partisipasi politik majelis ulama indonesia...

77
PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2019 (PERSPEKTIF MEDIA MASSA) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: BADRIATUL MUNAWAROH NIM :11150450000063 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1441 H

Upload: others

Post on 27-Apr-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA

DALAM PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2019

(PERSPEKTIF MEDIA MASSA)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

BADRIATUL MUNAWAROH

NIM :11150450000063

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 2: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar
Page 3: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar
Page 4: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar
Page 5: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

iv

ABSTRAK

Badriatul Munawaoh NIM 11150450000063. PARISIPASI MAJELIS

ULAMA INDONESIA DALAM PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2019.

Program Studi Hukum Tata Negara (SIYASAH). FAKULTAS SYARIAH DAN

HUKUM , Universitas Islam Negri Syraif Hidayatullah Jakarta. Tahun 1440 H /

2019 M.

Skripsi yang ditulis ini bertujuan untuk mengetahui partisipasi Majelis

Ulama Indonesia (MUI) dalam Pilpres Tahun 2019. Penelitian ini menggunakan

data primer dan data sekunder. adapun data primer yang digunakan yaitu berita

medi online seperti, CCN.Com, Kompas.com, Oke Zone.com, Tempo.com.

sedangkan data sekunder yaitu, semua bahan yang memberikan penjelasan

mengenai data primer berupa tulisan-tulisan, baik dalam bentuk buku, jurnal,

artikel, maupun melalui informasi melalui media internet.

Hasil penelitian ini menunjukan bahawa, keterlibatan MUI dalam Pilpres

Tahun 2019 melalui partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Partisipasi aktif

dilakukan dengan adanya dukungan kepada KH. Ma’ruf amin sebagai ketua MUI

yang mencalonkan diri menjadi wakil Presiden, sedangkan partisipasi pasif yaitu

dengan parbeberapa himbauan dan seruan kepada semua pihak yang ikut terlibat

dalam Pilpres 2019. Yaitu dengan cara menyerukan kepada bangsa dan pimpinan

serta para tokoh untuk menggunakan hak pilih dengan baik, mengedepankan

keadilan, netralitas persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu karena adanya rasa

prihatin luar biasa terhadap kondisi kebangsaan dan keumatan yang cenderung

terlihat ada fenomena dan gejala perpecahan. Oleh karna itu, sebagai instansi

keagamaan, sudah semestinya MUI melakukan tindakan dalam bentuk memberi

pengaruh melalui seruan atau fatwa. Dengan demikian MUI berharap bangsa

indonesia khususnya umat Islam untuk terus menguatkan persatuan.

Kata Kunci : Partisipasi, Majelis Ulama Indonesia, Pilpres Tahun 2019

Pembimbing : Dr. Khamami Zada.,SH., M.A., MDC

Daftar Pustaka : 2000 s.d 2019

Page 6: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya

berkat rahmat, dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul

“Partisipasi Politik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Pemilihan Presiden

Tahun 2019” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan

untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H.) di Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan dukungan dari berbagai

pihak, penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, sudah

sepantasnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggitingginya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis M.A., Rektor Uin Syarif

Hidayatullah Jakrta dan Penasehat Akademik yang telah memberikan

bimbingan dan arahan serta kemudahan dalam menyetujui proposal

penulis untuk diajukan kepada fakultas.

2. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH, MA, MH, Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara

(Siyasah) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Masyrofah, Ag, M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata Negara

(Siyasah) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Khamami Zada.,SH.,MA.,MDC Selaku pembimbing Skripsi

penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus dan

sabar kepada penulis sejak awal penulis menyusun proposal skripsi untuk

mengikuti Seminar Proposal hingga proses penyelesaian Skripsi penulis.

6. Dosen-dosen Hukum Tata Negara, atas transfer ilmu yang telah diberikan

selama studi di kampus UIN Syarif Hidayatullah tercinta. Semoga dengan

ketulusan dan keikhlasan hati, menjadi amal jariyah Bapak dan Ibu yang

terus mengalir sampai akhirat nanti.

Page 7: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

vi

7. Orang tua tercinta, Bapak H. Ahmad Banani Ikhsan dan ibu Hj. Siti

Julaiha serta keluarga besar Abdir reza baihaqi, Nurul Urfah Badriani,

Lubnan Mahbuby, Agnia Meilani, yang selalu menyelipkan nama anada

dalam setiap doanya, dukungan serta ketulusan cinta dan kasih sayang

yang tak terhingga. Tanpa doa dan dorongan dari beliau berdua ananda

tidak mudah melakukan proses studi di UIN Syarif Hidayatullah tercinta.

8. Dan kepada seluruh civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Kepada teman-teman seperjuangan Hukum Tata Negara angkatan 2015,

terkhusus delapan srikandi HTN, Indar Dewi, Ika Yulistiana, Lesnida

Borotan, Agilia Gunawan, Trini Diyani, Fatma Agustina, Settia Fany, dan

Muh. Ridwan, Nonble, Azka, Tamam, Arlen Tentunya juga sahabat-

sahabat penulis lainnya yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu.

10. Kepada teman-teman Kosan (Ka Bella Awaliayah SH, Alda

Kholijah,Mami Astuti) sudah menjadi keluarga dan tempat pulang penulis

sepanjang hari-hari penulis menempuh pendidikan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta. Kepada Adik-Adik HTN16 Khusunya Nurkholifah,

Husniah, Andriani, Dilla, Dll yang lumayan menemani kegabutan penulis

dalam menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kepada

seluh sahabat yang dekat maupun tidk dekat.

Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan oleh semua

pihak. Semoga bantuan yang telah diberikan mendapat pahala dari Allah

SWT. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya.

Ciputat, 03 Oktober 2019

Badriatul Munawaroh

Page 8: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

vii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ iii

ABSTRAK ........................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ....................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................... vii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1

B. Indentifikasi, Pembahasan, dan Rumusan Masalah ......................... 4

C. Tujuan dn Manfaat Penelitian .......................................................... 5

D. Review Studi Terdahulu .................................................................... 6

E. Metode Penelitian.............................................................................. 9

F. Sistematika Pembhasan .................................................................. 11

BAB II TEORI PARTISIPASI POLITIK DAN TEORI POLITIK

ULAMA

A. Teori Partisipasi Politik .................................................................. 13

B. Teori Politik Ulama ........................................................................ 18

BAB III MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)

A. Sejarah Berdirinya MUI .................................................................. 25

B. Visi, Misi, Orientasi dan Fungsi MUI ............................................. 28

C. Asas dan Sifat Lembaga MUI ......................................................... 33

D. Steruktural Pengurus MUI .............................................................. 34

E. Peran dan Pengaruh MUI dalam Politik ......................................... 38

Page 9: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

viii

BAB VI ANALISIS PARTISIPASI POLITIK MUI DALAM PILPRES

2019

A. Bentuk Partisipasi Politik MUI dalam Pilpres Tahun 2019 ........... 46

B. Faktor Partisipasi Politik MUI dalam Pilptrs 2019 ......................... 55

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 60

B. Saran ................................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 62

Page 10: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu sarana demokrasi

dalam implementasi kedaulatan rakyat dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar 1945. Melalui pemilihan yang dilakukan, rakyat dapat memilih

pemimpin yang diharapkan mampu membawa perubahan kearah kehidupan

yang lebih baik.1

Salah satu asas yang dianut dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia

adalah asas demokrasi. Indikator yang paling mendasar dari keberhasilan dan

kualitas pelaksanaan penyelenggaraan pemilu yang demokratis sebagaimana

asas yang dianut dalam pemilu adalah adanya partisipasi masyarakat dalam

menentukan pilihan seorang pemimpin yang akan memimpin bangsa untuk

jangka waktu tertentu, yaitu apa yang disebut dengan partisipasi politik. Hal ini

sejalan dengan pendapat Maran yang menyebutkan bahwa, “bentuk partisipasi

politik yang paling umum dikenal adalah pemungutan suara (voting), baik

untuk memilih calon wakil rakyat atau untuk memilih kepala negara”.2

Sejalan dengan hal ini pula, Miriam Budiardjo menyebutkan bahwa

partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut

secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih

pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

kebijakan pemerintah (public policy).3

1Stevan Kario, Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilihan Hukum Tua

Tahun 2016 (Studi Di Desa Kolongan Tetempangan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara), Ilmu Pemerintahan Program Studi Ilmu Pemerintahan FISPOL UNSRAT. h.21.

2Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta:Asdi Mahasatya, 2007), h.148. 3Girindra Sandino, Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemantauan Pemilu,

<23/02/2018>,https://nasional.kompas.com/read/2018/02/23/17152991/partisipasi-politik-masyarakat-dalam-pemantauan-pemilu. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2019 21:00 WIB.

Page 11: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

2

Dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2019, salah satu komponen

yang turut serta dalam berpartisipasi politik adalah tokoh agama. bahwa entitas

ulam dalam Pilpres 2019 menjadi komoditas politik yang berharga dan mahal

yang disebabkan karena bebera hal. Pertama, isu agama terbukti memberi

peran penting dalam kontestasi politik. Pilkada Jakarta adalah pelajaran paling

berharga yang harus diingat.

Elektabilitas Anies-Sandi yang awalnya relatif kecil, mampu

didongkrak dengan membonceng salah satunya isu agama. Para capres

tentunya tidak ingin diruntuhkan hanya dengan isu berbau agama. Apalagi

kedua petarung –Jokowi dan Probowo– bukan merupakan representasi

kalangan agama. Kedua, dengan menggandeng ulama maka legitimasi rilijius

akan mudah didapatkan. Apalagi jika lawan politik menggandeng kalangan

agamawan, maka hukumnya menjadi fardhu ain untuk melakukan hal yang

sama. Di tengah arus religious trend di kalangan milenial, maka berduet

dengan kaum agamawan adalah sebuah keniscayaan strategi.

Secara filosofis, kepemimpinan merupakan wakil Tuhan di muka bumi,

demikian dalil filsafat teokrasi. Dwitunggal nasionalis ulama akan memberi

legitimasi kepemimpinan yang berbasis agama. Atau, setidaknya menjawab

logika terbalik, pihak lawan tidak akan mudah menjegal melalui isu

agama. Ketiga, dalam Islam ada konsep ulama-umara. Di entitas ini diyakini

menjadi penopang pilar negara, apalagi di Indonesia yang merupakan negara

dengan mayoritas penduduk muslim. Menyatunya ulama (tokoh agama) dan

umara (pemimpin/presiden), maka akan mampu membangkitkan kesadaran

relijiusitas para pemilih yang merupakan mayoritas muslim. Dengan

menggandeng ulama, maka akan mampu membawa konsep dwitunggal ulama

umara. hal ini secara marketing politik sangat menjual.4

Pada sisi lain, Agus Hilman berpendapat, bahwa kiai dan ulama yang

lebih dekat dengan umat, bukan saatnya lagi membicarakan kekuasaan.

Persoalan nyata yang dihadapi umat saat ini adalah kebodohan dan kemiskinan.

4Muhamad Mustaqim (dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus), Ulama, Agama, dan Politik, 08 Agustus 2018, https://news.detik.com/kolom/d-4155900/ulama-agama-dan-politik. Di akses pada tanggal 15 April 2019 21:45 WIB.

Page 12: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

3

Peran politik kiai dan ulama dalam konteks tersebut bisa memberikan

penyadaran politik akan hak-hak umat untuk memperoleh pendidikan murah

atau layak, jaminan kesehatan, dan keadilan dari negara. Itulah misi kenabian

yang harus dijalankan para ulama.5

Berbeda dengan pendapat Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril

Ihza Mahendra menyebutkan, bahwa para tokoh Islam perlu terjun ke politik

untuk meraih kekuasaan, karena kekuasaan tersebut dapat digunakan sebagai

alat untuk menerapkan hukum Islam. Permasalahan dalam menegakkan syariat

Islam, adalah hukum yang berlaku di negara Indonesia adalah hukum positif.

Artinya, aturan yang berlaku adalah hukum yang sudah disahkan lewat

undang-undang. Proses transformasi dari hukum syariah ke hukum positif akan

berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

dari mulut ulama di mimbar masjid, tapi keluar dari kantor Pemerintah, jadi

hukum Negara.6

Keterlibatan ulama berpolitik praktis dalam Pilpres 2019 menuai pro

dan kontra. Maka terkait dengan hal tersebut, Sekjen Majelis Ulama Indonesia

(MUI) Anwar Abbas, menyebutkan bahwa MUIakan mendukung mewujudkan

pemilu yang sukses, bebas, jujur, adil, dan berakhlak. MUI dipastikan akan

menjaga netralitas organisasi dan secara kelembagaan tak akan mau diseret-

seret ke sebuah kelompok yang bertarung di Pilpres 2019. Sikap dan

pandangan MUI dalam menghadapi Pileg dan Pilpres tahun 2019 adalah

sebagai berikut :7

1. Agar pelaksanaan pileg dan pilpres yang akan datang berjalan dengan baik

dan lancar, maka MUI sebagai organisasi harus mendukung secara aktif

5Agus Hilman, Memaknai Ulang Keterlibatan Kiai dalam Politik, (Opini, 27 Februari

2013). http://politik.kompasiana.com/2013/02/27/memaknai-ulang-keterlibatan-kiai-dalam-politik537752.html. Di akses pada tanggal 15 Januari 2019 23:10 WIB.

6CNN Indonesia, Yusril Ajak Tokoh Pesantren Berpolitik, <21012018>,

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180121133556-32-270504/yusril-ajak-tokoh-pesantren-berpolitik. Di akses pada tanggal 14 Januari 2019 23:45 WIB.

7 Gibran Maulana Ibrahim, Sikap MUI di Pemilu 2019: Pimpinan MUI Harus Jaga Netralitas

Organisasi, 09 Januari 2019, https://news.detik.com/berita/d-4376722/sikap-mui-di-pemilu-2019-pimpinan-mui-harus-jaga-netralitas-organisasi. Di akses tanggal 15 April 2019 23:59 WIB.

Page 13: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

4

untuk menyukseskan dàn menciptakan pileg dan pilpres yang bebas, jujur,

adil dan berakhlak.

2. Agar kredibilitas MUI di tengah-tengah masyarakat tetap terjaga dan

terpelihara, maka seluruh personalia pimpinan MUI harus bisa menjaga

netralitas organisasi.

3. Agar dalam pileg dan pilpres ini tauhidul ummah dan atau persatuan dan

kesatuan umat tetap dapat terjaga dan terpelihara, maka seluruh personal

pimpinan MUI harus bisa membangun dan mengembangkan sikap tawadud

dan tarohum agar persatuan dan kesatuan di antara umat.

Partisipasi politik ulama dalam pemilu 2019 sebagaimana yang telah

disampaikan di atas, menimbulkan rasa keingintahuan peneliti tentang

fenomena ulama yang turut berpartisipasi politik dalam Pilpres 2019 dengan

mengambil judul : “Partisipasi Politik Majelis Ulama indonesia Dalam

Pemilihan Presiden Tahun 2019”.

B. Identifikasi, Rumusan, dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Latar belakang masalah di atas, menunjukkan bahwa ulama dan

politik selalu berada dalam kondisi tarik-menarik antara pendapat yang

mengabsahkan serta menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar dan

pendapat lain yang mengkritik dengan keras sebagai pengingkaran Majelis

Ulama Indonesia (MUI) terhadap fungsi meningkatkan kegiatan bagi

terwujudnya ukhuwwah Islammiyyah dan kerukunan antar umat beragama.

Adapun identifikasi masalah yang penulis dapatkan dalam kajian ini antara

lain:

a. Pengaruh Majelis Ulama Indoesia terhadap politik khusunya

dalam pemilihan presiden tahun 2019

b. Respon masyarakat terhadap fatwa politik Majlis Ulama

Indonesia dalam pemilihan presiden tahun 2019

c. Partisipasi politik Majelis Ulama dalam pemilihan presiden

tahun 2019

Page 14: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

5

d. Faktor-faktor politik yang mempengruhi Majlis Ulama Indonesia

terhadap pemilihan presiden tahun 2019

e. Keterlibatan Dewan Kehormatan dan Badan Pengurus harian

Majlis Ulama Indoeneasi terhadap pemilihan presiden tahun

2019

2. Pembatasan Masalah

Berdasarka identifikasi masalah di atas, mengingat keterbatasan yang

dimiliki oleh peneliti, maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian

ini fokus pada partisipasi politik ulama, pada Dewan Pertimbangan dan

Badan Pengurus Harian Majlis Ulama Indonesia dalam pemilihan presiden

tahun 2019 di media.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana partisipasi politik Majelis Ulama Indonesia terhadap

pemilihan presiden tahun 2019 ?

b. Faktor- faktor apa saja yang membuat Majelis Ulama Indonesia ikut serta

atau berpartisipasi dalam pemilihan presiden tahun 2019

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitin

Dari rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian, maka tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bentuk parisipasi Majelis Ulama Indoensia terhadap

pemilihan presiden tahun 2019

b. Untuk mngetahui faktor apa yang membuat Majelis Ulama Indonesia

berpartisipasi dalam pemilihan pilpres tahun 2019

Page 15: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

6

2. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan kiranya dapat memberikan beberapa manfaat

atau kegunaan, baik manfaat secara teoritis maupun manfaat secara praktis

sebagai berikut :

a. Secara teori, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

menambah wawasan pengetahuan di bidang hukum ketatanegaraan,

khususnya politik ulama dalam pemilihan umum.

b. Secara akademik, penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat

untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca

tenteng politik ulama melalui Partisipasi Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dalam Pemilihan Peresiden Tahun 2019

c. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

menamah inventerisasi kekayaan intelektual di lingkungan akademik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta umumnya di Fakultas Syariah dan

Hukum Khususnya melalui hasil penelitian penulis mengenai

Partisipasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Pemilihan Presiden

Tahnu 2019

D. Review Studi Terdahulu

Dalam penelitian ini, ada beberapa literatur yang penulis jadikan sebagai

acuan dan tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk menemukan

sisi menarik atau sisi lain dan kegunaan dari penelitian skripsi yang sedang

penulis teliti. Beberapa tinjauan pustaka yang penulis temukan sebagai

instrumen perbandingan dalam melakukan penelitian mengenai Partisipasi

Politik Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dalam Pemilihan Presiden 2019

adalah:

Agus Saputro, dalam artikel berjudul “Agama dan Negara : Politik

Identitas Menuju Pilpres 2019” menyimpulkan bahwa agama di Indonesia

yang menjadi unsur penting dalam berbagai sendi kehidupan termasuk dalam

politik, dalam menghadapi Pilpres 2019 harus bisa memposisikan negara

kekuasaannya lebih tinggi dalam hal kebijakan bernegara. Pemimpin dan tokoh

Page 16: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

7

agama harus bisa meredam pengikutnya dari tindak anarkis, supaya tercipta

Pilpres 2019 yang aman. Akan tetapi otoritas agama juga bisa menjadi

pertimbangan dalam hal negara menentukan otoritas. Bagaimanapun ketika

politik identitas berjalan dengan atas nama agama, yang bisa meredam adalah

agama itu sendiri melalui pemimpin dan tokohnya kemudian diikuti oleh

pengikutnya. Dalam berpolitik, gaya politik identitas akhir-akhir ini masih

menjadi primadona yang digunakan elit politik untuk memenangkan kompetisi

politik/pemilu.

Nurlatipah Nasir (2015), dalam penelitian yang berjudul : “Kyai dan

Islam Dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat Kota

Tasikmalaya” menyimpulkan, banyak faktor yang mempengaruhi perilaku

memilih masyarakat kota Tasikmalaya. Hal menarik dari perilaku memilih

masyarakat Kota Tasikmalaya adalah ketika trend suara partai Islam cenderung

terus menurun, maka hal sebaliknya terjadi di Kota Tasikmalaya. PPP selalu

memenangkan Pemilu pasca Orde Baru, dan berdasarkan hasil Pemilu tahun

1999, 60% anggota DPRD Kota Tasikmalaya berasal dari partai-partai Islam

atau partai yang mempunyai basis massa Islam.

Muhammad Dafan Inanda dalam penelitianya berjudul “Pengaruh Ulama

Terhadap Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Kraksaan Pada Pilkada

Kabupaten Probolinggo Tahun 2008” menemukan pengaruh ulama

terhadap partisipasi politik masyarakat Kraksaan. Berdasarkan tingkat

pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat Kraksaan maka

pengaruh ulama semakin kecil begitu juga sebaliknya semakin rendah

tingkat pendidikannya maka pengaruh ulama terhadap masyarakat

Kraksaan semakin tinggi. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, pengaruh

ulama terhadap partisipasi politik masyarakat Kraksaan yang berjenis

kelamin perempuan lebih besar jika diqibandingkan dengan pengaruh

ulama terhadap partisipasi politik masyarakat Kraksaan yang berjenis

kelamin laki-laki. Hal ini disebabkan karena seringnya kegiatan sosial dari

Page 17: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

8

kaum perempuan jika dibandingkan dengan laki-laki misalnya pengajian

dll, dan rendahnya pengaruh ulama terhadap masyarakat Kraksaan yang

berjenis kelamin laki-laki disebabkan karena laki-laki lebih mudah

mengakses informasi atau lebih otonom dalam berpikir dan mempunyai

referensi sendiri.

Saidin Ernas (2010), dalam penelitiannya dengan judul “Dampak

Keterlibatan Kiyai dalam Politik: Studi Kasus Pesantren di Yogyakarta”

menyebutkan, bahwa keterlibatan pesantren di ranah politik yang semakin

marak akhir-akhir ini secara nyata telah menimbulkan berbagai dampak cukup

signifikan, diantaranya :

a. keterlibatan pesantren dalam politik secara nyata telah mendeligitimasi

peran pesantren sebagai otoritas moral dan referensi keagamaan.

Banyak pesantren mengalami penurunan kualitas karena kiai atau

pimpinan pesantren lebih sibuk berpolitik. Kondisi itu membuat

masyarakat memandang pesantren tidak lagi objektif dalam sikap-sikap

politiknya, karena cenderung menguntungkan kelompok politik tertentu

sehingga terjadi delegitimasi peran pesantren.

b. pesantren telah turut mengukuhkan politik pragmatis karena pesantren

telah menjadikan politik sebagai ajang untuk mempertukarkan

dukungan politik dengan kompensasi-kompensasi materi yang diterima,

suatu kondisi yang semakin menjauhkan pesantren dari masyarakat.

Setidaknya hal itu semakin terasa belakangan ini, ketika masyarakat

mulai menyoroti sikap politik pesantren yang dianggap hanya merusak

independensi pesantren dan memecah umat ke dalam politik partisan.

c. terjadi resistensi masyarakat atas sikap politik pesantren. Hal tersebut

secara nyata dapat disaksikan dalam sikap politik masyarakat yang

seakan-akan membangkang terhadap pilihan politik pesantren. Seiring

demokratisasi dan perkembangan pendidikan, masyarakat semakin bisa

membedakan antara sikap pesantren sebagai sikap keagamaan yang

patut dicontoh, ditaati, dan diteladani serta sikap pesantren yang

Page 18: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

9

sebetulnya murni politik kepentingan yang tidak berkaitan dengan

ajaran keagamaan sehingga tidak harus ditaati.

Akbar Fakih Maulana Nadhli dalam penelitianya berjudul “Keterlibatan

Ulama Dalam Politik (Studi Terhadap Peran Ulama dalam Kemenangan Idris-

Pradi pada Pemilukada Kota Depok Tahun 2015)” menyimpulkan para ulama

bergerak menyampaikan dukungannya melalui gerakan underground (bawah

tanah), para ulama kerapkali menyisipkan pesan tersirat kepada publik untuk

memilih sosok pemimpin amanah dan religius. Selain itu bentuk dukungan

yang dilakukan para ulama untuk pasangan Idris-Pradi terjadi dalam Forum

Silaturrahmi Ulama Depok. Ulama yang terkumpul dalam forum tersebut

melakukan kampenye berupa menyisipkan ajakan kepada masyarakat Depok

untuk memilih pasangan Idris-Pradi dalam kesempatan ceramah, pengajian

majlis taklim, dan lain sebagainya. Hal ini dimanfaatkan para ulama karena

ulama masih sangat memiliki karisma di kalangan masyarakat kota Depok.

Dari semua karya ilmiah dengan masing-masing titik fokus pembahasan

yang menarik, penulis melihat adanya celah untuk membahas tema dan obyek

penelitian yang sma tapi dengan titik fokus yang berbeda. Dengan judul

“Partisipasi Politik Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Pamilihan

Peresiden Tahun 2019” penelitian yang penulis lakukan ini lebih berarah

kepada Partisipasi MUI dalam Pilpres yang mulai menjadi perdebatan di

masyrakat.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini skripsi ini adalah penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif didefinisiakan sebagai prosedur penelitian yang

menghasikan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan prilaku yang dapat diamati.8 Sejalan dengan pendapat Lexy di atas,

8 Lexy j Maleong, Metode Penelitian Kualitatif ,(Bandung : Remaja Rosda karya, 2005),

h,3

Page 19: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

10

maka data-data penelitian ini diperoleh secara tertulis melalui berita

atau media online, sedangkan metode pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan politik yaitu metode untuk

mengetahui partisipasi ulama dalam politik melalui peran Majelis

Ulama Indonesia dalam pemilihan presiden 2019.

2. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, ada dua yaitu :

a. Data Primer dengen mengunakan pengamata terhadap media online

Data ini peneliti dapatkan melalui informasi media online dan

berita sepeti : CCN.com, Konpas.cm, Detik.cm , Oke Zone.com,

Tempo.com. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data dan

informasi tentang Partisipasi Politik MUI dalam Pilpres Tahun 2019.

Hal ini dilakukan dengan mencari berita di media online yang akurat

tentang Majlis Ulama Indonesia dan Pilpres Tahun 209.

b. Data Sekunder

Adapun data sekunder dari penelitian ini yaitu semua bahan yang

memberikan penjelasan mengenai data primer berupa tulisan-tulisan,

baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel, maupun melalui informasi

melalui media internet.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan

adalah mencari media yang menuliskan tentang keterlibatan Majelis

Ulama Indonesia dalam Pemilihan Peresiden 2019. Melalui metode

dokumentasi penulis dapatkan melalui buku-buku, jurnal, surat kabar

dan sebagainya.

3. Teknik Analisi Data

Setelah semua data terkumpul, maka langakah berikutnya adalah

pengolahan dan analisis data. Teknik analisis data yang digunakan adalah

analisis isi kuantitatif dengan cara memberi gambaran (deskriptif), uraian-

Page 20: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

11

uraian yang berisi penafsiran dan penalaran terhadap gambaran yang

diproleh, serta argumentasi rasional (analitik) untuk menjelaskan dan

mempertahankan gambaran yang diproleh. Objek analisis penulis adalah

data hasil pencarian di media online yang disempurnakan dengan data

sekunder lainya seperti buku, jurnal, surat kabar dan lainya.

4. Teknik Penulisan

Pada skripsi ini, penulis menggunakan teknik penulisan skripsi

yang mengacu pada Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta. Buku ini diterbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif

hidayatullah

F. Sistematika Pembahasan

Penelitian ini merupakan karya ilmiah, maka Penelitian ini disusun bab-

perbab dengan tujuan untuk mempermudah dalam menarik sebuah kesimpulan

dengan tetap mengacu pada inti permasalahan. Oleh karna itu , masing-masing

bab tersebut masih mempunyai korelasi dengan tema yang dibahas menjadi

satu kesatuan.

Adapun uraian sistem penysunan penelitian adalah sebab berikut :

BAB 1 Pendahuluan, Bab ini menguraikan latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori dan konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II partisipasi politik ulama, Bab ini membahas tentang teori-teori

partisipasi politik dan politik ulang ,meliputi definisi partisipasi politik dan

politik ulama.

BAB III berisi tentang Majlis Ulama Indonesia, yang terdiri dari

sejarah, struktural, visi misi, fungsi serta peran dan pengaruh politik Majlis

Ulama Indonesia.

BAB VI membahas tentang analisis hasil penelitian, yaitu analisis

tentang partisipasi politik Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Pilpres 2019.

Page 21: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

12

BAB V penutup pada Bab ini disampaikan kesimpulan dan saran-saran

yang dapat disampaikan terkait dengan hasil penelitian.

Page 22: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

26

BAB III

MAJELIS ULAMA INDONESIA

A. Sejarah Majelis Ulama Indonesia

Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis yang

menghimpun para ulama dan cendekiawan muslim Indonesia untuk

menyatukan gerak dan langkah-langkah umat Islam Indonesia dalam

mewujudkan cita-cita bersama.

MUI berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 H, bertepatan dengan tanggal

26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para

ulama dan cendekiawan yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara

lain meliputi dua puluh enam orang ulama yang mewakili 26 Propinsi di

Indonesia, 10 orang ulama yang merupakan unsur dari ormas-ormas Islam

tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, Al Washliyah,

Math'laul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari

Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan

POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.

Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk membentuk

wadah tempat bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan muslim, yang

tertuang dalam sebuah "Piagam Berdirinya MUI", yang ditandatangani oleh

seluruh peserta musyawarah yang kemudian disebut Musyawarah Nasional

Ulama I.1

1 Profil MUI, sumber: www.mui.or.id, diakses tanggal 29 Juli 2019. 12:30 WIB.

Page 23: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

27

Pertemuan alim ulama yang melahirkan MUI tersebut ditetapkan

sebagai Musyawarah Nasional (MUNAS) MUI yang pertama. Dengan

demikian, sebelum adanya MUI Pusat, terlebih dahulu di daerah-daerah telah

terbentuk Majelis Ulama.2

Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika Bangsa Indonesia tengah

berada pada fase kebangkitan kembali setelah 30 tahun merdeka, di mana

energi bangsa telah banyak terserap dalam perjuangan politik kelompok dan

kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani umat. Selama dua puluh

lima tahun Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah musyawarah para ulama,

zu’ama, dan cendekiawan muslim berusaha untuk:3

1. Memberikan bimbingan dan tuntunan kepada Umat Islam Indonesia dalam

mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhai Allah;

2. Memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan

kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan

kegiatan

3. bagi terwujudnya hubungan keislaman dan kerukunan antar-umat

beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa;

4. Menjadi penghubung antara ulama dan pemerintah dan penerjemah timbal

balik antara umat dan pemerintah guna menyukseskan pembangunan

nasional; 4) Meningkatkan hubungan, serta kerjasama antar organisasi,

lembaga Islam dan cendekiawan muslim dalam memberikan bimbingan

2Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam, h., 93

3https://mui.or.id/sejarah-mui/index.php diakses pada 29 juli 2019 13:00 WIB

Page 24: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

28

dan tuntunan kepada masyarakat khususnya Umat Islam dengan

mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.

Dalam perjalanannya MUI berusaha untuk memberikan bimbingan dan

tuntunan kepada Umat Islam dalam mewujudkan kehidupan beragama dan

bermasyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT, memberikan nasehat dan fatwa

mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan

masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya Ukhuwah Islamiyah dan

kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan

bangsa, serta menjadi penghubung antara ulama dan umara (pemerintah) dan

penerjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan

pembangunan nasional, serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan

cendekiawan muslim dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada

masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan

informasi secara timbal balik.

Sebagai warasatu al-anbiya', Ulama Indonesia berkewajiban untuk

menegakkan kebenaran dan keadilan dengan cara yang baik dan terpuji yang

merupakan kewajiban bersama (fardhun jama'iy). Oleh karena itu,

kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif merupakan kewajiban (ijab

al-Imamah) dalam rangka mewujudkan masyarakat madani (khair al-ummah).

Yang menekankan nilai-nilai persamaan (al-Musawah), keadilan (al-'adalah)

dan demokrasi (syura).4 Selain itu, di berbagai negara terutama Asia Tenggara

4 Tim Penyusun, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia Berkiprah Menjaga Integritas Bangsa, (Jakarta: Majelis Ulama Indonesia), h., 241-242.

Page 25: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

29

ketika itu telah terbentuk Dewan Ulama/Majelis Ulama atau Mufti selaku

penasehat di bidang yang memiliki peran strategis.5

Majelis Ulama Indonesia mempunyai peranan yang sangat penting

dalam hal keagamaan, sosial budaya dan sosial politik, sesuai sifat dan

tanggung jawab yang dipikulnya. Gambaran ini terlihat bahwa Majelis Ulama

Indonesia yang didirikan Tahun 1975, adalah sebuah institusi yang menurut

pedoman dasarnya, antara lain berfungsi memberikan fatwa dan nasihat

mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan

umat Islam pada umumnya, sebagai amar ma’ru nahi mun’kar dalam usaha

meningkatkan ketahanan nasional.6

B. Visi Misi, Orientasi dan Fungsi

1. Visi

Terciptanya kondisi kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan

kenegaraan yang baik sebagai partisipasi Umat Islam melalui aktualisasi

potensi Ulama’, Zu’ama, dan Cendekiawan Muslim untuk kejayaan Islam dan

Umat Islam, guna terwujudnya Islam yang penuh rahmat di tengah kehidupan

umat manusia dan masyarakat Indonesia khususnya.7

5 Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam, (Surabaya: Majelis Ulama Indonesia, 2015), h., 95

6 Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005), h.198.

7 Anwar Abbas, dkk, Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia, h., 7

Page 26: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

30

2. Misi

1) Menggerakkan kepemimpinan dan kelembagaan umat secara efektif,

dengan menjadikan ulama sebagai panutan (qudwah hasanah) sehingga

mampu mengarahkan dan membina Umat Islam dalam menanamkan dan

memupuk Aqidah Islamiyah serta menjalankan Syariah Islamiyah.

2) Melaksanakan Dakwah Islamiyah, amar ma'ruf nahi mungkar dalam

mengembangkan akhlak karimah, agar terwujud masyarakat berkualitas

(khaira ummah) dalam berbagai aspek kehidupan.

3) Mengembangkan Ukhuwah Islamiyah dan kebersamaan dalam

mewujudkan persatuan dan kesatuan umat Islam dalam wadah Negara

Kesatuan Republik Indonesia.8

3. Orientasi

Orientasi Majelis Ulama Indonesia mempunyai sembilan orientasi

perkhidmatan, yaitu:9

1. Diniyah (Keagamaan)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan yang mendasari

semua langkah dan kegiatannya pada nilai dan ajaran Islam. Karena Islam

adalah agama yang berdasarkan pada prinsip tauhid dan mempunyai ajaran

yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.

8Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam, h., 99 9Din Samsudin, Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia, h., 7-10.

Page 27: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

31

2. Irsyadiyah (Memberi Arahan)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan dakwah al-

Irsyad, yaitu untuk mengajak umat manusia kepada kebaikan serta

melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar dalam arti yang seluas-

luasnya.

3. Ijabiyah (Responsif)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan ijabiyah

yang senantiasa memberikan jawaban positif terhadap setiap permasalahan

yang di hadapi masyarakat melalui prakarsa kebajikan (amal saleh) dalam

semangat berlomba dalam kebaikan (fastabiq al-khairat).

4. Hurriyah (Independen)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan independen

yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh

pihak-pihak lain dalam mengambil keputusan, mengeluarkan pikiran,

pandangan dan pendapat.

5. Ta’awuniyah (Tolong Menolong)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan yang

mendasari diri pada semangat tolong-menolong untuk kebaikan dan

ketakwaan dalam membuka kaum dhuafa’ untuk meningkatkan harkat dan

martabat, serta derajat kehidupan masyarakat. Semangat ini dilaksanakan

atas persaudaraan di kalangan seluruh lapisan golongan Umat Islam.

Page 28: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

32

6. Syuriyah (Permusyawaratan)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan yang

melaksanakan prinsip musyawarah dalam mencapai permufakatan melalui

pengembangan sikap demokratis, akomodatif dan aspiratif terhadap

berbagai aspirasi yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.

7. Tasamuh (Toleran dan Moderat)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan yang

mengembangkan sikap toleransi dan moderat dalam melaksanakan

kegiatan dengan senantiasa menciptakan keseimbangan di antara berbagai

arus pemikiran di kalangan masyarakat sesuai dengan syariat Islam.

8. Qudwah (Panutan/Kepeloporan)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah penghidupan yang

mengedepankan kepeloporan dan keteladanan melalui prakarsa kebajikan

yang bersifat perintisan untuk kebutuhan kemaslahatan umat.

9. Addualiyah (Mendunia)

Majelis Ulama Indonesia adalah wadah pengkhidmatan yang

menyadari dirinya sebagai anggota masyarakat dunia yang ikut aktif

memperjuangkan perdamaian dan tatanan dunia yang sesuai dengan ajaran

Islam. Sesuai dengan itu Majelis Ulama Indonesia menjalin hubungan dan

kerjasama dengan Lembaga/ Organisasi Islam Internasional di berbagai

Negara

.

Page 29: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

33

4. Fungsi

Sehubungan dengan berbagai amanat baik dari kepala negara ataupun

sejumlah menteri serta pemikiran dan saran dari peserta musyawarah maka

Munas I MUI telah merumuskan dalam pasal 4 pedoman pokoknya yang

menyebutkan bahwa MUI berfungsi:10

1. Memberi fatwa dan nasehat mengenai masalah keagamaan dan

kemasyarakatan kepada pemerintah dan umat Islam umumnya sebagai amal

ma’ruf nahi munka, dalam usaha meningkatkan ketahanan nasional.

2. Memperkuat ukhuwah Islamiyah dan melaksanakan kerukunan antar umat

beragama dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.

3. Mewakili umat Islam dalam konsultasi antar umat beragama.

4. Penghubung ulama dan umara (pemerintah) serta jadi penerjemah timbal

balik antara pemerintah dan umat guna menyukseskan pembangunan

nasional.

5. Majelis Ulama tidak berpolitik dan tidak operasional.

Untuk mencapai tujuannya, Majelis Ulama Indonesia melaksanakan

usaha-usaha sebagai berikut :

1. Memberikan bimbingan dan tuntutan kepada umat Islam dalam

mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi oleh

Allah Swt.

2. Memberikan nasehat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan

kemasyarakat kepada pemerintah dan masyarakat. 10Helmi Karim, Konsep Ijtihad Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengembangan Hukum Islam, Cetakan Ke-1, (Pekanbaru: Susqa Press, 1994), h.89.

Page 30: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

34

3. Meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhuwah Islamiyah dan

kerukunan antar umat beragama dalam memantapkan kesatuan dan

persatuan bangsa.

4. Menjadi penghubung antara ulama dan umara (pemerintah) dan

penterjemah timbal balik antara pemerintah dan umat guna mensukseskan

pembangunan nasional.

5. Meningkatkan hubungan serta kerjasama antara berbagai organisasi,

lembaga Islam, dan cendikiawan muslim.

6. Mewakili umat Islam dalam hubungan dan konsultasi antar umat beragama.

7. Usaha lainnya yang sesuai dengan tujuan organisasi.

C. Asas dan Sifat Lembaga MUI

Terhitung sejak berlangsungnya Munas VI MUI tahun 2000 sesuai dengan

perubahan dan penyempurnaan AD/ART, beberapa perubahan atas asas dan

susunan organisasi MUI yaitu:11

1. Asas MUI yang semula pancasila, berubah menjadi Islam

2. MUI merupakan organisasi yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan

independen, dalam arti tidak terikat atau menjadi bagian dari pemerintah atau

kelompok manapun. Independensi juga harus tercermin dalam berfikir,

bersikap,bertindak dan berbuat. MUI tidak berafiliasi kepada salah satu

organisasi sosial politik.

3. Susunan organisasi semula hanya di propinsi, kota/kabupaten, telah diperluas

hingga ke tingkat kecamatan.

11Din Samsudin, Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia, h., 18-22.

Page 31: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

35

4. Hubungan organisasi MUI Pusat dengan MUI Propinsi, MUI Kota/Kabupaten

yang semula bersifat horizontal aspiratif menjadi koordinatif, aspiratif

struktural administratif. Dalam arti, tak lagi bersifat horizontal aspiratif, tapi

lebih kepada vertikal koordinatif.

5. Hubungan antara MUI dengan organisasi/kelembagaan Islam bersifat

konsultatif dan kemitraan. MUI bukan supra struktur yang membawahi atau

atasan Ormas Islam. MUI bukan organisasi federasi, tetapi merupakan wadah

musyawarah.

D. Struktural Kepengurusan Majelis Ulama Indonesia

Dalam Pasal 9 Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia tentang Susunan

Pengurus bahwa susunan kepengurusan MUI di semua tingkatan secara umum,

meliputi: 1. Dewan Pertimbangan, 2. Dewan Pimpinan Harian; dan 3. Anggota

Pleno, Komisi dan Lembaga.12

1. Dewan Pertimbangan

Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia berfungsi untuk:

a. memberikan pertimbangan, nasihat, bimbingan dan bantuan kepada Dewan

Pimpinan Majelis Ulama Indonesia dalam pelaksanaan usaha Majelis Ulama

Indonesia sesuai dengan tingkatannya masing-masing

12Pedoman Dasar Majelis Ulama Indonesia

http://test.islamwasathiyah.com/wpcontent/uploads/2016/04/1.-PO_PD-PRT-MUI-HASIL-MUNAS-2015_1-42.pdf diakses pada Rabu, 10 April 2019 Pkl. 11:46

Page 32: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

36

b. membahas isu-isu strategis yang dihadapi umat Islam dan solusinya, serta

direkomendasikan ke pimpinan harian.13

Adapun susunan Dewan Pertimbangan MUI Pusat pada Periode

2015-2020 yaitu: Ketua : Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin, MA Wakil Ketua:

Prof. Dr. H. Azyumardi Azra., Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA., Prof. Dr.

H. Didin Hafiduddin, MA , Sekretaris: Prof. Dr. H. Noor Ahmad, MA., Dr.

H. Bachtiar Natsir., Drs. H. Natsir Zubaidi.

2. Dewan Pimpinan Harian

Kepengurusan MUI di setiap jenjang berlangsung lima tahun. Sampai

2015 MUI Pusat telah menyelenggarakan delapan kali Musyawarah Nasional

(Munas) dan delapan periode.14 Kemudian pada tahun 2015 dilaksanakan

Munas yang ke-sembilan karena merupakan tahun terakhir periode yang ke-

delapan.15 Selama delapan periode dan periode yang ke-sembilan telah terpilih

beberapa dewan pengurus harian,yaitu :

1) Periode I (1975-1980), Ketua Umum Prof. Dr. Hamka, Sekretaris Umum

Drs.H. Kafrawi Ridwan, MA.

2) Periode II (1980-1985), Ketua Umum KH. M. Syukri Ghozali, Sekretaris

Umum H.A. Burhani Tjokrohandoko (sebelum masa bakti berakhir H.A.

Burhani wafat, digantikan H.A. Qadir Basalamah).

131Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia,

http://test.islamwasathiyah.com/wpcontent/uploads/2016/04/1.-PO_PD-PRT-MUI-HASIL-MUNAS-2015_1-42.pdf diakses pada Senin, 22 April 2019 Pkl. 12:41

14Abdusshomad Buchori, Bunga Rampai Kajian Islam, h., 96-97

15Profil Majelis Ulama Indonesia, https://mui.or.id/kepengurusan-mui/# diakses pada Hari Kamis, 7 Februari 2019 Pkl. 15:26

Page 33: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

37

3) Periode III (1985-1990), Ketua Umum KH. Hasan Basri, Sekretaris Umum

H.S.Projokusumo

4) Periode IV (1990-1995), Ketua Umum KH. Hasan Basri, Sekretaris Umum

H.S.Projokusumo

5) Periode V (1995-2000), Ketua Umum KH. Hasan Basri (sebelum masa bakti

berakhir KH. Hasan Basri wafat, digantikan oleh Prof. KH. Alie Yafie),

Sekretaris Umum Drs. H. Nazri Adlani

6) Periode VI (2000-2005), Ketua Umum Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudz,Sekretaris

Umum Prof. Dr. H. M. Din Syamsudin

7) Periode VII (2005-2010), Ketua UmumDr. KH. M.A. Sahal Mahfudz, Wakil

Ketua Umum Prof. Dr. H. M. Din Syamsudin, dan Sekretaris Umum: Drs. H.

Ichwan Sam

8) Periode VIII (2010-2015), Ketua Umum Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudz, Wakil

Ketua Umum Prof. Dr. H. M. Din Syamsudin, dan Sekretaris Umum: Drs.

H.Ichwan Sam. (pada hari Jum'at 24 Januari 2014 Dr. KH. M.A. Sahal

Mahfudz wafat, maka rapat pimpinan MUI yang diselenggarakan pada Selasa

18 Februari 2014 menetapkan Prof. Dr. H. M. Din Syamsudin sebagai Ketua

Umum yang baru dan DR. KH. Ma'ruf Amin sebagai Wakil Ketua Umum.

Sementara Sekretaris Umum tetap Drs. H. Ichwan Sam).

9 ) Periode IX (2015-2020), yaitu: Ketua Umum Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin,

Wakil Ketua Umum Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, LC dan Drs. H. Zainut

Tauhid Sa'adi, M.Si, serta Sekretaris Umum Dr. H. Anwar Abbas, MM.,

M.Ag

Page 34: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

38

3. Anggota Pleno, Komisi, dan Lembaga

Dalam Pasal 6 ayat (2) dan (3) Pedoman Rumah Tangga MUI disebutkan

bahwa dalam menjalankan tugasnya, Dewan Pimpinan membentuk komisi-

komisi yang bertugas untuk menelaah, membahas, merumuskan dan

menyampaikan usul-usul kepada Dewan Pimpinan sesuai dengan bidang

masing-masing. Komisi-komisi yang dimaksud adalah:

a. Komisi Fatwa

b. Komisi Ukhuwah Islamiyah

c. Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat

d. Komisi Pendidikan dan Kaderisasi

e.Komisi Pengkajian dan Penelitian

f. Komisi Hukum dan Perundang-undangan

g. Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat

h. Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga

i. Komisi Informatika dan Komunikasi

j. Komisi Hubungan Antar Umat Beragama

k. Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional

l. Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam.

Lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 6 ayat (4) dan (5) bahwa dalam

menjalankan program yang bersifat khusus/perintisan, Dewan Pimpinan dapat

membentuk Lembaga/Badan sesuai dengan kebutuhan. Lembaga/Badan yang

dimaksud seperti:

Page 35: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

39

a. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, Minuman dan Kosmetika

Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI);

b. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI);

c. Badan Arbitrase Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(BASYARNAS MUI);

d. Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam

Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA) MUI;

e. Komite Dakwah Khusus Majelis Ulama Indonesia (KDK MUI);

f. Lembaga Pentashhih Buku dan Konten Keislaman;

g. Lembaga Wakaf, Zakat, Infak, dan Sadaqoh;

h. dan yang dianggap perlu, dan ditetapkan oleh Dewan Pimpinan MUI.16

E. Peran dan Pengaruh MUI dalam Politik

1. Peran MUI dalam Politik

Dalam kaitannya dengan peran, ulama memiliki dua peran, yakni

sebagai penjaga akidah Islam dan pengawas umat Muslim, yang harus selalu

terkait Sharī’ah antara halhal devosional ritual dan terkait hubungan sosial

kemasyarakatan atau hubungan transaksi bisnis (mu’āmalāt).17

Ketua Bidang Bidang Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama

Indonesia (MUI) Pusat, KH Abdullah Jaidi menyebutkan tiga peran utama

yang mesti dijalankan segenap pengurus MUI di berbagai daerah. Pertama,

MUI sebagai pelayan umat, karena itu program-program MUI harus

16Pedoman Rumah Tangga Majelis Ulama Indonesia,

http://test.islamwasathiyah.com/wpcontent/uploads/2016/04/1.-PO_PD-PRT-MUI-HASIL-MUNAS-2015_1-42.pdf diakses pada Senin, 22 April 2019 Pkl. 12:20

Page 36: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

40

menjawab masalah yang dihadapi umat. Kedua, MUI sebagai penuntun

umat harus berperan mengarahkan dan menuntun umat dalam pelayanannya.

Ketiga, MUI harus menjaga akidah umat, yaitu merawat akidah agar tidak

terpengaruh dengan faham dan aliran intoleransi atau radikal.18

Ulama dalam perpolitikan di Indonesia bukanlah hal yang asing.

Semenjak dahulu, peran ulama dalam mendirikan bangsa Indonesia ini

memang perlu diakui. Tidaklah mengherankan jika ulama terlibat dengan

urusan politik, atau bahkan ulama itu sendiri yang dengan sengaja terjun

sendiri ke panggung politik sebagai tokoh utama partai politik. Sementara

itu, sosok ulama adalah sosok yang dikenal dengan pemandu umat (Islam)

karena kepandaiannya dalam hal keilmuan Islam. Ulama adalah pemimpin

umat Islam, pewaris Nabi dalam menegakkan dan menjalankan perintah

Tuhan.19

Menurut Ketua Lakpersdam PBNU, Rumadi menyebutkan bahwa

MUI boleh saja berpolitik, tapi dia harus menempatkan politik bukan

dalam konteks perebutan kekuasaan, Peran politik yang dimainkan MUI

seharusnya terbatas seperti dalam fiqh siyasah atau fiqih politik, yaitu

segala sesuatu yang mendekatkan manusia pada kebaikan dan menjauhkan

dari kerusakan. Fungsi MUI adalah memastikan bagaimana masyarakat

18Nashih Nashrullah, Tiga Peran Utama MUI yang Harus Dilaksanakan demi Umat, 04 Feb

2019. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/02/04/pmeszq320-tiga-peran-utama-mui-yang-harus-dilaksanakan-demi-umat. Diakses tanggal 28 Juli 2019.

19Supriyadi, Menyingkap Peran Ulama dalam Politik, 6 April 2009, https://www.nu.or.id/post/read/16648/menyingkap-peran-ulama-dalam-politik. Diakses tanggal 30 Juli 2019.

Page 37: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

41

bisa baik, tidak terpecah-belah, dan menjauhkan manusia dari kerusakan.

Senada dengan pendapat Rumada, Tigor Naipospos (Setara Institute)

menyebutkan, bahwa MUI harus membawa politik yang bisa

menjembatani perbedaan, menjaga perdamaian, mengokohkan kerukunan

antar-umat beragama, dan meningkatkan kebangsaan.20

2. Pengaruh MUI dalam Politik

Andi Syafrani menyebutkan, bahwa posisi MUI dianggap sebagai

lembaga yang unik. MUI adalah lembaga swasta yang diberi kewenangan

negara melalui undang-undang. Contohnya adalah kewenangan MUI

dalam mengeluarkan sertifikasi halal. Pada sisi lain, MUI sebagai LSM,

tapi satu-satunya LSM yang masuk dalam sistem hukum Indonesia." Bila

merujuk pada perjalanan MUI, saat ini nampak terjadi pergeseran yang

menggambarkan bahwa MUI memiliki pengaruh dalam bidang politik.

Awal berdirinya MUI pada tahun 1975 yang diresmikan oleh

Soeharto salah satu tujuannya adalah sebagai representasi umat Islam dalam

program antaragama yang digalakkan oleh Orde Baru (Orba). Ketua

pertama MUI, Buya Hamka, mempunyai hubungan kurang harmonis secara

politik dengan rezim Orba. Salah satunya ketika MUI mengeluarkan fatwa

pada Maret 1981 yang melarang umat Islam berpartisipasi pada acara Natal.

Melihat fatwa ini, pemerintah Orba marah dan meminta fatwa tersebut

dicabut. Namun Hamka menolak dan memilih untuk mengundurkan diri

20Tempo.co, MUI Diminta Tak Terlibat dalam Politik Kekuasaan, 16 Oktober 2016, https://nasional.tempo.co/read/812636/mui-diminta-tak-terlibat-dalam-politik-kekuasaan/full&view=ok. Diakses tanggal 30 Juli 2019.

Page 38: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

42

pada Mei 1981. Penolakan Hamka dan pengunduran dirinya sebagai ketua

menunjukkan bahwa MUI pada masa awal berdirinya netral bahkan

cenderung berseberangan dengan pemerintah. Kondisi ini berbanding

terbalik setelah masa kepengurusan Hamka, di mana MUI bisa dibilang

menjadi cap stempel pemerintah. Terutama jika kita melihat keputusan MUI

pada setiap pemilu. Institusi MUI pada rentang 1982-1997 menjadi corong

kebijakan pemerintah. Fakta ini juga diungkapkan oleh MB Hooker (1997)

dan Atho Mudzhar (1993) dalam dua tulisan mereka masing-masing yang

mengatakan bahwa MUI pada zaman Orde Baru adalah untuk mendukung

dan menjustifikasi kebijakan-kebijakan pemerintah.21

Posisi MUI mulai berubah setelah masa Reformasi. Jika

dibandingkan pemilu zaman Orde Baru di mana MUI lebih mendukung

pemerintahan Soeharto, pada pemilu pertama era Reformasi, yakni tahun

1999, MUI memperlihatkan keberpihakannya kepada partai Islam dengan

mengimbau kepada umat Islam untuk mencoblos partai politik yang

berjuang kepada untuk kepentingan umat (Nur Ichwan, 2005). Pernyataan

ini tentu saja secara eksplisit mengindikasikan keberpihakan MUI kepada

partai Islam dan berharap umat Islam untuk memilihnya ketika datang di

bilik suara. Keberpihakan MUI kepada partai Islam sepertinya disebabkan

pada awal dekade 1990-an hingga masa Reformasi, ada pergeseran politik di

tubuh pemerintahan terutama Presiden Soeharto mendekat kepada kelompok

21Muhammad As'ad (dosen Universitas Hasyim Asy'ari, Pondok Pesantren Tebuireng

Jombang), MUI, Pilpres, dan Politik Munajat, 25 Februari 2019. https://news.detik.com/kolom/d-4443012/mui-pilpres-dan-politik-munajat. Diakses tanggal 2 Agustus 2019 15:45 WIB.

Page 39: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

43

Islam. Beberapa pengamat politik mengatakan bahwa masa itu disebut

sebagai periode di mana Soeharto beralih ke kelompok Islam (the Islamic

turn). Ketika masa Reformasi, euforia ini tetap berlanjut terutama

munculnya partai-partai Islam seperti PAN, PBB, PKB, PK, dan PNU.

Pada tahun 2004, 2009, dan 2014 MUI relatif lebih netral

dibandingkan dengan pemilu masa Orde Baru dan pemilu pertama pada era

Reformasi (1999). Tidak ada lagi memberikan dukungan secara langsung

kepada presiden incumbent seperti pada pemilu era 1980-an dan 1990-an

ataupun dukungan kepada partai Islam seperti pada Pemilu 1999. Yang

terjadi pada Pemilu 2004, 2009, dan 2014, MUI memberikan imbauan netral

agar para pemilih datang ke bilik suara dan memberikan hak pilihnya sesuai

dengan pilihan hatinya masing-masing. Pada 2009 MUI bahkan

mengeluarkan fatwa haramnya golput dengan tujuan agar partisipasi

masyarakat pada pemilu terus meningkat. Hal ini diulangi juga pada 2014 di

mana MUI mengeluarkan imbauan yang sama untuk tidak golput.

Pada Pemilu 2019, sepertinya terjadi pergesaran politik dalam tubuh

MUI. Jika selama ini MUI di pusat dan daerah selalu satu suara, baik dalam

keputusan politik maupun imbauan keagamaan, maka pemilu tahun ini akan

sangat berbeda. Sangat mungkin akan ada perbedaan politik antara satu

MUI di level kabupaten/kota atau propinsi dengan MUI Pusat. Hal ini

berkaitan dengan preferensi politik masing masing daerah. Wilayah yang

terkenal menjadi basis pemilih salah satu pasangan calon, atau pemimpin

daerahnya adalah pendukung salah satu calon, maka ada kemungkinan MUI

Page 40: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

44

di daerah tersebut akan mendukung pasangan calon tersebut. DKI Jakarta

adalah contoh paling mudah. Sebagai daerah yang gubernurnya didukung

oleh partai dan capres tertentu, maka dalam acara Munajat 212 yang

diadakan MUI, sangat kentara bahwa kegiatan tersebut sebagai ajang unjuk

gigi pendukung calah satu capres, yang notabene juga dukung oleh

Gubernur DKI.22

Sedangkan, MUI Pusat di mana ketua non aktifnya adalah pasangan

lain, melalui wakil ketua umumnya, Zainul Tauhid Sa'adi mengkritik

keputusan MUI DKI Jakarta yang menggelar acara Munajat 212 yang

diklaim oleh MUI Pusat menjadi acara politik. Hal ini menunjukkan

perbedaan politik yang bisa berujung pada perpecahan antara kepengurusan

MUI di masing masing daerah/wilayah dengan MUI Pusat.

Contoh lain bisa kita lihat di Sumatera Barat. Pada Juli 2018, MUI

Sumbar menolak ide tentang Islam Nusantara. Konsep ini ditelurkan oleh

Nahdlatul Ulama, organisasi yang dipimpin oleh Cawapres KH Ma'ruf

Amin. MUI Pusat yang juga dipimpin oleh Ma'ruf Amin dalam posisi

mendukung Islam Nusantara. Jika kita melihat hasil Pilpres 2014 di Sumbar,

di mana Prabowo menang telak di provinsi ini, bisa jadi MUI Sumbar dalam

posisi politik untuk mendukung pasangan calon ini. Hal ini juga bisa dilihat

dari sikap Jokowi yang mendukung secara terang benderang terhadap

konsep Islam Nusantara. Jadi sikap MUI Sumbar yang menolak Islam

22Muhammad As'ad (dosen Universitas Hasyim Asy'ari, Pondok Pesantren Tebuireng

Jombang), MUI, Pilpres, dan Politik Munajat, 25 Februari 2019. https://news.detik.com/kolom/d-4443012/mui-pilpres-dan-politik-munajat. Diakses tanggal 2 Agustus 2019 17:05 WIB.

Page 41: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

45

Nusantara berbanding lurus dengan sikap politiknya terhadap salah satu

pasangan Capres-Cawapres 2019.23

Di dalam bidang politik, MUI haruslah berhati-hati dan cerdik

menilai situasi. Sesuai dengan definisi kata ulama itu sendiri, bahwa ulama

itu “mereka yang penuh akal”, oleh sebab itu para ulama MUI dapat

membagikan ilmu agama dan ilmu-ilmu lain untuk memberi pencerahan dan

dialog-dialog damai kepada para politisi agar berpolitik dengan baik dan

beretika. Masuknya MUI ke dalam proses politik bernegara Indonesia itu

bukanlah berarti MUI menjadi pengganggu keseimbangan “Trias Politica”,

tetapi MUI menjadi aktor fungsional atau aktor penengah, agar tetap

bertindak sesuai kemaslahatan umat di tengah-tengah kehidupan politik

yang penuh godaan dan serba tidak pasti.24

23Muhammad As'ad (dosen Universitas Hasyim Asy'ari, Pondok Pesantren Tebuireng

Jombang), MUI, Pilpres, dan Politik Munajat, 25 Februari 2019. https://news.detik.com/kolom/d-4443012/mui-pilpres-dan-politik-munajat. Diunduh tanggal 2 Agustus 2019 18:20 WIB

24Jeanne Francoise, Pemikiran Politik Islam Modern: Peran Majelis Ulama Indonesia,

Jurnal THE 1st UICIHSS, h.41. http://uicihss.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/34-PEMIKIRAN-POLITIK-ISLAM-MODERN.pdf

Page 42: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

13

BAB II

TEORI PARTSISIPASI POLITIK ULAMA

A. Partisipasi Politik

1. Pengertian Partisipasi Politik

Partisipasi berasal dari bahasa latin, yaitu pars yang artinya bagian

dan capere yang artinya mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan

politik negara. Apabila digabungkan berarti “mengambil bagian”. Dalam

bahasa Inggris dinamakan partisipate atau participation, berarti mengambil

bagian atau peranan. Jadi partisipasi berarti mengambil peranan dalam

aktivitas atau kegiatan politik Negara.1

Isbandi menyebutkan bahwa, “partisipasi dapat juga berarti

keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan

potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan

tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya

mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi

perubahan yang terjadi”.2

Beberapa ahli memberikan batasan tentang partisipasi politik cukup

beragam. Diantaranya, Ramlan Surbakti memberikan definisi singkat

mengenai partisipasi politik sebagai bentuk keikutsertaan warga negara

biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau

mempengaruhi hidupnya.3 Sedangkan, Miriam Budiardjo menjelaskan,

bahwa partisipasi politik merupakan kegiatan seseorang, atau kelompok

orang yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan

jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini

mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum,

1Suharno, Diklat Kuliah Sosiologi Politik, (Yogyakarta: UNY, 2004), h.102. 2Firmansyah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideolgi Politik di Era

Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h.1. 3Cholisin, dkk, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Yogyakarta: UNY Press, 2007), h.150.

Page 43: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

14

menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu artai atau kelompok

kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau

anggota parlemen, dan sebagainya.4

Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan,

bahwa partisipasi politik adalah adalah kegiatan seseorang atau sekelompok

orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan

jalan memilih pimpinan negara dan daerah serta secara langsung atau tidak

langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.

2. Faktor-faktor Partisipasi Politik

Salah satu bentuk partisipasi politik masyarakat dalam pemerintahan

yang demokratis adalah keikutsertaan anggota masyarakat dalam pemilihan

umum.

Milbrath menjelaskan, bahwa terdapat faktor-faktor penyebab

seseorang melakukan partisipasi politik. Pertama, adanya perangsang

politik seperti sering mengikuti debat atau diskusi politik baik formal

maupun informal. Kedua, peduli terhadap isu-isu sosial, politik, budaya,

ekonomi, dan lain-lain. Ketiga, status sosial, ekonomi, etnis dan agama yang

mempengaruhi persespsi dalam bidang politik. Keempat, lingkungan politik

yang kondusif dan demokratis akan mendekatkan seseorang dengan dunia

politik.5

Sedangkan, Mohtar dan Chollin menyebutkan, bahwa pendidikan,

perbedaan jenis kelamin dan status sosial-ekonomis juga dapat

mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi.6

4Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi: Rakyat Mengendalikan Negara, (Jakarta: Permata

Aksara, 2011), h.73. 5Rafael Raga Maran, Pengantar Sosiologi Politik: Suatu Pemikiran dan Penerapan,

(Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h.156-157. 6Mohtar Mas’oed dan Colin Mac.Andrews, Perbandingan Sistem Politik, h.41.

Page 44: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

15

3. Tipologi Partisipasi Politik

Rahman menyebutkan, bahwa secara umum tipologi partisipasi

sebagai kegiatan dibedakan menjadi:7

a. Partisipasi aktif, yaitu partisipasi yang berorientasi pada proses input

dan output.

b. Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada output,

dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah, menerima dan

melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.

c. Golongan putih (golput) atau kelompok apatis, karena menggapsistem

politik yang ada menyimpang dari yang dicita-citakan.

Milbrath dan Goel mem bedakan partisipasi politik menjadi

beberapa kategori yakni :8

a. Partisipasi politik apatis orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri

dari proses politik.

b. Partisipasi politik spector orang yang setidak-tidaknya pernah ikut

memilih dalam pemilihan umum.

c. Partisipasi politik gladiator mereka yang secara aktif terlibat dalam

proses politik, yakni komunikator, spesialis mengadakan kontak tatap

muka, aktivis partai dan pekerja kampanye dan aktivis masyarakat.

d. Partisipasi politik pengritik Orang-orang yang berpartisipasi dalam

bentuk yang tidak konvensional.

4. Bentuk Partisipasi Politik

Ada beberapa macam bentuk partisipasi yang dikemukakan oleh

para ahli. Paige merujuk pada tinggi rendahnya kesadaran politik dan

kepercayaan pemerintah (sistem politik menjadi empat tipe yaitu partisipasi

7 Rahman, H.I., Sistem Politik Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), h.288.

8Cholisin, dkk, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Yogyakarta: UNY Press, 2007), h.152.

Page 45: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

16

aktif, partisipasi pasif tertekan (apatis), partisipasi militan radikal , dan

partisipasi pasif.9

Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dikemukakan oleh Almond

terbagai dalam dua bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan

partisipasi politik non konvensional. Adapun rincian bentuk partisipasi

politik konvensional dan non konvensional :10

a. Partisipasi politik konvensional

1) Pemberian suara atau voting

2) Diskusi politik

3) Kegiatan kampanye

4) Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

5) Komunikasi individual dengan pejabat politik atau administratif.

b. Partisipasi politik nonkonvensional

1) Pengajuan petisi

2) Berdemonstrasi

3) Konfrontasi

4) Mogok

5) Tindak kekerasan politik terhadap harta benda : pengrusakan,

pemboman, pembakaran

6) Tindakan kekerasan politik terhadap manusia: penculikan,

pembunuhan, perang gerilya, revolusi.

Cohen dan Uphoff membedakan partisipasi menjadi empat jenis.

Pertama, partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kedua, partisipasi

dalam pelaksanaan. Ketiga, partisipasi dalam pengambilan manfaat. Dan

keempat, partisipasi dalam evaluasi.11

99Cholisin, dkk, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Yogyakarta: UNY Press, 2007), h.153.

10Mohtar Mas’oed dan Colin Mac.Andrews, Perbandingan Sistem Politik, h.57. 11 Siti Irene, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan, (Yogyakarta:

Pustaka Belajar, 2011), h.61.

Page 46: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

17

Sedangkan Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi bentuk-

bentuk partisipasi politik menjadi :12

a. Kegiatan Pemilihan, yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan

umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi

calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha

mempengaruhi hasil pemilu;

b. Lobby, yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan

politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu

isu;

c. Kegiatan Organisasi, yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik

selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan

keputusan oleh pemerintah;

d. Contacting, yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun

jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi

keputusan mereka, dan

e. Tindakan Kekerasan (violence), yaitu tindakan individu atau kelompok

guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan

kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huru-

hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan

pemberontakan.

Bentuk-bentuk partisipasi politik Huntington dan Nelson

sebagaimana di atas relatif belum lengkap karena keduanya belum

memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan diskusi

politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di dalam

skala subyektif individu.

5. Hak-hak polik dalam islam

Menurut Muhammad Anis Qasim Ja‟far, hak- hak politik itu ada tiga

macam, yaitu:

12 Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,

(Jakarta: Rineka Cipta, 1990) h. 9-10.

Page 47: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

18

1. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum.

2. Hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota lembaga perwakilan dan

lembaga setempat.

3. Hak untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan hal- hal lain

yang mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat yang berkaitan

dengan politik.

Ketiga hak politik ini, tegas Qasim, tidak berlaku kecuali bagi

orang- orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu di samping syarat

kewarganegaraan. Seseorang boleh menggunakan atau tidak menggunakan

hak-hak politik tersebut tanpa ikatan apa pun.13

B. Politik Ulama

1. Pengertian Ulama

Ulama bentuk dari kata alim yang berarti orang yang ahli dalam

pengetahuan agama Islam. Kata alim adalah kata benda dari kata kerja alima

yang artinya “mengerti atau mengetahui”. Di Indonesia, kata Ulama yang

menjadi kata jama’ alim, umumnya diartikan sebagai “orang yang berilmu”.

Kata Ulama ini bila dihubungkan dengan perkataan lain, seperti Ulama

hadist, Ulama tafsir dan sebagainya, mengandung arti yang luas,yaitu

meliputi semua orang yang berilmu.Apa saja ilmunya, baik ilmu agama

Islam maupun ilmu lain. Menurut pemahaman yang berlaku sekarang,

Ulama adalah mereka yang ahli atau mempunyai kelebihan dalam bidang

ilmu agama Islam, seperti ahli dalam tafsir, ilmu hadist, ilmu kalam, bahasa

Arab dan paramasastranya seperti saraf, nahwu, balagh dan sebagainya.14

13 Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim Dalam Komunitas

Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit Agkasa, 2003), cet. I, h. 67

14 Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),

h.12.

Page 48: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

19

Istilah ulama disebutkan dalam al-Qur’an di dua ayat surah asy-Syu’

ara dan Fathir.“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-

hamba-Nya, hanyalah ulama”15

Dalam pengertian umum ulama mempunyai arti sebagai orang

pintar, terkemuka atau orang-orang terpandang dari kalangan agama.

Sebagai elit agama sering dikaitkan dengan Islam. Hal ini dapat dimengerti

karena asal kata ulama itu sendiri itu memang berasal dari bahasa arab yang

sering diidentikan dengan Islam.16

2. Tipologi Ulama

Tipologi ulama menurut Imam Abdullah al-Haddad terbagi menjadi

dua bagian sesuai dengan bagian ilmu, yakni ulama yang bermanfaat dan

tidak bermanfaat. Ulama yang bermanfaat atau ulama muttaqī (bertakwa)

adalah ulama yang selalu berusaha untuk kebaikan, manfaat dan

kemaslahatan bagi dirinya dan seluruh umat. Sebaliknya ulama tidak

bermanfaat atau ulama (jelek) adalah ulama yang tidak pernah memikirkan

kejelekkan, bahaya dan fitnah atas dirinya dan umat.17

Sedangkan Ali Maschan Moesa mengutip pendapat Turmudi yang

membagi tipologi ulama atau kiai menjadi empat tipe sebagai berikut:18

a. Ulama pesantren, yakni para kiai yang memusatkan perhatian untuk

meningkatkan sumber daya masyarakat melalui pendidikan atau

pesantren;

b. Ulama tarekat, yakni para kiai yang begelut di dunia kebatinan dan

membangun kecerdasan hati masyarakat;

15 M.Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Cet XXIII, (Bandung: Mizan, 2002), h.382. 16 Mohammad Iskandar, dkk, Peranan Elit Agama Pada Masa Revolusi Kemerdekaan.

(Jakarta: Depdikbud, 2000), h. 1. 17 Imam Abdullah al-Haddad, ad-Da‟wah at-Tammāh wa at-Tażkirah al- Ammāh, Cetakan

4, Ttp: Dar al-Jāwī, 2000, h. 58-60. 18 Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, Cetakan 1,

(Yogyakarta: LkiS, 2007), h. 65-66.

Page 49: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

20

c. Ulama politik, yakni para kiai yang mengembangkan oraganisasi seperti

NU dan terlibat dalam dunia politik dan pemerintahan;

d. Ulama panggung, yakni para kiai atau juru dakwah yang aktif

memberikan ceramah agama di berbagai tempat.

Mambaul Ngadimah mengkategorikan ulama menjadi tiga tipe,

yaitu Ulama Kultural, Ulama Struktural, dan Ulama Politik, sebagai berikut

:19

a. Ulama Struktural, terdiri dari :

1) Pengurus organisasi keagamaan MUI, Nahdhatul Ulama (NU),

Muhammadiyah, LDII, HTI

2) Pengurus Yayasan Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Sosial dari

Organisasi Keagamaan tertentu.

b. Ulama Kultural, terdiri dari :

1) Menjadi teladan masyarakat dalam berakhlak al-karimah

2) Ahli agama, Ahli sufi, Fiqh, Falak, Tafsir, Hadis, Hafidz dll

3) Akademisi, punya santri Ponpes salaf/modern, Madin, Masjid

4) Tokoh masyarakat, Imam masjid, tahlil, tokoh supranatural

5) Komunikator masyarakat muballigh Da‟i/Da‟iyah.

c. Ulama Politik, terdiri dari :

1) Anggota DPR, DPD, KPU

2) Pengurus Partai, Politik PKB PKNU, Golkar, PPP, PAN, PBB,

Hanura dll

3) Anggota Tim Sukses Kandidat Kada (Kepala Daerah) dan Wakada

(Wakil Kepala Daerah).

3. Peran Ulama dalam Politik

Agama sering digambarkan sebagai seperangkat aturan dan nilai-

nilai Agung dari Yang Maha Kuasa. Agama dan politik sering dipandang

sebagai entitas yang sama sekali berbeda, terpisah sangat jauh dan tidak

berhubungan antara satu sama lainnya. Lebih-lebih cita yang merupakan

19 Mambaul Ngadhimah, Peran Serta Ulama dalam Membangun Nilai-nilai Demokrasi

pada Pilkada, Jurnal al-Tahrir, Vol. X No. 2 Desember 2010, h. 234.

Page 50: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

21

salah satu inti dari agama, politik digambarkan sama sekali bertolak

belakang.20

Keterkaitan Islam dengan kenegaraan diungkapkan oleh banyak

ulama terutama yang concern terhadap permasalahan politik Islam

sebagaimana yang dikutip Dhiauddin Rais. Diantaranya al‐ Mawardi dalam

bukunya al‐Ahkam al‐Sulthaniyah memberikan alasan diwajibkannya

keimamahan dalam Islam, ia mengatakan: “Seandainya bukan karena para

wali (pemimpin), niscaya mereka menjadi kacau tidak terurus serta menjadi

biadab dan liar” Imam al‐Ghazali berpendapat bahwa pelaksanaan

kewajiban‐kewajiban agama baik yang bersifat individu maupun sosial

dapat terlaksana jika ditegakkannya institusi keimamahan dalam suatu

pemerintahan. Karena itu dia mengatakan, “Agama dan kekuasaan adalah

dua anak kembar Agama adalah fondasi dan kekuasaan adalah penjaga

sistem aturan agama tidak akan tercapai selain dengan menggunakan sistem

aturan dunia, dan sistem aturan dunia tidak akan dicapai kecuali dengan

adanya seorang imam yang dipatuhi”.

Muhammad Amin MS dalam bukunya”Mengislamkan Kursi dan

Meja, Dialektika Ulama dan Kekuasaan” menguraikan dengan paparan yang

nyata tentang perpolitikan di Indonesia yang sering kali melibatkan atau

menggunakan peran ulama. Bahkan ulama itu sendirilah yang bermain

politik dan menjadi tokoh utama dalam suatu partai politik. Kursi diartikan

sebagai singgasana yang mana hal tersebut dalam dunia politik disebut

dengan kekuasaan. Sementara meja mempunyai arti papan sebagai tempat

berkas-berkas birokrasi yang mana menjadi urusan kenegaraan. Jika kursi

dan meja tersebut dijadikan dalam satu istilah, kursi dan meja berarti

kekuasaan dalam birokrasi politik. Sementara keikutsertaan ulama yang

menjadi judul tersebut karena memang ulama mempunyai pengaruh dan

daya gertak besar dalam hal tersebut.21

20 Ibnu Burdah, Islam Kontemporer, Revolusi dan Demokrasi, (Malang: Intrans Publishing,

2014), h. 184. 21Muhammad Amin MS, Mengislamkan Kursi dan Meja; Dialektika Ulama dan

Kekuasaan, Cetakan: Pertama, Januari 2009, Penerbit : Kerjasama Pustaka Pelajar (Yogyakarta)

Page 51: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

22

Ulama atau elit agama sangat berperan dalam politik, sepanjang

sejarah Indonesia saja mencatat, umat Islam mengalami pasang surut dalam

perjuangan politiknya. Sebutkan saja pada masa kerajaan-kerajaan

Nusantara, politik Islam cenderung menyatu dengan agama. Dalam hal

inilah, para Ulama memainkan peranan penting di dalam kerajaan dan

cenderung menjadi alat justifikasi kekuasaan sultan.22 Terseratnya kultur

Agama ke dalam aktivitas politik semakin menguat ketika elit Agama turut

berlaga memperebutkan kekuasaan, termasuk di daerah. Saat seorang tokoh

agama, baik Kiai ataupun Ustad, terjun ke dunia politik maka praktik-

praktik keagamaan seringkali diarahkan ke dalam aksi mengalang dukungan

politik. Pengajian, majlis taklim, haul dan sebagainya disulap menjadi arena

kampanye calon penguasa.23

Dewasa ini, para Ulama/kiai sepertinya saling berlomba terjun ke

politik praktis melalui partai politik yang beragam (multi partai), baik di

tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional. Ulama tidak berkumpul dalam

satu wadah partai politik tertentu, tetapi menyemut ke dalam berbagai partai

politik, terutama partai-partai politik yang berlatar belakang dengan simbol-

simbol ulama/kekiai-an (PKB,PPP,PNU, PKNU, dan lain sebagainya)”.24

Menurut Endang Turmudi, bahwa aspek politik kepemimpinan

ulama/kiai perlu diperhatikan karena ia mengungkap pola patronase dalam

hubungannya dengan masyarakat, dan bagaimana kekuasaannya secara jelas

terlihat sentralitas. Otoritas dan kekuasaan kiai dalam masyarakat

menimbulkan asumsi bahwa pengaruh kiai tidak terbatas hanya pada

hubungan sosial saja, tetapi juga dapat diterapkan dalam bidang politik.

Asumsi ini dibuktikan dengan fakta bahwa selama pemilu, misalnya, partai dengan YLKPN (Pekanbaru). Diakses dari http://www.nu.or.id/post/read/16648/menyingkap-peran-ulama-dalam-politik, tanggal 12 Juli 2019.

22Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam (Dari Masa Klasik Hingga

Indonesia Kontemporer), (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), h. 255. 23 Abdul Halim, Politik Lokal: Pola, Aktor dan Alur dan Dramatikalnya (Persektif Teori

Powercube, Modal dan Panggung), (Yogyakarta: LP2B, 2014), h. 148. 24 Ibnu Hajar, Kiai Di Tengah Pusaran Politik, (IRCiSoD, Februari 2009), h.103.

Page 52: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

23

peserta pemilu coba memanfaatkan kiai untuk meningkatkan perolehan

suara mereka. Pengaruh kiai ini tentu begitu jelas dikalangan umat Islam

saleh yang sering mengikuti langkah politik ulama/kiai”.25

Banyak pula elit agama yang berpendapat lain, yang lebih menyakini

Agama sebagai dasar etika sosial, di mana secara formal harsu terpisah dari

politik. Sebab agama yang integral dengan dunia politik dapat menyebabkan

nilai-nilai universal Agama dimanipulasi dan dipolitisir untuk kepentingan

politik praksis. Keterkaitan Agama dengan politik, menurut kelompok ini

lebih pada peran Agama dalam high politic (politik tinggi), yang

diwujudkan melalui upaya menegakkan nilai-nilai universal Agama di

dalam masyarakat, seperti nilai keadilan, kemanusiaan dan tegaknya

supremasi hukum dalam sistem politik apapun.26

Ulama politik bisa saja berbeda secara diametral dengan politik

Ulama. Mungkin saja seorang Ulama politik sedang menjalankan misi

politik Ulama. Tetapi mungkin juga Ulama politik lepas sama sekali dengan

politik Ulama. Misi ke-ulamaan-nya hilang karena ada kepentingan lain

yang lebih menguntungkan, biasanya secara material. Kalau sudah sampai

persoalan ini, maka semua tergantung kepada individu masing-masing

Ulama.27 Politik Ulama dalam konteks ini bukan politik dalam pengertian

partisan, yang tidak lebih dari sekadar berebut kursi dan kekuasaan, siapa

memperoleh apa dengan cara bagaimana dan kapan, yang seringkali

menimbulkan konflik. Politik Ulama adalah politik dalam pengertian yang

lebih luas, politik kebangsaan, politik bagaimana mengarifi kehidupan yang

plural. Sehingga doktrin Ulama/kiai adalah tasamuh, tawazun, dan

ta’adul.28

25Endang Turmudi, Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan, (Yogyakarta : LKiS, 2003),

h.246. 26Abdul Halim, Politik Lokal,h. 150. 27Imam Yahya, Gerakan Politik Pesantren , Peran Kyai Mranggen dalam Politik Pasca

Reformasi, (Semarang: Puslit IAIN, 2004). 28KH Said Aqil Siradj, Politik Kyai dalam Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2,

Nopember 2014, h. 22.

Page 53: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

24

4. Pandangan Islam tentang Ulama yang Berpolitik

Ulama sesungguhnya memiliki peran penting di tengah masyarakat.

Ulama memiliki wibawa, kharisma dan dihormati masyarakat, karena

keluhuran ahklaknya. Ulama dianggap sebagai benteng moralitas karena

kesederhanaan dan kejujuran yang mereka lakukan. Keberpihakan ulama

kepada masyarakat bawah, membuat ulama selama ini terpelihara dengan

baik, karena kejujuran, keikhlasan dan kenetralan ulama di tengah

masyarakat.29 Bahkan, lebih jauh, ulama di dalam Al-Qur’an disebutkan

tidak semata memadai secara intelektual, tetapi juga memiliki self

control yang kuat dalam menjalani tugas keumatan, yakni takut kepada

Allah Ta’ala.

Politik dalam Islam tentunya tidak sama seperti politik praktis yang

diterapkan dalam sistem demokrasi,sehingga tidak akan muncul pendapat

siapa saja yang melibatkan diri penuh di dalam politik akan tercemar,

termasuk ulama. Dalam sistem kepemerintahan Islam (Khilafah),

keterlibatan ulama dalam aktivitas politik justru akan menjadikan para

ulama mulia, akan menjadikan para ulama sebagai sayyidusy-syuhada’.

Karena ulama akan senantiasa melakukan aktivitas amar makruf nahi

mungkar kepada penguasa yang merupakan bagian penting dari aktivitas

politik, demi mengontrol diterapkannya islam secara keseluruhan tanpa

adanya penyelewengan. Ulama juga akan berperan besar dalam

mencerdaskan umat. Maka tercerminlah kemuliaanan dan kedudukan ulama

yang menjadi rujukan dan uswah bagi umat mengganti para Nabi.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Ulama adalah pewaris nabi.” (HR

Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibn Hibban).30

29Hamdan Dly, Membangun Kerukunan Berpolitik dan Beragama di Indonesia, (Jakarta:

Departemen Agama RI, 2002), h. 11. 30Aufa Adzkiya (Aktivis Dakwah Kampus & Pegiat di Pena Langit), Ulama Berpolitik,

Bolehkah dalam Islam?, Selasa, 9 Zulqaidah 1440 H / 2 Oktober 2018. https://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2018/10/02/60335/ulama-berpolitik-bolehkah-dalam-islam/. Di akses pada tanggal 12 Juli 2019, Jam 15:35 WIB.

Page 54: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

25

Akan tetapi, ikut serta dalam politik tidak berarti bahwa ulama harus

terjun ke dalam politik praktis, namun keikutsertaan dalam politik bisa jadi

dengan cara memberikan pendidikan politik yang mencerahkan, politik yang

bersesuaian dengan syariat bukan politik kebebasan yang abai terhadap

hukum agama dengan dalih apapun. Namun, juga bukan berarti para ulama

tidak dibenarkan terjun ke politik praktis, asalkan mereka tahu rambu-rambu

itu bukan suatu masalah. Dalam hal ini, ulama tidak menjadikan politik

segalagalanya, mereka justru menjadikan politik sebagai alat menegakkan

hujjah agama, karena banyak hukum Islam itu hanya dapat tegak secara

penuh dengan melalui pemerintahan, dan pemerintahan itu sangat erat

kaitannya dengan politik.31

31http://politik. Kompasiana.com / 2012 /08/16/ haruskah-ulama-menjauhkan-diri-dari

politik- 486092 . Html. Di akses pada tanggal 12 Juli 2019, Jam 15:30 WIB.

Page 55: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

46

BAB IV

ANALISIS PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA

DALAM PEMILIHAN PRESIDEN TAHUN 2019

A. Bentuk Partisipasi Politik Majlis Ulama Indonesia dalam Pilperes 2019

Partisipasi politik secara umum dapat dipahami sebagai kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan

politik1. Dalam konteks partisipasi politik Pemilihan Presiden Tahun 2019

(Pilpres 2019), MUI berpartisipasi aktif dalam beberapa pernyataan,

himbauan, fatwa dan pertemuan-pertemuan, baik langsung maupun tidak

langsung yang dapat mempengaruhi kebijakan publik dalam menentukan

hak politiknya untuk memilih presiden dan wakil presiden pada Pilpres

2019.

Beradasarkan data yang penulis temukan, partisipasi politik MUI

dalam Pilpres 2019 dapat direpresentasikan dengan menganalisis

pemenuhan unsur-unsur politik parisipasi aktif dan partisipasi pasif yaitu

sebagai berikut sebagai berikut :

1. Partisipasi pasif

Partisipasi pasif, yaitu partisipasi yang berorientasi hanya pada

output, dalam arti hanya menaati peraturan pemerintah, menerima dan

melaksanakan saja setiap keputusan pemerintah.2 salah satu bentuk

partisipasi MUI yaitu bartisipasi pasif yaitu dengan bebrikan izin kepda

anggotanya untuk terjun kedalam plitik praktis, yaitu KH Ma'ruf Amin,

sebagi Ketua umum MUI yang ikut setra atau mencalonkan diri sebagai

Wakil Presiden 2019

dalam berita yang di mual di kompas.com Wakil Ketua Umum

MUI, Zainut Tauhid, mengatakan, KH Ma'ruf Amin hanya nonaktif saja dari

1Cholisin, dkk. 2007, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Yogyakarta: UNY Press, h.150. 2 Rahman, H.I., Sistem Politik Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), h.288.

Page 56: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

47

jabatan Ketua Umum MUI karena permintaan peserta Rakernas MUI, di

Lombok, NTB, beberapa waktu lalu. Karena Peserta rakernas MUI masih

meminta beliau untuk melanjutkan sampai Munas yang akan datang,

Dengan demikian, tidak ada rangkap jabatan di tubuh MUI dengan

nonaktifnya Ma'ruf dari jabatan ketua umum ketika resmi menjadi wakil

presiden. Partisipasi politik yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia secara

hukum bukan merupakan pelanggaran, baik pasif mau pun aktif sebab

anggota Majelis Ulama Indonesia juga sama halnya dengan warga negara

lainnya yang mempunyai hak untuk memilih yang dilindungi secara

konstitusional.

Hal tersebut berkaitan dengan adanya beberapa Hak-hak dasar

politik yang inti bagi warga negara diantaranya, hak mengemukakan

pendapat, hak berkumpul, dan hak berserikat. Dalam Undang-Undang Dasar

tahun 1945 (UUD 1945), tercantum adanya keberadaan hak politik sipil

dalam beberapa pasal. Pada Pasal 27 ayat 1 diatur persamaan kedudukan

semua warga negara terhadap hukum dan pemerintahan, dan Pasal 28

mengatur kebebasan,

Sedangkan menurut islam hak Menurut Muhammad Anis Qasim

Ja’far, hak- hak politik itu ada tiga macam, yaitu:

1. Hak untuk mengungkapkan pendapat dalam pemilihan dan referendum.

2. Hak untuk mencalonkan diri menjadi anggota lembaga perwakilan dan

lembaga setempat.

3. Hak untuk mencalonkan diri menjadi presiden dan hal- hal lain

yang mengandung persekutuan dan penyampaian pendapat yang berkaitan

dengan politik.

Ketiga hak politik ini, tegas Qasim, tidak berlaku kecuali bagi

orang- orang yang memenuhi syarat-syarat tertentu di samping syarat

kewarganegaraan. Seseorang boleh menggunakan atau tidak menggunakan

Page 57: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

48

hak-hak politik tersebut tanpa ikatan apa pun.3 Dengan demiakan Partisipasi

politik dalam konsep Islami adalah merupakan suatu pemberian amanat

terhadap calon yang dipercaya, yang sesuai dengan nilainilai Islami. Seperti

dijelaskan Allah dalam surat An-Nisa ayat 58-59 yang berbunyi:

Artinya

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS.An-Nisa: 58-59)4

Berdasarkan ayat diatas dijelaskan bahwa Allah telah

3Mujar Ibnu Syarif, M. Ag, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim Dalam

Komunitas Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit Agkasa,

2003), cet. I, h. 67

4 Departemen Agama RI, Op.Cit., h.370

Page 58: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

49

memerintahkan kepada manusia untuk berperan aktif dalam kehidupan

politik. Dengan demikian semua masyarakat yang berkepentingan harus

berpartisipasi politik baik secara langsung atau memalui wakil-wakil yang

dipercaya untuk menuju pemimpin yang mampu menjalankan amanat rakyat

dan sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.

Dengan demikian MUI ikut berpartisipasi secara pasif yaitu

dengan memperbolehkan salah satu anggota MUI yaitu KH Ma'ruf Amin,

ikut setra atau mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden 2019.

2. Partisipasi aktif

Partisipasi aktif, yaitu apabila memiliki kesadaran politik dan

kepercayaan kepada pemerintah tinggi. Bentuk parisipasi aktif yang

dilakukan MUI berdasarkan data yang penulis temukan yaitu :

a. Himbauan Untuk Berlaku Jujur dan Adil

Salah satu media online terpercaya Republika.com, memuat berita

tentang himbauan MUI untuk menggiring masyarakat dalam memilih

pasangan calon presiden tertentu. Hal ini dapat direpresentasikan sebagai

ajakan atau himbauan kepada semua pihak untuk berlaku jujur dan adil baik

dalam memberikan suaranya maupun dalam hal perhitungan suara.5

Sebagian masyarakat menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan

aparat keamanan berlaku tidak jujur dan adil serta dianggap mendukung

pasangan Calon Presiden Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kontestasi

Pemilu 2019. Anggapaan tersebut mucul bahwa KPU dituding melakukan

kecurangan berupa pegurangan dan penggelembungan suara yang diperoleh

kedua pasangan calon. Untuk itu MUI menghimbau kepada KPU untuk

jujur dan adil dalam perhitungan suara hasil Pilpres 2019. Dalam hal ini

Dewan Pertimbangan MUI secara tegas meminta penyelenggara pemilihan

5https://www.m.repubika.co.id/”Kpu Jujur dalam perhitungan suara” diakses pada 30

Agustus 2019 19:30 WIB

Page 59: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

50

umum, termasuk KPU, serta aparat keamanan untuk bertindak jujur dan

adil6.

Selain itu di dalam berita yang dimuat oleh media Republika.com itu,

Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin, MA., selaku ketua Dewan Pertimbangan

MUI, secara tegas menyatakan bahwa “KPU tolong secara jujur dan adil,

transparan dan akuntabel, melakukan penghitungan. Jangan ada trik-trik di

situ, jangan ada dusta, jangan ada kebohongan, jangan ada kecurangan.”7

b. Seruan Untuk Tidak Golput

Adanya fatwa MUI yang mengharamkan golput menjadi landasan

yang kuat bagi MUI untuk menghimbau kepada masyarakat agar tidak

golput dalam pemilihan umum. Dalam media yang sama yaitu

Kompas.com, Prof. H. Azyumardi Azra Selaku wakil Ketua Dewan

Pertimbangan MUI menyatakan setuju dengan adanya Fatwa MUI yang

mengharamkan golput.

Dengan adanya fatwa pengharaman golput, itu berarti umat Islam

akan merasakan bahwa memilih merupakan salah satu kewajiban

keagamaan yang mesti dilaksanakan. Hal ini baik dalam mengefektifkan

penyelenggaraan Pemilu sebagai tonggak pertumbuhan demokrasi di

Indonesia karena secara otomatis meningkatkan partisipasi politik

masayarakat8. Seruan untuk tidak golput juga datang dari anggota pengurus

Dewan Pertimbangan dan Dewan Pengurus Harian MUI seperti, Prof. Dr. H

Nasaruddin Umar, MA, Prof. Dr.H Noor Ahmad, dan MA., Dr. H. Bachtiar

Nasir,dan Prof. Dr. H. Didin Hafiduddin. Apa yang disampaikan oleh MUI

di atas adalah merupakan salah satu bentuk partisipasi politik konvensional

6https://www.voaindonesia.com, “MUI Minta KPU Jujur dan Adil dalam Penghitungan

Suara”, 24/04/2019. Diakses pada30 Agustus 2019 Pkl 20:00 WIB 7https://www.m.repubika.co.id/”Kpu Jujur dalam perhitungan suara” diakses pada 30

agustus 2019 Pkl 19:30 WIB

8https://tekno.kompas.com/read/2019/01/26/2047361/hasim.muzadi.golput.tak.perlu.diharamkan diakses pada Rabu 21 Agustus 2019 Pkl 21:34 WIB.

Page 60: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

51

yang secara tidak langsung akan mempengaruhi pengambilan keputusan

publik dalam memilih.

Adanya himbauan MUI kepada masyarakat dalam pelaksanaan Pilpres

2019 relevan dengan pendapat Miriam Budiarjo, bahwa partisipasi politik

dalam Pemilu dapat dipresentasikan dalam beberapa pernyataan, himbauan

atau fatwa9

c. Sikap Netralitas Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Komunikasi individual MUI dengan pejabat politik sebagai salah satu

unsur partisipasi politik secara langsung tidak nampak dengan jelas. Namun,

Wakil Ketua Umum MUI, Yunahar Ilyas, menegaskan bahwa "Meski ada

individu yang juga tim sukses, kami secara organisasi netral”. Terkait

dengan adanya individu MUI yang berpolitik, itu sebagai hak politik warga

negara dan dijamin oleh undang-undang sehingga tidak ada larangan.

Soal adanya perbedaan politik di kalangan ulama, bukan merupakan

bentuk keterbelahan MUI. Ulama tidak terbelah, sikap politik merupakan

hal yang bersifat prerogatif bagi setiap individu. Bagi para ulama yang ikut

kontestasi politik praktis memiliki kecenderungan politiknya masing-

masing. MUI hanya menyerukan agar setiap anggota atau ulama Indonesia

dapat menunjukkan diri sebagai pribadi yang alim, berilmu, dan menjadi

teladan10.

MUI sebagai instansi independen menyatakan dirinya mandiri dan

tidak terafiliasi dalam penentuan suara politik. Secara indepensi etis,

masing-masing anggota MUI berhak untuk menentukan kecondongan

pilihannya. Demikian ini tidak dapat dikatakan sebagai sikap tidak

independen, sebab bukan menjadi representasi dari MUI melainkan pribadi

9Girindra Sandino, Partisipasi Politik Masyarakat dalam Pemantauan Pemiu,

23/02/202018 http://nasional.kompas.com/read/2018/02/23/17/152991/partisiasi-politik-masyarakat-dalam-pemilihan-Pemilu Diunduh pada tanggal 31 Januari 2019 21:00 WIB.

10Anom Prihantoro, “MUI tegaskan netralitas pada Pilpres 2019”, 9/04/2019,

https://Pemilu.antaranews.com/berita/822854/mui-tegaskan-netralitas-pada-pilpres-2019.Diakses tanggal 31 Agustus 2019 Pkl. 22:05 WIB.

Page 61: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

52

masing-masing. Adapun bila masing-masing anggota memiliki pandangan

yang berbeda, maka tidak menjadi alasan untuk timbulnya perpecahan.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa adanya anggota MUI yang

secara individu terlibat politik praktis dalam Pemilu 2019, baik yang berada

di kubu Jokowi maupun Prabowo. Namun, adanya partisipasi politik praktis

yang dilakukan secara individual dari Majelis Ulama Indonesia secara

hukum bukan merupakan pelanggaran, sebab individu Majelis Ulama

Indonesia juga sama halnya dengan warga negara lainnya yang mempunyai

hak untuk memilih yang dilindungi secara konstitusional. Hal tersebut

berkaitan dengan adanya beberapa Hak-hak dasar politik yang inti bagi

warga negara diantaranya, hak mengemukakan pendapat, hak berkumpul,

dan hak berserikat.

d. Seruan untuk Menjaga Persatuan Umat

Dalam rapat pleno MUI ke-34 dibahas tentang umat Islam dalam

menghadapi agenda demokrasi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden

2019, yang dihadiri pimpinan organisasi masyarakat Islam dari seluruh

Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, Wakil Ketua Dewan pertimbangan

MUI, Didin Hafidhuddin, mengatakan bahwa berdasarkan rapat pleno, ada

8 poin kesimpulan yang dihasilkan ialah:11

1) MUI merasa prihatin luar biasa terhadap kondisi kebangsaan dan

keumatan yang cenderung terlihat ada fenomena dan gejala

perpecahan;

2) MUI menyerukan kepada bangsa dan pimpinan serta para tokoh

untuk mengedepankan persatuan dan kesatuan. Menurutnya, pilpres

merupakan alat, sarana dan tidak boleh menimbulkan kehancuran

sebuah bangsa;

3) umat Islam diharapkan untuk terus menguatkan persatuan dan

kesatuan walau mungkin terjadi perbedaan pilihan. Seharusnya

11 Muhamad Rizky, “Pleno MUI Hasilkan 8 Kesimpulan Terkait Pemilu 2019”, 30/01/

2019”, https://news.okezone.com/topic/38262/pemilihan-presiden. Diakses tanggal 30 Agustus 2019 Pkl. 22:47 WIB.

Page 62: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

53

perbedaan-perbedan pilihan tidak boleh menyebabkan rusaknya

ukhuwah islamiyah;

4) MUI menyerukan kepada para ulama dan zuama untuk tidak

mengumbar pernyataan-pernyataan yang mengundang konflik dan

pertentangan;

5) MUI menempatkan sebagai rumah besar bersama, rumah besar umat

dari manapun dari berbagai macam kelompok manapun dan menjadi

teman dari penguasa, tetapi dalam bagian untuk memberikan amar

maruf nahi mungkar terhadap kondisi yang ada;

6) MUI mempersilakan umat Islam untuk memiliki literasi dalam

bidang politik, untuk dapat menentukan pilihan yang terbaik

berdasarkan literasi politiknya;

7) MUI berharap kepada pemangku amanah penyelengara Pemilu

2019, untuk netral dan berkeadilan. Sehingga demokrasi dapat

berjalan dengan baik, dengan lancar dengan aman dan tertib.

8) umat Islam memiliki kekuatan yang sangat dahsyat, yakni doa.

Sehingga doa dikatakan silahulmukmin. Juga diharapkan kepada

pemimpin umat, tokoh-tokoh para pendukung kiai para ulama dan

juga umat secara menyeluruh baik pada waktu bangun malam

melaksanakan salatnya.

Point turunan dari hasil rapat pleno ini merupakan alasan mengapa

MUI harus mengambil tindakan untuk ikut berpartisipasi terhadap Pilpres

2019.

Dari data di atas, keterlibatan MUI dalam pemilihan presiden 2019

dapat dikategorikan sebagai partisipasi konvensional. Penulis

mengklasifikasi keterlibatan MUI sebagai bentuk konvensional, sebab tidak

mengedepankan mekanisme konfrontatif dan distruktif, melainkan lebih

kepada seruan yang mengarah pada harmonisasi. Selain itu, juga dapat

dipahami bahwa keterlibatan MUI dengan proses pilpres 2019,

mengandaikan adanya kesatuan atau intersectsion antara ulama dan politik.

Hanya saja, tidak sampai pada tahap pengambilan kebijakan hingga tahap

Page 63: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

54

dominasi. Tentu saja, MUI sadar bahwa di mata masayarakat, instansinya

memiliki marwah sehingga banyak diikuti.

MUI dalam pandangan masyarakat Indonesia bukan hanya figur

biasa di tengah-tengah masyarakat, tetapi lebih dari itu dipandang sebagai

wakil Tuhan yang semua prilakunya serba benar dan harus diikuti. Inilah

yang menjadi daya tarik sehingga MUI mengeluarkan fatwa haram golput,

dan menyerukan himbauan untuk berlaku jujur dan adil dalam Pilpres 2019.

Jika dibandingkan dengan masa Orde Baru, dimana MUI

mendukung sepenuhnya pemerintahan Soeharto, pada pertama era

Reformasi MUI memperlihatkan keberpihakanya terhadap partai Islam

dengan menghimbau kepada seluruh umat Islam agar memilih partai yang

berjuang pada kepentingan umat. Keberpihakan MUI terhadap partai Islam

disebabkan karena adanya pergeseran politik dalam pemerintahan Soeharto

yang menyebabkan Presiden Soeharto kala itu mendekat pada kelompok-

kelompok Islam. Berbeda dengan Pilpres 2019, MUI tidak lagi memberikan

dukungan secara langsung melaikan MUI memberikan himbauan netral

dengan tidak membawa nama instansi ke dalam ranah politik dan agar

pemilih yang datang ke bilik suara dan memberikan hak pilihnya sesuai

dengan pilihann hatinya masing-masing. Bahkan MUI menyuarakan fatwa

haram golput dengan tujuan agar partisipasi masyarakat pada Pemilu terus

berkembang12.

Dengan demikian, dapat disimpulakan bahwa partisipasi politik

MUI dalam Pilpres 2019 tidak sampai pada arah pengambilan kebijakan,

sehingga partisipasi politik MUI bisa dikatakan hanya pada taraf parsial.

Dikatakan parsial karena yang dilakukan hanya pada tahap konvensional,

yaitu sepeti seruan dan himbauan agar beraku jujur dan adil tidak golput

bersikap netral dan menjaga persatuan umat.

12Muhammad As'ad ..”MUI Pilpres, dan Politik Munajat”,

https://news.detik.com/kolom/d-4443012/mui-pilpres-dan-politik-munajat. Diakses tanggal 2 Agustus 2019.12:30 WIB

Page 64: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

55

B. Faktor-faktor Partisipasi Politik Majelis Ulama Indonesia dalam

Pemilihan Presiden Tahun 2019

1. Kekhawatiran MUI Terhap Pilpres yang tidak Jujur dan Adil

Dalam Pilpres 2019, sebagian masyarakat menuding KPU dan aparat

keamanan berlaku tidak jujur dan adil. KPU dituding melakukan

kecurangan berupa pegurangan dan penggelembungan suara yang diperoleh

kedua pasangan Calon Presiden. Adanya tudingan itu membuat MUI

mengeluarkan himbauan agar berlaku jujur dan adil. Tidak hanya itu, dalam

berita yang dimuat oleh media online, tirto.id, Ketua Dewan Pertimbangan

MUI, Din Syamsuddin, mengatakan “sengketa hasil pilpres memang sudah

seharusnya diselesaikan melalui jalur sesuai hukum, yakni di Mahkamah

Konstitusi, ia berharap majelis hakim MK dapat bekerja secara jujur, adil,

transparan dan akuntabel”13.

Sebagai warasatu al-anbiya’, MUI mempunyai peranan yang sangat

penting dalam hal sosial politik sesuai sifat dan tanggung jawab yang

dipikulnya. MUI berkewajiban untuk menegakan kebenaran dan keadilan

dengan cara yang baik dan terpuji yang merupakan kewajiban bersama

(fardhun jama’iy). Oleh karena itu, kepemimpinan umat Islam yang bersifat

kolektif merupakan kewajiban (ijabal-imamah) dalam rangka mewujudkan

masyarakat madani yang menekankan nilai-nilai persamaan, keadilan, dan

demokrasi14.

Dengan demikian, faktor yang menyebabkan MUI menghibau untuk

berlaku jujur dan adil yakni adanya khawatiran MUI terhadap

penyelenggara pemilihan umum termasuk KPU berbuat kecurungan dan

berlaku tidak jujur dan adil terhadap Pilpres 2019.

13Din Syamsudin MK Jangan Maim-Main Dengan Keadilian https://tirto.id/din-

syamsuddin-mk-jangan-bermain-main-dengan-keadilan-ec8n diakses pada 26 Sepember 2019 Pkl 18:20 WIB.

14 Tim Penyusun, 35 Tahun Majelis Ulama Indonesia Berkiprah Menjaga Interitas

Bangsa,( Jakarta Majelis Ulama Indonesia ), h. 241-242.

Page 65: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

56

2. Meningkatnya Golput

Berdasarkan hasil real count dari KPU, angka golput secara umum

meningkat dari tahun ke tahun. Pada Pilpres tahun 2009, perolehan suara

golput mencapai 29,6%. Ini adalah suara terbesar dari total perolehan

seluruh partai. Pada tahun 2014, berdasarkan real count Pemilu legislatif,

angka golput memang cenderung menurun hingga pada angka 24,89%15.

Sementara itu, Partai Politik (Parpol) dengan jumlah perolehan suara

terbesar, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), hanya

meraih sekitar 18,95%. Ini menunjukkan bahwa partai terbesar sekalipun,

hanya mampu meraup suara kurang dari 20% (detik.com, diakses pada 21

Mei 2014 Membengkaknya jumlah suara golput disinyalir karena banyak

faktor. Di antaranya adalah faktor trauma terhadap para elit politik yang

menjabat pada periode sebelumnya. Tentu tidak semua orang yang menjadi

wakil rakyat itu adalah buruk. Hanya saja ulah para oknum yang

mengecewakan masyarakat tampak selalu mendominasi, sehingga

masyarakat pun semakin tidak percaya lagi dengan para calon meskipun

bukan incumbent.

Ketidakpercayaan ini tampak berlaku menyeluruh untuk semua calon,

baik yang baru maupun yang lama. Isu-isu Suku Agama dan Ras (SARA)

yang juga masih marak dalam perpolitikan Indonesia belakangan ini,

tampaknya juga tidak mampu membendung arus golput yang kian

membesar. Bagi sebagian orang, golput adalah solusi paling damai untuk

membuat para oknum tersebut jera atau untuk menyelamatkan bangsa.

Menyikapi hal ini, lembaga fatwa yang dinilai paling otoritatif di Indonesia

juga tidak tinggal diam. MUI turut merespon derasnya arus golput dengan

pendekatan fatwa. Oleh karena itu, haram bagi muslim Indonesia yang tidak

menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu16.

15 Moch Nurhasim, (ed.) Dkk., partisipasi Pemilihan Pada Pemilu 2014: Studi Penjajakan.

Jakarta: LIPI-KPU,2014. h., 4-5 16 Ihwan Syam, Ijtima Ulama : Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia

2009. Jakarta : MUI 2019. h.,32-33

Page 66: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

57

Alasan MUI juga rasional, yaitu untuk penyelematan bangsa. Tidak

memilih alias golput menurut lembaga ini, bukanlah sebuah solusi

melainkan justru sebuah ancaman. Fatwa haram golput dikeluarkan oleh

MUI pada saat Ijtima Ulama di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat,

tahun 2009 lalu. Untuk mensosialisasikan fatwa haram ini, MUI

menggerakkan para da’i atau juru dakwah untuk menyebarkan informasi

fatwa tersebut kepada seluruh masyarakat muslim. MUI menjadi sumber

konsultasi para da’i untuk melakukan tugas sosialisasi penyebaran informasi

fatwa haram golput. Media massa juga memiliki peran yang sangat penting

dalam sosialisasi fatwa ini hingga ke akar rumput.

Kelahiran fatwa haram golput ini menunjukkan bahwa Indonesia

adalah negara yang tidak dapat lepas dari agama, meskipun belum tepat juga

jika dikatakan negara agama atau negara Islam. Peran para ulama dalam

menyukseskan demokrasi di Indonesia begitu kentara dari fatwa tersebut.

Tidak tanggung-tanggung, fatwa tersebut mengancam dosa bagi siapapun

yang memiliki kesanggupan namun tidak menggunakan hak suaranya

dengan baik dalam Pemilu17.

Dalam fatwa tersebut juga ditegaskan bahwa selama ada calon yang

memenuhi syarat, maka wajib dipilih. Mengenai syarat-syarat ini, para

ulama yang tergabung dalam MUI ini menetapkan bahwa kriteria pemimpin

yang baik sebagaimana tertuang dalam poin ke-4 fatwa tersebut adalah

beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan

aspiratif (tabligh), mempunya kemampuan (fathanah), dan

memperjuangkan kepentingan umat Islam. Memilih orang yang memiliki

kriteria tersebut hukumnya adalah wajib.

Dari faktor di atas, maka jelaslah mengapa MUI memberikan

himbauan kepada masyarakat untuk tidak golput dalam Pemilu berdasar

pada argumentasi fatwa pengharaman golput yang telah dikeluarkan.

17Ahmad ‘Ubaydi Hasbillah, Fatwa Haram Golput Dalam Perspektif Sosiologi Hukum

Islam, Jurnal Yudisia: Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, (Vol. 6 No. 1, Juni 2015), h. 4.

Page 67: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

58

3. Menjaga Netralitas MUI

Pada Orientasinya MUI adalah wadah pengkhidmatan independen

yang bebas dan merdeka serta tidak tergantung maupun terpengaruh oleh

pihak-pihak lain dalam mengambil kepuusan, mengeluarkan pikiran

pandangan dan pendapat18.

Dalam berita yg dimuat pada media online CNN Indonesia, Sekretaris

Jenderal MUI, Anwar Abbas menyatakan “Agar kredibilitas MUI di tengah-

tengah masyarakat tetap terjaga dan terpelihara maka seluruh personalia

pimpinan MUI harus bisa menjaga netralitas organisasi"19. Oleh karena itu,

MUI menyatakan dirinya mandiri dan tidak teravilasi dalam penentuan

suara politik. Sebagimna yang tertanam pada asas dan sifat MUI merupakan

organisasi yang bersifat keagamaan, kemasyarakatan independen, dalam arti

tidak terikat atau menjadi bagian dari pemerintahan atau kelomok manapun.

MUI tidak berafiliasi kepada salah satu organisasi sosial politik20.

Dengan demikian, faktor yang menyebabkan MUI harus menjaga

kenetralatan dalam Pilpres 2019 yaitu agar anggota MUI tidak membawa

kepentingan politik kedalam insatansi, yang menyebabkan keberpihakan

MUI kepada salah satu calon dalam Pilpres 2019.

4. Menjaga Persatuan Umat

Hasil rapat peleno MUI ke-34 membahas tentang umat Islam dalam

menghadapi agenda demokrasi pemilihan legislatif dan Pemilihan Presiden

201921. MUI melihat adanya indikasi perpecahan yang terjadi di tengah

masyarakat sebagai konsekuensi dari diselenggarakannya Pilpres 2019.

18 Din Syamsudn, Pedoman Penyelenggaraan Organisasi Majelis Ulama Indonesia, h., 7 19Mui Himbau Pengurus Bersikap Netral di pilpres 2019

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190109083253-32-359457/mui-imbau-pengurus-bersikap-netral-di-pilpres-2019 diakses pada 23 September 2019 PKL 22 :50

21 Muhamad Rizky, “Pleno MUI Hasilkan 8 Kesimpulan Terkait Pemilu 2019”, 30/01/ 2019”, https://news.okezone.com/topic/38262/pemilihan-presiden. Diakses tanggal 30 Agustus 2019 Pkl. 22:47 WIB.

Page 68: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

59

Karena itu, sebagai instansi keagamaan, sudah semestinya MUI melakukan

tindakan dalam bentuk memberi pengaruh melalui seruan dan fatwa.

Sekalipun fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak mengikat secara

legalitas, namun fatwa bagi masyarakat umum, dianggap sebagai suatu

keharusan, terlebih adanya rasa percaya bahwa MUI merupakan instansi

yang bernaung di bawah nuansa keagamaan.

Selain itu, MUI tidak berhenti pada tindakan penyeruan dan fatwa

yang ditujukan kepada khalayak umum. Namun, juga kepada para tokoh

masyarakat agar ikut memberi pengaruh pasti terhadap masyarakat dalam

menjaga kondisifitas dan ketentraman dalam bernegara. Pilpres hanyalah

alat dalam bernegara sehingga jangan sampai karena perbedaan pilihan

ternyata juga berimbas pada pertengkaran dan perpecahan umat. Tapi di

samping itu, MUI secara institusi tidak menyerukan pada pilihan calon

presiden tertentu. Baginya, pilihan politik merupakan hak masing-masing

pribadi dalam memilih. Selain kepada tokoh masyarakat, MUI juga

menyerukan agar para ulama tidak memberikan pernyataan-pernyataan

provokatif yang dapat memancing gejolak di masyarakat.

Dengan demikian dari faktor diatas MUI ikut serta berpartisipasi

dalam Pilpres 2019. Maka dapat disimpulkan, dari semua faktor tersebut

partisipasi MUI terhadap Pilpres 2019 lebih disebabkan karena keinginan

menjaga persatuan dan kesatuan umat. Salah satu langkahnya adalah

dengan menekankan pada kehidupan yang harmonis. Artinya, MUI

merupakan instansi yang tetap berada di bawah formalitas hukum dan tidak

melakukan intervensi lebih terutama dalam pengambilan kebijakan negara.

Page 69: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

60

Page 70: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

60

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpuln

Berdasarkan penelurusan dan analisis yang telah disampaikan pada

bagian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat disampaikan adalah sebagai

berikut :

1. Partisipasi MUI dalam pilpres Tahun 2019 terbagi kedalam dua

partisipasi yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Yang pertama

Partisipasi aktif partisipasi ini ditunjukan yaitu dengan mengizinkan

anggota MUI untuk terjun ke dalam plitik praktis, yaitu KH Ma’ruf Amin

untuk menjadi Wakil Presiden. Kedua yaitu partisipasi aktif yaitu

ditunjukan melalui beberapa himbauan dan seruan kepada semua pihak

yang ikut terlibat dalam Pilpres 2019 ataupun kepada masyarakat

Indonesia khususnya yaitu umat Islam. dengan menghimbau kepada

seluruh pihak untuk berlaku jujur dan adil baik dalam memberikan

suaranya maupun dalam penghitungan suara. menyerukan kepada seluruh

masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya agar tidak golput. MUI

berharap kepada pemangku amanah penyelengara Pemilu 2019, untuk

netral dan berkeadilan, sehingga demokrasi dapat berjalan dengan baik,

dengan lancar dengan aman dan tertib.

2. Adapun faktor yang menyebabkan MUI ikut berpartisipasi dalam

Pemilihan Presiden Tahun 2019 yaitu MUI merasa prihatin luar biasa

terhadap kondisi kebangsaan dan keumatan yang cenderung terlihat ada

fenomena dan gejala perpecahan. Sebagai instansi keagamaan, sudah

semestinya MUI melakukan tindakan dalam bentuk memberi pengaruh

melalui seruan himbauan atau fatwa, agar terjaga persatuan Umat

bangsa, penggunaan hak pilih, netralitas Ulama, dan keadilan.

Page 71: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

61

B. Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian, maka saran yang dapat

disampaikan adalah sebagai berikut :

1. Secara praktik, MUI harus mampu memberikan suri tauladan kepada

masyarakat, khususnya umat Islam dalam mewujudkan partisipasi politik

yang sehat agar tercipta sistem ketatanegaraan yang mampu

mensejahterakan rayat Indonesia.

2. Secara institusional MUI memang harus terlibat dalam politik praktis

karena peran ulama sangat dibutuhkan dalam dunia perpolitikan di

indonesia.

Page 72: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

62

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku :

Ali, Zaenuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, Cetakan ke 5, 2014).

Al-Haddad, Imam Abdullah, ad-Da‟wah at-Tammāh wa at-Tażkirah al- „Ammāh, Cetakan 4, Ttp: Dar al-Jāwī, 2000.

Anwar, Komunikasi Politik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011).

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Hukum Tata Negara, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011).

Bangun, Zakaria, Demokrasi dan Kehidupan Demokrasi di Indonesia, (Medan : Bina Media Perintis, 2008).

Burdah, Ibnu, Islam Kontemporer, Revolusi dan Demokrasi, (Malang : Intrans Publishing, 2014).

Cholisin, dkk. Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Yogyakarta : UNY Press, 2007).

Diantha, I Made Pasek, Metode Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum, Cetakan ke 2, (Kencana, Cetakan ke 2, Jakarta, 2017).

Firmansyah. Marketing Politik (antara pemahaman dan realitas), (Jakarta: Yayasan Obor, 2014).

Firmansyah, Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning Ideolgi Politik di Era Demokrasi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014).

Fuady, Munir, Konsep Negara Demokrasi, (Bandung : Revita Aditama, 2010).

Ghofur, Abdul, Demokratitasi dan Prospek Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2002).

Irene, Siti, Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2011).

Iskandar, Mohammad, dkk, Peranan Elit Agama Pada Masa Revolusi Kemerdekaan. (Jakarta: Depdikbud, 2000).

Iqbal dan Amin Husein Nasution, Pemikiran Politik Islam (Dari Masa Klasik Hingga Indonesia Kontemporer), (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010).

Page 73: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

63

Hajar, Ibnu, Kiai Di Tengah Pusaran Politik, (IRCiSoD, Februari 2009).

Halim, Abdul, Politik Lokal: Pola, Aktor dan Alur dan Dramatikalnya (Persektif Teori Powercube, Modal dan Panggung), (Yogyakarta: LP2B, 2014).

Hamdan Dly, Membangun Kerukunan Berpolitik dan Beragama di Indonesia, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2002).

Huntington, Samuel P. dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990).

Karim, Helmi, Konsep Ijtihad Majelis Ulama Indonesia Dalam Pengembangan Hukum Islam, Cetakan Ke-1, (Pekanbaru: Susqa Press, 1994).

Khoirudin, Politik Kiai, (Yogyakarta: Averroes Press, 2005).

Kusnardi, Moh. dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cetakan ke-5, (Jakarta : Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 1983).

Maran, Rafael Raga, Pengantar Sosiologi Politik, (Jakarta:Asdi Mahasatya, 2007).

Masoed, Mochtar dan Colin Mac Andrews, Perbandingan Sistem Politik, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Pres, 2011).

Mas‟ud, Masdar Farid i, Syarah Konstitusi UUD 1945 dalam Perspektif Islam, Cetakan 3, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2011).

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, (Jakarta : Prenadamedia group, edisi revisi, cetakan ke-9, 2014).

Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan, (Jakarta: Kompas. 2010).

Moesa, Ali Maschan, Nasionalisme Kiai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama, Cetakan 1, (Yogyakarta: LkiS, 2007).

Muhaimin, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2005).

Muhtarom, Reproduksi Ulama di Era Globalisasi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005).

Mu’nim D.Z., Abdul., Islam di Tengah Arus Transisi, (Jakarta : Kompas, 2000).

Page 74: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

64

Nasution, Bahder Johan, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju, 2008).

Sitepu, Anthonius, Teori-Teori Politik, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2012).

Pahmi Sy, Politik Pencitraan, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2010).

Panjaitan, Merphin, Logika Demokrasi: Rakyat Mengendalikan Negara, (Jakarta: Permata Aksara, 2011).

Rahman, H.I., Sistem Politik Indonesia, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007).

Shihab, M.Quraish, Membumikan al-Quran, Cetakan XXIII, (Bandung :

Mizan, 2002).

Syarif, Mujar, Hak-hak Politik Minoritas Nonmuslim Dalam Komunitas

Islam: Tinjauan dari Persfektif Politik Islam, (Bandung: Penerbit

Agkasa, 2003), cet. I

Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008).

Yahya, Imam, Gerakan Politik Pesantren , Peran Kyai Mranggen dalam Politik Pasca Reformasi, (Semarang: Puslit IAIN, 2004).

B. Jurnal

Budiarjo, Miriam, Hak Asasi Manusia Dalam Dimensi Global, Jurnal Ilmu Politik, Nomor 10, 1990, Jakarta.

Chalik, Abdul, Elite Lokal Berbasis Pesantren Dalam Kontestasi Pemilihan Kepala Daerah Di Jawa Timur, Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman, Volume. 23 No. 2, Desember 2015: 363-381, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

Enayat, Hamid, Modern Islamic Political Thought: The Response of the Shī’ī and Sunnī Muslims to the Twentieth Century, (Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2006), p.110. Dikutip dari Jeanne Francoise, Jurnal The 1st UICIHSS, h.41. http://uicihss.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/34-Pemikiran-Politik-Islam-Modern.pdf.

Ernas, Saidin, Dampak Keterlibatan Pesantren dalam Politik: Studi Kasus Pesantren di Yogyakarta, Jurnal Kontekstualita, Volume 25, No. 2, 2010, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon.

Page 75: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

65

Fernandes, Arya, Politik Identitas dalam Pemilu 2019: Proyeksi dan Efektivitas, CSIS Election Series Nomor. 1, 2018, Centre for Strategic and International Studies, Jakarta.

Hilmi, “Pemikiran Politik Islam tentang Hubungan Eksekutuf dan Legislatif”, Jurnal Media Akademika, Vol. 19, No. 2, (April, 2004).

Kario, Stevan, Partisipasi Politik Masyarakat Dalam Pelaksanaan Pemilihan Hukum Tua Tahun 2016 (Studi Di Desa Kolongan Tetempangan Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara), Ilmu Pemerintahan Program Studi Ilmu Pemerintahan FISPOL UNSRAT.

Nasir, Nurlatipah, Kyai Dan Islam Dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat Kota Tasikmalaya, Jurnal Politik Profetik, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2015, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP).

Ngadhimah, Mambaul, Peran Serta Ulama dalam Membangun Nilai-nilai Demokrasi pada Pilkada, Jurnal al-Tahrir, Vol. X No. 2 Desember 2010.

C. Internet

Agus Hilman, Memaknai Ulang Keterlibatan Kiai dalam Politik, (Opini, 27 Februari 2013). http://politik.kompasiana.com/2013/02/27/memaknai-ulang-keterlibatan-kiai-dalam-politik537752.html. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2019.

Andhika Prasetia, Menelisik Alasan Pesantren Jadi Magnet Safari Capres-Cawapres, <14/10/2018>, https://news.detik.com/berita/d-4256334/menelisik-alasan-pesantren-jadi-magnet-safari-capres-cawapres. Diunduh pada tanggal 15 Januari 2019.

Anom Prihantoro, “MUI tegaskan netralitas pada Pilpres 2019”, 9/04/2019, https://pemilu.antaranews.com/berita/822854/mui-tegaskan-netralitas-pada-pilpres-2019. Diunduh tanggal 31 Agustus 2019.

Aufa Adzkiya (Aktivis Dakwah Kampus & Pegiat di Pena Langit), Ulama Berpolitik, Bolehkah dalam Islam?, Selasa, 9 Zulqaidah 1440 H / 2 Oktober 2018. https://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2018/10/02/60335/ulama-berpolitik-bolehkah-dalam-islam/. Diakses tanggal 12 Juli 2019.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2016, . https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/diskusi. Diunduh tanggal 30 Agustus 2019

Page 76: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

66

Breakingnews.co.id, “Jimly Asshiddiqie: Arah Politik Munajat 212 Sudah Terang Benderang”, 22/02/19, https://breakingnews.co.id/read/jimly-asshiddiqie-arah-politik-munajat-212-sudah-terang-benderang. Diunduh tanggal 31 Agustus 2019.

CNN Indonesia, Yusril Ajak Tokoh Pesantren Berpolitik, <21012018>, https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180121133556-32-270504/yusril-ajak-tokoh-pesantren-berpolitik. Diunduh pada tanggal 14 Januari 2019.

CNN Indonesia, “MUI Pusat 'Ceramahi' MUI DKI soal Kampanye di Munajat 212”, 23/02/2019 , https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190223151201-32-372064/mui-pusat-ceramahi-mui-dki-soal-kampanye-di-munajat-212. Diunduh tanggal 30 Agustus 2019.

Doddy Rosadi, “3 Dampak Negatif Golput terhadap Pembangunan”, 17/03/2014, "https://www.suara.com/news/2014/03/17/170947/tiga-dampak-negatif-golput-terhadap-pembangunan. Diunduh tanggal 2 September 2019.

Fitria Chusna Farisa, "KPU Sebut Partisipasi Pemilih pada Pemilu 2019 Capai 81 Persen", 27/05/2019, https://nasional.kompas.com/read/2019/05/27/16415251/kpu-sebut-partisipasi-pemilih-pada-pemilu-2019-capai-81-persen. Diunduh pada tanggal 2 September 2019. .

Imam Solehudin, “Jelang 17 April, MUI Imbau Masyarakat Memilih Sesuai Hati Nurani”, 9 April 2019, https://www.jawapos.com/nasional/politik/09/04/2019/jelang-17-april-mui-imbau-masyarakat-memilih-sesuai-hati-nurani/. Diunduh tanggal 30 Agustus 2019.

Jeanne Francoise, Pemikiran Politik Islam Modern: Peran Majelis Ulama Indonesia, Jurnal THE 1st UICIHSS, h.41. http://uicihss.uhamka.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/34-PEMIKIRAN-POLITIK-ISLAM-MODERN.pdf.

Profil MUI, sumber: www.mui.or.id, diakses tanggal 29 Juli 2019.

Muhammad Amin MS, Mengislamkan Kursi dan Meja; Dialektika Ulama dan Kekuasaan, Cetakan : Pertama, Januari 2009, Penerbit : Kerjasama Pustaka Pelajar (Yogyakarta) dengan YLKPN (Pekanbaru). Diakses dari http://www.nu.or.id/post/read/16648/menyingkap-peran-ulama-dalam-politik, tanggal 12 Juli 2019.

Page 77: PARTISIPASI POLITIK MAJELIS ULAMA INDONESIA ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48523...berjalan kalau punya power politik, Agar hukum Islam itu tidak hanya keluar

67

Muhammad As'ad – detikNews, “MUI, Pilpres, dan Politik Munajat”, 25/02/2019. https://news.detik.com/kolom/d-4443012/mui-pilpres-dan-politik-munajat. Diunduh tanggal 31 Agustus 2019.

MUI, Pengurus MUI, , http://mui.or.id/mui/category/tentang-mui/pengurus-mui/periode-berjalan/dewan- pertimbangan. Diakses tanggal 27 Juli 2019.

Muhamad Rizky, “Pleno MUI Hasilkan 8 Kesimpulan Terkait Pemilu 2019”, 30/01/ 2019”, https://news.okezone.com/topic/38262/pemilihan-presiden. Diunduh tanggal 30 Agustus 2019.

Nashrullah, Nashih, Tiga Peran Utama MUI yang Harus Dilaksanakan demi Umat, 04 Feb 2019. https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/19/02/04/pmeszq320-tiga-peran-utama-mui-yang-harus-dilaksanakan-demi-umat. Diakses tanggal 28 Juli 2019.

Puteranegara Batubara, “MUI: Masyarakat Butuh Ketenangan, Tak Perlu Demo di MK!”, 26/06/2019, https://news.okezone.com/read/2019/06/26/605/2070965/mui-masyarakat-butuh-ketenangan-tak-perlu-demo-di-mk. Diunduh tanggal 1 Sepetmnber 2019.

Reza, “MPR: Fatwa MUI Soal Golput Bisa Tingkatkan Partisipasi Politik Masyarakat”, 01/04/2019, https://www.liputan6.com/news/read/3931459/mpr-fatwa-mui-soal-golput-bisa-tingkatkan-partisipasi-politik-masyarakat. Diunduh pada tanggal 2 September 2019.

Said Aqil Siradj, Politik Kyai dalam Jurnal at-Taqaddum, Volume 6, Nomor 2, Nopember 2014, www.said-aqil.com.

Siti Afifiyah, “MUI Jakarta Ditunggangi Politik 212 Pro Prabowo, Ini Kata Pengamat”, 23/02/2019. https://www.tagar.id/mui-jakarta-ditunggangi-politik-212-pro-prabowo-ini-kata-pengamat. Diunduh tanggal 31 Agustus 2019.

Supriyadi, Menyingkap Peran Ulama dalam Politik, 6 April 2009, https://www.nu.or.id/post/read/16648/menyingkap-peran-ulama-dalam-politik. Diakses tanggal 30 Juli 2019.

Tempo.co, MUI Diminta Tak Terlibat dalam Politik Kekuasaan, 16 Oktober 2016, https://nasional.tempo.co/read/812636/mui-diminta-tak-terlibat-dalam-politik-kekuasaan/full&view=ok. Diakses tanggal 30 Juli 2019.