tingkat adopsi masyarakat terhadap...
TRANSCRIPT
TINGKAT ADOPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN
EKOWISATA DI PULAU BENAN KECAMATAN SENAYANG
KABUPATEN LINGGA PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Asmira
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
Dr. Khodijah Ismail, M.Si
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
Dr. Febrianti Lestari, M.Si
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan untuk mengetahui tingkat adopsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata di Pulau Benan. Penelitian dilaksanakan dimulai pada
bulan September tahun 2015 sampai bulan Februari tahun 2016. Penelitian ini
termasuk penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode survei.
Untuk penarikan sampel responden digunakan metode acak sederhana (simple
random sampling. Berdasarkan tahapan adopsi diketahui bahwa adopsi
masyarakat sebagian besar berada pada tahapan sadar dengan jumlah skor 1037
yang dikategorikan sangat baik, kemudian diikuti tahap minat dan menilai dengan
kategori baik dengan skor masing-masing 960 dan 930. Kemudian yang termasuk
pada kategori yang tidak baik adalah tahap mencoba dan menerapkan dengan nilai
skor masing-masing 736 dan 657. Artinya tingkat penerimaan masyarakat
terhadap pengembangan ekowisata di Pulau Benan belum sampai pada tahap
mencoba karena pada tahap ini dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah
untuk mengimplementasikan program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan
permasalahan masyarakat.
Kata Kunci: Pengembangan ekowisata, tingkat adopsi masyarakat.
Level of people’s adoption to ecotourism development in the Benan Island
District Of Senayang, Lingga Regency Of Riau Island Province
Asmira
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
Dr. Khodijah Ismail, M.Si
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
Dr. Febrianti Lestari, M.Si
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH
ABSTRACT
The purpose of this research was to know socio-economic of people’s
condition and to know level of people’s adoption to ecotourism development in
the Benan Island. This research was conducted on September 2015 till Februari
2016. This research is a qualitative descriptive study and using method survey.
The sampling of responden used the simple random method (simple random
sampling). Whereas to determinan method the key informant used purposive
sampling. Level of people’s adoption to ecotourism development in the Benan
Island is in “good” categories.Based on the phase of adoption knew that mostly
people located on the phase of conscious with a total score 1037 is very good
categories, followed by phase of interest and evaluated with total score of 960 and
930 is good categories. And then in phase of try and applied included in category
is not good with a total score of 736 and 657. The meaning level of people
acceptance of the ecotourism development in the Benan Island not yet till phase of
trying because at this phase need the full support of local government to
implement programs and activities in accordence with needs and people issues.
Key words: Ecotourism development, Level of people’s adoption
PENDAHULUAN
Kabupaten Lingga terbentuk
berdasarkan Undang-Undang No.31
Tahun 2003 terletak diantara 0o20’
Lintang Utara dengan 0o40’ Lintang
Selatan dan 104o
Bujur Timur dan
105o Bujur Timur, dengan luas
wilayah 45.456,7162 km2(luas
daratan 2.117,72 km2 dan lautan
43.338,9962 km2) (DKP Provinsi
Kepri, 2011). Kabupaten Lingga
terdiri dari 531 buah pulau dan 9
kecamatan, salah satu nya adalah
Kecamatan Senayang (BPS
Kabupaten Lingga, 2014).
Kecamatan Senayang berada di
sebelah Utara ibukota Kabupaten
Lingga dan terletak antara 0o02’25”
Lintang Utara dan 104o39’07” Bujur
Timur, dengan batas-batas wilayah
yaitu sebelah Utara Kota Batam dan
Kota Tanjungpinang, sebelah Timur
Laut Natuna, sebelah Selatan
Kecamatan Lingga Utara dan sebelah
Barat Selat Ketaman Kabupaten
Inderagiri Hilir. Kecamatan
Senayang terdiri dari 369 pulau-
pulau yang tersebar baik pulau besar
maupun pulau kecil (DKP Provinsi
Kepri, 2011).
Salah satu pulau kecil yang
terdapat di dalam Kecamatan
Senayang adalah Pulau Benan. Pulau
Benan termasuk didalam Kawasan
Konservasi Laut Daerah (KKLD)
Kecamatan Senayang Kabupaten
Lingga (Perda No.71/III/2002).
Konservasi ini merupakan salah satu
sebab berkembangnya ekowisata di
Pulau Benan. Hal ini dilakukan
dengan harapan mampu untuk
mewujudkan keberlanjutan kawasan
(tidak mengganggu sumberdaya di
kawasan tersebut) seperti yang
tertera pada tujuan KKLD yaitu
untuk konservasi habitat dan proses-
proses ekologi, dan perlindungan
nilai sumberdaya sehingga kegiatan
perikanan, pariwisata dan penelitian,
pendidikan dapat dilaksanakan
secara berkelanjutan. Pada dasarnya
untuk melaksanakan pengelolaan
kawasan konservasi secara efektif
dapat dilakukan dengan berbagai
program salah satunya melalui
Program Rehabilitasi dan
Pengelolaan Terumbu Karang
(COREMAP).
Pulau Benan termasuk didalam
kawasan COREMAP (Coral Reef
Rehabilitation and Management
Program) Kecamatan Senayang
Kabupaten Lingga. Coremap adalah
program jangka panjang yang
bertujuan untuk melindungi,
merehabilitasi dan mengelola
pemanfaatan secara lestari terumbu
karang serta ekosistem terkait di
Indonesia yang dapat menunjang
kesejahteraan masyarakat di kawasan
pesisir Pulau Benan. Seiring dengan
berjalannya program coremap di
Pulau Benan menunjukkan
perkembangan kelestarian
sumberdaya alam bawah lautnya
menjadi lebih baik, sehingga potensi
pengembangan ekowisata bahari di
Pulau Benan ini sangat prospektif.
Meskipun masyarakat di wilayah ini
sebagian besar nelayan sehingga
dulunya hanya dikenal sebagai desa
nelayan saat ini berkembang menjadi
desa wisata seiring perubahan
pemanfaatan sumberdaya alam dari
pemanfaatan semata-mata dari
sumberdaya ikan menjadi
pemanfaatan sumberdaya alam
wisata bahari.
Pulau Benan memiliki potensi
sumberdaya alam yang sangat besar
baik dari sumberdaya perikanan
tangkap maupun dalam bidang
ekowisata. Terdapat beranekaragam
jenis ikan dan macam-macam objek
wisata yang bisa ditemukan di Pulau
Benan ini, seperti pantai dengan pasir
yang putih dan air yang jernih,
ekosistem bawah laut yaitu
ekosistem terumbu karang dan
padang lamun yang bisa dinikmati
keindahannya dengan melakukan
snorkling ataupun diving.
Pulau Benan memiliki letak
yang sangat strategis yaitu
berdekatan dengan negara tetangga
yang berada pada gugusan pulau
terdepan dari arah Batam dan Bintan
yang merupakan akses utama
Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini
terletak pada posisi 0o21’30’’ –
0o24’44’’ LU dan 103
o20’40’’ –
103o31’53’’ dengan luas wilayah 500
km2. Berdasarkan luas dan batasan
luas pulau tersebut maka pulau
Benan dikatakan termasuk pulau
kecil, ini sesuai dengan bunyi UU
No. 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil. Saat ini Pulau
Benan dikenal sebagai salah satu
pulau yang menjadi desa wisata yang
cukup tren di Kepulauan Riau dan
mulai dikenal ke mancanegara.
Dengan berkembangnya
ekowisata (ecotourism) sebagai
kegiatan wisata alam yang
berdampak ringan terhadap
lingkungan. Ekowisata dalam era
pembangunan berwawasan
lingkungan merupakan suatu misi
pengembangan wisata alternatif yang
tidak menimbulkan banyak dampak
negatif, baik terhadap lingkungan
maupun terhadap kondisi sosial
budaya (Hadi, 2007 dalam Rudy,
2008). Ekowisata sebagai suatu
bentuk perjalanan wisata yang
bertanggung jawab ke kawasan alami
yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservasi lingkungan dan
melestarikan kehidupan dan
kesejahteraan penduduk setempat
(Satria, 2009).
Kondisi sosial ekonomi
masyarakat di Pulau Benan tergolong
masih rendah baik dari sisi
pendidikan maupun pendapatannya.
Saat ini mengingat potensi berbagai
jenis wisata yang cukup baik,
tentunya akan mempengaruhi kondisi
sosial ekonomi masyarakat setempat.
Pengembangan ekowisata
berkelanjutan pada prinsipnya adalah
memberikan kesejahteraan untuk
masyarakat lokal selain menjaga
kelestarian sumberdaya alam hayati.
Akan tetapi apabila masyarakat lokal
tidak memiliki pemahaman yang
baik, maka akan mengganggu
kelestarian alam dan menganggu
pengembangan ekowisata itu sendiri.
Oleh karena itu, berkembangnya
ekowisata di kawasan Pulau Benan,
tentunya akan memberikan dampak.
Salah satu hal yang mempengaruhi
dampak dari perkembangan
ekowisata tersebut adalah sejauh
mana tingkat adopsi masyarakat
terhadap perubahan fungsi kawasan
di wilayahnya.
Secara tidak langsung tingkat
adopsi masyarakat terhadap
perubahan fungsi (inovasi) tersebut
akan mempengaruhi kondisi
lingkungan (ekologi), pendapatan
(ekonomi) dan kearifan lokal
(sosial). Demikian pula keberlanjutan
pengembangan ekowisata di Pulau
Benan dapat diketahui dari tingkat
adopsi masyarakat lokal yang
bersentuhan langsung dengan
sumberdaya alam yang ada di
kawasan tersebut.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan
dimulai pada bulan September tahun
2015 sampai bulan Februari tahun
2016 meliputi tahap persiapan, tahap
pengambilan data lapangan,
pengolahan dan analisis data,
penulisan skripsi, sidang skripsi serta
perbaikan skripsi. Lokasi penelitian
ditentukan secara Purposive yaitu
Pulau Benan, Kecamatan Senayang,
Kabupaten Lingga, Provinsi
Kepulauan Riau. Penelitian ini
dilakukan dengan metode survei
yaitu suatu proses pengumpulan data
primer dengan menanyakan kepada
responden dengan menggunakan
panduan wawancara (Singarimbun,
M dan S. Efendi, 2006). Metode ini
dilakukan untuk memperoleh data
tentang fakta dan gejala yang ada dan
mencari keterangan secara faktual
yang terjadi di lokasi penelitian.
Jenis penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian
deskriptif yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi mengenai
status suatu gejala yang ada yaitu
keadaan gejala menurut apa adanya
pada saat penelitian dilakukan
(Arikunto, 2003 dalam Khodijah,
2014). Penelitian deskriptif kualitatif
pada umumnya dilakukan dengan
tujuan utama, yaitu menggambarkan
secara sistematis fakta dan
karakteristik objek yang diteliti
secara tepat dalam perkembangan
akhir-akhir ini (Agung, 2011).
Populasi pada penelitian ini
adalah seluruh masyarakat yang
berdomisili di pulau Benan yaitu
dengan jumlah 245 KK, sedangkan
sampel pada penelitian ini adalah
rumah tangga yang diwakili dengan
kepala keluarga yang ada di Pulau
Benan yaitu ditentukan 10% sampel
dari populasi (Arikunto, 2003 dalam
Khodijah, 2014) kepala keluarga
yang berdomisili di pulau Benan.
Data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Menurut Sarwono
(2006) data primer adalah data yang
berupa teks hasil wawancara dan
diperoleh melalui wawancara dengan
informan yang sedang dijadikan
sampel dalam penelitiannya. Data
tersebut dapat direkam atau dicatat
oleh peneliti. Sedangkan data
sekunder adalah data yang berupa
data-data yang sudah tersedia dan
dapat diperoleh oleh peneliti dengan
cara membaca, melihat atau
mendengarkan. Data ini biasanya
berasal dari data primer yang sudah
diolah oleh peneliti sebelumnya,
yang termasuk dalam data tersebut
ialah data bentuk teks (dokumen,
pengumuman, surat-surat dan
spanduk), data bentuk gambar (foto,
animasi), data bentuk suara (hasil
rekaman, kaset), kombinasi teks,
gambar dan surat (film, video, iklan
di televisi).
. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Kuesioner atau daftar
pertanyaan, digunakan untuk
pengambilan data primer, atau
sebagai panduan dalam
wawancara dengan responden.
Pertanyaan sifatnya terbuka
(responden bebas menjawab),
dan tertutup (dibatasi oleh
penulis), serta diselaraskan
dengan tujuan penelitian.
2. SPSS 20, digunakan untuk
mengolah data kuesioner.
Tabel 2. Variabel dalam
penelitian (Mardikanto, 2009)
No Varia
Bel
Sub
Variabel/
Dimensi
Indikator Jenis
Data
1 Tingkat
Adopsi
Sadar 1. Mendengar penuh
perhatian
2. Tertarik
3. Mengetahui
Interval
Minat 1. Mencari Interval
informasi secara
aktif
2. Mengerti
Menilai 1. Menyatakan
keinginan
2. Menyatakan
persetujuan/meno
lak
3. Menghitung
keuntungan
Interval
Mencoba 1. Mulai
melaksanak
an
2. Mencoba
skala kecil
Interval
Menerapk
an
1. Selalu
melaksanak
an
2. Selalu
mencari
penyempur
naan
Interval
Tehnik pengumpulan data
dalam penelitian ini yaitu
wawancara, observasi dan
dokumentasi. Uji validitas kuesioner
menggunakan Correct Item Total
Correlation, dimana hubungan dalam
item-item pertanyaan digunakan Uji
Korelasi Product Momen (Pearson).
Rumus uji validitas adalah sebagai
berikut:
rxy = n ∑XY – (∑X) (∑Y)
√[n∑X2 – (∑X)
2] [∑Y
2 –
(∑Y)2]
Dimana:
rxy = Korelasi Product Moment
(Pearson)
n = Jumlah sampel
X = Variabel bebas (independent
variable)
Y = Variabel terikat (dependent
variable)
Uji reabilitas kuesioner
menggunakan Uji Cronbach (Alpha)
dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
r = Reabilitas instrumen kuesioner
k = Banyaknya butir pertanyaan
∑σ= Jumlah varian butir
σ12= Varian total
Untuk mengetahui tingkat
adopsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata yang
berkembang dilakukan dengan
pemberian skor (scoring). Langkah
awal dalam pengukuran ini adalah
dengan melakukan pemberian skor,
dimana setiap jawaban variabel yang
ada diberi skor-skor tertentu untuk
memudahkan mengukur jenjang atau
tingkatan dari masing-masing
variabel tersebut (Singarimbun dan
Effendi, 2006).
Data dasar disusun dengan
menggunakan tabel distribusi
frekuensi serta pengukurannya
menggunakan skala likert yaitu
dengan memberi bobot tertentu pada
setiap jawaban pernyataan dengan
tujuan mengukur sikap, pendapat dan
persepsi responden tentang kejadian
sosial atau suatu keadaan yang
negatif ke jenjang yang positif.
Analisa skala Likert adalah teknik
analisa yang berkaitan dengan data
kualitatif yang datanya berupa skor
atau skala. Pada ujung sebelah kiri
jawaban diberi skala rendah yang
kemudian membesar pada jawaban di
sebelah kanan. Digunakan untuk
mendapatkan data tentang dimensi-
dimensi dari variabel-variabel yang
dianalisis dalam penelitian ini.
Dengan skala Likert, maka
variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikator variabel.
Kemudian indikator tersebut
dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang
dapat berupa pernyataan atau
pertanyaan. Jawaban setiap item
instrumen yang menggunakan skala
Likert mempunyai gradiasi dari
sangat positif sampai sangat negatif
(Khodijah, 2014).
Adapun penilaian adopsi
dilakukandengan mengkategorikan
menggunakan scoring (angka). Nilai
skor adalah 1 sampai 5pada
kuesioner dengan penilaian sebagai
berikut :
- Skor dengan nilai 5 = sangat
mengetahui
- Skor dengan nilai 4 = mengetahui
- Skor dengan nilai 3 = ragu-ragu
- Skor dengan nilai 2 = tidak
mengetahui
- Skor dengan nilai 1 = sangat tidak
mengetahui
Indikator adopsi masyarakat terdiri
dari beberapa tahapan sebagai
berikut:
Tabel 3. Indikator adopsi masyarakat
No Indikator No Urut
Pertanyaan
1. Sadar 1 – 10
2. Minat 11 – 20
3. Menilai 21 – 30
4. Mencoba 31 – 40
5. Menerapkan 41 – 50
r = k 1 - ∑σ
k – 1 σ12
?
MINIMAL KUARTIL I MEDIAN KUARTIL II MAKSIMAL
? ? ? ? ?
Selanjutnya untuk menilai
tingkat adopsi masyarakat
digunakan nilai interval kelas dan
rentang kelas dengan cara yaitu:
Nilai tertinggi = Skor tertinggi x
Jumlah sampel x Jumlah pertanyaan
Nilai Terendah = Skor terendah x
Jumlah sampel x Jumlah pertanyaan
Interval kelas = Angka tertinggi –
Angka terendah / Jumlah kelas
Gambar 2. Penentuan nilai adopsi
Interpretasi Jumlah Skor Tersebut
adalah:
1. Kuartil II<Jumlah Skor <
Maksimal artinya sangat
positif (adopsi sudah sangat
baik)
2. Median<Jumlah Skor<Kuartil
II artinya positif (adopsi
sudah baik)
3. Kuartil I <Jumlah Skor<
Median artinya negatif
(adopsi tidak baik)
4. Minimal<Jumlah
Skor<Kuartil I artinya sangat
negatif (adopsi sangat tidak
baik).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilihat dari sebaran
wilayahnya Provinsi Kepulauan Riau
dikelilingi oleh laut dan daratan yang
terdiri dari banyak gugusan pulau.
Berdasarkan hasil identifikasi dari
dinas pariwisata Kabupaten Lingga
tercatat 5 pulau sudah berpenghuni
dan 21 yang belum berpenghuni.
Pulau Benan yang berada pada
gugusan pulau terdepan dari arah
batam dan bintan adalah merupakan
akses utama provinsi Kepulauan
Riau. Kawasan Pulau Benan dan
pulau-pulau disekitarnya berada pada
ketinggian 0 – 200 meter dari
permukaan air laut, dan secara
astronomis terletak antara 104o 22´
30” – 104o 27´ 30” Bujur Timur dan
0o30´ 00” Lintang Utara. Kawasan
Pulau Benan dan pulau-pulau di
sekitarnya mempunyai luas kurang
lebih 1.500 hektar, dengan keadaan
permukaan lahan relatif datar dengan
variasi perbukitan dengan
kemiringan 8 – 15 %. Daratan
dengan luas 12,5 Hektar sedangkan
Perbukitan dengan luas 2 km
(BAPPEDA Kabupaten Lingga,
2011)
Pulau Benan merupakan sisa-
sisa erosi atau penyusutan dari
daratan pra tersier yang membentang
dari Semenanjung Malaysia/Pulau
Singapore di bagian Utara sampai
dengan Pulau Kundur serta Karimun
di bagian Selatan. Permukaan tanah
digolongkan datar dengan variasi
perbukitan dan berbatu muda.
Kawasan Pulau Benan dan sekitarnya
merupakan gugusan pulau-pulau
kecil yang memiliki daratan pesisir
vegetasi masih dalam keadaan baik,
jenis tanaman yang banyak ditemui
adalah pohon kelapa, nibung,
mangga, pandan, ketela pohon serta
mangrove. Hamparan pantai berpasir
putih, dan perairan dikawasan ini
juga memiliki terumbu karang dan
padang lamun yang sangat indah
dengan beraneka ragam jenis ikan.
Dilihat dari wilayah Pulau Benan
termasuk di dalam wilayah iklim
tropis, yang pada umumnya terdiri
dari 6 musim hujan (Oktober-April)
dan 6 musim kemarau (April-
Oktober). Kondisi udara cukup segar
dan bersih oleh karena faktor
pencemaran relatif rendah. Curah
hujan rata-rata per tahun antara 7,6
mm – 1/000 mm. Temperatur rata-
rata rendah 23oC dan tertinggi 30
oC.
Kelembaban antara 62-98%. Jarak
tempuh ke ibukota kecamatan adalah
50 km membutuhkan waktu tempuh
selama 5 jam (jalur laut), kemudian
jarak ke ibukota kabupaten adalah
150 km dengan waktu tempuh 7 jam
dan jarak tempuh ke ibukota provinsi
selama 250 km dengan waktu
tempuh 4 jam (BAPPEDA
Kabupaten Lingga, 2011).
Pulau Benan dan pulau-pulau
sekitarnya memiliki akses jalan yang
masih terbatas berupa jalan yang
berukuran lebar 2 meter terbuat dari
semen dengan panjang jalan kurang
lebih 500 meter dan satu jembatan.
Jalan tersebut berfungsi sebagai
akses yang menghubungkan rumah-
rumah penduduk dan fasilitas umum
yang ada di pulau seperti tempat
ibadah (mesjid dan mushola),
sekolah (PAUD, SD, SMP dan SMA
satu atap), tempat ibadah dan pusat
kesehatan masyarakat yang di
tempuh menggunakan sepeda motor.
Selain itu Pulau Benan juga memiliki
sarana olahraga seperti lapangan
bola, lapangan volly dan lapangan
takraw (BAPPEDA Kabupaten
Lingga, 2011).
Untuk memenuhi kebutuhan air
bersih di Pulau Benan, maka sumber
air ditampung di reservoir. Resorvior
yang ada berjumlah 4 unit, namun
hanya 1 unit yang berfungsi dengan
kapasitas air 5 meter kubik. Untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat
akan air bersih, di Pulau Benan dan
pulau disekitarnya telah dibuat
beberapa sumur gali dengan sistem
timba tradisional. Sumber air
buangan dari rumah tangga
diantaranya air WC di buang
langsung ke laut, karena rumah
penduduk sebagian besar berdiri
diatas laut. Demikian pula air
buangan dari dapur, mandi dan cuci
sebagian besar dibuang langsung ke
laut. Untuk rumah penduduk yang
berada didaratan, pembuangan air
buangan disalurkan ke pekarangan
dengan sistem resapan langsung
(BAPPEDA Kabupaten Lingga,
2011).
Di Pulau Benan sudah memulai
gerakan kebersihan lingkungan
secara berkala untuk menangani
sampah khususnya sampah plastik.
Sampah di kawasan perencanaan
perlu ditangani dengan sistem
sampah rumah tangga dibuang ke
tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) yang ditempatkan
di tepi ruas jalan, kemudian diangkut
oleh petugas dengan alat pengangkut
sampah ke tempat pembuangan akhir
(TPA) yang disediakan (BAPPEDA
Kabupaten Lingga, 2011).
Kebutuhan listrik di wilayah
ini disuplai dari generator listrik
tenaga diesel (menggunkan bahan
bakar solar) yang dikelola oleh desa,
kemudian disalurkan melalui kabel
ke rumah-rumah penduduk. Tenaga
listrik ini hanya difungsikan pada
jam-jam tertentu terutama untuk
penerangan diwaktu malam, yaitu
dari jam 17.00 WIB – 24.00 WIB
(BAPPEDA Kabupaten Lingga,
2011).
A. Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Pulau Benan
1. Kondisi sosial ekonomi
masyarakat secara umum
Berdasarkan data penduduk
menurut tingkat pendidikan di Pulau
Benan dan pulau-pulau disekitarnya
yaitu yang tidak tamat SD sekitar
165 orang, berpendidikan SD hingga
SMP 125 orang, berpendidikan SMA
30 orang dan berpendidikan
Akademi sampai Perguruan Tinggi
yaitu 44 orang (BAPPEDA
Kabupaten Lingga, 2011).
Jenis pekerjaan penduduk di
Pulau Benan sebagian besar bermata
pencaharian di sektor primer sebagai
nelayan, peternak dan berdagang,
serta hal-hal lain yang erat kaitannya
dengan laut. Selain itu ada juga
masyarakat yang bekerja sebagai
wiraswasta yang berbasis rumah
tangga seperti usaha warung
sembako yang terdapat di
permukiman pada sisi jalan utama
desa, ada juga usaha kelompok
bersama yaitu usaha membuat
kerupuk ikan tamban dan membuat
minyak kelapa.
Struktur budaya masyarakat di
Pulau Benan merupakan hasil
perjalanan sejarah yang cukup
panjang, dari sejak zaman Kerajaan
Melayu hingga kini. Kondisi ini
cukup berpengaruh terhadap
kehidupan sosial budaya dengan latar
belakang sejarahnya. Umumnya
masyarakat di wilayah Kabupaten
Lingga berasal dari suku Melayu,
agama islam dan berbagai adat
istiadat berkenaan dengan
lingkungan hidupnya. Masyarakat
Melayu terkenal dengan masyarakat
kekeluargaan. Suasana
kemelayuannya terasa sangat kental
ketika baru pertama kali berkunjung
ke sini, ini tampak dari bahasa
melayu yang digunakan setiap orang
di pulau ini. Suatu hal yang terpola
pada kehidupan masyarakat Melayu
yang berbudaya maritim yaitu pola
menggantungkan kehidupan dari laut
(BAPPEDA Kabupaten Lingga,
2011).
Faktor budaya merupakan
salah satu faktor yang perlu menjadi
pertimbangan dalam pengembangan
wisata bahari. Hal ini didasarkan
pada alasan bahwa karakteristik
kehidupan masyarakat pesisir
biasanya memiliki seni dan antraksi
budaya yang dapat menjadi daya
tarik wisatawan (Tuwo et al, 2009).
Banyak aktivitas kehidupan
masyarakat yang memegang adat
istiadat dan budaya setempat hingga
dapat terjaga dengan baik seperti di
Pulau Benan memiliki sanggar seni
yang bertujuan untuk menampilkan
tarian-tarian tradisional Pulau Benan
seperti tari persembahan serta joget
dangkong yang dilakukan untuk
menyambut tamu ataupun acara-
acara tertentu yang dilaksanakan di
pulau ini.
Selain itu, organisasi yang ada
di pulau ini adalah organisasi Majelis
Taklim yaitu berjumlah 2 kelompok
terdiri dari 70 orang, Remaja Masjid
juga berjumlah 2 kelompok yang
terdiri dari 20 orang, dan 2
Kelompok Usaha (KUBE) yang
masing-masing kelompok terdiri dari
10 orang. Kemudian didalam
pengembangan ekowisata juga tidak
lepas dari peran serta perempuan di
dalamnya, ketika tamu dari luar
datang, ibu-ibu PKK lah yang
melaksanakan masak-memasak
dengan jumlah tim penggerak
sebanyak 35 orang (BAPPEDA
Kabupaten Lingga, 2011).
2. Kondisi sosial ekonomi
responden
Kelompok umur responden di
Pulau Benan sebagian besar berusia
35-44 tahun masing-masing
sebanyak 16 orang yaitu sebanyak
(64%) sedangkan paling rendah
berusia 55-64 tahun masing-masing
sebanyak 2 orang yaitu (8%). Hasil
penelitian ini diperoleh bahwa umur
produktif responden sebesar 100%,
Suharno dkk,. (2010) menyatakan
bahwa umur produktif berkisar
antara 16-65 tahun, sedangkan umur
>65 tahun termasuk non produktif.
Lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4
dibawah ini.
Tabel 4.
Responden berdasarkan kelompok
umur di Pulau Benan, Kecamatan
Senayang, Kabupaten Lingga
Tahun 2016
No Umur Total Persentase
(%)
1. 25-34 3 12%
2. 35-44 16 64%
3. 45-54 4 16%
4. 55-64 2 8%
Total 25 100
Dilihat dari jenis pekerjaan
pada tabel 5, di Pulau Benan terdapat
4% yaitu berjumlah 1 orang yang
bekerja sebagai buruh transportasi
yang mengantarkan dan menjemput
anak sekolah dari pulau tajur biru ke
Pulau Benan, kemudian 4% yaitu
berjumlah 1 orang yang bekerja
sebagai pedagang yaitu seorang
pembuat kue yang di jual di kawasan
Pulau Benan dan persentase tertinggi
yaitu 92% bekerja sebagai nelayan,
yang terdiri dari 20% dengan jumlah
responden sebanyak 5 orang sebagai
nelayan sambilan tambahan yaitu
turun ke laut hanya setiap hari sabtu
dan minggu saja, karena pada hari
kerja mereka bekerja di kantor desa
dan kantor Badan Pengelola Desa
(BPD). Kemudian 72% dengan
jumlah responden sebanyak 18 orang
sebagai nelayan penuh yang setiap
harinya melakukan pekerjaan
menangkap ikan di laut dengan
menggunakan alat tangkap yaitu
pancing. Jadi dapat disimpulkan
bahwa rata-rata masyarakat yang ada
di Pulau Benan memiliki
ketergantungan terhadap sumberdaya
perikanan yang sangat besar. Dengan
demikian kondisi ini dapat diartikan
bahwa perekonomian di Pulau Benan
adalah berbasis perikanan tangkap.
Tabel 5.
Responden berdasarkan jenis
pekerjaandi Pulau Benan, Kecamatan
Senayang, Kabupaten Lingga
Tahun 2016
Berdasarkan tingkat
pendidikan responden di Pulau
Benan sebagian besar responden
memiliki pendidikan tidak tamat SD
yaitu 92% dengan jumlah 23 orang
responden dan kemudian diikuti
dengan pendidikan SMA/Paket C 4%
dan SMP 4%. Tingkat pendidikan
yang rendah merupakan gambaran
bahwa ini merupakan ciri masyarakat
nelayan (Pangemanan, AP dkk, 2002
dalam Zubir, 2011) Lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel 6 dibawah
ini.
Tabel 6.
Responden berdasarkan tingkat
pendidikan di Pulau Benan,
Kecamatan Senayang, Kabupaten
Lingga Tahun 2016
No Pendidikan Total Persentase
(%)
1. Tidak Tamat
SD
23 92,0
2. SMA/Paket
C
1 4,0
3. SMP 1 4,0
Total 25 100,0
B. Tingkat Adopsi Masyarakat
terhadap Pengembangan
Ekowisata di Pulau Benan
1. Perkembangan ekowisata
Pulau Benan
Pulau Benan merupakan desa
pemekaran dari pulau Medang.
Sebelum Benan ditetapkan menjadi
desa wisata, Benan hanyalah pulau
kecil yang dikelilingi oleh hutan.
Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan, pada tahun 2006 telah ada
1 cottage yang dibangun oleh Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP)
Kabupaten Lingga dan Gedung
Kuning yaitu kantor untuk
pengelolaan pariwisata. Seiring
berjalannya waktu cottage semakin
bertambah, yaitu pada tahun 2010-
2011 bertambah 5 cottage dan 2011-
2014 bertambah lagi 4 cottage (2 dari
DKP Provinsi dan 2 lagi dari Dinas
Pariwisata Kabupaten Lingga). Jadi
jumlah cottage yang ada di Pulau
Benan sampai saat ini adalah 10
cottage.
Kepala Desa setempat
mengatakan bahwa Pulau Benan
telah ditetapkan menjadi desa wisata
sejak tahun 2008 didasarkan dari
kawasan konservasi coremap karena
pesona alam bawah laut yang dihiasi
No Pekerjaan Total Persentase
(%)
1. Nelayan
Penuh
18 72%
2. Nelayan
Sambilan
Tambahan
5 20%
3. Buruh
Transportasi
1 4%
4. Pedagang 1 4%
Total 25 100
berbagai jenis terumbu karang yang
indah, selain itu yang menjadi nilai
tambah adalah keindahan pantainya
dan juga keramahan penduduknya,
inilah yang menjadikan Pulau Benan
sebagai sebuah aset wisata terbaik di
Kabupaten Lingga, selanjutnya pada
tahun 2013-2014 wisata pulau Benan
semakin berkembang pesat.
Pemerintah Kabupaten Lingga
melalui Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata (Disbudpar) menggelar
kegiatan Tour The Benan dalam
rangka mempromosikan destinasi
wisata bahari Pulau Benan, kegiatan
ini telah dilakukan sebanyak 3 kali
selama 3 tahun berturut. Banyak
wisatawan yang mengikutinya baik
dari luar daerah maupun luar negara.
Pada tahun 2014 ada pelatihan
yang diadakan oleh Provinsi yaitu
Pelatihan Pengembangan Destinasi
Pariwisata, kegiatan ini se-provinsi
masing-masing Kabupaten
mengirimkan 7 orang perwakilannya
termasuk Pulau Benan juga
mengirimkan perwakilannya untuk
mengikuti pelatihan itu. Sejak 4
tahun terakhir wisata Pulau Benan
telah mempunyai Badan Pengelola di
bidang wisata, Badan Pengelola ini
mempunyai tugas yaitu menjaga dan
merawat wisata pulau Benan.
Adapun wisata di Pulau Benan ini
adalah wisata pantai, wisata
snorkling/diving, wisata budaya (tari
persembahan, joget dangkong,
kuliner). Wisata Pulau Benan
mengikuti sistim bagi hasil yaitu
70:30, 70% untuk badan pengelola
yang didalamnya termasuk untuk
biaya operasional, upah, dan lain
sebagainya. dan 30% untuk Pemda
Kabupaten Lingga (bagian keuangan
dinas pariwisata). Kebijakan yang
telah dilakukan oleh kepala desa
untuk menjadikan Benan sebagai
desa wisata adalah yang utama
mengenai lingkungan, perangkat
desa menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat akan pentingnya menjaga
kebersihan lingkungan dengan
melakukan sosialisasi pada
masyarakat, hingga membuat
program RT bersih dan RT teladan
untuk meningkatkan lagi keindahan
wisata Pulau Benan. Saat ini aparat
desa sedang membuat perdes tentang
larangan membuang sampah dilaut.
Selain itu pemerintah juga memberi
pemahaman kepada masyarakat akan
adat budaya yang harus dijaga untuk
lebih meningkatkan lagi nilai wisata.
Didalam pengembangan ekowisata
juga tidak lepas dari peran serta
perempuan di dalamnya, ketika tamu
datang ibu-ibu PKK yang
melaksanakan masak-memasak. Di
Pulau Benan terdapat juga 2
Kelompok Usaha yang masing-
masing kelompok terdiri dari 10
orang.
Perkembangan ekowisata di
Pulau Benan ini, ternyata tidak
begitu mempengaruhi kehidupan
masyarakat sekitar. Berdasarkan
hasil pengamatan lapangan,
masyarakat belum bisa mengambil
peluang usaha yang sangat besar
yang ada seiring dengan
a. Tahap sadar (awareness)
250 500
750
1000
1250
1037
Kuartil I Minimal Median Kuartil III Maksimal
berkembangnya ekowisata di
kawasannya. Dengan pendidikan
rata-rata masyarakat di Pulau Benan
yang rendah, harusnya bisa membuat
masyarakat memiliki pendidikan non
formal yang tinggi seperti pendidikan
atau pelatihan-pelatihan tentang
ekowisata yang bisa menumbuhkan
keahlian atau keterampilan didalam
membuat suatu usaha ekowisata
contohnya pembuatan souvenir yang
bisa dibawa setelah pulang dari
mengunjungi Pulau Benan,
masyarakat mengatakan tidak bisa
membuat karena tidak memiliki
keterampilan/keahlian dalam hal itu.
Hal ini didukung juga karena
kurangnya sosialisasi/pelatihan-
pelatihan yang diberikan oleh
pemerintah.
2. Tahapan adopsi masyarakat
terhadap inovasi
pengembangan ekowisata di
Pulau Benan
Persepsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata bahari di
kawasan Pulau Benan dapat
diketahui dari tingkat adopsi
masyarakat tentang ekowisata. Dari
hasil penelitian yang telah dilakukan
diketahui bahwa tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan dinilai
sudah sangat baik adalah pada tahap
sadar. Secara lebih rinci akan
dijelaskan dibawah ini:
a. Tahap sadar (awareness)
Gambar 3. Tingkat adopsi pada
tahap sadar
Mardikanto (2009) menyatakan
bahwa pada tahap sadar adalah tahap
dimana sasaran mulai sadar tentang
adanya inovasi. Dengan jumlah skor
1037 pada tahap sadar, maka nilai
tahap sadar berada diantara kuartil III
dan nilai maksimal, ini mengartikan
bahwa adopsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata di Pulau
Benan pada tingkat penyadaran
dinilai “sangat baik”. Berdasarkan
hasil dari wawancara di lapangan,
diketahui bahwa masyarakat
memiliki tingkat kesadaran yang
sangat baik terutama dalam hal
menjaga lingkungan.
Gambar 4. Kebersihan Pulau Benan
Hal ini didukung oleh
Soekartawi (1988) yang menyatakan
bahwa lingkungan selalu
berhubungan positif dengan adopsi
inovasi. Rata-rata masyarakat di
Pulau Benan tidak membuang
sampah sembarangan, mereka selalu
a. Tahap minat (interest)
250 500 750 1000 1250
960
Minimal Kuartil I Median Kuartil III Maksimal
membuang sampah pada tempatnya.
Masyarakat menyadari bahwa untuk
mengembangkan kawasan ekowisata,
kebersihan lingkungan merupakan
salah satu poin penting yang harus
dipenuhi seperti terlihat pada gambar
diatas. Oleh karena itu keterlibatan
masyarakat dalam hal ini yaitu
dengan ikut serta dalam menjaga
kebersihan lingkungan sudah
menjadi tanggungjawab dari semua
masyarakat yang berada di Pulau
Benan, karena ekowisata Pulau
Benan adalah berbasis masyarakat
itulah sebabnya masyarakat ikut
mengembangkan ekowisata sesuai
visi dan harapan masyarakat untuk
masa depan agar ekowisata menjadi
berkelanjutan.
Keadaan ini jelas terjadi karena
adanya perangkat desa sebagai
penggerak masyarakat, kepala desa
mengatakan kegiatan yang diadakan
secara rutin yaitu RT bersih dan RT
teladan untuk membuat masing-
masing RT berlomba-lomba
membersihkan lingkungan dengan
tujuan mendapat penghargaan dari
desa. Itulah sebabnya kebersihan
desa ini sudah tidak di ragukan lagi,
dari hasil pengamatan lapang dapat
disimpulkan bahwa bisa dikatakan
sangat sulit untuk menemukan
sampah di pulau ini, baik dari
lingkungan desa terlebih lagi
perairan desa yang merupakan
kawasan konservasi Kecamatan
Senayang.
b. Tahap minat (interest)
Gambar 5. Tingkat adopsi pada
tahap minat
Tahap minat yang seringkali
ditandai oleh keinginannya untuk
bertanya atau untuk mengetahui lebih
banyak/jauh tentang segala sesuatu
yang berkaitan dengan inovasi yang
ditawarkan oleh penyuluh
(Mardikanto, 2009). Dengan jumlah
skor 960 pada tahap minat, maka
nilai tahap minat berada diantara
median dan kuartil III, ini
mengartikan bahwa adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan pada tahap
minat dinilai “baik”. Berdasarkan
hasil wawancara di lapangan, dapat
diketahui bahwa masyarakat Pulau
Benan sangat mengerti bahwa Pulau
Benan memiliki potensi yang sangat
besar untuk menarik keuntungan dari
pengembangan ekowisata di
wilayahnya. Masyarakat sangat
mengerti bahwa banyak objek wisata
yang bisa dan telah menjadi nilai jual
tersendiri untuk desa Benan,
terutama wisata bawah laut yang
berada di kawasan konservasi
Kecamatan Senayang ini, yaitu
terumbu karang dan padang lamun
yang sangat indah dengan
keanekaragaman jenis ikan yang ada,
pantainya yang bersih dengan air
yang jernih dan pohon kelapa yang
a. Tahap menilai (evaluation)
250 500 750 1000 1250
930
Minimal Kuartil I Median Kuartil III Maksimal
tersusun rapi dengan jumlah yang
banyak menambah keindahannya,
juga ada 10 cottage yang merupakan
tempat penginapan wisatawan yang
sangat unik menambah keindahan
pandangan mata, kemudian juga ada
ekosistem mangrove dan tak kalah
hebatnya juga ada wisata sejarah
yang sangat menarik, yaitu batu-batu
peninggalan sejarah yang masih ada
sampai saat ini di Pulau Benan
seperti batu Kalimah Allah batu yang
sejak awal telah ada di Pulau Benan
ini dengan tulisan Allah diatasnya,
batu Gajah dan lainnya.
Selain itu minat masyarakat
juga terlihat dari sebagian besar
masyarakat Pulau Benan menyatakan
selalu mencari informasi dengan
aktif terkait manfaat ekowisata untuk
masyarakat lokal, masyarakat sangat
ingin terlibat didalam ekowisata
Pulau Benan karena diyakini apabila
mereka terlibat didalam wisata itu
maka mereka akan mendapatkan
keuntungan baik dari objek wisata
yang ada, ataupun mereka bisa
membuat peluang usaha untuk
mereka sendiri. Hal ini didukung
oleh pendapat Lion Berger dalam
Mardikanto (1993) yang
mengemukakan bahwa beberapa
faktor yang mempengaruhi
kecepatan seseorang untuk
mengadopsi suatu inovasi meliputi
aktivitas mencari informasi dan ide-
ide baru. Golongan masyarakat yang
aktif mencari informasi dan ide-ide
baru biasanya lebih inovatif
dibandingkan mereka yang hanya
melakukan kontak pribadi dengan
warga masyarakat setempat.
Hal ini juga di dukung oleh
hasil olah data kuesioner yaitu
sebagian besar masyarakat yang ada
di Pulau Benan memiliki minat yang
tinggi dalam ikut serta melakukan
pengembangan dibidang ekowisata
di wilayahnya. Dari hasil wawancara
masyarakat menyatakan sangat
tertarik untuk mengikuti kegiatan-
kegiatan yang mendukung kegiatan
ekowisata seperti mengikuti
sosialisasi, penyuluhan dan
pelatihan-pelatihan terkait ekowisata
dan pelestarian lingkungan.
c. Tahap menilai (evaluation)
Gambar 6. Tingkat adopsi pada
tahap menilai
Tahap menilai adalah penilaian
terhadap baik/buruk atau manfaat
inovasi yang telah diketahui
informasinya secara lebih lengkap.
Pada penilaian ini, masyarakat
sasaran tidak hanya melakukan
penilaian terhadap aspek teknisnya
saja, tetapi juga aspek ekonomi,
maupun aspek-aspek sosial budaya,
bahkan sering kali juga ditinjau dari
aspek politis atau kesesuaiannya
dengan kebijakan pembangunan
nasional dan regional (Mardikanto,
2009).
Dengan jumlah skor 930 pada
tahap menilai, maka tahap menilai
a. Tahap mencoba (trial)
250 500 750 1000 1250
Minimal Kuartil I Median Kuartil III Maksimal
736
berada diantara median dan kuartil
III, ini mengartikan bahwa adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan pada tahap
menilai dinilai “baik”. Berdasarkan
hasil wawancara di lapangan, dapat
diketahui bahwa rata-rata masyarakat
menilai sangat setuju dengan adanya
kegiatan snorkling dan diving di
Pulau Benan yaitu tepatnya di
kawasan konservasi Kecamatan
Senayang. Masyarakat mengatakan
bahwa objek wisata yang memiliki
nilai jual paling tinggi adalah
terumbu karang dan padang lamun
pada kawasan konservasi. Berbagai
jenis terumbu karang seiring dengan
tingginya keanekaragaman jenis ikan
yang ada dilaut bisa ditemukan di
Pulau Benan ini dengan melakukan
snorkling atau pun diving untuk
melihat keindahan bawah laut. Di
Pulau Benan wisatawan bisa
melakukan snorkling atau diving
dengan menyewa alat yang telah
disediakan oleh desa. Desa
menyewakan alat snorkling dengan
harga Rp25.000,- dan diving dengan
harga Rp400.000,- sudah termasuk
pemandu selam.
Namun dengan adanya
kegiatan tersebut masih belum
sepenuhnya mempengaruhi
perekonomian masyarakat setempat.
Hal ini bertolak belakang dengan
pendapat Rogers (2000) dalam
Fardiaz (2008) yaitu semakin besar
keuntungan adopter yang dirasakan
dari suatu inovasi, adopsi akan
semakin cepat meningkat. Karena di
desa ini, tidak semua masyarakat
yang mendapatkan keuntungan
didalam pengembangan ekowisata
sampai saat ini, tetapi pada tahap
menilai tingkat adopsi masyarakat
termasuk di dalam kategori “baik”.
d. Tahap mencoba (trial)
Gambar 7. Tingkat adopsi pada
tahap mencob
Tahap mencoba adalah
mencoba dalam skala kecil untuk
lebih meyakinkan penilaiannya,
sebelum menerapkan untuk skala
yang lebih luas lagi (Mardikanto,
2009). Dengan jumlah skor 736 pada
tahap mencoba, maka nilai tahap
mencoba berada diantara kuartil I
dan median, ini mengartikan bahwa
adopsi masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata di Pulau
Benan pada tahap mencoba dinilai
“tidak baik”. Menurut Soekartawi
(2005) variabel penting pada tahap
mencoba diantaranya adalah
keterampilan yang spesifik tentang
bidang apa dalam adopsi inovasi
dan keberanian menanggung resiko.
Ini dibuktikan dari hasil penelitian
bahwa rata-rata masyarakat di Pulau
Benan tidak pernah mulai mencoba
berkomunikasi menggunakan bahasa
inggris karena tidak mengerti dan
tidak pandai. Selain itu, masyarakat
juga rata-rata tidak pernah mencoba
a. Tahap menerapkan (adoption)
250 500 750 1000 1250
Minimal Kuartil I Median Kuartil III Maksimal
657
1250 2500 3750 5000 6250
4230
Minimal Kuartil I Median Kuartil III Maksimal
memulai aktifitas ekonomi yang
berkaitan dengan ekowisata dan
masyarakat juga rata-rata tidak
memulai mencoba untuk
meningkatkan keterampilan sumber
daya manusia yang dapat merebut
peluang usaha dalam bidang
ekowisata. Di Pulau Benan,
masyarakat fokus kepada perikanan
tangkapnya saja, dengan alasan tidak
memiliki keterampilan/keahlian
dalam membuat suatu usaha yang
mendukung wisata di wilayahnya
(seperti souvenir) dan juga tidak
memiliki dana untuk memulai
usahanya.
e. Tahap Menerapkan
Gambar 8. Tingkat adopsi pada
tahap menerapkan
Tahap adopsi adalah
menerima/menerapkan dengan penuh
keyakinan berdasarkan penilaian dan
uji coba yang telah
dilakukan/diamatinya sendiri
(Mardikanto, 2009). Dengan jumlah
skor 657 pada tahap menerapkan,
maka nilai tahap menerapkan berada
diantara median dan kuartil I, ini
mengartikan bahwa adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan pada tahap
menerapkan dinilai “tidak baik”.
Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan, masyarakat setempat rata-
rata tidak selalu mencari
penyempurnaan keterampilan dalam
bidang ekowisata dan dalam
penyempurnaan jaringan usaha. Hal
ini juga didukung oleh pendapat
Soekartawi (2005) yang mengatakan
bahwa tingkat adopsi akan sampai
pada tahap menerapkan apabila
variabel-variabel terpenuhi
diantaranya adalah:a) Jika ada
“kepuasan” pada saat mencoba dan
b) Jika ada “kepuasan” dalam
memperoleh kemampuan
melaksanakan adopsi inovasi.
3. Tingkat adopsi masyarakat
terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan
Adopsi dapat diartikan sebagai
proses penerimaan inovasi dan atau
perubahan prilaku baik yang berupa:
pengetahuan (cognitive), sikap
(afective), maupun keterampilan
(psychomotoric) pada diri seseorang
setelah menerima “inovasi” yang
disampaikan penyuluh oleh
masyarakat sasarannya (Mardikanto,
2009).
Gambar 9. Tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan
Dengan jumlah keseluruhan
skor adalah 4230, maka dapat
disimpulkan bahwa tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan berada
diantara median dan kuartil III, ini
mengartikan bahwa tingkat adopsi
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan adalah
bernilai positif yaitu dengan kategori
“baik”.
Mardikanto (1993) menyatakan
bahwa kecepatan adopsi dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti: Sifat inovasi itu sendiri baik
sifat intrinsik (yang melekat pada
inovasinya sendiri) maupun sifat
ekstrinsik (menurut atau dipengaruhi
oleh keadaan lingkungan) dan sifat
sasarannya: Pulau Benan telah
ditetapkan menjadi kawasan wisata
bahari karena keindahan bawah
lautnya yaitu ekosistem terumbu
karang, padang lamun dengan
beraneka ragam jenis ikan, selain itu
juga keindahan pantai dan
pemandangannya, rata-rata
masyarakat di Pulau Benan telah
menyadari bahwa dengan potensi
yang dimiliki di wilayahnya ini,
maka wisata ini ada dengan tujuan
untuk mengkonservasi lingkungan
dan melestarikan kehidupan yang
akan dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
masyarakat setempat. Berikut
merupakan faktor yang
mempengaruhi cepatnya seseorang
mengadopsi suatu inovasi:
1. Umur
Cepat atau tidaknya proses
adopsi inovasi dapat tergantung dari
faktor didalam diri adopter itu
sendiri salah satunya umur. Umur
merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi baik aktivitas kerja
seseorang maupun respon seseorang
terhadap sesuatu yang baru walaupun
belum banyak mempunyai
pengalaman. Umur juga akan
mempengaruhi responden dalam cara
berfikir dan bertindak khususnya
dalam mengambil suatu keputusan.
Dari hasil penelitian didapatkan
bahwa 100% responden termasuk
didalam usia produktif. Prabayanti
(2010) menyatakan bahwa seorang
dengan usia produktif biasanya
mempunyai semangat untuk ingin
tahu tentang berbagai hal yang belum
diketahui. Begitu pula dengan
adanya suatu inovasi, seseorang
dengan usia produktif akan lebih
mudah menerima inovasi yang
disampaikan. Selain itu usia juga
mempengaruhi kondisi fisik
seseorang. Terkait dengan adanya
inovasi, seseorang pada umur non-
produktif akan cenderung sulit
menerima inovasi. Oleh karena umur
masyarakat di Pulau Benan termasuk
dalam kategori usia produktif, maka
ini sesuai dengan hasil penelitian
yaitu tingkat adopsi masyarakat
memiliki nilai positif yaitu baik.
2. Aktivitas mencari informasi dan
ide-ide baru
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa, rata-rata
masyarakat selalu mencari informasi
terkait wisata di wilayahnya, apakah
itu manfaat ekowisata untuk
kawasannya, atau manfaat ekowisata
untuk masyarakat setempat, mereka
selalu bertukar pikiran dengan
masyarakat setempat maupun aparat
desa dan juga mencari informasi
dengan penyuluh yang berkunjung ke
desa mereka. Ini sesuai dengan hasil
penelitian yaitu tingkat adopsi
masyarakat memiliki nilai positif
yaitu baik.
3. Pendidikan
Masyarakat yang mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi
dominan lebih cepat melaksanakan
adopsi inovasi daripada masyarakat
yang memiliki pendidikan yang
rendah. Ini bertolak belakang dengan
hasil penelitian diketahui bahwa
masyarakat rata-rata memiliki
pendidikan formal yang rendah,
tetapi ini tidak begitu mempengaruhi
tingkat adopsinya, karena walaupun
masyarakat rata-rata memiliki
pendidikan yang rendah, hasil
penelitian ini tetap menyatakan
bahwa masyarakat mengadopsi
inovasi dalam kategori baik, karena
rata-rata masyarakat di Pulau Benan
memiliki pendidikan non formal
yang dapat mempengaruhi tingkat
adopsi masyarakat setempat.
4. Fatalisme
Fatalisme adalah apabila
adopsi inovasi menyebabkan resiko
yang tinggi, maka jalannya proses
adopsi inovasi akan berjalan lebih
lamban atau bahkan tidak terjadi
sama sekali. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, diketahui
bahwa pengembangan ekowisata di
pulau Benan dapat mengkonservasi
dan melestarikan lingkungan, dan
akan dapat memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan
masyarakat lokal sehingga tidak
memberikan resiko baik untuk
lingkungan maupun masyarakat
setempat. Ini sesuai dengan pendapat
Lionberg dalam Mardikanto (1993)
yang menyatakan bahwa apabila
adopsi inovasi tidak menyebabkan
resiko yang tinggi, maka jalannya
proses adopsi inovasi akan berjalan
lebih cepat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kondisi sosial ekonomi
masyarakat Pulau Benan didominasi
dengan sosial budaya melayu, mata
pencaharian utama sebagai nelayan
dan tingkat kesejahteraan yang relatif
sudah baik, meskipun tingkat
pendidikan formal relatif masih
rendah.
Tingkat adopsi masyarakat
terhadap pengembangan ekowisata di
Pulau Benan termasuk kategori baik.
Berdasarkan tahapan adopsi
diketahui bahwa adopsi masyarakat
sebagian besar berada pada tahapan
sadar dengan jumlah skor 1037 yang
dikategorikan sangat baik, kemudian
diikuti tahap minat dan menilai
dengan kategori baik dengan skor
masing-masing 960 dan 930.
Kemudian yang termasuk pada
kategori yang tidak baik adalah tahap
mencoba dan menerapkan dengan
nilai skor masing-masing 736 dan
657. Artinya tingkat penerimaan
masyarakat terhadap pengembangan
ekowisata di Pulau Benan belum
sampai pada tahap mencoba karena
pada tahap ini dibutuhkan dukungan
penuh dari pemerintah untuk
mengimplementasikan program dan
kegiatan sesuai dengan kebutuhan
dan permasalahan masyarakat.
Kepada pihak pemerintah
diharapkan dapat memberikan
perhatian yang serius bagi
peningkatan kemampuan
sumberdaya manusia (SDM) lokal
melalui kegiatan pendidikan non
formal seperti pelatihan, sosialisasi
dan pendidikan keterampilan.
Kepada pihak yang berminat
melakukan kajian pengembangan
ekowisata di Pulau Benan dapat
melakukan kajian terhadap pengaruh
tingkat adopsi masyarakat terhadap
kondisi sosial ekonomi akibat
pengembangan ekowisata di wilayah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
BAPPEDA Kabupaten Lingga.2011.
Feasibility Study Pulau Benan
dan Pulau-Pulau Sekitarnya
Fardiaz, Mendez.2008. Pengaruh
Karakteristik Petani terhadap
Tingkat Pengambilan
Keputusan Inovasi Dalam
Usaha Sayuran Organik
(Kasus: Desa Ciaruteun Ilir,
Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor), Skripsi,
Institut Pertanian Bogor:Bogor.
Gusti I, Agung G O G. 2011.
Evaluasi Perkembangan Wisata
Bahari di Pantai Sanur, Tesis,
Universitas Udayana:
Denpasar.
Rudy, Imam Kurnianto.2008.
Pengembangan Ekowisata
(Ecoturism) Di Kawasan
Waduk Cacaban Kabupaten
Tegal, Tesis, Universitas
Diponegoro: Semarang.
Singarimbun, M. dan Effendi S.
2006. Metode Penelitian
Survai. LP3ES. Yogyakarta.
Soekartawi. 2005. Prinsip Dasar
Komunikasi Pertanian. UI
Press. Jakarta.
Tuwo, Ambo.2011. Pengelolaan
Ekowisata Pesisir dan Laut.
Brillian Internasional,