partisipasi masyarakat dalam penyuluhan publik dan pemberdayaan masyarakat indonesi di masa depan

24
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYULUHAN PUBLIK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INDONESI DI MASA DEPAN (CONTOH KASUS PROGRAM KETAHANAN PANGAN KELOMPOK WANITA TANI) Disusun oleh Salman Hasibuan ( 147045014 ) MAGISTER ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Upload: salman-hasibuan

Post on 15-Jul-2016

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tentang Penyuluhan Publik

TRANSCRIPT

Page 1: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYULUHAN PUBLIK DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT INDONESI DI MASA DEPAN

(CONTOH KASUS PROGRAM KETAHANAN PANGAN KELOMPOK WANITA TANI)

Disusun oleh Salman Hasibuan ( 147045014 )

MAGISTER ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Page 2: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

A. Pengantar

Ketahanan pangan masih menjadi masalah utama di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh

meningkatnya jumlah penduduk yang mengalami kerawananan pangan. Di tengah keberhasilan

Pemerintah Indonesia menekan angka kemiskinan hingga 4.09% dari tahun 2009 hingga tahun

2013, jumlah penduduk yang mengalami rawan pangan tidak berkurang, justru semakin

meningkat hingga 2.12%. Selama rentang waktu lima tahun tersebut, tercatat pula bahwa jumlah

penduduk yang masuk dalam kategori sangat rawan pangan mengalami peningkatan hingga

4.81% (Badan Ketahanan Pangan 2013). Menanggapi masalah tersebut, pemerintah berusaha

untuk meningkatkan ketahananan pangan nasional melalui perbaikan ketersediaan pangan rumah

tangga dengan membentuk kelompok masyarakat pelaksana kegiatan optimalisasi pemanfaatan

pekarangan. Pembentukan kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan pola konsumsi rumah

tangga menjadi beragam, bergizi, seimbang dan aman. Pemerintah mengasumsikan dengan

perbaikan ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga akan berimbas pada perbaikan ketahanan

pangan nasional (Dewan Ketahanan Pangan 2006).

Berbagai program pembangunan yang bertujuan meningkatkan ketahanan pangan rumah

tangga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan terus dilakukan oleh Pemerintahan

Indonesia. Program ini memiliki tujuan yang hampir sama dengan program-program optimalisasi

pemanfaatan pekarangan sebelumnya, yaitu berupaya mengembangkan model rumah pangan

yang dibangun dalam suatu kawasan (dusun, desa, kecamatan).

Menelaah perjalanan program pemanfaatan pekarangan di Indonesia yang telah

dikemukakan sebelumnya, bisa dilihat bahwa program-program tersebut mempunyai tujuan yang

sama yaitu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga untuk meningkatkan ketahanan pangan

nasional melalui pemberdayaan wanita. Untuk mensukseskan program ketahanan pangan

nasional, maka diperlukan strategi pendekatan khusus untuk mendorong partisipasi masyarakat

dan keberhasilan program.

Komunikasi partisipatif dalam program pembangunan akan lebih efektif bila dilakukan

dengan pendekatan kelompok, pendekatan iu dinilai efekif sehingga anggota kelompok dapat

mendiskusikan cara terbaik untuk memperbaiki kehidupan mereka secara bersama-sama. Untuk

lebih jauh, maka partisipasi masyarakat dalam penyuluhan publik akan di analisis pada

pembahasan selanjunya.

Page 3: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

B. Konsep partisipasi masyarakat

Partisipasi masyarakat terdiri atas dua kata yaitu partisipasi dan masyarakat. Partisipasi

dalam Bahasa Inggris yaitu participation yang artinya pengambilan bagian dan pengikutsertaan.

Sedangkan masyarakat dalam Bahasa Inggris yaitu society yang berarti perkumpulan,

perhimpunan dan lembaga. Ini berarti partisipasi masyarakat yaitu mengikutsertakan banyak

orang atau perkumpulan.

Aziz Turindra (2011) (dalam Margriasti, 2009) menyebutkan bahwa ada beberapa tahapan

dari partisipasi masyarakat, yaitu:

a. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan.

Pada umumnya, setiap program pembangunan masyarakat (termasuk pemanfaatan sumber

daya lokal dan alokasi anggarannya) selalu ditetapkan sendiri oleh pemerintah pusat yang lebih

banyak mencerminkan kebutuhan dari kelompok elit yang berkuasa daripada keinginan

masyarakat banyak. Pada tahap ini, partisipasi masyarakat perlu ditingkatkan berupa forum

diskusi ataupun bentuk lain yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi langsung di

dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di tingkat lokal.

b. Tahap partisipasi dalam perencanaanpembangunan.

Partisipasi dalam tahap perencanaan merupakan tahapan yang paling tinggi tingkatannya

diukur dari derajat keterlibatannya. Dalam tahap perencanaan, orang sekaligus diajak untuk ikut

membuat keputusan yang mencakup merumuskan tujuan, maksud dan target.

c. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan.

Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan pembangunan diartikan sebagai

pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga, kerja, uang tunai dan atau bentuk

lainnya yang sepadan dengan manfaat yang akan diterima oleh warga yang bersangkutan.

d. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kegiatan.

Kegiatan pemantauan dan evaluasi program dalam pembangunan sangat diperlukan. Hal

ini dimaksudkan bukan hanya untuk tercapainya tujuan, tetapi juga diperlukan untuk

mendapatkan umpan balik tentang masalah-masalah dan kendala yang muncul dalam

pelaksanaan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam mengumpulkan informasi yang

berkaitan dengan perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan.

Page 4: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

e. Tahap partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan.

Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan merupakan hal penting namun sering

terlupakan. Padahal tujuan dari pelaksanaan pembangunan adalah untuk memlperbaiki mutu

hidup masyarakat banyak sehingga pemerataan hasil pembangunan merupakan tujuan utama.

Selain itu, pemanfaatan hasil pembangunan akan menumbuhkan kemauan dan kesukarelaan

masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang.

Semua partisipasi merupakan hasil dari adanya komunikasi, namun tidak semua

komunikasi berbentuk partisipatif (Singhal 2001). Partisipasi masyarakat bisa diraih dengan

menggunakan komunikasi horisontal yang berlangsung dua arah. Komunikasi partisipatif

merupakan paradigma komunikasi pembangunan yang memiliki prinsip komunikasi horisontal

untuk mendorong partisipasi masyarakat melalui dialog. Masyarakat lokal diajak berpartisipasi

dalam mengidentifikasi kebutuhan dan tindakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan

pembangunannya melalui dialog dengan stakeholder lainnya yang terlibat dalam proses

pembangunan (Bessette 2007).

Proses dialog dalam komunikasi partisipatif bersifat dinamis, interaksional dan

transformatif. Dialog terjadi antar individu, kelompok dan institusi dengan pihak lainnya baik

individu maupun kolektif, untuk mewujudkan potensi mereka dan meraih kesejahteraan

hidupnya (Singhal 2001).

Menurut Cohen dan Uphoff (1980) (dalam Kartasubrata, 1986), partisipasi adalah suatu

istilah deskriptif yang mencakup berbagai kegiatan dan situasi yang beraneka ragam, karena

besar sekali kemungkinan terjadi kesalahpahaman tentang sebab dan akibatnya, ruang lingkup

dan penyebarannya. Partisipasi tersebut adalah suatu konsep cakupan yang sebaiknya didekati

dengan melihat komponen-komponen yang spesifik dan konkrit, oleh karena itu perlu adanya

pembeda antara dimensi dan konteks partisipasi.

Dimensi partisipasi mencakup jenis partisipasi yang sedang diselenggarakan, kelompok-

kelompok perorangan yang terlibat tersebu dan berbagai cara bagaimana terjadinya proses

partisipasi tersebut. Sedangkan konteks partisipasi berfokus pada hubungan antara ciri-ciri

proyek pembangunan pedesaan dan pola-pola partisipasi yang ada dalam lingkungan daerah

lokasi proyek. Hal ini mendorong untuk memperhatikan ciri-ciri sejarah, keadaan lingkungan

dan masyarakat yang sering punya pengaruh kuat terhadap pola-pola partisipasi yang muncul

dalam suatu usaha pembangunan di pedesaan.

Page 5: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

Menurut Kartasubrata (1986), dorongan dan rangsangan unuk berpartisipasi mencakup

fakor-faktor kesempatan, kemauan, kemampuan dan bimbingan. Oleh karena itu partisipasi

dibagi ke dalam dua golongan, yaitu:

1. Partisipasi dalam kebijaksanaan, perencanaan dan evaluasi.

2. Partisipasi dalam pelaksanaan.

Slamet (2008) mengemukakan bahwa syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat

berpartisipasi adalah:

1. Adanya kesempatan untuk membangun atau ikut dalam pembangunan.

2. Adanya kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.

3. Adanya kemauan untuk berpartisipasi.

Menurut Soetrisno (1995), strategi pembangunan yang berorientasi pada partisipasi

masyarakat, juga berarti srategi pembangunan yang berorientasi pada pemerataan dan akan

berhasil di dalam menaikkan daya beli rakyat pedesaan yang dalam jangka panjang akan menjadi

tulang punggung kestabilan perekonomian nasional. Srategi pembangunan yang bermuara pada

partisipasi menuntut pemahaman baru terhadap makna pembangunan. Pembangunan harus

diartikan sebagai perubahan sosial yang utuh, bukan perubahan sosial yang parsial, artinya

bahwa rakyat maupun aparat pemerintah dituntut untuk bersama-sama dalam menciptakan sikap,

mental baru dalam merencanakan maupun dalam melaksanakan pembangunan.

Pemahaman yang perlu lebih ditegaskan adalah partisipasi rakyat dalam kegiatan

pembangunan bukanlah mobilisasi dalam pembangungan. Partisipasi rakyat dalam pembangunan

adalah kerjasama antara rakyat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan

mendukung atau membiayai pembangunan.

C. Arti penting partisipasi masyarakat

Perhatian terhadap pentingnya partisipasi masyarakat muncul sebagai akibat adanya

perubahan orientasi pembangunan, dari model pertumbuhan yang menitik beratkan pada

investasi, kepada orientasi masyarakat sebagai sentral pembangunan.

Partisipasi masyarakat mempunyai arti penting (Hollnsteiner, 1978), karena partisipasi

masyarakat bukan hanya suatu ideologi demokratis, tetapi juga mengikutsertakan masyarakat

dalam proses pengambilan keputusan, mengenai hal-hal yang menyangkut dirinya sendiri. Hal

Page 6: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

tersebut disebabkan: pertama, sukses program lebih terjamin apabila mereka berkepentingan

untuk ikut ambil bagian dalam perencanaan dan pelaksanaannya, kedua, partisipasi masyarakat

dapat mendidik kembali para perencana dan pengelola yang berhubungan langsung dengan

proyek, ketiga, apabila benar-benar berdasarkan partisipasi masyarakat, maka proses tersebut

dapat mengembangkan keterampilan masyarakat dan dapat memupuk rasa kekeluargaan.

Uraian tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan Slamet (1990), bahwa partisipasi

masyarakat diperlukan untuk keberhasilan pembangungna. Dengan demikian, partisipasi

masyarakat merupakan basis dan fokus utama dalam strategi dan program pembangunan.

D. Penyuluhan ketahanan pangan dan partipasi wanita

Peran wanita di dalam percepatan laju pembangunan tidak dapat dikesampingkan.

Mengingat besarnya peranan wanita dalam mewujudkan tujuan pembangunan, pemerintah

menetapkan kebijakan untuk meningkatkan peranan wanita dalam berbagai sektor pembangunan

nasional. Wanita secara kuantitatif merupakan sumberdaya manusia yang berpotensi tinggi untuk

berpartisipasi dalam pembangunan. Partisipasi aktif wanita desa, baik melalui jalur formal

maupun jalur kelembagaan nonformal pada dasarnya merupakan tindakan efiseien untuk

mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

Agar tercapainya tujuan dalam suatu kelompok, baik dalam kelembagaan formal maupun

nonformal, erat hubungannya dengan kerjasama atau partisipasi anggota dalam kegiatan

kelompoknya. Untuk itu, para wanita tani perlu dihimpun di dalam kelompok swadaya, sehingga

dapat berfungsi sebagai penggerak pembangunan di pedesaan.

Kelompok swadaya yang menurut Tjondronegoro (1987) merupakan kelompok yang

biasanya terdapat pada komunitas kecil yang berada di lapisan bahwa. Kelompok ini berorientasi

pada upaya pemenuhan kebutuhan tertentu dengan keterlibatan pendukungnya dan berpegang

teguh pada norma-norma dan pengawasan sosial.

Berbagai program pembangunan yang bertujuan meningkatkan ketahanan pangan rumah

tangga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sudah lama dilakukan oleh Pemerintahan

Indonesia. Sejarah mencatat dari tahun 1991 Pemerintah Indonesia pernah membentuk program

Pengembangan Diversifikasi Pangan dan Gizi (DPG) yang bertujuan untuk mendukung

penyediaan bahan makan berkualitas dalam rangka penanggulangan kemiskinan dan perbaikan

gizi. Salah satu cara yang ditempuh pada program DPG adalah dengan memanfaatkan

Page 7: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

pekarangan sebagai sumber pangan dan gizi. Selanjutnya pada tahun 2010, gema program

pemanfaatan pekarangan kembali menguat, ketika Kementrian RI melalui Badan Ketahanan

Pangan menggalakkan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).

Program ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang

kebijakan P2KP berbasis sumberdaya lokal. Setahun berlalu sejak Keputusan Presiden dibuat,

maka pada tahun 2011, Badan Litbang Pertanian membentuk Model Kawasan Rumah Pangan

Lestari (M-KRPL). Program ini memiliki tujuan yang hampir sama dengan program-program

optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebelumnya, yaitu berupaya mengembangkan model

rumah pangan yang dibangun dalam suatu kawasan (dusun, desa, kecamatan). Model pangan

tersebut dibangun dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk

pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan yang pada

akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan melalui partisipasi masyarakat (Ashari et al. 2012).

Menelaah perjalanan program pemanfaatan pekarangan di Indonesia yang telah

dikemukakan sebelumnya, bisa dilihat bahwa program-program tersebut mempunyai tujuan yang

sama yaitu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga untuk meningkatkan ketahanan pangan

nasional melalui pemberdayaan wanita. Bessette (2007) dalam hasil penelitiannya mengatakan

bahwa program pembangunan yang menangani masalah pengelolaan sumberdaya alam seperti

program ketahanan pangan memerlukan strategi pendekatan khusus untuk mendorong partisipasi

masyarakat dan keberhasilan program. Strategi tersebut adalah dengan merubah paradigma

komunikasi difusi menjadi paradigma komunikasi pembangunan partisipatif. Komunikasi

pembangunan difusi, selama ini hanya fokus pada diseminasi informasi, yang memberikan

informasi sebanyak mungkin kepada masyarakat dan memaksanya untuk mengadopsi informasi

yang disampaikan.

Komunikasi partisipatif dalam program pembangunan akan lebih efektif bila dilakukan

dengan pendekatan kelompok. Hal tersebut diungkapkan oleh Bessette (2006) yang sekaligus

menambahkan bahwa adanya kelompok lokal akan memudahkan anggotanya dalam

mengidentifikasi prioritas dan kebutuhannya. Mereka bisa mendiskusikan cara untuk

memperbaiki kehidupannya secara bersama-sama dengan orang-orang yang sudah dikenal dan

berasal dari lingkungan yang sama. Kelompok mampu membangun kesamaan karakteristik

anggotanya sehingga memudahkan untuk mengkoordinasikan solusi prioritas yang akan

Page 8: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

dikerjakan secara bersama-sama. Berdasarkan hal tersebut kesepakatan kelompok menjadi

cermin dari kesepakatan seluruh anggotanya dalam menjalankan program pembangunan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Odoi (2006) mengungkapkan bahwa adanya

kelompok, membantu memfasilitasi dialog antar petani dan memudahkan mereka untuk saling

berbagi pengetahuan dan pengalaman. Sementara itu Chitnis (2005) menyebutkan bahwa dialog

yang terjadi antara fasilitator dan kelompok wanita telah memberikan kesempatan kepada

kelompok untuk menyampaikan aspirasinya berdasarkan kebutuhan dan masalah kesehatan yang

dirasakan, selain itu mereka juga merasa mempunyai tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi

daripada sebelum bergabung dengan kelompok, dan timbul rasa saling menghargai lingkungan

dan sekitarnya untuk memiliki hidup yang lebih baik, serta kemauan untuk berkembang bersama

sebagai kelompok.

E. Komunikasi partisipatif pada program ketahanan

Kebijakan ketahanan pangan dan pembangunan pedesaan telah banyak direvisi dalam

beberapa tahun terakhir, menjadi lebih menekankan pada pendekatan holistik untuk pemanfaatan

sumberdaya alam berkelanjutan, kerjasama multisektoral, partisipasi stakeholder dalam

memaksimalkan potensi lokal masyarakat dan lingkungannya (World Bank 2007). Bessette

(2007) menambahkan bahwa program ketahanan pangan perlu didesain dan diimplementasikan

dengan partisipasi aktif masyarakat maupun keluarganya untuk meyakinkan bahwa program

ketahanan pangan tersebut benar-benar sesuai dengan penghidupan dan lingkungannya.

Berdasarkan hal tersebut program ketahanan pangan merevisi cara pandang mereka terhadap

masyarakat. Masyarakat tidak lagi dianggap sebagai objek pembangunan, tetapi dianggap

sebagai subjek pembangunan yang menjadi bagian dari stakeholder pembangunan. Tidak ada

lagi hubungan antara subjek-objek pada program pembangunan ketahanan pangan, yang ada

adalah hubungan antara subjek-subjek. Masyarakat dianggap sebagai pihak yang mampu

bertindak dan merubah penghidupannya, karena merekalah yang mengetahui potensi sumberdaya

alam di lingkungannya, serta masalah dan berbagai peluang yang bisa meningkatkan taraf

hidupnya (Singhal, 2001; World Bank, 2007; Bessette, 2007).

F. Jaringan komunikasi pedesaan.

Era reformasi telah memicu perubahan berarti pada pola komunikasi masyarakat.

Setidaknya, ada beebrapa gejala komunikasi yang bisa dilihat. Pertama, secara kuantitatif, media

Page 9: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

komunikasi tumbuh pesat. Secara kualitatif, media massa kembali mendapat ruang yang

demokratis untunk dapat bersuara dengan lantang. Pemberitaan pers pun mengalami

desakralisasi. Objek pemberitaan kini menembus batas-batas yang sebelumnya termasuk wilayah

abu-abu (Setiansah dan Santoso, 2003).

Ketiga, dengan makin terbukanya akses informasi itu, peran opinion leader semakin

tersaingin. Realitas global village makin menemukan bentuknya pada masa kini. Melalui media

massa apa yang terjadi di Amerika hari ini, akan pula diketahui masyarakat desa seketika pula.

Keempat, iklim kebebasan telah menyadarkan publik bahwa mereka memiliki akses pada

informasi. Masyarakat, termasuk masyarakat pedesaan, pun makin menjadi aktif dan rasional.

Pemahaman akan pola komunikasi masyarakat pedesaan sangat dibutuhkan manakala

pemerintah akan menggulirkan kebijakan masalah atau program. Melalui analisis jaringan

komunikasi akan diketahui apakah pola komunikasi masyarakat telah berubah, dan masyarakat

telah berubah, dan masyarakat telah menjadikan media massa sebagai sumber informasi yang

utama, ataukah masyarakat masih menjadikan jaringan sosialnya sebagai rujukan.

Pola komunikasi masyarakat, di pedesaan khususnya, merupakan pola yang relatif stabil

dan lebih merupakan budaya, sehingga untuk mengubahnya perlu waktu yang cukup lama.

Masyarakat pedesaan bercirikan homogen, terbingkai dalam aturan- aturan nilai adat yang kuat

dan sedikit tertutup. Keluar masuknya informasi dalam lingkungan tertumpu pada hubungan

personal. Selain faktor verbal, komunikasi di pedesaan sangat tergantung pada kehadiran sosok

opinion leader. Opinion leader adalah orang yang dipercaya menjadi titik tolak dan poros bagi

masyarakat setempat. Wujud nyata opinion leader akan ditemui pada sosok pemuka agama

seperti Ustadz, Mubaligh, Pastor maupun sosok panutan seperti guru dan sesepuh. Opinion

leader begitu sentral bagi berjalannya komunikasi pedesaan. Opinion leader secara garis besar

dianggap sebagai orang yang lebih tahu sebagai pihak penerjemah pesan dari luar maupun ke

dalam desa.

Berhubung daerah - daerah di luar kota juga sudah terjamah oleh perkembangan teknologi

dan informasi maka tidak menutup kemungkinan jika masyarakat sedah memliki pola konsumsi

media massa, baik itu cetak maupun elektronik. Namun, pada prartiknya, apa yang disampaikan

media kepada khalayak juga tak sesempurna yang didambakan. Untuk hal- hal yang laten seperti

agama dan kepercayaan, peran opinion leader sangat kental nuansanya sebagai pamong yang

menetralisir arus informasi.

Page 10: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

G. Penerapan Teknologi Informasi

Pada era digital seperti saat ini, tidak dapat dipungkiri kemajuan teknologi informasidan

komunikasi semakin berkembang pesat mengikuti perkembangan zaman. Hampir di setiap

daerah, kita bisa melihat orang-orang memanfaatkan berbagai media terkini untuk mengakses

informasi maupun menjalin relasi. Bahkan Mc Luhan (1994) menggunakan istilah global village

untuk mendeskripsikan bagaimana mediamengikat dunia menjadi sebuah sistem politik,

ekonomi, dan sosial yang besar.

Seiring dengan perubahan global, dimana sektor pertanian mengalami dinamika yang luar

biasa. Akan tetapi pengelolaan usaha tani di Indonesia itu masih bersifat tradisional, dan belum

menggunakan teknologi yang tinggi. Akibatnya hal itu berdampak pada rendahnya produktivitas

usaha tani yang dihasilkan. Apalagi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, otomatis

kebutuhan terhadap sektor pertanian dan tuntutan terhadap kebutuhan sandang, pangan, papan

pun semakin meningkat, terlebih lagi kebutuhan akan pangan, karena jika tidak ada pangan,

masyarakat tidak akan dapat hidup dan bagus tidaknya ketahanan pangan suatu negara itu dapat

menjadi indikator keberhasilan suatu negara.

Maka diperlukan adanya upaya pengembangan di berbagai sisi, termasuk pengembangan

teknologi, sistem manajemen usaha tani, dan lain-lain. Pengembangan teknologi sangat

berpengaruh sekali untuk menghasilkan efek-efek yang sinergis dalam menumbuhkan pertanian.

Misalnya untuk membantu para petani indonesia yang mengolah lahannya dengan cara-cara

tradisional dan belum menggunakan teknologi yang tinggi, para peneliti ini harus mencari cara

apa dan teknologi informasi komunikasi apa yang cocok diterapkan dalam pertanian di

masyarakat indonesia ini, sehingga nantinya akan meningkatkan produktivitas dan daya saing

mereka. Intinya para peneliti maupun yang bergelut dalam bidang pertanian dapat menciptakan

suatu teknlogi informasi dan komunikasi untuk bidang pertanian (informatika pertanian), yang

dapat digunakan secara bersama meningkatkan kompetensi dan kemanfaatan teknologi informasi

dan komunikasi bagi pengembangan bidang pertanian dalam arti luas di Indonesia (Atrisiandy,

2015).

Sistem pengetahuan dan informasi pertanian tersebut dapat berperan dalam membantu

petani dengan melibatkannya secara langsung terhadap sejumlah besar kesempatan, sehingga

mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan.

Page 11: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

Perkembangan jejaring pertukaran informasi di antara pelaku yang terkait merupakan aspek

penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian.

H. Permberdayaan masyarakat di masa depan

Perubahan-perubahan politik dan ekonomi yang terjadi pada tataran global, nasional,dan

lokal serta pada masyarakat dan pada diri petani juga telah menuntut perlu dilakukannya

perubahan pendekatan penyuluhan dari paradigma lama ke paradigma yang baru. Keberhasilan

pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhan ternyata telah mendorong

meningkatnya permintaan dan konsumsi komoditaskomoditas pertanian tertentu, seperti

hortikultura, produk peternakan, produk perikanan, dan produk perkebunan. Peningkatan ini

tidak saja pada kuantitasnya, tetapi juga dalam kualitasnya. Di samping itu, seiring dengan

perkembangan regional dan internasional, Indonesia telah dihadapkan pada era globalisasi

ekonomi ASEAN (Sadono, 2008).

Mengutamakan manusia dalam program-program pembangunan bertujuan untuk

menyesuaikan rancangan dan pelaksanaan program dengan kebutuhan dan kemampuan

penduduk yang diharapkan untuk meraih manfaat dari program-program tersebut. Uphoff (1988)

dalam hal ini menyatakan bahwa manusia tidak lagi harus diidentifikasi sebagai “kelompok

sasaran”, melainkan sebagai “pemanfaat yang diharapkan” yaitu mereka yang akan diuntungkan

dengan adanya program-program tersebut. Oleh karena itu, harus lebih jelas “kepada siapa”

peraih manfaatnya dan “bagaimana” program dilaksanakan harus lebih besar mencerminkan

pendekatan “proses belajar”. Hal ini untuk mendapatkan partisipasi pemanfaat yang dimaksud

yang sesungguhnya layak pada semua aspek operasi program/ proyek.

Soedijanto (2003) menyatakan bahwa mutu SDM petani akan dapat mendukung

pembangunan pertanian kini dan masa mendatang manakala penyuluhan pertanian merupakan

proses pemberdayaan, bukan proses transfer teknologi. Menyuluh bukannya “mengubah cara

bertani” melainkan “mengubah petani” melalui 6 dimensi belajar (learning) yaitu:

1. Learning to know (penguasaan konsep, komunikasi informasi, pemahaman lingkungan,

rasa senang memahami, mengerti dan menemukan sesuatu).

2. Learning to do (penekanan pada skill tingkat rendah ke tingkat tinggi menuju ke arah

kompetensi).

Page 12: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

3. Learning to live together (mengenal diri sendiri, mengenal diri orang lain, menemukan

tujuan bersama, bekerjasama dengan orang lain).

4. Learning to be (memecahkan masalah sendiri, mengambil keputusan dan memikul

tanggung jawab, belajar untuk disiplin).

5. Learning society (mengembangkan diri secara utuh, terus menerus).

6. Learning organization (belajar memimpin, belajar berorganisasi, belajar mengajarkan

kepada orang lain).

Slamet (2001) mengajukan sembilan ciri yang merupakan paradigma baru dalam

penyuluhan. Menurutnya, paradigma baru yang dikembangkan bukan untuk mengubah prinsip-

prinsip, tetapi diperlukan untuk lebih mampu merespon tantangan-tantangan baru yang muncul

dari situasi baru. Paradigma baru tersebut mencakup:

1. Jasa informasi, di mana penyuluhan harus mampu menyiapkan, menyediakan, dan

menyajikan segala informasi yang diperlukan oleh para petani (produksi, pengolahan,

pemasaran, dan sebagainya). Informasi perlu dipersiapkan dan dikemas dalam bentuk dan bahasa

yang mudah dimengerti para petani.

2. Lokalitas, di mana untuk memenuhi prinsip lokalitas ini Balai Pengkajian teknologi

Pertanian (BPTP) dan lembaga sejenisnya harus lebih difungsi-aktifkan, bahkan diperluas

penyebarannya sampai ke daerah tingkat II dalam bentuk stasiunstasiun percobaan dan

penelitian. Penelitian yang dilakukan harus bertujuan memecahkan masalah atau kebutuhan

petani setempat.

3. Berorientasi agribisnis, di mana prinsip-prinsip dan teknologi yang berkaitan dengan

agribisnis harus lebih banyak dikembangkan dan dipelajari oleh para penyuluh. Kerjasama dan

koordinasi dengan lembaga yang menangani pengolahan dan produk-produk olahan itu sangat

diperlukan oleh lembagapenyuluhan pertanian.

4. Pendekatan kelompok, di mana para penyuluh perlu dipersiapkan dengan baik untuk

membina kelompok dan mengembangkan kepemimpinan kelompok agar kelompok tumbuh

menjadi kelompok tani yang dinamis sehingga mampu melancarkan pembangunan masyarakat

desa yang benar-benar berasal dari bawah (bottom up).

Page 13: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

5. Fokus pada kepentingan petani, di mana penyuluh harus lebih mendekatkan diri pada

petani dan mampu mengidentifikasi kepentingan petani dan menuangkan dalam program-

program penyuluhan melalui kerjasama dengan petani.

6. Pendekatan humanistik-egaliter, di mana para penyuluh perlu dibekali dengan seperangkat

pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan komunikasi sosial, psikologi sosial, dan

stratifikasi sosial.

7. Profesionalisme, yaitu perlunya dilakukan penataan dan peningkatan dari lembaga

pendidikan dan pelatihan yang menangani tenaga penyuluh.

8. Akuntabilitas, yaitu perlu diciptakan sistem evaluasi dan akuntabilitas yang dapat

dioperasikan secara tepat dan akurat, setiap jenis kegiatan penyuluhan harus jelas dan terukur

tujuannya, biaya penyuluhan harus dipertimbangkan dengan hasil dan dampak dari penyuluhan

tersebut.

9. Memuaskan petani, di mana pendidikan, pelatihan dan keteladanan yang tepat dapat

menghasilkan tenaga-tenaga penyuluh yang mampu menyuluh dengan sepenuh hati.

Tujuan utama dari pendekatanpendekatan baru yang diuraikan di atas adalah

memberdayakan petani sehingga menjadi petani yang mandiri, di mana penyuluh lebih berperan

sebagai fasilitator, pencari serta memberikan pilihan-pilihan kepada petani. Petani mampu

mengambil keputusan dengan pilihan yang terbaik baginya, sehingga mampu meraih peluang

dan menghadapi tantangan globalisasi ekonomi. Hal ini sesuai dengan “falsafah pemberdayaan

masyarakat” yang dianut dalam penyuluhan pertanian, yaitu to help people to help themselves

through educational means to improve their level of living (menolong orang agar orang tersebut

dapat menolong dirinya sendiri melalui penyuluhan sebagai sarananya untuk meningkatkan

derajat kehidupannya).

I. Penutup

Penyuluhan pertanian mempunyai peran untuk membantu petani agar dapat menolong

dirinya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapinya secara baik dan memuaskan sehingga

meningkat derajat kehidupannya. Dengan demikian nilai penting yang dianut dalam penyuluhan

adalah pemberdayaan sehingga terbentuk kemandirian petani.

Pada era Orde Baru, pembangunan pertanian yang dikenal dengan revolusi hijau telah

dimanfaatkan oleh kepentingan pemerintah untuk tujuan peningkatan produktivitas dan produksi

tanaman pangan khususnya padi untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang terus

Page 14: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

meningkat. Seiring dengan itu, penyuluhan pertanian juga ikut berubah. Jika semula penyuluhan

ditekankan pada bimbingan kepada petani dalam berusahatani yang lebih baik, berubah menjadi

tekanan pada alih teknologi yakni mengusahakan agar petani mampu meningkatkan

produktivitas dan produksinya terutama padi. Akibatnya petani menjadi tergantung, tidak

mandiri dan kelembagaan lokal banyak yang kurang berfungsi atau bahkan hilang.

Oleh karena itu diperlukan perubahan paradigma dari paradigma lama yang lebih

menekankan pada alih teknologi ke paradigma baru yang mengutamakan pada sumberdaya

manusianya, yang dikenal dengan pendekatan farmer first, atau “mengubah petani” dan bukan

“mengubah cara bertani”, yang memungkinkan terjadi pemberdayaan pada diri petani.

Referensi

Ashari, Saptana, Purwantini TB. (2012). Potensi dan prospek pemanfaatan lahan pekarangan untuk mendukung ketahanan pangan. Forum Penelitian Agro Ekonomi . 30 (1): 13-30.

Atrisiandy, K. (2015). Pengembangan Profesionalisme Penyuluh Pertaniaon Melalui Penguasaan Teknologi Informasi. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sumatera Utara.

Page 15: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

Bessette G. (2006). People, Land and Water. Participatory Development Communication for Natural Resource Management. Di dalam Bessette G editor. People, Land and Water. Participatory Development Communication for Natural Resource Management. London (GB): International Development Research Centre.

_________. (2007). Facilitating Dialogue, Learning and Participation in Natural Resource Management. Di dalam Acunzo M editor. Communication and Sustainable Development; 2004 Sep; Roma, Italia. Roma (IT): Electronic Publishing Policy and Support Branch Communication Division, FAO.

Dewan Ketahanan Pangan. (2006). Kebijakan umum ketahanan pangan 2006-2009. Jurnal Gizi dan Pangan. 1 (1): 57-63.

Hollnsteiner, M., R. (1978). Development from the Bottom Up Mobilizing the Rural Poor for Development. Manila

Kartasubrata, J. (1986). Partisipasi Masyarakat dalam pengelolaan Pemanfaatan Hutan di Jawa. Disertasi Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Magriasti, L. (2011). Arti Penting Partisipasi Masyarakat Dalam Kebijakan Publik Di Daerah: Analisis Dengan Teori Sistem David Easton. e-JLAN, 1(1).

McLuhan, Marshall. (1994). Understanding Media: The Extension of Man. London; The MIT Press.

Odoi NN. (2006). Growing Banana in Uganda: Reaping the Fruit of Participatory Development Communication. Di dalam: Bessette G, editor. People, Land and Water. Participatory Development Communication for Natural Resource Management. London (GB): International Development Research Centre.

Sadono, D. (2008). Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Jurnal Penyuluhan, 4(1).

Setiansah, M., Santoso, E. (2003). Pola Komunikasi Pedesaan Pasca Reformasi (Analisis Jaringan Komunikasi di Desa Kawungcarang Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas). Jurnal Pembangunan Pedesaan. Vol III (1); 91411-9250.

Singhal, A. (2001). Facilitating Community participation Through Communication. New York (US): UNICEF.

Slamet, Margono. (1990). Perspektif Ilmu Penyuluhan Pembangunan Menyongsong Era Tinggal Landas. Makalah Seminar Penyuluhan Pembangunan. FPS IPB. Bogor.

Page 16: Partisipasi Masyarakat Dalam Penyuluhan Publik Dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesi Di Masa Depan

_________. (2001). Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi Daerah dalam I. Yustina dan A. Sudradjat (eds). Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan: Didedikasikan kepada Prof. Dr. H. R. Margono Slamet. Bogor: IPB Press.

Soedijanto. (2003). Penyuluhan Sebagai Pilar Akselerasi Pembangunan Pertanian di Indonesia pada Masa Mendatang dalam I. Yustina dan A. Sudradjat (eds). Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan: Didedikasikan kepada Prof. Dr. H.R. Margono Slamet. Bogor: IPB Press.

Soetrisno, L. (1995). Menuju masyarakat Partisipatif. Kanisius. Yogyakarta.

Tjondronegoro. (1987). Gejala Organisasi dan Pembangungan Berencana dalam Masyarakat Pedesaan di Jawa. LPSP IPB. Bogor.

Uphoff, N. (1988). Menyesuaikan Proyek pada Manusia. dalam M.M. Cernea (eds). Mengutamakan Manusia di Dalam Pembangunan: Variabel-variabel Sosiologi di Dalam Pembangunan Pedesaan (Publikasi Bank Dunia). Penerjemah B.B. Teku. Jakarta: UI Press.

World Bank. (2007). World Congress on Communication for Development. Lesson,Chalengges and the Way Forward. Wahington DC (AS): The Communication Initiative, Food and Agriculture Organization of the United Nations, World Bank.