang

selalu mengikuti perkembangan zaman.

4. Demokratisasi, memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan

dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat

yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan

lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintahan desa.

5. Pemberdayaan masyarakat, memiliki makna bahwa penyelenggaraan

pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan didesa ditujukan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan

kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas

kebutuhan masyarakat.

F. Hasil Penelitian

Keikutsertaan masyarakat dalam pemilihan kepala desa membuktikan

bahwa masyarakat ikut berpartisipasi dan peduli terhadap pemerintahan, untuk itu

sangat penting bagi masyarakat Desa Pongkar untuk memberikan hak suaranya

dalam pemilihan kepala desa pongkar. Dalam pemilihan kepala Desa Pongkar

tahapan yang di gunakan peneliti adalah tahapan pada pemberian hak suara dalam

pemilihan kepala desa pongkar tahun 2013.

1. Komunikasi Politik

Komunikasi Politik merupakan suatu komunikasi yang melibatkan pesan-

pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,

pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini sebagai sebuah

ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga

bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang di

perintah”.

Oleh karena itu dengan adanya komunikasi politik maka masyarakat dapat

dikatakan aktif dalam mengikuti pemilihan kepala desa Pongkar yang di

selenggarakan oleh pihak yang berwenang. Keikutsertaan masyarakat dalam

pemilihan kepala desa pongkar merupakan kesadaran diri mereka sendiri yang

tidak boleh dipaksa oleh pihak mana pun.

Asumsi sementara bahwasannya faktor komunikasi politik merupakan salah

satu penyebab lemahnya tingkat partisipasi politik pada pemilihan Kepala Desa

Pongkar tahun 2013 yang lalu.

Dari hasil kuesioner yang dilakukan dapat dianalisa bahwa informasi yang

disampaikan calon kepala Desa Pongkar hanya saja bentuknya bersilaturahmi.

Bagi pemilih yang sudah mengerti dengan dunia politik, memiliki segmen

tersendiri, sehingga tidak jarang mereka menentukan pilihan yang sesuai dengan

jiwa mereka. Adapun tanggapan responden terhadap indikator komunikasi politik

sebagai berikut:

Tabel 4.4

Tanggapan Responden Terhadap Indikator Komunikasi Politik

No Sub Indikator Katagori/Skor Jumlah

Iya Tidak Tidak

Pernah

Kadang-

kadang

1. Memberikan

informasi kepada

masyarakat

32

(34%)

30

(31%)

17

(20%)

15

(15%)

94

(100%)

2. Bersilaturahmi

dengan masyarakat

30

(31%)

29

(30%)

19

(20%)

16

(19%)

94

(100%)

Jumlah 62 59 36 15 188

Rata-rata 31 30 18 8 94

Persentase 33% 31% 20% 16% 100%

Sumber:Data Olahan penulis, Tahun 2015

Tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar yang peneliti dapatkan

dilapangan bahwasannya tanggapan responden terhadap informasi yang

disampaikan oleh calon kepala Desa Pongkar kepada masyarakat sehingga

peneliti mendapatkan responden yang mengatakan iya sebanyak 32 responden

dengan tingkat persentase 34%. Sedangkan responden yang mengatakan calon

kepala Desa Pongkar tidak menyampaikan informasi kepada masyarakat sebanyak

30 responden dengan tingkat persentase 31%, selanjutnya juga peneliti

mengetahui responden yang mengatakan calon kepala Desa Pongkar tidak pernah

menyampaikan informasi kepada masyarakat sebanyak 17 responden dengan

tingkat persentase 20%, sedangkan masyarakat yang mengatakan kadang-kadang

informasi yang disampaikan calon kepala Desa Pongkar kepada masyarakat

sebanyak 15 responden dengan tingkat persentase 15%.

Selanjutnya peneliti juga akan menganalisa sub indikator berikutnya yaitu

calon kepala Desa Pongkar juga bersilaturahmi dengan masyarakat Desa Pongkar

responden yang mengatakan iya sebanyak 30 responden dengan tingkat

persentase 31%, sedangkan responden yang mengatakan calon kepala Desa

Pongkar tidak bersilaturahmi dengan masyarakat Desa Pongkar sebanyak 29

responden dengan tingkat persentase 30%, selanjutnya juga peneliti mengetahui

calon kepala Desa Pongkar tidak pernah sama sekali bersilaturahmi dengan

masyarakat Desa Pongkar sebanyak 19 responden dengan tingkat persentase 20%,

selanjutnya peneliti juga mengetahui calon kepala desa kadang-kadang

bersilaturahmi dengan masyarakat sebanyak 16 responden dengan tingkat

persentase 19%.

Dari jawaban responden dengan melihat persentase rata-rata atau skor maka

dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Pongkar tergolong dengan tingkat

partisipasi sangat sedang.

2. Kesadaran Politik

Kesadaran politik adalah adanya antusiasi dalam pemilihan kepala desa,

kesadaran politik tentu membawa pada konsekuensi politik yang stabil, karena

dengan kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam

mewujudkan stabilitas politik.

Dari hasil tanggapan responden, partisipasi masyarakat untuk ikut

mengawasi tahapan pada pemberian hak suara sangat penting untuk calon kepala

Desa Pongkar. Fenomena yang terjadi tersebut membuat masyarakat tidak terlalu

antusias dengan adanya pemilihan kepala Desa Pongkar, karena bagi masyarakat

ada atau tidak adanya pemilihan tidak membawa dampak bagi kehidupan

masyarakat Desa Pongkar yang terdaftar sudah menggunakan hak pilihnya untuk

datang ke tempat pemungutan suara, untuk memberikan hak suaranya selebihnya

beberapa orang karena berhalangan hadir. Adapun tabel tanggapan responden

terhadap indikator kesadaran politik sebagai berikut:

Tabel 4.5

Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kesadaran Politik

No Sub Indikator Katagori/Skor Jumlah

Iya Tidak Tidak

Pernah

Kadang-

kadang

1. Keaktifan pemilih

dalam

memberikan

suara, kesadaran

dan motivasi

30

(31%)

20

(22%)

21

(22%)

23

(25%)

94

(100%)

2. Adanya sikap

antusias

masyarakat dalam

pemilihan kepala

desa

35

(37%)

28

(29%)

16

(19%)

15

(15%)

94

(100%)

Jumlah 65 48 37 38 188

Rata-rata 32 24 19 19 94

Persentase 35% 25% 20% 20% 100%

Sumber:Data Olahan penulis, Tahun 2015

Selanjutnya peneliti juga melanjutkan tanggapan responden pada tabel 4.5

yaitu responden yang mengatakan iya dengan keaktifan pemilih dalam

memberikan suara, kesadaran dan motivasi sebanyak 30 responden dengan tingkat

persentase 31%, sedangkan responden yang mengatakan tidak dengan keaktifan

pemilih dalam memberikan suara, kesadaran dan motivasi sebanyak 20 responden

dengan tingkat persentase 22%, selanjutnya juga peneliti mengetahui responden

yang mengatakan tidak pernah dengan perihal tersebut sebanyak 21 responden

dengan tingkat persentase 22%, sedangkan responden yang mengatakan kadang-

kadang dengan paham dengan perihal tersebut diatas sebanyak 23 responden

dengan tingkat persentase 25%.

Setelah peneliti mengetahui tanggapan responden diatas peneliti juga

mencoba menganalisa sub indikator berikutnya yaitu adanya sikap antusias

masyarakat dalam pemilihan kepala Desa Pongkar responden yang mengatakan

iya sebanyak 35 responden dengan tingkat persentase 37%, sedangkan responden

yang mengatakan tidak dengan adanya sikap antusias masyarakat dalam

pemilihan kepala Desa Pongkar sebanyak 28 responden dengan tingkat persentase

29%, selanjutnya responden yang mengatakan tidak pernah adanya sikap antusias

masyarakat dalam pemilihan kepala Desa Pongkar sebanyak 16 responden dengan

tingkat persentase 19%, dan responden yang mengatakan kadang-kadang paham

dengan adanya sikap antusias masyarakat dalam pemilihan kepala Desa Pongkar

sebanyak 15 responden dengan tingkat persentase 15%.

3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan

Pengetahuan masyarakat dapat menentukan keputusan yang akan diambil

dalam proses partisipasi politik seperti contohnya Pemilihan Kepala Desa Pongkar

yang terjadi pada tahun 2013 yang lalu. Masyarakat tidak terlalu mengetahui

tentang profil calon kepala Desa Pongkar, karena kurangnya atau terbatas akses

informasi. Perkembangan teknologi didunia ini semakin meningkat, masyarakat

dapat memperoleh berbagai informasi yang disajikan dari media tersebut. Tetapi,

tak semua masyarakat dapat mengaksesnya. Adapun tabel tanggapan responden

terhadap indikator Pengertahuan masyarakat terhadap proses pengambilan

keputusan sebagai berikut:

Tabel 4.6

Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pengetahuan Masyarakat

Terhadap Proses Pengambilan Keputusan

No Sub Indikator Katagori/Skor Jumlah

Iya Tidak Tidak

Pernah

Kadang-

kadang

1. Masyarakat berhak

menentukan

pencalonan sesuai

dengan prosedur

30

(31%)

17

(20%)

28

(29%)

19

(20%)

94

(100%)

2. Masyarakat berhak

menyaksikan hasil

dari pencoblosan

35

(37%)

28

(29%)

31

(34%)

0

94

(100%)

Jumlah 65 45 59 19 188

Rata-rata 32 22 30 10 94

Persentase 35% 24% 31% 10% 100%

Sumber:Data Olahan penulis, Tahun 2015

Setelah peneliti melihat dari tabel diatas peneliti juga akan melanjutkan

tanggapan responden pada tabel 4.6 yaitu tanggapan responden terhadap

pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan yang dimana

sub indikatornya adalah masyarakat yang berhak menentukan pencalonan sesuai

dengan prosedur sebanyak 30 responden yang mengatakan iya dengan tingkat

persentase 31%, sedangkan masyarakat yang mengatakan tidak dengan perihal

tersebut sebanyak 17 responden dengan tingkat persentase 20%, selanjutnya

masyarakat yang mengatakan tidak pernah dengan perihal diatas sebanyak 28

responden dengan tingkat persentase 29%, dan masyarakat yang mengatakan

kadang-kadang dengan perihal diatas sebanyak 19 responden dengan tingkat

persentase 20%.

Selanjutnya peneliti juga akan menganalisa sub indikator berikutnya yaitu

masyarakat yang berhak menyaksikan hasil dari pencoblosan sebanyak 35

responden yang mengatakan iya dengan tingkat persentase 37%, sedangkan

masyarakat yang tidak berhak menyaksikan hasil dari pencoblosan sebanyak 28

responden dengan tingkat persentase 29%, dan masyarakat yang tidak pernah

menyaksikan menyaksikan hasil dari pencoblosan sebanyak 31 responden dengan

tingkat persentase 34%.

Setelah melihat dan menganalisa jawaban dari responden diatas bahwa

persepsi yang tergambar dapat ditangkap penulis, telah membenarkan bahwasanya

pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan memiliki

katagori sedang.

4. Kontrol Masyarakat Terhadap Kebijakan Publik

Kebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang

banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang

otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik

haruslah dibuat oleh otoritas politik, umumnya melalui suatu proses pemilihan

untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan

dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah.

Fokus utama kebijakan publik dalam negara modern adalah pelayanan

publik, yang merupakan segala sesuatu yang bisa dilakukan oleh negara untuk

mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak. Dalam

masyarakat autoriter kebijakan publik adalah keinginan penguasa semata,

sehingga penjabaran di atas tidak berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis,

yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan

membangun suatu kebijakan yang mendapat dukungan publik.

Pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan publik ini sangat tidak di

mengerti oleh masyarakat Desa Pongkar, sedangkan masyarakat memahami

bagaimana mereka mencegah penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan

politik. Adapun tabel tanggapan responden kontrol masyarakat terhadap kebijakan

publik sebagai berikut:

Tabel 4.7

Tanggapan Responden Terhadap Indikator Kontrol Masyarakat

Terahadap Kebijakan Publik

No Sub Indikator Katagori/Skor Jumlah

Iya Tidak Tidak

Pernah

Kadang-

kadang

1. Masyarakat

memiliki

pemahaman

tentang

kewenangan untuk

mengelola suatu

objek kebijakan

tertentu

28

(30%)

24

(25%)

22

(23%)

20

(22%)

94

(100%)

2. Pemilihan kepala

desa sebagai upaya

untuk mencegah

penyalahgunaan

kewenangan dalam

keputusan politik

35

(37%)

28

(29%)

15

(15%)

16

(19%)

94

(100%)

Jumlah 63 52 37 36 188

Rata-rata 31 26 19 18 94

Persentase 32% 28% 20% 20% 100%

Sumber:Data Olahan penulis, Tahun 2015

Setelah melihat dari tabel sebelumnya penulis juga akan melanjutkan

menganalisa kembali dari hasil tanggapan responden pada tabel 4.7 yaitu

tanggapan responden terhadap kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik

adapun sub indikatornya adalah masyarakat yang memiliki pemahaman tentang

kewenangan untuk mengelola suatu objek tertentu sebanyak 28 responden yang

mengatakan iya dengan tingkat persentase 30%, selanjutnya responden yang

mengatakan tidak paham dengan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik

sebanyak 24 responden dengan tingkat persentase 25%, selanjutnya responden

yang mengatakan tidak pernah dengan pemahaman kewenangan kebijakan

tersebut sebanyak 22 responden dengan tingkat persentase 23%, dan tanggapan

responden terhadap kewenangan kebijakan publik yang mengatakan kadang-

kadang tidak paham dengan perihal tersebut sebanyak 20 responden dengan

tingkat persentase 22%.

Selanjutnya peneliti juga akan melanjutkan sub indikator berikutnya yaitu

upaya mencegah penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik dimana

masyarakat yang mengatakan iya dengan perihal tersebut sebanyak 35 responden

dengan tingkat persentase 37%, selanjutnya masyarakat yang mengatakan tidak

dengan penyalahgunaan kewenangan dalam keputusan politik sebanyak 28

responden dengan tingkat persentase 29%, selanjutnya juga peneliti mengetahui

masyarakat yang mengatakan tidak pernah dengan perihal tersebut diatas

sebanyak 15 responden dengan tingkat persentase 15%, dan masyarakat yg

kadang-kadang dengan kewenangan dalam keputusan politik sebanyak 16

responden dengan tingkat persentase 19%.

Setelah peneliti menganalisa ub-sub indikator diatas, maka peneliti akan

merekapitulasi tanggapan responden terhadap setiap indikator yaitu komunikasi

politik, kesadaran politik, pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan

keputusan, dan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik dapat dilihat pada

tabel 4.8 sebagai berikut:

Tabel 4.8

Rekapitulasi Tanggapan Responden Terhadap Indikator Komunikasi

Politik, Kesadaran Politik, Pengetahuan Masyarakat Terhadap Proses

Pengambilan Keputusan, dan Kontrol Masyarakat Terhadap Kebijakan

Publik

No Sub Indikator Katagori/Skor Jumlah

Iya Tidak Tidak

Pernah

Kadang-

kadang

1. Komunikasi politik 62

(33%)

59

(31%)

36

(20%)

31

(16%)

188

100%

2. Kesadaran politik 65

(35%)

48

(25%)

37

(20%)

38

(20%)

188

100%

3. Pengetahuan

masyarakat

terhadap proses

pengambilan

keputusan

65

(35%)

45

(24%)

59

(31%)

19

(10%)

188

100%

4. Kontrol masyarakat

terhadap kebijakan

publik

63

(32%)

52

(28%)

37

(20%)

36

(20%)

188

100%

Jumlah 255 204 169 124 752

Rata-rata 64 51 42 31 188

Persentase 35% 27% 22% 16% 100%

Sumber:Data Olahan penulis, Tahun 2015

Dari tabel 4.8 diatas peneliti akan merekapitulasikan hasil dari setiap

indikator yaitu komunikasi politik dimana masyarakat yang mengatakan iya

dengan pemahaman indikator komunikasi politik sebanyak 62 responden dengan

tingkat persentase 33%, sedangkan masyarakat yang mengatakan tidak paham

dengan komunikasi politik sebanyak 59 responden dengan tingkat persentase

31%, selanjutnya juga peneliti mengetahui masyarakat yang tidak pernah tau

dengan indikator komunikasi politik sebanyak 36 responden dengan tingkat

persentase 20%, dan masyarakat yang kadang-kadang paham dengan komunikasi

politik sebanyak 31 responden dengan tingkat persentase 16%.

Selanjutnya peneliti akan menganalisa kembali indikator berikutnya yaitu

kesadaran politik masyarakat yang mengatakan iya dengan pemahaman indikator

kesadaran politik sebanyak 65 responden dengan tingkat persentase 35%,

selanjutnya masyarakat yang mengatakan tidak paham dengan kesadaran politik

ini sebanyak 48 responden dengan tingkat persentase 25%, sedangkan masyarakat

yang mengatakan tidak pernah paham dengan kesadaran politik sebanyak 37

responden dengan tingkat persentase 20%, selanjutnya masyarakat yang kadang-

kadang paham dengan kesadaran politik sebanyak 38 responden dengan tingkat

persentase 20%.

Selanjutnya peneliti juga akan menganalisa indikator berikutnya yaitu

pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan masyarakat yang

mengatakan iya dengan perihal tersebut sebanyak 65 responden dengan tingkat

persentase 35%, sedangkan masyarakat yang mengatakan tidak paham dengan

perihal tersebut sebanyak 45 responden dengan tingkat persentase 24%,

selanjutnya masyarakat yang tidak pernah tau dengan perihal tersebut sebanyak 59

responden dengan tingkat persentase 31%, dan masyarakat yang kadang-kadang

paham dengan perihal tersebut sebanyak 19 responden dengan tingkat persentase

10%.

Setelah peneliti menganalisa indikator sebelumnya maka peneliti akan

menganalisa kembali indikator yang terakhir yaitu kontrol masyarakat terhadap

kebijakan publik dimana masyarakat yang mengatakan iya dengan perihal tersebut

sebanyak 63 responden dengan tingkat persentase 32%, sedangkan masyarakat

yang tidak paham dengan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik sebanyak

52 responden dengan tingkat persentase 28%, selanjutnya masyarakat yang tidak

pernah tau dengan kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik sebanyak 37

responden dengan tingkat persentase 20%, sedangkan masyarakat yang

mengatakan kadang-kadang paham dengan kontrol masyarakat terhadap kebijakan

publik sebanyak 36 responden dengan tingkat persentase 20%.

G. Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan di Desa Pongkar sampel yang diambil sebanyak 85

orang yang di tentukan berdasarkan rumus, responden yang terdiri dari berbagai

latar belakang yang baik dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan, umur, dan

pendidikan. Dari hasil kuesioner yang dilakukan terhadap responden, kemudian

menghasilkan data yang kemudian dianalisa dan dilakukan pembahasan.

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dikemukakan pada bab

sebelumnya , maka dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Tingkat partisipasi politik masyarakat desa pongkar pada tahun 2013

mencapai 74,02%.

2. Faktor partisipasi politik masyarakat dapat meliputi: Komunikasi politik

yang dipahami masyarakat desa pongkar mencapai 35%, Kesadaran politik

yang dipahami masyarakat desa pongkar 27%, Pengetahuan masyarakat

terhadap proses pengambilan keputusan yang kurang dipahami masyarakat

desa pongkar 22%, dan Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yang

kurang dipahami masyarakat desa pongkar 16 %.

H. Saran

Adapun saran yang dapat peneliti ungkapkan dengan judul Partisipasi

Politik Masyarakat Dalam Pemilihan Kepala Desa Pongkar Kecamatan Tebing

Kabupaten Karimun Tahun 2013 ini adalah:

1. Kepada masyarakat desa pongkar hendaknya lebih menyadari pentingnya

untuk memberikan suara dalam pemilu baik dalam pemilihan kepala desa

maupun pemilu legislatif sebagai dipertanggungjawabkan warga negara

indonesia.

2. Kepada KPU, penyelenggaraan pemilu, agar mengadakan sosialisasi politik

untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar bisa menggunakan

hak pilihnya dengan baik serta sarana dan prasarana yang cukup sehingga

kenyamanan masyarakat bisa terpenuhi.

DAFTAR PUSTAKA

Basri, Seta. 2012. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta:Indie Book Corner.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Budiardjo, Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:Dian Rakyat.

Efriza. 2008. Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.

Efriza. 2012.Political Explore sebuah kajian ilmu politik. Bandung: Alfabeta.

Faturohman, Denden dan Wawan Sobari. 2004. Pengantar Ilmu Politik. Malang:

Universitas Muhammadiya Malang.

Huntington, samuel dan Joan Nelson. 1990. Partisipasi Politik di Negara

Berkembang. Jakarta: Reneka Cipta.

Mahfud MD. 2003. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia Studi Tentang

Interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Marijan, Kacung. 2011. Sistem Politik Indonesia Konsolidasi Femokrasi Pasca

Orde Baru. Jakarta: Kencana.

Miriam Budiardjo, 1987, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT. Gramedia

Syafiie, Inu Kencana. 2011. Pengantar ilmu pemerintahan. Bandung:Rafika

Aditama

Sugiyono. 2011. Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Bandung:Alfabeta

Ramlan Subakti, 1992, Memahami Ilmu politik, Jakarta:PT.Gramedia

Widjaja, HAW. 2001. Pemerintah Desa dan Marga. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

___________. 2003. Otonomi Desa. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.