paper penilaian inderawi dari makanan

66
PAPER PENILAIAN MAKANAN INDERAWI PENILAIAN INDERAWI DARI MAKANAN Dosen : Dr. Rahmawati, ST., M.Si Disusun Oleh : Aprilisa Siwi Lestari 2013340003 Lina Anisah 2013340005 Theresia Vintania 2013340036

Upload: lina-anisah

Post on 15-Feb-2016

282 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

paper inderawi

TRANSCRIPT

PAPER PENILAIAN MAKANAN INDERAWI

PENILAIAN INDERAWI DARI MAKANAN

Dosen :

Dr. Rahmawati, ST., M.Si

Disusun Oleh :

Aprilisa Siwi Lestari 2013340003

Lina Anisah 2013340005

Theresia Vintania 2013340036

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

TEKNOLOGI PANGAN

UNIVERSITAS SAHID JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan paper yang berjudul ‘’

Penilaian Inderawi dari Makanan “  ini dengan lancar. Penulisan paper ini bertujuan untuk

memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Penilaian Makanan Inderawi,

Ibu Dr. Rahmawati,ST.,MSi.

Paper ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku

panduan yang berkaitan dengan penilaian inderawi dari makanan, serta infomasi

dari media massa yang berhubungan dengan penilaian inderawi, tak lupa penyusun ucapkan

terima kasih kepada pengajar matakuliah Penilaian Makanan Inderawi atas bimbingan dan

arahan dalam penulisan paper ini serta kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung

sehingga dapat diselesaikannya paper ini.

Penulis berharap, dengan membaca paper ini dapat memberi manfaat bagi kita semua,

dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai penilaian inderawi dari makanan,

khususnya bagi penulis. Memang paper ini masih jauh dari sempurna, maka penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Jakarta , November 2015

Penulis

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 1

DAFTAR ISI....................................................................................................... 2

ABSTRAK.......................................................................................................... 3

Bab I Pendahuluan dan Gambaran Umum................................................. 4

1.1. Definisi..........................................................................................

1.2. Pengukuran....................................................................................

Bab II Sejarah Peristiwa Penting dan Metode Uji Tiga Kelas....................

2.1. Pengujian Pembeda.......................................................................

2.2. Analisis Deskriptif.........................................................................

2.3. Pengujian Afektif..........................................................................

2.4. Pusat Kepercayaan - Analitik Versus Tes Hedonik......................

Bab III Aplikasi : Mengapa Sensori Data Dikumpulkan ?............................

3.1. Perbedaan dari Metode Penelitian Pemasaran...............................

3.2. Perbedaan dari Sistem Produk Grading Tradisional.....................

Bab IV Ringkasan dan Kesimpulan................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

Dalam bab ini kita dapat menguraikan dengan teliti mengenai definisi untuk penilaian inderawi,

membahas kebenaran/validitas data yang dikumpulkan sebelum menguraikan sejarah awal

bidang. Kemudian menjelaskan tiga metode utama yang digunakan dalam penilaian sensorik (uji

pembeda, analisis deskriptif dan pengujian hedonik) sebelum membahas perbedaan antara

2

analisis dan pengujian konsumen. Selanjutnya membahas secara singkat mengapa satu

kemungkinan dalam mengumpulkan data sensorik. Pada bagian akhir ini kami memfokuskan

mengenai perbedaan dan kesamaan antara penilaian sensorik dan riset pemasaran dan dengan

penilaian sensorik dan grading komoditas seperti misalnya yang digunakan dalam industri susu.

Penilaian sensorik adalah bagian dari industri. Itu terjadi pada akhir 40-an dengan

pertumbuhan yang cepat dari perusahaan produk konsumen, terutama perusahaan makanan…

Pembangunan di masa depan, penilaian sensorik akan tergantung pada beberapa faktor, salah

satu yang paling penting adalah orang-orang dan persiapan mereka serta pelatihan.

-Elaine Skinner (1989)

Bab I

Pendahuluan dan Gambaran Umum

1.1. Definisi

Pada pertengahan abad ke-20, bidang penilaian inderawi tumbuh pesat, bersamaan

dengan berkembangnya makanan olahan dan pemakaian produk industri. Penilaian

sensorik terdiri dari seperangkat teknik yang akurat untuk mengukur tanggapan manusia

3

terhadap makanan dan meminimalkan efek yang berpotensi menyimpang atas identitas

merk dan informasi lainnya yang mempengaruhi persepsi konsumen. Seperti pada, upaya

untuk memisahkan sifat sensori makanan itu sendiri dan memberikan informasi penting

serta berguna untuk pengembang produk, ilmuwan pangan, dan manager yang menangani

karakteristik sensori produknya. Dengan pemahaman dasar yang ditinjau dari Amerine,

Pangborn dan Roessler pada tahun 1965, dan banyak teks lebih baru telah diterbitkan

oleh Moskowitz dkk (2006). Stone dan Sidel (2004), dan Meilgaard dkk (2006). Ketiga

sumber ini nantinya akan menjadi proses kerja yang mudah dilaksanakan secara terarah

terhadap sensorik khusus dalam industri dan menggambarkan filosofi dari kelompok

konsultan penulis. Tujuan dari dalam buku ini adalah untuk memberikan gambaran yang

luas tentang pandangan dasar yang seimbang dengan temuan penelitian yang cocok untuk

mahasiswa dan praktisi.

Penelitian sensorik didefinisikan sebagai metode ilmiah yang digunakan untuk

menimbulkan, mengukur, menganalisa, dan menafsirkan tanggapan mengenai produk

yang dirasakan melalui indera penglihatan, penciuman, perabaan, rasa, dan pendengaran

(Stone dan Sibel, 2004). Definisi ini telah diterima dan disahkan oleh komite penilaian

sensorik dalam berbagai bidang profesi seperti lembaga teknologis makanan dan lembaga

Amerika untuk pengujian bahan. Dalam definisi ini, prinsip dan praktek penilaian sensori

melibatkan empat kegiatan tersebut. Pada pemikiran kata “ Untuk Menimbulkan “.

Penilaian sensori memberikan pedoman untuk persiapan dan penghidangan sampel

dibawah kondisi terkontrol sehingga faktor bias bisa diminimalkan. Sebagai contoh,

orang yang berada dalam tes sensori sering ditempatkan dalam bilik/ruang tes perorangan

sehingga mereka dapat memberikan penilaian/keputusan mereka sendiri dan tidak

terpengaruh dengan pendapat dari orang-orang disekitar mereka. Sampel diberi label

dengan nomor acak sehingga orang tidak memberikan penilaian/keputusan berdasarkan

label, tetapi lebih pada pengalaman sensori mereka. Kemudian contoh lainnya adalah

bagaimana produk dapat diberikan dalam berbagai pesan untuk setiap peserta dalam

membantu mengukur dan menyeimbangi efek yang ada akibat dari melihat satu produk,

setelah produk lain. Penggunaan standar prosedur untuk suhu sampel, volume, dan waktu

penungguan, diperlukan untuk mengendalikan variasi yang tidak diinginkan dan

meningkatkan uji presisi.

4

Selanjutnya pemikiran kata “ Untuk Mengukur ” , Penilaian inderawi adalah ilmu

kuantitatif dimana data numerik dikumpulkan untuk membangun hubungan yang searah

dan spesifik antara karakteristik produk dan persepsi manusia. Metode sensori

menggambarkan teknik perlakuan penelitian dalam mengamati dan mengukur respon

manusia. Sebagai contoh, kita bisa menilai perbandingan saat orang mampu membedakan

perubahan produk atau perbandingan kelompok yang mengungkapkan pilihan/yang lebih

disukai untuk satu produk atas pilihan yang lain. Contoh lain adalah menemukan orang-

orang yang menghasilkan tanggapan numerik yang mencerminkan persepsi mereka

tentang seberapa kuat produk tersebut terhadap rasa atau bau. Teknik perlakuan

penelitian dan percobaan psikologis menjadi pedoman mengenai bagaimana teknik

pengukuran tersebut harus digunakan.

Penilaian ketiga dalam penilaian inderawi adalah analisis. Analisis data yang tepat

merupakan bagian terpenting dari pengujian sensorik. Data yang dihasilkan dari

pengamat manusia sering sangat bervariasi. Ada banyak penyebab variasi dalam

tanggapan manusia tidak bisa sepenuhnya dikontrol dalam pengujian sensorik. Sebagai

contoh suasana hati dan motivasi dari para peserta, kepekaan fisiologis mereka terhadap

rangsangan sensorik, dan sejarah masa lalu mereka dan keakraban/kebiasaan dengan

produk sejenis. Dalam rangka untuk menilai apakah hubungan yang diamati antara

karakteristik produk dan tanggapan sensorik cenderung menjadi nyata, dan bukan hanya

hasil variasi yang tidak terkontrol direspon, maka metode statistik digunakan untuk

menganalisis evaluasi data. Dengan menggunakan analisis statistik yang sesuai serta

menyangkut penggunaan rancangan percobaan yang baik, maka variabel minat dapat

diteliti dengan cara memberikan kesimpulan yang masuk akal.

Proses keempat dalam penilaian inderawi adalah interprestasi/penafsiran hasil.

Latihan penilaian sensorik itu perlu sebuah percobaan/eksperimen. Dalam percobaan,

data dan informasi statistik hanya berguna ketika ditafsirkan dalam hubungan hipotesis,

latar belakang pengetahuan dan maksud untuk keputusan dan tindakan yang akan

diambil. Penarikan kesimpulan harus berdasarkan data, analisis, dan hasil. Kemudian

kesimpulan melibatkan pemikiran metode, batasan percobaan dan latar belakang serta

susunan yang berhubungan dengan konteks penelitian. Para ahli penelitian sensorik harus

bisa menjadi lebih dari sekedar penyalur hasil eksperimen, tetapi harus berkontribusi

5

menterjemahkan dan menyarankan tujuan yang masuk akal untuk tindakan dalam

menerangkan angka-angka itu. Penilaian sensorik yang profesional dilakukan untuk

mewujudkan interpretasi yang tepat dari hasil dan maksud untuk persepsi produk dari

kelompok yang lebih luas dari konsumen untuk dapat menyamaratakan hasil. Pada

spesialis sensorik yang baik memahami batasan prosedur tes dan risiko serta kewajiban.

Seorang ilmuwan sensorik yang dipersiapkan untuk karir/riwayat kerja dalam

penelitian harus dilatih dalam semua 4 fase yang dijelaskan tadi. Mereka harus

memahami produk, orang sebagai alat ukur, statistik, analisis dan menterjemahkan data

dalam konteks tujuan penelitian. Menurut Skinner, kemajuan masa depan tergantung

pada luas dan kedalaman pelatihan sensorik ilmuwan baru.

1.2. Pengukuran

Penilaian inderawi adalah ilmu pengukuran. Seperti prosedur pengujian analisis

lainnya, penilaian sensorik berkaitan dengan ketelitian, akurasi, sensitivitas, dan

menghindari hasil yang sudah pasti salah (Meiselman, 1933). Ketelitian serupa dengan

konsep dalam ilmu perlakuan dari keandalan/ hal yang dapat dipercaya. Dalam prosedur

tes, kami ingin bisa mendapatkan hasil yang sama ketika tes diulang. Biasanya ada

beberapa perbedaan kesalahan disekitar nilai yang diperoleh, sehingga pada saat

dilakukan pengujian ulang, nilai tidak selalu tepat/persis sama. Khususnya berlaku untuk

tes sensorik, dimana presepsi/tanggapan manusia tentunya bagian dari generasi data.

Ketika dilakukan prosedur pengujian sensorik, yang diinginkan adalah meminimalkan

perbedaan kesalahan sebanyak mungkin dan memiliki tes yang rendah kesalahan yang

berkaitan dengan pengukuran ulang. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa cara seperti

yang telah dijelaskan diatas, kita dapat memisahkan respon sensori berdasarkan faktor

minat atau kepentingan, meminimalkan pengaruh asing/yang tidak ada hubungannya,

mengontrol persiapan sampel serta presentasi. Selain itu diperlukan ilmuwan sensori dan

peserta panel yanh terlatih.

Selanjutnya yang kedua adalah keakuratan tes. Dalam ilmu pengetahuan fisika, hal ini

dipandang sebagai kemampuan tes instrumen untuk menghasilkan nilai yang dekat

dengan nilai “benar”, yang didefinisikan sebagai pengukuran bebas dari instrumen lain

atau seperangkat instrumen yang telah dikalibrasi secara tepat. Gagasan/pendapat yang

6

berkaitan dengan ilmu perlakuan ini, disebut sebagai prinsip kebenaran/validitas dari uji.

Kemampuan yang menyangkut prosedur tes untuk mengukur apa yang sudah dirancang

dan dimaksudkan untuk mengukur kebenaran/validitas terdapat di berbagai cara. Salah

satunya berguna untuk kriteria kebenaran/validitas prediktif, dimana hasil tes adalah nilai

dalam memprediksi apa yang akan terjadi dalam situasi lain atau pengukuran lain. Dalam

pengujian sensorik, hasil tes harus mencerimkan persepsi/tanggapan dan opini konsumen

yang mungkin membeli produk. Dengan kata lain, hasil tes sensori harus

menyamaratakan populasi yang lebih besar. Hasil tes mungkin berhubungan dengan

langkah-langkah instrumen, proses atau variabel bahan, faktor penyimpanan, waktu umur

simpan, atau kondisi lain yang diketahui dapat mempengaruhi sifat sensorik. Dalam

mempertimbangkan kebenaran/validitas, kita harus melihat penggunaan akhir dari

informasi yang diberikan dari tes. Metode sensorik mungkin berlaku untuk beberapa

tujuan, tetapi tidak yang lain (Meiselman, 1993). Perbedaan tes sederhana ini bisa untuk

mengetahui apakah produk telah berubah, tetapi perubahannya tidak seperti orang yang

akan berubah seperti versi baru.

Tes sensorik yang baik akan meminimalkan kesalahan dalam pengukuran serta dalam

menyimpulkan dan memberi keputusan. Ada berbagai jenis kesalahan yang mungkin

terjadi di prosedur tes. Jika hasil tes mencerminkan keadaan yang sebenarnya sebagai

penyataan penting, maka ketika kesalahan dan variabilitas tidak terkendali telah melekat

dalam proses pengukuran. Persoalan utama dalam tes sensorik adalah sensitivitas dari tes

perbedaan antara produk. Kemudian cara mengatasi hal ini adalah bahwa tes tidak boleh

sering melewatkan perbedaan penting yang ada. “Perbedaan hilang” itu menyiratkan

bahwa prosedur tes sensitif. Untuk menjaga sensitifitas yang tinggi, kita harus

meminimalkan perbedaan kesalahan dimana pun, mungkin dapat dengan mengontrol

percobaan dengan hati-hati dan kemudian dengan seleksi serta pelatihan panelis yang

sesuai. Tes harus melibatkan jumlah yang cukup dari pengukuran untuk memastikan

perkiraan statistik dan nilai-nilai yang kita peroleh dapat diandalkan sebagai sarana dan

proporsi. Dalam bahasa statistik, mendeteksi perbedaan yang benar adalah menghindari

kesalahan tipe II dan meminimalkan risiko. Diskusi mengenai kekuatan dan sensitivitas

tes dari perspektif statistik terjadi pada bab 5 dan terdapat pada lampiran.

7

Kesalahan lain yang mungkin terjadi dalam hasil tes adalah ditemukannya hasil

positif yang tidak sebenarnya ada dalam populasi yang lebih besar dari orang-orang dan

produk luar tes sensorik. Pada suatu kejadian, hasil positif biasanya mendeteksi

perbedaan yang signifikan antara produk uji. Hal ini penting dalam penggunaan metode

uji untuk menghindari hasil yang sudah pasti salah atau kesalahan tipe I dalam bahasa

statistik. Dasar pelatihan statistik dan uji statistik diterapkan pada temuan ilmiah yang

berorientasi menghindari kesalahan semacam ini. Efek dari penyimpanan kesempatan

acak harus diperhitungkan dalam memutuskan apakah hasil tes mencerminkan perbedaan

nyata atau apakah hasilnya disebabkan oleh perbedaan peluang. Prosedur umum statistik

inferensial memberikan jaminan bahwa kami memiliki kemungkinan terbatas dalam

menemukan perbedaan dimana seseorang tidak sebenarnya ada. Prosedur statistik dapat

mengurangi risiko dalam beberapa tingkat yang cukup. Biasanya dengan batas tertinggi

sekitar 5 % dari semua tes yang diadakan.

Perlu diperhatikan bahwa kesalahan berasal dari hasil percobaan yang sudah pasti

salah dan berpotensi sangat efektif dalam dasar penelitian ilmiah-seluruh teori dan

rencana penelitian dapat berkembang dari keterlibatan percobaan tiruan, dimana hasilnya

hanya disebabkan dari peluang acak. Oleh karena itu, kami melawan jenis bahaya dengan

aplikasi uji statistik yang tepat. Namun dalam pengembangan produk, jenis kedua dari

kesalahan statistik ialah hilangnya perbedaan yang sama-sama menghancurkan. Bisa jadi

bahan atau pengolahan yang penting dapat membuat perubahan produk menjadi lebih

baik atau lebih buruk yang berasal dari titik pandang sensori dan perubahan yang telah

terdeteksi. Jadi pengujian sensori sama pedulinya dengan perbedaan benar tidak hilang

dan dengan menghindari hasil yang sudah pasti salah. Beban statistik tambahan

ditempatkakan pada kepentingan yang bersifat percobaan spesialis sensorik, yang lebih

besar dibandingkan dengan cabang lainnya dari penelitian ilmiah.

Sebagian pengujian sensorik dilakukan dalam industri dimana badan usaha dan

keputusan strategis terdapat dalam skema. Kita bisa melihat hasil pengujian sensorik

sebagai cara untuk mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan.

Ketika seseorang manager pengembang produk meminta untuk dilakukan tes sensorik,

biasanya dikarenakan ada beberapa ketidakpastian tentang bagaimana orang melihat

produk tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah berbeda atau setara dengan

8

beberapa produk standar, atau apakah lebih disukai untuk beberapa standar kompetitif,

atau apakah memiliki atribut-atribut yang diinginkan, oleh sebab itu data dibutuhkan

untuk menjawab semua pertanyaan itu. Dengan adanya data ditangan, maka penggunaan

akhir dapat dibuat berdasarkan pilihan informasi dalam kondisi ketidakpastian yang lebih

rendah atau risiko bisnis. Disebagian besar aplikasi, tes sensori berfungsi sebagai

mekanisme pengurangan risiko untuk para peneliti dan manager pemasaran.

Selain penggunaan yang jelas dalam pengembang produk, penilaian sensorik juga

dapat memberikan informasi kepada departemen perusahaan lainnya. Fungsi kemasan

dan kenyamanan mungkin memerlukan tes produk. Kriteria produk inderawi yang

berkualitas dapat menjadi terpisahkan dari bagian rencana pengendalian mutu. Hasil dari

tes sensori berlabel konsumen mungkin perlu dibandingkan dengan hasil konsep riset

pemasaran yang berkaitan dengan kelompok sensorik bahkan dapat berinteraksi

bersamaan dengan departemen perusahan atas klaim pembuktian iklan dan penolakan

untuk klaim. Penilaian sensorik juga berfungsi dalam situasi penelitian luar perusahaan.

Akademik penelitian tentang makanan dan bahan dan sifat serta pengolahan sering

memerlukan tes sensorik untuk menilai persepsi/tanggapan manusia dari perubahan

dalam produk (Lawless dan Klein, 1989). Fungsi penting ilmuwan sensorik dalam

suasana akademik adalah untuk memberikan konsultasi dan sebagai sumber daya untuk

memastikan bahwa kualitas tes yang dilakukan oleh peneliti lain dan mahasiswa yang

berusaha untuk memahami dampak sensorik dari variabel yang sedang mereka pelajari.

Dalam pelayanan pemerintah seperti inspeksi makanan, penilaian sensorik mempunyai

peran kunci (York,1995). Prinsip sensorik dan pelatihan yang tepat bisa menjadi kunci

dalam memastikan bahwa metode uji mencerminkan arus pengetahuan tentang fungsi

sensorik dan desain uji. Menurut Lawless (1993), untuk gambaran pendidikan dan

pelatihan ilmuwan sensorik, penggunaan bagian ini cocok untuk lebih dari 15 tahun

kemudian.

9

Bab II

Sejarah Peristiwa Penting dan Metode Uji Tiga Kelas

Indera manusia telah digunakan secara berabad-abad untuk menilai kualitas makanan.

Kita semua merupakan penilai tentang makanan setiap kali kita makan atau minum (“

setiap orang membawa aturan sendiri untuk rasa dan menarik perhatian diri sendiri untuk

menerapkan itu, dimanapun ia melakukan perjalanan “ Henry Adams, 1918). Namun

10

tidak berarti semua keputusan yang ada itu memenuhi syarat untuk berpatisipasi dalam

menguji sensori. Pada dahulu kala, produksi makanan berkualitas baik sering kali

tergantung pada ketajaman indera dari satu ahli yang bertanggung jawab atas produksi

atau membuat keputusan tentang proses perubahan dalam rangka untuk memastikan

produk akan memiliki karakteristik yang diinginkan. Ini adalah tugas dari master

minuman, pencicip anggur, penilai susu, dan pengawas/pemeriksa makanan lain yang

bertindak sebagai arbiter/juru pisah yang berkualitas. Kemudian penilaian inderawi

modern menggantikan para ahli tunggal dengan panel orang yang berpartisipasi dalam

metode uji tertentu dalam percobaan yang telah direncanakan. Perubahan ini terjadi

karena beberapa alasan. Pertama, hal ini diakui bahwa penilaian panel secara umum akan

lebih dapat diandalkan daripada penilaian satu orang dan mengurangi risiko ahli tunggal

bisa menjadi sakit, dalam perjalanan, sudah pensiun, meninggal atau sebaliknya tidak

bersedia dalam membuat keputusan. Kedua, ahli mungkin atau mungkin tidak

mencerminkan sebagian konsumen atau bagian dari masyarakat yang ingin

mengkonsumsi suatu produk. Jadi untuk masalah kualitas produk dan daya tarik

keseluruhan, lebih aman langsung ke populasi sasaran (meskipun mengkonsumsi sering

lebih banyak waktu dan mahal). Walaupun informal, pemeriksaan kualitatif seperti

benchtop “pemotongan” tetap dalam industri, telah secara bertahap digantikan dengan

yang lebih formal, kuantitatif, dan pengamatan terkontrol. (Stone dan Sidel, 2004).

Alur metode penilaian inderawi terdiri dari satu set teknik pengukuran dengan

dokumen yang digunakan dalam industri dan penelitian akademik. Standar prosedur

berasal dari perangkap dan masalah yang dihadapi dalam pengalaman yang berguna dari

spesialis sensorik selama 70 tahun terakhir dalam makanan dan pemilihan produk

konsumen serta pengalaman. Persoalan utama dari setiap panelis penilaian sensorik

adalah memastikan bahwa metode tes yang digunakan tepat sehingga dapat menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan produk dalam pengujian. Atas dasar alasan

ini, biasanya tes diklasifikasikan menurut tujuan utama dan penggunaan yang benar. Tiga

jenis pengujian sensorik yang umum digunakan, masing-masing memiliki tujuan yang

berbeda dan masing-masing menggunakan peserta terpilih berdasarkan kriteria yang

berbeda. Berikut penjelasan dari tiga jenis pengujian pada tabel dibawah ini.

11

Tabel 1.1 Klasifikasi Metode Uji dalam Penilaian Sensorik

Kelas Pertanyaan Jenis Tes Karakteristik Panelis

Pembedaan

Apakah perbedaan

produk dapat dilihat

dengan cara apapun

Analitik

Diseleksi berdasarkan

ketajaman/kepekaan

indera, berorientasi untuk

menguji metode, kadang-

kadang dilatih

Deskriptif

Bagaimana karakteristik

produk yang berbeda

dalam sensorik tertentu

Analitik

Diseleksi berdasarkan

ketajaman/kepekaan

indera, memiliki

motivasi, terlatih atau

sangat terlatih

Afektif

Berapa jumlah produk

yang disukai atau produk

yang lebih disukai

HedonikDiseleksi berdasarkan

produk tidak terlatih

2.1. Pengujian Pembeda

Tes sensorik yang paling sederhana hanya berusaha untuk menjawab apakah ada

perbedaan yang jelas ada antara dua jenis produk, yang disebut sebagai tes pembeda atau

prosedur pengujian perbedaan yang sederhana. Analisis biasanya didasarkan pada

statistik frekuensi dan proporsi (menghitung jumlah jawaban yang benar dan salah). Dari

hasil tes, kami dapat menyimpulkan perbedaan berdasarkan proporsi orang yang mampu

memilih produk uji yang benar antara satu set produk yang serupa atau produk terkontrol.

Contoh dari tes ini adalah uji segitiga digunakan dalam pembuatan bir Carlsberg dan

tempat penyulingan di Seagrams pada tahun 1940-an (Helm dan Troller 1946, Peyam dan

Swartz, 1950). Dalam tes ini, dua produk berasal dari batch yang sama sementara produk

ketiga adalah berbeda. Salah seorang penguji akan diminta untuk memilih sampel yang

asing/aneh/tidak tetap dari antara ketiga sampel tersebut. Kemampuan dalam menentukan

perbedaan akan disimpulkan dari konsisten pilihan yang benar diatas tingkat yang

diharapkan dari peluang. Di pabrik, tes ini bertindak sebagai sarana untuk penguji dalam

12

mengevaluasi bir untuk memastikan bahwa mereka memiliki kemampuan pembedaan

yang cukup. Lain halnya dengan uji beda pilihan ganda dikembangkan pada waktu yang

sama di perusahaan penyulingan dengan tujuan sebagai kontrol kualitas (Peryam dan

Swaetz, 1950). Dalam prosedur pasangan-tiga, sampel dijadikan acuan/petunjuk dan

kemudian menguji dua sampel tersebut. Salah satu uji cocok untuk menjadi

acuan/petunjuk, sementara yang lain adalah dari produk yang berbeda, batch atau proses.

Panelis akan mencoba untuk mencocokkan sampel dengan benar untuk dijadikan

acuan/petunjuk, dengan kemungkinan satu setengah. Pada uji segitiga, perbandingan

pilihan yang benar diharapkan secara kebetulan dianggap sebagai petunjuk perbedaan

yang benar-benar dipertimbangkan untuk dapat dipahami dengan jelas antara produk.

Dalam tes perbedaan yang ketiga yang lebih dikenal adalah perbandingan berpasangan,

dimana panelis akan diminta untuk memilih mana dari kedua produk itu yang kuat atau

lebih intens/kuat dalam sifat tertentu. Oleh karena itu, perhatian panelis diarahkan untuk

sifat tertentu, sehingga tes ini sangat sensitif terhadap perbedaan. Ketiga tes pembeda ini

ditunjukkan pada gambar 1.2

Tes pembeda sederhana telah terbukti sangat berguna dalam aplikasi dan digunakan

sangat luas pada saat ini. Secara khusus tes perbedaan ini dilakukan dengan jumlah

panelis sebanyak 25-40 orang, yang telah diseleksi untuk ketajaman/kepekaan sensori

mereka dalam membedakan produk atau yang lebih dikenal dengan prosedur tes.

Umumnya menetapkan ukuran sampel yang memenuhi syarat untuk membuktikan

kebenaran dengan jelas perbedaan sensori tersebut. Seringkali dilakukan pengulangan tes

dengan maksud memberi kemudahan respon yang ada dalam tes sensorik. Pada bagian

ini, yang lebih dikenal dalam tes adalah kesederhanaan analisis data. Tabel statistik

berasal dari pembagian suku dua dalam memberikan jumlah minimum respon yang benar

yang diperlukan untuk menyimpulkan makna statistik sebagai fungsi dari jumlah panelis.

Jadi ahli sensori hanya perlu menghitung jawaban dan mengacu pada sebuah tabel untuk

memberikan kesimpulan statistik yang sederhana dan hasil dapat dengan mudah serta

cepat dilaporkan.

Gambar 1.2 Metode pengujian pembedaan seperti uji segitiga, pasangan-tiga, dan prosedur

perbandingan berpasangan

13

Uji segitiga

(Triangle Test)

A B C

atau atau

Pilih sampel yang paling berbeda

Uji pasangan-tiga

(Duo-Trio Test)

A B C

atau

(inspect) (test)

(memeriksa/mengamati) (uji)

Pilih sampel yang cocok dengan acuan atau petunjuk

Perbandingan pasangan

(Paired Comparison)

B C

atau

Pilih sampel yang lebih manis ?

2.2. Analisis Deskriptif

Kelas utama kedua dari metode pengujian indrawi adalah mengukur intensitas yang

dirasakan dari karakteristik sensorik produk. Prosedur ini dikenal sebagai analisis

deskriptif. Metode pertama untuk melakukan ini dengan panel yang terlatih dan

mengetahui tentang gambaran Flavor. Metode ini dikembangkan Arthur D, yang

merupakan Kelompok konsultan kecil di akhir 1940-an (Caul, 1957). Kelompok ini

dihadapkan dengan mengembangkan alat yang komprehensif dan fleksibel pada analisis

rasa untuk memecahkan masalah pada off flavors dikapsul nutrisi dan pertanyaan tentang

dampak sensorik monosodium glutamat dalam berbagai makanan olahan. Mereka

memformulasikankan metode yang melibatkan pelatihan yang ekstensif untuk panelis

yang memungkinkan untuk mengkarakterisasi semua catatan pada rasa dalam makanan

dan intensitas dari catatan tersebut menggunakan skala dengan kategori yang sederhana.

Kemajuan ini memberikan alasan pada beberapa sebab. Hal ini umtuk menggantikan

ketergantungan pada satu penguji (brewmasters, coffee tasters, and such) dengan panel

individu, dengan kesadaran bahwa persetujuan panel itu cenderung lebih handal dan

akurat daripada  satu penguji. Metode Kedua, menyediakan sarana untuk

mengkarakterisasi sifat rasa dan memberikan analitis deskriptif yang lengkap dalam

pengembangan sekelompok produk yang berbeda.

14

387

456

892

Ref

456

892

456

892

Selanjutnya ada beberapa variasi dan perbaikan yang digunakan pada Teknik analisis

deskriptif. Suatu kelompok di General Foods Technical Center di awal 1960-an

dikembangkan dan disempurnakan metode untuk mengukur tekstur pada makanan, dan

kuantifikasi sifat flavor (Brandt et al., 1963, Szczesniak et al., 1975). Teknik ini

merupakan gambaran pada tekstur, menggunakan gaya terkait yang berhubungan dengan

makanan dan bagaimana menubah dari waktu ke waktu dengan pengunyahan.

Karakteristik ini memiliki kesamaan dalam evaluasi fisik pada kerusakan makanan.

Misalnya, dirasakan kekerasan berkaitan dengan kekuatan fisik yang dibutuhkan untuk

penetrasi sampel. Ketebalan atau hampir padat yang dirasakan terkait pada viskositas

fisik. Gambaran pada tekstur, Panelis juga dilatih untuk mengenali intensitas point

tertentu selama pembuatan skala, menggunakan produk standar atau rancangan formulasi

makanan untuk pengujian.

Pendekatan lain yang dikembangkan untuk Masalah Analisis Deskriptif. Di Stanford

Research Institute di awal 1970-an, kelompok yang diusulkan untuk analisis metode

deskriptif yang akan memperbaiki beberapa kekurangan yang jelas, metode menjadi lebih

luas berlaku untuk semua sensorik pada sifat makanan tidak hanya rasa dan tekstur (Batu

et al., 1974). Metode ini disebut Quantitative Descriptive Analysis® atau disingkat QDA

(Stone dan Sidel, 2004). QDA® Pada prosedur tersebut banyak melakukan penelitian

yang menggunakan desain percobaan dan data analisis statistik seperti analisis varians.

Jaminan penilaian independent dari panelis dan uji statistik, kontras dengan diskusi

kelompok dan persetujuan prosedur dari Metode Gambaran Flavor. Prosedur deskriptif

dengan Variasi lain yang mencoba dan mencapai beberapa kepopuleran, seperti Metode

Spectrum (Meilgaard et al., 2006) yang mencakup penguji dan panelis terhadap intensitas

sakala poin, seperti gambaran Flavor. Peneliti lain yang  memiliki teknik hibrida yang

bekerja mencakup beberapa fitur dari berbagai pendekatan deskriptif (Einstein, 1991).

Saat ini kelompok pengembangan produk banyak menggunakan pendekatan hybrid

sebagai kelebihan masing-masing dapat mengajukan permohonan terhadap produk dan

sumber daya dari perusahaan tertentu.

Analisis deskriptif telah terbukti menjadi yang paling komprehensif dan informatif

dengan alat evaluasi sensorik. Hal ini dapat diaplikasikan untuk karakteristik berbagai

perubahan produk dari variasi yang luas dan pertanyaan penelitian pada pengembangan

15

produk makanan. Informasi yang terkait yaitu informasi penerimaan konsumen dan

tindakan Instrumental dengan teknik statistik seperti regresi dan korelasi.

Sebuah contoh dari pemilihan yang deskriptif untuk tekstur penilaian produk kue

ditunjukkan pada Tabel 1.2. Produk ini dinilai pada jarak waktu yang berbeda  dan cara

yang terkendali, pada analisis prosedur tes sensorik. Misalnya, gigitan pertama dapat

didefinisikan sebagai memotong dengan gigi seri. Untuk analisis seperti itu panel terdiri

dari 10 sampai 12 orang terlatih, yang berorientasi pada makna dari istilah dan diberikan

dengan latihan dan beberapa contoh. Sumber intensitas untuk contoh poin skala juga

diberikan dalam beberapa teknik. Jumlah catatan informasi yang rinci dapat diberikan

dalam hal ini contohnya seperti mengingat rasa dan tekstur di produk yang membentuk

analisis sensorik yang rinci dengan panel yang terlatih. Tingkat kalibrasi dibenarkan jika

jumlah yang relative kecil dari panelis. Karena mereka telah dilatih untuk menggunakan

alat-alat timbangan dengan cara yang sama, dapat menurunkan kesalahan varians dan

memberikan nilai statistik yg baik dan uji sensitivitas yang dipertahankan meskipun

pengamatan lebih sedikit (Nilai data per produk lebih sedikit). Contoh-contoh serupa dari

tekstur, rasa, aroma, dan taktil analisis dapat ditemukan di Meilgaard dkk. (2006).

Tabel 1.2 Evaluasi Deskriptif pada tekstur Cookies

Fase Sifat Word anchorsPermukaan Kekerasan

PartikelKering

Halus-KasarAda-banyakBerminyak-kering

Gigitan pertama KerenyahanKekerasanUkuran partikel

RenyahLembut-kerasKecil-besar

Awal kekenyalan Padat Airy-dense

16

Keseragaman dari kekenyalam Merata

Kekenyalan menurun Air terserapKekompakan massaToothpackingButiran

Tidak ada - banyakLembek - kompakTidak ada - banyakTidak ada - banyak

Residual Sifat manis dimulutButirChalky

Kering - berminyakTidak ada - banyakNot chalky - very chalky

2.3. Pengujian Afektif

Kelas utama ketiga dari tes sensorik adalah mencoba untuk mengukur tingkat derajat

kesukaan atau tidak kesukaan suatu produk, yang disebut metode uji hedonik atau afektif.

Pendekatan yang paling sederhana untuk masalah ini adalah untuk menawarkan pilihan

pada produk alternatif dan melihat apakah ada preferensi yang jelas dari mayoritas

responden. Masalah dengan uji pilihan adalah mereka tidak sangat informatif tentang

besarnya tingkat kesukaan atau tidak kesukaan dari responden. Sebuah peristiwa yang

bersejarah yaitu uji skala hedonic yang dikembangkan di U.S. Army Food and Container

Institute in the late 1940s (Jones et al., 1955). Metode ini memberikan nilai 9-point untuk

kesukaan dengan  kategori yang netral dan berusaha untuk menghasilkan titik skala

dengan keterangan yang jelas dengan langkah-langkah uji hedonik. Dengan kata lain,

metode tersebut menggunakan skala garis yang bersifat interval untuk data analisis

statistik.

Sebuah contoh dari skala 9-point ditunjukkan pada Gambar. 1.2. Biasanya uji

hedonik menggunakan sampel dari 75-150 konsumen yang biasa menggunakan produk.

Tes melibatkan beberapa versi alternatif produk dan dilakukan di beberapa pusat lokasi

dan fasilitas untuk uji sensorik. Semakin besar hasil tes afektif dari panel yang timbul

karena variabilitas preferensi yang tinggi harus mengimbangi dengan meningkatnya

jumlah orang untuk memastikan nilai statistik dan uji sensitivitas. Ini juga menyediakan

kesempatan untuk mencari sebagian orang yang mungkin mempunyai ragam produk yang

berbeda, misalnya, warna atau rasa berbeda. Uji ini juga dapat memberikan kesempatan

untuk mengetahui informasi diagnostik tentang alasan untuk kesukaan atau tidak

kesukaan suatu produk. Pekerja di industri makanan yang kontak langsung mempelajari

17

indera dan telah mengembangkan teknik untuk menilai fungsi sensorik (Moskowitz,

1983). Perkembangan terhadap 9-point skala hedonik berfungsi sebagai penggambaran

yang baik dari apa yang dapat direalisasikan bila ada interaksi antara ahli psikolog dan

ahli makanan. Sebuah teknik psikologis pengukuran yang disebut Thurstonian scaling

digunakan untuk memvalidasi keterangan untuk tabel pada skala hedonik 9-point.

Interaksi ini juga terlihat pada pengarangan buku ini salah satu penulis telah terlatih

dalam ilmu makanan dan kimia sementara yang lain merupakan ahli berpengalaman

dalam psikologi. Perbedaan dalam bahasa, tujuan, dan fokus eksperimental mungkin

memberikan beberapa kesulitan. Psikolog difokuskan terutama pada spesialis sensorik,

dan evaluasi difokuskan terutama pada produk makanan (stimulus). Namun sejak

melibatkan Interaksi Sensorik diperlukan stimulus dari seseorang, bahwa metode tes

serupa yang diperlukan untuk mengkarakterisasi produk.

Gambar. 1.2 9-point skala hedonik digunakan untuk menilai kesukaan dan tidak kesukaan. Skala ini, awalnya dikembangkan di U.S. Army Food and Container Institute (Quartermaster Corps), yang telah digunakan secara luas dalam pengujian konsumen makanan.

2.4. Pusat Kepercayaan – Analitik versus Tes Hedonik

Prinsip untuk evaluasi sensorik adalah metode uji harus disesuaikan dengan tujuan

tes. Gambar 1.3 menunjukkan bagaimana pemilihan prosedur tentang tujuan

penyelidikan. Untuk memenuhi tujuan ini, perlu memiliki komunikasi yang jelas antara

manager tes sensorik dan klien atau pengguna informasi. Sebuah dialog sering digunakan

yaitu Apakah ada perbedaan penting atau tidak dari produk? Jika ada, maka uji pembeda

terindikasi. Salah satu pertanyaan apakah konsumen produk baru yang lebih baik dari

18

versi sebelumnya? Diperlukan seorang konsumen untuk melakukan tes penerimaan.

Apakah kita perlu tahu perubahan dalam karakteristik sensorik produk baru? Kemudian

analisis deskriptif Prosedur ini dilakukan. Terkadang diperlukan beberapa tujuan dan

urutan tes yang berbeda (Lawless dan Claassen, 1993). Hal ini dapat menimbulkan

masalah jika semua jawaban yang dilakukan di bawah tekanan waktu selama

pengembangan produk yang kompetitif. Salah satu pekerjaan yang paling penting dari

spesialis sensorik dalam industri makanan adalah memastikan pemahaman dengan jelas

dan informasi yang spesifik. Uji desain mungkin memerlukan sejumlah percakapan,

wawancara dengan berbeda orang, bahkan ditulis untuk menentukan Informasi yang

dikumpulkan dan bagaimana hasil dalam membuat keputusan dan selanjutnya tindakan

tertentu yang akan diambil. Spesialis sensorik adalah posisi terbaik untuk memahami

penggunaan dan batasan setiap prosedur dan apa yang akan dianggap tepat dibandingkan

kesimpulan yang tidak tepat dari data. Ada dua akibat penting pada prinsip ini. Desain uji

sensori tidak hanya melibatkan seleksi dari metode yang tepat tetapi juga pemilihan

peserta yang tepat dan analisis statistik. Tiga kelas dari tes sensorik tersebut dapat dibagi

menjadi dua jenis, tes analitis sensorik termasuk diskriminasi dan metode deskriptif dan

tes afektif atau hedonis yang melibatkan penilaian konsumen suka atau tidak kesukaan

(Lawless dan Claassen, 1993). Untuk tes analitis, panelis yang dipilih berdasarkan nilai

rata-rata untuk ketajaman indra baik untuk karakteristik produk seperti (rasa, bau, tekstur,

dll). Panelis dibiasakan dengan prosedur pengujian dan pelatihan, tergantung pada

metode. Dalam kasus ini analisis deskriptif, panelis mengangkat kerangka pikiran

analitis, berfokus pada aspek-aspek tertentu dari produk seperti yang diarahkan oleh

pemandu kuesioner. Panelis diminta untuk memberitahukan preferensi pribadi dan uji

kesukaan, seperti pekerjaan mereka hanya untuk menentukan apa sifat yang ada dalam

produk dan pada tingkat intensitas sensorik, sejauh, jumlah, atau durasi.

Gambar. 1.3 diagram alir disamping

menunjukkan metode penentuan. Berdasarkan

pada penelitian dan tujuan utama. Pada metode

uji sensoris yang berbeda dapat dipilih, proses

keputusan tersebut dibuat dalam panelis yang

telah diseleksi, pengaturan hasil timbangan,

19

pemilihan desain eksoerimental, analisis statistik dan tugas lainnya dalam merancang

sebuah tes sensorik. (dicetak ulang, dari Lawless, 1933)

Berbeda dengan kerangka analisis pikiran, konsumen di tes dengan tindakan afektif

dan melalui berbagai kegiatan. Mereka melihat contoh produk secara keseluruhan.

Meskipun perhatian mereka kadang-kadang menuju oleh aspek tertentu dari suatu produk

(terutama jika ada salah satu produk yang buruk, yang tidak diduga-duga, atau tidak

menyenangkan), reaksi mereka untuk kesuluruhan produk terpadu pada stimulasi sensorik

dan dinyatakan sebagai kesukaan atau tidak kesukaan. Ini terjadi tanpa pemikiran atau

pembedahan spesifik produk. Pada konsumen dalam menguji, harus dipilih dengan hati-

hati untuk memastikan bahwa hasil akan menyamaratakan untuk jumlah minat. Peserta

harus sering menggunakan produk, karena mereka yang paling mungkin untuk

membentuk target pasar dan akan terbiasa dengan produk sejenis. Mereka memiliki

harapan yang masuk akal dan tujuan dimana mereka dapat membentuk opini yang relatif

terhadap produk sejenis lainnya yang telah mereka coba.

Perbedaan analitik / hedonis menimbulkan beberapa aturan yang sangat penting dan

beberapa tanda tentang pencocokan metode uji dan responden. Pada metode ini panelis

terlatih tentang preferensi mereka, apakah mereka suka atau tidak suka terhadap produk.

Mereka telah diminta untuk membedakan, kerangka analitis pikiran dan menempatkan

preferensi individu. Selain itu, mereka belum tentu sering dipilih menjadi pengguna

produk, sehingga mereka tidak mencapai dari target populasi yang satu untuk

menyamaratakan hasil uji hedonik. Sebuah analogi umum di sini adalah untuk instrumen

analitis. Anda tidak akan menanyakan apakah itu kromatografi gas atau pH meter pada

tingkat kesukaan produk, jadi mengapa meminta panel deskriptif analitis Anda

(O'Mahony, 1979).

Sebaliknya, masalah muncul ketika konsumen diminta untuk memberikan informasi

yang sangat spesifik tentang karakteristik produk. Konsumen tidak hanya bertindak di

kerangka pikiran non-analitik tetapi juga memiliki konsep tentang karakteristik tertentu,

misalnya rasa pahit dan asam. Seseorang sering berbeda dalam interpretasi sensori pada

kuesioner. Sementara untuk tekstur, profil pada panel dilatih dengan tidak memiliki

kesulitan dalam menyetujui bagaimana suatu produk yang chewy, kita tidak bisa

mengharapkan konsumen untuk memberikan informasi yang tepat dan spesifik.

20

Singkatnya kita mencegah panelis untuk memberikan informasi yang afektif terhadap

konsumen tentang sifat analitis tertentu. Terkait dengan perbedaan analitik-hedonis ada

pertanyaan apakah kontrol eksperimental dan presisi yang harus dimaksimalkan atau

apakah validitas dan generalisasi ke dunia nyata lebih penting. Sering ada tradeoff antara

keduanya dan sulit untuk memaksimalkan keduanya secara bersamaan. Tes Analitic di

lab dengan penguji khusus disaring dan dilatih lebih handal dengan kesalahan lebih

rendah dari tes konsumen. Namun, sejumlah generalisasi hasil nyata dengan

menggunakan kondisi buatan dan kelompok khusus peserta. Sebaliknya, dalam pengujian

produk oleh konsumen di rumah mereka sendiri kita tidak hanya memiliki banyak

validitas kehidupan nyata tetapi juga banya kebisingan dalam data. Brinberg dan

McGrath (1985) memiliki perjuangan ini antara presisi dan validitas salah satu

"conflicting desiderata.” O'Mahony (1988) memiliki perbedaan antara evaluasi sensorik

Tipe I dan Tipe II. Dalam Tipe I evaluasi sensorik, keandalan dan sensitivitas adalah

faktor kunci, dan peserta memperhatikan alat analisis yang digunakan untuk mendeteksi

dan mengukur perubahan dalam produk makanan. Pada Evaluasi sensorik tipe II, peserta

dipilih untuk mewakili dari populasi konsumen, dan mengevaluasi makanan dengan

kondisi yang sebenarnya. Evaluasi sensorik tipe II menekankan pada prediksi respon

konsumen. Setiap tes sensorik di suatu tempat memungkinkan berada dalam potensi

hubungan tradeoff (dimana seseorang harus membuat keputusan). Faktor ini juga harus

didiskusikan dengan pengguna akhir data untuk melihat penekanan dan tingkat tradeoff

yang nyaman.

Analisis statistik dipilih dengan jenis data. Discrimination tests meliputi pilihan dan

perhitungan angka dari jawaban yang benar. Statistik berasal dari distribusi binomial atau

dibuat untuk menetukan ukuran dengan menggunakan chi-square. Data sebaliknya, bagi

sebagian besar skala, dapat menerapkan statistik parametric, data distribusi normal, dan

sebagai sarana, standar deviasi, t-tes, analisis varians. Pilihan tes statistik yang sesuai

tidak selalu mudah, sehingga uji sensorik memiliki pelatihan yang menyeluruh dalam

statistik dan melibatkan ahli statistik dan desain dalam proyek kompleks di tahap awal

yang perencanaan.

Terkadang, prinsip-prinsip utama ini disalahi. Mereka tidak harus menjadikan

sebagai masalah hanya memanfaatkan sebagai penghematan biaya dan analisa tanpa

21

logis. Salah satu contoh umum adalah penggunaan diskriminasi pengujian sebelum

penerimaan konsumen. Meskipun kepentingan pokok terletak pada apakah konsumen

akan suka atau tidak suka pada variasi produk baru, kita dapat melakukan tes perbedaan

sederhana untuk melihat apakah perubahan dapat dipahami. Logika di urutan ini adalah

sebagai berikut: jika ditutupi panel mengalami kesulitan tidak bisa melihat perbedaan dan

kondisi di laboratorium sensorik, maka kelompok konsumen yang berbeda-beda tidak

bisa untuk melihat perbedaan dalam variable yang kurang terkontrol. Jika ada perbedaan

yang dirasakan, mungkin ada preferensi sistematis yang tidak logis. Jadi lebih banyak

waktu yang digunakan dan tes konsumen yang mahal terkadang bisa dihindari dengan

melakukan uji diskriminasi sederhana tetapi lebih sensitif. Keandalan tambahan dari uji

diskriminasi dikendalikan dengan menyediakan "safety net" untuk menyimpulkan tentang

tanggapan konsumen. Tentu saja, logika ini bukan tanpa kesukaran, beberapa konsumen

dapat berinteraksi secara ekstensif dengan produk selama waktu uji penggunaan yang

stabil dan pertimbangan penting dalam waktu singkat pada uji laboratorium, dan

kemungkinan hasil negatif (kesalahan pada perbedaan). MacRae dan Geelhoed (1992)

menggambarkan suatu kasus yang menarik dari perbedaan yang terjawab dalam tes

segitiga di mana preferensi yang signifikan kemudian diamati antara sampel air dalam

perbandingan yang dipasangkan. Itu merupakan ahli sensorik yang harus menyadari

bahwa hasil eksperimen ini yang terkadang muncul terrdapat keanehan/penyimpangan,

dan juga harus menyadari beberapa alasan mengapa hal ini terjadi.

Bab III

3.1. Aplikasi : Mengapa Data Sensori Dikumpulkan ?

Presepsi manusia terhadap makanan dan pengguna produk adalah hasil dari

rangsangan dan proses interpretasi yang kompleks. Pada tahap ini dalam sejarah ilmiah,

persepsi terhadap berbagai rangsangan multidimensi dilakukan dengan proses paralel dari

sistem saraf manusia yang sulit atau tidak mungkin untuk di interpretasikan oleh alat.

Dalam banyak kasus alat memiliki kekurangan terhadap kepekaan sistem sensorik

manusia, contohnya seperti indera penciuman. Alat sulit meniru mekanisme pencicipan

makanan ketika mencicipi atau meniru jenis penyaringan peri-reseptor yang terjadi pada

22

cairan biologis seperti air liur atau lendir yang dapat menyebabkan pemisahan bahan

kimia pada rasa. Yang paling penting, alat penilaian berperan memberikan nilai-nilai

melalui proses penting persepsi: interpretasi pengalaman sensorik oleh otak manusia

sebelum merespons. Otak menjadi perantara antara masuknya rangsangan dan timbulnya

tanggapan dari data yang sudah ada. Otak merupakan pengolah data yang secara besar-

besaran mampu memberikan hasil yang cepat terhadap pengenalan pola rangsangan. Hal

tesebut menjadi pekerjaan bagi sensorik untuk mengolah berdasarkan sejarah pribadinya

dan pengalaman. Pengalaman indrawi diinterpretasikan, diberi makna berdasarkan

refrensi, dievaluasi berhubungan dengan dugaan yang dapat melibatkan gabungan dari

berbagai masukan secara bersamaan atau berurutan. Pada akhirnya penilaian yang sudah

diinterpretasikan digunakan sebagai data kami. Dengan demikian terjadi "rantai persepsi"

bukan hanya rangsangan dan respon (Meilgaard et al., 2006).Hanya data sensorik

manusia yang mampu memberikan contoh terbaik untuk konsumen menilai bagaimana

dan bersikap terhadap produk makanan dalam kehidupan nyata. Kami mengumpulkan,

menganalisis, dan menginterpretasikn data sensorik untuk membentuk prediksi tentang

bagaimana perubahan produk selama pengembangan produk. Dalam industri makanan

dan produk konsumen, perubahan ini muncul dari tiga faktor penting: bahan, proses, dan

kemasan. Pertimbangan keempat seringkali mengenai umur produk, dengan kata lain

adalah masa simpan, tetapi kita dapat mempertimbangkan stabilitas penyimpanan

menjadi salah satu kasus khusus dari pengolahan, meskipun biasanya sangat pasif (tetapi

juga mempertimbangkan terpaparnya produk dengan fluktuasi suhu, katalisasi oksidasi

cahaya, kontaminasi mikroba, dan "kesalahan" lainnya). Perubahan bahan muncul atas

sejumlah alasan. Alasan tersebut mungkin akan diperkenalkan untuk meningkatkan

kualitas produk, untuk mengurangi biaya produksi, atau karena memang pasokan bahan

baku tertentu telah menjadi tidak tersedia. Perubahan pengolahan juga muncul dari upaya

untuk meningkatkan kualitas dalam hal sensorik, gizi, faktor stabilitas mikrobiologi,

untuk mengurangi biaya atau meningkatkan produktivitas produksi. Perubahan kemasan

timbul dari pertimbangan stabilitas produk atau faktor kualitas lain, contohnya, dalam

jumlah tertentu permeabilitas oksigen dapat memastikan bahwa produk daging sapi yang

segar tetap berwarna merah untuk meningkatkan daya tarik visual bagi konsumen.

Kemasan berfungsi sebagai pembawa informasi produk dan citra merek, sehingga

23

keduanya baik karakteristik sensorik dan interpretasi dapat mengubah sebuah fungsi

bagaimana informasi ini dapat dipengaruhi dan diperlihatkan oleh kemasan bahan dan

cetakan kemasan. Kemasan dan tinta cetak dapat menyebabkan perubahan terhadap rasa

atau aroma akibat perpindahan rasa atau aroma keluar produk dan kadang-kadang

perpindahan rasa atau aroma kedalam produk. Kemasan juga berfungsi sebagai

penghambat penting bagi perubahan oksidatif, dengan efek berpotensi merusak reaksi

katalis cahaya, dan infestasi mikroba serta gangguan lainnya.

Pengujian inderawi dilakukan untuk mempelajari bagaimana rekayasa produk akan

menimbulkan perubahan presepsi bagi panelis. Dalam hal ini, penilaian inderawi

merupkan kebiasaan terbaik dari psychophysics, cabang tertua psikologi ilmiah, yang

mencoba untuk menentukan hubungan antara tingkat energi yang berbeda akan mengenai

organ sensorik (bagian fisik psychophysics) dan respon manusia (bagian psikologis).

Seringkali, seseorang tidak bisa memperkirakan perubahan sensorik apa yang akan terjadi

terhadap bahan baku, proses, atau kemasan, dan sangat sulit untuk melakukannya karena

makanan dan produk konsumen biasanya memiliki susunan atau struktur yang cukup

kompleks. Rasa dan aroma bergantung pada campuran kompleks dari banyaknya bahan

kimia yang mudah menguap. Pengujian resmi di laboratorium mungkin tidak membawa

jawaban yang dapat diandalkan atau cukup untuk menjawab pertanyaan sensorik. Tempat

tertinggi di laboratorium pengembangan adalah tempat yang buruk untuk menilai dampak

dari kemampuan sensorik dengan gangguan, bau yang berlawanan, pencahayaan yang

tidak standar, dan sebagainya. Akhirnya, hidung, mata, dan lidah dari pembuat produk

tidak mungkin mewakili kebanyakan orang yang akan membeli produk. Jadi terdapat

beberapa ketidakpastian tentang bagaimana konsumen akan melihat produk terutama

dalam keadaan lebih normal.

Ketidakpastian adalah kunci di sini. Jika hasil dari pengujian inderawi sempurna

diketahui dan diprediksi, tidak perlu untuk melakukan penilaian formal. Sayangnya,

pengujian yang tidak berguna sering diminta dari kelompok pengujian sensorik dalam

pengaturan industri. Beban pengujian rutin yang tidak berguna berasal dari peraturan

pengembangan produk, tradisi perusahaan, atau hanya untuk melindungi diri dari

kesalahan terhadap kasus kerusakan yang tak terduga. Namun, pengujian inderawi hanya

24

berguna sebagai pengurangan banyaknya ketidakpastian yang terjadi. Jika tidak ada

ketidakpastian, maka tidak perlu melakukan pengujian inderawi. Misalnya, melakukan

pengujian inderawi untuk melihat apakah ada perbedaan warna yang jelas antara anggur

merah dan anggur putih yang dijual hal tersebut merupakan pemborosan sumber daya,

karena tidak ada ketidakpastian! Dalam peraturan industri, pengujian inderawi

memberikan penghubung untuk informasi yang berguna dalam keputusan tentang

manajemen bisnis ke arah pengembangan produk dan perubahan produk. Keputusan ini

berdasarkan pada rendahnya ketidakpastian dan mengurangi resiko ketika informasi

inderawi diberikan.

Penilaian inderawi juga berfungsi untuk tujuan lain. Hal ini mungkin cukup berguna

atau bahkan diperlukan untuk memasukkan analisis sensorik dalam kontrol kualitas (QC)

atau jaminan mutu. modifikasi penggunaan indera secara tradisional mungkin diperlukan

untuk menyesuaikan panel kecil dan penilaian cepat yang sering diperlukan dalam QC

secara langsung dalam lingkungan pabrik. Oleh sebab itu waktu yang dibutuhkan untuk

mengumpulkan panel, mempersiapkan sampel untuk pengujian, menganalisis dan

melaporkan data inderawi, itu dapat sangat diperlukan untuk menerapkan teknik

inderawi sebagai kontrol kualitas dalam penilaian secara langsung. Jaminan mutu

menyangkut penilaian inderawi terhadap produk jadi lebih mudah diakui sebagai

pengujian inderawi dan dapat dipadukan dengan program rutin untuk penilaian masa

simpan atau pengawasan mutu. Hal tersebut sering diinginkan untuk membangun korelasi

antara respon sensorik dan tindakan instrumental. Jika hal ini dilakukan dengan baik,

penilaian dengan alat dapat diganti dengan pengujian inderawi. Hal ini khususnya berlaku

di bawah kondisi di mana perubahan yang cepat diperlukan. Perubahan penilaian

menggunakan alat untuk memperoleh data inderawi mungkin juga berguna jika penilaian

berulang-ulang cenderung melelahkan bagi indra, penyebab bahaya dalam penilaian

berulang (contohnya, wewangian obat serangga), dan bahaya terhadap bisnis tidak tinggi

jika timbulnya masalah inderawi yang tak diharapkan menjadi hilang.

Selain hasil-terfokus pada pengujian, penilaian inderawi penting dalam konteks yang

lebih luas. Pengujian inderawi dapat membantu untuk memahami sifat produk yang

dilihat konsumen sebagai keberhasilan penerimaan produk. Meskipun kita cermat

25

terhadap penggunaan istilah konsumen yang tidak jelas, pengujiann inderawi dapat

memberikan informasi tentang kelebihan dan kekurangan produk. Penilaian

menggunakan inderawi dapat menunjukan hipotesis untuk penyelidikan lebih lanjut

seperti pencarian peluang produk baru.

Pokok bahasan dan permasalahan seringkali terdapat dalam ilmu inderawi. Pada

tahun 1989, Komite ASTM E-18 dalam penilaian inderawi terhadap Bahan dan Produk

mempublikasikan pandangan mengenai asal muasal metode inderawi dan komite itu

sendiri (ASTM, 1989). Dalam pernyataan tersebut, Joe Kamen, awalnya adalah seorang

pekerja inderawi dengan Quartermaster Food dan Container Institute, menjelaskan

sembilan tahap penelitian inderawi yang aktif 45 tahun yang lalu. Dalam menilai status

ilmu inderawi pada awal dekade abad kedua puluh, kita menemukan bahwa tahap ini

masih menjadi lahan produktif bagi kegiatan penelitian dan kegiatan di banyak

laboratorium inderawi pada saat ini. Kamen (1989) mengidentifikasi kategori sebagai

berikut:

(1) Metode penelitian sensorik. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keandalan dan

efisiensi, termasuk penelitian rincian prosedural (pembilasan, dll) dan penggunaan

design yang berbeda. Meiselman (1993), seorang ilmuwan inderawi di U.S. Army

Food Laboratories, kemudian mengangkat sejumlah masalah metodologis dan

bahkan sekarang masih belum di tetapkan dalam bidang penilaian inderawi.

Meiselman menekankan kurang terfokusnya penelitian metodologis menunjukan

masalah pada penilaian sebagai kualitas pengukuran seperti keandalan, sensitivitas,

dan validitas. Banyak teknik inderawi yang berasal dari kebutuhan untuk melakukan

pemecahan masalah. Metode tersebut telah dijadikan standarisasi dalam melakukan

praktik berdasarkan pada dokumen industrial, dan tidak hanya sekedar

menghubungkan ke data empiris yang membandingkan metode yang berbeda.

Peningkatan tingkat publikasi percobaan yang ditujukan sebagai perbandingan

metodologis di jurnal asli seperti Journal Ilmu Pengetahuan Inderawi dan Kualitas

Makanan dan Preferensi tentu menunjukkan perbaikan dalam basis pengetahuan

tentang pengujian inderawi, tetapi masih banyak lagi yang harus dilakukan.

26

(2) Penentuan masalah dan pemecahan masalah. Kamen mengemukakan contoh

sederhana menetapkan kesetaraan antara banyak produk, tetapi terdapat banyak

masalah sehari-hari seperti yang terkait dengan produk-yang timbul dalam praktek

industri. Tuntutan pembuktian (ASTM E1958, 2008; Gacula, 1991) dan tantangan

hukum dan iklan adalah salah satu contoh. Contoh lainnya akan menjadi identifikasi

penyebab hilangnya citarasa, "kontaminasi" atau karakteristik inderawi lainnya yang

tidak diinginkan terhadap latihan mendeteksi yang masuk ke arah isolasi dan

identifikasi penyebab masalah tersebut.

(3) Menetapkan spesifikasi pengujian. Hal ini menjadi penting bagi pemasok dan

penjual, dan juga untuk kontrol kualitas dalam keadaan multi-plant manufaktur, serta

pengembangan produk internasional dan beberapa masalah lokasi pengujian

inderawi dan panel.

(4) Faktor lingkungan dan biokimia. Kamen mengakui bahwa keadaan dapat mengubah

pilihan (makanan sering terasa lebih enak di luar ruangan dan ketika Anda lapar).

Meiselman (1993) mempertanyakan apakah penelitian inderawi cukup dilakukan

terhadap kondisi makan yang sedang terjadi sebenarnya yang mungkin lebih

prediktif terhadap reaksi konsumen, dan baru-baru ini ilmuwan inderawi sudah

mulai menelusuri bidang penelitian ini (misalnya, Giboreau dan Fleury, 2009; Hein

et al ., 2009; Mielby dan Frost, 2009).

(5) Menyelesaikan perbedaan antara penelitian laboratorium dan penelitian lapangan.

Dalam penelitian menggunakan metode analisis yang tepat, rinci, dan akurat di

laboratorium inderawi, beberapa keakuratan dalam memprediksi hasil uji lapangan

mungkin akan hilang. Manajemen harus menyadari kemungkinan terhadap kesalahan

hasil positif atau negatif jika rangkaian pengujian tidak sepenuhnya dilakukan, yaitu,

jika jalan pintas dibuat dalam rangkaian pengujian sebelum memasarkan produk

baru. Para ahli pengujian inderawi dalam industri tidak selalu punya waktu untuk

mempelajari tingkat korelasi antara penelitian laboratorium dan penelitian lapangan,

tetapi program inderawi secara bijaksana akan menyertakan pemeriksaan berkala

tentang masalah ini.

27

(6) Perbedaan individu. Sejak era Kamen, sebuah literatur yang telah berkembang

menjelaskan fakta bahwa panelis manusia tidak sama, penilaian dapat saling

berbeda. Masing-masing dilengkapi dengan organ fisiologis yang berbeda, bingkai

pengalaman yang berbeda, kemampuan untuk fokus dan mengelola perhatian yang

berbeda, dan rangsangan sumber daya yang berbeda. Sebagai contoh perbedaan

dalam fisiologi, kita memiliki perkembangan pengalaman pada anosmias-bau untuk

senyawa kimia tertentu antara orang-orang dengan indra penciuman yang dinyatakan

normal (Boyle et al, 2006;.. Plotto dkk, 2006; Wysocki dan Labows, 1984).

Seharusnya tidak mengherankan bahwa beberapa karakteristik penciuman sulit untuk

dinilai dan didadapatkan kesepakatan bagi panelis terlatih (Bett dan Johnson, 1996).

(7) Kaitan perbedaan indera dengan variabel produk. Hal ini tentunya adalah bagian dari

ilmu inderawi dalam praktek industri. Namun, banyak pengembang produk tidak

melibatkan ahli inderawi mereka dalam pertanyaan penelitian yang mendasar.

Mereka juga dapat masuk ke dalam perangkap urutan pengujian ssuai yang tidak

pernah selesai, dengan sedikit atau tanpa desain yang direncanakan dan tidak ada

model bagaimana variabel fisik yang mendasari (bahan, proses) menciptakan

berbagai perubahan dinamis inderawi. Hubungan perubahan fisik yang dinilai untuk

mendapatkan respon inderawi adalah inti dari pemikiran psikofisik.

(8) Interaksi inderawi. Makanan dan produk konsumen memiliki berbagai pandangan.

Para ilmuwan lebih memahami interaksi antara karakteristik inderawi seperti

peningkatan dan pengaruh pelindung, akan baik jika mereka dapat

menginterpretasikan hasil pengujian inderawi dan memberikan penilaian informasi

serta kesimpulan yang beralasan selain hanya pelaporan angka dan statistic yang

signifikan.

(9) Pendidikan inderawi . pengguna akhir data inderawi dan orang-orang yang meminta

pengujian inderawi sering mengharapkan salah satu sarana untuk menjawab semua

pertanyaan. Kamen mengutip pembagian dua hal sederhana antara pengujian analitis

dan hedonis (misalnya, perbedaan terhadap pilihan) dan bagaimana menjelaskan

perbedaan ini adalah tugas yang tetap. Karena kurang luasnya pelatihan terhadap

ilmu inderawi, tugas untuk memberikan ilmu mengenai pendidikan inderawi masih

28

bersama kita hingga saat ini, dan ahli sensorik harus mampu menjelaskan alasan di

balik metode pengujian dengan pentingnya berkomunikasi dan logika teknologi

sensorik untuk ilmuwan non-sensorik dan manajer.

3.2. Perbedaan dari Metode Penelitian Pemasaran

Tantangan lain adalah dengan komunikasi yang efektif terhadap hasil inderawi

menyangkut kemiripan data inderawi untuk orang-orang yang dihasilkan dari metode

penelitian lainnya. Masalah bisa timbul karena kemiripan yang jelas dari beberapa

pengujian inderawi konsumen dengan yang dilakukan oleh jasa penelitian pemasaran.

Namun, terdapat beberapa perbedaan penting seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.3.

Pengujian inderawi hampir selalu dilakukan dengan tidak melihat label. Artinya,

identitas produk biasanya disembunyikan selain informasi minimal yang memungkinkan

produk akan dinilai dalam kategori yang tepat (misalnya, sereal sarapan yang beku).

Sebaliknya, pengujian pemasaran sering memberikan konsep yang jelas tentang klaim

produk-label, citra iklan, informasi gizi, atau informasi lain yang dapat masuk ke dalam

desain agar membuat produk memiliki pandangan yang menarik (misalnya, memberikan

perhatian pada faktor layanan dalam pengolahan ).

Tabel 1.3 Perbedaan penilaian uji inderawi konsumen dengan pengujian pasar

Pengujian inderawi dengan konsumen

Peserta diseleksi untuk menjadi pengguna dari kategori produk

Label tidak diperlihatkan dengan jelas, sampel-acak dengan sedikit informasi konseptual

Menentukan apakah sifat inderawi dan daya tarik keseluruhan memenuhi target

Dugaan didasarkan pada produk sejenis yang digunakan dalam kategori

Tidak dimaksudkan untuk menilai tanggapan / perbedaan dari konsep produk

29

Pengujian riset pasar (konsep dan / atau pengujian produk)

Peserta dalam tahap pengujian produk- dipilih karena adanya respon positif terhadap konsep

Pernyataan konseptual, informasi, dan bingkai pengalaman yang jelas

Dugaan didasarkan dari konsep / pernyataan dan penggunaan produk serupa

Tidak dapat mengukur daya tarik inderawi dalam isolasi dari konsep dan dugaan

Dalam pengujian inderawi semua faktor yang akan berpotensi menjadi bias

dihilangkan untuk memperoleh kesan berdasarkan sifat inderawi saja. Dalam penelitian

ilmiah, kita perlu untuk memisahkan variabel penting (bahan, pengolahan, perubahan

kemasan) dan menilai sifat inderawi sebagai fungsi dari variabel-variabel ini, dan tidak

sebagai fungsi pengaruh pandangan. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan pengaruh

beban kognitif yang lebih besar dari ekspektasi yang dihasilkan oleh informasi

konseptual yang kompleks. Ada banyak potensi tanggapan menjadi bias dan tuntutan

tugas yang terdapat dalam "penjualan" ide serta dalam menjual produk. Peserta sering

ingin menyenangkan hati pembuat produk dan memberikan hasil yang sesuaiterhadap apa

yang mereka pikir orang inginkan. Ada banyak literatur tentang pengaruh faktor-faktor

seperti label merek pada respon konsumen. Informasi produk berinteraksi dalam cara

yang kompleks dengan sikap konsumen dan harapan (Aaron et al, 1994;. Barrios dan

Costell, 2004; Cardello dan Sawyer, 1992; Costell et al, 2009;. Deliza dan Macfie, 1996;

Gimenez et al, 2008. ; Kimura et al, 2008;. Mielby dan Frost, 2009; Park and Lee, 2003;

Shepherd et al, 1991/1992).. Dugaan dapat menyebabkan asimilasi reaksi sensorik

terhadap apa yang diharapkan di bawah beberapa kondisi dan kondisi lain akan

menunjukkan efek jelas, memperkuat perbedaan ketika harapan tidak terpenuhi (Siegrist

dan sepupu, 2009;. Lee et al, 2006; Yeomans et al, 2008. ; Zellner et al, 2004).. Kemasan

dan informasi merek juga akan mempengaruhi penilaian sensorik (Dantas et al, 2004;..

Deliza et al, 1999; Enneking et al, 2007.). Jadi kemiripan jelas dari uji inderawi dan uji

riset pasar sepenuhnya cukup bertentangan. Manajemen perusahaan perlu mengingat

perbedaan penting ini. Hal tersebut terus menjadi perbedaan antara peran riset pemasaran

dan penelitian sensorik dalam perusahaan. Publikasi oleh Garber et al. (2003) dan

30

sanggahan untuk kertas oleh Cardello (2003) adalah contoh yang relatif baru dari

perbedaan ini.

Informasi yang berbeda diberikan oleh kedua jenis pengujian dan keduanya sangat

penting. Evaluasi sensorik dilakukan untuk menginformasikan kepada pengembang

produk tentang apakah mereka telah memenuhi target sensorik dan kinerja mereka dalam

hal persepsi karakteristik produk. Informasi ini hanya dapat diperoleh ketika metode uji

terbebas mungkin dari pengaruh posisi konseptual. Pengembang produk memiliki hak

untuk mengetahui apakah produk tersebut hanya memenuhi tujuan sensorik sebagai

pemasar dan perlu mengetahui apakah produk tersebut memenuhi sasaran daya tarik

konsumen dalam konseptual, positioning, dan bauran iklan secara keseluruhan. Dalam

kasus kegagalan produk, strategi untuk perbaikan tidak pernah jelas tanpa kedua jenis

informasi ini.

Kadang-kadang dua gaya pengujian akan memberikan hasil yang tampak

bertentangan (Oliver, 1986). Namun, hampir tidak pernah keadaan yang satu adalah

"benar" dan yang lainnya adalah "salah." Mereka hanya berbagai jenis pengujian dan

bahkan dilakukan pada peserta yang berbeda. Sebagai contoh, pengujian rasa di tes riset

pasar dapat dilakukan hanya pada orang-orang yang sebelumnya mengungkapkan reaksi

positif terhadap konsep yang diajukan. Ini tampaknya masuk akal, karena mungkin

mereka adalah pembeli, tapi ingatlah bahwa penilaian produk mereka dilakukan setelah

mereka menyatakan beberapa sikap positif dan sesuai dengan apa yang orang orang

inginkan. Namun, pengujian konsumen sensorik tak terlihat dilakukan pada sampel dari

pengguna produk biasa, tanpa melakukan seleksi untuk kepentingan atau sikap

konseptual. Jadi mereka tidak perlu menyamakan sampel masyarakat di masing-masing

gaya uji dan hasil yang berbeda tidak mengejutkan siapa pun.

3.3. Perbedaan dari Sistem Produk Grading Tradisional

Bidang kedua terhadap kesamaan yang jelas untuk penilaian inderawi adalah dengan

sistem penilaian kualitas produk tradisional yang menggunakan kriteria inderawi.

Grading terhadap komoditas pertanian adalah pengaruh sejarah penting pada perlakuan

31

untuk menjamin konsumen dari standar kualitas makanan yang mereka beli. Teknik-

teknik tersebut berlaku untuk produk yang sederhana seperti susu cair dan mentega

(Bodyfelt et al., 1988, 2008), di mana produk yang ideal sebagian besar dapat disetujui

dan kerusakan yang bisa timbul dalam kurangnya pengolahan dan penanganan yang

buruk menimbulkan efek sensorik yang terkenal. Desakan lebih lanjut datang dari fakta

bahwa kompetisi bisa dilaksanakan untuk menguji apakah panelis terlatih pemula bisa

menyamai pendapat ahli. Hal ini banyak terdapat dalam kebiasaan grading hewan ternak-

orang muda bisa menilai sebuah sapi dan menerima penghargaan di negara yang layak

untuk belajar menggunakan kriteria yang sama dan pemiiran kritis sebagai penilai yang

ahli. Ada perbedaan penting dalam cara menilai pengujian sensorik dan kualitas penilaian

yang dilakukan. Beberapa diuraikan pada Tabel 1.4.

Grading komoditas dan tradisi pemeriksaan sangat memiliki keterbatasan di era ini

terhadap makanan yang diproses dan segmentasi pasar. Terdapat lebih sedikit "produk

standar" dibandingkan dengan variasi dalam rasa, tingkat gizi (misalnya, rendah lemak),

kelayakan pengolahan, dan pilihan lain yang berjejer di rak-rak supermarket. Begitupun,

kerusakan produk seseorang memberikan sumber keuntungan bagi pemasaran, seperti

dalam perekat yang tidak bekerja dengan baik sehingga memberi kami catatan dalam

pengumuman. Metode penilaian kualitas yang kurang cocok untuk mendukung program

penelitian. Teknik-teknik telah banyak dikritik dalam sejumlah alasan ilmiah (Claassen

dan Lawless, 1992; Drake, 2007; O'Mahony, 1979; Pangborn dan Dunkley, 1964; Sidel

et al, 1981.), Meskipun hal tersebut masih mendukung di industri dan pertanian mereka

(Bodyfelt et al., 1988, 2008).

Identifikasi kerusakan yang menitikberatkan pada grading mutu menimbulkan akar

permasalahan (contohnya, teroksidasinya flavor) sedangkan pendekatan deskriptif

menggunakan lebih banyak elemen istilah untuk menggambarkan persepsi daripada

untuk menyimpulkan penyebab. Dalam kasus teroksidasinya flavor, panel analisis

deskriptif mungkin menggunakan sejumlah istilah (berminyak, berwarna, dan amis)

karena oksidasi menyebabkan perbedaan sejumlah efek sensorik kualitatif. Perbedaan

penting lainnya dari penilaian sensorik biasanya adalah bahwa penilaian mutu

menggabungkan skala kualitas keseluruhan (mungkin mencerminkan ketidak sukaan

32

konsumen) dengan informasi diagnostik mengenai kerusakan, semacam analisis

deskriptif yang hanya melihat aspek negatif dari produk. Dalam penilaian sensorik yang

biasanya, fungsi deskriptif dan penilaian konsumen akan jelas terpisah dalam dua

pengujian yang berbeda dengan responden yang berbeda. Apakah pendapat seorang ahli

secara efektif dapat mewakili pendapat konsumen sangat dipertanyakan saat ini dalam

sejarah.

Tabel 1.4 Perbedaan pengujian penilaian sensorik dengan pengujian kualitas

Pengujian sensorik

Membedakan hedonik (suka-tidak suka) dan informasi deskriptif ke pengujian yang terpisah

Menggunakan perwakilan konsumen untuk penilaian daya tarik produk (suka / tidak suka)

Menggunakan panelis terlatih untuk menentukan atribut, melainkan tidak menyukai / ketidaksukaan

Berorientasi pada dukungan penelitian

Fleksibel untuk produk baru, rekayasa, dan produk-produk inovatif

Menekankan kesimpulan statistik untuk pengambilan keputusan, desain percobaan yang sesuai, dan ukuran

sampel

Pengujian Kualitas

Digunakan untuk menentukan keputusan diterima atau tidak diterimanya secara langsung di industri

Memberikan nilai kualitas dan informasi mengenai kerusakan diagnostik dalam suatu pengujian

Menggunakan keahlian sensorik individu yang sangat terlatih

Dapat menggunakan hanya satu atau sangat sedikit ahli yang terlatih

Pengetahuan produk, potensi masalah, dan penyebab stres

Pertimbangan tradisional yang multi-dimensi dan buruk cocok untuk analisis statistik

Dasar pengambilan keputusan kemungkinan kualitatif

Berorientasi pada komoditas standar

Bab IV

Ringkasan dan KesimpulanPenilaian sensorik terdiri atas satu set metode pengujian dengan pedoman dan teknik

yang ditetapkan untuk penyajian produk, kerja respon, statistic yang terdefinisi dengan

baik menjadi pedoman untuk menginterpretasikan hasil. Tiga tipe utama dari pengujian

sensorik fokus pada adanya perbedaan keseluruhan antara produk (tes diskriminasi),

spesifikasi atribut (analisis deskriptif), dan mengukur suka dan tidak suka konsumen

(afektif atau pengujian hedonis). Aplikasi yang benar terhadap teknik sensorik

33

melibatkan metode kecocokan yang tepat untuk tujuan penilaian, dan hal ini

membutuhkan komunikasi yang baik antara ahli sensorik dan pengguna akhir dari hasil

pengujian. Selekasi terhadap peserta pengujian dan analisis statistik yang tepat

merupakan bagian dari percampuran metodologis. Pengujian analitik seperti diskriminasi

dan deskriptif prosedur memerlukan kontrol percobaan yang baik dan memaksimalkan uji

presisi. Pengujian afektif di sisi lain memerlukan penggunaan perwakilan konsumen

produk dan kondisi pengujian yang memungkinkan generalisasi bagaimana produk yang

dialami oleh konsumen di dunia nyata.

Pengujian sensorik memberikan informasi yang berguna mengenai persepsi manusia

terhadap perubahan produk karena bahan-bahan, pengolahan, pengemasan, atau masa

simpan. Bagian penilaian sensorik tidak hanya berinteraksi dengan kelompok-kelompok

yang paling banyak mengembangkan produk baru, tetapi juga dapat memberikan

informasi untuk kontrol kualitas, riset pemasaran, kemasan, dan, secara tidak langsung,

kepada kelompok lain di seluruh perusahaan (Gambar. 1.4). Informasi sensorik

menurunkan risiko dalam pengambilan keputusan tentang pengembangan produk dan

strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Sebuah program sensorik yang berfungsi

dengan baik akan berguna untuk perusahaan dalam memenuhi harapan konsumen dan

menjamin kesempatan lebih besar untuk kesuksesan pasar. Utilitas dari informasi yang

diberikan secara langsung berhubungan dengan kualitas pengukuran sensorik.

34

Gambar 1.4

Gambar 1.4 Sebuah departemen penilaian sensorik dapat berinteraksi dengan banyak departemen lain di perusahaan makanan atau produk konsumen. Interaksi utama mereka adalah untuk mendukung penelitian dan pengembangan produk, sebanyak riset pemasaran mendukung upaya pemasaran perusahaan. Namun, mereka juga dapat berinteraksi dengan kontrol kualitas, riset pemasaran, kemasan dan kelompok desain, dan bahkan layanan hukum atas isu-isu seperti klaim pembuktian dan tantangan iklan.

35

DAFTAR PUSTAKA

Aaron, J. I., Mela, D. J. and Evans, R. E. 1994. The influence of attitudes, beliefs and label information on perceptions of reduced-fat spread. Appetite, 22(1), 25–38.Adams, H. 1918. The Education of Henry Adams. The Modern Library, New York.Amerine, M. A., Pangborn, R. M. and Roessler, E. B. 1965.Principles of Sensory Evaluation of Food. Academic, NewYork.ASTM E1958. 2008. Standard guide for sensory claim substantiation.ASTM International, West Conshohocken, PA.ASTM. 1989. Sensory evaluation. In celebration of our beginnings.Committee E-18 on Sensory Evaluation of Materialsand Products. ASTM, Philadelphia.Barrios, E. X. and Costell, E. 2004. Review: use of methods of research into consumers’ opinions and attitudes in food research. Food Science and Technology International, 10,359–371.Bett, K. L. and Johnson, P. B. 1996. Challenges of evaluating sensory attributes in the presence of off-flavors. Journal of Sensory Studies, 11, 1–17. Bodyfelt, F. W., Drake, M. A. and Rankin, S. A. 2008.Developments in dairy foods sensory science and education: from student contests to impact on product quality.International Dairy Journal, 18, 729–734.Bodyfelt, F. W., Tobias, J. and Trout, G. M. 1988. Sensory Evaluation of Dairy Products. Van Nostrand/AVI Publishing,New York.Boyle, J. A., Lundström, J. N., Knecht, M., Jones-Gotman, M., Schaal, B. and Hummel, T. 2006. On the trigeminal percept of androstenone and its implications on the rate of specific anosmia. Journal of Neurobiology, 66, 1501–1510. Brandt, M. A., Skinner, E. Z. and Coleman, J. A. 1963. Texture profile method. Journal of Food Science, 28, 404–409. Brinberg, D. and McGrath, J. E. 1985. Validity and the Research Process. Sage Publications, Beverly Hills, CA.Cardello, A. V. 2003. Ideographic sensory testing vs. nomothetic sensory research for marketing guidance: comments on Garber et al. Food Quality and Preference, 14, 27–30.Cardello, A. V. and Sawyer, F. M. 1992. Effects of disconfirmed consumer expectations on food acceptability. Journal of Sensory Studies, 7, 253–277.Caul, J. F. 1957. The profile method of flavor analysis. Advances in Food Research, 7, 1–40.Claassen, M. and Lawless, H. T. 1992. Comparison of descriptiveterminology systems for sensory evaluation of fluid milk.Journal of Food Science, 57, 596–600, 621.Costell, E., Tárrega, A. and Bayarri, S. 2009. Food acceptance:the role of consumer perception and attitudes. ChemosensoryPerception. doi:10.1007/s12078-009-9057-1.Dantas, M. I. S., Minim, V. P. R., Deliza, R. and Puschmann,R. 2004. The effect of packaging on the perception of minimallyprocessed products. Journal of International Food andAgribusiness Marketing, 2, 71–83.Deliza, R., Rosenthal, A., Hedderley, D., MacFie, H. J. H.and Frewer, L. J. 1999. The importance of brand, product

36

information and manufacturing process in the developmentof novel environmentally friendly vegetable oils. Journal ofInternational Food and Agribusiness Marketing, 3, 67–77.Deliza, R. and MacFie, H. J. H. 1996. The generation of sensoryexpectation by external cues and its effect on sensoryperception and hedonic ratings: A review. Journal of SensoryStudies, 11, 103–128.Drake, M. A. 2007. Invited Review: sensory analysis of dairyfoods. Journal of Dairy Science, 90, 4925–4937.Einstein, M. A. 1991. Descriptive techniques and theirhybridization. In: H. T. Lawless and B. P. Klein (eds.),Sensory Science Theory and Applications in Foods. MarcelDekker, New York, pp. 317–338.Enneking, U., Neumann, C. and Henneberg, S. 2007. Howimportant intrinsic and extrinsic product attributes affect purchasedecision. Food Quality and Preference, 18, 133–138.Gacula,M. C., Jr. 1991. Claim substantiation for sensory equivalenceand superiority. In: H. T. Lawless and B. P. Klein (eds.),Sensory Science Theory and Applications in Foods. MarcelDekker, New York, pp. 413–436.Garber, L. L., Hyatt, E. M. and Starr, R. G. 2003. Measuringconsumer response to food products. Food Quality andPreference, 14, 3–15.18 1 IntroductionGiboreau, A. and Fleury, H. 2009. A new research platformto contribute to the pleasure of eating and healthy foodbehaviors through academic and applied food and hospitalityresearch. Food Quality and Preference, 20, 533–536Giménez, A., Ares, G. and Gámbaro, A. 2008. Consumer attitudetoward shelf-life labeling: does it influence acceptance?Journal of Sensory Studies, 23, 871–883.Hein, K. A., Hamid, N., Jaeger, S. R. and Delahunty,C. M. 2009. Application of a written scenario toevoke a consumption context in a laboratory setting:effects on hedonic ratings. Food Quality and Preference.doi:10.1016/j.foodqual.2009.10.003Helm, E. and Trolle, B. 1946. Selection of a taste panel.Wallerstein Laboratory Communications, 9, 181–194.Jones, L. V., Peryam, D. R. and Thurstone, L. L. 1955.Development of a scale for measuring soldier’s food preferences.Food Research, 20, 512–520.Kamen, J. 1989. Observations, reminiscences and chatter.In: Sensory Evaluation. In celebration of our Beginnings.Committee E-18 on Sensory Evaluation of Materials andProducts. ASTM, Philadelphia, pp. 118–122.Kimura, A., Wada, Y., Tsuzuki, D., Goto, S., Cai, D. and Dan,

37

I. 2008. Consumer valuation of packaged foods. Interactiveeffects of amount and accessibility of information. Appetite,51, 628–634.Lawless, H. T. 1993. The education and training of sensoryscientists. Food Quality and Preference, 4, 51–63.Lawless, H. T. and Claassen, M. R. 1993. The central dogma insensory evaluation. Food Technology, 47(6), 139–146.Lawless, H. T. and Klein, B. P. 1989. Academic vs. industrialperspectives on sensory evaluation. Journal of SensoryStudies, 3, 205–216.Lee, L., Frederick, S. and Ariely, D. 2006. Try it, you’ll like it.Psychological Science, 17, 1054–1058.MacRae, R. W. and Geelhoed, E. N. 1992. Preference can bemore powerful than detection of oddity as a test of discriminability.Perception and Psychophysics, 51, 179–181.Meilgaard, M., Civille, G. V. and Carr, B. T. 2006. SensoryEvaluation Techniques. Fourth Second edition. CRC, BocaRaton.Meiselman, H. L. 1993. Critical evaluation of sensory techniques.Food Quality and Preference, 4, 33–40.Mielby, L. H. and Frøst, M. B. 2009. Expectations and surprise ina molecular gastronomic meal. Food Quality and Preference.doi:10.1016/j.foodqual.2009.09.005Moskowitz, H. R., Beckley, J. H. and Resurreccion, A. V. A.2006. Sensory and Consumer Research in Food ProductDesign and Development. Wiley-Blackwell, New York.Moskowitz, H. R. 1983. Product Testing and Sensory Evaluationof Foods. Food and Nutrition, Westport, CT.Oliver, T. 1986. The Real Coke, The Real Story. Random House,New York.O’Mahony, M. 1988. Sensory difference and preference testing:The use of signal detection measures. Chpater 8 In: H. R.Moskowitz (ed.), Applied Sensory Analysis of Foods. CRC,Boca Raton, FL, pp. 145–175.O’Mahony, M. 1979. Psychophysical aspects of sensory analysisof dairy products: a critique. Journal of Dairy Science, 62,1954–1962.Pangborn, R. M. and Dunkley, W. L. 1964. Laboratory proceduresfor evaluating the sensory properties of milk. DairyScience Abstracts, 26, 55–121.Park, H. S. and Lee, S. Y. 2003. Genetically engineered foodlabels, information or warning to consumers? Journal ofFood Products Marketing, 9, 49–61.Peryam, D. R. and Swartz, V. W. 1950. Measurement of sensorydifferences. Food Technology, 4, 390–395.Plotto, A., Barnes, K. W. and Goodner, K. L. 2006. Specific

38

anosmia observed for β-ionone, but not for α-ionone:Significance for flavor research. Journal of Food Science, 71,S401–S406.Shepherd, R., Sparks, P., Belleir, S. and Raats, M. M. 1991/1992.The effects of information on sensory ratings and preferences:The importance of attitudes. Food Quality andPreference, 3, 1–9.Sidel, J. L., Stone, H. and Bloomquist, J. 1981. Use and misuseof sensory evaluation in research and quality control. Journalof Dairy Science, 61, 2296–2302.Siegrist, M. and Cousin, M-E. 2009. Expectations influencesensory experience in a wine tasting. Appetite, 52, 762–765.Skinner, E. Z. 1989. (Commentary). Sensory evaluation. In celebrationof our beginnings. Committee E-18 on SensoryEvaluation of Materials and Products. ASTM, Philadelphia,pp. 58–65.Stone, H. and Sidel, J. L. 2004. Sensory Evaluation Practices,Third Edition. Academic, San Deigo.Stone, H., Sidel, J., Oliver, S., Woolsey, A. and Singleton,R. C. 1974. Sensory evaluation by quantitative descriptiveanalysis. Food Technology 28(1), 24, 26, 28, 29, 32, 34.Sun Tzu (Sun Wu) 1963 (trans.), orig. circa 350 B.C.E. The Artof War. S.B. Griffith, trans. Oxford University.Szczesniak, A. S., Loew, B. J. and Skinner, E. Z. 1975.Consumer texture profile technique. Journal of Food Science,40, 1253–1257.Tuorila, H. and Monteleone, E. 2009. Sensory food science inthe changing society: opportunities, needs and challenges.Trends in Food Science and Technology, 20, 54–62.Wysocki, C. J. and Labows, J. 1984. Individual differences inodor perception. Perfumer and Flavorist, 9, 21–24.Yeomans, M. R., Chambers, L., Blumenthal, H. and Blake, A.2008. The role of expectation in sensory and hedonic evaluation:The case of salmon smoked ice-cream. Food Qualityand Preference, 19, 565–573.York, R. K. 1995. Quality assessment in a regulatory environment.Food Quality and Preference, 6, 137–141.Zellner, D. A., Strickhouser, D. and Tornow, C. E. 2004.Disconfirmed hedonic expectations produce perceptual contrast,not assimilation. The American Journal of Psychology,117, 363–387.

39