eksistensi masyarakat nelayan dalam mengatasi...
TRANSCRIPT
EKSISTENSI MASYARAKAT NELAYAN DALAM MENGATASI
KEMISKINAN DI KELURAHAN SEI JANG KECAMATAN BUKIT
BESTARI KOTA TANJUNGPINANG
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
MUHAMMAD MUNIRUZZAMAN
NIM : 080569201020
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2015
1
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertandatangan di bawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi Mahasiswa yang
disebut di bawah ini :
Nama : MUHAMMAD MUNIRUZZAMAN
NIM : 080569201020
Jurusan/Prodi : SOSIOLOGI
Alamat : Jln. Arief Rahman Hakim No.2 Kel. Tanjung ayun Sakti Kota
Tanjungpinang
Nomor HP : 0812-778-3131
Email : [email protected] / [email protected]
Judul Naskah : EKSISTENSI MASYARAKAT NELAYAN DALAM
MENGATASI KEMISKINAN DI KELURAHAN SEI JANG
KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat di terbitkan.
Tanjungpinang, 02 September 2015
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Suryaningsih, M.Si. Siti Arieta, M.A.
NIDN.1016076901 NIDN. 1006048303
2
EKSISTENSI MASYARAKAT NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN DI
KELURAHAN SEI JANG KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG
Muhammad Muniruzzaman [email protected]
Suryaningsih, M.Si. [email protected]
Siti Arieta, M.A. [email protected]
ABSTRAK
Masyarakat nelayan tetap mempertahankan mata pencaharian sebagai nelayan dalam kondisi
kemiskinannya hidup berdampingan dengan kelompok masyarakat lainnya. Pemukiman nelayan
bersebelahan dengan gedung-gedung restoran, pelabuhan, perumahan mewah, pertokoan dan
perkantoran tidak dapat meningkatkan pendidikan dan kesejahteraan masyarakat nelayan.
Pentingnya eksistensi dalam menciptakan, mengembangkan dan memelihara hubungan-
hubungan sosial masyarakat untuk membentuk suatu jaring sosial sebagai bentuk adaptasi. Menurut
Cohen dan Prusak L dalam Hasbullah (2006:13) diketahui bahwa “Keseluruhan nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat yang keseluruhannya terdapat dalam pendapat ahli tentang
modal sosial sebagai segala seustu hal yang berkaitan dengan kerjasama dalam masyarakat atau
bangsa untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti (trust) rasa saling mempercayai, (reciprocal)
keimbalbalikan, aturan-aturan kolektif dalam suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya”.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisa eksistensi masyarakat nelayan dalam kemiskinan di
Kelurahan Sei Jang. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan Februari s.d Juni 2015 yang
merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Adapun teknik pengambilan sampel purposive sampling
dengan menggunakan alat pengumpulan data studi dokumentasi, observasi, wawancara mendalam (in
deeph interview) dengan memilih 10 orang informan terdiri dari 1 orang ketua nelayan Sei Jang dan 9
orang nelayan sesuai dengan kriteria informan.
Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah kondisi kemiskinan masyarakat nelayan
yang ditinjau dari perumahan, sampan/perahu, dan peralatan sederhana. Kemiskinan ditandai dengan
rendahnya pendidikan masyarakat nelayan hanya sampai Pendidikan Dasar serta kesempatan kerja
yang sedikit karena tidak adanya pendidikan serta keahlian khusus untuk mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik. Keterbatasan pengetahuan dalam pengelolaan hasil tangkap serta penggunaan
peralatan sederhana menjadikan nilai jual hasil tangkap nelayan Sei Jang masih rendah.Eksistensi
masyarakat nelayan yang diukur dengan modal sosial yang dimiliki berupa partisipas dalam jaringan
masyarakat yang sederhana berupa kelompok kecil nelayan membentuk arisan sebagai wadah untuk
berkumpul. Hubungan saling menguntungkan (reciprocal) yang dimiliki masyarakat bekerjasama
dengan pemilik modal, restoran dan pasar sebagai wadah tempat berjualan hasil tangkap. Ditemui
dilapangan kepercayaan (trust) sesama masyarakat nelayan dan Ketidakpercayaan (untrust) justru
timbul diantara masyarakat nelayan dengan pemerintah dikarenakan pembangunan menimbun
mangrove yang akhirnya dapat merugikan masyarakat nelayan. Terakhir nilai-nilai dan norma-norma
yang berlaku lebih kepada kebudayaan serta kepercayaan masyarakat untuk tetap bersama-sama
menjaga alat kelautan dan perikanan.
Kata Kunci : Eksistensi, Nelayan
3
EKSISTENSI MASYARAKAT NELAYAN DALAM MENGATASI KEMISKINAN DI
KELURAHAN SEI JANG KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG
Muhammad Muniruzzaman [email protected]
Suryaningsih, M.Si. [email protected]
Siti Arieta, M.A. [email protected]
ABSTRAK
The community fishermen keep livelihoods as fishers in the condition of poverty coexist and community
groups other. The settlement of fishermen separated from buildings restaurant, port, sophisticated housing,
shops and offices not can improve education and community welfare fishermen.
The importance of existence in creating , developing and maintaining social relationships the
community to form a net social as a form of adaptation. According to cohen and prusak l in hasbullah ( 2006:
13) out that a whole values and norms that applies in the overall contained in expert opinions about social
capital as all things issues related to cooperation in society or nation for capacity to a better life, supported by
values and norms who became main elements like the (trust ) mutual trust , ( reciprocal ), rules collectively in a
society or nation and the like.
The purpose of this research to analyze the existence of the community fishermen in poverty in urban
village sei jang. The study is done for five months february s.d june 2015 that is research descriptive qualitative.
As for technique the sample collection purposive sampling by the use of a a collection study documentation ,
observation , in-depth interviews ( in deth interview ).
As for the result of the finding in research this is a condition community poverty fishermen that is
reviewed of housing , waterman / boat , and simple tools . Poverty characterized by low public education
fishermen only until basic education and employment opportunities small because the absence of education and
special skill to get the job better . Limited knowledge in the management of the results of get and the use of
simple tools made the value of selling the results of get fishermen sei jang still low. Eksistensi the community
fishermen measured by social capital owned of partisipas in the tissues the community simple groups existed
small fishing form as a container to gather . Relations mutually beneficial ( reciprocal ) owned local people
should work together with the land owners capital , restaurants and the market as a container stalls the results
of get. He found a belief ( trust ) fellow the community fishermen and distrust ( untrust ) fact between the
fishermen with the government because development hoard mangrove that eventually can be disturb residents
fishermen. Last values and norms that applies more to cultural and public trust to stick together keep instrument
maritime affairs and fisheries .
Keyword : Existence fishermen
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Provinsi Kepulauan Riau sebagai Provinsi
yang hampir keseluruhan wilayahnya adalah
kelautan. Banyak penduduk yang berpenghasilan
sebagai nelayan di beberapa tempat terutama di
pulau-pulau kecil dan pesisir pantai. Suatu ironi
bagi sebuah Negara Maritim seperti Indonesia
bahwa ditengah kekayaan laut yang begitu besar
masyarakat nelayan merupakan golongan
masyarakat yang paling miskin.
Disinilah pentingnya eksistensi
menciptakan, mengembangkan, dan memelihara
hubungan-hubungan sosial masyarakat untuk
membentuk suatu jaringan sosial sebagai bagian
dari adaptasi. Dengan menggunakan jaringan sosial
ini berfungsi memudahkan setiap anggota
memperoleh akses ke sumber daya ekonomi yang
tersedia di lingkungan. Hubungan-hubungan sosial
dalam kedua jaringan sosial bisa berupa tukar-
menukar, ataupun peminjaman timbal-balik sumber
daya ekonomi, seperti uang, barang, dan jasa.
Dalam masyarakat yang memiliki sumber daya
terbatas, jaringan ini amat penting.
Selanjutnya, masyarakat Kelurahan Sei
Jang merupakan nelayan tradisional berdasarkan
pengertian bahwa nelayan tradisional melakukan
penangkapan ikan skala kecil secara subsisten
maupun komersial, umumnya dilakukan oleh
penghuni pantai dan kelompok etnik tertentu
menggunakan metode penangkapan ikan dan
perahu tradisional. Fokus pada pembangunan
sumber daya nelayan untuk meningkatkan
pendapatan karena nelayan identik dengan
kemiskinan. Kemampuan nelayan di Kelurahan Sei
Jang bertahan mempertahankan keberadaannya
ditengah membangunan dan keberadaan akses jalan
menuju pusat Pemerintahan Provinsi Kepulauan
Riau.
B. Perumusan Masalah
Penelitian ini mengupas permasalahan
yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini,
yaitu: “Bagaimana Eksistensi Masyarakat
Nelayan dalam Kemiskinan di Kelurahan Sei
Jang Kecamatan Bukit Bestari Kota
Tanjungpinang?”
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini sebagai khasanah
pengetahuan atau mengembangkan konsep
dan teori terutama dalam hal studi Sosiologi,
yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan
penilaian di bidang yang sama dimasa yang
akan datang.
2. Kegunaan Praktis
Sebagai masukan/bahan
pertimbangan bagi Nelayan dalam
melaksanakan serta mempertahankan
eksistensi sebagai nelayan dalam
kemiskinan agar dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat khususnya di
Kelurahan Sei Jang Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjungpinang. Sebagai
masukan/bahan pertimbangan bagi
pemerintah Kota Tanjungpinang dalam
mengambil keputusan/kebijakan serta
pemberian bantuan dalam Eksistensi
Masyarakat Nelayan dalam Kemiskinan.
D. Konsep Operasional
Adapun konsep operasional yang akan
digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah :
1. Masyarakat Nelayan adalah sekelompok
masyarakat yang melakukan aktivitas
pekerjaanya menangkap ikan baik secara
5
tradisional maupun modern sebagai
penghasilan hidupnya.
2. Kemiskinan dalam masyarakat nelayan dinilai
dari tingkat pendapatan penghasilan nelayan
selama satu bulan juga dapat dilihat dari
pengamatan perumahan yang sangat
sederhana sebagai tempat tinggal nelayan
yang dianggap sebagai kebutuhan sekunder
sedangkan kebutuhan primer adalah pangan,
tingkat pendidikan anak-anak mereka, pola
konsumsi sehari-hari dan tingkat
pendapatannya.
3. Eksistensi masyarakat nelayan dalam
kemiskinan menjelaskan tentang penilaian
keberadaan masyarakat nelayan
menyesuaikan diri dengan keadaan
kemiskinan sehingga tidak bersifat kaku.
Adapun faktor-faktor eksistensi masyarakat
nelayan dalam kemiskinan yang dimaksudkan
akan diukur dengan indikator sebagai berikut.
a. Akses pendidikan adalah kemampuan
masyarakat nelayan untuk
mendapatkan pendidikan.
b. Akses kesempatan kerja adalah
keinginan serta kemampuan dari
masyarakat untuk mendapatkan
pekerjaan lain selain menjadi nelayan.
c. Modal sosial adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan kerjasama
masyarakat nelayan mencapai
kapasitas hidup yang lebih baik,
ditopang oleh nilai-nilai dan norma-
norma yang menjadi unsur-unsur
berkelompok dalam jaringan sosial,
serta rasa saling mempercayai (trust)
hanya kepada sesama nelayan yang
pada akhirnya menimbulkan rasa tidak
percaya (untrust) ditimbulkan dari
program pembangunan, ketimbal-
balikan (reciprocal) saling
menguntungkan secara timbal-balik
dan nilai/norma kolektif dalam suatu
komunitas masyarakat nelayan.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Bogdan dan Taylor (1975) dalam
Moleong (2002:3) yang menyatakan
”metodologi kualitatif” sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dengan kata lain, penelitian ini
disebut penelitian kualitatif karena
merupakan penelitian yang tidak
mengadakan perhitungan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah
Kelurahan Sei Jang Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjungpinang. Pada
khususnya di Kelurahan Sei Jang sebagai
salah satu daerah pesisir di Kota
Tanjungpinang yang memiliki penduduk
dengan mata pencarian sebagai nelayan
F. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian selama lima
bulan Februari s.d Juni 2015. Dalam rentang waktu
tersebut, peneliti melakukan observasi terlebih
dahulu pada bulan Februari, wawancara dan
mengumpulkan data-data dilakukan pada bulan
Maret yang diperlukan untuk menjawab perumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini.
Kemudian peneliti melakukan Analisis data pada
akhir waktu penelitian pada bulan April s.d. Juni
2015
6
G. Teknik Pengambilan Informan
(Populasi dan Sampel)
Penelitian ini dilakukan dengan menunjuk
informan dengan menggunakan purposive
sampling yaitu pemilihan informan yang ada dalam
posisi terbaik memberikan informasi yang
dibutuhkan. Pemilihan informan berdasarkan
penelitian atau karakteristik diperoleh data sesuai
dengan maksud penelitian (Silalahi, 2010:272).
Pengambilan sampel ini digunakan metode
purposive sampling kriteria yang ditetapkan adalah
:
1. Nelayan yang sudah menjadi nelayan di
Kelurahan Sei jang minimal 5 tahun, agar
diperoleh data akurat dan penguasaan
informan terhadap lokasi penelitian.
2. Umur nelayan minimal 35 tahun agar
didapati data yang akurat dan penguasaan
terhadap lokasi penelitian serta informasi
dari informan mengenai eksistensi
masyarakat nelayan pada saat
dilakukannya penelitian dan eksistensi
masyarakat nelayan mengenai generasi
penerus, seperti anak sebagai nelayan
ataupun yang masih sekolah sebagai
bagian dari masyarakat nelayan kelurahan
sei jang dalam aspek akses pendidikan dan
kesempatan kerja.
3. Nelayan yang aktif sebagai nelayan,
mengikuti arisan dan kelompok nelayan
dibuktikan dengan SK keanggotaan dan
kelompok KUBE sebagai bukti
keterlibatan dalam jaringan sosial.
4. Nelayan yang dalam melakukan aktifitas
melautnya menggunakan alat tangkap,
pergi melaut dengan menggunakan
perahu.
5. Nelayan yang aktif sebagai nelayan
dengan bukti diantaranya melakukan
penangkapan, melakukan budi-daya
perikanan, melakukan jual-beli hasil
perikanan dan aktifitas murni sebagai
nelayan.
H. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
1. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi, yakni pengumpulan
data yang bersumber dari dokumen yang resmi dan
relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
Metode dokumentasi yaitu pengumpulan data
dimana peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-
peraturan, dan sebagainya (Arikunto, 2002:158).
2. Observasi
Observasi merupakan pedoman yang
meliputi pencatatan secara sistematik kejadian-
kejadian perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-
hal lain yang diperlukan dalam mendukung
penelitian yang sedang dilakukan, Konsep yang
dikemukakan oleh Faisal dalam Sugiyono
(2005:64).
3. Wawancara
Menurut Moleong (2002:186) wawancara
mendalam merupakan proses menggali informasi
secara mendalam, terbuka dan bebas dengan
masalah dan focus penelitian dan diarahkan pada
pusat penelitan. Dalam hal ini metode wawancara
mendalam yang dilakukan dengan adanya daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan dengan cara
mempersiapkan terlebih dahulu berbagai keperluan
yang dibutuhkan yaitu berjumlah 10 orang
informan, terdiri dari satu orang Ketua Nelayan dan
9 orang nelayan.
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data pada penelitian ini,
peneliti melakukan observasi secara mendalam
terlebih dahulu dengan melihan kondisi kehidupan
7
masyarakat nelayan khususnya masyarakat di
Kelurahan Sei Jang. Dengan melakukan studi
Dokumentasi dengan membuka bahan bacaan serta
teori dan konsep yang berkaitan, peneliti
melakukan pengumpulan data secara tepat. Setelah
melakukan pengumpulan data baik berupa hasil
observasi serta studi dokumentasi, barulah peneliti
menyusun pedoman wawancara untuk menentukan
informasi yang diinginkan untuk melengkapi
penelitian tersebut agar lebih jelas. Setelah
melakukan observasi, studi dokumentasi dan
wawancara, penulis melakukan analisa sesuai
dengan apa yang dituliskan dalam penelitian ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Masyarakat Nelayan
Nelayan dapat diartikan sebagai orang
yang hasil mata pencarian utamanya berasal dari
menangkap ikan di laut. Menurut Setyohadi (1988).
Nelayan dikategorikan sebagai seseorang yang
pekerjaannya menangkap ikan dengan
menggunakan alat sederhana, mulai dari pancing,
jala dan jaring, bagan, bubu sampai dengan perahu
atau jukung yang dilengkapi dengan alat tangkap
ikan. Namun, dalam perkembangannya nelayan
dapat pula dikategorikan sebagai seorang yang
profesinya menangkap ikan dengan alat lebih
modern berupa kapal ikan berserta peralatan
tangkapnya sekarang dikenal sebagai anak buah
kapal (ABK). Disamping itu juga, nelayan dapat
diartikan sebagai petani ikan yang melakukan
budidaya ikan ditambak dan keramba-keramba di
pantai.
1. Kemiskinan Masyarakat Nelayan
Kemiskinan pada masyarakat nelayan
berdasarkan ciri umum yang dapat dilihat dari
kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-
ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan
adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa
kualitas pemukiman. Kampung-kampung nelayan
miskin mudah diidentifikasi dari kondisi rumah
hunian mereka. Rumah-rumah yang sangat
sederhana, berdinding anyaman bambu, berlantai
tanah berpasir, beratap daun rumbia, dan
keterbatasan pemilikan perabotan rumah tangga
adalah tempat tinggal para nelayan buruh atau
nelayan tradisional. Sebaliknya, rumah-rumah yang
megah dengan segenap fasilitas yang memadai
akan mudah dikenali sebagai tempat tinggal
pemilik perahu, pedagang perantara atau pedagang
berskala besar dan pemilik toko (Kusnadi, 2002).
2. Eksistensi Masyarakat Nelayan
Menurut kamus besar Indonesia Eksistensi
adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung
usur bertahan. Sedangkan menurut Zainal (2007)
eksistensi adalah:
“Eksistensi adalah suatu proses yang
dinamis, suatu menjadi atau mengadakan,
ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu
sendiri, yakni ezsistere, yag artinya keluar
dari, melampaui atau mengatasi. Jadi
eksistensi tidak bersifat kaku dan berhenti
melainkan lentur atau kenyal dan
mengalami perkembangan atau sebaliknya
kemunduran, tergantung pada
mengaktualisasikan potensi-potensinya”
Dalam penelitian ini eksistensi masyarakat
nelayan mempunyai sebuah eksistensi, maka
keberadaannya sudah dianggap dan dapat
diperhitungkan oleh masyarakat yang
bermatapencaharian lainnya. Eksistensi juga
biasanya dijadikan sebagai acuan pembuktian diri
bahwa kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan
dapat berguna dan mendapat nilai baik di mata
orang lain.
3. Akses Pendidikan Masyarakat Nelayan
8
Persoalan dari arti penting tingkat
pendidikan ini biasanya baru mengedepan jika
seorang nelayan ingin berpindah ke pekerjaan
lain yang lebih menjanjikan. Dengan pendidikan
yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit
nelayan tradisional memilih atau memperoleh
pekerjaan lain selain menjadi nelayan
(Kusnadi, 2002:3).
4. Akses Kesempatan Kerja Masyarakat
Nelayan
Salah satu upaya aspek penelitian yang
dilakukan oleh peneliti terdahulu Berkaitan dengan
diverisfikasi pekerjaan dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat nelayan diharapkan
mampu mencarikan potensi baik kewilayahan,
maupun peningkatan keterampilan masyarakat
nelayan.
B. Modal Sosial
Nelayan merupakan manusia sebagai
modal sosial (social capital) dapat didefinisikan
sebagai kemampuan masyarakat untuk bekerja
bersama, demi mencapai tujuan-tujuan bersama, di
dalam berbagai kelompok dan organisasi
(Coleman, 1999). Secara lebih komperehensif Burt
mendefinsikan, modal sosial adalah kemampuan
masyarakat untuk melakukan asosiasi
(berhubungan) satu sama lain dan selanjutnya
menjadi kekuatan yang sangat penting bukan hanya
bagi kehidupan ekonomi akan tetapi juga setiap
aspek eksistensi sosial yang lain (Burt, 1992).
1. Partisipasi Dalam Suatu Jaringan
Sosial.
Secara sederhana, jaringan sosial
sebenarnya merupakan salah satu bentuk eksistensi
dan tindakan yang dilakukan oleh individu,
kelompok maupun masyarakat dalam menghadapi
lingkungan pekerjaannya yang tidak menentu atau
diliputi oleh berbagai keterbatasan- keterbatasan
yang dimiliki (Kusnadi, 2000). Adapun hubungan
vertikal (hirarkis) adalah hubungan dua pihak yang
berlangsung secara tidak seimbang karena satu
pihak mempunyai dominasi yang lebih kuat
dibanding pihak lain, atau terjadi hubungan patron-
klien.
2. Reciprocal
Modal sosial selalu diwarnai oleh
kecendrungan saling tukar menukar kebaikan
individu dalam suatu kelompok atau antar
kelompok itu sendiri. Pola pertukaran ini bukanlah
sesuatu yang dilakukan secara reciprocal secara
seketika seperti proses jual-beli, melainkan suatu
kombinasi jangka pendek dan jangka panjang
dalam nuansa altruism (semangat untuk membantu
mementingkan kepentingan orang lain). Seseorang
atau banyak orang dari suatu kelompok memilik
semangat membantu yang lain tanpa mengharapkan
imbalan seketika.
3. Trust
Trust atau rasa percaya (mempercayai)
salam suatu bentuk keinginan untuk mengambil
resiko dalam hubungan-hubungan sosialnya yang
didasari perasaan yakin bahwa yang lain akan
sentiasa bertindak dalam satu pola tindakan yang
saling mendukung, paling tidak yang lain tidak
akan bertindak merugikan kelompoknya (Putnam,
2002). Dalam pandangan Fukuyama (2003) trust
adalah sikap saling mempercayai di masyarakat
memungkinkan masyarakat tersebut bersatu dengan
yang lain dan memberikan kontribusi pada
peningkatan modal sosial.
4. Nilai-nilai dan Norma-norma
Kesalahan yang paling sering terjadi
dalam pengembangan masyarakat pesisir di negara
berkembang kurang memperhitungkan kondisi
9
lokal sasaran program. Menurut Wahyono, dkk
(2001:6) Sumberdaya perikanan juga bersudut
miliki bersama (Common Property), sehingga siapa
saja yang menguasai modal dan sarana
penangkapan adalah mereka yang mampu
meningkatkan hasil tangkapan. Oleh sebab itu,
dalam perikanan penghasilan sumber daya lebih
ditentukan oleh faktor pemilikan modal dan
penguasaan teknologi.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
1. Gambaran Umum Kelurahan Sei Jang
Sei Jang adalah singkatan dari Sungai Jang
sebagai sungai yang mengalir membelah kedua
wilayah tersebut. Kelurahan Sei Jang memiliki
struktur penduduk yang heterogen dan di dominasi
oleh Melayu dan Cina serta kelompok etnis lainnya
yang hidup secara berdampingan dengan damai.
Struktur masyarakat dan kebudayaan melayu
melonggar dan terbuka. Kelonggaran dan
keterbukaan masyarakat serta kebudayaan melayu
itu disebabkan karena dalam tradisi terwujudnya
kebudayaan melayu terbiasa dengan kontak-kontak
dunia luar, proses pembauran dan akulturasi pada
kehidupan masyarakat sehari-hari.
1. Lokasi dan Keadaan Alam
Adapun berdasarkan data Badan
Penanggunglangan Bencana Pemerintah Kota
Tanjungipinang terjadinya perubahan angin dapat
dilihat pada waktu musim :
1. Musim utara
Terjadi setiap bulan Desember
sampai dengan Februari. Pada bulan
- bulan tersebut hujan terjadi terus
menerus yang dikuti dengan angin
yang sangat kencang dan cuaca tidak
menentu yang berakibat gelombang
laut naik/besar sehingga pada musim
ini para nelayan tradisional banyak
yang menghentikan aktifitasnya
untuk pergi ke laut menagkap ikan
dan meningkatnya Kecelakaan di laut
2. Musim Timur
Terjadi antara bulan Maret sampai
dengan Mei
3. Musim Selatan
Berlangsung antara bulan September
sampai dengan November, pada
bulan-bulan tersebut terjadi musim
kemarau yang berakibat
berkurangnya debet air bersih yang
dikonsumsi oleh masyarakat.
4. Musim Barat
Berlangsung pada bulan September
sampai dengan November. Pada
bulan tersebut umumnya masih
kemarau namun sesekali terjadi
hujan dan angin sudah mulai bertiup
kencang.
2. Gambaran Umum Masyarakat Nelayan
Kelurahan Seijang
Masyarakat Nelayan Kelurahan Sei Jang
merupakan komunitas yang mendiami tempat
sekitaran Sungai Jang. Sekelompok orang yang
saling berinteraksi dan berhubungan serta memiliki
nilai-nilai dan kepercayaan yang kuat untuk
mencapai tujuan dalam hidupnya. Masyarakat
Nelayan merupakan sebagian kelompok kecil
masyarakat yang selalu dekat dengan kemiskinan
yang merupakan orang-orang yang secara aktif
melakukan penangkapan ikan baik langsung
maupun tidak langsung sebagai mata pencaharian.
Masyarakat Nelayan cenderung memiliki sifat
keras dan terbuka pada perubahan. Sebagian besar
10
masyarakat nelayan adalah masyarakat yang
memiliki tingkat penghasilan rendah tak menentu.
BAB IV
EKSISTENSI MASYARAKAT NELAYAN
DALAM MENGATASI KEMISKINAN DI
KELURAHAN SEI JANG, KECAMATAN
BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG
A. Karakteristik Informan Penelitian
Masyarakat nelayan secara turun termurun
menggantungkan hidup dari hasil laut, dalam
kondisi penghasilan yang tidak menentu.
Masyarakat Nelayan di Kelurahan Sei Jang
cenderung hidup miskin karena terbatas akan
keahlian yang dimiliki serta pendidikan masyarakat
yang sulit untuk memperbaiki taraf hidup mereka.
Masyarakat nelayan memiliki ilmu pengetahuan
yang rendah karena terbatas akan kemampuan
keluarga untuk membiayai sekolah mereka pada
dulunya, pengalaman kerja yang tidak ada,
keahlian yang terbatas maupun jiwa usaha yang
tidak begitu kuat membuat nelayan hanya mewarisi
keahlian orang tua terdahulu yang juga berprofesi
menjadi seorang nelayan yang dulunya juga hidup
susah. Keberagaman tingkat pendidikan nelayan di
Kelurahan Sei Jang menunjukkan rendahnya
tingkat pendidikan.
B. Eksistensi Masyarakat Nelayan
Masyarakat nelayan masih berada dalam
kondisi kemiskinan dengan mempertahankan
keberadaannya diantara pertumbuhan ekonomi
disekitar tempat tinggalnya. Pembahasan tentang
kondisi masyarakat nelayan di Kelurahan Sei Jang
ini dilakukan dengan satu metode peneliti observasi
saja, dimana peneliti melakukan pengamatan
langsung pada objek penelitian. Pembahasan
tentang lainnya dilakukan dengan dua metode
penelitian yaitu penelitian observasi dan
wawancara.
1. Kondisi Kemiskinan Masyarakat
Nelayan
Lokasi tempat tinggal Masyarakat
Nelayan Kelurahan Sei Jang khususnya di
Kampung Kolam yang berdekatan dengan akses
jalan pusat perekonomian pemerintah Provinsi
Kepulaan Riau seharusnya memiliki dampak yang
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Masyarakat
nelayan diberikan kesempatan untuk bekerja
melaut jangan sampai penduduk lokal yang
kehilangan kesempatan kerja jauh lebih banyak
ketimbang yang bekerja melaut.
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
pernah memberikan bantuan kepada masyarakat
nelayan berupa pembangunan perumahan sangat
sederhana untuk masyarakat nelayan di Kelurahan
Dompak dan Kelurahan Sei Jang yang
bersebelahan dengan pusat pemerintahan
Kepulauan Riau. Perumahan tersebut sangat layak
untuk didiami para nelayan tetapi kondisi
keberadaannya di kawasan bukit berjauhan dengan
perairan mengakibatkan masyarakat nelayan hanya
sebagian yang bersedia untuk tinggal di wilayah
tersebut. Akhirnya program rumah subsidi tersebut
kurang berhasil. Seharusnya masyarakat nelayan
berada tak jauh dengan perairan sehingga
mempermudah untuk mereka pergi ke laut menjaga
kawasan laut, menjaga sampan maupun kerambah
yang mereka buat di sisian rumahnya.
Adapun jenis peralatan yang tersedia pada
nelayan Kelurahan Sei Jang berdasarkan hasil
observasi adalah.
b. Sampan tanpa mesin yang disebut
sampan dayung, Sampan Keting
merupakan sampan kecil dengan
tenaga mesin sederhana dan sampan
yang menggunakan mesin 5 GT
11
(Grosston) sebagai salah satu sampan
yang diberikan pemerintah.
c. Mesin-mesin nelayan seperti robin
merupakan mesin yang digunakan
dengan menggunakan Bahan Bakar
Minyak, Diesel sementara mesin
diesel mesin untuk sampan yang
menggunakan tenaga diesel dan
Dayung merupakan kayu dengan
ukuran panjang semakin melebar di
ujung bawahnya berguna untuk
menggerakkan sampan)
d. Peralatan sederhana Nelayan lainnya
seperti jaring yang merupakan
benang jahitan yang relatif tipis
relatif mengikat/ menjerat ikan, bubu
ketam sebagai alat untuk menangkap
ketam, pancingan dan lain-lain)
2. Akses Pendidikan Masyarakat Nelayan
Rendahnya tingkat pendidikan formal
masyarakat nelayan, dapat diketahui dari
persentase jumlah informan yang tidak tamat
Sekolah Dasar. Selanjutnya karena keterbatasan
ilmu pengetahuan tentang peralatan tangkap
sehingga yang dipergunakan masih sederhana, pada
pembahasan sebelumnya juga dukungan
Pemerintah dan pihak lain sangat dibutuhkan,
karena kelemahan utama nelayan Indonesia di
banding nelayan bangsa lain adalah masalah
pemanfaatan teknologi, akses informasi secara
canggih mengenai titik-titik keberadaan ikan tidak
dimiliki oleh nelayan, sehingga jumlah tangkapan
nelayan selalu terbatas.
Hal demikian tidak terjadi lagi pada
kondisi saat ini karena nelayan Kelurahan Sei jang
lebih mengutamakan kepada pendidikan anak-anak
mereka dari pada diri sendiri. Di tambahkan
dengan pendapat Bapak Ismail merupakan nelayan
yang paling tertua umurnya, sejalan dengan
jawaban sebelumnya. Bapak Ismail sudah jarang
turun melaut tapi tetap melakukan aktivitas nelayan
dari hasil tangkap anaknya. menurut Bapak Ismail
dalam wawancara pada jam 16:00 wib, Sabtu, 03
Maret 2015.
“Nak sekolah biaya dari mana, biaya
sekolah mahal jadi dah pandai baca tulis dah
cukuplah untuk kehidupan saat itu sangat tidak
memungkinkan untuk atok. Dahulu kita masih saja
berjuang melawan penjajah jadi tidaklah mudah
untuk dapat sekolah. Penduduk banyak yang
tinggal di tepi pantai yang sehari-harinya mencari
ikan”
Keterbatasan ini berlanjut pada keluarga
nelayan dalam mengakses pendidikan perguruan
tinggi yang bersifat formal maupun pendidikan lain
yang sifatnya informal, masyarakat nelayan sudah
memprioritaskan pendidikan bagi keturunan
mereka, diantaranya karena mereka dapat
menikmati pembangunan fasilitas pendidikan.
Selanjutnya, terdapat program-program
pendidikan paket sebagaimana penjelasan pada Bab
sebelumnya yang merupakan upaya pemerintah
dalam mengatasi kemiskinan pendidikan. Kondisi
masyarakat nelayan tidaklah sebanding dengan
baiknya program tersebut, bahkan masyarakat
Kelurahan Sei Jang ada yang tidak mengerti
ataupun bahkan tidak bisa membaca dan menulis.
Hasil wawancara dengan Bapak Indra pada jam
14:00 wib, Rabu, 08 Maret 2015 sebagai berikut.
“Kami belum tahu macam mana nak ikut
paket A, B, C yang adek sebutkan, Buat Bapak
biarlah anak-anak aja sekolah sementara saya
pandai bacan tulis cukuplah untuk kami nelayan
bekerja dengan pandai membaca surat kabar, kami
memilih lebih baik melaut dan dapat banyak ikan.”
Hasil wawancara mengaitkan
keikutansertaan dalam paket A, B, dan C sebagai
pola keinginan masyarakat nelayan meningkatkan
12
pendidikan sangat sedikit. Program pendidikan ini
tidak dapat menjadi patokan sebagai kemiskinan
dimana masyarakat secara tersetruktur tidak tertarik
oleh program-program pemerintah di bidang
pendidikan dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Wawancara tentang kondisi keberadaan
Pemerintah dalam pemberian pelatihan kepada
Masyarakat nelayan ini diketahui dari Bapak Abdul
Rahman melalui wawancara pada jam 14:15 wib,
Rabu, 08 Maret 2015 sebagai berikut.
“Pernah beberapa kali mendapatkan
pelatihan diselenggarakan oleh Dinas Kelautan
dan Perikanan Kota Tanjungpinang bersama
pelatihan tersebut berupa pelatihan teknik
menyelam dilaksanakan selama seminggu dengan
bekerja sama dengan Marinir serta melibatkan
instruktur dari Jakarta. Pelatihan tersebut berguna
untuk dapat melakukan penangkapan ikan melalui
menyelam ke dasar laut. Seluruh peserta langsung
memperaktekkan seni menyelam tersebut.”
Masih dengan wawancara yang sama
dengan Bapak Indra pada jam 14:25 wib, Rabu, 08
Maret 2015 menambahkan harapannya bahwa.
“Diikutsertakan dalam pelatihan kami
belum pernah saya hanya beberapa kali di undang
dan ikut serta dalam sosialisasi maupun pertemuan
berbagai macam yang dibahas dalam kegiatan
tersebut diantaranya pembahasan tentang
konservasi alat tangkap yang akan diajukan
kepada DPRD untuk disetuju untuk dikeluarkan
anggarannya. Tapi pertemuan itu sangat sulit
untuk diwujudkan macam-macamlah alasan
sehingga hanya akan jadi pertemuan rutin saja”
Kedua hasil wawancara tersebut diketahui
bahwa tidak semua nelayan mendapat pelatihan
tentang perikanan dengan yang diketahui bahwa
masyarakat nelayan Kelurahan Sei Jang kurang
begitu mendapat perhatian dalam hal teknik
penangkapan ikan agar dapat meningkatkan
perekonomian keluarganya.
3. Akses Kesempatan Kerja Masyarakat
Nelayan
Berdasarkan pembahasan tentang tingkat
pendidikan nelayan diketahui masyarakat nelayan
Kelurahan Sei Jang memiliki pendidikan rendah
serta kesederhanaan peralatan yang dimiliki
menjadikan masyarakat nelayan sangat bergantung
pada musim. Posisi masyarakat nelayan yang
berdekatan dengan pusat Pemerintahan Provinsi
Kepulauan Riau yang seharusnya menjadi pemicu
peningkatan ekonomi. Hal ini tidak menjadikan
masyarakat nelayan berpindah mata pencaharian
secara total yang lebih populer dan lebih memilih
alih fungsi pekerjaan seperti ojeg atau menjadi
buruh bagunan pada saat musim paceklik (musim
angin kencang).
Keadaan alam ini dihadapi masyarakat
nelayan Kelurahan Sei Jang. Menurut pendapat ahli
Kusnadi pada Bab sebelumnya kondisi alam
terhadap adanya perubahan cuaca dapat
menjadikan hasil tangkapan berkurang. Untuk
mencari dan pengumpulkan uang ratusan ribu pada
saat musim tangkap merupakan hal yang mudah
tapi tidak mudah pada saat angin kencang.
Pernyataan ini sejalan dengan hasil wawancara
pada jam 14:15 wib, Rabu, 08 Maret 2015 dengan
Bapak indra sebagai berikut.
“Saya suka melaut karena orang tua saya
dahulu seorang nelayan juga bahkan cuaca yang
sangat mudah berubah-ubah kadang dapat dua
ratus ribu, kadang dapat sedikit jadilah untuk
dimasak saja. Kalau harga hasil tangkap ikan itu
hanya tiga puluh ribu sementara beli lauk sehari
sampai lima puluh ribu baik ikan itu dimasak
sendiri saja.”
Pada musim tidak tangkap atau musim
angin kencang lapangan pekerjaan di bidang
perikanan tersedia lebih sedikit dari pada musim
tangkap. Berdasarkan hasil wawancara dengan
13
Bapak Safar pada jam 16:30 wib, Sabtu, 03 Maret
2015 sebagai berikut.
“Pada saat musim tangkap akan banyak
peluang pekerjaan yang dapat diselesaikan
bersama-sama akan banyak pekerjaan yang
dihasilkan bahkan lebih banyak waktu untuk pergi
melaut. Dengan bekerjasama untuk saling bahu
membahu melaksanakan berbagai pekerjaan mulai
dari menyiapkan perahu untuk melaut beramai-
rama dengan perahu masing-masing serta akan
memperbaiki juga bersama-sama apabila ada
kerusakan agar mendapatkan hasil yang banyak”
Selanjutnya Bapak Safar menambahkan
aktivitasnya saat tidak musim tangkap adalah
sebagai berikut.
“Sementara itu, pada saat tidak musim
tangkap dimana cuaca laut kadang tidak
bersahabat dengan nelayan. Kami biasanya akan
lebih banyak menghabiskan waktu untuk menjadi
buruh pelabuhan dengan menerima upah
mengangkat turunkan barang-barang di pelabuhan
atapun dengan menjadi buruh bangunan hanya itu
keahlian yang kami punya”
Pola pekerjaan nelayan yang bergantung
pada musim menjadikan kondisi pengangguran
masyarakat nelayan Kelurahan Sei Jang tidak
terlepas dari kewajiban pemerintah untuk
senantiasa menyediakan sejumlah lapangan kerja
bagi penduduk produktifnya. Mayoritas nelayan
yang berpendidikan rendah serta kekurangan
keterampilan dari jenis pekerjaan lainnya
menjadikan masyarakat tetap eksis sebagai
nelayan. Petunjuk-petujuk mengenai jenis
keterampilan yang tersedia dari masyarakat nelayan
menjadi pendukung dari penyerapan jenis
pekerjaan lainnya.
Budaya pekerjaan turun-temurun dari
masyarakat. Terbukti dari jawaban responden pada
hasil wawancara ini adalah pekerjaan yang telah
dilakukan secara turun-temurun dimana masyarakat
memiliki tingkat pendidikan rendah disertai tingkat
kesempatan kerja yang rendah pula. Berdasarkan
hasil observasi peneliti diketahui pekerjaan turun-
temurun ini hanya berhasil pada generasi kedua
dengan artinya masyarakat nelayan saat ini sudah
mulai menyekolahkan anaknya agar tidak menjadi
nelayan seperti dirinya.
Persoalan lain yang menjadi akar
kemiskinan masyarakat nelayan adalah
ketergantungan yang tinggi terhadap kegiatan
penangkapan. Faktor-faktor ketergantungan sangat
beragam. Akan tetapi, jika ketergantungan tersebut
terjadi sedangkan masih tersedia pekerjaan lain di
luar sektor perikanan, tentu saja akan sangat
mengurangi daya tahan nelayan dalam menghadapi
tekanan-tekanan ekonomi. Keragaman sumber-
sumber pendapatan akan sangat membantu
masyarakat nelayan dalam beradaptasi terhadap
kemiskinan. Di samping itu, rendahnya
keterampilan nelayan untuk melakukan kegiatan
penangkapan dan keterkaitan yang kuat terhadap
pengoperasian satu jenis alat tangkap, telah
memberi kontribusi terhadap timbulnya
kemiskinan.
Upaya peralihan mempertahankan
eksistensinya dapat dilakukan melalui pendidikan
dan pengetahuan tentang proses pengawetan ikan
dengan menjadikan ikan tersebut tak hanya sebagai
ikan asin atau ikan bilis. Dengan menjadikan hasil
tangkap tersebut sebagai kerupuk gonggong,
kerupuk ikan dan bakso ikan sebagai makan ciri
khas menjadi oleh-oleh penghasilan masyarakat
nelayan. Berdasarkan hasil wawancara pada jam
14:30 wib, Rabu, 08 Maret 2015 dengan Bapak
Abdul Rahman berikut ini.
“Seharusnya nelayan mampu untuk
membuat macam-macam jenis kerupuk, kerupuk
ikan, kerupuk gonggong, kerupuk udang, kerupuk
sotong, ataupun bakso ikan, sotong, udang kalau
nak lebih tak pernah dibuat orang sini bakso
14
gonggong ada juga otak-otak sebagai makanan
khas asli daaerah sini. Tentunya semua dapat
dibuat serta dipelajari sendiri dan atau dari media
serta pengalaman yang tersedia. Tantangan justru
datang dari keterbatasan pengetahuan serta hasil
laut didapat dan juga biaya modal yang cukup
besar dari mana itu hanya menjadi khayalan”.
Hasil ini seharusnya dapat dilakukan
dalam kelompok masyarakat nelayan Sei jang
dengan memperdayakan ibu-ibu maupun anak-anak
para nelayan. Pada kenyataannya peluang usaha
peningkatan perekonomian masyarakat nelayan ini
justru dilakukan oleh sekelompok masyarakat lain
yang tergabung dalam industri rumah tangga (IRT)
untuk menjadikan hasil tangkapan tersebut sebagai
oleh-oleh hasil daerah seperti kerupuk gonggong.
Berdasarkan tulisan pada surat kabar
online www.isukepri.com tertanggal 23 Maret 2015
diketahui bahwa terdapat kegagalan dalam
penerimaan bantuan bibit kerapu hal ini selanjutnya
ditelusuri peneliti dengan menanyakan langsung
kepada Bapak Zakaria. Selain itu masyarakat bisa
juga melakukan pekerjaan membudidaya ikan
untuk penambahan hasil tangkap dapat diketahui
berdasarkan hasil wawancara Bapak Zakaria pada
jam 10:30 wib, Sabtu, 11 Maret 2015 berikut ini.
“Kami memang pernah dapat bantuan
dari Dinas Kelautan dan Perikanan untuk
membudidayakan bibit yang dibagikan. Akan
tetapi, bantuan bibit dari Dinas Kelautan
Perikanan tersebut, kami sudah berusaha sungguh-
sungguh merawat bibit kerapu tersebut tetapi yang
terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Karena bibit ikan yang dipelihara kami mati
semua”.
Menurut Zakaria, hal itu disebabkan ikan
Kerapu tidak bisa hidup dengan kadar air di
wilayahnya.
“Selain itu, air di lokasi kerambah kami
juga berminyak, karena dekat dengan lokasi
pelabuhan motor laut/kapal Batam. Di jembatan
kat Km.8 atas itu terdapat pelabuhan menjadi
tempat perbaikan kapal Ditambah lagi, apabila
terjadi hujan turunlah ada aliran air dari belakang
bangunan Green City membuat air di kerambahnya
berubah menjadi warna lumpur. Sehinga kami
dapat sampaikan bahwa ikan itu tak bisa hidup
karena tidak sesuai dengan kadar air sini,
ditambah lagi air di sini kotor dan berminyak”.
Masalah lain yang justru timbul dari
kemiskinan masyarakat nelayan yang membudaya
kerja masyarakat nelayan, pola penggunaan
keuangan masyarakat nelayan terutama nelayan
lebih mementingkan untuk duduk minum kopi dan
merokok di kedai kopi di siang hari tidak melaut.
Padahal dalam kondisi masyarakat tidak mampu
apabila hal itu dapat dihemat dengan tidak
mengisap rokok serta duduk ngopi akan
menghasilkan lebih banyak uang untuk ditabung.
Tidak ada salahnya meminum kopi di rumah
dengan dihidangkan oleh istri nelayan jauh lebih
dapat menghemat pengeluaran. Apalagi jika
dihitung berapa banyak anggaran keuangan
keluarga yang dapat dihemat apabila nelayan
tersebut berhenti untuk tidak merokok.
Berdasarkan penelitian oleh Maharendrani
(2009) terdapat survei menunjukkan 12,9% budget
keluarga miskin untuk rokok dan untuk orang kaya
hanya 9%. Menurut data konsumsi rumah tangga
miskin untuk tembakau di Indonesia menduduki
rangking kedua (12,43%) setelah konsumsi beras
(19,30%). Orang miskin di Indonesia
mengeluarkan uangnya 15 kali lebih besar untuk
membeli rokok dari pada membeli lauk pauk serta
6 kali lebih penting dari pendidikan dan kesehatan
(Fahriza, 2009). Dengan demikian diketahui bahwa
konsumsi rokok keluarga miskin lebih banyak
dibandingkan keluarga orang kaya.
15
C. Modal Sosial Masyarakat Nelayan
Sebagai daerah kepulauan seharusnya
kelautan dan perikanan menjadi jaminan bagi
masyarakat nelayan, dengan modal sosial yang
dimilikinya. Pengamatan awal diketahui bahwa
nelayan Kelurahan Sei Jang tak jarang terjebak
dalam kemiskinan akibat ketergantungannya pada
musim ikan keterbatasan modal, pola perdagangan
ikan secara langsung yang menguntungan pembeli,
serta sikap saling tolong-menolong tanpa nilai
ekonomis. Dengan pemahaman lain, modal sosial
merupakan sesuatu yang tidak terelakkan karena
penelitian tentang modal sosial semakin luas dikaji.
Pembahasan tentang modal sosial dilakukan
dengan dua cara observasi dan wawancara
dilakukan secara bersamaan dan saling melengkapi.
1. Partisipasi dalam Suatu Jaringan Sosial
Keberadaan masyarakat nelayan dalam
suatu jaringan sosial masyarakat merupakan bentuk
kerjasama kolektif dalam penjualan hasil tangkap
di Kelurahan Sei Jang. Masyarakat nelayan selain
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang
pekerjaan wiraswasta maupun buruh. Masyarakat
nelayan memiliki sebuah kartu identitas lainnya
yang disebut Kartu Tanda Anggota (KTA)
Nelayan. Diketahui bahwa siapapun bisa mengurus
pembuatan KTA dengan menunjukkan dan
memberikan fotokopi KTP kepada ketua Nelayan
untuk di buat kepada Dinas Perikanan Kota
Tanjungpinang tanpa harus memiliki kesamaan
data pekerjaan dalam KTP, dengan kata lain KTP
pekerjaan buruh/swasta tapi dapat membuat KTA
Nelayan.
Selanjutnya, pemerintah hanya mendirikan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai usulan
pada setiap Kelurahan di Tanjungpinang. Setiap
kelompok mendapat satu paket bantuan, yang
berprestasi dapat diberikan bantuan pengembang
usaha tahap berikutnya. Bantuan yang sudah
diterima harus digulirkan pada kelompok lainnya.
KUBE dimaksudkan untuk meningkatkan
kesejahteraan sosial para kelompok miskin yang
meliputi terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari,
meningkatkan pendapatan, meningkatkan
pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan derajat
kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara pada jam
14:15 wib, Rabu, 08 Maret 2015 jaringan kepada
ketua Nelayan Kelurahan Sei jang Bapak Abdul
Rahman .
“Masyarakat nelayan di Kelurahan Sei
jang memiliki kelompok-kelompok kecil tanpa
adanya koperasi nelayan. Kelompok tersebut
saling bekerjasama dalam menjaga lautan. Kami
nelayan biasa saling menjaga antara kelompok
satu Kelurahan maupun dengan kelompok
Kelurahan lainnya. Pernah sekali waktu terdapat
sekolompok masyarakat nelayan di lain
menggunakan jaringan pukat harimau kami akan
bersama-sama melakukan upaya peneguran
apabila teguran tidak ditanggapi maka hal ini
dapat kami laporkan kepada pihak yang berwajib
(kepolisian)”.
Selanjutnya, kesederhanaan masyarakat
nelayan Kelurahan Sei jang dalam membangun
jaringan sosial melalui arisan sebagai suatu pranata
masyarakat untuk mensiasati perangkap
kemiskinan pada masyarakat nelayan. Keberadaan
arisan sebagai jaringan, memberi modal sosial yang
cukup strategis dimana arisan memberi
kemampuan komunitas nelayan untuk menetapkan
tujuan, membangun jaringan sosial yang kompak
dan merajut pranata maupun membangun
kepercayaaan.
Jaringan sosial yang ditemui peneliti pada
masyarakat nelayan di Kelurahan Sei Jang
berbentuk arisan yang bermacam-macam, sesuai
dengan tujuan dan latar belakang anggotanya.
Arisan nelayan biasanya merupakan kegiatan
dalam sekolompok masyarakat nelayan biasanya
16
berupa arisan bulanan. Kegiatan pertemuan
bulanan mengumpulkan uang dari anggota yang
jumlahnya ditentukan melalui kesepakatan anggota
nelayan. Setiap bulan, setelah dana terkumpul
diundi untuk menentukan anggota yang “menarik”
arisan. Bagi anggota yang mendapatkan arisan pada
bulan ini berkewajiban untuk mengadakan jamuan
pelaksanaan arisan untuk bulan selanjutnya.
2. Reciprocal
Masyarakat nelayan Kelurahan Sei Jang
tidak memiliki sampan atau kapal yang besar
sehingga hubungan patron-klien disini sulit dan
tidak dalam ikatan skala besar. Unsur- unsur sosial
yang berpotensi sebagai ikatan terjalin diatara
patron di masyarakat nelayan Kelurahan Sei Jang
adalah pedagang ikan atau tauke ikan dalam hal ini
terdapat dua hal menjual secara langsung ke pasar
atau menjual kepada Pak Ali ataupun Pak Apat.
Hubungan erat berskala besar antara patron-klien
seperti dijelaskan dalam bab III menjadikan hal ini
tidak dimiliki oleh masyarakat nelayan karena
masyarakat nelayan cenderung berangkat melaut
sendirian dikarenakan kecilnya ukuran kapal.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya
diketahui kesederahaan kepemilikan modal
keuangan maupun peralatan dalam melaut sehingga
hubungan patron-klien di Kelurahan Sei Jang
sangat sederhana. Nelayan sebagai sebagai pemilik
perahu/sampan bekerja secara individual dalam
melaut, bergantung pada sebagian pedagang
sebagai tempat menjual hasil tangkap, penyedia
dana pinjaman uang ataupun jaringan serta alat
tangkap lainnya. Hal ini terbukti dari hasil
wawancara pada jam 14:45 wib, Sabtu, 03 Maret
2015 dengan Bapak Ismail
“Kebiasaan kami menjual hasil tangkap
langsung untuk mendapatkan uang agar dapat
dipergunakan untuk kebutuhan lainnya, kat sini
kami boleh pinjam dengan pak Malik dia ada jual
jaringan atau bubu tapi harganye mahal sehingga
lebih baik kami membuatnya sendiri dengan harga
relatif jauh lebih murah jadi lebih baik buat
sendirilah”.
Ditambahkan hasil wawancara 15:00 wib,
Sabtu, 03 Maret 2015 dengan Bapak Safar sebagai
berikut.
“Adalagi yang lebih senang apabila dapat
ikan yang besar kite kadang jual aje kat restoran
Nelayan atau restoran Sangrilla dengan hasilnya
tentu jauh lebih menggembirakan. Pemilik restoran
itupun baik orangnya biasa memberikan bantuan
pada nelayan sekitar sini apabila membutuhkan
dana untuk sekedar gotong-royong atau untuk
lainnya diberikan dengan suka rela”.
Selain menyiapkan dalam bentuk uang,
juragan ikan di Kelurahan Sei Jang ini juga
menyediakan peralatan penangkapan ikan berupa
pancing, jaring, dan kebutuhan melaut lainnya yang
bisa diperoleh oleh nelayan dengan syarat mereka
mengumpulkan hasil tangkapannya kepadanya.
Hubungan antara nelayan dengan para pemilik
modal/juragan semakin kuat seiring dengan tidak
adanya lembaga keuangan, terutama formal yang
dapat menggantikan peran para juragan tersebut.
3. Trust
Saling percaya tanpa hitungan ekonomi
yang jelas terjadi di Kelurahan Sei Jang. Sikap
saling membantu sebagian hubungan yang saling
menguntungkan. Ketua kelompok dalam jaringan
masyarakat nelayan tentunya dipilih berdasarkan
kriteria dapat dipercaya meningkatkan
perekonomian kelompoknya. Tapi kepercayaan ini
tidak cukup hanya sampai kepada sesama nelayan,
juga terdapat rasa saling percaya dengan
pembangunan lingkungan sekitar. Pembangunan
kawasan rawa-rawa sebagai penghasil mangrove
untuk nelayan ketam bangkang dikawasan
Kelurahan Sei Jang semakin berkurang. Dimulai
17
dari pembangunan perluasan kawasan hotel Bali
telah terjadi penimbunan secara besar-besaran
sehingga dapat membunuh ekosistem tertentu. Para
nelayan Kelurahan Sei Jang terbiasa untuk saling
percaya dengan memberikan pinjaman peralatan
maupun mesin-mesin untuk melaut.
4. Nilai-nilai dan Norma-norma
Disamping bentuk pemeliharaan
keberlangsungan ikan-ikan kecil yang
dikembalikan ke lautan, berdasarkan penelitian
Fargomeli (2014) diketahui hal-hal yang berkaitan
dengan tradisi bagi kelompok nelayan adalah
bentuk kepercayaan individu nelayan yang menjadi
kepercayaan kolektif, misalnya apabila mereka
turun melaut harus turun dengan kaki kanan,
apabila melaut suami istri tidak boleh bertengkar,
ataupun menunjukan tanda-tanda seperti kalau
melaut kailnya dimakan atau disambar ikan lalu
putus, itu pertanda yang tidak baik bagi mereka
yang ditinggalkan di darat, ataupun pertanda
gejala datangnya badai atau jika yang bersangkutan
melaut akan terjadi bahaya
Begitulah pola norma-norma sosial atau
patokan dan nilai-nilai dikonsepsikan sebagai suatu
aturan sosial atau patokan berperilaku yang pantas.
Norma yang umumnya berlaku tidak berdasarkan
ukuran lingkungan sosialnya. Norma yang
umumnya berlaku dalam komunitas atau kelompok
nelayan di Kelurahan Sei Jang adalah tidak boleh
mementingkan diri sendiri. Ditambahkan hasil
wawancara dengan Bapak Ali diketahui bahwa
“Orang-orang kampung sini akan saling
bekerjasama menjaga alam demi keberlangsungan
hidup nelayan. Ada kesadaran diri nelayan sini
buang sampah pun tak boleh di laut. Jika ingin
melaut melewati atau berdekatan perkampungan
nelayan lain mestilah untuk meminta izin kepada
masyarakat setempat terlebih dahulu”
Merujuk pada teori Durkheim dimana
menganggap bahwa perilaku manusia sebagai
sesuatu yang dibentuk oleh kultur dan struktur
sosial mereka, sehingga melahirkan solidaritas
yang kuat di dalam yang terbagi dua yaitu
solidaritas mekanik dan solidaritas organik. Dalam
masyarakat pesisir, solidaritas mekaniklah yang
terbangun secara kuat karena, ciri masyarakat
pesisir yang masih bersifat homogen baik dalam
perilaku kerja maupun perilaku kehidupan sehari-
hari dan kehidupan bersamanya berdasarkan pada
keyakinan dan nilai-nilai bersama dalam kesadaran
kolektif mereka.
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai
Eksistensi Masyarakat Nelayan dalam
Mengatasi Kemiskinan di Kelurahan Sei Jang,
Kecamatan Bukit Bestari Kota Tanjungpinang
yang dilakukan melalui observasi, wawancara
dan studi dokumentasi. Penulis
menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang
menyebabkan eksistensi masyarakat nelayan
adalah sebagai berikut.
1. Masyarakat nelayan di Kelurahan Sei
Jang masih berada di dalam garis
kemiskinan penelitian observasi
membuktikan dengan bentuk
perumahan, tingkat penghasilan dan
peralatan melaut yang masih
sederhana.
2. Tingkat pendidikan nelayan masih
rendah dimana masyarakat tidak
disertai pelatihan untuk nelayan yang
masih sangat minim dari pemerintah.
3. Akses kesempatan kerja nelayan masih
sedikit dikarenakan sedikitnya ilmu
18
pengetahuan serta keahlian dalam
menguasai bidang lainnya.
4. Modal sosial sebagai upaya
peningkatan eksistensi masyarakat
nelayan masih saja dipertahankan.
Dimulai dari jaringan sosial
masyarakat nelayan dimana
kesederhanaan melalui kelompok dan
arisan masyarakat. Modal sosial terdiri
dari reciprocal sebagai ikatan saling
menguntungkan dalam perekonomian
dan patron-klien dalam masyarakat
sederhana. Rasa saling percaya (trust)
hanya kepada sesama nelayan
menimbulkan rasa ketidakpercayaan
(untrust) dengan program
pembangunan pemerintah Terakhir
nilai-nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat nelayan masih
bersifat sopan santu serta kebudayaan
masyarakat melayu untuk tunduk dan
patuh pada alam.
2. SARAN
Masyarakat nelayan sebaiknya
memiliki ilmu pengetahuan serta memiliki
jenis alat tangkap yang cukup dan memadai
dalam meningkatkan hasil tangkapnya.
Nelayan juga sebaiknya dibekali dengan
pelatihan mengenai pengelolaan hasil tangkap
upaya pengawetan yang berfungsi untuk
menaikkan nilai jual hasil tangkap sehingga
hasil yang diperoleh nelayan lebih banyak
ketimbang langsung menjualnya ke pasar atau
ke penadah.
Pemerintah khususnya pemerintah
daerah sebaiknya memiliki solusi cerdas
untuk lebih memperhatikan nasib nelayan
yang berada di Kelurahan Sei Jang.
Pemberian bantuan dengan melakukan dialog
resmi antara nelayan dan pemerintah agar
tercapai kesepakatan bersama dalam
meningkatkan kesejahteraannya. Lebih tepat
memberikan bantuan berupa peralatan melaut
yang sesuai kebutuhan dibandingkan
memberikan sejumlah uang yang pada
akhirnya dipergunakan untuk kebutuhan
lainnya sehingga tidak tepat sasaran.
19
DAFTAR PUSTAKA
Apridar dkk, 2011.Ekonomi Kelautan dan
Pesisir.Graha Ilmu: Yogyakarta
Arinkunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian.
PT. Adi Maha Satya: Jakarta
Dahuri, Rokhmin, 1996. Potensi Sumber daya
Pesisir dan Laut: Perspektif Ekonomi
dan Ekologi. Pusat Kajian Sumber daya
Pesisir dan lautan. Institut Pertanian
Bogor: Bogor.
Fukuyama, Francis, 2003. Social Capital and
Economic Development. Routledge.
London.
Hasbullah, J., 2006. Sosial Kapital: Menuju
Keunggulan Budaya Manusia Indonesia.
MR-United Press: Jakarta
Kusnadi, 2000.Nelayan : Strategi adaptasi dan
Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press:
Bandung.
,2002. Konflik Sosial Nelayan
Kemiskinan dan Perebutan Sumber daya
Perikanan.PT. LKiS Pelangi Aksara:
Yogyakarta.
, dkk, 2007. Strategi Hidup Masyarakat
Nelayan. PT. LKiS Pelangi
Aksara: Yogyakarta
, 2009. Keberdayaan Nelayan dan
Dinamika Ekonomi Pesisir. Ar-ruzz
Media, Yogyakarta
Masyhuri, 2001. Adaptasi Kelembagaan Ekonomi
Masyarakat Nelayan dalam Pemanfaatan
Sumberdaya Alam Indonesia. Pusat
Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (P2E - LIPI);
Jakarta.
Mulyadi, 2005.Ekonomi Kelauatan. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Moleong, Lexy, 2002.Metode Penelitian Kualitatif.
PT. Remaja Rosda
Karya : Bandung.
Purwanto, IrHeri, 2007. Strategi hidup Masyarakat
Nelayan:PT. LkiS: Yogyakarta.
Ritzer, George & Douglas J Goodman. 2004. Teori
Sosiologi Modern. Prenada
Media: Jakarta.
Satria, Arif, 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat
Pesisir. PT. Pustaka Cidesindo: Jakarta.
Silalahi, Ulber, 2010. Metode Penelitian Sosial.
Refika Aditama:Jakarta
Sugiyono, 2005.Metode Penelitian Kualitatif.
Alfabeta : Bandung.
Sugiyono, 2011.Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. CV. AFABETA: Bandung.
Suharto, Edi, 2005. Membangun Masyarakatn
Memberdayakan Rakyat, Kajian
Strategis Kesejahteraan Sosial dan
Pekerjaan Sosial. Refika Aditama :
Bandung
, 2007. Kebijakan Sosial sebagai
kebijakan publik, Alfabeta,
Bandung,
Soerjono, Soekanto, 2009.Sosiologi Suatu
Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers :
Jakarta
Usman, Sunyoto, 2006. Sosiologi; Sejarah, Teori
dan Metodologi, Center for Indonesian
Research and Development [CIReD]. Cetakan
Pertama : Yogyakarta
Wahyono, dkk (2001) Pemberdayaan Masyakarat
Nelayan. Media Pressido : Jakarta
WEBSITE DAN KUTIPAN
Carey, K. (2002). State Poverty-Based
Education Funding: A Survey Of
Current Programs And Options For
Improvement. Dalam http://
pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2012/12/pustaka_unpad
_pendidikan-_dan_kemiskinan.pdfdi akses
tanggal 1 Maret 2015 Pukul 16.30 Wib
Durheim, 2014.Struktur Sosial Masyarakat Miskin
dalam https://www.facebook.com/
notes/chuvie-cupz/struktur-sosial-
masyarakat-pesisir/826450990728962 di
akses tanggal 25 Agustus 2015 pukul
22.55 Wib
Firman, Muhammad, 2009. Problem Putus
Sekolah yang Kompleks. Tersedia
Padahttp://kosmo.vivanews.com/news/rea
d/70884problem_putus_sekolah
_yang_kompleks.Diakses 20 Maret 2015
pukul 20.15 Wib
Haluan Kepri 31 Oktober 2013
hhtp//www.haluankepri.co.id/2013/10/masyarakat
nelayan. Di akses tanggal 19 Februari
2015 Pukul 21.05 Wib
Indrawardi, 2010. Pendidikan Pada Masyarakat
Nelayanhttp://iptpisumut.blogspot.
com/ 2010/02/pendidikan-pada-
masyarakat-nelayan.html
Isu Kepri, 23 Maret 2015, Kegagalan
Masyarakat Nelayan dalamPenerimaan
Bantuan Bibit Kerapu dalam http :
//www.isukepri.com//23Maret 2015/
kegagalan masyarakat menerima bantuan.
Koentjaraningrat, 1972. Kearifan Lingkungan
Masyarakat di Galesonghttp://www.
academia.edu/6190222/KEARIFAN_LIN
GKUNGAN_MASYARAKAT_NELAY
20
AN_DI_GALESONG di akses tanggal 25
Agustus 2015 pukul 20.15 Wib
Ritonga(2007).Sketsa Buram Pemerataan
Pembangunan dalam Harian
Umum Republika 19 Oktober 2014
diakses 4 April 2015 Pukul 20.45 Wib.
Sarageldin (1999) Modal Sosial dan Relasinya
dengan Pengelolaan Hutan dalam
https://www.google.com/search?q=saragel
din+%281999%29+nilainilai+dan+norma
&ie=utf-8&oe=utf-8 diakses pada 20
Maret 2015 pukul 21.15 WIB
Setyohadi, Tuk. 1998. Pemberdayaan Nelayan
dan kelautan Dalam Kerangka
Konsepsi Benua Maritim Indonesi
dalam Prosiding Simposium Perikanan
Indonesia II Ujun Pandang, 2-3
Desember 2009. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan bekerja sama
dengan Japan Internasition Agency,
Universitas Hasanuddin, Dinas Perikanan
Dati I Sulawesi Selatan, Ikatan Sarjana
Perikanan Indonesia dan Himpunan
Mahasiswa Perikanan Indonesia.
Suyanto, Bagong. 2003. Upaya Mensejahterakan
Nelayan di Jatim Meningkatkan
Produktivitas atau Diversifikasi? Dalam
http://www.kompas.co.id/kompas-
cetak/0304/23/jatim/274420.htm. Di akses
pada tanggal 14 Desember 2014 pukul
8.04 Wib.
Takziah, Wawako, 2009. Survey KHL Sebagai
Acuan Pembahasan UMK Batam.
http://media.unpad.ac.id/thesis/230110/20
09/230110090111 _2_ 5715 .pdf
diakses tanggal 26 Agustus 2015 pukul
21.15 Wib.
Tanjungpinangpos , 17 Desember 2013 dalam
http:// tanjungpinangpos.co.id/
2013/85225/nelayan-terima-bantuan-101-
unit-kapal-dan-jaring-dari-dkp-
kepri/)
Pangeman, Adrian Pdkk. 2002 Korelasi Pendidikan
dan Kemiskinan. Dalam http://
writing-
contest.bisnis.com/artikel/read/20140401/
377/215699/korelasi-antara-pendidikan-
dan-kemiskinan Diakses pada tanggal 3
Januari2015 pukul 22.30 Wib.
ZainalAbidin,2007. Pengertian Eksistensi
Masyarakat dalam
https://digilib.unila.ac.iddiakses 10 April
2015 pukul 21.35 Wib
REFERENSI SKRIPSI:
Aristiyani, Tri. 2003. Strategi Nafkah dan Kerja
Perempuan pada Rumah tangga
Petambak Penggarap dalam Menghadapi
Resiko (Kasus pada Komunitas Petambak
di Desa Karya Bakti, Kabupaten
Karawang, Jawa Barat).Skripsi, Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hariayansyah, Reki. 2013. Strateg iRumah Tangga
Nelayan Dalam Mengatasi Kemiskinan
(Studi Nelayan Miskin di Desa Lubuk
Kecamatan Kundur Kabupaten Karimun).
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang.
Fargomel, Fanesa, 2014. Interaksi Kelompok
Nelayan dalam Meningkatkan Taraf
Hidup di Desa Tewil Kecamatan Sangaji
Kabupaten Mabahamaher Timur
Dalam
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/actad
iurna/article/viewFile/5728 /5260 di akes
tanggal 25 Agustus 2015 pukul 17.15 Wib
Karunia.Wisdaningtyas, 2011.Strategi Bertahan
Hidup Masyaraka Nelayan di Daerah
Pencemaran Pesisir (Studi Kasus Nelayan
Kampung Bambu, Kelurahan Kali Bali,
Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara). [ID]:
Departemen
SKPM, FEMA, IP: BogorDiakses tanggal
1 Juni 2015 Pukul 22.00 Wib
Maharendrani, Riana, 2009. Hubungan Antara
Faktor-Faktor Kebiasaan Merokok di
Kabupaten Sragen
dalam
http://eprints.ums.ac.id/5962/2/J41005001
4.PDFdiakses 23 Agustus 2015 pukul
16.30 Wib
Oktama, Reddy Zaki, 2013. Pengaruh Kondisi
Sosial Ekonomi Terhadap Tingkat
Pendidikan Anak Keluarga Nelayan di
Kelurahan Sugih waras Kecamatan
Pemalang Kabupaten Pemalang dalam
http://lib.unnes.ac.id/
19821/1/3201408046.pdf diakses tanggal
23 Agustus pukul 23.45 Wib.
Prihatin, 2011. Analisis Faktor-faktor Penyebab
Anak Putus Sekolah Usia Pendidikan
Dasar di Kecamatan Gerogokan Tahun
2012/2013 dalam
http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JJ
PE/article/viewFile/1898/1650diakses
tanggal 23 Agustus 16:45 Wib
Rudiatin, E. (1997). Kepercayaan dan kesetiaan:
Bentuk dan fungsi jaringan social nelayan
muara Angke Pantai Utara Jakarta. Tesis.
Pasca Sarjana Antropologi Universitas
Indonesia.