parasuicide

29
BAB I PENDAHULUAN Bunuh diri merupakan salah satu masalah penting yang terjadi di seluruh dunia. Hampir satu juta orang mati karena bunuh diri di berbagai tempat di dunia. Sehingga diperlukan pencegahan yang signifikan untuk mengurangi kejadian ini. Bunuh diri (suicide) merupakan perbuatan memusnahkan diri karena enggan berhadapan dengan suatu perkara yang dianggap tidak dapat ditangani. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh diri merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. 1,2 Lyttle (1986) membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha bunuh diri (parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri (suicide) sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent ). Sementara usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada 1

Upload: muhammad-nazli

Post on 03-Jan-2016

38 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Parasuicide

BAB I

PENDAHULUAN

Bunuh diri merupakan salah satu masalah penting yang terjadi di seluruh

dunia. Hampir satu juta orang mati karena bunuh diri di berbagai tempat di dunia.

Sehingga diperlukan pencegahan yang signifikan untuk mengurangi kejadian ini.

Bunuh diri (suicide) merupakan perbuatan memusnahkan diri karena

enggan berhadapan dengan suatu perkara yang dianggap tidak dapat ditangani.

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena individu

berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang

maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh diri merupakan tindakan merusak

integritas diri atau mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh

respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi.1,2

Lyttle (1986) membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha

bunuh diri (parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri (suicide)

sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam

kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara sungguh-sungguh (conscious

self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada

tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan yang

mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri (parasuicide),

biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted suicide).2,3

Pada tahun 1998, WHO menunjukkan bahwa bunuh diri menjadi sebagai

penyebab utama kedua belas kematian di seluruh dunia. Di sebagian besar negara

kejadian bunuh diri lebih tinggi dari kejadian pembunuhan yang disengaja. Pada

tahun 2006, WHO menyatakan bahwa hampir satu juta orang melakukan bunuh

diri setiap tahun, lebih banyak dari mereka yang dibunuh atau terbunuh dalam

perang. Data WHO menunjukkan bunuh diri terjadi di suatu tempat di dunia

setiap 40 detik.9

Menurut Institut Nasional Kesehatan Mental, bunuh diri dan parasuicide

adalah masalah yang serius, terutama bagi kaum muda. Bunuh diri dapat terjadi

1

Page 2: Parasuicide

pada remaja rentan karena ekspos bunuh diri yang nyata atau fiksi, termasuk

liputan bunuh diri dari media, seperti pelaporan intensif bunuh diri selebriti atau

idola.10

Dari tahun 1970 hingga 1980 lebih dari 230.000 orang melakukan bunuh

diri di Amerika Serikat, kira-kira satu dalam setiap 20 menit, 75 bunuh diri dalam

sehari. Angka bunuh diri total agak tetap setiap tahunnya. Di tahun 1977 bunuh

diri berada dalam puncaknya yaitu 13,3 per 100.000. Sekarang, bunuh diri berada

dalam urutan kedelapan dari semua penyebab kematian di Amerika Serikat,

setelah penyakit jantung, kanker, penyakit serebrovaskular, kecelakaan,

pneumonia, diabetes melitus, dan sirosis.2,4

Di Indonesia sendiri, tahun 2005 tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai

masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada

2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap

tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan

bunuh diri per harinya. Dalam lima tahun terakhir, berdasarkan data yang

diluncurkan forensik FKUI/RSCM 2004 terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri

dan 348 perempuan bunuh diri. Dari jumlah tersebut, 41 persen melakukan bunuh

diri dengan cara gantung diri, dengan menggunakan insektisida 23 persen, dan

overdosis mencapai 356 orang.9

2

Page 3: Parasuicide

BAB II

BUNUH DIRI

2.1 Definisi Suicide dan Parasuicide

Bunuh diri (Suicide) merupakan kematian yang ditimbulkan oleh diri

sendiri dan disengaja dimana bukan tindakan yang acak dan tidak bertujuan.

Sebaliknya, bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah atau krisis yang

hampir selalu menyebabkan penderitaan yang kuat.1

Bunuh diri merujuk kepada perbuatan memusnahkan diri karena enggan

berhadapan dengan suatu perkara yang dianggap tidak dapat ditangani. Menurut

Keliat (1994) bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan

dapat mengakhiri kehidupan dan merupakan keadaan darurat psikiatri karena

individu berada dalam keadaan stres yang tinggi dan menggunakan koping yang

maladaptif. Lebih lanjut menurut Keliat, bunuh diri merupakan tindakan merusak

integritas diri atau mengakhiri kehidupan, dimana keadaan ini didahului oleh

respon maladaptif dan kemungkinan keputusan terakhir individu untuk

memecahkan masalah yang dihadapi.2,3

Lyttle (1986) membedakan antara bunuh diri (suicide) dengan usaha

bunuh diri (parasuicide). Wilkinson menyebutkan jika bunuh diri (suicide)

sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri yang dilakukan dalam

kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara sungguh-sungguh (conscious

self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri (parasuicide) merujuk pada

tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan dengan pertimbangan yang

mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha bunuh diri (parasuicide),

biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh diri (attempted suicide).2,4

Heeringan (2001) menyebutkan jika perilaku bunuh diri merupakan istilah

yang digunakan untuk mewakili istilah bunuh diri itu sendiri dan usaha bunuh diri

sebagai suatu perbuatan yang menghasilkan kejadian fatal maupun tidak fatal.4

Menurut Hoeksema (2001), bunuh diri adalah pengambilan tindakan untuk

melukai diri sendiri yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang. Orang yang

melakukan tindakan bunuh diri mempunyai pikiran dan perilaku yang merupakan

3

Page 4: Parasuicide

perwakilan (representing) dari kesungguhan untuk mati dan juga merupakan

manifestasi kebingungan (ambivalence) pikiran tentang kematian.5

Para klinikus menemukan adanya perbedaan antara bunuh diri yang asli

(genuine suicide) dengan bunuh diri yang dimanipulasi (manipulative suicide).

Bunuh diri asli adalah bunuh diri yang dilakukan oleh orang yang benar-benar

ingin mati dan tindakan yang dilakukan untuk merealisasikan bunuh dirinya

tersebut, dilakukan tanpa perhitungan yang salah (miscalculation).3,4

Sementara orang yang melakukan bunuh diri yang dimanipulasi tidak

sungguh-sungguh ingin membunuh dirinya, tindakan mereka (bunuh diri) adalah

percobaan yang terkontrol, yang dilakukan untuk memanipulasi orang lain.3,4

2.2 Epidemiologi

Di sebagian besar negara kejadian bunuh diri lebih tinggi dari kejadian

pembunuhan yang disengaja. Pada tahun 2006, WHO menyatakan bahwa hampir

satu juta orang melakukan bunuh diri setiap tahun, lebih banyak dari mereka yang

dibunuh atau terbunuh dalam perang. Data WHO menunjukkan bunuh diri terjadi

di suatu tempat di dunia setiap 40 detik.9

Menurut Institut Nasional Kesehatan Mental, bunuh diri dan parasuicide

adalah masalah yang serius, terutama bagi kaum muda. Bunuh diri dapat terjadi

pada remaja rentan karena ekspos bunuh diri yang nyata atau fiksi, termasuk

liputan bunuh diri dari media, seperti pelaporan intensif bunuh diri selebriti atau

idola.10

Tingkat bunuh diri tertinggi adalah di Eropa yaitu negara-negara Baltik

(Lithuania dan Belarusia), di mana sekitar 40 orang per 100.000 meninggal karena

bunuh diri setiap tahun, di baris kedua adalah di Sub-Sahara Afrika di mana 32

orang per 100.000 meninggal karena bunuh diri setiap tahun. Tingkat terendah

ditemukan terutama di Amerika Latin dan beberapa negara di Asia.9

Tiap tahun kira-kira 30.000 kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh

bunuh diri. Angka tersebut adalah untuk bunuh diri yang berhasil; jumlah usaha

bunuh diri diperkirakan 8 sampai 10 kali lebih besar dari angka tersebut. Antara

tahun 1970 dan 1980 lebih dari 230.000 orang melakukan bunuh diri di Amerika

Serikat, kira-kira satu dalam setiap 20 menit, 75 bunuh diri dalam sehari. Angka

4

Page 5: Parasuicide

bunuh diri total agak tetap setiap tahunnya. Di tahun 1977 bunuh diri berada

dalam puncaknya yaitu 13,3 per 100.000. Sekarang, bunuh diri berada dalam

urutan kedelapan dari semua penyebab kematian di Amerika Serikat, setelah

penyakit jantung, kanker, penyakit serebrovaskular, kecelakaan, pneumonia,

diabetes melitus, dan sirosis.2,3,7

Insiden bunuh diri di Amerika Serikat terjadi pada usia 15-24 tahun

sedangkan dalam survey nasional baru-baru ini terhadap siswa senior sekolah

lanjutan 27% dari mereka pernah memikirkan secara serius untuk bunuh diri dan

salah satunya pernah mencobanya. Secara internasional, angka bunuh diri yang

lebih dari 25 per 100.000 orang terjadi di Skandinavia, Swiss, Jerman, Austria,

Negara-negara Eropa Timur, dan Jepang. Sedangkan yang kurang dari 10 per

100.000 orang terjadi di Spanyol, Italia, Irlandia, Mesir, dan Belanda. Tempat

bunuh diri nomor satu di dunia adalah Jembatan Golden Gate di San Francisco,

dengan lebih dari 800 bunuh diri sejak di buka tahun 1937.2,4,7

Di Indonesia sendiri, tahun 2005 tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai

masih cukup tinggi. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada

2005, sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindak bunuh diri tiap

tahunnya. Dengan demikian, diperkirakan 1.500 orang Indonesia melakukan

bunuh diri per harinya. Dalam lima tahun terakhir, berdasarkan data yang

diluncurkan forensik FKUI/RSCM 2004 terdapat 771 orang laki-laki bunuh diri

dan 348 perempuan bunuh diri. Dari jumlah tersebut, 41 persen melakukan bunuh

diri dengan cara gantung diri, dengan menggunakan insektisida 23 persen, dan

overdosis mencapai 356 orang.9

2.3 Etiologi

Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab bunuh diri dan

parasuicide, diantaranya adalah:1,3,8

Faktor Biologis

Genetika

Teori faktor genetik dalam bunuh diri telah diajukan. Penelitian

menunjukan bahwa bunuh diri cenderung berjalan di dalam keluarga. Sebagai

contohnya,

5

Page 6: Parasuicide

pada orang yang mencoba bunuh diri ditemukan adanya riwayat bunuh diri

dalam keluarga lebih banyak secara bermakna daripada orang yang tidak

pernah melakukan bunuh diri.

Satu penelitian terbesar menemukan bahwa resiko bunuh diri untuk sanak

saudara dari pasien psikiatri hampir delapan kali lebih tinggi dibanding sanak

saudara dari kontrol. Selain itu, resiko bunuh diri pada sanak saudara pasien

psikiatri yang melakukan bunuh diri adalah empat kali lebih tinggi

dibandingkan pada sanak saudara pasien psikiatri yang tidak melakukan bunuh

diri.

Neurokimia

Defisiensi serotonin, diukur sebagai penurunan metabolisme 5-

hydroxyindo-leacetic acid (5-HIAA), telah ditemukan dalam kelompok pasien

depresi yang mencoba bunuh diri. Pasien depresi yang mencoba bunuh diri

dengan cara keras (contoh, senjata api atau meloncat) memiliki kadar 5-HIAA

yang lebih rendah di dalam cairan serebrospinalisnya dibandingkan pasien

depresi yang tidak melakukan bunuh diri atau yang mencoba bunuh diri dengan

cara yang kurang keras (overdosis zat).

Beberapa penelitian terhadap binatang dan manusia telah menyatakan

suatu hubungan antara defisiensi sistem serotonin sentral dan pengendalian

impuls yang buruk. Beberapa peneliti telah memandang bunuh diri sebagai

salah satu tipe perilaku impulsif. Kelompok pasien lain yang diperkirakan

memiliki masalah dengan pengendalian impuls adalah pelaku kekerasan,

pembakar rumah dan mereka dengan ketergantungan alkohol.

Beberapa peneliti telah menemukan pembesaran ventrikular dan

elektroensefalogram (EEG) yang abnormal pada beberapa pasien bunuh diri.

Sampel darah dari kelompok sukarelawan normal yang dianalisis untuk

monoamin oksidase trombosit menemukan bahwa orang dengan kadar enzim

yang terendah didalam trombositnya memiliki prevalensi bunuh diri delapan

kali lebih besar didalam keluarganya, dibandingkan dengan orang yang

memiliki kadar enzim yang tinggi.

6

Page 7: Parasuicide

Faktor Sosial

Teori Durkheim. Sumbangan pertama yang besar untuk penelitian pengaruh

sosial dan kultural terhadap bunuh diri dilakukan pada akhir abad yang lalu

oleh ahli sosiologi Perancis Emile Durkheim. Dalam upaya menjelaskan pola

statistikal, Durkheim membagi bunuh diri menjadi tiga kategori sosial :

egoistik, altruistik, dan anomik.

Bunuh Diri Egoistik diterapkan pada mereka yang tidak terintegrasi secara

kuat ke dalam kelompok sosial. Tidak adanya integrasi keluarga dapat

digunakan untuk menjelaskan mengapa orang yang tidak menikah adalah

lebih rentan terhadap bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang

menikah dan mengapa pasangan dengan anak-anak adalah kelompok yang

paling terlindung dari semua kelompok. Masyarakat perkotaan memiliki

lebih banyak integrasi sosial dibandingkan dengan daerah pedesaan, jadi

lebih sedikit bunuh diri.

Bunuh Diri Altruistik terjadi dalam masyarakat yang mempunyai ikatan

sosial yang kuat. Bunuh diri ini dimaksudkan demi kelompok, hampir

seperti bunuh diri ritual Jepang “Seppuku” yang dilakukan ketika

kekacauan melada masyarakat.

Bunuh Diri Anomik terkait dengan apa yang disebut “Anomie” atau

keadaan dimana anda tidak tahu tempat yang tepat bagi seseorang seperti

menjadi tunawisma atau yatim piatu. Orang tersebut merasa tidak punya

apa-apa dan ini berarti berada dalam keadaan tanpa norma dan peraturan

yang membimbing dalam kehidupan sosial sehari-hari. Hal ini dapat

menjelaskan mengapa mereka dengan situasi ekonomi yang berubah

secara drastik lebih rentan dibandingkan mereka sebelum perubahan

keberuntungan mereka. Anomik juga dimaksudkan pada ketidakstabilan

sosial, dengan kehancuran standar dan nilai-nilai masyarakat.

Faktor Psikologis

Teori Freud

Tilikan psikologis pertama yang paling penting ke dalam bunuh diri berasal

dari Sigmund Freud. Ia menggambarkan hanya satu pasien yang mencoba

7

Page 8: Parasuicide

bunuh diri, tetapi ia melihat banyak pasien depresi. Dalam tulisannya

“Mourning and Melancholia”, Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh

diri mencerminkan agresi yang dibelokkan ke dalam objek cinta yang

terintroyeksi, dan ditangkap secara ambivalen.

Teori Menninger

Berdasarkan konsep Freud, Karl Menninger menyimpulkan bahwa bunuh diri

adalah pembunuhan yang di retrofleksikan, pembunuhan yang dibalikkan

sebagai akibat kemarahan pasien kepada orang lain, yang dibalikkan pada diri

sendiri atau digunakan sebagai pengampunan akan hukuman.

Ia juga menggambarkan insting kematian yang diarahkan kepada diri sendiri

(konsep Thanatos dari Freud). Ia menggambarkan tiga komponen permusuhan

dalam bunuh diri : keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh dan

keinginan untuk mati.

Teori-teori Baru

Peneliti bunuh diri kontemporer tidak yakin bahwa struktur psikodinamika atau

kepribadian spesifik berhubungan dengan bunuh diri. Tetapi mereka telah

menulis bahwa banyak yang dipelajari tentang psikodinamika pasien bunuh

diri dari khayalan mereka seperti apa yang akan terjadi dan apa akibatnya jika

mereka melakukan bunuh diri. Khayalan tersebut sering kali termasuk

keinginan untuk balas dendam, kekuatan, pengendalian atau hukuman; untuk

pertobatan, pengorbanan, atau pemulihan; untuk meloloskan diri atau untuk

tidur; atau untuk pembebasan, kelahiran kembali, berkumpul kembali dengan

orang yang telah meninggal atau untuk hidup baru. Pasien bunuh diri yang

paling mungkin melakukan khayalan bunuh diri adalah mereka yang telah

menderita kehilangan objek cinta atau menderita cedera narsisistik, yang

mengalami efek berat seperti kemarahan dan rasa bersalah, atau yang

teridentifikasi dengan seorang korban bunuh diri. Dinamika kelompok

mendasari bunuh diri massal seperti yang terjadi di Masada dan Jonestown.

8

Page 9: Parasuicide

2.4 Faktor yang terkait

Adapun faktor-faktor yang terkait dengan tindakan bunuh diri dan

percobaan bunuh diri (parasuicide) adalah:1,2,5

1. Jenis Kelamin

Laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri dibandingkan

wanita. Akan tetapi wanita adalah empat kali lebih mungkin berusaha

bunuh diri dibandingkan laki-laki.

2. Metode

Lebih tingginya angka bunuh diri yang berhasil pada laki-laki adalah

berhubungan dengan metode yang digunakan dimana laki-laki

menggunakan pistol, menggantung diri, atau lompat dari tempat yang

tinggi. Sedangkan wanita lebih mungkin menggunakan zat psikoaktif

secara overdosis atau memotong pergelangan tangannya, tetapi mereka

mulai lebih sering menggunakan pistol dibandingkan sebelumnya.

3. Usia

Angka bunuh diri meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Pada

laki-laki, puncak bunuh diri adalah usia 45 tahun; pada wanita, jumlah

terbesar bunuh diri yang berhasil adalah diatas 55 tahun. Orang lanjut usia

kurang sering melakukan usaha bunuh diri dibandingkan orang muda

tetapi lebih sering berhasil. Angka untuk mereka yang berusia 75 tahun

atau lebih adalah lebih dari tiga kali dibandingkan angka untuk orang

muda.

4. Ras

Angka bunuh diri diantara orang kulit putih adalah hampir dua kali

lebih besar dari angka bulan kulit putih, tetapi angka tersebut masih

diragukan, karena angka bunuh diri pada kulit hitam adalah meninggi.

5. Status perkawinan

Perkawinan yang diperkuat oleh anak tampaknya secara bermakna

menurunkan risiko bunuh diri. Orang yang hidup sendirian dan tidak

pernah menikah memiliki angka hampir dua kali lipat angka untuk orang

9

Page 10: Parasuicide

yang menikah. Tetapi, orang yang sebelumnya pernah menikah

menunjukan angka yang jelas lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak

pernah menikah. Bunuh diri lebih sering pada orang yang memiliki

riwayat bunuh diri dalam keluarganya dan yang terisolasi secara sosial.

Yang disebut bunuh diri ulang tahun (anniversary suicide) adalah bunuh

diri yang dilakukan oleh orang yang mencabut hidupnya pada hari yang

sama seperti yang dilakukan oleh anggota keluarganya.

6. Pekerjaan

Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar resiko bunuh

diri, tetapi penurunan status sosial juga meningkatkan risiko. Pada

umumnya, pekerjaan menghalangi bunuh diri. Bunuh diri lebih tinggi pada

orang yang pengangguran dibandingkan orang yang bekerja. Selama resesi

ekonomi dan depresi, angka bunuh diri menjadi meningkat. Selama waktu

tingginya pekerjaan dan selama perang, angka bunuh diri menurun. Dokter

secara tradisional dianggap memiliki risiko terbesar untuk bunuh diri.

Dokter psikiatri dianggap memiliki risiko yang paling tinggi. Populasi

yang berada dalam risiko khusus adalah musisi, dokter gigi, petugas

hukum, pengacara dan agen asuransi.

7. Kesehatan Fisik

Hubungan antara kesehatan fisik dan bunuh diri sangat bermakna.

Penelitian postmortem menunjukan bahwa suatu penyakit fisik ditemukan

pada 25 sampai 75 persen dari semua korban bunuh diri. 50% orang

dengan kanker yang melakukan bunuh diri melakukannya dalam satu

tahun setelah mendapatkan diagnosis. Tujuh penyakit sistem saraf pusat

yang meningkatkan risiko bunuh diri : epilepsi, sklerosis multipel, cedera

kepala, penyakit kardiovaskular, penyakit Huntington, demensia, dan

AIDS. Semua adalah penyakit dimana diketahui terjadi gangguan mood

yang menyertai.

Faktor yang berhubungan dengan penyakit dan terlibat didalam bunuh

diri dan usaha bunuh diri adalah hilangnya mobilitas pada orang yang

10

Page 11: Parasuicide

aktivitas fisiknya memiliki kepentingan pekerjaan atau rekreasional;

kecacatan, terutama pada wanita; dan rasa sakit kronis yang tidak dapat

diobati.

Obat tertentu dapat menyebabkan depresi, yang dapat menyebabkan

bunuh diri pada beberapa kasus. Diantara obat-obat tersebut adalah

reserpine (Serpasil), kortikosteroid, antihipertensi (propanolol/Inderal),

dan beberapa obat antikanker.

8. Kesehatan Mental

Faktor psikiatrik yang sangat penting dalam bunuh diri adalah

penyalahgunaan zat, gangguan depresif, skizofrenia, dan gangguan mental

lainnya. Hampir 95 persen dari semua pasien yang melakukan bunuh diri

atau berusaha bunuh diri memiliki gangguan mental yang terdiagnosis.

Pasien yang menderita depresi delusional berada pada resiko tertinggi

untuk bunuh diri sebesar 80%. 25 persen dari semua pasien yang memiliki

riwayat perilaki impulsif atau tindakan kekerasan juga berada dalam resiko

untuk bunuh diri. Perawatan psikiatrik sebelumnya untuk alasan apapun

meningkatkan resiko bunuh diri.1,2

9. Pasien Psikiatrik

Resiko pasien psikiatrik untuk melakukan bunuh diri adalah 3 sampai

12 kali lebih besar dibandingkan bukan pasien psikiatrik. Derajat

resikonya adalah bervariasi tergantung usia, jenis kelamin, diagnosis, dan

status rawat inap atau rawat jalan. Diagnosis psikiatrik yang memiliki

resiko tertinggi untuk bunuh diri pada kedua jenis kelamin adalah

gangguan mood.

Relatif mudanya korban bunuh diri sebagian disebabkan oleh

kenyataan bahwa dua gangguan mental kronis yang memiliki onset awal,

skizofrenia dan gangguan depresif yang berat rekuren berjumlah lebih dari

setengah dari semua bunuh diri tersebut.2,3,5

11

Page 12: Parasuicide

2.5 Gangguan-gangguan yang beresiko terjadinya percobaan bunuh diri

1. Gangguan mood

Gangguan mood adalah diagnosis yang paling sering berhubungan

dengan bunuh diri. Pasien laki-laki lebih banyak yang melakukan bunuh

diri dibanding pasien wanita. Kemungkinan orang terdepresi yang

melakukan bunuh meningkat jika tidak menikah, dipisahkan, diceraikan,

janda atau baru saja mengalami kehilangan.2,3

2. Skizofrenia

Resiko bunuh diri tinggi diantara pasien skizofrenik; sampai 10

persen meninggal akibat bunuh diri. Usia onset skizofrenia biasanya pada

masa remaja atau dewasa awal dan sebagian besar pasien skizofrenik yang

melakukan bunuh diri melakukannnya selama tahun-tahun pertama

penyakitnya; dengan demikian pasien skizofrenia yang melakukan bunuh

diri cenderung relatif muda.3

Gejala depresif berhubungan erat dengan bunuh diri mereka.

Hanya sejumlah kecil yang melakukan bunuh diri karena instruksi

halusinasi atau untuk melepaskan waham penyiksaan. Jadi, faktor resiko

untuk bunuh diri diantara pasien skizofrenik adalah usia yang muda, jenis

kelamin laki-laki, status tidak menikah, usaha bunuh diri sebelumnya,

kerentanan terhadap gejala depresif, dan baru dipulangkan dari rumah

sakit.3,5

3. Ketergantungan Alkohol

15 persen orang yang ketergantungan alkohol melakukan bunuh

diri. Kira-kira 80 persen dari semua korban bunuh diri yang tergantung

alkohol adalah laki-laki. Kelompok terbesar pasien laki-laki yang

ketergantungan alkohol adalah mereka dengan gangguan kepribadian

antisosial. Korban bunuh diri yang tergantung alkohol cenderung

merupakan golongan kulit putih, usia pertengahan, tidak menikah, tidak

memiliki teman, terisolasi secara sosial dan baru saja mulai minum.

4. Ketergantungan Zat Lain .

12

Page 13: Parasuicide

Penelitian di berbagai negara telah menemukan peningkatan resiko

bunuh diri diantara penyalahgunaan zat. Angka bunuh diri untuk orang

yang tergantung heroin kira-kira 20 kali lebih besar dibandingkan angka

untuk populasi umum.2,3

5. Gangguan Kepribadian

Sejumlah besar korban bunuh diri memiliki berbagai macam

gangguan kepribadian yang menyertai. Menderita suatu gangguan

kepribadian mungkin merupakan suatu determinan perilaku bunuh diri

dalam beberapa cara : dengan mempredisposisikan pada gangguan mental

berat seperti gangguan depresif atau ketergantungan alkohol, dengan

menyebabkan kesulitan dalam hubungan dan penyesuaian sosial, dengan

mencetuskan peristiwa kehidupan yang tidak diinginkan, dengan

mengganggu kemampuan untuk mengatasi gangguan mental atau fisik dan

dengan menarik orang ke dalam konflik dengan orang disekitar mereka,

termasuk anggota keluarga, dokter dan anggota staf rumah sakit.3

Depresi adalah berhubungan tidak hanya dengan bunuh diri yang

dilakukan tetapi juga dengan usaha bunuh diri yang serius. Jika orang yang

melakukan usaha bunuh diri dinyatakan sebagai memiliki maksud bunuh

diri yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki maksud

bunuh diri yang rendah, mereka secara bermakna lebih banyak adalah laki-

laki, berusia lebih tua, tidak menikah atau bercerai dan hidup sendirian.

Kesimpulan dari korelasi tersebut adalah bahwa pasien depresi yang

melakukan usaha bunuh diri yang serius lebih menyerupai korban bunuh

diri dibandingkan dengan mereka yang berusaha bunuh diri.2,4

2.6 Penatalaksanaan

Pada pasien parasuicide, tidak semuanya memerlukan perawatan di rumah

sakit, beberapa dapat diobati dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah

dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus menggunakan pendekatan klinis

yang langsung meminta pasien yang diduga bermaksud bunuh diri untuk setuju

menelepon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan

13

Page 14: Parasuicide

kemampuan mereka untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya. Pasien yang

dapat membuat persetujuan tersebut memperkuat keyakinan bahwa mereka

memiliki kekuatan yang cukup untuk mengendalikan impuls tersebut dan

berusaha mencari bantuan. Jika pasien tidak dapat memenuhi komitmen ini, maka

perawatan di rumah sakit menjadi indikasi yang harus diambil.1,2,3

Penanganan parasuicide lainnya adalah hospitalization atau rawat inap di

rumah sakit. Anak dan remaja yang mengalami depresi dan menunjukkan

keinginan bunuh diri membutuhkan evaluasi secara luas di rumah sakit untuk

menyediakan perlindungan maksimal sebagai untuk melawan tindakan dari pasien

untuk bunuh diri. Indikasi untuk rawat inap pasien remaja yang memiliki

keinginan untuk bunuh diri terdapat dalam tabel 2.1 (dikutip dari Suicide in

Adolescents: A Worldwide Preventable Tragedy. Greydanus DE, 2009).

Tabel 2.1 Alasan merawat inap pasien remaja dengan ide bunuh diri

- Psikosis- Kejang-kejang yang berulang dan berat- Sedang dalam fase mania- Mengalami intoksikasi (kelebihan dosis obat)- Pasien laki-laki (risiko meningkat 10 kali)- Ada anggota keluarga yang meninggal bunuh diri- Gagal dengan terapi rawat jalan yang intensif- Riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya (risiko meningkat 15 kali)- Gangguan penyalahgunaan zat yang berat- Keterbatasan perhatian dan perawatan di rumah- Masalah medis lainnya

Rawat inap tidak hanya dapat melindungi pasien tetapi juga menyediakan

waktu aman untuk memulai penanganan, menurunkan risiko, mobilisasi

dukungan, dan merencanakan keamanan pasien setelah perawan di rumah sakit.9

Meski demikian, rawat inap tidak dapat mencegah secara penuh tindakan bunuh

diri sampai masalah pencetusnya terselesaikan.11

Menurut Schnedman, klinisi memiliki beberapa tindakan preventif praktis

untuk menghadapi orang yang ingin bunuh diri seperti:2

1. Menurunkan penderitaan psikologi dengan memodifikasi lingkungan

pasien yang penuh dengan stress, menuliskan bantuan dari pasangan,

perusahaan atau teman.

14

Page 15: Parasuicide

2. Membangun dukungan yang realistik dengan menyadari bahwa pasien

mungkin memiliki keluhan yang masuk akal.

3. Menawarkan alternatif terhadap bunuh diri.

Keputusan untuk merawat pasien di rumah sakit tergantung pada

diagnosis, keparahan depresi dan gagasan bunuh diri, kemampuan pasien dan

keluarga untuk mengatasi masalah, situasi hidup pasien, tersedianya dukungan

sosial dan ada atau tidaknya faktor resiko untuk bunuh diri.2,3

Dalam rumah sakit pasien mungkin menerima medikasi antidepresan atau

antipsikotik sesuai dengan indikasi, terapi individual, terapi kelompok dan pasien

mendapatkan dukungan sosial rumah sakit dan rasa aman. Tindakan terapeutik

lain tergantung pada diagnosis dasar pasien. Sebagai contohnya, jika

ketergantungan alkohol adalah masalah yang berhubungan, terapi harus diarahkan

untuk menghilangkan kondisi tersebut.1,2

Tindakan yang berguna untuk terapi pasien rawat inap yang mencoba

bunuh diri dan mengalami depresi adalah memeriksa barang-barang pasien dan

orang yang berkunjung ke bangsal. Hal ini bertujuan untuk mencari benda-benda

yang dapat digunakan untuk bunuh diri dan secara berulang mencari eksaserbasi

gagasan bunuh diri. Idealnya, pasien rawat inap yang mencoba bunuh diri dan

mengalami depresi harus diobati dalam bangsal yang terkunci dimana jendela

dipasang terali dan ruangan pasien harus berlokasi dekat dengan tempat perawat

untuk memaksimalkan pengamatan oleh staf perawat. Tim yang mengobati harus

memeriksa secara berulang atau terus menerus mengawasi secara langsung.

Terapi yang efektif dengan medikasi antidepresan harus dimulai. Terapi

elektrokonvulsif (ECT) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien yang

terdepresi parah yang mungkin memerlukan beberapa kali pengobatan.2,3,6

Pasien yang sedang pulih dari depresi bunuh diri berada pada resiko

khusus. Saat depresi menghilang, pasien menjadi memiliki energi dan mampu

untuk melakukan rencana bunuh dirinya. kadang-kadang pasien depresi dengan

atau tanpa terapi secara tiba-tiba tampak damai dengan dirinya sendiri karena

mereka telah mengambil keputusan rahasia untuk melakukan bunuh diri. Klinisi

15

Page 16: Parasuicide

harus secara khusus mencurigai perubahan klinis yang dramatis tersebut, yang

mungkin meramalkan usaha bunuh diri.1,2

Terapi Psikofarmaka

Seseorang yang sedang dalam krisi karena baru ditinggal mati atau baru

mengalami suatu kejadian yang jangka waktunya tak lama, biasanya akan

berfungsi lebih baik setelah mendapatkan tranquilizer ringan, terutama bila

tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine misalnya

lorazepam 3 x 1 mg sehari, selama 2 minggu. Hati-hati memberikan

benzodiazepine pada pasien yang hostile, karena penggunaan benzodiazepine

yang teratur dapat meningkatkan iritabilitas pasien. Jangan memberikan obat

dalam jumlah banyak sekaligus kepada pasien (resepkan sedikit-sedikit saja) dan

pasien harus kontrol dalam beberapa hari.2,3

Pemberian antidepresan biasanya tidak dimulai di ruang gawat darurat,

meskipun biasanya terapi definitif pasien-pasien yang mempunyai kecenderungan

bunuh diri adalah antidepresan. Antidepresan boleh diberikan di instalasi gawat

darurat asal dibuat perjanjian kontrol keesokan harinya secara pasti.3

BAB III

KESIMPULAN

16

Page 17: Parasuicide

Bunuh diri (Suicide) merupakan kematian yang ditimbulkan oleh diri

sendiri dan disengaja dimana bukan tindakan yang acak dan tidak bertujuan.

Sebaliknya, bunuh diri merupakan jalan keluar dari masalah atau krisis yang

hampir selalu menyebabkan penderitaan yang kuat.

Bunuh diri (suicide) sebagai tindakan fatal untuk mencederai diri sendiri

yang dilakukan dalam kesadaran untuk merusak diri yang kuat atau secara

sungguh-sungguh (conscious self-destructive intent). Sementara usaha bunuh diri

(parasuicide) merujuk pada tindakan menyakiti diri sendiri yang dilakukan

dengan pertimbangan yang mendalam yang biasanya tidak berakibat fatal. Usaha

bunuh diri (parasuicide), biasanya juga digambarkan sebagai percobaan bunuh

diri (attempted suicide).

Tidak semua pasien parasuicide memerlukan perawatan di rumah sakit,

beberapa dapat diobati dengan rawat jalan. Untuk menentukan apakah

dimungkinkan terapi rawat jalan, klinisi harus menggunakan pendekatan klinis

yang langsung meminta pasien yang diduga bermaksud bunuh diri untuk setuju

menelepon segera jika mencapai titik dimana mereka tidak yakin akan

kemampuan mereka untuk mengendalikan impuls bunuh dirinya.

DAFTAR PUSTAKA

17

Page 18: Parasuicide

1. Hawari, D. 2010. Psikopatologi Bunuh Diri. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

2. Kaplan H. I. & Sadock B.J. 1997. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan

Perilaku Psikiatri. Klinis Edisi Ketujuh, Jilid Dua. Jakarta: Binarupa Aksara,

hal 353-367

3. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan kesembilan,

Surabaya: Airlangga University Press.

4. Prayitno, A. 1984. Percobaan Bunuh Diri di Jakarta, dalam Hubungannya

dengan Diagnosis Psikiatri dan Faktor Sosiokultural, Disertasi Gelar Doktor

FKUI. Jakarta: FKUI.

5. Nolen-Hoeksema, Susan. 2001. Abnormal Psychology 2nd ed. Boston:

McGraw Hill.

6. Rumah Sakit Jiwa Lawang. 2007. Membangun Kesadaran-Mengurangi Resiko

Gangguan Mental dan Bunuh Diri (online). Diakses dari:

http://rsjlawang.com/artikel_070309a.html. Diakses tanggal 30 Maret 2013.

7. Teo, GS. 2006. Parasuicide and Suicide: Demographic Features And Changing

Trend Among Cases In Hospital Sungai Bakap 2001-2005. Penang State Health

Department

8. Mann JJ. 2002. A Current Perspective of Suicide and Attempted Suicide.

Annals of Internal Medicine 136: 302-311

9. WHO. 2006. Suicide prevention. WHO Sites: Mental Health.

10. Staff. 2006. Frequently Asked Questions about Suicide. NIMH: Suicide

Prevention. National Institute of Mental Health (United States).

11. Supyanti WE, dkk. 2008. Pencegahan Percobaan Bunuh Diri Pada Anak

Dan Remaja Dengan Gangguan Depresi. Bali: FK Unud/RSUP Sanglah

18